Matn Al Waraqat

مَعْنَى أُصُول اَلْفِقْه

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

مَعْنَى أُصُولِ الْفِقْهِ

Arti uṣūl al-fiqh

هَذِهِ وَرَقَاتٌ تَشْتَمِلُ عَلَى فُصُولٍ مِنْ أُصُولِ الْفِقْهِ وَذَلِكَ مُؤَلَّفٌ مِنْ جُزْأَيْنِ مُفْرَدَيْنِ

Ini adalah lembaran-lembaran yang mencakup bab-bab dari uṣūl al-fiqh dan itu terdiri dari dua bagian terpisah

فَالْأَصْلُ مَا بُنِيَ عَلَيْهِ غَيْرُهُ وَالْفَرْعُ مَا يُبْنَى عَلَى غَيْرِهِ

Asal adalah sesuatu yang dibangun di atasnya yang lain dan cabang adalah sesuatu yang dibangun di atas yang lain

وَالْفِقْهُ مَعْرِفَةُ الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الَّتِي طَرِيقُهَا الِاجْتِهَادُ

Fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang jalannya adalah ijtihad

أَنْوَاع اَلْحُكْم

أَنْوَاعُ الحُكْمِ

Jenis-jenis Hukum

وَالْأَحْكَامُ سَبْعَةٌ الْوَاجِبُ وَالْمَنْدُوبُ وَالْمُبَاحُ وَالْمَحْظُورُ وَالْمَكْرُوهُ وَالصَّحِيحُ وَالْبَاطِلُ

Hukum ada tujuh: wajib, sunnah, mubah, haram, makruh, sah, dan batal.

فَالْوَاجِبُ مَا يُثَابُ عَلَى فِعْلِهِ وَيُعَاقَبُ عَلَى تَرْكِهِ

Wajib adalah sesuatu yang diberi pahala atas pelaksanaannya dan disiksa atas pelanggarannya.

وَالْمَنْدُوبُ مَا يُثَابُ عَلَى فِعْلِهِ وَلَا يُعَاقَبُ عَلَى تَرْكِهِ

Sunnah adalah sesuatu yang diberi pahala atas pelaksanaannya dan tidak disiksa atas pelanggarannya.

وَالْمُبَاحُ مَا لَا يُثَابُ عَلَى فِعْلِهِ وَلَا يُعَاقَبُ عَلَى تَرْكِهِ

Mubah adalah sesuatu yang tidak diberi pahala atas pelaksanaannya dan tidak disiksa atas pelanggarannya.

وَالْمَحْظُورُ مَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِهِ وَيُعَاقَبُ عَلَى فِعْلِهِ

Haram adalah sesuatu yang diberi pahala atas pelanggarannya dan disiksa atas pelaksanaannya.

وَالْمَكْرُوهُ مَا يُثَابُ عَلَى تَرْكِهِ وَلَا يُعَاقَبُ عَلَى فِعْلِهِ

Makruh adalah sesuatu yang diberi pahala atas pelanggarannya dan tidak disiksa atas pelaksanaannya.

وَالصَّحِيحُ مَا يَتَعَلَّقُ بِهِ النُّفُوذُ وَيُعْتَدُّ بِهِ

Sah adalah sesuatu yang terkait dengannya keabsahan dan dianggap sah.

وَالْبَاطِلُ مَا لَا يَتَعَلَّقُ بِهِ النُّفُوذُ وَلَا يُعْتَدُّ بِهِ

Batal adalah sesuatu yang tidak terkait dengannya keabsahan dan tidak dianggap sah.

اَلْفَرْق بَيْنَ اَلْفِقْه وَالْعِلْم وَالظَّنّ وَالشَّكّ

الْفَرْقُ بَيْنَ الْفِقْهِ وَالْعِلْمِ وَالظَّنِّ وَالشَّكِّ

Perbedaan antara fiqh, ilmu, dugaan, dan keraguan

وَالْفِقْهُ أَخَصُّ مِنَ الْعِلْمِ وَالْعِلْمُ مَعْرِفَةُ الْمَعْلُومِ عَلَى مَا هُوَ بِهِ وَالْجَهْلُ تَصَوُّرُ الشَّيْءِ عَلَى خِلَافِ مَا هُوَ بِهِ

Fiqh lebih spesifik daripada ilmu. Ilmu adalah mengetahui sesuatu sebagaimana adanya, sedangkan kebodohan adalah memahami sesuatu berbeda dari kenyataannya

وَالْعِلْمُ الضَّرُورِيُّ مَا لَمْ يَقَعْ عَنْ نَظَرٍ وَاسْتِدْلَالٍ كَالْعِلْمِ الْوَاقِعِ بِإِحْدَى الْحَوَاسِّ الْخَمْسِ الَّتِي هِيَ السَّمْعُ وَالْبَصَرُ وَالشَّمُّ وَالذَّوْقُ وَاللَّمْسُ أَوِ التَّوَاتُرُ

Ilmu yang bersifat pasti adalah yang tidak memerlukan pemikiran dan penalaran, seperti ilmu yang diperoleh melalui salah satu dari lima indera yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, perasa, dan sentuhan, atau melalui periwayatan mutawatir

وَأَمَّا الْعِلْمُ الْمُكْتَسَبُ فَهُوَ الْمَوْقُوفُ عَلَى النَّظَرِ وَالِاسْتِدْلَالِ وَالنَّظَرُ هُوَ الْفِكْرُ فِي حَالِ الْمَنْظُورِ فِيهِ وَالِاسْتِدْلَالُ طَلَبُ الدَّلِيلِ وَالدَّلِيلُ هُوَ الْمُرْشِدُ إِلَى الْمَطْلُوبِ لِأَنَّهُ عَلَامَةٌ عَلَيْهِ

Adapun ilmu yang diperoleh adalah yang bergantung pada pemikiran dan penalaran. Pemikiran adalah memikirkan keadaan sesuatu yang dipikirkan, sedangkan penalaran adalah mencari dalil. Dalil adalah petunjuk menuju sesuatu yang dicari karena ia merupakan tanda atasnya

وَالظَّنُّ تَجْوِيزُ أَمْرَيْنِ أَحَدُهُمَا أَظْهَرُ مِنَ الْآخَرِ

Dugaan adalah membolehkan dua kemungkinan, salah satunya lebih jelas daripada yang lain

وَالشَّكُّ تَجْوِيزُ أَمْرَيْنِ لَا مَزِيَّةَ لِأَحَدِهِمَا عَلَى الْآخَرِ

Keraguan adalah membolehkan dua kemungkinan tanpa ada keunggulan bagi salah satunya atas yang lain

وَعِلْمُ أُصُولِ الْفِقْهِ طُرُقُهُ عَلَى سَبِيلِ الْإِجْمَالِ وَكَيْفِيَّةُ الِاسْتِدْلَالِ بِهَا

Ilmu ushul fiqh adalah metode-metodenya secara global dan cara penalaran dengannya

أَبْوَاب أُصُول اَلْفِقْه

وَأَبْوَابُ أُصُولِ الْفِقْهِ أَقْسَامُ الْكَلَامِ وَالْأَمْرُ وَالنَّهْيُ وَالْعَامُّ وَالْخَاصُّ وَالْمُجْمَلُ وَالْمُبَيَّنُ وَالظَّاهِرُ وَالْمُؤَوَّلُ وَالْأَفْعَالُ وَالنَّاسِخُ وَالْمَنْسُوخُ وَالْإِجْمَاعُ وَالْأَخْبَارُ وَالْقِيَاسُ وَالْحَظْرُ وَالْإِبَاحَةُ وَتَرْتِيبُ الْأَدِلَّةِ وَصِفَةُ الْمُفْتِي وَالْمُسْتَفْتِي وَأَحْكَامُ الْمُجْتَهِدِينَ

Dan bab-bab uṣūl al-fiqh adalah pembagian kalam, amr, nahy, 'ām, khāṣ, mujmal, mubayyan, ẓāhir, mu'awwal, af'āl, nāsikh, mansūkh, ijmā', akhbār, qiyās, ḥaẓr, ibāḥah, urutan adillah, sifat mufti, mustafti, dan hukum-hukum mujtahid.

أَقْسَام اَلْكَلَام

فَأَمَّا أَقْسَامُ الْكَلَامِ فَأَقَلُّ مَا يَتَرَكَّبُ مِنْهُ الْكَلَامُ اسْمَانِ أَوِ اسْمٌ وَفِعْلٌ أَوْ فِعْلٌ وَحَرْفٌ أَوِ اسْمٌ وَحَرْفٌ

Adapun bagian-bagian kalam, maka paling sedikit kalam terdiri dari dua isim, atau satu isim dan satu fi'il, atau satu fi'il dan satu harf, atau satu isim dan satu harf.

وَالْكَلَامُ يَنْقَسِمُ إِلَى أَمْرٍ وَنَهْيٍ وَخَبَرٍ وَاسْتِخْبَارٍ وَيَنْقَسِمُ أَيْضًا إِلَى تَمَنٍّ وَعَرْضٍ وَقَسَمٍ

Kalam terbagi menjadi perintah, larangan, berita, dan pertanyaan. Kalam juga terbagi menjadi harapan, tawaran, dan sumpah.

وَمِنْ وَجْهٍ آخَرَ يَنْقَسِمُ إِلَى حَقِيقَةٍ وَمَجَازٍ فَالْحَقِيقَةُ مَا بَقِيَ فِي الِاسْتِعْمَالِ عَلَى مَوْضُوعِهِ وَقِيلَ مَا اسْتُعْمِلَ فِيمَا اصْطُلِحَ عَلَيْهِ مِنَ الْمُخَاطَبَةِ

Dari sisi lain, kalam terbagi menjadi hakikat dan majaz. Hakikat adalah apa yang tetap dalam penggunaan sesuai dengan yang ditetapkan untuknya. Dikatakan juga, hakikat adalah apa yang digunakan sesuai dengan apa yang disepakati dalam percakapan.

وَالْمَجَازُ مَا تَجَوَّزَ عَنْ مَوْضُوعِهِ وَالْحَقِيقَةُ إِمَّا لُغَوِيَّةٌ وَإِمَّا شَرْعِيَّةٌ وَإِمَّا عُرْفِيَّةٌ

Majaz adalah apa yang melampaui apa yang ditetapkan untuknya. Hakikat adakalanya bersifat bahasa, syar'i, atau 'urfi.

وَالْمَجَازُ إِمَّا أَنْ يَكُونَ بِزِيَادَةٍ أَوْ نُقْصَانٍ أَوْ نَقْلٍ أَوِ اسْتِعَارَةٍ

Majaz adakalanya terjadi karena penambahan, pengurangan, pemindahan, atau isti'arah.

فَالْمَجَازُ بِالزِّيَادَةِ مِثْلُ قَوْلِهِ تَعَالَى ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ﴾

Majaz dengan penambahan seperti firman Allah Ta'ala "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya"

وَالْمَجَازُ بِالنُّقْصَانِ مِثْلُ قَوْلِهِ تَعَالَى ﴿وَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ﴾

Majaz dengan pengurangan seperti firman Allah Ta'ala "Dan tanyalah penduduk negeri itu"

وَالْمَجَازُ بِالنَّقْلِ كَالْغَائِطِ فِيمَا يَخْرُجُ مِنَ الْإِنْسَانِ

Majaz dengan pemindahan seperti kata "al-ghaa'ith" yang berarti sesuatu yang keluar dari manusia

وَالْمَجَازُ بِالِاسْتِعَارَةِ كَقَوْلِهِ تَعَالَى ﴿جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ﴾

Majaz dengan isti'arah (metafora) seperti firman Allah Ta'ala "dinding yang hampir roboh"

اَلْأَمْر

وَالْأَمْرُ اسْتِدْعَاءُ الْفِعْلِ بِالْقَوْلِ مِمَّنْ هُوَ دُونَهُ عَلَى سَبِيلِ الْوُجُوبِ

Dan الْأَمْرُ adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan dengan perkataan dari orang yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah dengan cara yang wajib.

وَصِيغَتُهُ افْعَلْ وَهِيَ عِنْدَ الْإِطْلَاقِ وَالتَّجَرُّدِ عَنِ الْقَرِينَةِ تُحْمَلُ عَلَيْهِ إِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيلُ عَلَى أَنَّ الْمُرَادَ مِنْهُ النَّدْبُ أَوِ الْإِبَاحَةُ وَلَا تَقْتَضِي التَّكْرَارَ عَلَى الصَّحِيحِ إِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيلُ عَلَى قَصْدِ التَّكْرَارِ وَلَا تَقْتَضِي الْفَوْرَ

Dan bentuknya adalah افْعَلْ (fi'il amar), dan ketika diucapkan secara mutlak tanpa ada indikasi (قَرِينَة), maka ia menunjukkan kewajiban (الْوُجُوب), kecuali jika ada dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah anjuran (النَّدْب) atau kebolehan (الْإِبَاحَة). Dan ia tidak menuntut pengulangan (التَّكْرَار) menurut pendapat yang sahih, kecuali jika ada dalil yang menunjukkan maksud pengulangan. Dan ia juga tidak menuntut kesegeraan (الْفَوْر).

وَالْأَمْرُ بِإِيجَادِ الْفِعْلِ أَمْرٌ بِهِ وَبِمَا لَا يَتِمُّ الْفِعْلُ إِلَّا بِهِ كَالْأَمْرِ بِالصَّلَاةِ فَإِنَّهُ أَمْرٌ بِالطَّهَارَةِ الْمُؤَدِّيَةِ إِلَيْهَا وَإِذَا فَعَلَ يَخْرُجُ الْمَأْمُورُ عَنِ الْعُهْدَةِ

Dan perintah (الْأَمْر) untuk melakukan suatu perbuatan berarti perintah untuk melakukannya dan juga melakukan hal-hal yang dengannya perbuatan itu tidak akan sempurna, seperti perintah shalat yang berarti juga perintah untuk bersuci yang menghantarkan kepadanya. Dan jika seseorang telah melakukannya, maka lepaslah ia dari tanggungan.

تَنْبِيهٌ مَنْ يَدْخُلُ فِي الْأَمْرِ وَالنَّهْيِ وَمَنْ لَا يَدْخُلُ يَدْخُلُ فِي خِطَابِ اللهِ تَعَالَى الْمُؤْمِنُونَ وَأَمَّا السَّاهِي وَالصَّبِيُّ وَالْمَجْنُونُ فَهُمْ غَيْرُ دَاخِلِينَ فِي الْخِطَابِ

Peringatan tentang siapa yang termasuk dalam perintah dan larangan dan siapa yang tidak termasuk. Yang termasuk dalam khithab Allah Ta'ala adalah orang-orang beriman. Adapun orang yang lalai, anak kecil, dan orang gila, mereka tidak termasuk dalam khithab.

وَالْكُفَّارُ مُخَاطَبُونَ بِفُرُوعِ الشَّرِيعَةِ وَبِمَا لَا تَصِحُّ إِلَّا بِهِ وَهُوَ الْإِسْلَامُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى ﴿مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ﴾

Orang-orang kafir juga dikhithab dengan cabang-cabang syariat dan dengan apa yang tidak sah kecuali dengannya, yaitu Islam, berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Apa yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: 'Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.'"

وَالْأَمْرُ بِالشَّيْءِ نَهْيٌ عَنْ ضِدِّهِ وَالنَّهْيُ عَنِ الشَّيْءِ أَمْرٌ بِضِدِّهِ

Memerintahkan sesuatu berarti melarang kebalikannya, dan melarang sesuatu berarti memerintahkan kebalikannya.

اَلنَّهْي

٣ - النَّهْيُ

3 - Larangan

وَالنَّهْيُ اسْتِدْعَاءُ التَّرْكِ بِالْقَوْلِ مِمَّنْ هُوَ دُونَهُ عَلَى سَبِيلِ الْوُجُوبِ وَيَدُلُّ عَلَى فَسَادِ الْمَنْهِيِّ عَنْهُ

Dan larangan adalah tuntutan untuk meninggalkan sesuatu melalui perkataan dari orang yang lebih tinggi kedudukannya dengan cara yang wajib, dan menunjukkan rusaknya perkara yang dilarang.

وَتَرِدُ صِيغَةُ الْأَمْرِ وَالْمُرَادُ بِهِ الْإِبَاحَةُ أَوِ التَّهْدِيدُ أَوِ التَّسْوِيَةُ أَوِ التَّكْوِينُ

Dan bentuk perintah terkadang datang dengan maksud pembolehan (ibahah), ancaman, penyamaan, atau penciptaan.

اَلْعَامّ وَالْخَاصّ

٤ - الْعَامُّ وَالْخَاصُّ

4 - Al-'Ām dan Al-Khāṣ

وَأَمَّا الْعَامُّ فَهُوَ مَا عَمَّ شَيْئَيْنِ فَصَاعِدًا مِنْ قَوْلِهِ عَمَّمْتُ زَيْدًا وَعَمْرًا بِالْعَطَاءِ وَعَمَّمْتُ جَمِيعَ النَّاسِ بِالْعَطَاءِ

Adapun Al-'Ām adalah apa yang mencakup dua hal atau lebih, seperti perkataan "Aku memberi Zaid dan 'Amr" dan "Aku memberi semua orang".

وَأَلْفَاظُ أَرْبَعَةٌ الِاسْمُ الْوَاحِدُ الْمُعَرَّفُ بِالْأَلِفِ وَاللَّامِ وَاسْمُ الْجَمْعِ الْمُعَرَّفُ بِاللَّامِ وَالْأَسْمَاءُ الْمُبْهَمَةُ كَمَنْ فِيمَنْ يَعْقِلُ وَمَا فِيمَا لَا يَعْقِلُ وَأَيٌّ فِي الْجَمِيعِ وَأَيْنَ فِي الْمَكَانِ وَمَتَى فِي الزَّمَانِ وَمَا فِي الِاسْتِفْهَامِ وَالْجَزَاءِ وَغَيْرِهِ وَلَا فِي النَّكِرَاتِ

Lafal-lafalnya ada empat: isim tunggal yang ditentukan dengan al, isim jamak yang ditentukan dengan al, isim-isim yang samar seperti man untuk yang berakal, mā untuk yang tidak berakal, ayy untuk semuanya, aina untuk tempat, matā untuk waktu, mā untuk pertanyaan, jawab dan lainnya, dan lā untuk nakirah.

وَالْعُمُومُ مِنْ صِفَاتِ النُّطْقِ وَلَا يَجُوزُ دَعْوَى الْعُمُومِ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْفِعْلِ وَمَا يَجْرِي مَجْرَاهُ

Keumuman adalah sifat dari ucapan dan tidak boleh mengklaim keumuman pada selain ucapan, seperti fi'il dan yang sejenis dengannya.

وَالْخَاصُّ يُقَابِلُ الْعَامَّ وَالتَّخْصِيصُ تَمْيِيزُ بَعْضِ الْجُمْلَةِ وَهُوَ يَنْقَسِمُ إِلَى مُتَّصِلٍ وَمُنْفَصِلٍ

Al-Khāṣ berlawanan dengan Al-'Ām. Pengkhususan adalah membedakan sebagian kalimat. Ia terbagi menjadi yang bersambung (muttaṣil) dan yang terpisah (munfaṣil).

فَالْمُتَّصِلُ الِاسْتِثْنَاءُ وَالتَّقْيِيدُ بِالشَّرْطِ وَالتَّقْيِيدُ بِالصِّفَةِ

Yang bersambung adalah istithnā', pembatasan dengan syarat, dan pembatasan dengan sifat.

وَالِاسْتِثْنَاءُ إِخْرَاجُ مَا لَوْلَاهُ لَدَخَلَ فِي الْكَلَامِ وَإِنَّمَا يَصِحُّ بِشَرْطِ أَنْ يَبْقَى مِنَ الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ شَيْءٌ وَمِنْ شَرْطِهِ أَنْ يَكُونَ مُتَّصِلًا بِالْكَلَامِ

Istithnā' adalah mengeluarkan apa yang seandainya tidak ada pengecualian maka akan masuk dalam pembicaraan. Ia hanya sah dengan syarat tersisa sesuatu dari mustathnā minhu. Di antara syaratnya adalah ia harus bersambung dengan kalimat.

وَيَجُوزُ تَقْدِيمُ الِاسْتِثْنَاءِ عَلَى الْمُسْتَثْنَى مِنْهُ وَيَجُوزُ الِاسْتِثْنَاءُ مِنَ الْجِنْسِ وَمِنْ غَيْرِهِ

Boleh mendahulukan istithnā' atas mustathnā minhu. Boleh istithnā' dari jenis dan dari selain jenis.

وَالشَّرْطُ يَجُوزُ أَنْ يَتَأَخَّرَ عَنِ الْمَشْرُوطِ وَيَجُوزُ أَنْ يَتَقَدَّمَ عَنِ الْمَشْرُوطِ وَالْمُقَيَّدُ بِالصِّفَةِ يُحْمَلُ عَلَيْهِ الْمُطْلَقُ كَالرَّقَبَةِ قُيِّدَتْ بِالْإِيمَانِ فِي بَعْضِ الْمَوَاضِعِ وَأُطْلِقَتْ فِي بَعْضِ الْمَوَاضِعِ فَيُحْمَلُ الْمُطْلَقُ عَلَى الْمُقَيَّدِ

Dan syarat boleh terlambat dari yang disyaratkan dan boleh mendahului yang disyaratkan. Yang muqayyad dengan sifat, mutlak dibawa kepadanya, seperti raqabah yang dibatasi dengan iman di beberapa tempat dan dimutlakkan di beberapa tempat, maka mutlak dibawa kepada muqayyad.

وَيَجُوزُ تَخْصِيصُ الْكِتَابِ بِالْكِتَابِ وَتَخْصِيصُ الْكِتَابِ بِالسُّنَّةِ وَتَخْصِيصُ السُّنَّةِ بِالْكِتَابِ وَتَخْصِيصُ السُّنَّةِ بِالسُّنَّةِ وَتَخْصِيصُ النُّطْقِ بِالْقِيَاسِ وَنَعْنِي بِالنُّطْقِ قَوْلَ اللهِ ﷾ وَقَوْلَ الرَّسُولِ ﷺ

Dan boleh mengkhususkan Al-Kitab dengan Al-Kitab, mengkhususkan Al-Kitab dengan As-Sunnah, mengkhususkan As-Sunnah dengan Al-Kitab, mengkhususkan As-Sunnah dengan As-Sunnah, dan mengkhususkan an-nutq dengan qiyas. Yang kami maksud dengan an-nutq adalah firman Allah ﷾ dan sabda Rasulullah ﷺ.

اَلْمُجْمَل وَالْمُبَيَّن

وَالْمُجْمَلُ مَا افْتَقَرَ إِلَى الْبَيَانِ وَالْبَيَانُ إِخْرَاجُ الشَّيْءِ مِنْ حَيِّزِ الْإِشْكَالِ إِلَى حَيِّزِ التَّجَلِّي

Dan mujmal adalah apa yang membutuhkan penjelasan, dan penjelasan adalah mengeluarkan sesuatu dari ruang keraguan ke ruang kejelasan.

وَالنَّصُّ مَا لَا يَحْتَمِلُ إِلَّا مَعْنًى وَاحِدًا وَقِيلَ مَا تَأْوِيلُهُ تَنْزِيلُهُ وَهُوَ مُشْتَقٌّ مِنْ مَنَصَّةِ الْعَرُوسِ وَهُوَ الْكُرْسِيُّ

Dan nash adalah apa yang tidak mengandung kecuali satu makna, dan dikatakan bahwa ta'wilnya adalah tanzilnya, dan ia berasal dari manshshah al-'arus yaitu kursi.

اَلظَّاهِر وَالْمُؤَوَّل

٦ - الظَّاهِرُ والمُؤَوَّلُ

6 - Aẓ-Ẓāhir dan al-Mu'awwal

وَالظَّاهِرُ مَا احْتَمَلَ أَمْرَيْنِ أَحَدُهُمَا أَظْهَرُ مِنَ الْآخَرِ وَيُؤَوَّلُ الظَّاهِرُ بِالدَّلِيلِ

Dan aẓ-Ẓāhir adalah apa yang memungkinkan dua hal, salah satunya lebih jelas daripada yang lain, dan aẓ-Ẓāhir ditafsirkan dengan dalil.

وَيُسَمَّى الظَّاهِرُ بِالدَّلِيلِ

Dan aẓ-Ẓāhir dinamakan dengan dalil.

اَلْأَفْعَال

فِعْلُ صَاحِبِ الشَّرِيعَةِ لَا يَخْلُو إِمَّا أَنْ يَكُونَ عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ وَالطَّاعَةِ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ

Perbuatan Rasulullah ﷺ tidak lepas dari dua kemungkinan: dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, atau selain itu.

فَإِنْ دَلَّ دَلِيلٌ عَلَى الِاخْتِصَاصِ بِهِ يُحْمَلُ عَلَى الِاخْتِصَاصِ وَإِنْ لَمْ يَدُلَّ لَا يُخَصَّصُ بِهِ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُولُ ﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ﴾

Jika ada dalil yang menunjukkan kekhususan baginya, maka dipahami sebagai kekhususan. Jika tidak ada dalil, maka tidak dikhususkan baginya, karena Allah ﷻ berfirman, "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu."

فَيُحْمَلُ عَلَى الْوُجُوبِ عِنْدَ بَعْضِ أَصْحَابِنَا وَمِنْ بَعْضِ أَصْحَابِنَا مَنْ قَالَ يُحْمَلُ عَلَى النَّدْبِ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ يُتَوَقَّفُ عَنْهُ

Maka sebagian ulama kami berpendapat bahwa hal itu menunjukkan kewajiban, sebagian lagi berpendapat menunjukkan anjuran (sunnah), dan sebagian lagi berpendapat tawaqquf (menahan diri tidak berpendapat).

فَإِنْ كَانَ عَلَى وَجْهٍ غَيْرِ الْقُرْبَةِ وَالطَّاعَةِ فَيُحْمَلُ عَلَى الْإِبَاحَةِ فِي حَقِّهِ وَحَقِّنَا

Jika perbuatan tersebut bukan dalam rangka mendekatkan diri dan ketaatan kepada Allah, maka dipahami sebagai perkara yang dibolehkan (mubah), baik bagi Rasulullah ﷺ maupun bagi kita.

وَإِقْرَارُ صَاحِبِ الشَّرِيعَةِ عَلَى الْقَوْلِ الصَّادِرِ مِنْ أَحَدٍ هُوَ قَوْلُ صَاحِبِ الشَّرِيعَةِ وَإِقْرَارُهُ عَلَى الْفِعْلِ كَفِعْلِهِ

Persetujuan Rasulullah ﷺ terhadap perkataan yang diucapkan oleh seseorang adalah seperti perkataan beliau sendiri. Persetujuan beliau terhadap suatu perbuatan adalah seperti perbuatan beliau sendiri.

وَمَا فُعِلَ فِي وَقْتِهِ فِي غَيْرِ مَجْلِسِهِ وَعَلِمَ بِهِ وَلَمْ يُنْكِرْهُ فَحُكْمُهُ حُكْمُ مَا فُعِلَ فِي مَجْلِسِهِ

Apa yang dilakukan pada masa Nabi ﷺ di luar majelis beliau dan beliau mengetahuinya namun tidak mengingkarinya, maka hukumnya sama seperti yang dilakukan di majelis beliau.

اَلنَّسْخ

٨ - النَّسْخُ

8 - Naskh

وَأَمَّا النَّسْخُ فَمَعْنَاهُ لُغَةً الْإِزَالَةُ وَقِيلَ مَعْنَاهُ النَّقْلُ مِنْ قَوْلِهِمْ نَسَخْتُ مَا فِي هَذَا الْكِتَابِ أَيْ نَقَلْتُهُ

Adapun naskh, maknanya secara bahasa adalah penghapusan. Ada yang mengatakan maknanya adalah pemindahan, dari perkataan mereka, "Saya menasakh apa yang ada di dalam kitab ini," yaitu saya memindahkannya.

وَحَدُّهُ هُوَ الْخِطَابُ الدَّالُّ عَلَى رَفْعِ الْحُكْمِ الثَّابِتِ بِالْخِطَابِ الْمُتَقَدِّمِ عَلَى وَجْهٍ لَوْلَاهُ لَكَانَ ثَابِتًا مَعَ تَرَاخِيهِ عَنْهُ

Definisinya adalah khitab yang menunjukkan pengangkatan hukum yang tetap dengan khitab terdahulu, dengan cara seandainya tidak ada naskh, hukum itu tetap berlaku meskipun terjadi penundaan darinya.

وَيَجُوزُ نَسْخُ الرَّسْمِ وَبَقَاءُ الْحُكْمِ وَنَسْخُ الْحُكْمِ وَبَقَاءُ الرَّسْمِ

Diperbolehkan menasakh tulisan dan membiarkan hukum tetap ada, serta menasakh hukum dan membiarkan tulisan tetap ada.

وَالنَّسْخُ إِلَى بَدَلٍ وَإِلَى غَيْرِ بَدَلٍ وَإِلَى مَا هُوَ أَغْلَظُ وَإِلَى مَا هُوَ أَخَفُّ

Dan naskh (penghapusan hukum) bisa menjadi pengganti, bukan pengganti, menjadi yang lebih berat, dan menjadi yang lebih ringan.

وَيَجُوزُ نَسْخُ الْكِتَابِ بِالْكِتَابِ وَنَسْخُ السُّنَّةِ بِالْكِتَابِ وَنَسْخُ السُّنَّةِ بِالسُّنَّةِ

Dan diperbolehkan menghapus Al-Kitab dengan Al-Kitab, menghapus As-Sunnah dengan Al-Kitab, dan menghapus As-Sunnah dengan As-Sunnah.

وَيَجُوزُ نَسْخُ الْمُتَوَاتِرِ بِالْمُتَوَاتِرِ مِنْهُمَا وَنَسْخُ الْآحَادِ بِالْآحَادِ وَبِالْمُتَوَاتِرِ وَلَا يَجُوزُ نَسْخُ الْمُتَوَاتِرِ بِالْآحَادِ

Dan diperbolehkan menghapus mutawatir dengan mutawatir dari keduanya, menghapus ahad dengan ahad dan dengan mutawatir, dan tidak diperbolehkan menghapus mutawatir dengan ahad.

تَنْبِيهٌ فِي التَّعَارُضِ إِذَا تَعَارَضَ نَطْقَانِ فَلَا يَخْلُو إِمَّا أَنْ يَكُونَا عَامَّيْنِ أَوْ خَاصَّيْنِ أَوْ أَحَدُهُمَا عَامًّا وَالْآخَرُ خَاصًّا أَوْ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَامًّا مِنْ وَجْهٍ وَخَاصًّا مِنْ وَجْهٍ

Peringatan tentang pertentangan: Jika ada dua pernyataan yang saling bertentangan, maka tidak lepas dari kemungkinan keduanya bersifat umum, atau khusus, atau salah satunya umum dan yang lain khusus, atau masing-masing dari keduanya bersifat umum dari satu sisi dan khusus dari sisi lain.

فَإِنْ كَانَا عَامَّيْنِ فَإِنْ أَمْكَنَ الْجَمْعُ بَيْنَهُمَا جُمِعَ وَإِنْ لَمْ يُمْكِنِ الْجَمْعُ بَيْنَهُمَا يُتَوَقَّفُ فِيهِمَا إِنْ لَمْ يُعْلَمِ التَّارِيخُ فَإِنْ عُلِمَ التَّارِيخُ يُنْسَخُ الْمُتَقَدِّمُ بِالْمُتَأَخِّرِ وَكَذَا إِذَا كَانَا خَاصَّيْنِ

Jika keduanya bersifat umum, maka jika memungkinkan untuk mengumpulkan keduanya, maka dikumpulkan. Jika tidak memungkinkan untuk mengumpulkan keduanya, maka ditangguhkan pada keduanya jika tidak diketahui tanggalnya. Jika diketahui tanggalnya, maka yang terdahulu dihapus dengan yang terakhir. Demikian pula jika keduanya bersifat khusus.

وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمَا عَامًّا وَالْآخَرُ خَاصًّا فَيُخَصَّصُ الْعَامُّ بِالْخَاصِّ وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمَا عَامًّا مِنْ وَجْهٍ وَخَاصًّا مِنْ وَجْهٍ فَيُخَصُّ عُمُومُ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِخُصُوصِ الْآخَرِ

Jika salah satunya bersifat umum dan yang lain khusus, maka yang umum dikhususkan dengan yang khusus. Jika salah satunya bersifat umum dari satu sisi dan khusus dari sisi lain, maka keumuman masing-masing dari keduanya dikhususkan dengan kekhususan yang lain.

اَلْإِجْمَاع

وَإِمَّا الْإِجْمَاعُ فَهُوَ اتِّفَاقُ عُلَمَاءِ الْعَصْرِ عَلَى حُكْمِ الْحَادِثَةِ وَنَعْنِي بِالْعُلَمَاءِ الْفُقَهَاءَ وَنَعْنِي بِالْحَادِثَةِ الْحَادِثَةَ الشَّرْعِيَّةَ

Adapun Ijma', ia adalah kesepakatan para ulama pada suatu masa terhadap hukum suatu peristiwa, dan yang kami maksud dengan ulama adalah para ahli fiqih, dan yang kami maksud dengan peristiwa adalah peristiwa syar'i.

وَإِجْمَاعُ هَذِهِ الْأُمَّةِ حُجَّةٌ دُونَ غَيْرِهَا لِقَوْلِهِ ﷺ لَا تَجْتَمِعُ أُمَّتِي عَلَى ضَلَالَةٍ وَالشَّرْعُ وَرَدَ بِعِصْمَةِ هَذِهِ الْأُمَّةِ

Ijma' umat ini adalah hujjah, berbeda dengan umat lainnya, berdasarkan sabda Nabi ﷺ, "Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan", dan syariat telah menetapkan kemaksuman umat ini.

وَالْإِجْمَاعُ حُجَّةٌ عَلَى الْعَصْرِ الثَّانِي وَفِي أَيِّ عَصْرٍ كَانَ وَلَا يُشْتَرَطُ انْقِرَاضُ الْعَصْرِ عَلَى الصَّحِيحِ

Ijma' adalah hujjah bagi generasi kedua dan pada masa apapun, dan tidak disyaratkan berlalunya masa tersebut menurut pendapat yang sahih.

فَإِنْ قُلْنَا انْقِرَاضُ الْعَصْرِ شَرْطٌ فَيُعْتَبَرُ قَوْلُ مَنْ وُلِدَ فِي حَيَاتِهِمْ وَتَفَقَّهَ وَصَارَ مِنْ أَهْلِ الِاجْتِهَادِ فَلَهُمْ أَنْ يَرْجِعُوا عَنْ ذَلِكَ الْحُكْمِ

Jika kita katakan berlalunya masa adalah syarat, maka dipertimbangkan pendapat orang yang lahir pada masa hidup mereka, mempelajari fiqih, dan menjadi mujtahid, maka mereka boleh menarik kembali hukum tersebut.

وَالْإِجْمَاعُ يَصِحُّ بِقَوْلِهِمْ وَبِفِعْلِهِمْ وَبِقَوْلِ الْبَعْضِ وَبِفِعْلِ الْبَعْضِ وَانْتِشَارِ ذَلِكَ وَسُكُوتِ الْبَاقِينَ وَقَوْلُ الْوَاحِدِ مِنَ الصَّحَابَةِ لَيْسَ بِحُجَّةٍ عَلَى غَيْرِهِ عَلَى الْقَوْلِ الْجَدِيدِ

Ijma' sah dengan perkataan mereka, perbuatan mereka, perkataan sebagian mereka, perbuatan sebagian mereka, tersebarnya hal tersebut, dan diamnya yang lain. Perkataan seorang sahabat bukanlah hujjah atas sahabat lainnya menurut pendapat baru.

اَلْأَخْبَار

١٠ - الْأَخْبَارُ

10 - Al-Akhbar

وَأَمَّا الْأَخْبَارُ فَالْخَبَرُ مَا يَدْخُلُهُ الصِّدْقُ وَالْكَذِبُ وَالْخَبَرُ يَنْقَسِمُ إِلَى قِسْمَيْنِ آحَادٌ وَمُتَوَاتِرٌ

Adapun al-akhbar, maka al-khabar adalah sesuatu yang dapat dimasuki oleh kebenaran dan kebohongan. Al-khabar terbagi menjadi dua bagian: ahad dan mutawatir.

فَالْمُتَوَاتِرُ مَا يُوجِبُ الْعِلْمَ وَهُوَ أَنْ يَرْوِيَ جَمَاعَةٌ لَا يَقَعُ التَّوَاطُؤُ عَلَى الْكَذِبِ مِنْ مِثْلِهِمْ إِلَى أَنْ يَنْتَهِيَ إِلَى الْمُخْبِرِ عَنْهُ وَيَكُونَ فِي الْأَصْلِ عَنْ مُشَاهَدَةٍ أَوْ سَمَاعٍ لَا عَنِ اجْتِهَادٍ

Mutawatir adalah yang mewajibkan ilmu, yaitu yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari orang-orang seperti mereka hingga berakhir kepada yang diberitakan, dan pada asalnya berdasarkan penyaksian atau pendengaran, bukan berdasarkan ijtihad.

وَالْآحَادُ هُوَ الَّذِي يُوجِبُ الْعَمَلَ وَلَا يُوجِبُ الْعِلْمَ وَيَنْقَسِمُ إِلَى مُرْسَلٍ وَمُسْنَدٍ

Ahad adalah yang mewajibkan amal tetapi tidak mewajibkan ilmu, dan terbagi menjadi mursal dan musnad.

فَالْمُسْنَدُ مَا اتَّصَلَ إِسْنَادُهُ وَالْمُرْسَلُ مَا لَمْ يَتَّصِلْ إِسْنَادُهُ فَإِنْ كَانَ مِنْ مَرَاسِيلِ غَيْرِ الصَّحَابَةِ فَلَيْسَ ذَلِكَ حُجَّةً إِلَّا مَرَاسِيلَ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ فَإِنَّهَا فُتِّشَتْ فَوُجِدَتْ مَسَانِيدَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ

Musnad adalah yang sanadnya bersambung, sedangkan mursal adalah yang sanadnya tidak bersambung. Jika mursal tersebut berasal dari selain sahabat, maka itu bukanlah hujjah, kecuali mursal Sa'id bin Al-Musayyib, karena mursal-mursalnya diteliti dan ditemukan sebagai musnad dari Nabi ﷺ.

وَالْعَنْعَنَةُ تَدْخُلُ عَلَى الْأَسَانِيدِ وَإِذَا قَرَأَ الشَّيْخُ يَجُوزُ لِلرَّاوِي أَنْ يَقُولَ حَدَّثَنِي أَوْ أَخْبَرَنِي وَإِذَا قَرَأَ هُوَ عَلَى الشَّيْخِ فَيَقُولُ أَخْبَرَنِي وَلَا يَقُولُ حَدَّثَنِي وَإِنْ أَجَازَهُ الشَّيْخُ مِنْ غَيْرِ قِرَاءَةٍ فَيَقُولُ أَجَازَنِي أَوْ أَخْبَرَنِي إِجَازَةً

Al-'an'anah masuk pada sanad-sanad. Jika syaikh membacakan, maka boleh bagi perawi untuk mengatakan "haddatsani" atau "akhbarani". Jika dia membacakan kepada syaikh, maka dia mengatakan "akhbarani" dan tidak mengatakan "haddatsani". Jika syaikh mengizinkannya tanpa membaca, maka dia mengatakan "ajazani" atau "akhbarani ijazatan".

اَلْقِيَاس

وَأَمَّا الْقِيَاسُ فَهُوَ رَدُّ الْفَرْعِ إِلَى الْأَصْلِ بِعِلَّةٍ تَجْمَعُهُمَا فِي الْحُكْمِ وَهُوَ يَنْقَسِمُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ إِلَى قِيَاسِ عِلَّةٍ وَقِيَاسِ دَلَالَةٍ وَقِيَاسِ شَبَهٍ

Adapun qiyas adalah mengembalikan cabang kepada asal dengan 'illah yang menyatukan keduanya dalam hukum. Qiyas terbagi menjadi tiga bagian: qiyas 'illah, qiyas dalalah, dan qiyas syabah.

فَقِيَاسُ الْعِلَّةِ مَا كَانَتِ الْعِلَّةُ فِيهِ مُوجِبَةً لِلْحُكْمِ وَقِيَاسُ الدَّلَالَةِ هُوَ الِاسْتِدْلَالُ بِأَحَدِ النَّظِيرَيْنِ عَلَى الْآخَرِ وَهُوَ أَنْ تَكُونَ الْعِلَّةُ دَالَّةً عَلَى الْحُكْمِ وَلَا تَكُونَ مُوجِبَةً لِلْحُكْمِ

Qiyas 'illah adalah di mana 'illah mewajibkan hukum. Qiyas dalalah adalah mengambil dalil dari salah satu dari dua hal yang serupa atas yang lainnya, yaitu 'illah menunjukkan hukum tetapi tidak mewajibkannya.

وَقِيَاسُ الشَّبَهِ هُوَ الْفَرْعُ الْمُتَرَدِّدُ بَيْنَ أَصْلَيْنِ وَلَا يُصَارُ إِلَيْهِ مَعَ إِمْكَانِ مَا قَبْلَهُ

Qiyas syabah adalah cabang yang ragu-ragu antara dua asal, dan tidak dilakukan jika masih memungkinkan menggunakan qiyas sebelumnya.

وَمِنْ شَرْطِ الْفَرْعِ أَنْ يَكُونَ مُنَاسِبًا لِلْأَصْلِ وَمِنْ شَرْطِ الْأَصْلِ أَنْ يَكُونَ ثَابِتًا بِدَلِيلٍ مُتَّفَقٍ عَلَيْهِ بَيْنَ الْخَصْمَيْنِ

Di antara syarat cabang adalah harus sesuai dengan asal. Dan di antara syarat asal adalah harus ditetapkan dengan dalil yang disepakati oleh dua pihak yang berselisih.

وَمِنْ شَرْطِ الْعِلَّةِ أَنْ تَطَّرِدَ فِي مَعْلُولَاتِهَا فَلَا تَنْتَقِضَ لَفْظًا وَلَا مَعْنًى

Dan di antara syarat 'illah adalah harus konsisten pada ma'lul-ma'lulnya (cabang-cabangnya), sehingga tidak terbantahkan secara lafal maupun makna.

وَمِنْ شَرْطِ الْحُكْمِ أَنْ يَكُونَ مِثْلَ الْعِلَّةِ فِي النَّفْيِ وَالْإِثْبَاتِ أَيْ فِي الْوُجُودِ وَالْعَدَمِ فَإِنْ وُجِدَتِ الْعِلَّةُ وُجِدَ الْحُكْمُ وَالْعِلَّةُ هِيَ الْجَالِبَةُ لِلْحُكْمِ

Dan di antara syarat hukum adalah harus sama dengan 'illah dalam penafian dan penetapan, yaitu dalam keberadaan dan ketiadaan. Jika ditemukan 'illah maka ditemukan pula hukum. 'Illah adalah yang mendatangkan hukum.

اَلْحَظْر وَالْإِبَاحَة

١٢ - الْحَظْرُ وَالْإِبَاحَةُ

12 - Larangan dan Kebolehan

وَأَمَّا الْحَظْرُ وَالْإِبَاحَةُ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ إِنَّ الْأَشْيَاءَ عَلَى الْحَظْرِ إِلَّا مَا أَبَاحَتْهُ الشَّرِيعَةُ فَإِنْ لَمْ يُوجَدْ فِي الشَّرِيعَةِ مَا يَدُلُّ عَلَى الْإِبَاحَةِ يُتَمَسَّكُ بِالْأَصْلِ وَهُوَ الْحَظْرُ

Adapun mengenai larangan dan kebolehan, sebagian orang berpendapat bahwa segala sesuatu itu pada dasarnya adalah haram kecuali apa yang dibolehkan oleh syariat. Jika tidak ditemukan dalam syariat sesuatu yang menunjukkan kebolehan, maka berpeganglah pada hukum asal yaitu keharaman.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ بِضِدِّهِ وَهُوَ أَنَّ الْأَصْلَ فِي الْأَشْيَاءِ أَنَّهَا عَلَى الْإِبَاحَةِ إِلَّا مَا حَظَرَهُ الشَّرْعُ وَمَعْنَى اسْتِصْحَابِ الْحَالِ الَّذِي يُحْتَجُّ بِهِ أَنْ يُسْتَصْحَبَ الْأَصْلُ عِنْدَ عَدَمِ الدَّلِيلِ الشَّرْعِيِّ

Sebagian yang lain berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa hukum asal segala sesuatu adalah boleh kecuali apa yang dilarang oleh syariat. Makna dari istishab al-hal yang dijadikan hujjah adalah berpegang pada hukum asal ketika tidak ada dalil syar'i.

تَرْتِيب اَلْأَدِلَّة

وَأَمَّا الْأَدِلَّةُ فَيُقَدَّمُ الْجَلِيُّ مِنْهَا عَلَى الْخَفِيِّ وَالْمُوجِبُ لِلْعِلْمِ عَلَى الْمُوجِبِ لِلظَّنِّ وَالنَّطْقُ عَلَى الْقِيَاسِ وَالْقِيَاسُ الْجَلِيُّ عَلَى الْخَفِيِّ

Adapun dalil-dalil, maka yang jelas didahulukan atas yang samar, yang menghasilkan ilmu didahulukan atas yang menghasilkan dugaan, nash didahulukan atas qiyas, dan qiyas yang jelas didahulukan atas yang samar.

فَإِنْ وُجِدَ فِي النُّطْقِ مَا يُفَسِّرُ الْأَصْلَ يُعْمَلُ بِالنُّطْقِ وَإِلَّا فَيُسْتَصْحَبُ الْحَالُ

Jika ditemukan dalam nash sesuatu yang menafsirkan asal, maka diamalkan nash tersebut. Jika tidak, maka digunakan istishab (berpegang pada hukum asal).

شُرُوط اَلْمُفْتِي

وَمِنْ شَرْطِ الْمُفْتِي أَنْ يَكُوْنَ عَالِمًا بِالْفِقْهِ أَصْلًا وَفَرْعًا خِلَافًا وَمَذْهَبًا

Dan di antara syarat seorang mufti adalah dia harus menguasai ilmu fikih, baik ushul maupun furu', perbedaan pendapat, dan mazhab

وَأَنْ يَكُوْنَ كَامِلَ الْأَدِلَّةِ فِي الِاجْتِهَادِ عَارِفًا بِمَا يُحْتَجُّ إِلَيْهِ فِي اسْتِنْبَاطِ الْأَحْكَامِ

dan dia harus memiliki dalil-dalil yang lengkap dalam ijtihad, mengetahui apa yang diperlukan dalam menyimpulkan hukum-hukum

وَتَفْسِيْرِ الْآيَاتِ الْوَارِدَةِ فِي الْأَحْكَامِ وَالْأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِيْهَا

dan menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum-hukum serta hadis-hadis yang berkaitan dengannya

شُرُوط اَلْمُسْتَفْتِي

وَمِن شُرُوطِ الْمُسْتَفْتِي أَنْ يَكُونَ مِنْ أَهْلِ التَّقْلِيدِ وَلَيْسَ لِلْعَالِمِ أَنْ يُقَلِّدَ وَالتَّقْلِيدُ قَبُولُ قَوْلِ الْقَائِلِ بِلَا حُجَّةٍ

Dan di antara syarat-syarat orang yang meminta fatwa adalah dia harus termasuk orang yang bertaklid, dan tidak boleh bagi seorang alim untuk bertaklid. Taklid adalah menerima perkataan seseorang tanpa dalil.

فَعَلَى هَذَا قَبُولُ قَوْلِ النَّبِيِّ ﷺ يُسَمَّى تَقْلِيدًا وَمِنْهُم مَّن قَالَ التَّقْلِيدُ قَبُولُ قَوْلِ الْقَائِلِ وَأَنتَ لَا تَدْرِي مِنْ أَيْنَ قَالَهُ

Berdasarkan ini, menerima perkataan Nabi ﷺ disebut taklid. Dan di antara mereka ada yang mengatakan bahwa taklid adalah menerima perkataan seseorang sedangkan kamu tidak tahu dari mana dia mengatakannya.

فَإِنْ قُلْنَا إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَقُولُ بِالْقِيَاسِ فَيَجُوزُ أَنْ يُسَمَّى قَبُولُ قَوْلِهِ تَقْلِيدًا

Jika kita mengatakan bahwa Nabi ﷺ berfatwa dengan qiyās, maka boleh menyebut menerima perkataannya sebagai taklid.

اَلِاجْتِهَاد

وَأَمَّا الِاجْتِهَادُ فَهُوَ بَذْلُ الْوُسْعِ فِي بُلُوغِ الْغَرَضِ فَالْمُجْتَهِدُ إِنْ كَانَ كَامِلَ الْآلَةِ فِي الِاجْتِهَادِ فِي الْفُرُوعِ فَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِنِ اجْتَهَدَ وَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ

Adapun ijtihad adalah mengerahkan kemampuan dalam mencapai tujuan. Jika seorang mujtahid memiliki perangkat yang lengkap dalam berijtihad pada masalah cabang (furu') dan benar, maka baginya dua pahala. Jika ia berijtihad dan salah, maka baginya satu pahala.

وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ كُلُّ مُجْتَهِدٍ فِي الْفُرُوعِ مُصِيبٌ وَلَا يَجُوزُ كُلُّ مُجْتَهِدٍ فِي الْأُصُولِ الْكَلَامِيَّةِ مُصِيبٌ لِأَنَّ ذَلِكَ يُؤَدِّي إِلَى تَصْوِيبِ أَهْلِ الضَّلَالَةِ وَالْمَجُوسِ وَالْكُفَّارِ وَالْمُلْحِدِينَ

Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa setiap mujtahid dalam masalah cabang (furu') adalah benar, dan tidak boleh setiap mujtahid dalam masalah pokok-pokok agama (ushuluddin) dianggap benar, karena hal itu akan mengarah pada pembenaran terhadap ahli kesesatan, Majusi, orang-orang kafir, dan orang-orang yang menyimpang.

وَدَلِيلُ مَنْ قَالَ لَيْسَ كُلُّ مُجْتَهِدٍ فِي الْفُرُوعِ مُصِيبًا قَوْلُهُ ﷺ: «مَنِ اجْتَهَدَ وَأَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَمَنِ اجْتَهَدَ وَأَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ وَاحِدٌ»

Dalil bagi yang berpendapat bahwa tidak setiap mujtahid dalam masalah cabang (furu') itu benar adalah sabda Nabi ﷺ: "Barangsiapa berijtihad dan benar, maka baginya dua pahala, dan barangsiapa berijtihad dan salah, maka baginya satu pahala."

وَوَجْهُ الدَّلِيلِ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ خَطَّأَ الْمُجْتَهِدَ تَارَةً وَصَوَّبَهُ أُخْرَى

Sisi pendalilan hadits tersebut adalah bahwa Nabi ﷺ terkadang menyalahkan seorang mujtahid dan terkadang membenarkannya.