Al Mulakhkhas Fiqhiy - Kitab Puasa
كِتَابُ الصِّيَامِ
بَابٌ فِي وُجُوبِ صَوْمِ رَمَضَانَ وَوَقْتِهِ
صِيَامُ شَهْرِ رَمَضَانَ رُكْنٌ مِنْ أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ، وَفَرْضٌ مِنْ فُرُوضِ اللهِ، مَعْلُومٌ مِنَ الدِّينِ بِالضَّرُورَةِ.
Puasa bulan Ramadhan adalah salah satu rukun Islam, dan kewajiban dari Allah, yang diketahui dari agama secara pasti.
وَيَدُلُّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ:
Dan dalil-dalilnya terdapat dalam Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma':
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ﴾ إِلَى قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ﴾ الْآيَةَ.
Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian" hingga firman-Nya: "Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu." (QS. Al-Baqarah: 183-185)
وَمَعْنَى ﴿كُتِبَ﴾: فُرِضَ، قَالَ: ﴿فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ﴾، وَالْأَمْرُ لِلْوُجُوبِ.
Dan makna "kutiba" adalah diwajibkan. Allah berfirman: "Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan itu, hendaklah ia berpuasa", dan perintah ini menunjukkan kewajiban.
وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ"، وَذَكَرَ مِنْهَا صِيَامَ رَمَضَانَ.
Dan Nabi ﷺ bersabda: "Islam dibangun di atas lima perkara", dan beliau menyebutkan di antaranya puasa Ramadhan.
وَالْأَحَادِيثُ فِي الدَّلَالَةِ عَلَى فَرْضِيَّتِهِ وَفَضْلِهِ كَثِيرَةٌ مَشْهُورَةٌ.
Dan hadits-hadits yang menunjukkan kewajibannya dan keutamaannya banyak dan terkenal.
وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى وُجُوبِ صَوْمِهِ، وَأَنَّ مَنْ أَنْكَرَهُ كَفَرَ.
Umat Islam sepakat tentang kewajiban berpuasa, dan bahwa siapa yang mengingkarinya maka dia telah kafir.
وَالْحِكْمَةُ فِي شَرْعِيَّةِ الصِّيَامِ: أَنَّ فِيهِ تَزْكِيَةً لِلنَّفْسِ وَتَطْهِيرًا وَتَنْقِيَةً لَهَا مِنَ الْأَخْلَاطِ الرَّدِيئَةِ وَالْأَخْلَاقِ الرَّذِيلَةِ، لِأَنَّهُ يُضَيِّقُ مَجَارِيَ الشَّيْطَانِ فِي بَدَنِ الْإِنْسَانِ؛ لِأَنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ، فَإِذَا أَكَلَ أَوْ شَرِبَ؛ انْبَسَطَتْ نَفْسُهُ لِلشَّهَوَاتِ، وَضَعُفَتْ إِرَادَتُهَا، وَقَلَّتْ رَغْبَتُهَا فِي الْعِبَادَاتِ، وَالصَّوْمُ عَلَى الْعَكْسِ مِنْ ذَلِكَ.
Hikmah dalam pensyariatan puasa adalah bahwa di dalamnya terdapat penyucian jiwa, pembersihan, dan pemurnian dari campuran yang buruk dan akhlak yang tercela, karena puasa mempersempit jalan-jalan setan dalam tubuh manusia; karena setan mengalir dalam diri anak Adam seperti aliran darah, maka jika ia makan atau minum, jiwanya akan terbuka untuk syahwat, keinginannya melemah, dan keinginannya untuk beribadah berkurang, sedangkan puasa adalah kebalikan dari itu.
وَفِي الصَّوْمِ تَزْهِيدٌ فِي الدُّنْيَا وَشَهَوَاتِهَا، وَتَرْغِيبٌ فِي الْآخِرَةِ، وَفِيهِ بَاعِثٌ عَلَى الْعَطْفِ عَلَى الْمَسَاكِينِ وَإِحْسَاسٌ بِآلَامِهِمْ؛ لِمَا يَذُوقُهُ الصَّائِمُ مِنْ أَلَمِ الْجُوعِ وَالْعَطَشِ؛ لِأَنَّ الصَّوْمَ فِي الشَّرْعِ هُوَ الْإِمْسَاكُ بِنِيَّةٍ عَنْ أَشْيَاءَ مَخْصُوصَةٍ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَجِمَاعٍ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا وَرَدَ بِهِ الشَّرْعُ، وَيَتْبَعُ ذَلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الرَّفَثِ وَالْفُسُوقِ.
Dalam puasa terdapat sikap zuhud terhadap dunia dan syahwatnya, serta keinginan untuk akhirat. Di dalamnya juga terdapat dorongan untuk bersimpati kepada orang-orang miskin dan merasakan penderitaan mereka, karena orang yang berpuasa merasakan rasa lapar dan haus. Puasa dalam syariat adalah menahan diri dengan niat dari hal-hal tertentu seperti makan, minum, jima' (hubungan intim), dan lainnya yang telah ditetapkan oleh syariat, dan menahan diri dari perkataan kotor dan kefasikan.
وَيَبْتَدِئُ وُجُوبُ الصَّوْمِ الْيَوْمِيِّ بِطُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي، وَهُوَ الْبَيَاضُ الْمُعْتَرِضُ فِي الْأُفُقِ، وَيَنْتَهِي بِغُرُوبِ الشَّمْسِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ﴾ "يَعْنِي الزَّوْجَاتِ" ﴿وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ﴾، وَمَعْنَى: ﴿يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْر﴾: أَنْ يَتَّضِحَ بَيَاضُ النَّهَارِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ.
Kewajiban puasa harian dimulai dengan terbitnya fajar kedua, yaitu cahaya putih yang melintang di ufuk, dan berakhir dengan terbenamnya matahari. Allah Ta'ala berfirman: "Maka sekarang campurilah mereka" yang berarti istri-istri "dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." Makna dari "hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar" adalah hingga jelas bagimu terangnya siang dari gelapnya malam.
وَيَبْدَأُ وُجُوبُ صَوْمِ شَهْرِ رَمَضَانَ إِذَا عُلِمَ دُخُولُهُ.
Kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan dimulai jika telah diketahui masuknya bulan Ramadhan.
وَلِلْعِلْمِ بِدُخُولِهِ ثَلَاثُ طُرُقٍ:
Ada tiga cara untuk mengetahui masuknya bulan Ramadhan:
الطَّرِيقَةُ الْأُولَى: رُؤْيَةُ هِلَالِهِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ
Cara pertama: melihat hilal (bulan sabit), Allah Ta'ala berfirman: "Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
فَلْيَصُمْهُ﴾، وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ"، فَمَنْ رَأَى الْهِلَالَ بِنَفْسِهِ؛ وَجَبَ عَلَيْهِ الصَّوْمُ.
﴾Maka hendaklah ia berpuasa﴿, dan Nabi ﷺ bersabda: "Berpuasalah karena melihatnya", maka barangsiapa yang melihat hilal sendiri; wajib baginya untuk berpuasa.
الطَّرِيقَةُ الثَّانِيَةُ: الشَّهَادَةُ عَلَى الرُّؤْيَةِ، أَوِ الْإِخْبَارُ عَنْهَا؛ فَيُصَامُ بِرُؤْيَةِ عَدْلٍ مُكَلَّفٍ إِخْبَارُهُ بِذَلِكَ؛ لِقَوْلِهِ ابْنِ عُمَرَ: "تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ، فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ أَنِّي رَأَيْتُهُ، فَصَامَ، وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ"، رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَغَيْرُهُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ الْحَاكِمُ.
Cara kedua: Kesaksian atas penglihatan, atau pemberitahuan tentangnya; maka berpuasa dengan melihat seorang yang adil yang mukallaf yang mengabarkan hal itu; karena perkataan Ibnu Umar: "Orang-orang melihat hilal, lalu aku mengabarkan kepada Rasulullah ﷺ bahwa aku telah melihatnya, maka beliau berpuasa, dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa", diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban Al-Hakim.
وَالطَّرِيقَةُ الثَّالِثَةُ: إِكْمَالُ عِدَّةِ شَهْرِ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ يَوْمًا، وَذَلِكَ حِينَمَا لَا يُرَى الْهِلَالُ لَيْلَهُ الثَّلَاثِينَ مِنْ شَعْبَانَ مَعَ وُجُودِ مَا يَمْنَعُ الرُّؤْيَةَ مِنْ غَيْمٍ أَوْ قَتَرٍ أَوْ مَعَ وُجُودِ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ، لِقَوْلِهِ ﷺ: "إِنَّمَا الشَّهْرُ تِسْعَةٌ وَعِشْرُونَ يَوْمًا؛ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلَالَ، وَلَا تُفْطِرُونَ حَتَّى تَرَهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ؛ فَاقْدُرُوا لَهُ"، وَمَعْنَى "قَدِّرُوا لَهُ"؛ أَيْ: أَتِمُّوا شَهْرَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ يَوْمًا؛ لِمَا ثَبَتَ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ: "فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ؛ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ".
Dan cara ketiga: Menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban tiga puluh hari, dan itu ketika hilal tidak terlihat pada malam ketiga puluh Sya'ban dengan adanya sesuatu yang menghalangi penglihatan seperti awan atau kabut atau dengan adanya sesuatu dari itu, karena sabda Nabi ﷺ: "Sesungguhnya bulan itu dua puluh sembilan hari; maka janganlah kalian berpuasa hingga kalian melihat hilal, dan janganlah kalian berbuka hingga kalian melihatnya, jika tertutup awan atas kalian; maka perkirakanlah", dan makna "perkirakanlah"; yaitu: sempurnakanlah bulan Sya'ban tiga puluh hari; karena telah tetap dalam hadits Abu Hurairah: "Jika tertutup awan atas kalian; maka hitunglah tiga puluh".
وَيَلْزَمُ صَوْمُ رَمَضَانَ كُلَّ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ قَادِرٍ. فَلَا يَجِبُ عَلَى كَافِرٍ،
Dan puasa Ramadhan wajib bagi setiap muslim yang mukallaf yang mampu. Maka tidak wajib atas orang kafir,
وَلَا يَصِحُّ مِنْهُ، فَإِنْ تَابَ فِي أَثْنَاءِ الشَّهْرِ؛ صَامَ الْبَاقِيَ، وَلَا يَلْزَمُ قَضَاءُ مَا سَبَقَ حَالَ الْكُفْرِ.
Dan itu tidak sah darinya, jika dia bertaubat di tengah bulan; dia berpuasa pada sisa bulan, dan tidak wajib mengqadha puasa yang telah lalu saat kekufuran.
وَلَا يَجِبُ الصَّوْمُ عَلَى الصَّغِيرِ، وَيَصِحُّ الصَّوْمُ مِنْ صَغِيرٍ مُمَيِّزٍ، وَيَكُونُ فِي حَقِّهِ نَافِلَةً.
Dan puasa tidak wajib bagi anak kecil, dan puasa sah dari anak kecil yang sudah mumayyiz, dan puasa itu menjadi sunnah baginya.
وَلَا يَجِبُ الصَّوْمُ عَلَى مَجْنُونٍ، وَلَوْ صَامَ حَالَ جُنُونِهِ؛ لَمْ يَصِحَّ مِنْهُ؛ لِعَدَمِ النِّيَّةِ.
Dan puasa tidak wajib bagi orang gila, dan jika dia berpuasa saat kegilaannya; itu tidak sah darinya; karena tidak adanya niat.
وَلَا يَجِبُ الصَّوْمُ أَدَاءً عَلَى مَرِيضٍ يَعْجِزُ عَنْهُ وَلَا مُسَافِرٍ، وَيَقْضِيَانِهِ حَالَ زَوَالِ عُذْرِ الْمَرَضِ وَالسَّفَرِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ﴾ .
Dan puasa tidak wajib untuk ditunaikan bagi orang sakit yang tidak mampu melakukannya dan orang yang bepergian, dan mereka berdua mengqadhanya saat hilangnya uzur sakit dan safar, Allah Ta'ala berfirman: "Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain."
وَالْخِطَابُ بِإِيجَابِ الصِّيَامِ يَشْمَلُ الْمُقِيمَ وَالْمُسَافِرَ، وَالصَّحِيحَ وَالْمَرِيضَ، وَالطَّاهِرَ وَالْحَائِضَ وَالنُّفَسَاءَ، وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ؛ فَإِنَّ هَؤُلَاءِ كُلَّهُمْ يَجِبُ عَلَيْهِمُ الصَّوْمُ فِي ذِمَمِهِمْ؛ بِحَيْثُ إِنَّهُمْ يُخَاطَبُونَ بِالصَّوْمِ؛ لِيَعْتَقِدُوا وُجُوبَهُ فِي ذِمَمِهِمْ، وَالْعَزْمَ عَلَى فِعْلِهِ: إِمَّا أَدَاءً، وَإِمَّا قَضَاءً؛ فَمِنْهُمْ مَنْ يُخَاطَبُ بِالصَّوْمِ فِي نَفْسِ الشَّهْرِ أَدَاءً، وَهُوَ الصَّحِيحُ الْمُقِيمُ؛ إِلَّا الْحَائِضَ وَالنُّفَسَاءَ، وَمِنْهُمْ مَنْ يُخَاطَبُ بِالْقَضَاءِ فَقَطْ، وَهُوَ الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ وَالْمَرِيضُ الَّذِي عَلَى أَدَاءِ الصَّوْمِ وَيَقْدِرُ عَلَيْهِ قَضَاءً، وَمِنْهُمْ مَنْ يُخَيَّرُ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ، وَهُوَ الْمُسَافِرُ وَالْمَرِيضُ الَّذِي يُمْكِنُهُ الصَّوْمُ بِمَشَقَّةٍ مِنْ غَيْرِ خَوْفِ التَّلَفِ.
Dan khitab kewajiban puasa mencakup orang yang mukim dan musafir, orang yang sehat dan sakit, orang yang suci dan haid dan nifas, dan orang yang pingsan; karena mereka semua wajib berpuasa dalam tanggungan mereka; sehingga mereka dikhitab dengan puasa; agar mereka meyakini kewajibannya dalam tanggungan mereka, dan bertekad untuk melakukannya: baik dengan menunaikan, atau mengqadha; di antara mereka ada yang dikhitab dengan puasa pada bulan itu sendiri sebagai penunaian, yaitu orang yang sehat dan mukim; kecuali wanita haid dan nifas, dan di antara mereka ada yang dikhitab hanya dengan qadha, yaitu wanita haid dan nifas dan orang sakit yang mampu menunaikan puasa dan mampu mengqadhanya, dan di antara mereka ada yang diberi pilihan antara dua perkara, yaitu musafir dan orang sakit yang mungkin baginya berpuasa dengan kesulitan tanpa takut binasa.
وَمَنْ أَفْطَرَ لِعُذْرٍ ثُمَّ زَالَ عُذْرُهُ فِي أَثْنَاءِ نَهَارِ رَمَضَانَ؛ كَالْمُسَافِرِ يَقْدُمُ مِنْ سَفَرِهِ، وَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ تَطْهُرَانِ، وَالْكَافِرِ إِذَا أَسْلَمَ، وَالْمَجْنُونِ إِذَا أَفَاقَ مِنْ جُنُونِهِ، وَالصَّغِيرِ يَبْلُغُ؛
Dan siapa yang berbuka karena udzur kemudian udzurnya hilang di tengah siang Ramadhan; seperti musafir yang datang dari perjalanannya, wanita haid dan nifas yang suci, orang kafir jika masuk Islam, orang gila jika sadar dari gilanya, dan anak kecil yang baligh;
فَإِنَّ كُلًّا مِنْ هَؤُلَاءِ يَلْزَمُهُ الْإِمْسَاكُ بَقِيَّةَ الْيَوْمِ وَيَقْضِيهِ، وَكَذَا إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ بِدُخُولِ الشَّهْرِ فِي أَثْنَاءِ النَّهَارِ؛ فَإِنَّ الْمُسْلِمِينَ يُمْسِكُونَ بَقِيَّةَ الْيَوْمِ وَيَقْضُونَ الْيَوْمَ بَعْدَ رَمَضَانَ.
maka setiap orang dari mereka wajib menahan diri di sisa hari itu dan mengqadhanya, demikian juga jika ada bukti masuknya bulan di tengah siang hari; maka kaum muslimin menahan diri di sisa hari itu dan mengqadha hari itu setelah Ramadhan.
بَابٌ فِي بَدْءِ صِيَامِ الْيَوْمِ وَنِهَايَتِهِ
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ﴾ .
Allah Ta'ala berfirman: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam."
قَالَ الإِمَامُ ابْنُ كَثِيرٍ ﵀: "هَذِهِ رُخْصَةٌ مِنَ اللهِ تَعَالَى لِلْمُسْلِمِينَ، وَرَفْعٌ لِمَا كَانَ عَلَيْهِ الأَمْرُ فِي ابْتِدَاءِ الإِسْلَامِ؛ فَإِنَّهُ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُهُمْ؛ إِنَّمَا يَحِلُّ لَهُ الأَكْلُ وَالشُّرْبُ وَالْجِمَاعُ إِلَى صَلَاةِ الْعِشَاءِ أَوْ يَنَامَ قَبْلَ ذَلِكَ، فَمَتَى نَامَ أَوْ صَلَّى الْعِشَاءَ؛ حَرُمَ عَلَيْهِ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ وَالْجِمَاعُ إِلَى اللَّيْلَةِ الْقَابِلَةِ، فَوَجَدُوا مِنْ ذَلِكَ مَشَقَّةً كَبِيرَةً، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ، فَفَرِحُوا بِهَا فَرَحًا شَدِيدًا، حَيْثُ أَبَاحَ اللهُ الأَكْلَ وَالشُّرْبَ وَالْجِمَاعَ فِي أَيِّ اللَّيْلِ شَاءَ الصَّائِمُ، إِلَى أَنْ يَتَبَيَّنَ ضِيَاءُ الصَّبَاحِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ".
Imam Ibnu Katsir ﵀ berkata: "Ini adalah keringanan dari Allah Ta'ala bagi kaum muslimin, dan penghapusan atas apa yang berlaku pada permulaan Islam; dahulu jika salah seorang dari mereka berbuka, maka ia hanya boleh makan, minum, dan berhubungan badan hingga shalat Isya atau tidur sebelum itu. Jika ia tidur atau shalat Isya, maka haram baginya makan, minum, dan berhubungan badan hingga malam berikutnya. Mereka mendapati kesulitan besar dari hal itu, maka turunlah ayat ini. Mereka pun bergembira dengannya dengan gembira yang sangat, di mana Allah membolehkan makan, minum, dan berhubungan badan pada malam hari kapan saja yang diinginkan orang yang berpuasa, hingga terlihat terangnya pagi dari gelapnya malam."
فَتَبَيَّنَ مِنَ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ تَحْدِيدُ الصِّيَامِ الْيَوْمِيِّ بِدَايَةً وَنِهَايَةً، فَبِدَايَتُهُ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ الثَّانِي، وَنِهَايَتُهُ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ.
Dari ayat yang mulia ini, jelaslah bahwa puasa harian ditentukan dengan awal dan akhir, awalnya dari terbitnya fajar kedua, dan akhirnya hingga terbenamnya matahari.
وَفِي إِبَاحَتِهِ تَعَالَى الْأَكْلَ وَالشُّرْبَ إِلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ دَلِيلٌ عَلَى اسْتِحْبَابِ السُّحُورِ.
Dan dalam pembolehan Allah Ta'ala untuk makan dan minum hingga terbitnya fajar merupakan dalil atas kesunahan sahur.
وَفِي "الصَّحِيحَيْنِ" عَنْ أَنَسٍ؛ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "تَسَحَّرُوا؛ فَإِنَّ السُّحُورَ بَرَكَةٌ".
Dalam "Shahihain" dari Anas; ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: "Bersahurlah, karena sahur adalah berkah."
وَقَدْ وَرَدَ فِي التَّرْغِيبِ بِالسُّحُورِ آثَارٌ كَثِيرَةٌ، وَلَوْ بِجُرْعَةِ مَاءٍ، وَيُسْتَحَبُّ تَأْخِيرُهُ إِلَى وَقْتِ انْفِجَارِ الْفَجْرِ.
Telah disebutkan dalam anjuran untuk sahur banyak atsar, meskipun hanya dengan seteguk air, dan dianjurkan untuk mengakhirkannya hingga waktu terbitnya fajar.
وَلَوِ اسْتَيْقَظَ الْإِنْسَانُ وَعَلَيْهِ جَنَابَةٌ أَوْ طَهُرَتِ الْحَائِضُ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ؛ فَإِنَّهُمْ يَبْدَؤُونَ بِالسُّحُورِ، وَيَصُومُونَ، وَيُؤَخِّرُونَ الِاغْتِسَالَ إِلَى بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ.
Jika seseorang terbangun dalam keadaan junub atau haid telah berhenti sebelum terbitnya fajar; maka mereka memulai dengan sahur, berpuasa, dan mengakhirkan mandi hingga setelah terbitnya fajar.
وَبَعْضُ النَّاسِ يُبَكِّرُونَ بِالتَّسَحُّرِ لِأَنَّهُمْ يَسْهَرُونَ مُعْظَمَ اللَّيْلِ ثُمَّ يَتَسَحَّرُونَ وَيَنَامُونَ قَبْلَ الْفَجْرِ بِسَاعَاتٍ، وَهَؤُلَاءِ قَدِ ارْتَكَبُوا عِدَّةَ أَخْطَاءٍ:
Sebagian orang bersegera sahur karena mereka begadang sebagian besar malam kemudian sahur dan tidur beberapa jam sebelum fajar, dan mereka telah melakukan beberapa kesalahan:
أَوَّلًا: لِأَنَّهُمْ صَامُوا وَقْتَ الصِّيَامِ.
Pertama: Karena mereka berpuasa pada waktu puasa.
ثَانِيًا: يَتْرُكُونَ صَلَاةَ الْفَجْرِ مَعَ الْجَمَاعَةِ، فَيَعْصُونَ اللَّهَ بِتَرْكِ مَا أَوْجَبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ صَلَاةِ الْجَمَاعَةِ.
Kedua: Mereka meninggalkan shalat Subuh berjamaah, sehingga mereka bermaksiat kepada Allah dengan meninggalkan apa yang Allah wajibkan atas mereka yaitu shalat berjamaah.
ثَالِثًا: رُبَّمَا يُؤَخِّرُونَ صَلَاةَ الْفَجْرِ عَنْ وَقْتِهَا، فَلَا يُصَلُّونَ إِلَّا بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ، وَهَذَا أَشَدُّ جُرْمًا وَأَعْظَمُ إِثْمًا، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: ﴿فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ﴾ .
Ketiga: Mungkin mereka mengakhirkan shalat Subuh dari waktunya, sehingga mereka tidak shalat kecuali setelah terbitnya matahari, dan ini lebih berat kejahatannya dan lebih besar dosanya, Allah Ta'ala berfirman: "Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya."
وَلَا بُدَّ أَنْ يَنْوِيَ الصِّيَامَ الْوَاجِبَ مِنَ اللَّيْلِ، فَلَوْ نَوَى الصِّيَامَ وَلَمْ يَسْتَيْقِظْ إِلَّا بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ؛ فَإِنَّهُ يُمْسِكُ، وَصِيَامُهُ صَحِيحٌ تَامٌّ إِنْ شَاءَ اللهُ.
Dan harus berniat puasa wajib dari malam hari, jika berniat puasa dan tidak bangun kecuali setelah terbit fajar; maka ia menahan diri, dan puasanya sah sempurna insya Allah.
وَيُسْتَحَبُّ تَعْجِيلُ الْإِفْطَارِ إِذَا تَحَقَّقَ غُرُوبُ الشَّمْسِ بِمُشَاهَدَتِهَا أَوْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ بِخَبَرِ ثِقَةٍ بِأَذَانٍ أَوْ غَيْرِهِ: فَعَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ ﵁ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: "لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَقَالَ ﷺ فِيمَا يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ ﷿: "إِنَّ أَحَبَّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا".
Dan dianjurkan untuk menyegerakan berbuka puasa jika telah dipastikan matahari terbenam dengan melihatnya atau menduga kuat dengan berita terpercaya melalui adzan atau lainnya: Dari Sahl bin Sa'd ﵁ bahwa Nabi ﷺ bersabda: "Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka", muttafaq 'alaih, dan beliau ﷺ bersabda dalam apa yang diriwayatkan dari Tuhannya ﷿: "Sesungguhnya hamba-hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah yang paling cepat berbuka".
وَالسُّنَّةُ أَنْ يُفْطِرَ عَلَى رُطَبٍ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؛ فَعَلَى تَمْرٍ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؛ فَعَلَى مَاءٍ؛ لِقَوْلِ أَنَسٍ ﵁: "كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُفْطِرُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رُطَبَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ؛ فَتَمَرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَمَرَاتٌ؛ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ ... "، رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ رُطَبًا وَلَا تَمْرًا وَلَا مَاءً أَفْطَرَ عَلَى مَا تَيَسَّرَ مِنْ طَعَامٍ وَشَرَابٍ.
Dan sunnahnya berbuka dengan kurma basah, jika tidak mendapatkannya; maka dengan kurma kering, jika tidak mendapatkannya; maka dengan air; karena perkataan Anas ﵁: "Nabi ﷺ berbuka sebelum shalat dengan beberapa kurma basah, jika tidak ada kurma basah; maka dengan beberapa kurma kering, jika tidak ada kurma kering; maka dengan beberapa tegukan air ... ", diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi, jika tidak mendapatkan kurma basah, kurma kering, atau air, maka berbukalah dengan apa yang mudah didapatkan dari makanan dan minuman.
وَهُنَا أَمْرٌ يَجِبُ التَّنْبِيهُ عَلَيْهِ، وَهُوَ أَنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ يَجْلِسُ عَلَى مَائِدَةِ إِفْطَارِهِ وَيَتَعَشَّى وَيَتْرُكُ صَلَاةَ الْمَغْرِبِ مَعَ الْجَمَاعَةِ فِي الْمَسْجِدِ، فَيَرْتَكِبُ بِذَلِكَ خَطَأً عَظِيمًا، وَهُوَ التَّأَخُّرُ عَنِ الْجَمَاعَةِ فِي الْمَسْجِدِ، وَيُفَوِّتُ عَلَى نَفْسِهِ ثَوَابًا عَظِيمًا، وَيُعَرِّضُهَا لِلْعُقُوبَةِ، وَالْمَشْرُوعُ لِلصَّائِمِ أَنْ يُفْطِرَ أَوَّلًا، ثُمَّ يَذْهَبَ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ يَتَعَشَّى بَعْدَ ذَلِكَ.
Dan di sini ada hal yang harus diingatkan, yaitu bahwa sebagian orang mungkin duduk di meja buka puasanya dan makan malam serta meninggalkan shalat Maghrib berjamaah di masjid, sehingga ia melakukan kesalahan besar, yaitu terlambat untuk shalat berjamaah di masjid, dan ia kehilangan pahala yang besar, serta menghadapkan dirinya pada hukuman. Yang disyariatkan bagi orang yang berpuasa adalah berbuka terlebih dahulu, kemudian pergi untuk shalat, lalu makan malam setelah itu.
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَدْعُوَ عِنْدَ إِفْطَارِهِ بِمَا أَحَبَّ، قَالَ ﷺ: "إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةً مَا تُرَدُّ"، وَمِنَ الدُّعَاءِ الْوَارِدِ أَنْ يَقُولَ: "اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ"، وَكَانَ ﷺ إِذَا أَفْطَرَ يَقُولُ: "ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ".
Dan dianjurkan untuk berdoa saat berbuka dengan doa yang ia sukai. Nabi ﷺ bersabda: "Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki doa saat berbuka yang tidak tertolak". Di antara doa yang diriwayatkan adalah dengan mengatakan: "Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka". Nabi ﷺ jika berbuka, beliau mengucapkan: "Telah hilang rasa haus, telah basah urat-urat, dan telah tetap pahala insya Allah".
وَهَكَذَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَتَعَلَّمَ أَحْكَامَ الصِّيَامِ وَالْإِفْطَارِ وَقْتًا وَصِفَةً حَتَّى يُؤَدِّيَ صِيَامَهُ عَلَى الْوَجْهِ الْمَشْرُوعِ الْمُوَافِقِ لِسُنَّةِ الرَّسُولِ ﷺ، وَحَتَّى يَكُونَ صِيَامُهُ صَحِيحًا وَعَمَلُهُ مَقْبُولًا عِنْدَ اللَّهِ؛ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ أَهَمِّ الْأُمُورِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: ﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا﴾ .
Demikianlah seharusnya seorang Muslim mempelajari hukum-hukum puasa dan berbuka, baik waktu maupun tata caranya, hingga ia dapat melaksanakan puasanya sesuai dengan cara yang disyariatkan dan sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ, dan agar puasanya sah dan amalnya diterima di sisi Allah. Sesungguhnya hal itu termasuk perkara yang paling penting. Allah Ta'ala berfirman: "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah".
بَابٌ فِي مُفْسِدَاتِ الصَّوْمِ
بَابٌ فِي مُفْسِدَاتِ الصِّيَامِ
Bab tentang hal-hal yang membatalkan puasa
لِلصِّيَامِ مُفْسِدَاتٌ يَجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَعْرِفَهَا؛ لِيَتَجَنَّبَهَا، وَيَحْذَرَ مِنْهَا لِأَنَّهَا تُفْطِرُ الصَّائِمَ، وَتُفْسِدُ عَلَيْهِ صِيَامَهُ.
Puasa memiliki hal-hal yang membatalkan yang harus diketahui oleh seorang Muslim; agar dia menghindarinya, dan berhati-hati terhadapnya karena hal-hal tersebut membatalkan puasa orang yang berpuasa, dan merusak puasanya.
وَهَذِهِ الْمُفْطِرَاتُ مِنْهَا:
Dan hal-hal yang membatalkan puasa ini di antaranya:
١ الْجِمَاعُ: فَمَتَى جَامَعَ الصَّائِمُ؛ بَطَلَ صِيَامُهُ، وَلَزِمَهُ قَضَاءُ ذَلِكَ الْيَوْمِ الَّذِي جَامَعَ فِيهِ، وَيَجِبُ عَلَيْهِ مَعَ قَضَائِهِ الْكَفَّارَةُ، هِيَ: عِتْقُ رَقَبَةٍ، فَإِنْ لَمْ يَجِدِ الرَّقَبَةَ أَوْ لَمْ يَجِدْ قِيمَتَهَا؛ فَعَلَيْهِ أَنْ يَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صِيَامَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؛ بِأَنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى ذَلِكَ لِعُذْرٍ شَرْعِيٍّ؛ فَعَلَيْهِ أَنْ يُطْعِمَ سِتِّينَ مِسْكِينًا، لِكُلِّ مِسْكِينٍ نِصْفُ صَاعٍ مِنَ الطَّعَامِ الْمَأْكُولِ فِي الْبَلَدِ.
1 Jima': Jika orang yang berpuasa melakukan jima'; maka puasanya batal, dan dia wajib mengqadha hari di mana dia melakukan jima', dan dia wajib membayar kafarat bersama dengan qadhanya, yaitu: memerdekakan budak, jika dia tidak menemukan budak atau tidak memiliki harganya; maka dia wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, jika dia tidak mampu berpuasa dua bulan berturut-turut; karena dia tidak mampu melakukannya karena udzur syar'i; maka dia wajib memberi makan enam puluh orang miskin, setiap orang miskin mendapatkan setengah sha' dari makanan yang dimakan di negeri tersebut.
٢ إِنْزَالُ الْمَنِيِّ بِسَبَبِ تَقْبِيلٍ أَوْ لَمْسٍ أَوِ اسْتِمْنَاءٍ أَوْ تَكْرَارِ نَظَرٍ، فَإِذَا حَصَلَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ؛ فَسَدَ صَوْمُهُ، وَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ فَقَطْ بِدُونِ كَفَّارَةٍ؛ لِأَنَّ الْكَفَّارَةَ تَخْتَصُّ بِالْجِمَاعِ.
2 Mengeluarkan mani karena berciuman, menyentuh, masturbasi, atau melihat berulang kali, jika terjadi sesuatu dari itu; maka puasanya rusak, dan dia hanya wajib mengqadha tanpa membayar kafarat; karena kafarat khusus untuk jima'.
وَالنَّائِمُ إِذَا احْتَلَمَ فَأَنْزَلَ؛ فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ، وَصِيَامُهُ صَحِيحٌ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ وَقَعَ بِدُونِ اخْتِيَارٍ، لَكِنْ يَجِبُ عَلَيْهِ الِاغْتِسَالُ مِنَ الْجَنَابَةِ.
Orang yang tidur jika dia bermimpi dan mengeluarkan mani; maka dia tidak berdosa, dan puasanya sah; karena hal itu terjadi tanpa pilihan, tetapi dia wajib mandi junub.
٣ الأَكْلُ أَوِ الشُّرْبُ مُتَعَمِّدًا؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ﴾ .
3 Makan atau minum dengan sengaja; karena firman Allah Ta'ala: "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam."
أَمَّا مَنْ أَكَلَ وَشَرِبَ نَاسِيًا؛ فَإِنَّ ذَلِكَ لَا يُؤَثِّرُ عَلَى صِيَامِهِ، وَفِي الحَدِيثِ: "مَنْ أَكَلَ أَوْ شَرِبَ نَاسِيًا؛ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ".
Adapun orang yang makan dan minum karena lupa; maka hal itu tidak mempengaruhi puasanya, dan dalam hadits: "Barangsiapa makan atau minum karena lupa; maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum."
وَمِمَّا يُفْطِرُ الصَّائِمَ إِيصَالُ المَاءِ وَنَحْوِهِ إِلَى الجَوْفِ عَنْ طَرِيقِ الأَنْفِ، وَهُوَ مَا يُسَمَّى بِالسَّعُوطِ، وَأَخْذُ المُغَذِّي عَنْ طَرِيقِ الوَرِيدِ، وَحَقْنُ الدَّمِ فِي الصَّائِمِ، كُلُّ ذَلِكَ يُفْسِدُ صَوْمَهُ؛ لِأَنَّهُ تَغْذِيَةٌ لَهُ.
Dan di antara hal yang membatalkan puasa adalah memasukkan air dan sejenisnya ke dalam rongga melalui hidung, yang disebut dengan istinsyaq, dan mengambil nutrisi melalui pembuluh darah, dan menyuntikkan darah pada orang yang berpuasa, semua itu merusak puasanya; karena itu adalah nutrisi baginya.
وَمِنْ ذَلِكَ أَيْضًا حَقْنُ الصَّائِمِ بِالإِبَرِ المُغَذِّيَةِ؛ لِأَنَّهَا تَقُومُ مَقَامَ الطَّعَامِ، وَذَلِكَ يُفْسِدُ الصِّيَامَ، أَمَّا الإِبَرُ غَيْرُ المُغَذِّيَةِ، فَيَنْبَغِي لِلصَّائِمِ أَيْضًا أَنْ يَتَجَنَّبَهَا مُحَافَظَةً عَلَى صِيَامِهِ، وَلِقَوْلِهِ ﷺ: "دَعْ مَا يُرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يُرِيبُكَ"، وَيُؤَخِّرَهَا إِلَى اللَّيْلِ.
Dan termasuk itu juga menyuntikkan orang yang berpuasa dengan jarum suntik nutrisi; karena itu menggantikan makanan, dan itu merusak puasa. Adapun suntikan non-nutrisi, maka sebaiknya orang yang berpuasa juga menghindarinya demi menjaga puasanya, dan karena sabda Nabi ﷺ: "Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu", dan menundanya hingga malam hari.
٤ إِخْرَاجُ الدَّمِ مِنَ الْبَدَنِ بِحِجَامَةٍ أَوْ فَصْدٍ أَوْ سَحْبِ دَمٍ لِيَتَبَرَّعَ بِهِ لِإِسْعَافِ مَرِيضٍ؛ فَيُفْطِرُ بِذَلِكَ كُلِّهِ.
4 Mengeluarkan darah dari tubuh dengan bekam, flebotomi, atau mengambil darah untuk disumbangkan untuk menolong pasien; maka itu semua membatalkan puasa.
أَمَّا إِخْرَاجُ دَمٍ قَلِيلٍ كَالَّذِي يُسْتَخْرَجُ لِلتَّحْلِيلِ؛ فَهَذَا لَا يُؤَثِّرُ عَلَى الصِّيَامِ، وَكَذَا خُرُوجُ الدَّمِ بِغَيْرِ اخْتِيَارِهِ بِرُعَافٍ أَوْ جُرْحٍ أَوْ خَلْعِ سِنٍّ؛ فَهَذَا لَا يُؤَثِّرُ عَلَى الصِّيَامِ.
Adapun mengeluarkan sedikit darah seperti yang diambil untuk analisis; maka ini tidak memengaruhi puasa, demikian pula keluarnya darah tanpa disengaja karena mimisan, luka, atau pencabutan gigi; maka ini tidak memengaruhi puasa.
٥ وَمِنَ الْمُفْطِرَاتِ التَّقَيُّؤُ، وَهُوَ اسْتِخْرَاجُ مَا فِي الْمَعِدَةِ مِنْ طَعَامٍ أَوْ شَرَابٍ عَنْ طَرِيقِ الْفَمِ مُتَعَمِّدًا؛ فَهَذَا يُفْطِرُ بِهِ الصَّائِمُ، أَمَّا إِذَا غَلَبَهُ الْقَيْءُ، وَخَرَجَ بِدُونِ اخْتِيَارِهِ؛ فَلَا يُؤَثِّرُ عَلَى صِيَامِهِ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ؛ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ، وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْدًا؛ فَلْيَقْضِ"، وَمَعْنَى "ذَرَعَةَ الْقَىءِ" أَيْ: خَرَجَ بِدُونِ اخْتِيَارِهِ، وَمَعْنَى قَوْلِهِ: "اسْتَقَاءَ" أَيْ: تَعَمَّدَ الْقَيْءَ.
5 Di antara hal-hal yang membatalkan puasa adalah muntah, yaitu mengeluarkan apa yang ada di dalam perut berupa makanan atau minuman melalui mulut dengan sengaja; maka ini membatalkan puasa orang yang berpuasa, adapun jika ia dikuasai oleh muntah, dan keluar tanpa pilihannya; maka tidak memengaruhi puasanya; karena sabda Nabi ﷺ: "Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja; maka tidak wajib mengqadha, dan barangsiapa yang sengaja muntah; maka hendaklah ia mengqadha", dan makna "muntah tanpa sengaja" yaitu: keluar tanpa pilihannya, dan makna perkataannya: "sengaja muntah" yaitu: sengaja muntah.
وَيَنْبَغِي أَنْ يَتَجَنَّبَ الصَّائِمُ الِاكْتِحَالَ وَمُدَاوَاةَ الْعَيْنَيْنِ بِقَطْرَةٍ أَوْ بِغَيْرِهَا وَقْتَ الصِّيَامِ؛ مُحَافَظَةً عَلَى صِيَامِهِ.
Orang yang berpuasa hendaknya menghindari celak mata dan mengobati mata dengan tetes mata atau lainnya pada saat berpuasa; untuk menjaga puasanya.
وَلَا يُبَالِغُ فِي الْمَضْمَضَةِ وَالِاسْتِنْشَاقِ؛ لِأَنَّهُ رُبَّمَا ذَهَبَ الْمَاءُ إِلَى جَوْفِهِ، قَالَ ﷺ: "وَبَالِغْ بِالِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا".
Dan janganlah berlebihan dalam berkumur dan memasukkan air ke hidung; karena air mungkin masuk ke dalam rongga tubuhnya, Nabi ﷺ bersabda: "Dan bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke hidung kecuali jika engkau sedang berpuasa".
وَالسِّوَاكُ لَا يُؤَثِّرُ عَلَى الصِّيَامِ، بَلْ هُوَ مُسْتَحَبٌّ وَمَرْغَبٌ فِيهِ لِلصَّائِمِ وَغَيْرِهِ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ وَآخِرِهِ عَلَى الصَّحِيحِ.
Dan siwak tidak mempengaruhi puasa, bahkan dianjurkan dan diinginkan bagi orang yang berpuasa dan lainnya di awal dan akhir siang hari menurut pendapat yang benar.
وَلَوْ طَارَ إِلَى حَلْقِهِ غُبَارٌ أَوْ ذُبَابٌ؛ لَمْ يُؤَثِّرْ عَلَى صِيَامِهِ.
Dan jika debu atau lalat terbang ke tenggorokannya; itu tidak akan mempengaruhi puasanya.
وَيَجِبُ عَلَى الصَّائِمِ اجْتِنَابُ كَذِبٍ وَغِيبَةٍ وَشَتْمٍ، وَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ شَمَتَهُ؛ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ؛ فَإِنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ يَسْهُلُ عَلَيْهِ تَرْكُ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَلَكِنْ لَا يَسْهُلُ عَلَيْهِ تَرْكُ مَا اعْتَادَهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ الرَّدِيئَةِ، وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: أَهْوَنُ الصِّيَامِ تَرْكُ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ.
Orang yang berpuasa wajib menghindari kebohongan, ghibah, dan makian, dan jika seseorang mencacinya atau menghinanya; maka hendaklah dia mengatakan saya sedang berpuasa; karena sebagian orang mungkin mudah baginya untuk meninggalkan makanan dan minuman, tetapi tidak mudah baginya untuk meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk yang biasa dilakukannya, oleh karena itu sebagian salaf berkata: puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makanan dan minuman.
فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ وَيَخَافَهُ وَيَسْتَشْعِرَ عَظَمَةَ رَبِّهِ وَإِطْلَاعَهُ عَلَيْهِ فِي كُلِّ حِينٍ وَعَلَى كُلِّ حَالٍ، فَيُحَافِظَ عَلَى صِيَامِهِ مِنَ الْمُفْسِدَاتِ وَالْمُنَقِّصَاتِ؛ لِيَكُونَ صِيَامُهُ صَحِيحًا.
Maka seorang Muslim harus bertakwa kepada Allah dan takut kepada-Nya serta merasakan keagungan Tuhannya dan pengawasan-Nya terhadapnya setiap saat dan dalam segala keadaan, sehingga dia menjaga puasanya dari hal-hal yang merusak dan mengurangi; agar puasanya menjadi sah.
وَيَنْبَغِي لِلصَّائِمِ أَنْ يَشْتَغِلَ بِذِكْرِ اللَّهِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ وَالْإِكْثَارِ مِنَ النَّوَافِلِ، فَقَدْ كَانَ السَّلَفُ إِذَا صَامُوا؛ جَلَسُوا فِي الْمَسَاجِدِ، وَقَالُوا: نَحْفَظُ صَوْمَنَا وَلَا نَغْتَابُ أَحَدًا، وَقَالَ ﷺ: "مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ؛ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ"، وَذَلِكَ لِأَنَّهُ يَتِمُّ التَّقَرُّبُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى بِتَرْكِ هَذِهِ الشَّهَوَاتِ الْمُبَاحَةِ فِي غَيْرِ حَالَةِ الصِّيَامِ إِلَّا بَعْدَ التَّقَرُّبِ إِلَيْهِ بِتَرْكِ مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي كُلِّ حَالٍ مِنَ الْكَذِبِ وَالظُّلْمِ وَالْعُدْوَانِ عَلَى النَّاسِ فِي دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ وَأَعْرَاضِهِمْ، رُوِيَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوعًا: "الصَّائِمُ فِي عِبَادَةٍ مَا لَمْ يَغْتَبْ مُسْلِمًا
Orang yang berpuasa hendaknya menyibukkan diri dengan berzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an, dan memperbanyak shalat sunnah. Salaf dulu ketika berpuasa; mereka duduk di masjid-masjid, dan berkata: Kami menjaga puasa kami dan tidak menggunjing siapa pun. Nabi ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya; maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya", karena mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan syahwat yang dibolehkan di luar keadaan puasa hanya bisa terjadi setelah mendekatkan diri kepada-Nya dengan meninggalkan apa yang diharamkan Allah atasnya dalam setiap keadaan, yaitu dusta, kezaliman, dan permusuhan terhadap manusia dalam darah, harta, dan kehormatan mereka. Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu': "Orang yang berpuasa berada dalam ibadah selama dia tidak menggunjing seorang Muslim
أَوْ يُؤْذِهِ"، وَعَنْ أَنَسٍ: "مَا صَامَ مَنْ ظَلَّ يَأْكُلُ لُحُومَ النَّاسِ"، فَالصَّائِمُ يَتْرُكُ أَشْيَاءَ كَانَتْ مُبَاحَةً فِي غَيْرِ حَالَةِ الصِّيَامِ؛
Atau menyakitinya", dan dari Anas: "Tidaklah berpuasa orang yang terus-menerus memakan daging manusia", maka orang yang berpuasa meninggalkan hal-hal yang diperbolehkan di luar keadaan puasa;
فَمِنْ بَابِ أَوْلَى أَنْ يَتْرُكَ الْأَشْيَاءَ الَّتِي لَا تَحِلُّ لَهُ فِي جَمِيعِ الْأَحْوَالِ؛ لِيَكُونَ فِي عِدَادِ الصَّائِمِينَ حَقًّا.
Maka lebih utama lagi untuk meninggalkan hal-hal yang tidak halal baginya dalam segala keadaan; agar ia termasuk golongan orang-orang yang benar-benar berpuasa.
بَابٌ فِي بَيَانِ أَحْكَامِ الْقَضَاءِ لِلصِّيَامِ
Bab tentang penjelasan hukum-hukum mengqadha puasa
مَنْ أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ بِسَبَبٍ مُبَاحٍ؛ كَالْأَعْذَارِ الشَّرْعِيَّةِ الَّتِي تُبِيحُ الْفِطْرَ، أَوْ بِسَبَبٍ مُحَرَّمٍ؛ كَمَنْ أَبْطَلَ صَوْمَهُ بِجِمَاعٍ أَوْ غَيْرِهِ؛ وَجَبَ عَلَيْهِ الْقَضَاءُ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ﴾ ١.
Barangsiapa yang berbuka di bulan Ramadhan karena sebab yang diperbolehkan, seperti udzur-udzur syar'i yang membolehkan berbuka, atau karena sebab yang diharamkan, seperti orang yang membatalkan puasanya dengan jima' atau lainnya, maka wajib baginya mengqadha, berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." [Al-Baqarah: 184]
وَيُسْتَحَبُّ لَهُ الْمُبَادَرَةُ بِالْقَضَاءِ؛ لِإِبْرَاءِ ذِمَّتِهِ، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ الْقَضَاءُ مُتَتَابِعًا؛ لِأَنَّ الْقَضَاءَ يَحْكِي الْأَدَاءَ، وَإِنْ لَمْ يَقْضِ عَلَى الْفَوْزِ وَجَبَ الْعَزْمُ عَلَيْهِ، وَيَجُوزُ لَهُ التَّأْخِيرُ؛ لِأَنَّ وَقْتَهُ مُوَسَّعٌ، وَكُلُّ وَاجِبٍ مُوَسَّعٍ يَجُوزُ تَأْخِيرُهُ مَعَ الْعَزْمِ عَلَيْهِ؛ كَمَا يَجُوزُ تَفْرِقَتُهُ؛ بِأَنْ يَصُومَهُ مُتَفَرِّقًا، لَكِنْ إِذَا لَمْ يَبْقَ مِنْ شَعْبَانَ إِلَّا قَدْرَ مَا عَلَيْهِ؛ يَجِبُ عَلَيْهِ التَّتَابُعُ إِجْمَاعًا؛ لِضِيقِ الْوَقْتِ، وَلَا يَجُوزُ تَأْخِيرُ إِلَى مَا بَعْدَ رَمَضَانَ الْآخَرِ لِغَيْرِ عُذْرٍ؛ لِقَوْلِ عَائِشَةَ ﵂: "كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا شَعْبَانَ؛ لِمَكَانِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ" مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، فَدَلَّ هَذَا عَلَى
Dan disunnahkan baginya untuk segera mengqadha untuk membebaskan tanggungannya. Disunnahkan pula agar qadha dilakukan secara berturut-turut karena qadha itu menggambarkan pelaksanaan (puasa Ramadhan). Jika ia tidak mengqadha dengan segera, maka wajib berniat untuk melakukannya. Ia boleh menundanya karena waktunya luas. Setiap kewajiban yang waktunya luas boleh ditunda dengan niat melakukannya, sebagaimana boleh memisah-misahkannya dengan berpuasa secara terpisah-pisah. Tetapi jika tidak tersisa dari bulan Sya'ban kecuali seukuran apa yang menjadi tanggungannya, maka wajib baginya melakukannya secara berturut-turut berdasarkan ijma' karena sempitnya waktu. Tidak boleh menundanya hingga setelah Ramadhan berikutnya tanpa udzur, berdasarkan perkataan Aisyah ﵂: "Aku pernah memiliki tanggungan puasa Ramadhan, dan aku tidak mampu mengqadhanya kecuali di bulan Sya'ban karena keberadaan Rasulullah ﷺ." Muttafaq 'alaih. Hal ini menunjukkan
مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صِيَامُ نَذْرٍ؛ أَفَأَصُومُ عَنْهُ؟ قَالَ: "نَعَمْ". وَالْوَلِيُّ هُوَ الْوَارِثُ.
Dia meninggal dan memiliki kewajiban puasa nazar; apakah saya harus berpuasa untuknya? Dia berkata: "Ya". Dan wali adalah ahli waris.
قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀: "يُصَامُ عَنْهُ النَّذْرُ دُونَ الْفَرْضِ الْأَصْلِيِّ، وَهَذَا مَذْهَبُ أَحْمَدَ وَغَيْرِهِ، وَالْمَنْصُوصُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَائِشَةَ، وَهُوَ مُقْتَضَى الدَّلِيلِ وَالْقِيَاسِ؛ لِأَنَّ النَّذْرَ لَيْسَ وَاجِبًا بِأَصْلِ الشَّرْعِ، وَإِنَّمَا أَوْجَبَهُ الْعَبْدُ عَلَى نَفْسِهِ؛ فَصَارَ بِمَنْزِلَةِ الدَّيْنِ، وَلِهَذَا شَبَّهَهُ النَّبِيُّ ﷺ بِالدَّيْنِ، وَأَمَّا الصَّوْمُ الَّذِي فَرَضَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ ابْتِدَاءً؛ فَهُوَ أَحَدُ أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ؛ فَلَا تَدْخُلُهُ النِّيَابَةُ بِحَالٍ؛ كَمَا لَا تَدْخُلُ الصَّلَاةُ وَالشَّهَادَتَيْنِ؛ فَإِنَّ الْمَقْصُودَ مِنْهُمَا طَاعَةُ الْعَبْدِ بِنَفْسِهِ، وَقِيَامُهُ بِحَقِّ الْعُبُورِيَّةِ الَّتِي خُلِقَ لَهَا وَأُمِرَ بِهَا، وَهَذَا لَا يُؤَدِّيهِ عَنْهُ غَيْرُهُ، وَلَا يُصَلِّي عَنْهُ غَيْرُهُ".
Ibnu Qayyim ﵀ berkata: "Puasa nazar dilakukan untuknya, bukan kewajiban asli, dan ini adalah mazhab Ahmad dan lainnya, dan dinukil dari Ibnu Abbas dan Aisyah, dan ini adalah tuntutan dalil dan qiyas; karena nazar bukanlah kewajiban dalam syariat asli, tetapi hamba mewajibkannya atas dirinya sendiri; maka ia menjadi seperti hutang, dan karena itu Nabi ﷺ menyamakannya dengan hutang, adapun puasa yang Allah wajibkan atasnya sejak awal; maka ia adalah salah satu rukun Islam; maka tidak ada penggantian padanya sama sekali; sebagaimana tidak ada penggantian pada shalat dan dua kalimat syahadat; karena yang dimaksud darinya adalah ketaatan hamba dengan dirinya sendiri, dan pelaksanaannya terhadap hak penghambaan yang untuknya ia diciptakan dan diperintahkan, dan ini tidak bisa ditunaikan untuknya oleh orang lain, dan tidak bisa shalat untuknya orang lain".
وَقَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: "يُطْعَمُ عَنْهُ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِينٌ، وَبِذَلِكَ أَخَذَ أَحْمَدُ وَإِسْحَاقُ وَغَيْرُهُمَا، وَهُوَ مُقْتَضَى النَّظَرِ كَمَا هُوَ مُوجَبُ الْأَثَرِ؛ فَإِنَّ النَّذْرَ كَانَ ثَابِتًا فِي الذِّمَّةِ فَيُفْعَلُ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَأَمَّا صَوْمُ رَمَضَانَ؛ فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يُوجِبْهُ عَلَى الْعَاجِزِ عَنْهُ، بَلْ أَمَرَ الْعَاجِزَ بِالْفِدْيَةِ طَعَامَ مِسْكِينٍ، وَالْقَضَاءُ إِنَّمَا عَلَى مَنْ قَدَرَ عَلَيْهِ لَا مَنْ عَجَزَ عَنْهُ؛ فَلَا يَحْتَاجُ إِلَى أَنْ يَقْضِيَ أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ، وَأَمَّا الصَّوْمُ لِنَذْرٍ وَغَيْرِهِ مِنَ الْمَنْذُورَاتِ؛ فَيُفْعَلُ عَنْهُ بِلَا خِلَافٍ؛ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata: "Setiap hari seorang miskin diberi makan untuknya, dan Ahmad, Ishaq, dan lainnya mengambil pendapat ini, dan ini adalah tuntutan pandangan sebagaimana itu adalah kewajiban atsar; karena nazar itu tetap dalam tanggungan maka dilakukan setelah kematian, adapun puasa Ramadhan; maka Allah tidak mewajibkannya atas orang yang tidak mampu, bahkan Dia memerintahkan orang yang tidak mampu untuk membayar fidyah memberi makan orang miskin, dan qadha hanya bagi orang yang mampu melakukannya, bukan orang yang tidak mampu; maka tidak perlu seseorang mengqadha untuk orang lain, adapun puasa nazar dan nazar lainnya; maka dilakukan untuknya tanpa perselisihan; berdasarkan hadits-hadits shahih.
بَابٌ فِي مَا يَلْزَمُ مَنْ أَفْطَرَ لِكِبَرٍ أَوْ مَرَضٍ
اللهُ ﷾ أَوْجَبَ صِيَامَ رَمَضَانَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ؛ أَدَاءً فِي حَقِّ غَيْرِ ذَوِي الْأَعْذَارِ، وَقَضَاءً فِي حَقِّ ذَوِي الْأَعْذَارِ، الَّذِينَ يَسْتَطِيعُونَ الْقَضَاءَ فِي أَيَّامٍ أُخَرَ، وَهُنَاكَ صِنْفٌ ثَالِثٌ لَا يَسْتَطِيعُونَ الصِّيَامَ أَدَاءً وَلَا قَضَاءً كَالْكَبِيرِ الْهَرِمِ وَالْهَرِمِ الَّذِي لَايُرْجَى بُرْؤُهُ؛ فَهَذَا الصِّنْفُ قَدْ خَفَّفَ اللهُ عَنْهُ، فَأَوْجَبَ عَلَيْهِ بَدَلَ الصِّيَامِ إِطْعَامَ مِسْكِينٍ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ نِصْفَ صَاعٍ مِنَ الطَّعَامِ.
Allah ﷾ telah mewajibkan puasa Ramadhan kepada umat Islam; sebagai kewajiban bagi mereka yang tidak memiliki udzur, dan sebagai qadha bagi mereka yang memiliki udzur, yang mampu mengqadha di hari-hari lain, dan ada golongan ketiga yang tidak mampu berpuasa baik sebagai kewajiban maupun qadha seperti orang tua renta dan orang yang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya; maka golongan ini Allah telah meringankan baginya, dan mewajibkan atasnya sebagai ganti puasa memberi makan seorang miskin untuk setiap hari setengah sha' dari makanan.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾ .
Allah Ta'ala berfirman: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ﴾، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ ﵄: "هِيَ لِلْكَبِيرِ الَّذِي لَا يَسْتَطِيعُ الصَّوْمَ"، رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin", Ibnu Abbas ﵄ berkata: "Ini untuk orang tua yang tidak mampu berpuasa", diriwayatkan oleh Bukhari.
وَالْمَرِيضُ الَّذِي لَا يُرْجَى بُرْؤُهُ مِنْ مَرَضِهِ فِي حُكْمِ الْكَبِيرِ، فَيُطْعِمُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا.
Dan orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya dari penyakitnya hukumnya sama dengan orang tua, maka dia memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya.
وَأَمَّا مَنْ أَفْطَرَ لِعُذْرٍ يَزُولُ كَالْمُسَافِرِ وَالْمَرِيضِ مَرَضًا يُرْجَى زَوَالُهُ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ إِذَا خَافَتَا عَلَى أَنْفُسِهِمَا أَوْ عَلَى وَلَدَيْهِمَا، وَالْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ؛ فَإِنَّ كُلًّا مِنْ هَؤُلَاءِ يَتَحَتَّمُ عَلَيْهِ الْقَضَاءُ؛ بِأَنْ يَصُومَ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ بِعَدَدِ الْأَيَّامِ الَّتِي أَفْطَرَهَا، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ﴾ .
Adapun orang yang berbuka karena udzur yang akan hilang seperti musafir, orang sakit yang diharapkan kesembuhannya, wanita hamil dan menyusui jika mereka khawatir terhadap diri mereka atau anak mereka, wanita haid dan nifas; maka setiap dari mereka wajib mengqadha' dengan berpuasa pada hari-hari lain sebanyak hari yang ia tidak berpuasa, Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."
وَفِطْرُ الْمَرِيضِ الَّذِي يَضُرُّهُ الصَّوْمُ وَالْمُسَافِرِ الَّذِي يَجُوزُ لَهُ قَصْرُ الصَّلَاةِ سُنَّةٌ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: فِي حَقِّهِمْ: ﴿فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ﴾؛ أَيْ: فَلْيُفْطِرْ وَلْيَقْضِ عَدَدَ مَا أَفْطَرَهُ، قَالَ تَعَالَى: ﴿يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ﴾، وَالنَّبِيُّ ﷺ مَا خُيِّرَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ؛ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا، وَفِي "الصَّحِيحَيْنِ": "لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصِّيَامُ فِي السَّفَرِ".
Berbuka bagi orang sakit yang membahayakan berpuasa dan musafir yang boleh mengqashar shalat adalah sunnah; karena firman Allah Ta'ala tentang mereka: "Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain"; yaitu: hendaklah ia berbuka dan mengqadha' sebanyak hari yang ia tidak berpuasa, Allah Ta'ala berfirman: "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu", dan Nabi ﷺ tidaklah diberi pilihan antara dua perkara; kecuali beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya, dan dalam "Ash-Shahihain": "Bukanlah termasuk kebaikan berpuasa dalam perjalanan".
وَإِنْ صَامَ الْمُسَافِرُ أَوِ الْمَرِيضُ الَّذِي يَشُقُّ عَلَيْهِ الصَّوْمُ؛ صَحَّ صَوْمُهُمَا مَعَ الْكَرَاهَةِ، وَأَمَّا الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ؛ فَيَحْرُمُ فِي حَقِّهَا الصَّوْمُ حَالَ الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ، وَلَا يَصِحُّ.
Jika musafir atau orang sakit yang berat baginya berpuasa tetap berpuasa; maka puasa mereka sah disertai makruh, adapun wanita haid dan nifas; maka haram bagi mereka berpuasa saat haid dan nifas, dan tidak sah.
وَالْمُرْضِعُ وَالْحَامِلُ يَجِبُ عَلَيْهِمَا قَضَاءُ مَا أَفْطَرَتَا مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ،
Wanita menyusui dan hamil wajib bagi mereka mengqadha' hari-hari yang mereka tidak berpuasa pada hari-hari yang lain,
وَيَجِبُ مَعَ الْقَضَاءِ مِنْ أَفْطَرَتْ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِهَا إِطْعَامُ مِسْكِينٍ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ أَفْطَرَتْهُ.
Dan wajib bagi wanita yang berbuka karena khawatir terhadap anaknya untuk memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang dia tidak berpuasa, selain mengqadha puasanya.
وَقَالَ الْعَلَّامَةُ ابْنُ الْقَيِّمِ رَحْمَةُ اللهِ: "أَفْتَى ابْنُ عَبَّاسٍ وَغَيْرُهُ مِنْ غَيْرِهِ مِنَ الصَّحَابَةِ فِي الْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ إِذَا خَافَتَا عَلَى وَلَدَيْهِمَا أَنْ تُفْطِرَا وَتُطْعِمَا عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا؛ إِقَامَةً لِلْإِطْعَامِ مَقَامَ الصِّيَامِ"؛ يَعْنِي: أَدَاءً، مَعَ وُجُوبِ الْقَضَاءِ عَلَيْهِمَا
Al-'Allamah Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: "Ibnu Abbas dan sahabat lainnya berfatwa bahwa wanita hamil dan menyusui jika khawatir terhadap anaknya, boleh berbuka dan memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya, sebagai ganti dari puasa". Artinya, sebagai kewajiban, di samping kewajiban mengqadha puasa atas keduanya.
وَيَجِبُ الْفِطْرُ عَلَى مَنِ احْتَاجَ إِلَيْهِ لِإِنْقَاذِ مَنْ وَقَعَ فِي هَلَكَةٍ؛ كَالْغَرِيقِ وَنَحْوِهِ".
Dan wajib berbuka bagi orang yang membutuhkannya untuk menyelamatkan orang yang terancam bahaya, seperti orang yang tenggelam dan sejenisnya.
وَيَجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِ تَعْيِينُ نِيَّةِ الصَّوْمِ الْوَاجِبِ مِنَ اللَّيْلِ؛ كَصَوْمِ رَمَضَانَ وَصَوْمِ الْكَفَّارَةِ، وَصَوْمِ النَّذْرِ؛ بِأَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّهُ يَصُومُ مِنْ رَمَضَانَ أَوْ قَضَائِهِ أَوْ يَصُومُ نَذْرًا أَوْ كَفَّارَةً؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى"، وَعَنْ عَائِشَةَ مَرْفُوعًا: "مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ؛ فَلَا صِيَامَ لَهُ"، فَيَجِبُ أَنْ يَنْوِيَ الصَّوْمَ الْوَاجِبَ فِي اللَّيْلِ،
Seorang muslim wajib menentukan niat puasa wajib pada malam hari, seperti puasa Ramadhan, puasa kafarat, dan puasa nazar. Yaitu dengan meyakini bahwa ia akan berpuasa Ramadhan, qadha' Ramadhan, puasa nazar, atau puasa kafarat. Berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan", dan dari Aisyah secara marfu': "Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya". Maka wajib berniat puasa wajib pada malam hari.
فَمَنْ نَوَى الصِّيَامَ مِنَ النَّهَارِ؛ كَمَنْ أَصْبَحَ وَلَمْ يَطْعَمْ شَيْئًا بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ، ثُمَّ نَوَى الصِّيَامَ؛ لَمْ يُجْزِئْهُ؛ إِلَّا فِي التَّطَوُّعِ، وَأَمَّا الصِّيَامُ الْوَاجِبُ؛ فَلَا يَنْعَقِدُ بِنِيَّتِهِ مِنَ النَّهَارِ؛ لِأَنَّ جَمِيعَ النَّهَارِ يَجِبُ فِيهِ الصِّيَامُ، وَالنِّيَّةُ لَا تَنْعَطِفُ عَلَى الْمَاضِي.
Barangsiapa yang berniat berpuasa di siang hari; seperti orang yang berpuasa dan tidak makan apapun setelah terbit fajar, kemudian berniat berpuasa; maka tidak sah baginya; kecuali dalam puasa sunnah, adapun puasa wajib; maka tidak sah dengan niatnya di siang hari; karena seluruh siang hari wajib berpuasa, dan niat tidak berlaku untuk yang telah lalu.
وَأَمَّا صَوْمُ النَّفْلِ؛ فَيَجُوزُ بِنِيَّةٍ مِنَ النَّهَارِ؛ لِحَدِيثِ عَائِشَةَ ﵁: "دَخَلَ النَّبِيُّ ﷺ ذَاتَ يَوْمٍ، فَقَالَ: "هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ شَيْءٍ؟ "، فَقُلْنَا: لَا، قَالَ: "فَإِنِّي صَائِمٌ"، رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ إِلَّا الْبُخَارِيَّ؛ فَفِي الْحَدِيثِ أَنَّهُ ﷺ كَانَ مُفْطِرًا لِأَنَّهُ طَلَبَ طَعَامًا، وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ تَأْخِيرِ نِيَّةِ الصِّيَامِ إِذَا كَانَ تَطَوُّعًا، فَتُخَصَّصُ بِهِ الْأَدِلَّةُ الْمَانِعَةُ.
Adapun puasa sunnah; maka boleh dengan niat dari siang hari; berdasarkan hadits Aisyah ﵁: "Nabi ﷺ masuk pada suatu hari, lalu berkata: "Apakah kalian memiliki sesuatu?" Kami menjawab: Tidak, beliau bersabda: "Maka aku berpuasa", diriwayatkan oleh Jamaah kecuali Bukhari; maka dalam hadits tersebut bahwa beliau ﷺ sedang tidak berpuasa karena meminta makanan, dan di dalamnya terdapat dalil bolehnya mengakhirkan niat puasa jika itu adalah puasa sunnah, maka dalil-dalil yang melarang dikhususkan dengannya.
فَشَرْطُ صِحَّةِ صَوْمِ النَّفْلِ بِنِيَّةٍ مِنَ النَّهَارِ أَنْ لَا يُوجَدَ قَبْلَ النِّيَّةِ مُنَافٍ لِلصِّيَامِ مِنْ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَنَحْوِهِمَا، فَإِنْ فَعَلَ قَبْلَ النِّيَّةِ مَا يُفْطِرُهُ؛ لَمْ يَصِحَّ يُغَيِّرْ خِلَافٍ.
Syarat sahnya puasa sunnah dengan niat dari siang hari adalah tidak adanya hal yang membatalkan puasa sebelum niat seperti makan, minum, dan sejenisnya, jika melakukan sebelum niat sesuatu yang membatalkan puasa; maka tidak sah tanpa khilaf.