Al Mulakhkhas Fiqhiy - Hukum Pembunuhan
كِتَابُ الْقِصَاصِ وَالْجِنَايَاتِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْقَتْلِ وَأَنْوَاعِهِ
كِتَابُ الْقِصَاصَاتِ وَالْجِنَايَاتِ
Kitab Qisas dan Jinayat
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْقَتْلِ وَأَنْوَاعِهِ
Bab tentang Hukum-Hukum Pembunuhan dan Jenis-Jenisnya
وَقَدْ عَرَّفَ فُقَهَاؤُنَا ﵏ الْجِنَايَاتِ: بِأَنَّهَا جَمْعُ جِنَايَةٍ، وَهِيَ لُغَةً التَّعَدِّي عَلَى بَدَنٍ أَوْ مَالٍ أَوْ عِرْضٍ.
Para fuqaha kami ﵏ telah mendefinisikan jinayat: bahwa ia adalah bentuk jamak dari jinayah, yang secara bahasa berarti pelanggaran terhadap tubuh, harta, atau kehormatan.
وَقَدْ عَقَدُوا لِلنَّوْعِ الْأَوَّلِ مِنْهَا وَهُوَ التَّعَدِّي عَلَى الْبَدَنِ كِتَابَ الْجِنَايَاتِ.
Mereka telah mengkhususkan jenis pertama darinya, yaitu pelanggaran terhadap tubuh, dalam kitab Jinayat.
وَعَقَدُوا لِلنَّوْعِ الثَّانِي وَالثَّالِثِ وَهُمَا التَّعَدِّي عَلَى الْمَالِ وَالْعِرْضِ كِتَابَ الْحُدُودِ.
Dan mereka telah mengkhususkan jenis kedua dan ketiga, yaitu pelanggaran terhadap harta dan kehormatan, dalam kitab Hudud.
وَالتَّعَدِّي عَلَى الْبَدَنِ: هُوَ مَا يُوجِبُ قِصَاصًا أَوْ مَالًا أَوْ كَفَّارَةً.
Pelanggaran terhadap tubuh: adalah apa yang mewajibkan qisas, harta, atau kafarat.
وَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى تَحْرِيمِ الْقَتْلِ بِغَيْرِ حَقٍّ، وَدَلِيلُ ذَلِكَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ.
Kaum muslimin telah bersepakat atas haramnya pembunuhan tanpa hak, dan dalil hal itu dari Al-Kitab dan As-Sunnah.
وَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ﴾ .
Allah Ta'ala berfirman: "Dan janganlah mereka membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar".
وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ"، رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ، وَالْأَحَادِيثُ بِمَعْنَاهُ كَثِيرَةٌ.
Nabi ﷺ bersabda: "Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: pezina muhshan, jiwa dengan jiwa (qisas), dan orang yang meninggalkan agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah", diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dan hadits-hadits semakna dengannya banyak.
فَمَنْ قَتَلَ مُسْلِمًا عُدْوَانًا؛ فَقَدْ تَوَعَّدَهُ اللهُ تَعَالَى بِقَوْلِهِ: ﴿وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا﴾ .
Barangsiapa yang membunuh seorang Muslim dengan sengaja, maka Allah Ta'ala telah mengancamnya dengan firman-Nya: "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya."
وَحُكْمُهُ: أَنَّهُ فَاسِقٌ؛ لِارْتِكَابِهِ كَبِيرَةً مِنْ كَبَائِرِ الذُّنُوبِ.
Hukumnya: dia adalah orang fasik karena melakukan dosa besar dari dosa-dosa besar.
وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ: إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ؛ قَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾؛ فَهُوَ دَاخِلٌ تَحْتَ الْمَشِيئَةِ؛ لِأَنَّ ذَنْبَهُ دُونَ الشِّرْكِ.
Urusannya terserah kepada Allah: jika Dia berkehendak, Dia akan mengazabnya, dan jika Dia berkehendak, Dia akan mengampuninya. Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya". Maka dia termasuk dalam kehendak Allah, karena dosanya tidak sampai syirik.
وَهَذَا إِذَا لَمْ يَتُبْ، أَمَّا إِذَا تَابَ، فَتَوْبَتُهُ مَقْبُولَةٌ؛ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ﴾ .
Ini jika dia tidak bertobat. Adapun jika dia bertobat, maka tobatnya diterima. Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
لَكِنْ لَا يَسْقُطُ عَنْهُ حَقُّ الْمَقْتُولِ فِي الْآخِرَةِ بِمُجَرَّدِ التَّوْبَةِ، بَلْ يَأْخُذُ الْمَقْتُولُ مِنْ حَسَنَاتِ الْقَاتِلِ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، أَوْ يُعْطِيهِ اللهُ مِنْ عِنْدِهِ، وَلَا يَسْقُطُ حَقُّ الْمَقْتُولِ بِالْقِصَاصِ؛ لِأَنَّ الْقِصَاصَ حَقٌّ لِأَوْلِيَاءِ الْمَقْتُولِ.
Akan tetapi, hak orang yang terbunuh di akhirat tidak gugur hanya dengan tobat saja. Bahkan orang yang terbunuh akan mengambil dari kebaikan-kebaikan pembunuh sesuai dengan kezalimannya, atau Allah akan memberinya dari sisi-Nya. Dan hak orang yang terbunuh tidak gugur dengan qisas, karena qisas adalah hak para wali orang yang terbunuh.
قَالَ الْعَلَّامَةُ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀: "التَّحْقِيقُ: أَنَّ الْقَتْلَ تَتَعَلَّقُ بِهِ ثَلَاثَةُ حُقُوقٍ: حَقُّ اللهِ، وَحَقٌّ لِلْمَقْتُولِ، وَحَقٌّ لِلْوَلِيِّ، فَإِذَا سَلَّمَ الْقَاتِلُ نَفْسَهُ طَوْعًا لِلْوَلِيِّ نَدَمًا وَخَوْفًا مِنَ اللهِ، وَتَابَ تَوْبَةً نَصُوحًا؛ سَقَطَ حَقُّ اللهِ بِالتَّوْبَةِ، وَحَقُّ الْأَوْلِيَاءِ بِاسْتِيفَاءِ الْقِصَاصِ أَوِ الصُّلْحِ أَوِ الْعَفْوِ، وَبَقِيَ حَقُّ الْمَقْتُولِ، يُعَوِّضُهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَنْ عَبْدِهِ التَّائِبِ، وَيُصْلِحُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ".
Al-'Allamah Ibnu Al-Qayyim rahimahullah berkata: "Yang benar adalah bahwa pembunuhan terkait dengan tiga hak: hak Allah, hak orang yang terbunuh, dan hak wali. Jika pembunuh menyerahkan dirinya secara sukarela kepada wali karena menyesal dan takut kepada Allah, serta bertobat dengan tobat yang tulus, maka gugurlah hak Allah dengan tobat, hak para wali dengan melaksanakan qisas, berdamai, atau memaafkan, dan tersisa hak orang yang terbunuh. Allah akan memberi ganti kepadanya pada hari kiamat dari hamba-Nya yang bertobat, dan mendamaikan antara keduanya."
وَالْقَتْلُ يَنْقَسِمُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ، وَهِيَ: الْقَتْلُ الْعَمْدُ، وَالْقَتْلُ شِبْهُ الْعَمْدِ، وَالْقَتْلُ الْخَطَأُ.
Pembunuhan terbagi menjadi tiga jenis menurut mayoritas ulama, yaitu: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, dan pembunuhan tidak sengaja.
فَأَمَّا الْعَمْدُ وَالْخَطَأُ؛ فَقَدْ وَرَدَ ذِكْرُهُمَا فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ؛ قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلاّ خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلاّ أَنْ يَصَّدَّقُوا﴾ الْآيَةَ إِلَى قَوْلِهِ: ﴿وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا﴾ .
Adapun pembunuhan sengaja dan tidak sengaja; keduanya telah disebutkan dalam Al-Qur'an yang mulia; Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah." Ayat ini sampai firman-Nya: "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya."
وَأَمَّا شِبْهُ الْعَمْدِ؛ فَثَبَتَ فِي السُّنَّةِ الْمُطَهَّرَةِ؛ كَمَا فِي حَدِيثِ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ؛ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: "عَقْلُ شِبْهِ مُغَلَّظٍ مِثْلُ عَقْلِ الْعَمْدِ، وَلَا يُقْتَلُ صَاحِبُهُ، وَذَلِكَ أَنْ يَنْزُوَ الشَّيْطَانُ بَيْنَ النَّاسِ، فَتَكُونُ دِمَاءٌ فِي غَيْرِ ضَغِينَةٍ وَلَا حَمْلِ سِلَاحٍ"، رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ.
Adapun pembunuhan semi sengaja; telah ditetapkan dalam Sunnah yang suci; sebagaimana dalam hadits 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya; bahwa Nabi ﷺ bersabda: "Diyat pembunuhan semi sengaja sama dengan diyat pembunuhan sengaja, dan pelakunya tidak dibunuh, yaitu ketika setan menggoda di antara manusia, sehingga terjadi pertumpahan darah tanpa dendam dan tanpa membawa senjata," diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud.
وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: "أَلَا إِنَّ قَتِيلَ الْخَطَأِ شِبْهَ الْعَمْدِ قَتِيلُ السَّوْطِ وَالْعَصَا فِيهِ مِئَةٌ مِنَ الْإِبِلِ، مِنْهَا أَرْبَعُونَ فِي بُطُونِهَا أَوْلَادُهَا"، رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إِلَّا التِّرْمِذِيَّ.
Dari Abdullah bin 'Amr bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya orang yang terbunuh karena kesalahan menyerupai kesengajaan, yaitu orang yang terbunuh karena cambuk dan tongkat, dendanya seratus ekor unta, di antaranya empat puluh ekor yang di dalam perutnya terdapat anak-anaknya," diriwayatkan oleh lima perawi kecuali Tirmidzi.
فَالْقَتْلُ الْعَمْدُ: هُوَ أَنْ يَقْصِدَ مَنْ يَعْلَمُهُ آدَمِيًّا مَعْصُومًا فَيَقْتُلَهُ بِمَا يَغْلِبُ عَلَى الظَّنِّ مَوْتُهُ بِهِ.
Pembunuhan sengaja adalah: Seseorang yang bermaksud membunuh orang yang ia ketahui sebagai manusia yang terlindungi, lalu membunuhnya dengan sesuatu yang menurut dugaan kuat dapat menyebabkan kematiannya.
فَنَأْخُذُ مِنْ هَذَا التَّعْرِيفِ أَنَّ الْقَتْلَ لَا يَكُونُ عَمْدًا إِلَّا إِذَا تَوَفَّرَتْ فِيهِ هَذِهِ الشُّرُوطُ:
Dari definisi ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pembunuhan tidak dianggap disengaja kecuali jika terpenuhi syarat-syarat berikut:
الشَّرْطُ الأَوَّلُ: وُجُودُ الْقَصْدِ مِنَ الْقَاتِلِ، وَهِيَ إِرَادَةُ الْقَتْلِ.
Syarat pertama: adanya niat dari pembunuh, yaitu keinginan untuk membunuh.
الشَّرْطُ الثَّانِي: أَنْ يَعْلَمَ أَنَّ الشَّخْصَ الَّذِي قَصَدَ قَتْلَهُ آدَمِيٌّ مَعْصُومُ الدَّمِ.
Syarat kedua: bahwa dia tahu orang yang dia ingin bunuh adalah manusia yang darahnya terlindungi.
الشَّرْطُ الثَّالِثُ: أَنْ تَكُونَ الْآلَةُ الَّتِي قَتَلَهُ بِهَا مِمَّا يَصْلُحُ لِلْقَتْلِ عَادَةً، سَوَاءٌ كَانَ مُحَدَّدًا أَوْ غَيْرَ مُحَدَّدٍ.
Syarat ketiga: bahwa alat yang digunakan untuk membunuhnya adalah alat yang biasanya cocok untuk membunuh, baik itu tajam atau tidak tajam.
فَإِنِ اخْتَلَّ شَرْطٌ مِنْ هَذِهِ الشُّرُوطِ؛ لَمْ يَكُنِ الْقَتْلُ عَمْدًا؛ لِأَنَّ عَدَمَ الْقَصْدِ لَا يُوجِبُ الْقَوَدَ، وَحُصُولَ الْقَتْلِ بِمَا لَا يَغْلِبُ عَلَى الظَّنِّ مَوْتَهُ بِهِ يَكُونُ اتِّفَاقًا لِسَبَبٍ أَوْجَبَ الْمَوْتَ غَيْرَهُ.
Jika salah satu dari syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka pembunuhan itu tidak dianggap disengaja; karena tidak adanya niat tidak mewajibkan qisas, dan terjadinya pembunuhan dengan sesuatu yang tidak diduga akan menyebabkan kematian dianggap kebetulan karena sebab lain yang menyebabkan kematian.
وَلِلْعَمْدِ تِسْعُ صُوَرٍ مَعْلُومَةٍ بِالِاسْتِقْرَاءِ:
Pembunuhan sengaja memiliki sembilan bentuk yang diketahui melalui induksi:
إِحْدَاهَا: أَنْ يَجْرَحَهُ لِمَا لَهُ نُفُوذٌ فِي الْبَدَنِ؛ كَسِكِّينٍ وَشَوْكَةٍ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِنَ الْمُحَدَّدَاتِ.
Pertama: bahwa dia melukainya dengan sesuatu yang bisa menembus tubuh; seperti pisau, garpu, dan benda tajam lainnya.
قَالَ الْمُوَفَّقُ: "لَا اخْتِلَافَ فِيهِ بَيْنَ الْعُلَمَاءِ فِيمَا عَلِمْنَاهُ".
Al-Muwaffaq berkata: "Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai hal ini sejauh yang kami ketahui".
الثَّانِيَةُ: أَنْ يَقْتُلَهُ بِمُثَقَّلٍ كَبِيرِ الْحَجَرِ وَنَحْوِهِ، فَإِنْ كَانَ الْحَجَرُ صَغِيرًا فَلَيْسَ بِعَمْدٍ؛ إِلَّا إِنْ كَانَ فِي مَقْتَلٍ، أَوْ فِي حَالِ ضَعْفِ قُوَّةِ الْمَجْنِيِّ عَلَيْهِ مِنْ مَرَضٍ أَوْ صِغَرٍ أَوْ كِبَرٍ أَوْ حَرٍّ أَوْ بَرْدٍ وَنَحْوِهِ، أَوْ رَدَّدَ ضَرْبَهُ الْحَجَرَ الصَّغِيرَ وَنَحْوَهُ حَتَّى مَاتَ، وَمِثْلُ قَتْلِهِ بِالْمُثَقَّلِ لَوْ أَلْقَى عَلَيْهِ حَائِطًا أَوْ دَهَسَهُ بِسَيَّارَةٍ أَوْ أَلْقَاهُ مِنْ مُرْتَفَعٍ فَمَاتَ.
Kedua: bahwa dia membunuhnya dengan benda berat seperti batu besar dan sejenisnya. Jika batunya kecil, maka itu bukan pembunuhan sengaja; kecuali jika di bagian vital, atau dalam keadaan lemahnya kekuatan korban karena sakit, kecil, tua, panas, dingin, dan sejenisnya, atau dia mengulang-ulang pukulannya dengan batu kecil dan sejenisnya sampai mati. Sama seperti membunuhnya dengan benda berat jika dia menjatuhkan dinding padanya, menabraknya dengan mobil, atau menjatuhkannya dari ketinggian sehingga dia mati.
الثَّالِثَةُ: أَنْ يُلْقِيَهُ إِلَى حَيَوَانٍ مُفْتَرِسٍ كَأَسَدٍ، أَوْ إِلَى حَيَّةٍ؛ لِأَنَّهُ إِذَا تَعَمَّدَ إِلْقَاءَهُ إِلَى هَذِهِ الْقَوَاتِلِ؛ فَقَدْ تَعَمَّدَ قَتْلَهُ بِمَا يَقْتُلُ غَالِبًا.
Ketiga: bahwa dia melemparkannya ke binatang buas seperti singa, atau ke ular; karena jika dia sengaja melemparkannya ke pembunuh-pembunuh ini, maka dia telah sengaja membunuhnya dengan sesuatu yang biasanya membunuh.
الرَّابِعَةُ: أَنْ يُلْقِيَهُ فِي نَارٍ أَوْ مَاءٍ يُغْرِقُهُ وَلَا يُمْكِنُهُ التَّخَلُّصُ مِنْهُمَا.
Keempat: bahwa dia melemparkannya ke dalam api atau air yang menenggelamkannya dan dia tidak bisa melepaskan diri dari keduanya.
الخَامِسَةُ: أَنْ يَخْنُقَهُ بِحَبْلٍ أَوْ غَيْرِهِ أَوْ يَدُ فَمِهِ وَأَنْفِهِ فَيَمُوتُ مِنْ ذَلِكَ.
Kelima: Mencekiknya dengan tali atau lainnya atau menutup mulut dan hidungnya sehingga ia mati karena itu.
السَّادِسَةُ: أَنْ يَحْبِسَهُ وَيَمْنَعَ عَنْهُ الطَّعَامَ وَالشَّرَابَ فَيَمُوتُ مِنْ ذَلِكَ فِي مُدَّةٍ يَمُوتُ فِيهَا غَالِبًا، وَيَتَعَذَّرُ عَلَيْهِ الطَّلَبُ؛ لِأَنَّ هَذَا يَقْتُلُ غَالِبًا.
Keenam: Menahannya dan mencegahnya dari makanan dan minuman sehingga ia mati karena itu dalam waktu yang biasanya menyebabkan kematian, dan ia tidak dapat meminta pertolongan; karena ini biasanya membunuh.
السَّابِعَةُ: أَنْ يَقْتُلَهُ بِسِحْرٍ يَقْتُلُ غَالِبًا، وَالسَّاحِرُ يَعْلَمُ أَنَّ ذَلِكَ غَالِبًا يَقْتُلُ.
Ketujuh: Membunuhnya dengan sihir yang biasanya membunuh, dan penyihir itu tahu bahwa itu biasanya membunuh.
الثَّامِنَةُ: أَنْ يَسْقِيَهُ سُمًّا لَا يَعْلَمُ بِهِ، أَوْ يَخْلِطَهُ بِطَعَامِهِ، فَيَأْكُلَهُ جَاهِلًا بِوُجُودِ السُّمِّ فِيهِ.
Kedelapan: Memberinya racun yang tidak diketahuinya, atau mencampurnya dengan makanannya, lalu dia memakannya tanpa mengetahui adanya racun di dalamnya.
التَّاسِعَةُ: أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْهِ شُهُودٌ بِمَا يُوجِبُ قَتْلَهُ مِنْ زِنًى أَوْ رِدَّةٍ أَوْ قَتْلٍ، فَيُقْتَلُ ثُمَّ يَرْجِعُ الشُّهُودُ عَنْ شَهَادَتِهِمْ، وَيَقُولُونَ: تَعَمَّدْنَا قَتْلَهُ، فَيُقْتَلُونَ بِهِ؛ لِأَنَّهُمْ تَوَصَّلُوا إِلَى قَتْلِهِ بِمَا يَقْتُلُ غَالِبًا.
Kesembilan: Para saksi bersaksi atas sesuatu yang mengharuskan pembunuhannya, seperti zina, murtad, atau pembunuhan, lalu ia dibunuh. Kemudian para saksi menarik kesaksian mereka dan berkata, "Kami sengaja membunuhnya," maka mereka dibunuh karenanya; karena mereka telah mengupayakan pembunuhannya dengan cara yang biasanya membunuh.
وَشِبْهُ العَمْدِ: قَدْ عَرَّفَهُ الفُقَهَاءُ ﵏ بِقَوْلِهِمْ: "هُوَ أَنْ يَقْصِدَ جِنَايَةً لَا تَقْتُلُ غَالِبًا
Dan semi-sengaja: Para fuqaha ﵏ telah mendefinisikannya dengan mengatakan, "Yaitu bermaksud melakukan kejahatan yang biasanya tidak mematikan
١، فَيَمُوتُ بِهَا المَجْنِيُّ عَلَيْهِ، سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ بِقَصْدِ العُدْوَانِ عَلَيْهِ، أَوْ لِأَجْلِ تَأْدِيبِهِ، فَيُسْرِفُ فِي ذَلِكَ، وَسُمِّيَ هَذَا النَّوْعُ مِنَ الجِنَايَاتِ شِبْهَ العَمْدِ؛ لِأَنَّ الجَانِيَ قَصَدَ الفِعْلَ وَأَخْطَأَ فِي القَتْلِ".
¹, tetapi korban meninggal karenanya, baik itu dengan maksud menyerangnya, atau untuk mendisiplinkannya, lalu melampaui batas dalam hal itu. Jenis kejahatan ini disebut semi-sengaja; karena pelaku bermaksud melakukan perbuatan tersebut tetapi keliru dalam pembunuhan".
قَالَ ابْنُ رُشْدٍ: "مَنْ قَصَدَ ضَرْبَ رَجُلٍ بِعَيْنِهِ بِآلَةٍ لَا تَقْتُلُ غَالِبًا؛ كَانَ حُكْمُهُ مُتَرَدِّدًا بَيْنَ العَمْدِ وَالخَطَأِ، فَشَبَّهَهُ لِلْعَمْدِ مِنْ جِهَةِ قَصْدِ ضَرْبِهِ، وَشَبَّهَهُ لِلْخَطَأِ مِنْ جِهَةِ ضَرْبِهِ بِمَا لَا يُقْصَدُ بِهِ القَتْلُ" انْتَهَى.
Ibnu Rusyd berkata, "Barangsiapa bermaksud memukul seseorang dengan alat yang biasanya tidak mematikan; maka hukumnya berada di antara sengaja dan keliru. Ia menyerupai kesengajaan dari segi maksud memukulnya, dan menyerupai kekeliruan dari segi memukulnya dengan sesuatu yang tidak dimaksudkan untuk membunuh" selesai.
_________ ١ وَلَمْ يَجْرَحْهُ بِهَا.
_________ ¹ Dan tidak melukainya dengannya.
وَمِنْ أَمْثِلَهِ شِبْهِ الْعَمْدِ: مَا لَوْ ضَرَبَهُ فِي غَيْرِ مَقْتَلٍ بِسَوْطٍ أَوْ عَصًا صَغِيرٍ لَكَزَهُ بِيَدِهِ أَوْ لَكَمَهُ فِي غَيْرِ مَقْتَلٍ فَمَاتَ؛ كَانَ ذَلِكَ شِبْهَ عَمْدٍ، تَجِبُ بِهِ الْكَفَّارَةُ فِي مَالِ الْجَانِي، وَهِيَ عِتْقُ رَقَبَةٍ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ؛ صَامَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ كَمَا يَجِبُ الْخَطَأُ، وَوَجَبَتِ الدِّيَةُ مُغَلَّظَةً فِي مَالِ عَاقِلَةِ الْجَانِي؛ لِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ: "اقْتَتَلَتْ امْرَأَتَانِ مِنْ هُذَيْلٍ، فَرَمَتْ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى بِحَجَرٍ، فَقَتَلَتْهَا وَمَا فِي بَطْنِهَا، فَقَضَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِدِيَةِ الْمَرْأَةِ عَلَى عَاقِلَتِهَا"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dan di antara contoh-contoh شبه العمد: jika seseorang memukulnya di bagian tubuh yang tidak mematikan dengan cambuk atau tongkat kecil, mendorongnya dengan tangan, atau memukulnya di bagian tubuh yang tidak mematikan lalu ia meninggal; maka itu adalah شبه عمد, yang mengharuskan كفارة dari harta pelaku, yaitu membebaskan budak, jika tidak mampu; maka berpuasa dua bulan berturut-turut sebagaimana wajibnya الخطأ, dan wajib membayar diyat yang diberatkan dari harta عاقلة pelaku; berdasarkan hadits Abu Hurairah: "Dua wanita dari Hudzail bertengkar, lalu salah satunya melempar yang lain dengan batu, sehingga membunuhnya dan janin dalam perutnya, maka Rasulullah ﷺ memutuskan diyat wanita itu atas عاقلتها", muttafaq 'alaih.
فَدَلَّ الْحَدِيثُ عَلَى عَدَمِ وُجُوبِ الْقِصَاصِ فِي شِبْهِ الْعَمْدِ، وَعَلَى أَنَّ دِيَتَهُ تَكُونُ عَلَى عَاقِلَةِ الْجَانِي؛ لِأَنَّهُ قَتْلٌ لَا يُوجِبُ قِصَاصًا فَكَانَتْ دِيَتُهُ عَلَى الْعَاقِلَةِ كَالْخَطَأِ.
Hadits tersebut menunjukkan tidak wajibnya qishash pada شبه العمد, dan bahwa diyatnya dibebankan kepada عاقلة pelaku; karena itu adalah pembunuhan yang tidak mewajibkan qishash, sehingga diyatnya dibebankan kepada عاقلة seperti halnya الخطأ.
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ: "أَجْمَعَ كُلُّ مَنْ نَحْفَظُ عَنْهُ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّهَا عَلَى الْعَاقِلَةِ".
Ibnu Al-Mundzir berkata: "Setiap orang yang kami hafal dari kalangan ahli ilmu telah bersepakat bahwa diyat itu dibebankan kepada عاقلة."
وَقَالَ الْمُوَفَّقُ وَغَيْرُهُ: "لَا نَعْلَمُ خِلَافًا أَنَّهَا عَلَى الْعَاقِلَةِ ... " انْتَهَى.
Al-Muwaffaq dan lainnya berkata: "Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat bahwa diyat itu dibebankan kepada عاقلة..." Selesai.
وَأَمَّا قَتْلُ الْخَطَأِ؛ فَقَدْ عَرَّفَهُ الْفُقَهَاءُ بِقَوْلِهِمْ: وَهُوَ أَنْ يَفْعَلَ مَا لَهُ فِعْلُهُ؛ مِثْلَ أَنْ يَرْمِيَ صَيْدًا أَوْ هَدَفًا، فَيُصِيبَ آدَمِيًّا مَعْصُومًا لَمْ يَقْصِدْهُ، فَيَقْتُلَهُ، أَوْ يَقْتُلَ مُسْلِمًا فِي صَفِّ كُفَّارٍ يَظُنُّهُ كَافِرًا.
Adapun pembunuhan karena kesalahan (قتل الخطأ); maka para fuqaha mendefinisikannya dengan perkataan mereka: yaitu seseorang melakukan apa yang boleh dia lakukan; seperti memanah binatang buruan atau sasaran, lalu mengenai manusia yang terlindungi darahnya yang tidak dia maksudkan, sehingga membunuhnya, atau membunuh seorang Muslim di barisan orang-orang kafir karena mengiranya sebagai orang kafir.