Al Mulakhkhas Fiqhiy - Kitab Musaqah
كِتَابُ الْمُسَاقَاةِ وَالْمُزَارَعَةِ وَالْإِجَارَةِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْمُزَارَعَةِ وَالْمُسَاقَاةِ
الْمُسَاقَاةُ وَالْمُزَارَعَةُ مِنْ جُمْلَةِ الْأَعْمَالِ الَّتِي يَزَاوِلُهَا النَّاسُ مِنْ قَدِيمِ الزَّمَانِ؛ لِحَاجَتِهِمْ إِلَيْهِمَا؛ فَقَدْ يَكُونُ فِي مِلْكِ الْإِنْسَانِ شَجَرٌ لَا يَسْتَطِيعُ الْقِيَامَ عَلَيْهِ وَاسْتِثْمَارَهُ، أَوْ تَكُونُ لَهُ أَرْضٌ زِرَاعِيَّةٌ لَا يَسْتَطِيعُ الْعَمَلَ عَلَيْهَا وَاسْتِغْلَالَهَا، وَعِنْدَ آخَرَ الْقُدْرَةُ عَلَى الْعَمَلِ وَلَيْسَ فِي مِلْكِهِ شَجَرٌ وَلَا أَرْضٌ، وَمِنْ ثَمَّ أُبِيحَتِ الْمُزَارَعَةُ وَالْمُسَاقَاةُ لِمَصْلَحَةِ الطَّرَفَيْنِ، وَهَكَذَا كُلُّ التَّعَامُلِ الشَّرْعِيِّ قَائِمٌ عَلَى الْعَدْلِ وَتَحْقِيقِ الْمَصَالِحِ وَدَفْعِ الْمَفَاسِدِ.
Al-Musāqāh dan al-Muzāra'ah termasuk pekerjaan yang telah dilakukan manusia sejak zaman dahulu karena kebutuhan mereka terhadapnya. Terkadang seseorang memiliki pohon yang tidak mampu ia rawat dan investasikan, atau ia memiliki lahan pertanian yang tidak bisa ia kerjakan dan manfaatkan. Sementara di sisi lain, ada orang yang mampu bekerja namun tidak memiliki pohon atau lahan. Oleh karena itu, al-Muzāra'ah dan al-Musāqāh diperbolehkan demi kemaslahatan kedua belah pihak. Demikianlah, semua interaksi syar'i didasarkan pada keadilan, mewujudkan maslahat, dan menolak mafsadat.
فَالْمُسَاقَاةُ عَرَّفَهَا الْفُقَهَاءُ بِأَنَّهَا: دَفْعُ شَجَرٍ مَغْرُوسٍ أَوْ شَجَرٍ غَيْرِ مَغْرُوسٍ مَعَ أَرْضٍ إِلَى مَنْ يَغْرِسُهُ فِيهَا وَيَقُومُ بِسَقْيِهِ وَمَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ حَتَّى يُثْمِرَ، وَيَكُونُ لِلْعَامِلِ جُزْءٌ مُشَاعٌ مِنْ ثَمَرِ ذَلِكَ الشَّجَرِ وَالْبَاقِي لِمَالِكِهِ.
Para fuqaha mendefinisikan al-Musāqāh sebagai: menyerahkan pohon yang sudah ditanam atau pohon yang belum ditanam beserta tanahnya kepada orang yang akan menanamnya, menyiraminya, dan merawatnya hingga berbuah. Pekerja akan mendapatkan bagian tertentu dari buah pohon tersebut, dan sisanya untuk pemiliknya.
وَالْمُزَارَعَةُ: دَفْعُ أَرْضٍ لِمَنْ يَزْرَعُهَا، أَوْ دَفْعُ أَرْضٍ وَحَبٍّ لِمَنْ يَزْرَعُهُ فِيهَا وَيَقُومُ عَلَيْهِ، بِجُزْءٍ مُشَاعٍ مِنْهُ، وَالْبَاقِي لِمَالِكِ الْأَرْضِ.
Al-Muzāra'ah adalah: menyerahkan lahan kepada orang yang akan menanaminya, atau menyerahkan lahan dan benih kepada orang yang akan menanamnya di lahan tersebut dan merawatnya, dengan imbalan bagian tertentu dari hasilnya, dan sisanya untuk pemilik lahan.
وَقَدْ يَكُونُ الْجُزْءُ الْمَشْرُوطُ فِي الْمُسَاقَاةِ وَالْمُزَارَعَةِ لِمَالِكِ الْأَرْضِ أَوِ الشَّجَرِ وَالْبَاقِي لِلْعَامِلِ.
Bagian yang disyaratkan dalam al-Musāqāh dan al-Muzāra'ah bisa jadi untuk pemilik lahan atau pohon, dan sisanya untuk pekerja.
وَالدَّلِيلُ عَلَى جَوَازِ الْمُسَاقَاةِ وَالْمُزَارَعَةِ: حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ ﵄: "أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ أَوْ زَرْعٍ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ،
Dan dalil atas kebolehan al-Musaaqaah dan al-Muzaara'ah adalah hadits Ibnu Umar ﵄: "Bahwa Nabi ﷺ mempekerjakan penduduk Khaibar dengan separuh dari apa yang dihasilkan darinya berupa buah atau tanaman", disepakati atasnya,
وَرَوَى مُسْلِمٌ: "أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ دَفَعَ إِلَى يَهُودِ خَيْبَرَ نَخْلَهَا وَأَرْضَهَا عَلَى أَنْ يَعْمَلُوهَا مِنْ أَمْوَالِهِمْ وَلَهُمْ شَطْرُ ثَمَرِهَا"؛ أَيْ: نِصْفُهُ،
dan Muslim meriwayatkan: "Bahwa Nabi ﷺ menyerahkan kepada orang-orang Yahudi Khaibar pohon kurma dan tanahnya dengan syarat mereka mengerjakannya dengan harta mereka dan bagi mereka separuh buahnya"; yaitu: setengahnya,
وَرَوَى الْإِمَامُ أَحْمَدُ:: "أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ دَفَعَ إِلَى أَهْلِ خَيْبَرَ أَرْضَهَا وَنَخْلَهَا مُقَاسَمَةً عَلَى النِّصْفِ"، فَدَلَّ هَذَا الْحَدِيثُ عَلَى صِحَّةِ الْمُسَاقَاةِ.
dan Imam Ahmad meriwayatkan: "Bahwa Nabi ﷺ menyerahkan kepada penduduk Khaibar tanahnya dan pohon kurmanya dengan bagi hasil atas setengah", maka hadits ini menunjukkan atas sahnya al-Musaaqaah.
قَالَ الْإِمَامُ ابْنُ الْقَيِّمِ: "وَفِي قِصَّةِ خَيْبَرَ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ الْمُسَاقَاةِ وَالْمُزَارَعَةِ بِجُزْءٍ مِنَ الْغَلَّةِ مِنْ ثَمَرٍ أَوْ زَرْعٍ؛ فَإِنَّهُ ﷺ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ، وَاسْتَمَرَّ عَلَى ذَلِكَ إِلَى حِينِ وَفَاتِهِ، وَلَمْ يُنْسَخْ الْبَتَّةَ، وَاسْتَمَرَّ عَمَلُ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ عَلَيْهِ، وَلَيْسَ مِنْ بَابِ الْمُؤَاجَرَةِ، بَلْ مِنْ بَابِ الْمُشَارَكَةِ، وَهُوَ نَظِيرُ الْمُضَارَبَةِ سَوَاءٌ" انْتَهَى.
Imam Ibnul Qayyim berkata: "Dan dalam kisah Khaibar terdapat dalil atas kebolehan al-Musaaqaah dan al-Muzaara'ah dengan bagian dari hasil panen berupa buah atau tanaman; karena sesungguhnya beliau ﷺ mempekerjakan penduduk Khaibar, dan berlanjut atas hal itu hingga waktu wafatnya, dan tidak dihapus sama sekali, dan berlanjut amalan para Khulafaur Rasyidin atasnya, dan ia bukan termasuk bab persewaan, tetapi termasuk bab persekutuan, dan ia serupa dengan al-Mudhaarabah persis" selesai.
وَقَالَ الْمُوَفَّقُ بْنُ قُدَامَةَ: "وَهَذَا عَمِلَ بِهِ الْخُلَفَاءُ الرَّاشِدُونَ مُدَّةَ خِلَافَتِهِمْ، وَاشْتَهَرَ ذَلِكَ، فَلَمْ يُنْكَرْ، فَكَانَ إِجْمَاعًا"، قَالَ: "وَلَا يَجُوزُ التَّعْوِيلُ عَلَى مَا خَالَفَ الْحَدِيثَ وَالْإِجْمَاعَ،
Dan al-Muwaffaq bin Qudaamah berkata: "Dan ini diamalkan oleh para Khulafaur Rasyidin selama masa kekhalifahan mereka, dan hal itu terkenal, maka tidak diingkari, sehingga menjadi ijma'", ia berkata: "Dan tidak boleh bersandar kepada apa yang menyelisihi hadits dan ijma',
وَكَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ النَّخِيلِ وَالشَّجَرِ يَعْجِزُونَ عَنْ عِمَارَتِهِ وَسَقْيِهِ وَلَا يُمْكِنُهُمُ الِاسْتِئْجَارُ عَلَيْهِ، وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ لَا شَجَرَ لَهُمْ وَيَحْتَاجُونَ إِلَى الثَّمَرِ؛ فَفِي تَجْوِيزِهَا دَفْعُ الْحَاجَتَيْنِ
dan banyak dari pemilik pohon kurma dan pepohonan tidak mampu merawat dan menyiraminya dan tidak mungkin bagi mereka menyewa orang untuk itu, dan banyak dari manusia tidak memiliki pepohonan dan mereka membutuhkan buah; maka dalam membolehkannya terdapat pemenuhan dua kebutuhan
وَتَحْصِيلٌ لِمَصْلَحَةِ الْفِئَتَيْنِ" انْتَهَى.
dan menghasilkan keuntungan bagi kedua belah pihak" selesai.
وَقَدْ ذَكَرَ الْفُقَهَاءُ ﵏ أَنَّهُ يُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الْمُسَاقَاةِ أَنْ يَكُونَ الشَّجَرُ الْمُسْقَى عَلَيْهِ لَهُ ثَمَرٌ يُؤْكَلُ؛ فَلَا عَلَى شَجَرٍ لَا ثَمَرَ لَهُ، أَوْ لَهُ ثَمَرٌ لَا يُؤْكَلُ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ غَيْرُ مَنْصُوصٍ عَلَيْهِ.
Para fuqaha telah menyebutkan ﵏ bahwa disyaratkan untuk sahnya musaqah, pohon yang disiram harus memiliki buah yang dapat dimakan; maka tidak sah pada pohon yang tidak berbuah, atau memiliki buah yang tidak dapat dimakan; karena hal itu tidak disebutkan dalam nash.
وَمِنْ شُرُوطِ صِحَّةِ الْمُسَاقَاةِ: تَقْدِيرُ نَصِيبِ الْعَامِلِ أَوِ الْمَالِكِ بِجُزْءٍ مَعْلُومٍ مُشَاعٍ مِنَ الثَّمَرَةِ؛ كَالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ، سَوَاءٌ قَلَّ الْجُزْءُ الْمَشْرُوطُ أَوْ كَثُرَ، فَلَوْ شَرَطَا كُلَّ الثَّمَرَةِ لِأَحَدِهِمَا؛ لَمْ يَصِحَّ؛ لِاخْتِصَاصِ أَحَدِهِمَا بِالْغَلَّةِ، أَوْ شَرَطَا آصُعًا وَعُلُومَةً مِنَ الثَّمَرَةِ؛ كَعَشَرَةِ آصُعٍ، أَوْ عِشْرِينَ صَاعًا؛ لَمْ يَصِحَّ؛ لِأَنَّهُ قَدْ لَا يَحْصُلُ إِلَّا ذَلِكَ، فَيَخْتَصُّ بِهِ مَنْ شُرِطَ لَهُ دُونَ الْآخَرِ، وَكَذَا لَوْ شَرَطَ لَهُ فِي الْمُسَاقَاةِ دَرَاهِمَ مُعَيَّنَةً؛ لَمْ تَصِحَّ؛ لِأَنَّهُ قَدْ لَا يَحْصُلُ مِنَ الْغَلَّةِ مَا يُسَاوِيهَا، وَكَذَا لَوْ شَرَطَ لِأَحَدِهِمَا ثَمَرَةَ شَجَرَةٍ مُعَيَّنَةٍ أَوْ أَشْجَارٍ مُعَيَّنَةٍ؛ لَمْ تَصِحَّ الْمُسَاقَاةُ؛ لِأَنَّهُ قَدْ لَا يَحْصُلُ مِنَ الشَّجَرِ غَيْرُ تِلْكَ الْمُعَيَّنَةِ، فَيَخْتَصُّ بِالْغَلَّةِ أَحَدُهُمَا دُونَ الْآخَرِ، أَوْ لَا تَحْمِلُ تِلْكَ الشَّجَرَةُ أَوِ الْأَشْجَارُ الْمُعَيَّنَةُ، فَيَنْحَرِمُ الْمَشْرُوطُ لَهُ مِنَ الْغَلَّةِ، وَيَحْصُلُ الْغَرَرُ وَالضَّرَرُ.
Di antara syarat sahnya musaqah: menentukan bagian pekerja atau pemilik dengan bagian yang diketahui dari buah; seperti sepertiga atau seperempat, baik bagian yang disyaratkan itu sedikit atau banyak. Jika keduanya mensyaratkan seluruh buah untuk salah satunya; maka tidak sah; karena mengkhususkan hasil untuk salah satunya. Atau jika keduanya mensyaratkan beberapa sha' dan ukuran tertentu dari buah; seperti sepuluh sha', atau dua puluh sha'; maka tidak sah; karena mungkin hanya itu yang dihasilkan, sehingga mengkhususkannya untuk orang yang disyaratkan untuknya, bukan yang lain. Demikian pula jika disyaratkan dalam musaqah sejumlah dirham tertentu; maka tidak sah; karena mungkin hasil yang diperoleh tidak sebanding dengannya. Demikian pula jika disyaratkan untuk salah satunya buah dari pohon tertentu atau beberapa pohon tertentu; maka musaqah tidak sah; karena mungkin pohon itu tidak menghasilkan selain yang ditentukan itu, sehingga mengkhususkan hasilnya untuk salah satunya, bukan yang lain. Atau pohon atau pohon-pohon tertentu itu tidak berbuah, sehingga orang yang disyaratkan untuknya tidak mendapatkan hasil, dan terjadilah gharar (ketidakjelasan) dan kerugian.
وَالصَّحِيحُ الَّذِي عَلَيْهِ الْجُمْهُورُ أَنَّ الْمُسَاقَاةَ عَقْدٌ لَازِمٌ لَا يَجُوزُ فَسْخُهَا إِلَّا بِرِضَى الْآخَرِ.
Yang benar menurut jumhur ulama adalah bahwa musaqah merupakan akad yang mengikat, tidak boleh dibatalkan kecuali dengan persetujuan pihak lain.
وَلَا بُدَّ مِنْ تَحْدِيدِ مُدَّتِهَا، وَلَوْ طَالَتْ، مَعَ بَقَاءِ الشَّجَرِ.
Dan harus ditentukan jangka waktunya, meskipun lama, selama pohon masih ada.
وَيَلْزَمُ الْعَامِلَ كُلُّ مَا فِيهِ صَلَاحُ الثَّمَرَةِ؛ مِنْ حَرْثٍ، وَسَقْيٍ، وَإِزَالَةِ مَا يَضُرُّ الشَّجَرَ وَالثَّمَرَةَ مِنَ الْأَغْصَانِ، وَتَلْقِيحِ النَّخْلِ، وَتَجْفِيفِ
Pekerja wajib melakukan segala sesuatu yang bermanfaat bagi buah; seperti membajak, menyiram, membuang cabang yang membahayakan pohon dan buah, menyerbuki kurma, dan mengeringkan
الثَّمَرُ، وَإِصْلَاحُ مَجَارِى الْمَاءِ، وَتَوْزِيعُهُ عَلَى الشَّجَرِ.
Buah, perbaikan saluran air, dan pendistribusiannya ke pohon-pohon.
وَعَلَى صَاحِبِ الشَّجَرِ مَا يَحْفَظُ الْأَصْلَ وَهُوَ الشَّجَرُ؛ كَحَفْرِ الْبِئْرِ، وَبِنَاءِ الْحِيطَانِ، وَتَوْفِيرِ الْمَاءِ فِي الْبِئْرِ ... وَنَحْوِ ذَلِكَ، وَعَلَى الْمَالِكِ كَذَلِكَ تَحْصِيلُ الْمَوَادِّ الَّتِي تُقَوِّي الْأَشْجَارَ كَالسِّمَادِ وَنَحْوِهِ.
Pemilik pohon bertanggung jawab atas apa yang menjaga asal pohon, yaitu pohon itu sendiri; seperti menggali sumur, membangun dinding, menyediakan air di sumur ... dan sejenisnya. Pemilik juga bertanggung jawab untuk mendapatkan bahan-bahan yang memperkuat pohon seperti pupuk dan sejenisnya.
وَلَيْسَ دَفْعُ الْحَبِّ مَعَ الْأَرْضِ شَرْطًا فِي صِحَّةِ الْمُزَارَعَةِ، فَلَوْ دَفَعَ إِلَيْهِ الْأَرْضَ فَقَطْ لِيَزْرَعَهَا الْعَامِلُ بِبَذْرٍ مِنْ عِنْدِهِ، صَحَّ ذَلِكَ؛ كَمَا هُوَ قَوْلُ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ، وَعَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ، وَلِأَنَّ الدَّلِيلَ الَّذِي اسْتُفِيدَ مِنْهُ حُكْمُ الْمُزَارَعَةِ هُوَ حَدِيثُ مُعَامَلَةِ النَّبِيِّ ﷺ لِأَهْلِ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَلَمْ يَرِدْ فِي هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّ الْبَذْرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ.
Memberikan benih bersama dengan tanah bukanlah syarat sahnya muzara'ah. Jika seseorang hanya memberikan tanah kepada pekerja untuk ditanami dengan benih dari pekerja itu sendiri, maka hal itu sah; sebagaimana pendapat sekelompok sahabat, dan ini adalah praktik orang-orang. Karena dalil yang menjadi dasar hukum muzara'ah adalah hadits tentang perlakuan Nabi ﷺ terhadap penduduk Khaibar dengan separuh dari apa yang dihasilkan darinya, dan tidak disebutkan dalam hadits ini bahwa benih itu dari kaum muslimin.
قَالَ الْإِمَامُ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀: "وَالَّذِينَ اشْتَرَطُوا الْبَذْرَ مِنْ رَبِّ الْأَرْضِ قَاسُوهَا عَلَى الْمُضَارَبَةِ، وَهَذَا الْقِيَاسُ مَعَ أَنَّهُ مُخَالِفٌ لِلسُّنَّةِ الصَّحِيحَةِ وَأَقْوَالِ الصَّحَابَةِ؛ فَهُوَ مِنْ أَفْسَدِ الْقِيَاسِ؛ فَإِنَّ الْمَالَ فِي الْمُضَارَبَةِ يَرْجِعُ إِلَى صَاحِبِهِ، وَيَقْسِمَانِ الرِّبْحَ؛ فَهَذَا نَظِيرُ الْأَرْضِ فِي الْمُزَارَعَةِ، وَأَمَّا الْبَذْرُ الَّذِي لَا يَعُودُ نَظِيرُهُ إِلَى صَاحِبِهِ، بَلْ يَذْهَبُ كَمَا يَذْهَبُ نَفْعُ الْأَرْضِ؛ فَإِلْحَاقُهُ بِالْأَصْلِ الذَّاهِبِ أَوْلَى مِنْ إِلْحَاقِهِ بِالْأَصْلِ الْبَاقِي" انْتَهَى.
Imam Ibnu Qayyim ﵀ berkata: "Mereka yang mensyaratkan benih dari pemilik tanah menganalogikannya dengan mudharabah, dan qiyas ini selain bertentangan dengan sunnah yang shahih dan perkataan para sahabat; juga merupakan qiyas yang paling rusak; karena modal dalam mudharabah kembali kepada pemiliknya, dan keduanya membagi keuntungan; ini analog dengan tanah dalam muzara'ah. Adapun benih yang tidak kembali kepada pemiliknya, bahkan hilang sebagaimana hilangnya manfaat tanah; maka mengaitkannya dengan asal yang hilang lebih utama daripada mengaitkannya dengan asal yang tetap." Selesai.
وَالْمُزَارَعَةُ مُشْتَقَّةٌ مِنَ الزَّرْعِ، وَتُسَمَّى مُخَابَرَةً وَمُوَاكَرَةً، وَالْعَامِلُ فِيهَا يُسَمَّى مُزَارِعًا وَمُخَابِرًا وَمُوَاكِرًا.
Muzara'ah berasal dari kata zar' (menanam), dan disebut juga mukhabarah dan muwakarah. Pekerja dalam muzara'ah disebut muzari', mukhabir, dan muwakir.
وَالدَّلِيلُ عَلَى جَوَازِهَا مِنَ السُّنَّةِ الْمُطَهَّرَةِ الصَّحِيحَةِ كَمَا سَبَقَ، وَالْحَاجَةُ دَاعِيَةٌ إِلَى جَوَازِهَا؛ لِأَنَّ مِنَ النَّاسِ مَنْ يَمْلِكُ أَرْضًا زِرَاعِيَّةً وَلَا يَسْتَطِيعُ الْعَمَلَ فِيهَا، وَمِنَ النَّاسِ مَنْ سْتَطِيعُ الْعَمَلَ فِي الزِّرَاعَةِ وَلَا يَمْلِكُ
Dalil kebolehannya dari Sunnah yang suci dan shahih sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Kebutuhan menuntut kebolehannya; karena di antara manusia ada yang memiliki tanah pertanian tetapi tidak mampu mengerjakannya, dan di antara manusia ada yang mampu bekerja di bidang pertanian tetapi tidak memiliki
أَرْضًا زِرَاعِيَّةً؛ فَاقْتَضَتِ الْحِكْمَةُ التَّشْرِيعِيَّةُ جَوَازَ الْمُزَارَعَةِ؛ لِيَنْتَفِعَ الطَّرَفَانِ: هَذَا بِأَرْضِهِ، وَهَذَا بِعَمَلِهِ، وَلِيَحْصُلَ التَّعَاوُنُ عَلَى تَحْصِيلِ الْمَصْلَحَةِ وَدَفْعِ الْمَضَرَّةِ.
tanah pertanian; maka kebijaksanaan legislatif mengharuskan diperbolehkannya muzara'ah; agar kedua belah pihak mendapat manfaat: yang satu dengan tanahnya, dan yang lain dengan pekerjaannya, dan agar terjadi kerja sama dalam mewujudkan kemaslahatan dan menolak kemudaratan.
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ يَرْحَمُهُ اللهُ: "الْمُزَارَعَةُ أَصْلٌ مِنَ الْإِجَارَةِ؛ لِاشْتِرَاكِهِمَا فِي الْمَغْنَمِ وَالْمَغْرَمِ".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Muzara'ah adalah asal dari ijarah; karena keduanya sama-sama berbagi keuntungan dan kerugian".
وَقَالَ الْإِمَامُ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀: "هِيَ أَبْعَدُ عَنِ الظُّلْمِ وَالضَّرَرِ مِنَ الْإِجَارَةِ؛ فَإِنَّ أَحَدَهُمَا غَانِمٌ وَلَا بُدَّ [يَعْنِي: فِي الْإِجَارَةِ] .
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Muzara'ah lebih jauh dari kezaliman dan kerugian daripada ijarah; karena salah satu dari keduanya pasti mendapat keuntungan [maksudnya: dalam ijarah].
وَأَمَّا الْمُزَارَعَةُ؛ فَإِنْ حَصَلَ الزَّرْعُ؛ اشْتَرَكَا فِيهِ، وَإِلَّا اشْتَرَكَا فِي الْحِرْمَانِ".
Adapun muzara'ah; jika tanaman berhasil tumbuh; maka keduanya bersekutu di dalamnya, jika tidak maka keduanya bersekutu dalam kerugian".
وَيُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الْمُزَارَعَةِ: بَيَانُ مِقْدَارِ مَا لِلْعَامِلِ أَوْ لِصَاحِبِ الْأَرْضِ مِنَ الْغَلَّةِ، وَأَنْ يَكُونَ جُزْءًا مُشَاعًا مِنْهَا؛ كَثُلُثِ مَا يَخْرُجُ مِنَ الْأَرْضِ أَوْ رُبُعِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَإِذَا عُرِفَ نَصِيبُ أَحَدِهِمَا؛ فَالْبَاقِي يَكُونُ لِلْآخَرِ؛ لِأَنَّ الْغَلَّةَ لَهُمَا، فَإِذَا عُيِّنَ نَصِيبُ أَحَدِهِمَا؛ تَبَيَّنَ نَصِيبُ الْآخَرِ، وَلَوْ شَرَطَ لِأَحَدِهِمَا آصُعًا مَعْلُومَةً كَعَشَرَةِ آصُعٍ أَوْ زَرْعَ نَاحِيَةٍ مُعَيَّنَةٍ مِنَ الْأَرْضِ وَالْبَاقِي لِلْآخَرِ؛ لَمْ تَصِحَّ، أَوِ اشْتَرَطَ صَاحِبُ الْأَرْضِ أَنْ يَأْخُذَ مِثْلَ بَذْرِهِ وَيَقْتَسِمَانِ الْبَاقِيَ؛ لَمْ تَصِحَّ الْمُزَارَعَةُ؛ لِأَنَّهُ قَدْ لَا يَخْرُجُ مِنَ الْأَرْضِ إِلَّا ذَلِكَ، فَيَخْتَصُّ بِهِ دُونَ الْآخَرِ، وَلِحَدِيثِ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ ﵁؛ قَالَ: "كِرَاءُ الْأَرْضِ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ لَا بَأْسَ بِهِ، كَانَ النَّاسُ يُؤَاجِرُونَ عَلَى عَهْدِ
Disyaratkan untuk sahnya muzara'ah: penjelasan ukuran bagian pekerja atau pemilik tanah dari hasil panen, dan itu harus berupa bagian yang tidak tertentu darinya; seperti sepertiga atau seperempat dari apa yang dihasilkan tanah dan semisalnya; karena Nabi ﷺ mempekerjakan penduduk Khaibar dengan separuh dari apa yang dihasilkan darinya, dan jika diketahui bagian salah satunya; maka sisanya menjadi milik yang lain; karena hasil panen milik keduanya, jika ditentukan bagian salah satunya; maka jelaslah bagian yang lain, dan jika disyaratkan bagi salah satunya ukuran tertentu seperti sepuluh sha' atau tanaman di area tertentu dari tanah dan sisanya untuk yang lain; maka tidak sah, atau pemilik tanah mensyaratkan untuk mengambil semisal benihnya dan keduanya membagi sisanya; maka muzara'ah tidak sah; karena bisa jadi tanah hanya menghasilkan itu saja, maka ia mengambilnya tanpa yang lain, dan karena hadits Rafi' bin Khadij ﵁; ia berkata: "Menyewa tanah dengan emas dan perak tidak mengapa, orang-orang menyewakan pada masa
رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى الْمَاذِيَانَاتِ وَأَقْبَلَ الْجَدَاوِلَ وَأَشْيَاءَ مِنَ الزَّرْعِ، فَيَهْلِكُ هَذَا وَيَسْلَمُ هَذَا، وَلَمْ يَكُنْ لِلنَّاسِ كِرَاءٌ إِلَّا هَذَا؛ فَلِذَلِكَ زَجَرَ عَنْهُ"؛ يَعْنِي: النَّبِيَّ ﷺ، وَذَلِكَ لِمَا فِيهِ مِنَ الضَّرَرِ الْمُؤَوِّي إِلَى التَّشَاجُرِ وَأَكْلِ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ.
Rasulullah ﷺ (melarang) ماذيانات dan menerima parit-parit dan tanaman, yang mana yang satu binasa dan yang lain selamat, dan orang-orang tidak memiliki sewa kecuali ini; maka karena itulah beliau ﷺ melarangnya, yaitu Nabi ﷺ, dan itu karena di dalamnya terdapat bahaya yang mengarah pada perselisihan dan memakan harta manusia secara batil.
فَدَلَّ الْحَدِيثُ عَلَى تَحْرِيمِ الْمُزَارَعَةِ عَلَى مَا يُفْضِي إِلَى الضَّرَرِ وَالْجَهَالَةِ وَيُوجِبُ الْمُشَاجَرَةَ بَيْنَ النَّاسِ.
Maka hadits ini menunjukkan atas haramnya muzara'ah (bagi hasil pertanian) yang mengarah kepada bahaya, ketidakjelasan, dan menyebabkan perselisihan di antara manusia.
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ: " قَدْ جَاءَتِ الْأَخْبَارُ عَنْ رَافِعٍ بِعِلَلٍ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ النَّهْيَ كَانَ لِتِلْكَ الْعِلَلِ، وَهِيَ الَّتِي كَانُوا يَعْتَادُونَهَا"، قَالَ: "كُنَّا نُكْرِي الْأَرْضَ عَلَى أَنْ لَنَا هَذَا وَلَهُمْ هَذِهِ، فَرُبَّمَا أَخْرَجَتْ هَذِهِ وَلَمْ تُخْرِجْ هَذِهِ" انْتَهَى.
Ibnu Al-Mundzir berkata: "Sungguh telah datang berita-berita dari Rafi' dengan alasan-alasan yang menunjukkan bahwa larangan itu karena alasan-alasan tersebut, yaitu yang biasa mereka lakukan", ia berkata: "Kami menyewakan tanah dengan (ketentuan) bagian ini untuk kami dan bagian ini untuk mereka, terkadang bagian ini menghasilkan dan bagian ini tidak menghasilkan" selesai.
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْإِجَارَةِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْإِجَارَةِ
Bab tentang hukum-hukum ijarah (sewa-menyewa)
هَذَا الْعَقْدُ يَتَكَرَّرُ فِي حَيَاةِ النَّاسِ فِي مُخْتَلِفِ مَصَالِحِهِمْ وَتَعَامُلِهِمُ الْيَوْمِيِّ وَالشَّهْرِيِّ وَالسَّنَوِيِّ فَهُوَ جَدِيرٌ بِالتَّعَرُّفِ عَلَى أَحْكَامٍ؛ إِذْ مَا مِنْ تَعَامُلٍ يَجْرِي بَيْنَ النَّاسِ فِي مُخْتَلِفِ الْأَمْكِنَةِ وَالْأَزْمَانِ؛ إِلَّا وَهُوَ مَحْكُومٌ بِشَرْعِيَّةِ الْإِسْلَامِ وَفْقَ ضَوَابِطَ شَرْعِيَّةٍ تَرْعَى الْمَصَالِحَ وَتَرْفَعُ الْمَضَارَّ.
Akad ini sering terjadi dalam kehidupan manusia dalam berbagai kepentingan dan transaksi mereka sehari-hari, bulanan, dan tahunan, sehingga layak untuk mengetahui hukum-hukumnya; karena tidak ada transaksi yang terjadi di antara manusia di berbagai tempat dan waktu; kecuali diatur oleh syariat Islam sesuai dengan aturan syariah yang menjaga kemaslahatan dan menghilangkan kemudharatan.
وَالْإِجَارَةُ مُشْتَقَّةٌ مِنَ الْأَجْرِ، وَهُوَ الْعِوَضُ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَلَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا﴾ .
Ijarah berasal dari kata al-ajr, yaitu imbalan, Allah Ta'ala berfirman: "Dan jika engkau menghendaki, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu."
وَهِيَ شَرْعًا: عَقْدٌ عَلَى مَنْفَعَةٍ مُبَاحَةٍ مِنْ عَيْنٍ مُعَيَّنَةٍ أَوْ مَوْصُوفَةٍ الذِّمَّةِ مُدَّةً مَعْلُومَةً، أَوْ عَلَى عَمَلٍ مَعْلُومٍ بِعِوَضٍ مَعْلُومٍ.
Secara syariat, ijarah adalah akad atas manfaat yang diperbolehkan dari suatu barang tertentu atau yang dijamin tanggungannya dalam waktu tertentu, atau atas pekerjaan tertentu dengan imbalan tertentu.
وَهَذَا التَّعْرِيفُ مُشْتَمِلٌ عَلَى غَالِبِ شُرُوطِ صِحَّةِ الْإِجَارَةِ وَأَنْوَاعِهَا:
Definisi ini mencakup sebagian besar syarat sah ijarah dan jenis-jenisnya:
فَقَوْلُهُمْ: "عَقْدٌ عَلَى مَنْفَعَةٍ": يُخْرِجُ بِهِ الْعَقْدَ عَلَى الرَّقَبَةِ؛ فَلَا يُسَمَّى إِجَارَةً، وَإِنَّمَا يُسَمَّى بَيْعًا.
Perkataan mereka: "Akad atas manfaat": mengeluarkan akad atas barang itu sendiri; maka tidak disebut ijarah, melainkan disebut jual beli.
وَقَوْلُهُمْ: "مُبَاحَةٍ": يُخْرِجُ بِهِ الْعَقْدَ عَلَى الْمَنْفَعَةِ الْمُحَرَّمَةِ؛ كَالزِّنَى.
Perkataan mereka: "yang diperbolehkan": mengeluarkan akad atas manfaat yang diharamkan; seperti zina.
وَقَوْلُهُمْ: "مَعْلُومَةٌ": يُخْرِجُ بِهِ الْمَنْفَعَةَ الْمَجْهُولَةَ؛ فَلَا يَصِحُّ الْعَقْدُ عَلَيْهَا.
Perkataan mereka: "diketahui": mengeluarkan manfaat yang tidak diketahui; maka akad atasnya tidak sah.
وَقَوْلُهُمْ: " مِنْ عَيْنٍ مُعَيَّنَةٍ أَوْ مَوْصُوفَةٍ فِي الذِّمَّةِ، أَوْ عَمَلٍ مَعْلُومَةٍ": يُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّ الْإِجَارَةَ عَلَى نَوْعَيْنِ:
Perkataan mereka: "dari barang tertentu atau yang disifati dalam tanggungan, atau pekerjaan yang diketahui": diambil darinya bahwa ijarah ada dua jenis:
النَّوْعُ الْأَوَّلُ: أَنْ يَكُونَ الْإِجَارَةُ عَلَى مَنْفَعَةِ عَيْنٍ مُعَيَّنَةٍ أَوْ عَيْنٍ مَوْصُوفَةٍ.
Jenis pertama: bahwa ijarah atas manfaat barang tertentu atau barang yang disifati.
مِثَالُ الْمُعَيَّنَةِ: آجَرْتُكَ هَذِهِ الدَّارَ. وَمِثَالُ الْوَصُوفَةِ: آجَرْتُكَ بَعِيرًا صِفَتُهُ كَذَا لِلْحَمْلِ أَوِ الرُّكُوبِ.
Contoh yang tertentu: Aku menyewakan rumah ini kepadamu. Contoh yang disifati: Aku menyewakan kepadamu unta yang sifatnya begini untuk mengangkut atau ditunggangi.
النَّوْعُ الثَّانِي: أَنْ يَكُونَ الْإِجَارَةُ عَلَى أَدَاءِ عَمَلٍ مَعْلُومٍ؛ كَأَنْ يَحْمِلَهُ إِلَى مَوْضِعٍ كَذَا، أَوْ يَبْنِيَ لَهُ جِدَارًا.
Jenis kedua: bahwa ijarah atas pelaksanaan pekerjaan yang diketahui; seperti mengangkutnya ke tempat ini, atau membangun dinding untuknya.
قَوْلُهُمْ: "مُدَّةً مَعْلُومَةً"؛ أَيْ: يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ الْإِجَارَةُ عَلَى الْمَنْفَعَةِ لِمُدَّةٍ مَحْدُودَةٍ؛ كَيَوْمٍ أَوْ شَهْرٍ.
Perkataan mereka: "jangka waktu yang diketahui"; yaitu: disyaratkan bahwa ijarah atas manfaat untuk jangka waktu yang dibatasi; seperti sehari atau sebulan.
وَقَوْلُهُمْ: "بِعِوَضٍ مَعْلُومٍ"؛ مَعْنَاهُ: أَنَّهُ لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ مِقْدَارُ الْإِجَارَةِ مَعْلُومًا.
Perkataan mereka: "dengan imbalan yang diketahui"; maknanya: bahwa kadar ijarah harus diketahui.
وَبِهَذَا يَتَّضِحُ أَنَّ مُجْمَلَ شُرُوطِ صِحَّةِ الْإِجَارَةِ بِنَوْعِهَا: أَنْ يَكُونَ عَقْدُ الْإِجَارَةِ عَلَى الْمَنْفَعَةِ لَا عَلَى الْعَيْنِ، وَأَنْ تَكُونَ الْمَنْفَعَةُ مُبَاحَةً، وَأَنْ تَكُونَ مَعْلُومٌ، وَإِذَا كَانَتِ الْإِجَارَةُ عَلَى عَيْنٍ غَيْرِ مُعَيَّنَةٍ؛ فَلَابُدَّ أَنْ تَكُونَ مِمَّا يَنْضَبِطُ بِالْوَصْفِ، وَأَنْ تَكُونَ مُدَّةُ الْإِجَارَةِ مَعْلُومَةً، وَأَنْ يَكُونَ الْعِوَضُ فِي الْإِجَارَةِ مَعْلُومًا أَيْضًا.
Dengan ini jelas bahwa keseluruhan syarat sahnya ijarah dengan jenisnya: bahwa akad ijarah atas manfaat bukan atas barang, bahwa manfaat itu mubah, bahwa ia diketahui, jika ijarah atas barang yang tidak tertentu; maka ia harus dari apa yang bisa dibatasi dengan sifat, bahwa jangka waktu ijarah diketahui, dan bahwa imbalan dalam ijarah juga diketahui.
وَالْإِجَارَةُ الصَّحِيحَةُ جَائِزَةٌ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ:
Ijarah yang sah dibolehkan dalam Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma':
قَالَ تَعَالَى: ﴿فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ﴾، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿لَوْ شِئْتَ لَتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا﴾ .
Allah Ta'ala berfirman: "Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya", dan Allah Ta'ala berfirman: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
وَقَدِ اسْتَأْجَرَ النَّبِيُّ ﷺ رَجُلًا يَدُلُّهُ الطَّرِيقَ فِي سَفَرِهِ لِلْهِجْرَةِ.
Dan Nabi ﷺ telah menyewa seorang pria untuk menunjukkan jalan dalam perjalanan hijrahnya.
وَقَدْ حَكَى ابْنُ الْمُنْذِرِ الْإِجْمَاعَ عَلَى جَوَازِهَا.
Ibnu Al-Mundzir telah menceritakan ijma' (kesepakatan ulama) tentang kebolehannya.
وَالْحَاجَةُ تَدْعُو إِلَيْهَا؛ لِأَنَّ الْحَاجَةَ إِلَى الْمَنَافِعِ كَالْحَاجَةِ إِلَى الْأَعْيَانِ.
Dan kebutuhan mendorong kepadanya; karena kebutuhan terhadap manfaat seperti kebutuhan terhadap benda.
وَيَصِحُّ اسْتِئْجَارُ الْآدَمِيِّ لِعَمَلٍ مَعْلُومٍ؛ خِيَاطَةِ ثَوْبٍ، وَبِنَاءِ جِدَارٍ، أَوْ لِيَدُلَّهُ عَلَى طَرِيقٍ؛ كَمَا ثَبَتَ فِي "صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ" عَنْ عَائِشَةَ ﵂ فِي حَدِيثِ الْهِجْرَةِ: "أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ اسْتَأْجَرَ هُوَ وَأَبُو بَكْرٍ ﵁ عَبْدَ اللهِ ابْنَ أُرَيْقِطٍ اللَّيْثِيَّ، وَكَانَ هَادِيًا خِرِّيتًا"، وَالْخِرِّيتُ هُوَ الْمَاهِرُ بِالدِّلَالَةِ.
Dan sah menyewa manusia untuk pekerjaan yang diketahui; menjahit baju, membangun dinding, atau untuk menunjukkan jalan; sebagaimana ditetapkan dalam "Shahih Al-Bukhari" dari Aisyah ﵂ dalam hadits hijrah: "Bahwa Nabi ﷺ dan Abu Bakar ﵁ menyewa Abdullah bin Uraiqith Al-Laitsi, dan dia adalah penunjuk jalan yang mahir", dan Al-Khirrit adalah orang yang mahir dalam menunjukkan jalan.
وَلَا يَجُوزُ تَأْجِيرُ الدُّورِ وَالدَّكَاكِينِ وَالْمَحَلَّاتِ لِلْمَعَاصِي؛ كَبَيْعِ الْخَمْرِ، وَبَيْعِ الْمَوَادِّ الْمُحَرَّمَةِ؛ كَبَيْعِ الدُّخَانِ وَالتَّصْوِيرِ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ إِعَانَةٌ عَلَى الْمَعْصِيَةِ.
Dan tidak boleh menyewakan rumah, toko, dan tempat untuk kemaksiatan; seperti menjual khamar, dan menjual bahan-bahan yang diharamkan; seperti menjual rokok dan gambar; karena hal itu merupakan pertolongan atas kemaksiatan.
وَيَجُوزُ لِلْمُسْتَأْجِرِ أَنْ يُؤَجِّرَ مَا اسْتَأْجَرَهُ لِآخَرَ يَقُومُ مَقَامَهُ فِي اسْتِيفَاءِ الْمَنْفَعَةِ؛ لِأَنَّهَا مَمْلُوكَةٌ لَهُ، فَجَازَ لَهُ أَنْ يَسْتَوْفِيَهَا بِنَفْسِهِ وَبِنَائِبِهِ، لَكِنْ بِشَرْطِ أَنْ يَكُونَ الْمُسْتَأْجِرُ الثَّانِي مِثْلَ الْمُسْتَأْجِرِ الْأَوَّلِ فِي اسْتِيفَاءِ الْمَنْفَعَةِ أَوْ دُونَهُ، لَا أَكْثَرَ مِنْهُ شَرًّا؛ كَمَا لَوِ اسْتَأْجَرَ دَارًا لِلسُّكْنَى؛ جَازَ أَنْ يُؤَجِّرَهَا لِغَيْرِهِ لِلسُّكْنَى أَوْ دُونَهَا، وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُؤَجِّرَهَا لِمَنْ يَجْعَلُ فِيهَا مَصْنَعًا أَوْ مَعْمَلًا.
Dan boleh bagi penyewa untuk menyewakan apa yang dia sewa kepada orang lain yang menggantikan kedudukannya dalam memenuhi manfaat; karena itu adalah miliknya, maka boleh baginya untuk memenuhinya sendiri atau dengan wakilnya, tetapi dengan syarat penyewa kedua sama dengan penyewa pertama dalam memenuhi manfaat atau lebih rendah, tidak lebih buruk darinya; seperti jika dia menyewa rumah untuk tempat tinggal; boleh menyewakannya kepada orang lain untuk tempat tinggal atau yang lebih rendah, dan tidak boleh menyewakannya kepada orang yang menjadikannya pabrik atau bengkel.
لَا تَصِحُّ الْإِجَارَةُ عَلَى أَعْمَالِ الْعِبَادَةِ وَالْقُرْبَةِ، كَالْحَجِّ، وَالْأَذَانِ؛
Tidak sah menyewa untuk pekerjaan ibadah dan pendekatan diri, seperti haji, dan adzan;
لِأَنَّ هَذِهِ الْأَعْمَالَ يُتَقَرَّبُ بِهَا إِلَى اللهِ، وَأَخْذُ الْأُجْرَةِ عَلَيْهَا يُخْرِجُهَا عَنْ ذَلِكَ وَيَجُوزُ أَخْذُ رِزْقٍ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ عَلَى الْأَعْمَالِ الَّتِي يَتَعَدَّى نَفْعُهَا؛ كَالْحَجِّ وَالْأَذَانِ وَالْإِمَامَةِ وَتَعْلِيمِ الْقُرْآنِ وَالْفِقْهِ وَالْقَضَاءِ وَالْفُتْيَا؛ لِأَنَّ ذَلِكَ لَيْسَ مُعَاوَضَةً، وَإِنَّمَا هُوَ إِعَانَةُ الطَّاعَةِ، وَلَا يُخْرِجُهُ ذَلِكَ عَنْ كَوْنِهِ قُرْبَةً، وَلَا يُخِلُّ بِالْإِخْلَاصِ.
Karena perbuatan-perbuatan ini adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan mengambil upah atas perbuatan tersebut mengeluarkannya dari tujuan itu. Diperbolehkan mengambil rezeki dari baitul mal untuk pekerjaan yang manfaatnya melampaui diri sendiri; seperti haji, adzan, imamah, mengajar Al-Qur'an, fikih, peradilan, dan fatwa; karena itu bukanlah pertukaran, melainkan bantuan untuk ketaatan, dan itu tidak mengeluarkannya dari statusnya sebagai pendekatan kepada Allah, dan tidak mengurangi keikhlasan.
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: "وَالْفُقَهَاءُ مُتَّفِقُونَ عَلَى الْفَرْقِ بَيْنَ الِاسْتِئْجَارِ عَلَى الْقُرَبِ وَبَيْنَ رِزْقِ أَهْلِهَا؛ فَرِزْقُ الْمُقَاتِلَةِ وَالْقُضَاةِ وَالْمُؤَذِّنِينَ وَالْأَئِمَّةِ جَائِزٌ بِلَا نِزَاعٍ، وَأَمَّا الِاسْتِئْجَارُ؛ فَلَا يَجُوزُ عِنْدَ أَكْثَرِهِمْ".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata: "Para fuqaha sepakat tentang perbedaan antara menyewa untuk perbuatan mendekatkan diri kepada Allah dan antara rezeki bagi orang yang melakukannya; maka rezeki bagi pejuang, hakim, muadzin, dan imam adalah boleh tanpa perselisihan, adapun menyewa; maka tidak boleh menurut mayoritas mereka".
وَقَالَ أَيْضًا: "وَمَا يُؤْخَذُ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ؛ فَلَيْسَ عِوَضًا وَأُجْرَةً، بَلْ رِزْقًا لِلْإِعَانَةِ عَلَى الطَّاعَةِ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ لِلَّهِ؛ أُثِيبَ، وَمَا يَأْخُذُهُ رِزْقٌ لِلْإِعَانَةِ عَلَى الطَّاعَةِ".
Beliau juga berkata: "Apa yang diambil dari baitul mal; bukanlah pengganti atau upah, melainkan rezeki untuk membantu dalam ketaatan, maka siapa di antara mereka yang beramal karena Allah; dia akan diberi pahala, dan apa yang dia ambil adalah rezeki untuk membantunya dalam ketaatan".
مَا يَلْزَمُ كُلًّا مِنَ الْمُؤَجِّرِ وَالْمُسْتَأْجِرِ:
Apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak yang menyewakan dan penyewa:
فَيَلْزَمُ الْمُؤَجِّرَ بَذْلُ كُلِّ مَا يَتَمَكَّنُ بِهِ الْمُسْتَأْجِرُ مِنَ الِانْتِفَاعِ بِالْمُؤَجَّرِ؛ كَإِصْلَاحِ السَّيَّارَةِ الْمُؤَجَّرَةِ وَتَهْيِئَتِهَا لِلْحَمْلِ وَالسَّيْرِ، وَعِمَارَةِ الدَّارِ الْمُؤَجَّرَةِ وَإِصْلَاحِ مَا فَسَدَ مِنْ عِمَارَتِهَا وَتَهْيِئَةِ مَرَافِقِهَا لِلِانْتِفَاعِ.
Pihak yang menyewakan wajib memberikan segala sesuatu yang memungkinkan penyewa untuk memanfaatkan objek sewa; seperti memperbaiki mobil sewaan dan mempersiapkannya untuk mengangkut dan berjalan, membangun rumah sewaan dan memperbaiki kerusakan bangunannya serta mempersiapkan fasilitasnya untuk dimanfaatkan.
وَعَلَى الْمُسْتَأْجِرِ عِنْدَمَا يَنْتَهِي أَنْ يُزِيلَ مَا حَصَلَ بِفِعْلِهِ.
Penyewa, ketika selesai, harus menghilangkan apa yang terjadi karena perbuatannya.
وَالْإِجَارَةُ عَقْدٌ لَازِمٌ مِنَ الطَّرَفَيْنِ الْمُؤَجِّرِ وَالْمُسْتَأْجِرِ لِأَنَّهَا
Ijarah adalah akad yang mengikat kedua belah pihak, yaitu yang menyewakan dan penyewa karena
نَوْعٌ مِنَ الْبَيْعِ، فَأُعْطِيَتْ حُكْمَهُ، فَلَيْسَ لِأَحَدِ الطَّرَفَيْنِ فَسْخُهَا إِلَّا بِرِضَى الْآخَرِ؛ إِلَّا إِذَا ظَهَرَ عَيْبٌ لَمْ يُعْلَمْ بِهِ الْمُسْتَأْجِرُ حَالَ الْعَقْدِ؛ فَلَهُ الْفَسْخُ.
Ini adalah jenis jual beli, maka diberikan hukumnya, maka tidak boleh bagi salah satu pihak untuk membatalkannya kecuali dengan persetujuan pihak lain; kecuali jika muncul cacat yang tidak diketahui oleh penyewa pada saat akad; maka dia berhak untuk membatalkannya.
وَيَلْزَمُ الْمُؤَجِّرَ أَنْ يُسَلِّمَ الْعَيْنَ الْمُؤَجَّرَةَ لِلْمُسْتَأْجِرِ، وَيُمَكِّنَهُ مِنَ الِانْتِفَاعِ بِهَا، فَإِنْ أَجَّرَهُ شَيْئًا وَمَنَعَهُ مِنَ الِانْتِفَاعِ بِهِ كُلَّ الْمُدَّةِ أَوْ بَعْضَهَا؛ فَلَا شَيْءَ لَهُ مِنَ الْأُجْرَةِ، أَوْ لَا يَسْتَحِقُّهَا كَامِلَةً؛ لِأَنَّهُ لَمْ يُسَلِّمْ لَهُ مَا تَنَاوَلَهُ عَقْدُ الْإِجَارَةِ، لَمْ يَسْتَحِقَّ شَيْئًا، وَإِذَا مَكَّنَ الْمُسْتَأْجِرَ مِنَ الِانْتِفَاعِ، لَكِنَّهُ تَرَكَهُ كُلَّ الْمُدَّةِ أَوْ بَعْضَهَا؛ فَعَلَيْهِ جَمِيعُ الْأُجْرَةِ؛ لِأَنَّ الْإِجَارَةَ عَقْدٌ لَازِمٌ، فَيَتَرَتَّبُ مُقْتَضَاهَا، وَهُوَ مِلْكُ الْمُؤَجِّرِ الْأَجْرَ وَمِلْكُ الْمُسْتَأْجِرِ الْمَنَافِعَ.
Pemilik sewa wajib menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa, dan memungkinkannya untuk memanfaatkannya, jika dia menyewakan sesuatu kepadanya dan melarangnya untuk memanfaatkannya selama seluruh masa sewa atau sebagiannya; maka dia tidak berhak atas sewa, atau tidak berhak atas sewa secara penuh; karena dia tidak menyerahkan kepadanya apa yang tercakup dalam akad sewa, maka dia tidak berhak atas apapun, dan jika dia memungkinkan penyewa untuk memanfaatkannya, tetapi penyewa meninggalkannya selama seluruh masa sewa atau sebagiannya; maka dia wajib membayar seluruh sewa; karena sewa adalah akad yang mengikat, maka konsekuensinya berlaku, yaitu pemilik sewa memiliki hak atas sewa dan penyewa memiliki hak atas manfaat.
وَيَنْفَسِخُ عَقْدُ الْإِجَارَةِ بِأُمُورٍ:
Akad sewa batal karena beberapa hal:
أَوَّلًا: إِذَا تَلِفَتِ الْعَيْنُ الْمُؤَجَّرَةُ: كَمَا لَوْ أَجَّرَهُ دَوَابَّهُ فَمَاتَتْ، أَوِ اسْتَأْجَرَ دَارًا فَانْهَدَمَتْ، أَوِ اكْتَرَى أَرْضًا لِزَرْعٍ فَانْقَطَعَ مَاؤُهَا.
Pertama: Jika barang yang disewakan rusak: seperti jika dia menyewakan hewan ternaknya lalu mati, atau menyewa rumah lalu roboh, atau menyewa tanah untuk ditanami lalu airnya terputus.
ثَانِيًا: وَتَنْفَسِخُ الْإِجَارَةُ أَيْضًا بِزَوَالِ الْغَرَضِ الَّذِي عُقِدَتْ مِنْ أَجْلِهِ؛ كَمَا لَوِ اسْتَأْجَرَ طَبِيبًا لِيُدَاوِيَهُ فَبَرِئَ؛ لِتَعَذُّرِ اسْتِيفَاءِ الْمَعْقُودِ عَلَيْهِ.
Kedua: Sewa juga batal dengan hilangnya tujuan yang karenanya akad sewa diadakan; seperti jika seseorang menyewa dokter untuk mengobatinya lalu sembuh; karena tidak mungkin memenuhi apa yang diperjanjikan.
وَمَنِ اسْتُؤْجِرَ لِعَمَلِ شَيْءٍ فَمَرِضَ؛ أُقِيمَ مَقَامَهُ مِنْ مَالِهِ مَنْ يَعْمَلُهُ نِيَابَةً عَنْهُ؛ إِلَّا إِذَا اشْتَرَطَ مُبَاشَرَتَهُ الْعَمَلَ بِنَفْسِهِ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ قَدْ لَا يَحْصُلُ بِعِلْمِ غَيْرِهِ؛ فَلَا يَلْزَمُ حِينَئِذٍ الْمُسْتَأْجِرَ قَبُولُ عَمَلِ غَيْرِهِ، لَكِنْ بِخَيْرٍ حِينَئِذٍ الْمُسْتَأْجِرُ بَيْنَ الصَّبْرِ وَالِانْتِظَارِ حَتَّى يَبْرَأَ الْأَجِيرُ وَبَيْنَ الْفَسْخِ لِتَعَذُّرِ وُصُولِهِ إِلَى حَقِّهِ.
Barangsiapa disewa untuk melakukan suatu pekerjaan lalu sakit; maka didirikan sebagai gantinya dari hartanya orang yang mengerjakannya sebagai wakilnya; kecuali jika disyaratkan bahwa dia harus melakukan pekerjaan itu sendiri; karena tujuan yang dimaksud mungkin tidak tercapai dengan pengetahuan orang lain; maka penyewa tidak wajib menerima pekerjaan orang lain, tetapi penyewa diberi pilihan antara bersabar dan menunggu sampai pekerja sembuh atau membatalkan karena tidak mungkin mendapatkan haknya.
وَالْأَجِيرُ عَلَى قِسْمَيْنِ:
Pekerja ada dua jenis:
خَاصٌّ وَمُشْتَرَكٌ، فَالْأَجِيرُ الْخَاصُّ هُوَ: مَنْ
Khusus dan umum, pekerja khusus adalah: orang yang
اسْتُؤْجِرَ مُدَّةً مَعْلُومَةً يَسْتَحِقُّ نَفْعَهُ فِي جُمْعِهَا لَا يُشَارِكُهُ فِيهَا أَحَدٌ. وَالْمُشْتَرَكُ هُوَ: مَنْ قَدْ نَفَعَهُ بِالْعَمَلِ وَلَا يَخْتَصُّ بِهِ وَاحِدٌ بَلْ يَتَقَبَّلُ أَعْمَالًا لِجَمَاعَةٍ فِي وَقْتٍ وَاحِدٍ.
Disewa untuk jangka waktu tertentu, ia berhak mendapatkan manfaatnya secara keseluruhan tanpa ada yang menyertainya. Sedangkan yang berserikat adalah: orang yang telah memberikan manfaat dengan pekerjaannya dan tidak terbatas pada satu orang saja, melainkan menerima pekerjaan untuk sekelompok orang dalam satu waktu.
فَالْأَجِيرُ الْخَاصُّ لَا يَضْمَنُ مَا جَنَتْ يَدُهُ خَطَأً؛ كَمَا لَوْ انْكَسَرَتِ الْآلَةُ الَّتِي يَعْمَلُ بِهَا؛ لِأَنَّهُ نَائِبٌ عَنِ الْمَالِكِ، لَمْ يَضْمَنْ؛ كَالْوَكِيلِ، وَإِنْ تَعَدَّى أَوْ فَرَّطَ؛ ضَمِنَ مَا تَلِفَ.
Pekerja khusus tidak bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan tangannya; seperti jika alat yang digunakannya rusak; karena dia adalah wakil dari pemilik, dia tidak bertanggung jawab; seperti wakil, dan jika dia melampaui batas atau lalai; dia bertanggung jawab atas apa yang rusak.
أَمَّا الْأَجِيرُ الْمُشْتَرَكُ؛ فَإِنَّهُ يَضْمَنُ مَا تَلِفَ بِفِعْلِهِ؛ لِأَنَّهُ لَا يَسْتَحِقُّ إِلَّا بِالْعَمَلِ؛ فَعَمَلُهُ مَضْمُونٌ عَلَيْهِ، وَمَا تَوَلَّدَ عَنِ الْمَضْمُونِ فَهُوَ مَضْمُونٌ.
Adapun pekerja bersama; maka dia bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh perbuatannya; karena dia tidak berhak kecuali dengan bekerja; maka pekerjaannya dijamin atasnya, dan apa yang terlahir dari jaminan maka ia juga dijamin.
وَتَجِبُ أُجْرَةُ الْأَجِيرِ بِالْعَقْدِ، وَلَا يَمْلِكُ الْمُطَالَبَةَ بِهَا إِلَّا بَعْدَمَا يُسَلِّمُ الْعَمَلَ الَّذِي فِي ذِمَّتِهِ، أَوْ اسْتِيفَاءَ الْمَنْفَعَةِ، أَوْ تَسْلِيمَ الْعَيْنِ الْمُؤَجَّرَةِ وَمُضِيَّ الْمُدَّةِ مَعَ عَدَمِ الْمَانِعِ؛ لِأَنَّ الْأَجِيرَ إِنَّمَا يُوفَى أَجْرَهُ إِذَا قَضَى عَمَلَهُ أَمْ مَا فِي حُكْمِهِ، وَلِأَنَّ الْأُجْرَةَ عِوَضٌ؛ فَلَا تُسْتَحَقُّ إِلَّا بِتَسَلُّمِ الْمُعَوَّضِ.
Upah pekerja wajib dibayarkan dengan akad, dan dia tidak berhak menuntutnya kecuali setelah menyerahkan pekerjaan yang menjadi tanggungannya, atau setelah memenuhi manfaat, atau menyerahkan barang yang disewakan dan berlalunya masa sewa tanpa ada penghalang; karena pekerja hanya dibayar upahnya jika telah menyelesaikan pekerjaannya atau apa yang dihukumi seperti itu, dan karena upah adalah ganti rugi; maka tidak berhak diterima kecuali dengan menerima ganti rugi.
هَذَا، وَيَجِبُ عَلَى الْأَجِيرِ إِتْقَانُ الْعَمَلِ وَإِتْمَامُهُ، وَيَحْرُمُ عَلَيْهِ الْغِشُّ فِي الْعَمَلِ وَالْخِيَانَةُ فِيهِ، كَمَا عَلَيْ أَيْضًا مُوَاصَلَةُ الْعَمَلِ فِي الْمُدَّةِ الَّتِي اسْتُؤْجِرَ فِيهَا، وَلَا يُفَوِّتُ شَيْئًا مِنْهَا بِغَيْرِ عَمَلٍ، وَأَنْ يَتَّقِيَ اللَّهَ أَدَاءَ مَا عَلَيْهِ.
Selain itu, pekerja wajib menyempurnakan pekerjaan dan menyelesaikannya, dan haram baginya menipu dalam pekerjaan dan berkhianat di dalamnya, sebagaimana juga wajib baginya melanjutkan pekerjaan pada masa yang telah disepakati, dan tidak boleh melewatkan sesuatu darinya tanpa bekerja, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam menunaikan kewajibannya.
وَيَجِبُ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ إِعْطَاءُ أُجْرَتِهِ كَامِلَةً عِنْدَمَا يُنْهِي عَمَلَهُ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "أَعْطُوا الْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ".
Penyewa wajib memberikan upahnya secara penuh ketika dia menyelesaikan pekerjaannya; berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering".
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
Dari Abu Hurairah
عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، قَالَ: " قَالَ اللهُ تَعَالَى: ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَتَهُ: رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا، فَاسْتَوْفَى مِنْهُ الْعَمَلَ، وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ"، رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُهُ.
Dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: Ada tiga orang yang Aku akan menjadi musuh mereka pada hari kiamat, dan barangsiapa yang Aku musuhi: Seseorang yang memberi dengan nama-Ku kemudian berkhianat, seseorang yang menjual orang merdeka lalu memakan harganya, dan seseorang yang mempekerjakan seorang pekerja, lalu ia memenuhi pekerjaannya, namun tidak memberikan upahnya", diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan lainnya.
فَعَمَلُ الْأَجِيرِ أَمَانَةٌ فِي ذِمَّتِهِ، يَجِبُ عَلَيْهِ مُرَاعَاتُهَا بِإِتْقَانِ الْعَمَلِ وَإِتْمَامِهِ وَالنُّصْحِ فِيهِ، وَأَجْرُ الْأَجِيرِ دَيْنٌ فِي ذِمَّةِ الْمُسْتَأْجِرِ، وَحَقٌّ وَاجِبٌ عَلَيْهِ، يَجِبُ عَلَيْهِ أَدَاؤُهُ مِنْ غَيْرِ مُمَاطَلَةٍ وَلَا نَقْصٍ. وَاللهُ تَعَالَى أَعْلَمُ
Pekerjaan seorang pekerja adalah amanah yang menjadi tanggungannya, ia wajib memperhatikannya dengan menyempurnakan pekerjaan, menyelesaikannya, dan memberikan nasihat dalam pekerjaannya. Upah pekerja adalah hutang yang menjadi tanggungan pemberi kerja, dan hak yang wajib atasnya, ia wajib menunaikannya tanpa penundaan atau pengurangan. Dan Allah Ta'ala Maha Mengetahui
بَابٌ فِي أَحْكَامِ السَّبْقِ
أَبْوَابٌ
Bab-bab
بَابٌ فِي أَحْكَامِ السَّبْقِ
Bab tentang hukum-hukum perlombaan
الْمُسَابَقَةُ: هِيَ الْمُجَارَاةُ بَيْنَ حَيَوَانٍ وَغَيْرِهِ، وَكَذَا الْمُسَابَقَةُ بِالسِّهَامِ.
Perlombaan: yaitu adu cepat antara hewan dan selainnya, dan juga perlombaan memanah.
وَهِيَ جَائِزَةٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ:
Dan perlombaan itu dibolehkan berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma':
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ﴾، قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "أَلَا إِنَّ الْقُوَّةَ الرَّمْيُ"، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّا ذَهَبْنَا نَسْتَبِقُ﴾؛ أَيْ: نَتَرَامَى بِالسِّهَامِ، أَوْ نَتَجَارَى عَلَى الْأَقْدَامِ.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan", Nabi ﷺ bersabda: "Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah", dan Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya kami pergi berlomba"; yaitu: kami saling memanah, atau kami berlomba lari.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوعًا: "لَا سَبْقَ إِلَّا خُفٌّ أَوْ نَصْلٌ أَوْ حَافِرٌ"، رَوَاهُ الْخَمْسَةُ؛ فَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ السِّبَاقِ عَلَى جُعْلٍ
Dari Abu Hurairah secara marfu': "Tidak ada hadiah perlombaan kecuali pada unta, panah, atau kuda", diriwayatkan oleh lima (imam); maka hadits ini menjadi dalil atas bolehnya perlombaan dengan hadiah
وَقَدْ حَكَى الْإِجْمَاعَ عَلَى جَوَازِهِ فِي الْجُمْلَةِ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ.
Dan telah menceritakan ijma' atas kebolehannya secara umum oleh lebih dari satu orang dari kalangan ahli ilmu.
وَقَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: "السِّبَاقُ بِالْخَيْلِ وَالرَّمْيُ بِالنَّبْلِ وَنَحْوُهُ مِنْ آلَاتِ الْحَرْبِ مِمَّا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ وَرَسُولُهُ مِمَّا يُعِينُ عَلَى الْجِهَادِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata: "Perlombaan dengan kuda, memanah dengan panah, dan sejenisnya dari peralatan perang adalah sesuatu yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan yang membantu dalam jihad di jalan Allah."
وَقَالَ أَيْضًا: " السَّبْقُ وَالصِّرَاعُ وَنَحْوُهُمَا طَاعَةٌ إِذَا قُصِدَ بِهِ نُصْرَةُ الْإِسْلَامِ، وَأَخْذُ السَّبْقِ [أَيْ: الْعِوَضُ عَلَيْهِ] أَخْذٌ بِالْحَقِّ، وَيَجُوزُ اللَّعِبُ بِمَا قَدْ يَكُونُ فِيهِ مَصْلَحَةٌ بِلَا مَضَرَّةٍ، وَيُكْرَهُ لَعِبُهُ بِأُرْجُوحَةٍ".
Beliau juga berkata: "Perlombaan dan gulat serta sejenisnya adalah ketaatan jika dimaksudkan untuk menolong Islam, dan mengambil hadiah [yaitu: imbalan atasnya] adalah mengambil dengan hak, dan boleh bermain dengan apa yang mungkin ada maslahat di dalamnya tanpa mudarat, dan dimakruhkan bermain dengan ayunan."
وَقَالَ الشَّيْخُ: "وَمَا أَلْهَى وَشَغَلَ عَمَّا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ؛ فَهُوَ مَنْهِيٌّ عَنْهُ، وَإِنْ لَمْ يُحَرَّمْ جِنْسُهُ؛ كَالْبَيْعِ، وَالتِّجَارَةِ، وَأَمَّا سَائِرُ مَا يَتَلَهَّى بِهِ الْبَطَّالُونَ مِنْ أَنْوَاعِ اللَّهْوِ وَسَائِرِ ضُرُوبٍ مِمَّا لَا يُسْتَعَانُ بِهِ فِي حَقٍّ شَرْعِيٍّ؛ فَكُلُّهُ حَرَامٌ" انْتَهَى.
Syaikh berkata: "Dan apa yang melalaikan dan menyibukkan dari apa yang Allah perintahkan, maka itu dilarang, meskipun jenisnya tidak diharamkan; seperti jual beli dan perdagangan. Adapun seluruh apa yang dilakukan oleh orang-orang yang sia-sia dari berbagai jenis permainan dan seluruh macam yang tidak digunakan dalam hak syar'i, maka semuanya haram." Selesai.
وَقَدِ اعْتَنَى الْعُلَمَاءُ بِهَذَا الْبَابِ، وَسَمَّوْهُ بَابَ الْفُرُوسِيَّةِ، وَصَنَّفُوا فِيهِ الْمُصَنَّفَاتِ الْمَشْهُورَةَ.
Para ulama telah memperhatikan bab ini, dan mereka menamakannya bab keterampilan berkuda, dan mereka menyusun karya-karya yang terkenal di dalamnya.
وَالْفُرُوسِيَّةُ أَرْبَعَةُ أَنْوَاعٍ:
Keterampilan berkuda ada empat jenis:
أَحَدُهَا: رُكُوبُ الْخَيْلِ وَالْكَرُّ وَالْفَرُّ بِهَا.
Pertama: Menunggang kuda, menyerang dan melarikan diri dengannya.
وَالثَّانِي: الرَّمْيُ بِالْقَوْسِ وَالْآلَاتِ الْمُسْتَعْمَلَةِ فِي كُلِّ زَمَانٍ بِحَسَبِهِ.
Kedua: Memanah dengan busur dan alat-alat yang digunakan pada setiap zaman sesuai keadaannya.
وَالثَّالِثُ: الْمُطَاعَنَةُ بِالرِّمَاحِ.
Ketiga: Menusuk dengan tombak.
الرَّابِعُ: الْمُدَاوَرَةُ بِالسُّيُوفِ.
Keempat: Berputar-putar dengan pedang.
وَمَنِ اسْتَكْمَلَ الْأَنْوَاعَ الْأَرْبَعَةَ؛ اسْتَكْمَلَ الْفُرُوسِيَّةَ.
Barangsiapa menyempurnakan keempat jenis tersebut, maka ia telah menyempurnakan keterampilan berkuda.
وَيَجُوزُ السِّبَاقُ عَلَى الْأَقْدَامِ وَسَائِرِ الْحَيَوَانَاتِ وَالْمَرَاكِبِ.
Perlombaan lari, hewan, dan kendaraan diperbolehkan.
قَالَ الْإِمَامُ الْقُرْطُبِيُّ ﵀: "لَا خِلَافَ فِي جَوَازِ الْمُسَابَقَةِ عَلَى الْخَيْلِ وَغَيْرِهَا مِنَ الدَّوَابِّ، وَعَلَى الْأَقْدَامِ وَكَذَا التَّرَامِي بِالسِّهَامِ وَاسْتِعْمَالِ الْأَسْلِحَةِ؛ لِمَا فِي ذَلِكَ مِنَ التَّدَرُّبِ عَلَى الْحَرْبِ" انْتَهَى.
Imam al-Qurthubi ﵀ berkata: "Tidak ada perbedaan pendapat tentang diperbolehkannya perlombaan kuda dan hewan lainnya, serta lari, memanah, dan menggunakan senjata; karena hal itu merupakan latihan untuk perang." Selesai.
وَقَدْ سَابَقَ النَّبِيُّ ﷺ عَائِشَةَ ﵂، وَصَارَعَ رُكَانَةَ فَصَرَعَهُ، وَسَابَقَ سَلَمَةُ بْنُ الْأَكْوَعِ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.
Nabi ﷺ pernah berlomba lari dengan Aisyah ﵂, bergulat dengan Rukanah dan mengalahkannya, dan Salamah bin al-Akwa' berlomba lari dengan seorang Anshar di hadapan Rasulullah ﷺ.
وَلَا تَجُوزُ الْمُسَابَقَةُ عَلَى عِوَضٍ؛ إِلَّا فِي الْمُسَابَقَةِ عَلَى الْإِبِلِ وَالْخَيْلِ وَالسِّهَامِ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "لَا سَبَقَ إِلَّا فِي نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ"، رَوَاهُ الْخَمْسَةُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ.
Perlombaan dengan hadiah tidak diperbolehkan; kecuali perlombaan unta, kuda, dan panah; berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Tidak ada hadiah kecuali pada anak panah, unta, atau kuda", diriwayatkan oleh lima imam dari Abu Hurairah.
أَيْ: لَا يَجُوزُ أَخْذُ الْجُعْلِ عَلَى السَّبْقِ إِلَّا إِذَا كَانَتِ الْمُسَابَقَةُ عَلَى الْإِبِلِ أَوِ الْخَيْلِ أَوِ السِّهَامِ؛ لِأَنَّ تِلْكَ مِنْ آلَاتِ الْحَرْبِ الْمَأْمُورِ بِتَعَلُّمِهَا وَإِحْكَامِهَا.
Artinya: Tidak boleh mengambil hadiah atas perlombaan kecuali jika perlombaan itu pada unta, kuda, atau panah; karena itu termasuk alat-alat perang yang diperintahkan untuk dipelajari dan dikuasai.
وَمَفْهُومُ الْحَدِيثِ: أَنَّهُ يَجُوزُ أَخْذُ الْعِوَضِ عَنِ الْمُسَابَقَةِ فِيمَا سِوَاهَا، وَقِيلَ: إِنَّ الْحَدِيثَ يَحْتَمِلُ أَنْ يُرَادَ بِهِ أَنَّ أَحَقَّ مَا بُذِلَ فِيهِ السَّبْقُ هَذِهِ الثَّلَاثَةُ؛ لِكَمَالِ نَفْعِهَا وَعُمُومِ مَصْلَحَتِهَا، فَيَدْخُلُ فِيهَا كُلُّ مُغَالَبَةٍ جَائِزَةٍ يُنْفَعُ بِهَا فِي الدِّينِ؛ لِقِصَّةِ رُكَانَةَ وَأَبِي بَكْرٍ.
Makna tersirat dari hadits: bahwa boleh mengambil hadiah atas perlombaan selain itu, dan dikatakan: bahwa hadits itu mengandung kemungkinan bahwa yang dimaksud adalah bahwa yang paling berhak diberikan hadiah adalah tiga ini; karena sempurnanya manfaat dan luasnya maslahatnya, maka termasuk di dalamnya setiap perlombaan yang diperbolehkan yang bermanfaat dalam agama; berdasarkan kisah Rukanah dan Abu Bakar.
وَقَالَ الإِمَامُ ابْنُ القَيِّمِ: "الرِّهَانُ عَلَى مَا فِيهِ ظُهُورُ الإِسْلَامِ وَدَلَالَتُهُ وَبَرَاهِينُهُ مِنْ أَحَقِّ الحَقِّ وَأَوْلَى بِالجَوَازِ مِنَ الرِّهَانِ عَلَى النِّضَالِ وَسَبْقِ الخَيْلِ" انْتَهَى.
Imam Ibnu Qayyim berkata: "Taruhan pada apa yang di dalamnya terdapat kemunculan Islam, petunjuk-petunjuknya, dan bukti-buktinya adalah hak yang paling benar dan lebih utama untuk diperbolehkan daripada taruhan pada pertandingan memanah dan pacuan kuda." Selesai.
وَيُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ المُسَابَقَةِ خَمْسَةُ شُرُوطٍ:
Dan disyaratkan untuk sahnya perlombaan ada lima syarat:
الشَّرْطُ الأَوَّلُ: تَعْيِينُ المَرْكُوبَيْنِ فِي المُسَابَقَةِ بِالرُّؤْيَةِ.
Syarat pertama: Menentukan dua kendaraan dalam perlombaan dengan melihatnya.
الشَّرْطُ الثَّانِي: اتِّحَادُ المَرْكُوبَيْنِ فِي النَّوْعِ، وَتَعْيِينُ الرُّمَاةِ؛ لِأَنَّ القَصْدَ مَعْرِفَةُ حَذْقِهِمْ وَمَهَارَتِهِمْ فِي الرَّمْيِ.
Syarat kedua: Kesamaan jenis dua kendaraan, dan menentukan para pemanah; karena tujuannya adalah mengetahui keahlian dan keterampilan mereka dalam memanah.
الشَّرْطُ الثَّالِثُ: تَحْدِيدُ المَسَافَةِ؛ لِيُعْلَمَ السَّابِقُ وَالمُصِيبُ، وَذَلِكَ بِأَنْ يَكُونَ لِابْتِدَائِهَا وَنِهَايَتِهَا حَدٌّ لَا يَخْتَلِفَانِ فِيهِ؛ لِأَنَّ الغَرَضَ الأَسْبَقُ، وَلَا يَحْصُلُ إِلَّا بِالتَّسَاوِي فِي الغَايَةِ.
Syarat ketiga: Menentukan jarak; agar diketahui yang lebih dulu dan yang tepat sasaran, yaitu dengan menjadikan permulaan dan akhirnya memiliki batas yang tidak diperselisihkan; karena targetnya adalah yang paling cepat, dan itu tidak terwujud kecuali dengan kesetaraan dalam tujuan.
وَالشَّرْطُ الرَّابِعُ: أَنْ يَكُونَ العِوَضُ مَعْلُومًا مُبَاحًا.
Dan syarat keempat: Hendaknya imbalan itu diketahui dan diperbolehkan.
وَالشَّرْطُ الخَامِسُ: الخُرُوجُ عَنْ شِبْهِ القِمَارِ؛ بِأَنْ يَكُونَ العِوَضُ مِنْ غَيْرِ المُتَسَابِقِينَ، أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا فَقَطْ.
Dan syarat kelima: Keluar dari kemiripan judi; yaitu hendaknya imbalan itu dari selain peserta lomba, atau dari salah satu dari mereka saja.
فَإِنْ كَانَ العِوَضُ مِنَ المُتَسَابِقِينَ؛ فَهُوَ مَحَلُّ خِلَافٍ: هَلْ يَجُوزُ، أَوْ لَا يَجُوزُ إِلَّا بِمُحَلِّلٍ وَهُوَ الدَّخِيلُ الَّذِي يَكُونُ شَرِيكًا فِي الرِّبْحِ بَرِيئًا مِنَ الخُسْرَانِ، وَاخْتَارَ شَيْخُ الإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀ عَدَمَ اشْتِرَاطِ المُحَلِّلِ، وَقَالَ: "عَدَمُ المُحَلِّلِ أَوْلَى وَأَقْرَبُ إِلَى العَدْلِ مِنْ كَوْنِ السَّبْقِ مِنْ أَحَدِهِمَا، وَأَبْلَغُ فِي حُصُولِ مَقْصُودِ
Jika imbalan itu dari para peserta lomba; maka itu adalah tempat perselisihan: Apakah boleh, ataukah tidak boleh kecuali dengan adanya muhallil yaitu orang yang masuk menjadi peserta yang menjadi mitra dalam keuntungan dan terbebas dari kerugian, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ memilih tidak mensyaratkan adanya muhallil, dan beliau berkata: "Ketiadaan muhallil itu lebih utama dan lebih dekat kepada keadilan daripada hadiah itu dari salah satu dari mereka, dan lebih sempurna dalam mewujudkan maksud
كُلٌّ مِنْهُمَا، وَهُوَ بَيَانُ عَجْزِ الْآخَرِ، وَأَكْلُ الْمَالِ بِهَذَا أَكْلُ حَقٍّ ... " إِلَى أَنْ قَالَ: " وَمَا عَلِمْتُ مِنَ الصَّحَابَةِ مَنِ اشْتَرَطَ الْمُحَلِّلَ، وَإِنَّمَا هُوَ مَعْرُوفٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ، وَعَنْهُ تَلَقَّاهُ النَّاسُ" انْتَهَى.
Masing-masing dari mereka, dan itu adalah pernyataan ketidakmampuan yang lain, dan memakan harta dengan cara ini adalah memakan hak ... " sampai ia berkata: " Dan aku tidak mengetahui dari para sahabat siapa yang mensyaratkan al-muḥallil, dan itu hanya dikenal dari Sa'id bin al-Musayyib, dan darinya orang-orang menerimanya" selesai.
وَمِمَّا سَبَقَ يَتَبَيَّنُ أَنَّ الْمُسَابَقَةَ الْمُبَاحَةَ عَلَى نَوْعَيْنِ:
Dari apa yang telah lalu, jelaslah bahwa perlombaan yang diperbolehkan ada dua jenis:
النَّوْعُ الْأَوَّلُ: مَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مَصْلَحَةٌ شَرْعِيَّةٌ؛ كَالتَّدَرُّبِ عَلَى الْجِهَادِ، وَالتَّدَرُّبِ عَلَى مَسَائِلِ الْعِلْمِ.
Jenis pertama: apa yang menghasilkan kemaslahatan syar'i; seperti berlatih untuk jihad, dan berlatih masalah-masalah ilmu.
النَّوْعُ الثَّانِي: مَا كَانَ الْمَقْصُودُ مِنْهُ اللَّعِبُ الَّذِي لَا مَضَرَّةَ فِيهِ.
Jenis kedua: apa yang dimaksudkan darinya adalah permainan yang tidak ada mudharat di dalamnya.
فَالنَّوْعُ الْأَوَّلُ هُوَ الَّذِي يَجُوزُ أَخْذُ الْعِوَضِ عَلَيْهِ بِشُرُوطِهِ السَّابِقَةِ.
Jenis pertama adalah yang boleh mengambil imbalan atasnya dengan syarat-syarat sebelumnya.
وَالنَّوْعُ الثَّانِي مُبَاحٌ؛ بِشَرْطِ: أَنْ لَا يَشْغَلَ عَنْ وَاجِبٍ أَوْ يُلْهِيَ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ.
Dan jenis kedua diperbolehkan; dengan syarat: tidak menyibukkan dari kewajiban atau melalaikan dari dzikir kepada Allah dan dari shalat.
وَهَذَا النَّوْعُ لَا يَجُوزُ أَخْذُ الْعِوَضِ عَلَيْهِ.
Dan jenis ini tidak boleh mengambil imbalan atasnya.
وَقَدْ تَوَسَّعَ النَّاسُ الْيَوْمَ فِي هَذَا النَّوْعِ الْأَخِيرِ، وَأَنْفَذُوا فِيهِ مِنَ الْأَوْقَاتِ وَالْأَمْوَالِ، وَهُوَ مِمَّا لَا فَائِدَةَ لِلْمُسْلِمِينَ فِيهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
Dan orang-orang telah memperluas jenis terakhir ini pada hari ini, dan mereka menghabiskan waktu dan harta di dalamnya, dan itu adalah sesuatu yang tidak ada manfaatnya bagi kaum muslimin, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْعَارِيَةِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْعَارِيَةِ
Bab tentang hukum-hukum pinjaman
قَدْ عَرَّفَ الْفُقَهَاءُ ﵏ الْعَارِيَةَ بِأَنَّهَا: إِبَاحَةُ نَفْعِ عَيْنٍ يُبَاحُ الِانْتِفَاعُ بِهَا وَتَبْقَى بَعْدَ اسْتِيفَاءِ الْمَنْفَعَةِ لِيَرُدَّهَا إِلَى مَالِكِهَا.
Para fuqaha telah mendefinisikan \"'aariyah\" sebagai: membolehkan manfaat dari suatu benda yang boleh diambil manfaatnya dan tetap ada setelah mengambil manfaatnya untuk dikembalikan kepada pemiliknya.
فَخَرَجَ بِهَذَا التَّعْرِيفِ: مَا لَا يُبَاحُ الِانْتِفَاعُ بِهِ؛ فَلَا تَحِلُّ إِعَارَتُهُ.
Maka yang keluar dari definisi ini adalah: apa yang tidak diperbolehkan untuk diambil manfaatnya; maka tidak halal meminjamkannya.
وَخَرَجَ بِهِ أَيْضًا: مَا لَا يُمْكِنُ الِانْتِفَاعُ بِهِ إِلَّا مَعَ تَلَفِ عَيْنِهِ؛ كَالْأَطْعِمَةِ وَالْأَشْرِبَةِ.
Dan juga keluar darinya: apa yang tidak mungkin diambil manfaatnya kecuali dengan rusaknya benda itu; seperti makanan dan minuman.
وَالْعَارِيَةُ مَشْرُوعَةٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ:
Dan pinjaman disyariatkan berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma':
قَالَ تَعَالَى: ﴿وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ﴾؛ أَيْ: الْمَتَاعَ يَتَعَاطَاهُ النَّاسُ بَيْنَهُمْ.
Allah Ta'ala berfirman: \"Dan enggan (menolong dengan) barang berguna\"; yaitu: barang yang digunakan orang-orang di antara mereka.
فَذَمَّ الَّذِينَ يَمْنَعُونَ مِمَّنْ يَحْتَاجُ إِلَى اسْتِعَارَتِهِ.
Maka Dia mencela orang-orang yang menahan dari orang yang membutuhkan untuk meminjamnya.
وَقَدِ اسْتَدَلَّ بِهَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ مَنْ يَرَى وُجُوبَ الْإِعَارَةِ، وَهُوَ اخْتِيَارُ شَيْخِ الْإِسْلَامِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ ﵀ إِذَا كَانَ الْمَالِكُ غَنِيًّا.
Dan telah menggunakan ayat yang mulia ini sebagai dalil orang yang berpendapat wajibnya meminjamkan, dan itu adalah pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ jika pemiliknya kaya.
وَاسْتَعَارَ النَّبِيُّ ﷺ فَرَسًا لِأَبِي طَلْحَةَ، وَاسْتَعَارَ ﷺ مِنْ
Dan Nabi ﷺ meminjam kuda dari Abu Thalhah, dan beliau ﷺ meminjam dari
صَفْوَانُ بْنُ أُمَيَّةَ أَدْرَاعًا.
Shafwan bin Umayyah baju besi.
وَبَذْلُ الْعَارِيَةِ لِلْمُحْتَاجِ إِلَيْهَا قُرْبَةٌ بِهَا الْمُعِيرُ ثَوَابًا جَزِيلًا؛ لِأَنَّهَا تَدْخُلُ فِي عُمُومِ التَّعَاوُنِ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى.
Dan memberikan pinjaman kepada yang membutuhkannya adalah pendekatan di mana pemberi pinjaman mendapat pahala yang besar; karena itu termasuk dalam keumuman tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
وَيُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الْإِعَارَةِ أَرْبَعَةُ شُرُوطٍ:
Dan disyaratkan untuk sahnya pinjaman empat syarat:
أَحَدُهَا: أَهْلِيَّةُ الْمُعِيرِ لِلتَّبَرُّعِ؛ لِأَنَّ الْإِعَارَةَ فِيهَا نَوْعٌ مِنَ التَّبَرُّعِ؛ فَلَا تَصِحُّ مِنْ غَيْرِ وَلِيٍّ وَلَا مَجْنُونٍ وَسَفِيهٍ.
Pertama: Kelayakan pemberi pinjaman untuk menyumbang; karena pinjaman di dalamnya ada semacam sumbangan; maka tidak sah dari selain wali, orang gila, dan orang bodoh.
الشَّرْطُ الثَّانِي: أَهْلِيَّةُ الْمُسْتَعِيرِ لِلتَّبَرُّعِ لَهُ؛ بِأَنْ يَصِحَّ مِنْهُ الْقَبُولُ.
Syarat kedua: Kelayakan peminjam untuk diberi sumbangan; dengan sahnya penerimaan darinya.
الشَّرْطُ الثَّالِثُ: كَوْنُ نَفْعِ الْعَيْنِ الْمُعَارَةِ مُبَاحًا؛ فَلَا تُبَاحُ إِعَارَةُ عَبْدٍ مُسْلِمٍ لِكَافِرٍ وَلَا صَيْدٍ وَنَحْوِهِ لِمُحْرِمٍ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ﴾ .
Syarat ketiga: Manfaat barang yang dipinjamkan harus diperbolehkan; maka tidak boleh meminjamkan budak Muslim kepada orang kafir, atau hewan buruan dan sejenisnya kepada orang yang sedang berihram; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan".
الشَّرْطُ الرَّابِعُ: كَوْنُ الْعَيْنِ الْمُعَارَةِ مِمَّا يُمْكِنُ الِانْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَائِهِ كَمَا سَبَقَ.
Syarat keempat: Barang yang dipinjamkan harus bisa dimanfaatkan dengan tetap ada seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
وَلِلْمُعِيرِ اسْتِرْجَاعُ الْعَارِيَةِ مَتَى شَاءَ إِلَّا إِذَا تَرَتَّبَ عَلَى ذَلِكَ الْإِضْرَارُ بِالْمُسْتَعْسِرِ؛ كَمَا لَوْ أَذِنَ لَهُ بِشَغْلِهِ بِشَيْءٍ يَتَضَرَّرُ الْمُسْتَعِيرُ إِذَا اسْتُرْجِعَتِ الْعَارِيَةُ؛ كَمَا لَوْ أَعَارَهُ سَفِينَةً لِحَمْلِ مَتَاعِهِ؛ فَلَيْسَ لَهُ الرُّجُوعُ مَا دَامَتْ فِي الْبَحْرِ، وَكَمَا لَوْ أَعَارَهُ حَائِطًا لِيَضَعَ عَلَيْهِ أَطْرَافَ خَشَبِهِ؛ فَلَيْسَ لَهُ الرُّجُوعُ فِي الْحَائِطِ مَا دَامَ عَلَيْهِ أَطْرَافُ الْخَشَبِ.
Pemberi pinjaman boleh meminta kembali pinjaman kapan saja ia mau, kecuali jika hal itu membahayakan peminjam yang kesulitan; seperti jika ia mengizinkannya untuk menyibukkan diri dengan sesuatu yang membahayakan peminjam jika pinjaman itu dikembalikan; seperti jika ia meminjamkan kapal untuk membawa barangnya; maka ia tidak boleh kembali selama masih di laut, dan seperti jika ia meminjamkan dinding untuk meletakkan ujung-ujung kayunya di atasnya; maka ia tidak boleh kembali ke dinding selama ujung-ujung kayu masih ada di atasnya.
وَيَجِبُ عَلَى الْمُسْتَعِيرِ: الْمُحَافَظَةُ عَلَى الْعَارِيَةِ أَشَدَّ مِمَّا يُحَافِظُ عَلَى مَالِهِ؛ لِيَرُدَّهَا سَلِيمَةً إِلَى صَاحِبِهَا؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ
Peminjam wajib: Menjaga pinjaman lebih ketat daripada menjaga hartanya sendiri; agar ia mengembalikannya dengan selamat kepada pemiliknya; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ﴾؛ فَدَلَّتِ الآيَةُ عَلَى وُجُوبِ رَدِّ الأَمَانَاتِ، وَمِنْهَا العَارِيَةُ.
Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat"; maka ayat ini menunjukkan kewajiban mengembalikan amanat, termasuk di dalamnya pinjaman.
وَقَالَ ﷺ: "عَلَى اليَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ"، وَقَالَ ﷺ: "أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ".
Dan Nabi ﷺ bersabda: "Tangan bertanggung jawab atas apa yang diambilnya sampai dia menunaikannya", dan beliau ﷺ bersabda: "Tunaikanlah amanat kepada orang yang mempercayakan kepadamu".
فَدَلَّتْ هَذِهِ النُّصُوصُ عَلَى وُجُوبِ المُحَافَظَةِ عَلَى مَا يُؤْتَمَنُ عَلَيْهِ الإِنْسَانُ، وَعَلَى وُجُوبِ رَدِّهِ إِلَى صَاحِبِهِ سَالِمًا، وَتَدْخُلُ فِي هَذَا العُمُومِ العَارِيَةُ؛ لأَنَّ المُسْتَعِيرَ مُؤْتَمَنٌ عَلَيْهَا، وَمَطْلُوبَةٌ مِنْهُ، وَهُوَ إِنَّمَا أُبِيحَ لَهُ الانْتِفَاعُ بِهَا فِي حُدُودِ مَا جَرَى بِهِ العُرْفُ؛ فَلاَ يَجُوزُ لَهُ أَنْ يُسْرِفَ فِي اسْتِعْمَالِهَا إِسْرَافًا يُؤَدِّي إِلَى تَلَفِهَا، وَلاَ أَنْ يَسْتَعْمِلَهَا فِيمَا لاَ يَصْلُحُ اسْتِعْمَالُهَا فِيهِ؛ لأَنَّ صَاحِبَهَا لَمْ يَأْذَنْ لَهُ بِذَلِكَ، وَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿هَلْ جَزَاءُ الإِحْسَانِ إِلاَّ الإِحْسَانُ﴾ .
Teks-teks ini menunjukkan kewajiban menjaga apa yang dipercayakan kepada seseorang, dan kewajiban mengembalikannya kepada pemiliknya dalam keadaan utuh, dan termasuk dalam keumuman ini adalah pinjaman; karena peminjam adalah orang yang dipercaya atasnya, dan dituntut darinya, dan dia hanya diizinkan untuk memanfaatkannya dalam batas-batas yang berlaku menurut kebiasaan; maka tidak boleh baginya untuk berlebihan dalam menggunakannya secara berlebihan yang menyebabkan kerusakannya, dan tidak boleh menggunakannya dalam hal yang tidak layak untuk digunakan; karena pemiliknya tidak mengizinkannya untuk itu, dan Allah Ta'ala telah berfirman: "Tidak ada balasan untuk kebaikan kecuali kebaikan (pula)".
فَإِنِ اسْتَعْمَلَهَا فِي غَيْرِ مَا اسْتُعِيرَتْ لَهُ فَتَلِفَتْ؛ وَجَبَ عَلَيْهِ ضَمَانُهَا؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "عَلَى اليَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ"، رَوَاهُ الخَمْسَةُ، وَصَحَّحَهُ الحَاكِمُ؛ فَدَلَّ عَلَى وُجُوبِ رَدِّ قَبْضِهِ المَرْءُ وَهُوَ مِلْكٌ لِغَيْرِهِ، وَلاَ يَبْرَأُ إِلاَّ بِمَصِيرِهِ إِلَى مَالِكِهِ أَوْ مَنْ يَقُومُ مَقَامَهُ.
Jika dia menggunakannya untuk selain apa yang dipinjamkan dan rusak; maka dia wajib menggantinya; karena sabda Nabi ﷺ: "Tangan bertanggung jawab atas apa yang diambilnya sampai dia menunaikannya", diriwayatkan oleh lima (imam hadits), dan dinyatakan sahih oleh Al-Hakim; maka ini menunjukkan kewajiban mengembalikan apa yang dipegang oleh seseorang yang merupakan milik orang lain, dan dia tidak terbebas kecuali dengan menyerahkannya kepada pemiliknya atau orang yang menggantikan posisinya.
وَإِنْ تَلِفَتْ فِي انْتِفَاعٍ بِهَا بِالمَعْرُوفِ؛ لَمْ يَضْمَنْهَا المُسْتَعِيرُ؛ لأَنَّ المُعِيرَ قَدْ أَذِنَ فِي هَذَا الاسْتِعْمَالِ، وَمَا تَرَتَّبَ عَلَى المَأْذُونِ؛ فَهُوَ غَيْرُ مَضْمُونٍ.
Jika barang pinjaman rusak saat digunakan secara wajar; maka peminjam tidak bertanggung jawab atas kerusakannya; karena pemberi pinjaman telah mengizinkan penggunaan ini, dan apa yang terjadi pada sesuatu yang diizinkan; maka tidak ada jaminan atasnya.
وَلَا يَجُوزُ لِلْمُسْتَعِيرِ أَنْ يُعِيرَ الْعَيْنَ الْمُعَارَةَ؛ لِأَنَّ مَنْ أُبِيحَ لَهُ شَيْءٌ؛ لَمْ يَجُزْ لَهُ أَنْ يُبِيحَهُ لِغَيْرِهِ، وَلِأَنَّ فِي ذَلِكَ تَعْرِيضًا لَهَا لِلتَّلَفِ.
Peminjam tidak boleh meminjamkan barang yang dipinjam kepada orang lain; karena siapa yang diizinkan sesuatu, tidak boleh baginya untuk mengizinkannya kepada orang lain, dan karena hal itu akan membuat barang tersebut rentan rusak.
وَهَذَا؛ وَقَدِ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي ضَمَانِ الْمُسْتَعِيرِ لِلْعَارِيَةِ إِذَا تَلِفَتْ فِي يَدِهِ فِي غَيْرِ مَا اسْتُعِيرَتْ لَهُ، فَذَهَبَ جَمَاعَةٌ إِلَى وُجُوبِ ضَمَانِهَا عَلَيْهِ سَوَاءٌ تَعَدَّى أَوْ لَمْ يَتَعَدَّ؛ لِعُمُومِ قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "عَلَى الْيَدِ مَا أَخَذَتْ حَتَّى تُؤَدِّيَهُ"، وَذَلِكَ مِثْلُ مَا لَوْ مَاتَتِ الدَّابَّةُ أَوِ احْتَرَقَ الثَّوْبُ أَوْ سُرِقَتِ الْعَيْنُ الْمُعَارَةُ، وَذَهَبَ جَمَاعَةٌ آخَرُونَ إِلَى عَدَمِ ضَمَانِهَا إِذَا لَمْ يَتَعَدَّ؛ لِأَنَّهَا لَا تُضْمَنُ إِلَّا بِالتَّعَدِّي عَلَيْهَا، وَلَعَلَّ هَذَا الْقَوْلَ هُوَ الرَّاجِحُ؛ لِأَنَّ الْمُسْتَعِيرَ قَبَضَهَا بِإِذْنِ مَالِكِهَا، فَكَانَتْ أَمَانَةً عِنْدَهُ كَالْوَدِيعَةِ.
Para ulama berbeda pendapat tentang jaminan peminjam atas barang pinjaman jika rusak di tangannya dalam hal selain yang dipinjamkan untuknya. Sekelompok ulama berpendapat wajib menjaminnya, baik ia melampaui batas atau tidak, berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Tangan bertanggung jawab atas apa yang diambilnya sampai ia menunaikannya," seperti jika hewan mati, pakaian terbakar, atau barang pinjaman dicuri. Kelompok lain berpendapat tidak wajib menjaminnya jika ia tidak melampaui batas, karena barang pinjaman tidak dijamin kecuali jika dilampaui batas. Mungkin pendapat inilah yang lebih kuat, karena peminjam menerimanya dengan izin pemiliknya, sehingga menjadi amanah di tangannya seperti titipan.
عَلَى أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الْمُسْتَعِيرِ الْمُحَافَظَةُ عَلَى الْعَارِيَةِ وَالِاهْتِمَامُ بِهَا وَالْمُسَارَعَةُ إِلَى رَدِّهَا إِلَى صَاحِبِهَا إِذَا انْتَهَتْ مَهَمَّتُهُ مِنْهَا، وَأَنْ لَا يَتَسَاهَلَ بِشَأْنِهَا، أَوْ يُعَرِّضَهَا لِلتَّلَفِ؛ لِأَنَّهَا أَمَانَةٌ عِنْدَهُ، وَلِأَنَّ صَاحِبَهَا أَحْسَنَ إِلَيْهِ، وَ﴿هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ﴾.
Namun, peminjam wajib menjaga barang pinjaman, memerhatikannya, dan bergegas mengembalikannya kepada pemiliknya jika telah selesai keperluannya, dan tidak boleh menyepelekannya atau membuatnya rentan rusak, karena itu adalah amanah di tangannya, dan karena pemiliknya telah berbuat baik kepadanya, dan "Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula)."
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْغَصْبِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْغَصْبِ
Bab tentang hukum-hukum ghasab
الْغَصْبُ لُغَةً: أَخْذُ الشَّيْءِ ظُلْمًا، وَمَعْنَاهُ فِي اصْطِلَاحِ الْفُقَهَاءِ: الِاسْتِيلَاءُ عَلَى حَقِّ غَيْرِهِ قَهْرًا بِغَيْرِ حَقٍّ.
Ghasab secara bahasa berarti mengambil sesuatu secara zalim. Maknanya dalam istilah para fuqaha adalah menguasai hak orang lain secara paksa tanpa hak.
وَالْغَصْبُ مُحَرَّمٌ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ﴾، وَالْغَصْبُ مِنْ أَعْظَمِ أَكْلِ الْمَالِ بِالْبَاطِلِ، وَلِقَوْلِهِ ﷺ: "إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ"، وَقَالَ ﷺ: "لَا يَحِلُّ مَالُ امْرُوءٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسِهِ".
Ghasab diharamkan berdasarkan ijma' kaum muslimin, karena firman Allah Ta'ala: "Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil", dan ghasab termasuk memakan harta dengan cara yang paling batil. Juga sabda Nabi ﷺ: "Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian haram atas kalian", dan beliau ﷺ bersabda: "Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan dirinya".
وَالْمَالُ الْمَغْصُوبُ قَدْ يَكُونُ عَقَارًا وَقَدْ يَكُونُ مَنْقُولًا؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "مَنِ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ ظُلْمًا؛ طُوِّقَهُ سَبْعَ أَرَضِينَ".
Harta yang di-ghasab bisa berupa properti tidak bergerak dan bisa juga berupa benda bergerak, berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Barangsiapa merampas sejengkal tanah secara zalim, maka dia akan dikalungi tujuh bumi".
فَيَلْزَمُ الْغَاصِبَ أَنْ يَتُوبَ إِلَى اللهِ ﷿، وَيَرُدَّ الْمَغْصُوبَ إِلَى صَاحِبِهِ، وَيَطْلُبَ مِنْهُ الْعَفْوَ؛ قَالَ ﷺ: "مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ لِأَخِيهِ مَظْلِمَةٌ، فَلْيَتَحَلَّلْ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ" يَعْنِي: يَوْمَ
Maka wajib bagi pelaku ghasab untuk bertaubat kepada Allah ﷿, mengembalikan barang yang di-ghasab kepada pemiliknya, dan meminta maaf darinya. Nabi ﷺ bersabda: "Barangsiapa memiliki kezaliman terhadap saudaranya, maka hendaklah ia meminta dihalalkan darinya hari ini sebelum tidak ada lagi dinar dan dirham", maksudnya: pada hari
القِيَامَةِ"، إِنْ كَانَتْ لَهُ حَسَنَاتٌ؛ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ الْمَظْلُومِ، فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، وَطُرِحَ فِي النَّارِ"، أَوْ كَمَا قَالَ ﷺ.
"Hari Kiamat", jika dia memiliki kebaikan; diambil dari keburukan orang yang dizalimi, lalu dilemparkan kepadanya, dan dia dilemparkan ke dalam neraka", atau seperti yang dikatakan ﷺ.
فَإِنْ كَانَ الْمَغْصُوبُ بَاقِيًا؛ رَدَّهُ بِحَالِهِ، وَإِنْ كَانَ تَالِفًا رَدَّ بَدَلَهُ.
Jika barang yang diambil masih ada; kembalikan seperti semula, dan jika rusak kembalikan penggantinya.
قَالَ الْإِمَامُ الْمُوَفَّقُ: "أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى وُجُوبِ رَدِّ الْمَغْصُوبِ إِذَا كَانَ بِحَالِهِ لَمْ يَتَغَيَّرْ" انْتَهَى.
Imam Al-Muwaffaq berkata: "Para ulama sepakat atas kewajiban mengembalikan barang yang diambil jika masih dalam keadaan semula tidak berubah" selesai.
وَكَذَلِكَ يَلْزَمُهُ رَدُّ الْمَغْصُوبِ بِزِيَادَتِهِ، سَوَاءٌ كَانَتْ مُتَّصِلَةً أَوْ مُنْفَصِلَةً؛ لِأَنَّهَا نَمَاءُ الْمَغْصُوبِ؛ فَهِيَ لِمَالِكِهِ كَالْأَصْلِ.
Demikian pula, dia wajib mengembalikan barang yang diambil dengan tambahannya, baik itu terhubung atau terpisah; karena itu adalah pertumbuhan dari barang yang diambil; maka itu milik pemiliknya seperti asalnya.
وَإِنْ كَانَ الْغَاصِبُ قَدْ بَنَى فِي الْأَرْضِ الْمَغْصُوبَةِ أَوْ غَرَسَ فِيهَا؛ لَزِمَهُ قَلْعُ الْبِنَاءِ وَالْغِرَاسِ إِذَا طَالَبَهُ الْمَالِكُ بِذَلِكَ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "لَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ"، رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَغَيْرُهُ وَحَسَّنَهُ.
Jika orang yang mengambil telah membangun di atas tanah yang diambil atau menanam di dalamnya; dia wajib mencabut bangunan dan tanaman jika pemilik menuntutnya untuk itu; karena sabda Nabi ﷺ: "Tidak ada hak bagi akar yang zalim", diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya dan dia menghasankannya.
وَإِنْ كَانَ ذَلِكَ يُؤَثِّرُ عَلَى الْأَرْضِ؛ لَزِمَهُ غَرَامَةُ نَقْصِهَا، وَيَلْزَمُهُ أَيْضًا إِزَالَةُ آثَارِ الْغِرَاسِ وَالْبِنَاءِ الْمُتَبَقِّيَةِ، حَتَّى يُسَلِّمَ الْأَرْضَ لِمَالِكِهَا سَلِيمَةً.
Jika hal itu mempengaruhi tanah; dia wajib membayar denda atas kekurangannya, dan dia juga wajib menghilangkan sisa-sisa tanaman dan bangunan, sampai dia menyerahkan tanah kepada pemiliknya dalam keadaan baik.
وَيَلْزَمُهُ أَيْضًا دَفْعُ أُجْرَتِهَا مُنْذُ أَنْ غَصَبَهَا إِلَى أَنْ سَلَّمَهَا؛ أَيْ: أُجْرَةَ مِثْلِهَا؛ لِأَنَّهُ مَنَعَ صَاحِبَهَا مِنَ الِانْتِفَاعِ بِهَا فِي هَذِهِ الْمُدَّةِ بِغَيْرِ حَقٍّ.
Dia juga wajib membayar sewanya sejak dia mengambilnya sampai dia menyerahkannya; yaitu: sewa yang serupa; karena dia telah mencegah pemiliknya untuk memanfaatkannya pada masa ini tanpa hak.
وَإِنْ غَصَبَ شَيْئًا وَحَبَسَهُ حَتَّى رَخُصَ سِعْرُهُ؛ ضَمِنَ نَقْصَهُ عَلَى الصَّحِيحِ.
Jika dia mengambil sesuatu dan menahannya sampai harganya turun; dia menanggung kekurangannya menurut pendapat yang sahih.
وَإِنْ خَلَطَ الْمَغْصُوبَ مَعَ غَيْرِهِ مِمَّا يَتَمَيَّزُ كَحِنْطَةٍ بِشَعِيرٍ؛ لَزِمَ الْغَاصِبَ تَخْلِيصُهُ وَرَدُّهُ، وَإِنْ خَلَطَهُ بِمَا لَا يَتَمَيَّزُ كَمَا لَوْ خَلَطَ بِمِثْلِهَا؛ لَزِمَهُ رَدُّ مِثْلِهِ كَيْلًا أَوْ وَزْنًا مِنْ غَيْرِ الْمَخْلُوطِ، وَإِنْ خَلَطَهُ بِدُونِهِ أَوْ أَحْسَنَ مِنْهُ أَوْ خَلَطَهُ بِغَيْرِ جِنْسِهِ مِمَّا لَا يَتَمَيَّزُ؛ بِيعَ الْمَخْلُوطُ، وَأُعْطِيَ كُلُّ مِنْهُمَا قَدْرَ حِصَّتِهِ مِنَ الثَّمَنِ، وَإِنْ نَقَصَ الْمَغْصُوبُ فِي هَذِهِ الصُّورَةِ عَنْ قِيمَتِهِ مُنْفَرِدًا؛ ضَمِنَ الْغَاصِبُ نَقْصَهُ.
Jika seseorang mencampur barang yang dirampas dengan barang lain yang dapat dibedakan, seperti mencampur gandum dengan jelai, maka perampas wajib memisahkannya dan mengembalikannya. Jika dia mencampurnya dengan sesuatu yang tidak dapat dibedakan, seperti mencampurnya dengan yang serupa, maka dia wajib mengembalikan yang serupa dalam takaran atau timbangan dari selain yang tercampur. Jika dia mencampurnya dengan yang lebih rendah atau lebih baik darinya, atau mencampurnya dengan jenis lain yang tidak dapat dibedakan, maka campuran itu dijual dan masing-masing diberi bagiannya dari harga. Jika barang rampasan berkurang nilainya dalam kasus ini dibandingkan dengan nilainya secara terpisah, maka perampas bertanggung jawab atas penurunan nilainya.
وَمِمَّا ذَكَرُوهُ فِي هَذَا الْبَابِ قَوْلُهُمْ: "وَالْأَيْدِي الْمُتَرَتِّبَةُ عَلَى يَدِ الْغَاصِبِ كُلُّهَا أَيْدِي ضَمَانٍ"، وَمَعْنَاهُ: أَنَّ الْأَيْدِيَ الَّتِي يَنْتَقِلُ إِلَيْهَا الْمَغْصُوبُ عَنْ طَرِيقِ الْغَاصِبِ كُلُّهَا تَضْمَنُ الْمَغْصُوبَ إِذَا تَلِفَ فِيهَا، وَهَذِهِ الْأَيْدِي عَشْرٌ:
Di antara yang mereka sebutkan dalam bab ini adalah perkataan mereka: "Tangan-tangan yang berurutan setelah tangan perampas semuanya adalah tangan jaminan," yang berarti bahwa tangan-tangan yang menerima barang rampasan dari perampas semuanya menjamin barang rampasan jika rusak di tangan mereka. Tangan-tangan ini ada sepuluh:
يَدُ الْمُشْتَرِي وَمَا فِي مَعْنَاهُ، وَيَدُ الْمُسْتَأْجِرِ، وَيَدُ الْقَابِضِ تَمَلُّكًا بِلَا عِوَضٍ كَيَدِ الْمُتَهَبِ، وَيَدُ الْقَابِضِ لِمَصْلَحَةِ الدَّافِعِ كَالْوَكِيلِ، وَيَدُ الْمُسْتَعِيرِ، وَيَدُ الْغَاصِبِ، وَيَدُ الْمُتَصَرِّفِ فِي الْمَالِ كَالْمُضَارِبِ، وَيَدُ الْمُتَزَوِّجِ لِلْمَغْصُوبَةِ، وَيَدُ الْقَابِضِ تَعْوِيضًا بِغَيْرِ بَيْعٍ، وَيَدُ الْمُتْلِفِ لِلْمَغْصُوبِ نِيَابَةً عَنْ غَاصِبِهِ.
Tangan pembeli dan yang semakna dengannya, tangan penyewa, tangan penerima kepemilikan tanpa kompensasi seperti tangan penerima hibah, tangan penerima untuk kepentingan pemberi seperti wakil, tangan peminjam, tangan perampas, tangan pengelola harta seperti muḍārib, tangan yang menikahi wanita yang dirampas, tangan penerima kompensasi selain jual beli, dan tangan perusak barang rampasan sebagai wakil dari perampasnnya.
وَفِي كُلِّ هَذِهِ الصُّوَرِ: إِذَا عَلِمَ الثَّانِي بِحَقِيقَةِ الْحَالِ، وَأَنَّ الدَّافِعَ إِلَيْهِ غَاصِبٌ؛ فَقَرَارُ الضَّمَانِ عَلَيْهِ؛ لِتَعَدِّيهِ عَلَى مَا يَعْلَمُهُ غَيْرَ مَأْذُونٍ فِيهِ مِنْ مَالِكِهِ، وَإِنْ لَمْ يَعْلَمْ بِحَقِيقَةِ الْحَالِ؛ فَالضَّمَانُ عَلَى الْغَاصِبِ الْأَوَّلِ.
Dalam semua kasus ini, jika pihak kedua mengetahui keadaan yang sebenarnya dan bahwa pemberi kepadanya adalah perampas, maka jaminan menjadi tanggung jawabnya karena dia telah melanggar apa yang dia ketahui tidak diizinkan oleh pemiliknya. Jika dia tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya, maka jaminan menjadi tanggung jawab perampas pertama.
وَإِذَا كَانَ الْمَغْصُوبُ مِمَّا جَرَتِ الْعَادَةُ بِتَأْجِيرِهِ؛ لَزِمَ الْغَاصِبَ أَجْرُهُ مِثْلَهُ مُدَّةَ بَقَائِهِ بِيَدِهِ؛ لِأَنَّ الْمَنَافِعَ مَالٌ مَنْقُولٌ، فَوَجَبَ ضَمَانُهَا كَضَمَانِ الْعَيْنِ.
Jika barang yang dirampas adalah sesuatu yang biasanya disewakan, maka perampas wajib membayar sewa yang setara selama barang itu berada di tangannya, karena manfaat adalah harta yang dapat dipindahkan, sehingga wajib dijamin seperti jaminan barang itu sendiri.
وَكُلُّ تَصَرُّفَاتِ الغَاصِبِ الحُكْمِيَّةِ بَاطِلَةٌ؛ لِعَدَمِ إِذْنِ المَالِكِ.
Dan semua tindakan hukum yang dilakukan oleh perampas adalah batal; karena tidak adanya izin dari pemilik.
وَإِنْ غَصَبَ شَيْئًا، وَجَهِلَ صَاحِبَهُ، وَلَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْ رَدِّهِ إِلَيْهِ؛ سَلَّمَهُ إِلَى الحَاكِمِ الَّذِي يَضَعُهُ فِي مَوْضِعِهِ الصَّحِيحِ، أَوْ تَصَدَّقَ بِهِ عَنْ صَاحِبِهِ، وَإِذَا تَصَدَّقَ بِهِ؛ صَارَ ثَوَابُهُ لِصَاحِبِهِ، وَتَخَلَّصَ مِنْهُ الغَاصِبُ.
Jika seseorang merampas sesuatu, dan tidak mengetahui pemiliknya, serta tidak dapat mengembalikannya kepada pemiliknya; maka ia menyerahkannya kepada hakim yang akan menempatkannya di tempat yang benar, atau bersedekah dengannya atas nama pemiliknya. Jika ia bersedekah dengannya; maka pahalanya menjadi milik pemiliknya, dan perampas terbebas darinya.
وَلَيْسَ اغْتِصَابُ الأَمْوَالِ مَقْصُورًا عَلَى الاسْتِيلَاءِ عَلَيْهَا بِالقُوَّةِ، بَلْ ذَلِكَ يَشْمَلُ الاسْتِيلَاءَ عَلَيْهَا بِطَرِيقِ الخُصُومَةِ البَاطِلَةِ وَالأَيْمَانِ الفَاجِرَةِ
Perampasan harta tidak terbatas pada penguasaan dengan kekerasan, tetapi juga mencakup penguasaan melalui perselisihan yang batil dan sumpah palsu
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾؛ فَالأَمْرُ شَدِيدٌ وَالحِسَابُ عَسِيرٌ.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui", dan Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih"; maka urusannya berat dan perhitungannya sulit.
وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "مَنْ غَصَبَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ"، وَقَالَ ﷺ: "مَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ أَخِيهِ؛ فَلَا يَأْخُذْهُ؛ فَإِنَّمَا أَقْطَعُ لَهُ قِطْعَةً مِنْ نَارٍ".
Nabi ﷺ bersabda: "Barangsiapa merampas sejengkal tanah, maka ia akan dikalungi dengan tujuh bumi", dan beliau ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang aku putuskan untuknya hak saudaranya; maka janganlah ia mengambilnya; karena aku hanya memotongkan untuknya sepotong dari neraka".
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْإِتْلَافَاتِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْإِتْلَافَاتِ
Bab tentang hukum-hukum kerusakan
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ الِاعْتِدَاءَ عَلَى أَمْوَالِ النَّاسِ وَابْتِزَازَ بِغَيْرِ حَقٍّ، وَشَرَعَ ضَمَانَ أَتْلَفَ مِنْهَا بِغَيْرِ حَقٍّ، وَلَوْ عَنْ طَرِيقِ الْخَطَأِ.
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan perampasan harta manusia dan pemerasan tanpa hak, dan mensyariatkan jaminan atas kerusakan yang terjadi padanya tanpa hak, meskipun melalui kesalahan.
فَمَنْ أَتْلَفَ مَالًا لِغَيْرِهِ، وَكَانَ هَذَا الْمَالُ مُحْتَرَمًا، وَأَتْلَفَهُ بِغَيْرِ إِذْنِ صَاحِبِهِ؛ فَإِنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ ضَمَانُهُ.
Barangsiapa merusak harta orang lain, dan harta ini dihormati, serta merusaknya tanpa izin pemiliknya; maka ia wajib menjaminnya.
قَالَ الْإِمَامُ الْمُوَفَّقُ: "لَا نَعْلَمُ فِيهِ خِلَافًا، وَسَوَاءٌ فِي ذَلِكَ الْعَمْدُ وَالسَّهْوُ، وَالتَّكْلِيفُ وَعَدَمُهُ".
Imam Al-Muwaffaq berkata: "Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal ini, dan sama saja dalam hal ini antara kesengajaan dan kelalaian, serta pembebanan dan ketiadaannya".
وَكَذَا مَنْ تَسَبَّبَ فِي إِتْلَافِ مَالٍ؛ كَمَا لَوْ فَتَحَ بَابًا فَضَاعَ مَا كَانَ مُغْلَقًا عَلَيْهِ، أَوْ حَلَّ وِعَاءً فَانْسَابَ مَا فِي الْوِعَاءِ وَتَلِفَ؛ ضَمِنَ ذَلِكَ.
Demikian pula orang yang menyebabkan kerusakan harta; seperti jika ia membuka pintu lalu hilang apa yang terkunci di dalamnya, atau membuka wadah lalu tumpah apa yang ada di dalamnya dan rusak; ia menjamin hal itu.
وَكَذَا لَوْ حَلَّ رِبَاطَ دَابَّةٍ أَوْ قَيَدَهَا فَذَهَبَتْ وَضَاعَتْ؛ ضَمِنَهَا.
Demikian pula jika ia melepaskan ikatan hewan atau melepaskan talinya lalu hewan itu pergi dan hilang; ia menjaminnya.
وَكَذَا لَوْ رَبَطَ دَابَّةً بِطَرِيقٍ ضَيِّقٍ، فَنَتَجَ عَنْ ذَلِكَ أَنْ عَثَرَ بِهَا إِنْسَانٌ فَتَلِفَ أَوْ تَضَرَّرَ؛ ضَمِنَهُ لِأَنَّهُ قَدْ تَعَدَّى بِالرَّبْطِ فِي الطَّرِيقِ.
Demikian pula jika ia mengikat hewan di jalan yang sempit, lalu mengakibatkan seseorang tersandung dengannya sehingga celaka atau terluka; ia menjaminnya karena ia telah melampaui batas dengan mengikatnya di jalan.
وَكَذَا لَوْ أَوْقَفَ سَيَّارَةً فِي الطَّرِيقِ، فَنَتَجَ عَنْ ذَلِكَ أَنِ اصْطَدَمَ بِهَا سَيَّارَةٌ أُخْرَى أَوْ شَخْصٌ، فَنَجَمَ عَنْ ذَلِكَ ضَرَرٌ؛ ضَمِنَهُ؛ لِمَا رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُ: "مَنْ وَقَفَ دَابَّةً فِي سَبِيلِ الْمُسْلِمِينَ، أَوْ فِي سُوقٍ مِنْ أَسْوَاقِهِمْ، فَوَطِئَتْ بِيَدٍ أَوْ رِجْلٍ؛ فَهُوَ
Demikian pula jika ia menghentikan mobil di jalan, lalu mengakibatkan mobil lain atau seseorang menabraknya, sehingga timbul kerusakan; ia menjaminnya; berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dan lainnya: "Barangsiapa menghentikan hewan di jalan kaum muslimin, atau di pasar dari pasar-pasar mereka, lalu menginjak dengan tangan atau kaki; maka ia
وَكَذَا لَوْ تَرَكَ فِي الطَّرِيقِ طِينًا أَوْ خَشَبَةً أَوْ حَجَرًا أَوْ حَفَرَ فِيهِ حُفْرَةً، فَتَرَتَّبَ عَلَى ذَلِكَ تَلَفُ الْمَارِّ أَوْ تَضَرُّرُهُ، أَوْ أَلْقَى فِي الطَّرِيقِ قِشْرَ بَطِّيخٍ وَنَحْوَهُ، أَوْ أَرْسَلَ فِيهَا مَاءً فَانْزَلَقَ بِهِ إِنْسَانٌ فَتَلِفَ أَوْ تَضَرَّرَ؛ ضَمِنَهُ فَاعِلُ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ فِي جَمِيعِ هَذِهِ الصُّوَرِ؛ لِتَعَدِّيهِ بِذَلِكَ.
Demikian pula jika seseorang meninggalkan lumpur, kayu, batu, atau menggali lubang di jalan, yang mengakibatkan kerusakan atau kerugian bagi pejalan kaki, atau melemparkan kulit semangka dan sejenisnya di jalan, atau mengalirkan air sehingga seseorang tergelincir dan rusak atau terluka; maka pelaku hal-hal ini bertanggung jawab atas semua kerusakan tersebut karena perbuatannya yang melampaui batas.
وَمَا أَكْثَرَ مَا يَجْرِي التَّسَاهُلُ فِي هَذِهِ الْأُمُورِ فِي وَقْتِنَا، وَمَا أَكْثَرَ مَا يُحْفَرُ فِي الطَّرِيقِ وَيُسَدُّ وَتُوضَعُ فِيهِ الْعَرَاقِيلُ، وَمَا أَكْثَرَ الْأَضْرَارَ النَّاجِمَةَ عَنْ تِلْكَ التَّصَرُّفَاتِ دُونَ حَسِيبٍ أَوْ رَقِيبٍ، حَتَّى إِنَّ أَحَدَهُمْ لَيَسْتَوْلِي عَلَى الشَّارِعِ، وَيَسْتَعْمِلُهُ لِأَغْرَاضِهِ الْخَاصَّةِ، وَيُضَايِقُ الْمَارَّةَ، وَيَضُرُّ بِهِمْ، وَلَا يُبَالِي بِمَا يَلْحَقُهُ مِنَ الْإِثْمِ مِنْ جَرَّاءِ ذَلِكَ.
Betapa banyak kelalaian dalam hal-hal ini di zaman kita, betapa banyak penggalian dan penutupan jalan serta penempatan rintangan di dalamnya, dan betapa banyak kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan tersebut tanpa ada yang mengawasi atau memantau, sampai-sampai salah seorang dari mereka menguasai jalan dan menggunakannya untuk kepentingan pribadinya, menyulitkan pejalan kaki, membahayakan mereka, dan tidak peduli dengan dosa yang menimpanya akibat perbuatan itu.
وَمِنَ الْأُمُورِ الْمُوجِبَةِ لِلضَّمَانِ: مَا لَوِ اقْتَنَى كَلْبًا عَقُورًا فَاعْتَدَى عَلَى الْمَارَّةِ وَعَقَرَ أَحَدًا؛ فَإِنَّهُ يَضْمَنُهُ؛ لِتَعَدِّيهِ بِاقْتِنَاءِ هَذَا الْكَلْبِ.
Di antara hal-hal yang mewajibkan jaminan: jika seseorang memelihara anjing galak yang menyerang pejalan kaki dan menggigit salah seorang dari mereka; maka ia harus bertanggung jawab atas hal itu karena perbuatannya yang melampaui batas dengan memelihara anjing ini.
وَإِنْ حَفَرَ بِئْرًا فِي فِنَائِهِ لِمَصْلَحَتِهِ؛ ضَمِنَ مَا تَلِفَ بِهَا؛ لِأَنَّهُ يَلْزَمُهُ أَنْ يَحْفَظَهَا بِمَا يَمْنَعُ ضَرَرَ الْمَارَّةِ، فَإِذَا تَرَكَهَا بِدُونِ ذَلِكَ؛ فَهُوَ مُتَعَدٍّ.
Jika seseorang menggali sumur di halamannya untuk kepentingannya sendiri; ia harus bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi karenanya; karena ia berkewajiban untuk menjaganya dengan cara yang mencegah bahaya bagi pejalan kaki, jika ia membiarkannya tanpa perlindungan tersebut; maka ia telah melampaui batas.
وَإِذَا كَانَ لَهُمْ بَهَائِمُ؛ وَجَبَ عَلَيْهِ حِفْظُهَا فِي اللَّيْلِ مِنْ إِفْسَادِ زُرُوعِ النَّاسِ، فَإِنْ تَرَكَهَا وَأَفْسَدَتْ شَيْئًا؛ ضَمِنَهُ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَضَى أَنَّ: "عَلَى أَهْلِ الْأَمْوَالِ حِفْظَهَا بِالنَّهَارِ، وَمَا أَفْسَدَتْ بِاللَّيْلِ مَضْمُونٌ عَلَيْهِمْ" رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ؛ فَلَا يَضْمَنُ صَاحِبُ الْبَهِيمَةِ مَا أَتْلَفَتْ
Jika mereka memiliki hewan ternak; mereka wajib menjaganya di malam hari dari merusak tanaman orang-orang, jika mereka membiarkannya dan merusak sesuatu; mereka harus bertanggung jawab atas hal itu; karena Nabi ﷺ memutuskan bahwa: "Pemilik harta berkewajiban menjaganya di siang hari, dan apa yang dirusak di malam hari menjadi tanggung jawab mereka" diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah; maka pemilik hewan tidak bertanggung jawab atas apa yang dirusaknya
بِالنَّهَارِ؛ إِلَّا إِنْ أَرْسَلَهَا صَاحِبُهَا بِقُرْبِ مَا تُتْلِفُهُ عَادَةً.
Di siang hari; kecuali jika pemiliknya melepaskannya di dekat apa yang biasanya dirusaknya.
قَالَ الْإِمَامُ الْبَغَوِيُّ ﵀: "ذَهَبَ أَهْلُ الْعِلْمِ إِلَى أَنَّ مَا أَفْسَدَتِ الْمَاشِيَةُ الْمُرْسَلَةُ بِالنَّهَارِ مِنْ مَالِ الْغَيْرِ؛ فَلَا ضَمَانَ عَلَى رَبِّهَا، وَمَا أَفْسَدَتْهُ بِاللَّيْلِ؛ ضَمِنَهُ مَالِكُهَا؛ لِأَنَّ فِي الْعُرْفِ أَنَّ أَصْحَابَ الْحَوَائِطِ وَالْبَسَاتِينِ يَحْفَظُونَهَا بِالنَّهَارِ، وَأَصْحَابَ الْمَوَاشِي يَحْفَظُونَهَا بِاللَّيْلِ، فَمَنْ خَالَفَ هَذِهِ الْعَادَةَ؛ كَانَ خَارِجًا عَنِ الْعُرْفِ، هَذَا إِذَا لَمْ يَكُنْ مَالِكُ الدَّابَّةِ مَعَهَا، فَإِنْ كَانَ مَعَهَا؛ فَعَلَيْهِ ضَمَانُ مَا أَفْسَدَتْهُ" انْتَهَى.
Imam Al-Baghawi ﵀ berkata: "Para ulama berpendapat bahwa apa yang dirusak oleh hewan ternak yang dilepaskan pada siang hari dari harta orang lain; maka tidak ada jaminan atas pemiliknya, dan apa yang dirusaknya pada malam hari; pemiliknya harus menjaminnya; karena menurut adat, pemilik kebun dan taman menjaganya di siang hari, dan pemilik hewan ternak menjaganya di malam hari, maka siapa yang menyalahi kebiasaan ini; dia keluar dari kebiasaan, ini jika pemilik hewan tidak bersamanya, jika dia bersamanya; maka dia harus menjamin apa yang dirusaknya" selesai.
وَقَدْ ذَكَرَ اللَّهُ قِصَّةَ دَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ وَحُكْمَهُمَا فِي ذَلِكَ، فَقَالَ سُبْحَانَهُ: ﴿وَدَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلًّا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا﴾ .
Dan Allah telah menyebutkan kisah Daud dan Sulaiman serta hukum mereka dalam hal itu, maka Dia berfirman: ﴿Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu﴾.
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: "صَحَّ بِنَصِّ الْقُرْآنِ الثَّنَاءُ عَلَى سُلَيْمَانَ بِتَفْهِيمِ الضَّمَانِ بِالْمِثْلِ؛ فَإِنَّ النَّفْشَ رَعْيُ الْغَنَمِ لَيْلًا، وَكَانَ بِبُسْتَانِ عِنَبٍ، فَحَكَمَ دَاوُدُ بِقِيمَةِ الْمُتْلَفِ، فَاتَّبَرَ الْغَنَمَ، فَوَجَدَهَا بِقَدْرِ الْقِيمَةِ، فَدَفَعَهَا إِلَى أَصْحَابِ الْحَرْثِ، وَقَضَى سُلَيْمَانُ بِالضَّمَانِ عَلَى أَصْحَابِ الْغَنَمِ، وَأَنْ يَضْمَنُوا ذَلِكَ بِالْمِثْلِ؛ بِأَنْ يَعْمُرُوا الْبُسْتَانَ حَتَّى يَعُودَ كَمَا كَانَ، وَلَمْ يُضَيِّعْ عَلَيْهِمْ مَغَلَّهُ مِنْ حِينِ الْإِتْلَافِ إِلَى حِينِ الْعَوْدِ، بَلْ أَعْطَى أَصْحَابَ الْبُسْتَانِ مَاشِيَةَ أُولَئِكَ؛ لِيَأْخُذُوا مِنْ نَمَائِهَا بِقَدْرِ نَمَاءِ الْبُسْتَانِ، فَيَسْتَوْفُوا مِنْ نَمَاءِ غَنَمِهِ نَظِيرَ مَا فَاتَهُمْ مِنْ نَمَاءِ حَرْثِهِمْ، وَاعْتَبَرَ الضَّمَانَيْنِ
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata: "Telah sahih dengan nash Al-Qur'an pujian kepada Sulaiman atas pemahamannya tentang jaminan dengan yang serupa; karena النَّفْشَ adalah penggembalaan kambing di malam hari, dan itu terjadi di kebun anggur, maka Daud memutuskan dengan nilai yang rusak, lalu dia menaksir kambing, dan mendapatinya senilai harga, lalu menyerahkannya kepada pemilik tanaman, dan Sulaiman memutuskan jaminan atas pemilik kambing, dan bahwa mereka menjamin itu dengan yang serupa; dengan membangun kembali kebun itu hingga kembali seperti semula, dan tidak menyia-nyiakan hasil panennya dari saat kerusakan hingga saat kembali, bahkan dia memberikan kepada pemilik kebun hewan ternak mereka; agar mereka mengambil dari pertumbuhannya sesuai dengan pertumbuhan kebun, sehingga mereka mengambil dari pertumbuhan kambingnya sebanding dengan apa yang hilang dari pertumbuhan tanaman mereka, dan dia mempertimbangkan dua jaminan
فَوَجَدَهُمَا سَوَاءً، وَهَذَا هُوَ الْعِلْمُ الَّذِي خَصَّهُ اللهُ بِهِ وَأَثْنَى عَلَيْهِ بِإِدْرَاكِهِ" انْتَهَى.
Dia menemukan keduanya sama, dan inilah ilmu yang Allah khususkan untuknya dan memujinya karena memahaminya." Selesai.
وَإِذَا كَانَتِ الْبَهِيمَةُ بِيَدِ رَاكِبٍ أَوْ قَائِدٍ أَوْ سَائِقٍ؛ ضَمِنَ جِنَايَتَهَا بِمُقَدَّمِهَا؛ كَيَدِهَا وَفَمِهَا، لَا مَا جَنَتْ بِمُؤَخَّرَتِهَا كَرِجْلِهَا؛ لِحَدِيثِ: "الرِّجْلُ جُبَارٌ"، وَفِي رِوَايَةِ أَبِي هُرَيْرَةَ: "رِجْلُ الْعَجْمَاءِ جُبَارٌ"، وَالْعَجْمَاءُ الْبَهِيمَةُ، سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لِأَنَّهَا لَا تَتَكَلَّمُ، وَجُبَارٌ بِضَمِّ الْجِيمِ؛ أَيْ: جِنَايَةُ الْبَهَائِمِ هَدَرٌ.
Jika binatang itu berada di tangan pengendara, penuntun, atau penggiring; maka ia bertanggung jawab atas kejahatannya dengan bagian depannya; seperti tangannya dan mulutnya, bukan apa yang dilakukan oleh bagian belakangnya seperti kakinya; berdasarkan hadits: "Kaki itu tidak dapat dituntut", dan dalam riwayat Abu Hurairah: "Kaki binatang itu tidak dapat dituntut", dan al-'ajmaa' adalah binatang, disebut demikian karena ia tidak berbicara, dan jubaar dengan dhammah pada huruf jim; artinya: kejahatan binatang itu sia-sia.
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: "كُلُّ بَهِيمَةٍ عَجْمَاءَ؛ كَالْبَقَرِ وَالشَّاةِ وَغَيْرِهَا؛ فَجِنَايَةُ الْبَهَائِمِ غَيْرُ مَضْمُونَةٍ إِذَا فَعَلَتْ بِنَفْسِهَا، كَمَا لَوْ انْفَلَتَتْ مِمَّنْ هِيَ فِي يَدِهِ أَوْ فَسَدَتْ؛ فَلَا ضَمَانَ عَلَى أَحَدٍ، مَا لَمْ تَكُنْ عَقُورًا، وَلَا فَرَّطَ صَاحِبُهَا فِي حِفْظِهَا فِي اللَّيْلِ أَوْ فِي أَسْوَاقِ الْمُسْلِمِينَ وَمَجَامِعِهِمْ، وَكَذَا قَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ: إِنَّهُ إِنَّمَا يَكُونُ جُبَارًا إِذَا كَانَتْ مُنْفَلِتَةً ذَاهِبَةً عَلَى وَجْهِهَا لَيْسَ لَهَا قَائِدٌ وَلَا سَائِقٌ؛ إِلَّا الضَّارِيَةَ" انْتَهَى.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata: "Setiap binatang yang bisu; seperti sapi, domba, dan lainnya; maka kejahatan binatang tidak dijamin jika dilakukan sendiri, seperti jika lepas dari tangan pemiliknya atau rusak; maka tidak ada jaminan atas siapa pun, selama bukan binatang buas, dan pemiliknya tidak lalai dalam menjaganya di malam hari atau di pasar-pasar kaum muslimin dan perkumpulan mereka, dan demikian pula dikatakan oleh lebih dari satu orang: bahwa ia hanya tidak dapat dituntut jika lepas dan pergi dengan sendirinya tanpa ada yang menuntun atau menggiring; kecuali binatang buas" Selesai.
وَإِذَا صَالَ عَلَيْهِ آدَمِيٌّ أَوْ بَهِيمَةٌ، وَلَمْ يَنْدَفِعْ إِلَّا بِالْقَتْلِ، فَقَتَلَهُ؛ فَلَا ضَمَانَ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ قَتَلَهُ دِفَاعًا عَنْ نَفْسِهِ، وَدِفَاعُهُ عَنْ نَفْسِهِ جَائِزٌ، لَمْ يَضْمَنْ
Jika manusia atau binatang menyerang, dan tidak dapat dihalau kecuali dengan membunuh, lalu ia membunuhnya; maka tidak ada jaminan atasnya; karena ia membunuhnya untuk membela diri, dan pembelaan dirinya diperbolehkan, ia tidak bertanggung jawab
مَا تَرَتَّبَ عَلَيْهِ، وَلِأَنَّ قَتْلَهُ لِدَفْعِ شَرِّهِ، وَلِأَنَّهُ إِذَا قَتَلَهُ دَفْعًا لِشَرِّهِ؛ كَانَ الصَّائِلُ هُوَ الْقَاتِلُ لِنَفْسِهِ.
Apa yang terjadi padanya, dan karena membunuhnya untuk menolak kejahatannya, dan karena jika dia membunuhnya untuk menolak kejahatannya; maka penyerang itu sendiri yang membunuh dirinya sendiri.
قَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ: "عَلَيْهِ أَنْ يَدْفَعَ الصَّائِلَ عَلَيْهِ، فَإِنْ لَمْ يَنْدَفِعْ إِلَّا بِالْقَتْلِ؛ كَانَ لَهُ ذَلِكَ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ".
Syaikh Taqiyuddin berkata: "Dia harus menolak penyerang atasnya, jika tidak bisa ditolak kecuali dengan membunuh; maka dia boleh melakukan itu dengan kesepakatan para ulama".
وَمِمَّا لَا ضَمَانَ فِي إِتْلَافِهِ: آلَاتُ اللَّهْوِ، وَالصَّلِيبُ، وَأَوَانِي الْخَمْرِ، وَكُتُبُ الضَّلَالِ وَالْخُرَافَةِ وَالْخَلَاعَةِ وَالْمُجُونِ، لِمَا رَوَى أَحْمَدُ عَنِ ابْنِ عُمَرَ: "أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَمَرَهُ أَنْ يَأْخُذَ مُدْيَةً، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى أَسْوَاقِ الْمَدِينَةِ، وَفِيهَا زِقَاقُ الْخَمْرِ قَدْ جُلِبَتْ مِنَ الشَّامِ، فَشُقَّتْ بِحَضْرَتِهِ، وَأَمَرَ أَصْحَابَهُ بِذَلِكَ"؛ فَدَلَّ الْحَدِيثُ عَلَى إِتْلَافِهَا وَعَدَمِ ضَمَانِهَا، لَكِنْ لَابُدَّ أَنْ يَكُونَ إِتْلَافُهَا بِأَمْرِ السُّلْطَةِ وَرِقَابَتِهَا؛ ضَمَانًا لِلْمَصْلَحَةِ، وَدَفْعًا لِلْمَفْسَدَةِ.
Dan di antara apa yang tidak ada jaminan dalam merusaknya: alat-alat permainan, salib, bejana-bejana khamr, buku-buku kesesatan, khurafat, kekejian, dan kemaksiatan, karena apa yang diriwayatkan Ahmad dari Ibnu Umar: "Bahwa Nabi ﷺ memerintahkannya untuk mengambil pisau, kemudian pergi ke pasar-pasar Madinah, dan di dalamnya terdapat kantong-kantong khamr yang telah didatangkan dari Syam, lalu dirobek di hadapannya, dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan itu"; maka hadits ini menunjukkan atas merusaknya dan tidak adanya jaminan atasnya, tetapi harus dilakukan perusakannya dengan perintah penguasa dan pengawasannya; sebagai jaminan kemaslahatan, dan menolak kerusakan.
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْوَدِيعَةِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْوَدِيعِ
Bab tentang hukum-hukum wadi' (orang yang dititipi barang)
الْإِيدَاعُ: تَوْكِيلٌ فِي الْحِفْظِ تَبَرُّعًا.
Al-Iidaa' adalah: mewakilkan dalam menjaga barang secara sukarela.
وَالْوَدِيعَةُ لُغَةً: مِنْ وَدَعَ الشَّيْءَ إِذَا تَرَكَهُ، سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لِأَنَّهَا مَتْرُوكَةٌ عِنْدَ الْمُودَعِ. وَهِيَ شَرْعًا: اسْمٌ لِلْمَالِ الْمُودَعِ عِنْدَ مَنْ يَحْفَظُهُ بِلَا عِوَضٍ.
Wadii'ah secara bahasa berasal dari kata wada'a asy-syai' yang berarti meninggalkannya. Disebut demikian karena wadii'ah adalah sesuatu yang ditinggalkan pada muuda' (orang yang dititipi). Secara syariat, wadii'ah adalah sebutan untuk harta yang dititipkan kepada orang yang menjaganya tanpa kompensasi.
وَيُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الْإِيدَاعِ: مَا يُعْتَبَرُ لِلتَّوْكِيلِ مِنَ الْبُلُوغِ وَالْعَقْلِ وَالرُّشْدِ؛ لِأَنَّ الْإِيدَاعَ تَوْكِيلٌ فِي الْحِفْظِ.
Disyaratkan untuk sahnya al-iidaa' apa yang dianggap sah untuk at-taukiil (perwakilan), yaitu baligh, berakal, dan rusyd (cerdas); karena al-iidaa' adalah perwakilan dalam menjaga barang.
وَيُسْتَحَبُّ قَبُولُ الْوَدِيعَةِ لِمَنْ عَلِمَ مِنْ نَفْسِهِ أَنَّهُ ثِقَةٌ قَادِرٌ عَلَى حِفْظِهَا؛ لِأَنَّ فِي ذَلِكَ ثَوَابًا جَزِيلًا؛ لِمَا فِي الْحَدِيثِ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: "وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ"، وَلِحَاجَةِ النَّاسِ إِلَى ذَلِكَ، أَمَّا مَنْ لَا يَعْلَمُ مِنْ نَفْسِهِ الْقُدْرَةَ عَلَى حِفْظِهَا، فَيُكْرَهُ لَهُ قَبُولُهَا.
Dianjurkan untuk menerima titipan bagi orang yang tahu bahwa dirinya dapat dipercaya dan mampu menjaganya; karena dalam hal itu terdapat pahala yang besar; berdasarkan hadits dari Nabi ﷺ: "Allah senantiasa menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya", dan karena kebutuhan manusia akan hal tersebut. Adapun orang yang tidak tahu apakah dirinya mampu menjaganya, maka dimakruhkan baginya untuk menerimanya.
وَمِنْ أَحْكَامِ الْوَدِيعَةِ: أَنَّهَا إِذَا تَلِفَتْ عِنْدَ الْمُودَعِ وَلَمْ يُفَرِّطْ؛ فَإِنَّهُ لَا يَضْمَنُهَا؛ كَمَا لَوْ تَلِفَتْ مِنْ بَيْنِ مَالِهِ؛ لِأَنَّهَا أَمَانَةٌ، وَالْأَمِينُ لَا يَضْمَنُ إِذَا لَمْ يَتَعَدَّ، وَوَرَدَ فِي حَدِيثٍ فِيهِ ضَعْفٌ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: "مَنْ أُودِعَ وَدِيعَةً؛ فَلَا ضَمَانَ عَلَيْهِ"، رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ، وَرَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ بِلَفْظِ: "لَيْسَ عَلَى
Di antara hukum-hukum wadii'ah adalah: jika wadii'ah rusak di tangan muuda' dan ia tidak lalai; maka ia tidak menanggungnya; seperti halnya jika wadii'ah itu rusak di antara hartanya sendiri; karena wadii'ah adalah amanah, dan orang yang diberi amanah tidak menanggung jika ia tidak melampaui batas. Terdapat hadits yang di dalamnya ada kelemahan bahwa Nabi ﷺ bersabda: "Barangsiapa diberi titipan; maka tidak ada tanggungan atasnya", diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Ad-Daaruquthni meriwayatkannya dengan lafazh: "Tidak ada kewajiban atas
المُسْتَوْدَعُ غَيْرُ المُغِلِّ ضَمَانٌ"، وَالمُغِلُّ: الخَائِنُ، وَفِي رِوَايَةٍ بِلَفْظِ: "لَا ضَمَانَ عَلَى مُؤْتَمَنٍ"، وَلِأَنَّ المُسْتَوْدَعَ يَحْفَظُهَا تَبَرُّعًا، فَلَوْ ضَمِنَ؛ لَامْتَنَعَ النَّاسُ مِنْ قَبُولِ الوَدَائِعِ، فَيَتَرَتَّبُ عَلَى ذَلِكَ الضَّرَرُ بِالنَّاسِ وَتَعَطُّلُ المَصْلَحَةِ.
"Penyimpan yang tidak berkhianat adalah jaminan", dan al-mughil adalah pengkhianat, dan dalam sebuah riwayat dengan lafal: "Tidak ada jaminan atas orang yang dipercaya", dan karena penyimpan menjaganya secara sukarela, maka jika ia menjamin, orang-orang akan menolak untuk menerima titipan, sehingga hal itu akan mengakibatkan kerugian bagi manusia dan terhentinya kemaslahatan.
أَمَّا المُعْتَدِي عَلَى الوَدِيعَةِ أَوِ المُفَرِّطُ فِي حِفْظِهَا؛ فَإِنَّهُ يَضْمَنُهَا إِذَا تَلِفَتْ؛ لِأَنَّهُ مُتْلِفٌ لِمَالِ غَيْرِهِ.
Adapun orang yang melampaui batas terhadap titipan atau lalai dalam menjaganya, maka ia harus mengganti jika titipan itu rusak, karena ia telah merusak harta orang lain.
وَمِنْ أَحْكَامِ الوَدِيعَةِ: أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى المُودَعِ حِفْظُهَا فِي حِرْزِ مِثْلِهَا كَمَا يَحْفَظُ مَالَهُ؛ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَمَرَ بِأَدَائِهَا فِي قَوْلِهِ: ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ﴾، وَلَا يُمْكِنُ أَدَاؤُهَا إِلَّا بِحِفْظِهَا، وَلِأَنَّ المُودَعَ حِينَمَا قَبِلَ الوَدِيعَةَ؛ فَقَدِ الْتَزَمَ بِحِفْظِهَا، فَيَلْزَمُهُ مَا الْتَزَمَ بِهِ.
Di antara hukum-hukum wadiah adalah: wajib bagi penerima titipan untuk menjaganya dalam tempat penyimpanan yang serupa sebagaimana ia menjaga hartanya sendiri, karena Allah Ta'ala memerintahkan untuk menunaikannya dalam firman-Nya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menunaikan amanat", dan tidak mungkin untuk menunaikannya kecuali dengan menjaganya, dan karena penerima titipan ketika menerima titipan, maka ia telah berkomitmen untuk menjaganya, sehingga ia wajib melaksanakan apa yang ia telah berkomitmen dengannya.
وَإِذَا كَانَتِ الوَدِيعَةُ دَابَّةً؛ لَزِمَ المُودَعَ إِعْلَافُهَا، فَلَوْ قَطَعَ العَلَفَ عَنْهَا بِغَيْرِ أَمْرِ صَاحِبِهَا، فَتَلِفَتْ؛ ضَمِنَهَا؛ لِأَنَّ إِعْلَافَ الدَّابَّةِ مَأْمُورٌ بِهِ، وَمَعَ كَوْنِهِ يَضْمَنُهَا؛ فَإِنَّهُ يَأْثَمُ أَيْضًا بِتَرْكِهِ إِعْلَافَهَا أَوْ سَقْيَهَا حَتَّى مَاتَتْ؛ لِأَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ عَلَفُهَا وَسَقْيُهَا لِحَقِّ اللَّهِ تَعَالَى، لِأَنَّ لَهَا حُرْمَةً.
Jika titipan itu adalah hewan, maka penerima titipan wajib memberinya makan. Jika ia memutus makanan darinya tanpa perintah pemiliknya, lalu hewan itu mati, maka ia harus menggantinya, karena memberi makan hewan adalah diperintahkan. Selain ia harus menggantinya, ia juga berdosa karena meninggalkan memberinya makan atau minum hingga mati, karena ia wajib memberinya makan dan minum demi hak Allah Ta'ala, karena hewan itu memiliki kehormatan.
وَيَجُوزُ لِلْمُودَعِ أَنْ يَدْفَعَ الوَدِيعَةَ إِلَى مَنْ يَحْفَظُ مَالَهُ عَادَةً؛ كَزَوْجَتِهِ وَعَبْدِهِ وَخَازِنِهِ وَخَادِمِهِ، وَإِنْ تَلِفَتْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ هَؤُلَاءِ مِنْ غَيْرِ تَعَدٍّ وَلَا تَفْرِيطٍ؛ لَمْ يَضْمَنْ؛ لِأَنَّ لَهُ أَنْ يَتَوَلَّى حِفْظَهَا بِنَفْسِهِ أَوْ مَنْ يَقُومُ مَقَامَهُ،
Penerima titipan boleh menyerahkan titipan kepada orang yang biasa menjaga hartanya, seperti istrinya, budaknya, penjaganya, dan pembantunya. Jika titipan itu rusak di tangan salah seorang dari mereka tanpa pelanggaran atau kelalaian, maka ia tidak harus menggantinya, karena ia boleh mengurus penjagaannya sendiri atau orang yang menggantikan posisinya.
وَكَذَا لَوْ دَفَعَهَا إِلَى مَنْ يَحْفَظُ مَالَ صَاحِبِهَا؛ بَرِئَ مِنْهَا؛ لِجَرَيَانِ الْعَادَةِ بِذَلِكَ.
Demikian pula jika ia menyerahkannya kepada orang yang menjaga harta pemiliknya; ia terbebas darinya; karena kebiasaan yang berlaku demikian.
أَمَّا لَوْ سَلَّمَهَا إِلَى أَجْنَبِيٍّ مِنْهُ وَمِنْ صَاحِبِهَا، فَتَلِفَتْ؛ ضَمِنَهَا الْمُودَعُ لِأَنَّهُ لَيْسَ لَهُ أَنْ يُودِعَهَا عِنْدَ غَيْرِهِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ؛ إِلَّا إِذَا كَانَ إِيدَاعُهَا عِنْدَ الْأَجْنَبِ لِعُذْرٍ اضْطَرَّهُ إِلَى ذَلِكَ؛ كَمَا لَوْ حَضَرَهُ الْمَوْتُ أَوْ أَرَادَ سَفَرًا وَيَخَافُ عَلَيْهَا إِذَا أَخَذَهَا مَعَهُ؛ فَلَا حَرَجَ عَلَيْهِ فِي ذَلِكَ، وَلَا يَضْمَنُ إِذَا تَلِفَتْ.
Adapun jika ia menyerahkannya kepada orang asing darinya dan dari pemiliknya, lalu rusak; maka yang menerima titipan menanggungnya karena ia tidak boleh menitipkannya kepada orang lain tanpa alasan; kecuali jika menitipkannya kepada orang asing karena alasan yang memaksanya melakukan hal itu; seperti jika kematian mendatanginya atau ia ingin bepergian dan khawatir atasnya jika ia membawanya bersamanya; maka tidak mengapa baginya dalam hal itu, dan ia tidak menanggung jika titipan itu rusak.
وَإِنْ حَصَلَ خَوْفٌ، أَوْ أَرَادَ الْمُودَعُ أَنْ يُسَافِرَ؛ فَإِنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ رَدُّ الْوَدِيعَةِ إِلَى صَاحِبِهَا أَوْ وَكِيلِهِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ صَاحِبَهَا وَلَا وَكِيلَهُ؛ فَإِنَّهُ يَحْمِلُهَا مَعَهُ فِي السَّفَرِ إِذَا كَانَ ذَلِكَ أَحْفَظَ لَهَا، فَإِنْ لَمْ يَكُنِ السَّفَرُ أَحْفَظَ لَهَا؛ دَفَعَهَا إِلَى الْحَاكِمِ؛ لِأَنَّ الْحَاكِمَ يَقُومُ مَقَامَ صَاحِبِهَا عِنْدَ غَيْبَتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ إِيدَاعُهَا عِنْدَ الْحَاكِمِ؛ أَوْدَعَهَا ثِقَةً؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمَّا أَرَادَ أَنْ يُهَاجِرَ؛ أَوْدَعَ الْوَدَائِعَ الَّتِي كَانَتْ عِنْدَهُ لِأُمِّ أَيْمَنَ ﵂، وَأَمَرَ عَلِيًّا أَنْ يَرُدَّهَا إِلَى أَهْلِهَا، وَكَذَا مَنْ حَضَرَةَ الْمَوْتُ وَعِنْدَهُ وَدَائِعُ لِلنَّاسِ؛ فَإِنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ رَدُّهَا إِلَى أَصْحَابِهَا، فَإِنْ لَمْ يَجِدْهُمْ؛ أَوْدَعَهَا عِنْدَ الْحَاكِمِ أَوْ عِنْدَ ثِقَةٍ.
Jika terjadi ketakutan, atau orang yang menerima titipan ingin bepergian; maka ia wajib mengembalikan titipan itu kepada pemiliknya atau wakilnya, jika ia tidak menemukan pemiliknya atau wakilnya; maka ia membawanya bersamanya dalam perjalanan jika itu lebih terjaga untuknya, jika perjalanan tidak lebih terjaga untuknya; ia menyerahkannya kepada hakim; karena hakim menggantikan pemiliknya ketika ia tidak ada, jika menitipkannya kepada hakim tidak memungkinkan; ia menitipkannya kepada orang yang dipercaya; karena Nabi ﷺ ketika ingin berhijrah; menitipkan titipan yang ada padanya kepada Umm Aiman ﵂, dan memerintahkan Ali untuk mengembalikannya kepada pemiliknya, demikian pula orang yang didatangi kematian dan ia memiliki titipan orang-orang; maka ia wajib mengembalikannya kepada pemiliknya, jika ia tidak menemukan mereka; ia menitipkannya kepada hakim atau kepada orang yang dipercaya.
وَالتَّعَدِّي عَلَى الْوَدِيعَةِ يُوجِبُ ضَمَانَهَا إِذَا تَلِفَتْ؛ كَمَا لَوْ أُودِعَ دَابَّةً فَرَكِبَهَا لِغَيْرِ عَلَفِهَا أَوْ سَقْيِهَا، أَوْ أُودِعَ ثَوْبًا فَلَبِسَهُ لِغَيْرِ خَوْفٍ مِنْ عُثٍّ، وَكَمَا لَوْ أُودِعَ دَرَاهِمَ فِي حِرْزٍ فَأَخْرَجَهَا مِنْ حِرْزِهَا، أَوْ كَانَتْ مَشْدُودَةً فَأَزَالَ الشَّدَّ عَنْهَا؛ فَإِنَّهُ يَضْمَنُ الْوَدِيعَةَ إِذَا تَلِفَتْ فِي هَذِهِ الْحَالَاتِ؛ لِأَنَّهُ قَدْ تَعَدَّى بِتَصَرُّفِهِ هَذَا.
Pelanggaran terhadap titipan mewajibkan jaminannya jika rusak; seperti jika ia dititipi hewan tunggangan lalu menungganginya bukan untuk memberinya makan atau meminumkannya, atau ia dititipi pakaian lalu memakainya bukan karena takut ngengat, dan seperti jika ia dititipi dirham dalam penyimpanan lalu mengeluarkannya dari penyimpanannya, atau titipan itu terikat lalu ia melepaskan ikatannya; maka ia menjamin titipan itu jika rusak dalam keadaan-keadaan ini; karena ia telah melanggar dengan tindakannya ini.
وَالمُودَعُ أَمِينٌ يُقْبَلُ قَوْلُهُ إِذَا ادَّعَى أَنَّهُ رَدَّهَا صَاحِبُهَا أَوْ مَنْ يَقُومُ مَقَامَهُ، وَيُقْبَلُ قَوْلُهُ أَيْضًا إِذَا ادَّعَى أَنَّهَا تَلِفَتْ مِنْ غَيْرِ تَفْرِيطِهِ مَعَ يَمِينِهِ؛ لِأَنَّهُ أَمِينٌ؛ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى: سَمَّاهَا أَمَانَةً بِقَوْلِهِ: ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ﴾، وَالأَصْلُ بَرَاءَتُهُ إِذَا لَمْ تَقُمْ قَرِينَةٌ عَلَى كَذِبِهِ، وَكَذَا لَوْ ادَّعَى تَلَفَهَا بِحَادِثٍ ظَاهِرٍ كَالحَرِيقِ؛ فَإِنَّهُ لَا يُقْبَلُ قَوْلُهُ إِلَّا إِذَا أَقَامَ بَيِّنَةً عَلَى وُجُودِ ذَلِكَ الحَادِثِ.
Dan penerima titipan adalah orang yang dapat dipercaya, perkataannya diterima jika ia mengklaim bahwa pemiliknya atau orang yang mewakilinya telah mengembalikannya, dan perkataannya juga diterima jika ia mengklaim bahwa titipan itu rusak bukan karena kelalaiannya disertai sumpahnya; karena ia adalah orang yang dapat dipercaya; karena Allah Ta'ala menyebutnya sebagai amanah dalam firman-Nya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat", dan pada dasarnya ia bebas dari tuduhan jika tidak ada indikasi kebohongannya, dan demikian pula jika ia mengklaim kerusakannya disebabkan oleh peristiwa yang nyata seperti kebakaran; maka perkataannya tidak diterima kecuali jika ia mendatangkan bukti atas terjadinya peristiwa tersebut.
وَلَوْ طَلَبَ مِنْهُ صَاحِبُ الوَدِيعَةِ رَدَّهَا إِلَيْهِ، فَتَأَخَّرَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ حَتَّى تَلِفَتْ؛ ضَمِنَهَا؛ لِأَنَّهُ فَعَلَ مُحَرَّمًا بِإِمْسَاكِهَا بَعْدَ طَلَبِ صَاحِبِهَا لَهَا، وَاللهُ أَعْلَمُ.
Dan jika pemilik titipan meminta pengembaliannya kepadanya, lalu ia menunda tanpa alasan hingga titipan itu rusak; maka ia harus menggantinya; karena ia telah melakukan perbuatan yang diharamkan dengan menahannya setelah pemiliknya memintanya, dan Allah lebih mengetahui.