Al Mulakhkhas Fiqhiy - Kitab Haji
كِتَابُ الْحَجِّ
بَابٌ فِي الْحَجِّ وَعَلَى مَنْ يَجِبُ
كِتَابُ الْحَجِّ
Kitab Haji
بَابٌ فِي الْحَجِّ وَعَلَى مَنْ يَجِبُ
Bab tentang Haji dan kepada siapa hukumnya wajib
الْحَجُّ هُوَ أَحَدُ أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ وَمَبَانِيهِ الْعِظَامِ.
Haji adalah salah satu rukun Islam dan fondasi agungnya.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ﴾، أَيْ: لِلَّهِ عَلَى النَّاسِ فَرْضٌ وَاجِبٌ هُوَ حَجُّ الْبَيْتِ؛ لِأَنَّ كَلِمَةَ ﴿عَلَى﴾ لِلْإِيجَابِ، وَقَدْ أَتْبَعَهُ بِقَوْلِهِ جَلَّ وَعَلَا: ﴿وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ﴾؛ فَسَمَّى اللهُ تَعَالَى تَارِكَهُ كَافِرًا، وَهَذَا مِمَّا يَدُلُّ عَلَى وُجُوبِهِ وَآكِدِيَّتِهِ، فَمَنْ لَمْ يَعْتَقِدْ وُجُوبَهُ؛ فَهُوَ كَافِرٌ بِالْإِجْمَاعِ.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." Artinya, Allah mewajibkan kepada manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah, karena kata "'alā" menunjukkan kewajiban. Allah mengiringinya dengan firman-Nya: "Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam." Allah menyebut orang yang meninggalkannya sebagai kafir, dan ini menunjukkan kewajibannya dan urgensinya. Barangsiapa tidak meyakini kewajibannya, maka ia kafir berdasarkan ijma'.
وَقَالَ تَعَالَى لِخَلِيلِهِ: ﴿وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ﴾ .
Dan Allah berfirman kepada kekasih-Nya (Ibrahim): "Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji."
وَلِلتِّرْمِذِيِّ وَغَيْرِهِ وَصَحَّحَهُ عَنْ عَلِيٍّ ﵁ مَرْفُوعًا: "مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تَبْلُغُهُ إِلَى بَيْتِ اللهِ، وَلَمْ يَحُجَّ؛ فَعَلَيْهِ أَنْ يَمُوتَ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا".
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya, dan ia menshahihkannya, dari Ali ﵁ secara marfu': "Barangsiapa memiliki bekal dan kendaraan yang dapat mengantarkannya ke Baitullah, namun ia tidak berhaji, maka hendaklah ia mati dalam keadaan Yahudi atau Nasrani."
وَقَالَ ﷺ: "بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ
Nabi ﷺ bersabda: "Islam dibangun di atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji
الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا"، وَالْمُرَادُ بِ "السَّبِيلِ" تَوَفُّرُ الزَّادِ وَوَسِيلَةِ النَّقْلِ الَّتِي تُوصِلُهُ إِلَى الْبَيْتِ وَيَرْجِعُ بِهَا إِلَى أَهْلِهِ.
"Rumah (Ka'bah) bagi siapa yang mampu mengadakan perjalanan ke sana", dan yang dimaksud dengan "jalan" adalah ketersediaan bekal dan sarana transportasi yang mengantarkannya ke Ka'bah dan kembali kepada keluarganya.
وَالْحِكْمَةُ فِي مَشْرُوعِيَّةِ الْحَجِّ هِيَ كَمَا بَيَّنَهَا اللهُ تَعَالَى بِقَوْلِهِ: ﴿لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ﴾ إِلَى قَوْلِهِ: ﴿ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ﴾؛ فَالْمَنْفَعَةُ مِنَ الْحَجِّ تَرْجِعُ لِلْعِبَادِ وَلَا تَرْجِعُ إِلَى اللهِ تَعَالَى؛ لِأَنَّهُ ﴿غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ﴾؛ فَلَيْسَ بِهِ حَاجَةٌ إِلَى الْحُجَّاجِ كَمَا يَحْتَاجُ الْمَخْلُوقُ إِلَى مَنْ يَقْصِدُهُ وَيُعَظِّمُهُ، بَلِ الْعِبَادُ بِحَاجَةٍ إِلَيْهِ؛ فَهُمْ يَقْصِدُونَ إِلَيْهِ لِحَاجَتِهِمْ إِلَيْهِ.
Hikmah disyariatkannya haji adalah sebagaimana dijelaskan oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya: "Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak" hingga firman-Nya: "Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)"; maka manfaat dari haji kembali kepada hamba dan tidak kembali kepada Allah Ta'ala; karena Dia "Maha Kaya dari semesta alam"; maka Dia tidak membutuhkan para jamaah haji sebagaimana makhluk membutuhkan orang yang mendatanginya dan mengagungkannya, bahkan hamba-hamba yang membutuhkan-Nya; maka mereka mendatangi-Nya karena kebutuhan mereka kepada-Nya.
وَالْحِكْمَةُ فِي تَأْخِيرِ فَرِيضَةِ الْحَجِّ عَنِ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصِّيَامِ؛ لِأَنَّ الصَّلَاةَ عِمَادُ الدِّينِ، وَلِتَكَرُّرِهَا فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ خَمْسَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ الزَّكَاةَ لِكَوْنِهَا قَرِينَةً لَهَا فِي كَثِيرٍ مِنَ الْمَوَاضِعِ، ثُمَّ الصِّيَامَ لِتَكَرُّرِهِ كُلَّ سَنَةٍ.
Hikmah diakhirkannya kewajiban haji dari shalat, zakat, dan puasa; karena shalat adalah tiang agama, dan karena pengulangannya dalam sehari semalam sebanyak lima kali, kemudian zakat karena ia beriringan dengannya di banyak tempat, kemudian puasa karena pengulangannya setiap tahun.
وَقَدْ فُرِضَ الْحَجُّ فِي الْإِسْلَامِ سَنَةَ تِسْعَةٍ مِنَ الْهِجْرَةِ كَمَا هُوَ قَوْلُ الْجُمْهُورِ، وَلَمْ يَحُجَّ النَّبِيُّ ﷺ إِلَّا حَجَّةً وَاحِدَةً هِيَ حَجَّةُ الْوَدَاعِ، وَكَانَتْ سَنَةَ عَشْرٍ مِنَ الْهِجْرَةِ، وَاعْتَمَرَ ﷺ أَرْبَعَ عُمَرٍ.
Haji telah diwajibkan dalam Islam pada tahun kesembilan Hijriah sebagaimana pendapat jumhur ulama, dan Nabi ﷺ tidak melaksanakan haji kecuali sekali yaitu haji Wada', dan itu terjadi pada tahun kesepuluh Hijriah, dan beliau ﷺ melaksanakan umrah sebanyak empat kali.
وَالْمَقْصُودُ مِنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ عِبَادَةُ اللهِ فِي الْبِقَاعِ الَّتِي أَمَرَ اللهُ بِعِبَادَتِهِ فِيهَا، قَالَ ﷺ: "إِنَّمَا جُعِلَ رَمْيُ الْجِمَارِ وَالسَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللهِ".
Tujuan dari haji dan umrah adalah untuk beribadah kepada Allah di tempat-tempat yang telah Allah perintahkan untuk beribadah kepada-Nya di sana. Nabi ﷺ bersabda: "Sesungguhnya melempar jumrah dan sa'i antara Shafa dan Marwah dijadikan untuk menegakkan dzikir kepada Allah."
وَالْحَجُّ فَرْضٌ بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ، وَرُكْنٌ مِنْ أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ، وَهُوَ فَرْضٌ فِي الْعُمْرِ مَرَّةً عَلَى الْمُسْتَطِيعِ، وَفَرْضُ كِفَايَةٍ عَلَى الْمُسْلِمِينَ كُلَّ عَامٍ، وَمَا زَادَ عَلَى حَجِّ الْفَرِيضَةِ فِي حَقِّ أَفْرَادِ الْمُسْلِمِينَ؛ فَهُوَ تَطَوُّعٌ.
Haji adalah kewajiban berdasarkan ijma' kaum muslimin, dan merupakan rukun Islam. Haji wajib dilakukan sekali seumur hidup bagi yang mampu, dan merupakan fardhu kifayah bagi kaum muslimin setiap tahun. Adapun haji yang dilakukan melebihi haji wajib bagi individu muslim, maka itu adalah sunnah.
وَأَمَّا الْعُمْرَةُ؛ فَوَاجِبَةٌ عَلَى قَوْلِ كَثِيرٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ؛ بِدَلِيلِ قَوْلِهِ ﷺ لَمَّا سُئِلَ: هَلْ عَلَى النِّسَاءِ مِنْ جِهَادٍ؟ قَالَ: "نَعَمْ؛ عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ: الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ"، رَوَاهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ.
Adapun umrah, maka hukumnya wajib menurut pendapat banyak ulama, berdasarkan sabda Nabi ﷺ ketika ditanya, "Apakah wanita wajib berjihad?" Beliau menjawab, "Ya, mereka wajib berjihad yang tidak ada pertempuran di dalamnya, yaitu haji dan umrah." Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih.
وَإِذَا ثَبَتَ وُجُوبُ الْعُمْرَةِ عَلَى النِّسَاءِ فَالرِّجَالُ أَوْلَى.
Jika kewajiban umrah telah ditetapkan bagi wanita, maka bagi pria lebih utama.
وَقَالَ ﷺ لِلَّذِي سَأَلَهُ، فَقَالَ: أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ، لَا يَسْتَطِيعُ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ وَلَا الظَّعْنَ؟ فَقَالَ: "حُجَّ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ"، رَوَاهُ الْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ.
Nabi ﷺ bersabda kepada seseorang yang bertanya kepadanya, "Ayahku adalah seorang yang tua renta, tidak mampu melaksanakan haji, umrah, atau bepergian?" Beliau menjawab, "Berhajilah untuk ayahmu dan berumrahlah." Hadits ini diriwayatkan oleh lima imam hadits dan dishahihkan oleh Tirmidzi.
فَيَجِبُ الحَجُّ وَالعُمْرَةُ عَلَى المُسْلِمِ مَرَّةً وَاحِدَةً فِي العُمْرِ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "الحَجُّ مَرَّةً، فَمَنْ زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ"، وَرَوَاهُ أَحْمَدُ وَغَيْرُهُ.
Haji dan umrah wajib bagi seorang Muslim sekali seumur hidup; karena sabda Nabi ﷺ: "Haji itu sekali, dan siapa yang menambahnya maka itu adalah tathawwu' (sunnah)", diriwayatkan oleh Ahmad dan lainnya.
وَفِي "صَحِيحِ مُسْلِمٍ" وَغَيْرِهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ﵁ مَرْفُوعًا: "أَيُّهَا النَّاسُ! قَدْ فَرَضَ عَلَيْكُمُ الحَجَّ، فَحُجُّوا"، فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ؟ فَقَالَ: "لَوْ قُلْتُ: نَعَمْ؛ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ".
Dalam "Shahih Muslim" dan lainnya, dari Abu Hurairah ﵁ secara marfu': "Wahai manusia! Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah", lalu seorang laki-laki bertanya: Apakah setiap tahun? Beliau menjawab: "Seandainya aku mengatakan 'iya', niscaya ia menjadi wajib dan kalian tidak akan mampu".
وَيَجِبُ عَلَى المُسْلِمِ أَنْ يُبَادِرَ بِأَدَاءِ الحَجِّ الوَاجِبِ مَعَ الإِمْكَانِ، وَيَأْثَمُ إِنْ أَخَّرَهُ بِلَا عُذْرٍ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "تَعَجَّلُوا إِلَى الحَجِّ"يَعْنِي: الفَرِيضَةَ"، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ"، رَوَاهُ أَحْمَدُ.
Seorang Muslim wajib bersegera menunaikan haji wajib jika mampu, dan berdosa jika menundanya tanpa uzur; karena sabda Nabi ﷺ: "Bersegeralah kalian untuk berhaji" yaitu haji wajib, "karena sesungguhnya salah seorang dari kalian tidak tahu apa yang akan terjadi padanya", diriwayatkan oleh Ahmad.
وَإِنَّمَا يَجِبُ الحَجُّ بِشُرُوطٍ خَمْسَةٍ: الإِسْلَامُ، وَالعَقْلُ، وَالبُلُوغُ، وَالحُرِّيَّةُ، وَالاسْتِطَاعَةُ، فَمَنْ تَوَفَّرَتْ فِيهِ هَذِهِ الشُّرُوطُ؛ وَجَبَ عَلَيْهِ المُبَادَةُ بِأَدَاءِ الحَجِّ.
Haji hanya diwajibkan dengan lima syarat: Islam, berakal, baligh, merdeka, dan mampu. Barangsiapa yang memenuhi syarat-syarat ini, maka wajib baginya untuk segera menunaikan haji.
وَيَصِحُّ فِعْلُ الحَجِّ وَالعُمْرَةِ مِنَ الصَّبِيِّ نَفْلًا؛ لِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ امْرَأَةً رَفَعَتْ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ صَبِيًّا: أَلِهَذَا حَجٌّ؟ قَالَ: "نَعَمْ، وَلَكِ أَجْرٌ"، رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Haji dan umrah yang dilakukan oleh anak kecil adalah sah sebagai amalan sunnah; berdasarkan hadits Ibnu Abbas: bahwa seorang wanita mengangkat seorang anak kecil kepada Nabi ﷺ seraya bertanya: Apakah anak ini mendapatkan (pahala) haji? Beliau menjawab: "Ya, dan bagimu pahala", diriwayatkan oleh Muslim.
وَقَدْ أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الصَّبِيَّ إِذَا حَجَّ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ؛ فَعَلَيْهِ الْحَجُّ إِذَا بَلَغَ وَاسْتَطَاعَ، وَلَا تُجْزِئُهُ تِلْكَ الْحَجَّةُ عَنْ حَجَّةِ الْإِسْلَامِ، وَكَذَا عُمْرَتُهُ.
Para ulama sepakat bahwa jika seorang anak laki-laki melakukan haji sebelum baligh, maka ia wajib melakukan haji lagi ketika sudah baligh dan mampu, dan haji yang dilakukannya sebelum baligh tidak mencukupi untuk haji Islam, begitu pula umrahnya.
وَإِنْ كَانَ الصَّبِيُّ دُونَ التَّمْيِيزِ؛ عَقَدَ عَنْهُ الْإِحْرَامَ وَلِيُّهُ؛ بِأَنْ يَنْوِيَهُ عَنْهُ، وَيُجَنِّبُهُ الْمَحْظُورَاتِ، وَيَطُوفُ وَيَسْعَى بِهِ مَحْمُولًا، وَيَسْتَصْحِبُهُ فِي عَرَفَةَ وَمُزْدَلِفَةَ وَمِنًى، وَيَرْمِي عَنْهُ الْجَمَرَاتِ.
Jika anak itu belum mumayyiz, maka walinya yang melakukan ihram untuknya, dengan niat untuknya, menjauhkannya dari larangan-larangan, thawaf dan sa'i dengannya dalam gendongan, membawanya ke Arafah, Muzdalifah, dan Mina, serta melempar jumrah untuknya.
وَإِنْ كَانَ الصَّبِيُّ مُمَيِّزًا؛ نَوَى الْإِحْرَامَ بِنَفْسِهِ بِإِذْنِ وَلِيِّهِ، وَيُؤَدِّي مَا قَدْ عَلَيْهِ مِنْ مَنَاسِكِ الْحَجِّ، وَمَا عَجَزَ عَنْهُ؛ يَفْعَلُهُ عَنْهُ وَلِيُّهُ؛ كَرَمْيِ الْجَمَرَاتِ، وَيُطَافُ بِهِ رَاكِبًا أَوْ مَحْمُولًا إِنْ عَجَزَ عَنِ الْمَشْيِ.
Jika anak itu sudah mumayyiz, ia berniat ihram sendiri dengan izin walinya, dan melakukan manasik haji yang mampu dilakukannya. Apa yang tidak mampu dilakukannya, seperti melempar jumrah, dilakukan oleh walinya. Ia thawaf dengan berkendara atau digendong jika tidak mampu berjalan.
وَكُلُّ مَا أَمْكَنَ الصَّغِيرَ مُمَيِّزًا كَانَ أَوْ دُونَهُ فِعْلُهُ كَالْوُقُوفِ وَالْمَبِيتِ؛ لَزِمَهُ فِعْلُهُ؛ بِمَعْنَى أَنَّهُ لَا يَصِحُّ أَنْ يُفْعَلَ عَنْهُ؛ لِعَدَمِ الْحَاجَةِ لِذَلِكَ، وَيَجْتَنِبُ فِي حَجِّهِ مَا يَجْتَنِبُ الْكَبِيرُ مِنَ الْمَحْظُورَاتِ.
Semua yang mampu dilakukan oleh anak kecil, baik mumayyiz atau tidak, seperti wuquf dan mabit, wajib dilakukannya sendiri. Artinya, tidak sah jika dilakukan oleh orang lain untuknya karena tidak ada kebutuhan untuk itu. Dalam hajinya, ia harus menghindari larangan-larangan yang dihindari oleh orang dewasa.
وَالْقَادِرُ عَلَى الْحَجِّ هُوَ الَّذِي يَتَمَكَّنُ مِنْ أَدَائِهِ جِسْمِيًّا وَمَادِيًّا؛ بِأَنْ يُمْكِنُهُ الرُّكُونُ، وَيَتَحَمَّلُ السَّفَرَ، وَيَجِدُ مِنَ الْمَالِ بُلْغَتَهُ الَّتِي تَكْفِيهِ ذَهَابًا وَإِيَابًا، وَيَجِدُ أَيْضًا مَا يَكْفِي أَوْلَادَهُ وَمَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُمْ إِلَى أَنْ يَعُودَ إِلَيْهِمْ، وَلَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ ذَلِكَ بَعْدَ قَضَاءِ الدُّيُونِ وَالْحُقُوقِ الَّتِي عَلَيْهِ، وَبِشَرْطِ أَنْ يَكُونَ طَرِيقُهُ إِلَى الْحَجِّ آمِنًا عَلَى نَفْسِهِ وَمَالِهِ.
Orang yang mampu melakukan haji adalah orang yang dapat melakukannya secara fisik dan finansial, yaitu dapat beristirahat, menanggung perjalanan, memiliki cukup uang untuk pergi dan pulang, serta memiliki cukup uang untuk anak-anaknya dan orang-orang yang wajib dinafkahinya sampai ia kembali kepada mereka. Hal itu harus dilakukan setelah melunasi utang-utang dan hak-hak yang menjadi kewajibannya, dan dengan syarat perjalanannya ke haji aman bagi diri dan hartanya.
فَإِنْ قَدَرَ بِمَالِهِ دُونَ جِسْمِهِ، بِأَنْ كَانَ كَبِيرًا هَرِمًا أَوْ مَرِيضًا مَرَضًا مُزْمِنًا لَا يُرْجَى بُرْؤُهُ؛ لَزِمَهُ أَنْ يُقِيمَ مَنْ يَحُجُّ عَنْهُ وَيَعْتَمِرُ حَجَّةً وَعُمْرَةً
Jika ia mampu secara finansial tetapi tidak secara fisik, misalnya karena sudah tua renta atau menderita penyakit kronis yang tidak diharapkan kesembuhannya, maka ia wajib menunjuk orang yang melakukan haji dan umrah untuknya.
الإِسْلَامُ مِنْ بَلَدِهِ أَوْ مِنَ الْبَلَدِ الَّذِي أَيْسَرُ فِيهِ؛ لِمَا رَوَاهُ ابْنُ عَبَّاسٍ ﵄؛ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ! إِنَّ أَبِي أَدْرَكَتْهُ فَرِيضَةُ اللهِ فِي الْحَجِّ شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَثْبُتَ عَلَى الرَّاحِلَةِ؛ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: "حُجِّي عَنْهُ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Islam dari negerinya atau dari negeri yang paling mudah baginya; karena apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ﵄; bahwa seorang wanita dari Khats'am berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya ayahku telah mencapai kewajiban Allah dalam haji sebagai seorang yang tua renta yang tidak mampu duduk di atas kendaraan; apakah aku boleh berhaji untuknya? Beliau bersabda: "Berhajilah untuknya", disepakati oleh para ulama.
وَيُشْتَرَطُ فِي النَّائِبِ عَنْ غَيْرِهِ فِي الْحَجِّ أَنْ يَكُونَ قَدْ حَجَّ عَنْ نَفْسِهِ حَجَّةَ الْإِسْلَامِ؛ لِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﵄؛ أَنَّهُ ﷺ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ، قَالَ: "حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ "، قَالَ: لَا، قَالَ: "حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ"، إِسْنَادُهُ جَيِّدٌ، وَصَحَّحَهُ الْبَيْهَقِيُّ.
Dan disyaratkan bagi orang yang menggantikan orang lain dalam haji bahwa dia telah berhaji untuk dirinya sendiri dengan haji Islam; karena hadits Ibnu Abbas ﵄; bahwa beliau ﷺ mendengar seorang laki-laki berkata: Labbaika 'an Shubromah, beliau bersabda: "Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu sendiri?" Dia menjawab: Belum, beliau bersabda: "Berhajilah untuk dirimu sendiri", sanadnya baik, dan dinyatakan shahih oleh Al-Baihaqi.
وَيُعْطَى النَّائِبُ مِنَ الْمَالِ مَا يَكْفِيهِ تَكَالِيفَ السَّفَرِ ذَهَابًا وَإِيَابًا، وَلَا تَجُوزُ الْإِجَارَةُ عَلَى الْحَجِّ، وَلَا أَنْ يَتَّخِذَ ذَرِيعَةً لِكَسْبِ الْمَالِ، وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ مَقْصُودُ النَّائِبِ نَفْعَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ، وَأَنْ يَحُجَّ بَيْتَ اللهِ الْحَرَامَ وَيَزُورَ تِلْكَ الْمَشَاعِرَ الْعِظَامَ، فَيَكُونَ حَجَّةً لِلَّهِ لَا لِأَجْلِ الدُّنْيَا، فَإِنْ حَجَّ لِقَصْدِ الْمَالِ؛ فَحَجُّهُ غَيْرُ صَحِيحٍ.
Dan orang yang menggantikan diberi uang yang cukup untuk biaya perjalanan pergi dan pulang, dan tidak boleh menyewa untuk haji, dan tidak boleh menjadikannya sebagai alasan untuk mencari uang, dan seharusnya tujuan orang yang menggantikan adalah untuk memberi manfaat kepada saudaranya sesama Muslim, dan untuk berhaji ke Baitullah Al-Haram dan mengunjungi tempat-tempat suci yang agung itu, sehingga menjadi haji karena Allah bukan karena dunia, jika dia berhaji dengan tujuan untuk mendapatkan uang; maka hajinya tidak sah.
بَابٌ فِي شُرُوطِ وُجُوبِ الْحَجِّ عَلَى الْمَرْأَةِ وَأَحْكَامِ النِّيَابَةِ
بَابٌ فِي شُرُوطِ وُجُوبِ الْحَجِّ عَلَى الْمَرْأَةِ وَاحْكَامِ النِّيَابَةِ
Bab tentang syarat-syarat wajibnya haji bagi wanita dan hukum-hukum perwakilan
الْحَجُّ يَجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِ ذَكَرًا كَانَ أَمْ أُنْثَى، لَكِنْ يُشْتَرَطُ لِوُجُوبِهِ عَلَى الْمَرْأَةِ زِيَادَةً عَمَّا سَبَقَ مِنَ الشُّرُوطِ وُجُودُ الْمَحْرَمِ الَّذِي يُسَافِرُ مَعَهَا لِأَدَائِهِ؛ لِأَنَّهُ لَا يَجُوزُ لَهَا السَّفَرُ لِحَجٍّ وَلَا لِغَيْرِهِ بِدُونِ مَحْرَمٍ:
Haji wajib bagi seorang Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi disyaratkan untuk kewajibannya bagi wanita, selain syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya, adanya mahram yang bepergian bersamanya untuk menunaikannya; karena tidak boleh baginya bepergian untuk haji atau selainnya tanpa mahram:
لِقَوْلِهِ ﷺ: "لَا تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ مَحْرَمٍ، وَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلَّا وَمَعَهَا مَحْرَمٌ"، رَوَاهُ أَحْمَدُ بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ.
Karena sabda Nabi ﷺ: "Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama mahram, dan janganlah seorang laki-laki masuk menemuinya kecuali bersamanya ada mahram", diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang sahih.
وَقَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ ﷺ: إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِي جَيْشِ كَذَا، وَامْرَأَتِي تُرِيدُ الْحَجَّ؟ فَقَالَ: "اخْرُجْ مَعَهَا".
Dan seorang laki-laki berkata kepada Nabi ﷺ: Sesungguhnya aku ingin pergi dalam pasukan ini dan itu, dan istriku ingin berhaji? Maka beliau bersabda: "Pergilah bersamanya".
وَفِي "الصَّحِيحَيْنِ": إِنَّ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً وَإِنِّي اكْتُتِبْتُ فِي عَزْوَةِ كَذَا؟ قَالَ:: "انْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ".
Dan dalam "Shahihain": Sesungguhnya istriku pergi untuk berhaji dan aku telah terdaftar dalam peperangan ini dan itu? Beliau bersabda: "Pergilah dan berhajilah bersama istrimu".
وَفِي "الصَّحِيحِ" وَغَيْرِهِ: "لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا مَحْرَمٌ".
Dalam "Shahih" dan lainnya: "Tidak halal bagi seorang wanita bepergian sejauh perjalanan sehari semalam tanpa disertai mahram".
فَهَذِهِ جُمْلَةُ نُصُوصٍ عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ تُحَرِّمُ عَلَى الْمَرْأَةِ أَنْ تُسَافِرَ بِدُونِ مَحْرَمٍ يُسَافِرُ مَعَهَا سَوَاءٌ كَانَ السَّفَرُ لِلْحَجِّ أَوْ لِغَيْرِهِ، وَذَلِكَ لِأَجْلِ سَدِّ الذَّرِيعَةِ عَنِ الْفَسَادِ وَالِافْتِتَانِ مِنْهَا وَبِهَا.
Ini adalah kumpulan teks dari Rasulullah ﷺ yang mengharamkan seorang wanita bepergian tanpa mahram yang menemaninya, baik perjalanan itu untuk haji atau lainnya, demi menutup jalan kerusakan dan fitnah darinya dan terhadapnya.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ ﵀: "الْمَحْرَمُ مِنَ السَّلِيلِ، فَمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا مَحْرَمٌ؛ لَمْ يَلْزَمْهَا الْحَجُّ بِنَفْسِهَا وَلَا بِنَائِبِهَا".
Imam Ahmad ﵀ berkata: "Mahram adalah dari keturunan, maka siapa yang tidak memiliki mahram, dia tidak wajib melaksanakan haji sendiri atau dengan wakilnya".
وَمَحْرَمُ الْمَرْأَةِ هُوَ: زَوْجُهَا، أَوْ مَنْ يَحْرُمُ عَلَيْهِ نِكَاحُهَا تَحْرِيمًا مُؤَبَّدًا بِنَسَبٍ؛ كَأَخِيهَا وَأَبِيهَا وَعَمِّهَا وَابْنِ أَخِيهَا وَخَالِهَا، أَوْ حَرُمَ عَلَيْهِ بِسَبَبٍ مُبَاحٍ؛ كَأَخٍ مِنْ رَضَاعٍ أَوْ مُصَاهَرَةٍ كَزَوْجِ أُمِّهَا وَابْنِ زَوْجِهَا؛ لِمَا فِي "صَحِيحِ مُسْلِمٍ": "لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ أَنْ تُسَافِرَ إِلَّا وَمَعَهَا أَبُوهَا أَوِ ابْنُهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا".
Mahram seorang wanita adalah: suaminya, atau orang yang haram menikahinya secara permanen karena nasab; seperti saudaranya, ayahnya, pamannya, anak saudaranya, dan pamannya dari ibu, atau haram menikahinya karena sebab yang diperbolehkan; seperti saudara sesusuan atau perbesanan seperti suami ibunya dan anak suaminya; berdasarkan hadits dalam "Shahih Muslim": "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah untuk bepergian kecuali bersama ayahnya, anaknya, suaminya, atau mahramnya".
وَنَفَقَةُ مَحْرَمِهَا فِي السَّفَرِ عَلَيْهَا، فَيُشْتَرَطُ لِوُجُوبِ الْحَجِّ عَلَيْهَا أَنْ تَمْلِكَ مَا يُنْفِقُ عَلَيْهَا وَعَلَى مَحْرَمِهَا ذَهَابًا وَإِيَابًا.
Biaya mahramnya dalam perjalanan menjadi tanggungannya, maka disyaratkan untuk kewajiban haji atasnya bahwa dia memiliki biaya untuk dirinya dan mahramnya, pergi dan pulang.
وَمَنْ وَجَدَتْ مَحْرَمًا، وَفَرَّطَتْ بِالتَّأْخِيرِ حَتَّى فَقَدَتْهُ مَعَ قُدْرَتِهَا الْمَالِيَّةِ؛ انْتَظَرَتْ حُصُولَهُ، فَإِنْ أَيِسَتْ مِنْ حُصُولِهِ؛ اسْتَنَابَتْ مَنْ يَحُجُّ عَنْهَا.
Siapa yang mendapatkan mahram, lalu dia menunda-nunda hingga kehilangannya padahal dia mampu secara finansial; maka dia menunggu ketersediaannya, jika dia putus asa mendapatkannya; maka dia mewakilkan orang yang berhaji untuknya.
وَمَنْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْحَجُّ ثُمَّ مَاتَ قَبْلَ الْحَجِّ؛ أُخْرِجَ مِنْ تَرِكَتِهِ مِنْ رَأْسِ الْمَالِ الْمِقْدَارُ الَّذِي يَكْفِي لِلْحَجِّ، وَاسْتُنِيبَ عَنْهُ مَنْ يُؤَدِّيهِ عَنْهُ؛ لِمَا رَوَى الْبُخَارِيُّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ! إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ، فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ؛ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا؟ قَالَ: "نَعَمْ؛ حُجِّي عَنْهَا، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ؟ اقْضُوا اللهَ؛ فَاللهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ"؛ فَدَلَّ الْحَدِيثُ عَلَى أَنَّ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ حَجٌّ؛ وَجَبَ عَلَى وَلَدِهِ أَوْ وَلِيِّهِ أَنْ يَحُجَّ عَنْهُ أَوْ يُجَهِّزَ مَنْ يَحُجُّ عَنْهُ مِنْ رَأْسِ مَالِ الْمَيِّتِ، كَمَا يَجِبُ عَلَى وَلِيِّهِ قَضَاءُ دُيُونِهِ، وَقَدْ أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ دَيْنَ الْآدَمِيِّ يُقْضَى مِنْ رَأْسِ مَالِهِ؛ فَكَذَا مَا شُبِّهَ بِهِ فِي الْقَضَاءِ، وَفِي حَدِيثٍ آخَرَ: "إِنَّ أُخْتِي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ"، وَفِي "سُنَنِ الدَّارَقُطْنِيِّ": "إِنَّ أَبِي مَاتَ وَعَلَيْهِ حَجَّةُ الْإِسْلَامِ"، وَظَاهِرُهُ أَنَّهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ الْوَاجِبِ بِأَصْلِ الشَّرْعِ وَالْوَاجِبِ بِإِيجَابِهِ عَلَى نَفْسِهِ، سَوَاءٌ أَوْصَى بِهِ أَمْ لَا.
Dan barangsiapa yang wajib atasnya haji kemudian ia meninggal sebelum haji; maka dikeluarkan dari harta peninggalannya dari pokok harta sejumlah yang mencukupi untuk haji, dan diwakilkan orang yang melaksanakannya untuknya; berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas; bahwa seorang wanita berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya ibuku bernazar untuk berhaji, namun ia tidak berhaji hingga meninggal; apakah aku boleh berhaji untuknya? Beliau bersabda: "Ya; berhajilah untuknya, bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki hutang apakah engkau akan melunasinya? Tunaikanlah hak Allah; karena Allah lebih berhak untuk dipenuhi"; maka hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa meninggal dan ia memiliki kewajiban haji; maka wajib atas anaknya atau walinya untuk berhaji untuknya atau mempersiapkan orang yang berhaji untuknya dari pokok harta si mayit, sebagaimana wajib atas walinya melunasi hutang-hutangnya, dan mereka telah bersepakat bahwa hutang manusia dilunasi dari pokok hartanya; maka demikian pula apa yang diserupakan dengannya dalam pelunasan, dan dalam hadits lain: "Sesungguhnya saudariku bernazar untuk berhaji", dan dalam "Sunan ad-Daraquthni": "Sesungguhnya ayahku meninggal dan ia memiliki kewajiban haji Islam", dan zhahirnya bahwa tidak ada perbedaan antara yang wajib berdasarkan asal syariat dan yang wajib berdasarkan kewajibannya atas dirinya sendiri, baik ia berwasiat dengannya atau tidak.
وَالْحَجُّ عَنِ الْغَيْرِ يَقَعُ عَنِ الْمَحْجُوجِ عَنْهُ كَأَنَّهُ فَعَلَهُ بِنَفْسِهِ، وَيَكُونُ الْفَاعِلُ بِمَنْزِلَةِ الْوَكِيلِ، وَالنَّائِبُ يَنْوِي الْإِحْرَامَ عَنْهُ، وَيُلَبِّي عَنْهُ، وَيَكْفِيهِ أَنْ
Dan haji atas nama orang lain terjadi untuk orang yang dihajikan untuknya seakan-akan ia melakukannya sendiri, dan pelakunya berada pada kedudukan wakil, dan pengganti berniat ihram untuknya, dan bertalbiyah untuknya, dan cukup baginya bahwa
يَنْوِي النُّسُكَ عَنْهُ، وَلَوْ لَمْ يُسَمِّهِ فِي اللَّفْظِ، وَإِنْ جَهِلَ اسْمَهُ أَوْ نَسَبَهُ؛ لَبَّى عَمَّنْ سَلَّمَ إِلَيْهِ الْمَالَ لِيَحُجَّ عَنْهُ بِهِ.
Dia berniat melakukan ibadah haji atas nama orang tersebut, meskipun dia tidak menyebutkan namanya secara lisan, dan jika dia tidak mengetahui nama atau nasabnya; dia melakukan talbiyah atas nama orang yang menyerahkan uang kepadanya untuk melakukan haji untuknya.
وَيُسْتَحَبُّ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَحُجَّ عَنْ أَبَوَيْهِ إِنْ كَانَا مَيِّتَيْنِ أَوْ حَيَّيْنِ عَاجِزَيْنِ عَنِ الْحَجِّ، وَيُقَدِّمُ أُمَّهُ؛ لِأَنَّهَا أَحَقُّ بِالْبِرِّ.
Disunnahkan bagi seorang Muslim untuk melakukan haji atas nama kedua orang tuanya jika mereka telah meninggal atau masih hidup namun tidak mampu melakukan haji, dan dia mendahulukan ibunya; karena dia lebih berhak untuk mendapatkan kebaikan.
بَابٌ فِي فَضْلِ الْحَجِّ وَالِاسْتِعْدَادِ لَهُ
بَابٌ فِي فَضْلِ الْحَجِّ وَالِاسْتِعْدَادِ لَهُ
Bab tentang keutamaan haji dan persiapannya
الْحَجُّ فِيهِ فَضْلٌ عَظِيمٌ وَثَوَابٌ جَزِيلٌ:
Haji memiliki keutamaan yang besar dan pahala yang melimpah:
رَوَى التِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ مَرْفُوعًا: "تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ؛ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجِّ الْمَبْرُورِ ثَوَابٌ إِلَّا الْجَنَّةُ".
At-Tirmidzi meriwayatkan dan menshahihkannya dari Ibnu Mas'ud secara marfu': "Ikutilah antara haji dan umrah; karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa sebagaimana alat peniup menghilangkan kotoran besi, emas, dan perak, dan tidak ada pahala bagi haji mabrur kecuali surga."
وَفِي "الصَّحِيحِ" عَنْ عَائِشَةَ ح قَالَتْ: نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ؛ أَفَلَا نُجَاهِدُ؟ قَالَ: "لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ".
Dalam "Shahih" dari Aisyah RA, dia berkata: Kami berpandangan bahwa jihad adalah amalan yang paling utama; tidakkah kami berjihad? Beliau bersabda: "Tetapi jihad yang paling utama adalah haji mabrur."
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ هُوَ الَّذِي لَا يُخَالِطُهُ شَيْءٌ مِنَ الْإِثْمِ وَقَدْ كَمُلَتْ أَحْكَامُهُ، فَوَقَعَ عَلَى الْوَجْهِ الْأَكْمَلِ، وَقِيلَ: هُوَ الْمُتَقَبَّلُ.
Haji mabrur adalah yang tidak tercampur dengan dosa sedikit pun dan telah sempurna hukum-hukumnya, sehingga terjadi dengan cara yang paling sempurna, dan dikatakan: itu adalah yang diterima.
فَإِذَا اسْتَقَرَّ عَزْمُهُ عَلَى الْحَجِّ، فَلْيَتُبْ مِنْ جَمِيعِ الْمَعَاصِي، وَيَخْرُجْ مِنَ الْمَظَالِمِ بِرَدِّهَا إِلَى أَهْلِهَا،
Jika tekadnya untuk berhaji telah bulat, maka hendaklah dia bertaubat dari semua kemaksiatan, dan keluar dari kezaliman dengan mengembalikannya kepada pemiliknya,
وَيُرَدُّ الْوَدَائِعَ وَالْعَوَارِيَ وَالدُّيُونَ الَّتِي عِنْدَهُ لِلنَّاسِ، وَيَسْتَحِلُّ مَنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ ظَلَامَةً، وَيَكْتُبُ وَصِيَّتَهُ، وَيُوَكِّلُ مَنْ يَقْضِي مَا لَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْ قَضَائِهِ مِنَ الْحُقُوقِ الَّتِي عَلَيْهِ، وَيُؤَمِّنُ لِأَوْلَادِهِ وَمَنْ تَحْتَ يَدِهِ مَا يَكْفِيهِمْ مِنَ النَّفَقَةِ إِلَى حِينِ رُجُوعِهِ، وَيَحْرِصُ أَنْ تَكُونَ نَفَقَتُهُ حَلَالًا، وَيَأْخُذُ مِنَ الزَّادِ وَالنَّفَقَةِ مَا يَكْفِيهِ؛ لِيَسْتَغْنِيَ عَنِ الْحَاجَةِ إِلَى غَيْرِهِ وَيَكُونَ زَادُهُ طَيِّبًا، قَالَ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ﴾، وَيَجْتَهِدُ فِي تَحْصِيلِ رَفِيقٍ صَالِحٍ عَوْنًا لَهُ عَلَى سَفَرِهِ وَأَدَاءِ نُسُكِهِ؛ يَهْدِيهِ إِذَا ضَلَّ، وَيُذَكِّرُهُ إِذَا نَسِيَ.
Dan dia mengembalikan titipan, pinjaman, dan utang yang dia miliki kepada orang-orang, dan meminta maaf kepada siapa pun yang dia zalimi, dan menulis wasiatnya, dan menunjuk seseorang untuk melunasi hak-hak yang belum mampu dia tunaikan, dan menjamin nafkah yang cukup bagi anak-anaknya dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya hingga dia kembali, dan dia bersemangat agar nafkahnya halal, dan mengambil bekal dan nafkah yang cukup baginya; agar dia tidak membutuhkan orang lain dan bekalnya baik, Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik", dan dia bersungguh-sungguh mendapatkan teman yang saleh untuk membantunya dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadahnya; menunjukinya jika tersesat, dan mengingatkannya jika lupa.
وَيَجِبُ تَصْحِيحُ النِّيَّةِ بِأَنْ يُرِيدَ بِحَجِّهِ وَجْهَ اللهِ، وَيَسْتَعْمِلَ الرِّفْقَ وَحُسْنَ الْخُلُقِ، وَيَجْتَنِبَ الْمُخَاصَمَةَ وَمُضَايَقَةَ النَّاسِ فِي الطَّرِيقِ، وَيَصُونَ لِسَانَهُ عَنِ الشَّتْمِ وَالْغِيبَةِ وَجَمِيعِ مَا لَا يَرْضَاهُ اللهُ وَرَسُولُهُ.
Dan wajib membenarkan niat dengan menginginkan ridha Allah dengan hajinya, dan menggunakan kelembutan dan akhlak yang baik, dan menghindari perselisihan dan mengganggu orang-orang di jalan, dan menjaga lisannya dari mencaci maki, ghibah, dan semua hal yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya.
بَابٌ فِي مَوَاقِيتِ الْحَجِّ
بَابٌ فِي مَوَاقِيتِ الْحَجِّ
Bab tentang waktu-waktu haji
الْمَوَاقِيتُ: جَمْعُ مِيقَاتٍ، وَهُوَ لُغَةً: الْحَدُّ، وَشَرْعًا: هُوَ مَوْضِعُ الْعِبَادَةِ أَوْ زَمَنُهَا.
Al-Mawāqīt: jamak dari mīqāt, yang secara bahasa berarti: batas, dan secara syariat berarti: tempat atau waktu ibadah.
وَلِلْحَجِّ مَوَاقِيتُ زَمَنِيَّةٌ وَمَكَانِيَّةٌ:
Haji memiliki waktu-waktu tertentu dan tempat-tempat tertentu:
فَالزَّمَنِيَّةُ: ذَكَرَهَا اللهُ بِقَوْلِهِ: ﴿الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجّ﴾، وَهَذِهِ الأَشْهُرُ هِيَ: شَوَّالٌ، وَذُو الْقَعْدَةِ، وَعَشْرٌ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ؛ أَيْ: مَنْ أَحْرَمَ بِالْحَجِّ فِي هَذِهِ الأَشْهُرِ؛ فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَجَنَّبَ مَا يُخِلُّ بِالْحَجِّ مِنَ الأَقْوَالِ وَالأَفْعَالِ الذَّمِيمَةِ، وَأَنْ يَشْتَغِلَ فِي أَفْعَالِ الْخَيْرِ، وَيُلازِمَ التَّقْوَى.
Adapun waktu-waktu tertentu: Allah menyebutkannya dalam firman-Nya: "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji", dan bulan-bulan ini adalah: Syawal, Dzulqa'dah, dan sepuluh hari pertama Dzulhijjah; artinya: barangsiapa yang berihram untuk haji pada bulan-bulan ini, maka ia harus menghindari hal-hal yang merusak haji dari perkataan dan perbuatan tercela, sibuk dalam perbuatan baik, dan senantiasa bertakwa.
وَأَمَّا الْمَوَاقِيتُ الْمَكَانِيَّةُ: فَهِيَ الْحُدُودُ الَّتِي لا يَجُوزُ لِلْحَاجِّ أَنْ يَتَعَدَّاهَا إِلَى مَكَّةَ بِدُونِ إِحْرَامٍ.
Adapun tempat-tempat tertentu: yaitu batas-batas yang tidak boleh dilewati oleh orang yang berhaji menuju Makkah tanpa berihram.
وَقَدْ بَيَّنَهَا رَسُولُ اللهِ ﷺ؛ كَمَا فِي حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﵄ قَالَ: "وَقَّتَ رَسُولُ اللهِ ﷺ لأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ، وَلأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ، وَلأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنَ الْمَنَازِلِ، وَلأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ، هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ الْحَجَّ
Rasulullah ﷺ telah menjelaskannya; sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas ﵄, ia berkata: "Rasulullah ﷺ menetapkan Dzul Hulaifah untuk penduduk Madinah, Al-Juhfah untuk penduduk Syam, Qarn Al-Manazil untuk penduduk Najd, dan Yalamlam untuk penduduk Yaman. Tempat-tempat itu untuk mereka dan untuk orang-orang yang datang melewatinya dari selain penduduknya yang ingin berhaji"
أَوِ الْعُمْرَةَ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ؛ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَلِمُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ جَابِرٍ: "وَمَهَلُّ أَهْلِ الْعِرَاقِ ذَاتُ عِرْقٍ".
Atau umrah, dan barangsiapa yang berada di bawah itu; maka dari mana pun dia memulai, bahkan penduduk Makkah dari Makkah", disepakati atasnya, dan bagi Muslim dari hadits Jabir: "Dan miqat penduduk Irak adalah Dzatu 'Irq".
وَالْحِكْمَةُ مِنْ ذَلِكَ: أَنَّهُ لَمَّا كَانَ بَيْتُ اللهِ الْحَرَامُ مُعَظَّمًا مُشَرَّفًا؛ جَعَلَ اللهُ لَهُ حِصْنًا وَهُوَ مَكَّةُ، وَحِمًى وَهُوَ الْحَرَمُ، وَلِلْحَرَمِ حَرَمٌ وَهُوَ الْمَوَاقِيتُ الَّتِي لَا يَجُوزُ تَجَاوُزُهَا إِلَيْهِ إِلَّا بِإِحْرَامٍ؛ تَعْظِيمًا لِبَيْتِ اللهِ الْحَرَامِ.
Hikmah dari hal itu: bahwa ketika Baitullah al-Haram dimuliakan dan diagungkan; Allah menjadikan baginya benteng yaitu Makkah, dan tanah suci yaitu al-Haram, dan bagi al-Haram terdapat tanah suci yaitu miqat-miqat yang tidak boleh melewatinya kecuali dengan ihram; sebagai pengagungan terhadap Baitullah al-Haram.
وَأَبْعَدُ هَذِهِ الْمَوَاقِيتِ: ذُو الْحُلَيْفَةِ، مِيقَاتُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ، فَبَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ مَسِيرَةُ عَشَرَةِ أَيَّامٍ.
Dan miqat terjauh dari miqat-miqat ini adalah: Dzul Hulaifah, miqat penduduk Madinah, jarak antara Dzul Hulaifah dan Makkah adalah perjalanan sepuluh hari.
وَمِيقَاتُ أَهْلِ الشَّامِ وَمِصْرَ وَالْمَغْرِبِ: الْجُحْفَةُ، قُرْبَ رَابِغٍ، وَبَيْنَهَا وَبْنَ مَكَّةَ ثَلَاثُ مَرَاحِلَ، وَبَعْضُهُمْ يَقُولُ أَكْثَرُ مِنْ ذَلِكَ.
Miqat penduduk Syam, Mesir, dan Maghrib adalah: al-Juhfah, dekat Rabigh, jarak antara al-Juhfah dan Makkah adalah tiga marhalah, sebagian mereka mengatakan lebih dari itu.
وَمِيقَاتُ أَهْلِ الْيَمَنِ: يَلَمْلَمُ، بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ مَرْحَلَتَانِ، وَمِيقَاتُ أَهْلِ نَجْدٍ قَرْنُ الْمَنَازِلِ، وَيُعْرَفُ الْآنَ بِالسَّيْلِ، وَهُوَ مَرْحَلَتَانِ عَنْ مَكَّةَ.
Miqat penduduk Yaman adalah: Yalamlam, jarak antara Yalamlam dan Makkah adalah dua marhalah, miqat penduduk Najd adalah Qarn al-Manazil, sekarang dikenal dengan al-Sail, jaraknya dua marhalah dari Makkah.
وَمِيقَاتُ أَهْلِ الْعِرَاقِ وَأَهْلِ الْمَشْرِقِ: ذَاتُ عِرْقٍ، بَيْنَهُ وَبَيْنَ مَكَّةَ مَرْحَلَتَانِ.
Miqat penduduk Irak dan penduduk timur adalah: Dzatu 'Irq, jarak antara Dzatu 'Irq dan Makkah adalah dua marhalah.
فَهَذِهِ الْمَوَاقِيتُ يُحْرِمُ مِنْهَا أَهْلُهَا الْمَذْكُورُونَ، وَيُحْرِمُ مِنْهَا مَنْ مَرَّ بِهَا مِنْ غَيْرِهِمْ وَهُوَ يُرِيدُ حَجًّا أَوْ عُمْرَةً.
Miqat-miqat inilah tempat berihram bagi penduduknya yang telah disebutkan, dan berihram pula dari miqat-miqat tersebut orang yang melewatinya dari selain mereka yang hendak melaksanakan haji atau umrah.
وَمَنْ كَانَ مَنْزِلُهُ دُونَ الْمَوَاقِيتِ؛ فَإِنَّهُ يُحْرِمُ مِنْ مَنْزِلِهِ لِلْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ، وَمَنْ حَجَّ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ؛ فَإِنَّهُ يُحْرِمُ مِنْ مَكَّةَ، فَلَا يَحْتَاجُونَ إِلَى الْخُرُوجِ لِلْمِيقَاتِ لِلْإِحْرَامِ مِنْهُ بِالْحَجِّ، وَأَمَّا الْعُمْرَ؛ فَيَخْرُجُونَ لِإِحْرَامِ بِهَا مِنْ أَدْنَى الْحِلِّ.
Dan barangsiapa yang rumahnya berada di bawah miqat; maka dia berihram dari rumahnya untuk haji dan umrah, dan barangsiapa yang berhaji dari penduduk Makkah; maka dia berihram dari Makkah, sehingga mereka tidak perlu keluar ke miqat untuk berihram darinya untuk haji, adapun umrah; maka mereka keluar untuk berihram dengannya dari batas tanah haram terdekat.
وَمَنْ لَمْ يَمُرَّ بِمِيقَاتٍ فِي طَرِيقِهِ مِنْ تِلْكَ الْمَوَاقِيتِ؛ أَحْرَمَ إِذَا عَلِمَ انَهُ حَاذَى أَقْرَبَهَا مِنْهُ، يَقُولُ عُمَرُ ﵁: "انْظُرُوا إِلَى حَذْوَهَا مِنْ طَرِيقِكُمْ" رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
Dan barangsiapa yang tidak melewati miqat di jalannya dari miqat-miqat tersebut; maka dia berihram ketika dia mengetahui bahwa dia sejajar dengan miqat yang terdekat darinya, Umar ﵁ berkata: "Perhatikanlah yang sejajar dengannya dari jalan kalian" diriwayatkan oleh Bukhari.
وَكَذَا مَنْ رَكِبَ طَائِرَةً؛ فَإِنَّهُ يُحْرِمُ إِذَا حَاذَى أَحَدَ هَذِهِ الْمَوَاقِيتِ مِنَ الْجَوِّ؛ فَيَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَتَهَيَّأَ بِالِاغْتِسَالِ وَالتَّنَظُّفِ قَبْلَ رُكُوبِ الطَّائِرَةِ؛ فَإِذَا حَاذَى الْمِيقَاتَ؛ نَوَى الْإِحْرَامَ، وَلَبَّى وَهُوَ فِي الْجَوِّ، وَلَا يَجُوزُ لَهُ تَأْخِيرُ الْإِحْرَامِ إِلَى أَنْ يَهْبِطَ فِي مَطَارِ جِدَّةَ، فَيُحْرِمَ مِنْ جِدَّةَ أَوْ مِنْ بَحْرَةَ كَمَا يَفْعَلُ بَعْضُ الْحُجَّاجِ؛ فَإِنَّ جِدَّةَ لَيْسَ مِيقَاتًا مَحَلًّا لِلْإِحْرَامِ؛ إِلَّا لِأَهْلِهَا أَوْ مَنْ نَوَى الْحَجَّ أَوِ الْعُمْرَةَ مِنْهَا، فَمَنْ أَحْرَمَ مِنْهَا مِنْ غَيْرِهِمْ؛ فَقَدْ تَرَكَ وَاجِبًا هُوَ الْإِحْرَامُ مِنَ الْمِيقَاتِ، فَيَكُونُ عَلَيْهِ فِدْيَةٌ.
Demikian pula orang yang naik pesawat terbang; maka dia berihram ketika sejajar dengan salah satu miqat ini dari udara; maka sebaiknya dia bersiap-siap dengan mandi dan membersihkan diri sebelum naik pesawat; ketika sejajar dengan miqat; dia berniat ihram, dan melakukan talbiyah saat di udara, dan tidak boleh baginya menunda ihram sampai mendarat di Bandara Jeddah, lalu berihram dari Jeddah atau dari Bahrah seperti yang dilakukan sebagian jamaah haji; karena Jeddah bukanlah miqat tempat untuk berihram; kecuali bagi penduduknya atau orang yang berniat haji atau umrah darinya, maka barangsiapa yang berihram darinya selain mereka; maka dia telah meninggalkan kewajiban yaitu ihram dari miqat, maka dia harus membayar fidyah.
وَهَذَا مِمَّا يُخْطِئُ فِيهِ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَيَجِبُ التَّنْبِيهُ عَلَيْهِ، فَبَعْضُهُمْ يَظُنُّ أَنَّهُ لَابُدَّ مِنَ الِاغْتِسَالِ لِلْإِحْرَامِ، فَيَقُولُ: أَنَا لَا أَتَمَكَّنُ مِنَ الِاغْتِسَالِ فِي الطَّائِرَةِ، وَلَا أَتَمَكَّنُ مِنْ كَذَا وَكَذَا ...
Dan ini termasuk kesalahan yang dilakukan oleh banyak orang, maka wajib untuk mengingatkannya, sebagian mereka mengira bahwa mandi untuk ihram itu wajib, lalu berkata: saya tidak bisa mandi di pesawat, dan saya tidak bisa ini dan itu ...
وَالْوَاجِبُ أَنْ يَعْلَمَ هَؤُلَاءِ بِأَنَّ الْإِحْرَامَ مَعْنَاهُ نِيَّةُ الدُّخُولِ فِي الْمَنَاسِكِ مَعَ تَجَنُّبِ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ حَسَبَ الْإِمْكَانِ،
Yang wajib adalah mereka harus mengetahui bahwa ihram maknanya adalah niat masuk dalam manasik disertai dengan menjauhi larangan-larangan ihram semampunya,
وَالِاغْتِسَالُ وَالتَّطَيُّبُ وَنَحْوُهُمَا إِنَّمَا هِيَ سُنَنٌ، وَبِإِمْكَانِ الْمُسْلِمِ أَنْ يَفْعَلَهَا قَبْلَ رُكُوبِ الطَّائِرَةِ، وَإِنْ أَحْرَمَ بِدُونِهَا؛ فَلَا بَأْسَ فَيَنْوِي الْإِحْرَامَ، وَيُلَبِّي وَهُوَ عَلَى مَقْعَدِهِ فِي الطَّائِرَةِ إِذَا حَاذَى الْمِيقَاتَ أَوْ قَبْلَهُ بِقَلِيلٍ، وَيَعْرِفُ ذَلِكَ بِسُؤَالِ الْمَلَّاحِينَ وَالتَّحَرِّي وَالتَّقْدِيرِ، فَإِذَا فَعَلَ ذَلِكَ؛ فَقَدْ أَدَّى مَا يَسْتَطِيعُ، لَكِنْ إِذَا تَسَاهَلَ وَلَمْ يُبَالِ؛ فَقَدْ أَخْطَأَ وَتَرَكَ الْوَاجِبَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ؛ وَهَذَا يَنْقُصُ حَجَّهُ وَعُمْرَتَهُ.
Mandi, memakai wewangian, dan sejenisnya hanyalah sunnah, dan seorang Muslim dapat melakukannya sebelum menaiki pesawat. Jika dia berihram tanpa melakukannya, maka tidak apa-apa. Dia berniat ihram dan bertalbiyah sambil duduk di kursinya di pesawat ketika melewati miqat atau sedikit sebelumnya. Dia dapat mengetahui hal itu dengan bertanya kepada kru pesawat, mencari tahu, dan memperkirakan. Jika dia melakukan itu, maka dia telah melakukan apa yang dia mampu. Namun, jika dia meremehkan dan tidak peduli, maka dia telah melakukan kesalahan dan meninggalkan kewajiban tanpa alasan. Ini mengurangi nilai haji dan umrahnya.
وَيَجِبُ عَلَى مَنْ تَعَدَّى الْمِيقَاتَ بِدُونِ إِحْرَامٍ أَنْ يَرْجِعَ إِلَيْهِ وَيُحْرِمَ مِنْهُ؛ لِأَنَّهُ وَاجِبٌ يُمْكِنُهُ تَدَارُكُهُ؛ فَلَا يَجُوزُ تَرْكُهُ، فَإِنْ لَمْ يَرْجِعْ؛ فَأَحْرَمَ مِنْ دُونِهِمْ جِدَّةَ أَوْ غَيْرِهَا؛ فَعَلَيْهِ فِدْيَةٌ؛ بِأَنْ يَذْبَحَ شَاةً، أَوْ يَأْخُذَ سُبْعَ بَدَنَةٍ، أَوْ سُبْعَ بَقَرَةٍ، وَيُوَزِّعَ ذَلِكَ عَلَى مَسَاكِينِ الْحَرَمِ، وَلَا يَأْكُلَ مِنْهُ شَيْئًا.
Orang yang melewati miqat tanpa ihram wajib kembali ke miqat dan berihram darinya, karena itu adalah kewajiban yang dapat dia penuhi, sehingga tidak boleh ditinggalkan. Jika dia tidak kembali dan berihram dari Jeddah atau tempat lain setelahnya, maka dia harus membayar fidyah dengan menyembelih seekor kambing, atau mengambil seperujuh unta atau sapi, dan membagikannya kepada orang-orang miskin di Tanah Haram, dan dia tidak boleh memakannya sedikitpun.
فَيَجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَهْتَمَّ بِأُمُورِ دِينِهِ؛ بِأَنْ يُؤَدِّيَ كُلَّ عِبَادَةٍ عَلَى الْوَجْهِ الْمَشْرُوعِ، وَمِنْ ذَلِكَ الْإِحْرَامُ لِلْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ، يَجِبُ أَنْ يَكُونَ مِنَ الْمَكَانِ الَّذِي عَيَّنَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، فَيَتَقَيَّدُ بِهِ الْمُسْلِمُ، وَلَا يَتَعَدَّاهُ غَيْرَ مُحْرِمٍ.
Seorang Muslim harus memperhatikan urusan agamanya dengan melakukan setiap ibadah sesuai dengan cara yang disyariatkan. Termasuk di antaranya adalah ihram untuk haji dan umrah, yang harus dilakukan dari tempat yang telah ditentukan oleh Rasulullah ﷺ. Seorang Muslim harus mematuhinya dan tidak melewatinya tanpa ihram.
بَابٌ فِي كَيْفِيَّةِ الْإِحْرَامِ
بَابٌ فِي كَيْفِيَّةِ الْإِحْرَامِ
Bab tentang tata cara Ihram
أَوَّلُ مَنَاسِكِ الْحَجِّ هُوَ الْإِحْرَامُ، وَهُوَ نِيَّةُ الدُّخُولِ فِي النُّسُكِ، سُمِّيَ بِذَلِكَ لِأَنَّ الْمُسْلِمَ يُحَرِّمُ عَلَى نَفْسِهِ بِنِيَّتِهِ مَا كَانَ مُبَاحًا لَهُ قَبْلَ الْإِحْرَامِ مِنَ النِّكَاحِ وَالطِّيبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظَافِرِ وَحَلْقِ الرَّأْسِ وَأَشْيَاءَ مِنَ اللِّبَاسِ.
Ritual haji yang pertama adalah Ihram, yaitu niat untuk memulai ibadah. Disebut demikian karena seorang Muslim mengharamkan atas dirinya dengan niatnya apa yang sebelumnya diperbolehkan baginya sebelum Ihram, seperti menikah, memakai wewangian, memotong kuku, mencukur rambut kepala, dan beberapa jenis pakaian.
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَهْ ﵀: "لَا يَكُونُ الرَّجُلُ مُحْرِمًا بِمُجَرَّدِ مَا فِي قَلْبِهِ مِنْ قَصْدِ الْحَجِّ وَنِيَّتِهِ؛ فَإِنَّ الْقَصْدَ مَا زَالَ فِي الْقَلْبِ مُنْذُ خَرَجَ مِنْ بَلَدِهِ، بَلْ لَا بُدَّ مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ يَصِيرُ بِهِ مُحْرِمًا" انْتَهَى.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata, "Seseorang tidak menjadi muhrim hanya dengan niat haji dalam hatinya; karena niat itu tetap ada dalam hati sejak ia meninggalkan negerinya. Sebaliknya, harus ada ucapan atau perbuatan yang dengannya ia menjadi muhrim." Selesai.
وَقَبْلَ الْإِحْرَامِ يُسْتَحَبُّ التَّهَيُّؤُ لَهُ بِفِعْلِ أَشْيَاءَ يَسْتَقْبِلُ بِهَا تِلْكَ الْعِبَادَةَ الْعَظِيمَةَ، وَهِيَ:
Sebelum Ihram, dianjurkan untuk mempersiapkan diri dengan melakukan beberapa hal untuk menyambut ibadah yang agung tersebut, yaitu:
أَوَّلًا: الِاغْتِسَالُ بِجَمِيعِ بَدَنِهِ؛ فَإِنَّهُ ﷺ اغْتَسَلَ لِإِحْرَامِهِ، وَلِأَنَّ ذَلِكَ أَعَمُّ وَأَبْلَغُ فِي التَّنْظِيفِ وَإِزَالَةِ الرَّائِحَةِ، وَالِاغْتِسَالُ عِنْدَ الْإِحْرَامِ مَطْلُوبٌ، حَتَّى مِنَ الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَمَرَ أَسْمَاءَ بِنْتَ عُمَيْسٍ وَهِيَ نُفَسَاءُ أَنْ تَغْتَسِلَ، رَوَاهُ مُسْلِمٌ،
Pertama: Mandi dengan membasuh seluruh tubuh; karena Nabi ﷺ mandi untuk ihramnya, dan karena itu lebih menyeluruh dan lebih efektif dalam membersihkan dan menghilangkan bau. Mandi ketika ihram dianjurkan, bahkan bagi wanita haid dan nifas; karena Nabi ﷺ memerintahkan Asma' binti 'Umais yang sedang nifas untuk mandi, diriwayatkan oleh Muslim.
وَأَمَرَ ﷺ عَائِشَةَ أَنْ تَغْتَسِلَ لِلْإِحْرَامِ وَهِيَ حَائِضٌ، وَالْحِكْمَةُ فِي هَذَا الِاغْتِسَالِ هِيَ التَّنْظِيفُ وَقَطْعُ الرَّائِحَةِ الْكَرِيهَةِ وَتَخْفِيفُ الْحَدَثِ مِنَ الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ.
Dan Nabi ﷺ memerintahkan Aisyah untuk mandi untuk ihram saat dia sedang haid, dan hikmah mandi ini adalah untuk membersihkan, menghilangkan bau tidak sedap, dan meringankan hadats dari wanita yang haid dan nifas.
ثَانِيًا: يُسْتَحَبُّ لِمَنْ يُرِيدُ الْإِحْرَامَ التَّنْظِيفُ؛ بِأَخْذِ مَا يُشْرَعُ أَخْذُهُ مِنَ الشَّعْرِ؛ كَشَعْرِ الشَّارِبِ وَالْإِبْطِ وَالْعَانَةِ؛ مِمَّا يَحْتَاجُ إِلَى أَخْذِهِ؛ لِئَلَّا يَحْتَاجَ إِلَى أَخْذِهِ فِي إِحْرَامِهِ فَلَا يَتَمَكَّنُ مِنْهُ، فَإِنْ لَمْ يَحْتَجْ إِلَى أَخْذِ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ؛ لَمْ يَأْخُذْهُ؛ لِأَنَّهُ إِنَّمَا يُفْعَلُ عِنْدَ الْحَاجَةِ، وَلَيْسَ هُوَ مِنْ خَصَائِصِ الْإِحْرَامِ، لَكِنَّهُ مَشْرُوعٌ بِحَسَبِ الْحَاجَةِ.
Kedua: Dianjurkan bagi orang yang ingin berihram untuk membersihkan diri dengan mengambil rambut yang disyariatkan untuk diambil, seperti rambut kumis, ketiak, dan kemaluan, yang perlu diambil agar tidak perlu mengambilnya saat ihram dan tidak bisa melakukannya. Jika tidak perlu mengambil sesuatu dari itu, maka jangan mengambilnya karena itu hanya dilakukan saat dibutuhkan, dan itu bukan kekhususan ihram, tetapi itu disyariatkan sesuai kebutuhan.
ثَالِثًا: يُسْتَحَبُّ لِمَنِ الْإِحْرَامَ أَنْ يَتَطَيَّبَ فِي بَدَنِهِ بِمَا تَيَسَّرَ مِنْ أَنْوَاعِ الطِّيبِ؛ كَالْمِسْكِ، وَالْبَخُورِ، وَمَاءِ الْوَرْدِ، وَالْعُودِ؛ لِقَوْلِ عَائِشَةَ ﵂: "كُنْتُ أُطَيِّبُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ لِإِحْرَامِهِ قَبْلَ أَنْ يُحْرِمَ وَلِحِلِّهِ قَبْلَ أَنْ يَطُوفَ بِالْبَيْتِ".
Ketiga: Dianjurkan bagi orang yang berihram untuk memakai wewangian pada tubuhnya dengan jenis wewangian yang tersedia, seperti misik, dupa, air mawar, dan gaharu, berdasarkan perkataan Aisyah ﵂: "Aku biasa mewangikan Rasulullah ﷺ untuk ihramnya sebelum beliau berihram dan untuk tahallulnya sebelum beliau tawaf di Ka'bah."
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: "إِنْ شَاءَ الْمُحْرِمُ أَنْ يَتَطَيَّبَ فِي بَدَنِهِ؛ فَهُوَ حَسَنٌ، وَلَا يُؤْمَرُ الْمُحْرِمُ قَبْلَ الْإِحْرَامِ بِذَلِكَ؛ فَإِنَّ النَّبِيَّ ﷺ فَعَلَهُ وَلَمْ يَأْمُرْ بِهِ النَّاسَ".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata, "Jika orang yang berihram ingin memakai wewangian pada tubuhnya, maka itu baik. Orang yang berihram tidak diperintahkan untuk melakukan itu sebelum ihram karena Nabi ﷺ melakukannya dan tidak memerintahkan orang-orang untuk melakukannya."
رَابِعًا: يُسْتَحَبُّ لِلذَّكَرِ قَبْلَ الْإِحْرَامِ أَنْ يَتَجَرَّدَ مِنَ الْمُخَيَّطِ، وَهُوَ كُلُّ مَا يُخَاطُ عَلَى قَدْرِ الْمَلْبُوسِ عَلَيْهِ أَوْ عَلَى بَعْضِهِ كَالْقَمِيصِ وَالسَّرَاوِيلِ؛ لِأَنَّهُ ﷺ تَجَرَّدَ لِإِهْلَالِهِ، وَيَسْتَبْدِلُ الْمَلَابِسَ الْمُخَيَّطَةَ بِإِزَارٍ وَرِدَاءٍ أَبْيَضَيْنِ نَظِيفَيْنِ، وَيَجُوزُ بِغَيْرِ الْأَبْيَضَيْنِ مِمَّا جَرَتْ عَادَةُ الرِّجَالِ بِلُبْسِهِ.
Keempat: Dianjurkan bagi laki-laki sebelum berihram untuk melepaskan pakaian yang berjahit, yaitu semua yang dijahit sesuai ukuran yang dipakai atau sebagiannya seperti kemeja dan celana; karena Nabi ﷺ melepaskan pakaiannya untuk ihramnya, dan mengganti pakaian yang berjahit dengan kain sarung dan selendang putih yang bersih, dan boleh selain warna putih yang biasa dipakai oleh laki-laki.
وَالْحِكْمَةُ فِي ذَلِكَ أَنَّهُ يَبْتَعِدُ عَنِ التَّرَفُّهِ، وَيَتَّصِفُ بِصِفَةِ الْخَاشِعِ الذَّلِيلِ، وَلِيَتَذَكَّرَ بِذَلِكَ أَنَّهُ مُحْرِمٌ فِي وَقْتٍ، فَيَتَجَنَّبُ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ، وَلِيَتَذَكَّرَ الْمَوْتَ، وَلِبَاسَ الْأَكْفَانِ، وَيَتَذَكَّرَ الْبَعْثَ وَالنُّشُورَ ... إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْحِكَمِ.
Hikmah dalam hal itu adalah bahwa ia menjauhkan diri dari kemewahan, dan bersifat rendah hati dan tunduk, dan untuk mengingat bahwa ia sedang berihram pada suatu waktu, sehingga ia menghindari larangan-larangan ihram, dan untuk mengingat kematian, dan pakaian kafan, dan mengingat kebangkitan dan hari kiamat ... dan hikmah-hikmah lainnya.
وَالتَّجَرُّدُ عَنِ الْمُخَيَّطِ قَبْلَ نِيَّةِ الْإِحْرَامِ سُنَّةٌ، أَمَّا بَعْدَ نِيَّةِ الْإِحْرَامِ؛ فَهُوَ وَاجِبٌ.
Melepaskan pakaian berjahit sebelum niat ihram adalah sunnah, adapun setelah niat ihram maka hukumnya wajib.
وَلَوْ نَوَى الْإِحْرَامَ وَعَلَيْهِ ثِيَابُهُ الْمُخَيَّطَةُ؛ صَحَّ إِحْرَامُهُ وَوَجَبَ عَلَيْهِ نَزْعُ الْمُخَيَّطِ.
Jika seseorang berniat ihram sementara ia mengenakan pakaian berjahit, maka ihramnya sah dan ia wajib melepaskan pakaian berjahit tersebut.
فَإِذَا أَتَمَّ هَذِهِ الْأَعْمَالَ؛ فَقَدْ تَهَيَّأَ لِلْإِحْرَامِ، وَلَيْسَ فِعْلُ هَذِهِ الْأُمُورِ إِحْرَامًا كَمَا يَظُنُّ كَثِيرٌ مِنَ الْعَوَامِّ؛ لِأَنَّ الْإِحْرَامَ هُوَ نِيَّةُ الدُّخُولِ وَالشُّرُوعِ فِي النُّسُكِ؛ فَلَا يَصِيرُ مُحْرِمًا بِمُجَرَّدِ التَّجَرُّدِ مِنَ الْمُخَيَّطِ وَلُبْسِ مَلَابِسِ الْإِحْرَامِ مِنْ غَيْرِ نِيَّةِ الدُّخُولِ فِي النُّسُكِ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ".
Jika seseorang telah menyelesaikan amalan-amalan ini, maka ia telah siap untuk berihram. Melakukan perkara-perkara ini bukanlah ihram seperti yang disangka oleh banyak orang awam; karena ihram adalah niat memasuki dan memulai ibadah haji atau umrah. Seseorang tidak menjadi muhrim hanya dengan melepaskan pakaian berjahit dan mengenakan pakaian ihram tanpa niat memasuki ibadah haji atau umrah; berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada niatnya."
أَمَّا الصَّلَاةُ قَبْلَ الْإِحْرَامِ؛ فَالْأَصَحُّ أَنَّهُ لَيْسَ لِلْإِحْرَامِ صَلَاةٌ تَخُصُّهُ، لَكِنْ إِنْ صَادَفَ وَقْتَ فَرِيضَةٍ؛ أَحْرَمَ بَعْدَهَا؛ لِأَنَّهُ ﷺ أَهَلَّ دُبُرَ الصَّلَاةِ، وَعَنْ أَنَسٍ أَنَّهُ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ رَاحِلَتَهُ.
Adapun shalat sebelum ihram; yang paling benar adalah bahwa tidak ada shalat khusus untuk ihram, tetapi jika bertepatan dengan waktu shalat wajib; maka ihramlah setelahnya; karena Nabi ﷺ bertalbiyah setelah shalat, dan dari Anas bahwa beliau shalat Zuhur kemudian menaiki kendaraannya.
قَالَ الْعَلَّامَةُ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀: "وَلَمْ يُنْقَلْ عَنْهُ ﷺ أَنَّهُ صَلَّى لِلْإِحْرَامِ رَكْعَتَيْنِ غَيْرَ فَرْضِ الظُّهْرِ".
Al-'Allamah Ibnu Al-Qayyim ﵀ berkata: "Dan tidak diriwayatkan dari beliau ﷺ bahwa beliau shalat dua rakaat untuk ihram selain shalat fardhu Zuhur".
وَهُنَا تَنْبِيهٌ لَا بُدَّ مِنْهُ:
Dan di sini ada peringatan yang harus diperhatikan:
وَهُوَ أَنَّ كَثِيرًا مِنَ الْحُجَّاجِ يَظُنُّونَ أَنَّهُ لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ الْإِحْرَامُ مِنَ الْمَسْجِدِ الْمَبْنِيِّ فِي الْمِيقَاتِ، فَتَجِدُهُمْ يَهْرَعُونَ إِلَيْهِ رِجَالًا وَنِسَاءً، وَيَزْدَحِمُونَ فِيهِ، وَرُبَّمَا يَخْلَعُونَ ثِيَابَهُمْ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابَ الْإِحْرَامِ فِيهِ، وَهَذَا لَا أَصْلَ لَهُ، وَالْمَطْلُوبُ مِنَ الْمُسْلِمِ أَنْ يُحْرِمَ مِنَ الْمِيقَاتِ، فِي أَيِّ بُقْعَةٍ مِنْهُ، لَا فِي مَحَلٍّ مُعَيَّنٍ، بَلْ يُحْرِمُ حَيْثُ تَيَسَّرَ لَهُ، وَمَا هُوَ أَرْفَقُ بِهِ وَبِمَنْ مَعَهُ، وَفِيمَا هُوَ أَسْتَرُ لَهُ وَأَبْعَدُ عَنْ مُزَاحَمَةِ النَّاسِ، وَهَذِهِ الْمَسَاجِدُ الَّتِي فِي الْمَوَاقِيتِ لَمْ تَكُنْ مَوْجُودَةً عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ ﷺ، وَلَمْ تُبْنَ لِأَجْلِ الْإِحْرَامِ مِنْهَا، وَإِنَّمَا بُنِيَتْ لِإِقَامَةِ الصَّلَاةِ فِيهَا مِمَّنْ هُوَ سَاكِنٌ حَوْلَهَا، هَذَا مَا أَرَدْنَا التَّنْبِيهَ عَلَيْهِ، وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ.
Yaitu bahwa banyak dari para jamaah haji yang mengira bahwa ihram harus dilakukan dari masjid yang dibangun di miqat, maka Anda akan mendapati mereka bergegas ke sana, laki-laki dan perempuan, dan berdesak-desakan di dalamnya, dan mungkin mereka melepas pakaian mereka dan mengenakan pakaian ihram di dalamnya, dan ini tidak ada dasarnya. Yang dituntut dari seorang Muslim adalah berihram dari miqat, di mana saja di dalamnya, bukan di tempat tertentu, bahkan berihramlah di mana saja memungkinkan baginya, dan apa yang lebih nyaman baginya dan orang yang bersamanya, dan dalam kondisi yang lebih tertutup baginya dan lebih jauh dari berdesak-desakan dengan orang-orang. Masjid-masjid yang ada di miqat-miqat ini tidak ada pada zaman Nabi ﷺ, dan tidak dibangun untuk tujuan ihram darinya, tetapi dibangun untuk mendirikan shalat di dalamnya bagi orang yang tinggal di sekitarnya. Ini adalah apa yang ingin kami ingatkan, dan Allah-lah yang memberi taufik.
وَيُخَيَّرُ أَنْ يُحْرِمَ بِمَا شَاءَ مِنَ الْأَنْسَاكِ الثَّلَاثَةِ، وَهِيَ: التَّمَتُّعُ، وَالْقِرَانُ، وَالْإِفْرَادُ:
Dan dia diberi pilihan untuk berihram dengan apa yang dia kehendaki dari tiga jenis nusuk, yaitu: Tamattu', Qiran, dan Ifrad:
فَ "التَّمَتُّعُ": أَنْ يُحْرِمَ بِالْعُمْرَةِ فِي أَشْهُرِ الْحَجِّ، وَيَفْرُغَ مِنْهَا، ثُمَّ يُحْرِمَ بِالْحَجِّ فِي عَامِهِ.
"Tamattu'": yaitu berihram untuk umrah pada bulan-bulan haji, menyelesaikannya, kemudian berihram untuk haji pada tahun yang sama.
وَ"الْإِفْرَادُ": أَنْ يُحْرِمَ بِالْحَجِّ فَقَطْ مِنَ الْمِيقَاتِ، وَيَبْقَى عَلَى إِحْرَامِهِ حَتَّى يُؤَدِّيَ أَعْمَالَ الْحَجِّ.
"Ifrad": yaitu berihram untuk haji saja dari miqat, dan tetap dalam keadaan ihram sampai menyelesaikan amalan-amalan haji.
وَ"الْقِرَانُ": أَنْ يُحْرِمَ بِالْعُمْرَةِ وَالْحَجِّ مَعًا، أَوْ يُحْرِمَ بِالْعُمْرَةِ ثُمَّ يُدْخِلَ عَلَيْهَا الْحَجَّ قَبْلَ شُرُوعِهِ فِي طَوَافِهَا، فَيَنْوِي الْعُمْرَةَ وَالْحَجَّ مِنَ الْمِيقَاتِ أَوْ قَبْلَ الشُّرُوعِ فِي طَوَافِ الْعُمْرَةِ، وَيَطُوفَ لَهُمَا وَيَسْعَى.
"Qiran": yaitu berihram untuk umrah dan haji secara bersamaan, atau berihram untuk umrah kemudian memasukkan niat haji sebelum memulai tawaf umrah, sehingga berniat umrah dan haji dari miqat atau sebelum memulai tawaf umrah, lalu melakukan tawaf dan sa'i untuk keduanya.
وَعَلَى الْمُتَمَتِّعِ وَالْقَارِنِ فِدْيَةٌ إِنْ لَمْ يَكُنْ مِنْ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ.
Bagi yang melakukan tamattu' dan qiran, dikenakan fidyah jika bukan termasuk penduduk Masjidil Haram.
وَأَفْضَلُ هَذِهِ الْأَنْسَاكِ الثَّلَاثَةِ التَّمَتُّعُ؛ لِأَدِلَّةٍ كَثِيرَةٍ.
Yang paling utama dari ketiga jenis nusuk ini adalah tamattu'; karena banyak dalil.
فَإِذَا أَحْرَمَ هَذِهِ الْأَنْسَاكَ، لَبَّى عَقِبَ إِحْرَامِهِ، فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لَا شَرِيكَ لَكَ، يُكْثِرُ مِنَ التَّلْبِيَةِ، وَيَرْفَعُ بِهَا صَوْتَهُ.
Ketika seseorang berihram untuk salah satu dari nusuk ini, ia bertalbiyah setelah ihramnya, dengan mengatakan: Labbaikallahumma labbaik, labbaika lā syarīka laka labbaik, innal-ḥamda wan-ni'mata laka wal-mulk, lā syarīka lak. Ia memperbanyak talbiyah dan mengeraskan suaranya.
بَابٌ فِي مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ
بَابٌ فِي مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ
Bab tentang larangan-larangan dalam ihram
مَحْظُورَاتُ الْإِحْرَامِ هِيَ الْمُحَرَّمَاتُ الَّتِي يَجِبُ عَلَى الْمُحْرِمِ تَجَنُّبُهَا بِسَبَبِ الْإِحْرَامِ.
Larangan-larangan ihram adalah hal-hal yang diharamkan yang harus dihindari oleh orang yang sedang berihram karena ihramnya.
وَهَذِهِ الْمَحْظُورَاتُ تِسْعَةُ أَشْيَاءَ:
Larangan-larangan ini ada sembilan hal:
الْمَحْظُورُ الْأَوَّلُ: حَلْقُ الشَّعْرِ: فَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْرِمِ إِزَالَتُهُ مِنْ جَمِيعِ بَدَنِهِ بِلَا عُذْرٍ بِحَلْقٍ أَوْ نَتْفٍ أَوْ قَلْعٍ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ﴾؛ فَنَصَّ تَعَالَى عَلَى حَلْقِ الرَّأْسِ، وَمِثْلُهُ شَعْرُ الْبَدَنِ وِفَاقًا؛ لِأَنَّهُ فِي مَعْنَاهُ، وَلِحُصُولِ التَّرَفُّهِ بِإِزَالَتِهِ؛ فَإِنَّ حَلْقَ الشَّعْرِ يُؤْذِنُ بِالرَّفَاهِيَةِ، وَهِيَ تُنَافِي الْإِحْرَامَ؛ لِأَنَّ الْمُحْرِمَ يَكُونُ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، فَإِنْ خَرَجَ بِعَيْنِهِ شَعْرٌ؛ أَزَالَهُ وَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ شَعْرٌ فِي غَيْرِ مَحَلِّهِ، وَلِأَنَّهُ أَزَالَ مُؤْذِيًا.
Larangan pertama: mencukur rambut. Haram bagi orang yang berihram untuk menghilangkan rambut dari seluruh tubuhnya tanpa udzur, baik dengan mencukur, mencabut, atau mencabutnya, berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Dan janganlah kamu mencukur kepalamu sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya." Allah menyebutkan secara khusus mencukur kepala, dan demikian pula rambut tubuh, karena maknanya sama, dan karena menghilangkannya termasuk kemewahan. Mencukur rambut menunjukkan kemewahan, dan itu bertentangan dengan ihram, karena orang yang berihram itu rambutnya kusut dan berdebu. Jika ada rambut yang keluar dengan sendirinya, maka dia boleh menghilangkannya dan tidak ada fidyah atasnya, karena itu adalah rambut yang tidak pada tempatnya, dan karena dia menghilangkan sesuatu yang mengganggu.
الْمَحْظُورُ الثَّانِي: تَقْلِيمُ الْأَظَافِرِ أَوْ قَصُّهَا مِنْ يَدٍ أَوْ رِجْلٍ بِلَا عُذْرٍ: فَإِنِ انْكَسَرَ ظُفْرُهُ فَأَوَالَهَا أَوْ زَالَ مَعَ جِلْدٍ؛ فَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ زَالَ بِالتَّبَعِيَّةِ لِغَيْرِهِ، وَالتَّابِعُ لَا يُفْرَدُ بِحُكْمٍ.
Larangan kedua: memotong atau menggunting kuku tangan atau kaki tanpa udzur. Jika kukunya patah lalu dia membuangnya atau lepas bersama kulit, maka tidak ada fidyah atasnya, karena kuku itu lepas mengikuti yang lain, dan sesuatu yang mengikuti tidak diberi hukum tersendiri.
بِخِلَافِ مَا إِذَا حَلَقَ شَعْرَهُ لِقَمْلٍ أَوْ صُدَاعٍ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ﴾،
Berbeda dengan jika dia mencukur rambutnya karena kutu atau sakit kepala, berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Tetapi jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban."
وَلِحَدِيثِ كَعْبِ ابْنِ عَجْرَةَ؛ قَالَ: بِي أَذًى مِنْ رَأْسِي، فَحُمِلْتُ إِلَى ﷺ وَالْقَمْلُ يَتَنَاثَرُ عَلَى وَجْهِهِ، فَقَالَ: "مَا كُنْتُ أَرَى الْجَهْدَ يَبْلُغُ بِكَ مَا أَرَى، تَجِدُ شَاةً؟ "، قُلْتُ: لَا، فَنَزَلَتْ: ﴿فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ﴾، قَالَ: "هُوَ صَوْمُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ أَوْ طَعَامُ سِتَّةِ مَسَاكِينَ أَوْ ذَبْحُ شَاةٍ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَذَلِكَ الْأَذَى حَصَلَ مِنْ غَيْرِ الشَّعْرِ، وَهُوَ الْقَمْلُ.
Dan menurut hadits Ka'b bin 'Ujrah; ia berkata: Aku mengalami gangguan di kepalaku, lalu aku dibawa kepada Rasulullah ﷺ sementara kutu berjatuhan di wajahnya. Beliau bersabda: "Aku tidak menyangka kesulitan yang kamu alami seperti yang aku lihat, apakah kamu memiliki seekor kambing?" Aku menjawab: Tidak. Lalu turunlah ayat: ﴿Maka (wajiblah atasnya) fidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban﴾. Beliau bersabda: "Itu adalah puasa tiga hari atau memberi makan enam orang miskin atau menyembelih seekor kambing". Muttafaq 'alaih. Gangguan tersebut berasal dari selain rambut, yaitu kutu.
وَيُبَاحُ لِلْمُحْرِمِ غَسْلُ شَعْرِهِ بِسِدْرٍ وَنَحْوِهِ؛ فَفِي "الصَّحِيحَيْنِ" عَنْهُ ﷺ أَنَّهُ غَسَلَ رَأْسَهُ وَهُوَ مُحْرِمٌ، ثُمَّ حَرَّكَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ، فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ.
Orang yang sedang berihram diperbolehkan mencuci rambutnya dengan daun bidara atau sejenisnya; dalam "Shahihain" dari Nabi ﷺ bahwa beliau mencuci kepalanya saat sedang berihram, kemudian menggerakkan kepalanya dengan kedua tangannya, ke depan dan ke belakang.
قَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ ﵀: "لَهُ أَنْ يَغْتَسِلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بِالِاتِّفَاقِ [يَعْنِي: إِذَا احْتَلَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ]، وَكَذَا لِغَيْرِ الْجَنَابَةِ".
Syaikh Taqiyuddin ﵀ berkata: "Dia boleh mandi junub dengan kesepakatan [yaitu: jika dia mimpi basah saat sedang berihram], dan juga untuk selain junub".
الْمَحْظُورُ الثَّالِثُ: تَغْطِيَةُ رَأْسِ الذَّكَرِ؛ لِنَهْيِهِ ﷺ عَنْ لُبْسِ الْعَمَائِمِ وَالْبَرَانِسِ.
Larangan ketiga: Menutup kepala laki-laki; karena larangan Nabi ﷺ memakai sorban dan penutup kepala.
قَالَ الْعَلَّامَةُ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀: "كُلُّ مُتَّصِلٍ مُلَامِسٍ يُرَادُ لِسَتْرِ الرَّأْسِ كَالْعِمَامَةِ وَالْقُبَّعَةِ وَالطَّاقِيَّةِ وَغَيْرِهَا مَمْنُوعٌ بِالِاتِّفَاقِ" انْتَهَى.
Al-'Allamah Ibnu Al-Qayyim ﵀ berkata: "Setiap benda yang melekat dan menutupi kepala seperti sorban, topi, peci, dan lainnya dilarang dengan kesepakatan" selesai.
وَسَوَاءٌ كَانَ الْغِطَاءُ مُعْتَادًا كَعِمَامَةٍ أَمْ لَا كَقِرْطَاسٍ وَطِينٍ وَحِنَّاءٍ أَوْ عِصَابَةٍ.
Sama saja apakah penutup itu biasa dipakai seperti sorban atau tidak seperti kertas, tanah liat, pacar, atau perban.
وَلَهُ أَنْ يَسْتَظِلَّ بِخَيْمَةٍ أَوْ شَجَرَةٍ أَوْ بَيْتٍ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ ضُرِبَتْ لَهُ خَيْمَهُ فَنَزَلَ بِهَا وَهُوَ مُحْرِمٌ، وَكَذَا يَجُوزُ لِلْمُحْرِمِ الِاسْتِظْلَالُ بِالشَّمْسِيَّةِ عِنْدَ الْحَاجَةِ، وَيَجُوزُ لَهُ رُكُوبُ السَّيَّارَةِ الْمَسْقُوفَةِ، وَيَجُوزُ لَهُ أَنْ يَحْمِلَ عَلَى رَأْسِهِ مَتَاعًا لَا يَقْصِدُ بِهِ التَّغْطِيَةَ.
Dan dia boleh berteduh dengan tenda, pohon, atau rumah; karena Nabi ﷺ mendirikan tenda untuknya dan dia tinggal di dalamnya saat berihram. Demikian pula, orang yang berihram diperbolehkan berteduh dengan payung saat dibutuhkan, dan dia boleh naik mobil beratap, dan dia boleh membawa barang di atas kepalanya yang tidak dimaksudkan untuk menutupi.
الْمَحْظُورُ الرَّابِعُ: لُبْسُ الذَّكَرِ الْمُخِيطَ عَلَى بَدَنِهِ أَوْ بَعْضِهِ مِنْ قَمِيصٍ أَوْ عِمَامَةٍ أَوْ سَرَاوِيلَ، وَمَا عُمِلَ قَدْرَ الْعُضْوِ؛ كَالْخُفَّيْنِ وَالْقُفَّازَيْنِ وَالْجَوَارِبِ؛ لِمَا فِي "الصَّحِيحَيْنِ"، أَنَّهُ ﷺ سُئِلَ: مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ؟ قَالَ: "لَا يَلْبَسُ الْقَمِيصَ، وَلَا الْعِمَامَةَ، وَلَا الْبَرَانِسَ، وَلَا السَّرَاوِيلَ، وَلَا ثَوْبًا مَسَّهُ وَرْسٌ وَلَا زَعْفَرَانٌ، وَلَا الْخُفَّيْنِ".
Larangan keempat: Laki-laki memakai pakaian yang dijahit pada tubuhnya atau sebagiannya, seperti kemeja, sorban, atau celana, dan apa yang dibuat seukuran anggota tubuh; seperti sepatu bot, sarung tangan, dan kaus kaki; karena dalam "Ṣaḥīḥayn", beliau ﷺ ditanya: Apa yang dipakai orang yang berihram? Beliau bersabda: "Jangan memakai kemeja, sorban, mantel, celana, pakaian yang terkena wars atau za'faran, dan sepatu bot".
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَةَ ﵀: "النَّبِيُّ ﷺ نَهَى الْمُحْرِمَ أَنْ يَلْبَسَ الْقَمِيصَ وَالْبَرَانِسَ وَالسَّرَاوِيلَ وَالْخُفَّ وَالْعِمَامَةَ، وَنَهَاهُمْ أَنْ يُغَطُّوا رَأْسَ الْمُحْرِمِ بَعْدَ الْمَوْتِ، وَأَمَرَ مَنْ أَحْرَمَ فِي جُبَّةٍ أَنْ يَنْزِعَهَا عَنْهُ، فَمَا كَانَ مِنْ هَذَا الْجِنْسِ؛ فَهُوَ ذَرِيعَةٌ فِي مَعْنَى مَا نَهَى عَنْهُ النَّبِيُّ ﷺ، فَمَا كَانَ فِي مَعْنَى الْقَمِيصِ؛ فَهُوَ مِثْلُهُ، وَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَلْبَسَ الْقَمِيصَ بِكُمٍّ وَلَا بِغَيْرِ كُمٍّ، وَسَوَاءٌ أَدْخَلَ يَدَيْهِ أَوْ لَمْ يُدْخِلْهَا، وَسَوَاءٌ كَانَ سَلِيمًا أَوْ مَخْرُوقًا، وَكَذَلِكَ لَا يَلْبَسُ الْجُبَّةَ وَلَا الْعَبَاءَ الَّذِي يُدْخِلُ فِيهِ يَدَيْهِ ... ".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata: "Nabi ﷺ melarang orang yang berihram memakai kemeja, mantel, celana, sepatu bot, dan sorban, dan melarang mereka menutupi kepala orang yang berihram setelah kematian, dan memerintahkan orang yang berihram dengan jubah untuk melepasnya, maka apa yang termasuk jenis ini; itu adalah sarana untuk apa yang dilarang oleh Nabi ﷺ, maka apa yang serupa dengan kemeja; itu sama dengannya, dan dia tidak boleh memakai kemeja dengan lengan atau tanpa lengan, baik dia memasukkan tangannya atau tidak, dan baik itu utuh atau robek, demikian pula dia tidak boleh memakai jubah atau abaya yang dia masukkan tangannya ke dalamnya...".
إِلَى أَنْ قَالَ: "وَهَذَا مَعْنَى قَوْلِ الْفُقَهَاءِ: لَا يَلْبَسُ الْمُخَيَّطَ، وَالْمُخَيَّطُ مَا كَانَ مِنَ اللِّبَاسِ عَلَى قَدْرِ الْعُضْوِ، وَلَا يَلْبَسُ مَا كَانَ فِي مَعْنَى السَّرَاوِيلِ؛ كَالتُّبَّانِ وَنَحْوِهِ" انْتَهَى.
Sampai dia berkata: "Dan ini adalah makna perkataan para fuqaha: Dia tidak memakai pakaian yang dijahit, dan pakaian yang dijahit adalah pakaian yang sesuai dengan ukuran anggota badan, dan dia tidak memakai apa yang serupa dengan celana; seperti celana dalam dan sejenisnya" selesai.
وَإِذَا لَمْ يَجِدِ الْمُحْرِمُ نَعْلَيْنِ؛ لَبِسَ خُفَّيْنِ، أَوْ لَمْ يَجِدْ إِزَارًا؛ لَبِسَ السَّرَاوِيلَ، إِلَى أَنْ يَجِدَهُ، فَإِذَا وَجَدَ إِزَارًا؛ نَزَعَ السَّرَاوِيلَ، وَلَبِسَ الْإِزَارَ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَخَّصَ فِي عَرَفَاتٍ لُبْسَ السَّرَاوِيلِ لِمَنْ لَمْ يَجِدْ إِزَارًا.
Dan jika orang yang berihram tidak menemukan sandal; dia memakai sepatu khuff, atau jika dia tidak menemukan kain sarung; dia memakai celana, sampai dia menemukannya, jika dia menemukan kain sarung; dia melepas celana, dan memakai kain sarung; karena Nabi ﷺ memberi keringanan di Arafah untuk memakai celana bagi yang tidak menemukan kain sarung.
وَأَمَّا الْمَرْأَةُ؛ فَتَلْبَسُ مِنَ الثِّيَابِ مَا شَاءَتْ حَالَ الْإِحْرَامِ؛ لِحَاجَتِهَا إِلَى السَّتْرِ إِلَّا أَنَّهَا لَا تَلْبَسُ الْبُرْقُعَ، وَهُوَ لِبَاسٌ تُغَطِّي بِهِ الْمَرْأَةُ وَجْهَهَا فِيهِ نُقْبَانِ عَلَى الْعَيْنَيْنِ؛ فَلَا تَلْبَسُهُ الْمُحْرِمَةُ وَتُغَطِّي وَجْهَهَا بِغَيْرِهِ مِنَ الْخِمَارِ وَالْجِلْبَابِ، وَلَا تَلْبَسُ الْقُفَّازَيْنِ عَلَى كَفَّيْهَا؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "لَا تَنْتَقِبُ الْمَرْأَةُ، وَلَا تَلْبَسُ الْقُفَّازَيْنِ"، رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُهُ.
Adapun wanita; dia memakai pakaian apa saja yang dia inginkan saat ihram; karena kebutuhannya untuk menutup aurat kecuali dia tidak memakai cadar, yaitu pakaian yang digunakan wanita untuk menutupi wajahnya yang memiliki dua lubang pada kedua matanya; maka wanita yang berihram tidak memakainya dan menutupi wajahnya dengan selain itu seperti kerudung dan jilbab, dan dia tidak memakai sarung tangan pada kedua telapak tangannya; karena sabda Nabi ﷺ: "Wanita tidak bercadar, dan tidak memakai sarung tangan", diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lainnya.
قَالَ الْإِمَامُ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀: "نَهْيُهُ أَنْ تَنْتَقِبَ الْمَرْأَةُ وَتَلْبَسَ الْقُفَّازَيْنِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ وَجْهَهَا كَبَدَنِ الرَّجُلِ لَا كَرَأْسِهِ، فَيَحْرُمُ عَلَيْهَا فِيهِ مَا وُضِعَ وَفُصِّلَ عَلَى قَدْرِ الْوَجْهِ كَالنِّقَابِ وَالْبُرْقُعِ، لَا عَلَى عَدَمِ سَتْرِهِ بِالْمِقْنَعَةِ وَالْجِلْبَابِ وَنَحْوِهِمَا، وَهَذَا أَصَحُّ الْقَوْلَيْنِ" انْتَهَى.
Imam Ibnu al-Qayyim ﵀ berkata: "Larangannya agar wanita tidak bercadar dan memakai sarung tangan adalah dalil bahwa wajahnya seperti badan laki-laki bukan seperti kepalanya, maka haram baginya apa yang diletakkan dan dijahit sesuai ukuran wajah seperti niqab dan burqu', bukan atas tidak menutupinya dengan kerudung dan jilbab dan sejenisnya, dan ini adalah pendapat yang lebih sahih dari dua pendapat" selesai.
وَالْقُفَّازَانِ شَيْءٌ يُعْمَلُ لِلْيَدَيْنِ يَدْخُلَانِ فِيهِ يَسْتُرُهُمَا مِنَ الْبَرْدِ.
Dan sarung tangan adalah sesuatu yang dibuat untuk kedua tangan yang masuk ke dalamnya untuk menutupinya dari dingin.
وَتُغَطِّي وَجْهَهَا عَنِ الرِّجَالِ وُجُوبًا بِغَيْرِ الْبُرْقُعِ؛ لِقَوْلِ عَائِشَةَ ﵂: "كَانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّونَ بِنَا وَنَحْنُ مُحْرِمَاتٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَإِذَا حَاذَوْنَا؛ سَدَلَتْ إِحْدَانَا جِلْبَابَهَا عَلَى وَجْهِهَا، فَإِذَا جَاوَزُونَا؛ كَشَفْنَاهُ"، رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ وَغَيْرُهُمَا.
Dan dia wajib menutupi wajahnya dari para lelaki tanpa menggunakan burqu'; berdasarkan perkataan 'Aisyah ﵂: "Para pengendara lewat di dekat kami saat kami sedang berihram bersama Rasulullah ﷺ, maka ketika mereka sejajar dengan kami, salah seorang dari kami menjulurkan jilbabnya ke wajahnya, dan ketika mereka telah melewati kami, kami membukanya," diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya.
وَلَا يَضُرُّ مَسُّ الْمَسْدُولِ بَشَرَةَ وَجْهِهَا؛ لِأَنَّهَا إِنَّمَا مُنِعَتْ مِنَ الْبُرْقُعِ وَالنِّقَابِ فَقَطْ، لَا مِنْ سَتْرِ الْوَجْهِ بِغَيْرِهِمَا.
Dan tidak mengapa jika kain yang dijulurkan menyentuh kulit wajahnya; karena dia hanya dilarang menggunakan burqu' dan niqab saja, bukan menutup wajah dengan selain keduanya.
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ: "لَا تُكَلَّفُ الْمَرْأَةُ أَنْ تُجَافِيَ سِتْرَتَهَا عَنِ الْوَجْهِ لَا بِعُودٍ وَلَا بِيَدِهَا وَلَا بِغَيْرِ ذَلِكَ؛ فَإِنَّ النَّبِيَّ ﷺ سَوَّى بَيْنَ وَجْهِهَا وَيَدَيْهَا، وَكِلَاهُمَا كَبَدَنِ الرَّجُلِ لَا كَرَأْسِهِ، وَأَزْوَاجُهُ ﷺ يُسْدِلْنَ عَلَى وُجُوهِهِنَّ مِنْ غَيْرِ مُرَاعَاةِ الْمُجَافَاةِ".
Syaikhul Islam berkata: "Wanita tidak dibebani untuk menjauhkan penutupnya dari wajah, baik dengan tongkat, tangannya, atau selainnya; karena Nabi ﷺ menyamakan antara wajah dan kedua tangannya, dan keduanya seperti badan laki-laki, bukan seperti kepalanya, dan istri-istri beliau ﷺ menjulurkan ke wajah mereka tanpa memperhatikan penjauhan."
وَقَالَ: "يَجُوزُ لَهَا تَغْطِيَةُ وَجْهِهَا بِمُلَاصِقٍ؛ خَلَا النِّقَابَ وَالْبُرْقُعَ" انْتَهَى.
Dan beliau berkata: "Boleh baginya menutup wajahnya dengan yang melekat; kecuali niqab dan burqu'." Selesai.
الْخَامِسُ مِنْ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ: الطِّيبُ، فَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْرِمِ تَنَاوُلُ الطِّيبِ وَاسْتِعْمَالُهُ فِي بَدَنِهِ أَوْ ثَوْبِهِ، أَوْ اسْتِعْمَالُهُ فِي أَكْلٍ أَوْ شُرْبٍ؛ لِأَنَّهُ ﷺ أَمَرَ يَعْلَى بْنَ أُمَيَّةَ يَغْسِلُ الطِّيبَ وَنَزَعَ الْجُبَّةَ،
Kelima dari larangan ihram: wewangian, maka haram bagi orang yang berihram mengambil wewangian dan menggunakannya pada badannya atau pakaiannya, atau menggunakannya dalam makanan atau minuman; karena beliau ﷺ memerintahkan Ya'la bin Umayyah untuk membasuh wewangian dan melepas jubah,
وَقَالَ فِي الْمُحْرِمِ الَّذِي وَقَصَتْهُ رَاحِلَتُهُ: "وَلَا تُحَنِّطُوهُ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِمَا، وَلِمُسْلِمٍ: "وَلَا تَمَسُّوهُ بِطِيبٍ".
Dan dia berkata tentang orang yang sedang berihram yang ditabrak oleh untanya: "Dan jangan kalian mengkafaninya", disepakati oleh keduanya, dan menurut Muslim: "Dan jangan kalian menyentuhnya dengan wewangian".
وَالْحِكْمَةُ فِي مَنْعِ الْمُحْرِمِ مِنَ الطِّيبِ: أَنْ يَبْتَعِدَ عَنِ التَّرَفُّهِ وَزِينَهِ الدُّنْيَا وَمَلَاذِهَا، وَيَتَّجِهَ إِلَى الْآخِرَةِ.
Dan hikmah dalam melarang orang yang berihram dari wewangian adalah agar dia menjauh dari kemewahan dan perhiasan dunia serta kesenangannya, dan menghadap kepada akhirat.
وَلَا يَجُوزُ لِلْمُحْرِمِ قَصْدُ شَمِّ الطِّيبِ وَلَا الِادِّهَانُ بِالْمَوَادِّ الْمُطَيَّبَةِ.
Dan tidak boleh bagi orang yang berihram untuk sengaja mencium wewangian atau mengoleskan bahan-bahan yang wangi.
السَّادِسُ مِنْ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ: قَتْلُ صَيْدِ الْبَرِّ وَاصْطِيَادُهُ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ﴾، أَيْ: مُحْرِمُونَ بِالْحَجِّ أَوِ الْعُمْرَةِ، وَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا﴾، أَيْ يَحْرُمُ عَلَيْكُمُ الِاصْطِيَادُ مِنْ صَيْدِ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ مُحْرِمِينَ؛ فَالْمُحْرِمُ لَا يَصْطَادُ صَيْدًا بَرِيًّا، وَلَا يُعِينُ عَلَى صَيْدٍ، وَلَا يَذْبَحُهُ.
Yang keenam dari larangan ihram adalah membunuh hewan buruan darat dan memburunya; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh hewan buruan ketika kamu sedang ihram", yaitu: berihram untuk haji atau umrah, dan firman-Nya Ta'ala: "Dan diharamkan atas kamu (menangkap) hewan buruan darat, selama kamu dalam ihram", artinya haram bagi kalian berburu hewan darat selama kalian dalam keadaan ihram; maka orang yang berihram tidak boleh berburu hewan darat, tidak boleh membantu perburuan, dan tidak boleh menyembelihnya.
وَيَحْرُمُ عَلَى الْمُحْرِمِ الْأَكْلُ مِمَّا صَادَهُ أَوْ صِيدَ لِأَجْلِهِ أَوْ أَعَانَ عَلَى صَيْدِهِ؛ لِأَنَّهُ كَالْمَيْتَةِ.
Dan haram bagi orang yang berihram untuk memakan dari apa yang dia buru atau yang diburu untuknya atau yang dia bantu perburuannya; karena itu seperti bangkai.
وَلَا يَحْرُمُ صَيْدُ الْبَحْرِ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ﴾ .
Dan tidak haram berburu hewan laut; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut".
وَلَا يَحْرُمُ عَلَيْهِ ذَبْحُ الْحَيَوَانِ الْإِنْسِيِّ كَالدَّجَاجِ وَبَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِصَيْدٍ.
Dan tidak haram baginya menyembelih hewan jinak seperti ayam dan hewan ternak; karena itu bukan hewan buruan.
وَلَا يَحْرُمُ عَلَيْهِ قَتْلُ مُحَرَّمِ الْأَكْلِ؛ كَالْأَسَدِ وَالنَّمِرِ مِمَّا فِيهِ أَذًى لِلنَّاسِ، وَلَا يَحْرُمُ عَلَيْهِ قَتْلُ الصَّائِلِ دَفْعًا عَنْ نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ.
Dan tidak haram baginya membunuh hewan yang haram dimakan; seperti singa dan harimau yang menyakiti manusia, dan tidak haram baginya membunuh penyerang untuk mempertahankan diri atau hartanya.
وَإِذَا احْتَاجَ الْمُحْرِمُ إِلَى فِعْلِ مَحْظُورٍ مِنْ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ؛ فَعَلَهُ، وَفَدَى؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ﴾.
Dan jika orang yang berihram membutuhkan untuk melakukan larangan dari larangan-larangan ihram; maka lakukanlah, dan bayarlah fidyah; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban".
السَّابِعُ مِنْ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ: عَقْدُ النِّكَاحِ، فَلَا يَعْقِدُ النِّكَاحَ لِنَفْسِهِ وَلَا لِغَيْرِهِ بِالْوِلَايَةِ أَوِ الْوَكَالَةِ؛ لِمَا رَوَى مُسْلِمٌ عَنْ عُثْمَانَ: "لَا يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلَا يُنْكِحُ".
Ketujuh dari larangan-larangan ihram: akad nikah, maka janganlah dia melakukan akad nikah untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain dengan perwalian atau perwakilan; berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Muslim dari Utsman: "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan tidak boleh menikahkan".
الثَّامِنُ مِنْ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ: الْوَطْءُ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ﴾، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: "هُوَ الْجِمَاعُ".
Kedelapan dari larangan-larangan ihram: bersetubuh; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats", Ibnu Abbas berkata: "Rafats adalah bersetubuh".
فَمَنْ جَامَعَ قَبْلَ التَّحَلُّلِ الْأَوَّلِ؛ فَسَدَ نُسُكُهُ، وَيَلْزَمُ الْمُضِيُّ فِيهِ وَإِكْمَالُ مَنَاسِكِهِ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ﴾، وَيَلْزَمُهُ أَيْضًا أَنْ يَقْضِيَهُ ثَانِيَ عَامٍ، وَعَلَيْهِ ذَبْحُ بَدَنَةٍ، وَإِنْ كَانَ الْوَطْءُ بَعْدَ التَّحَلُّلِ الْأَوَّلِ؛ لَمْ يَفْسُدْ نُسُكُهُ، وَعَلَيْهِ ذَبْحُ شَاةٍ.
Barangsiapa yang bersetubuh sebelum tahallul pertama; maka rusaklah ibadah hajinya, dan dia wajib meneruskannya dan menyempurnakan manasiknya; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah", dan dia juga wajib mengulanginya pada tahun kedua, dan dia wajib menyembelih unta, dan jika persetubuhan terjadi setelah tahallul pertama; maka tidak rusak ibadah hajinya, dan dia wajib menyembelih kambing.
التَّاسِعُ مِنْ مَحْظُورَاتِ الإِحْرَامِ: المُبَاشَرَةُ دُونَ الفَرْجِ، فَلَا يَجُوزُ لِلْمُحْرِمِ مُبَاشَرَةُ المَرْأَةِ؛ لِأَنَّهُ وَسِيلَةٌ إِلَى الوَطْءِ المُحَرَّمِ، وَالمُرَادُ بِالمُبَاشَرَةِ مُلَامَسَةُ المَرْأَةِ بِشَهْوَةٍ.
Yang kesembilan dari larangan Ihram: bercumbu tanpa melakukan hubungan intim, maka tidak boleh bagi orang yang sedang berihram untuk bercumbu dengan wanita; karena itu adalah sarana menuju persetubuhan yang diharamkan, dan yang dimaksud dengan bercumbu adalah menyentuh wanita dengan syahwat.
فَعَلَى المُحْرِمِ أَنْ يَتَجَنَّبَ الرَّفَثَ وَالفُسُوقَ وَالجِدَالَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ﴾ .
Maka orang yang sedang berihram harus menghindari perkataan yang mengarah pada hubungan seksual, perbuatan dosa, dan perdebatan, Allah Ta'ala berfirman: "Barangsiapa yang telah mewajibkan (atas dirinya) haji di bulan-bulan itu, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji."
وَالمُرَادُ بِالرَّفَثِ: الجِمَاعُ، وَيُطْلَقُ أَيْضًا عَلَى دَوَاعِي الجِمَاعِ مِنَ المُبَاشَرَةِ وَالتَّقْبِيلِ وَالغَمْزِ وَالكَلَامِ الَّذِي فِيهِ ذِكْرُ الجِمَاعِ.
Yang dimaksud dengan rafats adalah jima' (hubungan seksual), dan juga mencakup hal-hal yang mendorong pada jima' seperti bercumbu, berciuman, mengedipkan mata, dan perkataan yang menyinggung hubungan seksual.
وَالفُسُوقُ هُوَ: المَعَاصِي؛ لِأَنَّ المَعَاصِيَ فِي حَالِ الإِحْرَامِ أَشَدُّ وَأَقْبَحُ؛ لِأَنَّهُ فِي حَالَةِ تَضَرُّعٍ.
Adapun kefasikan adalah perbuatan maksiat; karena kemaksiatan dalam keadaan ihram lebih berat dan lebih buruk; karena dia sedang dalam keadaan merendahkan diri.
وَالجِدَالُ هُوَ المُمَارَاةُ فِيمَا لَا يَعْنِي وَالخِصَامُ مَعَ الرُّفْقَةِ وَالمُنَازَعَةُ وَالسِّبَابُ، أَمَّا الجِدَالُ لِبَيَانِ الحَقِّ وَالأَمْرُ بِالمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنِ المُنْكَرِ؛ فَهُوَ مَأْمُورٌ بِهِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ﴾ .
Adapun perdebatan adalah berdebat dalam hal yang tidak bermanfaat, bertengkar dengan rombongan, berselisih, dan mencaci maki. Sedangkan berdebat untuk menjelaskan kebenaran, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran; maka itu diperintahkan, Allah Ta'ala berfirman: "Dan debatlah mereka dengan cara yang baik."
وَيُسَنُّ لِلْمُحْرِمِ قِلَّةُ الكَلَامِ إِلَّا فِيمَا يَنْفَعُ، وَفِي "الصَّحِيحَيْنِ" عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: "مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ؛ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ"،
Dan disunnahkan bagi orang yang sedang berihram untuk sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat, dan dalam Shahihain dari Abu Hurairah: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir; hendaklah dia berkata baik atau diam",
وَعَنْهُ مَرْفُوعًا: "مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ".
Dan darinya (diriwayatkan secara) marfu': "Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya".
وَيُسْتَحَبُّ لِلْمُحْرِمِ أَنْ يَشْتَغِلَ بِالتَّلْبِيَةِ، وَذِكْرِ اللهِ، وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَحِفْظِ وَقْتِهِ عَمَّا يُفْسِدُهُ، وَأَنْ يُخْلِصَ النِّيَّةَ لِلَّهِ، وَيَرْغَبَ فِيمَا عِنْدَ اللهِ؛ فِي حَالَةِ إِحْرَامٍ وَاسْتِقْبَالِ عِبَادَةٍ عَظِيمَةٍ، وَقَادِمٌ عَلَى مَشَاعِرَ مُقَدَّسَةٍ وَمَوَاقِفَ مُبَارَكَةٍ.
Dan dianjurkan bagi orang yang berihram untuk menyibukkan diri dengan talbiyah, dzikir kepada Allah, membaca Al-Qur'an, memerintahkan kebaikan, mencegah kemungkaran, menjaga waktunya dari hal-hal yang merusaknya, ikhlas niat karena Allah, dan mengharapkan apa yang ada di sisi Allah; dalam keadaan ihram dan menyambut ibadah yang agung, serta datang ke tempat-tempat suci dan momen-momen yang diberkahi.
فَإِذَا وَصَلَ إِلَى مَكَّةَ، فَإِنْ كَانَ مُحْرِمًا بِالتَّمَتُّعِ؛ فَإِنَّهُ يُؤَدِّي مَنَاسِكَ الْعُمْرَةِ:
Ketika sampai di Makkah, jika dia berihram dengan tamattu'; maka dia melaksanakan manasik umrah:
فَيَطُوفُ بِالْبَيْتِ سَبْعَةَ أَشْوَاطٍ.
Dia tawaf di Ka'bah sebanyak tujuh putaran.
وَيُصَلِّي بَعْدَهَا رَكْعَتَيْنِ، وَالْأَفْضَلُ أَدَاؤُهَا عِنْدَ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ إِنْ أَمْكَنَ، وَإِلَّا؛ أَدَّاهُمَا فِي أَيِّ مَكَانٍ مِنَ الْمَسْجِدِ.
Setelah itu, dia shalat dua rakaat, yang paling utama dilakukan di Maqam Ibrahim jika memungkinkan, jika tidak; maka dia melakukannya di mana saja di dalam masjid.
ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى الصَّفَا لِأَدَاءِ السَّعْيِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمَرْوَةِ، فَيَسْعَى بَيْنَهُمَا سَبْعَةَ أَشْوَاطٍ، يَبْدَؤُهَا بِالصَّفَا وَيَخْتِمُهَا بِالْمَرْوَةِ، ذَهَابُهُ سَعْيَةٌ وَرُجُوعُهُ سَعْيَةٌ.
Kemudian dia keluar menuju Shafa untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwah, dia berlari-lari kecil di antara keduanya sebanyak tujuh kali, dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah, pergi dihitung satu sa'i dan kembali dihitung satu sa'i.
وَيَشْتَغِلُ أَثْنَاءَ الْأَشْوَاطِ فِي الطَّوَافِ وَالسَّعْيِ بِالدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعِ إِلَى اللهِ سُبْحَانَهُ.
Dan dia menyibukkan diri selama putaran tawaf dan sa'i dengan berdoa dan memohon kepada Allah Subhanahu.
فَإِذَا فَرَغَ مِنَ الشَّوْطِ السَّابِعِ؛ قَصَّرَ الرَّجُلُ شَعْرَ رَأْسِهِ، وَتَقُصُّ الْأُنْثَى مِنْ رُؤُوسِ شَعْرِ رَأْسِهَا قَدْرَ أُنْمُلَةٍ.
Setelah selesai dari putaran ketujuh; laki-laki memendekkan rambut kepalanya, dan perempuan memotong ujung rambut kepalanya seukuran ujung jari.
وَبِذَلِكَ تَتِمُّ مَنَاسِكُ الْعُمْرَةِ، فَيَحِلُّ مِنْ إِحْرَامِهِ، وَيُبَاحُ لَهُ مَا كَانَ مُحَرَّمًا عَلَيْهِ بِالْإِحْرَامِ مِنَ النِّسَاءِ وَالطِّيبِ وَلُبْسِ الْمُخَيَّطِ وَتَقْلِيمِ الْأَظَافِرِ وَقَصِّ الشَّارِبِ وَنَتْفِ الْآبَاطِ إِذَا احْتَاجَ إِلَى ذَلِكَ، وَيَبْقَى حَلَالًا إِلَى يَوْمِ التَّرْوِيَةِ ثُمَّ يُحْرِمُ بِالْحَجِّ عَلَى مَا يَأْتِي تَفْصِيلُهُ إِنْ شَاءَ اللهُ.
Dengan demikian, selesailah ibadah umrah, maka ia keluar dari ihramnya, dan dihalalkan baginya apa yang diharamkan atasnya karena ihram, seperti wanita, wewangian, mengenakan pakaian berjahit, memotong kuku, memendekkan kumis, dan mencabut bulu ketiak jika diperlukan, dan ia tetap dalam keadaan halal hingga hari Tarwiyah kemudian ia berihram untuk haji sebagaimana akan dijelaskan secara rinci insya Allah.
وَأَمَّا الَّذِي يَقْدُمُ مَكَّةَ قَارِنًا أَوْ مُفْرِدًا؛ فَإِنَّهُ يَطُوفُ طَوَافَ الْقُدُومِ، وَإِنْ شَاءَ قَدَّمَ بَعْدَهُ سَعْيَ الْحَجِّ، وَيَبْقَى عَلَى إِحْرَامِهِ إِلَى يَوْمِ النَّحْرِ؛ كَمَا يَأْتِي تَفْصِيلُهُ إِنْ شَاءَ اللهُ.
Adapun orang yang datang ke Mekah dengan niat Qiran atau Ifrad; maka ia melakukan Tawaf Qudum, dan jika mau, ia mendahulukan Sa'i haji setelahnya, dan ia tetap dalam keadaan ihram hingga hari Nahr (Idul Adha); sebagaimana akan dijelaskan secara rinci insya Allah.
بَابٌ فِي أَعْمَالِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ وَيَوْمِ عَرَفَةَ
بَابٌ فِي أَعْمَالِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ وَيَوْمِ عَرَفَةَ
Bab tentang amalan-amalan pada hari Tarwiyah dan hari Arafah
إِنَّ الْإِنْسَانَ الَّتِي يُحْرِمُ بِهَا الْقَادِمُ عِنْدَمَا يَصِلُ إِلَى الْمِيقَاتِ ثَلَاثَةٌ:
Sesungguhnya niat yang digunakan oleh orang yang datang ketika sampai di miqat ada tiga:
الْإِفْرَادُ: وَهُوَ أَنْ يَنْوِيَ الْإِحْرَامَ بِالْحَجِّ فَقَطْ، وَيَبْقَى عَلَى إِحْرَامِهِ إِلَى أَنْ يَرْمِيَ الْجَمْرَةَ يَوْمَ الْعِيدِ، وَيَحْلِقَ رَأْسَهُ، وَيَطُوفَ طَوَافَ الْإِفَاضَةِ، وَيَسْعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ إِنْ لَمْ يَكُنْ سَعَى بَعْدَ طَوَافِ الْقُدُومِ.
Ifrād: yaitu berniat iḥrām untuk haji saja, dan tetap dalam keadaan iḥrām sampai melempar jumrah pada hari Idul Adha, mencukur rambutnya, melakukan ṭawāf ifāḍah, dan sa'i antara Ṣafā dan Marwah jika belum melakukan sa'i setelah ṭawāf qudūm.
وَالْقِرَانُ: وَهُوَ أَنْ يَنْوِيَ الْإِحْرَامَ بِالْعُمْرَةِ وَالْحَجِّ مَعًا مِنَ الْمِيقَاتِ، وَهَذَا عَمَلُهُ كَعَمَلِ الْمُفْرِدِ؛ إِلَّا أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ هَدْيُ التَّمَتُّعِ.
Qirān: yaitu berniat iḥrām untuk umrah dan haji sekaligus dari miqat, dan amalannya sama seperti orang yang melakukan ifrād; hanya saja ia wajib menyembelih hadyu tamattu'.
وَالتَّمَتُّعُ: وَهُوَ أَنْ يُحْرِمَ بِالْعُمْرَةِ مِنَ الْمِيقَاتِ، وَيَتَحَلَّلَ مِنْهَا إِذَا وَصَلَ إِلَى مَكَّةَ بِأَدَاءِ أَعْمَالِهَا مِنْ طَوَافٍ وَسَعْيٍ وَحَلْقٍ أَوْ تَقْصِيرٍ، ثُمَّ يَتَحَلَّلَ مِنْ إِحْرَامِهِ، وَيَبْقَى حَلَالًا إِلَى أَنْ يُحْرِمَ بِالْحَجِّ.
Tamattu': yaitu berniat iḥrām untuk umrah dari miqat, dan bertahallul darinya ketika sampai di Makkah dengan melakukan amalan-amalannya berupa ṭawāf, sa'i, dan mencukur atau memendekkan rambut, kemudian bertahallul dari iḥrāmnya, dan tetap dalam keadaan halal sampai berniat iḥrām untuk haji.
وَأَفْضَلُ الْأَنْسَاكِ هُوَ التَّمَتُّعُ؛ فَيُسْتَحَبُّ لِمَنْ أَحْرَمَ مُفْرِدًا أَوْ قَارِنًا وَلَمْ يَسُقْ الْهَدْيَ أَنْ يُحَوِّلَ نُسُكَهُ إِلَى التَّمَتُّعِ، وَيَعْمَلَ عَمَلَ الْمُتَمَتِّعِ.
Dan nusuk yang paling utama adalah tamattu'; maka dianjurkan bagi orang yang berniat iḥrām ifrād atau qirān dan tidak membawa hadyu untuk mengubah nusuknya menjadi tamattu', dan melakukan amalan orang yang tamattu'.
وَيُسْتَحَبُّ لِمُتَمَتِّعٍ أَوْ مُفْرِدٍ أَوْ قَارِنٍ تَحَوَّلَ إِلَى مُتَمَتِّعٍ وَحَلَّ عُمْرَتَهُ وَلِغَيْرِهِ مِنَ الْمُحِلِّينَ بِمَكَّةَ أَوْ قُرْبَهَا: الْإِحْرَامُ بِالْحَجِّ يَوْمَ التَّرْوِيَةِ، وَهُوَ الْيَوْمُ الثَّامِنُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ؛ لِقَوْلِ جَابِرٍ ﵁ فِي صِفَةِ حَجِّ النَّبِيِّ ﷺ: "فَحَلَّ النَّاسُ كُلُّهُمْ وَقَصَّرُوا؛ إِلَّا النَّبِيَّ ﷺ وَمَنْ كَانَ مَعَهُ هَدْيٌ،
Dan dianjurkan bagi orang yang tamattu' atau ifrād atau qirān yang mengubah menjadi tamattu' dan bertahallul dari umrahnya dan bagi selain mereka dari orang-orang yang bertahallul di Makkah atau dekatnya: untuk berniat iḥrām haji pada hari Tarwiyah, yaitu hari kedelapan bulan Dzulhijjah; berdasarkan perkataan Jabir ﵁ dalam sifat haji Nabi ﷺ: "Maka semua orang bertahallul dan memendekkan rambut; kecuali Nabi ﷺ dan orang yang membawa hadyu bersamanya,
فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ التَّرْوِيَةِ؛ تَوَجَّهُوا إِلَى مِنًى، فَأَهَلُّوا بِالْحَجِّ".
Ketika hari Tarwiyah tiba, mereka menuju Mina dan memulai ihram untuk haji.
وَيُحْرِمُ بِالْحَجِّ مِنْ مَكَانِهِ الَّذِي هُوَ نَازِلٌ فِيهِ، سَوَاءٌ كَانَ فِي مَكَّةَ، أَوْ خَارِجَهَا، أَوْ فِي مِنًى، وَلَا يَذْهَبُ بَعْدَ إِحْرَامِهِ فَيَطُوفُ بِالْبَيْتِ.
Seseorang memulai ihram untuk haji dari tempat dia tinggal, baik di Mekah, di luar Mekah, atau di Mina, dan tidak pergi melakukan tawaf di Ka'bah setelah ihramnya.
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: "فَإِذَا كَانَ يَوْمُ التَّرْوِيَةِ أَحْرَمَ، فَيَفْعَلُ كَمَا فَعَلَ عِنْدَ الْمِيقَاتِ؛ إِنْ شَاءَ أَحْرَمَ مِنْ مَكَّةَ، وَإِنْ شَاءَ مِنْ خَارِجِ مَكَّةَ، هَذَا هُوَ الصَّوَابُ، وَأَصْحَابُ النَّبِيِّ ﷺ إِنَّمَا أَحْرَمُوا كَمَا أَمَرَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ مِنَ الْبَطْحَاءِ، وَالسُّنَّةُ أَنْ يُحْرِمَ مِنَ الْمَوْضِعِ الَّذِي هُوَ نَازِلٌ فِيهِ، وَكَذَلِكَ الْمَكِّيُّ يُحْرِمُ مِنْ أَهْلِهِ؛ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "مَنْ كَانَ مَنْزِلُهُ دُونَ مَكَّةَ؛ فَمِهَلُّهُ مِنْ أَهْلِهِ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْ مَكَّةَ" انْتَهَى.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀ berkata, "Ketika hari Tarwiyah tiba, dia memulai ihram, melakukan seperti yang dia lakukan di miqat; jika dia mau, dia bisa memulai ihram dari Mekah, dan jika dia mau, dari luar Mekah. Ini adalah pendapat yang benar. Para sahabat Nabi ﷺ memulai ihram sesuai perintah Nabi ﷺ dari Al-Bathaa'. Sunnahnya adalah memulai ihram dari tempat dia tinggal, demikian pula penduduk Mekah memulai ihram dari kediamannya; sebagaimana sabda Nabi ﷺ, 'Barangsiapa yang tinggalnya sebelum Mekah, maka miqatnya dari kediamannya, bahkan penduduk Mekah pun memulai ihram dari Mekah.'" Selesai.
وَقَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀: "فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ الْخَمِيسِ ضُحًى؛ تَوَجَّهَ [يَعْنِي: النَّبِيَّ ﷺ] بِمَنْ مَعَهُ مِنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَى مِنًى، بَلْ أَحْرَمُوا وَمَكَّةُ خَلْفَ ظُهُورِهِمْ" انْتَهَى.
Ibnu Al-Qayyim ﵀ berkata, "Ketika hari Kamis pagi tiba, beliau [yakni Nabi ﷺ] berangkat bersama kaum muslimin yang bersamanya menuju Mina, bahkan mereka memulai ihram dengan Mekah di belakang punggung mereka." Selesai.
وَبَعْدَ الإِحْرَامِ يَشْتَغِلُ بِالتَّلْبِيَةِ، فَيُلَبِّي عِنْدَ عَقْدِ الإِحْرَامِ، وَيُلَبِّي بَعْدَ ذَلِكَ فِي فَتَرَاتٍ، وَيَرْفَعُ صَوْتَهُ بِالتَّلْبِيَةِ، إِلَى أَنْ يَرْمِيَ جَمْرَةَ الْعَقَبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ.
Setelah berihram, ia menyibukkan diri dengan talbiyah, ia bertalbiyah ketika memulai ihram, dan bertalbiyah setelah itu secara berkala, dan mengeraskan suaranya dengan talbiyah, hingga melempar jumrah al-'Aqabah pada hari raya.
ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى مِنًى مِنْ كَانَ بِمَكَّةَ مُحْرِمًا يَوْمَ التَّرْوِيَةِ، وَالأَفْضَلُ أَنْ يَكُونَ خُرُوجُهُ قَبْلَ الزَّوَالِ، فَيُصَلِّي بِهَا الظُّهْرَ وَبَقِيَّةَ الأَوْقَاتِ إِلَى الْفَجْرِ، وَيَبِيتُ لَيْلَةَ التَّاسِعِ؛ لِقَوْلِ جَابِرٍ ﵁: "وَرَكِبَ النَّبِيُّ ﷺ إِلَى مِنًى، فَصَلَّى بِهَا الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ، ثُمَّ مَكَثَ قَلِيلًا حَتَّى طَلَعَتِ الشَّمْسُ"، وَلَيْسَ ذَلِكَ وَاجِبًا بَلْ سُنَّةٌ، وَكَذَلِكَ الإِحْرَامُ يَوْمَ التَّرْوِيَةِ لَيْسَ وَاجِبًا، فَلَوْ أَحْرَمَ بِالْحَجِّ قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ؛ جَازَ ذَلِكَ.
Kemudian berangkat ke Mina bagi yang berihram di Mekah pada hari Tarwiyah, dan yang terbaik adalah berangkat sebelum zawal (matahari tergelincir), lalu shalat Zuhur dan waktu-waktu shalat lainnya hingga Subuh di sana, dan bermalam pada malam kesembilan; berdasarkan perkataan Jabir ﵁: "Nabi ﷺ berkendara ke Mina, lalu shalat Zuhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh di sana, kemudian beliau berdiam sebentar hingga matahari terbit", dan itu bukanlah kewajiban melainkan sunnah, demikian pula berihram pada hari Tarwiyah bukanlah wajib, seandainya ia berihram haji sebelum atau sesudahnya; maka itu diperbolehkan.
وَهَذَا الْمَبِيتُ بِمِنًى لَيْلَةَ التَّاسِعِ، وَأَدَاءُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ فِيهَا: سُنَّةٌ، وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ.
Dan bermalam di Mina pada malam kesembilan ini, serta melaksanakan shalat lima waktu di sana: adalah sunnah, dan bukan kewajiban.
ثُمَّ يَسِيرُونَ صَبَاحَ الْيَوْمِ التَّاسِعِ بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ مِنْ مِنًى إِلَى عَرَفَةَ، وَعَرَفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ؛ إِلَّا بَطْنَ عُرَنَةَ؛ فَفِي أَيِّ مَكَانٍ حَصَلَ الْحَاجُّ مِنْ سَاحَاتِ عَرَفَةَ؛ أَجْزَأَهُ الْوُقُوفُ فِيهِ، مَا عَدَا مَا اسْتَثْنَاهُ النَّبِيُّ ﷺ، وَهُوَ بَطْنُ عُرَنَهْ؛ وَقَدْ بُيِّنَتْ حُدُودُ عَرَفَةَ بِعَلَامَاتٍ وَكِتَابَاتٍ تُوَضِّحُ عَرَفَةَ مِنْ غَيْرِهَا، فَمَنْ كَانَ دَاخِلَ الْحُدُودِ الْمُوَضَّحَةِ؛ فَهُوَ فِي عَرَفَةَ، وَمَنْ كَانَ خَارِجَهَا؛ فَيُخْشَى أَنَّهُ لَيْسَ فِي عَرَفَةَ؛ فَعَلَى الْحَاجِّ أَنْ يَتَأَكَّدَ مِنْ ذَلِكَ، وَأَنْ يَتَعَرَّفَ عَلَى تِلْكَ الْحُدُودِ؛ لِيَتَأَكَّدَ مِنْ حُصُولِهِ فِي عَرَفَةَ.
Kemudian mereka berangkat pada pagi hari kesembilan setelah matahari terbit dari Mina menuju Arafah, dan seluruh Arafah adalah tempat wuquf; kecuali perut Uranah; maka di mana pun seorang haji berada di area Arafah; wuquf di sana sudah mencukupinya, kecuali apa yang dikecualikan oleh Nabi ﷺ, yaitu perut 'Uranah; dan batas-batas Arafah telah ditandai dengan tanda-tanda dan tulisan-tulisan yang menjelaskan Arafah dari selainnya, maka siapa yang berada di dalam batas-batas yang dijelaskan; berarti ia berada di Arafah, dan siapa yang berada di luarnya; dikhawatirkan ia tidak berada di Arafah; maka haji harus memastikan hal itu, dan mengenali batas-batas tersebut; agar ia yakin berada di Arafah.
فَإِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ؛ صَلَّوْا الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ قَصْرًا وَجَمْعًا بِأَذَانٍ
Ketika matahari tergelincir; mereka shalat Zuhur dan Asar dengan cara qashar dan jama' dengan satu azan
وَإِقَامَتَيْنِ، وَكَذَلِكَ يَقْصُرُ الصَّلَاةَ الرُّبَاعِيَّةَ فِي عَرَفَةَ وَمُزْدَلِفَةَ وَمِنًى، لَكِنْ فِي عَرَفَةَ وَمِنًى وَمُزْدَلِفَةَ يَجْمَعُ وَيَقْصُرُ، وَفِي مِنًى يَقْصُرُ وَلَا يَجْمَعُ، بَلْ يُصَلِّي كُلَّ صَلَاةٍ فِي وَقْتِهَا؛ لِعَدَمِ الْحَاجَةِ إِلَى الْجَمْعِ.
Dan dua iqamah, dan juga memendekkan shalat yang empat rakaat di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, tetapi di Arafah, Mina, dan Muzdalifah dia menjamak dan memendekkan, sedangkan di Mina dia memendekkan dan tidak menjamak, bahkan dia shalat setiap shalat pada waktunya; karena tidak ada kebutuhan untuk menjamak.
ثُمَّ بَعْدَمَا يُصَلِّي الْحُجَّاجُ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ قَصْرًا وَجَمْعَ تَقْدِيمٍ فِي أَوَّلِ وَقْتِ الظُّهْرِ؛ يَتَفَرَّغُونَ لِلدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعِ وَالِابْتِهَالِ إِلَى اللهِ تَعَالَى، وَهُمْ فِي مَنَازِلِهِمْ مِنْ عَرَفَةَ، وَلَايَلْزَمُهُمْ أَنْ يَذْهَبُوا إِلَى جَبَلِ الرَّحْمَةِ، وَلَا يَلْزَمُهُمْ أَنْ يَرَوْهُ أَوْ يُشَاهِدُونَ، وَلَا يَسْتَقْبِلُونَهُ حَالَ الدُّعَاءِ، وَإِنَّمَا يَسْتَقْبِلُونَ الْكَعْبَةَ الْمُشَرَّفَةَ.
Kemudian setelah para jamaah haji shalat Zhuhur dan Ashar dengan cara qashar dan jamak taqdim di awal waktu Zhuhur; mereka meluangkan waktu untuk berdoa, merendahkan diri, dan memohon kepada Allah Ta'ala, sementara mereka berada di tempat tinggal mereka di Arafah, dan mereka tidak wajib pergi ke Jabal Rahmah, dan mereka tidak wajib melihatnya atau menyaksikannya, dan mereka tidak menghadap ke arahnya saat berdoa, melainkan mereka menghadap ke arah Ka'bah yang mulia.
وَيَنْبَغِي أَنْ يَجْتَهِدَ فِي الدُّعَاءِ وَالتَّضَرُّعِ وَالتَّوْبَةِ فِي هَذَا الْمَوْقِفِ الْعَظِيمِ، وَيَسْتَمِرُّ فِي ذَلِكَ، وَسَوَاءٌ دَعَا رَاكِبًا أَوْ مَاشِيًا أَوْ وَاقِفًا أَوْ جَالِسًا أَوْ مُضْطَجِعًا، عَلَى أَيِّ حَالٍ كَانَ، وَيَخْتَارُ الْأَدْعِيَةَ الْوَارِدَةَ وَالْجَوَامِعَ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "أَفْضَلُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَأَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا النَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ".
Dan hendaknya dia bersungguh-sungguh dalam berdoa, merendahkan diri, dan bertaubat di tempat yang agung ini, dan terus melakukannya, baik dia berdoa sambil berkendara, berjalan, berdiri, duduk, atau berbaring, dalam keadaan apa pun, dan hendaknya dia memilih doa-doa yang diriwayatkan dan yang komprehensif; karena sabda Nabi ﷺ: "Doa terbaik adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah: Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan, dan bagi-Nya segala puji, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu".
وَيَسْتَمِرُّ فِي الْبَقَاءِ بِعَرَفَةَ وَالدُّعَاءِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ، وَلَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَنْصَرِفَ مِنْهَا قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ، فَإِنْ انْصَرَفَ مِنْهَا قَبْلَ الْغُرُوبِ؛ وَجَبَ عَلَيْهِ الرُّجُوعُ؛ لِيَبْقَى فِيهَا إِلَى الْغُرُوبِ، فَإِنْ لَمْ يَرْجِعْ؛ وَجَبَ عَلَيْهِ دَمٌ؛ لِتَرْكِهِ الْوَاجِبَ، وَالدَّمُ ذَبْحُ شَاةٍ، يُوَزِّعُهَا عَلَى الْمَسَاكِينِ فِي الْحَرَمِ، أَوْ سُبْعُ بَقَرَةٍ، أَوْ سُبْعُ بَدَنَةٍ.
Dan dia terus tinggal di Arafah dan berdoa hingga matahari terbenam, dan tidak boleh baginya untuk pergi darinya sebelum matahari terbenam. Jika dia pergi darinya sebelum terbenam matahari; maka wajib baginya untuk kembali; agar dia tetap di sana hingga terbenam matahari. Jika dia tidak kembali; maka wajib baginya dam (menyembelih hewan); karena meninggalkan kewajiban, dan dam adalah menyembelih seekor kambing, yang dibagikan kepada orang-orang miskin di Tanah Haram, atau seperujuh sapi, atau seperujuh unta.
وَوَقْتُ الْوُقُوفِ يَبْدَأُ بِزَوَالِ الشَّمْسِ يَوْمَ عَرَفَةَ عَلَى الصَّحِيحِ، وَيَسْتَمِرُّ إِلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ لَيْلَةَ الْعَاشِرِ، فَمَنْ وَقَفَ نَهَارًا؛ وَجَبَ عَلَيْهِ الْبَقَاءُ إِلَى الْغُرُوبِ، وَمَنْ وَقَفَ لَيْلًا؛ أَجْزَأَهُ، وَلَوْ لَحْظَةً؛ لِقَوْلِ النَّبِيِّ ﷺ: "مَنْ أَدْرَكَ عَرَفَاتٍ بِلَيْلٍ، فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ".
Dan waktu wuquf dimulai dengan tergelincirnya matahari pada hari Arafah menurut pendapat yang benar, dan berlanjut hingga terbitnya fajar malam kesepuluh. Barangsiapa yang wuquf pada siang hari, maka wajib baginya untuk tetap tinggal hingga terbenam matahari. Dan barangsiapa yang wuquf pada malam hari, maka itu sudah mencukupinya, meskipun hanya sesaat; berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Barangsiapa yang mendapati Arafah pada malam hari, maka sungguh ia telah mendapati haji."
وَحُكْمُ الْوُقُوفِ بِعَرَفَةَ أَنَّهُ رُكْنٌ مِنْ أَرْكَانِ الْحَجِّ، بَلْ هُوَ أَعْظَمُ أَرْكَانِ الْحَجِّ لِقَوْلِهِ ﷺ: "الْحَجُّ عَرَفَةُ"، وَمَكَانُ الْوُقُوفِ هُوَ عَرَفَةُ بِكَامِلِ مَسَاحَتِهَا الْمُحَدَّدَةِ، فَمَنْ وَقَفَ خَارِجَهَا؛ لَمْ يَصِحَّ وُقُوفُهُ.
Dan hukum wuquf di Arafah adalah rukun dari rukun-rukun haji, bahkan ia adalah rukun haji yang paling agung berdasarkan sabdanya ﷺ: "Haji adalah Arafah", dan tempat wuquf adalah Arafah dengan seluruh luas area yang telah ditentukan, maka barangsiapa yang wuquf di luarnya, wuqufnya tidak sah.
وَفَّقَ اللهُ الْجَمِيعَ لِمَا يُحِبُّهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَعْمَالِ وَالْأَقْوَالِ؛ إِنَّهُ سَمِيعٌ مُجِيبٌ.
Semoga Allah memberi taufik kepada semua orang terhadap apa yang Dia cintai dan ridhai dari amalan dan perkataan; sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
بَابٌ فِي الدَّفْعِ إِلَى مُزْدَلِفَةَ وَالْمَبِيتِ فِيهَا
بَابٌ فِي الدَّفْعِ إِلَى مُزْدَلِفَةَ وَالْمَبِيتِ فِيهَا
Bab tentang berangkat ke Muzdalifah dan bermalam di sana
وَالدَّفْعِ مِنْ مُزْدَلِفَةَ إِلَى مِنًى وَأَعْمَالِ يَوْمِ الْعِيدِ
Dan berangkat dari Muzdalifah ke Mina serta amalan-amalan pada hari Idul Adha
بَعْدَ غُرُوبِ الشَّمْسِ يَدْفَعُ الْحُجَّاجُ مِنْ عَرَفَةَ إِلَى مُزْدَلِفَةَ بِسَكِينَةٍ وَوَقَارٍ؛ لِقَوْلِ جَابِرٍ ﵁ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: "لَمْ يَزَلْ وَاقِفًا حَتَّى غَرَبَتِ الشَّمْسُ وَذَهَبَتِ الصُّفْرَةُ قَلِيلًا حَتَّى غَابَ الْقُرْصُ، وَأَرْدَفَ أُسَامَةَ خَلْفَهُ، وَدَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، وَقَدْ شَنَقَ لِلْقَصْوَاءِ " يَعْنِي: نَاقَتَهُ" الزِّمَامَ، حَتَّى إِنَّ رَأْسَهَا لَيُصِيبُ مَوْرِكَ رَحْلِهِ، وَيَقُولُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى: أَيُّهَا النَّاسُ! السَّكِينَةَ السَّكِينَةَ".
Setelah matahari terbenam, para jamaah haji berangkat dari Arafah ke Muzdalifah dengan tenang dan berwibawa; berdasarkan perkataan Jabir ﵁ dari Nabi ﷺ: "Beliau tetap berdiri (di Arafah) hingga matahari terbenam dan cahaya kemerahan sedikit menghilang hingga piringan matahari lenyap, dan beliau membonceng Usamah di belakangnya, lalu Rasulullah ﷺ berangkat, dan beliau telah mengikat tali kekang untuk unta Al-Qashwa' " maksudnya: unta beliau" hingga kepalanya menyentuh pelana kendaraannya, dan beliau bersabda dengan tangan kanannya: Wahai manusia! Tenang, tenang".
فَهَكَذَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِينَ السَّكِينَةُ وَالرِّفْقُ عِنْدَ الِانْصِرَافِ مِنْ عَرَفَةَ، وَأَنْ لَا يُضَايِقُوا إِخْوَانَهُمُ الْحُجَّاجَ فِي سَيْرِهِمْ، وَيُرْهِقُوهُمْ بِمُزَاحَمَتِهِمْ، وَيُخِيفُوهُمْ بِسَيَّارَاتِهِمْ، وَأَنْ يَرْحَمُوا الضُّعَفَاءَ وَكِبَارَ السِّنِّ وَالْمُشَاةَ.
Maka demikianlah seharusnya bagi kaum muslimin untuk tenang dan lemah lembut ketika meninggalkan Arafah, dan hendaknya mereka tidak menyulitkan saudara-saudara mereka sesama jamaah haji dalam perjalanan mereka, tidak membebani mereka dengan berdesakan, tidak menakut-nakuti mereka dengan kendaraan mereka, dan hendaknya mereka menyayangi orang-orang yang lemah, lanjut usia, dan pejalan kaki.
وَيَكُونُ الْحَاجُّ حَالَ دَفْعِهِ مِنْ عَرَفَةَ إِلَى مُزْدَلِفَةَ مُسْتَغْفِرًا؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ .
Dan hendaknya jamaah haji ketika berangkat dari Arafah ke Muzdalifah memohon ampunan; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
وَسُمِّيَتْ مُزْدَلِفَةُ بِذَلِكَ مِنَ الِازْدِلَافِ، وَهُوَ الْقُرْبُ لِأَنَّ الْحُجَّاجَ إِذَا أَفَاضُوا مِنْ عَرَفَاتٍ؛ ازْدَلَفُوا إِلَيْهَا؛ أَيْ: تَقَرَّبُوا وَمَضَوْا إِلَيْهَا، وَتُسَمَّى
Dan dinamakan Muzdalifah karena dari kata Al-Izdilaf, yaitu dekat, karena para jamaah haji ketika bertolak dari Arafah; mereka mendekat ke sana; yaitu: mereka mendekat dan pergi ke sana, dan dinamakan
أَيْضًا جَمْعًا؛ لِاجْتِمَاعِ النَّاسِ بِهَا، وَتُسَمَّى بِالْمَشْعَرِ الْحَرَامِ.
Juga disebut Jam', karena berkumpulnya manusia di sana, dan disebut juga Al-Masy'ar Al-Haram.
قَالَ فِي "الْمُغْنَى": "وَلِلْمُزْدَلِفَةِ ثَلَاثَةُ أَسْمَاءٍ: مُزْدَلِفَةٌ، وَجَمْعٌ، وَالْمَشْعَرُ الْحَرَامُ".
Disebutkan dalam "Al-Mughni": "Muzdalifah memiliki tiga nama: Muzdalifah, Jam', dan Al-Masy'ar Al-Haram".
وَيَذْكُرُ اللَّهَ فِي مَسِيرِهِ إِلَى مُزْدَلِفَةَ؛ لِأَنَّهُ فِي زَمَنِ السَّعْيِ إِلَى مَشَاعِرَ وَالتَّنَقُّلِ بَيْنَهَا.
Dan dia menyebut Allah dalam perjalanannya ke Muzdalifah; karena itu adalah waktu untuk berjalan menuju tempat-tempat suci dan berpindah di antaranya.
فَإِذَا وَصَلَ إِلَى مُزْدَلِفَةَ؛ صَلَّى بِهَا الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمْعًا مَعَ قَصْرِ الْعِشَاءِ رَكْعَتَيْنِ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ وَإِقَامَتَيْنِ، لِكُلِّ صَلَاةٍ إِقَامَةٌ، وَذَلِكَ قَبْلَ حَطِّ رَحْلِهِ؛ لِقَوْلِ جَابِرٍ ﵁ يَصِفُ فِعْلَ النَّبِيِّ ﷺ: "حَتَّى أَتَى الْمُزْدَلِفَةَ، فَصَلَّى بِهَا الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ وَإِقَامَتَيْنِ".
Ketika sampai di Muzdalifah; dia shalat Maghrib dan Isya berjamaah dengan mengqashar Isya menjadi dua rakaat dengan satu adzan dan dua iqamah, setiap shalat satu iqamah, dan itu sebelum menurunkan barang bawaannya; berdasarkan perkataan Jabir ﵁ yang menggambarkan perbuatan Nabi ﷺ: "Hingga beliau tiba di Muzdalifah, lalu shalat Maghrib dan Isya di sana dengan satu adzan dan dua iqamah".
ثُمَّ يَبِيتُ بِمُزْدَلِفَةَ حَتَّى يُصْبِحَ وَيُصَلِّيَ؛ لِقَوْلِ جَابِرٍ: "ثُمَّ اضْطَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ، فَصَلَّى الْفَجْرَ حِينَ تَبَيَّنَ لَهُ الصُّبْحُ بِأَذَانٍ وَإِقَامَةٍ".
Kemudian dia bermalam di Muzdalifah hingga pagi dan shalat; berdasarkan perkataan Jabir: "Kemudian Rasulullah ﷺ berbaring hingga terbit fajar, lalu shalat Subuh ketika telah jelas baginya waktu Subuh dengan adzan dan iqamah".
وَمُزْدَلِفَةُ كُلُّهَا يُقَالُ لَهَا: الْمَشْعَرُ الْحَرَامُ، وَهِيَ مَا بَيْنَ مَأْزِمَيْ عَرَفَةَ إِلَى بَطْنِ مُحَسِّرٍ، وَقَالَ ﷺ: "وَمُزْدَلِفَةُ كُلُّهَا مَوْقِفٌ، وَارْفَعُوا عَنْ بَطْنِ مُحَسِّرٍ".
Seluruh Muzdalifah disebut: Al-Masy'ar Al-Haram, yaitu antara dua Ma'zim Arafah hingga Batn Muhassir, dan Nabi ﷺ bersabda: "Seluruh Muzdalifah adalah tempat wuquf, dan menjauhlah dari Batn Muhassir".
وَالسُّنَّةُ أَنْ يَبِيتَ بِمُزْدَلِفَةَ إِلَى أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ، فَيُصَلِّي بِهَا الْفَجْرَ فِي أَوَّلِ الْوَقْتِ، ثُمَّ يَقِفُ بِهَا وَيَدْعُوا إِلَى أَنْ يُسْفِرَ، ثُمَّ يَدْفَعُ إِلَى مِنًى قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ.
Dan sunnahnya adalah bermalam di Muzdalifah hingga terbit fajar, lalu shalat Subuh di sana pada awal waktu, kemudian berdiri di sana dan berdoa hingga terang, kemudian berangkat ke Mina sebelum matahari terbit.
فَإِنْ كَانَ مِنَ الضُّعَفَاءِ كَالنِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ وَنَحْوِهِمْ؛ فَإِنَّهُ يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَتَعَجَّلَ فِي الدَّفْعِ مِنْ مُزْدَلِفَةَ إِلَى مِنًى إِذَا غَابَ الْقَمَرُ، وَكَذَلِكَ يَجُوزُ لِمَنْ يَلِي أَمْرَ الضُّعَفَاءِ مِنَ الْأَقْوِيَاءِ أَنْ يَنْصَرِفَ مَعَهُمْ بَعْدَ مُنْتَصَفِ اللَّيْلِ، أَمَّا الْأَقْوِيَاءُ الَّذِينَ لَيْسَ مَعَهُمْ ضُعَفَاءُ؛ فَإِنَّهُ يَنْبَغِي لَهُمْ أَنْ لَا يَخْرُجُوا مِنْ مُزْدَلِفَةَ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ، فَيُصَلُّوا بِهَا الْفَجْرَ، وَيَقِفُوا بِهَا إِلَى أَنْ يُسْفِرُوا.
Jika dia termasuk orang-orang yang lemah seperti wanita, anak-anak, dan sejenisnya; maka dia boleh mempercepat berangkat dari Muzdalifah ke Mina ketika bulan telah terbenam, dan demikian pula boleh bagi yang mengurus orang-orang yang lemah dari orang-orang yang kuat untuk pergi bersama mereka setelah tengah malam, adapun orang-orang yang kuat yang tidak bersama orang-orang yang lemah; maka sebaiknya mereka tidak keluar dari Muzdalifah hingga terbit fajar, lalu shalat Subuh di sana, dan berdiri di sana hingga terang.
فَالْمَبِيتُ بِمُزْدَلِفَةَ وَاجِبٌ مِنْ وَاجِبَاتِ الْحَجِّ، لَا يَجُوزُ تَرْكُهُ لِمَنْ أَتَى إِلَيْهَا قَبْلَ مُنْتَصَفِ اللَّيْلِ، أَمَّا مَنْ وَصَلَ إِلَيْهَا بَعْدَ مُنْتَصَفِ اللَّيْلِ؛ فَإِنَّهُ يُجْزِئُهُ الْبَقَاءُ فِيهَا وَلَوْ قَلِيلًا، وَإِنْ كَانَ الْأَفْضَلُ لَهُ أَنْ يَبْقَى فِيهَا إِلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ، وَيُصَلِّي فِيهَا الْفَجْرَ، وَيَدْعُوا بَعْدَ ذَلِكَ.
Bermalam di Muzdalifah adalah wajib dari kewajiban haji, tidak boleh meninggalkannya bagi yang datang ke sana sebelum tengah malam, adapun yang sampai ke sana setelah tengah malam; maka cukup baginya untuk tinggal di sana meskipun sebentar, dan jika yang lebih utama baginya adalah untuk tinggal di sana hingga terbit fajar, shalat Subuh di sana, dan berdoa setelah itu.
قَالَ فِي "الْمُغْنِي": "وَمَنْ لَمْ يُوَافِ مُزْدَلِفَةَ إِلَّا فِي النِّصْفِ الْأَخِيرِ مِنَ اللَّيْلِ؛ فَلَا شَيْءَ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يُدْرِكْ جُزْءًا مِنَ النِّصْفِ الْأَوَّلِ، فَلَمْ يَتَعَلَّقْ بِهِ حُكْمُهُ".
Dia berkata dalam "Al-Mughni": "Barangsiapa yang tidak sampai ke Muzdalifah kecuali pada paruh terakhir malam; maka tidak ada kewajiban apa pun atasnya; karena dia tidak mendapatkan bagian dari paruh pertama, sehingga tidak terkait dengannya hukumnya".
وَيَجُوزُ لِأَهْلِ الْأَعْذَارِ تَرْكُ الْمَبِيتِ بِمُزْدَلِفَةَ؛ كَالْمَرِيضِ الَّذِي يَحْتَاجُ إِلَى تَمْرِيضِهِ فِي الْمُسْتَشْفَى، وَمَنْ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ الْمَرِيضُ لِخِدْمَتِهِ،
Dan boleh bagi orang-orang yang memiliki udzur untuk meninggalkan bermalam di Muzdalifah; seperti orang sakit yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan orang yang dibutuhkan oleh orang sakit untuk melayaninya,
وَكَالسُّقَاةِ وَالرُّعَاةِ؛ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَخَّصَ لِلرُّعَاةِ فِي تَرْكِ الْمَبِيتِ.
Dan seperti para penyedia air dan penggembala; bahwa Nabi ﷺ memberikan keringanan kepada para penggembala untuk meninggalkan bermalam.
فَالْحَاصِلُ أَنَّ الْمَبِيتَ بِمُزْدَلِفَةَ وَاجِبٌ مِنْ وَاجِبَاتِ الْحَجِّ لِمَنْ وَافَاهَا قَبْلَ مُنْتَصَفِ اللَّيْلِ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ بَاتَ بِهَا، وَقَالَ: "لِتَأْخُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ"، وَإِنَّمَا أُبِيحَ الدَّفْعُ بَعْدَ مُنْتَصَفِ اللَّيْلِ؛ لِمَا وَرَدَ فِيهِ مِنَ الرُّخْصَةِ.
Kesimpulannya adalah bahwa bermalam di Muzdalifah adalah wajib dari kewajiban haji bagi yang sampai di sana sebelum tengah malam; karena Nabi ﷺ bermalam di sana, dan bersabda: "Ambillah dariku manasik kalian", dan dibolehkan berangkat setelah tengah malam; karena adanya keringanan yang disebutkan tentang hal itu.
ثُمَّ يَدْفَعُ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ إِلَى مِنًى؛ لِقَوْلِ عُمَرَ: "كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ لَا يُفِيضُونَ مِنْ جَمْعٍ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، وَيَقُولُونَ: أَشْرِقْ ثَبِيرُ كَيْمَا نُغِيرُ [وَثَبِيرُ اسْمُ جَبَلٍ يُطِلُّ عَلَى مُزْدَلِفَةَ يُخَاطِبُونَهُ؛ أَيْ: لِتَطْلُعَ عَلَيْكَ الشَّمْسُ حَتَّى نَنْصَرِفَ]، فَخَالَفَهُمُ النَّبِيُّ ﷺ فَأَفَاضَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ".
Kemudian berangkat sebelum terbit matahari ke Mina; berdasarkan perkataan Umar: "Orang-orang jahiliyah tidak berangkat dari Jam' (Muzdalifah) hingga matahari terbit, dan mereka berkata: 'Bersinar teranglah wahai Tsabir agar kami dapat berangkat' [dan Tsabir adalah nama gunung yang menghadap Muzdalifah yang mereka seru; yaitu: agar matahari terbit atasmu sehingga kami dapat pergi], maka Nabi ﷺ menyelisihi mereka dan berangkat sebelum terbit matahari".
وَيَدْفَعُ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ، فَإِذَا بَلَغَ وَادِي مُحَسِّرٍ، وَهُوَ وَادٍ بَيْنَ مُزْدَلِفَةَ وَمِنًى يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا، وَهُوَ لَيْسَ مِنْهُمَا، فَإِذَا بَلَغَ هَذَا الْوَادِيَ؛ أَسْرَعَ قَدْرَ رَمْيَةِ حَجَرٍ.
Dan dia berangkat dalam keadaan tenang, jika sampai di Wadi Muhassir, yaitu lembah antara Muzdalifah dan Mina yang memisahkan keduanya, dan bukan bagian dari keduanya, jika sampai di lembah ini; dia mempercepat sejauh lemparan batu.
وَيَأْخُذُ حَصَى الْجِمَارِ مِنْ طَرِيقِهِ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ مِنًى، هَذَا هُوَ الْأَفْضَلُ، أَوْ يَأْخُذُهُ مِنْ مُزْدَلِفَةَ، أَوْ مِنْ مِنًى، وَمِنْ حَيْثُ أَخَذَ الْحَصَى؛ جَازَ؛ لِقَوْلِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﵄: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ غَدَاةَ الْعَقَبَةِ وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ: "الْقُطْ لِي الْحَصَا". فَلَقَطْتُ لَهُ سَبْعَ حَصَيَاتٍ، هِيَ حَصَا الْخَذْفِ١، فَجَعَلَ يَنْفُضُهُنَّ فِي كَفِّهِ، وَيَقُولُ: "أَمْثَالَ هَؤُلَاءِ فَارْمُوا"، ثُمَّ قَالَ: "يَا أَيُّهَا النَّاسُ! إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ مِنْ قَبْلِكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ"، فَتَكُونُ الْحَصَاةُ مِنْ حَصَى الْجِمَارِ بِحَجْمِ حَبَّةِ الْبَاقِلَاءِ، أَكْبَرُ مِنَ الْحِمَّصِ قَلِيلًا.
Dan dia mengambil batu kerikil untuk melempar Jumrah dari jalan sebelum sampai ke Mina, ini yang terbaik, atau mengambilnya dari Muzdalifah, atau dari Mina, dan dari mana pun dia mengambil kerikil itu boleh; berdasarkan perkataan Ibnu Abbas ﵄: Rasulullah ﷺ bersabda pada pagi hari Aqabah ketika beliau berada di atas kendaraannya: "Kumpulkan batu kerikil untukku". Maka aku mengumpulkan tujuh batu kerikil untuknya, yaitu batu kerikil yang dilemparkan¹, lalu beliau menggoyang-goyangkannya di telapak tangannya, dan bersabda: "Seperti ini, maka lemparlah", kemudian beliau bersabda: "Wahai manusia! Jauhilah sikap berlebihan dalam agama; karena sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah sikap berlebihan dalam agama", maka batu kerikil Jumrah itu sebesar biji kacang, sedikit lebih besar dari biji buncis.
وَلَا يُجْزِئُ الرَّمْيُ بِغَيْرِ الْحَصَى، وَلَا بِالْحَصَى الْكِبَارِ الَّتِي تُسَمَّى حَجَرًا؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَمَى بِالْحَصَى الصِّغَارِ، وَقَالَ: "خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ".
Dan tidak sah melempar dengan selain batu kerikil, dan tidak pula dengan batu besar yang disebut batu; karena Nabi ﷺ melempar dengan batu kerikil kecil, dan bersabda: "Ambillah dariku manasik kalian".
فَإِذَا وَصَلَ إِلَى مِنًى وَهِيَ مَا بَيْنَ وَادِي مُحَسِّرٍ إِلَى جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ؛ ذَهَبَ إِلَى جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ، وَهِيَ آخِرُ الْجَمَرَاتِ مِمَّا يَلِي مَكَّةَ، وَتُسَمَّى الْجَمْرَةَ الْكُبْرَى، فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، وَاحِدَةً بَعْدَ طُلُوعِ الشَّمْسِ، وَيَمْتَدُّ زَمَنُ الرَّمْيِ إِلَى الْغُرُوبِ.
Maka ketika dia sampai di Mina yaitu antara Wadi Muhassir sampai Jumrah Aqabah; dia pergi ke Jumrah Aqabah, yaitu Jumrah terakhir yang menghadap Makkah, dan disebut Jumrah Kubra, lalu dia melemparinya dengan tujuh batu kerikil, satu per satu setelah matahari terbit, dan waktu melempar berlanjut hingga matahari terbenam.
وَلَا بُدَّ أَنْ تَقَعَ كُلُّ حَصَاةٍ فِي حَوْضِ الْجَمْرَةِ، سَوَاءٌ اسْتَقَرَّتْ فِيهِ أَوْ سَقَطَتْ بَعْدَ ذَلِكَ، فَيَجِبُ عَلَى الْحَاجِّ أَنْ يُصَوِّبَ الْحَصَا إِلَى حَوْضِ الْجَمْرَةِ، لَا إِلَى الْعَمُودِ الشَّاخِصِ، فَإِنَّ هَذَا الْعَمُودَ مَا بُنِيَ لِأَجْلِ أَنْ يُرْمَى،
Dan setiap kerikil harus jatuh di dalam kolam Jumrah, baik menetap di dalamnya atau jatuh setelah itu, maka wajib bagi jamaah haji untuk mengarahkan kerikil ke kolam Jumrah, bukan ke tiang yang menonjol, karena tiang ini tidak dibangun untuk dilempari,
١ هُوَ مَا يُحْذَفُ عَلَى رُؤُوسِ الْأَصَابِعِ.
¹ Yaitu yang dilemparkan dengan ujung jari.
وَلَيْسَ هُوَ مَوْضِعَ الرَّمْيِ، وَإِنَّمَا بُنِيَ لِيَكُونَ عَلَامَةً عَلَى الْجَمْرَةِ، وَمَحَلُّ الرَّمْيِ هُوَ الْحَوْضُ، فَلَوْ ضَرَبَتِ الْحَصَاةُ فِي الْعَمُودِ، وَطَارَتْ، وَلَمْ تُرْمَ عَلَى الْحَوْضِ؛ لَمْ تُجْزِئْهُ.
Dan itu bukanlah tempat melempar, melainkan dibangun untuk menjadi tanda pada Jumrah, dan tempat melempar adalah kolam, jika batu mengenai tiang, dan terbang, dan tidak dilemparkan ke kolam; maka tidak mencukupinya.
وَالضُّعَفَاءُ وَمَنْ فِي حُكْمِهِمْ يَرْمُونَهَا بَعْدَ مُنْتَصَفِ اللَّيْلِ، وَإِنْ رَمَى غَيْرُ الضُّعَفَاءِ بَعْدَ مُنْتَصَفِ اللَّيْلِ؛ أَجْزَأَهُمْ ذَلِكَ، وَهُوَ خِلَافُ الْأَفْضَلِ فِي حَقِّهِمْ.
Dan orang-orang yang lemah dan yang serupa dengan mereka melemparnya setelah tengah malam, dan jika selain orang-orang yang lemah melempar setelah tengah malam; maka itu mencukupi mereka, dan itu bertentangan dengan yang lebih utama bagi mereka.
وَيُسَنُّ أَنْ لَا يَبْدَأَ بِشَيْءٍ حِينَ وُصُولِهِ إِلَى مِنًى قَبْلَ رَمْيِ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ؛ لِأَنَّهُ تَحِيَّةُ مِنًى، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُكَبِّرَ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ، وَيَقُولُ: "اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ حَجًّا مَبْرُورًا وَذَنْبًا مَغْفُورًا"، وَلَا يَرْمِي فِي يَوْمِ النَّحْرِ غَيْرَ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ، وَهَذَا مِمَّا اخْتَصَّتْ بِهِ عَنْ بَقِيَّةِ الْجَمَرَاتِ.
Dan disunahkan untuk tidak memulai dengan sesuatu ketika sampai di Mina sebelum melempar Jamrah Al-'Aqabah; karena itu adalah penghormatan Mina, dan dianjurkan untuk bertakbir bersama setiap batu, dan mengucapkan: "Ya Allah, jadikanlah ia haji yang mabrur dan dosa yang diampuni", dan tidak melempar pada hari Nahr selain Jamrah Al-'Aqabah, dan ini adalah kekhususannya dibandingkan Jamrah lainnya.
ثُمَّ بَعْدَ رَمْيِ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ الْأَفْضَلُ أَنْ يَنْحَرَ هَدْيَهُ إِنْ كَانَ يَجِبُ عَلَيْهِ هَدْيُ تَمَتُّعٍ أَوْ قِرَانٍ، فَيَشْتَرِيهِ، وَيَذْبَحُهُ، وَيُوَزِّعُ لَحْمَهُ، وَيَأْخُذُ مِنْهُ قِسْمًا لِيَأْكُلَ مِنْهُ.
Kemudian setelah melempar Jamrah Al-'Aqabah yang paling utama adalah menyembelih hadyu jika ia wajib membayar hadyu tamattu' atau qiran, lalu membelinya, menyembelihnya, membagikan dagingnya, dan mengambil sebagian darinya untuk dimakan.
ثُمَّ يَحْلِقُ رَأْسَهُ أَوْ يُقَصِّرُهُ، وَالْحَلْقُ أَفْضَلُ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ﴾، وَلِحَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ: "أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ حَلَقَ رَأْسَهُ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَدَعَا ﷺ لِلْمُحَلِّقِينَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، وَلِلْمُقَصِّرِينَ مَرَّةً وَاحِدَةً.
Kemudian ia mencukur kepalanya atau memendekkannya, dan mencukur lebih utama; karena firman Allah Ta'ala: "Dengan mencukur kepala kalian dan memendekkannya", dan karena hadits Ibnu Umar: "Bahwa Rasulullah ﷺ mencukur kepalanya pada haji Wada'", muttafaq 'alaih, dan beliau ﷺ mendoakan untuk orang-orang yang mencukur tiga kali, dan untuk orang-orang yang memendekkan sekali.
فَإِنْ قَصَّرَ؛ وَجَبَ أَنْ يَعُمَّ جَمِيعَ رَأْسِهِ، وَلَا يُجْزِئُ الِاقْتِصَارُ عَلَى بَعْضِهِ أَوْ جَانِبٍ مِنْهُ فَقَطْ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ﴾، فَأَضَافَ الْحَلْقَ وَالتَّقْصِيرَ إِلَى جَمِيعِ الرَّأْسِ.
Jika dia memendekkan; wajib mencakup seluruh kepalanya, dan tidak cukup hanya sebagian atau satu sisi saja; karena firman Allah Ta'ala: "Dengan mencukur kepala kalian dan memendekkannya", maka Dia menambahkan mencukur dan memendekkan kepada seluruh kepala.
وَالْمَرْأَةُ يَتَعَيَّنُ فِي حَقِّهَا التَّقْصِيرُ، بِأَنْ تَقُصَّ مِنْ كُلِّ ضَفِيرَةٍ قَدْرَ أُنْمُلَةٍ؛ لِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوعًا: "لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ الْحَلْقُ، إِنَّمَا عَلَى النِّسَاءِ التَّقْصِيرُ"، رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالطَّبَرَانِيُّ وَالدَّارَقُطْنِيُّ، وَلِأَنَّ الْحَلْقَ فِي حَقِّ النِّسَاءِ مُثْلَةٌ، وَإِنْ كَانَ رَأْسُ الْمَرْأَةِ غَيْرَ مَضْفُورٍ؛ جَمَعَتْهُ، وَقَصَّتْ مِنْ أَطْرَافِهِ قَدْرَ أُنْمُلَةٍ.
Dan bagi wanita, yang wajib baginya adalah memendekkan, dengan memotong setiap kepang sebesar ujung jari; berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diangkat: "Tidak ada mencukur bagi wanita, hanya memendekkan bagi wanita", diriwayatkan oleh Abu Dawud, Thabrani, dan Daruquthni, dan karena mencukur bagi wanita adalah mutilasi, dan jika kepala wanita tidak dikepang; dia mengumpulkannya, dan memotong ujungnya sebesar ujung jari.
وَيُسَنُّ لِمَنْ حَلَقَ أَوْ قَصَّرَ أَخْذُ أَظْفَارِهِ وَشَارِبِهِ وَعَانَتِهِ وَإِبْطِهِ، وَلَا يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَحْلِقَ لِحْيَتَهُ أَوْ يَقُصَّ شَيْئًا مِنْهَا؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَمَرَ بِتَوْفِيرِ اللِّحْيَةِ، وَنَهَى عَنْ حَلْقِهَا وَعَنْ أَخْذِ شَيْءٍ مِنْهَا، وَالْمُسْلِمُ يَمْتَثِلُ مَا أَمَرَ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ، وَيَجْتَنِبُ مَا نَهَى عَنْهُ، وَالْحَاجُّ أَوْلَى بِذَلِكَ؛ لِأَنَّهُ فِي عِبَادَةٍ.
Dan disunahkan bagi yang mencukur atau memendekkan untuk memotong kuku, kumis, bulu kemaluan, dan bulu ketiaknya, dan tidak boleh baginya mencukur jenggotnya atau memotong sesuatu darinya; karena Nabi ﷺ memerintahkan untuk memanjangkan jenggot, dan melarang mencukurnya dan mengambil sesuatu darinya, dan seorang Muslim mematuhi apa yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ, dan menjauhi apa yang dilarangnya, dan orang yang berhaji lebih utama melakukan itu; karena dia sedang beribadah.
وَمَنْ كَانَ رَأْسُهُ لَيْسَ فِيهِ شَعْرٌ كَالْحَلِيقِ أَوِ الَّذِي لَمْ يَنْبُتْ لَهُ شَعْرٌ
Dan barangsiapa yang kepalanya tidak berambut seperti yang botak atau yang tidak tumbuh rambutnya
أَصْلًا وَهُوَ الأَصْلَعُ؛ فَإِنَّهُ يُمِرُّ الْمُوسَى عَلَى رَأْسِهِ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ؛ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ".
Pada dasarnya, orang yang botak itu menjalankan pisau cukur di atas kepalanya; karena sabda Nabi ﷺ: "Jika aku memerintahkan kalian dengan suatu perintah; maka kerjakanlah semampu kalian".
ثُمَّ بَعْدَ رَمْيِ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ وَحَلْقِ رَأْسِهِ أَوْ تَقْصِيرِهِ يَكُونُ قَدْ حَلَّ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ حُرِمَ عَلَيْهِ بِالإِحْرَامِ مِنَ الطِّيبِ وَاللِّبَاسِ وَغَيْرِ ذَلِكَ؛ إِلَّا النِّسَاءَ؛ لِحَدِيثِ عَائِشَةَ ﵂: "إِذَا رَمَيْتُمْ وَحَلَقْتُمْ؛ فَقَدْ حَلَّ لَكُمُ الطِّيبُ وَالثِّيَابُ وَكُلُّ شَيْءٍ؛ إِلَّا النِّسَاءَ"، رَوَاهُ سَعِيدٌ، وَعَنْهَا: "كُنْتُ أُطَيِّبُ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَبْلَ أَنْ يُحْرِمَ وَيَوْمَ النَّحْرِ قَبْلَ أَنْ يَطُوفَ بِالْبَيْتِ بِطِيبٍ فِيهِ مِسْكٌ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Kemudian setelah melempar Jamrah Al-'Aqabah dan mencukur kepala atau memendekkan rambut, maka telah halal baginya segala sesuatu yang diharamkan atasnya karena ihram, seperti wewangian, pakaian, dan lainnya; kecuali wanita; berdasarkan hadits 'Aisyah ﵂: "Jika kalian telah melempar dan mencukur; maka telah halal bagi kalian wewangian, pakaian, dan segala sesuatu; kecuali wanita", diriwayatkan oleh Sa'id, dan darinya: "Aku memakaikan wewangian kepada Rasulullah ﷺ sebelum beliau berihram dan pada hari Nahr sebelum beliau thawaf di Baitullah dengan wewangian yang mengandung misik", muttafaq 'alaih.
وَهَذَا هُوَ التَّحَلُّلُ الأَوَّلُ وَيَحْصُلُ بِاثْنَيْنِ مِنْ ثَلَاثَةٍ: رَمْيِ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ، وَحَلْقِ أَوْ تَقْصِيرٍ، وَطَوَافِ الإِفَاضَةِ مَعَ السَّعْيِ بَعْدَهُ لِمَنْ عَلَيْهِ السَّعْيُ.
Dan ini adalah tahallul pertama yang terjadi dengan dua dari tiga hal: melempar Jamrah Al-'Aqabah, mencukur atau memendekkan rambut, dan thawaf ifadhah beserta sa'i setelahnya bagi yang wajib sa'i.
وَيَحْصُلُ التَّحَلُّلُ الثَّانِي وَهُوَ التَّحَلُّلُ الْكَامِلُ بِفِعْلِ هَذِهِ الثَّلَاثَةِ كُلِّهَا، فَإِذَا فَعَلَهَا؛ حَلَّ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ حُرِمَ عَلَيْهِ بِالإِحْرَامِ، حَتَّى النِّسَاءَ.
Dan tahallul kedua yang merupakan tahallul sempurna terjadi dengan melakukan ketiga hal tersebut seluruhnya. Jika telah melakukannya; maka halal baginya segala sesuatu yang diharamkan atasnya karena ihram, hingga wanita.
ثُمَّ بَعْدَ رَمْيِ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ وَنَحْرِ هَدِيَّةٍ وَحَلْقِهِ أَوْ تَقْصِيرِهِ يُفِيضُ إِلَى مَكَّةَ، فَيَطُوفُ طَوَافَ الإِفَاضَةِ، وَيَسْعَى بَعْدَهُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ إِنْ كَانَ مُتَمَتِّعًا أَوْ قَارِنًا أَوْ مُفْرِدًا وَلَمْ يَكُنْ سَعَى بَعْدَ طَوَافِ الْقُدُومِ؛
Kemudian setelah melempar Jamrah Al-'Aqabah, menyembelih hadyu, dan mencukur atau memendekkan rambut, ia pergi ke Makkah, lalu melakukan thawaf ifadhah, dan sa'i setelahnya antara Shafa dan Marwah jika ia melakukan haji tamattu', qiran, atau ifrad dan belum sa'i setelah thawaf qudum;
أَمَّا إِنْ كَانَ الْقَارِنُ أَوِ الْمُفْرِدُ سَعَى بَعْدَ طَوَافِ الْقُدُومِ فَإِنَّهُ يَكْفِيهِ ذَلِكَ السَّعْيُ الْمُقَدَّمُ، فَيَقْتَصِرُ عَلَى طَوَافِ الْإِفَاضَةِ.
Adapun jika orang yang melakukan qiran atau ifrad telah melakukan sa'i setelah thawaf qudum, maka sa'i yang dilakukan sebelumnya itu sudah mencukupinya, sehingga ia hanya perlu melakukan thawaf ifadhah.
وَتَرْتِيبُ هَذِهِ الْأُمُورِ الْأَرْبَعَةِ عَلَى هَذَا النَّمَطِ:
Dan urutan keempat perkara ini adalah sebagai berikut:
رَمْيُ جَمْرَةِ الْعَقَبَةِ، ثُمَّ نَحْرُ الْهَدْيِ، ثُمَّ الْحَلْقُ أَوِ التَّقْصِيرُ ثُمَّ الطَّوَافُ وَالسَّعْيُ.
Melempar jumrah 'Aqabah, kemudian menyembelih hadyu, kemudian mencukur atau memendekkan rambut, kemudian thawaf dan sa'i.
هَذَا التَّرْتِيبُ سُنَّةٌ، وَلَوْ خَالَفَهُ، فَقَدَّمَ بَعْضَ هَذِهِ الْأُمُورِ عَلَى بَعْضٍ؛ فَلَا حَرَجَ عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ ﷺ مَا سُئِلَ فِي هَذَا الْيَوْمِ عَنْ شَيْءٍ قُدِّمَ وَلَا أُخِّرَ؛ إِلَّا قَالَ: "افْعَلْ وَلَا حَرَجَ"، لَكِنْ تَرْتِيبُهَا أَفْضَلُ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَتَّبَهَا كَذَلِكَ.
Urutan ini adalah sunnah, dan jika seseorang menyalahinya, dengan mendahulukan sebagian perkara ini atas sebagian yang lain, maka tidak mengapa baginya; karena beliau ﷺ tidak ditanya pada hari ini tentang sesuatu yang didahulukan atau diakhirkan, melainkan beliau bersabda: "Lakukanlah dan tidak mengapa", tetapi mengurutkannya lebih utama; karena Nabi ﷺ mengurutkannya demikian.
وَصِفَةُ الطَّوَافِ بِالْبَيْتِ أَنَّهُ يَبْتَدِئُ مِنَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ، فَيُحَاذِيهِنَّ، وَيَسْتَلِمُهُ بِيَدِهِ؛ بِأَنْ يَمْسَحَهُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى وَيُقَبِّلُهُ إِنْ أَمْكَنَ، إِنْ لَمْ يُمْكِنْهُ الْوُصُولُ إِلَى الْحَجَرِ لِشِدَّةِ الزَّحْمَةِ؛ فَإِنَّهُ يَكْتَفِي بِالْإِشَارَةِ إِلَيْهِ بِيَدِهِ، وَلَا يُزَاحِمُ لِاسْتِلَامِ الْحَجَرِ أَوْ تَقْبِيلِهِ، وَيَجْعَلُ الْبَيْتَ عَلَى يَسَارِهِ، ثُمَّ يَبْدَأُ الشَّوْطَ الْأَوَّلَ، وَيَشْتَغِلُ بِالذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ أَوْ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ، فَإِذَا وَصَلَ إِلَى الرُّكْنِ الْيَمَانِيِّ؛ اسْتَلَمَهُ إِنْ أَمْكَنَ، وَلَا يُقَبِّلُهُ، وَيَقُولُ بَيْنَ الرُّكْنِ الْيَمَانِيِّ وَالْحَجَرِ الْأَسْوَدِ: ﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾،
Dan sifat thawaf di Baitullah adalah bahwa ia memulai dari Hajar Aswad, lalu menghadap ke arahnya, dan mengusapnya dengan tangannya; yaitu dengan mengusapnya dengan tangan kanannya dan menciumnya jika memungkinkan. Jika tidak memungkinkan baginya untuk mencapai Hajar Aswad karena kepadatan kerumunan orang; maka ia cukup memberi isyarat kepadanya dengan tangannya, dan tidak berdesak-desakan untuk mengusap Hajar Aswad atau menciumnya. Ia menjadikan Ka'bah di sebelah kirinya, kemudian memulai putaran pertama, dan menyibukkan diri dengan dzikir, doa, atau membaca Al-Qur'an. Apabila sampai di Rukun Yamani; ia mengusapnya jika memungkinkan, dan tidak menciumnya, dan mengucapkan di antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad: ﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ﴾,
فَإِذَا وَصَلَ إِلَى الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ؛ فَقَدْ تَمَّ الشَّوْطُ الْأَوَّلُ، فَيَسْتَلِمُ الْحَجَرَ، أَوْ يُشِيرُ إِلَيْهِ، وَيَبْدَأُ الشَّوْطَ الثَّانِيَ ... وَهَكَذَا حَتَّى يُكْمِلَ سَبْعَةَ أَشْوَاطٍ.
Jika dia telah sampai ke Hajar Aswad, maka satu putaran telah selesai. Dia menyentuh Hajar Aswad, atau menunjuk ke arahnya, dan memulai putaran kedua ... dan seterusnya sampai dia menyelesaikan tujuh putaran.
وَيُشْتَرَطُ لِصِحَّةِ الطَّوَافِ ثَلَاثَةَ عَشَرَ شَرْطًا هِيَ: الْإِسْلَامُ، وَالْعَقْلُ، وَالنِّيَّةُ، وَسَتْرُ الْعَوْرَةِ، وَالطَّهَارَةُ، وَتَكْمِيلُ السَّبْعَةِ، وَجَعْلُ الْبَيْتِ عَنْ يَسَارِهِ، وَالطَّوَافُ بِجَمِيعِ الْبَيْتِ؛ بِأَنْ لَا يَدْخُلَ مَعَ الْحِجْرِ أَوْ يَطُوفَ عَلَى جِدَارِهِ، وَأَنْ يَطُوفَ مَاشِيًا مَعَ الْقُدْرَةِ، وَالْمُوَالَاةُ بَيْنَ الْأَشْوَاطِ؛ إِلَّا إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ أَوْ حَضَرَتْ جَنَازَةٌ؛ فَإِنَّهُ يُصَلِّي، ثُمَّ يَبْنِي عَلَى مَا مَضَى مِنْ طَوَافِهِ بَعْدَ أَنْ يَسْتَأْنِفَ الشَّوْطَ الَّذِي صَلَّى فِي أَثْنَائِهِ، وَأَنْ يَطُوفَ دَاخِلَ الْمَسْجِدِ، وَأَنْ يَبْتَدِئَ مِنَ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ وَيَخْتِمَ بِهِ.
Ada tiga belas syarat untuk sahnya tawaf: Islam, berakal, niat, menutup aurat, bersuci, menyempurnakan tujuh putaran, menjadikan Ka'bah di sebelah kirinya, tawaf mengelilingi seluruh Ka'bah; dengan tidak masuk ke dalam Hijr atau tawaf di atas dindingnya, tawaf dengan berjalan kaki jika mampu, berkesinambungan antar putaran; kecuali jika shalat didirikan atau ada jenazah; maka dia shalat, kemudian melanjutkan tawafnya setelah memulai kembali putaran yang dia shalat di tengahnya, tawaf di dalam masjid, dan memulai dari Hajar Aswad dan mengakhiri dengannya.
ثُمَّ بَعْدَ تَمَامِ الطَّوَافِ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، وَالْأَفْضَلُ كَوْنُهُمَا خَلْفَ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ، وَيَجُوزُ أَنْ يُصَلِّيَهُمَا فِي أَيِّ مَكَانٍ فِي الْمَسْجِدِ أَوْ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْحَرَمِ، وَهُمَا سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ، يَقْرَأُ فِي الْأُولَى بَعْدَ الْفَاتِحَةِ ﴿قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ﴾ وَفِي الثَّانِيَةِ: ﴿قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ﴾ .
Kemudian setelah selesai tawaf, dia shalat dua rakaat, dan yang terbaik adalah di belakang Maqam Ibrahim. Boleh melakukannya di mana saja di dalam masjid atau di tempat lain di Haram. Keduanya adalah sunnah muakkadah. Dia membaca setelah Al-Fatihah pada rakaat pertama ﴿Qul yā ayyuhal-kāfirūn﴾ dan pada rakaat kedua: ﴿Qul huwallāhu aḥad﴾.
ثُمَّ يَخْرُجُ إِلَى الصَّفَا لِيَسْعَى بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْمَرْوَةِ، فَيَرْقَى عَلَى الصَّفَا، وَيُكَبِّرُ ثَلَاثًا، وَيَقُولُ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِي وَيُمِيتُ، وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ"،
Kemudian dia keluar menuju Shafa untuk melakukan sa'i antara Shafa dan Marwa. Dia naik ke atas Shafa, bertakbir tiga kali, dan mengucapkan: "Tidak ada tuhan selain Allah, Dia Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan segala puji. Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup, tidak akan mati. Di tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu."
ثُمَّ يَنْزِلُ مِنَ الصَّفَا مُتَّجِهًا إِلَى الْمَرْوَةِ، وَيَكُونُ بِذَلِكَ قَدْ بَدَأَ الشَّوْطَ الْأَوَّلَ، وَيَسْعَى بَيْنَ الْمِيلَيْنِ الْأَخْضَرَيْنِ سَعْيًا شَدِيدًا، وَفِي خَارِجِ الْمِيلَيْنِ يَمْشِي مَشْيًا مُعْتَادًا، حَتَّى يَصِلَ الْمَرْوَةَ، فَيَرْقَى عَلَيْهَا، وَيَقُولُ مَا قَالَهُ عَلَى الصَّفَا، وَيَكُونُ بِذَلِكَ قَدْ أَنْهَى الشَّوْطَ الْأَوَّلَ
Kemudian dia turun dari Shafa menuju Marwah, dan dengan itu dia telah memulai putaran pertama, dan dia berjalan cepat di antara dua tanda hijau dengan kecepatan tinggi, dan di luar dua tanda dia berjalan dengan kecepatan normal, sampai dia mencapai Marwah, lalu dia naik ke atasnya, dan mengatakan apa yang dia katakan di atas Shafa, dan dengan itu dia telah menyelesaikan putaran pertama.
فَيَنْزِلُ مِنَ الْمَرْوَةِ مُتَّجِهًا إِلَى الصَّفَا، وَيَكُونُ بِذَلِكَ قَدْ بَدَأَ الشَّوْطَ الثَّانِيَ؛ يَمْشِي فِي مَوْضِعِ مَشْيِهِ، وَيَسْعَى فِي مَوْضِعِ سَعْيِهِ ... وَهَكَذَا حَتَّى يُكْمِلَ سَبْعَةَ أَشْوَاطٍ؛ يَبْدَؤُهَا مِنَ الصَّفَا، وَيَخْتِمُهَا بِالْمَرْوَةِ، ذَهَابُهُ مِنَ الصَّفَا إِلَى الْمَرْوَةِ سَعْيَةٌ، وَرُجُوعُهُ مِنَ الْمَرْوَةِ إِلَى الصَّفَا سَعْيُهُ
Kemudian dia turun dari Marwah menuju Shafa, dan dengan itu dia telah memulai putaran kedua; dia berjalan di tempat berjalannya, dan berjalan cepat di tempat berjalannya ... dan begitu seterusnya sampai dia menyelesaikan tujuh putaran; dia memulainya dari Shafa, dan mengakhirinya di Marwah, perjalanannya dari Shafa ke Marwah adalah satu putaran, dan kembalinya dari Marwah ke Shafa adalah putarannya.
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَشْتَغِلَ أَثْنَاءَ السَّعْيِ بِالدُّعَاءِ وَالذِّكْرِ أَوْ تِلَاوَةِ الْقُرْآنِ
Dan dianjurkan untuk menyibukkan diri selama sa'i dengan doa, dzikir, atau membaca Al-Qur'an.
وَلَيْسَ لِلطَّوَافِ وَالسَّعْيِ دُعَاءٌ مَخْصُوصٌ، بَلْ يَدْعُو بِمَا تَيَسَّرَ لَهُ مِنَ الْأَدْعِيَةِ
Dan tidak ada doa khusus untuk tawaf dan sa'i, tetapi berdoalah dengan doa apa pun yang mudah baginya.
وَشُرُوطُ صِحَّةِ السَّعْيِ: النِّيَّةُ، وَاسْتِكْمَالُ مَا بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، وَتَقَدُّمُ الطَّوَافِ عَلَيْهِ
Dan syarat-syarat sahnya sa'i adalah: niat, menyelesaikan antara Shafa dan Marwah, dan tawaf mendahuluinya.
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْحَجِّ الَّتِي تُفْعَلُ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ وَطَوَافِ الْوَدَاعِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْحَجِّ الَّتِي تُفْعَلُ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ وَطَوَافِ الْوَدَاعِ
Bab tentang hukum-hukum haji yang dilakukan pada hari-hari Tasyriq dan Thawaf Wada'
وَبَعْدَ طَوَافِ الْإِفَاضَةِ يَوْمَ الْعِيدِ يَرْجِعُ إِلَى مِنًى، فَيَبِيتُ بِهَا وُجُوبًا؛ لِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ؛ قَالَ: "لَمْ يُرَخِّصْ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِأَحَدٍ يَبِيتُ بِمَكَّةَ؛ إِلَّا لِلْعَبَّاسِ لِأَجْلِ سِقَايَتِهِ"، رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ.
Setelah thawaf ifadhah pada hari raya, ia kembali ke Mina dan wajib bermalam di sana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang mengatakan: "Rasulullah ﷺ tidak memberi keringanan kepada siapa pun untuk bermalam di Makkah, kecuali kepada Al-Abbas karena tugasnya memberi minum (kepada para jamaah haji)," diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
فَيَبِيتُ بِمِنًى ثَلَاثَ لَيَالٍ إِنْ لَمْ يَتَعَجَّلْ، وَإِنْ تَعَجَّلَ؛ بَاتَ لَيْلَتَيْنِ: لَيْلَةَ الْحَادِي عَشَرَ، وَلَيْلَةَ الثَّانِي عَشَرَ.
Ia bermalam di Mina selama tiga malam jika tidak terburu-buru, dan jika terburu-buru maka ia bermalam dua malam: malam kesebelas dan malam kedua belas.
وَيُصَلِّي الصَّلَوَاتِ فِيهَا قَصْرًا بِلَا جَمْعٍ، بَلْ كُلُّ صَلَاةٍ فِي وَقْتِهَا.
Ia mengerjakan shalat di Mina dengan cara qashar tanpa jama', melainkan setiap shalat pada waktunya.
وَيَرْمِي الْجَمَرَاتِ الثَّلَاثَ كُلَّ يَوْمٍ مِنْ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ بَعْدَ الزَّوَالِ؛ لِحَدِيثِ جَابِرٍ ﵁: "رَمَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْجَمْرَةَ يَوْمَ النَّحْرِ ضُحًى، وَأَمَّا بَعْدُ؛ فَإِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ"، رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ،
Ia melempar tiga Jamrah setiap hari pada hari-hari Tasyriq setelah matahari tergelincir, berdasarkan hadits Jabir ﵁: "Rasulullah ﷺ melempar Jamrah pada hari Nahr di waktu Dhuha, adapun setelahnya maka ketika matahari tergelincir," diriwayatkan oleh Jamaah.
وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: "كُنَّا نَتَحَيَّنُ، فَإِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ رَمَيْنَا"، رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَأَبُو دَاوُدَ، وَقَوْلُهُ: "نَتَحَيَّنُ" أَيْ: نُرَاقِبُ الوَقْتَ المَطْلُوبَ، وَلِقَوْلِهِ ﷺ: "لِتَأْخُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ".
Ibnu Umar berkata: "Kami menunggu waktu, ketika matahari tergelincir kami melempar", diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Daud, dan perkataannya: "Kami menunggu waktu" maksudnya: kami mengamati waktu yang diminta, dan sabda Nabi ﷺ: "Ambillah dariku manasik kalian".
فَالرَّمْيُ فِي اليَوْمِ الحَادِي عَشَرَ وَمَا بَعْدَهُ يَبْدَأُ وَقْتُهُ بَعْدَ الزَّوَالِ، وَقَبْلَهُ لَا يُجْزِئُ؛ لِهَذِهِ الأَحَادِيثِ؛ حَيْثُ وَقَّتَهُ النَّبِيُّ ﷺ بِذَلِكَ بِفِعْلِهِ، وَقَالَ: "خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ"؛ فَكَمَا لَا تَجُوزُ الصَّلَاةُ قَبْلَ وَقْتِهَا؛ فَإِنَّ الرَّمْيَ لَا يَجُوزُ قَبْلَ وَقْتِهِ، وَلِأَنَّ العِبَادَاتِ تَوْقِيفِيَّةٌ.
Melempar pada hari kesebelas dan setelahnya dimulai waktunya setelah tergelincir matahari, dan sebelumnya tidak mencukupi; karena hadits-hadits ini; di mana Nabi ﷺ menentukannya dengan perbuatannya, dan bersabda: "Ambillah dariku manasik kalian"; sebagaimana shalat tidak boleh dilakukan sebelum waktunya; maka melempar tidak boleh dilakukan sebelum waktunya, dan karena ibadah itu tauqifi.
قَالَ الإِمَامُ العَلَّامَةُ ابْنُ القَيِّمِ ﵀ وَهُوَ يَصِفُ رَمْيَ النَّبِيِّ ﷺ كَمَا وَرَدَتْ بِهِ السُّنَّةُ المُطَهَّرَةُ؛ قَالَ: "ثُمَّ رَجَعَ ﷺ بَعْدَ الإِفَاضَةِ إِلَى مِنًى مِنْ يَوْمِهِ ذَلِكَ فَبَاتَ بِهَا، فَلَمَّا أَصْبَحَ؛ انْتَظَرَ زَوَالَ الشَّمْسِ، فَلَمَّا زَالَتْ؛ مَشَى مِنْ رَحْلِهِ إِلَى الجِمَارِ، وَلَمْ يَرْكَبْ، فَبَدَأَ بِالجَمْرَةِ الأُولَى الَّتِي تَلِي مَسْجِدَ الخَيْفِ، فَرَمَاهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ وَاحِدَةً بَعْدَ وَاحِدَةٍ، وَيَقُولُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ: اللهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ يَتَقَدَّمُ عَلَى الجَمْرَةِ أَمَامَهَا، حَتَّى أَسْهَلَ، فَقَامَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ، وَدَعَا دُعَاءً طَوِيلًا بِقَدْرِ سُورَةِ البَقَرَةِ، ثُمَّ أَتَى إِلَى الجَمْرَةِ الوُسْطَى، فَرَمَاهَا كَذَلِكَ، ثُمَّ انْحَدَرَ ذَاتَ اليَسَارِ مِمَّا يَلِي الوَادِي، فَوَقَفَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ رَافِعًا يَدَيْهِ، فَاسْتَبْطَنَ الوَادِي، وَاسْتَعْرَضَ الجَمْرَةَ، فَجَعَلَ
Imam Al-Allamah Ibnul Qayyim ﵀ berkata ketika menggambarkan lemparan Nabi ﷺ sebagaimana yang diriwayatkan dalam Sunnah yang disucikan; ia berkata: "Kemudian beliau ﷺ kembali setelah ifadhah ke Mina pada hari itu dan bermalam di sana, ketika pagi tiba; beliau menunggu tergelincirnya matahari, ketika matahari tergelincir; beliau berjalan dari tempat tinggalnya ke Jamarat, dan tidak berkendaraan, lalu memulai dengan Jamrah pertama yang berdekatan dengan Masjid Khaif, melemparnya dengan tujuh kerikil satu demi satu, dan mengucapkan bersama setiap lemparan: Allahu Akbar, kemudian maju ke depan Jamrah, hingga turun, lalu berdiri menghadap kiblat, kemudian mengangkat kedua tangannya, dan berdoa dengan doa yang panjang seukuran surah Al-Baqarah, kemudian mendatangi Jamrah tengah, melemparnya seperti itu, kemudian turun ke arah kiri yang berdekatan dengan lembah, lalu berdiri menghadap kiblat sambil mengangkat kedua tangannya, lalu masuk ke dalam lembah, dan menyeberangi Jamrah, lalu menjadikan
البَيْتُ عَنْ يَسَارِهِ، وَمِنًى عَنْ يَمِينِهِ، فَرَمَاهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ كَذَلِكَ ... ".
Ka'bah berada di sebelah kirinya, dan Mina di sebelah kanannya, lalu dia melemparnya dengan tujuh kerikil seperti itu ... ".
إِلَى أَنْ قَالَ: "فَلَمَّا أَكْمَلَ الرَّمْيَ؛ رَجَعَ مِنْ فَوْرِهِ، وَلَمْ يَقِفْ عِنْدَهَا [يَعْنِي: جَمْرَةَ العَقَبَةِ]، فَقِيلَ: لِضِيقِ المَكَانِ بِالجَبَلِ، وَقِيلَ وَهُوَ أَصَحُّ: إِنَّ دُعَاءَهُ كَانَ فِي نَفْسِ العِبَادَةِ قَبْلَ الفَرَاغِ مِنْهَا، فَلَمَّا رَمَى جَمْرَةَ العَقَبَةِ؛ فَرَغَ الرَّمْيَ، وَالدُّعَاءُ فِي صُلْبِ العِبَادَةِ قَبْلَ الفَرَاغِ مِنْهَا أَفْضَلُ مِنْهُ بَعْدَ الفَرَاغِ مِنْهَا، وَهَذَا كَمَا كَانَتْ سُنَّتُهُ فِي دُعَائِهِ فِي الصَّلَاةِ؛ إِذْ كَانَ يَدْعُو فِي صُلْبِهَا" انْتَهَى.
Sampai dia berkata: "Ketika dia menyelesaikan pelemparan; dia kembali dengan segera, dan tidak berdiri di sana [yaitu: Jamrah Al-'Aqabah], maka dikatakan: karena sempitnya tempat di gunung, dan dikatakan dan ini lebih benar: bahwa doanya adalah dalam ibadah itu sendiri sebelum selesai darinya, maka ketika dia melempar Jamrah Al-'Aqabah; dia selesai melempar, dan berdoa dalam inti ibadah sebelum selesai darinya lebih utama daripada setelah selesai darinya, dan ini seperti yang menjadi sunnahnya dalam doanya dalam shalat; karena dia berdoa di dalamnya" selesai.
وَلَا بُدَّ مِنْ تَرْتِيبِ الجَمَرَاتِ عَلَى النَّحْوِ التَّالِي كَ يَبْدَأُ بِالجَمْرَةِ الأُولَى، وَهِيَ الَّتِي تَلِي مِنًى قُرْبَ مَسْجِدِ الخَيْفِ، ثُمَّ الجَمْرَةُ الوُسْطَى، وَهِيَ الَّتِي تَلِي الأُولَى، ثُمَّ الجَمْرَةُ الكُبْرَى، وَتُسَمَّى جَمْرَةَ العَقَبَةِ، وَهِيَ الأَخِيرَةُ مِمَّا يَلِي الكَعْبَةَ، يَرْمِي كُلَّ جَمْرَةٍ بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ مُتَوَالِيَةٍ، يَرْفَعُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ يَدَهُ، وَيُكَبِّرُ، وَلَا بُدَّ أَنْ تَقَعَ كُلُّ حَصَاةٍ فِي الحَوْضِ، سَوَاءٌ اسْتَقَرَّتْ فِيهِ أَوْ سَقَطَتْ مِنْهُ بَعْدَ ذَلِكَ فَإِنْ لَمْ تَقَعْ فِي الحَوْضِ لَمْ تَجُزْ.
Dan harus mengurutkan Jamarat sebagai berikut: memulai dengan Jamrah pertama, yaitu yang dekat dengan Mina di dekat Masjid Al-Khaif, kemudian Jamrah tengah, yaitu yang dekat dengan yang pertama, kemudian Jamrah besar, dan disebut Jamrah Al-'Aqabah, dan itu adalah yang terakhir yang dekat dengan Ka'bah, melempar setiap Jamrah dengan tujuh kerikil berturut-turut, mengangkat tangannya dengan setiap kerikil, dan bertakbir, dan setiap kerikil harus jatuh di kolam, baik menetap di dalamnya atau jatuh darinya setelah itu, jika tidak jatuh di kolam maka tidak sah.
وَيَجُوزُ لِلْمَرِيضِ وَكَبِيرِ السِّنِّ وَالمَرْأَةِ الحَامِلِ أَوِ الَّتِي يُخَافُ عَلَيْهَا مِنْ شِدَّةِ الزِّحَامِ فِي الطَّرِيقِ أَوْ عِنْدَ الرَّمْيِ، يَجُوزُ لِهَؤُلَاءِ أَنْ يُوَكِّلُوا مَنْ يَرْمِي عَنْهُمْ.
Dan diperbolehkan bagi orang sakit, orang tua, wanita hamil, atau yang khawatir akan kepadatan yang parah di jalan atau saat melempar, diperbolehkan bagi mereka untuk mewakilkan orang yang melempar atas nama mereka.
وَيَرْمِي النَّائِبُ كُلَّ جَمْرَةٍ عَنْ مُسْتَنِيبِهِ فِي مَكَانٍ وَاحِدٍ، وَلَا يَلْزَمُهُ أَنْ يَسْتَكْمِلَ رَمْيَ الجَمَرَاتِ عَلَى نَفْسِهِ، ثُمَّ يَبْدَأُ بِرَمْيِهَا عَنْ مُسْتَنِيبِهِ؛ لِمَا فِي
Dan wakil melempar setiap Jamrah atas nama orang yang mewakilkannya di satu tempat, dan dia tidak harus menyelesaikan lemparan Jamarat untuk dirinya sendiri, kemudian mulai melemparnya atas nama orang yang mewakilkannya; karena apa yang ada di
ذَلِكَ مِنَ الْمَشَقَّةِ وَالْحَرَجِ فِي أَيَّامِ الزِّحَامِ، وَاللهُ أَعْلَمُ، وَإِنْ كَانَ النَّائِبُ يُؤَدِّي فَرْضَ حَجِّهِ؛ فَلَا بُدَّ أَنْ يَرْمِيَ عَنْ نَفْسِهِ كُلَّ جَمْرَةٍ أَوَّلًا، ثُمَّ يَرْمِيَهَا عَنْ مُوَكِّلِهِ.
Itu adalah kesulitan dan kesusahan di hari-hari yang padat, dan Allah lebih mengetahui, dan jika wakil melaksanakan kewajiban hajinya; maka dia harus melempar setiap jumrah untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, kemudian melemparnya untuk orang yang diwakilinya.
ثُمَّ بَعْدَ رَمْيِ الْجَمَرَاتِ الثَّلَاثِ فِي الْيَوْمِ الثَّانِي عَشَرَ؛ إِنْ شَاءَ تَعَجَّلَ وَخَرَجَ مِنْ مِنًى قَبْلَ غُرُوبِ الشَّمْسِ، وَإِنْ شَاءَ تَأَخَّرَ وَبَاتَ وَرَمَى الْجَمَرَاتِ الثَّلَاثَ بَعْدَ الزَّوَالِ فِي الْيَوْمِ الثَّالِثَ عَشَرَ، وَهُوَ أَفْضَلُ؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى﴾ .
Kemudian setelah melempar tiga jumrah pada hari kedua belas; jika dia mau, dia bisa mempercepat dan keluar dari Mina sebelum matahari terbenam, dan jika dia mau, dia bisa menunda dan bermalam serta melempar tiga jumrah setelah zawal pada hari ketiga belas, dan itu lebih utama; karena firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) setelah dua hari, maka tidak ada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya bagi orang yang bertakwa."
وَإِنْ غَرَبَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ مِنْ مِنًى؛ لَزِمَهُ التَّأَخُّرُ وَالْمَبِيتُ وَالرَّمْيُ فِي الْيَوْمِ الثَّالِثَ عَشَرَ؛ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُولُ: ﴿فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ﴾ وَالْيَوْمُ اسْمٌ لِلنَّهَارِ، فَمَنْ أَدْرَكَهُ اللَّيْلُ؛ فَمَا تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ.
Dan jika matahari terbenam sebelum dia berangkat dari Mina; maka dia wajib menunda, bermalam, dan melempar pada hari ketiga belas; karena Allah Ta'ala berfirman: "Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) setelah dua hari," dan hari adalah nama untuk siang hari, maka barangsiapa yang mendapati malam; berarti dia tidak mempercepat dalam dua hari.
وَالْمَرْأَةُ إِذَا حَاضَتْ أَوْ نَفِسَتْ قَبْلَ الْإِحْرَامِ ثُمَّ أَحْرَمَتْ، أَوْ أَحْرَمَتْ وَهِيَ طَاهِرَةٌ ثُمَّ أَصَابَهَا الْحَيْضُ أَوِ النِّفَاسُ وَهِيَ مُحْرِمَةٌ؛ فَإِنَّهَا تَبْقَى فِي إِحْرَامِهَا، وَتَعْمَلُ مَا يَعْمَلُهُ الْحَاجُّ مِنَ الْوُقُوفِ بِعَرَفَةَ وَالْمَبِيتِ بِمُزْدَلِفَةَ وَرَمْيِ الْجِمَارِ وَالْمَبِيتِ بِمِنًى؛ إِلَّا أَنَّهَا لَا تَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَلَا تَسْعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ حَتَّى تَطْهُرَ مِنْ حَيْضِهَا أَوْ نِفَاسِهَا.
Dan wanita jika dia haid atau nifas sebelum ihram kemudian dia berihram, atau dia berihram dalam keadaan suci kemudian dia mengalami haid atau nifas saat dalam keadaan ihram; maka dia tetap dalam ihramnya, dan melakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji seperti wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, melempar jumrah, dan bermalam di Mina; hanya saja dia tidak tawaf di Ka'bah dan tidak sa'i antara Shafa dan Marwa hingga dia suci dari haid atau nifasnya.
لَكِنْ لَوْ قُدِّرَ أَنَّهَا طَافَتْ وَهِيَ طَاهِرَةٌ، ثُمَّ نَزَلَ عَلَيْهَا الْحَيْضُ بَعْدَ الطَّوَافِ؛ فَإِنَّهَا تَسْعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ، وَلَا يَمْنَعُهَا الْحَيْضُ مِنْ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ السَّعْيَ لَا يُشْتَرَطُ الطَّهَارَةُ.
Tetapi jika diperkirakan bahwa dia tawaf dalam keadaan suci, kemudian dia mengalami haid setelah tawaf; maka dia tetap sa'i antara Shafa dan Marwa, dan haid tidak menghalanginya dari itu; karena sa'i tidak mensyaratkan bersuci.
فَإِذَا أَرَادَ الْحَاجُّ السَّفَرَ مِنْ مَكَّةَ وَالرُّجُوعَ إِلَى بَلَدِهِ أَوْ غَيْرِهِ؛ لَمْ يَخْرُجْ حَتَّى يَطُوفَ لِلْوَدَاعِ بِالْبَيْتِ سَبْعَةَ أَشْوَاطٍ إِذَا فَرَغَ مِنْ كُلِّ أُمُورِهِ وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا الرُّكُوبَ لِلسَّفَرِ؛ لِيَكُونَ آخِرَ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ؛ إِلَّا الْمَرْأَةَ الْحَائِضَ؛ فَإِنَّهَا لَا وَدَاعَ عَلَيْهَا، فَتُسَافِرُ بِدُونِ وَدَاعٍ؛
Jika seorang haji ingin bepergian dari Makkah dan kembali ke negerinya atau yang lainnya; maka ia tidak keluar sampai ia melakukan thawaf perpisahan di Ka'bah sebanyak tujuh putaran ketika ia telah selesai dari semua urusannya dan tidak tersisa kecuali menaiki kendaraan untuk bepergian; agar akhir pertemuannya dengan Ka'bah; kecuali wanita yang haid; maka tidak ada thawaf wada' baginya, sehingga ia bepergian tanpa thawaf wada';
كَمَا وَرَدَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ﵄؛ قَالَ: "أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ؛ إِلَّا أَنَّهُ خُفِّفَ عَنِ الْمَرْأَةِ الْحَائِضِ"، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ،
Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas ﵄; ia berkata: "Orang-orang diperintahkan agar akhir pertemuan mereka adalah dengan Ka'bah; hanya saja hal itu diringankan bagi wanita yang haid", muttafaq 'alaih,
وَفِي رِوَايَةٍ عَنْهُ؛ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَنْصَرِفُونَ مِنْ كُلِّ وَجْهٍ؛ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: "لَا يَنْفِرُ أَحَدٌ حَتَّى يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ"، رَوَاهُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ وَأَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ.
Dan dalam riwayat lain darinya; ia berkata: Orang-orang pergi dari setiap arah; maka Nabi ﷺ bersabda: "Janganlah seseorang pergi sampai akhir pertemuannya adalah dengan Ka'bah", diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: "أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ رَخَّصَ لِلْحَائِضِ أَنْ تَصْدُرَ قَبْلَ أَنْ تَطُوفَ بِالْبَيْتِ إِذَا كَانَتْ قَدْ طَافَتْ لِلْإِفَاضَةِ"، رَوَاهُ أَحْمَدُ.
Dari Ibnu Abbas: "Bahwa Nabi ﷺ memberikan keringanan bagi wanita haid untuk pergi sebelum ia thawaf di Ka'bah jika ia telah melakukan thawaf ifadhah", diriwayatkan oleh Ahmad.
وَعَنْ عَائِشَةَ ﵂؛ قَالَتْ: حَاضَتْ صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ بَعْدَمَا أَفَاضَتْ، قَالَتْ: فَذَكَرْتُ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، فَقَالَ: "أَحَابِسَتْنَا هِيَ؟ " قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! إِنَّهَا قَدْ أَفَاضَتْ وَطَافَتْ بِالْبَيْتِ ثُمَّ حَاضَتْ بَعْدَ الْإِفَاضَةِ، قَالَ: "فَلْتَنْفِرْ إِذًا" مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Aisyah ﵂; ia berkata: Shafiyyah binti Huyay haid setelah melakukan thawaf ifadhah, ia berkata: Maka aku menyebutkan hal itu kepada Rasulullah ﷺ, beliau bersabda: "Apakah ia menahan kita?" Aku berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya ia telah melakukan thawaf ifadhah dan thawaf di Ka'bah kemudian haid setelah thawaf ifadhah, beliau bersabda: "Kalau begitu, hendaklah ia berangkat", muttafaq 'alaih.
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْهَدْيِ وَالْأُضْحِيَةِ
بَابٌ فِي أَحْكَامِ الْهَدْيِ وَالْأُضْحِيَةِ
Bab tentang hukum-hukum hadyu dan udhhiyah
الْهَدْيُ كُلُّ مَا يُهْدَى لِلْحَرَمِ وَيُذْبَحُ فِيهِ مِنْ نَعَمٍ وَغَيْرِهَا، سُمِّيَ بِذَلِكَ لِأَنَّهُ يُهْدَى إِلَى اللهِ سُبْحَانَهُ تَعَالَى.
Hadyu adalah semua yang dihadiahkan ke tanah haram dan disembelih di dalamnya, baik unta atau lainnya, dinamakan demikian karena ia dihadiahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَالْأُضْحِيَةُ بِضَمِّ الْهَمْزَةِ وَكَسْرِهَا: مَا يُذْبَحُ فِي الْبُيُوتِ يَوْمَ الْعِيدِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيقِ تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ.
Udhhiyah dengan dhammah pada hamzah dan kasrah: apa yang disembelih di rumah-rumah pada hari raya dan hari-hari tasyriq untuk mendekatkan diri kepada Allah.
وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى مَشْرُوعِيَّتِهِمَا.
Kaum muslimin telah bersepakat atas pensyariatannya.
قَالَ الْعَلَّامَةُ ابْنُ الْقَيِّمِ: "الْقُرْبَانُ لِلْخَالِقِ يَقُومُ مَقَامَ الْفِدْيَةِ لِلنَّفْسِ وَالْمُسْتَحِقَّةِ لِلتَّلَفِ، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ﴾، فَلَمْ يَزَلْ ذَبْحُ الْمَنَاسِكِ وَإِرَاقَةُ الدِّمَاءِ عَلَى اسْمِ اللهِ مَشْرُوعًا فِي جَمِيعِ الْمِلَلِ" انْتَهَى.
Al-'Allamah Ibnu Al-Qayyim berkata: "Qurban untuk Sang Pencipta menempati kedudukan tebusan untuk jiwa dan yang berhak binasa, Allah Ta'ala berfirman: 'Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak', maka penyembelihan hewan kurban dan penumpahan darah atas nama Allah senantiasa disyariatkan dalam semua agama." Selesai.
وَأَفْضَلُ الْهَدْيِ الْإِبِلُ، ثُمَّ الْبَقَرُ، إِنْ أُخْرِجَ كَامِلًا؛ لِكَثْرَةِ الثَّمَنِ، وَنَفْعِ الْفُقَرَاءِ، ثُمَّ الْغَنَمُ.
Hadyu yang paling utama adalah unta, kemudian sapi, jika dikeluarkan secara sempurna; karena harganya yang mahal, dan bermanfaat bagi orang-orang fakir, kemudian kambing.
وَأَفْضَلُ كُلِّ جِنْسٍ أَسْمَنُهُ ثُمَّ أَغْلَاهُ ثَمَنًا؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ﴾ .
Yang paling utama dari setiap jenis adalah yang paling gemuk kemudian yang paling mahal harganya; karena firman Allah Ta'ala: "Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati."
وَلَا يُجْزِئُ إِلَّا جَذَعُ الضَّأْنِ، وَهُوَ مَا تَمَّ لَهُ سِتَّةُ أَشْهُرٍ، وَالثَّنِيُّ مِمَّا سِوَاهُ مِنْ إِبِلٍ وَبَقَرٍ وَمَعْزٍ، وَالثَّنِيُّ مِنَ الْإِبِلِ مَا تَمَّ لَهُ خَمْسُ سِنِينَ،
Dan tidak mencukupi kecuali domba yang berumur enam bulan (jadza'), yaitu yang telah genap enam bulan, dan yang berumur dua tahun (tsani) dari selain domba yaitu unta, sapi, dan kambing, dan unta tsani adalah yang telah genap lima tahun,
وَمِنَ الْبَقَرِ مَا تَمَّ لَهُ سَنَتَانِ وَمِنَ الْمَعْزِ مَا تَمَّ لَهُ سَنَةٌ.
Dan dari sapi yang telah berusia dua tahun dan dari kambing yang telah berusia satu tahun.
وَتُجْزِئُ الشَّاةُ فِي الْهَدْيِ عَنْ وَاحِدٍ، وَفِي الْأُضْحِيَةِ تُجْزِئُ عَنِ الْوَاحِدِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ، وَتُجْزِئُ الْبَدَنَةُ وَالْبَقَرَةُ فِي الْهَدْيِ وَالْأُضْحِيَةِ عَنْ سَبْعَةٍ؛ لِقَوْلِ جَابِرٍ: "أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الْإِبِلِ وَالْبَقَرِ كُلُّ سَبْعَةٍ فِي وَاحِدٍ مِنْهُمَا"، رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dan seekor kambing cukup untuk hadyu dari satu orang, dan dalam kurban cukup untuk satu orang dan keluarganya, dan unta dan sapi cukup untuk hadyu dan kurban dari tujuh orang; berdasarkan perkataan Jabir: "Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk berkongsi pada unta dan sapi, setiap tujuh orang pada salah satu dari keduanya", diriwayatkan oleh Muslim.
وَقَالَ أَبُو أَيُّوبَ ﵁: "كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ، فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ"، رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَابْنُ مَاجَهْ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ، وَالشَّاةُ أَفْضَلُ مِنْ سُبْعِ الْبَدَنَةِ وَالْبَقَرَةِ.
Dan Abu Ayyub ﵁ berkata: "Pada masa Rasulullah ﷺ, seorang laki-laki berkurban dengan seekor kambing atas namanya dan keluarganya, lalu mereka makan dan memberi makan", diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi dan dia menshahihkannya, dan kambing lebih utama daripada seperujuh unta dan sapi.
وَلَا يُجْزِئُ فِي الْهَدْيِ وَالْأُضْحِيَةِ إِلَّا السَّلِيمُ مِنَ الْمَرَضِ وَنَقْصِ الْأَعْضَاءِ وَمِنَ الْهُزَالِ؛ فَلَا تُجْزِئُ الْعَوْرَاءُ بَيِّنَةُ الْعَوَرِ، وَلَا الْعَمْيَاءُ، وَلَا الْعَجْفَاءُ وَهِيَ الْهَزِيلَةُ الَّتِي لَا مُخَّ فِيهَا، وَلَا الْعَرْجَاءُ الَّتِي لَا تُطِيقُ الْمَشْيَ مَعَ الصَّحِيحَةِ، وَلَا الْهَتْمَاءُ الَّتِي ذَهَبَتْ ثَنَاهَا مِنْ أَصْلِهَا، وَلَا الْجَدَّاءُ الَّتِي نَشِفَ ضَرْعُهَا مِنَ اللَّبَنِ بِسَبَبِ كِبَرِ سِنِّهَا، وَلَا تُجْزِئُ الْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا؛ لِحَدِيثِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ؛ قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، فَقَالَ: "أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِي: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ ظَلْعُهَا، وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِي"، رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ.
Dan tidak mencukupi dalam hadyu dan kurban kecuali yang sehat dari penyakit, kekurangan anggota tubuh, dan kekurusan; maka tidak mencukupi yang buta sebelah yang jelas butanya, tidak pula yang buta total, tidak pula yang kurus yaitu yang kurus kering yang tidak ada sumsum padanya, tidak pula yang pincang yang tidak mampu berjalan bersama yang sehat, tidak pula yang giginya copot dari akarnya, tidak pula yang kering air susunya karena tua usianya, dan tidak mencukupi yang sakit yang jelas sakitnya; berdasarkan hadits Al-Bara' bin 'Azib; dia berkata: Rasulullah ﷺ berdiri di tengah-tengah kami, lalu bersabda: "Empat tidak boleh dalam kurban: yang buta sebelah yang jelas butanya, yang sakit yang jelas sakitnya, yang pincang yang jelas pincangnya, dan yang kurus yang tidak bersih", diriwayatkan oleh Abu Dawud dan An-Nasa'i.
وَوَقْتُ ذَبْحِ هَدْيِ التَّمَتُّعِ وَالْأَضَاحِيِّ بَعْدَ صَلَاةِ الْعِيدِ إِلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ عَلَى الصَّحِيحِ.
Dan waktu penyembelihan hadyu tamattu' dan kurban adalah setelah shalat Idul Adha hingga akhir hari Tasyriq menurut pendapat yang shahih.
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ هَدْيِهِ إِذَا كَانَ هَدْيَ تَمَتُّعٍ أَوْ قِرَانٍ وَمِنْ أُضْحِيَّتِهِ وَيُهْدِي وَيَتَصَدَّقُ؛ أَثْلَاثًا؛ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا﴾.
Dan dianjurkan untuk memakan dari hadyu-nya jika itu adalah hadyu tamattu' atau qiran, dan dari kurbannya, serta memberikan hadiah dan bersedekah; masing-masing sepertiga; berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan."
وَأَمَّا هَدْيُ الْجَبْرَانِ، وَهُوَ مَا كَانَ عَنْ فِعْلِ مَحْظُورٍ مِنْ مَحْظُورَاتِ الْإِحْرَامِ أَوْ عَنْ تَرْكِ وَاجِبٍ؛ فَلَا يَأْكُلُ مِنْهُ شَيْئًا.
Adapun hadyu jabran, yaitu yang disebabkan oleh perbuatan yang dilarang dari larangan-larangan ihram atau karena meninggalkan kewajiban; maka tidak boleh memakan darinya sedikitpun.
وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ؛ فَإِنَّهُ إِذَا دَخَلَتْ عَشْرُ ذِي الْحِجَّةِ؛ لَا يَأْخُذُ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا إِلَى ذَبْحِ الْأُضْحِيَةِ لِقَوْلِهِ ﷺ: "إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ؛ فَلَا يَأْخُذُ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا، حَتَّى يُضَحِّيَ"، رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dan barangsiapa yang ingin berkurban; maka jika telah masuk sepuluh hari Dzulhijjah; janganlah ia mengambil sedikitpun dari rambutnya dan kukunya hingga menyembelih kurban, berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Jika telah masuk sepuluh hari (Dzulhijjah), dan salah seorang di antara kalian ingin berkurban; maka janganlah ia mengambil sedikitpun dari rambutnya dan kukunya, hingga ia menyembelih kurban", diriwayatkan oleh Muslim.
فَإِنْ فَعَلَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ؛ اسْتَغْفَرَ اللَّهَ، وَلَا فِدْيَةَ عَلَيْهِ.
Jika ia melakukan sesuatu dari hal itu; hendaklah ia memohon ampun kepada Allah, dan tidak ada fidyah atasnya.
وَيُسَنُّ تَحْسِينُ الاِسْمِ؛ لِقَوْلِهِ ﷺ: "إِنَّكُمْ تُدْعَوْنَ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ آبَائِكُمْ؛ فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ"، رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ.
Disunnahkan untuk memperindah nama; karena sabda Nabi ﷺ: "Sesungguhnya kalian akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian; maka perbaguslah nama-nama kalian", diriwayatkan oleh Abu Dawud.
وَكَانَ ﷺ يُحِبُّ الاِسْمَ الحَسَنَ، وَيَحْرُمُ تَعْبِيدُهُ لِغَيْرِ اللهِ؛ كَأَنْ يُسَمَّى عَبْدَ الكَعْبَةِ، وَعَبْدَ النَّبِيِّ، وَعَبْدَ المَسِيحِ، عَبْدَ عَلِيٍّ، وَعَبْدَ الحُسَيْنِ.
Nabi ﷺ menyukai nama yang baik, dan diharamkan menjadikannya hamba selain Allah; seperti menamakan 'Abd al-Ka'bah, 'Abd an-Nabi, 'Abd al-Masih, 'Abd 'Ali, dan 'Abd al-Husain.
قَالَ الإِمَامُ ابْنُ حَزْمٍ ﵀: "اتَّفَقُوا عَلَى تَحْرِيمِ كُلِّ اسْمٍ مُعَبَّدٍ لِغَيْرِ اللهِ؛ كَعَبْدِ عُمَرَ، وَعَبْدِ الكَعْبَةِ، وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ، حَاشَا عَبْدَ المُطَّلِبِ"؛ لِأَنَّهُ إِخْبَارٌ؛ كَبَنِي عَبْدِ الدَّارِ وَعَبْدِ شَمْسٍ، لَيْسَ مِنْ بَابِ إِنْشَاءِ التَّسْمِيَةِ بِذَلِكَ،
Imam Ibnu Hazm ﵀ berkata: "Mereka sepakat atas haramnya setiap nama yang diperbudak kepada selain Allah; seperti 'Abd 'Umar, 'Abd al-Ka'bah, dan yang serupa dengan itu, kecuali 'Abd al-Muththalib"; karena itu adalah pemberitahuan; seperti Bani 'Abd ad-Dar dan 'Abd Syams, bukan termasuk bab membuat nama dengan itu,
وَتُكْرَهُ التَّسْمِيَةُ بِالأَسْمَاءِ غَيْرِ المُنَاسِبَةِ؛ كَالعَاصِي، وَكَلِيبٍ، وَحَنْظَلَةَ، وَمُرَّةَ، وَحُزْنٍ، وَقَدْ كَرِهَ النَّبِيُّ ﷺ مُبَاشَرَةَ الاِسْمِ القَبِيحِ مِنَ الأَشْخَاصِ وَالأَمَاكِنِ،
dan dimakruhkan memberi nama dengan nama-nama yang tidak sesuai; seperti al-'Ashi, Kalib, Hanzhalah, Murrah, dan Huzn, dan Nabi ﷺ telah membenci penyebutan langsung nama yang buruk dari orang-orang dan tempat-tempat,
وَقَالَ ﷺ: "إِنَّ أَحَبَّ أَسْمَائِكُمْ إِلَى اللهِ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ"، رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ؛ فَيَنْبَغِي الاِهْتِمَامُ بِاخْتِيَارِ الاِسْمِ
dan beliau ﷺ bersabda: "Sesungguhnya nama-nama kalian yang paling dicintai Allah adalah 'Abdullah dan 'Abdurrahman", diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya; maka sebaiknya memperhatikan pemilihan nama
الحُسْنُ لِلْمَوْلُودِ، وَتَجَنُّبُ الأَسْمَاءِ المُحَرَّمَةِ وَالمَكْرُوهَةِ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ مِنْ حَقِّ الوَلَدِ عَلَى وَالِدِهِ.
Kebaikan bagi yang baru lahir, dan menghindari nama-nama yang diharamkan dan dimakruhkan; karena itu adalah hak anak atas ayahnya.
وَيُجْزِئُ فِي العَقِيقَةِ مَا يُجْزِئُ فِي الأُضْحِيَةِ مِنْ حَيْثُ السِّنُّ وَالصِّفَةُ، فَيَخْتَارُ السَّلِيمَةَ مِنَ العَيْبِ وَالأَمْرَاضِ، وَالكَامِلَةَ فِي خِلْقَتِهَا المُنَاسِبَةَ فِي سِنِّهَا وَسِمَنِهَا، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا وَيُهْدِي وَيَتَصَدَّقَ؛ أَثْلَاثًا كَالضَّحِيَّةِ.
Dan cukup dalam aqiqah apa yang cukup dalam kurban dari segi usia dan sifat, maka pilihlah yang sehat dari cacat dan penyakit, yang sempurna dalam penciptaannya yang sesuai dengan usianya dan kegendutannya, dan dianjurkan untuk makan darinya, menghadiahkan, dan bersedekah; sepertiga seperti kurban.
وَتُخَالِفُ العَقِيقَةُ الأُضْحِيَةَ فِي كَوْنِهَا لَا يُجْزِئُ فِيهَا شِرْكٌ مِنْ دَمٍ؛ فَلَا تُجْزِئُ فِيهَا بَدَنَةٌ وَلَا بَقَرَةٌ إِلَّا كَامِلَةً؛ لِأَنَّهَا فِدْيَةٌ عَنِ النَّفْسِ؛ فَلَا تَقْبَلُ التَّشْرِيكَ، وَلَمْ يَرِدْ فِيهَا تَشْرِيكٌ، حَيْثُ لَمْ يَفْعَلْهُ النَّبِيُّ ﷺ، وَلَا أَحَدٌ مِنَ الصَّحَابَةِ.
Dan aqiqah berbeda dengan kurban dalam hal tidak cukupnya bagian dari darah; maka tidak cukup padanya unta atau sapi kecuali yang utuh; karena ia adalah tebusan dari jiwa; maka tidak menerima persekutuan, dan tidak ada persekutuan di dalamnya, di mana Nabi ﷺ tidak melakukannya, dan tidak pula seorang pun dari para sahabat.
وَيَنْبَغِي العِنَايَةُ بِأَمْرِ المَوْلُودِ بِمَا يُصْلِحُهُ وَيُنْشِئُهُ عَلَى الأَخْلَاقِ الفَاضِلَةِ وَيَكُونُ سَبَبًا فِي صَلَاحِهِ، فَيَحْتَاجُ الطِّفْلُ إِلَى العِنَايَةِ بِأَمْرِ خُلُقِهِ، فَإِنَّهُ يَنْشَأُ عَلَى مَا عَوَّدَهُ المُرَبِّي، قَالَ الشَّاعِرُ:
Dan hendaknya memperhatikan urusan bayi dengan apa yang memperbaikinya dan membesarkannya dengan akhlak yang mulia dan menjadi sebab kebaikannya, maka anak membutuhkan perhatian terhadap urusan akhlaknya, karena ia tumbuh sesuai dengan apa yang dibiasakan oleh pendidiknya, penyair berkata:
وَيَنْشَأُ نَاشِئُ الفِتْيَانِ مِنَّا ... عَلَى مَا كَانَ عَوَّدَهُ أَبُوهُ
Dan tumbuh pemuda di antara kita ... Sesuai dengan apa yang dibiasakan ayahnya
فَيَصْعُبُ عَلَيْهِ فِي كِبَرِهِ تَلَاقِي ذَلِكَ، وَلِهَذَا تَجِدُ بَعْضًا أَوْ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ مُنْحَرِفَةً أَخْلَاقُهُمْ بِسَبَبِ التَّرْبِيَةِ الَّتِي نَشَؤُوا عَلَيْهَا.
Maka sulit baginya ketika dewasa untuk menghadapi hal itu, dan karena ini Anda menemukan sebagian atau banyak orang yang menyimpang akhlaknya karena pendidikan yang mereka tumbuh di atasnya.
فَيَجِبُ أَنْ يُجَنَّبَ الطِّفْلُ مَجَالِسَ اللَّهْوِ وَالبَاطِلِ وَقُرَنَاءَ السُّوءِ،
Maka wajib menjauhkan anak dari majelis sia-sia dan kebatilan serta teman-teman yang buruk,
وَيَجِبُ أَنْ يَكُونَ الْبَيْتُ الَّذِي يَنْشَأُ فِيهِ بِيئَةً صَالِحَةً؛ لِأَنَّ الْبَيْتَ بِمَثَابَةِ الْمَدْرَسَةِ الْأُولَى؛ بِمَا فِيهِ مِنَ الْوَالِدَيْنِ وَأَفْرَادِ الْأُسْرَةِ، فَيَجِبُ إِبْعَادُ وَسَائِلِ الشَّرِّ وَالْفَسَادِ عَنِ الْبُيُوتِ، خُصُوصًا فِي هَذَا الزَّمَانِ الَّذِي كَثُرَتْ فِيهِ فِيهِ وَسَائِلُ الشَّرِّ وَامْتَلَأَتْ بِهَا غَالِبُ الْبُيُوتِ؛ إِلَّا مَنْ رَحِمَ اللهُ؛ فَيَجِبُ الْحَذَرُ مِنْ ذَلِكَ.
Dan rumah tempat ia tumbuh harus menjadi lingkungan yang baik; karena rumah ibarat sekolah pertama; dengan orang tua dan anggota keluarga di dalamnya, maka wajib menjauhkan sarana-sarana kejahatan dan kerusakan dari rumah-rumah, terutama di zaman ini yang banyak di dalamnya sarana-sarana kejahatan dan memenuhi kebanyakan rumah; kecuali yang dirahmati Allah; maka wajib waspada dari hal itu.
كَمَا يَجِبُ تَنْشِئَةُ الطِّفْلِ عَلَى الْعِبَادَةِ وَالطَّاعَةِ وَاحْتِرَامِ الدِّينِ وَالْعِنَايَةِ بِالْقُرْآنِ وَمَحَبَّتِهِ؛ لِأَنَّهُ مِنْ أَعْظَمِ وَسَائِلِ السَّعَادَةِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.
Sebagaimana wajib membesarkan anak dalam ibadah, ketaatan, menghormati agama, memerhatikan Al-Qur'an dan mencintainya; karena ia termasuk sarana kebahagiaan terbesar di dunia dan akhirat.
وَبِالْجُمْلَةِ؛ يَجِبُ عَلَى وَالِدِ الطِّفْلِ وَالْمُتَوَلِّي شَأْنَهُ أَنْ يَكُونَ قُدْوَةً صَالِحَةً فِي أَخْلَاقِهِ وَسُلُوكِهِ وَعَادَتِهِ، وَفَّقَ اللهُ الْجَمِيعَ لِمَا يُحِبُّهُ وَيَرْضَاهُ.
Singkatnya; wajib bagi orang tua anak dan yang mengurus urusannya untuk menjadi teladan yang baik dalam akhlak, perilaku, dan kebiasaannya, semoga Allah memberi taufik kepada semua untuk apa yang Dia cintai dan ridhai.