Al-Qaulul Mufid fii Syarhi Kitabit Tauhid

Al-Qaulul Mufid fii Syarhi Kitabit Tauhid

المجلد الأول

مقدمة

المُجَلَّدُ الأَوَّلُ

Volume Pertama

مُقَدِّمَةٌ

Pengantar

...

...

القَوْلُ المُفِيدُ عَلَى كِتَابِ التَّوْحِيدِ شَرْحُ فَضِيلَةِ الشَّيْخِ، مُحَمَّدِ بْنِ صَالِحٍ العُثَيْمِيْنِ

Al-Qaul Al-Mufid 'ala Kitab At-Tauhid penjelasan oleh Yang Mulia Syaikh, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

المُجَلَّدُ الأَوَّلُ:

Volume Pertama:

المُقَدِّمَةُ

Pengantar

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.

أَمَّا بَعْدُ:

Wa ba'du (Adapun selanjutnya):

فَقَدْ سَبَقَ أَنْ طُبِعَ لَنَا كِتَابٌ «القَوْلُ المُفِيدُ عَلَى كِتَابِ التَّوْحِيدِ»، وَكَانَ مَنْقُولًا مِنَ الأَشْرِطَةِ المُسَجَّلَةِ مِنَ الدَّرْسِ، وَقَدْ حَصَلَ فِيْهِ بَعْدَ خُرُوْجِهِ تَعْدِيلٌ بِزِيَادَةٍ أَوْ حَذْفٍ تَدْعُو الحَاجَةُ إِلَيْهِ، وَهَا نَحْنُ نُعِيدُ طَبْعَهُ لِأَوَّلِ مَرَّةٍ بَعْدَ مُرَاجَعَتِهِ فِي دَارِ (ابْنِ الجَوْزِيِّ) .

Sebelumnya telah dicetak untuk kami buku "Al-Qaul Al-Mufid 'ala Kitab At-Tauhid" yang merupakan transkrip dari rekaman pelajaran. Setelah diterbitkan, telah dilakukan revisi dengan penambahan atau penghapusan yang diperlukan. Kini kami mencetak ulang untuk pertama kalinya setelah mereviewnya di penerbit Dar Ibnul Jauzi.

فَلْتَكُنْ هَذِهِ هِيَ النُّسْخَةُ المُعْتَمَدَةُ؛ وَلِذَا جَرَى التَّنْبِيهُ وَاللهُ المُوَفِّقُ.

Maka hendaknya inilah cetakan yang dianggap valid; oleh karena itu telah dilakukan peninjauan, dan Allah-lah yang memberi taufik.

حُرِّرَ فِي ٢٩/١٠/١٤١٧؟

Disusun pada 29/10/1417 H

أَمْلَاهُ الفَقِيرُ إِلَى اللهِ

Didiktekan oleh yang fakir kepada Allah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

الحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ، لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا.

Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada beliau, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

أَمَّا بَعْدُ:

Wa ba'du (Adapun selanjutnya):

فَقَدْ سَبَقَ لَنَا- وَلِلَّهِ الحَمْدُ وَالمِنَّةُ- أَنْ قُمْنَا بِشَرْحِ كِتَابِ التَّوْحِيدِ لِشَيْخِ الإِسْلَامِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الوَهَّابِ عَلَى الطُّلَّابِ، أَثْنَاءَ جَلَسَاتِنَا فِي الجَامِعِ الكَبِيرِ بِعُنَيْزَةَ، وَقَامَ بَعْضُ الطُّلَّابِ بِتَسْجِيلِ مَا تَكَلَّمْنَا بِهِ.

Sebelumnya -dan segala puji serta karunia adalah milik Allah- kami telah menjelaskan kitab Tauhid karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab kepada para pelajar, saat pertemuan kami di Masjid Besar 'Unaizah. Beberapa pelajar telah merekam apa yang kami sampaikan.

وَقَدْ بَادَرَ الأَخَوَانِ الكَرِيمَانِ/ الدُّكْتُورُ سُلَيْمَانُ العَبْدُ اللهِ أَبَا الخَيْلِ، وَالدُّكْتُورُ: خَالِدُ العَلِيِّ المُشَيْقِحُ بِتَفْرِيغِ المُسَجَّلِ كِتَابَةً، وَقَامَا بِطَبْعِهِ، وَسَمَّيَاهُ: القَوْلُ المُفِيدُ عَلَى كِتَابِ التَّوْحِيدِ. فَأَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى أَنْ يَجْزِلَ لَهُمَا المَثُوبَةَ وَيَنْفَعَ بِذَلِكَ.

Dua saudara mulia, Dr. Sulaiman Al-'Abdullah Abu Al-Khail dan Dr. Khalid Al-'Ali Al-Musyaiqih, telah berinisiatif untuk mentranskrip rekaman tersebut, mencetak, dan menamainya: Al-Qaul Al-Mufid 'ala Kitab At-Tauhid. Aku memohon kepada Allah Ta'ala agar melimpahkan pahala kepada mereka berdua dan menjadikannya bermanfaat.

وَمِنَ المَعْلُومِ أَنَّ مَا نُقِلَ تَسْجِيلًا مِنَ الشَّرْحِ عَلَى الطُّلَّابِ لَا يُسَاوِي مَا كُتِبَ تَحْرِيرًا، بَلْ سَيَكُونُ فِيهِ نَقْصٌ أَوْ زِيَادَةٌ، أَوْ تَقْدِيمٌ أَوْ تَأْخِيرٌ أَوْ تَكْرَارٌ، أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ مِنَ الخَلَلِ.

Telah diketahui bahwa apa yang ditranskripsi dari penjelasan kepada para pelajar tidak setara dengan apa yang ditulis secara resmi. Sebaliknya, akan ada kekurangan atau tambahan, pengurutan ulang, pengulangan, atau semacam kekurangan lainnya.

فَهُمْ يُقِرُّونَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الَّذِي يُدَبِّرُ الْأَمْرَ، وَهُوَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ.

Mereka mengakui bahwa Allah-lah yang mengatur segala urusan, dan Dialah yang di tangan-Nya kerajaan langit dan bumi.

وَلَمْ يُنْكِرْهُ أَحَدٌ مَعْلُومٌ مِنْ بَنِي آدَمَ، فَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ مِنَ الْمَخْلُوقِينَ: إِنَّ لِلْعَالَمِ خَالِقَيْنِ مُتَسَاوِيَيْنِ. فَلَمْ يَجْحَدْ أَحَدٌ تَوْحِيدَ الرُّبُوبِيَّةِ، لَا عَلَى سَبِيلِ التَّعْطِيلِ وَلَا عَلَى سَبِيلِ التَّشْرِيكِ، إِلَّا مَا حَصَلَ مِنْ فِرْعَوْنَ; فَإِنَّهُ أَنْكَرَهُ عَلَى سَبِيلِ التَّعْطِيلِ مُكَابَرَةً، فَإِنَّهُ عَطَّلَ اللهَ مِنْ رُبُوبِيَّتِهِ وَأَنْكَرَ وُجُودَهُ، قَالَ تَعَالَى حِكَايَةً عَنْهُ: ﴿فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأَعْلَى﴾ [النازعات:٢٤]، ﴿مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي﴾ [القصص: من الآية٣٨] .

Tidak ada seorang pun dari anak-anak Adam yang terkenal yang mengingkarinya, tidak seorang pun dari makhluk yang mengatakan bahwa alam semesta memiliki dua pencipta yang setara. Tidak ada seorang pun yang mengingkari tauhid rububiyah, tidak melalui jalan ta'thil (meniadakan Allah) maupun jalan syirik (menyekutukan Allah), kecuali apa yang terjadi dari Fir'aun; sesungguhnya dia mengingkarinya dengan jalan ta'thil sembari bersikeras (dalam kesesatan), karena dia meniadakan rububiyah Allah dan mengingkari keberadaan-Nya. Allah Ta'ala berfirman menceritakan tentangnya: "Maka dia berkata, 'Akulah tuhanmu yang paling tinggi.'" [An-Nazi'at: 24], "Aku tidak mengetahui ada tuhan bagimu selain aku." [Al-Qasas: dari ayat 38].

وَهَذَا مُكَابَرَةٌ مِنْهُ لِأَنَّهُ يَعْلَمُ أَنَّ الرَّبَّ غَيْرُهُ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا﴾ [النمل: من الآية١٤] وَقَالَ تَعَالَى حِكَايَةً عَنْ مُوسَى وَهُوَ يُنَاظِرُهُ: ﴿لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلاءِ إِلاَّ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ﴾ [الاسراء: من الآية١٠٢] فَهُوَ فِي نَفْسِهِ مُقِرٌّ بِأَنَّ الرَّبَّ هُوَ اللهُ- ﷿.

Ini adalah sikap keras kepala darinya karena dia tahu bahwa Tuhan adalah selain dirinya, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka, padahal hati mereka meyakini kebenarannya." [An-Naml: dari ayat 14]. Allah Ta'ala juga berfirman menceritakan tentang Musa ketika ia berdebat dengannya: "Sungguh, engkau telah mengetahui bahwa yang menurunkan (bukti-bukti) itu hanyalah Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi." [Al-Isra': dari ayat 102]. Jadi, dalam dirinya, dia mengakui bahwa Tuhan adalah Allah ﷿.

وَأَنْكَرَ تَوْحِيدَ الرُّبُوبِيَّةِ عَلَى سَبِيلِ التَّشْرِيكِ الْمَجُوسُ، حَيْثُ قَالُوا: إِنَّ لِلْعَالَمِ خَالِقَيْنِ هُمَا الظُّلْمَةُ وَالنُّورُ، وَمَعَ ذَلِكَ لَمْ يَجْعَلُوا هَذَيْنِ الْخَالِقَيْنِ مُتَسَاوِيَيْنِ.

Orang-orang Majusi mengingkari tauhid rububiyah melalui jalan syirik, di mana mereka berkata bahwa alam semesta memiliki dua pencipta, yaitu kegelapan dan cahaya. Namun demikian, mereka tidak menjadikan kedua pencipta ini setara.

فَهُمْ يَقُولُونَ: إِنَّ النُّورَ خَيْرٌ مِنَ الظُّلْمَةِ؟ لِأَنَّهُ يَخْلُقُ الْخَيْرَ، وَالظُّلْمَةُ تَخْلُقُ الشَّرَّ، وَالَّذِي يَخْلُقُ الْخَيْرَ خَيْرٌ مِنَ الَّذِي يَخْلُقُ الشَّرَّ.

Mereka berkata: Cahaya lebih baik daripada kegelapan. Karena cahaya menciptakan kebaikan, sedangkan kegelapan menciptakan kejahatan. Yang menciptakan kebaikan lebih baik daripada yang menciptakan kejahatan.

وَأَيْضًا؛ فَإِنَّ الظُّلْمَةَ عَدَمٌ لَا يُضِيءُ، وَالنُّورُ وُجُودٌ يُضِيءُ، فَهُوَ أَكْمَلُ فِي ذَاتِهِ.

Dan juga, kegelapan adalah ketiadaan yang tidak bercahaya, sedangkan cahaya adalah keberadaan yang bersinar, maka ia lebih sempurna dalam dirinya sendiri.

وَيَقُولُونَ أَيْضًا بِفَرْقٍ ثَالِثٍ، وَهُوَ: أَنَّ النُّورَ قَدِيمٌ عَلَى اصْطِلَاحِ الْفَلَاسِفَةِ، وَاخْتَلَفُوا فِي الظُّلْمَةِ: هَلْ هِيَ قَدِيمَةٌ، أَوْ مُحْدَثَةٌ؛ عَلَى قَوْلَيْنِ.

Mereka juga mengatakan perbedaan ketiga, yaitu: cahaya itu qadim (kekal) berdasarkan istilah para filsuf, dan mereka berbeda pendapat tentang kegelapan: apakah ia qadim atau muhdats (diciptakan), dalam dua pendapat.

دَلَالَةُ الْعَقْلِ عَلَى أَنَّ الْخَالِقَ لِلْعَالَمِ وَاحِدٌ:

Petunjuk akal bahwa Pencipta alam semesta itu Esa:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِن وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ﴾ [المؤمنون: من الآية٩١] إِذْ لَوْ أَثْبَتْنَا لِلْعَالَمِ خَالِقَيْنِ؛ لَكَانَ كُلُّ خَالِقٍ يُرِيدُ أَنْ يَنْفَرِدَ بِمَا خَلَقَ، وَيَسْتَقِلَّ بِهِ كَعَادَةِ الْمُلُوكِ؛ إِذْ لَا يَرْضَى أَنْ يُشَارِكَهُ أَحَدٌ.

Allah Ta'ala berfirman: "Allah tidak mempunyai anak dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-Nya, kalau ada tuhan bersama-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa apa (makhluk) yang diciptakannya, dan sebagian dari mereka akan mengalahkan sebagian yang lain." [Al-Mu'minun: dari ayat 91] Karena seandainya kita menetapkan dua pencipta bagi alam semesta; maka setiap pencipta akan ingin memisahkan diri dengan apa yang diciptakannya, dan berdiri sendiri dengannya seperti kebiasaan para raja; karena mereka tidak rela jika ada seseorang yang menyekutuinya.

وَإِذَا اسْتَقَلَّ بِهِ؛ فَإِنَّهُ يُرِيدُ أَيْضًا أَمْرًا آخَرَ، وَهُوَ أَنْ يَكُونَ السُّلْطَانُ لَهُ لَا يُشَارِكُهُ فِيهِ أَحَدٌ.

Dan jika ia berdiri sendiri dengannya; maka ia juga menginginkan hal lain, yaitu kekuasaan menjadi miliknya, tidak ada seorang pun yang menyekutuinya dalam hal itu.

وَحِينَئِذٍ، إِذَا أَرَادَا السُّلْطَانَ؛ فَإِمَّا أَنْ يَعْجِزَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنِ الْآخَرِ، أَوْ يُسَيْطِرَ أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ؛ فَإِنْ سَيْطَرَ

Dan ketika itu, jika keduanya menginginkan kekuasaan; maka adakalanya setiap salah satu dari keduanya lemah dari yang lain, atau salah satunya menguasai yang lain; maka jika ia menguasai

وَلَمَّا ظَهَرَتْ طَبْعَتُهُ الْأُولَى وُجِدَ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ، فَحُرِّرَ وَنُقِّحَ، ثُمَّ أُعِيدَ طَبْعُهُ مَرَّةً ثَانِيَةً، فَاحْتَاجَ إِلَى إِعَادَةِ النَّظَرِ؛ لِخَلَلٍ يَسِيرٍ غَالِبُهُ فِي الطِّبَاعَةِ.

Dan ketika cetakan pertamanya muncul, ditemukan di dalamnya sesuatu dari itu. Maka ia dikoreksi dan disunting, kemudian dicetak ulang untuk kedua kalinya. Namun masih membutuhkan peninjauan kembali karena sedikit kesalahan yang sebagian besarnya pada pencetakan.

وَهَا هُوَ يُعَادُ لِلْمَرَّةِ الثَّالِثَةِ، وَقَدْ رَأَيْتُ أَنْ يُحْذَفَ مِنَ الْكِتَابِ جَمِيعُ الْحَوَاشِي، مَا عَدَا عَزْوَ الْآيَاتِ وَالْأَحَادِيثِ، أَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يَكُونَ خَالِصًا لِوَجْهِهِ، مُوَافِقًا لِمَرْضَاتِهِ، نَافِعًا لِعِبَادِهِ، إِنَّهُ جَوَادٌ كَرِيمٌ.

Dan inilah untuk ketiga kalinya dicetak ulang, dan aku berpandangan untuk menghapus semua catatan kaki dari kitab ini, kecuali penyandaran ayat-ayat dan hadits-hadits. Aku memohon kepada Allah Ta'ala agar menjadikannya ikhlas karena wajah-Nya, sesuai dengan keridhaan-Nya, bermanfaat bagi para hamba-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

وَهَذَا أَوَانُ الشُّرُوعِ فِي الْمَقْصُودِ مُسْتَعِينِينَ بِاللَّهِ تَعَالَى.

Dan inilah saatnya untuk memulai apa yang dimaksudkan dengan memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala.

قَالَ الْمُؤَلِّفُ -رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى-:

Penulis -semoga Allah Ta'ala merahmatinya- berkata:

كِتَابُ التَّوْحِيدِ.

Kitab Tauhid.

لَمْ يُذْكَرْ فِي النُّسَخِ الَّتِي بِأَيْدِينَا خُطْبَةٌ لِلْكِتَابِ مِنَ الْمُؤَلِّفِ، فَإِمَّا أَنْ تَكُونَ سَقَطَتْ مِنَ النُّسَّاخِ، وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ الْمُؤَلِّفُ اكْتَفَى بِالتَّرْجَمَةِ؛ لِأَنَّهَا عُنْوَانٌ عَلَى مَوْضُوعِ الْكِتَابِ وَهُوَ التَّوْحِيدُ.

Tidak disebutkan dalam naskah-naskah yang ada di tangan kita khutbah kitab dari penulis. Mungkin ia terhapus dari para penyalin, atau mungkin penulis merasa cukup dengan judul; karena ia adalah judul untuk tema kitab yaitu tauhid.

وَالْكِتَابُ: بِمَعْنَى مَكْتُوبٌ، أَيْ مَكْتُوبٌ بِالْقَلَمِ، أَوْ بِمَعْنَى مَجْمُوعٌ، مِنْ قَوْلِهِمْ كَتِيبَةٌ، وَهِيَ الْمَجْمُوعَةُ مِنَ الْخَيْلِ.

Kata kitab bermakna sesuatu yang ditulis, yaitu yang ditulis dengan pena, atau bermakna kumpulan, dari perkataan mereka katibah, yaitu sekumpulan kuda.

أَمَّا التَّوْحِيدُ فَهُوَ فِي اللُّغَةِ: مَصْدَرُ وَحَّدَ الشَّيْءَ إِذَا جَعَلَهُ وَاحِدًا.

Adapun tauhid secara bahasa adalah masdar (asal kata) dari wahhada asy-syai' jika menjadikannya satu.

وَفِي الشَّرْعِ: إِفْرَادُ اللَّهِ- تَعَالَى- بِمَا يَخْتَصُّ بِهِ مِنَ الرُّبُوبِيَّةِ وَالْأُلُوهِيَّةِ وَالْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ.

Dan secara syariat: mengesakan Allah -Ta'ala- dengan apa yang khusus bagi-Nya berupa rububiyah, uluhiyah, nama-nama dan sifat-sifat.

أَقْسَامُهُ:

Bagian-bagiannya:

يَنْقَسِمُ التَّوْحِيدُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ:

Tauhid terbagi menjadi tiga bagian:

١. تَوْحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ

1. Tauhid Rububiyah

٢. تَوْحِيدُ الْأُلُوهِيَّةِ.

2. Tauhid Uluhiyah.

٣. تَوْحِيدُ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ.

3. Tauhid Asma' wa Shifat.

وَقَدِ اجْتَمَعَتْ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا﴾ [مَرْيَمَ: الْآيَةُ ٦٥] .

Dan ketiganya terkumpul dalam firman Allah Ta'ala: "Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan bersabarlah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?" [Maryam: ayat 65].

* الْقِسْمُ الْأَوَّلُ: تَوْحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ:

* Bagian pertama: Tauhid Rububiyah:

هُوَ إِفْرَادُ اللهِ ﷿ بِالْخَلْقِ، وَالْمِلْكِ، وَالتَّدْبِيرِ. فَإِفْرَادُهُ بِالْخَلْقِ: أَنْ يَعْتَقِدَ الْإِنْسَانُ أَنَّهُ لَا خَالِقَ إِلَّا اللهُ.

Yaitu mengesakan Allah ﷿ dalam penciptaan, kepemilikan, dan pengaturan. Mengesakannya dalam penciptaan berarti meyakini bahwa tidak ada pencipta selain Allah.

قَالَ تَعَالَى: ﴿أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ﴾ [الْأَعْرَافِ: مِنَ الْآيَةِ٥٤] فَهَذِهِ الْجُمْلَةُ تُفِيدُ الْحَصْرَ لِتَقْدِيمِ الْخَبَرِ، إِذْ إِنَّ تَقْدِيمَ مَا حَقُّهُ التَّأْخِيرُ يُفِيدُ الْحَصْرَ. وَقَالَ تَعَالَى: ﴿هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾ [فَاطِرٍ: مِنَ الْآيَةِ٣] فَهَذِهِ الْآيَةُ تُفِيدُ اخْتِصَاصَ الْخَلْقِ بِاللهِ لِأَنَّ الِاسْتِفْهَامَ فِيهَا مُشْرَبٌ مَعْنَى التَّحَدِّي.

Allah Ta'ala berfirman: "Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah." [Al-A'raf: dari ayat 54] Kalimat ini menunjukkan kekhususan (hanya untuk Allah) karena mendahulukan predikat, sebab mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan menunjukkan kekhususan. Allah Ta'ala juga berfirman: "Apakah ada pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?" [Fathir: dari ayat 3] Ayat ini menunjukkan bahwa penciptaan khusus bagi Allah karena pertanyaan di dalamnya mengandung makna tantangan.

أَمَّا مَا وَرَدَ مِنْ إِثْبَاتِ خَالِقٍ غَيْرِ اللهِ; كَقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ﴾ [الْمُؤْمِنُونَ: مِنَ الْآيَةِ١٤] وَكَقَوْلِهِ ﷺ فِي الْمُصَوِّرِينَ يُقَالُ لَهُمْ: «أَحْيُوا مَا خَلَقْتُم» ١.

Adapun apa yang disebutkan tentang penetapan pencipta selain Allah; seperti firman-Nya: "Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik" [Al-Mu'minun: 14] dan sabda Nabi ﷺ tentang para penggambar akan dikatakan kepada mereka: "Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan."¹

فَهَٰذَا لَيْسَ خَلْقًا حَقِيقَةً، وَلَيْسَ إِيجَادًا بَعْدَ عَدَمٍ، بَلْ هُوَ تَحْوِيلٌ لِلشَّيْءِ مِنْ حَالٍ إِلَىٰ حَالٍ، وَأَيْضًا لَيْسَ شَامِلًا، بَلْ مَحْصُورٌ بِمَا يَتَمَكَّنُ الْإِنْسَانُ مِنْهُ، وَمَحْصُورٌ بِدَائِرَةٍ ضَيِّقَةٍ; فَلَا يُنَافِي قَوْلَنَا: إِفْرَادُ اللهِ بِالْخَلْقِ.

Ini bukanlah penciptaan yang sebenarnya, dan bukan pula mengadakan sesuatu setelah ketiadaan, melainkan hanya mengubah sesuatu dari satu keadaan ke keadaan lain. Juga tidak bersifat menyeluruh, tetapi terbatas pada apa yang mampu dilakukan manusia, dan terbatas dalam lingkup yang sempit; sehingga tidak bertentangan dengan pernyataan kita: mengkhususkan Allah dengan penciptaan.

وَأَمَّا إِفْرَادُ اللهِ بِالْمُلْكِ:

Adapun mengkhususkan Allah dengan kepemilikan:

فَأَنْ نَعْتَقِدَ أَنَّهُ لَا يَمْلِكُ الْخَلْقَ إِلَّا خَالِقُهُمْ، كَمَا قَالَ تَعَالَىٰ: ﴿وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ﴾ [آلُ عِمْرَانَ: مِنَ الْآيَةِ١٩٨]، وَقَالَ تَعَالَىٰ: ﴿قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ﴾ [الْمُؤْمِنُونَ: مِنَ الْآيَةِ٨٨] .

Kita meyakini bahwa tidak ada yang memiliki ciptaan kecuali Penciptanya, sebagaimana Allah berfirman: "Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi" [Ali 'Imran: 198], dan Dia berfirman: "Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu?"" [Al-Mu'minun: 88].

وَأَمَّا مَا وَرَدَ مِنْ إِثْبَاتِ الْمِلْكِيَّةِ لِغَيْرِ اللهِ; كَقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ﴾ [الْمُؤْمِنُونَ:٦]، وَقَالَ تَعَالَىٰ: ﴿أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ﴾ [النُّورُ: مِنَ الْآيَةِ٦١]؛ فَهُوَ مِلْكٌ مَحْدُودٌ لَا

Adapun apa yang disebutkan tentang penetapan kepemilikan bagi selain Allah; seperti firman-Nya: "Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela" [Al-Mu'minun: 6], dan firman-Nya: "Atau apa yang kamu miliki kuncinya" [An-Nur: 61]; maka itu adalah kepemilikan yang terbatas, tidak

_________
١ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ، أَخْرَجَهُ: الْبُخَارِيُّ فِي "صَحِيحِهِ" (كِتَابُ اللِّبَاسِ، بَابُ عَذَابِ الْمُصَوِّرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ١٠/٢٨٣)، وَمُسْلِمٌ فِي "صَحِيحِهِ" (كِتَابُ اللِّبَاسِ وَالزِّينَةِ، بَابُ تَحْرِيمِ تَصْوِيرِ صُورَةِ الْحَيَوَانِ، ٣/١٦٧٠) .
¹ Dari hadits Ibnu 'Umar, dikeluarkan oleh: Al-Bukhari dalam "Shahih"-nya (Kitab Al-Libas, Bab 'Azab Al-Mushawwirin Yaum Al-Qiyamah, 10/283), dan Muslim dalam "Shahih"-nya (Kitab Al-Libas wa Az-Zinah, Bab Tahrim Tashwir Shurat Al-Hayawan, 3/1670).

أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ ثَبَتَتِ الرُّبُوبِيَّةُ لَهُ، وَإِنْ عَجَزَ كُلٌّ مِنْهُمَا عَنِ الْآخَرِ زَالَتِ الرُّبُوبِيَّةُ مِنْهُمَا جَمِيعًا; لِأَنَّ الْعَاجِزَ لَا يَصْلُحُ أَنْ يَكُونَ رَبًّا.

Jika salah satu dari keduanya mampu mengalahkan yang lain, maka ketuhanan ditetapkan untuknya. Namun jika keduanya tidak mampu saling mengalahkan, maka ketuhanan sirna dari keduanya, karena yang lemah tidak layak menjadi Tuhan.

الْقِسْمُ الثَّانِي: تَوْحِيدُ الْأُلُوهِيَّةِ:

Bagian kedua: Tauhid Uluhiyah:

وَيُقَالُ لَهُ: تَوْحِيدُ الْعِبَادَةِ بِاعْتِبَارَيْنِ; فَبِاعْتِبَارِ إِضَافَتِهِ إِلَى اللهِ يُسَمَّى: تَوْحِيدَ الْأُلُوهِيَّةِ، وَبِاعْتِبَارِ إِضَافَتِهِ إِلَى الْخَلْقِ يُسَمَّى تَوْحِيدَ الْعِبَادَةِ. وَهُوَ إِفْرَادُ اللهِ- ﷿ بِالْعِبَادَةِ. فَالْمُسْتَحِقُّ لِلْعِبَادَةِ هُوَ اللهُ تَعَالَى، قَالَ تَعَالَى: ﴿ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ﴾ [لقمان: من الآية٣٠] .

Dan ini disebut: Tauhid ibadah dalam dua aspek; dari aspek penisbatannya kepada Allah disebut: Tauhid Uluhiyah, dan dari aspek penisbatannya kepada makhluk disebut Tauhid Ibadah. Yaitu mengesakan Allah -﷿ dalam ibadah. Yang berhak disembah hanyalah Allah Ta'ala, sebagaimana firman-Nya: "Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil." [Luqman: 30]

وَالْعِبَادَةُ تُطْلَقُ عَلَى شَيْئَيْنِ:

Ibadah digunakan untuk dua hal:

الْأَوَّلُ: التَّعَبُّدُ بِمَعْنَى التَّذَلُّلِ للهِ- ﷿ بِفِعْلِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيهِ; مَحَبَّةً وَتَعْظِيمًا.

Pertama: Beribadah dalam arti merendahkan diri kepada Allah -﷿ dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya; karena cinta dan pengagungan.

الثَّانِي: الْمُتَعَبَّدُ بِهِ; فَمَعْنَاهَا كَمَا قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ.

Kedua: Apa yang dengannya seseorang beribadah; maknanya seperti yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀: nama yang mencakup segala apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa perkataan dan perbuatan lahir dan batin.

مِثَالُ ذَلِكَ: الصَّلَاةُ; فَفِعْلُهَا عِبَادَةٌ، وَهُوَ التَّعَبُّدُ.

Contohnya: shalat; melakukannya adalah ibadah, dan itulah beribadah.

وَنَفْسُ الصَّلَاةِ عِبَادَةٌ، وَهُوَ الْمُتَعَبَّدُ بِهِ.

Dan shalat itu sendiri adalah ibadah, dan itulah yang harus disembah.

فَإِفْرَادُ اللهِ بِهَذَا التَّوْحِيدِ: أَنْ تَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ وَحْدَهُ تُفْرِدُهُ بِالتَّذَلُّلِ; مَحَبَّةً وَتَعْظِيمًا، وَتَعْبُدُهُ بِمَا شَرَعَ. قَالَ تَعَالَى: ﴿لَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَخْذُولًا﴾ [الإسراء:٢٢] .

Jadi mengesakan Allah dengan tauhid ini: supaya engkau menjadi hamba Allah saja, mengkhususkan-Nya dengan ketundukan; cinta dan pengagungan, dan menyembah-Nya dengan apa yang Dia syariatkan. Allah Ta'ala berfirman: "Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." [Al-Isra':22]

وَقَالَ تَعَالَى: ﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾ [الفاتحة:٢] فَوَصَفَهُ سُبْحَانَهُ بِأَنَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ كَالتَّعْلِيلِ لِثُبُوتِ الْأُلُوهِيَّةِ لَهُ; فَهُوَ الْإِلَهُ لِأَنَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ﴾ [البقرة: من الآية٢١] فَالْمُنْفَرِدُ بِالْخَلْقِ هُوَ الْمُسْتَحِقُّ لِلْعِبَادَةِ.

Dan Allah Ta'ala berfirman: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." [Al-Fatihah:2] Maka Dia Subhanahu mensifati diri-Nya sebagai Rabb semesta alam, seperti sebagai alasan untuk menetapkan uluhiyyah bagi-Nya. Karena Dia adalah ilah sebab Dia adalah Rabb semesta alam. Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu." [Al-Baqarah:21] Maka Yang menciptakan sendiri, Dialah yang berhak untuk disembah.

إِذْ مِنَ السَّفَهِ أَنْ تَجْعَلَ الْمَخْلُوقَ الْحَادِثَ الْآيِلَ لِلْفَنَاءِ إِلَهًا تَعْبُدُهُ; فَهُوَ فِي الْحَقِيقَةِ لَنْ يَنْفَعَكَ، لَا بِإِيجَادٍ وَلَا بِإِعْدَادٍ وَلَا بِإِمْدَادٍ، فَمِنَ السَّفَهِ أَنْ تَأْتِيَ إِلَى قَبْرِ إِنْسَانٍ صَارَ رَمِيمًا تَدْعُوهُ وَتَعْبُدُهُ، وَهُوَ بِحَاجَةٍ إِلَى دُعَائِكَ، وَأَنْتَ لَسْتَ بِحَاجَةٍ إِلَى أَنْ تَدْعُوَهُ; فَهُوَ لَا يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا، فَكَيْفَ يَمْلِكُهُ لِغَيْرِهِ؟!

Karena termasuk kebodohan jika engkau menjadikan makhluk yang baru ada dan akan binasa sebagai tuhan yang engkau sembah. Sesungguhnya ia tidak akan bermanfaat bagimu, tidak dengan mengadakan, tidak dengan menyiapkan, dan tidak pula dengan memberikan. Maka termasuk kebodohan jika engkau mendatangi kuburan manusia yang telah menjadi tulang belulang, engkau memanggilnya dan menyembahnya. Padahal ia membutuhkan doamu, sedangkan engkau tidak membutuhkan untuk memanggilnya. Karena ia tidak memiliki manfaat dan bahaya untuk dirinya sendiri, lalu bagaimana ia bisa memilikinya untuk orang lain?!

وَهَذَا الْقِسْمُ كَفَرَ بِهِ وَجَحَدَهُ أَكْثَرُ الْخَلْقِ، وَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ أَرْسَلَ اللهُ الرُّسُلَ، وَأَنْزَلَ عَلَيْهِمُ الْكُتُبَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَمَا

Dan bagian ini telah diingkari dan ditolak oleh sebagian besar makhluk. Karena itulah Allah mengutus para rasul, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka. Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidak

أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ﴾ [الأنبياء:٢٥] .

Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku. (Al-Anbiya': 25).

وَمَعَ هَٰذَا، فَأَتْبَاعُ الرُّسُلِ قِلَّةٌ، قَالَ ﷺ: "فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ، وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ" ١.

Namun demikian, pengikut para rasul hanyalah sedikit, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: "Aku melihat nabi yang hanya diikuti sekelompok kecil orang, nabi yang hanya diikuti satu atau dua orang, dan nabi yang tidak diikuti seorang pun."¹

تَنْبِيهٌ:

Perhatian:

مِنَ الْعَجَبِ أَنَّ أَكْثَرَ الْمُصَنِّفِينَ فِي عِلْمِ التَّوْحِيدِ مِنَ الْمُتَأَخِّرِينَ يُرَكِّزُونَ عَلَىٰ تَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، وَكَأَنَّمَا يُخَاطِبُونَ أَقْوَامًا يُنْكِرُونَ وُجُودَ الرَّبِّ -وَإِنْ كَانَ يُوجَدُ مَنْ يُنْكِرُ الرَّبَّ- لَٰكِنْ مَا أَكْثَرَ الْمُسْلِمِينَ الْوَاقِعِينَ فِي شِرْكِ الْعِبَادَةِ‼

Anehnya, kebanyakan ulama belakangan yang menulis tentang ilmu tauhid justru lebih fokus pada tauhid rububiyah, seolah-olah mereka berbicara kepada kaum yang mengingkari keberadaan Tuhan -meskipun ada juga yang seperti itu-, padahal begitu banyak kaum muslimin yang terjerumus dalam syirik ibadah!!

وَلِهَٰذَا يَنْبَغِي أَنْ يُرَكِّزَ عَلَىٰ هَٰذَا النَّوْعِ مِنَ التَّوْحِيدِ؛ حَتَّىٰ نُخْرِجَ إِلَيْهِ هَٰؤُلَاءِ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ يَقُولُونَ بِأَنَّهُمْ مُسْلِمُونَ، وَهُمْ مُشْرِكُونَ وَلَا يَعْلَمُونَ.

Oleh karena itu, seharusnya lebih ditekankan pada jenis tauhid ini (tauhid uluhiyah/ibadah), agar kita bisa menyelamatkan kaum muslimin yang mengaku muslim tetapi mereka sebenarnya musyrik tanpa mereka sadari.

الْقِسْمُ الثَّالِثُ: تَوْحِيدُ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ:

Bagian ketiga: Tauhid Asma' wa Shifat:

وَهُوَ إِفْرَادُ اللَّهِ- ﷿ بِمَا لَهُ مِنَ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ.

Yaitu mengesakan Allah ﷿ dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

وَهَٰذَا يَتَضَمَّنُ شَيْئَيْنِ:

Ini mencakup dua hal:

_________
١ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَخْرَجَهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ الطِّبِّ، بَابُ مَنِ اكْتَوَىٰ أَوْ كَوَىٰ غَيْرَهُ، ١٠/١٥٥)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْإِيمَانِ، بَابُ الدَّلِيلِ عَلَىٰ دُخُولِ طَوَائِفَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ، ١/١٩٩) .
¹ Dari hadits Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh: Bukhari (Kitab Kedokteran, Bab Orang yang Melakukan Pengobatan dengan Besi Panas atau Mengobati Orang Lain Dengannya, 10/155), dan Muslim (Kitab Iman, Bab Dalil Masuknya Sebagian Kaum Muslimin ke Surga Tanpa Hisab dan Azab, 1/199).

الْأَوَّلُ: الْإِثْبَاتُ، وَذَلِكَ بِأَنْ نُثْبِتَ لِلَّهِ- ﷿ جَمِيعَ أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ الَّتِي أَثْبَتَهَا لِنَفْسِهِ فِي كِتَابِهِ أَوْ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ.

Yang pertama: Menetapkan, yaitu menetapkan bagi Allah ﷿ semua nama dan sifat-Nya yang telah ditetapkan-Nya untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya atau sunnah Nabi-Nya ﷺ.

الثَّانِي: نَفْيُ الْمُمَاثَلَةِ، وَذَلِكَ بِأَنْ لَا نَجْعَلَ لِلَّهِ مَثِيلًا فِي أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ [الشورى: من الآية١١].

Yang kedua: Menafikan keserupaan, yaitu dengan tidak menjadikan bagi Allah tandingan dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat." [Asy-Syura: 11].

فَدَلَّتْ هَذِهِ الْآيَةُ عَلَى أَنَّ جَمِيعَ صِفَاتِهِ لَا يُمَاثِلُهُ فِيهَا أَحَدٌ مِنَ الْمَخْلُوقِينَ; فَهِيَ وَإِنِ اشْتَرَكَتْ فِي أَصْلِ الْمَعْنَى، لَكِنْ تَخْتَلِفُ فِي حَقِيقَةِ الْحَالِ، فَمَنْ لَمْ يُثْبِتْ مَا أَثْبَتَهُ اللَّهُ لِنَفْسِهِ; فَهُوَ مُعَطِّلٌ، وَتَعْطِيلُهُ هَذَا يُشْبِهُ تَعْطِيلَ فِرْعَوْنَ، وَمَنْ أَثْبَتَهَا مَعَ التَّشْبِيهِ؛ صَارَ مُشَابِهًا لِلْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ عَبَدُوا مَعَ اللَّهِ غَيْرَهُ، وَمَنْ أَثْبَتَهَا بِدُونِ مُمَاثَلَةٍ صَارَ مِنَ الْمُوَحِّدِينَ.

Ayat ini menunjukkan bahwa semua sifat Allah tidak ada yang menyerupai-Nya dari makhluk; meskipun mereka memiliki kesamaan dalam arti secara umum, namun berbeda dalam hakikat keadaannya. Barangsiapa tidak menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya; maka dia seorang mu'aṭṭil (penafikan sifat), dan penafikannya ini menyerupai penafikan Fir'aun. Barangsiapa menetapkannya disertai penyerupaan; maka dia menyerupai orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah bersama-Nya. Dan barangsiapa menetapkannya tanpa menyerupakan, maka dia termasuk orang-orang yang mengesakan Allah.

وَهَذَا الْقِسْمُ مِنَ التَّوْحِيدِ هُوَ الَّذِي ضَلَّتْ فِيهِ بَعْضُ الْأُمَّةِ الْإِسْلَامِيَّةِ، وَانْقَسَمُوا فِيهِ إِلَى فِرَقٍ كَثِيرَةٍ:

Bagian tauhid inilah yang telah disesatkan oleh sebagian umat Islam, dan mereka terpecah menjadi banyak kelompok di dalamnya:

فَمِنْهُمْ مَنْ سَلَكَ مَسْلَكَ التَّعْطِيلِ، فَعَطَّلَ وَنَفَى الصِّفَاتِ زَاعِمًا أَنَّهُ مُنَزِّهٌ لِلَّهِ، وَقَدْ ضَلَّ؛ لِأَنَّ الْمُنَزِّهَ حَقِيقَةً هُوَ الَّذِي يَنْفِي عَنْهُ صِفَاتِ النَّقْصِ وَالْعَيْبِ، وَيُنَزِّهُ كَلَامَهُ مِنْ أَنْ يَكُونَ تَعْمِيَةً وَتَضْلِيلًا، فَإِذَا قَالَ: إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ لَهُ سَمْعٌ، وَلَا بَصَرٌ، وَلَا عِلْمٌ، وَلَا قُدْرَةٌ، لَمْ يُنَزِّهِ اللَّهَ، بَلْ وَصَمَهُ بِأَعْيَبِ الْعُيُوبِ، وَوَصَمَ كَلَامَهُ بِالتَّعْمِيَةِ وَالتَّضْلِيلِ; لِأَنَّ اللَّهَ يُكَرِّرُ

Di antara mereka ada yang menempuh jalan ta'ṭīl (penafikan sifat), lalu mereka menafikan dan meniadakan sifat-sifat Allah dengan dugaan bahwa mereka mensucikan Allah, padahal mereka telah sesat. Karena yang benar-benar mensucikan Allah adalah yang menafikan dari-Nya sifat-sifat kekurangan dan aib, dan mensucikan kalam-Nya dari ketidakjelasan dan kesesatan. Jika dia berkata: "Sesungguhnya Allah tidak memiliki pendengaran, penglihatan, ilmu, dan kekuasaan", maka dia tidak mensucikan Allah, bahkan telah mencela-Nya dengan aib yang paling buruk, dan menuduh kalam-Nya dengan ketidakjelasan dan kesesatan. Karena Allah mengulang-ulang _________

ذَٰلِكَ فِي كَلَامِهِ وَيُثْبِتُهُ، ﴿سَمِيعٌ بَصِيرٌ﴾ ﴿عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾ ﴿غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ فَإِذَا أَثْبَتَهُ فِي كَلَامِهِ وَهُوَ خَالٍ مِنْهُ؛ كَانَ فِي غَايَةِ التَّعْمِيَةِ وَالتَّضْلِيلِ، وَالْقَدْحِ فِي كَلَامِ اللَّهِ- ﷿.

Hal itu dalam perkataan-Nya dan menetapkannya, "Maha Mendengar lagi Maha Melihat", "Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana", "Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Jika Dia menetapkannya dalam perkataan-Nya sementara Dia tidak memilikinya, maka itu adalah puncak kegelapan, kesesatan, dan mencela firman Allah ﷻ.

وَمِنْهُمْ مَنْ سَلَكَ مَسْلَكَ التَّمْثِيلِ، زَاعِمًا بِأَنَّهُ مُحَقِّقٌ لِمَا وَصَفَ اللَّهُ بِهِ نَفْسَهُ، وَقَدْ ضَلُّوا؛ لِأَنَّهُمْ لَمْ يُقَدِّرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ، إِذْ وَصَمُوهُ بِالْعَيْبِ وَالنَّقْصِ; لِأَنَّهُمْ جَعَلُوا الْكَامِلَ مِنْ كُلِّ وَجْهٍ كَالنَّاقِصِ مِنْ كُلِّ وَجْهٍ.

Dan di antara mereka ada yang menempuh jalan perumpamaan, dengan tuduhan bahwa ia merealisasikan apa yang Allah sifatkan pada diri-Nya, padahal mereka telah sesat; karena mereka tidak menilai Allah dengan penilaian yang sebenarnya, ketika mereka mensifati-Nya dengan aib dan kekurangan; karena mereka menjadikan Zat Yang Maha Sempurna dari segala segi seperti zat yang kurang dari segala segi.

وَإِذَا كَانَ اقْتِرَانُ تَفْضِيلِ الْكَامِلِ عَلَى النَّاقِصِ يَحُطُّ مِنْ قَدْرِهِ; كَمَا قِيلَ:

Dan jika menghubungkan keutamaan yang sempurna atas yang kurang itu mengurangi nilainya; sebagaimana dikatakan:

أَلَمْ تَرَ أَنَّ السَّيْفَ يَنْقُصُ قَدْرُهُ ... إِذَا قِيلَ إِنَّ السَّيْفَ أَمْضَى مِنَ الْعَصَا

Tidakkah kau lihat bahwa pedang itu berkurang nilainya ... jika dikatakan bahwa pedang itu lebih tajam dari tongkat

فَكَيْفَ بِتَمْثِيلِ الْكَامِلِ بِالنَّاقِصِ؟ ! هَٰذَا أَعْظَمُ مَا يَكُونُ جِنَايَةً فِي حَقِّ اللَّهِ- ﷿، وَإِنْ كَانَ الْمُعَطِّلُونَ أَعْظَمَ جُرْمًا، لَٰكِنَّ الْكُلَّ لَمْ يُقَدِّرْ اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ.

Lalu bagaimana dengan menyamakan Yang Maha Sempurna dengan yang kurang?! Ini adalah kejahatan terbesar terhadap hak Allah ﷻ, meskipun kaum muaththilah (penolak sifat Allah) lebih besar dosanya, tetapi mereka semua tidak menilai Allah dengan penilaian yang sebenarnya.

فَالْوَاجِبُ: أَنْ نُؤْمِنَ بِمَا وَصَفَ اللَّهُ وَسَمَّى بِهِ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ، وَعَلَىٰ لِسَانِ رَسُولِهِ ﷺ مِنْ غَيْرِ تَحْرِيفٍ، وَلَا تَعْطِيلٍ، وَلَا تَكْيِيفٍ، وَلَا تَمْثِيلٍ.

Maka wajib: kita beriman dengan apa yang Allah sifatkan dan namakan untuk diri-Nya dalam kitab-Nya, dan melalui lisan Rasul-Nya ﷺ tanpa tahrif (penyimpangan), ta'thil (penafian), takyif (menanyakan bagaimana), dan tamtsil (penyerupaan).

هَكَذَا قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ وَغَيْرُهُ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ.

Demikianlah yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan lainnya dari kalangan ahli ilmu.

فَالتَّحْرِيفُ فِي النُّصُوصِ، وَالتَّعْطِيلُ فِي الْمُعْتَقَدِ، وَالتَّكْيِيفُ فِي الصِّفَةِ، وَالتَّمْثِيلُ فِي الصِّفَةِ، إِلَّا أَنَّهُ أَخَصُّ مِنَ التَّكْيِيفِ; فَكُلُّ مُمَثِّلٍ. مُكَيِّفٌ، وَلَا عَكْسَ.

Maka tahrif (penyimpangan) pada nas-nas, ta'thil (penafian) pada akidah, takyif (menanyakan bagaimana) pada sifat, dan tamtsil (penyerupaan) pada sifat, hanya saja ia lebih khusus daripada takyif; maka setiap yang melakukan tamtsil berarti juga takyif, tidak sebaliknya.

فَيَجِبُ أَنْ تَبْرَأَ عَقِيدَتُنَا مِنْ هَٰذِهِ الْأُمُورِ الْأَرْبَعَةِ.

Oleh karena itu, akidah kita harus bebas dari empat hal ini.

وَنَعْنِي بِالتَّحْرِيفِ هُنَا: التَّأْوِيلَ الَّذِي سَلَكَهُ الْمُحَرِّفُونَ لِنُصُوصِ الصِّفَاتِ، لِأَنَّهُمْ سَمَّوْا أَنْفُسَهُمْ أَهْلَ التَّأْوِيلِ، لِأَجْلِ تَلْطِيفِ الْمَسْلَكِ الَّذِي سَلَكُوهُ، لِأَنَّ النُّفُوسَ تَنْفِرُ مِنْ كَلِمَةِ تَحْرِيفٍ، لَٰكِنَّ هَٰذَا مِنْ بَابِ زَخْرَفَةِ الْقَوْلِ وَتَزْيِينِهِ لِلنَّاسِ، حَتَّىٰ لَا يَنْفِرُوا مِنْهُ.

Yang kami maksud dengan tahrif di sini adalah: takwil yang dilakukan oleh para penyeleweng terhadap nash-nash sifat, karena mereka menyebut diri mereka Ahlut Takwil, demi memperhalus jalan yang mereka tempuh, karena jiwa-jiwa manusia menjauh dari kata tahrif. Namun, ini termasuk menghias perkataan dan memperindahnya bagi manusia, agar mereka tidak lari darinya.

وَحَقِيقَةُ تَأْوِيلِهِمْ: التَّحْرِيفُ، وَهُوَ صَرْفُ اللَّفْظِ عَنْ ظَاهِرِهِ، فَنَقُولُ: هَٰذَا الصَّرْفُ إِنْ دَلَّ عَلَيْهِ دَلِيلٌ صَحِيحٌ، فَلَيْسَ تَأْوِيلًا بِالْمَعْنَى الَّذِي تُرِيدُونَ، لَٰكِنَّهُ تَفْسِيرٌ.

Hakikat takwil mereka adalah: tahrif, yaitu memalingkan lafal dari makna lahirnya. Maka kami katakan: Jika pemalingan ini ditunjukkan oleh dalil yang sahih, maka itu bukanlah takwil dengan makna yang kalian inginkan, tetapi itu adalah tafsir.

وَإِنْ لَمْ يَدُلَّ عَلَيْهِ دَلِيلٌ، فَهُوَ تَحْرِيفٌ، وَتَغْيِيرٌ لِلْكَلِمِ عَنْ مَوَاضِعِهِ، فَهَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ ضَلُّوا بِهَٰذِهِ الطَّرِيقَةِ، فَصَارُوا يُثْبِتُونَ الصِّفَاتِ لَٰكِنْ بِتَحْرِيفٍ، قَدْ ضَلُّوا، وَصَارُوا فِي طَرِيقٍ مُعَاكِسٍ لِطَرِيقِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ.

Jika tidak ditunjukkan oleh dalil, maka itu adalah tahrif, dan mengubah perkataan dari tempatnya. Maka mereka yang tersesat dengan cara ini, lalu menetapkan sifat-sifat tetapi dengan tahrif, sungguh telah tersesat, dan berada di jalan yang bertentangan dengan jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.

وَعَلَيْهِ لَا يُمْكِنُ أَنْ يُوصَفُوا بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، لِأَنَّ الْإِضَافَةَ تَقْتَضِي النِّسْبَةَ، فَأَهْلُ السُّنَّةِ مُنْتَسِبُونَ لِلسُّنَّةِ; لِأَنَّهُمْ مُتَمَسِّكُونَ بِهَا، وَهَٰؤُلَاءِ لَيْسُوا مُتَمَسِّكِينَ بِالسُّنَّةِ فِيمَا ذَهَبُوا إِلَيْهِ مِنَ التَّحْرِيفِ.

Oleh karena itu, tidak mungkin mereka disebut Ahlus Sunnah wal Jamaah, karena penisbatan mengharuskan adanya hubungan. Ahlus Sunnah dinisbatkan kepada Sunnah karena mereka berpegang teguh kepadanya, sedangkan mereka tidak berpegang teguh pada Sunnah dalam apa yang mereka lakukan berupa tahrif.

وَأَيْضًا الْجَمَاعَةُ فِي الْأَصْلِ: الِاجْتِمَاعُ، وَهُمْ غَيْرُ مُجْتَمِعِينَ فِي آرَائِهِمْ; فَفِي كُتُبِهِمُ التَّدَاخُلُ، وَالتَّنَاقُضُ، وَالِاضْطِرَابُ، حَتَّىٰ إِنَّ بَعْضَهُمْ يُضَلِّلُ بَعْضًا، وَيَتَنَاقَضُ هُوَ بِنَفْسِهِ.

Juga, jamaah pada asalnya adalah berkumpul, dan mereka tidak bersatu dalam pendapat mereka. Dalam buku-buku mereka terdapat tumpang tindih, kontradiksi, dan kekacauan, sampai-sampai sebagian mereka menyesatkan sebagian yang lain, dan seseorang dari mereka pun berkontradiksi dengan dirinya sendiri.

وَقَدْ نَقَلَ شَارِحُ "الطَّحَاوِيَّةِ" عَنِ الْغَزَالِيِّ- وَهُوَ مِمَّنْ بَلَغَ ذُرْوَةَ عِلْمِ الْكَلَامِ- كَلَامًا إِذَا قَرَأَهُ الْإِنْسَانُ تَبَيَّنَ لَهُ مَا عَلَيْهِ أَهْلُ الْكَلَامِ مِنَ الْخَطَأِ وَالزَّلَلِ وَالْخَطَلِ، وَأَنَّهُمْ لَيْسُوا عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ أَمْرِهِمْ١.

Syārih "Ath-Thahāwiyyah" telah mengutip dari Al-Ghazālī, yang merupakan salah satu orang yang mencapai puncak ilmu kalām, perkataan yang jika dibaca oleh seseorang, maka akan menjadi jelas baginya kesalahan, kesesatan, dan kedunguan yang ada pada ahli kalām, dan bahwa mereka tidak memiliki kejelasan tentang urusan mereka¹.

وَقَالَ الرَّازِيُّ وَهُوَ مِنْ رُؤَسَائِهِمْ:

Ar-Rāzī, yang merupakan salah satu pemimpin mereka, berkata:

نِهَايَةُ إِقْدَامِ الْعُقُولِ عِقَالُ ... وَأَكْثَرُ سَعْيِ الْعَالِمِينَ ضَلَالُ

Batas kemampuan akal adalah belenggu ... Dan sebagian besar upaya para cendekiawan adalah kesesatan

وَأَرْوَاحُنَا فِي وَحْشَةٍ مِنْ جُسُومِنَا ... وَغَايَةُ دُنْيَانَا أَذًى وَوَبَالُ

Jiwa kita merasa asing dari tubuh kita ... Dan tujuan akhir dunia kita adalah kesakitan dan bencana

وَلَمْ نَسْتَفِدْ مِنْ بَحْثِنَا طُولَ عُمْرِنَا ... سِوَى أَنْ جَمَعْنَا فِيهِ قِيلَ وَقَالُوا

Sepanjang hidup kami, kami tidak memperoleh manfaat dari penelitian kami ... Kecuali bahwa kami telah mengumpulkan dalam penelitian itu 'disebutkan' dan 'mereka berkata'

ثُمَّ قَالَ: لَقَدْ تَأَمَّلْتُ الطُّرُقَ الْكَلَامِيَّةَ وَالْمَنَاهِجَ الْفَلْسَفِيَّةَ; فَمَا رَأَيْتُهَا تَشْفِي عَلِيلًا، وَلَا تَرْوِي غَلِيلًا، وَوَجَدْتُ أَقْرَبَ الطُّرُقِ طَرِيقَةَ الْقُرْآنِ، أَقْرَأُ فِي الْإِثْبَاتِ: ﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾ [طه:٥]، ﴿إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ﴾ [فاطر: من الآية١٠] يَعْنِي: فَأُثْبِتُ، وَأَقْرَأُ فِي النَّفْيِ: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ﴾ [الشورى: من الآية١١]، ﴿وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا﴾ [طه: من الآية١١٠]، يَعْنِي: فَأَنْفِي الْمُمَاثَلَةَ، وَأَنْفِي الْإِحَاطَةَ بِهِ عِلْمًا، وَمَنْ جَرَّبَ مِثْلَ تَجْرِبَتِي عَرَفَ مِثْلَ مَعْرِفَتِي٢.

Kemudian dia berkata: Sungguh aku telah merenungkan metode-metode kalām dan pendekatan-pendekatan filosofis; namun aku tidak melihatnya menyembuhkan orang yang sakit, atau memuaskan orang yang haus. Dan aku dapati jalan yang paling dekat adalah jalan Al-Qur'an. Aku membaca dalam penetapan sifat: "Ar-Rahmān yang bersemayam di atas 'Arsy" [Thāhā: 5], "Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik" [Fāthir: dari ayat 10] maksudnya: maka aku menetapkan. Dan aku membaca dalam penafian: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya" [Asy-Syūrā: dari ayat 11], "Dan mereka tidak meliputi ilmu-Nya" [Thāhā: dari ayat 110], maksudnya: maka aku menafikan keserupaan dan menafikan meliputi-Nya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang mengalami seperti pengalamanku, niscaya dia akan mengetahui seperti pengetahuanku².

_________
١ "شَرْحُ الطَّحَاوِيَّةِ" (١/٢٤٥) . وَانْظُرْ أَيْضًا: "دَرْءُ تَعَارُضِ الْعَقْلِ وَالنَّقْلِ" (١/١٦٢)، وَ"الْإِحْيَاءُ" (١/٩٤-٩٧) .
¹ "Syarh Ath-Thahāwiyyah" (1/245). Lihat juga: "Dar'u Ta'ārudh Al-'Aql wa An-Naql" (1/162), dan "Al-Ihyā'" (1/94-97).
٢ انْظُرْ: "دَرْءُ تَعَارُضِ الْعَقْلِ وَالنَّقْلِ" (١/ ١٥٩، ١٦٠)، وَ"الْفَتَاوَى" (٤/٧١)، وَ"شَرْحُ الطَّحَاوِيَّةِ" (١/٢٤٤)، وَ"طَبَقَاتُ الشَّافِعِيَّةِ" لِابْنِ قَاضِي شُهْبَةَ (٢/٨٢) .
² Lihat: "Dar'u Ta'ārudh Al-'Aql wa An-Naql" (1/159, 160), "Al-Fatāwā" (4/71), "Syarh Ath-Thahāwiyyah" (1/244), dan "Thabaqāt Asy-Syāfi'iyyah" karya Ibnu Qādhi Syuhbah (2/82).

فَتَجِدُهُمْ حَيَارَىٰ مُضْطَرِبِينَ، لَيْسُوا عَلَىٰ يَقِينٍ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَتَجِدُ مَنْ هَدَاهُ اللهُ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ مُطْمَئِنًّا مُنْشَرِحَ الصَّدْرِ، هَادِئَ الْبَالِ، يَقْرَأُ فِي كِتَابِ اللهِ وَفِي سُنَّةِ رَسُولِهِ ﷺ مَا أَثْبَتَهُ اللهُ لِنَفْسِهِ مِنَ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ؛ فَيُثْبِتُ، إِذْ لَا أَحَدَ أَعْلَمُ مِنَ اللهِ بِاللهِ، وَلَا أَصْدَقُ خَبَرًا مِنْ خَبَرِ اللهِ، وَلَا أَصَحُّ بَيَانًا مِنْ بَيَانِ اللهِ؛ كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَىٰ: ﴿يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ﴾ [النساء: من الآية٢٦]، ﴿يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا﴾ [النساء: من الآية١٧٦]، ﴿وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ﴾ [النحل: من الآية٨٩]، ﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا﴾ [النساء: من الآية١٢٢]، ﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا﴾ [النساء: من الآية٨٧].

Maka engkau akan mendapati mereka kebingungan dan gelisah, tidak yakin dengan urusan mereka. Dan engkau akan mendapati orang yang Allah beri petunjuk ke jalan yang lurus merasa tenang, lapang dada, tenang hati, membaca dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya ﷺ tentang nama-nama dan sifat-sifat yang Allah tetapkan untuk diri-Nya; maka dia menetapkannya. Karena tidak ada yang lebih mengetahui Allah daripada Allah, tidak ada yang lebih jujur beritanya daripada berita Allah, dan tidak ada yang lebih benar penjelasannya daripada penjelasan Allah; sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Allah berkehendak untuk menjelaskan kepadamu." [An-Nisa': 26], "Allah menjelaskan kepadamu agar kamu tidak tersesat." [An-Nisa': 176], "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu." [An-Nahl: 89], "Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah." [An-Nisa': 122], "Dan siapakah yang lebih benar haditsnya daripada Allah." [An-Nisa': 87].

فَهَذِهِ الْآيَاتُ وَغَيْرُهَا؛ تَدُلُّ عَلَىٰ أَنَّ اللهَ يُبَيِّنُ لِلْخَلْقِ غَايَةَ الْبَيَانِ الطَّرِيقَ الَّتِي تُوصِلُهُمْ إِلَيْهِ، وَأَعْظَمُ مَا يَحْتَاجُ الْخَلْقُ إِلَىٰ بَيَانِهِ مَا يَتَعَلَّقُ بِاللهِ تَعَالَىٰ، وَبِأَسْمَاءِ اللهِ وَصِفَاتِهِ، حَتَّىٰ يَعْبُدُوا اللهَ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ؛ لِأَنَّ عِبَادَةَ مَنْ لَمْ نَعْلَمْ صِفَاتِهِ، أَوْ مَنْ لَيْسَ لَهُ صِفَةٌ: أَمْرٌ لَا يَتَحَقَّقُ أَبَدًا، فَلَا بُدَّ أَنْ تَعْلَمَ مِنْ صِفَاتِ الْمَعْبُودِ مَا تَجْعَلُكَ تَلْتَجِئُ إِلَيْهِ وَتَعْبُدُهُ حَقًّا.

Ayat-ayat ini dan lainnya menunjukkan bahwa Allah menjelaskan kepada makhluk dengan penjelasan yang sempurna jalan yang menyampaikan mereka kepada-Nya. Dan hal terpenting yang makhluk butuhkan penjelasannya adalah hal-hal yang berkaitan dengan Allah Ta'ala, dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah, agar mereka menyembah Allah dengan bashirah (ilmu dan keyakinan); karena ibadah kepada yang tidak kita ketahui sifat-Nya, atau yang tidak memiliki sifat, adalah perkara yang mustahil terwujud. Maka engkau harus mengetahui sifat-sifat yang disembah yang membuatmu berlindung kepada-Nya dan menyembah-Nya dengan benar.

وَلَا يَتَجَاوَزُ الْإِنْسَانُ حَدَّهُ إِلَى التَّكْيِيفِ أَوِ التَّمْثِيلِ؛ لِأَنَّهُ إِذَا كَانَ عَاجِزًا عَنْ تَصَوُّرِ نَفْسِهِ الَّتِي بَيْنَ جَنْبَيْهِ؛ فَمِنْ بَابِ أَوْلَىٰ أَنْ

Dan manusia tidak boleh melampaui batasnya dengan menyerupakan atau menyamakan (Allah dengan makhluk-Nya); karena jika manusia tidak mampu membayangkan dirinya sendiri yang ada di antara dua sisinya, maka lebih tidak mungkin lagi untuk

يَكُونُ عَاجِزًا عَنْ تَصَوُّرِ حَقَائِقِ مَا وَصَفَ اللهُ بِهِ نَفْسَهُ، وَلِهَذَا يَجِبُ عَلَى الْإِنْسَانِ أَنْ يَمْنَعَ نَفْسَهُ عَنِ السُّؤَالِ بِ "لِمَ" وَ"كَيْفَ" فِيمَا يَتَعَلَّقُ بِأَسْمَاءِ اللهِ وَصِفَاتِهِ. وَكَذَا يَمْنَعُ نَفْسَهُ مِنَ التَّفْكِيرِ بِالْكَيْفِيَّةِ.

Dia tidak mampu memahami hakikat apa yang Allah gambarkan tentang diri-Nya sendiri. Oleh karena itu, manusia harus menahan diri dari bertanya "mengapa" dan "bagaimana" terkait nama-nama dan sifat-sifat Allah. Begitu pula, dia harus menahan diri dari memikirkan tentang caranya.

وَهَذَا الطَّرِيقُ إِذَا سَلَكَهُ الْإِنْسَانُ اسْتَرَاحَ كَثِيرًا، وَهَذِهِ حَالُ السَّلَفِ ﵏، وَلِهَذَا لَمَّا جَاءَ رَجُلٌ إِلَى الْإِمَامِ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ ﵀ قَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ! ﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾ [طه:٥]، كَيْفَ اسْتَوَى؟ فَأَطْرَقَ بِرَأْسِهِ وَقَالَ: "الِاسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُولٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُولٍ، وَالْإِيمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا أُرَاكَ إِلَّا مُبْتَدِعًا".

Jika seseorang menempuh jalan ini, dia akan sangat lega. Inilah kondisi salaf ﵏. Oleh karena itu, ketika seorang pria datang kepada Imam Malik bin Anas ﵀ dan berkata, "Wahai Abu Abdillah! ﴿Ar-Rahman 'ala al-'Arsy istawa﴾ (Taha: 5), bagaimana Dia istawa?" Dia menundukkan kepalanya dan berkata, "Istawa tidaklah tidak diketahui, cara (kaifiyah) tidak dapat dipahami, beriman dengannya adalah wajib, dan mempertanyakannya adalah bid'ah. Aku tidak melihatmu kecuali seorang mubtadi' (pelaku bid'ah)."

أَمَّا فِي عَصْرِنَا الْحَاضِرِ، فَنَجِدُ مَنْ يَقُولُ: إِنَّ اللهَ يَنْزِلُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ كُلَّ لَيْلَةٍ، فَيَلْزَمُ مِنْ هَذَا أَنْ يَكُونَ كُلَّ اللَّيْلِ فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا; لِأَنَّ اللَّيْلَ يَمْشِي عَلَى جَمِيعِ الْأَرْضِ، فَالثُّلُثُ يَنْتَقِلُ مِنْ هَذَا الْمَكَانِ إِلَى الْمَكَانِ الْآخَرِ! وَهَذَا لَمْ يَقُلْهُ الصَّحَابَةُ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ، وَلَوْ كَانَ هَذَا يَرِدُ عَلَى قَلْبِ الْمُؤْمِنِ; لَبَيَّنَهُ اللهُ إِمَّا ابْتِدَاءً أَوْ عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ ﷺ، أَوْ يَقِيضَ مَنْ يَسْأَلُهُ عَنْهُ فَيُجَابُ، كَمَا سَأَلَ الصَّحَابَةُ رَسُولَ اللهِ ﷺ: أَيْنَ كَانَ اللهُ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ؟ فَأَجَابَهُمْ١.

Adapun di zaman kita sekarang, kita menemukan orang yang mengatakan bahwa Allah turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir setiap malam. Ini mengharuskan bahwa sepanjang malam Dia berada di langit dunia, karena malam berjalan di seluruh bumi, dan sepertiga malam berpindah dari satu tempat ke tempat lain! Ini tidak dikatakan oleh para sahabat ﵄. Seandainya ini terlintas di hati seorang mukmin, tentu Allah akan menjelaskannya, baik pada awalnya atau melalui lisan Rasul-Nya ﷺ, atau Dia akan menggerakkan seseorang untuk menanyakan tentang hal itu sehingga dijawab, sebagaimana para sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ: Di mana Allah sebelum Dia menciptakan langit dan bumi? Maka beliau menjawab mereka¹.

_________
١ مِنْ حَدِيثِ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ ﵄، وَفِيهِ: "جِئْنَا نَسْأَلُكَ عَنْ هَذَا الْأَمْرِ. قَالَ: كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ ". رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ بَدْءِ الْخَلْقِ، بَابُ مَا جَاءَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ﴾، ١/٤١٨) . وَمِنْ حَدِيثِ أَبِي رِزِينٍ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ! أَيْنَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ؟ قَالَ: كَانَ فِي عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ، وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ وَخَلَقَ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ". رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ (التَّفْسِيرُ، رَقْمُ ٣١٠٨) - وَقَالَ: " حَدِيثٌ حَسَنٌ " -، وَابْنُ مَاجَهْ فِي (الْمُقَدِّمَةِ، رَقْمُ ١٣)، وَأَحْمَدُ فِي الْمُسْنَدِ " (٤/١١، ١٢) .
¹ Dari hadits 'Imran bin Hushain ﵄, di dalamnya disebutkan: "Kami datang untuk bertanya kepadamu tentang perkara ini. Beliau bersabda: Allah ada dan tidak ada sesuatu pun selain-Nya, dan 'Arsy-Nya di atas air." Diriwayatkan oleh al-Bukhari (Kitab Bad' al-Khalq, Bab Ma Ja'a fi Qawlihi Ta'ala: ﴿Wa Huwa allażī Yabda'u al-Khalq﴾, 1/418). Dari hadits Abu Rizin, ia berkata: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah! Di manakah Tuhan kita sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya?" Beliau menjawab: "Dia berada dalam 'ama' (awan), tidak ada udara di bawah-Nya dan tidak ada udara di atas-Nya, dan Dia menciptakan 'Arsy-Nya di atas air." Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (at-Tafsir, no. 3108) - dan ia berkata: "Hadits hasan", Ibnu Majah dalam al-Muqaddimah (no. 13), dan Ahmad dalam al-Musnad (4/11, 12).

فَهَذَا السُّؤَالُ الْعَظِيمُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ كُلَّ مَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ النَّاسُ فَإِنَّ اللهَ يُبَيِّنُهُ بِأَحَدِ الطُّرُقِ الثَّلَاثَةِ.

Maka pertanyaan besar ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, Allah akan menjelaskannya dengan salah satu dari tiga cara.

وَالْجَوَابُ عَنِ الْإِشْكَالِ فِي حَدِيثِ النُّزُولِ١ أَنْ يُقَالَ: مَا دَامَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَخِيرُ فِي هَذِهِ الْجِهَةِ بَاقِيًا، فَالنُّزُولُ فِيهَا مُحَقَّقٌ، وَفِي غَيْرِهَا لَا يَكُونُ نُزُولٌ قَبْلَ ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَخِيرِ أَوِ النِّصْفِ، وَاللهُ عَزَّوَجَلَّ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ، وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ وَقْتَ النُّزُولِ يَنْتَهِي بِطُلُوعِ الْفَجْرِ.

Dan jawaban atas permasalahan dalam hadits nuzul¹ adalah dikatakan: Selama sepertiga malam terakhir di sisi ini masih tersisa, maka turunnya Allah pada waktu itu pasti terjadi, dan di selain itu tidak ada nuzul sebelum sepertiga malam terakhir atau setengahnya, dan Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Agung tidak ada yang menyerupai-Nya, dan hadits ini menunjukkan bahwa waktu nuzul berakhir dengan terbitnya fajar.

وَعَلَيْنَا أَنْ نَسْتَسْلِمَ، وَأَنْ نَقُولَ: سَمِعْنَا، وَأَطَعْنَا، وَاتَّبَعْنَا، وَآمَنَّا; فَهَذِهِ وَظِيفَتُنَا لَا نَتَجَاوَزُ الْقُرْآنَ وَالْحَدِيثَ.

Dan kita harus berserah diri, dan mengatakan: Kami mendengar, menaati, mengikuti, dan beriman; karena ini adalah tugas kita untuk tidak melampaui Al-Qur'an dan hadits.

_________
١ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَخْرَجَهُ: الْبُخَارِيُّ فِي " صَحِيحِهِ " (كِتَابُ التَّهَجُّدِ، بَابُ الدُّعَاءِ وَالصَّلَاةِ آخِرَ اللَّيْلِ، رَقْمُ ١١٤٥، ٣٦٢١، ٧٤٩٤)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ صَلَاةِ الْمُسَافِرِينَ، بَابُ التَّرْغِيبِ فِي الدُّعَاءِ وَالذِّكْرِ آخِرَ اللَّيْلِ، ١/٥٢١) .
¹ Dari hadits Abu Hurairah, dikeluarkan oleh: Al-Bukhari dalam "Shahih"-nya (Kitab At-Tahajjud, Bab Ad-Du'a wash-Shalah Akhir Al-Lail, nomor 1145, 3621, 7494), dan Muslim (Kitab Shalat Al-Musafirin, Bab At-Targhib fi Ad-Du'a wa Adz-Dzikr Akhir Al-Lail, 1/521).

كتاب التوحيد

كِتَابُ التَّوْحِيدِ

Kitab Tauhid

...

...

[شَرْحُ قَوْلِهِ تَعَالَى ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾]

[Penjelasan firman Allah Ta'ala ﴿Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku﴾]

وَقَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ [الذاريات:٥٦] الْآيَةُ.

Dan firman Allah Ta'ala: ﴿Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku﴾ [Adz-Dzariyat: 56]. Ayat ini.

_________
وَقَدْ ذَكَرَ الْمُؤَلِّفُ ﵀ فِي هَذِهِ التَّرْجَمَةِ عِدَّةَ آيَاتٍ:
Penulis ﵀ telah menyebutkan beberapa ayat dalam judul ini:
الْآيَةُ الْأُولَى: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ [الذاريات:٥٦] .
Ayat pertama: Firman Allah Ta'ala: ﴿Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku﴾ [Adz-Dzariyat: 56].
قَوْلُهُ: ﴿إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ اسْتِثْنَاءٌ مُفَرَّغٌ مِنْ أَعَمِّ الْأَحْوَالِ، أَيْ: مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ لِأَيِّ شَيْءٍ إِلَّا لِلْعِبَادَةِ.
Firman-Nya: ﴿Kecuali untuk beribadah kepada-Ku﴾ merupakan pengecualian (Istitsna') dari kondisi yang paling umum, artinya: Aku tidak menciptakan jin dan manusia untuk suatu hal apapun kecuali untuk ibadah.
وَاللَّامُ فِي قَوْلِهِ: ﴿إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ لِلتَّعْلِيلِ، وَهَذَا التَّعْلِيلُ لِبَيَانِ الْحِكْمَةِ مِنَ الْخَلْقِ، وَلَيْسَ التَّعْلِيلَ الْمُلَازِمَ لِلْمَعْلُولِ; إِذْ لَوْ كَانَ كَذَلِكَ؛ لَلَزِمَ أَنْ يَكُونَ الْخَلْقُ كُلُّهُمْ عِبَادًا لِلَّهِ يَتَعَبَّدُونَ لَهُ، وَلَيْسَ الْأَمْرُ كَذَلِكَ.
Lam dalam firman-Nya: ﴿Kecuali untuk beribadah kepada-Ku﴾ adalah untuk menunjukkan alasan (Ta'lil), dan alasan ini untuk menjelaskan hikmah dari penciptaan, bukan alasan yang melekat pada Ma'lul (akibat); karena seandainya demikian, tentulah seluruh makhluk itu menjadi hamba Allah yang beribadah kepada-Nya, padahal kenyataannya tidak demikian.
فَهَذِهِ الْعِلَّةُ غَائِيَّةٌ، وَلَيْسَتْ مُوجِبَةً.
Maka 'Illah (alasan) ini adalah tujuan, bukan 'Illah yang mewajibkan.
فَالْعِلَّةُ الْغَائِيَّةُ لِبَيَانِ الْغَايَةِ وَالْمَقْصُودِ مِنْ هَذَا الْفِعْلِ، لَكِنَّهَا قَدْ تَقَعُ، وَقَدْ لَا تَقَعُ مِثْلَ: بَرَيْتُ الْقَلَمَ لِأَكْتُبَ بِهِ، فَقَدْ تَكْتُبُ، وَقَدْ لَا تَكْتُبُ.
Maka 'Illah tujuan adalah untuk menjelaskan tujuan dan maksud dari suatu perbuatan, tetapi terkadang terjadi dan terkadang tidak, seperti: aku meruncingkan pensil untuk menulis dengannya, mungkin kamu menulis dan mungkin juga tidak.
وَالْعِلَّةُ الْمُوجِبَةُ مَعْنَاهَا: أَنَّ الْمَعْلُولَ مَبْنِيٌّ عَلَيْهَا، فَلَا بُدَّ أَنْ تَقَعَ، وَتَكُونَ سَابِقَةً لِلْمَعْلُولِ، وَمُلَازِمَةً لَهُ. مِثْلَ: انْكَسَرَ الزُّجَاجُ لِشِدَّةِ الْحَرِّ.
Sedangkan 'Illah wajib maknanya adalah Ma'lul (akibat) berdasarkan kepadanya, maka ia pasti terjadi, dan terjadi sebelum Ma'lul, serta selalu menyertainya. Contohnya: Kaca itu pecah karena panasnya udara yang tinggi.
قَوْلُهُ: ﴿خَلَقْتُ﴾ أَيْ: أَوْجَدْتُ، وَهَذَا الْإِيجَادُ مَسْبُوقٌ بِتَقْدِيرٍ، وَأَصْلُ الْخَلْقِ التَّقْدِيرُ.
Firman-Nya: ﴿Aku telah menciptakan﴾ maksudnya adalah: Aku adakan, dan pengadaan ini didahului dengan ketentuan, dan asal penciptaan adalah ketetapan.
قَالَ الشَّاعِرُ:
Seorang penyair berkata:
وَلَأَنْتَ تَفْرِي مَا خَلَقْتَ ... وَبَعْضُ الْقَوْمِ يَخْلُقُ ثُمَّ لَا يَفْرِي
Dan engkaulah yang mewujudkan apa yang Engkau ciptakan ... dan sebagian kaum menciptakan kemudian tidak mewujudkannya

....................................................................................

قَوْلُهُ: ﴿الْجِنَّ﴾ هُمْ عَالَمٌ غَيْبِيٌّ مَخْفِيٌّ عَنَّا، وَلِهَٰذَا جَاءَتِ الْمَادَّةُ مِنَ الْجِيمِ وَالنُّونِ، وَهُمَا يَدُلَّانِ عَلَى الْخَفَاءِ وَالِاسْتِتَارِ وَمِنْهُ: الْجَنَّةُ، وَالْجِنَّةُ، وَالْجُنَّةُ.

Ia mengatakan: ﴿Al-Jinn﴾ adalah dunia gaib yang tersembunyi dari kita, oleh karena itu kata tersebut berasal dari huruf Jim dan Nun, yang keduanya menunjukkan makna ketersembunyian dan kesamaran, seperti: Al-Jannah (surga), Al-Jinnah (perisai), dan Al-Junnah (gila).

قَوْلُهُ: ﴿الْإِنْسَ﴾ سُمُّوا بِذَٰلِكَ، لِأَنَّهُمْ لَا يَعِيشُونَ بِدُونِ إِينَاسٍ، فَهُمْ يَأْنَسُ بَعْضُهُمْ بِبَعْضٍ، وَيَتَحَرَّكُ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ.

Perkataannya: ﴿Al-Ins﴾ mereka dinamakan demikian, karena mereka tidak dapat hidup tanpa saling berinteraksi, mereka saling menyayangi satu sama lain, dan saling mendekat satu sama lain.

قَوْلُهُ: ﴿إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ فُسِّرَ: إِلَّا لِيُوَحِّدُونِ، وَهَٰذَا حَقٌّ، وَفُسِّرَ: بِمَعْنَى يَتَذَلَّلُونَ لِي بِالطَّاعَةِ فِعْلًا لِلْمَأْمُورِ، وَتَرْكًا لِلْمَحْظُورِ، وَمِنْ طَاعَتِهِ أَنْ يُوَحِّدَ اللَّهَ، فَهَٰذِهِ هِيَ الْحِكْمَةُ مِنْ خَلْقِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ.

Perkataannya: ﴿kecuali untuk beribadah kepada-Ku﴾ ditafsirkan: kecuali untuk mengesakan-Ku, dan ini benar, dan ditafsirkan: dalam arti mereka merendahkan diri kepada-Ku dengan ketaatan dalam melakukan perintah dan meninggalkan larangan, dan di antara ketaatan kepada-Nya adalah mengesakan Allah. Inilah hikmah penciptaan jin dan manusia.

وَلِهَٰذَا أَعْطَى اللَّهُ الْبَشَرَ عُقُولًا، وَأَرْسَلَ إِلَيْهِمْ رُسُلًا، وَأَنْزَلَ عَلَيْهِمْ كُتُبًا، وَلَوْ كَانَ الْغَرَضُ مِنْ خَلْقِهِمْ كَالْغَرَضِ مِنْ خَلْقِ الْبَهَائِمِ، لَضَاعَتِ الْحِكْمَةُ مِنْ إِرْسَالِ الرُّسُلِ، وَإِنْزَالِ الْكُتُبِ، لِأَنَّهُ فِي النِّهَايَةِ يَكُونُ كَشَجَرَةٍ نَبَتَتْ، وَنَمَتْ، وَتَحَطَّمَتْ.

Oleh karena itu, Allah memberi manusia akal, mengutus para rasul kepada mereka, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka. Seandainya tujuan penciptaan mereka sama dengan tujuan penciptaan binatang, tentu hikmah pengutusan para rasul dan penurunan kitab-kitab akan sia-sia, karena pada akhirnya mereka akan seperti pohon yang tumbuh, berkembang, dan hancur.

وَلِهَٰذَا قَالَ تَعَالَىٰ: ﴿إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ﴾ [الْقَصَصِ: مِنَ الْآيَةِ٨٥] فَلَا بُدَّ أَنْ يَرُدَّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ تُجَازَىٰ عَلَىٰ عَمَلِكَ إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ، وَإِنْ شَرًّا فَشَرٌّ. وَلَيْسَتِ الْحِكْمَةُ مِنْ خَلْقِهِمْ نَفْعَ اللَّهِ، وَلِهَٰذَا قَالَ تَعَالَىٰ: ﴿مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ﴾ [الذَّارِيَاتِ:٥٧] .

Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman: ﴿Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali﴾ [Al-Qasas: dari ayat 85]. Maka Dia pasti akan mengembalikanmu ke tempat kembali untuk membalas amalmu; jika baik maka baik, dan jika buruk maka buruk. Hikmah penciptaan mereka bukanlah untuk memberi manfaat kepada Allah, karena itu Allah Ta'ala berfirman: ﴿Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan﴾ [Adz-Dzariyat: 57].

وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَىٰ: ﴿مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ﴾ [الْبَقَرَةُ: مِنَ الْآيَةِ٢٤٥] فَهَٰذَا لَيْسَ إِقْرَاضًا لِلَّهِ سُبْحَانَهُ، بَلْ هُوَ غَنِيٌّ عَنْهُ، لَٰكِنَّهُ سُبْحَانَهُ شَبَّهَ مُعَامَلَةَ عَبْدِهِ لَهُ بِالْقَرْضِ; لِأَنَّهُ لَا بُدَّ مِنْ وَفَائِهِ، فَكَأَنَّهُ الْتِزَامٌ مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ أَنْ يُوَفِّيَ الْعَامِلَ أَجْرَ عَمَلِهِ، كَمَا يُوَفِّي الْمُقْتَرِضُ مَنْ أَقْرَضَهُ.

Adapun firman Allah Ta'ala: ﴿Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya﴾ [Al-Baqarah: dari ayat 245], ini bukanlah memberi pinjaman kepada Allah Subhanahu, bahkan Dia tidak membutuhkannya. Akan tetapi, Allah Subhanahu menyerupakan interaksi hamba-Nya dengan-Nya seperti pinjaman; karena pasti akan ada pengembaliannya. Seakan-akan ini adalah komitmen dari Allah Subhanahu untuk memenuhi pahala pekerjaan hamba, seperti seorang yang meminjam memenuhi hak orang yang memberinya pinjaman.

[شَرْحُ قَوْلِهِ تَعَالَى ﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا﴾]

[Penjelasan firman Allah Ta'ala "Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat"]

وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ [النحل: من الآية٣٦] .

Dan firman Allah Ta'ala: "Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah Thaghut"" [An-Nahl: dari ayat 36].

_________
·الْآيَةُ الثَّانِيَةُ: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ [النحل: من الآية٣٦] .
·Ayat kedua: Firman Allah Ta'ala: "Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah Thaghut"" [An-Nahl: dari ayat 36].
قَوْلُهُ: ﴿وَلَقَدْ﴾ اللَّامُ مُوَطِّئَةٌ لِقَسَمٍ مُقَدَّرٍ، وَقَدْ: لِلتَّحْقِيقِ. وَعَلَيْهِ، فَالْجُمْلَةُ مُؤَكَّدَةٌ بِالْقَسَمِ الْمُقَدَّرِ، وَاللَّامِ، وَقَدْ.
Firman-Nya: "Wa laqad" (Dan sungguh), lam adalah muwaththi'ah (pendahuluan) untuk sumpah yang diperkirakan, dan qad adalah untuk penegasan (tahqiq). Oleh karena itu, kalimat ini dikuatkan dengan sumpah yang diperkirakan, lam, dan qad.
قَوْلُهُ: ﴿بَعَثْنَا﴾ أَيْ: أَخْرَجْنَا، وَأَرْسَلْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ. وَالْأُمَّةُ هُنَا: الطَّائِفَةُ مِنَ النَّاسِ. وَتُطْلَقُ الْأُمَّةُ فِي الْقُرْآنِ عَلَى أَرْبَعَةِ مَعَانٍ:
Firman-Nya: "Ba'atsna" (Kami telah mengutus) artinya: Kami keluarkan, dan Kami utus pada setiap umat. Dan umat di sini adalah: sekelompok manusia. Kata umat dalam Al-Qur'an memiliki empat makna:
أ- الطَّائِفَةُ: كَمَا فِي هَذِهِ الْآيَةِ.
a- Kelompok: seperti dalam ayat ini.
ب- الْإِمَامُ، وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ﴾ [النحل: من الآية١٢٠] .
b- Imam, seperti firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah" [An-Nahl: dari ayat 120].
ج- الْمِلَّةُ: وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ﴾ [الزخرف: من الآية٢٢] .
c- Agama: seperti firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu agama" [Az-Zukhruf: dari ayat 22].
د- الزَّمَنُ: وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ﴾ [يوسف: من الآية٤٥] .
d- Masa: seperti firman Allah Ta'ala: "Dan teringat setelah beberapa waktu lamanya" [Yusuf: dari ayat 45].
فَكُلُّ أُمَّةٍ بُعِثَ فِيهَا رَسُولٌ مِنْ عَهْدِ نُوحٍ إِلَى عَهْدِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ ﷺ
Maka setiap umat diutus kepadanya seorang rasul dari masa Nuh hingga masa Nabi kita Muhammad ﷺ
وَالْحِكْمَةُ مِنْ إِرْسَالِ الرُّسُلِ:
Dan hikmah dari pengutusan para rasul adalah:
أ- إِقَامَةُ الْحُجَّةِ: قَالَ تَعَالَى: ﴿رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ﴾ [النساء: من الآية١٦٥] .
a- Menegakkan hujjah (alasan): Allah Ta'ala berfirman: "(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu" [An-Nisa': dari ayat 165].
ب- الرَّحْمَةُ: لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ﴾ [الأنبياء:١٠٧] .
b- Rahmat: berdasarkan firman Allah Ta'ala: "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam" [Al-Anbiya':107].

..................................................................................

..................................................................................

ج- بَيَانُ الطَّرِيقِ المُوصِلِ إِلَى اللهِ تَعَالَى، لِأَنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَعْرِفُ مَا يَجِبُ لِلَّهِ عَلَى وَجْهِ التَّفْصِيلِ إِلَّا عَنْ طَرِيقِ الرُّسُلِ.

c- Penjelasan jalan yang mengantarkan kepada Allah Ta'ala, karena manusia tidak mengetahui apa yang wajib bagi Allah secara terperinci kecuali melalui para Rasul.

قَوْلُهُ: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ﴾ "أَنْ": قِيلَ: تَفْسِيرِيَّةٌ، وَهِيَ الَّتِي سَبَقَتْ بِمَا يَدُلُّ عَلَى الْقَوْلِ دُونَ حُرُوفِهِ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْك﴾ [المؤمنون: من الآية٢٧] وَالْوَحْيُ فِيهِ مَعْنَى الْقَوْلِ دُونَ حُرُوفِهِ، وَالْبَعْثُ مُتَضَمِّنٌ مَعْنَى الْوَحْيِ; لِأَنَّ كُلَّ رَسُولٍ مُوحًى إِلَيْهِ. وَقِيلَ: إِنَّهَا مَصْدَرِيَّةٌ عَلَى تَقْدِيرِ الْبَاءِ، أَيْ: بِأَنِ اعْبُدُوا، وَالرَّاجِحُ: الْأَوَّلُ; لِعَدَمِ التَّقْدِيرِ.

Firman-Nya: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ﴾ (sembahlah Allah) "an" dikatakan sebagai tafsiriyah, yaitu yang didahului oleh sesuatu yang menunjukkan perkataan tanpa huruf-hurufnya, seperti firman-Nya: ﴿فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْك﴾ (Maka Kami wahyukan kepadanya: "Buatlah bahtera") [Al-Mu'minun: 27], dan wahyu di dalamnya terkandung makna perkataan tanpa huruf-hurufnya. Pengutusan (ba'th) mengandung makna wahyu karena setiap rasul diberi wahyu. Ada yang mengatakan bahwa "an" adalah mashdariyah dengan perkiraan huruf ba', yaitu: bi an u'budu (sembahlah), dan yang rajih (kuat) adalah pendapat pertama karena tidak adanya perkiraan.

قَوْلُهُ: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ﴾ أَيْ: تَذَلَّلُوا لَهُ بِالْعِبَادَةِ وَسَبَقَ تَعْرِيفُ الْعِبَادَةِ.

Firman-Nya: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ﴾ maksudnya: Rendahkanlah diri kalian kepada-Nya dengan ibadah, dan telah dijelaskan sebelumnya tentang definisi ibadah.

قَوْلُهُ: ﴿وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ أَيْ: ابْتَعِدُوا عَنْهُ بِأَنْ تَكُونُوا فِي جَانِبٍ، وَهُوَ فِي جَانِبٍ.

Firman-Nya: ﴿وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ maksudnya: Jauhilah thaghut dengan kalian berada di satu sisi dan dia berada di sisi lain.

وَالطَّاغُوتُ: مُشْتَقٌّ مِنَ الطُّغْيَانِ، وَهُوَ صِفَةٌ مُشَبَّهَةٌ، وَالطُّغْيَانُ: مُجَاوَزَةُ الْحَدِّ; كَمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ﴾ [الحاقة:١١] أَيْ: تَجَاوَزَ حَدَّهُ.

Thaghut berasal dari kata thughyan, yaitu sifat musyabbahah, dan thughyan berarti melampaui batas, seperti dalam firman Allah Ta'ala: ﴿إِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ﴾ (Sesungguhnya ketika air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera) [Al-Haqqah: 11], maksudnya air itu melampaui batasnya.

وَأَجْمَعُ مَا قِيلَ فِي تَعْرِيفِهِ هُوَ مَا ذَكَرَهُ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀ بِأَنَّهُ: مَا تَجَاوَزَ بِهِ الْعَبْدُ حَدَّهُ مِنْ مَتْبُوعٍ، أَوْ مَعْبُودٍ، أَوْ مُطَاعٍ.

Definisi paling komprehensif yang dikatakan mengenai thaghut adalah apa yang disebutkan oleh Ibnu Al-Qayyim rahimahullah bahwa ia adalah sesuatu yang dengannya seorang hamba melampaui batasnya, baik berupa yang diikuti, disembah, atau ditaati.

وَمُرَادُهُ مَنْ كَانَ رَاضِيًا بِذَلِكَ، أَوْ يُقَالُ: هُوَ طَاغُوتٌ بِاعْتِبَارِ عَابِدِهِ، وَتَابِعِهِ، وَمُطِيعِهِ، لِأَنَّهُ تَجَاوَزَ بِهِ حَدَّهُ؛ حَيْثُ نَزَّلَهُ فَوْقَ مَنْزِلَتِهِ الَّتِي جَعَلَهَا اللهُ لَهُ، فَتَكُونُ عِبَادَتُهُ

Maksudnya adalah orang yang ridha dengan hal itu. Atau bisa dikatakan dia menjadi thaghut karena dianggap demikian oleh penyembahnya, pengikutnya, dan orang yang menaatinya, karena ia telah melampaui batas dengan menempatkannya di atas kedudukan yang telah Allah tetapkan untuknya. Maka penyembahannya

..................................................................................

..................................................................................

لِهَٰذَا ٱلْمَعْبُودِ، وَٱتِّبَاعِهِ لِمَتْبُوعِهِ، وَطَاعَتِهِ لِمَطَاعِهِ طُغْيَانًا لِمُجَاوَزَتِهِ ٱلْحَدَّ بِذَٰلِكَ.

Karena menyembah yang disembah ini, mengikuti yang diikuti, dan menaati yang ditaati, ia telah melampaui batas.

فَٱلْمَتْبُوعُ مِثْلُ: ٱلْكُهَّانِ، وَٱلسَّحَرَةِ، وَعُلَمَاءِ ٱلسُّوءِ.

Yang diikuti seperti: dukun, penyihir, dan ulama su'.

وَٱلْمَعْبُودُ مِثْلُ: ٱلْأَصْنَامِ.

Dan yang disembah seperti: berhala-berhala.

وَٱلْمُطَاعُ مِثْلُ: ٱلْأُمَرَاءِ ٱلْخَارِجِينَ عَنْ طَاعَةِ ٱللَّهِ، فَإِذَا ٱتَّخَذَهُمُ ٱلْإِنْسَانُ أَرْبَابًا يُحِلُّ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ مِنْ أَجْلِ تَحْلِيلِهِمْ لَهُ، وَيُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ ٱللَّهُ مِنْ أَجْلِ تَحْرِيمِهِمْ لَهُ، فَهَٰؤُلَاءِ طَوَاغِيتُ، وَٱلْفَاعِلُ تَابِعٌ لِلطَّاغُوتِ، قَالَ تَعَالَىٰ: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ نَصِيبًا مِّنَ ٱلْكِتَٰبِ يُؤْمِنُونَ بِٱلْجِبْتِ وَٱلطَّٰغُوتِ﴾ [ٱلنِّسَاءِ: مِنَ ٱلْآيَةِ٥٠] .

Dan yang ditaati seperti: para pemimpin yang keluar dari ketaatan kepada Allah. Jika manusia menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah karena mereka menghalalkannya, dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah karena mereka mengharamkannya, maka mereka adalah thaghut, dan pelakunya adalah pengikut thaghut. Allah Ta'ala berfirman: "Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut." [An-Nisa': dari ayat 50]

وَلَمْ يَقُلْ: إِنَّهُمْ طَوَاغِيتُ.

Dan Dia tidak mengatakan: Sesungguhnya mereka adalah thaghut.

وَدَلَالَةُ ٱلْآيَةِ عَلَى ٱلتَّوْحِيدِ: أَنَّ ٱلْأَصْنَامَ مِنَ ٱلطَّوَاغِيتِ ٱلَّتِي تُعْبَدُ مِنْ دُونِ ٱللَّهِ. وَٱلتَّوْحِيدُ لَا يَتِمُّ إِلَّا بِرُكْنَيْنِ، هُمَا:

Dalil ayat terhadap tauhid: bahwa berhala-berhala termasuk thaghut yang disembah selain Allah. Tauhid tidak sempurna kecuali dengan dua rukun, yaitu:

١- ٱلْإِثْبَاتُ.

1- Penetapan.

٢- ٱلنَّفْيُ.

2- Penafian.

إِذِ ٱلنَّفْيُ ٱلْمَحْضُ: تَعْطِيلٌ مَحْضٌ، وَٱلْإِثْبَاتُ ٱلْمَحْضُ: لَا يَمْنَعُ ٱلْمُشَارَكَةَ، مِثَالُ ذَٰلِكَ: زَيْدٌ قَائِمٌ، يَدُلُّ عَلَىٰ ثُبُوتِ ٱلْقِيَامِ لِزَيْدٍ، لَٰكِنْ لَا يَدُلُّ عَلَىٰ ٱنْفِرَادِهِ بِهِ.

Karena penafian murni adalah pengabaian murni, dan penetapan murni tidak mencegah kebersamaan. Contohnya: Zaid berdiri, menunjukkan tetapnya berdiri bagi Zaid, tetapi tidak menunjukkan bahwa hanya dia yang berdiri.

وَلَمْ يَقُمْ أَحَدٌ، هَٰذَا نَفْيٌ مَحْضٌ.

Dan tidak ada yang berdiri, ini penafian murni.

وَلَمْ يَقُمْ إِلَّا زَيْدٌ، هَٰذَا تَوْحِيدٌ لَهُ بِٱلْقِيَامِ، لِأَنَّهُ ٱشْتَمَلَ عَلَىٰ إِثْبَاتٍ وَنَفْيٍ.

Dan tidak ada yang berdiri kecuali Zaid, ini pengkhususan baginya dalam berdiri, karena mencakup penetapan dan penafian.

وَقَوْلُهُ: "ٱلْآيَةِ": أَيْ: إِلَىٰ آخِرِ ٱلْآيَةِ، وَتُقْرَأُ بِٱلنَّصْبِ، إِمَّا عَلَىٰ أَنَّهَا

Dan perkataannya: "ayat": yaitu: sampai akhir ayat, dan dibaca dengan nashab, baik karena ia

وَقَوْلُهُ: ﴿وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ [الإسراء: مِنَ الْآيَةِ ٢٣] الْآيَةَ.

Dan firman-Nya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak." [Al-Isra': 23] dan seterusnya.

_________
مَفْعُولٌ بِهِ لِفِعْلٍ مَحْذُوفٍ تَقْدِيرُهُ أَكْمِلِ الْآيَةَ، أَوْ أَنَّهَا مَنْصُوبَةٌ بِنَزْعِ الْخَافِضِ، أَيْ: إِلَى آخِرِ الْآيَةِ.
Objek dari kata kerja yang dihilangkan yang diperkirakan: selesaikanlah ayat, atau ia dinashabkan dengan menghilangkan huruf jar, yaitu: hingga akhir ayat.
وَوَجْهُ الِاسْتِشْهَادِ بِهَذِهِ الْآيَةِ لِكِتَابِ التَّوْحِيدِ: أَنَّهَا دَالَّةٌ عَلَى إِجْمَاعِ الرُّسُلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى الدَّعْوَةِ إِلَى التَّوْحِيدِ، وَأَنَّهُمْ أُرْسِلُوا بِهِ; لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ [النحل: من الآية ٣٦] .
Dan segi pengambilan dalil dengan ayat ini untuk Kitab Tauhid: bahwa ia menunjukkan ijma' para rasul alaihimus shalatu was salam dalam menyeru kepada tauhid, dan bahwa mereka diutus dengannya; karena firman Allah Ta'ala: "Sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut." [An-Nahl: 36].
[شَرْحُ قَوْلِهِ تَعَالَى وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ]
[Penjelasan firman Allah Ta'ala: Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia]
· الْآيَةُ الثَّالِثَةُ: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ﴾ الْآيَةَ.
Ayat ketiga: firman Allah Ta'ala: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia", ayat.
قَوْلُهُ: ﴿قَضَىٰ﴾ قَضَاءُ اللهِ- ﷿ يَنْقَسِمُ إِلَى قِسْمَيْنِ:
Firman-Nya: "Telah memerintahkan" ketetapan Allah - ﷿ terbagi menjadi dua bagian:
١- قَضَاءٌ شَرْعِيٌّ.
1- Ketetapan syar'i.
٢- قَضَاءٌ كَوْنِيٌّ.
2- Ketetapan kauniyah.
فَالْقَضَاءُ الشَّرْعِيُّ: يَجُوزُ وُقُوعُهُ مِنَ الْمَقْضِيِّ عَلَيْهِ وَعَدَمُهُ، وَلَا يَكُونُ إِلَّا فِيمَا يُحِبُّهُ اللهُ. مِثَالُ ذَلِكَ: هَذِهِ الْآيَةُ: ﴿وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ﴾ فَتَكُونُ قَضَىٰ بِمَعْنَى: شَرَعَ، أَوْ بِمَعْنَى: وَصَّىٰ، وَمَا أَشْبَهَهُمَا.
Ketetapan syar'i: boleh terjadi dari yang ditetapkan atasnya dan boleh tidak, dan ia hanya terjadi pada apa yang dicintai Allah. Contoh itu: ayat ini: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia" maka kata "memerintahkan" bermakna: mensyariatkan, atau bermakna: mewasiatkan, dan yang serupa keduanya.
وَالْقَضَاءُ الْكَوْنِيُّ: لَا بُدَّ مِنْ وُقُوعِهِ، وَيَكُونُ فِيمَا أَحَبَّهُ اللهُ، وَفِيمَا لَا يُحِبُّهُ.
Adapun ketetapan kauniyah: pasti terjadi, dan ia terjadi pada apa yang dicintai Allah dan apa yang tidak dicintai-Nya.
مِثَالُ ذَلِكَ: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَقَضَيْنَا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا﴾ [الإسراء:٤] فَالْقَضَاءُ هُنَا كَوْنِيٌّ، لِأَنَّ اللهَ لَا يَشْرَعُ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ، وَلَا يُحِبُّهُ.
Contoh itu: firman Allah Ta'ala: "Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu: "Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar." [Al-Isra': 4] Maka ketetapan di sini kauniyah, karena Allah tidak mensyariatkan kerusakan di bumi, dan tidak mencintainya.

...................................................................................

وَقَوْلُهُ: ﴿أَلَّا تَعْبُدُوا﴾ "أَنْ" هُنَا: مَصْدَرِيَّةٌ بِدَلِيلِ حَذْفِ النُّونِ مِنْ "تَعْبُدُوا"، وَالِاسْتِثْنَاءُ هُنَا مُفَرَّغٌ، لِأَنَّ الْفِعْلَ لَمْ يَأْخُذْ مَفْعُولَهُ، فَمَفْعُولُهُ مَا بَعْدَ إِلَّا.

Dan firman-Nya: "Allaa ta'buduu" (janganlah kalian menyembah), "an" di sini adalah mashdariyah (mengandung makna mashdar) dengan dalil dihapusnya huruf nun dari kata "ta'buduu". Pengecualian di sini adalah istitsna muffarragh (pengecualian keseluruhan), karena fi'il (kata kerja) belum mengambil maf'ul (objek), maka maf'ul-nya adalah apa yang setelah "illa" (kecuali).

وَقَوْلُهُ: ﴿إِلَّا إِيَّاهُ﴾ ضَمِيرُ نَصْبٍ مُنْفَصِلٌ وَاجِبُ الِانْفِصَالِ، لِأَنَّ الْمُتَّصِلَ لَا يَقَعُ بَعْدَ إِلَّا، قَالَ ابْنُ مَالِكٍ:

Dan firman-Nya: "Illa iyyahu" (kecuali Dia), adalah dhamir nashb (kata ganti objek) yang terpisah dan wajib terpisah, karena yang bersambung (dhamir muttashil) tidak jatuh setelah "illa". Ibnu Malik berkata:

وَذُو اتِّصَالٍ مِنْهُ مَا لَا يُبْتَدَا ... وَلَا يَلِي إِلَّا اخْتِيَارًا أَبَدًا١

Dan yang memiliki sambungan darinya apa yang tidak dimulai Dan tidak pernah ada setelah "illa" karena pilihan¹

إِشْكَالٌ وَجَوَابُهُ:

Sebuah permasalahan dan jawabannya:

إِذَا قِيلَ: ثَبَتَ أَنَّ اللَّهَ قَضَى كَوْنًا مَا لَا يُحِبُّهُ، فَكَيْفَ يَقْضِي اللَّهُ مَا لَا يُحِبُّهُ؟ فَالْجَوَابُ: أَنَّ الْمَحْبُوبَ قِسْمَانِ:

Jika dikatakan: Telah ditetapkan bahwa Allah menetapkan adanya sesuatu yang tidak Dia cintai, lalu bagaimana Allah menetapkan apa yang tidak Dia cintai? Maka jawabannya: Sesungguhnya yang dicintai ada dua bagian:

١- مَحْبُوبٌ لِذَاتِهِ.

1- Dicintai karena zatnya.

٢- مَحْبُوبٌ لِغَيْرِهِ.

2- Dicintai karena selain zatnya.

فَالْمَحْبُوبُ لِغَيْرِهِ قَدْ يَكُونُ مَكْرُوهًا لِذَاتِهِ، وَلَكِنْ يُحَبُّ لِمَا فِيهِ مِنَ الْحِكْمَةِ وَالْمَصْلَحَةِ، فَيَكُونُ حِينَئِذٍ مَحْبُوبًا مِنْ وَجْهٍ، مَكْرُوهًا مِنْ وَجْهٍ آخَرَ. مِثَالُ ذَلِكَ: الْفَسَادُ فِي الْأَرْضِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي حَدِّ ذَاتِهِ مَكْرُوهٌ إِلَى اللَّهِ; لِأَنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ، وَلَا الْمُفْسِدِينَ، وَلَكِنْ لِلْحِكْمَةِ الَّتِي يَتَضَمَّنُهَا يَكُونُ بِهَا مَحْبُوبًا إِلَى اللَّهِ- ﷿ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ.

Maka yang dicintai karena selain zatnya terkadang dibenci karena zatnya, tetapi dicintai karena hikmah dan maslahat yang ada di dalamnya. Maka saat itu ia dicintai dari satu sisi, dibenci dari sisi lain. Contoh dari itu: kerusakan di bumi dari Bani Israil pada hakikatnya dibenci oleh Allah; karena Allah tidak mencintai kerusakan dan orang-orang yang berbuat kerusakan. Tetapi karena hikmah yang terkandung di dalamnya, maka dengan itu ia menjadi dicintai oleh Allah dari sisi lain.

وَمِنْ ذَلِكَ: الْقَحْطُ، وَالْجَدَبُ، وَالْمَرَضُ، وَالْفَقْرُ، لِأَنَّ اللَّهَ رَحِيمٌ لَا يُحِبُّ أَنْ يُؤْذِيَ عِبَادَهُ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ، بَلْ يُرِيدُ بِعِبَادِهِ الْيُسْرَ، لَكِنْ يُقَدِّرُهُ لِلْحِكَمِ الْمُتَرَتِّبَةِ عَلَيْهِ، فَيَكُونُ مَحْبُوبًا إِلَى اللَّهِ مِنْ وَجْهٍ، مَكْرُوهًا مِنْ وَجْهٍ آخَرَ.

Di antara itu adalah: kekeringan, paceklik, penyakit, dan kemiskinan, karena Allah Maha Penyayang yang tidak suka menyakiti hamba-Nya dengan sesuatu dari itu. Bahkan Dia menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya. Tetapi Dia menetapkannya karena hikmah-hikmah yang ada padanya. Maka ia menjadi dicintai oleh Allah dari satu sisi dan dibenci dari sisi lain.

_________
١"أَلْفِيَّةُ ابْنِ مَالِكٍ" (ص ١٢) .
¹ "Alfiyah Ibnu Malik" (hal. 12).

............................................................

............................................................

قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ [الروم:٤١] .

Allah Ta'ala berfirman: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." [Ar-Rum:41].

فَإِنْ قِيلَ: كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَكُونَ الشَّيْءُ مَحْبُوبًا مِنْ وَجْهٍ مَكْرُوهًا مِنْ وَجْهٍ آخَرَ؟

Jika dikatakan: Bagaimana bisa sesuatu itu dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang lain?

فَيُقَالُ: هَذَا الْإِنْسَانُ الْمَرِيضُ يُعْطَى جُرْعَةً مِنَ الدَّوَاءِ مُرَّةً كَرِيهَةَ الرَّائِحَةِ وَاللَّوْنِ، فَيَشْرَبُهَا، وَهُوَ يَكْرَهُهَا لِمَا فِيهَا مِنَ الْمَرَارَةِ وَاللَّوْنِ وَالرَّائِحَةِ، وَيُحِبُّهَا لِمَا فِيهَا مِنَ الشِّفَاءِ، وَكَذَا الطَّبِيبُ يَكْوِي الْمَرِيضَ بِالْحَدِيدَةِ الْمُحْمَاةِ عَلَى النَّارِ، وَيَتَأَلَّمُ مِنْهَا، فَهَذَا الْأَلَمُ مَكْرُوهٌ لَهُ مِنْ وَجْهٍ، مَحْبُوبٌ لَهُ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ.

Maka dikatakan: Orang yang sakit ini diberi dosis obat yang pahit, bau, dan warnanya tidak enak. Lalu dia meminumnya, padahal dia membencinya karena kepahitan, warna, dan baunya. Namun dia menyukainya karena kesembuhan yang ada di dalamnya. Demikian pula dokter yang mengobati pasien dengan besi yang dipanaskan di atas api, dan pasien kesakitan karenanya. Rasa sakit ini tidak disukai dari satu sisi, namun disukai dari sisi lain.

فَإِنْ قِيلَ: لِمَاذَا لَمْ يَكُنْ قَوْلُهُ: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] مِنْ بَابِ الْقَضَاءِ الْقَدَرِيِّ؟

Jika dikatakan: Mengapa firman-Nya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia" [Al-Isra': dari ayat 23] bukan termasuk qadha (ketetapan) takdir?

أُجِيبَ: بِأَنَّهُ لَا يُمْكِنُ; إِذْ لَوْ كَانَ قَضَاءً قَدَرِيًّا لَعَبَدَ النَّاسُ كُلُّهُمْ رَبَّهُمْ، لَكِنَّهُ قَضَاءٌ شَرْعِيٌّ قَدْ يَقَعُ وَقَدْ لَا يَقَعُ.

Dijawab: Itu tidak mungkin. Seandainya itu adalah qadha takdir, niscaya semua manusia akan menyembah Tuhan mereka. Akan tetapi, itu adalah qadha syar'i yang mungkin terjadi dan mungkin juga tidak terjadi.

وَالْخِطَابُ فِي الْآيَةِ لِلنَّبِيِّ ﷺ لَكِنْ قَالَ: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] وَلَمْ يَقُلْ: "أَنْ لَا تَعْبُدَ"، وَنَظِيرُ ذَلِكَ فِي الْقُرْآنِ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ﴾ [الطلاق: من الآية١] فَالْخِطَابُ الْأَوَّلُ لِلرَّسُولِ ﷺ وَالثَّانِي عَامٌّ، فَمَا الْفَائِدَةُ مِنْ تَغْيِيرِ الْأُسْلُوبِ؟

Seruan dalam ayat tersebut ditujukan kepada Nabi ﷺ, tetapi Allah berfirman: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia" [Al-Isra': dari ayat 23] dan tidak mengatakan: "supaya engkau jangan menyembah". Semisal itu dalam Al-Qur'an adalah firman Allah Ta'ala: "Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu" [At-Talaq: dari ayat 1]. Seruan pertama ditujukan kepada Rasulullah ﷺ dan yang kedua bersifat umum. Lalu apa faedah dari perubahan uslub (gaya bahasa) tersebut?

أُجِيبَ: إِنَّ الْفَائِدَةَ مِنْ ذَلِكَ:

Dijawab: Sesungguhnya faedah dari hal tersebut adalah:

١. التَّنْبِيهُ؛ إِذْ تَنْبِيهُ الْمُخَاطَبِ أَمْرٌ مَطْلُوبٌ لِلْمُتَكَلِّمِ، وَهَذَا حَاصِلٌ هُنَا بِتَغْيِيرِ الْأُسْلُوبِ.

1. Peringatan; karena memberi perhatian kepada lawan bicara adalah hal yang diinginkan oleh pembicara, dan ini tercapai di sini dengan perubahan uslub.

٢. أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ زَعِيمُ أُمَّتِهِ، وَالْخِطَابُ الْمُوَجَّهُ إِلَيْهِ مُوَجَّهٌ لِجَمِيعِ الْأُمَّةِ.

2. Bahwa Nabi ﷺ adalah pemimpin umatnya, dan seruan yang ditujukan kepadanya juga ditujukan untuk seluruh umat.

.....................................................................

.....................................................................

٣. الإشَارَةُ إلَى أَنَّ مَا خُوطِبَ بِهِ الرَّسُولُ ﷺ فَهُوَ لَهُ وَلِأُمَّتِهِ; إِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيلُ عَلَى أَنَّهُ مُخْتَصٌّ بِهِ.

3. Isyarat bahwa apa yang ditujukan kepada Rasulullah ﷺ adalah untuk beliau dan umatnya; kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa itu khusus untuk beliau.

٤. وَفِي هَذِهِ الْآيَةِ خَاصَّةً الْإِشَارَةُ إِلَى أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ مَرْبُوبٌ لَا رَبٌّ، عَابِدٌ لَا مَعْبُودٌ، فَهُوَ دَاخِلٌ فِي قَوْلِهِ: ﴿تَعْبُدُوا﴾ وَكَفَى بِهِ شَرَفًا أَنْ يَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ- ﷿، وَلِهَذَا يَصِفُهُ اللهُ تَعَالَى بِالْعُبُودِيَّةِ فِي أَعْلَى مَقَامَاتِهِ، فَقَالَ فِي مَقَامِ التَّحَدِّي وَالدِّفَاعِ عَنْهُ: ﴿وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا﴾ [البقرة: من الآية٢٣]، وَقَالَ فِي مَقَامِ إِثْبَاتِ نُبُوَّتِهِ وَرِسَالَتِهِ إِلَى الْخَلْقِ: ﴿تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ﴾ [الفرقان: من الآية١]، وَقَالَ فِي مَقَامِ الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ: ﴿سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ﴾ [الإسراء: من الآية١]، ﴿فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى﴾ [النجم:١٠] .

4. Dan dalam ayat ini secara khusus terdapat isyarat bahwa Nabi ﷺ adalah yang dirawat, bukan yang merawat, yang menyembah bukan yang disembah, beliau termasuk dalam firman-Nya: ﴿taʿbudū﴾ "agar kalian menyembah", dan cukuplah sebagai kemuliaan bahwa beliau adalah hamba Allah ﷿. Oleh karena itu, Allah menyifati beliau dengan kehambaan pada maqam tertinggi, Allah berfirman dalam maqam tantangan dan pembelaan terhadapnya: ﴿wa in kuntum fī raybin mimmā nazzalnā ʿalā ʿabdinā﴾ "Jika kalian ragu terhadap (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)" [Al-Baqarah: 23]. Allah berfirman dalam maqam penetapan kenabian dan kerasulannya kepada makhluk: ﴿tabāraka al-lażī nazzala al-furqāna ʿalā ʿabdihi﴾ "Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqān (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya" [Al-Furqān: 1]. Dan Allah berfirman dalam maqam Isra' dan Mi'raj: ﴿subḥāna al-lażī asrā bi'abdihi﴾ "Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya" [Al-Isra': 1], ﴿fa awḥā ilā ʿabdihi mā awḥā﴾ "lalu Dia menyampaikan wahyu kepada hamba-Nya apa yang telah Dia wahyukan" [An-Najm: 10].

أَقْسَامُ الْعُبُودِيَّةِ:

Jenis-jenis Ubudiyyah:

تَنْقَسِمُ الْعُبُودِيَّةُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ:

Ubudiyyah terbagi menjadi tiga jenis:

١.عَامَّةٌ: وَهِيَ عُبُودِيَّةُ الرُّبُوبِيَّةِ، وَهِيَ لِكُلِّ الْخَلْقِ، قَالَتْ تَعَالَى: ﴿إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا﴾ [مريم:٩٣] وَيَدْخُلُ فِي ذَلِكَ الْكُفَّارُ.

1. Umum: yaitu ubudiyyah rububiyyah, yang mencakup seluruh makhluk, Allah berfirman: ﴿in kullu man fī as-samāwāti wa al-arḍi illā ātī ar-raḥmāni ʿabdā﴾ "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba" [Maryam: 93]. Ini termasuk orang-orang kafir.

٢. عُبُودِيَّةٌ خَاصَّةٌ: وَهِيَ عُبُودِيَّةُ الطَّاعَةِ الْعَامَّةِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا﴾ [الفرقان: من الآية٦٣] وَهَذِهِ تَعُمُّ كُلَّ مَنْ تَعَبَّدَ لِلَّهِ بِشَرْعِهِ.

2. Khusus: yaitu ubudiyyah ketaatan umum, Allah berfirman: ﴿wa ʿibādu ar-raḥmāni al-lażīna yamshūna ʿalā al-arḍi hawnā﴾ "Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati" [Al-Furqān: 63]. Ini mencakup setiap orang yang beribadah kepada Allah dengan syariat-Nya.

٣. خَاصَّةُ الْخَاصَّةِ: وَهِيَ عُبُودِيَّةُ الرُّسُلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، قَالَ تَعَالَى عَنْ نُوحٍ: ﴿إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا﴾ [الإسراء: من الآية٣] وَقَالَ عَنْ مُحَمَّدٍ: ﴿وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا﴾ [البقرة: من الآية٢٣] وَقَالَ فِي

3. Paling khusus: yaitu ubudiyyah para rasul ʿalayhim aṣ-ṣalātu wa as-salām. Allah berfirman tentang Nuh: ﴿innahu kāna ʿabdan shakūrā﴾ "Sungguh, dia (Nuh) adalah seorang hamba yang banyak bersyukur" [Al-Isrā': 3]. Dan Allah berfirman tentang Muhammad: ﴿wa in kuntum fī raybin mimmā nazzalnā ʿalā ʿabdinā﴾ "Jika kalian ragu terhadap (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)" [Al-Baqarah: 23]. Dan Allah berfirman dalam

.......................................................................

.......................................................................

آخِرِينَ مِنَ الرُّسُلِ: ﴿وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ﴾ [صّ:٤٥] .

Terakhir dari para rasul: "Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi." [Shad: 45].

فَهَٰذِهِ الْعُبُودِيَّةُ الْمُضَافَةُ إِلَى الرُّسُلِ خَاصَّةُ الْخَاصَّةِ، لِأَنَّهُ لَا يُبَارِي أَحَدٌ هَٰؤُلَاءِ الرُّسُلَ فِي الْعُبُودِيَّةِ.

Penghambaan ini yang disandarkan kepada para rasul secara khusus, karena tidak ada yang dapat menandingi para rasul dalam penghambaan.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ أَيْ: قَضَىٰ رَبُّكَ أَنْ نُحْسِنَ بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.

Dan firman-Nya: "dan berbuat baiklah kepada ibu bapak" yaitu: Tuhanmu telah menetapkan agar kita berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.

وَالْوَالِدَانِ: يَشْمَلُ الْأُمَّ، وَالْأَبَ، وَمَنْ فَوْقَهُمَا، لَٰكِنَّهُ فِي الْأُمِّ وَالْأَبِ أَبْلَغُ، وَكُلَّمَا قَرُبَا مِنْكَ كَانَا أَوْلَىٰ بِالْإِحْسَانِ، وَالْإِحْسَانُ بَذْلُ الْمَعْرُوفِ، وَفِي قَوْلِهِ: ﴿وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ بَعْدَ قَوْلِهِ: ﴿وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ﴾ دَلِيلٌ عَلَىٰ أَنَّ حَقَّ الْوَالِدَيْنِ بَعْدَ حَقِّ اللهِ- ﷿.

Orang tua mencakup ibu, ayah, dan yang di atas mereka. Tetapi hal itu lebih kuat pada ibu dan ayah. Semakin dekat mereka denganmu, semakin berhak mereka mendapat perlakuan baik. Ihsan adalah memberikan kebaikan. Dalam firman-Nya "dan berbuat baiklah kepada ibu bapak" setelah firman-Nya "Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia" terdapat dalil bahwa hak orang tua adalah setelah hak Allah.

فَإِنْ قِيلَ: فَأَيْنَ حَقُّ الرَّسُولِ ﷺ؟

Jika ditanyakan: "Lalu di mana hak Rasulullah ﷺ?"

أُجِيبَ: بِأَنَّ حَقَّ اللهِ مُتَضَمِّنٌ لِحَقِّ الرَّسُولِ ﷺ؛ لِأَنَّ اللهَ لَا يُعْبَدُ إِلَّا بِمَا شَرَعَ الرَّسُولُ ﷺ

Dijawab: Bahwa hak Allah mencakup hak Rasulullah ﷺ; karena Allah tidak disembah kecuali dengan apa yang disyariatkan oleh Rasulullah ﷺ.

وَقَوْلُهُ: ﴿إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] أَيْ: كَفَّ الْأَذَىٰ عَنْهُمَا، فَفِي قَوْلِهِ: ﴿إحْسَانًا﴾ بَذْلُ الْمَعْرُوفِ، وَفِي قَوْلِهِ: ﴿فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ﴾ كَفُّ الْأَذَىٰ، وَمَعْنَى ﴿أُفٍّ﴾ أَتَضَجَّرُ، لِأَنَّكَ إِذَا قُلْتَهُ، فَقَدْ يَتَأَذَّيَانِ بِذَٰلِكَ، وَفِي الْآيَةِ إِشَارَةٌ إِلَىٰ أَنَّهُمَا إِذَا بَلَغَا الْكِبَرَ صَارَا عِبْئًا عَلَىٰ وَلَدِهِمَا، فَلَا يَتَضَجَّرُ مِنَ الْحَالِ، وَلَا يَنْهَرُهُمَا فِي الْمَقَالِ إِذَا أَسَاءَا فِي الْفِعْلِ أَوِ الْقَوْلِ.

Dan firman-Nya: "Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"" [Al-Isra': 23] artinya: menahan gangguan dari keduanya. Dalam firman-Nya "ihsana" adalah memberikan kebaikan, dan dalam firman-Nya "maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"" adalah menahan gangguan. Makna "uff" adalah berkeluh kesah, karena jika kamu mengatakannya, mereka berdua bisa tersakiti karenanya. Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa jika keduanya mencapai usia lanjut, mereka menjadi beban bagi anaknya. Maka janganlah ia berkeluh kesah karena keadaan, dan jangan membentak mereka dalam perkataan jika mereka berbuat buruk dalam perbuatan atau perkataan.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] أَيْ: لَيِّنًا حَسَنًا بِهُدُوءٍ وَطُمَأْنِينَةٍ، كَقَوْلِكَ: أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكِ، أَبْشِرِي يَا أُمِّي، أَبْشِرْ يَا أَبِي، وَمَا

Dan firman-Nya: "dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" [Al-Isra': 23] yaitu: perkataan yang lembut, baik, dengan tenang dan tenteram, seperti ucapanmu: Semoga Allah membesarkan pahalamu, bergembiralah wahai ibuku, bergembiralah wahai ayahku, dan apa yang

وَقَوْلُهُ: ﴿وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا﴾ [النساء: من الآية٣٦] الآية.

Dan firman-Nya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." (QS. An-Nisaa': dari ayat 36) dan seterusnya.

_________
أَشْبَهَ ذَلِكَ، فَالْقَوْلُ الْكَرِيمُ يَكُونُ فِي صِيغَتِهِ، وَأَدَائِهِ، وَالْخِطَابِ بِهِ، فَلَا يَكُونُ مُزْعِجًا كَرَفْعِ الصَّوْتِ مَثَلًا، بَلْ يَتَضَمَّنُ الدُّعَاءَ وَالْإِينَاسَ لَهُمَا.
Serupa dengan itu, perkataan yang mulia itu pada bentuknya, penyampaiannya, dan cara penyampaiannya, tidak boleh menyakitkan seperti mengeraskan suara misalnya, bahkan harus mengandung doa dan kelembutan bagi keduanya.
وَالشَّاهِدُ مِنْ هَذِهِ الْآيَةِ: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] فَهَذَا هُوَ التَّوْحِيدُ لِتَضَمُّنِهِ لِلنَّفْيِ وَالْإِثْبَاتِ.
Dan yang menjadi bukti dari ayat ini adalah firman Allah Ta'ala: "Janganlah kamu menyembah selain Dia." (QS. Al-Israa': dari ayat 23) Maka inilah tauhid karena mengandung penafian dan penetapan.
[شَرْحُ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا﴾]
[Penjelasan firman Allah Ta'ala: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun."]
الْآيَةُ الرَّابِعَةُ: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا﴾ [النساء: من الآية٣٦] الْآيَةُ: فَقَوْلُهُ ﴿وَلَا تُشْرِكُوا﴾ فِي مُقَابِلِ "لَا إِلَهَ" لِأَنَّهَا نَفْيٌ.
Ayat keempat: Firman Allah Ta'ala: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." (QS. An-Nisaa': dari ayat 36) Maka firman-Nya "Dan janganlah kamu mempersekutukan" sebagai lawan dari "Laa ilaaha" karena ia adalah penafian.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَاعْبُدُوا﴾ فِي مُقَابِلِ "إِلَّا اللَّهُ"، لِأَنَّهَا إِثْبَاتٌ.
Dan firman-Nya: "Dan sembahlah" sebagai lawan dari "kecuali Allah", karena ia adalah penetapan.
وَقَوْلُهُ: ﴿شَيْئًا﴾ نَكِرَةٌ فِي سِيَاقِ النَّهْيِ، فَتَعُمُّ كُلَّ شَيْءٍ: لَا نَبِيًّا، وَلَا مَلَكًا، وَلَا وَلِيًّا، بَلْ وَلَا أَمْرًا مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا، فَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا شَرِيكًا مَعَ اللَّهِ، وَالْإِنْسَانُ إِذَا كَانَ هَمُّهُ الدُّنْيَا كَانَ عَابِدًا لَهَا، كَمَا قَالَ ﷺ: (تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيلَةِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ) ١.
Dan firman-Nya: "sesuatu pun" adalah nakirah (indefinite) dalam konteks larangan, maka ia mencakup segala sesuatu: tidak nabi, tidak malaikat, tidak wali, bahkan tidak pula sesuatu dari urusan dunia, maka janganlah kamu menjadikan dunia sebagai sekutu bersama Allah. Manusia jika perhatiannya hanya pada dunia, maka dia menjadi penyembahnya, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: "Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba bulu domba, celakalah hamba selimut." 1
وَقَوْلُهُ: ﴿وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ [البقرة: من الآية٨٣] يُقَالُ فِيهَا مَا قِيلَ فِي الْآيَةِ السَّابِقَةِ٢.
Dan firman-Nya: "Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua." (QS. Al-Baqarah: dari ayat 83) Terhadapnya dikatakan apa yang telah dikatakan pada ayat sebelumnya.2
وَقَوْلُهُ: ﴿وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ﴾ [النساء: من الآية٣٦] أَيْ: إِحْسَانًا، وَذَوُو الْقُرْبَى هُمْ مَنْ يَجْتَمِعُونَ بِالشَّخْصِ فِي الْجَدِّ الرَّابِعِ، وَالْيَتَامَى: جَمْعُ يَتِيمٍ، وَهُوَ الَّذِي مَاتَ أَبُوهُ، وَلَمْ يَبْلُغْ وَالْمَسَاكِينُ: هُمُ الَّذِينَ عَدِمُوا الْمَالَ فَأَسْكَنَهُمُ الْفَقْرُ، وَابْنُ السَّبِيلِ: هُوَ الْمُسَافِرُ الَّذِي انْقَطَعَتْ بِهِ النَّفَقَةُ.
Dan firman-Nya: "Dan kepada kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin." (QS. An-Nisaa': dari ayat 36) Yakni: berbuat baik. Dzawil qurba (kerabat) adalah orang-orang yang bertemu dengan seseorang pada kakek keempat. Al-yataama adalah jamak dari yatiim, yaitu orang yang ayahnya meninggal dan belum baligh. Al-masaakiin adalah orang-orang yang tidak memiliki harta sehingga kemiskinan menetapnya. Ibnu sabil adalah musafir yang kehabisan bekal.
_________
١ أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ فِي (الْجِهَادِ، بَابُ الْحِرَاسَةِ فِي الْغَزْوِ ٢/٣٢٧) .
1 Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam (Al-Jihaad, bab Al-Hiraasah fil Ghazwi 2/327).
٢ انْظُرْ: (ص ٣٤) .
2 Lihat: (hlm. 34).

وَقَوْلُهُ: ﴿قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا﴾ [الأنعام: من الآية١٥٠] الآيات.

Dan firman-Nya: "Katakanlah (Muhammad), "Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, ..." [Al-An'am: dari ayat 150]. Ayat-ayat.

_________
وَقَوْلُهُ: ﴿وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ﴾ الجار: المُلَاصِقُ لِلْبَيْتِ، أَوْ مَنْ حَوْلَهُ، وَذِي الْقُرْبَى، أَيِ: الْقَرِيبِ، وَالْجَارِ الْجُنُبِ، أَيِ: الْجَارِ الْبَعِيدِ.
Dan firman-Nya: "dan tetangga dekat dan tetangga jauh," Tetangga: yang berdekatan dengan rumah, atau yang di sekitarnya, dan yang memiliki hubungan kekerabatan, yaitu: kerabat, dan tetangga jauh, yaitu: tetangga yang jauh.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ﴾ قِيلَ: إِنَّهُ الزَّوْجَةُ، وَقِيلَ: صَاحِبُكَ فِي السَّفَرِ; لِأَنَّهُ يَكُونُ إِلَى جَنْبِكَ، وَلِكُلٍّ مِنْهُمَا حَقٌّ، فَالْآيَةُ صَالِحَةٌ لَهُمَا. وَقَوْلُهُ: ﴿وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ﴾ هَذَا يَشْمَلُ الْإِحْسَانَ إِلَى الْأَرِقَّاءِ وَالْبَهَائِمِ، لِأَنَّ الْجَمِيعَ مِلْكُ الْيَمِينِ.
Dan firman-Nya: "dan teman di sisi," Dikatakan: dia adalah istri, dan dikatakan: temanmu dalam perjalanan; karena ia berada di sisimu, dan masing-masing dari keduanya memiliki hak, maka ayat ini berlaku untuk keduanya. Dan firman-Nya: "dan hamba sahaya yang kamu miliki" ini mencakup berbuat baik kepada budak-budak dan binatang ternak, karena semuanya adalah hamba sahaya.
وَقَوْلُهُ: ﴿إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا﴾ الْمُخْتَالُ: فِي هَيْئَتِهِ. وَالْفَخُورُ: فِي قَوْلِهِ، وَاللهُ لَا يُحِبُّ هَذَا وَلَا هَذَا.
Dan firman-Nya: "Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri." Yang sombong: dalam penampilannya. Dan yang membanggakan diri: dalam perkataannya, dan Allah tidak menyukai ini dan itu.
[شَرْحُ قَوْلِهِ تَعَالَى ﴿قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا]
[Penjelasan firman Allah Ta'ala "Katakanlah (Muhammad), "Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun,]
الْآيَةُ الْخَامِسَةُ إِلَى السَّابِعَةِ: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ﴾ الْخِطَابُ لِلنَّبِيِّ ﷺ أَمَرَهُ اللهُ أَنْ يَقُولَ لِلنَّاسِ: ﴿تَعَالَوْا﴾ أَيْ: أَقْبِلُوا، وَهَلُمُّوا، وَأَصْلُهُ مِنَ الْعُلُوِّ كَأَنَّ الْمُنَادِيَ يُنَادِيكَ أَنْ تَعْلُوَ إِلَى مَكَانِهِ، فَيَقُولُ: تَعَالَ، أَيِ: ارْتَفِعْ إِلَيَّ.
Ayat kelima sampai ketujuh: Firman Allah Ta'ala: "Katakanlah (Muhammad), "Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu." Seruan ini ditujukan kepada Nabi ﷺ, Allah memerintahkannya untuk mengatakan kepada manusia: "Marilah" yaitu: datanglah, dan kemarilah, dan asalnya dari kata tinggi seakan-akan penyeru memanggilmu untuk naik ke tempatnya, maka ia berkata: Kemarilah, yaitu: naiklah kepadaku.
وَقَوْلُهُ: ﴿أَتْلُ﴾ بِالْجَزْمِ جَوَابًا لِلْأَمْرِ فِي قَوْلِهِ: ﴿تَعَالَوْا﴾ .
Dan firman-Nya: "aku bacakan" dengan jazm sebagai jawaban atas perintah dalam firman-Nya: "Marilah".
وَقَوْلُهُ: ﴿مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ﴾ "مَا" اسْمُ مَوْصُولٍ مَفْعُولٌ لِأَتْلُ، وَالْعَائِدُ مَحْذُوفٌ، وَالتَّقْدِيرُ: مَا حَرَّمَهُ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ.
Dan firman-Nya: "apa yang diharamkan Tuhan kepadamu" "apa" adalah isim maushul yang menjadi maf'ul bagi "aku bacakan", dan 'aid-nya dibuang, dan perkiraannya: apa yang diharamkan Tuhan kepadamu.
وَقَالَ: ﴿رَبُّكُمْ﴾ وَلَمْ يَقُلْ: مَا حَرَّمَ اللهُ، لِأَنَّ الرَّبَّ هُنَا أَنْسَبُ، حَيْثُ إِنَّ الرَّبَّ لَهُ مُطْلَقُ التَّصَرُّفِ فِي الْمَرْبُوبِ، وَالْحُكْمُ عَلَيْهِ بِمَا تَقْتَضِيهِ حِكْمَتُهُ.
Dan Dia berfirman: "Tuhanmu" dan tidak berfirman: apa yang Allah haramkan, karena Tuhan di sini lebih sesuai, di mana Tuhan memiliki kebebasan mutlak dalam mengatur yang dipelihara-Nya, dan menetapkan hukum atasnya sesuai dengan hikmah-Nya.

.......................................................................

.......................................................................

وَقَوْلُهُ: ﴿أَلَّا تُشْرِكُوا﴾ "أَنْ": تَفْسِيرِيَّةٌ، تُفَسِّرُ ﴿أَتْلُ مَا حَرَّمَ﴾ أَيْ: أَتْلُو عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَلَيْسَتْ مَصْدَرِيَّةً، وَقَدْ قِيلَ بِهِ، وَعَلَى هَذَا الْقَوْلِ تَكُونُ "لَا" زَائِدَةً، وَلَكِنَّ الْقَوْلَ الْأَوَّلَ أَصَحُّ، أَيْ: أَتْلُ عَلَيْكُمْ عَدَمَ الْإِشْرَاكِ، لِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يُحَرِّمْ عَلَيْنَا أَنْ لَا نُشْرِكَ بِهِ، بَلْ حَرَّمَ عَلَيْنَا أَنْ نُشْرِكَ بِهِ، وَمِمَّا يُؤَيِّدُ أَنَّ "أَنْ" تَفْسِيرِيَّةٌ أَنَّ "لَا" هُنَا نَاهِيَةٌ لِتَتَنَاسَبَ الْجُمَلُ، فَتَكُونُ كُلُّهَا طَلَبِيَّةً.

Dan firman-Nya: ﴿Janganlah kalian menyekutukan-Nya﴾ kata "an": adalah kata penjelas (tafsiriyah), yang menjelaskan ﴿Aku bacakan apa-apa yang diharamkan﴾ artinya: Aku bacakan kepada kalian agar jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan bukanlah mashdariyah, sebagaimana dikatakan. Menurut pendapat ini, maka "la" adalah tambahan, akan tetapi pendapat pertama lebih benar, artinya: Aku bacakan kepada kalian untuk tidak berbuat syirik, karena Allah tidak mengharamkan kepada kita untuk tidak menyekutukan-Nya, bahkan Dia mengharamkan kepada kita untuk menyekutukan-Nya. Dan yang menguatkan bahwa "an" adalah kata penjelas (tafsiriyah) bahwa "la" di sini adalah larangan (nahiyah) agar kalimat-kalimatnya selaras, sehingga semuanya menjadi thalobiyyah (perintah/larangan).

وَقَوْلُهُ: ﴿وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ أَيْ: وَأَتْلُو عَلَيْكُمُ الْأَمْرَ بِالْإِحْسَانِ إِلَى الْوَالِدَيْنِ.

Dan firman-Nya: ﴿Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua﴾ artinya: Dan aku bacakan kepada kalian perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ﴾ بَعْدَ أَنْ ذَكَرَ حَقَّ الْأُصُولِ ذَكَرَ حَقَّ الْفُرُوعِ.

Dan firman-Nya: ﴿Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu﴾ setelah menyebutkan hak orang tua (ushul), Dia menyebutkan hak anak (furu').

وَالْأَوْلَادُ فِي اللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ: يَشْمَلُ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى، قَالَ تَعَالَى: ﴿يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ﴾ [النساء: من الآية١١] .

Dan kata 'aulad' (anak-anak) dalam bahasa Arab mencakup laki-laki dan perempuan, Allah berfirman: ﴿Allah mewasiatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.﴾ [An-Nisa': dari ayat 11].

وَقَوْلُهُ: ﴿مِنْ إِمْلَاقٍ﴾ الْإِمْلَاقُ: الْفَقْرُ، وَ(مِنْ) لِلسَّبَبِيَّةِ وَالتَّعْلِيلِ؛ أَيْ: بِسَبَبِ الْإِمْلَاقِ.

Dan firman-Nya: ﴿Karena takut kemiskinan﴾ Al-Imlaq artinya kemiskinan, dan (min) di sini menunjukkan sebab dan alasan; yaitu: karena kemiskinan.

وَقَوْلُهُ: ﴿نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ﴾ أَيْ: إِذَا أَبْقَيْتُمُوهُمْ، فَإِنَّ الرِّزْقَ لَنْ يَضِيقَ عَلَيْكُمْ بِإِبْقَائِهِمْ; لِأَنَّ الَّذِي يَقُومُ بِالرِّزْقِ هُوَ اللَّهُ.

Dan firman-Nya: ﴿Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka﴾ artinya: jika kalian membiarkan mereka hidup, maka rezeki tidak akan menyempit bagi kalian karena membiarkan mereka; karena yang memberikan rezeki adalah Allah.

وَبَدَأَ هُنَا بِرِزْقِ الْوَالِدَيْنِ، وَفِي سُورَةِ الْإِسْرَاءِ بَدَأَ بِرِزْقِ الْأَوْلَادِ، وَالْحِكْمَةُ فِي ذَلِكَ أَنَّهُ قَالَ هُنَا: ﴿مِنْ إِمْلَاقٍ﴾ فَالْإِمْلَاقُ حَاصِلٌ، فَبَدَأَ بِذِكْرِ الْوَالِدَيْنِ اللَّذَيْنِ أَمْلَقَا، وَهُنَاكَ قَالَ: ﴿خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ﴾ [الإسراء: من الآية٣١] ١ فَهُمَا غَنِيَّانِ، لَكِنْ يَخْشَيَانِ الْفَقْرَ، فَبَدَأَ بِرِزْقِ الْأَوْلَادِ قَبْلَ رِزْقِ الْوَالِدَيْنِ.

Dan di sini Dia memulai dengan rezeki orang tua, sedangkan dalam surah Al-Isra' Dia memulai dengan rezeki anak-anak. Hikmahnya adalah bahwa di sini Dia berfirman: ﴿Karena takut kemiskinan﴾ maka kemiskinan itu telah terjadi, sehingga Dia memulai dengan menyebutkan kedua orang tua yang miskin. Sedangkan di sana Dia berfirman: ﴿Karena takut kemiskinan﴾ [Al-Isra': dari ayat 31] ¹ maka keduanya kaya, tetapi takut miskin, sehingga Dia memulai dengan rezeki anak-anak sebelum rezeki orang tua.

وَتَقْيِيدُ النَّهْيِ عَنْ قَتْلِ الْأَوْلَادِ بِخَشْيَةِ الْإِمْلَاقِ بِنَاءً عَلَى وَاقِعِ الْمُشْرِكِينَ غَالِبًا; فَلَا مَفْهُومَ لَهُ.

Dan pembatasan larangan membunuh anak-anak karena takut miskin berdasarkan realitas orang-orang musyrik pada umumnya; maka tidak ada mafhum (makna tersirat) baginya.

_________
١ سُورَةُ الْإِسْرَاءِ آيَةٌ: ٣١.
¹ Surah Al-Isra' ayat: 31.

....................................................................................

....................................................................................

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ﴾ ١ لَمْ يَقُلْ: لَا تَأْتُوا، لِأَنَّ النَّهْيَ عَنِ الْقُرْبِ أَبْلَغُ مِنَ النَّهْيِ عَنِ الْإِتْيَانِ; لِأَنَّ النَّهْيَ عَنِ الْقُرْبِ نَهْيٌ عَنْهَا، وَعَمَّا يَكُونُ ذَرِيعَةً إِلَيْهَا، وَلِذَلِكَ حَرُمَ عَلَى الرَّجُلِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الْمَرْأَةِ الْأَجْنَبِيَّةِ، وَأَنْ يَخْلُوَ بِهَا، وَأَنْ تُسَافِرَ الْمَرْأَةُ بِلَا مَحْرَمٍ; لِأَنَّ ذَلِكَ يُقَرِّبُ مِنَ الْفَوَاحِشِ.

Dan firman-Nya: "Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji"1 Dia tidak mengatakan "Jangan kamu lakukan" karena larangan mendekatinya lebih kuat daripada larangan melakukannya; karena larangan mendekati juga mencakup larangan melakukannya dan apa-apa yang bisa menjadi wasilah (jalan) kepadanya. Karena itu diharamkan bagi seorang laki-laki untuk memandang wanita lain (bukan mahram), berkhalwat dengannya, atau wanita bepergian tanpa mahram, karena hal itu mendekatkan kepada perbuatan keji.

وَقَوْلُهُ: ﴿مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ﴾ ٢ قِيلَ: مَا ظَهَرَ فُحْشُهُ، وَمَا خَفِيَ; لِأَنَّ الْفَوَاحِشَ مِنْهَا شَيْءٌ مُسْتَفْحِشٌ فِي نُفُوسِ جَمِيعِ النَّاسِ، وَمِنْهَا شَيْءٌ فِيهِ خَفَاءٌ.

Dan firman-Nya: "Baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi"2 Ada yang mengatakan: apa yang tampak keburukannya dan apa yang tersembunyi, karena di antara perbuatan keji ada yang sangat buruk di jiwa semua orang, dan ada pula yang samar.

وَقِيلَ: مَا أَظْهَرْتُمُوهُ، وَمَا أَسْرَرْتُمُوهُ، فَالْإِظْهَارُ: فِعْلُ الزِّنَا- وَالْعِيَاذُ بِاللَّهِ- مُجَاهَرَةً، وَالْإِبْطَانُ فِعْلُهُ سِرًّا. وَقِيلَ: مَا عَظُمَ فُحْشُهُ، وَمَا كَانَ دُونَ ذَلِكَ، لِأَنَّ الْفَوَاحِشَ لَيْسَتْ عَلَى حَدٍّ سَوَاءٍ، وَلِهَذَا جَاءَ فِي الْحَدِيثِ: " أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ "٣،وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْكَبَائِرَ فِيهَا أَكْبَرُ وَفِيهَا مَا دُونَ ذَلِكَ.

Dan dikatakan: apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan. Menyatakannya adalah melakukan zina - semoga Allah melindungi - secara terang-terangan, sedangkan menyembunyikannya adalah melakukannya secara rahasia. Dan dikatakan pula: apa yang sangat buruk dan apa yang di bawah itu, karena perbuatan keji tidaklah sama tingkatannya. Karena itu dalam hadits disebutkan: "Maukah kalian aku beritahu tentang dosa-dosa besar yang paling besar?"3, dan ini menunjukkan bahwa di antara dosa-dosa besar ada yang lebih besar dan ada pula yang di bawahnya.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ﴾ ٤ النَّفْسُ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ: هِيَ النَّفْسُ الْمَعْصُومَةُ، وَهِيَ نَفْسُ الْمُسْلِمِ، وَالذِّمِّيِّ، وَالْمُعَاهِدِ، وَالْمُسْتَأْمِنِ، بِكَسْرِ الْمِيمِ. وَالْحَقُّ: مَا أَثْبَتَهُ الشَّرْعُ. وَالْبَاطِلُ: مَا نَفَاهُ الشَّرْعُ. فَمِنَ الْحَقِّ الَّذِي أَثْبَتَهُ الشَّرْعُ فِي قَتْلِ النَّفْسِ الْمَعْصُومَةِ أَنْ يَزْنِيَ الْمُحْصَنُ فَيُرْجَمَ حَتَّى يَمُوتَ، أَوْ يَقْتُلَ مُكَافِئَهُ، أَوْ يَخْرُجَ عَلَى الْجَمَاعَةِ، أَوْ يَقْطَعَ الطَّرِيقَ، فَإِنَّهُ

Dan firman-Nya: "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar"4 Jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) adalah jiwa yang terpelihara, yaitu jiwa seorang Muslim, Dzimmi, Mu'ahad, dan Musta'min (dengan mengkasrahkan mim). Al-Haq adalah apa yang ditetapkan syariat dan al-Bathil adalah apa yang ditolak syariat. Di antara al-haq yang ditetapkan syariat dalam membunuh jiwa yang terpelihara adalah jika orang yang muhshan (sudah menikah) berzina maka ia dirajam sampai mati, atau membunuh orang yang setara, atau memberontak terhadap jamaah (kaum muslimin), atau memutus jalan (merampok), maka ia

_________
١ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةٌ: ١٥١.
1 Surat Al-An'am ayat 151.
٢ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةٌ: ١٥١.
2 Surat Al-An'am ayat 151.
٣ مِنْ حَدِيثِ أَبِي بَكْرَةَ، أَخْرَجَهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ الشَّهَادَاتِ، بَابُ مَا قِيلَ فِي شَهَادَةِ الزُّورِ، ٢/٢٥١)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْإِيمَانِ، بَابُ بَيَانِ الْكَبَائِرِ، ١/٩١) .
3 Dari hadits Abu Bakrah, diriwayatkan oleh: Al-Bukhari (Kitab Asy-Syahadaat, Bab tentang apa yang dikatakan mengenai kesaksian palsu, 2/251), dan Muslim (Kitab Al-Iman, Bab penjelasan tentang dosa-dosa besar, 1/91).
٤ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةٌ: ١٥١.
4 Surat Al-An'am ayat 151.

....................................................................................

.........................................................................

يُقْتَلُ، قَالَ ﷺ " لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ"١ وَقَالَ هُنَا: ﴿وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ﴾ ٢ وَقَالَ قَبْلَهَا: ﴿وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ﴾ ٣ فَيَكُونُ النَّهْيُ عَنْ قَتْلِ الْأَوْلَادِ مُكَرَّرًا مَرَّتَيْنِ: مَرَّةً بِذِكْرِ الْخُصُوصِ، وَمَرَّةً بِذِكْرِ الْعُمُومِ.

Dibunuh, Nabi ﷺ berkata "Tidak halal darah seorang Muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: jiwa dibalas jiwa, pezina muhshan, dan orang yang meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jamaah"¹ Dan Allah berkata di sini: ﴿Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar﴾² Dan Allah berfirman sebelumnya: ﴿Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu﴾³ Maka larangan membunuh anak diulang dua kali: sekali dengan menyebutkan secara khusus dan sekali lagi dengan menyebutkan secara umum.

وَقَوْلُهُ: ﴿ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ﴾ ٤ اَلْمُشَارُ إِلَيْهِ مَا سَبَقَ، وَالْوَصِيَّةُ بِالشَّيْءِ هِيَ الْعَهْدُ بِهِ عَلَى وَجْهِ الِاهْتِمَامِ، وَلِهَذَا يُقَالُ: وَصَّيْتُهُ عَلَى فُلَانٍ، أَيْ: عَهِدْتُ بِهِ إِلَيْهِ لِيَهْتَمَّ بِهِ. وَقَوْلُهُ: ﴿تَعْقِلُونَ﴾ اَلْعَقْلُ هُنَا: حُسْنُ التَّصَرُّفِ، وَأَمَّا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ﴾ ٥ فَمَعْنَاهُ: تَفْهَمُونَ.

Firman Allah: ﴿Demikianlah Allah mewasiatkan kepadamu﴾⁴ yang dimaksud adalah apa yang telah disebutkan sebelumnya. Wasiat terhadap sesuatu adalah janji untuk memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu dikatakan: Aku berwasiat kepadanya atas si fulan, artinya: Aku berjanji kepadanya agar ia memperhatikannya. Firman Allah: ﴿agar kamu berakal﴾, akal di sini maksudnya: baik dalam bertindak. Adapun dalam firman Allah: ﴿Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur'an dalam bahasa Arab agar kamu berakal﴾⁵ maknanya adalah: agar kamu memahami.

وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ هَذِهِ الْأُمُورَ إِذَا الْتَزَمَ بِهَا الْإِنْسَانُ، فَهُوَ عَاقِلٌ رَشِيدٌ، وَإِذَا خَالَفَهَا، فَهُوَ سَفِيهٌ لَيْسَ بِعَاقِلٍ. وَقَدْ تَضَمَّنَتْ هَذِهِ الْآيَةُ خَمْسَ وَصَايَا:

Dalam hal ini terdapat dalil bahwa jika seseorang berkomitmen dengan perkara-perkara ini, maka ia adalah orang yang berakal dan bijaksana. Jika ia menyalahinya, maka ia adalah orang yang bodoh dan tidak berakal. Ayat ini mengandung lima wasiat:

الْأُولَى: تَوْحِيدُ اللَّهِ.

Pertama: Mengesakan Allah.

الثَّانِيَةُ: الْإِحْسَانُ بِالْوَالِدَيْنِ.

Kedua: Berbuat baik kepada kedua orang tua.

الثَّالِثَةُ: أَنْ لَا نَقْتُلَ أَوْلَادَنَا.

Ketiga: Jangan membunuh anak-anak kita.

الرَّابِعَةُ: أَنْ لَا نَقْرَبَ الْفَوَاحِشَ.

Keempat: Jangan mendekati perbuatan keji.

الْخَامِسَةُ: أَنْ لَا نَقْتُلَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ.

Kelima: Jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.

_________
١ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ الدِّيَاتِ، بَابُ إِذَا قُتِلَ بِحَجَرٍ أَوْ بِعَصًا، ٤/ ٢٦٨)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْقَسَامَةِ، بَابُ مَا يُبَاحُ بِهِ دَمُ الْمُسْلِمِ، ٣/١٣٠٢) .
¹ Dari hadis Ibnu Mas'ud, diriwayatkan oleh: Bukhari (Kitab Diyat, Bab Jika Dibunuh dengan Batu atau Tongkat, 4/268), dan Muslim (Kitab Qasamah, Bab Apa yang Dihalalkan Dengannya Darah Muslim, 3/1302).
٢ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةٌ: ١٥١.
² Surah Al-An'am ayat: 151.
٣ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةٌ: ١٥١.
³ Surah Al-An'am ayat: 151.
٤ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةٌ: ١٥١.
⁴ Surah Al-An'am ayat: 151.
٥ سُورَةُ الزُّخْرُفِ آيَةٌ: ٣.
⁵ Surah Az-Zukhruf ayat: 3.

.......................................................................

.......................................................................

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ﴾ ١.

Dan firman-Nya: "Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat" 1.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْرَبُوا﴾ هَذَا حِمَايَةٌ لِأَمْوَالِ الْيَتَامَى أَنْ لَا نَقْرَبَهَا إِلَّا بِالْخَصْلَةِ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ، فَلَا نَقْرَبَهَا بِأَيِّ تَصَرُّفٍ إِلَّا بِمَا نَرَى أَنَّهُ أَحْسَنُ، فَإِذَا لَاحَ لِلْوَلِيِّ تَصَرُّفَانِ أَحَدُهُمَا أَكْثَرُ رِبْحًا، فَالْوَاجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَأْخُذَ بِمَا هُوَ أَكْثَرُ رِبْحًا لِأَنَّهُ أَحْسَنُ.

Dan firman-Nya: "janganlah kamu dekati" ini merupakan perlindungan terhadap harta anak-anak yatim, agar kita tidak mendekatinya kecuali dengan cara yang lebih baik. Jangan mendekatinya dengan segala tindakan kecuali dengan apa yang kita pandang lebih baik. Jika bagi sang wali terlintas dua tindakan, salah satunya lebih banyak keuntungannya, maka wajib baginya untuk mengambil yang lebih banyak keuntungannya karena itu lebih baik.

وَالْحُسْنُ هُنَا يَشْمَلُ: الْحُسْنَ الدُّنْيَوِيَّ، وَالْحُسْنَ الدِّينِيَّ، فَإِذَا لَاحَ تَصَرُّفَانِ أَحَدُهُمَا أَكْثَرُ رِبْحًا وَفِيهِ رِبًا، وَالْآخَرُ أَقَلُّ رِبْحًا وَهُوَ أَسْلَمُ مِنَ الرِّبَا، فَنُقَدِّمُ الْأَخِيرَ، لِأَنَّ الْحُسْنَ الشَّرْعِيَّ مُقَدَّمٌ عَلَى الْحُسْنِ الدُّنْيَوِيِّ الْمَادِّيِّ.

Kebaikan di sini mencakup: kebaikan duniawi dan kebaikan agama. Jika terlintas dua tindakan, yang satu lebih banyak keuntungannya tapi mengandung riba, sedangkan yang lain lebih sedikit keuntungannya tapi lebih selamat dari riba, maka kita dahulukan yang terakhir. Karena kebaikan secara syariat lebih didahulukan daripada kebaikan duniawi yang bersifat materi.

وَقَوْلُهُ: ﴿حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ﴾ (حَتَّى): هُنَا: حَرْفُ غَايَةٍ، فَمَا بَعْدَهَا مُخَالِفٌ لِمَا قَبْلَهَا. أَيْ: إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ، فَإِنَّنَا نَدْفَعُهُ إِلَيْهِ بَعْدَ أَنْ نَخْتَبِرَهُ، وَنَنْظُرَ فِي حُسْنِ تَصَرُّفِهِ، وَلَا يَجُوزُ لَنَا أَنْ نُبْقِيَهُ عِنْدَنَا، وَمَعْنَى أَشُدِّهِ: قُوَّتُهُ الْعَقْلِيَّةُ وَالْبَدَنِيَّةُ، وَالْخِطَابُ هُنَا لِأَوْلِيَاءِ الْيَتَامَى، أَوْ لِلْحَاكِمِ عَلَى قَوْلِ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ، وَبُلُوغُ الْأَشُدِّ يَخْتَلِفُ، وَالْمُرَادُ بِهِ هُنَا الْأَشُدُّ الَّذِي يَكُونُ بِهِ التَّكْلِيفُ، وَهُوَ تَمَامُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً أَوْ إِنْبَاتُ الْعَانَةِ أَوِ الْإِنْزَالُ.

Dan firman-Nya: "Sampai dia mencapai kedewasaannya" (sampai): di sini: huruf batas, sehingga apa yang setelahnya berbeda dengan yang sebelumnya. Yakni: jika dia telah mencapai kedewasaannya, maka kita menyerahkannya kepadanya setelah kita mengujinya, dan melihat kebaikan tindakannya. Tidak boleh bagi kita untuk menahannya pada kita. Makna kedewasaannya: kekuatan akal dan fisiknya. Khitab di sini ditujukan kepada para wali anak-anak yatim, atau kepada penguasa menurut pendapat sebagian ulama. Pencapaian kedewasaan itu berbeda-beda, yang dimaksud di sini adalah kedewasaan yang dengannya terdapat pembebanan (taklif), yaitu genap usia 15 tahun atau tumbuhnya rambut kemaluan atau keluarnya air mani.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ﴾ ٢ أَيْ: أَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ فِيمَا يُكَالُ مِنَ الْأَطْعِمَةِ وَالْحُبُوبِ. وَأَوْفُوا الْمِيزَانَ: إِذَا وَزَنْتُمْ فِيمَا يُوزَنُ، كَاللُّحُومِ مَثَلًا وَالْأَمْرُ بِالْإِيفَاءِ شَامِلٌ لِجَمِيعِ مَا تَتَعَامَلُ بِهِ مَعَ غَيْرِكَ; فَيَجِبُ عَلَيْكَ أَنْ تُوفِيَ بِالْكَيْلِ وَالْوَزْنِ وَغَيْرِهِمَا فِي التَّعَامُلِ. وَقَوْلُهُ: ﴿بِالْقِسْطِ﴾ أَيْ: بِالْعَدْلِ. وَلَمَّا كَانَ قَوْلُهُ: ﴿بِالْقِسْطِ﴾ قَدْ

Dan firman-Nya: "Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan" 2 yaitu: sempurnakanlah takaran jika kalian menakar apa yang ditakar dari makanan dan biji-bijian. Dan sempurnakanlah timbangan: jika kalian menimbang apa yang ditimbang, seperti daging misalnya. Perintah untuk menyempurnakan mencakup seluruh apa yang kalian gunakan untuk bermuamalah dengan orang lain; maka wajib atasmu untuk menyempurnakan takaran, timbangan, dan selainnya dalam bermuamalah. Dan firman-Nya: "dengan adil" yaitu: dengan keadilan. Tatkala firman-Nya: "dengan adil" telah

_________
١ سورة الأنعام آية: ١٥٢.
1 Surat Al-An'am ayat: 152.
٢ سورة الأنعام آية: ١٥٢.
2 Surat Al-An'am ayat: 152.

.......................................................................

.......................................................................

يَشُقُّ بَعْضَ الْأَحْيَانِ; لِأَنَّ الْإِنْسَانَ قَدْ يَفُوتُهُ أَنْ يُوفِيَ الْكَيْلَ أَوِ الْوَزْنَ أَحْيَانًا، أَعْقَبَ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ: ﴿لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾ ١ أَيْ: طَاقَتَهَا، فَإِذَا بَذَلَ جَهْدَهُ وَطَاقَتَهُ، وَحَصَلَ النَّقْصُ، فَلَا يُعَدُّ مُخَالِفًا; لِأَنَّ مَا خَرَجَ عَنِ الطَّاقَةِ مَعْفُوٌّ عَنْهُ فِيهِ، وَكَمَا أَنَّ هَذِهِ الْجُمْلَةَ تُفِيدُ الْعَفْوَ مِنْ وَجْهٍ، وَهُوَ مَا خَرَجَ عَنِ الْوُسْعِ، فَإِنَّهَا تُفِيدُ التَّغْلِيظَ مِنْ وَجْهٍ، وَهُوَ أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَبْذُلَ وُسْعَهُ فِي الْإِيفَاءِ بِالْقِسْطِ، وَلَكِنْ مَتَى تَبَيَّنَ الْخَطَأُ وَجَبَ تَلَافِيهِ; لِأَنَّهُ دَاخِلٌ فِي الْوُسْعِ.

Terkadang menyulitkan; karena seseorang mungkin terkadang tidak bisa memenuhi takaran atau timbangan, maka hal itu diikuti dengan firman-Nya: "Kami tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya" ١ yaitu: kemampuannya, maka jika dia sudah berusaha dan menggunakan kemampuannya, namun masih ada kekurangan, maka dia tidak dianggap melanggar; karena apa yang di luar kemampuan dimaafkan padanya, dan sebagaimana kalimat ini memberikan pengampunan dari satu sisi, yaitu apa yang di luar kemampuan, maka kalimat ini juga menekankan dari sisi lain, yaitu bahwa seseorang harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi keadilan, tetapi ketika kesalahan menjadi jelas, maka wajib untuk memperbaikinya; karena itu termasuk dalam kemampuan.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا﴾ ٢ مَعْنَاهُ: أَيُّ قَوْلٍ تَقُولُهُ، فَإِنَّهُ يَجِبُ عَلَيْكَ أَنْ تَعْدِلَ فِيهِ، سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ لِنَفْسِكَ عَلَى غَيْرِكَ، أَوْ لِغَيْرِكَ عَلَى نَفْسِكَ، أَوْ لِغَيْرِكَ عَلَى غَيْرِكَ، أَوْ لِتَحْكُمَ بَيْنَ اثْنَيْنِ، فَالْوَاجِبُ الْعَدْلُ، إِذِ الْعَدْلُ فِي اللُّغَةِ الِاسْتِقَامَةُ، وَضِدُّهُ الْجَوْرُ وَالْمَيْلُ، فَلَا تَمِلْ يَمِينًا وَلَا شِمَالًا، وَلَمْ يَقُلْ هُنَا: ﴿لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾ ٣ لِأَنَّ الْقَوْلَ لَا يَشُقُّ فِيهِ الْعَدْلُ غَالِبًا.

Dan firman-Nya: "Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil" ٢ maknanya: perkataan apa pun yang kamu katakan, maka wajib bagimu untuk berlaku adil dalam perkataan itu, baik itu untuk dirimu atas orang lain, atau untuk orang lain atas dirimu, atau untuk orang lain atas orang lain, atau untuk memutuskan antara dua orang, maka yang wajib adalah keadilan, karena adil dalam bahasa adalah istiqamah, dan lawannya adalah kecurangan dan kecenderungan, maka janganlah condong ke kanan atau ke kiri, dan di sini tidak dikatakan: "Kami tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya" ٣ karena dalam perkataan, keadilan biasanya tidak sulit.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى﴾ ٤ أَيْ: الْمَقُولُ لَهُ ذَا قَرَابَةٍ، أَيْ: صَاحِبَ قَرَابَةٍ، فَلَا تُحَابِيهِ لِقَرَابَتِهِ; فَتَمِيلَ مَعَهُ عَلَى غَيْرِهِ مِنْ أَجْلِهِ، فَاجْعَلْ أَمْرَكَ إِلَى اللَّهِ- ﷿ الَّذِي خَلَقَكَ، وَأَمَرَكَ بِهَذَا، وَإِلَيْهِ سَتَرْجِعُ، وَيَسْأَلُكَ عزوجل مَاذَا فَعَلْتَ فِي هَذِهِ الْأَمَانَةِ. وَقَدْ أَقْسَمَ أَشْرَفُ الْخَلْقِ، وَسَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ، وَأَعْدَلُ الْبَشَرِ، مُحَمَّدٌ ﷺ وَقَالَ: " وَايْمُ اللَّهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ; لَقَطَعْتُ يَدَهَا " ٥.

Dan firman-Nya: "Walaupun dia kerabat" ٤ maksudnya: orang yang diajak bicara memiliki hubungan kerabat, yaitu: pemilik kekerabatan, maka janganlah kamu berpihak kepadanya karena hubungan kerabatnya; sehingga kamu condong bersamanya terhadap orang lain karena dia, maka serahkanlah urusanmu kepada Allah- ﷿ Yang telah menciptakanmu, dan memerintahkanmu dengan ini, dan kepada-Nya kamu akan kembali, dan Allah عزوجل akan menanyakan kepadamu apa yang telah kamu lakukan dalam amanah ini. Dan telah bersumpah makhluk yang paling mulia, pemimpin anak Adam, dan manusia yang paling adil, Muhammad ﷺ dan berkata: "Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri; niscaya aku akan memotong tangannya" ٥.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا﴾ ٦ قَدَّمَ الْمُتَعَلَّقَ، لِلِاهْتِمَامِ بِهِ. وَعَهْدُ اللَّهِ:

Dan firman-Nya: "Dan penuhilah janji Allah" ٦ didahulukan muta'allaq (objek yang terkait), untuk menunjukkan pentingnya hal itu. Dan janji Allah:

_________
١ سورة الأنعام آية: ١٥٢.
١ Surah Al-An'am ayat: 152.
٢ سورة الأنعام آية: ١٥٢.
٢ Surah Al-An'am ayat: 152.
٣ سورة الأنعام آية: ١٥٢.
٣ Surah Al-An'am ayat: 152.
٤ سورة المائدة آية: ١٠٦.
٤ Surah Al-Ma'idah ayat: 106.
٥ من حديث عائشة، رواه: البخاري (كتاب الأنبياء، باب حدثنا أبو اليمان، ٢/٤٦٦)، ومسلم (كتاب الحدود، باب قطع السارق الشريف، ٣/١٣١٥) .
٥ Dari hadis Aisyah, diriwayatkan oleh: Bukhari (Kitab Para Nabi, bab Telah menceritakan kepada kami Abu Al-Yaman, 2/466), dan Muslim (Kitab Hudud, bab Memotong tangan pencuri yang mulia, 3/1315).
٦ سورة الأنعام آية: ١٥٢.
٦ Surah Al-An'am ayat: 152.

.......................................................................

مَا عَهِدَ بِهِ إِلَى عِبَادِهِ، وَهِيَ عِبَادَتُهُ ﷾ وَالقِيَامُ بِأَمْرِهِ، كَمَا قَالَ عَزَّوَجَلَّ: ﴿وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا﴾ ١ [المائدة: ١٢] .

Apa yang Dia janjikan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu beribadah kepada Allah ﷾ dan melaksanakan perintah-Nya, sebagaimana Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik" (QS. Al-Maidah: 12).

هَذَا مِيثَاقٌ مِنْ جَانِبِ المَخْلُوقِ، وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ﴾ ٢ [المائدة: ١٢] هَذَا مِنْ جَانِبِ اللهِ- ﷿.

Ini adalah perjanjian dari sisi makhluk, dan firman Allah Ta'ala: "Niscaya akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu. Dan pasti Aku masukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai" (QS. Al-Maidah: 12), ini dari sisi Allah - ﷿.

وَقَوْلُهُ: ﴿ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾ ٣: هَذِهِ الْآيَةُ الكَرِيمَةُ فِيهَا أَرْبَعُ وَصَايَا مِنَ الخَالِقِ عَزَّوَجَلَّ:

Dan firman-Nya: "Demikianlah Allah memerintahkan kamu agar kamu ingat" (QS. Al-An'am: 152), ayat mulia ini mengandung empat wasiat dari Sang Pencipta Yang Maha Mulia:

الْأُولَى: أَنْ لَا نَقْرَبَ مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ.

Pertama: Agar kita tidak mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang paling baik.

الثَّانِيَةُ: أَنْ نُوفِيَ الكَيْلَ وَالمِيزَانَ بِالْقِسْطِ.

Kedua: Agar kita menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil.

الثَّالِثَةُ: أَنْ نَعْدِلَ إِذَا قُلْنَا.

Ketiga: Agar kita bersikap adil saat berucap.

الرَّابِعَةُ: أَنْ نُوفِيَ بِعَهْدِ اللهِ.

Keempat: Agar kita memenuhi janji Allah.

وَالْآيَةُ الْأُولَى فِيهَا خَمْسُ وَصَايَا. صَارَ الجَمِيعُ تِسْعَ وَصَايَا.

Dan pada ayat pertama terdapat lima wasiat. Menjadi total sembilan wasiat.

ثُمَّ قَالَ عَزَّوَجَلَّ: ﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ﴾ ٤ هَذِهِ هِيَ الوَصِيَّةُ العَاشِرَةُ، فَقَوْلُهُ: ﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي﴾ ٥ يَحْتَمِلُ أَنَّ المُشَارَ إِلَيْهِ مَا سَبَقَ، لِأَنَّكَ لَوْ تَأَمَّلْتَهُ وَجَدْتَهُ مُحِيطًا بِالشَّرْعِ كُلِّهِ، إِمَّا نَصًّا، وَإِمَّا إِيمَاءً، وَيَحْتَمِلُ أَنَّ المُرَادَ بِهِ مَا عُلِمَ مِنْ دِينِ اللهِ، أَيْ: هَذَا الَّذِي جَاءَكُمْ بِهِ الرَّسُولُ ﷺ هُوَ صِرَاطِي، أَيِ: الطَّرِيقُ المُوصِلُ إِلَيْهِ ﷾.

Kemudian Allah berfirman: "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia" (QS. Al-An'am: 153). Ini adalah wasiat yang kesepuluh. Firman-Nya "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku" (QS. Al-An'am: 153) bisa jadi yang dimaksud adalah apa yang telah disebutkan sebelumnya, karena jika direnungkan, engkau akan mendapati bahwa ia mencakup seluruh syariat, baik secara nash maupun isyarat. Dan bisa jadi yang dimaksud adalah apa yang diketahui dari agama Allah, yaitu: Apa yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ kepadamu adalah jalan-Ku, yakni jalan yang menghubungkan kepada-Nya ﷾.

وَالصِّرَاطُ يُضَافُ إِلَى اللهِ- ﷿، وَيُضَافُ إِلَى سَالِكِهِ; فَفِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ﴾ ٦ هُنَا أُضِيفَ إِلَى

Dan Ash-Shirath (jalan) disandarkan kepada Allah ﷿, dan disandarkan kepada orang yang menempuhnya. Dalam firman-Nya: "(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka" (QS. Al-Fatihah: 7), di sini disandarkan kepada

_________
١ سورة المائدة آية: ١٢.
1 QS. Al-Maidah ayat 12.
٢ سورة المائدة آية: ١٢.
2 QS. Al-Maidah ayat 12.
٣ سورة الأنعام آية: ١٥٢.
3 QS. Al-An'am ayat 152.
٤ سورة الأنعام آية: ١٥٣.
4 QS. Al-An'am ayat 153.
٥ سورة الأنعام آية: ١٥٣.
5 QS. Al-An'am ayat 153.
٦ سورة الفاتحة آية: ٧.
6 QS. Al-Fatihah ayat 7.

.......................................................................

.......................................................................

سَالِكِهِ، وَفِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ﴾ ١ هُنَا أُضِيفَ إِلَى اللَّهِ- ﷿ فَإِضَافَتُهُ إِلَى اللَّهِ ﷿ لِأَنَّهُ مُوصِلٌ إِلَيْهِ، وَلِأَنَّهُ هُوَ الَّذِي وَضَعَهُ لِعِبَادِهِ- جَلَّ وَعَلَا-، وَإِضَافَتُهُ إِلَى سَالِكِهِ لِأَنَّهُمْ هُمُ الَّذِينَ سَلَكُوهُ.

Yang melalui jalan itu, dan dalam firman Allah Ta'ala: "ṣirāṭ Allāh allażī lahu mā fī as-samāwāti wa mā fī al-arḍ" (Jalan Allah yang kepunyaan-Nya lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi). Di sini, jalan itu disandarkan kepada Allah ﷿, karena penisbatannya kepada Allah ﷿ disebabkan bahwa jalan itu mengantarkan kepada-Nya, dan karena Dia-lah yang menetapkannya untuk hamba-hamba-Nya, Maha Tinggi Dia dan Maha Agung, dan penisbatannya kepada yang menempuhnya karena merekalah yang telah menempuhnya.

وَقَوْلُهُ: ﴿مُسْتَقِيمًا﴾ هَذِهِ حَالٌ مِنْ: ﴿صِرَاطُ﴾ أَيْ: حَالَ كَوْنِهِ مُسْتَقِيمًا لَا اعْوِجَاجَ فِيهِ فَاتَّبِعُوهُ.

Dan firman-Nya: ﴿mustaqīman﴾ ini adalah hāl (kata keterangan) dari: ﴿ṣirāṭ﴾, yakni: dalam keadaannya yang lurus tanpa ada kebengkokan di dalamnya, maka ikutilah ia.

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾ ٢ السُّبُلُ، أَيِ: الطُّرُقُ الْمُلْتَوِيَةُ الْخَارِجَةُ عَنْهُ، وَتَفَرَّقَ: فِعْلٌ مُضَارِعٌ مَنْصُوبٌ بِأَنْ بَعْدَ فَاءِ السَّبَبِيَّةِ، لَكِنْ حُذِفَتْ مِنْهُ تَاءُ الْمُضَارَعَةِ، وَأَصْلُهَا: "تَتَفَرَّقُ"، أَيْ أَنَّكُمْ إِذَا اتَّبَعْتُمُ السُّبُلَ تَفَرَّقَتْ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ، وَتَشَتَّتَ بِكُمُ الْأَهْوَاءُ وَبَعُدَتْ.

Dan firman-Nya: ﴿wa lā tattabi'ū as-subula fa tafarraqa bikum 'an sabīlih﴾ (Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan [yang lain], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya). As-subul, yakni: jalan-jalan yang berliku-liku dan keluar darinya (jalan Allah), dan "tafarraqa": fi'il muḍāri' yang manṣūb dengan "an" setelah fā' as-sababiyyah (yang menunjukkan sebab akibat), tetapi huruf tā' muḍāra'ahnya dibuang, dan asalnya: "tatafarraqu", maksudnya bahwa jika kalian mengikuti jalan-jalan itu, niscaya ia akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya, dan hawa nafsu akan menyebabkan kalian tercerai-berai serta menjauh.

وَهُنَا قَالَ: (السُّبُلَ): جَمْعُ سَبِيلٍ، وَفِي الطَّرِيقِ الَّتِي أَضَافَهَا اللَّهُ إِلَى نَفْسِهِ قَالَ: (سَبِيلِهِ) سَبِيلٌ وَاحِدٌ، لِأَنَّ سَبِيلَ اللَّهِ- ﷿ وَاحِدٌ، وَأَمَّا مَا عَدَاهُ، فَسُبُلٌ مُتَعَدِّدَةٌ، وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ ﷺ " وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ إِلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ، إِلَّا وَاحِدَةً " ٣، فَالسَّبِيلُ الْمُنْجِي وَاحِدٌ، وَالْبَاقِيَةُ مُتَشَعِّبَةٌ مُتَفَرِّقَةٌ، وَلَا يَرِدُ عَلَى هَذَا قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ﴾ ٤ لِأَنَّ: ﴿سُبُلَ﴾ فِي الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ، وَإِنْ كَانَتْ مَجْمُوعَةً، لَكِنْ أُضِيفَتْ إِلَى السَّلَامِ فَكَانَتْ مُنْجِيَةً، وَيَكُونُ الْمُرَادُ بِهَا شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ.

Dan di sini Dia berfirman: (As-subul): bentuk jamak dari "sabīl", sedangkan mengenai jalan yang Allah sandarkan kepada diri-Nya, Dia berfirman: (sabīlihi) satu jalan, karena jalan Allah ﷿ itu satu, adapun selain jalan-Nya, maka itu adalah jalan-jalan yang banyak, dan karena inilah Nabi ﷺ bersabda, "Dan umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di neraka kecuali satu golongan", maka jalan yang menyelamatkan itu satu, sedangkan sisanya bercabang-cabang dan bercerai-berai, dan hal ini tidak bertentangan dengan firman-Nya: "Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan", karena: ﴿subul﴾ (jalan-jalan) dalam ayat yang mulia ini, meskipun berbentuk jamak, tetapi disandarkan kepada as-salām (keselamatan) sehingga menjadi jalan yang menyelamatkan, dan yang dimaksud dengannya adalah syariat-syariat Islam.

_________
١ سُورَةُ الشُّورَى آيَةٌ: ٥٣.
1 Surat Asy-Syūrā ayat: 53.
٢ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةٌ: ١٥٣.
2 Surat Al-An'ām ayat: 153.
٣ أَخْرَجَهُ: أَحْمَدُ (٢/٣٣٢)، وَأَبُو دَاوُدَ (٤٥٩٦)، وَالتِّرْمِذِيُّ (٢٦٤٠)، وَابْنُ مَاجَهْ (٣٩٩١)، وَابْنُ أَبِي عَاصِمٍ (٦٦)، وَابْنُ حِبَّانَ (٣٩٩١) ; عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَالْحَاكِمُ.
3 Dikeluarkan oleh: Ahmad (2/332), Abū Dāwud (4596), At-Tirmiżī (2640), Ibnu Mājah (3991), Ibnu Abī 'Āṣim (66), dan Ibnu Ḥibbān (3991); dari Abū Hurairah, dan dinilai sahih oleh At-Tirmiżī dan Al-Ḥākim.
٤ سُورَةُ الْمَائِدَةِ آيَةٌ: ١٦.
4 Surat Al-Mā'idah ayat: 16.

قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: " مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَىٰ وَصِيَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ

Ibnu Mas'ud berkata: "Barangsiapa ingin melihat wasiat Muhammad ﷺ

_________
وَقَوْلُهُ: ﴿ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ﴾ ١ أَيْ: ذَٰلِكَ الْمَذْكُورُ وَصَّاكُمْ لِتَنَالُوا بِهِ دَرَجَةَ التَّقْوَىٰ، وَالْالْتِزَامُ بِمَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ وَرَسُولُهُ ﷺ
Dan firman-Nya: "Demikianlah Allah memerintahkan kamu agar kamu bertakwa" (QS. Al-An'am: 153), artinya: Yang disebutkan itu Allah perintahkan kepada kalian agar kalian mencapai tingkat takwa dengannya, serta komitmen terhadap apa yang Allah dan Rasul-Nya ﷺ perintahkan.
· وَقَوْلُهُ: قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: "مَنْ أَرَادَ ... " إِلَخْ: الِاسْتِفْهَامُ هُنَا لِلْحَثِّ وَالتَّشْوِيقِ، وَاللَّامُ فِي قَوْلِهِ: "فَلْيَقْرَأْ" لِلْإِرْشَادِ.
· Dan perkataannya: Ibnu Mas'ud berkata: "Barangsiapa ingin ...", dst: Pertanyaan di sini untuk mendorong dan menarik perhatian, dan lam pada perkataannya: "maka hendaklah membaca" untuk petunjuk.
وَقَوْلُهُ: "وَصِيَّةُ مُحَمَّدٍ": الْوَصِيَّةُ بِمَعْنَى الْعَهْدِ، وَلَا يَكُونُ الْعَهْدُ وَصِيَّةً إِلَّا إِذَا كَانَ فِي أَمْرٍ هَامٍّ.
Dan perkataannya: "wasiat Muhammad": Wasiat dalam arti janji, dan janji tidak menjadi wasiat kecuali jika dalam perkara yang penting.
وَقَوْلُهُ: "مُحَمَّدٌ ﷺ ": أَيْ: رَسُولُ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْهَاشِمِيُّ الْقُرَشِيُّ ﷺ وَهَٰذَا التَّعْبِيرُ مِنْ ابْنِ مَسْعُودٍ يَدُلُّ عَلَىٰ جَوَازِ مِثْلِهِ، مِثْلَ: قَالَ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، وَوَصِيَّةُ مُحَمَّدٍ ﷺ وَلَا يُنَافِي قَوْلَهُ تَعَالَىٰ: ﴿لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا﴾ ٢ لِأَنَّ دُعَاءَ الرَّسُولِ هُنَا أَيْ: مُنَادَاتَهُ، فَلَا تَقُولُوا عِنْدَ الْمُنَادَاةِ: يَا مُحَمَّدُ! وَلَٰكِنْ قُولُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ! أَمَّا الْخَبَرُ، فَهُوَ أَوْسَعُ مِنْ بَابِ الطَّلَبِ، وَلِهَٰذَا يَجُوزُ أَنْ تَقُولَ: أَنَا تَابِعٌ لِمُحَمَّدٍ ﷺ، أَوِ اللَّهُمَّ! صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ، وَمَا أَشْبَهَ ذَٰلِكَ.
Dan perkataannya: "Muhammad ﷺ ": yaitu: Rasulullah Muhammad bin Abdullah Al-Hasyimi Al-Quraisyi ﷺ dan ungkapan ini dari Ibnu Mas'ud menunjukkan bolehnya yang seperti itu, seperti: Muhammad Rasulullah ﷺ berkata, dan wasiat Muhammad ﷺ dan itu tidak bertentangan dengan firman Allah Ta'ala: "Janganlah kamu memanggilku di antara kamu seperti kamu memanggil sebagian yang lain." (QS. An-Nuur: 63) karena panggilan Rasul di sini maksudnya: memanggilnya, maka janganlah kalian katakan saat memanggil: wahai Muhammad! Tetapi katakanlah: wahai Rasulullah! Adapun khabar, maka itu lebih luas dari bab thalab, karenanya boleh engkau katakan: aku pengikut Muhammad ﷺ, atau ya Allah! Limpahkanlah shalawat kepada Muhammad, dan yang serupa dengan itu.
وَقَوْلُهُ: "الَّتِي عَلَيْهَا خَاتَمُهُ": الْخَاتَمُ بِمَعْنَى التَّوْقِيعِ.
Dan perkataannya: "yang di atasnya stempel beliau": Stempel bermakna tanda tangan.
وَقَوْلُهُ: "وَصِيَّةُ مُحَمَّدٍ ﷺ "، لَيْسَتْ وَصِيَّةً مَكْتُوبَةً مَخْتُومًا عَلَيْهَا، لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَمْ يُوصِ بِشَيْءٍ، وَيَدُلُّ لِذَٰلِكَ: أَنَّ أَبَا جُحَيْفَةَ سَأَلَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ: " هَلْ عَهِدَ إِلَيْكُمُ النَّبِيُّ ﷺ بِشَيْءٍ؟ فَقَالَ: لَا، وَالَّذِي فَلَقَ الْحَبَّةَ، وَبَرَأَ النَّسَمَةَ؛ إِلَّا فَهْمًا يُؤْتِيهِ اللَّهُ تَعَالَىٰ رَجُلًا فِي الْقُرْآنِ، وَمَا فِي هَٰذِهِ الصَّحِيفَةِ.
Dan perkataannya: "wasiat Muhammad ﷺ ", bukanlah wasiat tertulis yang dimeterai, karena Nabi ﷺ tidak berwasiat dengan sesuatu, dan menunjukkan hal itu: bahwa Abu Juhaifah bertanya kepada Ali bin Abi Thalib: "Apakah Nabi ﷺ pernah berpesan kepada kalian tentang sesuatu?" Maka dia menjawab: "Tidak, demi Dzat yang membelah biji dan menciptakan ruh; kecuali pemahaman yang Allah Ta'ala berikan kepada seseorang tentang Al-Qur'an, dan apa yang ada dalam lembaran ini.
_________
١ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةُ: ١٥٣.
1 Surat Al-An'am ayat: 153.
٢ سُورَةُ النُّورِ آيَةُ: ٦٣.
2 Surat An-Nur ayat: 63.

مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟. قُلْتُ، اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا.

Apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya, dan apa hak hamba-hamba atas Allah? Aku berkata, Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.

_________
قَوْلُهُ: "مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ؟ ": أَيْ: مَا أَوْجَبَهُ عَلَيْهِمْ، وَمَا يَجِبُ أَنْ يُعَامِلُوهُ بِهِ، وَأَلْقَاهُ عَلَى مُعَاذٍ بِصِيغَةِ السُّؤَالِ، لِيَكُونَ أَشَدَّ حُضُورًا لِقَلْبِهِ حَتَّى يَفْهَمَ مَا يَقُولُهُ ﷺ
Perkataannya: "Apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya?": Yakni, apa yang Dia wajibkan atas mereka, dan apa yang wajib mereka perlakukan kepada-Nya, dan beliau mengajukannya kepada Mu'adz dalam bentuk pertanyaan, agar lebih menghadirkan hatinya sehingga ia memahami apa yang beliau ﷺ katakan.
قَوْلُهُ: "وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟ ": أَيْ: مَا يَجِبُ أَنْ يُعَامِلَهُمْ بِهِ، وَالْعِبَادُ لَمْ يُوجِبُوا شَيْئًا، بَلِ اللهُ أَوْجَبَهُ عَلَى نَفْسِهِ فَضْلًا مِنْهُ عَلَى عِبَادِهِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنْكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ ١.
Perkataannya: "Dan apa hak hamba-hamba atas Allah?": Yakni, apa yang wajib Dia perlakukan kepada mereka, dan para hamba tidak mewajibkan sesuatu apa pun, tetapi Allah mewajibkannya atas diri-Nya sendiri sebagai karunia dari-Nya atas hamba-hamba-Nya, Allah Ta'ala berfirman: "Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertobat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Al-An'am: 54).
فَأَوْجَبَ سُبْحَانَهُ عَلَى نَفْسِهِ أَنْ يَرْحَمَ مَنْ عَمِلَ سُوءٍ بِجَهَالَةٍ، أَيْ: بِسَفَهٍ وَعَدَمِ حُسْنِ تَصَرُّفٍ ثُمَّ تَابَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحَ. وَمَعْنَى كَتَبَ، أَيْ: أَوْجَبَ.
Maka Mahasuci Allah mewajibkan atas diri-Nya untuk merahmati orang yang melakukan keburukan karena kebodohan, yakni karena kecerobohan dan tidak baiknya tindakan, kemudian bertobat setelah itu dan memperbaiki diri. Dan makna kataba adalah aujaba (mewajibkan).
قَوْلُهُ: "قُلْتُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ": لَفْظُ الْجَلَالَةِ: مُبْتَدَأٌ وَ"رَسُولُهُ": مَعْطُوفٌ عَلَيْهِ، وَأَعْلَمُ: خَبَرُ الْمُبْتَدَأِ، وَأُفْرِدَ الْخَبَرُ هُنَا مَعَ أَنَّهُ لِاثْنَيْنِ، لِأَنَّهُ عَلَى تَقْدِيرِ: "مَنْ"، وَاسْمُ التَّفْضِيلِ إِذَا كَانَ عَلَى تَقْدِيرِ: "مَنْ"، فَإِنَّ الْأَشْهَرَ فِيهِ الْإِفْرَادُ وَالتَّذْكِيرُ.
Perkataannya: "Aku berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui": Lafaz Al-Jalalah adalah mubtada' (subjek) dan "Rasul-Nya" adalah ma'thuf (kata yang dihubungkan), sedangkan a'lam adalah khabar al-mubtada' (predikat), dan khabar di sini dibuat mufrad (tunggal) meskipun untuk mutsanna (ganda), karena diperkirakan: "man" (siapa), dan ism at-tafdhil jika diperkirakan: "man", maka yang lebih masyhur adalah mufrad (tunggal) dan mudzakkar (maskulin).
وَالْمَعْنَى: أَعْلَمُ مِنْ غَيْرِهِمَا، وَأَعْلَمُ مِنِّي أَيْضًا.
Dan maknanya: lebih mengetahui daripada selain keduanya, dan juga lebih mengetahui dariku.
قَوْلُهُ: "يَعْبُدُوهُ": أَيْ: يَتَذَلَّلُوا لَهُ بِالطَّاعَةِ.
Perkataannya: "beribadah kepada-Nya": Yakni, merendahkan diri kepada-Nya dengan ketaatan.
قَوْلُهُ: "وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا": أَيْ: فِي عِبَادَتِهِ وَمَا يَخْتَصُّ بِهِ، وَشَيْئًا نَكِرَةٌ فِي سِيَاقِ النَّفْيِ، فَتَعُمُّ كُلَّ شَيْءٍ؛ لَا رَسُولًا، وَلَا مَلَكًا، وَلَا وَلِيًّا، وَلَا غَيْرَهُمْ.
Perkataannya: "dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun": Yakni, dalam ibadah kepada-Nya dan apa yang khusus bagi-Nya, dan kata syai'an adalah nakirah (indefinit) dalam konteks penafian, sehingga mencakup segala sesuatu; tidak rasul, tidak malaikat, tidak wali, dan tidak selain mereka.
_________
١ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةٌ: ٥٤.
1 Surah Al-An'am ayat: 54.

وَحَقُّ العِبَادِ عَلَى اللهِ، أنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا؟. قُلْتُ، يَا رَسُولَ اللهِ! أفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟......

Dan hak para hamba atas Allah, bahwa Dia tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu?. Aku berkata, wahai Rasulullah! Tidakkah aku kabarkan kepada manusia?......

_________
وَقَوْلُهُ: "وَحَقُّ العِبَادِ عَلَى اللهِ أنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا": وَهَذَا الحَقُّ تَفَضَّلَ اللهُ بِهِ عَلَى عِبَادِهِ، وَلَمْ يُوجِبْهُ عَلَيْهِ أحَدٌ، وَلَا تَظُنَّ أنَّ قَوْلَهُ: "مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا" أنَّهُ مُجَرَّدٌ عَنِ العِبَادَةِ، لِأنَّ التَّقْدِيرَ: مَنْ يَعْبُدُهُ وَلَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَلَمْ يَذْكُرْ قَوْلَهُ: "مَنْ يَعْبُدُهُ"، لِأنَّهُ مَفْهُومٌ مِنْ قَوْلِهِ: "وَحَقُّ العِبَادِ"، وَمَنْ كَانَ وَصْفُهُ العُبُودِيَّةَ، فَلَا بُدَّ أنْ يَكُونَ عَابِدًا.
Dan firman-Nya: "Dan hak para hamba atas Allah adalah bahwa Dia tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu": Dan hak ini adalah karunia Allah atas hamba-hamba-Nya, dan tidak ada seorang pun yang mewajibkannya atas-Nya, dan jangan kamu mengira bahwa firman-Nya: "Orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu" bahwa dia terlepas dari ibadah, karena takdirnya: Orang yang menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan Dia tidak menyebutkan firman-Nya: "Orang yang menyembah-Nya", karena ia dipahami dari firman-Nya: "Dan hak para hamba", dan barangsiapa yang sifatnya adalah penghambaan, maka dia pasti menjadi penyembah.
وَمَنْ لَمْ يَعْبُدِ اللهَ وَلَمْ يُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا; هَلْ يُعَذَّبُ؟
Dan orang yang tidak menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu; apakah dia disiksa?
الجَوَابُ: نَعَمْ، يُعَذَّبُ، لِأنَّ الكَلَامَ فِيهِ حَذْفٌ، وَتَقْدِيرُهُ: مَنْ يَعْبُدُهُ وَلَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَيَدُلُّ لِهَذَا أمْرَانِ:
Jawabannya: Ya, dia disiksa, karena dalam perkataan ini ada penghapusan, dan takdirnya: Orang yang menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, dan ada dua hal yang menunjukkan ini:
الأوَّلُ: قَوْلُهُ: "حَقُّ العِبَادِ"، وَمَنْ كَانَ وَصْفُهُ العُبُودِيَّةَ; فَلَا بُدَّ أنْ يَكُونَ عَابِدًا.
Pertama: Firman-Nya: "Hak para hamba", dan barangsiapa yang sifatnya adalah penghambaan; maka dia pasti menjadi penyembah.
الثَّانِي: أنَّ هَذَا فِي مُقَابِلِ قَوْلِهِ فِيمَا تَقَدَّمَ: "أنْ يَعْبُدُوهُ، وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا"; فَعُلِمَ أنَّ المُرَادَ بِقَوْلِهِ: "لَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا"; أيْ: فِي العِبَادَةِ.
Kedua: Bahwa ini bertentangan dengan firman-Nya sebelumnya: "Hendaklah mereka menyembah-Nya, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu"; maka diketahui bahwa yang dimaksud dengan firman-Nya: "Tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu"; yaitu: dalam ibadah.
قَوْلُهُ: "أفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ ": أيْ: أأسْكُتُ فَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ وَمِثْلُ هَذَا التَّرْكِيبِ: الهَمْزَةُ ثُمَّ حَرْفُ العَطْفِ ثُمَّ الجُمْلَةُ، لِعُلَمَاءِ النَّحْوِ فِيهِ قَوْلَانِ:
Firman-Nya: "Tidakkah aku kabarkan kepada manusia ": Yakni: Apakah aku diam saja dan tidak mengabarkan kepada manusia? Dan susunan seperti ini: Hamzah kemudian huruf 'athaf kemudian jumlah, para ulama nahwu memiliki dua pendapat dalam hal ini:
الأوَّلُ: أنَّ بَيْنَ الهَمْزَةِ وَحَرْفِ العَطْفِ مَحْذُوفًا يُقَدَّرُ بِمَا يُنَاسِبُ المَقَامَ، وَتَقْدِيرُهُ هُنَا: أأسْكُتُ فَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟
Pertama: Bahwa antara hamzah dan huruf 'athaf ada sesuatu yang dihapus yang ditafsirkan sesuai dengan keadaannya, dan takdirnya di sini adalah: Apakah aku diam saja dan tidak mengabarkan kepada manusia?
الثَّانِي: أنَّهُ لَا شَيْءَ مَحْذُوفٌ، لَكِنْ هُنَا تَقْدِيمٌ وَتَأخِيرٌ، وَتَقْدِيرُهُ: فَأَلَا أُبَشِّرُ؟ فَالجُمْلَةُ مَعْطُوفَةٌ عَلَى مَا سَبَقَ، وَمَوْضِعُ الفَاءِ سَابِقٌ عَلَى
Kedua: Bahwa tidak ada sesuatu yang dihapus, tetapi di sini ada taqdim dan ta'khir, dan takdirnya: Tidakkah aku kabarkan? Maka jumlah itu ma'thuf atas apa yang telah lalu, dan posisi fa' itu sebelum

قَالَ: لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا ". أَخْرَجَاهُ فِي "الصَّحِيحَيْنِ"١.

Dia berkata: Jangan berikan kabar gembira kepada mereka (tentang hal ini), sehingga mereka bersandar (padanya) dan tidak melakukan amal.". Hadits ini diriwayatkan di dalam "Ash-Shahihain"١.

_________
الْهَمْزَةُ، فَالْأَصْلُ: فَأَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ لَكِنْ لَمَّا كَانَ مِثْلُ هَذَا التَّرْكِيبُ رَكِيكًا، وَهَمْزَةُ الِاسْتِفْهَامِ لَهَا الصَّدَارَةُ، قُدِّمَتْ عَلَى حَرْفِ الْعَطْفِ، وَمِثْلُ ذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْأِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ﴾ ٢ وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿أَفَلَا تُبْصِرُونَ﴾، وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ﴾ ٣.
Hamzah (pada kalimat tanya), asalnya adalah: "Afala ubassyirun-naas?". Akan tetapi, ketika susunan seperti ini lemah, dan hamzah istifham (kata tanya) memiliki hak didahulukan, maka ia didahulukan atas huruf 'athaf (kata penghubung). Demikian pula firman Allah Ta'ala: "Afala yanzhuruna ilal ibili kaifa khuliqat"٢. Dan firman-Nya: "Afala tubshirun", serta firman-Nya: "Afalam yasiru fil ardh"٣.
وَالْبُشَارَةُ: هِيَ الْإِخْبَارُ بِمَا يَسُرُّ. وَقَدْ تُسْتَعْمَلُ فِي الْإِخْبَارِ بِمَا يَضُرُّ، وَمِنْهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ﴾ ٤ لَكِنَّ الْأَكْثَرَ الْأَوَّلُ.
Al-Busyra (kabar gembira) adalah: Memberitahu tentang sesuatu yang menyenangkan. Terkadang ia juga digunakan untuk memberitahu tentang sesuatu yang membahayakan, di antaranya firman Allah Ta'ala: "Fabasyirhum bi'adzaabin aliim"٤. Akan tetapi, yang paling banyak adalah yang pertama.
قَوْلُهُ: "لَا تُبَشِّرْهُمْ": أَيْ: لَا تُخْبِرْهُمْ، وَلَا نَاهِيَةٌ.
Perkataannya: "Laa tubassyirhum" maksudnya adalah: jangan beritahu mereka, dan "laa" di sini adalah larangan.
وَمَعْنَى الْحَدِيثِ أَنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَأَنَّ الْمَعَاصِيَ تَكُونُ مَغْفُورَةً بِتَحْقِيقِ التَّوْحِيدِ، وَنَهَى ﷺ عَنْ إِخْبَارِهِمْ، لِئَلَّا يَعْتَمِدُوا عَلَى هَذِهِ الْبُشْرَى دُونَ تَحْقِيقِ مُقْتَضَاهَا، لِأَنَّ تَحْقِيقَ التَّوْحِيدِ يَسْتَلْزِمُ اجْتِنَابَ الْمَعَاصِي، لِأَنَّ الْمَعَاصِيَ صَادِرَةٌ عَنِ الْهَوَى، وَهَذَا نَوْعٌ مِنَ الشِّرْكِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ﴾ ٥.
Makna hadits ini adalah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan bahwa maksiat akan diampuni dengan merealisasikan tauhid. Rasulullah ﷺ melarang memberitahu mereka, agar mereka tidak mengandalkan kabar gembira ini tanpa merealisasikan konsekuensinya. Karena merealisasikan tauhid mengharuskan menjauhi maksiat, sebab maksiat terjadi karena mengikuti hawa nafsu, dan ini adalah salah satu bentuk syirik. Allah Ta'ala berfirman: "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya."٥
وَمُنَاسَبَةُ الْحَدِيثِ لِلتَّرْجَمَةِ
Kesesuaian hadits dengan judul bab
فَضِيلَةُ التَّوْحِيدِ، وَأَنَّهُ مَانِعٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ.
Keutamaan tauhid, dan bahwa ia adalah penghalang dari adzab Allah.
_________
١رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ اللِّبَاسِ، بَابُ إِرْدَافِ الرَّجُلِ خَلْفَ الرَّجُلِ، ٤/٨٤)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْإِيمَانِ، بَابُ الدَّلِيلِ عَلَى أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى التَّوْحِيدِ دَخَلَ الْجَنَّةَ، ١/٥٨) .
١ Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (Kitab pakaian, Bab Membonceng di belakang seseorang, ٤/٨٤), dan Muslim (Kitab Iman, Bab Dalil bahwa orang yang meninggal dalam keadaan tauhid masuk surga, ١/٥٨) .
٢ سُورَةُ الْغَاشِيَةِ آيَةٌ: ١٧.
٢ Surat Al-Ghasyiyah ayat: 17.
٣ سُورَةُ يُوسُفَ آيَةٌ: ١٠٩.
٣ Surat Yusuf ayat: 109.
٤ سُورَةُ آلِ عِمْرَانَ آيَةٌ: ٢١.
٤ Surat Ali 'Imran ayat: 21.
٥ سُورَةُ الْجَاثِيَةِ آيَةٌ: ٢٣.
٥ Surat Al-Jatsiyah ayat: 23.

· فِيهِ مَسَائِلُ:

· Dalam hal ini terdapat beberapa masalah:

الْأُولَى: الْحِكْمَةُ فِي خَلْقِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ.

Pertama: Hikmah penciptaan jin dan manusia.

الثَّانِيَةُ: أَنَّ الْعِبَادَةَ هِيَ التَّوْحِيدُ، لِأَنَّ الْخُصُومَةَ فِيهِ.

Kedua: Bahwa ibadah adalah tauhid, karena perselisihan ada padanya.

_________
الْمَسَائِلُ:
Masalah-masalah:
· الْأُولَى: الْحِكْمَةُ مِنْ خَلْقِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ: أَخَذَهَا ﵀ُ مِنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ ١ فَالْحِكْمَةُ هِيَ عِبَادَةُ اللهِ، لَا أَنْ يَتَمَتَّعُوا بِالْمَآكِلِ وَالْمَشَارِبِ وَالْمَنَاكِحِ.
· Pertama: Hikmah penciptaan jin dan manusia: Penulis mengambilnya dari firman Allah Ta'ala: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." [1] Maka hikmahnya adalah beribadah kepada Allah, bukan untuk menikmati makanan, minuman, dan pernikahan.
· الثَّانِيَةُ: أَنَّ الْعِبَادَةَ هِيَ التَّوْحِيدُ: أَيْ: أَنَّ الْعِبَادَةَ مَبْنِيَّةٌ عَلَى التَّوْحِيدِ، فَكُلُّ عِبَادَةٍ لَا تَوْحِيدَ فِيهَا لَيْسَتْ بِعِبَادَةٍ، لَا سِيَّمَا أَنَّ بَعْضَ السَّلَفِ فَسَّرُوا قَوْلَهُ تَعَالَى: ﴿إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ إِلَّا لِيُوَحِّدُونِ.
· Kedua: Bahwa ibadah adalah tauhid: Yaitu bahwa ibadah dibangun di atas tauhid, maka setiap ibadah yang tidak ada tauhid di dalamnya bukanlah ibadah, terutama bahwa sebagian Salaf menafsirkan firman Allah Ta'ala: "Kecuali supaya mereka menyembah-Ku" dengan "Kecuali supaya mereka mentauhidkan-Ku".
وَهَذَا مُطَابِقٌ تَمَامًا لِمَا اسْتَنْبَطَهُ الْمُؤَلِّفُ ﵀ُ مِنْ أَنَّ الْعِبَادَةَ هِيَ التَّوْحِيدُ، فَكُلُّ عِبَادَةٍ لَا تُبْنَى عَلَى التَّوْحِيدِ فَهِيَ بَاطِلَةٌ، قَالَ ﷺ "قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ "٢.
Dan ini sesuai sepenuhnya dengan apa yang disimpulkan oleh penulis bahwa ibadah adalah tauhid, maka setiap ibadah yang tidak dibangun di atas tauhid adalah batil. Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: Aku adalah sekutu yang paling tidak membutuhkan sekutu dalam syirik. Barangsiapa beramal dengan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan kesyirikannya." [2]
وَقَوْلُهُ: "لِأَنَّ الْخُصُومَةَ فِيهِ": أَيْ فِي التَّوْحِيدِ بَيْنَ الرَّسُولِ ﷺ وَقُرَيْشٍ، فَقُرَيْشٌ يَعْبُدُونَ اللهَ؛ يَطُوفُونَ لَهُ، وَيُصَلُّونَ، وَلَكِنْ عَلَى غَيْرِ الْإِخْلَاصِ وَالْوَجْهِ الشَّرْعِيِّ، فَهِيَ كَالْعَدَمِ لِعَدَمِ الْإِتْيَانِ بِالتَّوْحِيدِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ﴾ ٣.
Dan perkataan beliau: "Karena perselisihan ada padanya": Yaitu dalam tauhid antara Rasulullah ﷺ dan kaum Quraisy. Kaum Quraisy menyembah Allah; mereka melakukan thawaf untuk-Nya dan shalat, tetapi tidak dengan ikhlas dan cara yang syar'i. Maka itu seperti ketiadaan karena tidak adanya perwujudan tauhid. Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya." [3]
_________
١ سُورَةُ الذَّارِيَاتِ آيَةٌ: ٥٦.
1 Surat Adz-Dzariyat ayat: 56.
٢ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَوَاهُ: مُسْلِمٌ (كِتَابُ الزُّهْدِ، بَابُ مَنْ أَشْرَكَ فِي عَمَلِهِ غَيْرَ اللهِ، ٤/ ٢٢٨٩) .
2 Dari hadits Abu Hurairah, diriwayatkan oleh: Muslim (Kitab Az-Zuhd, Bab Orang yang Menyekutukan Selain Allah dalam Amalnya, 4/2289).
٣ سُورَةُ التَّوْبَةِ آيَةٌ: ٥٤.
3 Surat At-Taubah ayat: 54.

الثَّامِنَةُ: أَنَّ الطَّاغُوتَ عَامٌّ فِي كُلِّ مَا عُبِدَ مِن دُونِ اللهِ.

Kedelapan: Bahwa Thaghut itu umum mencakup segala sesuatu yang disembah selain Allah.

التَّاسِعَةُ: عَظِيمُ شَأْنِ الثَّلَاثِ آيَاتٍ المُحْكَمَاتِ فِي سُورَةِ الأَنْعَامِ عِنْدَ السَّلَفِ، وَفِيهَا عَشْرُ مَسَائِلَ، أَوَّلُهَا النَّهْيُ عَنِ الشِّرْكِ.

Kesembilan: Agungnya kedudukan tiga ayat muhkamat dalam surah Al-An'am menurut ulama salaf, dan di dalamnya terdapat sepuluh masalah, yang pertama adalah larangan syirik.

العَاشِرَةُ: الآيَاتُ المُحْكَمَاتُ فِي سُورَةِ الإِسْرَاءِ وَفِيهَا ثَمَانِي عَشْرَةَ مَسْأَلَةً، بَدَأَهَا اللهُ بِقَوْلِهِ: ﴿لَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَّخْذُولًا﴾

Kesepuluh: Ayat-ayat muhkamat dalam surah Al-Isra' yang di dalamnya terdapat delapan belas masalah, Allah memulainya dengan firman-Nya: "Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela dan terhina."

_________
النَّاسُ أَنفُسُهُمْ يَلْعَنُونَ هَٰذَا الشَّخْصَ وَيَكْرَهُونَهُ، وَيَرَوْنَهُ مُخِلًّا بِالأَدَبِ مُؤْذِيًا لِلْمُسْلِمِينَ، فَهَٰذَا شَيْءٌ آخَرُ.
Orang-orang sendiri melaknat orang ini, membencinya, dan menganggapnya tidak beradab serta menyakiti umat Islam, maka ini adalah hal lain.
فَدُعَاءُ الْقَبْرِ شِرْكٌ، لَٰكِنْ لَا يُمْكِنُ أَنْ نَقُولَ لِشَخْصٍ مُعَيَّنٍ فَعَلَهُ: هَٰذَا مُشْرِكٌ، حَتَّىٰ نَعْرِفَ قِيَامَ الْحُجَّةِ عَلَيْهِ، أَوْ نَقُولَ: هَٰذَا مُشْرِكٌ بِاعْتِبَارِ ظَاهِرِ حَالِهِ.
Maka berdoa kepada kuburan adalah syirik, tetapi kita tidak bisa mengatakan kepada orang tertentu yang melakukannya: Orang ini musyrik, sampai kita mengetahui tegaknya hujjah atasnya, atau kita katakan: Orang ini musyrik berdasarkan zhahir keadaannya.
·الثَّامِنَةُ: أَنَّ الطَّاغُوتَ عَامٌّ فِي كُلِّ مَا عُبِدَ مِن دُونِ اللهِ: فَكُلُّ مَا عُبِدَ مِن دُونِ اللهِ، فَهُوَ طَاغُوتٌ، وَقَدْ عَرَّفَهُ ابْنُ الْقَيِّمِ: بِأَنَّهُ كُلُّ مَا تَجَاوَزَ بِهِ الْعَبْدُ حَدَّهُ مِنْ مَعْبُودٍ أَوْ مَتْبُوعٍ أَوْ مُطَاعٍ١ فَالْمَعْبُودُ كَالصَّنَمِ، وَالْمَتْبُوعُ كَالْعَالِمِ، وَالْمُطَاعُ كَالْأَمِيرِ.
·Kedelapan: Bahwa Thaghut itu umum mencakup segala sesuatu yang disembah selain Allah: Maka segala sesuatu yang disembah selain Allah adalah thaghut, dan Ibnul Qayyim telah mendefinisikannya: Bahwa thaghut adalah segala sesuatu yang seorang hamba melampaui batas padanya, baik yang disembah, diikuti, atau ditaati.¹ Yang disembah seperti berhala, yang diikuti seperti ulama, dan yang ditaati seperti penguasa.
·التَّاسِعَةُ: عَظِيمُ شَأْنِ الثَّلَاثِ آيَاتٍ الْمُحْكَمَاتِ فِي سُورَةِ الْأَنْعَامِ: الْمُحْكَمَاتُ، أَيِ: الَّتِي لَيْسَ فِيهَا نَسْخٌ، أَخَذَ ذَٰلِكَ مِنْ قَوْلِ ابْنِ مَسْعُودٍ (.
·Kesembilan: Agungnya kedudukan tiga ayat muhkamat dalam surah Al-An'am: Muhkamat, yaitu: Yang tidak ada nasakh padanya, beliau mengambil hal itu dari perkataan Ibnu Mas'ud (.
·الْعَاشِرَةُ: الْآيَاتُ الْمُحْكَمَاتُ فِي سُورَةِ الْإِسْرَاءِ: وَهِيَ قَوْلُهُ
·Kesepuluh: Ayat-ayat muhkamat dalam surah Al-Isra': Yaitu firman-Nya
_________
١ انظر: (ص ٢٨) في تقييد عبارة ابن القيم ﵀.
¹ Lihat: (hal. 28) dalam pembatasan ungkapan Ibnul Qayyim ﵀.

١ وَخَتَمَهَا بِقَوْلِهِ: ﴿وَلَا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتُلْقَىٰ فِى جَهَنَّمَ مَلُومًا مَّدْحُورًا﴾ ٢ وَنَبَّهَنَا ٱللَّهُ سُبْحَانَهُ عَلَىٰ عِظَمِ شَأْنِ هَٰذِهِ ٱلْمَسَائِلِ بِقَوْلِهِ: ﴿ذَٰلِكَ مِمَّآ أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ ٱلْحِكْمَةِ﴾ ٣.

1 Dan ditutup dengan firman-Nya: "Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah)." 2 Dan Allah Subhanahu telah mengingatkan kita akan pentingnya masalah-masalah ini dengan firman-Nya: "Yang demikian itu adalah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu." 3.

ٱلْحَادِيَةَ عَشْرَةَ: ءَايَةُ سُورَةِ ٱلنِّسَآءِ ٱلَّتِى تُسَمَّىٰ ءَايَةَ ٱلْحُقُوقِ ٱلْعَشْرَةِ بَدَأَهَا ٱللَّهُ تَعَالَىٰ بِقَوْلِهِ: ﴿وَٱعْبُدُوا ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا﴾ ٤.

Kesebelas: Ayat surah An-Nisa' yang disebut ayat sepuluh hak, dimulai oleh Allah Ta'ala dengan firman-Nya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." 4.

_________
تَعَالَىٰ: ﴿وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ﴾ ٥ وَفِيهَا ثَمَانِى عَشْرَةَ مَسْأَلَةً بَدَأَهَا بِقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿لَا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَّخْذُولًا﴾ ٦ وَخَتَمَهَا بِقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿وَلَا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتُلْقَىٰ فِى جَهَنَّمَ مَلُومًا مَّدْحُورًا﴾ ٧.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia." 5 Di dalamnya terdapat delapan belas masalah yang dimulai dengan firman Allah Ta'ala: "Janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." 6 Dan ditutup dengan firman Allah Ta'ala: "Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)." 7.
وَقَدْ نَبَّهَنَا ٱللَّهُ- سُبْحَانَهُ- عَلَىٰ عِظَمِ شَأْنِ هَٰذِهِ ٱلْمَسَائِلِ بِقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿ذَٰلِكَ مِمَّآ أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ ٱلْحِكْمَةِ﴾ ٨ فَبَدَأَهَا ٱللَّهُ بِٱلنَّهْىِ عَنِ ٱلشِّرْكِ بِقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿لَا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَّخْذُولًا﴾ ٩ وَٱلْقَاعِدُ لَيْسَ قَآئِمًا، لِأَنَّهُ لَا خَيْرَ لِمَنْ أَشْرَكَ بِٱللَّهِ، (مَذْمُومًا) عِنْدَ ٱللَّهِ وَعِنْدَ أَوْلِيَآئِهِ، (مَخْذُولًا) لَا يَنْتَصِرُ فِى ٱلدُّنْيَا وَلَا فِى ٱلْآخِرَةِ. وَخَتَمَهَا بِقَوْلِهِ: ﴿وَلَا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتُلْقَىٰ فِى جَهَنَّمَ مَلُومًا مَّدْحُورًا﴾ ١٠ فَهَٰذِهِ عُقُوبَتُهُ عِنْدَمَا يُلْقَى فِى ٱلنَّارِ، كُلٌ يَلُومُهُ وَيَدْحَرُهُ، فَيَنْدَحِرُ، وَٱلْعِيَاذُ بِٱللَّهِ.
Dan Allah -Mahasuci Dia- telah mengingatkan kita akan besarnya perkara ini dengan firman-Nya: "Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu." 8 Maka Allah memulainya dengan larangan berbuat syirik, dengan firman-Nya: "Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela dan terhina." 9 Dan orang yang duduk bukanlah orang yang berdiri, karena tidak ada kebaikan bagi orang yang menyekutukan Allah, (tercela) di sisi Allah dan di sisi para wali-Nya, (terhina) ia tidak akan menang di dunia maupun di akhirat. Dan Allah menutupnya dengan firman-Nya: "Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)." 10 Maka inilah hukumannya ketika dilemparkan ke dalam neraka, semua mencela dan menghardiknya, lalu ia terhina, kita berlindung kepada Allah.
·ٱلْحَادِيَةَ عَشْرَةَ: ءَايَةُ سُورَةِ ٱلنِّسَآءِ ٱلَّتِى تُسَمَّىٰ ءَايَةَ ٱلْحُقُوقِ ٱلْعَشْرَةِ بَدَأَهَا بِقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿وَٱعْبُدُوا ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا﴾ ١١ فَأَحَقُّ ٱلْحُقُوقِ
Kesebelas: Ayat surah An-Nisa' yang disebut ayat sepuluh hak, dimulai dengan firman Allah Ta'ala: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun." 11 Maka hak yang paling benar
_________
١ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٢٢.
1 Surah Al-Isra' ayat 22.
٢ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٣٩.
2 Surah Al-Isra' ayat 39.
٣ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٣٩.
3 Surah Al-Isra' ayat 39.
٤ سُورَةُ ٱلنِّسَآءِ ءَايَةٌ: ٣٦.
4 Surah An-Nisa' ayat 36.
٥ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٢٣.
5 Surah Al-Isra' ayat 23.
٦ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٢٢.
6 Surah Al-Isra' ayat 22.
٧ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٣٩.
7 Surah Al-Isra' ayat 39.
٨ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٣٩.
8 Surah Al-Isra' ayat 39.
٩ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٢٢.
9 Surah Al-Isra' ayat 22.
١٠ سُورَةُ ٱلْإِسْرَآءِ ءَايَةٌ: ٣٩.
10 Surah Al-Isra' ayat 39.
١١ سُورَةُ ٱلنِّسَآءِ ءَايَةٌ: ٣٦.
11 Surah An-Nisa' ayat 36.

السَّادِسَةَ عَشْرَةَ: جَوَازُ كِتْمَانِ الْعِلْمِ لِلْمَصْلَحَةِ.

Keenam belas: Diperbolehkan menyembunyikan ilmu demi kemaslahatan.

السَّابِعَةَ عَشْرَةَ: اسْتِحْبَابُ بِشَارَةِ الْمُسْلِمِ بِمَا يَسُرُّهُ.

Ketujuh belas: Disunnahkan memberi kabar gembira kepada seorang muslim dengan sesuatu yang menyenangkannya.

_________
أَنَّ مُعَاذًا أَخْبَرَ بِهَا تَأَثُّمًا، أَيْ خُرُوجًا مِنْ إِثْمِ الْكِتْمَانِ عِنْدَ مَوْتِهِ، بَعْدَ أَنْ مَاتَ كَثِيرٌ مِنَ الصَّحَابَةِ، وَكَأَنَّهُرَضِيَ اللهُ عَنْهُعَلِمَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَخْشَى أَنْ يُفْتَتَنَ النَّاسُ بِهَا، وَيَتَّكِلُوا، وَلَمْ يُرِدْ ﷺ كِتْمَانَهَا مُطْلَقًا؛ لِأَنَّهُ لَوْ أَرَادَ ذَلِكَ لَمْ يُخْبِرْ بِهَا مُعَاذًا وَلَا غَيْرَهُ.
Bahwa Muadz mengabarkannya karena merasa berdosa, yakni keluar dari dosa menyembunyikannya ketika kematiannya, setelah banyak sahabat yang meninggal, dan seolah-olah dia radhiyallahu 'anhu mengetahui bahwa Nabi ﷺ khawatir orang-orang akan tergoda dengannya, dan bersandar kepadanya, dan Nabi ﷺ tidak menginginkan untuk menyembunyikannya secara mutlak; karena jika beliau menginginkan itu, tentu beliau tidak akan memberitahu Muadz dan tidak pula yang lainnya.
·السَّادِسَةَ عَشْرَةَ: جَوَازُ كِتْمَانِ الْعِلْمِ لِلْمَصْلَحَةِ: هَذِهِ لَيْسَتْ عَلَى إِطْلَاقِهَا، إِذْ إِنَّ كِتْمَانَ الْعِلْمِ عَلَى سَبِيلِ الْإِطْلَاقِ لَا يَجُوزُ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِمَصْلَحَةٍ، وَلِهَذَا أَخْبَرَ النَّبِيُّ ﷺ مُعَاذًا وَلَمْ يَكْتُمْ ذَلِكَ مُطْلَقًا، وَأَمَّا كِتْمَانُ الْعِلْمِ فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ، أَوْ عَنْ بَعْضِ الْأَشْخَاصِ لَا عَلَى سَبِيلِ الْإِطْلَاقِ، فَجَائِزٌ لِلْمَصْلَحَةِ، كَمَا كَتَمَ النَّبِيُّ ﷺ ذَلِكَ عَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ؛ خَشْيَةَ أَنْ يَتَّكِلُوا عَلَيْهِ، وَقَالَ لِمُعَاذٍ: " لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا " ١.
Keenam belas: Diperbolehkan menyembunyikan ilmu demi kemaslahatan: Ini tidak berlaku secara mutlak, karena sesungguhnya menyembunyikan ilmu secara mutlak tidak diperbolehkan karena hal itu bukanlah maslahah (kebaikan). Oleh karena itu, Nabi ﷺ memberitahu Muadz dan tidak menyembunyikannya secara mutlak. Adapun menyembunyikan ilmu dalam sebagian keadaan, atau dari sebagian orang dan tidak secara mutlak, maka diperbolehkan demi kemaslahatan, sebagaimana Nabi ﷺ menyembunyikan hal itu dari para sahabat lainnya; karena khawatir mereka akan bersandar kepadanya, dan beliau bersabda kepada Muadz: "Jangan kau gembirakan mereka, nanti mereka bersandar (kepada hal itu)" ¹.
وَنَظِيرُ هَذَا الْحَدِيثِ قَوْلُهُ ﷺ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: " بَشِّرِ النَّاسَ أَنَّ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ " ٢ بَلْ قَدْ تَقْتَضِي الْمَصْلَحَةُ تَرْكَ الْعَمَلِ، وَإِنْ كَانَ فِيهِ مَصْلَحَةٌ لِرُجْحَانِ مَصْلَحَةِ التَّرْكِ، كَمَا هَمَّ النَّبِيُّ ﷺ أَنْ يَهْدِمَ الْكَعْبَةَ وَيَبْنِيَهَا عَلَى قَوَاعِدِ إِبْرَاهِيمَ، وَلَكِنْ تَرَكَ ذَلِكَ خَشْيَةَ افْتِتَانِ النَّاسِ، لِأَنَّهُمْ حَدِيثُو عَهْدٍ بِكُفْرٍ٣.
Hadis yang serupa dengan ini adalah sabda beliau ﷺ kepada Abu Hurairah: "Gembirakanlah manusia bahwa barangsiapa yang mengucapkan: Laa ilaaha illallah (Tiada tuhan selain Allah) dengan ikhlas dari hatinya, maka dia akan masuk surga" ². Bahkan terkadang kemaslahatan menuntut untuk meninggalkan suatu amalan, meskipun di dalamnya terdapat maslahat, karena maslahah meninggalkannya lebih kuat, sebagaimana Nabi ﷺ berkeinginan untuk menghancurkan Ka'bah dan membangunnya kembali di atas pondasi Ibrahim, tetapi beliau meninggalkan hal itu karena khawatir akan menggoda manusia, karena mereka baru saja meninggalkan kekufuran³.
·السَّابِعَةَ عَشْرَةَ: اسْتِحْبَابُ بِشَارَةِ الْمُسْلِمِ بِمَا يَسُرُّهُ لِقَوْلِهِ: " أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ " وَهَذِهِ مِنْ أَحْسَنِ الْفَوَائِدِ.
Ketujuh belas: Disunnahkan memberi kabar gembira kepada seorang muslim dengan sesuatu yang menyenangkannya, berdasarkan sabda beliau: "Tidakkah aku gembirakan manusia?" Dan ini termasuk faidah yang paling baik.
_________
١ سَبَقَ تَخْرِيجُهُ (ص ٤٨) .
¹ Telah disebutkan takhrij (sumber pengambilan)-nya sebelumnya (hal. 48).
٢ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَوَاهُ: مُسْلِمٌ (كِتَابُ الْإِيمَانِ، بَابُ الدَّلِيلِ عَلَى أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى التَّوْحِيدِ دَخَلَ الْجَنَّةَ، ١/٥٩) .
² Dari hadis Abu Hurairah, diriwayatkan oleh: Muslim (Kitab Al-Iman, Bab Dalil bahwa barangsiapa yang meninggal dalam keadaan tauhid akan masuk surga, 1/59).
٣ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ الْحَجِّ، بَابُ فَضْلِ مَكَّةَ، ١/٤٨٧)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْحَجِّ، بَابُ نَقْضِ الْكَعْبَةِ ٢/٩٦٩) .
³ Dari hadis Aisyah, diriwayatkan oleh: Al-Bukhari (Kitab Haji, Bab Keutamaan Makkah, 1/487), dan Muslim (Kitab Haji, Bab Membongkar Ka'bah 2/969).

الثَّامِنَةَ عَشْرَةَ: الْخَوْفُ مِنَ الاتِّكَالِ عَلَى سَعَةِ رَحْمَةِ اللهِ.

Kedelapan belas: Takut bersandar pada luasnya rahmat Allah.

_________
·الثَّامِنَةَ عَشْرَةَ: الْخَوْفُ مِنَ الاتِّكَالِ عَلَى سَعَةِ رَحْمَةِ اللهِ: وَذَلِكَ لِقَوْلِهِ: " لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا "؛ لِأَنَّ الاتِّكَالَ عَلَى رَحْمَةِ اللهِ يُسَبِّبُ مَفْسَدَةً عَظِيمَةً هِيَ الْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ.
·Kedelapan belas: Takut bersandar pada luasnya rahmat Allah: Hal itu berdasarkan sabda beliau: "Jangan beri kabar gembira pada mereka sehingga mereka bersandar"; karena bersandar pada rahmat Allah menyebabkan kerusakan besar yaitu merasa aman dari makar Allah.
وَكَذَلِكَ الْقُنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ، يُبْعِدُ الْإِنْسَانَ مِنَ التَّوْبَةِ، وَيُسَبِّبُ الْيَأْسَ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ، وَلِهَذَا قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: "يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ سَائِرًا إِلَى اللهِ بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ، فَأَيُّهُمَا غَلَبَ هَلَكَ صَاحِبُهُ"، فَإِذَا غَلَبَ الرَّجَاءُ أَدَّى ذَلِكَ إِلَى الْأَمْنِ مِنْ مَكْرِ اللهِ، وَإِذَا غَلَبَ الْخَوْفُ أَدَّى ذَلِكَ إِلَى الْقُنُوطِ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ.
Demikian pula putus asa dari rahmat Allah, menjauhkan manusia dari taubat, dan menyebabkan putus asa dari rahmat Allah. Oleh karena itu, Imam Ahmad berkata: "Hendaknya ia berjalan menuju Allah antara rasa takut dan harap, mana yang mendominasi maka binasalah pemiliknya". Jika harapan mendominasi maka itu akan mengarah pada rasa aman dari makar Allah, dan jika rasa takut mendominasi maka itu akan mengarah pada putus asa dari rahmat Allah.
وَقَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: إِنْ كَانَ مَرِيضًا غَلَّبَ جَانِبَ الرَّجَاءِ، وَإِنْ كَانَ صَحِيحًا غَلَّبَ جَانِبَ الْخَوْفِ. وَقَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: إِذَا نَظَرَ إِلَى رَحْمَةِ اللهِ وَفَضْلِهِ؛ غَلَّبَ جَانِبَ الرَّجَاءِ، وَإِذَا نَظَرَ إِلَى فِعْلِهِ وَعَمَلِهِ؛ غَلَّبَ جَانِبَ الْخَوْفِ لِتَحْصُلَ التَّوْبَةُ.
Sebagian ulama berkata: Jika ia sakit, hendaknya ia mengedepankan sisi harapan, dan jika ia sehat, hendaknya ia mengedepankan sisi takut. Sebagian ulama berkata: Jika ia memandang rahmat Allah dan karunia-Nya; hendaknya ia mengedepankan sisi harapan, dan jika ia memandang perbuatan dan amalnya; hendaknya ia mengedepankan sisi takut agar terwujud taubat.
وَيَسْتَدِلُّونَ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ﴾ ١ أَيْ: خَائِفَةٌ أَنْ لَا يُكَوِّنَ تُقْبَلَ مِنْهُمْ لِتَقْصِيرٍ أَوْ قُصُورٍ، وَهَذَا الْقَوْلُ جَيِّدٌ، وَقِيلَ: يُغَلِّبُ الرَّجَاءَ عِنْدَ فِعْلِ الطَّاعَةِ لِيُحْسِنَ الظَّنَّ بِاللهِ، وَيُغَلِّبُ جَانِبَ الْخَوْفِ إِذَا هَمَّ بِالْمَعْصِيَةِ؛ لِئَلَّا يَنْتَهِكَ حُرُمَاتِ اللهِ.
Mereka berdalil dengan firman Allah Ta'ala: "Dan orang-orang yang memberikan apa yang mereka berikan dengan hati yang takut" 1 yaitu: takut jika tidak diterima dari mereka karena kekurangan atau kelemahan, dan pendapat ini baik. Ada yang mengatakan: Hendaknya mengedepankan harapan ketika melakukan ketaatan agar berprasangka baik kepada Allah, dan mengedepankan sisi takut jika berniat bermaksiat; agar tidak melanggar keharaman Allah.
وَفِي قَوْلِهِ: " أَفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟ " ٢ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ التَّبْشِيرَ مَطْلُوبٌ فِيمَا يُسَرُّ مِنْ أَمْرِ الدِّينِ وَالدُّنْيَا، وَلِذَلِكَ بَشَّرَتِ الْمَلَائِكَةُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ﴾ ٣ وَهُوَ إِسْحَاقُ، وَالْحَلِيمُ إِسْمَاعِيلُ، وَبَشَّرَ النَّبِيُّ ﷺ أَهْلَهُ بِابْنِهِ إِبْرَاهِيمَ، فَقَالَ: " وُلِدَ لِي اللَّيْلَةَ وَلَدٌ
Dalam sabdanya: "Tidakkah aku memberi kabar gembira kepada orang-orang?" 2 terdapat dalil bahwa memberi kabar gembira itu dituntut dalam perkara agama dan dunia yang menyenangkan. Oleh karena itu, para malaikat memberi kabar gembira kepada Ibrahim. Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan seorang anak yang alim" 3 yaitu Ishaq, sedangkan yang halim adalah Ismail. Nabi ﷺ memberi kabar gembira kepada keluarganya dengan kelahiran putranya Ibrahim, beliau bersabda: "Telah lahir untukku seorang anak malam ini
_________
١ سورة المؤمنون آية: ٦٠.
1 Surah Al-Mu'minun ayat: 60.
٢ سبق تخريجه (ص ٤٨) .
2 Telah disebutkan takhrij-nya (hal. 48).
٣ سورة الذاريات آية: ٢٨.
3 Surah Adz-Dzariyat ayat: 30.

التَّاسِعَةَ عَشْرَةَ: قَوْلُ الْمَسْؤُولِ عَمَّا لَا يَعْلَمُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ.

Kesembilan belas: Ucapan orang yang ditanya tentang sesuatu yang ia tidak ketahui: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.

_________
سَمَّيْتُهُ بِاسْمِ أَبِي إِبْرَاهِيمَ "١. فَيُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ يَنْبَغِي لِلْإِنْسَانِ إِدْخَالُ السُّرُورِ عَلَى إِخْوَانِهِ الْمُسْلِمِينَ مَا أَمْكَنَ بِالْقَوْلِ أَوْ بِالْفِعْلِ، لِيَحْصُلَ لَهُ بِذَلِكَ خَيْرٌ كَثِيرٌ، وَرَاحَةٌ، وَطُمَأْنِينَةُ قَلْبٍ، وَانْشِرَاحُ صَدْرٍ.
Aku menamainya dengan nama ayahku Ibrahim."1 Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa seseorang sebaiknya memberikan kegembiraan kepada saudara-saudaranya sesama Muslim semampunya, baik dengan perkataan maupun perbuatan, agar ia mendapatkan banyak kebaikan, ketenangan, ketentraman hati, dan lapang dada.
وَعَلَيْهِ، فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُدْخِلَ السُّوءَ عَلَى الْمُسْلِمِ، وَلِهَذَا يُرْوَى عَنِ النَّبِيِّ ﷺ: " لَا يُحَدِّثَنِّي أَحَدٌ عَنْ أَحَدٍ بِشَيْءٍ، فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَخْرُجَ إِلَيْكُمْ وَأَنَا سَلِيمُ الصَّدْرِ "٢. وَهَذَا الْحَدِيثُ فِيهِ ضَعْفٌ، لَكِنَّ مَعْنَاهُ صَحِيحٌ، لِأَنَّهُ إِذَا ذُكِرَ عِنْدَكَ رَجُلٌ بِسُوءٍ، فَسَيَكُونُ فِي قَلْبِكَ عَلَيْهِ شَيْءٌ وَلَوْ أَحْسَنَ مُعَامَلَتَكَ، لَكِنْ إِذَا كُنْتَ تُعَامِلُهُ وَأَنْتَ لَا تَعْلَمُ عَنْ سَيِّئَاتِهِ، وَلَا مَحْذُورَ فِي أَنْ تَتَعَامَلَ مَعَهُ، كَانَ هَذَا طَيِّبًا، وَرُبَّمَا يَقْبَلُ مِنْكَ النَّصِيحَةَ أَكْثَرَ، وَالنُّفُوسُ يَنْفِرُ بَعْضُهَا مِنْ بَعْضٍ قَبْلَ الْأَجْسَامِ، وَهَذِهِ مَسَائِلُ دَقِيقَةٌ تَظْهَرُ لِلْعَاقِلِ بِالتَّأَمُّلِ.
Oleh karena itu, tidak seharusnya memasukkan keburukan kepada seorang Muslim. Untuk itu, diriwayatkan dari Nabi ﷺ: "Janganlah sekali-kali seseorang menceritakan kepadaku tentang sesuatu dari orang lain, karena sesungguhnya aku ingin keluar menemui kalian dalam keadaan hati yang bersih."2 Hadits ini memang lemah, tetapi maknanya benar. Karena jika seseorang disebutkan kejelekannya di hadapanmu, maka akan ada sesuatu tentangnya di hatimu meskipun dia berbuat baik kepadamu. Namun jika engkau memperlakukannya sementara engkau tidak mengetahui keburukannya, dan tidak ada larangan untuk berinteraksi dengannya, maka ini adalah baik. Mungkin dia akan lebih menerima nasihatmu. Jiwa-jiwa itu saling menjauh satu sama lain sebelum tubuh, dan ini adalah persoalan yang halus yang tampak bagi orang yang berakal dengan perenungan.
·التَّاسِعَةَ عَشْرَةَ: قَوْلُ الْمَسْؤُولِ عَمَّا لَا يَعْلَمُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ: وَذَلِكَ لِإِقْرَارِ النَّبِيِّ ﷺ مُعَاذًا لَمَّا قَالَهَا، وَلَمْ يُنْكِرِ النَّبِيُّ ﷺ عَلَى مُعَاذٍ، حَيْثُ عَطَفَ رَسُولَ اللهِ ﷺ عَلَى اللهِ بِالْوَاوِ، وَأَنْكَرَ عَلَى مَنْ قَالَ: " مَا
Kesembilan belas: Ucapan orang yang ditanya tentang sesuatu yang ia tidak ketahui: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Hal itu karena Nabi ﷺ menyetujui Mu'adz ketika mengucapkannya. Nabi ﷺ tidak mengingkari Mu'adz, di mana ia menggabungkan Rasulullah ﷺ dengan Allah menggunakan huruf waw. Namun beliau mengingkari orang yang mengatakan: "Apa
_________
١ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ ﵁، رَوَاهُ: مُسْلِمٌ (كِتَابُ الْفَضَائِلِ، بَابُ رَحْمَتِهِ ﷺ الصِّبْيَانَ وَالْعِيَالَ، ٤/١٨٠٧) .
1 Dari hadits Anas ﵁, diriwayatkan oleh Muslim (Kitab Keutamaan, Bab Kasih Sayangnya ﷺ terhadap Anak-anak dan Keluarga, 4/1807).
٢ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ، رَوَاهُ: أَبُو دَاوُدَ (كِتَابُ الْأَدَبِ، بَابٌ فِي رَفْعِ الْحَدِيثِ مِنَ الْمَجْلِسِ، ٥/١٨٣) - وَسَكَتَ عَنْهُ-، وَالتِّرْمِذِيُّ (الْمَنَاقِبُ، بَابٌ فِي فَضْلِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ ﷺ، رَقْمُ ٣٨٩٣) - وَقَالَ: "غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ"- وَأَحْمَدُ فِي "الْمُسْنَدِ" (١/٣٩٥) . وَفِي إِسْنَادِهِ عِنْدَهُمُ الْوَلِيدُ بْنُ هِشَامٍ أَوِ ابْنُ أَبِي هِشَامٍ الْكُوفِيُّ، مَسْتُورٌ; كَمَا فِي "تَقْرِيبِ التَّهْذِيبِ" (٢/٣٣٦) . وَزَيْدُ بْنُ زَائِدَةَ; قَالَ ابْنُ حَجَرٍ فِي "التَّقْرِيبِ" (١/٢٧٤): "مَقْبُولٌ"، وَبَاقِي رِجَالِهِ ثِقَاتٌ. وَصَحَّحَهُ أَحْمَدُ شَاكِرٌ ﵀ فِي تَحْقِيقِهِ لـِ "الْمُسْنَدِ" (٣٧٥٩) .
2 Dari hadits Ibnu Mas'ud, diriwayatkan oleh: Abu Dawud (Kitab Adab, Bab tentang Mengangkat Hadits dari Majelis, 5/183) - dan ia diam tentangnya-, Tirmidzi (Manaqib, Bab tentang Keutamaan Istri-istri Nabi ﷺ, nomor 3893) - dan ia berkata: "Gharib dari jalur ini"-, dan Ahmad dalam "Musnad" (1/395). Dalam sanadnya menurut mereka terdapat Al-Walid bin Hisyam atau Ibnu Abi Hisyam Al-Kufi, mastuur (tidak diketahui keadaannya); sebagaimana dalam "Taqrib At-Tahdzib" (2/336). Dan Zaid bin Za'idah; Ibnu Hajar berkata dalam "At-Taqrib" (1/274): "Maqbul (diterima haditsnya jika didukung periwayat lain)". Perawi lainnya adalah tsiqah (terpercaya). Dan Ahmad Syakir ﵀ menshahihkannya dalam tahqiq-nya terhadap "Musnad" (3759).

العشرُونَ: جَوازُ تَخصِيصِ بَعضِ النّاسِ بِالعِلمِ دُونَ بَعضٍ.

Duapuluh: bolehnya mengalokasikan ilmu kepada sebagian orang saja.

_________
شاءَ اللهُ وَشِئتَ، وَقالَ: أَجَعَلتَنِي لِلّهِ نِدًّا؟! بَل ما شاءَ اللهُ وَحدَهُ "١.
Allah menghendaki dan engkau menghendaki. Orang itu kemudian berkata, "Apakah engkau menjadikanku tandingan bagi Allah?! Sebaliknya, hanya apa yang Allah kehendaki sendiri."1.
فَيُقالُ: إِنَّ الرَّسولَ ﷺ عِندَهُ مِنَ العُلومِ الشَّرعِيَّةِ ما لَيسَ عِندَ القائِلِ، وَلِهذا لَم يُنكِرِ الرَّسولُ ﷺ عَلى مُعاذٍ، بِخِلافِ العُلومِ الكَونِيَّةِ القَدَرِيَّةِ، فَالرَّسولُ ﷺ لَيسَ عِندَهُ عِلمٌ مِنها.
Maka dikatakan: Sungguh Rasulullah ﷺ memiliki ilmu syariat yang tidak dimiliki oleh si penanya. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ tidak mengingkari Mu'adz, berbeda dengan ilmu kawniyyah (empiris) dan qadariyyah (hal gaib), yang mana Rasulullah ﷺ tidak memiliki ilmu tentangnya.
فَلَو قِيلَ: هَل يَحرُمُ صَومُ العِيدَينِ؟ جازَ أَن نَقولَ: اللهُ وَرَسولُهُ أَعلَمُ، وَلِهذا كانَ الصَّحابَةُ إِذا أَشكَلَت عَلَيهِمُ المَسائِلُ؛ ذَهَبوا إِلى رَسولِ اللهِ ﷺ فَيُبَيِّنُها لَهُم، وَلَو قِيلَ: هَل يُتَوَقَّعُ نُزولُ مَطَرٍ فِي هذا الشَّهرِ؟ لَم يَجُز أَن نَقولَ: اللهُ وَرَسولُهُ أَعلَمُ؛ لِأَنَّهُ مِنَ العُلومِ الكَونِيَّةِ.
Jika ditanyakan, "Apakah berpuasa pada dua hari raya itu haram?" Kita boleh menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Oleh karena itu, jika para sahabat menghadapi masalah yang sulit, mereka pergi ke Rasulullah ﷺ untuk meminta penjelasan. Namun jika ditanyakan, "Apakah hujan akan turun bulan ini?" Tidak boleh kita menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui," karena itu termasuk ilmu kawniyyah (empiris).
·العِشرُونَ: جَوازُ تَخصِيصِ بَعضِ النّاسِ بِالعِلمِ دُونَ بَعضٍ: وَذلِكَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ خَصَّ هذا العِلمَ بِمُعاذٍ دُونَ أَبِي بَكرٍ وَعُمَرَ وَعُثمانَ وَعَلِيٍّ. فَيَجوزُ أَن نُخَصِّصَ بَعضَ النّاسِ بِالعِلمِ دُونَ بَعضٍ، حَيثُ إِنَّ بَعضَ النّاسِ لَو أَخبَرتَهُ بِشَيءٍ مِنَ العِلمِ افتَتَنَ، قالَ ابنُ مَسعودٍ: " إِنَّكَ لَن تُحَدِّثَ قَومًا بِحَدِيثٍ لا تَبلُغُهُ عُقولُهُم إِلّا كانَ لِبَعضِهِم فِتنَةً "٢ وَقالَ عَلِيٌّ:
Kedua puluh: Bolehnya mengkhususkan sebagian orang dengan ilmu tanpa yang lain, yaitu bahwa Nabi ﷺ mengkhususkan ilmu ini kepada Mu'adz, bukan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Maka boleh kita mengkhususkan sebagian orang dengan ilmu tanpa yang lain, karena jika sebagian orang diberi tahu sesuatu dari ilmu, mereka bisa tergoda. Ibnu Mas'ud berkata, "Sungguh, janganlah engkau menceritakan suatu hadits kepada suatu kaum yang akal mereka tidak mampu memahaminya, karena itu bisa menjadi fitnah bagi sebagian mereka."2 Dan Ali berkata:
_________
١ مِن حَدِيثِ ابنِ عَبّاسٍ، رَواهُ: أَحمَدُ; كَما فِي "المُسنَدِ" (١/٢١٤)، وَابنُ ماجَه (كِتابُ الكَفّاراتِ، بابُ النَّهيِ أَن يُقالَ: ما شاءَ اللهُ وَشِئتَ، ١/٦٨٤) . وَقالَ البُوصِيرِيُّ فِي "الزَّوائِدِ": "وَفِي إِسنادِهِ الأَجلَحُ بنُ عَبدِ اللهِ، مُختَلَفٌ فِيهِ، ضَعَّفَهُ الإِمامُ أَحمَدُ وَأَبو حاتِمٍ وَالنَّسائِيُّ وَأَبو داوُدَ وَابنُ سَعدٍ، وَوَثَّقَهُ ابنُ مَعِينٍ وَيَعقوبُ بنُ سُفيانَ وَالعِجلِيُّ، وَباقِي الإِسنادِ ثِقاتٌ". وَرَواهُ أَيضًا: الطَّبَرانِيُّ فِي "الكَبِيرِ" (١٣٠٠٥)، وَالبَيهَقِيُّ فِي، "السُّنَنِ" (٣/٢١٧) .
1 Dari hadits Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh: Ahmad; sebagaimana dalam "Al-Musnad" (1/214), dan Ibnu Majah (Kitab Al-Kaffaraat, Bab larangan mengatakan: Apa yang Allah dan engkau kehendaki, 1/684). Al-Bushiri berkata dalam "Az-Zawaid": "Dalam sanadnya terdapat Al-Ajlah bin Abdullah, diperselisihkan, didhaifkan oleh Imam Ahmad, Abu Hatim, An-Nasa'i, Abu Dawud, dan Ibnu Sa'd. Namun dipercaya oleh Ibnu Ma'in, Ya'qub bin Sufyan, dan Al-'Ijli. Selain itu para perawi lainnya terpercaya." Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabrani dalam "Al-Kabir" (13005), dan Al-Baihaqi dalam "As-Sunan" (3/217).
٢ رَواهُ: مُسلِمٌ فِي مُقَدِّمَةِ "صَحِيحِهِ" (١/١١) .
2 Diriwayatkan oleh Muslim di muqaddimah "Shahih"-nya (1/11).

الْحَادِيَةُ وَالْعِشْرُونَ: تَوَاضُعُهُ ﷺ لِرُكُوبِ الْحِمَارِ مَعَ الْإِرْدَافِ عَلَيْهِ.

Kedua puluh satu: Kerendahan hati beliau ﷺ untuk menaiki keledai bersama penumpang di belakangnya.

الثَّانِيَةُ وَالْعِشْرُونَ: جَوَازُ الْإِرْدَافِ عَلَى الدَّابَّةِ.

Kedua puluh dua: Diperbolehkannya membonceng pada kendaraan.

الثَّالِثَةُ وَالْعِشْرُونَ: عِظَمُ شَأْنِ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ.

Kedua puluh tiga: Pentingnya masalah ini.

الرَّابِعَةُ وَالْعِشْرُونَ: فَضِيلَةُ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ.

Kedua puluh empat: Keutamaan Mu'adz bin Jabal.

_________
" حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ "١ فَيُحَدِّثُ كُلُّ أَحَدٍ حَسَبَ مَقْدِرَتِهِ وَفَهْمِهِ وَعَقْلِهِ.
"Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka pahami"¹. Setiap orang berbicara sesuai kemampuan, pemahaman, dan akalnya masing-masing.
الْحَادِيَةُ وَالْعِشْرُونَ: تَوَاضُعُهُ ﷺ لِرُكُوبِ الْحِمَارِ مَعَ الْإِرْدَافِ عَلَيْهِ: النَّبِيُّ ﷺ أَشْرَفُ الْخَلْقِ جَاهًا، وَمَعَ ذَلِكَ هُوَ أَشَدُّ النَّاسِ تَوَاضُعًا، حَيْثُ رَكِبَ الْحِمَارَ وَأَرْدَفَ عَلَيْهِ، وَهَذَا فِي غَايَةِ التَّوَاضُعِ، إِذْ إِنَّ عَادَةَ الْكُبَرَاءِ عَدَمُ الْإِرْدَافِ، وَرَكِبَ ﷺ الْحِمَارَ، وَلَوْ شَاءَ لَرَكِبَ مَا أَرَادَ، وَلَا مَنْقَصَةَ فِي ذَلِكَ، إِذْ إِنَّ مَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ.
Kedua puluh satu: Kerendahan hati beliau ﷺ untuk menaiki keledai bersama penumpang di belakangnya: Nabi ﷺ adalah makhluk yang paling mulia kedudukannya, namun beliau juga manusia yang paling rendah hati, di mana beliau menaiki keledai dan membonceng orang di belakangnya. Ini adalah puncak kerendahan hati, karena kebiasaan orang-orang besar adalah tidak membonceng. Beliau ﷺ menaiki keledai, padahal jika mau, beliau bisa menaiki apa saja yang diinginkan, dan tidak ada kekurangan dalam hal itu, karena sesungguhnya siapa yang merendahkan diri karena Allah, Dia akan mengangkatnya.
الثَّانِيَةُ وَالْعِشْرُونَ: جَوَازُ الْإِرْدَافِ عَلَى الدَّابَّةِ: وَذَلِكَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَرْدَفَ مُعَاذًا، لَكِنْ يُشْتَرَطُ لِلْإِرْدَافِ أَنْ لَا يَشُقَّ عَلَى الدَّابَّةِ، فَإِنْ شَقَّ، لَمْ يَجُزْ ذَلِكَ.
Kedua puluh dua: Diperbolehkannya membonceng pada kendaraan: Hal itu karena Nabi ﷺ membonceng Mu'adz. Namun, disyaratkan untuk membonceng agar tidak memberatkan kendaraan. Jika memberatkan, maka tidak boleh.
الثَّالِثَةُ وَالْعِشْرُونَ: عِظَمُ شَأْنِ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ: حَيْثُ أَخْبَرَ النَّبِيُّ ﷺ مُعَاذًا، وَجَعَلَهَا مِنَ الْأُمُورِ الَّتِي يُبَشَّرُ بِهَا.
Kedua puluh tiga: Pentingnya masalah ini: Di mana Nabi ﷺ memberitahu Mu'adz dan menjadikannya termasuk perkara yang layak disampaikan kabar gembira.
الرَّابِعَةُ وَالْعِشْرُونَ: فَضِيلَةُ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: وَذَلِكَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ خَصَّهُ بِهَذَا الْعِلْمِ، وَأَرْدَفَهُ مَعَهُ عَلَى الْحِمَارِ.
Kedua puluh empat: Keutamaan Mu'adz radhiyallahu 'anhu: Yaitu bahwa Nabi ﷺ mengkhususkannya dengan ilmu ini dan memboncengnya bersama beliau di atas keledai.
_________
١ رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ الْعِلْمِ، بَابُ مَنْ تَرَكَ بَعْضَ الِاخْتِيَارِ مَخَافَةَ أَنْ يَقْصُرَ فَهْمُ بَعْضِ النَّاسِ عَنْهُ، ١/٦٢).
¹ Diriwayatkan oleh: Al-Bukhari (Kitab Ilmu, Bab Orang yang Meninggalkan Sebagian Pilihan karena Khawatir Pemahaman Sebagian Orang akan Kurang tentangnya, 1/62).

باب فضل التوحيد وما يكفر من الذنوب

بَابُ فَضْلِ التَّوْحِيدِ وَمَا يُكَفِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ

Bab Keutamaan Tauhid dan Dosa-dosa yang Dihapuskan oleh Tauhid

........................................................................

........................................................................

سَبَقَ أَنْ ذَكَرَ الْمُؤَلِّفُ كِتَابَ التَّوْحِيدِ، أَيْ: وُجُوبَ التَّوْحِيدِ، وَأَنَّهُ لَا بُدَّ مِنْهُ، وَأَنَّ مَعْنَى قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ ١؛ أَنَّ الْعِبَادَةَ لَا تَصِحُّ إِلَّا بِالتَّوْحِيدِ. وَهُنَا ذَكَرَ الْمُؤَلِّفُ فَضْلَ التَّوْحِيدِ، وَلَا يَلْزَمُ مِنْ ثُبُوتِ الْفَضْلِ لِلشَّيْءِ أَنْ يَكُونَ غَيْرَ وَاجِبٍ، بَلْ الْفَضْلُ مِنْ نَتَائِجِهِ وَآثَارِهِ. وَمِنْ ذَلِكَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ ثَبَتَ فَضْلُهَا بِقَوْلِهِ ﷺ "صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً" ٢ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ٣. وَلَا يَلْزَمُ مِنْ ثُبُوتِ الْفَضْلِ فِيهَا أَنْ تَكُونَ غَيْرَ وَاجِبَةٍ، إِذْ إِنَّ التَّوْحِيدَ أَوْجَبُ الْوَاجِبَاتِ، وَلَا تُقْبَلُ الْأَعْمَالُ

Sebelumnya penulis telah menyebutkan kitab Tauhid, yaitu: kewajiban bertauhid, bahwa tauhid adalah suatu keharusan, dan makna firman Allah Ta'ala: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku"_1; bahwa ibadah tidak sah kecuali dengan tauhid. Di sini penulis menyebutkan keutamaan tauhid, dan tidak lazim dari ketetapan keutamaan sesuatu menjadikannya tidak wajib, bahkan keutamaan adalah hasil dan pengaruhnya. Di antaranya adalah shalat berjamaah yang keutamaannya ditetapkan oleh sabda Nabi ﷺ: "Shalat berjamaah lebih utama dari shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat"_2 Muttafaqun 'alaih_3. Tidak lazim dari ketetapan keutamaan padanya menjadikannya tidak wajib, karena tauhid adalah kewajiban yang paling wajib, dan amalan tidak diterima

إِلَّا بِهِ، وَلَا يَتَقَرَّبُ الْعَبْدُ إِلَى رَبِّهِ إِلَّا بِهِ، وَمَعَ ذَلِكَ، فَفِيهِ فَضْلٌ.

kecuali dengannya, dan seorang hamba tidak dapat mendekatkan diri kepada Tuhannya kecuali dengannya. Meskipun demikian, di dalamnya terdapat keutamaan.

قَوْلُهُ: (وَمَا يُكَفِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ): مَعْطُوفٌ عَلَى "فَضْلٍ"؟ فَيَكُونُ الْمَعْنَى: بَابُ فَضْلِ التَّوْحِيدِ، وَبَابُ مَا يُكَفِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ، وَعَلَى هَذَا، فَالْعَائِدُ مَحْذُوفٌ وَالتَّقْدِيرُ مَا يُكَفِّرُهُ مِنَ الذُّنُوبِ. عَقَدَ هَذَا الْبَابَ لِأَمْرَيْنِ: الْأَوَّلُ: بَيَانُ فَضْلِ التَّوْحِيدِ.

Perkataannya: (dan dosa-dosa yang dihapuskan): Apakah ini ma'thuf (ikatan) kepada "keutamaan"? Maka maknanya: bab keutamaan tauhid, dan bab dosa-dosa yang dihapuskan, dan berdasarkan ini, maka kalimat yang kembali dihilangkan dan perkiraannya adalah dosa-dosa yang dihapuskan oleh tauhid. Beliau membuat bab ini untuk dua perkara: Pertama: penjelasan keutamaan tauhid.

الثَّانِي: بَيَانُ مَا يُكَفِّرُهُ مِنَ الذُّنُوبِ؛ لِأَنَّ مِنْ آثَارِ فَضْلِ التَّوْحِيدِ تَكْفِيرَ الذُّنُوبِ.

Kedua: penjelasan tentang dosa-dosa yang dihapuskan olehnya; karena di antara pengaruh keutamaan tauhid adalah penghapusan dosa-dosa.

_________
١ سُورَةُ الذَّارِيَاتِ آيَةُ: ٥٦.
_1 Surah Adz-Dzariyat ayat: 56.
٢ الْبُخَارِيُّ: الْأَذَانُ (٦٤٥)، وَمُسْلِمٌ: الْمَسَاجِدُ وَمَوَاضِعُ الصَّلَاةِ (٦٥٠)، وَالتِّرْمِذِيُّ: الصَّلَاةُ (٢١٥)، وَالنَّسَائِيُّ: الْإِمَامَةُ (٨٣٧)، وَابْنُ مَاجَهْ: الْمَسَاجِدُ وَالْجَمَاعَاتُ (٧٨٩)، وَأَحْمَدُ (٢/٦٥،٢/١٠٢،٢/١١٢)، وَمَالِكٌ: النِّدَاءُ لِلصَّلَاةِ (٢٩٠)، وَالدَّارِمِيُّ: الصَّلَاةُ (١٢٧٧) .
_2 Al-Bukhari: Adzan (645), Muslim: Masjid dan Tempat Shalat (650), At-Tirmidzi: Shalat (215), An-Nasa'i: Imamah (837), Ibnu Majah: Masjid dan Jamaah (789), Ahmad (2/65, 2/102, 2/112), Malik: Seruan untuk Shalat (290), dan Ad-Darimi: Shalat (1277).
٣ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ فِي (كِتَابِ الْأَذَانِ، بَابِ فَضْلِ صَلَاةِ الْجَمَاعَةِ، ١/ ٢١٦)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْمَسَاجِدِ، بَابُ فَضْلِ صَلَاةِ الْجَمَاعَةِ، ١/٤٥٠) .
_3 Dari hadits Ibnu Umar, diriwayatkan oleh: Al-Bukhari dalam (Kitab Adzan, Bab Keutamaan Shalat Berjamaah, 1/216), dan Muslim (Kitab Masjid, Bab Keutamaan Shalat Berjamaah, 1/450).

وَقَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ﴾ ١ الآيَةُ.

Dan firman Allah Ta'ala: "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman"1 ayat.

_________
فَمِنْ فَوَائِدِ التَّوْحِيدِ:
Maka di antara manfaat tauhid:
١. أَنَّهُ أَكْبَرُ دِعَامَةٍ لِلرَّغْبَةِ فِي الطَّاعَةِ؛ لِأَنَّ الْمُوَحِّدَ يَعْمَلُ لِلهِ- ﷾، وَعَلَيْهِ، فَهُوَ يَعْمَلُ سِرًّا وَعَلَانِيَةً، أَمَّا غَيْرُ الْمُوَحِّدِ، كَالْمُرَائِي مَثَلًا، فَإِنَّهُ يَتَصَدَّقُ وَيُصَلِّي، وَيَذْكُرُ اللهَ إِذَا كَانَ عِنْدَهُ مَنْ يَرَاهُ فَقَطْ، وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: "إِنِّي لَأَوَدُّ أَنْ أَتَقَرَّبَ إِلَى اللهِ بِطَاعَةٍ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ".
1. Bahwa itu adalah pilar terbesar bagi keinginan dalam ketaatan, karena muwahhid beramal untuk Allah ﷾ dan atasnya, maka dia beramal secara rahasia dan terang-terangan. Adapun selain muwahhid, seperti orang yang riya misalnya, dia bersedekah, sholat, dan menyebut Allah jika ada yang melihatnya saja. Karena itu sebagian Salaf berkata: "Sungguh aku ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan ketaatan yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia."
٢. أَنَّ الْمُوَحِّدِينَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ﴾ ٢.
2. Bahwa para muwahhid memiliki keamanan dan mereka mendapatkan hidayah, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka mendapat petunjuk."2
قَوْلُهُ: ﴿وَلَمْ يَلْبِسُوا﴾ أَيْ: يَخْلِطُوا.
Firman-Nya: "wa lam yalbisuu" artinya: mencampuradukkan.
قَوْلُهُ: "بِظُلْمٍ": الظُّلْمُ هُنَا مَا يُقَابِلُ الْإِيمَانَ، وَهُوَ الشِّرْكُ، وَلَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ شَقَّ ذَلِكَ عَلَى الصَّحَابَةِ، وَقَالُوا: أَيُّنَا لَمْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ "لَيْسَ الْأَمْرُ كَمَا تَظُنُّونَ، إِنَّمَا الْمُرَادُ بِهِ الشِّرْكُ"٣ أَلَمْ تَسْمَعُوا إِلَى قَوْلِ الرَّجُلِ الصَّالِحِ- يَعْنِي لُقْمَانَ -: ﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾ ٤٥.
Firman-Nya: "bizhulmin": Kezaliman di sini adalah lawan dari iman, yaitu syirik. Ketika ayat ini turun, itu terasa berat bagi para sahabat, mereka berkata: "Siapa di antara kami yang tidak menzalimi dirinya?" Maka Nabi ﷺ bersabda: "Perkaranya tidak seperti yang kalian sangka. Sesungguhnya yang dimaksud dengannya adalah syirik."3 Tidakkah kalian mendengar perkataan seorang laki-laki yang saleh -yakni Luqman-: "Sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar."45
وَالظُّلْمُ أَنْوَاعٌ:
Dan kezaliman ada beberapa jenis:
١. أَظْلَمُ الظُّلْمِ: وَهُوَ الشِّرْكُ فِي حَقِّ اللهِ.
1. Kezaliman yang paling zalim: yaitu syirik terhadap hak Allah.
_________
١ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةُ: ٨٢.
1 Surat Al-An'am ayat 82.
٢ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةُ: ٨٢.
2 Surat Al-An'am ayat 82.
٣ الْبُخَارِيُّ: اسْتِتَابَةُ الْمُرْتَدِّينَ وَالْمُعَانِدِينَ وَقِتَالُهُمْ (٦٩٣٧)، وَمُسْلِمٌ: الْإِيمَانُ (١٢٤)، وَالتِّرْمِذِيُّ: تَفْسِيرُ الْقُرْآنِ (٣٠٦٧)، وَأَحْمَدُ (١/٣٧٨،١/٤٢٤،١/٤٤٤).
3 Al-Bukhari: Meminta pertobatan orang-orang murtad dan orang-orang yang menentang serta memerangi mereka (6937), Muslim: Iman (124), At-Tirmidzi: Tafsir Al-Qur'an (3067), dan Ahmad (1/378, 1/424, 1/444).
٤ سُورَةُ لُقْمَانَ آيَةُ: ١٣.
4 Surat Luqman ayat 13.
٥ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ: (كِتَابُ الْأَنْبِيَاءِ، بَابُ قَوْلِ اللهِ تَعَالَى: وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ، ٢/٤٨٤).
5 Dari hadits Ibnu Mas'ud, diriwayatkan oleh: Al-Bukhari: (Kitab Para Nabi, Bab Firman Allah Ta'ala: "Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman", 2/484).

.......................................................................

.......................................................................

٢. ظُلْمُ الإِنْسَانِ نَفْسَهُ: فَلَا يُعْطِيهَا حَقَّهَا، مِثْلَ أَنْ يَصُومَ فَلَا يُفْطِرَ، وَيَقُومَ فَلَا يَنَامَ.

2. Kezaliman manusia terhadap dirinya sendiri: Dia tidak memberikan haknya, seperti berpuasa dan tidak berbuka, bangun dan tidak tidur.

٣. ظُلْمُ الإِنْسَانِ غَيْرَهُ: مِثْلَ أَنْ يَتَعَدَّى عَلَى شَخْصٍ بِالضَّرْبِ، أَوِ القَتْلِ، أَوْ أَخْذِ مَالٍ، أَوْ مَا أَشْبَهَ ذَلِكَ. وَإِذَا انْتَفَى الظُّلْمُ؛ حَصَلَ الأَمْنُ، لَكِنْ هَلْ هُوَ أَمْنٌ كَامِلٌ؟

3. Kezaliman manusia terhadap orang lain: Seperti menyerang seseorang dengan pemukulan, pembunuhan, mengambil harta, atau yang serupa dengan itu. Dan jika kezaliman hilang; maka akan ada keamanan, tetapi apakah itu keamanan yang sempurna?

الجَوَابُ: إِنَّهُ إِنْ كَانَ الإِيمَانُ كَامِلًا لَمْ يُخَالِطْهُ مَعْصِيَةٌ، فَالأَمْنُ أَمْنٌ مُطْلَقٌ، أَيْ كَامِلٌ، وَإِذَا كَانَ الإِيمَانُ مُطْلَقَ إِيمَانٍ- غَيْرَ كَامِلٍ-، فَلَهُ مُطْلَقُ الأَمْنِ، أَيْ: أَمْنٌ نَاقِصٌ.

Jawabannya: Jika iman itu sempurna dan tidak bercampur dengan kemaksiatan, maka keamanan adalah keamanan mutlak, yaitu sempurna. Dan jika iman itu iman mutlak -tidak sempurna-, maka ia memiliki keamanan mutlak, yaitu: keamanan yang tidak sempurna.

مِثَالُ ذَلِكَ: مُرْتَكِبُ الكَبِيرَةِ، آمِنٌ مِنَ الخُلُودِ فِي النَّارِ، وَغَيْرُ آمِنٍ مِنَ العَذَابِ، بَلْ هُوَ تَحْتَ المَشِيئَةِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ ١ وَهَذِهِ الآيَةُ قَالَهَا اللهُ تَعَالَى حُكْمًا بَيْنَ إِبْرَاهِيمَ وَقَوْمِهِ حِينَ قَالَ لَهُمْ: ﴿وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ﴾ ٢ إِلَى قَوْلِهِ: ﴿إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ﴾ ٣ الآيَةَ، عَلَى أَنَّهُ قَدْ يَقُولُ قَائِلٌ: إِنَّهَا مِنْ كَلَامِ إِبْرَاهِيمَ لِيُبَيِّنَ لِقَوْمِهِ؛ وَلِهَذَا قَالَ بَعْدَهَا: ﴿وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ﴾ ٤.

Contohnya: Pelaku dosa besar, aman dari kekekalan di neraka, tetapi tidak aman dari siksaan, bahkan ia berada di bawah kehendak Allah. Allah Ta'ala berfirman: \"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.\" \u00b9 Dan ayat ini Allah Ta'ala mengatakannya sebagai hukum antara Ibrahim dan kaumnya ketika ia berkata kepada mereka: \"Mengapa aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah)\" \u00b2 sampai firman-Nya: \"jika kamu mengetahui\" Maka Allah Ta'ala berfirman: \"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik)\" \u00b3 Ayat ini, berdasarkan bahwa mungkin ada yang mengatakan: Sesungguhnya ia adalah perkataan Ibrahim untuk menjelaskan kepada kaumnya; oleh karena itu ia berkata setelahnya: \"Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya\" \u2074.

وَقَوْلُهُ: "بِالأَمْنِ": أَل فِيهَا لِلْجِنْسِ، وَلِهَذَا فَسَّرْنَا الأَمْنَ بِأَنَّهُ إِمَّا أَمْنٌ مُطْلَقٌ، وَإِمَّا مُطْلَقُ أَمْنٍ، حَسَبَ الظُّلْمِ الَّذِي تَلَبَّسَ بِهِ.

Dan perkataannya: \"dengan keamanan\": \"Al\" di dalamnya adalah untuk jenis, oleh karena itu kami menafsirkan keamanan bahwa ia adakalanya keamanan mutlak, dan adakalanya mutlak keamanan, sesuai dengan kezaliman yang melekat padanya.

وَقَوْلُهُ: "وَهُمْ مُهْتَدُونَ": أَيْ: فِي الدُّنْيَا إِلَى شَرْعِ اللهِ بِالعِلْمِ وَالعَمَلِ، فَالاهْتِدَاءُ بِالعِلْمِ هِدَايَةُ إِرْشَادٍ. وَالاهْتِدَاءُ بِالعَمَلِ: هِدَايَةُ تَوْفِيقٍ، وَهُمْ مُهْتَدُونَ فِي الآخِرَةِ إِلَى الجَنَّةِ. كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي أَصْحَابِ

Dan perkataannya: \"dan mereka mendapat petunjuk\": Maksudnya: di dunia kepada syariat Allah dengan ilmu dan amal. Maka mendapatkan petunjuk dengan ilmu adalah petunjuk bimbingan, dan mendapatkan petunjuk dengan amal adalah petunjuk taufik. Dan mereka mendapat petunjuk di akhirat menuju surga, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman tentang para sahabat

_________
١ سُورَةُ النِّسَاءِ آيَةُ: ٤٨.
\u00b9 QS. An-Nisa' ayat: 48.
٢ سُورَةُ الأَنْعَامِ آيَةُ: ٨١.
\u00b2 QS. Al-An'am ayat: 81.
٣ سُورَةُ الأَنْعَامِ آيَةُ: ٨٢.
\u00b3 QS. Al-An'am ayat: 82.
٤ سُورَةُ الأَنْعَامِ آيَةُ: ٨٣.
\u2074 QS. Al-An'am ayat: 83.

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ "مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ...............................................................

Dari 'Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Allah..............................................................."

_________
الْجَحِيمِ: ﴿احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ﴾ ١ فَهَذِهِ هِدَايَةُ الْآخِرَةِ، وَهِيَ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا إِلَى صِرَاطِ الْجَحِيمِ، فَيَكُونُ مُقَابِلَهَا أَنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَظْلِمُوا، يُهْدَوْنَ إِلَى صِرَاطِ النَّعِيمِ.
al-Jahim: ﴿Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah selain Allah, maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka﴾¹ Ini adalah hidayah (petunjuk) di akhirat, yaitu bagi orang-orang yang zalim ke jalan neraka. Maka lawannya adalah orang-orang yang beriman dan tidak berbuat zalim, mereka diberi petunjuk ke jalan kenikmatan.
وَقَالَ كَثِيرٌ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ﴾ ٢ إِنَّ الْأَمْنَ فِي الْآخِرَةِ، وَالْهِدَايَةَ فِي الدُّنْيَا، وَالصَّوَابُ أَنَّهَا عَامَّةٌ بِالنِّسْبَةِ لِلْأَمْنِ وَالْهِدَايَةِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.
Dan banyak mufasir mengatakan tentang firman Allah Ta'ala: ﴿Mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan﴾² bahwa keamanan adalah di akhirat, dan hidayah di dunia. Yang benar, ayat itu umum (mencakup) keamanan dan hidayah di dunia dan akhirat.
مُنَاسَبَةُ الْآيَةِ لِلتَّرْجَمَةِ
Kesesuaian ayat dengan judul bab
أَنَّ اللهَ أَثْبَتَ الْأَمْنَ لِمَنْ لَمْ يُشْرِكْ، وَالَّذِي لَمْ يُشْرِكْ يَكُونُ مُوَحِّدًا، فَدَلَّ عَلَى أَنَّ مِنْ فَضَائِلِ التَّوْحِيدِ اسْتِقْرَارَ الْأَمْنِ.
Bahwa Allah menetapkan keamanan bagi orang yang tidak menyekutukan-Nya. Dan orang yang tidak menyekutukan-Nya berarti mengesakan-Nya (bertauhid). Ini menunjukkan bahwa di antara keutamaan tauhid adalah terwujudnya keamanan.
قَوْلُهُ: "مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ": الشَّهَادَةُ لَا تَكُونُ إِلَّا عَنْ عِلْمٍ سَابِقٍ، قَالَ تَعَالَى: ﴿إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾ ٣ وَهَذَا الْعِلْمُ قَدْ يَكُونُ مُكْتَسَبًا وَقَدْ يَكُونُ غَرِيزِيًّا.
Perkataannya: "Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah": Kesaksian tidak terjadi kecuali dengan ilmu sebelumnya. Allah Ta'ala berfirman, ﴿Kecuali orang yang bersaksi dengan benar, sedang mereka mengetahui﴾³ Dan ilmu ini terkadang diusahakan (muktasab) dan terkadang bersifat naluri (gharizi).
فَالْعِلْمُ بِأَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ غَرِيزِيٌّ، قَالَ ﷺ "كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ" ٤.
Maka ilmu bahwa tidak ada ilah selain Allah bersifat naluri (gharizi). Nabi ﷺ bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah."⁴
وَقَدْ يَكُونُ مُكْتَسَبًا، وَذَلِكَ بِتَدَبُّرِ آيَاتِ اللهِ، وَالتَّفَكُّرِ فِيهَا.
Dan terkadang diusahakan (muktasab), yaitu dengan merenungkan ayat-ayat Allah dan memikirkannya.
_________
١ سُورَةُ الصَّافَّاتِ آيَة: ٢٣.
¹ Surah Ash-Shaffat ayat 23.
٢ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَة: ٨٢.
² Surah Al-An'am ayat 82.
٣ سُورَةُ الزُّخْرُفِ آيَة: ٨٦.
³ Surah Az-Zukhruf ayat 86.
٤ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ فِي (كِتَابِ الْجَنَائِزِ، بَابِ إِذَا أَسْلَمَ الصَّبِيُّ فَمَاتَ، ١/٤١٦)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْقَدَرِ، بَابُ مَعْنَى كُلِّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، ٤/٢٠٤٧).
⁴ Dari hadits Abu Hurairah, diriwayatkan oleh: Al-Bukhari dalam (Kitab Jenazah, Bab Jika Anak Kecil Masuk Islam Kemudian Meninggal, 1/416), dan Muslim (Kitab Takdir, Bab Makna Setiap Anak Dilahirkan dalam Keadaan Fitrah, 4/2047).

.......................................................................

وَلَا بُدَّ أَنْ يُوجَدَ الْعِلْمُ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ثُمَّ الشَّهَادَةُ بِهَا.

Dan harus ada ilmu dengan la ilaha illa Allah kemudian persaksian dengannya.

وَقَوْلُهُ: (أَنْ): مُخَفَّفَةٌ مِنَ الثَّقِيلَةِ، وَالنُّطْقُ بِأَنَّ مُشَدَّدَةً خَطَأٌ، لِأَنَّ الْمُشَدَّدَةَ لَا يُمْكِنُ حَذْفُ اسْمِهَا، وَالْمُخَفَّفَةَ يُمْكِنُ حَذْفُهُ.

Dan perkataannya: (an): yang diringankan dari yang berat, dan mengucapkan anna yang ditasydid adalah salah, karena yang ditasydid tidak mungkin dihapus namanya, sedangkan yang diringankan dapat dihapus.

وَقَوْلُهُ: (لَا إِلَهَ): أَيْ: لَا مَأْلُوهَ، وَلَيْسَ بِمَعْنَى لَا آلِهَ، وَالْمَأْلُوهُ: هُوَ الْمَعْبُودُ مَحَبَّةً وَتَعْظِيمًا، تُحِبُّهُ وَتُعَظِّمُهُ؛ لِمَا تَعْلَمُ مِنْ صِفَاتِهِ الْعَظِيمَةِ، وَأَفْعَالِهِ الْجَلِيلَةِ.

Dan perkataannya: (la ilaha): yakni: tidak ada yang disembah, dan bukan bermakna tidak ada tuhan. Dan yang disembah: Dia yang diibadahi dengan kecintaan dan pengagungan, kamu mencintai-Nya dan mengagungkan-Nya; karena apa yang kamu ketahui dari sifat-sifat-Nya Yang Agung dan perbuatan-perbuatan-Nya Yang Mulia.

وَقَوْلُهُ: (لَا اللهُ): أَيْ: لَا مَأْلُوهَ إِلَّا اللهُ، وَلِهَذَا حُكِيَ عَنْ قُرَيْشٍ قَوْلُهُمْ: ﴿أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ﴾ ١.

Dan perkataannya: (illa Allah): yaitu: tidak ada yang disembah kecuali Allah. Oleh karena itu, diriwayatkan dari Quraisy perkataan mereka: "Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan."_________

أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ﴾ ٢ فَهَذَا التَّأَلُّهُ بَاطِلٌ؛ لِأَنَّهُ بِغَيْرِ حَقٍّ، فَهُوَ مَنْفِيٌّ شَرْعًا، وَإِذَا انْتَفَى شَرْعًا، فَهُوَ كَالْمُنْتَفِي وُقُوعًا فَلَا قَرَارَ لَهُ: ﴿وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ﴾ ٣.

Adapun firman Allah Ta'ala: "Maka tidak berguna bagi mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, ketika siksaan-Nya datang kepada mereka"_________maka penyembahan ini adalah batil; karena ia tanpa hak, maka ia tertolak secara syar'i. Jika tertolak secara syar'i, maka ia seperti sesuatu yang terhapus dalam kenyataan, sehingga tidak ada ketetapan baginya: "Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun."_________

وَبِهَذَا يَحْصُلُ الْجَمْعُ بَيْنَ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ﴾ ٤ وَقَوْلِهِ تَعَالَى حِكَايَةً عَنْ قُرَيْشٍ: ﴿أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا﴾ ٥ وَبَيْنَ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ﴾ ٦ فَهَذِهِ الآلِهَةُ مُجَرَّدُ أَسْمَاءٍ لَا مَعَانِيَ لَهَا وَلَا حَقِيقَةَ، إِذْ هِيَ بَاطِلَةٌ شَرْعًا، لَا تَسْتَحِقُّ أَنْ تُسَمَّى آلِهَةً، لِأَنَّهَا لَا تَنْفَعُ وَلَا تَضُرُّ، وَلَا تَخْلُقُ وَلَا تَرْزُقُ؛ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ﴾ ٧.

Dengan ini dapat dikumpulkan antara firman Allah Ta'ala: "Maka tidak berguna bagi mereka sembahan-sembahan mereka"_________ dan firman Allah Ta'ala dalam mengisahkan Quraisy: "Apakah Dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja?"_________ dan antara firman Allah Ta'ala: "Tidak ada Tuhan selain Allah"_________. Maka tuhan-tuhan ini hanyalah nama-nama belaka yang tidak memiliki makna dan tidak ada hakikatnya, karena ia batil secara syar'i, tidak berhak disebut tuhan, karena ia tidak bermanfaat, tidak membahayakan, tidak mencipta, dan tidak memberi rezeki; sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Yang kamu sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu."_________

التَّوْحِيدُ عِنْدَ الْمُتَكَلِّمِينَ:

Tauhid menurut ahli kalam:

يَقُولُونَ: إِنَّ مَعْنَى إِلَهٍ: آلِهٍ، وَالْإِلَهُ: الْقَادِرُ عَلَى الِاخْتِرَاعِ، فَيَكُونُ مَعْنَى لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ: لَا قَادِرَ عَلَى الِاخْتِرَاعِ إِلَّا اللهُ.

Mereka mengatakan: Sesungguhnya arti ilah adalah alih, dan al-ilah adalah yang berkuasa menciptakan. Maka arti la ilaha illa Allah adalah tidak ada yang berkuasa menciptakan kecuali Allah.

_________
١ سُورَةُ ص آيَة: ٥.
_________Surah Shad ayat 5.
٢ سُورَةُ هُود آيَة: ١٠١.
_________Surah Hud ayat 101.
٣ سُورَةُ إِبْرَاهِيم آيَة: ٢٦.
_________Surah Ibrahim ayat 26.
٤ سُورَةُ هُود آيَة: ١٠١.
_________Surah Hud ayat 101.
٥ سُورَةُ ص آيَة: ٥.
_________Surah Shad ayat 5.
٦ سُورَةُ آل عِمْرَان آيَة: ٦٢.
_________Surah Ali Imran ayat 62.
٧ سُورَةُ يُوسُف آيَة: ٤٠.
_________Surah Yusuf ayat 40.

.......................................................................

.......................................................................

وَالتَّوْحِيدُ عِنْدَهُمْ: أَنْ تُوَحِّدَ اللهَ، فَتَقُولُ: هُوَ وَاحِدٌ فِي ذَاتِهِ لَا قَسِيمَ لَهُ، وَوَاحِدٌ فِي أَفْعَالِهِ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَوَاحِدٌ فِي صِفَاتِهِ لَا شَبِيهَ لَهُ، وَلَوْ كَانَ هَذَا مَعْنَى لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، لَمَا أَنْكَرَتْ قُرَيْشٌ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ دَعْوَتَهُ، وَلَآمَنَتْ بِهِ وَصَدَّقَتْ، لِأَنَّ قُرَيْشًا تَقُولُ: لَا خَالِقَ إِلَّا اللهُ، وَ«لَا خَالِقَ» أَبْلَغُ مِنْ كَلِمَةِ «لَا قَادِرَ»، لِأَنَّ الْقَادِرَ قَدْ يَفْعَلُ وَقَدْ لَا يَفْعَلُ، أَمَّا الْخَالِقُ، فَقَدْ فَعَلَ وَحَقَّقَ بِقُدْرَةٍ مِنْهُ، فَصَارَ فَهْمُ الْمُشْرِكِينَ خَيْرًا مِنْ فَهْمِ هَؤُلَاءِ الْمُتَكَلِّمِينَ وَالْمُنْتَسِبِينَ لِلْإِسْلَامِ، فَالتَّوْحِيدُ الَّذِي جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ﴾ ١ أَيْ: مِنْ إِلَهٍ حَقِيقِيٍّ يَسْتَحِقُّ أَنْ يُعْبَدَ، وَهُوَ اللهُ.

Dan tauhid menurut mereka adalah: engkau mengesakan Allah, lalu engkau mengatakan: Dia Esa pada Zat-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya, Esa dalam perbuatan-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Esa dalam sifat-sifat-Nya tiada yang serupa dengan-Nya. Seandainya ini adalah makna laa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah), niscaya kaum Quraisy tidak akan mengingkari dakwah Nabi ﷺ, mereka akan beriman dan membenarkannya. Karena kaum Quraisy mengatakan, "Tidak ada pencipta selain Allah", dan "tidak ada pencipta" lebih dalam maknanya daripada "tidak ada yang kuasa". Karena yang kuasa (berkemampuan) terkadang berbuat dan terkadang tidak, adapun Al-Khaliq (Sang Pencipta), sungguh Dia telah berbuat dan merealisasikan dengan kekuasaan-Nya. Maka paham orang-orang musyrik menjadi lebih baik daripada paham para ahli kalam ini dan orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam. Maka tauhid yang didatangkan oleh para rasul dalam firman-Nya: "Tidak ada Tuhan bagimu selain Dia" (QS. Al-A'raf: 59), yakni tidak ada tuhan yang sebenarnya yang berhak disembah kecuali Allah.

وَمِنَ الْمُؤْسِفِ؛ أَنَّهُ يُوجَدُ كَثِيرٌ مِنَ الْكُتَّابِ الْآنَ، الَّذِينَ يَكْتُبُونَ فِي هَذِهِ الْأَبْوَابِ، تَجِدُهُمْ عِنْدَمَا يَتَكَلَّمُونَ عَلَى التَّوْحِيدِ: لَا يُقَرِّرُونَ أَكْثَرَ مِنْ تَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، وَهَذَا غَلَطٌ، وَنَقْصٌ عَظِيمٌ، وَيَجِبُ أَنْ نَغْرِسَ فِي قُلُوبِ الْمُسْلِمِينَ تَوْحِيدَ الْأُلُوهِيَّةِ، أَكْثَرَ مِنْ تَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، لِأَنَّ تَوْحِيدَ الرُّبُوبِيَّةِ لَمْ يُنْكِرْهُ أَحَدٌ إِنْكَارًا حَقِيقِيًّا، فَكَوْنُنَا لَا نُقَرِّرُ إِلَّا هَذَا الْأَمْرَ الْفِطْرِيَّ الْمَعْلُومَ بِالْعَقْلِ، وَنَسْكُتُ عَنِ الْأَمْرِ الَّذِي يَغْلِبُ فِيهِ الْهَوَى؛ هُوَ نَقْصٌ عَظِيمٌ، فَعِبَادَةُ غَيْرِ اللهِ هِيَ الَّتِي يُسَيْطِرُ فِيهَا هَوَى الْإِنْسَانِ عَلَى نَفْسِهِ؛ حَتَّى يَصْرِفَهُ عَنْ عِبَادَةِ اللهِ وَحْدَهُ، فَيَعْبُدُ الْأَوْلِيَاءَ، وَيَعْبُدُ هَوَاهُ، حَتَّى جَعَلَ النَّبِيُّ ﷺ الَّذِي هَمُّهُ الدِّرْهَمُ وَالدِّينَارُ وَنَحْوُهُمَا، عَابِدًا٢، وَقَالَ اللهُ- ﷿: ﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ﴾ ٣.

Sangat disayangkan, bahwa saat ini terdapat banyak penulis yang menulis dalam tema-tema ini, ketika engkau mendapati mereka berbicara tentang tauhid, mereka tidak menetapkan lebih dari tauhid rububiyah. Ini adalah kesalahan besar dan kekurangan yang fatal. Kita harus menanamkan tauhid uluhiyah di hati kaum muslimin lebih dari tauhid rububiyah, karena tauhid rububiyah tidak ada seorang pun yang mengingkarinya dengan pengingkaran yang sebenarnya. Maka dengan kita tidak menetapkan kecuali perkara fitrah yang diketahui oleh akal ini, dan kita berdiam diri dari perkara yang didominasi hawa nafsu di dalamnya, ini adalah kekurangan yang besar. Maka ibadah kepada selain Allah adalah perkara yang hawa nafsu manusia menguasai dirinya, hingga memalingkannya dari ibadah kepada Allah semata. Lalu dia menyembah para wali, menyembah hawa nafsunya, hingga Nabi ﷺ menjadikan orang yang perhatiannya hanya kepada dirham dan dinar serta yang semisalnya sebagai penyembah (hamba)_2_, dan Allah ﷿ berfirman, "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya" (QS. Al-Jatsiyah: 23)_3_.

فَالْمَعَاصِي مِنْ حَيْثُ الْمَعْنَى الْعَامُّ، أَوِ الْجِنْسُ الْعَامُّ يُمْكِنُ أَنْ نَعْتَبِرَهَا مِنَ الشِّرْكِ.

Maka kemaksiatan dari sisi makna umum, atau jenis yang umum, kita bisa menganggapnya sebagai bagian dari syirik.

_________
١ سُورَةُ الْأَعْرَافِ آيَةُ: ٥٩.
1 Surah Al-A'raf ayat 59.
٢ سَبَقَ تَخْرِيجُهُ (ص ٣٥) .
2 Hadits ini telah disebutkan sebelumnya (hal. 35).
٣ سُورَةُ آيَةُ: ٢٣.
3 Surah Al-Jatsiyah ayat 23.

.......................................................................

.......................................................................

وَأَمَّا بِالْمَعْنَى الْأَخَصِّ، فَتَنْقَسِمُ إِلَى أَنْوَاعٍ:

Dan adapun dengan makna yang lebih khusus, maka terbagi menjadi beberapa jenis:

١. شِرْكٌ أَكْبَرُ.

1. Syirik besar.

٢. شِرْكٌ أَصْغَرُ.

2. Syirik kecil.

٣. مَعْصِيَةٌ كَبِيرَةٌ.

3. Maksiat besar.

٤. مَعْصِيَةٌ صَغِيرَةٌ. وَهَذِهِ الْمَعَاصِي مِنْهَا مَا يَتَعَلَّقُ بِحَقِّ اللهِ، وَمِنْهَا مَا يَتَعَلَّقُ بِحَقِّ الْإِنْسَانِ نَفْسِهِ، وَمِنْهَا مَا يَتَعَلَّقُ بِحَقِّ الْخَلْقِ. وَتَحْقِيقُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ أَمْرٌ فِي غَايَةِ الصُّعُوبَةِ وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: "كُلُّ مَعْصِيَةٍ، فَهِيَ نَوْعٌ مِنَ الشِّرْكِ". وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: "مَا جَاهَدْتُ نَفْسِي عَلَى شَيْءٍ مُجَاهَدَتَهَا عَلَى الْإِخْلَاصِ" وَلَا يَعْرِفُ هَذَا إِلَّا الْمُؤْمِنُ، أَمَّا غَيْرُ الْمُؤْمِنِ؛ فَلَا يُجَاهِدُ نَفْسَهُ عَلَى الْإِخْلَاصِ، وَلِهَذَا قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ: "إِنَّ الْيَهُودَ يَقُولُونَ: نَحْنُ لَا نُوَسْوِسُ فِي الصَّلَاةِ. قَالَ: فَمَا يَصْنَعُ الشَّيْطَانُ بِقَلْبٍ خَرِبٍ؟!" فَالشَّيْطَانُ لَا يَأْتِي لِيُخْرِبَ الْمَهْدُومَ، وَلَكِنْ يَأْتِي لِيُخْرِبَ الْمَعْمُورَ، وَلِهَذَا لَمَّا شُكِيَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ أَنَّ الرَّجُلَ يَجِدُ فِي نَفْسِهِ مَا يَسْتَعْظِمُ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ، قَالَ: "وَجَدْتُمْ ذَلِكَ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ"١ أَيْ: أَنَّ ذَاكَ هُوَ الْعَلَامَةُ الْبَيِّنَةُ عَلَى أَنَّ إِيمَانَكُمْ صَرِيحٌ، لِأَنَّهُ وَرَدَ عَلَيْهِ، وَلَا يَرِدُ إِلَّا عَلَى قَلْبٍ صَحِيحٍ خَالِصٍ.

4. Maksiat kecil. Maksiat-maksiat ini ada yang berkaitan dengan hak Allah, ada yang berkaitan dengan hak manusia terhadap dirinya sendiri, dan ada yang berkaitan dengan hak makhluk. Merealisasikan laa ilaaha illallah adalah perkara yang sangat sulit, oleh karena itu sebagian salaf mengatakan: "Setiap kemaksiatan adalah bentuk syirik". Sebagian salaf juga mengatakan: "Aku tidak pernah berjuang melawan diriku dalam suatu hal seperti perjuanganku untuk ikhlas." Hal ini hanya diketahui oleh orang mukmin. Adapun selain mukmin, maka ia tidak akan berjuang melawan dirinya untuk ikhlas. Oleh karena itu dikatakan kepada Ibnu Abbas: "Sesungguhnya orang-orang Yahudi mengatakan: 'Kami tidak mengalami waswas dalam shalat'". Ibnu Abbas menjawab: "Apa yang dilakukan setan pada hati yang rusak?!" Setan tidak datang untuk merusak yang sudah hancur, tetapi ia datang untuk merusak yang terbangun. Oleh karena itu, ketika ada yang mengadukan kepada Nabi ﷺ bahwa seseorang mendapati sesuatu dalam dirinya yang ia anggap besar untuk dibicarakan, Nabi bersabda: "Apakah kalian mendapati itu?" Mereka menjawab: "Ya". Nabi bersabda: "Itulah keikhlasan iman."¹ Maksudnya, itulah tanda yang jelas bahwa iman kalian murni, karena ia datang padanya, dan tidak datang kecuali pada hati yang sehat dan ikhlas.

قَوْلُهُ: "مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ" مَنْ: شَرْطِيَّةٌ، وَجَوَابُ الشَّرْطِ: "أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ". وَالشَّهَادَةُ: هِيَ الْاِعْتِرَافُ

Perkataan beliau: "Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah", man di sini adalah syarthiyah (menunjukkan syarat), dan jawab syaratnya adalah: "Allah akan memasukkannya ke surga berdasarkan amal yang ia lakukan." Syahadah adalah pengakuan

_________
١ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَوَاهُ: مُسْلِمٌ (كِتَابُ الْإِيمَانِ، بَابُ الْوَسْوَسَةِ فِي الْإِيمَانِ، ١/١١٩).
¹ Dari hadits Abu Hurairah, diriwayatkan oleh Muslim (Kitab Al-Iman, Bab tentang Waswas dalam Iman, 1/119).

وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ،.....................................................

Dia Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya,....................................................

_________
بِاللِّسَانِ، وَالِاعْتِقَادِ بِالْقَلْبِ، وَالتَّصْدِيقِ بِالْجَوَارِحِ، وَلِهَذَا لَمَّا قَالَ الْمُنَافِقُونَ لِلرَّسُولِ ﷺ: ﴿نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّهِ﴾ ١ وَهَذِهِ جُمْلَةٌ مُؤَكَّدَةٌ بِثَلَاثِ مُؤَكِّدَاتٍ: الشَّهَادَةِ، وَإِنَّ وَاللَّامِ، كَذَّبَهُمُ اللهُ بِقَوْلِهِ: ﴿وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ﴾ ٢ فَلَمْ يَنْفَعْهُمْ هَذَا الْإِقْرَارُ بِاللِّسَانِ؛ لِأَنَّهُ خَالٍ مِنَ الِاعْتِقَادِ بِالْقَلْبِ، وَخَالٍ مِنَ التَّصْدِيقِ بِالْعَمَلِ، فَلَمْ يَنْفَعْ، فَلَا تَتَحَقَّقُ الشَّهَادَةُ إِلَّا بِعَقِيدَةٍ فِي الْقَلْبِ، وَاعْتِرَافٍ بِاللِّسَانِ، وَتَصْدِيقٍ بِالْعَمَلِ.
dengan lisan, kepercayaan hati, dan pembenaran dengan perbuatan. Karena itulah, ketika orang-orang munafik berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Kami bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah" 1 (Surat Al-Munafiqun: 1), yang mana kalimat ini dikuatkan dengan tiga penguat: persaksian, inna (sesungguhnya), dan lam penguat, Allah mendustakan mereka dengan firman-Nya, "Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta" 2 (Surat Al-Munafiqun: 1). Maka pengakuan mereka dengan lisan ini tidak bermanfaat bagi mereka, karena kosong dari kepercayaan hati dan pembenaran dengan amal perbuatan, sehingga tidak bermanfaat. Maka persaksian tidak terealisasi kecuali dengan keyakinan di dalam hati, pengakuan dengan lisan, dan pembenaran dengan amal perbuatan.
وَقَوْلُهُ: "لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ": أَيْ: لَا مَعْبُودَ عَلَى وَجْهٍ يَسْتَحِقُّ أَنْ يُعْبَدَ إِلَّا اللهُ، وَهَذِهِ الْأَصْنَامُ الَّتِي تُعْبَدُ لَا تَسْتَحِقُّ الْعِبَادَةَ، لِأَنَّهُ لَيْسَ فِيهَا مِنْ خَصَائِصِ الْأُلُوهِيَّةِ شَيْءٌ.
Dan perkataan "Tidak ada tuhan selain Allah" maksudnya adalah: tidak ada yang berhak disembah dengan cara yang benar kecuali Allah. Berhala-berhala yang disembah ini tidak berhak mendapatkan ibadah, karena tidak ada pada berhala-berhala tersebut sifat-sifat ketuhanan sedikitpun.
قَوْلُهُ: "وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ": «وَحْدَهُ»: تَوْكِيدٌ لِلْإِثْبَاتِ «لَا شَرِيكَ لَهُ»: تَوْكِيدٌ لِلنَّفْيِ فِي كُلِّ مَا يَخْتَصُّ بِهِ مِنَ الرُّبُوبِيَّةِ وَالْأُلُوهِيَّةِ، وَالْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ؛ وَلِهَذَا كَانَ النَّبِيُّ ﷺ وَغَيْرُهُ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ يَلْجَؤُونَ إِلَى اللهِ تَعَالَى عِنْدَ الشَّدَائِدِ، فَقَدْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ وَعِنْدَهُ أَصْحَابُهُ، وَقَدْ عَلَّقَ سَيْفَهُ عَلَى شَجَرَةٍ فَاخْتَرَطَهُ الْأَعْرَابِيُّ، وَقَالَ: مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي؟ قَالَ: "يَمْنَعُنِي اللهُ"٣ وَلَمْ يَقُلْ أَصْحَابِي، وَهَذَا هُوَ تَحْقِيقُ تَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، لِأَنَّ اللهَ هُوَ الَّذِي يَمْلِكُ النَّفْعَ، وَالضَّرَّ، وَالْخَلْقَ، وَالتَّدْبِيرَ، وَالتَّصَرُّفَ فِي الْمُلْكِ، إِذْ لَا شَرِيكَ لَهُ فِيمَا يَخْتَصُّ بِهِ مِنَ الرُّبُوبِيَّةِ، وَالْأُلُوهِيَّةِ وَالْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ.
Perkataan: "Sendiri, tidak ada sekutu bagi-Nya": "Sendiri" merupakan penegasan untuk penetapan, "tidak ada sekutu bagi-Nya" merupakan penegasan untuk penafian dalam segala hal yang terkhusus bagi-Nya berupa Rububiyah (kekuasaan), Uluhiyah (ibadah), nama-nama dan sifat-sifat. Karena itulah, Nabi ﷺ dan orang-orang beriman lainnya berlindung kepada Allah Ta'ala ketika dalam kesulitan. Suatu ketika, seorang Arab Badui datang kepada Nabi ﷺ yang sedang bersama para sahabatnya. Beliau menggantungkan pedangnya di pohon, lalu orang Badui itu mencabutnya dan berkata, "Siapa yang bisa melindungimu dariku?" Beliau menjawab: "Allah yang melindungiku"³ dan tidak mengatakan "sahabat-sahabatku". Inilah realisasi tauhid Rububiyah, karena Allah-lah yang memiliki manfaat, mudarat, penciptaan, pengaturan, dan pengelolaan kerajaan. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal-hal yang khusus berkaitan dengan Rububiyah, Uluhiyah, nama-nama dan sifat-sifat.
_________
١ سُورَةُ الْمُنَافِقُونَ آيَةِ: ١.
1 Surah Al-Munafiqun ayat: 1
٢ سُورَةُ الْمُنَافِقُونَ آيَةِ: ١.
2 Surah Al-Munafiqun ayat: 1
٣ مِنْ حَدِيثِ جَابَرٍ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ الْجِهَادِ، بَابُ مَنْ عَلَّقَ سَيْفَهُ بِالشَّجَرِ، ٢/٣٣٥)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ صَلَاةِ الْمُسَافِرِينَ، بَابُ صَلَاةِ الْخَوْفِ، ١/٥٧٦) .
3 Dari hadits Jabir, diriwayatkan oleh: Bukhari (Kitab Jihad, Bab Siapa yang Menggantungkan Pedangnya di Pohon, 2/335), dan Muslim (Kitab Shalat Musafir, Bab Shalat Khauf, 1/576).

وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.................................................

Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.................................................

_________
وَقَوْلُنَا: «فِيمَا يَخْتَصُّ بِهِ»، حَتَّى نَسْلَمَ مِنْ شُبُهَاتٍ كَثِيرَةٍ، مِنْهَا شُبُهَاتُ النَّافِينَ لِلصِّفَاتِ، لِأَنَّ النَّافِينَ لِلصِّفَاتِ زَعَمُوا أَنَّ إِثْبَاتَ الصِّفَاتِ إِشْرَاكٌ بِاللهِ عَزَّوَجَلَّ حَيْثُ قَالُوا: يَلْزَمُ مِنْ ذَلِكَ التَّمْثِيلُ، لَكِنَّنَا نَقُولُ: لِلْخَالِقِ صِفَاتٌ تَخْتَصُّ بِهِ، وَلِلْمَخْلُوقِ صِفَاتٌ تَخْتَصُّ بِهِ.
Perkataan kami: "Dalam apa yang khusus bagi-Nya", agar kami selamat dari banyak syubhat, di antaranya syubhat orang-orang yang menafikan sifat-sifat, karena orang-orang yang menafikan sifat-sifat mengklaim bahwa menetapkan sifat-sifat adalah syirik kepada Allah ﷻ di mana mereka mengatakan: "Hal itu mengharuskan penyerupaan." Namun kami mengatakan: "Sang Khaliq memiliki sifat-sifat yang khusus bagi-Nya, dan makhluk memiliki sifat-sifat yang khusus baginya."
قَوْلُهُ: "وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ": مُحَمَّدٌ: هُوَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، الْقُرَشِيُّ، الْهَاشِمِيُّ، خَاتَمُ النَّبِيِّينَ.
Perkataannya: "Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya". Muhammad: Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib, Al-Qurasyi, Al-Hasyimi, penutup para nabi.
وَقَوْلُهُ: "عَبْدُهُ"؛ أَيْ: لَيْسَ شَرِيكاً مَعَ اللهِ.
Perkataannya: "Hamba-Nya"; yaitu: bukanlah sekutu bersama Allah.
وَقَوْلُهُ: "وَرَسُولُهُ"؟ أَيْ: الْمَبْعُوثُ بِمَا أُوحِيَ إِلَيْهِ، فَلَيْسَ كَاذِباً عَلَى اللهِ. فَالرَّسُولُ ﷺ عَبْدٌ مَرْبُوبٌ، جَمِيعُ خَصَائِصِ الْبَشَرِيَّةِ تَلْحَقُهُ مَا عَدَا شَيْئاً وَاحِداً، وَهُوَ مَا يَعُودُ إِلَى أَسَافِلِ الْأَخْلَاقِ، فَهُوَ مَعْصُومٌ مِنْهُ، قَالَ تَعَالَى: ﴿قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللَّهُ﴾ ١ وَقَالَ تَعَالَى: ﴿قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا قُلْ إِنِّي لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا﴾ ٢ فَهُوَ بَشَرٌ مِثْلُنَا، إِلَّا أَنَّهُ يُوحَى إِلَيْهِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ﴾ ٣ وَمَنْ قَالَ: إِنَّ الرَّسُولَ ﷺ لَيْسَ لَهُ ظِلٌّ، أَوْ أَنَّ نُورَهُ يُطْفِئُ ظِلَّهُ إِذَا مَشَى فِي الشَّمْسِ، فَكُلُّهُ كَذِبٌ بَاطِلٌ، وَلِهَذَا قَالَتْ عَائِشَةُ ﵂: "كُنْتُ أَمُدُّ رِجْلَيَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَعْتَذِرُ بِأَنَّ الْبُيُوتَ لَيْسَتْ فِيهَا مَصَابِيحُ"٤، فَلَوْ كَانَ النَّبِيُّ ﷺ لَهُ نُورٌ، لَمْ تَعْتَذِرْ ﵂، وَلَكِنَّهُ الْغُلُوُّ الَّذِي أَفْسَدَ الدِّينَ وَالدُّنْيَا. وَالْعِيَاذُ بِاللهِ.
Perkataannya: "Dan Rasul-Nya"? Yaitu: yang diutus dengan apa yang diwahyukan kepadanya, maka dia bukanlah pendusta atas Allah. Rasulullah ﷺ adalah hamba yang dipelihara, seluruh kekhususan manusia menyertainya kecuali satu hal, yaitu apa yang kembali kepada kerendahan akhlak, maka beliau terjaga darinya. Allah ﷻ berfirman: "Katakanlah (Muhammad), aku tidak kuasa mendatangkan manfaat atau menolak mudarat bagi diriku kecuali apa yang dikehendaki Allah."1 Allah ﷻ juga berfirman: "Katakanlah (Muhammad), aku tidak kuasa menolak mudarat dan tidak (pula) memberi petunjuk kepadamu. Katakanlah, tidak ada yang dapat melindungi aku dari (azab) Allah dan aku tidak akan memperoleh perlindungan selain dari-Nya."2 Beliau adalah manusia seperti kita, hanya saja beliau diberi wahyu. Allah ﷻ berfirman: "Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa."3 Barangsiapa yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ tidak memiliki bayangan, atau bahwa cahayanya memadamkan bayangannya ketika berjalan di bawah sinar matahari, maka semuanya adalah dusta yang batil. Oleh karena itu, Aisyah ﵂ berkata: "Aku pernah menjulurkan kedua kakiku di hadapan beliau dan meminta maaf bahwa di rumah tidak ada lampu"4, seandainya Nabi ﷺ memiliki cahaya, tentu Aisyah ﵂ tidak akan meminta maaf, tetapi itulah ghuluw (sikap berlebihan) yang merusak agama dan dunia. Kita berlindung kepada Allah.
وَمِنَ الْغُلُوِّ قَوْلُ الْبُوصِيرِيِّ فِي "الْبُرْدَةِ" الْمَشْهُورَةِ:
Di antara perkataan yang ghuluw (berlebihan) adalah perkataan Al-Bushiri dalam "Al-Burdah" yang terkenal:
_________
١ سُورَةُ الْأَعْرَافِ آيَةُ: ١٨٨.
1 Surah Al-A'raf ayat 188.
٢ سُورَةُ الْجِنِّ آيَةُ: ٢١، ٢٢.
2 Surah Al-Jinn ayat 21-22.
٣ سُورَةُ الْكَهْفِ آيَةُ: ١١٠.
3 Surah Al-Kahf ayat 110.
٤ أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيُّ (٥١٣) وَمُسْلِمٌ (٥١٢) .
4 Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (513) dan Muslim (512).

.......................................................................

.......................................................................

يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَا لِي مَنْ أَلُوذُ بِهِ ... سِوَاكَ عِنْدَ حُلُولِ الْحَادِثِ الْعَمَمِ

Wahai makhluk yang paling mulia, aku tak punya tempat berlindung ... Selain engkau saat bencana besar datang

إِنْ لَمْ تَكُنْ فِي مَعَادِي آخِذًا يَدِي ... فَضْلًا وَإِلَّا فَقُلْ يَا زَلَّةَ الْقَدَمِ

Jika di akhirat nanti Engkau tak menggenggam tanganku karena kemurahan ... Maka katakanlah, 'Wahai kaki yang terpeleset'

فَإِنَّ مِنْ جُودِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّتَهَا ... وَمِنْ عُلُومِكَ عِلْمُ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

Karena dari kemurahan-Mu dunia dan seisinya ... Dan dari ilmu-Mu pengetahuan Lauh dan Pena

قَالَ ابْنُ رَجَبٍ وَغَيْرُهُ: إِنَّهُ لَمْ يَتْرُكْ لِلَّهِ شَيْئًا مَا دَامَتِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةُ مِنْ جُودِ الرَّسُولِ ﷺ وَنَشْهَدُ أَنَّ مَنْ يَقُولُ هَذَا، مَا شَهِدَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ، بَلْ شَهِدَ أَنَّ مُحَمَّدًا فَوْقَ اللَّهِ! كَيْفَ يَصِلُ بِهِمُ الْغُلُوُّ إِلَى هَذَا الْحَدِّ؟!

Ibnu Rajab dan lainnya berkata: Sesungguhnya dia tidak menyisakan apapun untuk Allah selama dunia dan akhirat adalah pemberian Rasul ﷺ. Kami bersaksi bahwa orang yang mengatakan ini, tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah, bahkan dia bersaksi bahwa Muhammad di atas Allah! Bagaimana mereka sampai berlebihan hingga batas ini?!

وَهَذَا الْغُلُوُّ فَوْقَ غُلُوِّ النَّصَارَى الَّذِينَ قَالُوا: إِنَّ الْمَسِيحَ ابْنُ اللَّهِ، وَقَالُوا: إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ.

Sikap berlebihan ini melebihi sikap berlebihan orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Al-Masih adalah anak Allah, dan mengatakan bahwa Allah adalah yang ketiga dari yang tiga.

هُمْ قَالُوا فَوْقَ ذَلِكَ، قَالُوا: إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: "مَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُ، وَأَنَا مَعَ عَبْدِي إِذَا ذَكَرَنِي" ١ وَالرَّسُولُ مَعَنَا إِذَا ذَكَرْنَاهُ، وَلِهَذَا كَانَ أُولَئِكَ الْغُلَاةُ لَيْلَةَ الْمَوْلِدِ إِذَا تَلَى التَّالِي "الْمُخَرِّفُ" كَلِمَةَ الْمُصْطَفَى قَامُوا جَمِيعًا قِيَامَ رَجُلٍ وَاحِدٍ، يَقُولُونَ: لِأَنَّ الرَّسُولَ ﷺ حَضَرَ مَجْلِسَنَا بِنَفْسِهِ، فَقُمْنَا إِجْلَالًا لَهُ، وَالصَّحَابَةُ ﵃ أَشَدُّ إِجْلَالًا مِنْهُمْ وَمِنَّا، وَمَعَ ذَلِكَ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهِمُ الرَّسُولُ ﷺ وَهُوَ حَيٌّ يُكَلِّمُهُمْ لَا يَقُومُونَ لَهُ، وَهَؤُلَاءِ يَقُومُونَ إِذَا تَخَيَّلُوا أَوْ جَاءَهُمْ شَبَحٌ إِنْ كَانُوا يُشَاهِدُونَ شَيْئًا، فَانْظُرْ كَيْفَ بَلَغَتْ بِهِمْ عُقُولُهُمْ إِلَى هَذَا الْحَدِّ! فَهَؤُلَاءِ مَا شَهِدُوا أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَهَؤُلَاءِ الْمُخَرِّفُونَ مَسَاكِينُ، إِنْ نَظَرْنَا إِلَيْهِمْ بِعَيْنِ

Mereka mengatakan lebih dari itu, mereka berkata: Sesungguhnya Allah berfirman: "Barangsiapa mengingat-Ku dalam suatu perkumpulan, niscaya Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik darinya, dan Aku bersama hamba-Ku ketika dia mengingat-Ku" ١, dan Rasul bersama kita ketika kita mengingatnya. Oleh karena itu, pada malam maulid, jika pembaca "berhalusinasi" membaca kata Al-Musthofa, mereka semua berdiri serentak seperti satu orang, mereka berkata: Karena Rasul ﷺ hadir di majelis kita sendiri, maka kami berdiri untuk menghormatinya. Padahal para sahabat ﵃ lebih menghormati Rasul dari mereka dan kita, namun ketika Rasul ﷺ menemui mereka saat beliau masih hidup dan berbicara kepada mereka, mereka tidak berdiri untuknya. Sedangkan mereka ini berdiri ketika berimajinasi atau didatangi bayangan jika mereka melihat sesuatu. Maka perhatikanlah bagaimana akal mereka sampai ke tingkat ini! Mereka tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Mereka yang berhalusinasi ini adalah orang-orang yang menyedihkan, jika kita memandang mereka dengan mata

_________
١ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ التَّوْحِيدِ، بَابُ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ، ٤/٢٨٤)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ، بَابُ الْحَثِّ عَلَى ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى، ٤/٢٠٦١).
١ Dari hadis Abu Hurairah, diriwayatkan oleh: Bukhari (Kitab Tauhid, Bab Firman Allah Ta'ala: Dan Allah memperingatkan kamu akan diri-Nya, 4/284), dan Muslim (Kitab Zikir dan Doa, Bab Anjuran untuk Berzikir kepada Allah Ta'ala, 4/2061).

.......................................................................

.......................................................................

ذَلِكَ بِقُلُوبِنَا، وَنَعْتَرِفُ بِهِ بِأَلْسِنَتِنَا، وَنُطَبِّقُ ذَلِكَ فِي مُتَابَعَتِهِ ﷺ بِجَوَارِحِنَا، فَنَعْمَلُ بِهَدْيِهِ، وَلَا نَعْمَلُ لَهُ.

Itulah dengan hati kita, kita mengakuinya dengan lidah kita, dan kita menerapkannya dalam mengikuti Rasulullah ﷺ dengan anggota tubuh kita, sehingga kita beramal dengan petunjuknya, bukan untuk dia.

أَمَّا مَا يَنْقُضُ تَحْقِيقَ هَذِهِ الشَّهَادَةِ، فَهُوَ:

Adapun yang membatalkan perwujudan syahadat ini adalah:

١. فِعْلُ الْمَعَاصِي، فَالْمَعْصِيَةُ نَقْصٌ فِي تَحْقِيقِ هَذِهِ الشَّهَادَةِ، لِأَنَّكَ خَرَجْتَ بِمَعْصِيَتِكَ مِنْ اتِّبَاعِ النَّبِيِّ ﷺ

1. Melakukan maksiat, karena maksiat adalah kekurangan dalam mewujudkan syahadat ini, sebab dengan kemaksiatanmu, engkau telah keluar dari mengikuti Nabi ﷺ

٢. الْابْتِدَاعُ فِي الدِّينِ مَا لَيْسَ مِنْهُ، لِأَنَّكَ تَقَرَّبْتَ إِلَى اللهِ بِمَا لَمْ يَشْرَعْهُ اللهُ وَلَا رَسُولُهُ ﷺ وَالْابْتِدَاعُ فِي الدِّينِ فِي الْحَقِيقَةِ مِنْ الْاسْتِهْزَاءِ بِاللهِ، لِأَنَّكَ تَقَرَّبْتَ إِلَيْهِ بِشَيْءٍ لَمْ يَشْرَعْهُ. فَإِنْ قَالَ قَائِلٌ: أَنَا نَوَيْتُ التَّقَرُّبَ إِلَى اللهِ بِهَذَا الْعَمَلِ الَّذِي أَبْتَدَعْهُ.

2. Membuat bid'ah dalam agama yang bukan darinya, karena engkau mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Bid'ah dalam agama pada hakikatnya termasuk mengolok-olok Allah, karena engkau mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang tidak Dia syariatkan. Jika ada yang berkata, "Aku berniat mendekatkan diri kepada Allah dengan amal yang aku buat bid'ah ini."

قِيلَ لَهُ: أَنْتَ أَخْطَأْتَ الطَّرِيقَ، فَتُعْذَرُ عَلَى نِيَّتِكَ، وَلَا تُعْذَرُ عَلَى مُخَالَفَةِ الطَّرِيقِ مَتَى عَلِمْتَ الْحَقَّ. فَالْمُبْتَدِعُونَ قَدْ يُقَالُ: إِنَّهُمْ يُثَابُونَ عَلَى حُسْنِ نِيَّتِهِمْ إِذَا كَانُوا لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ، وَلَكِنَّنَا نُخَطِّئُهُمْ فِيمَا ذَهَبُوا إِلَيْهِ، أَمَّا أَئِمَّتُهُمْ الَّذِينَ عَلِمُوا الْحَقَّ، وَلَكِنْ رَدُّوهُ لِيَبْقُوا جَاهَهُمْ، فَفِيهِمْ شَبَهٌ بِأَبِي جَهْلٍ، وَعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ، وَالْوَلِيدِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، وَغَيْرِهِمْ الَّذِينَ قَابَلُوا رِسَالَةَ النَّبِيِّ ﷺ بِالرَّدِّ إِبْقَاءً عَلَى رِئَاسَتِهِمْ وَجَاهِهِمْ.

Maka dikatakan kepadanya: Engkau telah salah jalan, engkau dimaafkan atas niatmu, tetapi engkau tidak dimaafkan atas menyelisihi jalan yang benar ketika engkau telah mengetahui kebenaran. Ahli bid'ah mungkin bisa dikatakan: Mereka diberi pahala atas kebaikan niat mereka jika mereka tidak mengetahui kebenaran, tetapi kami menganggap mereka salah dalam apa yang mereka yakini. Adapun para imam mereka yang mengetahui kebenaran, tetapi menolaknya demi mempertahankan kedudukan mereka, maka pada mereka ada keserupaan dengan Abu Jahl, 'Utbah bin Rabi'ah, Al-Walid bin Al-Mughirah, dan selain mereka yang menentang risalah Nabi ﷺ demi mempertahankan kepemimpinan dan kedudukan mereka.

أَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِأَتْبَاعِ هَؤُلَاءِ الْأَئِمَّةِ، فَيَنْقَسِمُونَ إِلَى قِسْمَيْنِ:

Adapun pengikut para imam ini, mereka terbagi menjadi dua golongan:

الْقِسْمُ الْأَوَّلُ: الَّذِينَ جَهِلُوا الْحَقَّ، فَلَمْ يَعْلَمُوا عَنْهُ شَيْئًا، وَلَمْ يَحْصُلْ مِنْهُمْ تَقْصِيرٌ فِي طَلَبِهِ، حَيْثُ ظَنُّوا أَنَّ مَا هُمْ عَلَيْهِ هُوَ الْحَقُّ، فَهَؤُلَاءِ مَعْذُورُونَ.

Golongan pertama: Mereka yang tidak mengetahui kebenaran, tidak mengetahui apa pun tentangnya, dan tidak lalai dalam mencarinya, di mana mereka menyangka bahwa apa yang mereka yakini adalah kebenaran. Mereka ini dimaafkan.

الْقِسْمُ الثَّانِي: مَنْ عَلِمُوا الْحَقَّ، وَلَكِنَّهُمْ رَدُّوهُ تَعَصُّبًا لِأَئِمَّتِهِمْ، فَهَؤُلَاءِ لَا يُعْذَرُونَ، وَهُمْ كَمَنْ قَالَ اللهُ فِيهِمْ: ﴿إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ﴾ ١.

Golongan kedua: Mereka yang mengetahui kebenaran, tetapi menolaknya karena fanatik kepada imam-imam mereka. Mereka ini tidak dimaafkan, dan mereka seperti orang-orang yang Allah berfirman tentang mereka: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka."_1

_________
١ سُورَةُ الزُّخْرُفِ آيَةُ: ٢٢.
1 Surat Az-Zukhruf ayat: 22.

وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ...............................................

Dan bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya...............................................

_________
وَقَوْلُهُ: "وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ": الْكَلَامُ فِيهَا كَالْكَلَامِ فِي شَهَادَةِ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، إِلَّا أَنَّنَا نُؤْمِنُ بِرِسَالَةِ عِيسَى، وَلَا يَلْزَمُنَا اتِّبَاعُهُ إِذَا خَالَفَتْ شَرِيعَتُهُ شَرِيعَتَنَا. فَشَرِيعَةُ مَنْ قَبْلَنَا لَهَا ثَلَاثُ حَالَاتٍ
Dan perkataannya: "Dan bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya": Pembicaraan tentangnya seperti pembicaraan dalam syahadat bahwa Muhammad adalah utusan Allah, hanya saja kita beriman kepada risalah Isa, dan kita tidak wajib mengikutinya jika syariatnya bertentangan dengan syariat kita. Syariat orang-orang sebelum kita memiliki tiga keadaan
الْأُولَى: أَنْ تَكُونَ مُخَالِفَةً لِشَرِيعَتِنَا، فَالْعَمَلُ عَلَى شَرْعِنَا.
Pertama: Jika bertentangan dengan syariat kita, maka kita mengamalkan syariat kita.
الثَّانِيَةُ: أَنْ تَكُونَ مُوَافِقَةً لِشَرِيعَتِنَا، فَنَحْنُ مُتَّبِعُونَ لِشَرِيعَتِنَا.
Kedua: Jika sesuai dengan syariat kita, maka kita mengikuti syariat kita.
الثَّالِثَةُ: أَنْ يَكُونَ مَسْكُوتًا عَنْهَا فِي شَرِيعَتِنَا، وَفِي هَذِهِ الْحَالِ اخْتَلَفَ عُلَمَاءُ الْأُصُولِ: هَلْ نَعْمَلُ بِهَا، أَوْ نَدَعُهَا؟ وَالصَّحِيحُ أَنَّهَا شَرْعٌ لَنَا، وَدَلِيلُ ذَلِكَ:
Ketiga: Jika tidak disebutkan dalam syariat kita, dan dalam keadaan ini para ulama Ushul berbeda pendapat: Apakah kita mengamalkannya, atau kita meninggalkannya? Yang benar adalah bahwa itu merupakan syariat bagi kita, dan dalil untuk itu:
١. قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ﴾ ١.
1. Firman Allah Ta'ala: ﴿Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.﴾ 1.
٢. قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ﴾ ٢.
2. Firman Allah Ta'ala: ﴿Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.﴾ 2.
وَقَدْ تَطَرَّفَ فِي عِيسَى طَائِفَتَانِ:
Dan telah melampaui batas dua golongan dalam masalah Isa:
الْأُولَى: الْيَهُودُ كَذَّبُوهُ، فَقَالُوا: بِأَنَّهُ وَلَدُ زِنًى، وَأَنَّ أُمَّهُ مِنَ الْبَغَايَا، وَأَنَّهُ لَيْسَ بِنَبِيٍّ، وَقَتَلُوهُ شَرْعًا، أَيْ: مَحْكُومٌ عَلَيْهِمْ عِنْدَ اللهِ أَنَّهُمْ قَتَلُوهُ فِي حُكْمِ اللهِ الشَّرْعِيِّ، لِقَوْلِهِ تَعَالَى عَنْهُمْ: ﴿إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ﴾ ٣ وَأَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِحُكْمِ اللهِ الْقَدَرِيِّ، فَقَدْ كَذَبُوا، وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا، بَلْ رَفَعَهُ اللهُ إِلَيْهِ، وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ، فَقَتَلُوا الْمُشَبَّهَ لَهُمْ وَصَلَبُوهُ.
Pertama: Orang-orang Yahudi mendustakannya, mereka berkata: Bahwa dia adalah anak zina, dan bahwa ibunya termasuk pelacur, dan bahwa dia bukanlah seorang nabi, dan mereka membunuhnya secara syariat, yaitu: Dihukumi atas mereka di sisi Allah bahwa mereka telah membunuhnya menurut hukum syariat Allah, berdasarkan firman Allah Ta'ala tentang mereka: ﴿Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam﴾ 3 Adapun menurut hukum takdir Allah, maka mereka telah berdusta, dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin, bahkan Allah mengangkatnya kepada-Nya, tetapi diserupakan bagi mereka, maka mereka membunuh orang yang diserupakan bagi mereka dan menyalibnya.
الثَّانِيَةُ: النَّصَارَى قَالُوا: إِنَّهُ ابْنُ اللهِ، وَإِنَّهُ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ، وَجَعَلُوهُ إِلَهًا مَعَ اللهِ، وَكَذَبُوا فِيمَا قَالُوا.
Kedua: Orang-orang Nasrani berkata: Sesungguhnya dia adalah putera Allah, dan sesungguhnya dia adalah salah satu dari yang tiga, dan mereka menjadikannya sebagai tuhan bersama Allah, dan mereka telah berdusta dalam apa yang mereka katakan.
_________
١ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةُ: ٩٠.
1 Surat Al-An'am ayat: 90.
٢ سُورَةُ يُوسُفَ آيَةُ: ١١١.
2 Surat Yusuf ayat: 111.
٣ سُورَةُ النِّسَاءِ آيَةُ: ١٥٧.
3 Surat An-Nisa' ayat: 157.

وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ...................................................

Dan kalimat-Nya (yaitu) yang disampaikan-Nya kepada Maryam...................................................

_________
أَمَّا عَقِيدَتُنَا نَحْنُ فِيهِ: فَنَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّ أُمَّهُ صِدِّيقَةٌ، كَمَا أَخْبَرَ اللهُ تَعَالَى بِذَلِكَ، وَأَنَّهَا أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا، وَأَنَّهَا عَذْرَاءُ، وَلَكِنَّ مَثَلَهُ عِنْدَ اللهِ كَمَثَلِ آدَمَ، خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ: كُنْ، فَيَكُونُ.
Adapun aqidah kami tentangnya: kami bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan rasul-Nya, dan bahwa ibunya adalah wanita yang sangat jujur, sebagaimana Allah Ta'ala mengabarkan hal itu, dan bahwa dia telah memelihara kehormatannya, dan bahwa dia perawan, akan tetapi perumpamaannya di sisi Allah seperti perumpamaan Adam, Dia menciptakannya dari tanah kemudian berfirman kepadanya: "Jadilah", maka jadilah dia.
وَفِي قَوْلِهِ: "عَبْدُ اللهِ": رَدٌّ عَلَى النَّصَارَى.
Dan dalam firman-Nya "hamba Allah" terdapat bantahan terhadap orang-orang Nasrani.
وَفِي قَوْلِهِ: "وَرَسُولُهُ": رَدٌّ عَلَى الْيَهُودِ.
Dan dalam firman-Nya "rasul-Nya" terdapat bantahan terhadap orang-orang Yahudi.
قَوْلُهُ: "وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ": أَطْلَقَ اللهُ عَلَيْهِ كَلِمَةً، لِأَنَّهُ خُلِقَ بِالْكَلِمَةِ ﵇، فَالْحَدِيثُ لَيْسَ عَلَى ظَاهِرِهِ، إِذْ عِيسَى ﵇ لَيْسَ كَلِمَةً، لِأَنَّهُ يَأْكُلُ، وَيَشْرَبُ، وَيَبُولُ وَيَتَغَوَّطُ، وَتَجْرِي عَلَيْهِ جَمِيعُ الْأَحْوَالِ الْبَشَرِيَّةِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ﴾ ١ وَعِيسَى ﵇ لَيْسَ كَلِمَةَ اللهِ، إِذْ أَنَّ كَلَامَ اللهِ وَصْفٌ قَائِمٌ بِهِ، لَا بَائِنٌ مِنْهُ، أَمَّا عِيسَى، فَهُوَ ذَاتٌ بَائِنَةٌ عَنِ اللهِ- سُبْحَانَهُ- يَذْهَبُ وَيَجِيءُ، وَيَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَشْرَبُ.
Firman-Nya: "Dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam": Allah menyebut Isa sebagai kalimat, karena dia diciptakan dengan kalimat ﵇, maka hadis ini tidak berdasarkan pada lahirnya, karena Isa ﵇ bukanlah kalimat, karena dia makan, minum, kencing dan buang air besar, dan berlaku padanya seluruh keadaan manusia. Allah Ta'ala berfirman: ﴿Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia﴾ ١ dan Isa ﵇ bukanlah kalimat Allah, karena kalam Allah adalah sifat yang ada pada-Nya, bukan terpisah dari-Nya, adapun Isa, maka dia adalah dzat yang terpisah dari Allah -Subhanahu-, dia pergi dan datang, makan makanan dan minum.
قَوْلُهُ: "أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ" أَيْ: وَجَّهَهَا إِلَيْهَا بِقَوْلِهِ: ﴿كُنْ فَيَكُونُ﴾ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ﴾ ٢.
Firman-Nya: "Yang disampaikan-Nya kepada Maryam" maksudnya: Dia arahkan kepadanya dengan firman-Nya: ﴿Jadilah, maka jadilah dia﴾ sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: ﴿Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia﴾ ٢.
وَمَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ لَيْسَتْ أُخْتَ مُوسَى وَهَارُونَ ﵉ كَمَا يَظُنُّهُ بَعْضُ النَّاسِ، وَلَكِنْ كَمَا قَالَ الرَّسُولُ ﷺ كَانُوا يُسَمُّونَ بِأَسْمَاءِ أَنْبِيَائِهِمْ٣ فَهَارُونُ أَخُو مَرْيَمَ، لَيْسَ هَارُونَ أَخَا مُوسَى، بَلْ هُوَ آخَرُ يُسَمَّى بِاسْمِهِ، وَكَذَلِكَ عِمْرَانُ سُمِّيَ بِاسْمِ أَبِي مُوسَى.
Maryam putri Imran bukanlah saudara perempuan Musa dan Harun ﵉ seperti yang disangka sebagian orang, akan tetapi sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda, "Mereka dulu memberi nama dengan nama-nama nabi mereka"٣ maka Harun saudara Maryam bukanlah Harun saudara Musa, melainkan dia adalah orang lain yang dinamai dengan namanya, demikian pula Imran dinamai dengan nama ayah Musa.
_________
١ سُورَةُ آلِ عِمْرَانَ آيَةُ: ٥٩.
١ Surah Ali Imran ayat: 59.
٢ سُورَةُ آلِ عِمْرَانَ آيَةُ: ٥٩.
٢ Surah Ali Imran ayat: 59.
٣ مِنْ حَدِيثِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، رَوَاهُ: مُسْلِمٌ (كِتَابُ الْأَدَبِ، بَابُ النَّهْيِ عَنِ التَّكَنِّي بِأَبِي الْقَاسِمِ وَمَا يُسْتَحَبُّ مِنَ الْأَسْمَاءِ، ٣/١٦٨٥) .
٣ Dari hadits Al-Mughirah bin Syu'bah, diriwayatkan oleh: Muslim (Kitab Al-Adab, Bab Larangan Menggunakan Kunyah Abu Al-Qasim dan Nama-Nama yang Dianjurkan, 3/1685).

وَرُوحٌ مِنْهُ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ،......................................

Dan ruh darinya, surga adalah benar, neraka adalah benar, ....................................................

_________
قَوْلُهُ: ﴿وَرُوحٌ مِنْهُ﴾ أَيْ: صَارَ جَسَدُهُ ﵇ بِالْكَلِمَةِ، فَنُفِخَتْ فِيهِ هَذِهِ الرُّوحُ الَّتِي هِيَ مِنَ اللهِ، أَيْ: خَلْقٌ مِنْ مَخْلُوقَاتِهِ أُضِيفَتْ إِلَيْهِ تَعَالَى لِلتَّشْرِيفِ وَالتَّكْرِيمِ.
Pernyataannya: "Dan ruh darinya" maksudnya: tubuhnya ﵇ menjadi dengan firman, lalu ditiupkan padanya ruh ini yang berasal dari Allah, artinya: satu ciptaan dari makhluk-makhluk-Nya yang disandarkan kepada-Nya Ta'ala untuk kemuliaan dan penghormatan.
وَعِيسَى ﵇ لَيْسَ رُوحًا، بَلْ جَسَدٌ ذُو رُوحٍ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿مَا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلانِ الطَّعَامَ﴾ ١ فَبِالنَّفْخِ صَارَ جَسَدًا، وَبِالرُّوحِ صَارَ جَسَدًا وَرُوحًا.
Dan Isa ﵇ bukanlah ruh, melainkan jasad yang memiliki ruh. Allah Ta'ala berfirman: "Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan." Maka dengan peniupan ia menjadi jasad, dan dengan ruh ia menjadi jasad dan ruh.
وَقَوْلُهُ: "مِنْهُ": هَذِهِ هِيَ الَّتِي ضَلَّ بِهَا النَّصَارَى، فَظَنُّوا أَنَّهُ جُزْءٌ مِنَ اللهِ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا كَثِيرًا، وَلَكِنَّنَا نَقُولُ: إِنَّ اللهَ قَدْ أَعْمَى بَصَائِرَكُمْ، ﴿فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ﴾، فَمِنَ الْمَعْلُومِ أَنَّ عِيسَى ﵇ كَانَ يَأْكُلُ الطَّعَامَ، وَهَذَا شَيْءٌ مَعْرُوفٌ، وَمِنَ الْمَعْلُومِ أَيْضًا أَنَّ وَالْيَهُودَ يَقُولُونَ: إِنَّهُمْ صَلَبُوهُ، وَهَلْ يُمْكِنُ لِمَنْ كَانَ جُزْءًا مِنَ الرَّبِّ أَنْ يَنْفَصِلَ عَنِ الرَّبِّ وَيَأْكُلَ، وَيَشْرَبَ وَيُدَّعَى أَنَّهُ قُتِلَ وَصُلِبَ؟ وَعَلَى هَذَا تَكُونُ "مِنْ" لِلْابْتِدَاءِ، وَلَيْسَتْ لِلتَّبْعِيضِ، فَهِيَ كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ﴾ ٢ فَلَا يُمْكِنُ أَنْ نَقُولَ: إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالْأَنْهَارَ جُزْءٌ مِنَ اللهِ وَهَذَا لَمْ يَقُلْ بِهِ أَحَدٌ.
Dan perkataannya: "darinya": ini adalah yang menyesatkan orang-orang Nasrani, mereka mengira bahwa ia adalah bagian dari Allah, maka mereka sesat dan menyesatkan banyak orang. Tetapi kami katakan: Sesungguhnya Allah telah membutakan hati kalian, "karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada", maka telah diketahui bahwa Isa ﵇ makan makanan, dan ini adalah sesuatu yang dikenal. Dan diketahui juga bahwa orang-orang Yahudi mengatakan: Sesungguhnya mereka menyalibnya. Apakah mungkin bagi yang merupakan bagian dari Tuhan untuk berpisah dari Tuhan, makan, minum, dan diklaim bahwa ia dibunuh dan disalib? Berdasarkan ini, "min" adalah li al-ibtida' (permulaan), bukan li al-tab'idh (sebagian), maka ia seperti firman-Nya Ta'ala: "Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya." Maka tidak mungkin kita mengatakan: Sesungguhnya matahari, bulan, dan sungai adalah bagian dari Allah, dan ini tidak pernah dikatakan oleh seorang pun.
فَقَوْلُهُ: "مِنْهُ"; أَيْ: رُوحٌ صَادِرَةٌ مِنَ اللهِ- ﷿، وَلَيْسَتْ جُزْءً مِنَ اللهِ كَمَا تَزْعُمُ النَّصَارَى.
Maka firman-Nya: "darinya"; yakni: ruh yang bersumber dari Allah ﷿, dan bukanlah bagian dari Allah sebagaimana yang diklaim oleh orang-orang Nasrani.
وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَضَافَهُ اللهُ إِلَى نَفْسِهِ يَنْقَسِمُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ:
Dan ketahuilah bahwa apa yang Allah sandarkan kepada diri-Nya terbagi menjadi tiga bagian:
الْأَوَّلُ: الْعَيْنُ قَائِمَةٌ بِنَفْسِهَا، وَإِضَافَتُهَا إِلَيْهِ مِنْ بَابِ إِضَافَةِ الْمَخْلُوقِ
Pertama: dzat yang berdiri sendiri, dan penyandarannya kepada-Nya termasuk kategori penyandaran makhluk
_________
١ سُورَةُ الْمَائِدَةِ آيَةُ: ٧٥.
1 Surat Al-Maidah ayat: 75.
٢ سُورَةُ الْجَاثِيَةِ آيَةُ: ١٣.
2 Surat Al-Jatsiyah ayat: 13.

.......................................................................

.......................................................................

إِلَى خَالِقِهِ، وَهَذِهِ الْإِضَافَةُ قَدْ تَكُونُ عَلَى سَبِيلِ عُمُومِ الْخَلْقِ؛ كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ﴾ ١ وَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ﴾ ٢ وَقَدْ تَكُونُ عَلَى سَبِيلِ الْخُصُوصِ لِشَرَفِهِ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ﴾ ٣ وَكَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا﴾ ٤ وَهَذَا الْقِسْمُ مَخْلُوقٌ.

kepada Penciptanya, dan penambahan ini mungkin secara umum makhluk; seperti firman-Nya Ta'ala: "Dan Dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya" (1) dan firman-Nya Ta'ala: "Sesungguhnya bumi-Ku luas" (2) dan mungkin secara khusus untuk kemuliaannya, seperti firman-Nya Ta'ala: "Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf" (3) dan seperti firman-Nya Ta'ala: "(Inilah) unta betina dari Allah dan minumannya" (4) dan ini adalah bagian yang diciptakan.

الثَّانِي: أَنْ يَكُونَ شَيْئًا مُضَافًا إِلَى عَيْنٍ مَخْلُوقَةٍ يَقُومُ بِهَا، مِثَالُهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَرُوحٌ مِنْهُ﴾ فَإِضَافَةُ هَذِهِ الرُّوحِ إِلَى اللهِ مِنْ بَابِ إِضَافَةِ الْمَخْلُوقِ إِلَى خَالِقِهِ تَشْرِيفًا، فَهِيَ رُوحٌ مِنَ الْأَرْوَاحِ الَّتِي خَلَقَهَا اللهُ، وَلَيْسَتْ جُزْءً أَوْ رُوحًا مِنَ اللهِ، إِذْ إِنَّ هَذِهِ الرُّوحَ حَلَّتْ فِي عِيسَى ﵇، وَهُوَ عَيْنٌ مُنْفَصِلَةٌ عَنِ اللهِ، وَهَذَا الْقِسْمُ مَخْلُوقٌ أَيْضًا.

Kedua: bahwa itu adalah sesuatu yang ditambahkan kepada 'ain yang diciptakan yang berdiri dengannya, contohnya adalah firman Allah Ta'ala: "Dan ruh darinya" maka penambahan ruh ini kepada Allah adalah dari bab penambahan makhluk kepada Penciptanya sebagai pemuliaan, maka ia adalah ruh dari ruh-ruh yang diciptakan oleh Allah, dan bukan bagian atau ruh dari Allah, karena sesungguhnya ruh ini bersemayam pada Isa ﷺ, dan dia adalah 'ain yang terpisah dari Allah, dan bagian ini juga makhluk yang diciptakan.

الثَّالِثُ: أَنْ يَكُونَ وَصْفًا غَيْرَ مُضَافٍ إِلَى عَيْنٍ مَخْلُوقَةٍ.

Ketiga: bahwa itu adalah sifat yang tidak ditambahkan kepada 'ain yang diciptakan.

مِثَالُ ذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي﴾ ٥.

Contoh dari hal itu adalah firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Aku telah memilih kamu melebihi manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku" (5).

فَالرِّسَالَةُ وَالْكَلامُ أُضِيفَا إِلَى اللهِ مِنْ بَابِ إِضَافَةِ الصِّفَةِ إِلَى الْمَوْصُوفِ، فَإِذَا أَضَافَ اللهُ لِنَفْسِهِ صِفَةً، فَهَذِهِ الصِّفَةُ غَيْرُ مَخْلُوقَةٍ، وَبِهَذَا يَتَبَيَّنُ أَنَّ هَذِهِ الْأَقْسَامَ الثَّلاثَةَ: قِسْمَانِ مِنْهَا مَخْلُوقَانِ، وَقِسْمٌ غَيْرُ مَخْلُوقٍ.

Maka risalah dan kalam ditambahkan kepada Allah dari segi penambahan sifat kepada yang disifati, maka jika Allah menambahkan sifat untuk diri-Nya, maka sifat ini tidak diciptakan, dan dengan ini menjadi jelas bahwa tiga pembagian ini: dua darinya adalah makhluk, dan satu bagian tidak diciptakan.

فَالْأَعْيَانُ الْقَائِمَةُ بِنَفْسِهَا وَالْمُتَّصِلُ بِهَذِهِ الْأَعْيَانِ مَخْلُوقَةٌ، وَالْوَصْفُ الَّذِي لَمْ يُذْكَرْ لَهُ عَيْنٌ يَقُومُ بِهَا غَيْرُ مَخْلُوقٍ، لِأَنَّهُ يَكُونُ مِنْ صِفَاتِ اللهِ، وَصِفَاتُ اللهِ غَيْرُ مَخْلُوقَةٍ.

Maka a'yan (entitas-entitas) yang berdiri sendiri dan yang bersambung dengan a'yan ini adalah makhluk, dan sifat yang tidak disebutkan baginya 'ain yang berdiri dengannya adalah tidak diciptakan, karena ia termasuk dari sifat-sifat Allah, dan sifat-sifat Allah tidak diciptakan.

وَقَدِ اجْتَمَعَ الْقِسْمَانِ فِي قَوْلِهِ: "كَلِمَتُهُ، وَرُوحٌ مِنْهُ"؛ فَكَلِمَتُهُ هَذِهِ وَصْفٌ مُضَافٌ إِلَى اللهِ، وَعَلَى هَذَا، فَتَكُونُ كَلِمَتُهُ صِفَةً مِنْ صِفَاتِ اللهِ.

Dan dua bagian ini telah terkumpul pada firman-Nya: "Kalimat-Nya, dan ruh dari-Nya"; maka kalimat-Nya ini adalah sifat yang ditambahkan kepada Allah, dan berdasarkan ini, maka kalimat-Nya adalah sifat dari sifat-sifat Allah.

_________
١ سُورَةُ الْجَاثِيَةِ آيَةُ: ١٣.
1. Surah Al-Jatsiyah ayat: 13.
٢ سُورَةُ الْعَنْكَبُوتِ آيَةُ: ٥٦.
2. Surah Al-'Ankabut ayat: 56.
٣ سُورَةُ الْبَقَرَةِ آيَةُ: ١٢٥.
3. Surah Al-Baqarah ayat: 125.
٤ سُورَةُ الشَّمْسِ آيَةُ: ١٣.
4. Surah Asy-Syams ayat: 13.
٥ سُورَةُ الْأَعْرَافِ آيَةُ: ١٤٤.
5. Surah Al-A'raf ayat: 144.

أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ" أَخْرَجَاهُ١.

Allah memasukkannya ke surga atas amalan apa pun yang dia lakukan." Diriwayatkan oleh keduanya١.

وَلَهُمَا٢ فِي حَدِيثِ عِتْبَانَ:........................................

Dan bagi mereka berdua٢ dalam hadits 'Itbân: ........................................

_________
وَرُوحٌ مِنْهُ: هَذِهِ أُضِيفَتْ إِلَى عَيْنٍ؛ لِأَنَّ الرُّوحَ حَلَّتْ فِي عِيسَى، فَهِيَ مَخْلُوقَةٌ.
Dan ruh darinya: ini dinisbatkan kepada 'Ain; karena ruh itu bertempat di dalam 'Îsâ, maka ia makhluk ciptaan.
قَوْلُهُ: "أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ": إِدْخَالُ الْجَنَّةِ يَنْقَسِمُ إِلَى قِسْمَيْنِ:
Perkataannya: "Allah memasukkannya ke surga": Memasukkan ke surga terbagi menjadi dua bagian:
الْأَوَّلُ: إِدْخَالٌ كَامِلٌ لَمْ يَسْبِقْ بِعَذَابٍ لِمَنْ أَتَمَّ الْعَمَلَ.
Pertama: Pemasukan penuh tanpa didahului azab bagi yang melengkapi amalnya.
الثَّانِي: إِدْخَالٌ نَاقِصٌ مَسْبُوقٌ بِعَذَابٍ لِمَنْ نَقَصَ الْعَمَلَ. فَالْمُؤْمِنُ إِذَا غَلَبَتْ سَيِّئَاتُهُ حَسَنَاتِهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ عَذَّبَهُ بِقَدْرِ عَمَلِهِ، وَإِنْ شَاءَ لَمْ يُعَذِّبْهُ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ ٣.
Kedua: Pemasukan tidak sempurna yang didahului azab bagi yang kurang amalnya. Jika keburukan seorang mukmin melebihi kebaikannya, jika Allah menghendaki Dia akan menyiksanya sesuai amalnya, dan jika Dia menghendaki Dia tidak akan menyiksanya, Allah Ta'ala berfirman: ﴿Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki﴾ ٣.
قَوْلُهُ: "عِتْبَانُ": هُوَ عِتْبَانُ بْنُ مَالِكٍ الْأَنْصَارِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يُصَلِّي بِقَوْمِهِ، فَضَعُفَ بَصَرُهُ، وَشَقَّ عَلَيْهِ الذَّهَابُ إِلَيْهِمْ، فَطَلَبَ مِنَ النَّبِيِّ ﷺ أَنْ يَخْرُجَ إِلَيْهِ وَأَنْ يُصَلِّيَ فِي مَكَانٍ مِنْ بَيْتِهِ لِيَتَّخِذَهُ مُصَلَّى، فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ ﷺ وَمَعَهُ طَائِفَةٌ مِنْ أَصْحَابِهِ، مِنْهُمْ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ ﵄، فَلَمَّا دَخَلَ الْبَيْتَ، قَالَ: أَيْنَ تُرِيدُ أَنْ أُصَلِّيَ؟ قَالَ: صَلِّ هَا هُنَا.
Perkataannya: "'Itbân": Dia adalah 'Itbân bin Mâlik Al-Anshârî radhiyallâhu 'anhu yang salat bersama kaumnya. Lalu penglihatannya melemah dan berat baginya untuk pergi kepada mereka. Dia meminta kepada Nabi ﷺ agar keluar kepadanya dan salat di suatu tempat di rumahnya agar dia jadikan sebagai mushalla. Nabi ﷺ pun keluar kepadanya bersama sekelompok sahabat, di antaranya Abu Bakar dan Umar ﵄. Ketika masuk rumah, beliau bertanya, "Di mana engkau ingin aku salat?" Dia menjawab, "Salatlah di sini."
وَأَشَارَ إِلَى نَاحِيَةٍ مِنَ الْبَيْتِ، فَصَلَّى بِهِمُ النَّبِيُّ ﷺ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ جَلَسَ عَلَى طَعَامٍ صَنَعُوهُ لَهُ، فَجَعَلُوا يَتَذَاكَرُونَ، فَذَكَرُوا رَجُلًا يُقَالُ لَهُ
Dan dia menunjuk ke satu sisi rumah, lalu Nabi ﷺ shalat bersama mereka dua rakaat. Kemudian beliau duduk untuk makan hidangan yang mereka sajikan untuknya. Mereka pun mulai saling mengingat, lalu mereka menyebutkan seorang lelaki yang disebut
_________
١ رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ أَحَادِيثِ الْأَنْبِيَاءِ، بَابُ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ﴾، ٢/٤٨٦)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْإِيمَانِ، بَابُ الدَّلِيلِ عَلَى أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى التَّوْحِيدِ دَخَلَ الْجَنَّةَ، ١/٥٧).
١ Diriwayatkan oleh: Al-Bukhârî (Kitab Ahadits Al-Anbiyâ`, Bab Firman-Nya Ta'ala: ﴿Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian﴾, 2/486), dan Muslim (Kitab Al-Îmân, Bab Dalil bahwa siapa yang mati di atas tauhid masuk surga, 1/57).
٢ مِنْ حَدِيثِ عِتْبَانَ بْنِ مَالِكٍ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ الصَّلَاةِ، بَابُ الْمَسَاجِدِ فِي الْبُيُوتِ، ١/١٥٤)، وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْمَسَاجِدِ، بَابُ الرُّخْصَةِ فِي التَّخَلُّفِ عَنِ الْجَمَاعَةِ بِعُذْرٍ، ١/٤٥٥).
٢ Dari hadits 'Itbân bin Mâlik, diriwayatkan oleh: Al-Bukhârî (Kitab Shalat, Bab Masjid-masjid di Rumah, 1/154), dan Muslim (Kitab Masjid-masjid, Bab Rukhshah Tidak Menghadiri Jamaah karena Uzur, 1/455).
٣ سُورَةُ النِّسَاءِ آيَةُ: ٤٨.
٣ Surah An-Nisâ` ayat: 48.

"فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ".

"Karena sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan: Tidak ada tuhan selain Allah dengan mengharapkan wajah Allah dengan hal itu."

_________
مَالِكُ بْنُ الدُّخْشُمِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: هُوَ مُنَافِقٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: "لَا تَقُلْ هَكَذَا، أَلَيْسَ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يُرِيدُ بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ؟!. ثُمَّ قَالَ: فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ..." الحَدِيثُ.
Malik bin ad-Dukhshum, lalu sebagian mereka berkata: Dia adalah orang munafik. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Janganlah kalian berkata demikian, bukankah dia telah mengucapkan: Tidak ada tuhan selain Allah yang dengannya dia menghendaki wajah Allah?! Kemudian beliau bersabda: Maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka..." hadits.
فَنَهَاهُمْ أَنْ يَقُولُوا هَكَذَا، لِأَنَّهُمْ لَا يَدْرُونَ عَمَّا فِي قَلْبِهِ، لِأَنَّهُ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَهُنَا الرَّسُولُ قَالَ هَكَذَا، وَلَمْ يُبَرِّئْ الرَّجُلَ، إِنَّمَا أَتَى بِعِبَارَةٍ عَامَّةٍ بِأَنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ، وَنَهَى أَنْ نُطْلِقَ أَلْسِنَتَنَا فِي عِبَادِ اللهِ الَّذِينَ ظَاهِرُهُمْ الصَّلَاحُ، وَنَقُولُ: هَذَا مُرَاءٍ، هَذَا فَاسِقٌ، وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ، لِأَنَّنَا لَوْ أَخَذْنَا بِمَا نَظُنُّ فَسَدَتْ الدُّنْيَا وَالآخِرَةُ؛ فَكَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ نَظُنُّ بِهِمْ سُوءًا وَلَكِنْ لَا يَجُوزُ أَنْ نَقُولَ ذَلِكَ وَظَاهِرُهُمْ الصَّلَاحُ، وَلِهَذَا قَالَ العُلَمَاءُ: يَحْرُمُ ظَنُّ السُّوءِ بِمُسْلِمٍ ظَاهِرُهُ العَدَالَةُ.
Maka beliau melarang mereka untuk berkata demikian, karena mereka tidak mengetahui apa yang ada dalam hatinya, karena dia telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Di sini Rasulullah berkata demikian, dan tidak membebaskan orang tersebut, hanya saja beliau datang dengan pernyataan umum bahwa Allah telah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan: Tidak ada tuhan selain Allah yang dengannya dia mengharapkan wajah Allah, dan melarang kita untuk melontarkan lisan kita kepada hamba-hamba Allah yang secara zahir mereka dalam kebaikan, dengan mengatakan: Ini adalah riya', ini adalah fasik, dan semisalnya, karena seandainya kita mengambil apa yang kita duga maka akan rusaklah dunia dan akhirat; karena banyak manusia yang kita duga mereka jelek namun tidak boleh kita katakan demikian sedangkan zahir mereka adalah kebaikan, karena inilah para ulama mengatakan: Haram berprasangka buruk kepada seorang muslim yang zahirnya adalah adil.
قَوْلُهُ: "فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ" أَيْ: مَنَعَ مِنْ النَّارِ، أَوْ مَنَعَ النَّارَ أَنْ تُصِيبَهُ.
Perkataan beliau: "Maka sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka" artinya: mencegah dari neraka, atau mencegah neraka dari menimpanya.
قَوْلُهُ: "مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ" أَيْ: بِشَرْطِ الإِخْلَاصِ، بِدَلِيلِ قَوْلِهِ: "يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ" أَيْ: يَطْلُبُ وَجْهَ اللهِ وَمَنْ طَلَبَ وَجْهًا، فَلَا بُدَّ أَنْ يَعْمَلَ كُلَّ مَا فِي وُسْعِهِ لِلْوُصُولِ إِلَيْهِ، لِأَنَّ مُبْتَغِيَ الشَّيْءِ يَسْعَى فِي الوُصُولِ إِلَيْهِ، وَعَلَيْهِ، فَلَا نَحْتَاجُ إِلَى قَوْلِ الزُّهْرِيِّ ﵀ بَعْدَ أَنْ سَاقَ الحَدِيثَ، كَمَا فِي "صَحِيحِ مُسْلِمٍ"١ حَيْثُ قَالَ: "ثُمَّ وَجَبَتْ بَعْدَ ذَلِكَ أُمُورٌ، وَحُرِّمَتْ أُمُورٌ، فَلَا يَغْتَرُّ مُغْتَرٌّ بِهَذَا" فَالحَدِيثُ وَاضِحُ الدَّلَالَةِ عَلَى شَرْطِيَّةِ العَمَلِ لِمَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، حَيْثُ قَالَ: "يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ"،
Perkataan beliau: "Barangsiapa yang mengucapkan: Tidak ada tuhan selain Allah" maksudnya: dengan syarat ikhlas, berdasarkan perkataan beliau: "mengharapkan dengan hal itu wajah Allah" artinya: mencari wajah Allah dan barangsiapa yang mencari suatu wajah, maka dia harus melakukan semua yang ada dalam kemampuannya untuk sampai kepadanya, karena orang yang mencari sesuatu berusaha untuk sampai kepadanya. Oleh karena itu, kita tidak perlu perkataan Az-Zuhri ﵀ setelah dia meriwayatkan hadits tersebut, seperti dalam "Shahih Muslim"١ di mana dia berkata: "Kemudian setelah itu ada perkara-perkara yang diwajibkan, dan perkara-perkara yang diharamkan, maka janganlah seseorang tertipu dengan ini" maka hadits ini jelas menunjukkan syarat amalan bagi orang yang mengucapkan: Tidak ada tuhan selain Allah, di mana dia berkata: "mengharapkan dengan hal itu wajah Allah",
_________
١ فِي (كِتَابِ المَسَاجِدِ، بَابِ الرُّخْصَةِ فِي التَّخَلُّفِ عَنْ الجَمَاعَةِ بِعُذْرٍ، ١/٤٥٦).
١ Dalam (Kitab Masjid-Masjid, Bab Keringanan Tidak Menghadiri Jamaah Karena Uzur, 1/456).

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: " قَالَ مُوسَى ﵇: يَا رَبِّ! عَلِّمْنِي شَيْئًا أَذْكُرُكَ وَأَدْعُوكَ

Dari Abu Sa'id Al-Khudri raḍiyallāhu 'anhu, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, "Musa ﵇ berkata, 'Wahai Tuhanku! Ajari aku sesuatu yang dengannya aku dapat mengingatMu dan berdoa kepadaMu'

_________
وَلِذَا قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ عِنْدَ قَوْلِ النَّبِيِّ ﷺ " مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ "١: (لَكِنْ مَنْ أَتَى بِمِفْتَاحٍ لَا أَسْنَانَ لَهُ لَا يُفْتَحُ لَهُ) .
Karena itulah sebagian Salaf berkata ketika Nabi ﷺ bersabda, "Kunci surga adalah: Lā ilāha illallāh (Tidak ada Tuhan selain Allah)"¹: (Akan tetapi barangsiapa yang datang dengan kunci yang tidak bergigi, maka tidak akan dibukakan baginya).
قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ: إِنَّ الْمُبْتَغِيَ لَا بُدَّ أَنْ يُكَمِّلَ وَسَائِلَ الْبُغْيَةِ، وَإِذَا أَكْمَلَهَا حُرِّمَتْ عَلَيْهِ النَّارُ تَحْرِيمًا مُطْلَقًا، فَإِذَا أَتَى بِالْحَسَنَاتِ عَلَى الْوَجْهِ الْأَكْمَلِ، فَإِنَّ النَّارَ تَحْرُمُ عَلَيْهِ تَحْرِيمًا مُطْلَقًا، وَإِنْ أَتَى بِشَيْءٍ نَاقِصٍ، فَإِنَّ الِابْتِغَاءَ فِيهِ نَقْصٌ، فَيَكُونُ تَحْرِيمُ النَّارِ عَلَيْهِ فِيهِ نَقْصٌ، لَكِنْ يَمْنَعُهُ مَا مَعَهُ مِنَ التَّوْحِيدِ مِنَ الْخُلُودِ فِي النَّارِ، وَكَذَا مَنْ زَنَى، أَوْ شَرِبَ الْخَمْرَ، أَوْ سَرَقَ، فَإِذَا فَعَلَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ حِينَ فَعَلَهُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ، فَهُوَ كَاذِبٌ فِي زَعْمِهِ، لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: " لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ "٢ فَضْلًا عَنْ أَنْ يَكُونَ مُبْتَغِيًا وَجْهَ اللَّهِ.
Syaikhul Islam berkata: Sesungguhnya orang yang mencari (keridhaan Allah) harus menyempurnakan sarana untuk mencapai tujuannya. Jika ia menyempurnakannya, maka neraka diharamkan baginya secara mutlak. Jika ia melakukan kebaikan dengan cara yang paling sempurna, maka neraka diharamkan baginya secara mutlak. Namun jika ia melakukan sesuatu yang kurang, maka dalam pencariannya terdapat kekurangan, sehingga pengharaman neraka atasnya juga kurang. Tetapi tauhid yang ada padanya akan mencegahnya dari kekal di neraka. Demikian pula orang yang berzina, minum khamr, atau mencuri. Jika ia melakukan sesuatu dari itu kemudian berkata saat melakukannya, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, aku mencari wajah Allah dengan itu," maka ia berdusta dalam pengakuannya. Karena Nabi ﷺ bersabda, "Tidaklah seorang pezina berzina saat ia berzina dalam keadaan beriman,"² apalagi ia mengaku mencari wajah Allah.
وَفِي الْحَدِيثِ رَدٌّ عَلَى الْمُرْجِئَةِ الَّذِينَ يَقُولُونَ: يَكْفِي قَوْلُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، دُونَ ابْتِغَاءِ وَجْهِ اللَّهِ. وَفِيهِ رَدٌّ عَلَى الْخَوَارِجِ وَالْمُعْتَزِلَةِ، لِأَنَّ ظَاهِرَ الْحَدِيثِ أَنَّ مَنْ فَعَلَ هَذِهِ الْمُحَرَّمَاتِ لَا يَخْلُدُ فِي النَّارِ، لَكِنَّهُ مُسْتَحِقٌّ لِلْعُقُوبَةِ، وَهُمْ يَقُولُونَ: إِنَّ فَاعِلَ الْكَبِيرَةِ مُخَلَّدٌ فِي النَّارِ.
Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap Murji'ah yang mengatakan: Cukup mengucapkan: Lā ilāha illallāh, tanpa harus mencari wajah Allah. Di dalamnya juga terdapat bantahan terhadap Khawarij dan Mu'tazilah, karena zhahir hadits menunjukkan bahwa orang yang melakukan perbuatan haram ini tidak kekal di neraka, tetapi ia berhak mendapat hukuman. Sedangkan mereka (Khawarij dan Mu'tazilah) mengatakan: Sesungguhnya pelaku dosa besar itu kekal di neraka.
قَوْلُهُ: " أَذْكُرُكَ وَأَدْعُوكَ بِهِ": صِفَةٌ لِشَيْءٍ، وَلَيْسَتْ جَوَابَ الطَّلَبِ، فَمُوسَى ﵇ طَلَبَ شَيْئًا يَحْصُلُ بِهِ أَمْرَانِ:
Perkataan beliau "Aku mengingatMu dan berdoa kepadaMu dengannya" adalah sifat untuk sesuatu, bukan jawaban atas permintaan. Maka Musa ﵇ meminta sesuatu yang dengannya bisa menghasilkan dua hal:
_________
١ كَمَا فِي "صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ" عَنْ وَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ. انْظُرْ: "الْفَتْحَ" (٣/١٠٩) . وَالْحَدِيثُ عَزَاهُ الْهَيْثَمِيُّ لِلْإِمَامِ أَحْمَدَ وَالْبَزَّارِ. وَخَرَّجَهُ أَبُو نُعَيْمٍ فِي "الْحِلْيَةِ" (١/١٦)، وَلَفْظُهُ: "مَفَاتِيحُ الْجَنَّةِ ... ".
¹ Sebagaimana dalam "Shahih Bukhari" dari Wahb bin Munabbih. Lihat: "Al-Fath" (3/109). Al-Haitsami menisbatkan hadits ini kepada Imam Ahmad dan Al-Bazzar. Abu Nu'aim meriwayatkannya dalam "Al-Hilyah" (1/16), dengan lafazh: "Kunci-kunci surga...".
٢ مِنْ حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَوَاهُ: الْبُخَارِيُّ (كِتَابُ الْمَظَالِمِ، بَابُ النَّهْبَى بِغَيْرِ إِذْنِ صَاحِبِهِ، ٢/ ٢٠١) وَمُسْلِمٌ (كِتَابُ الْإِيمَانِ، بَابُ نُقْصَانِ الْإِيمَانِ بِالْمَعَاصِي، ١/٧٦) .
² Dari hadits Abu Hurairah, diriwayatkan oleh: Bukhari (Kitab Al-Mazhalim, Bab An-Nahba Bighairi Idzni Shahibihi, 2/201) dan Muslim (Kitab Al-Iman, Bab Nuqshan Al-Iman Bil Ma'ashi, 1/76).

بِهِ قَالَ: قُلْ يَا مُوسَى: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. قَالَ: يَا رَبِّ كُلُّ عِبَادِكَ يَقُولُونَ هَذَا؟ قَالَ: يَا مُوسَى! لَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَعَامِرَهُنَّ غَيْرِي وَالْأَرْضِينَ السَّبْعَ فِي كَفَّةٍ................................................................

Dengan itu, Dia berkata: Katakanlah wahai Musa: Tidak ada tuhan selain Allah. Dia (Musa) berkata: Wahai Tuhanku, semua hamba-Mu mengatakan ini? Dia (Allah) berkata: Wahai Musa! Seandainya tujuh langit dan penghuninya selain Aku serta tujuh bumi berada di satu sisi timbangan................................................................

_________
١. ذِكْرُ اللَّهِ.
1. Zikir (mengingat) Allah.
٢. دُعَاؤُهُ. فَأَجَابَ اللَّهُ بِقَوْلِهِ: "قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ"، وَهَذِهِ الْجُمْلَةُ ذِكْرٌ مُتَضَمِّنٌ لِلدُّعَاءِ، لِأَنَّ الذَّاكِرَ يُرِيدُ رِضَا اللَّهِ عَنْهُ، وَالْوُصُولَ إِلَى دَارِ كَرَامَتِهِ، إِذَنْ، فَهُوَ ذِكْرٌ مُتَضَمِّنٌ لِلدُّعَاءِ، قَالَ الشَّاعِرُ:
2. Berdoa kepada-Nya. Maka Allah menjawab dengan firman-Nya: "Katakanlah tidak ada tuhan selain Allah", dan kalimat ini adalah zikir yang mencakup doa, karena orang yang berzikir menginginkan keridhaan Allah atasnya, dan sampai ke rumah kemuliaan-Nya, maka itu adalah zikir yang mencakup doa, penyair berkata:
أَأَذْكُرُ حَاجَتِي أَمْ قَدْ كَفَانِي ... حِبَاؤُكَ إِنَّ شِيمَتَكَ الْحِبَاءُ
Haruskah aku menyebutkan kebutuhanku ataukah pemberian-Mu telah mencukupiku ... Sesungguhnya tabiat-Mu adalah pemberian
يَعْنِي: عَطَاؤُكَ.
Artinya: pemberian-Mu.
وَاسْتَشْهَدَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَلَى أَنَّ الذِّكْرَ بِمَعْنَى الدُّعَاءِ بِقَوْلِ الشَّاعِرِ:
Dan Ibnu Abbas bersaksi bahwa zikir bermakna doa dengan perkataan penyair:
إِذَا أَثْنَى عَلَيْكَ الْعَبْدُ يَوْمًا ... كَفَاهُ مِنْ تَعَرُّضِهِ الثَّنَاءُ
Jika seorang hamba memuji-Mu suatu hari ... Maka pujian itu cukup baginya dari permohonannya
قَوْلُهُ: "كُلُّ عِبَادِكَ يَقُولُونَ هَذَا": لَيْسَ الْمَعْنَى أَنَّهَا كَلِمَةٌ هَيِّنَةٌ كُلٌّ يَقُولُهَا، لِأَنَّ مُوسَى ﵊ يَعْلَمُ عِظَمَ هَذِهِ الْكَلِمَةِ، وَلَكِنَّهُ أَرَادَ شَيْئًا يَخْتَصُّ بِهِ، لِأَنَّ تَخْصِيصَ الْإِنْسَانِ بِالْأَمْرِ يَدُلُّ عَلَى مَنْقَبَةٍ لَهُ وَرِفْعَةٍ؛ فَبَيَّنَ اللَّهُ لِمُوسَى أَنَّهُ مَهْمَا أُعْطِيَ فَلَنْ يُعْطَى أَفْضَلَ مِنْ هَذِهِ الْكَلِمَةِ، وَأَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَعْظَمُ مِنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا فِيهِنَّ، لِأَنَّهَا تَمِيلُ بِهِنَّ وَتَرْجَحُ، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى فَضْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَعِظَمِهَا لَكِنْ لَا بُدَّ مِنَ الْإِتْيَانِ بِشُرُوطِهَا، أَمَّا مُجَرَّدُ أَنْ يَقُولَهَا الْقَائِلُ بِلِسَانِهِ، فَكَمْ مِنْ إِنْسَانٍ يَقُولُهَا لَكِنَّهَا عِنْدَهُ كَالرِّيشَةِ لَا تُسَاوِي شَيْئًا، لِأَنَّهُ لَمْ يَقُلْهَا عَلَى الْوَجْهِ الَّذِي تَمَّتْ بِهِ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ بِهِ الْمَوَانِعُ.
Perkataan beliau: "Semua hamba-Mu mengatakan ini": Bukan berarti bahwa ini adalah kalimat yang mudah yang semua orang mengucapkannya, karena Musa ﵊ mengetahui keagungan kalimat ini, tetapi dia menginginkan sesuatu yang khusus baginya, karena pengkhususan seseorang dengan suatu perkara menunjukkan kemuliaan dan ketinggian baginya; Maka Allah menjelaskan kepada Musa bahwa apa pun yang diberikan kepadanya, dia tidak akan diberikan yang lebih baik dari kalimat ini, dan bahwa laa ilaaha illallah lebih agung dari langit dan bumi serta apa yang ada di dalamnya, karena kalimat itu memiringkan dan mengungguli mereka, maka hal itu menunjukkan keutamaan laa ilaaha illallah dan keagungannya. Tetapi syarat-syaratnya harus dipenuhi, adapun sekedar diucapkan oleh pengucapnya dengan lisannya, maka berapa banyak manusia yang mengucapkannya tetapi baginya seperti bulu yang tidak bernilai apa-apa, karena dia tidak mengucapkannya dengan cara yang memenuhi syarat-syaratnya dan menghilangkan penghalangnya.
قَوْلُهُ: "وَالْأَرْضِينَ السَّبْعَ": فِي بَعْضِ النُّسَخِ بِالرَّفْعِ، وَهَذَا لَا يَصْلُحُ، لِأَنَّهُ إِذَا عُطِفَ عَلَى اسْمِ أَنَّ قَبْلَ اسْتِكْمَالِ الْخَبَرِ وَجَبَ النَّصْبُ.
Perkataannya: "dan tujuh bumi": Dalam sebagian naskah dengan rafa' (nominatif), dan ini tidak benar, karena jika diatafkan kepada isim anna sebelum sempurnanya khabar, maka wajib nashab (akusatif).

وَ(لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) فِي كَفَّةٍ، مَالَتْ بِهِنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ " رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ١.

Dan (tidak ada tuhan selain Allah) berada di satu sisi timbangan, maka "tidak ada tuhan selain Allah" akan lebih berat daripada mereka". Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim dan dishahihkan¹.

وَلِلتِّرْمِذِيِّ وَحَسَّنَهُ عَنْ أَنَسٍ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: " قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ!.............................................................

Menurut At-Tirmidzi, dan dia menghasankannya dari Anas: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: Wahai anak Adam!.............................................................

_________
قَوْلُهُ: "مَالَتْ": أَيْ: رَجَحَتْ حَتَّى يَمِلْنَ. قَوْلُهُ: "عَامِرُهُنَّ": أَيْ: سَاكِنُهُنَّ، فَالعَامِرُ لِلشَّيْءِ هُوَ الَّذِي عَمَرَ بِهِ الشَّيْءُ.
Perkataan beliau: "Maalat": yakni: lebih berat sehingga condong. Perkataan beliau: "Aamiruhunn": yakni: yang menempati mereka, sehingga yang memakmurkan sesuatu adalah yang menjadikan sesuatu itu makmur.
قَوْلُهُ: "غَيْرِي": اسْتَثْنَى نَفْسَهُ ﵎، لِأَنَّ قَوْلَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ثَنَاءٌ عَلَيْهِ، وَالمُثْنَى عَلَيْهِ أَعْظَمُ مِنَ الثَّنَاءِ، وَهُنَا يَجِبُ أَنْ تَعْرِفَ أَنَّ كَوْنَ اللهِ تَعَالَى فِي السَّمَاءِ لَيْسَ كَكَوْنِ المَلَائِكَةِ فِي السَّمَاءِ، فَكَوْنُ المَلَائِكَةِ فِي السَّمَاءِ كَوْنٌ حَاجِيٌّ، فَهُمْ سَاكِنُونَ فِي السَّمَاءِ لِأَنَّهُمْ مُحْتَاجُونَ إِلَى السَّمَاءِ، لَكِنَّ الرَّبَّ ﵎ لَيْسَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا، بَلْ إِنَّ السَّمَاءَ وَغَيْرَ السَّمَاءِ مُحْتَاجٌ إِلَى اللهِ تَعَالَى، فَلَا يَظُنُّ ظَانٌّ أَنَّ السَّمَاءَ تُقِلُّ اللهَ أَوْ تُظِلُّهُ أَوْ تُحِيطُ بِهِ، وَعَلَيْهِ، فَالسَّمَاوَاتُ بِاعْتِبَارِ المَلَائِكَةِ أَمْكِنَةٌ مُقِلَّةٌ لِلْمَلَائِكَةِ، وَمَا فَوْقَهُمْ مِنْهَا مُظِلٌّ لَهُمْ، أَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِلهِ فَهِيَ جِهَةٌ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى مُسْتَوٍ عَلَى عَرْشِهِ، لَا يُقِلُّهُ شَيْءٌ مِنْ خَلْقِهِ.
Perkataan beliau: "Ghairi": mengecualikan diri-Nya ﵎, karena pernyataan tidak ada tuhan selain Allah adalah pujian kepada-Nya, dan yang dipuji lebih agung daripada pujian itu sendiri. Di sini, kita harus mengetahui bahwa keberadaan Allah Ta'ala di langit tidak seperti keberadaan para malaikat di langit. Keberadaan para malaikat di langit adalah keberadaan yang membutuhkan, mereka tinggal di langit karena membutuhkan langit. Namun, Tuhan ﵎ tidak membutuhkannya, sebaliknya langit dan selain langit membutuhkan Allah Ta'ala. Jangan menyangka bahwa langit menanggung Allah, menaungi-Nya, atau meliputi-Nya. Dengan demikian, langit adalah tempat yang menanggung para malaikat, dan apa yang di atas mereka menaungi mereka. Adapun dalam hubungannya dengan Allah, itu adalah arah karena Allah Ta'ala bersemayam di atas Arsy-Nya, tidak ada sesuatu pun dari ciptaan-Nya yang menanggung-Nya.
قَوْلُهُ: " قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ ... " إِلَخْ: هَذَا مِنَ الأَحَادِيثِ القُدْسِيَّةِ، وَالحَدِيثُ القُدْسِيُّ: مَا رَوَاهُ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ رَبِّهِ، وَقَدْ أَدْخَلَهُ
Perkataan beliau: "Allah Ta'ala berfirman: Wahai anak Adam ..." dst: Ini adalah salah satu hadis qudsi. Hadis qudsi adalah apa yang diriwayatkan oleh Nabi ﷺ dari Tuhannya. Dia telah memasukkannya
_________
١ رَوَاهُ: ابْنُ حِبَّانَ بِرَقْمِ (٢٣٢٤)، وَالحَاكِمُ (١/٥٢٨) - وَصَحَّحَهُ وَوَافَقَهُ الذَّهَبِيُّ-، وَالبَيْهَقِيُّ فِي "الأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ" (ص ١٠٢) . وَعَزَاهُ الهَيْثَمِيُّ فِي "المَجْمَعِ" (١٠/٨٢) لِأَبِي يَعْلَى، وَقَالَ: "رِجَالُهُ وُثِّقُوا عَلَى ضَعْفٍ فِيهِمْ". وَفِي إِسْنَادِهِ دَرَّاجُ بْنُ سَمْعَانَ، أَبُو السَّمْحِ، وَهُوَ ضَعِيفٌ. انْظُرْ: "تَقْرِيبَ التَّهْذِيبِ" (١/٢٣٥) .
¹ Diriwayatkan oleh: Ibnu Hibban dengan nomor (2324), Al-Hakim (1/528) - dia menshahihkannya dan Adz-Dzahabi menyetujuinya-, Al-Baihaqi dalam "Al-Asma' wash-Shifat" (hal. 102). Al-Haitsami menisbatkannya dalam "Al-Majma'" (10/82) kepada Abu Ya'la, dan berkata: "Para perawinya terpercaya meskipun ada kelemahan pada mereka". Dalam sanadnya terdapat Darraj bin Sam'an, Abu As-Samh, dan dia lemah. Lihat: "Taqrib At-Tahdzib" (1/235).

.......................................................................

.......................................................................

الْمُحَدِّثُونَ فِي الْأَحَادِيثِ النَّبَوِيَّةِ، لِأَنَّهُ مَنْسُوبٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ تَبْلِيغًا، وَلَيْسَ مِنَ الْقُرْآنِ بِالْإِجْمَاعِ، وَإِنْ كَانَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا قَدْ بَلَّغَهُ النَّبِيُّ ﷺ أُمَّتَهُ عَنِ اللهِ- ﷿.

Para ahli hadits dalam hadits-hadits Nabi, karena itu dinisbatkan kepada Nabi ﷺ sebagai penyampaian, dan bukan dari Al-Qur'an menurut kesepakatan ulama, meskipun masing-masing dari keduanya telah disampaikan oleh Nabi ﷺ kepada umatnya dari Allah ﷿.

وَقَدِ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ ﵏ فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ هَلْ هُوَ كَلَامُ اللهِ تَعَالَى، أَوْ أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَوْحَى إِلَى رَسُولِهِ ﷺ مَعْنَاهُ وَاللَّفْظُ لَفْظُ رَسُولِ اللهِ ﷺ عَلَى قَوْلَيْنِ:

Para ulama ﵏ berbeda pendapat tentang lafaz hadits qudsi, apakah itu kalam Allah Ta'ala, atau Allah Ta'ala mewahyukan maknanya kepada Rasul-Nya ﷺ dan lafaznya adalah lafaz Rasulullah ﷺ, terdapat dua pendapat:

الْقَوْلُ الْأَوَّلُ: أَنَّ الْحَدِيثَ الْقُدْسِيَّ مِنْ عِنْدِ اللهِ لَفْظُهُ وَمَعْنَاهُ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَضَافَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى، وَمِنَ الْمَعْلُومِ أَنَّ الْأَصْلَ فِي الْقَوْلِ الْمُضَافِ أَنْ يَكُونَ بِلَفْظِ قَائِلِهِ لَا نَاقِلِهِ، لَا سِيَّمَا وَالنَّبِيُّ ﷺ أَقْوَى النَّاسِ أَمَانَةً وَأَوْثَقُهُمْ رِوَايَةً.

Pendapat pertama: Bahwa hadits qudsi dari sisi Allah lafaz dan maknanya; karena Nabi ﷺ menyandarkannya kepada Allah Ta'ala, dan telah diketahui bahwa pada dasarnya perkataan yang disandarkan adalah dengan lafaz yang mengucapkannya bukan yang meriwayatkannya, terlebih lagi Nabi ﷺ adalah manusia yang paling kuat amanahnya dan paling terpercaya riwayatnya.

الْقَوْلُ الثَّانِي: أَنَّ الْحَدِيثَ الْقُدْسِيَّ مَعْنَاهُ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَلَفْظُهُ لَفْظُ النَّبِيِّ ﷺ وَذَلِكَ لِوَجْهَيْنِ:

Pendapat kedua: Bahwa hadits qudsi maknanya dari Allah dan lafaznya adalah lafaz Nabi ﷺ, hal itu karena dua sisi:

الْوَجْهُ الْأَوَّلُ: لَوْ كَانَ الْحَدِيثُ الْقُدْسِيُّ مِنْ عِنْدِ اللهِ لَفْظًا وَمَعْنًى، لَكَانَ أَعْلَى سَنَدًا مِنَ الْقُرْآنِ، لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ تَعَالَى بِدُونِ وَاسِطَةٍ، كَمَا هُوَ ظَاهِرُ السِّيَاقِ، أَمَّا الْقُرْآنُ، فَنَزَلَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ بِوَاسِطَةِ جِبْرِيلَ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ﴾ ١ [النحل: ١٠٢] وَقَالَ: ﴿نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ﴾ ٢ [الشعراء: ١٩٣- ١٩٥]

Sisi pertama: Seandainya hadits qudsi dari Allah lafaz dan maknanya, tentu ia lebih tinggi sanadnya daripada Al-Qur'an, karena Nabi ﷺ meriwayatkannya dari Tuhannya tanpa perantara, sebagaimana yang tampak dari konteksnya. Adapun Al-Qur'an, ia turun kepada Nabi ﷺ melalui perantaraan Jibril, sebagaimana Allah berfirman: "Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu" ١ [An-Nahl: 102] dan berfirman: "Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas" ٢ [Asy-Syu'ara: 193-195]

الْوَجْهُ الثَّانِي: أَنَّهُ لَوْ كَانَ لَفْظُ الْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ مِنْ عِنْدِ اللهِ، لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقُرْآنِ فَرْقٌ، لِأَنَّ كِلَيْهِمَا عَلَى هَذَا التَّقْدِيرِ كَلَامُ اللهِ تَعَالَى، وَالْحِكْمَةُ تَقْتَضِي تَسَاوِيَهُمَا فِي الْحُكْمِ حِينَ اتَّفَقَا فِي الْأَصْلِ، وَمِنَ الْمَعْلُومِ أَنَّ بَيْنَ الْقُرْآنِ وَالْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ فُرُوقًا كَثِيرَةً:

Sisi kedua: Seandainya lafaz hadits qudsi dari Allah, tentu tidak ada perbedaan antara hadits qudsi dan Al-Qur'an, karena keduanya menurut perkiraan ini adalah kalam Allah Ta'ala, dan hikmah menuntut persamaan keduanya dalam hukum ketika keduanya sepakat dalam asalnya. Dan telah diketahui bahwa antara Al-Qur'an dan hadits qudsi terdapat banyak perbedaan:

_________
١ سُورَةُ النَّحْلِ آيَةُ: ١٠٢.
١ Surah An-Nahl ayat: 102.
٢ سُورَةُ الشُّعَرَاءِ الْآيَاتُ: ١٩٣- ١٩٥.
٢ Surah Asy-Syu'ara ayat: 193-195.

.......................................................................

.......................................................................

مِنْهَا: أَنَّ الْحَدِيثَ الْقُدْسِيَّ لَا يُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ، بِمَعْنَى أَنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَتَعَبَّدُ لِلَّهِ تَعَالَى بِمُجَرَّدِ قِرَاءَتِهِ، فَلَا يُثَابُ عَلَى كُلِّ حَرْفٍ مِنْهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ، وَالْقُرْآنُ يُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ مِنْهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ.

Di antaranya: Bahwa Hadis Qudsi tidak dianggap sebagai sarana ibadah dengan sekadar membacanya, artinya seseorang tidak beribadah kepada Allah Ta'ala hanya dengan membaca Hadis Qudsi, sehingga tidak diberi pahala sepuluh kebaikan untuk setiap hurufnya. Sedangkan Al-Qur'an dapat dijadikan sarana ibadah dengan membacanya, setiap hurufnya dihitung sepuluh kebaikan.

وَمِنْهَا: أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى تَحَدَّى أَنْ يَأْتِيَ النَّاسُ بِمِثْلِ الْقُرْآنِ أَوْ آيَةٍ مِنْهُ، وَلَمْ يَرِدْ مِثْلُ ذَلِكَ فِي الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ.

Dan di antaranya: Allah Ta'ala menantang manusia untuk membuat yang seperti Al-Qur'an atau satu ayat darinya, dan hal semacam itu tidak terdapat pada Hadis-hadis Qudsi.

وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ مَحْفُوظٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ تَعَالَى، كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ: ﴿إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ﴾ ١ [الحجر: ٩] وَالْأَحَادِيثُ الْقُدْسِيَّةُ بِخِلَافِ ذَلِكَ، فَفِيهَا الصَّحِيحُ وَالْحَسَنُ، بَلْ أُضِيفَ إِلَيْهَا مَا كَانَ ضَعِيفًا أَوْ مَوْضُوعًا، وَهَذَا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مِنْهَا لَكِنْ نُسِبَ إِلَيْهَا وَفِيهَا التَّقْدِيمُ وَالتَّأْخِيرُ وَالزِّيَادَةُ وَالنَّقْصُ.

Dan di antaranya: Bahwa Al-Qur'an itu terpelihara dari Allah Ta'ala, sebagaimana Dia berfirman: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur'an), dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." [Al-Hijr: 9] Sedangkan hadis-hadis qudsi berbeda, di dalamnya ada yang sahih, hasan, bahkan yang dhaif atau maudhu' (palsu) juga disandarkan kepadanya. Meskipun hadis yang lemah atau palsu itu bukan termasuk hadis qudsi, tetapi dinisbatkan kepadanya. Di dalam hadis qudsi juga terdapat pendahuluan, pengakhiran, penambahan, dan pengurangan.

وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ لَا تَجُوزُ قِرَاءَتُهُ بِالْمَعْنَى بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَمَّا الْأَحَادِيثُ الْقُدْسِيَّةُ فَعَلَى الْخِلَافِ فِي جَوَازِ نَقْلِ الْحَدِيثِ النَّبَوِيِّ بِالْمَعْنَى وَالْأَكْثَرُونَ عَلَى جَوَازِهِ.

Dan di antaranya: Bahwa tidak diperbolehkan membaca Al-Qur'an dengan maknanya saja berdasarkan ijmak umat Islam. Adapun hadis-hadis qudsi, terdapat perbedaan pendapat tentang bolehnya meriwayatkan hadis Nabi dengan makna, dan mayoritas ulama membolehkannya.

وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ تُشْرَعُ قِرَاءَتُهُ فِي الصَّلَاةِ وَمِنْهُ مَا لَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ بِدُونِ قِرَاءَتِهِ، بِخِلَافِ الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ.

Dan di antaranya: Bahwa disyariatkan membaca Al-Qur'an dalam shalat, dan di antaranya ada yang shalatnya tidak sah tanpa membacanya, berbeda dengan hadis-hadis qudsi.

وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ لَا يَمَسُّهُ إِلَّا طَاهِرٌ عَلَى الْأَصَحِّ، بِخِلَافِ الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ.

Dan di antaranya: Bahwa Al-Qur'an tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang suci berdasarkan pendapat yang lebih sahih, berbeda dengan hadis-hadis qudsi.

وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ لَا يَقْرَؤُهُ الْجُنُبُ حَتَّى يَغْتَسِلَ عَلَى الْقَوْلِ الرَّاجِحِ، بِخِلَافِ الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ.

Dan di antaranya: Bahwa orang yang junub tidak boleh membaca Al-Qur'an hingga ia mandi berdasarkan pendapat yang rajih (kuat), berbeda dengan hadis-hadis qudsi.

وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ ثَبَتَ بِالتَّوَاتُرِ الْقَطْعِيِّ الْمُفِيدِ لِلْعِلْمِ الْيَقِينِيِّ، فَلَوْ أَنْكَرَ مِنْهُ حَرْفًا أَجْمَعَ الْقُرَّاءُ عَلَيْهِ، لَكَانَ كَافِرًا، بِخِلَافِ الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ،

Dan di antaranya: Bahwa Al-Qur'an ditetapkan dengan tawatur yang qath'i (pasti) yang memberikan ilmu yang yakin. Seandainya seseorang mengingkari satu huruf yang disepakati oleh para qari (ahli qiraat), maka dia menjadi kafir. Berbeda dengan hadis-hadis qudsi,

_________
١ سُورَةُ الْحِجْرِ آيَةُ: ٩.
1. Surah Al-Hijr, ayat: 9.

.......................................................................

.......................................................................

فَإِنَّهُ لَوْ أَنْكَرَ شَيْئًا مِنْهَا مُدَّعِيًا أَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ، لَمْ يَكْفُرْ، أَمَّا لَوْ أَنْكَرَهُ مَعَ عِلْمًا أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَهُ، لَكَانَ كَافِرًا لِتَكْذِيبِهِ النَّبِيَّ ﷺ

Jika seseorang mengingkari sesuatu dari hadits qudsi, dengan mengklaim bahwa hadits tersebut tidak terbukti, maka ia tidak kafir. Namun, jika ia mengingkarinya padahal ia tahu bahwa Nabi ﷺ telah mengatakannya, maka ia menjadi kafir karena mendustakan Nabi ﷺ.

وَأَجَابَ هَؤُلَاءِ عَنْ كَوْنِ النَّبِيِّ ﷺ أَضَافَهُ إِلَى اللهِ، وَالْأَصْلُ فِي الْقَوْلِ الْمُضَافِ أَنْ يَكُونَ لَفْظَ قَائِلِهِ بِالتَّسْلِيمِ أَنَّ هَذَا هُوَ الْأَصْلُ، لَكِنْ قَدْ يُضَافُ إِلَى قَائِلِهِ مَعْنًى لَا لَفْظًا، كَمَا فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يُضِيفُ أَقْوَالًا إِلَى قَائِلِيهَا، وَنَحْنُ نَعْلَمُ أَنَّهَا أُضِيفَتْ مَعْنًى لَا لَفْظًا، كَمَا فِي "قَصَصِ الْأَنْبِيَاءِ" وَغَيْرِهِمْ، وَكَلَامِ الْهُدْهُدِ وَالنَّمْلَةِ; فَإِنَّهُ بِغَيْرِ هَذَا اللَّفْظِ قَطْعًا

Mereka menjawab tentang atribusi Nabi ﷺ terhadap hadits qudsi kepada Allah, dan asal dalam perkataan yang diatribusikan adalah lafaz dari yang mengatakannya, dengan mengakui bahwa inilah asalnya. Namun terkadang sebuah makna diatribusikan kepada pengucapnya dan bukan lafaznya, seperti dalam Al-Qur'an Al-Karim. Allah Ta'ala mengatribusikan perkataan kepada para pengucapnya, dan kita tahu bahwa perkataan tersebut diatribusikan secara makna dan bukan lafaz, seperti dalam "Kisah Para Nabi" dan lainnya, serta perkataan Hudhud dan semut; hal itu pasti bukan dengan lafaz ini.

وَبِهَذَا يَتَبَيَّنُ رُجْحَانُ هَذَا الْقَوْلِ، وَلَيْسَ الْخِلَافُ فِي هَذَا كَالْخِلَافِ بَيْنَ الْأَشَاعِرَةِ وَأَهْلِ السُّنَّةِ فِي كَلَامِ اللهِ تَعَالَى، لِأَنَّ الْخِلَافَ بَيْنَ هَؤُلَاءِ فِي أَصْلِ كَلَامِ اللهِ تَعَالَى، فَأَهْلُ السُّنَّةِ يَقُولُونَ: كَلَامُ اللهِ تَعَالَى كَلَامٌ حَقِيقِيٌّ مَسْمُوعٌ يَتَكَلَّمُ سُبْحَانَهُ بِصَوْتٍ وَحَرْفٍ، وَالْأَشَاعِرَةُ لَا يُثْبِتُونَ ذَلِكَ، وَإِنَّمَا يَقُولُونَ: كَلَامُ اللهِ تَعَالَى هُوَ الْمَعْنَى الْقَائِمُ بِنَفْسِهِ، وَلَيْسَ بِحَرْفٍ وَصَوْتٍ، وَلَكِنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْلُقُ صَوْتًا يُعَبِّرُ بِهِ عَنِ الْمَعْنَى الْقَائِمِ بِنَفْسِهِ، وَلَا شَكَّ فِي بُطْلَانِ قَوْلِهِمْ، وَهُوَ فِي الْحَقِيقَةِ قَوْلُ الْمُعْتَزِلَةِ، لِأَنَّ الْمُعْتَزِلَةَ يَقُولُونَ: الْقُرْآنُ مَخْلُوقٌ، وَهُوَ كَلَامُ اللهِ، وَهَؤُلَاءِ يَقُولُونَ: الْقُرْآنُ مَخْلُوقٌ، وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنْ كَلَامِ اللهِ، فَقَدِ اتَّفَقَ الْجَمِيعُ عَلَى أَنَّ مَا بَيْنَ دَفَّتَيِ الْمُصْحَفِ مَخْلُوقٌ

Dengan ini, jelas kelebihan pendapat ini. Perselisihan dalam hal ini tidaklah seperti perselisihan antara Asy'ariyyah dan Ahlus Sunnah mengenai kalam Allah Ta'ala, karena perselisihan di antara mereka adalah tentang asal kalam Allah Ta'ala. Ahlus Sunnah mengatakan: Kalam Allah Ta'ala adalah kalam yang nyata dan dapat didengar, Dia Maha Suci berbicara dengan suara dan huruf. Sedangkan Asy'ariyyah tidak menetapkan hal itu, mereka mengatakan: Kalam Allah Ta'ala adalah makna yang berdiri sendiri, bukan berupa huruf dan suara. Tetapi Allah Ta'ala menciptakan suara yang dengannya Dia mengungkapkan makna yang berdiri sendiri. Tidak diragukan lagi, pendapat mereka adalah batil, dan sesungguhnya itu adalah pendapat Mu'tazilah. Karena Mu'tazilah mengatakan: Al-Qur'an adalah makhluk, dan ia adalah kalam Allah. Sedangkan mereka (Asy'ariyyah) mengatakan: Al-Qur'an adalah makhluk, dan ia adalah ungkapan dari kalam Allah. Maka semua sepakat bahwa apa yang ada di antara dua sampul mushaf adalah makhluk.

ثُمَّ لَوْ قِيلَ فِي مَسْأَلَتِنَا- الْكَلَامُ فِي الْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ-: إِنَّ الْأَوْلَى تَرْكُ الْخَوْضِ فِي هَذَا، خَوْفًا مِنْ أَنْ يَكُونَ مِنَ التَّنَطُّعِ الْهَالِكِ فَاعِلُهُ، وَالِاقْتِصَارُ عَلَى الْقَوْلِ بِأَنَّ الْحَدِيثَ الْقُدْسِيَّ مَا رَوَاهُ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ رَبِّهِ وَكَفَى، لَكَانَ ذَلِكَ كَافِيًا، وَلَعَلَّهُ أَسْلَمُ وَاللهُ أَعْلَمُ

Kemudian jika dikatakan dalam masalah kita - yaitu pembicaraan tentang hadits qudsi - bahwa yang utama adalah meninggalkan pembahasan ini, karena khawatir termasuk sikap berlebihan yang membinasakan pelakunya, dan mencukupkan diri dengan mengatakan bahwa hadits qudsi adalah apa yang diriwayatkan oleh Nabi ﷺ dari Tuhannya saja, maka itu sudah cukup. Dan barangkali itu lebih selamat, wallahu a'lam.

·فِيهِ مَسَائِلُ:

· Di dalamnya terdapat permasalahan:

الْأُولَى: سَعَةُ فَضْلِ اللهِ.

Pertama: Luasnya keutamaan Allah.

الثَّانِيَةُ: كَثْرَةُ ثَوَابِ التَّوْحِيدِ عِنْدَ اللهِ.

Kedua: Banyaknya pahala tauhid di sisi Allah.

الثَّالِثَةُ: تَكْفِيرُهُ مَعَ ذَلِكَ لِلذُّنُوبِ.

Ketiga: Penebusan dosa-dosa bersamanya.

الرَّابِعَةُ: تَفْسِيرُ الْآيَةِ الَّتِي فِي سُورَةِ الْأَنْعَامِ.

Keempat: Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-An'am.

_________
فَسَمَّى النَّبِيُّ ﷺ مَنْ كَانَ هَذَا هَمُّهُ: عَبْدًا لَهُ.
Maka Nabi ﷺ menyebut orang yang memiliki perhatian ini sebagai hamba-Nya.
قَوْلُهُ: "لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً": أَيْ: أَنَّ حَسَنَةَ التَّوْحِيدِ عَظِيمَةٌ تُكَفِّرُ الْخَطَايَا الْكَبِيرَةَ؛ إِذَا لَقِيَ اللهَ وَهُوَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَالْمَغْفِرَةُ سَتْرُ الذَّنْبِ وَالتَّجَاوُزُ عَنْهُ.
Sabdanya: "Aku akan memberikan kepadamu ampunan yang hampir menyamai itu." Maksudnya, bahwa kebaikan tauhid sangat agung yang dapat menghapuskan dosa-dosa besar jika dia bertemu Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan ampunan adalah menutupi dosa dan memaafkannya.
مُنَاسَبَةُ الْحَدِيثِ لِلتَّرْجَمَةِ
Kesesuaian hadits dengan judul bab
أَنَّ فِي هَذَا الْحَدِيثِ فَضْلَ التَّوْحِيدِ، وَأَنَّهُ سَبَبٌ لِتَكْفِيرِ الذُّنُوبِ، فَهُوَ مُطَابِقٌ لِقَوْلِهِ فِي التَّرْجَمَةِ: "وَمَا يُكَفِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ".
Bahwa dalam hadits ini terdapat keutamaan tauhid dan bahwasanya ia merupakan sebab penebusan dosa-dosa, maka ia sesuai dengan perkataannya dalam judul: "Dan apa yang menghapuskan dosa-dosa".
قَوْلُهُ: "فِيهِ مَسَائِلُ":
Perkataannya: "Di dalamnya terdapat permasalahan":
·الْأُولَى: سَعَةُ فَضْلِ اللهِ: لِقَوْلِهِ ﷺ: "أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ".
· Pertama: Luasnya karunia Allah, karena sabda Nabi ﷺ: "Allah memasukkannya ke surga atas amal yang telah dilakukannya."
·الثَّانِيَةُ: كَثْرَةُ ثَوَابِ التَّوْحِيدِ عِنْدَ اللهِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: "مَالَتْ بِهِنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ".
· Kedua: Banyaknya pahala tauhid di sisi Allah karena firman-Nya: "Yang telah menjadikannya condong kepada laa ilaaha illallah."
·الثَّالِثَةُ: تَكْفِيرُهُ مَعَ ذَلِكَ لِلذُّنُوبِ: لِقَوْلِهِ تَعَالَى: "لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً"، فَالْإِنْسَانُ قَدْ تَغْلِبُهُ نَفْسُهُ أَحْيَانًا، فَيَقَعُ فِي الْخَطَايَا، لَكِنَّهُ مُخْلِصٌ لِلهِ فِي عِبَادَتِهِ وَطَاعَتِهِ، فَحَسَنَةُ التَّوْحِيدِ تُكَفِّرُ عَنْهُ الْخَطَايَا إِذَا لَقِيَ اللهَ بِهَا.
· Ketiga: Penebusan dosa-dosa dengannya, karena firman-Nya: "Aku akan memberikan kepadamu ampunan yang hampir menyamainya." Terkadang manusia dapat dikalahkan oleh dirinya sendiri sehingga jatuh ke dalam dosa, tetapi dia ikhlas kepada Allah dalam ibadah dan ketaatannya. Maka kebaikan tauhid akan menghapuskan dosa-dosanya jika dia menemuinya dengan tauhid tersebut.
·الرَّابِعَةُ: تَفْسِيرُ الْآيَةِ الَّتِي فِي سُورَةِ الْأَنْعَامِ: وَهِيَ قَوْلُهُ تَعَالَى:
· Keempat: Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-An'am, yaitu firman Allah Ta'ala:

الْخَامِسَةُ: تَأَمُّلُ الْخَمْسِ اللَّوَاتِي فِي حَدِيثِ عُبَادَةَ.

Kelima: Merenungkan lima hal yang ada dalam hadits 'Ubadah.

السَّادِسَةُ: أَنَّكَ إِذَا جَمَعْتَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ حَدِيثِ عِتْبَانَ وَمَا بَعْدَهُ، تَبَيَّنَ لَكَ مَعْنَى قَوْلِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَتَبَيَّنَ لَكَ خَطَأُ الْمَغْرُورِينَ.

Keenam: Jika Anda menggabungkan antara hadits ini dengan hadits 'Itban dan setelahnya, maka akan menjadi jelas bagi Anda makna dari perkataan: Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah), dan kesalahan orang-orang yang tertipu akan menjadi jelas bagi Anda.

السَّابِعَةُ: التَّنْبِيهُ لِلشَّرْطِ الَّذِي فِي حَدِيثِ عِتْبَانَ.

Ketujuh: Peringatan tentang syarat yang ada dalam hadits 'Itban.

_________
﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ﴾ ١ فَالظُّلْمُ هُنَا الشِّرْكُ، لِقَوْلِهِ ﷺ: "أَلَمْ تَسْمَعُوا قَوْلَ الرَّجُلِ الصَّالِحِ: ﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾ ٢.
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik)"[1] Maka kezaliman di sini adalah syirik, berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Tidakkah kalian mendengar perkataan orang yang saleh: 'Sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar'"[2].
الْخَامِسَةُ: تَأَمُّلُ الْخَمْسِ اللَّوَاتِي فِي حَدِيثِ عُبَادَةَ.
Kelima: Merenungkan lima hal yang ada dalam hadits 'Ubadah.
١. ٢. الشَّهَادَتَانِ.
1. 2. Dua kalimat syahadat.
٣. أَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ، وَرَسُولُهُ، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ، وَرُوحٌ مِنْهُ
3. Bahwa Isa adalah hamba Allah, Rasul-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, dan ruh dari-Nya.
٤. الْجَنَّةُ حَقٌّ.
4. Surga adalah kebenaran.
٥. أَنَّ النَّارَ حَقٌّ.
5. Neraka adalah kebenaran.
السَّادِسَةُ: أَنَّكَ إِذَا جَمَعْتَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ حَدِيثِ عِتْبَانَ، وَحَدِيثِ أَبِي سَعِيدٍ، وَحَدِيثِ أَنَسٍ، تَبَيَّنَ لَكَ مَعْنَى قَوْلِ: (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) وَتَبَيَّنَ لَكَ خَطَأُ الْمَغْرُورِينَ؛ لِأَنَّهُ لَا بُدَّ أَنْ يَبْتَغِيَ بِهَا وَجْهَ اللهِ، وَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ، فَلَا بُدَّ أَنْ تَحْمِلَ الْمَرْءَ عَلَى الْعَمَلِ الصَّالِحِ.
Keenam: Jika Anda menggabungkan hadits ini dengan hadits 'Itban, hadits Abu Sa'id, dan hadits Anas, maka akan menjadi jelas bagi Anda makna dari perkataan: (Laa ilaaha illallah), dan kesalahan orang-orang yang tertipu akan menjadi jelas bagi Anda; karena seseorang harus mencari wajah Allah dengan perkataan itu. Jika demikian, maka perkataan itu pasti akan membawa seseorang untuk melakukan amal saleh.
السَّابِعَةُ: التَّنْبِيهُ لِلشَّرْطِ الَّذِي فِي حَدِيثِ عِتْبَانَ: وَهُوَ أَنْ يَبْتَغِيَ بِقَوْلِهَا وَجْهَ اللهِ، وَلَا يَكْفِي مُجَرَّدُ الْقَوْلِ، لِأَنَّ الْمُنَافِقِينَ كَانُوا يَقُولُونَهَا وَلَمْ تَنْفَعْهُمْ.
Ketujuh: Peringatan tentang syarat yang ada dalam hadits 'Itban: yaitu seseorang harus mencari wajah Allah dengan mengucapkannya, dan tidak cukup hanya sekadar mengucapkannya, karena orang-orang munafik biasa mengucapkannya tetapi tidak bermanfaat bagi mereka.
_________
١ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةُ: ٨٢.
[1] Surah Al-An'am ayat 82.
٢ سُورَةُ لُقْمَانَ آيَةُ: ١٣.
[2] Surah Luqman ayat 13.

الثَّامِنَةُ: كَوْنُ الأَنْبِيَاءِ يَحْتَاجُونَ لِلتَّنْبِيهِ عَلَى فَضْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ).

Kedelapan: Para nabi membutuhkan peringatan akan keutamaan laa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah).

التَّاسِعَةُ: التَّنْبِيهُ لِرُجْحَانِهَا بِجَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ، مَعَ أَنَّ كَثِيرًا مِمَّنْ يَقُولُهَا يَخِفُّ مِيزَانُهُ.

Kesembilan: Peringatan akan keunggulannya atas seluruh makhluk, meskipun banyak dari mereka yang mengucapkannya tetapi timbangan amalnya ringan.

الْعَاشِرَةُ: النَّصُّ عَلَى أَنَّ الْأَرْضِينَ سَبْعٌ كَالسَّمَاوَاتِ.

Kesepuluh: Pernyataan tegas bahwa bumi itu tujuh sebagaimana langit.

_________
الثَّامِنَةُ: كَوْنُ الْأَنْبِيَاءِ يَحْتَاجُونَ لِلتَّنْبِيهِ عَلَى فَضْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ: فَغَيْرُهُمْ مِنْ بَابِ أَوْلَى.
Kedelapan: Para nabi membutuhkan peringatan akan keutamaan laa ilaaha illallah, maka selain mereka lebih utama lagi.
التَّاسِعَةُ: التَّنْبِيهُ لِرُجْحَانِهَا بِجَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ، مَعَ أَنَّ كَثِيرًا مِمَّنْ يَقُولُهَا يَخِفُّ مِيزَانُهُ: فَالْبَلَاءُ مِنَ الْقَائِلِ لَا مِنَ الْقَوْلِ، لِأَنَّهُ قَدْ يَكُونُ اخْتَلَّ شَرْطٌ مِنَ الشُّرُوطِ، أَوْ وُجِدَ مَانِعٌ مِنَ الْمَوَانِعِ، فَإِنَّهَا تَخِفُّ بِحَسَبِ مَا عِنْدَهُ، أَمَّا الْقَوْلُ نَفْسُهُ، فَيَرْجَحُ بِجَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ.
Kesembilan: Peringatan akan keunggulannya atas seluruh makhluk, meskipun banyak dari mereka yang mengucapkannya tetapi timbangan amalnya ringan. Kesalahan terletak pada pengucapnya bukan pada perkataannya, karena mungkin saja suatu syarat tidak terpenuhi, atau terdapat penghalang. Bobotnya ringan sesuai dengan apa yang ada padanya, adapun perkataan itu sendiri lebih unggul dari seluruh makhluk.
الْعَاشِرَةُ: النَّصُّ عَلَى أَنَّ الْأَرْضِينَ سَبْعٌ كَالسَّمَاوَاتِ: لَمْ يَرِدْ فِي الْقُرْآنِ تَصْرِيحٌ بِذَلِكَ، بَلْ وَرَدَ صَرِيحًا أَنَّ السَّمَاوَاتِ سَبْعٌ بِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ﴾ ١ لَكِنْ بِالنِّسْبَةِ لِلْأَرْضِينَ لَمْ يَرِدْ إِلَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ﴾ ٢ فَالْمِثْلِيَّةُ بِالْكَيْفِيَّةِ غَيْرُ مُرَادَةٍ لِظُهُورِ الْفَرْقِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فِي الْهَيْئَةِ، وَالْكَيْفِيَّةِ، وَالِارْتِفَاعِ، وَالْحُسْنِ، فَبَقِيَتِ الْمِثْلِيَّةُ فِي الْعَدَدِ.
Kesepuluh: Pernyataan tegas bahwa bumi itu tujuh sebagaimana langit. Dalam Al-Qur'an tidak disebutkan secara jelas tentang hal itu, namun disebutkan secara jelas bahwa langit itu tujuh sebagaimana firman-Nya: "Katakanlah, 'Siapakah Tuhan langit yang tujuh?'" ¹ Adapun terkait bumi, hanya firman-Nya yang menyebutkan: "Allah yang menciptakan tujuh langit dan bumi seperti itu pula." ² Keserupaan dalam sifat tidaklah dimaksudkan karena jelasnya perbedaan antara langit dan bumi dalam bentuk, sifat, ketinggian, dan keindahan. Maka yang tersisa adalah keserupaan dalam jumlah.
أَمَّا السُّنَّةُ، فَهِيَ صَرِيحَةٌ جِدًّا بِأَنَّهَا سَبْعٌ، مِثْلُ قَوْلِهِ ﷺ: "مَنْ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ، طُوِّقَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرْضِينَ"٣، وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي قَوْلِهِ ﷺ "مِنْ سَبْعِ أَرْضِينَ"; كَيْفَ تَكُونُ سَبْعًا؟ فَقِيلَ: الْمُرَادُ: الْقَارَّاتُ
Adapun Sunnah, sangat jelas menyatakan bahwa bumi itu tujuh, seperti sabda Nabi ﷺ, "Barangsiapa merampas sejengkal tanah, maka pada hari Kiamat akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi."³ Para ulama berbeda pendapat mengenai sabda Nabi ﷺ "dari tujuh lapis bumi"; bagaimana bumi bisa menjadi tujuh? Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah benua-benua.
_________
١ سُورَةُ الْمُؤْمِنُونَ آيَةُ: ٨٦.
¹ Surah Al-Mu'minun ayat 86.
٢ سُورَةُ الطَّلَاقِ آيَةُ: ١٢.
² Surah Ath-Thalaq ayat 12.
٣ مِنْ حَدِيثِ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ، رَوَاهُ: مُسْلِمٌ (كِتَابُ الْمُسَاقَاةِ، بَابُ تَحْرِيمِ الظُّلْمِ وَغَصْبِ الْأَرْضِ، ٣/١٢٣٠).
³ Dari hadits Sa'id bin Zaid, diriwayatkan oleh Muslim (Kitab Al-Musaqah, Bab Pengharaman Kezaliman dan Perampasan Tanah, 3/1230).

السَّبْعِ، وَهَذَا لَيْسَ بِصَحِيحٍ، لِأَنَّ هَذَا يَمْتَنِعُ بِالنِّسْبَةِ لِقَوْلِهِ: "طَوَّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ"، وَقِيلَ: الْمُرَادُ الْمَجْمُوعَةُ الشَّمْسِيَّةُ، لَكِنَّ ظَاهِرَ النُّصُوصِ أَنَّهَا طِبَاقٌ كَالسَّمَاوَاتِ، وَلَيْسَ لَنَا أَنْ نَقُولَ إِلَّا مَا جَاءَ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ عَنْ هَذِهِ الْأَرَضِينَ، لِأَنَّنَا لَا نَعْرِفُهَا.

Tujuh, dan ini tidak benar, karena ini tidak mungkin dalam kaitannya dengan firman-Nya: "Dia mengalungkannya dari tujuh bumi", dan dikatakan: Yang dimaksud adalah tata surya, tetapi zahir dari nash-nash menunjukkan bahwa itu adalah tingkatan-tingkatan seperti langit, dan kita tidak boleh mengatakan kecuali apa yang datang dalam Al-Kitab dan As-Sunnah tentang bumi-bumi ini, karena kita tidak mengetahuinya.

الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ: أَنَّ لَهُنَّ عُمَّارًا.

Kesebelas: Bahwasanya langit-langit itu memiliki penghuni.

الثَّانِيَةَ عَشْرَةَ: إِثْبَاتُ الصِّفَاتِ خِلَافًا لِلْأَشْعَرِيَّةِ.

Kedua belas: Penetapan sifat-sifat berbeda dengan Asy'ariyah.

الثَّالِثَةَ عَشْرَةَ: أَنَّكَ إِذَا عَرَفْتَ حَدِيثَ أَنَسٍ، عَرَفْتَ أَنَّ قَوْلَهُ فِي حَدِيثِ عِتْبَانَ: "فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ"١ أَنَّ تَرْكَ الشِّرْكِ، لَيْسَ قَوْلَهَا بِاللِّسَانِ.

Ketiga belas: Bahwa jika engkau mengetahui hadits Anas, maka engkau mengetahui bahwa perkataannya dalam hadits 'Itban: "Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan: Tidak ada tuhan selain Allah, dengan mengharap wajah Allah dengan itu"¹ bahwa meninggalkan syirik, bukan sekadar mengucapkannya dengan lisan.

_________
السَّبْعِ، وَهَذَا لَيْسَ بِصَحِيحٍ، لِأَنَّ هَذَا يَمْتَنِعُ بِالنِّسْبَةِ لِقَوْلِهِ: "طَوَّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ"، وَقِيلَ: الْمُرَادُ الْمَجْمُوعَةُ الشَّمْسِيَّةُ، لَكِنَّ ظَاهِرَ النُّصُوصِ أَنَّهَا طِبَاقٌ كَالسَّمَاوَاتِ، وَلَيْسَ لَنَا أَنْ نَقُولَ إِلَّا مَا جَاءَ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ عَنْ هَذِهِ الْأَرَضِينَ، لِأَنَّنَا لَا نَعْرِفُهَا.
Tujuh, dan ini tidak benar, karena ini tidak mungkin dalam kaitannya dengan firman-Nya: "Dia mengalungkannya dari tujuh bumi", dan dikatakan: Yang dimaksud adalah tata surya, tetapi zahir dari nash-nash menunjukkan bahwa itu adalah tingkatan-tingkatan seperti langit, dan kita tidak boleh mengatakan kecuali apa yang datang dalam Al-Kitab dan As-Sunnah tentang bumi-bumi ini, karena kita tidak mengetahuinya.
الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ: أَنَّ لَهُنَّ عُمَّارًا: أَيْ: السَّمَاوَاتُ، وَعُمَّارُهُنَّ الْمَلَائِكَةُ.
Kesebelas: Bahwasanya langit-langit itu memiliki penghuni, yaitu: para malaikat.
الثَّانِيَةَ عَشْرَةَ: إِثْبَاتُ الصِّفَاتِ خِلَافًا لِلْأَشْعَرِيَّةِ وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ خِلَافًا لِلْمُعَطِّلَةِ، وَهَذِهِ أَحْسَنُ، لِأَنَّهَا أَعَمُّ، حَيْثُ تَشْمَلُ الْأَشْعَرِيَّةَ وَالْمُعْتَزِلَةَ وَالْجَهْمِيَّةَ وَغَيْرَهُمْ، فَفِيهِ إِثْبَاتُ الْوَجْهِ لِلهِ سُبْحَانَهُ بِقَوْلِهِ: "يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ"، وَإِثْبَاتُ الْكَلَامِ بِقَوْلِهِ: "وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا"، وَإِثْبَاتُ الْقَوْلِ فِي قَوْلِهِ: "قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ".
Kedua belas: Penetapan sifat-sifat berbeda dengan Asy'ariyah, dan dalam sebagian naskah berbeda dengan kaum Mu'aththilah, dan ini lebih baik, karena lebih umum, di mana mencakup Asy'ariyah, Mu'tazilah, Jahmiyah dan lainnya. Di dalamnya terdapat penetapan wajah bagi Allah Subhanahu dengan firman-Nya: "Mengharap wajah Allah dengan itu", penetapan kalam dengan firman-Nya: "Dan kalimat-Nya yang disampaikan", dan penetapan perkataan dalam firman-Nya: "Katakanlah: Tiada tuhan selain Allah".
الثَّالِثَةَ عَشْرَةَ: أَنَّكَ إِذَا عَرَفْتَ حَدِيثَ أَنَسٍ، عَرَفْتَ أَنَّ قَوْلَهُ فِي حَدِيثِ عِتْبَانَ: "فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ أَنْ تَرْكَ الشِّرْكَ". وَفِي بَعْضِ النُّسَخِ: "إِذَا تَرَكَ الشِّرْكَ" أَيْ: أَنَّ قَوْلَهُ: "حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ (يَعْنِي: تَرْكَ الشِّرْكِ)". وَلَيْسَتْ مُجَرَّدَ قَوْلِهَا بِاللِّسَانِ، لِأَنَّ مَنْ ابْتَغَى وَجْهَ اللهِ فِي هَذَا الْقَوْلِ لَا يُمْكِنُ أَنْ يُشْرِكَ أَبَدًا.
Ketiga belas: Bahwa jika engkau mengetahui hadits Anas, maka engkau mengetahui bahwa perkataannya dalam hadits 'Itban: "Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan: Tidak ada tuhan selain Allah dengan mengharap wajah Allah dengan itu yaitu meninggalkan syirik". Dan dalam sebagian naskah: "Jika meninggalkan syirik" yakni: perkataannya: "Dia mengharamkan neraka atas orang yang berkata: Tidak ada tuhan selain Allah dengan mengharap (yakni: meninggalkan syirik) dengannya". Dan bukan sekadar mengucapkannya dengan lisan, karena orang yang mengharap wajah Allah dalam perkataan ini tidak mungkin berbuat syirik selamanya.
_________
١ الْبُخَارِيُّ: الصَّلَاةُ (٤٢٥)، وَمُسْلِمٌ: الْمَسَاجِدُ وَمَوَاضِعُ الصَّلَاةِ (٣٣).
¹ Al-Bukhari: Shalat (425), dan Muslim: Masjid-masjid dan tempat-tempat shalat (33).

الرَّابِعَةَ عَشْرَةَ: تَأَمُّلُ الْجَمْعِ بَيْنَ كَوْنِ عِيسَى وَمُحَمَّدٍ عَبْدَيِ اللهِ وَرَسُولَيْهِ.

Keempat belas: Merenungkan kombinasi status Isa dan Muhammad sebagai hamba Allah dan rasul-Nya.

الْخَامِسَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ اخْتِصَاصِ عِيسَى بِكَوْنِهِ كَلِمَةَ اللهِ.

Kelima belas: Mengetahui kekhususan Isa sebagai kalimat Allah.

السَّادِسَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ كَوْنِهِ رُوحًا مِنْهُ.

Keenam belas: Mengetahui statusnya sebagai roh dari-Nya.

السَّابِعَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ فَضْلِ الْإِيمَانِ بِالْجَنَّةِ وَالنَّارِ.

Ketujuh belas: Mengetahui keutamaan iman kepada surga dan neraka.

_________
الرَّابِعَةَ عَشْرَةَ: تَأَمُّلُ الْجَمْعِ بَيْنَ كَوْنِ كُلٍّ مِنْ عِيسَى وَمُحَمَّدٍ عَبْدَيِ اللهِ وَرَسُولَيْهِ: عَبْدَيِ: مَنْصُوبٌ عَلَى أَنَّهُ خَبَرُ كَوْنٍ، لِأَنَّ كَوْنَ مَصْدَرُ كَانَ وَتَعْمَلُ عَمَلَهَا وَعِيسَى وَمُحَمَّدٍ: اسْمُ كَوْنٍ. وَتَأَمُّلُ الْجَمْعِ مِنْ وَجْهَيْنِ:
Keempat belas: Merenungkan kombinasi status Isa dan Muhammad sebagai hamba Allah dan rasul-Nya: 'Abdai (hamba-hamba): Manshub (akusatif) karena menjadi khabar (predikat) dari kaana, karena kaana adalah mashdar (kata benda verbal) dari kaana dan berfungsi sepertinya, sementara Isa dan Muhammad adalah ism (subyek) kaana. Perenungan kombinasi ini dari dua sisi:
الْأَوَّلُ: أَنَّهُ جَمَعَ لِكُلٍّ مِنْهُمَا بَيْنَ الْعُبُودِيَّةِ وَالرِّسَالَةِ.
Pertama: Bahwa Dia (Allah) menggabungkan untuk masing-masing dari keduanya (Isa dan Muhammad) antara penghambaan dan kerasulan.
الثَّانِي: أَنَّهُ جَمَعَ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ، فَتَبَيَّنَ أَنَّ عِيسَى مِثْلُ مُحَمَّدٍ، وَأَنَّهُ عَبْدٌ وَرَسُولٌ، وَلَيْسَ رَبًّا وَلَا ابْنًا لِلرَّبِّ - سُبْحَانَهُ - وَقَوْلُ الْمُؤَلِّفِ: "تَأَمُّلُ"، لِأَنَّ هَذَا يَحْتَاجُ إِلَى تَأَمُّلٍ.
Kedua: Bahwa Dia (Allah) menggabungkan antara kedua laki-laki itu, maka jelaslah bahwa Isa seperti Muhammad, dan bahwa dia adalah hamba dan rasul, bukan Tuhan atau anak Tuhan - Mahasuci Dia - dan perkataan penulis: "Merenungkan", karena hal ini membutuhkan perenungan.
الْخَامِسَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ اخْتِصَاصِ عِيسَى بِكَوْنِهِ كَلِمَةَ اللهِ: أَيْ: أَنَّ عِيسَى انْفَرَدَ عَنْ مُحَمَّدٍ فِي أَصْلِ الْخِلْقَةِ، فَقَدْ كَانَ بِكَلِمَةٍ، أَمَّا مُحَمَّدٌ ﷺ فَقَدْ خُلِقَ مِنْ مَاءِ أَبِيهِ.
Kelima belas: Mengetahui kekhususan Isa sebagai kalimat Allah: yaitu, bahwa Isa berbeda dari Muhammad dalam asal penciptaan, karena dia berasal dari kalimat (Allah), sedangkan Muhammad ﷺ diciptakan dari air bapaknya.
السَّادِسَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ كَوْنِهِ رُوحًا مِنْهُ: أَيْ: أَنَّ عِيسَى رُوحٌ مِنَ اللهِ، وَ"مِنْ" هُنَا بَيَانِيَّةٌ أَوْ لِلِابْتِدَاءِ، وَلَيْسَتْ لِلتَّبْعِيضِ، أَيْ: رُوحٌ جَاءَتْ مِنْ قِبَلِ اللهِ وَلَيْسَتْ بَعْضًا مِنَ اللهِ، بَلْ هِيَ مِنْ جُمْلَةِ الْأَرْوَاحِ الْمَخْلُوقَةِ.
Keenam belas: Mengetahui statusnya sebagai roh dari-Nya: yaitu, bahwa Isa adalah roh dari Allah, dan "min" di sini adalah bayaniyah (penjelasan) atau ibtida (permulaan), bukan untuk menunjukkan sebagian, artinya: roh yang datang dari Allah dan bukan sebagian dari Allah, melainkan ia termasuk roh-roh yang diciptakan.
السَّابِعَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ فَضْلِ الْإِيمَانِ بِالْجَنَّةِ وَالنَّارِ لِقَوْلِهِ فِي حَدِيثِ عُبَادَةَ: "وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَالنَّارَ حَقٌّ"، وَالْفَضْلُ أَنَّهُ مِنْ أَسْبَابِ دُخُولِ الْجَنَّةِ.
Ketujuh belas: Mengetahui keutamaan iman kepada surga dan neraka berdasarkan sabdanya dalam hadis 'Ubadah: "Dan bahwa surga itu haq (benar), dan neraka itu haq (benar)"، dan keutamaannya adalah bahwa itu termasuk sebab-sebab masuk surga.

الثَّامِنَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ قَوْلِهِ: "عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ".

Kedelapan belas: Mengetahui perkataan beliau: "Atas amalan yang telah dilakukan".

التَّاسِعَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ أَنَّ الْمِيزَانَ لَهُ كَفَّتَانِ.

Kesembilan belas: Mengetahui bahwa timbangan memiliki dua daun.

الْعِشْرُونَ: مَعْرِفَةُ ذِكْرِ الْوَجْهِ.

Kedua puluh: Mengetahui penyebutan wajah.

_________
الثَّامِنَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ قَوْلِهِ: "عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ": أَيْ: عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ الصَّالِحِ وَلَوْ قَلَّ، أَوْ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ السَّيِّئِ وَلَوْ كَثُرَ، بِشَرْطِ أَنْ لَا يَأْتِيَ بِمَا يُنَافِي التَّوْحِيدَ وَيُوجِبُ الْخُلُودَ فِي النَّارِ، لَكِنْ لَا بُدَّ مِنَ الْعَمَلِ.
Kedelapan belas: Mengetahui perkataan beliau: "Atas amalan yang telah dilakukan": Yakni atas amalan saleh walaupun sedikit, atau atas amalan buruk walaupun banyak, dengan syarat tidak melakukan sesuatu yang menafikan tauhid dan mewajibkan kekal di neraka. Namun, amalan tetap diperlukan.
وَلَا يَلْزَمُ اسْتِكْمَالُ الْعَمَلِ الصَّالِحِ كَمَا قَالَتِ الْمُعْتَزِلَةُ وَالْخَوَارِجُ، وَلَمْ تُذْكَرْ أَرْكَانُ الْإِسْلَامِ هُنَا؛ لِأَنَّ مِنْهَا مَا يَكْفُرُ الْإِنْسَانُ بِتَرْكِهِ، وَمِنْهَا مَا لَا يَكْفُرُ، فَإِنَّ الصَّحِيحَ أَنَّهُ لَا يَكْفُرُ إِلَّا بِتَرْكِ الشَّهَادَتَيْنِ وَالصَّلَاةِ، وَإِنْ كَانَ رُوِيَ عَنِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ أَنَّ جَمِيعَ أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ يَكْفُرُ بِتَرْكِهَا؛ لَكِنَّ الصَّحِيحَ خِلَافُ ذَلِكَ.
Tidak perlu menyempurnakan amalan saleh sebagaimana dikatakan oleh Muktazilah dan Khawarij. Rukun-rukun Islam tidak disebutkan di sini, karena sebagian darinya menyebabkan kekufuran jika ditinggalkan, dan sebagian lagi tidak. Yang benar adalah seseorang tidak menjadi kafir kecuali dengan meninggalkan dua kalimat syahadat dan salat, meskipun diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa semua rukun Islam menyebabkan kekufuran jika ditinggalkan. Namun, pendapat yang benar adalah sebaliknya.
التَّاسِعَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ أَنَّ الْمِيزَانَ لَهُ كَفَّتَانِ؛ أَخَذَهَا الْمُؤَلِّفُ مِنْ قَوْلِهِ: "لَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ ... إِلَخ، وُضِعَتْ فِي كَفَّةٍ وَ(لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) فِي كَفَّةٍ". وَالظَّاهِرُ أَنَّ الَّذِي فِي الْحَدِيثِ تَمْثِيلٌ، يَعْنِي أَنَّ قَوْلَ: (لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) أَرْجَحُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ، وَلَيْسَ فِي الْحَدِيثِ أَنَّ هَذَا الْوَزْنَ فِي الْآخِرَةِ، وَكَأَنَّ الْمُؤَلِّفَ رَحِمَهُ اللهُ حَصَلَ عِنْدَهُ انْتِقَالٌ ذِهْنِيٌّ؛ فَانْتَقَلَ ذِهْنُهُ مِنْ هَذَا إِلَى مِيزَانِ الْآخِرَةِ.
Kesembilan belas: Mengetahui bahwa timbangan memiliki dua daun; penulis mengambilnya dari perkataan beliau: "Seandainya langit ... dst, diletakkan di satu daun timbangan dan (Laa ilaaha illallah) di daun yang lain". Zahirnya, yang ada dalam hadits ini adalah perumpamaan, maksudnya perkataan: (Laa ilaaha illallah) lebih berat dari segala sesuatu. Hadits ini tidak menyatakan bahwa penimbangan ini terjadi di akhirat. Seakan-akan penulis, semoga Allah merahmatinya, mengalami perpindahan pemikiran; maka pikirannya beralih dari ini ke timbangan akhirat.
الْعِشْرُونَ: مَعْرِفَةُ ذِكْرِ الْوَجْهِ: يَعْنِي: وَجْهَ اللهِ تَعَالَى، وَهُوَ صِفَةٌ مِنْ صِفَاتِهِ الْخَبَرِيَّةِ الذَّاتِيَّةِ الَّتِي مُسَمَّاهَا بِالنِّسْبَةِ لَنَا أَبْعَاضٌ وَأَجْزَاءٌ، لِأَنَّ مِنْ صِفَاتِ اللهِ تَعَالَى مَا هُوَ مَعْنًى مَحْضٌ، وَمِنْهُ مَا مُسَمَّاهُ بِالنِّسْبَةِ لَنَا أَبْعَاضٌ وَأَجْزَاءٌ، وَلَا نَقُولُ بِالنِّسْبَةِ لِلهِ تَعَالَى أَبْعَاضٌ، لِأَنَّنَا نَتَحَاشَى كَلِمَةَ التَّبْعِيضِ فِي جَانِبِ اللهِ تَعَالَى.
Kedua puluh: Mengetahui penyebutan wajah: Maksudnya wajah Allah Ta'ala. Ia adalah sifat dari sifat-sifat khabariyah dzatiyah-Nya yang bagi kita maknanya adalah bagian-bagian dan organ-organ, karena di antara sifat Allah Ta'ala ada yang merupakan makna murni, dan ada pula yang bagi kita maknanya adalah bagian-bagian dan organ-organ. Kita tidak mengatakan bagian-bagian dalam hubungannya dengan Allah Ta'ala, karena kita menghindari kata pembagian pada sisi Allah Ta'ala.

باب من حقق التوحيد دخل الجنة بغير حساب

بَابُ مَنْ حَقَّقَ التَّوْحِيدَ دَخَلَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Bab: Barangsiapa yang Merealisasikan Tauhid akan Masuk Surga Tanpa Hisab

........................................................................

........................................................................

_________
هَذَا الْبَابُ كَالْمُتَمِّمِ لِلْبَابِ الَّذِي قَبْلَهُ؛ لِأَنَّ الَّذِي قَبْلَهُ: "بَابُ فَضْلِ التَّوْحِيدِ وَمَا يُكَفِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ"، فَمِنْ فَضْلِهِ هَذَا الْفَضْلُ الْعَظِيمُ الَّذِي يَسْعَى إِلَيْهِ كُلُّ عَاقِلٍ، وَهُوَ دُخُولُ الْجَنَّةِ بِغَيْرِ حِسَابٍ.
Bab ini seakan melengkapi bab sebelumnya; karena bab sebelumnya adalah: "Bab Keutamaan Tauhid dan Dosa-dosa yang Dihapuskannya", maka di antara keutamaannya adalah keutamaan yang agung ini yang diusahakan oleh setiap orang yang berakal, yaitu masuk surga tanpa hisab.
قَوْلُهُ: "مَنْ": شَرْطِيَّةٌ، وَفِعْلُ الشَّرْطِ: "حَقَّقَ" وَجَوَابُهُ: "دَخَلَ"، قَوْلُهُ: "بِلَا حِسَابٍ"، أَيْ: لَا يُحَاسَبُ لَا عَلَى الْمَعَاصِي وَلَا عَلَى غَيْرِهَا. وَتَحْقِيقُ التَّوْحِيدِ: تَخْلِيصُهُ مِنَ الشِّرْكِ، وَلَا يَكُونُ إِلَّا بِأُمُورٍ ثَلَاثَةٍ:
Perkataannya "Barangsiapa": adalah syarat, dan fi'il syaratnya adalah: "merealisasikan" dan jawabnya adalah: "masuk", perkataannya: "tanpa hisab", yakni: tidak dihisab atas kemaksiatan dan tidak pula atas yang lainnya. Merealisasikan tauhid: adalah memurnikannya dari syirik, dan itu tidak terwujud kecuali dengan tiga perkara:
الْأَوَّلُ: الْعِلْمُ؛ فَلَا يُمْكِنُ أَنْ تُحَقِّقَ شَيْئًا قَبْلَ أَنْ تَعْلَمَهُ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ﴾ ١.
Pertama: ilmu; maka tidak mungkin engkau merealisasikan sesuatu sebelum mengetahuinya, Allah Ta'ala berfirman: "Maka ketahuilah, bahwa tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Allah." ١
الثَّانِي: الِاعْتِقَادُ، فَإِذَا عَلِمْتَ وَلَمْ تَعْتَقِدْ وَاسْتَكْبَرْتَ، لَمْ تُحَقِّقِ التَّوْحِيدَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى عَنِ الْكَافِرِينَ: ﴿أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ﴾ ٢ فَمَا اعْتَقَدُوا انْفِرَادَ اللهِ بِالْأُلُوهِيَّةِ.
Kedua: keyakinan, jika engkau telah mengetahui namun tidak meyakini dan menyombongkan diri, maka engkau belum merealisasikan tauhid, Allah Ta'ala berfirman tentang orang-orang kafir: "Apakah Dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." ٢ Maka mereka tidak meyakini keesaan Allah dalam uluhiyah-Nya.
الثَّالِثُ: الِانْقِيَادُ، فَإِذَا عَلِمْتَ وَاعْتَقَدْتَ وَلَمْ تَنْقَدْ، لَمْ تُحَقِّقِ التَّوْحِيدَ، قَالَ تَعَالَى: ﴿إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَإِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ﴾ ٣ فَإِذَا حَصَلَ هَذَا وَحَقَّقَ التَّوْحِيدَ؛ فَإِنَّ الْجَنَّةَ مَضْمُونَةٌ لَهُ بِغَيْرِ حِسَابٍ، وَلَا يَحْتَاجُ أَنْ نَقُولَ إِنْ شَاءَ اللهُ، لِأَنَّ هَذَا حِكَايَةُ حُكْمٍ ثَابِتٍ شَرْعًا، وَلِهَذَا جَزَمَ الْمُؤَلِّفُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى بِذَلِكَ فِي التَّرْجَمَةِ دُونَ أَنْ يَقُولَ: إِنْ شَاءَ اللهُ.
Ketiga: tunduk, jika engkau telah mengetahui dan meyakini namun tidak tunduk, maka engkau belum merealisasikan tauhid, Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan tuhan-tuhan kami karena seorang penyair gila?" ٣ Maka jika hal ini terwujud dan ia telah merealisasikan tauhid; maka surga telah dijamin untuknya tanpa hisab, dan kita tidak perlu mengatakan insya Allah, karena ini adalah hikayat tentang hukum yang telah tetap secara syar'i, oleh karena itu penulis, semoga Allah merahmatinya, menegaskan hal itu dalam judul tanpa mengatakan: insya Allah.
أَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِلرَّجُلِ الْمُعَيَّنِ، فَإِنَّنَا نَقُولُ: إِنْ شَاءَ اللهُ.
Adapun berkenaan dengan seseorang tertentu, maka kita mengatakan: insya Allah.
_________
١ سُورَةُ مُحَمَّدٍ آيَةُ: ١٩.
١ Surat Muhammad ayat: 19.
٢ سُورَةُ ص آيَةُ: ٥.
٢ Surat Sad ayat: 5.
٣ سُورَةُ آيَةُ: ٣٦-٣٧.
٣ Surat As-Saffat ayat: 36-37.

وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾ ١.

Dan firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (pemimpin) yang patut dicontohi lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."

_________
وَقَدْ ذَكَرَ الْمُؤَلِّفُ فِي هَذَا الْبَابِ آيَتَيْنِ، وَمُنَاسَبَتُهُمَا لِلْبَابِ الْإِشَارَةُ إِلَى تَحْقِيقِ التَّوْحِيدِ، وَأَنَّهُ لَا يَكُونُ إِلَّا بِانْتِفَاءِ الشِّرْكِ كُلِّهِ.
Penulis telah menyebutkan dua ayat dalam bab ini, dan kesesuaian keduanya dengan bab ini adalah isyarat untuk merealisasikan tauhid, dan bahwa tauhid tidak akan terwujud kecuali dengan meniadakan syirik secara keseluruhan.
الْآيَةُ الْأُولَى: قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً﴾ الْآيَةُ.
Ayat pertama: Firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (pemimpin)." (Ayat)
قَوْلُ: (أُمَّةً): أَيْ: إِمَامًا، وَقَدْ سَبَقَ أَنَّ أُمَّةً تَأْتِي فِي الْقُرْآنِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَوْجُهٍ: إِمَامٌ، وَدَهْرٌ، وَجَمَاعَةٌ، وَدِينٌ.
Perkataan: (ummah): yaitu: imam (pemimpin), dan telah disebutkan sebelumnya bahwa ummah datang dalam Al-Qur'an dalam empat makna: imam, masa, jamaah (kelompok), dan agama.
وَقَوْلُهُ: ﴿إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً﴾ هَذَا ثَنَاءٌ مِنَ اللَّهِ- ﷾ عَلَى إِبْرَاهِيمَ بِأَنَّهُ إِمَامٌ مَتْبُوعٌ، لِأَنَّهُ أَحَدُ الرُّسُلِ الْكِرَامِ مِنْ أُولِي الْعَزْمِ، ثُمَّ إِنَّهُ ﷺ قُدْوَةٌ فِي أَعْمَالِهِ وَأَفْعَالِهِ وَجِهَادِهِ، فَإِنَّهُ جَاهَدَ قَوْمَهُ وَحَصَلَ مِنْهُمْ عَلَيْهِ مَا حَصَلَ، وَأُلْقِيَ فِي النَّارِ فَصَبَرَ. ثُمَّ ابْتَلَاهُ اللَّهُ- ﷾ بِالْأَمْرِ بِذَبْحِ ابْنِهِ، وَهُوَ وَحِيدُهُ، وَقَدْ بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ (أَيْ: شَبَّ وَتَرَعْرَعَ)، فَلَيْسَ كَبِيرًا قَدْ طَابَتْ النَّفْسُ مِنْهُ، وَلَا صَغِيرًا لَمْ تَتَعَلَّقْ بِهِ النَّفْسُ كَثِيرًا، فَصَارَ عَلَى مُنْتَهَى تَعَلُّقِ النَّفْسِ بِهِ، ثُمَّ وُفِّقَ إِلَى ابْنٍ بَارٍّ مُطِيعٍ لِلَّهِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ: ﴿قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴾ ٢ لَمْ يَحْنَثْ وَالِدَهُ وَيَتَمَرَّدْ وَيَهْرُبْ، بَلْ أَرَادَ مِنْ وَالِدِهِ أَنْ يُوَافِقَ أَمْرَ رَبِّهِ، وَهَذَا مِنْ بِرِّهِ بِأَبِيهِ وَطَاعَتِهِ لِمَوْلَاهُ ﷾، وَانْظُرْ إِلَى هَذِهِ الْقُوَّةِ الْعَظِيمَةِ مَعَ الِاعْتِمَادِ عَلَى اللَّهِ فِي قَوْلِهِ: ﴿سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ﴾ ٣.
Dan firman-Nya: "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam" ini adalah pujian dari Allah ﷾ kepada Ibrahim bahwa ia adalah seorang imam yang diikuti, karena ia adalah salah satu rasul yang mulia dari golongan ulul azmi. Kemudian ia ﷺ adalah teladan dalam amal-amal, perbuatan-perbuatan, dan jihadnya. Ia telah berjihad melawan kaumnya dan mendapat perlakuan dari mereka apa yang ia dapatkan, serta dilemparkan ke dalam api lalu ia bersabar. Kemudian Allah ﷾ mengujinya dengan perintah untuk menyembelih anaknya, yang merupakan anak tunggalnya, dan telah mencapai usia sa'i (dewasa dan tumbuh besar) bersamanya. Ia bukanlah anak yang besar yang jiwanya telah lepas darinya, dan bukan pula anak kecil yang jiwanya belum terlalu terikat dengannya. Ia menjadi pada puncak keterikatan jiwa dengannya. Kemudian ia diberi taufik kepada anak yang berbakti dan taat kepada Allah. Allah Ta'ala berfirman tentangnya: "Dia (Ismail) berkata, 'Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.'" 2 Ia tidak mengingkari ayahnya, memberontak, dan melarikan diri, bahkan ia menginginkan ayahnya untuk mematuhi perintah Tuhannya. Ini adalah bentuk kebaikannya kepada ayahnya dan ketaatannya kepada Tuhannya ﷾. Perhatikanlah kekuatan yang besar ini disertai dengan sandaran kepada Allah dalam perkataannya: "Engkau akan mendapatiku insya Allah termasuk orang yang sabar." 3
فَالسِّينُ فِي قَوْلِهِ: (سَتَجِدُنِي) تَدُلُّ عَلَى التَّحْقِيقِ، وَهُوَ مَعَ ذَلِكَ لَمْ يَعْتَمِدْ عَلَى نَفْسِهِ، بَلْ اسْتَعَانَ بِاللَّهِ فِي قَوْلِهِ: إِنْ شَاءَ اللَّهُ. وَامْتَثَلَا جَمِيعًا
Huruf sin pada perkataannya: (satajidunii) menunjukkan kepastian. Meskipun demikian, ia tidak mengandalkan dirinya sendiri, melainkan memohon pertolongan kepada Allah dalam perkataannya: insya Allah. Keduanya mematuhi perintah Allah bersama-sama.
_________
١ سُورَةُ النَّحْلِ آيَةُ: ١٢٠.
1 Surah An-Nahl ayat 120.
٢ سُورَةُ الصَّافَّاتِ آيَةُ: ١٠٢.
2 Surah Ash-Shaffat ayat 102.
٣ سُورَةُ الصَّافَّاتِ آيَةُ: ١٠٢.
3 Surah Ash-Shaffat ayat 102.

.......................................................................

.......................................................................

تَرَدُّدٌ لَا يَصْبِرُ عَلَى هَذَا، لِأَنَّ النَّفْسَ لَا تَدَعُ شَيْئًا إِلَّا لِمَا هُوَ أَحَبُّ إِلَيْهَا مِنْهُ، وَلَا تُحِبُّ شَيْئًا إِلَّا مَا ظَنَّتْ فَائِدَتَهُ، أَوْ تَيَقَّنَتْ.

Keraguan yang tidak bersabar atas hal ini, karena jiwa tidak meninggalkan sesuatu kecuali untuk apa yang lebih dicintainya daripadanya, dan tidak mencintai sesuatu kecuali apa yang ia duga manfaatnya, atau ia yakini.

وَيَجِبُ أَنْ نَعْلَمَ أَنَّ ثَنَاءَ اللهِ عَلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِهِ لَا يُقْصَدُ مِنْهُ أَنْ يَصِلَ إِلَيْنَا الثَّنَاءُ فَقَطْ، لَكِنْ يُقْصَدُ مِنْهُ أَمْرَانِ هَامَّانِ:

Dan kita harus mengetahui bahwa pujian Allah atas salah satu makhluk-Nya tidak dimaksudkan darinya agar sampai kepada kita pujian itu saja, tetapi dimaksudkan darinya dua perkara penting:

الْأَوَّلُ: مَحَبَّةُ هَذَا الَّذِي أَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ خَيْرًا، كَمَا أَنَّ مَنْ أَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ شَرًّا، فَإِنَّنَا نَبْغُضُهُ وَنَكْرَهُهُ، فَنُحِبُّ إِبْرَاهِيمَ ﵇، لِأَنَّهُ كَانَ إِمَامًا حَنِيفًا قَانِتًا لِلهِ وَلَمْ يَكُنْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، وَنَكْرَهُ قَوْمَهُ، لِأَنَّهُمْ كَانُوا ضَالِّينَ، وَنُحِبُّ الْمَلَائِكَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ غَيْرِ جِنْسِنَا، لِأَنَّهُمْ قَائِمُونَ بِأَمْرِ اللهِ، وَنَكْرَهُ الشَّيَاطِينَ، لِأَنَّهُمْ عَاصُونَ لِلهِ وَأَعْدَاءٌ لَنَا وَلِلهِ، وَنَكْرَهُ أَتْبَاعَ الشَّيَاطِينِ، لِأَنَّهُمْ عَاصُونَ لِلهِ أَيْضًا وَأَعْدَاءٌ لِلهِ وَلَنَا.

Pertama: Mencintai orang yang dipuji baik oleh Allah ini, sebagaimana siapa yang dipuji buruk oleh Allah, maka kita membencinya dan tidak menyukainya. Kita mencintai Ibrahim ﷺ, karena dia adalah seorang imam yang lurus, taat kepada Allah dan bukan termasuk orang-orang musyrik. Kita membenci kaumnya, karena mereka adalah orang-orang yang sesat. Kita mencintai para malaikat meskipun mereka bukan dari jenis kita, karena mereka melaksanakan perintah Allah. Kita membenci setan-setan, karena mereka durhaka kepada Allah dan merupakan musuh bagi kita dan Allah. Kita membenci pengikut setan, karena mereka juga durhaka kepada Allah serta merupakan musuh Allah dan kita.

الثَّانِي: أَنْ نَقْتَدِيَ بِهِ فِي هَذِهِ الصِّفَاتِ الَّتِي أَثْنَى اللهُ بِهَا عَلَيْهِ، لِأَنَّهَا مَحَلُّ الثَّنَاءِ، وَلَنَا مِنَ الثَّنَاءِ بِقَدْرِ مَا اقْتَدَيْنَا بِهِ فِيهَا، قَالَ تَعَالَى: ﴿لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ﴾ ١، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ﴾ ٢ وَقَالَ تَعَالَى: ﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ﴾ ٣ وَهَذِهِ مَسْأَلَةٌ مُهِمَّةٌ، لِأَنَّ الْإِنْسَانَ أَحْيَانًا يَغِيبُ عَنْ بَالِهِ الْغَرَضُ الْأَوَّلُ، وَهُوَ مَحَبَّةُ هَذَا الَّذِي أَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ خَيْرًا، وَلَكِنْ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَغِيبَ، لِأَنَّ الْحُبَّ فِي اللهِ، وَالْبُغْضَ فِي اللهِ مِنْ أَوْثَقِ عُرَى الْإِيمَانِ.

Kedua: Agar kita meneladani dia dalam sifat-sifat yang dipuji Allah ini, karena sifat-sifat itu adalah tempat pujian, dan bagi kita dari pujian itu sesuai kadar kita meneladaninya di dalamnya. Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." ¹ Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia." ² Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian." ³ Ini adalah permasalahan yang penting, karena terkadang manusia melupakan tujuan pertama, yaitu mencintai orang yang dipuji baik oleh Allah ini, padahal seharusnya tidak dilupakan, karena cinta karena Allah, dan benci karena Allah termasuk ikatan iman yang paling kuat.

فَائِدَةٌ:

Faidah:

أَبُو إِبْرَاهِيمَ مَاتَ عَلَى الْكُفْرِ، وَالصَّوَابُ الَّذِي نَعْتَقِدُهُ أَنَّ اسْمَهُ آزَرُ، كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً﴾ ٤، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ

Ayah Ibrahim meninggal dalam keadaan kafir, dan yang benar yang kami yakini bahwa namanya adalah Azar, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, 'Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan-tuhan?'" ⁴ Allah Ta'ala berfirman: "Dan permintaan ampun Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya." ⁵

_________
١ سُورَةُ يُوسُفَ آيَةُ: ١١١.
¹ Surah Yusuf ayat: 111.
٢ سُورَةُ الْمُمْتَحَنَةِ آيَةُ: ٤.
² Surah Al-Mumtahanah ayat: 4.
٣ سُورَةُ الْمُمْتَحَنَةِ آيَةُ: ٦.
³ Surah Al-Mumtahanah ayat: 6.
٤ سُورَةُ الْأَنْعَامِ آيَةُ: ٧٤.
⁴ Surah Al-An'am ayat: 74.

وقال: ﴿وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لا يُشْرِكُونَ﴾ ١.

_________
مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ﴾ ٢لأنه قال: ﴿سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا﴾ ٣،: ﴿فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لأَوَّاهٌ حَلِيمٌ﴾ ٤، وفي سورة إبراهيم قال: ﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ﴾ ٥ ولكن فيما بعد تبرأ منه أما نوح، فقال: ﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ﴾ ٦، وهذا يدل على أن أبوي نوح كانا مؤمنين.
فائدة أخرى:
قال الإمام أحمد: ثلاثة ليس لها أصل: المغازي، والملاحم، والتفسير، فهذه الغالب فيها أنها تذكر بدون إسناد، ولهذا، فإن المفسرين يذكرون قصة آدم،: ﴿فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا﴾ ٧ وقليل منهم من ينكر القصة المكذوبة في ذلك٨.
فالقاعدة إذا: أنه لا أحد يعلم عن الأمم السابقة شيئا إلا من طريق الوحي، قال تعالى: ﴿أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَبَأُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ قَوْمِ نُوحٍ وَعَادٍ وَثَمُودَ وَالَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ لا يَعْلَمُهُمْ إِلاَّ اللَّهُ﴾ ٩.
·الآية الثانية: قوله: ﴿وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لا يُشْرِكُونَ﴾ ١٠ هذه الآية سبقها آية، وهي قوله: ﴿إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ﴾ ١١.
_________
١ سورة المؤمنون آية: ٥٩.
٢ سورة التوبة آية: ١١٤.
٣ سورة مريم آية: ٤٧.
٤ سورة التوبة آية: ١١٤.
٥ سورة إبراهيم آية: ٤١.
٦ سورة نوح آية: ٢٨.
٧ سورة الأعراف آية: ١٩٠.
٨ انظر: الجزء الثاني باب قول الله تعالى: فلما آتاهما صالحا جعلا له شركاء فيما آتاهما.
٩ سورة إبراهيم آية: ٩.
١٠ سورة المؤمنون آية: ٥٩.
١١ سورة المؤمنون آية: ٥٧.

وعن حصين بن عبد الرحمن، قال: " كنت عند سعيد بن جبير،............

_________
لكن المؤلف ذكر الشاهد وقوله تعالى: ﴿مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ﴾ أي: من خوفهم منه على علم، و(مشفقون) أي: خائفون من عذابه إن خالفوه.
فالمعاصي بالمعنى الأعم- كما سبق١- شرك، لأنها صادرة عن هوى مخالف للشرع، وقد قال الله تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ﴾ ٢.
أما بالنسبة للمعنى الأخص، فيقسمها العلماء قسمين: ١- شرك. ٢- فسوق.
وقوله: " لا يشركون ": يراد به الشرك بالمعنى الأعم، إذ تحقيق التوحيد لا يكون إلا باجتناب الشرك بالمعنى الأعم، ولكن ليس معنى هذا ألا تقع منهم المعاصي، لأن كل ابن آدم خطاء، وليس بمعصوم، ولكن إذا عصوا، فإنهم يتوبون ولا يستمرون عليها; كما قال تعالى: ﴿وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾ ٣.
قوله: "عن حصين بن عبد الرحمن; قال: كنت عند سعيد بن جبير": وهما رجلان من التابعين ثقتان.
_________
١ انظر: (ص: ٦٥) .
٢ سورة الجاثية آية: ٢٣.
٣ سورة آل عمران آية: ١٣٥.

فقال: أيكم رأى الكوكب الذي انقض البارحة؟ فقلت: أنا ثم قلت: أما إني لم أكن في صلاة. ولكني لدغت قال: فما صنعت؟.........................

_________
قوله: "انقض البارحة": أي: سقط البارحة، والبارحة: أقرب ليلة مضت، وقال بعض أهل اللغة: تقول فعلنا الليلة كذا إن قلته قبل الزوال، وفعلنا البارحة كذا إن قلته بعد الزوال.
وفي عرفنا، فمن طلوع الشمس إلى الغروب نقول: البارحة لليلة الماضية، ومن غروب الشمس إلى طلوعها نقول: الليلة لليلة التي نحن فيها. بل بعض العامة يتوسع متى قام من الليل قال: البارحة، وإن كان في ليلته.
قوله: "فقلت أنا": أي: حصين.
قوله: "أما إني لم أكن في صلاة": أما: أداة استفتاح، وقيل: إنها بمعنى حقا، وعلى هذا، فتفتح همزة "إن"، فيقال: أما أني لم أكن في صلاة، أي حقا أني لم أكن في صلاة. وقال هذا ﵀ لئلا يظن أنه قائم يصلي فيحمد بما لم يفعل، وهذا خلاف ما عليه بعضهم، يفرح أن الناس يتوهمون أنه يقوم يصلي، وهذا من نقص التوحيد.
وقول حصين ﵀ ليس من باب المراءاة، بل هو من باب الحسنات، وليس كمن يترك الطاعات خوفا من الرياء، لأن الشيطان قد يلعب على الإنسان، ويزين له ترك الطاعة خشية الرياء، بل افعل الطاعة، ولكن لا يكن في قلبك أنك ترائي الناس.
قوله: "لدغت": أي: لدغته عقرب أو غيرها، والظاهر أنها شديدة، لأنه لم ينم منها.

قلت: ارتقيت قال: فما حملك على ذلك؟ قلت: حديث حدثناه الشعبي. قال: وما حدثكم؟ قلت: حدثنا عن بريدة بن الحصيب، أنه قال: لا رقية إلا من عين أو حمة ١.

قال: قد أحسن من انتهى إلى ما سمع ".

_________
قوله: "ارتقيت"، أي: استرقيت، لأن افتعل مثل استفعل، وفي رواية مسلم: "استرقيت"، أي: طلبت الرقية. قوله: "فما حملك على ذلك": أي: قال سعيد: ما السبب أنك استرقيت.
قوله: "حديث حدثناه الشعبي": وهذا يدل على أن السلف ﵃ يتحاورون حتى يصلوا إلى الحقيقة. فسعيد بن جبير لم يقصد الانتقاد على هذا الرجل، بل قصد أن يستفهم منه ويعرف مستنده.
قوله: "لا رقية ": أي: لا قراءة أو لا استرقاء على مريض أو مصاب.
قوله: "إلا من عين": ويسميها العامة الآن: "النحاتة"، وبعضهم يسميها "النفس"، وبعضهم يسميها "الحسد". وهي نظرة من حاسد نفسه خبيثة، تتكيف بكيفية خاصة؛ فينبعث منها ما يؤثر على المصاب.
قوله: "حمة": بضم الحاء، وفتح الميم، مع تخفيفها، وهي كل ذات سم، والمعنى لدغته إحدى ذوات السموم، والعقرب من ذوات السموم. فقال سعيد بن جبير: قد أحسن من انتهى إلى ما سمع، ولكن حدثنا ابن عباس ... إلخ. إذن، فحصين استند على حديث: " لا رقية إلا من عين أو حمة " وهذا يدل على أن الرقية من العين أو الحمة مفيدة، وهذا أمر واقع، فإن
_________
١ الترمذي: الطب (٢٠٥٧)، وأبو داود: الطب (٣٨٨٤)، وأحمد (٤/٤٣٦،٤/٤٣٨،٤/٤٤٦) .

.......................................................................

الرقى تنفع بإذن الله من العين ومن الحمة أيضا، وكثير من الناس يقرؤون على الملدوغ فيبرأ حالا، ويدل لهذا قصة الرجل الذي بعثه النبي ﷺ في سرية، فاستضافوا قوما، فلم يضيفوهم، فلدغ سيدهم؛ لدغته عقرب، فقالوا: من يرقي؟ فقالوا: لعل هؤلاء الركب عندهم راق، فجاؤوا إلى السرية، قالوا: هل فيكم من راق؟ قالوا: نعم، ولكن لا نرقي لكم إلا بشيء من الغنم. فقالوا: نعطيكم. فاقتطعوا لهم من الغنم، ثم ذهب أحدهم يقرأ عليه الفاتحة، قرأها ثلاثا أو سبعا، فقام كأنما نشط من عقال، فانتفع اللديغ بقراءتها، ولهذا قال ﷺ " وما يدريك أنها رقية؟ " (يعني: الفاتحة) ١ وكذا القراءة من العين مفيدة.

ويستعمل للعين طريقة أخرى غير الرقية، وهو الاستغسال، وهي أن يؤتى بالعائن، ويطلب منه أن يتوضأ، ثم يؤخذ ما تناثر من الماء من أعضائه، ويصب على المصاب، ويشرب منه، ويبرأ بإذن الله. وهناك طريقة أخرى، ولا مانع منها أيضا، وهي أن يؤخذ شيء من شعاره، أي: ما يلي جسمه من الثياب، كالثوب، والطاقية، والسروال، وغيرها، أو التراب إذا مشى عليه وهو رطب، ويصب على ذلك ماء يرش به المصاب أو يشربه، وهو مجرب.

وأما العائن، فينبغي إذا رأى ما يعجبه أن يبّرك عليه، لقول النبي ﷺ لعامر بن ربيعة لما عان سهل بن حنيف: "هلا برّكت عليه" ٢ أي: قلت: بارك الله عليك.

_________
١ من حديث أبي سعيد، رواه: البخاري (كتاب الإجارة، باب ما يعطى في الرقية، ٢/ ١٣٦)، ومسلم (كتاب السلام، باب جواز أخذ الأجرة على الرقية بالقرآن، ٤/١٧٢٧) .
٢ من حديث أبي أمامة بن سهل بن حنيف عن أبيه، رواه: مالك في "الموطأ" (كتاب العين، باب الوضوء من العين، ٢/٩٣٨)، ورجاله ثقات. انظر: حاشية "زاد المعاد" (٤/١٦٣) .

ولكن حدثنا ابن عباس عن النبي ﷺ أنه قال: " عرضت علي الأمم، فرأيت النبي ومعه الرهط، والنبي ومعه الرجل والرجلان، والنبي وليس معه أحد. إذ رفع لي سواد عظيم،........................................... .........

_________
قوله: "ولكن حدثنا": القائل: سعيد بن جبير.
قوله: " عرضت علي الأمم ": العارض لها الله- ﷾، وهذا في المنام فيما يظهر. وانظر: "فتح الباري" (١١/ ٤٠٧ باب يدخل الجنة سبعون ألفا، كتاب الرقاق)، والأمم: جمع أمة، وهي أمم الرسل.
وقوله: " الرهط": من الثلاثة إلى التسعة.
قوله: " والنبي ومعه الرجل والرجلان ": الظاهر أن الواو بمعنى أو، أي: ومعه الرجل أو الرجلان، لأنه لو كان معه الرجل والرجلان صار يغني أن يقول: ومعه ثلاثة، لكن المعنى: والنبي ومعه الرجل، والنبي الثاني ومعه الرجلان.
قوله: " والنبي وليس معه أحد ": أي: يبعث ولا يكون معه أحد، لكن يبعثه الله لإقامة الحجة، فإذا قامت الحجة حينئذ، يعذر الله من الخلق، ويقيم عليهم الحجة.
قوله: " إذ رفع لي ": هذا على تقدير محذوف، أي: بينما أنا كذلك، إذ رفع لي.
قوله: " سواد عظيم ": المراد بالسواد هنا الظاهر أنه الأشخاص، ولهذا يقال، ما رأيت سواده، أي شخصه، أي: أشخاصا عظيمة كانوا من كثرتهم سوادا.

فظننت أنهم أمتي، فقيل لي: هذا موسى وقومه، فنظرت; فإذا سواد عظيم، فقيل لي: هذه أمتك، ومعهم سبعون ألفا يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب. ثم نهض. فدخل منزله، فخاض الناس في أولئك. فقال بعضهم: فلعلهم الذين صحبوا رسول الله ﷺ "١.

_________
قوله: " فظننت أنهم أمتي ": لأن الأنبياء عرضوا عليه بأممهم; فظن هذا السواد أمته ﵊.
قوله: " فقيل لي: هذا موسى وقومه ": وهذا يدل على كثرة أتباع موسى ﵇، وقومه الذين أرسل إليهم. قوله: " فإذا سواد عظيم، فقيل لي: هذه أمتك ": وهذا أعظم من السواد الأول; لأن أمة النبي ﷺ أكثر بكثير من أمة موسى ﵇.
قوله: " بغير حساب ولا عذاب ": أي: لا يعذبون ولا يحاسبون كرامة لهم، وظاهره أنه لا في قبورهم، ولا بعد قيام الساعة.
قوله: " فخاض الناس في أولئك": هذا الخوض للوصول إلى الحقيقة نظريا وعمليا؛ حتى يكونوا منهم.
قوله: "الذين صحبوا رسول الله": يحتمل أن المراد الصحبة المطلقة، ويؤيده ظاهر اللفظ.
ويحتمل أن المراد الذين صحبوه في هجرته، ويؤيده أنه لو كان المراد الصحبة المطلقة; لقالوا: نحن; لأن المتكلم هم الصحابة، ويدل على هذا قول الرسول ﷺ لخالد بن الوليد: " لا تسبوا أصحابي "٢ فإن
_________
١ البخاري: الطب (٥٧٥٢)، ومسلم: الإيمان (٢٢٠)، والترمذي: صفة القيامة والرقائق والورع (٢٤٤٦)، وأحمد (١/٢٧١،١/٣٢١) .
٢ من حديث أبي سعيد الخدري ﵁، رواه: البخاري (كتاب فضائل أصحاب النبي ﷺ، باب قول النبي ﷺ: لو كنت متخذا خليلا، ٣/٨)، ومسلم (كتاب فضائل الصحابة، باب تحريم سب الصحابة ﵃، ٤/١٩٦٧) .

وقال بعضهم: فلعلهم الذين ولدوا في الإسلام فلم يشركوا بالله شيئا ... وذكروا أشياء، فخرج عليهم رسول الله ﷺ فأخبروه، فقال: هم الذين لا يسترقون................................................................

_________
المراد بهم الذين صحبوه في هجرته، لكن يمنع منه أن المهاجرين لا يبلغون سبعين ألفا.
ويمنع الاحتمال الأول: أن الصحابة أكثر من سبعين ألفا. ويحتمل أن المراد من كان مع الرسول ﷺ إلى فتح مكة; لأنه بعد فتح مكة دخل الناس في دين الله أفواجا. وهذه المسألة تحتاج إلى مراجعة أكثر.
قوله: "الذين ولدوا في الإسلام": أي: من ولد بعد البعثة وأسلم، وهؤلاء كثيرون، ولو قلنا: ولدوا في الإسلام من الصحابة ما بلغوا سبعين ألفا.
قوله: "فخرج عليهم رسول الله، فأخبروه": أي: أخبروه بما قالوا وما جرى بينهم.
قوله: " لا يسترقون "، في بعض روايات مسلم١ " لا يرقون ": ولكن هذه الرواية خطأ; كما قال شيخ الإسلام ابن تيمية; لأن الرسول ﷺ كان يرقي٢، ورقاه جبريل٣، وعائشة٤، وكذلك الصحابة كانوا يرقون٥.
واستفعل بمعنى طلب الفعل، مثل استغفر; أي: طلب المغفرة،
_________
١ في (كتاب الإيمان، باب الدليل على دخول طوائف من المسلمين الجنة بغير حساب ١/٢٠٠) .
٢ من حديث عائشة، رواه البخاري (كتاب الطب، باب رقية النبي ﷺ، ٤/٤٤)، ومسلم (كتاب السلام، باب استحباب الرقية من العين، ٤/١٧٢٤) .
٣ من حديث عائشة، رواه مسلم (كتاب السلام، باب الطب والمرض والرقي، ٤/١٧١٨) .
٤ رواه البخاري (كتاب فضائل القرآن، باب فضل المعوذات، ٣/٣٤٤)، ومسلم (كتاب السلام، باب رقية المريض، ٤/١٧٢٣) .
٥ كما في قصة صاحب السرية.

ولا يكتوون ولا يتطيرون................................................

_________
واستجار: طلب الجوار، وهنا استرقى; أي: طلب الرقية، أي لا يطلبون من أحد أن يقرأ عليهم; لما يلي:
١ - لقوة اعتمادهم على الله.
٢ - لعزة نفوسهم عن التذلل لغير الله.
٣ - ولما في ذلك من التعلق بغير الله.
قوله: " ولا يكتوون ": أي: لا يطلبون من أحد أن يكويهم. ومعنى اكتوى: طلب من يكويه، وهذا مثل قوله: " ولا يسترقون ".
أما بالنسبة لمن أعد للكي من قبل الحكومة، فطلب الكي منه ليس فيه ذل; لأنه معد من قبل الحكومة يأخذ الأجر على ذلك من الحكومة، ولأن هذا الطلب مجرد إخبار من الطالب بأنه محتاج إلى الكي، وليس سؤال تذلل.
قوله: " ولا يتطيرون ": مأخوذ من الطير، والمصدر منه تطير، والطيرة اسم المصدر، وأصله: التشاؤم بالطير، ولكنه أعم من ذلك; فهو التشاؤم بمرئي، أو مسموع، أو زمان، أو مكان.
وكانت العرب معروفة بالتطير، حتى لو أراد الإنسان منهم خيرا ثم رأى الطير سنحت يمينا أو شمالا حسب ما كان معروفا عندهم، تجده يتأخر عن هذا الذي أراده. ومنهم من إذا سمع صوتا أو رأى شخصا تشاءم. ومنهم من يتشاءم في شهر شوال بالنسبة للنكاح، ولذا قالت عائشة ﵂: " عقد علي رسول الله ﷺ في شوال، وبنى بي في شوال; فأيكن كان أحظى عنده "١. ومنهم من يتشاءم بيوم الأربعاء، أو بشهر صفر.
_________
١ رواه: مسلم (كتاب النكاح، باب استحباب التزوج والتزويج في شوال، ٢/١٠٣٩) .

وعلى ربهم يتوكلون "١.

_________
وهذا كله مما أبطله الشرع; لضرره على الإنسان عقلا وتفكيرا وسلوكا، وكون الإنسان لا يبالي بهذه الأمور، هذا هو التوكل على الله، ولهذا ختم المسألة بقوله: " وعلى ربهم يتوكلون " ; فانتفاء هذه الأمور عنهم يدل على قوة توكلهم.
وهل هذه الأشياء تدل على أن من لم يتصف بها فهو مذموم، أو فاته الكمال؟
الجواب: أن الكمال فاته إلا بالنسبة للتطير; فإنه لا يجوز; لأنه ضرر وليس له حقيقة أصلا.
أما بالنسبة لطلب العلاج; فالظاهر أنه مثله لأنه عام، وقد يقال: إنه لولا قوله: " ولا يسترقون " ; لقلت: إنه لا يدخل; لأن الاكتواء ضرر محقق: إحراق بالنار، وألم للإنسان، ونفعه مرتجى، لكن كلمة "يسترقون" مشكلة; فالرقية ليس فيها ضرر، إن لم تنفع لم تضر، وهنا نقول: الدواء مثلها; لأن الدواء إذا لم ينفع لم يضر، وقد يضر أيضا; لأن الإنسان إذا تناول دواء وليس فيه مرض لهذا الدواء فقد يضره.
وهذه المسألة تحتاج إلى بحث، وهل نقول مثلا: ما تؤكد منفعته إذا لم يكن في الإنسان إذلال لنفسه; فهو لا يضر، أي: لا يفوت المرء الكمال به، مثل الكسر وقطع العضو مثلا، أو كما يفعل الناس الآن في الزائدة وغيرها.
ولو قال قائل بالاقتصار على ما في هذا الحديث، وهو أنهم لا يسترقون ولا يكتوون ولا يتطيرون، وأن ما عدا ذلك لا يمنع من دخول الجنة بلا حساب ولا عذاب; للنصوص الواردة بالأمر بالتداوي والثناء
_________
١ مسلم: الإيمان (٢١٨)، وأحمد (٤/٤٤٣) .

فقام عكاشة بن محصن، فقال: ادع الله أن يجعلني منهم. فقال: أنت منهم. ثم قام رجل آخر، فقال: ادع الله أن يجعلني منهم.........................

_________
على بعض الأدوية; كالعسل١؛ والحبة السوداء٢؛ لكان له وجه. وإذا طلب منك إنسان أن يرقيك; فهل يفوتك كمال إذا لم تمنعه؟. الجواب: لا يفوتك; لأن النبي ﷺ لم يمنع عائشة أن ترقيه٣؛ وهو أكمل الخلق توكلا على الله وثقة به، ولأن هذا الحديث: " لا يسترقون ... " إلخ، إنما كان في طلب هذه الأشياء، ولا يخفى الفرق بين أن تحصل هذه الأشياء بطلب، وبين أن تحصل بغير طلب.
قوله: " فقال: أنت منهم ": وقول الرسول ﷺ هذا، هل هو بوحي من الله إقراري، أو وحي إلهامي، أو وحي رسول؟
مثل هذه الأمور يحتمل أنها وحي إلهامي، أو بواسطة الرسول، أو وحي إقراري بمعنى أن الرسول يقولها، فإذا أقره الله عليه; صارت وحيا إقراريا.
لكن رواية البخاري: " اللهم اجعله منهم "، تدل على أن الجملة: " أنت منهم " خبر بمعنى الدعاء.
قوله: " ثم قام رجل آخر، فقال: ادع الله أن يجعلني منهم.
_________
١ كحديث ابن عباس مرفوعا: الشفاء في ثلاث: شربة عسل، وشرطة محجم، وكية نار، وأنا أنهى أمتي عن الكي، رواه: البخاري (كتاب الطب، باب الشفاء في ثلاث، ٤/٣٢) .
٢ لحديث عائشة مرفوعا: إن هذه الحبة السوداء، شفاء من كل داء إلا من السام. قلت: وما السام؟ قال: "الموت "، رواه: البخاري (كتاب الطب، باب الحبة السوداء، ٤/٣٤)، ومسلم (كتاب السلام، باب التداوي بالحبة السوداء، ٤/١٧٣٥) .
٣ سبق تخريجه (ص ١٠٢) .

فقال: سبقك بها عكاشة " ١.

فيه مسائل:

الأولى: معرفة مراتب الناس في التوحيد.

الثانية: ما معنى تحقيقه.

_________
قال: سبقك بها عكاشة ".لم يرد النبي ﷺ أن يقول له: لا، ولكن قال: سبقك بها; أي: بهذه المنقبة والفضيلة، أو بهذه المسألة عكاشة بن محصن. وقد اختلف العلماء لماذا قال الرسول ﷺ هذا الكلام؟ فقيل: إنه كان منافقا، فأراد الرسول ﷺ ألا يجابهه بما يكره تأليفا. وقيل: خاف أن ينفتح الباب فيطلبها من ليس منهم; فقال هذه الكلمة التي أصبحت مثلا، وهذا أقرب.
قوله: "فيه مسائل": أي: في هذا الباب مسائل:
·المسألة الأولى: معرفة مراتب الناس في التوحيد: وهذه مأخوذة من قوله: " يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب ". ثم قال: " هم الذين لا يسترقون، ولا يكتوون، ولا يتطيرون "٢.
·الثانية: ما معنى تحقيقه؟ أي: تحقيق التوحيد، وسبق لنا في أول الباب أن تحقيقه: تخليصه من الشرك.
_________
١ البخاري: الرقاق (٦٥٤١)، ومسلم: الإيمان (٢٢٠)، والترمذي: صفة القيامة والرقائق والورع (٢٤٤٦)، وأحمد (١/٢٧١) .
٢ رواه: البخاري (كتاب الرقاق، باب يدخل الجنة سبعون ألفا، ٤/١٩٩)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب الدليل على دخول طوائف من المسلمين الجنة بغير حساب، ١/١٩٩) .

الثالثة: ثناؤه سبحانه على إبراهيم بكونه لم يك من المشركين.

الرابعة: ثناؤه على سادات الأولياء بسلامتهم من الشرك.

الخامسة: كون ترك الرقية والكي من تحقيق التوحيد.

_________
·الثالثة: ثناؤه - سبحانه - على إبراهيم بكونه لم يكن من المشركين: وهو ظاهر في الآية الكريمة: ﴿إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾ ١ [النحل: ١٢٠] ; فإن هذه الآية لا شك أنها سيقت للثناء على إبراهيم ﵊، وإذا كان مناط الثناء انتفاء الشرك عنه; دل ذلك على أن كل من انتفى عنه الشرك فهو محل ثناء من الله ﷾:
·الرابعة: ثناؤه على سادات الأولياء بسلامتهم من الشرك: لقوله تعالى: ﴿وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لا يُشْرِكُونَ﴾ ٢ وهذه الآية في سياق آيات كثيرة ابتدأها الله بقوله: ﴿إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآياتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لا يُشْرِكُونَ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ﴾ [المؤمنون: ٥٧-٦١] ; فهؤلاء هم سادات الأولياء، وكلام المؤلف من باب إضافة الصفة إلى موصوفها، أي: الأولياء السادات، وليس يريد ﵀ السادات من الأولياء، بل يريد الأولياء الذين هم سادات الخلق.
·الخامسة: كون ترك الرقية والكي من تحقيق التوحيد؛ لقوله: " الذين لا يسترقون ولا يكتوون "; فالمراد بقول المؤلف: "الرقية والكي": الاسترقاء والاكتواء.
_________
١ سورة النحل آية: ١٢٠.
٢ سورة المؤمنون آية: ٥٩.

السادسة: كون الجامع لتلك الخصال هو التوكل.

السابعة: عمق علم الصحابة بمعرفتهم أنهم لم ينالوا ذلك إلا بعمل.

الثامنة: حرصهم على الخير.

التاسعة: فضيلة هذه الأمة بالكمية والكيفية.

العاشرة: فضيلة أصحاب موسى.

_________
·السادسة: كون الجامع لتلك الخصال هو التوكل: الخصال هي: ترك الاسترقاء، وترك الاكتواء، وترك التطير يعني أن العامل لهذه الأشياء هو قوة التوكل على الله عزوجل
·السابعة: عمق علم الصحابة لمعرفة أنهم لم ينالوا ذلك إلا بعمل: أي: لم ينل هؤلاء السبعون ألفا هذا الثواب إلا بعمل، ووجهه أن الصحابة خاضوا فيمن يكون له هذا الثواب العظيم وذكروا أشياء.
·الثامنة: حرصهم على الخير: وجهه خوضهم في هذا الشيء; لأنهم يريدون أن يصلوا إلى نتيجة حتى يقوموا بها.
·التاسعة: فضيلة هذه الأمة بالكمية والكيفية: أما الكمية; فلان النبي ﷺ رأى سوادا عظيما أعظم من السواد الذي كان مع موسى، وأما الكيفية; فلأن معهم هؤلاء الذين لا يسترقون ولا يكتوون ولا يتطيرون وعلى ربهم يتوكلون.
·العاشرة: فضيلة أصحاب موسى: وهو مأخوذ من قوله: " إذ رفع لي سواد عظيم "، ولكن قد يقال: إن التعبير بقول كثرة أتباع موسى أنسب لدلالة الحديث; لأن الحديث يقول: " سواد عظيم فظننت أنهم أمتي "، وهذا يدل على الكثرة.

الحادية عشرة: عرض الأمم عليه ﵊.

الثانية عشرة: أن كل أمة تحشر وحدها مع نبيها.

الثالثة عشرة: قلة من استجاب للأنبياء.

الرابعة عشرة: أن من لم يجبه أحد يأتي وحده.

_________
· الحادية عشرة: عرض الأمم عليه ﵊؛ وهذا له فائدتان:
الفائدة الأولى: تسلية الرسول ﵊، حيث رأى من الأنبياء من ليس معه إلا الرجل والرجلان، ومن الأنبياء من ليس معه أحد; فيتسلى بذلك ﵊، ويقول: ﴿مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ﴾ [الأحقاف: ٩] .
الفائدة الثانية: بيان فضيلته ﵊ وشرفه، حيث كان أكثرهم أتباعا وأفضلهم; فصار في عرض الأمم عليه هاتان الفائدتان.
·الثانية عشرة: أن كل أمة تحشر وحدها مع نبيها: لقوله: " رأيت النبي ومعه الرجل والرجلان "، ولولا أن كل نبي متميز عن النبي الآخر; لاختلط بعضهم ببعض، ولم يعرف الأتباع من غير الأتباع، ويدل لذلك قوله ﷾: ﴿وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَى إِلَى كِتَابِهَا﴾ [الجاثية: ٢٨] فإنه يدل على أن كل أمة تكون وحدها.
·الثالثة عشرة: قلة من استجاب للأنبياء: وهو واضح من قوله: " والنبي ومعه الرجل والرجلان، والنبي وليس معه أحد ".
·الرابعة عشرة: أن من لم يجبه أحد يأتي وحده: لقوله: " والنبي وليس معه أحد ".

الخامسة عشرة: ثمرة هذا العلم، وهو عدم الاغترار بالكثرة، وعدم الزهد في القلة.

السادسة عشرة: الرخصة في الرقية من العين والحمة.

السابعة عشرة: عمق علم السلف; لقوله: " قد أحسن من انتهى إلى ما سمع، ولكن كذا وكذا "، فعلم أن الحديث الأول لا يخالف الثاني.

_________
· الخامسة عشرة: ثمرة هذا العلم، وهو عدم الاغترار بالكثرة ... إلخ: فإن الكثرة قد تكون ضلالا، قال الله تعالى: ﴿وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ﴾ [الأنعام: ١١٦]، وأيضا الكثرة من جهة أخرى إذا اغتر الإنسان بكثرته وظن أنه لن يغلب أو أنه منصور; فهذا أيضا سبب للخذلان; فالكثرة إن نظرنا إلى أن أكثر أهل الأرض ضلال لا تغتر بهم، فلا تقل: إن الناس على هذا، كيف أنفرد عنهم؟ كذلك أيضا لا تغتر بالكثرة إذا كان معك أتباع كثيرون على الحق; فكلام المؤلف له وجهان:
الوجه الأول: أن لا نغتر بكثرة الهالكين فنهلك معهم.
الوجه الثاني: أن لا نغتر بكثرة الناجين فيلحقنا الإعجاب بالنفس وعدم الزهد في، القلة، أي أن لا نزهد بالقلة; فقد تكون القلة خيرا من الكثرة.
·السادسة عشرة: الرخصة في الرقية من العين والحمة مأخوذة من قوله: " لا رقية إلا من عين أو حمة ".
·السابعة عشرة: عمق علم السلف; لقوله: " قد أحسن من انتهى إلى ما سمع، ولكن كذا وكذا " ; فعلم أن الحديث الأول لا يخالف

الثامنة عشرة: بعد السلف عن مدح الإنسان بما ليس فيه.

التاسعة عشرة: قوله:"أنت منهم": علم من أعلام النبوة.

_________
الثاني. لأن قوله: لا رقية إلا من عين أو حمة لا يخالف الثاني; لأن الثاني إنما هو في الاسترقاء، والأول في الرقية; فالإنسان إذا أتاه من يرقيه ولم يمنعه; فإنه لا ينافي قوله: " ولا يسترقون " ; لأن هناك ثلاث مراتب:
المرتبة الأولى: أن يطلب من يرقيه، وهذا قد فاته الكمال.
المرتبة الثانية: أن لا يمنع من يرقيه، وهذا لم يفته الكمال; لأنه لم يسترق ولم يطلب.
المرتبة الثالثة: أن يمنع من يرقيه، وهذا خلاف السنة; فإن النبي ﷺ لم يمنع عائشة أن ترقيه، وكذلك الصحابة لم يمنعوا أحدا أن يرقيهم١؛ لأن هذا لا يؤثر في التوكل.
·الثامنة عشرة: بعد السلف عن مدح الإنسان بما ليس فيه: يؤخذ من قوله: "أما إني لم أكن في صلاة ولكني لدغت"; لأنه إذا كان رأى الكوكب الذي انقض استلزم أن يكون يقظان، واليقظان: إما أن يصلي، وإما أن يكون له شغل آخر، وإما أن يكون لديه مانع من النوم.
·التاسعة عشرة: قوله: " أنت منهم " علم من أعلام النبوة: يعني: دليلا على نبوة الرسول ﷺ، وكيف ذلك؟ لأن عكاشة بن محصنرضي الله عنهبقي محروسا من الكفر حتى مات على الإسلام، فيكون في هذا علم، يعني: دليلا من دلائل نبوة الرسول ﷺ هذا إذا قلنا: إن الجملة خبرية وليست جملة دعائية. فإن قلنا: إنها جملة دعائية; فقد نقول أيضا: فيه علم من أعلام النبوة، وهو أن الله استجاب دعوة الرسول ﷺ
_________
١ انظر: (ص ١٠٢) .

العشرون: فضيلة عكاشة.

الحادية والعشرون: استعمال المعاريض.

الثانية والعشرون: حسن خلقه ﷺ

_________
لكن استجابة الدعوة ليست من خصائص الأنبياء; فقد تجاب دعوة من ليس بنبي، وحينئذ لا يمكن أن تكون علما من أعلام النبوة، إلا حيث جعلنا الجملة خبرية محضة.
·العشرون: فضيلة عكاشة: بكونه ممن يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب، وهل نشهد له بذلك؟ نعم; لأن الرسول ﷺ شهد له بها.
·الحادية والعشرون: استعمال المعاريض: وفي المعاريض مندوحة عن الكذب، وذلك لقول الرسول ﷺ " سبقك بها عكاشة " ; فإن هذا في الحقيقة ليس هو المانع الحقيقي، بل المانع ما أشرنا إليه في الشرح: إما أن يكون هذا الرجل منافقا فلم يرد النبي ﷺ أن يجعله مع الذين يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب، وإما خوفا من انفتاح الباب; فيسأل هذه المرتبة من ليس من أهلها.
·الثانية والعشرون: حسن خلقه ﷺ؛ وذلك لأنه رد هذا الرجل، وسد الباب على وجه ليس فيه غضاضة على أحد ولا كراهة.

باب الخوف من الشرك

باب الخوف من الشرك

وقول الله عزوجل ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ ١.

_________
مناسبة الباب للبابين قبله
في الباب الأول ذكر المؤلف ﵀ تحقيق التوحيد، وفي الباب الثاني ذكر أن من حقق التوحيد دخل الجنة بغير حساب ولا عذاب، وثلث بهذا الباب رحمه الله تعالى; لأن الإنسان يرى أنه قد حقق التوحيد وهو لم يحققه، ولهذا قال بعض السلف: " ما جاهدت نفسي على شيء مجاهدتها على الإخلاص"، وذلك أن النفس متعلقة بالدنيا تريد حظوظها من مال أو جاه أو رئاسة، وقد تريد بعمل الآخرة الدنيا، وهذا نقص في الإخلاص، وقل من يكون غرضه الآخرة في كل عمله، ولهذا أعقب المؤلف ﵀ ما سبق من البابين بهذا الباب، وهو الخوف من الشرك، وذكر فيه آيتين:
·الأولى: قوله تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ﴾ ٢ " لا ": نافية، " أن يشرك به ": فعل مضارع، مقرون بأن المصدرية; فيحول إلى مصدر تقديره: إن الله لا يغفر الإشراك به، أو لا يغفر إشراكا به; فالشرك لا يغفره الله أبدا; لأنه جناية على حق الله الخاص، وهو التوحيد.
أما المعاصي; كالزنى والسرقة; فقد يكون للإنسان فيها حظ نفس
_________
١ سورة النساء آية: ٤٨.
٢ سورة النساء آية: ٤٨.

وقال الخليل ﵇: ﴿وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ﴾ ١.

_________
بما نال من شهوة، أما الشرك; فهو اعتداء على حق الله تعالى، وليس للإنسان فيه حظ نفس، وليس شهوة يريد الإنسان أن ينال مراده، ولكنه ظلم، ولهذا قال الله تعالى: ﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾ [لقمان: ١٣] .
وهل المراد بالشرك هنا الأكبر، أم مطلق الشرك؟ قال بعض العلماء: إنه مطلق يشمل كل شرك ولو أصغر; كالحلف بغير الله، فإن الله لا يغفره، أما بالنسبة لكبائر الذنوب; كالسرقة، والخمر; فإنها تحت المشيئة، فقد يغفرها الله، وشيخ الإسلام ابن تيمية المحقق في هذه المسائل، اختلف كلامه في هذه المسألة; فمرة قال: الشرك لا يغفره الله ولو كان أصغر، ومرة قال: الشرك الذي لا يغفره الله هو الشرك الأكبر. وعلى كل حال; فيجب الحذر من الشرك مطلقا; لأن العموم يحتمل أن يكون داخلا فيه الأصغر; لأن قوله: " أن يشرك به " أن وما بعدها في تأويل مصدر، تقديره: إشراكا به; فهو نكرة في سياق النفي، فتفيد العموم.
قوله: ﴿وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ﴾ المراد بالدون هنا: ما هو أقل من الشرك، وليس ما سوى الشرك.
الآية الثانية: قوله: ﴿وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ﴾ قيل: المراد ببنيه: بنوه لصلبه، ولا نعلم له من صلبه سوى إسماعيل وإسحاق. وقيل: المراد ذريته وما توالد من صلبه، وهو الأرجح، وذلك للآيات التي
_________
١ سورة إبراهيم آية: ٣٥.

.......................................................................

_________
دلت على دعوته للناس من ذريته، ولكن كان من حكمة الله أن لا تجاب دعوته في بعضهم، كما أن الرسول ﷺ دعا الله أن لا يجعل بأس أمته بينهم١ فلم يجب الله دعاءه.
وأيضا يمنع من الأول: أن الآية بصيغة الجمع، وليس لإبراهيم من الأبناء سوى إسحاق وإسماعيل. ومعنى: " اجنبني " ; أي: اجعلني في جانب والأصنام في جانب، وهذا أبلغ مما لو قال: امنعني وبني من عبادة الأصنام; لأنه إذا كان في جانب عنها كان أبعد.
فإبراهيم ﵇ يخاف الشرك على نفسه، وهو خليل الرحمن وإمام الحنفاء; فما بالك بنا نحن إذن؟! فلا تأمن الشرك، ولا تأمن النفاق; إذ لا يأمن النفاق إلا منافق، ولا يخاف النفاق إلا مؤمن، ولهذا قال ابن أبي مليكة: " أدركت ثلاثين من أصحاب النبي ﷺ كلهم يخاف النفاق على نفسه "٢.
وها هو عمر بن الخطابرضي الله عنهخاف على نفسه النفاق; فقال لحذيفة بن اليمانرضي الله عنهالذي أسر إليه النبي ﷺ بأسماء أناس من المنافقين; فقال له عمررضي الله عنه" أنشدك الله; هل سماني لك رسول الله ﷺ مع من سمى من المنافقين؟ فقال حذيفةرضي الله عنهلا، ولا أزكي بعدك أحدا "٣ أراد عمر بذلك زيادة الطمأنينة، وإلا; فقد شهد له النبي ﷺ بالجنة.
_________
١ يأتي تخريجه (ص ٤٧١) .
٢ رواه: البخاري (كتاب الإيمان، باب خوف المؤمن أن يحبط عمله، ١/٣٢) .
٣ انظر: "طريق الهجرتين" لابن القيم آخر الطبقة الخامسة عشرة.

وفي الحديث:............................................................

_________
ولا يقال: إن عمررضي الله عنهأراد حث الناس على الخوف من النفاق ولم يخفه على نفسه; لأن ذلك خلاف ظاهر اللفظ، والأصل حمل اللفظ على ظاهره، ومثل هذا القول يقوله بعض العلماء فيما يضيفه النبي ﷺ إلى نفسه في بعض الأشياء، يقولون: هذا قصد به التعليم، وقصد به أن يبين لغيره، كما قيل: إن الرسول ﷺ لم يقل: رب اغفر لي؛ لأن له ذنبا، ولكن لأجل أن يعلم الناس الاستغفار، وهذا خلاف الأصل، وقول بعضهم: إنه جهر بالذكر عقب الفريضة ليعلم الناس الذكر، لا لأن الجهر بذلك من السنة ونحو ذلك.
قوله: ﴿أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ﴾ أن والفعل بعدها في تأويل مصدر مفعول ثان لقوله: اجنبني.
والأصنام: جمع صنم، وهو ما جعل على صورة إنسان أو غيره؛ يعبد من دون الله. أما الوثن: فهو ما عبد من دون الله، على أي وجه كان، وفي الحديث: " لا تجعل قبري وثنا يعبد "١. فالوثن أعم من الصنم.
ولا شك أن إبراهيم سأل ربه الثبات على التوحيد; لأنه إذا جنبه عبادة الأصنام صار باقيا على التوحيد.
الشاهد من هذه الآية: أن إبراهيم خاف الشرك، وهو إمام الحنفاء، وهو سيدهم ما عدا رسول الله ﷺ
قوله: "وفي الحديث"، الحديث: ما أضيف إلى الرسول من قول أو
_________
١ يأتي (ص ٤٢٣) .

" أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر. فسئل عنه؟ فقال: الرياء "١.

_________
فعل أو إقرار أو وصف والخبر: ما أضيف إليه وإلى غيره والأثر: ما أضيف إلى غير الرسول ﷺ أي: إلى الصحابي فمن بعده، إلا إذا قيد فقيل: وفي الأثر عن رسول الله ﷺ فيكون على ما قيد به.
قوله: " أخوف ما أخاف عليكم ": الخطاب للمسلمين; إذ المسلم هو الذي يخاف عليه الشرك الأصغر، وليس لجميع الناس.
قوله: " الرياء ": مشتق من الرؤية، مصدر راءى يرائي، والمصدر رياء; كقاتل يقاتل قتالا.
والرياء: أن يعبد الله ليراه الناس؛ فيمدحوه على كونه عابدا، وليس يريد أن تكون العبادة للناس; لأنه لو أراد ذلك; لكان شركا أكبر، والظاهر أن هذا على سبيل التمثيل، وإلا; فقد يكون رياء، وقد يكون سماعا، أي يقصد بعبادته أن يسمعه الناس فيثنوا عليه، فهذا داخل في الرياء; فالتعبير بالرياء من باب التعبير بالأغلب. أما إن أراد بعبادته أن يقتدي الناس به فيها; فليس هذا رياء، بل هذا من الدعوة إلى الله عزوجل، والرسول ﷺ يقول: " فعلت هذا لتأتموا بي وتعلموا صلاتي " ٢.
والرياء ينقسم باعتبار إبطاله للعبادة إلى قسمين:
_________
١ من حديث محمود بن لبيد، رواه الإمام أحمد في "المسند" (٥/٤٢٨) . قال ابن حجر في "بلوغ المرام" (ص ٣٠٢): "أخرجه أحمد بإسناد حسن"، وقال المنذري في "الترغيب" (١/٦٩): "إسناده جيد"، وقال الهيثمي في "مجمع الزوائد" (١٠/٢٢٢): "رجاله رجال الصحيح; غير عبد الله بن شبيب بن خالد، وهو ثقة".
٢ من حديث سهل بن سعد الساعدي، رواه البخاري (كتاب الجمعة، باب الخطبة على المنبر، ١/٢٩٠)، ومسلم (كتاب المساجد، باب جواز الخطوة والخطوتين في الصلاة، ١/٣٨٦) .

.......................................................................

_________
الأول: أن يكون في أصل العبادة، أي ما قام يتعبد إلا للرياء; فهذا عمله باطل مردود عليه لحديث أبي هريرة في "الصحيح" مرفوعا، قال الله تعالى: " أنا أغنى الشركاء عن الشرك، من عمل عملا أشرك معي فيه غيري تركته وشركه " ١.
الثاني: أن يكون الرياء طارئا على العبادة، أي: أن أصل العبادة لله، لكن طرأ عليها الرياء; فهذا ينقسم إلى قسمين:
الأول: أن يدافعه; فهذا لا يضره. مثاله: رجل صلى ركعة، ثم جاء أناس في الركعة الثانية، فحصل في قلبه شيء؛ بأن أطال الركوع أو السجود أو تباكى وما أشبه ذلك، فإن دافعه; فإنه لا يضره لأنه قام بالجهاد.
القسم الثاني: أن يسترسل معه; فكل عمل ينشأ عن الرياء، فهو باطل; كما لو أطال القيام، أو الركوع، أو السجود، أو تباكى; فهذا كل عمله حابط، ولكن هل هذا البطلان يمتد إلى جميع العبادة أم لا؟ نقول: لا يخلو هذا من حالين:
الحالة الأولى: أن يكون آخر العبادة مبنيا على أولها، بحيث لا يصح أولها مع فساد آخرها; فهذه كلها فاسدة. وذلك مثل الصلاة; فالصلاة مثلا لا يمكن أن يفسد آخرها ولا يفسد أولها، وحينئذ تبطل الصلاة كلها؛ إذا طرأ الرياء في أثنائها ولم يدافعه.
الحالة الثانية: أن يكون أول العبادة منفصلا عن آخرها، بحيث يصح أولها دون آخرها، فما سبق الرياء; فهو صحيح، وما كان بعده; فهو باطل. مثال ذلك: رجل عنده مئة ريال، فتصدق بخمسين بنية خالصة، ثم
_________
١ سبق تخريجه (ص ٤٩) .

.......................................................................

_________
تصدق بخمسين بقصد الرياء; فالأولى مقبولة، والثانية غير مقبولة; لأن آخرها منفك عن أولها.
فإن قيل: لو حدث الرياء في أثناء الوضوء; هل يلحق بالصلاة فيبطل كله، أو بالصدقة فيبطل ما حصل فيه الرياء فقط.
فالجواب: يحتمل هذا وهذا; فيلحق بالصلاة لأن الوضوء عبادة واحدة ينبني بعضها على بعض، ليس تطهير كل عضو عبادة مستقلة، ويلحق بالصدقة لأنه ليس كالصلاة من كل وجه، ولا الصدقة من كل وجه; لأننا إذا قلنا ببطلان ما حصل فيه الرياء، فأعاد تطهيره وحده لم يضر; لأن تكرار غسل العضو لا يبطل الوضوء ولو كان عمدا، بخلاف الصلاة; فإنه إذا كرر جزءا منها كركوع أو سجود لغير سبب شرعي; بطلت صلاته، فلو أنه بعد أن غسل يديه رجع وغسل وجهه; لم يبطل وضوؤه، ولو أنه بعد أن سجد رجع وركع; لبطلت صلاته، والترتيب موجود في هذا وهذا، لكن الزيادة في الصلاة تبطلها، والزيادة في الوضوء لا تبطله، والرجوع مثلا إلى الأعضاء الأولى لا يبطله أيضا، وإن كان الرجوع في الحقيقة لا يعتبر وضوءا؛ لأنه غير شرعي، وربما يكون في الأولى غسل وجهه على أنه واحدة، ثم غسل يديه، ثم قال: الأحسن أن أكمل الثلاث في الوجه أفضل، فغسل وجهه مرتين، وهو سيرتب أي سيغسل وجهه ثم يديه; فوضوءه صحيح.
ولو ترك التسبيح ثلاث مرات في الركوع، وبعدما سجد قال: فوت على نفسي فضيلة، سأرجع لأجل أن أسبح ثلاث مرات; فتبطل صلاته; فالمهم أن هناك فرقا بين الوضوء والصلاة، ومن أجل هذا الفرق لا أبت فيها الآن حتى أراجع وأتأمل إن شاء الله تعالى.

وعن ابن مسعودرضي الله عنهأن رسول الله ﷺ قال: " من مات وهو يدعو من دون الله ندا؛............................................................

_________
قوله: " من ": هذه شرطية تفيد العموم للذكر والأنثى.
قوله: " يدعو من دون الله ندا ": أي: يتخذ لله ندا سواء دعاه دعاء عبادة أم دعاء مسألة; لأن الدعاء ينقسم إلى قسمين:
الأول: دعاء عبادة، مثاله: الصوم، والصلاة، وغير ذلك من العبادات، فإذا صلى الإنسان أو صام; فقد دعا ربه بلسان الحال أن يغفر له، وأن يجيره من عذابه، وأن يعطيه من نواله، وهذا في أصل الصلاة، كما أنها تتضمن الدعاء بلسان المقال. ويدل لهذا القسم قوله تعالى: ﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي﴾ ١ ; فجعل الدعاء عبادة، وهذا القسم كله شرك، فمن صرف شيئا من أنواع العبادة لغير الله؛ فقد كفر كفرا مخرجا له عن الملة، فلو ركع لإنسان، أو سجد لشيء يعظمه كتعظيم الله في هذا الركوع أو السجود; لكان مشركا، ولهذا منع النبي ﷺ من الانحناء عند الملاقاة؛ لما سئل عن الرجل يلقى أخاه ينحني له؟ قال: "لا"٢.
خلافا لما يفعله بعض الجهال إذا سلم عليك انحنى لك; فيجب على كل مؤمن بالله أن ينكره; لأنه عظمك على حساب دينه.
الثاني: دعاء المسألة; فهذا ليس كله شركا، بل فيه تفصيل، فإن كان المخلوق قادرا على ذلك; فليس بشرك; كقولك: اسقني ماء لمن
_________
١ سورة غافر آية: ٦٠.
٢ من حديث أنس، رواه: الترمذي (كتاب الاستئذان، باب ما جاء في المصافحة، ٧/٣٥٦) - وقال: "حديث حسن"-، وابن ماجه (كتاب الأدب، باب في المصافحة، ٢/١٢٢٠)، وأحمد في "المسند" (٣/١٩٨) .

دخل النار " رواه البخاري١.

_________
يستطيع ذلك، قال ﷺ: " من دعاكم فأجيبوه "٢ وقال تعالى: ﴿وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ﴾ ٣. فإذا مد الفقير يده، وقال: ارزقني; أي: أعطني; فليس بشرك، كما قال تعالى: ﴿فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ﴾ وأما إن دعا المخلوق بما لا يقدر عليه إلا الله; فإن دعوته شرك مخرج عن الملة. مثال ذلك: أن تدعو إنسانا أن ينزل الغيث معتقدا أنه قادر على ذلك.
والمراد بقوله الرسول ﷺ " من مات وهو يدعو من دون الله ندا " المراد الند في العبادة، أما الند في المسألة; ففيه التفصيل السابق. ومع الأسف; ففي بعض البلاد الإسلامية من يعتقد أن فلانا المقبور الذي بقي جثة، أو أكلته الأرض؛ ينفع أو يضر، أو يأتي بالنسل لمن لا يولد لها، وهذا - والعياذ بالله - شرك أكبر مخرج من الملة، وإقرار هذا أشد من إقرار شرب الخمر، والزنا، واللواط، لأنه إقرار على كفر، وليس إقرارا على فسوق فقط.
قوله: " دخل النار ": أي: خالدا، مع أن اللفظ لا يدل عليه; لأن دخل فعل، والفعل يدل على الإطلاق.
وأيضا قال الله تعالى: ﴿إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ﴾ ٤، وإذا حرمت الجنة; لزم أن يكون خالدا في النار أبدا، فيجب أن نخاف من الشرك ما
_________
١ رواه: البخاري (كتاب التفسير، باب ﴿ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا﴾، ٣/ ١٩٦) .
٢ أخرجه: أحمد (٢/٦٨)، وأبو داود (٣/١٧)، والنسائي (٥/٢٨)، والحاكم (١/٤١٢)، والبيهقي (٤/٩٩) . وصححه الحاكم والحافظ في "تخريج الأذكار"; كما في "الفتوحات" (٥/٢٥٠) .
٣ سورة النساء آية: ٨.
٤ سورة المائدة آية: ٧٢.

ولمسلم عن جابر; أن رسول الله ﷺ قال: " من لقي الله

_________
دامت هذه عقوبته; فالمشرك خسر الآخرة; لأنه في النار خالد، وخسر الدنيا أيضا; لأنه لم يستفد منها شيئا، وقامت عليه الحجة، وجاءه النذير، ولكنه خسر - والعياذ بالله -، ما استفاد شيئا من الدنيا، قال تعالى: ﴿أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ﴾ ١، وقال الله عزوجل: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُ وَمَا لا يَنْفَعُهُ ذَلِكَ هُوَ الضَّلالُ الْبَعِيدُ يَدْعُو لَمَنْ ضَرُّهُ أَقْرَبُ مِنْ نَفْعِهِ لَبِئْسَ الْمَوْلَى وَلَبِئْسَ الْعَشِيرُ﴾ ٢.
وقال تعالى: ﴿قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ﴾ ٣. فخسر نفسه; لأنه لم يستفد منها شيئا، وخسر أهله; لأنهم إن كانوا من المؤمنين فهم في الجنة، فلا يتمتع بهم في الآخرة، وإن كانوا في النار فكذلك; لأنه كلما دخلت أمة لعنت أختها، والشرك خفي جدا; فقد يكون في الإنسان وهو لا يشعر إلا بعد المحاسبة الدقيقة، ولهذا قال بعض السلف٤: " ما جاهدت نفسي على شيء مجاهدتها على الإخلاص ".
فالشرك أمره صعب جدا ليس بالهين، ولكن ييسر الله الإخلاص على العبد، وذلك بأن يجعله الله نصب عينيه، فيقصد بعمله وجه الله، لا يقصد مدح الناس، أو ذمهم، أو ثناءهم عليه; فالناس لا ينفعونه أبدا، حتى لو خرجوا معه لتشييع جنازته؛ لم ينفعه إلا عمله، قال ﷺ " يتبع الميت ثلاثة: فيرجع اثنان ويبقى واحد، يتبعه أهله وماله وعمله فيرجع أهله وماله ويبقى عمله "٥.
_________
١ سورة فاطر آية: ٣٧.
٢ سورة آية: ١١-١٢.
٣ سورة الزمر آية: ١٥.
٤ القائل هو سفيان الثوري ﵀ انظر: "جامع العلوم" لابن رجب (ص ٧٠) .
٥ من حديث أنس، رواه: البخاري (٦٥١٤)، ومسلم (٢٩٦٠) .

لا يشرك به شيئا; دخل الجنة،...........................................

_________
وكذلك أيضا من المهم: أن الإنسان لا يفرحه أن يقبل الناس قوله لأنه قوله، لكن يفرحه أن يقبل الناس قوله إذا رأى أنه الحق لأنه الحق، لا أنه قوله، وكذا لا يحزنه أن يرفض الناس قوله لأنه قوله; لأنه حينئذ يكون قد دعا لنفسه، لكن يحزنه أن يرفضوه لأنه الحق، وبهذا يتحقق الإخلاص. فالإخلاص صعب جدا، إلا أن الإنسان إذا كان متجها إلى الله اتجاها صادقا سليما على صراط مستقيم; فإن الله يعينه عليه، وييسره له.
قوله: " من ": شرطية تفيد العموم، وفعل الشرط: " لقي "، وجوابه قوله: " دخل الجنة "، وهذا الدخول لا ينافي أن يعذب بقدر ذنوبه إن كانت عليه ذنوب; لدلالة نصوص الوعيد على ذلك، وهذا إذا لم يغفر الله له; لأنه داخل تحت المشيئة.
قوله: " لا يشرك ": في محل نصب على الحال من فاعل "لقي".
قوله: " شيئا ": نكرة في سياق الشرط; فيعم أي شرك حتى ولو أشرك مع الله أشرف الخلق، وهو الرسول ﷺ دخل النار; فكيف بمن يجعل الرسول ﷺ أعظم من الله، فيلجأ إليه عند الشدائد، ولا يلجأ إلى الله بل ربما يلجأ إلى ما دون الرسول ﷺ! وهناك من لا يبالي بالحلف بالله صادقا أم كاذبا، ولكن لا يحلف بقوميته إلا صادقا، ولهذا اختلف فيمن لا يبالي بالحلف بالله، ولكنه لا يحلف بملته أو بما يعظمه إلا صادقا، فلزمته يمين; هل يحلف بالله أو يحلف بهذا؟
فقيل: يحلف بالله ولو كذب، ولا يعان على الشرك، وهو الصحيح.
وقيل: يحلف بغير الله; لأن المقصود الوصول إلى بيان الحقيقة،

ومن لقيه يشرك به شيئا; دخل النار "١.

·فيه مسائل:

الأولى: الخوف من الشرك.

_________
وهو إذا كان كاذبا لا يمكن أن يحلف، لكن نقول: إن كان صادقا حلف ووقع في الشرك.
مسألة:
هل يلزم من دخول النار الخلود لمن أشرك؟ هذا بحسب الشرك، إن كان الشرك أصغر; فإنه لا يلزم من ذلك الخلود في النار، وإن كان أكبر; فإنه يلزم منه الخلود في النار، كما دلت على ذلك النصوص. لكن لو حملنا الحديث على الشرك الأكبر في الموضعين في قوله: " من مات لا يشرك بالله شيئا دخل الجنة "٢ وفي قوله: " ومن لقي الله يشرك به شيئا دخل النار "٣ لقلنا: من لقي الله لا يشرك به شركا أكبر دخل الجنة، وإن عذب قبل الدخول في النار بما يستحق; فيكون مآله إلى الجنة، ومن لقيه يشرك به شركا أكبر دخل النار مخلدا فيها، ولم نحتج إلى هذا التفصيل.
فيه مسائل:
·الأولى: الخوف من الشرك؛ لقوله: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ﴾ ٤ ولقوله: ﴿وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ﴾ ٥.
_________
(كتاب الإيمان، باب من مات وهو لا يشرك بالله شيئا دخل الجنة، ١/٩٤) .
٢ البخاري: الجنائز (١٢٣٧)، ومسلم: الإيمان (٩٤)، والترمذي: الإيمان (٢٦٤٤)، وأحمد (٥/١٦٦) .
٣ مسلم: الإيمان (٩٣)، وأحمد (٣/٣٧٤) .
٤ سورة النساء آية: ٤٨.
٥ سورة إبراهيم آية: ٣٥.

الثانية: أن الرياء من الشرك.

الثالثة: أنه من الشرك الأصغر.

الرابعة: أنه أخوف ما يخاف منه على الصالحين.

الخامسة: قرب الجنة والنار.

_________
·الثانية: أن الرياء من الشرك؛ لحديث: " أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر فسئل عنه فقال: الرياء "١ وقد سبق بيان أحكامه بالنسبة إلى إبطال العبادة.
·الثالثة: أنه من الشرك الأصغر; لأن النبي ﷺ لما سئل عنه قال:"الرياء"، فسماه شركا أصغر.
وهل يمكن أن يصل إلى الأكبر؟ ظاهر الحديث لا يمكن; لأنه قال: "الشرك الأصغر"، فسئل عنه; فقال: " الرياء ". لكن في عبارات ابن القيم ﵀ أنه إذا ذكر الشرك الأصغر قال: كيسير الرياء; فهذا يدل على أن كثيره ليس من الأصغر، لكن إن أراد بالكمية; فنعم; لأنه لو كان يرائي في كل عمل؛ لكان مشركا شركا أكبر لعدم وجود الإخلاص في عمل يعمله، أما إذا أراد الكيفية; فظاهر الحديث أنه أصغر مطلقا.
·الرابعة: أنه أخوف ما يخاف منه على الصالحين؛ وتؤخذ من قوله ﷺ: " أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر "؛ ولأنه قد يدخل في قلب الإنسان من غير شعور؛ لخفائه وتطلع النفس إليه، فإن كثيرا من النفوس تحب أن تمدح بالتعبد لله.
·الخامسة: قرب الجنة والنار؛ لقوله: " من لقي الله لا يشرك به شيئا; دخل الجنة، ومن لقيه يشرك به شيئا; دخل النار ".
_________
١ أحمد (٥/٤٢٩) .

السادسة: الجمع بين قربهما في حديث واحد.

السابعة: أنه من لقيه يشرك به شيئا; دخل النار، ولو كان من أعبد الناس.

الثامنة: المسألة العظيمة سؤال الخليل له ولبنيه وقاية عبادة الأصنام.

التاسعة: اعتبارة بحال الأكثر; لقوله: ﴿رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ﴾ ١.

_________
السادسة: الجمع بين قربهما في حديث واحد: " من لقي الله لا يشرك به شيئا "٢ الحديث.
السابعة: أن من لقيه يشرك به شيئا دخل النار، ولو كان من أعبد الناس: تؤخذ من العموم في قوله: " من لقي الله " ; لأن "من" للعموم، لكن إن كان شركه أكبر; لم يدخل الجنة وإن كان أعبد الناس; لقوله تعالى: ﴿إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ﴾ ٣، وإن كان أصغر; عذب بقدر ذنوبه ثم دخل الجنة.
·الثامنة: المسألة العظيمة سؤال الخليل له ولبنيه وقاية عبادة الأصنام؛ تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ﴾ ٤.
·التاسعة: اعتباره بحال الأكثر; لقوله: ﴿رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ﴾ ٥.
وفيه إشكال; إذ المؤلف يقول: بحال الأكثر، والآية: ﴿كَثِيرًا مِنَ
_________
١ سورة إبراهيم آية: ٣٦.
٢ مسلم: الإيمان (٩٣)، وأحمد (٣/٣٢٥،٣/٣٤٤،٣/٣٧٤،٣/٣٩١) .
٣ سورة المائدة آية: ٧٢.
٤ سورة إبراهيم آية: ٣٥.
٥ سورة إبراهيم آية: ٣٦.

النَّاسِ﴾

العاشرة: فيه تفسير (لا إله إلا الله) كما ذكره البخاري.

الحادية عشرة: فضيلة من سلم من الشرك.

_________
، وفرق بين كثير وأكثر، ولهذا قال تعالى في بني آدم: ﴿وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا﴾ ١ ; فلم يقل على أكثر الخلق، ولا على الخلق; فالآدميون فضلوا على كثير ممن خلق الله، وليسوا أكرم الخلق على الله، ولكنه تعالى كرمهم.
·العاشرة: فيه تفسير لا إله إلا الله كما ذكره البخاري: الظاهر أنها تؤخذ من جميع الباب; لأن لا إله إلا الله فيها نفي وإثبات.
·الحادية عشرة: فضيلة من سلم من الشرك: لقوله: ﴿وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ﴾ ٢ وقوله: " من لقي الله لا يشرك به شيئا; دخل الجنة ".
_________
١ سورة الإسراء آية: ٧٠.
٢ سورة النساء آية: ٤٨.

باب الدعاء إلى شهادة أن لا إله إلا الله

باب الدعاء إلي شهادة أن لا إله إلا الله

وقول الله تعالى: ﴿قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ﴾ ١ الآية.

_________
هذا الترتيب الذي ذكره المؤلف من أحسن ما يكون; لأنه لما ذكر توحيد الإنسان بنفسه ذكر دعوة غيره إلى ذلك; لأنه لا يتم الإيمان إلا إذا دعا إلى التوحيد، قال تعالى: ﴿وَالْعَصْرِ إِنَّ الأِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ﴾ ٢. فلا بد مع التوحيد من الدعوة إليه، وإلا كان ناقصا، ولا ريب أن هذا الذي سلك سبيل التوحيد لم يسلكه إلا وهو يرى أنه أفضل سبيل، وإذا كان صادقا في اعتقاده; فلا بد أن يكون داعيا إليه، والدعاء إلى شهادة أن لا إله إلا الله من تمام التوحيد، ولا يتم التوحيد إلا به.
قوله: " قل هذه سبيلي ": المشار إليه ما جاء به النبي ﷺ من الشرع عبادة ودعوة إلى الله. سبيلي: طريقي.
قوله: " أدعوا ": حال من الياء في قوله: " سبيلي "، ويحتمل أن تكون استئنافا لبيان تلك السبيل.
وقوله: " إلى الله " ; لأن الدعاة إلى الله ينقسمون إلى قسمين:
١- داع إلى الله.
_________
١ سورة يوسف آية: ١٠٨.
٢ سورة آية: ١-٣.

......................................................................

_________
٢- داع إلى غيره.
فالداعي إلى الله تعالى هو المخلص الذي يريد أن يوصل الناس إلى الله تعالى. والداعي إلى غيره قد يكون داعيا إلى نفسه، يدعو إلى الحق لأجل أن يعظم بين الناس ويحترم، ولهذا تجده يغضب إذا لم يفعل الناس ما أمر به، ولا يغضب إذا ارتكبوا نهيا أعظم منه، لكن لم يدع إلى تركه. وقد يكون داعيا إلى رئيسه؛ كما يوجد في كثير من الدول من علماء الضلال من علماء الدول، لا علماء الملل، يدعون إلى رؤسائهم. من ذلك لما ظهرت الاشتراكية في البلاد العربية قام بعض علماء الضلالة بالاستدلال عليها بآيات وأحاديث بعيدة الدلالة، بل ليس فيها دلالة; فهؤلاء دعوا إلى غير الله.
ومن دعا إلى الله ثم رأى الناس فارين منه; فلا ييأس، ويترك الدعوة، فإن الرسول ﷺ قال لعلي: " انفذ على رسلك; فوالله; لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم "١، يعني: أن اهتداء رجل واحد من قبائل اليهود خير لك من حمر النعم، فإذا دعا إلى الله ولم يجب; فليكن غضبه من أجل أن الحق لم يتبع، لا لأنه لم يجب، فإذا كان يغضب لهذا; فمعناه أنه يدعو إلى الله، فإذا استجاب واحد; كفى، وإذا لم يستجب أحد; فقد أبرأ ذمته أيضا، وفي الحديث: " والنبي وليس معه أحد "٢.
ثم إنه يكفي من الدعوة إلى الحق، والتحذير من الباطل: أن يتبين للناس أن هذا حق وهذا باطل; لأن الناس إذا سكتوا عن بيان الحق، وأقر الباطل مع طول الزمن; ينقلب الحق باطلا، والباطل حقا.
_________
١ يأتي (ص ١٣٨) .
٢ سبق تخريجه (ص ١٠٦) .

.......................................................................

_________
قوله: " على بصيرة ": أي: علم; فتضمنت هذه الدعوة الإخلاص والعلم; لأن أكثر ما يفسد الدعوة عدم الإخلاص، أو عدم العلم، وليس المقصود بالعلم في قوله: " على بصيرة " العلم بالشرع فقط، بل يشمل: العلم بالشرع، والعلم بحال المدعو، والعلم بالسبيل الموصل إلى المقصود، وهو الحكمة. فيكون بصيرا بحكم الشرع، وبصيرا بحال المدعو، وبصيرا بالطريق الموصلة لتحقيق الدعوة، ولهذا قال النبي ﷺ لمعاذ: " إنك تأتي قوما أهل كتاب "١.
وهذه ليست كلها من العلم بالحكم الشرعي; لأن علمي أن هذا الرجل قابل للدعوة باللين، وهذا قابل للدعوة بالشدة، وهذا عنده علم يمكن أن يقابلني بالشبهات أمر زائد على العلم بالحكم الشرعي، وكذلك العلم بالطرق التي تجلب المدعوين كالترغيب بكذا والتشجيع; كقوله ﷺ " من قتل قتيلا; فله سلبه "٢ أو بالتأليف; فالنبي ﷺ أعطى المؤلفة قلوبهم في غزوة حنين إلى مئة بعير٣. فهذا كله من الحكمة; فالجاهل لا يصلح للدعوة، وليس محمودا، وليست طريقته طريقة الرسول ﷺ لأن الجاهل يفسد أكثر مما يصلح.
_________
١ رواه: البخاري (كتاب المغازي، باب بعث أبي موسى ومعاذ إلى اليمن ٣/١٦٠)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب الدعاء إلى الشهادتين ١/٥٠) . ورواية: "فليوحدوا" رواها: البخاري (كتاب التوحيد، باب ما جاء في دعاء النبي ﷺ أمته، ٤/٣٧٨) .
٢ من حديث أبي قتادة; أن النبي ﷺ قال: ﴿من قتل قتيلا له عليه بينة; فله سلبه﴾، رواه: البخاري (كتاب المغازي، باب قول الله تعالى: ﴿ويوم حنين إذ أعجبتكم ...﴾، ٣/ ١٥٤)، ومسلم (كتاب الجهاد، باب استحقاق القاتل سلب القتيل، ٣/١٣٧٠) .
٣ من حديث أنس، رواه: البخاري (كتاب الخمس، باب ما كان النبي ﷺ يعطي المؤلفة، رقم ٣١٤٧)، ومسلم (كتاب الزكاة، باب إعطاء المؤلفة، رقم ١٠٥٩) .

وعن ابن عباس ﵄; " أن رسول الله ﷺ لما بعث معاذا إلى اليمن...............................................................

_________
قوله: ﴿أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي﴾ ١ ذكروا فيها رأيين:
الأول: "أنا" مبتدأ، وخبرها " على بصيرة "، " ومن اتبعني " معطوفة على "أنا"; أي: أنا ومن اتبعني على بصيرة; أي: في عبادتي ودعوتي.
الثاني: "أنا" توكيد للضمير المستتر في قوله: " أدعو " ; أي: أدعو أنا إلى الله ومن اتبعني يدعو أيضا; أي: قل هذه سبيلي أدعو إلى الله ويدعو من اتبعني، وكلانا على بصيرة.
قوله: " وسبحان الله ": أي: وسبحان الله أن أكون أدعو على غير بصيرة! وإعراب "سبحان": مفعول مطلق عامله محذوف تقديره أسبح. قوله: ﴿وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾ ٢ محلها مما قبلها في المعنى توكيد; لأن التوحيد معناه نفي الشرك.
قوله: (أي: قول ابن عباس): "بعث معاذا": أي: أرسله، وبعثه على صفة المعلم والحاكم والداعي، وبعثه في ربيع الأول سنة عشر من الهجرة، وهذا هو المشهور، وبعثه هو وأبا موسى الأشعري ﵄، بعث معاذا إلى صنعاء وما حولها، وأبا موسى إلى عدن وما حولها، وأمرهما: ﴿أن اجتمعا وتطاوعا ولا تفترقا، ويسرا ولا تعسرا، وبشرا ولا تنفرا﴾ ٣.
_________
١ سورة يوسف آية: ١٠٨.
٢ سورة الأنعام آية: ٧٩.
٣ رواه: البخاري (كتاب المغازي، باب بعث أبي موسى ومعاذ إلى اليمن، ٣/١٦٠) .

قال له: إنك تأتي قوما من أهل الكتاب; فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة

_________
قوله: "لما": إعرابها شرطية، وهي حرف وجود لوجود، و"لو": حرف امتناع لامتناع، و"لولا": حرف امتناع لوجود. قوله: " إنك تأتي قوما من أهل الكتاب ": قال ذلك مرشدا له، وهذا دليل على معرفته ﷺ بأحوال الناس، وما يعلمه من أحوالهم; فله طريقان:
١- الوحي.
٢- العلم والتجربة.
قوله: "من": بيانية، والمراد بالكتاب: التوراة والإنجيل; فيكون المراد بأهل الكتاب اليهود والنصارى، وهم أكثر أهل اليمن في ذلك الوقت، وإن كان في اليمن مشركون; لكن الأكثر اليهود والنصارى، ولهذا اعتمد الأكثر وأخبره النبي ﷺ بذلك; لأمرين:
الأول: أن يكون بصيرا بأحوال من يدعو.
الثاني: أن يكون مستعدا لهم; لأنهم أهل كتاب، وعندهم علم.
قوله: "فليكن": الفاء للاستئناف أو عاطفة، واللام للأمر، و"أول": اسم يكن، وخبرها "شهادة"، وقيل العكس، يعني "أول" خبر مقدم و"شهادة" اسم يكن مؤخرا. والظاهر أنه يريد أن يبين أن أول ما يكون هي الشهادة، وإذا كان كذلك; يكون "أول" مرفوعا على أنه اسم يكن; أي: أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله.
قوله: " شهادة ": الشهادة هنا من العلم، قال تعالى: ﴿إِلَّا مَنْ شَهِدَ

بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾

أن لا إله إلا الله (وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله)، فإن هم

_________
١ ; فالشهادة هنا العلم والنطق باللسان; لأن الشاهد مخبر عن علم، وهذا المقام لا يكفي فيه مجرد الإخبار، بل لا بد من علم وإخبار وقبول وإقرار وإذعان; أي: انقياد.
فلو اعتقد بقلبه، ولم يقل بلسانه: أشهد أن لا إله إلا الله، فقد قال شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀: إنه ليس بمسلم بالإجماع حتى ينطق بها; لأن كلمة أشهد تدل على الإخبار، والإخبار متضمن للنطق، فلا بد من النطق; فالنية فقط لا تجزئ، ولا تنفعه عند الله حتى ينطق، والنبي ﷺ قال لعمه أبي طالب: "قل"٢ ولم يقل: اعتقد أن لا إله إلا الله.
قوله: " لا إله ": أي: لا معبود; فإله بمعنى مألوه; فهو فعال بمعنى مفعول، وعند المتكلمين: إله بمعنى آله; فهو اسم فاعل، وعليه يكون معنى لا إله; أي: لا قادر على الاختراع، وهذا باطل٣ ولو قيل بهذا المعنى; لكان المشركون الذين قاتلهم النبي ﷺ موحدين لأنهم يقرون به، قال تعالى: ﴿وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ﴾ ٤، وقال تعالى: ﴿وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ﴾ ٥.
فإن قيل: كيف يقال: لا معبود إلا الله، والمشركون يعبدون أصنامهم؟!
أجيب: بأنهم يعبدونها بغير حق; فهم وإن سموها آلهة; فألوهيتها باطلة، وليست معبودات بحق، ولذلك إذا مسهم الضر; لجؤوا إلى الله
_________
١ سورة الزخرف آية: ٨٦.
٢ يأتي (ص ٣٥٣) .
٣ انظر: (ص ٦٤) .
٤ سورة الزخرف آية: ٨٧.
٥ سورة لقمان آية: ٢٥.

أطاعوك لذلك; فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك; فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك; فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب " أخرجاه١.

ولهما عن سهل بن سعد ﵁: " أن رسول الله ﷺ قال يوم خيبر: لأعطين الراية.................................................

_________
تعالى، وأخلصوا له الدين، وعلى هذا لا تستحق أن تسمى آلهة. فهم يعبدونها ويعترفون بأنهم لا يعبدونها إلا لأجل أن تقربهم إلى الله فقط; فجعلوها وسيلة وذريعة، وبهذا التقدير لا يرد علينا إشكال في قول الرسل لقومهم: ﴿اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ﴾ ٢; لأن هذه المعبودات لا تستحق أن تعبد، بل الإله المعبود حقا هو الله ﷾.
وفي قوله: " لا إله إلا الله " نفي الألوهية لغير الله، وإثباتها لله ولهذا جاءت بطريق الحصر.
قوله: " لأعطين ": هذه جملة مؤكدة بثلاث مؤكدات: القسم المقدر، واللام، والنون، والتقدير: والله لأعطين.
قوله: " الراية ": العلم، وسمي راية، لأنه يرى، وهو ما يتخذه أمير الجيش للعلامة على مكانه.
_________
١ تقدم تخريجه (ص ١٣٠) .
٢ سورة الأعراف آية: ٥٩.

غدا رجلا يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله; يفتح الله على يديه. فبات الناس يدوكون ليلتهم; أيهم يعطاها، فلما أصبحوا; غدوا على رسول الله ﷺ كلهم يرجو أن يعطاها.

_________
واللواء; قيل: إنه الراية، وقيل: ما لوي أعلاه، أو لوي كله; فيكون الفرق بينهما: أن الراية مفلولة لا تطوى، واللواء يطوى إما أعلاه أو كله، والمقصود منهما الدلالة، ولهذا يسمى علما.
قوله: "غدا": يراد به ما بعد اليوم، والأمس يراد به ما قبله. والأصل أنه يراد بالغد ما يلي يومك، ويراد بالأمس الذي يليه يومك، وقد يراد بالغد ما وراء ذلك، قال تعالى: ﴿وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ﴾ ١; أي: يوم القيامة. وكذلك الأمس قد يراد به ما وراء ذلك; أي: ما وراء اليوم الذي يليه يومك.
قوله: " يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله ": أثبت المحبة لله من الجانبين، أي أن الله تعالى يحب ويحب، وقد أنكر هذا أهل التعطيل، وقالوا: المراد بمحبة الله للعبد إثابته أو إرادة إثابته، والمراد بمحبة العبد لله محبة ثوابه، وهذا تحريف للكلام عن ظاهره مخالف لإجماع السلف من الصحابة والتابعين وأئمة الهدى من بعدهم، ومحبة الله تعالى ثابتة له حقيقة، وهي من صفاته الفعلية، وكل شيء من صفات الله يكون له سبب; فهو من الصفات الفعلية، والمحبة لها سبب; فقد يبغض الله إنسانا في وقت، ويحبه في وقت لسبب من الأسباب.
قوله: "على يديه": أي: يفتح الله خيبر على يديه، وفي ذلك بشارة بالنصر.
قوله: "يدوكون": أي: يخوضون، وجملة يدوكون خبر بات.
قوله: "غدوا على رسول الله": أي: ذهبوا إليه في الغدوة مبكرين، كلهم يرجو أن يعطاها؛ لينال محبة الله ورسوله.
_________
١ سورة الحشر آية: ١٨.

فقال: أين علي بن أبي طالب؟. فقيل هو يشتكي عينيه. فأرسلوا إليه، فأتي به، فبصق في عينيه، ودعا له، فبرأ كأن لم يكن به وجع، فأعطاه الراية، فقال: انفذ على رسلك حتى تنزل بساحتهم..............................

_________
قوله: " فقال: أين علي؟ ": القائل: الرسول ﷺ
قوله: "يشتكي عينيه": أي: يتألم منهما، ولكنه يشتكي إلى الله; لأن عينيه مريضة.
وقوله: "فأرسلوا إليه": بأمر الرسول ﷺ قوله: " فأتي به ": كأنهرضي الله عنهقد عمم على عينيه; لأن قوله: " أتي به " ; أي: يقاد.
وقوله: " كأن لم يكن به وجع ": أي: ليس بهما أثر حمرة ولا غيرها.
قوله: "فبرأ": هذا من آيات الله الدالة على قدرته وصدق رسوله ﷺ وهذا من مناقب أمير المؤمنين علي بن أبي طالب (، أنه يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله; لتخصيص النبي ﷺ له ذلك من بين سائر الصحابة.
قوله: " انفذ على رسلك ": أي مهلك، مأخوذ من رسل الناقة; أي: حليبها يحلب شيئا فشيئا، والمعنى: امش هوينا هوينا; لأن المقام خطير; لأنه يخشى من كمين، واليهود خبثاء أهل غدر.
قوله: " حتى تنزل بساحتهم ": أي: ما يقرب منهم وما حولهم،

ثم ادعهم إلى الإسلام، وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله تعالى فيه، فوالله، لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من

_________
والنبي ﷺ يقول: " إنا إذا نزلنا بساحة قوم فساء صباح المنذرين "١ وهذا إذا كنا على الوصف الذي عليه الرسول ﷺ وأصحابه، أما إذا كنا على وصف القومية، فإننا لو نزلنا في أحضانهم; فمن الممكن أن يقوموا ونكون في الأسفل. قوله: " ثم ادعهم ": أي: أهل خيبر، " إلى الإسلام "; أي: الاستسلام لله.
قوله: " وأخبرهم بما يجب عليهم ": أي: فلا تكفي الدعوة إلى الإسلام فقط، بل يخبرهم بما يجب عليهم فيه؛ حتى يقتنعوا به ويلتزموا. لكن على الترتيب الذي في حديث بعث معاذ. وهذه المسألة يتردد الإنسان فيها: هل يخبرهم بما يجب عليهم من حق الله في الإسلام قبل أن يسلموا أو بعده؟ فإذا نظرنا إلى ظاهر حديث معاذ وحديث سهل هذا; فإننا نقول: الأولى أن تدعوه للإسلام، وإذا أسلم تخبره. وإذا نظرنا إلى واقع الناس الآن، وأنهم لا يسلمون عن اقتناع; فقد يسلم، وإذا أخبرته ربما يرجع، قلنا: يخبرون أولا بما يجب عليهم من حق الله فيه; لئلا يرتدوا عن الإسلام بعد إخبارهم بما يجب عليهم، وحينئذ يجب قتلهم لأنهم مرتدون. ويحتمل أن يقال: تترك هذه المسألة للواقع، وما تقتضيه المصلحة من تقديم هذا أو هذا.
قوله: " لأن يهدي الله ": اللام واقعة في جواب القسم، وأن بفتح
_________
١ من حديث أنس، رواه: البخاري (كتاب الصلاة، باب ما يذكر في الفخذ، ١/١٣٩)، ومسلم (كتاب الجهاد، باب غزوة خيبر، ٣/١٣٩) .

حمر النعم " ١ (يدوكون) ; أي: يخوضون.

· فيه مسائل:

الأولى: أن الدعوة إلى الله طريق من اتبع رسول الله ﷺ

_________
الهمزة مصدرية، ويهدي مؤول بالمصدر مبتدأ، و"خير": خبر، ونظيرها قوله تعالى: ﴿وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ﴾ ٢.
قوله: " حمر النعم ": بتسكين الميم: جمع أحمر، وبالضم: جمع حمار، والمراد الأول. وحمر النعم: هي الإبل الحمراء، وذكرها لأنها مرغوبة عند العرب، وهي أحسن وأنفس ما يكون من الإبل عندهم.
وقوله: " لأن يهدي الله بك "، ولم يقل: لأن تهدي; لأن الذي يهدي هو الله. والمراد بالهداية هنا هداية التوفيق والدلالة.
وهل المراد الهداية من الكفر إلى الإسلام، أو يعم كل هداية؟ نقول: هو موجه إلى قوم يدعوهم إلى الإسلام، وهل نقول: إن القرينة الحالية تقتضي التخصيص، وأن من اهتدى على يديه رجل، في مسألة فرعية من مسائل الدين، لا يحصل له هذا الثواب بقرينة المقام; لأن عليا موجه إلى قوم كفار يدعوهم إلى الإسلام؟ الله أعلم.
فيه مسائل:
· الأولى: أن الدعوة إلى الله طريق من اتبع رسول الله ﷺ:
_________
١ رواه: البخاري (كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، ٣/١٣٤)، ومسلم (كتاب فضائل الصحابة، باب من فضائل علي، ٤/١٨٧٢) .
٢ سورة البقرة آية: ١٨٤.

الثانية: التنبيه على الإخلاص; لأن كثيرا من الناس لو دعا إلى الحق، فهو يدعو إلى نفسه.

الثالثة: أن البصيرة من الفرائض.

الرابعة: من دلائل حسن التوحيد كونه تنزيها لله تعالى عن المسبة.

_________
وتؤخذ من قوله تعالى: ﴿قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي﴾ ١ والأشمل من ذلك والأبلغ في مطابقة الآية أن يقال: إن الدعوة إلى الله طريق الرسل وأتباعهم.
·الثانية: التنبيه على الإخلاص: وتؤخذ من قوله: ﴿أدعو إلى الله﴾، ولهذا قال: "لأن كثيرا من الناس لو دعا إلى الحق; فهو يدعو إلى نفسه"; فالذي يدعو إلى الله هو الذي لا يريد إلا أن يقوم دين الله، والذي يدعو إلى نفسه هو الذي يريد أن يكون قوله هو المقبول، حقا كان أم باطلا.
·الثالثة: أن البصيرة من الفرائض: وتؤخذ من قوله تعالى: ﴿أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ﴾ ٢ ووجه كون البصيرة من الفرائض; أنه لا بد للداعية من العلم بما يدعو إليه، والدعوة فريضة; فيكون العلم بذلك فريضة.
·الرابعة: من دلائل حسن التوحيد كونه تنزيها لله عن المسبة وتؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾ ٣ فسبحان الله دليل على أنه واحد لكماله.
ومعنى عن المسبة، أي: وعن مماثلة الخالق للمخلوق; إذ تمثيل الكامل بالناقص يجعله ناقصا. قال الشاعر:
ألم تر أن السيف ينقص قدره ... إذا قيل إن السيف أمضى من العصا
_________
١ سورة يوسف آية: ١٠٨.
٢ سورة يوسف آية: ١٠٨.
٣ سورة آية: ١٠٨.

الخامسة: أن من قبح الشرك كونه مسبة لله.

السادسة: وهي من أهمها: إبعاد المسلم عن المشركين; لئلا يصير منهم، ولو لم يشرك.

السابعة: كون التوحيد أول واجب

الثامنة: أنه يبدأ به قبل كل شيء، حتى الصلاة.

التاسعة: أن معنى: " أن يوحدوا الله ": معنى شهادة أن لا إله إلا الله.

_________
· الخامسة: أن من قبح الشرك كونه مسبة لله: وتؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾ ١ بعد قوله: ﴿وَسُبْحَانَ اللَّهِ﴾
·السادسة: وهي من أهمها -: إبعاد المسلم عن المشركين; لئلا يصير منهم، ولو لم يشرك: لقوله تعالى: ﴿وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾ ٢ ولم يقل: "وما أنا مشرك"; لأنه إذا كان بينهم، ولو لم يكن مشركا; فهو في ظاهره منهم، ولهذا لما قال الله للملائكة: ﴿اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ﴾ ٣ توجه الخطاب له ولهم.
·السابعة: كون التوحيد أول واجب: تؤخذ من قوله ﷺ: " فليكن أول ما تدعوهم إليه: شهادة أن لا إله إلا الله ". وفي رواية: " أن يوحدوا الله ". وقال بعض العلماء: أول واجب النظر، لكن الصواب أن أول واجب هو التوحيد; لأن معرفة الخالق دلت عليها الفطرة.
·الثامنة: أن يبدأ به قبل كل شيء: تؤخذ من قوله ﷺ " ادعهم إلى الإسلام، وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله تعالى فيه ".
·التاسعة: أن معنى أن يوحدوا الله؛ معنى شهادة أن لا إله إلا الله:
_________
١ سورة الأنعام آية: ٧٩.
٢ سورة الأنعام آية: ٧٩.
٣ سورة البقرة آية: ٣٤.

العاشرة: أن الإنسان قد يكون من أهل الكتاب وهو لا يعرفها، أو يعرفها ولا يعمل بها.

الحادية عشرة: التنبيه على التعليم بالتدريج.

الثانية عشرة: البداءة بالأهم فالأهم.

الثالثة عشرة: مصرف الزكاة.

الرابعة عشرة: كشف العالم الشبهة عن المتعلم.

_________
تؤخذ من تعبير الصحابي حيث عبر في رواية بقوله: " شهادة أن لا إله إلا الله "، وفي رواية عبر بقوله: " أن يوحدوا الله ".
·العاشرة: أن الإنسان قد يكون من أهل الكتاب وهو لا يعرفها أو يعرفها ولا يعمل بها: ومراده بقوله: " لا يعرفها، أو يعرفها" شهادة أن لا إله إلا الله، وتؤخذ من قوله: " فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله " إذ لو كانوا يعرفون (لا إله إلا الله) ويعملون بها؛ ما احتاجوا إلى الدعوة إليها.
·الحادية عشرة: التنبيه على التعليم بالتدريج: تؤخذ من قوله ﷺ لمعاذ: " ادعهم إلى أن يوحدوا الله، فإن هم أطاعوك لذلك; فأعلمهم أن الله افترض عليهم ... " إلخ الحديث.
·الثانية عشرة: البداءة بالأهم فالأهم: تؤخذ من أمره ﷺ معاذا بالتوحيد ليدعو إليه أولا، ثم الصلاة، ثم الزكاة.
·الثالثة عشرة: مصرف الزكاة: تؤخذ من قوله: " فترد على فقرائهم ".
·الرابعة عشرة: كشف العالم الشبهة عن المتعلم: المراد بالشبهة

الخامسة عشرة: النهي عن كرائم الأموال.

السادسة عشرة: اتقاء دعوة المظلوم.

السابعة عشرة: الإخبار بأنها لا تحجب.

الثامنة عشرة: من أدلة التوحيد ما جرى على سيد المرسلين وسادات الأولياء من المشقة والجوع والوباء.

_________
هنا: شبهة العلم; أي: يكون عنده جهل. تؤخذ من قوله: " إن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم ".
فبين أن هذه الصدقة تؤخذ من الأغنياء، وأن مصرفها الفقراء.
·الخامسة عشرة: النهي عن كرائم الأموال: تؤخذ من قوله: " فإياك وكرائم أموالهم "; إذ إياك تفيد التحذير، والتحذير يستلزم النهي.
·السادسة عشرة: اتقاء دعوة المظلوم: تؤخذ من قوله: " واتق دعوة المظلوم ".
·السابعة عشرة: الإخبار بأنها لا تحجب: تؤخذ من قوله: " فإنه ليس بينها وبين الله حجاب "; فقرن الترغيب أو الترهيب بالأحكام، مما يحث النفس إن كان ترغيبا، ويبعدها ويزجرها إن كان ترهيبا; لقوله: " اتق دعوة المظلوم "؛ فالنفس قد لا تتقي، لكن إذا قيل: ليس بينها وبين الله حجاب; خافت ونفرت من ذلك.
·الثامنة عشرة: من أدلة التوحيد ما جرى على سيد المرسلين وسادات الأولياء من المشقة والجوع والوباء: والظاهر أن المؤلف ﵀ يريد الإشارة إلى قصة خيبر; إذ وقع فيها في عهد النبي ﷺ

التاسعة عشرة: قوله: " لأعطين الراية ... " إلخ: علم من أعلام النبوة.

العشرون: تفله في عينيه علم من أعلامها أيضا.

·الحادية والعشرون: فضيلة علي (.

الثانية والعشرون: فضل الصحابة في دوكهم تلك الليلة وشغلهم عن بشارة الفتح.

_________
جوع عظيم، حتى إنهم أكلوا الحمير والثوم١، وأما الوباء; فهو ما وقع في عهد عليرضي الله عنهوأما المشقة; فظاهرة. ووجه كون ذلك من أدلة التوحيد: أن الصبر والتحمل في مثل هذه الأمور؛ يدل على إخلاص الإنسان في توحيده، وأن قصده الله، ولذلك صبر على البلاء.
·التاسعة عشرة: قوله: " لأعطين الراية " علم من أعلام النبوة: لأن هذا حصل; فعلي بن أبي طالب يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله.
·العشرون: تفله في عينيه علم من أعلامها أيضا: لأنه بصق في عينيه; فبرأ كأن لم يكن به وجع.
·الحادية والعشرون: فضيلة علي بن أبي طالب (: وهذا ظاهر; لأنه يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله.
·الثانية والعشرون: فضل الصحابة في دوكهم تلك الليلة وشغلهم
_________
١ أكل لحوم الحمر من حديث سلمة بن الأكوع، رواه: البخاري (كتاب المغازي، باب غزوة خيبر، ٣/١٣٥)، ومسلم (كتاب الجهاد، باب غزوة خيبر، ٣/١٤٢٧) . وأكل الثوم رواه: البخاري في (الكتاب والباب السابقين، ٣/١٣٨) من حديث ابن عمر ﵄.

الثالثة والعشرون: الإيمان بالقدر لحصولها لمن لم يسع لها ومنعها عمن سعى.

الرابعة والعشرون: الأدب في قوله: " على رسلك ".

الخامسة والعشرون: الدعوة إلى الإسلام قبل القتال.

السادسة والعشرون: أنه مشروع لمن دعوا قبل ذلك وقوتلوا.

السابعة والعشرون: الدعوة بالحكمة; لقوله: " أخبرهم بما يجب عليهم ".

_________
عن بشارة الفتح: لأنهم انشغلوا عن بشارة الفتح بالتماسهم معرفة من يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله.
·الثالثة والعشرون: الإيمان بالقدر لحصولها لمن لم يسع لها، ومنعها عمن سعى: لأن الصحابة غدوا على رسول الله ﷺ مبكرين، كلهم يرجو أن يعطاها ولم يعطوها، وعلي بن أبي طالب مريض ولم يسع لها ومع ذلك أعطي الراية.
·الرابعة والعشرون: الأدب في قوله: " على رسلك ": ووجهه: أنه أمره بالتمهل وعدم التسرع.
·الخامسة والعشرون: الدعوة إلى الإسلام قبل القتال؛ لقوله: " انزل بساحتهم ثم ادعهم إلى الإسلام ".
·السادسة والعشرون: أنه مشروع لمن دعوا قبل ذلك وقوتلوا.
·السابعة والعشرون: الدعوة بالحكمة; لقوله: " أخبرهم بما يجب عليهم ": لأن من الحكمة أن تتم الدعوة، وذلك بأن تأمره بالإسلام أولا،

الثامنة والعشرون: المعرفة بحق الله في الإسلام.

التاسعة والعشرون: ثواب من اهتدى على يديه رجل واحد.

الثلاثون: الحلف على الفتيا.

_________
ثم تخبره بما يجب عليه من حق الله، ولا يكفي أن تأمره بالإسلام; لأنه قد يطبق هذا الإسلام الذي أمرته به وقد لا يطبقه، بل لا بد من تعاهده حتى لا يرجع إلى الكفر.
·الثامنة والعشرون: المعرفة بحق الله في الإسلام: تؤخذ من قوله ﷺ: " وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله تعالى فيه ".
·التاسعة والعشرون: ثواب من اهتدى على يديه رجل واحد: لقوله: " لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم " أي: خير لك من كل ما يستحسن في الدنيا، وليس المعنى كما قال بعضهم: خير لك من أن تتصدق بنعم حمر.
·الثلاثون: الحلف على الفتيا؛ لقوله: " فوالله لأن يهدي الله ... " إلخ; فأقسم النبي ﷺ وهو لم يستقسم، والفائدة هي حثه على أن يهدي الله به، والتوكيد عليه. ولكن لا ينبغي الحلف على الفتيا إلا لمصلحة وفائدة; لأنه قد يفهم السامع أن المفتي لم يحلف إلا لشك عنده. والإمام أحمد ﵀ أحيانا يقول في إجابته: إي والله، وقد أمر الله رسوله بالحلف في ثلاثة مواضع من القرآن: في قوله تعالى: ﴿وَيَسْتَنْبِئُونَكَ أَحَقٌّ هُوَ قُلْ إِي وَرَبِّي إِنَّهُ لَحَقٌّ﴾ ١.
_________
١ سورة يونس آية: ٥٣.

.......................................................................

_________
وفي قوله تعالى: ﴿زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ﴾ ١. وفي قوله تعالى: ﴿وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَأْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ﴾ ٢ فإذا كان في القسم مصلحة ابتداء، أو جوابا لسؤال; جاز وربما يكون مطلوبا.
_________
١ سورة التغابن آية: ٧.
٢ سورة سبأ آية: ٣.

باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله

باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله

........................................................................

_________
التفسير معناه: الكشف والإيضاح، مأخوذ من قولهم: فسرت الثمرة قشرها، ومن قول الإنسان: فسرت ثوبي; فاتضح ما وراءه، ومنه تفسير القرآن الكريم.
والتوحيد تقدم تعريفه١ والمراد به هنا اعتقاد أن الله واحد في ألوهيته. وقوله: " وشهادة أن لا إله إلا الله ": معطوف على التوحيد; أي: وتفسير شهادة أن لا إله إلا الله.
والعطف هنا من باب عطف المترادفين; لأن التوحيد حقيقة هو شهادة أن لا إله إلا الله.
وهذا الباب مهم; لأنه لما سبق الكلام على التوحيد وفضله والدعوة إليه، كأن النفس الآن اشرأبت إلى بيان ما هو هذا التوحيد الذي بوب له هذه الأبواب (وجوبه، وفضله، والدعوة إليه) .
فيجاب بهذا الباب، وهو تفسير التوحيد، وقد ذكر المؤلف خمس آيات:
_________
١ انظر: (ص ١٠) .

وقول الله تعالى: ﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ﴾ ١ الآية.

_________
· الآية الأولى: قوله تعالى: " أولئك ". أولاء: مبتدأ. " الذين ": اسم موصول بدل منه.
" يدعون ": صلة الموصول. وجملة " يبتغون ": خبر المبتدأ; أي: هؤلاء الذين يدعوهم هؤلاء هم أنفسهم يبتغون إلى ربهم الوسيلة أيهم أقرب; فكيف تدعونهم وهم محتاجون مفتقرون؟! فهذا سفه في الحقيقة، وهذا ينطبق على كل من دعي، وهو داع; كعيسى بن مريم، والملائكة، والأولياء، والصالحين. وأما الشجر والحجر; فلا يدخل في الآية.
فهؤلاء الذين زعمتم أنهم أولياء من دون الله لا يملكون كشف الضر ولا تحويله من مكان إلى مكان; لأنهم هم بأنفسهم يدعون يبتغون إلى ربهم الوسيلة أيهم أقرب، وقد قال تعالى مبينا حال هؤلاء المدعوين: ﴿وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ﴾ ٢.
قوله: " يدعون " ; أي: دعاء مسألة; كمن يدعو عليا عند وقوعهم في الشدائد، وكمن يدعو النبي ﷺ يقول:
يا أكرم الخلق ما لي من ألوذ به ... سواك عند حلول الحادث العمم
وقد يكون دعاء عبادة; كمن يتذلل لهم بالتقرب، والنذر، والركوع، والسجود.
_________
١ سورة الإسراء آية: ٥٧.
٢ سورة فاطر آية: ١٣-١٤.

وقوله: ﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ ١. الآية.

_________
قوله: " يبتغون ": يطلبون.
قوله: " الوسيلة " ; أي: الشيء الذي يوصلهم إلى الله; يعني: يطلبون ما يكون وسيلة إلى الله ﷾ أيهم أقرب إلى الله، وكذلك أيضا يرجون رحمته ويخافون عذابه.
وجه مناسبة الآية للباب، باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله.
أن التوحيد يتضمن البراءة من الشرك، بحيث لا يدعو مع الله أحدا; لا ملكا مقربا، ولا نبيا مرسلا، وهؤلاء الذين يدعون الأنبياء والملائكة لم يتبرءوا من الشرك، بل هم واقعون فيه، ومن العجب أنهم يدعون من هم في حاجة إلى ما يقربهم إلى الله تعالى; فهم غير مستغنين عن الله بأنفسهم; فكيف يغنون غيرهم؟!
·الآية الثانية والثالثة: قوله تعالى: ﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ وَقَوْمِهِ﴾ الآيتين.
قوله: " براء ": على وزن فعال، وهي صفة مشبهة من التبرؤ، وهو التخلي; أي: إنني متخل غاية التخلي عما تعبدون إلا الذي فطرني، وإبراهيم ﵊ قوي في ذات الله، فقال ذلك معلنا به لأبيه وقومه، وأبوه هو آزر٢.
_________
١ سورة الزخرف آيتان: ٢٦-٢٧.
٢ انظر: (ص ٩٤) .

.......................................................................

_________
قوله: " تعبدون ": العبادة هنا التذلل والخضوع; لأن في قومه من يعبد الأصنام، ومنهم من يعبد الشمس والقمر والكواكب.
قوله: ﴿إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ جمع بين النفي والإثبات; فالنفي: ﴿بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ﴾ والإثبات: ﴿إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ فدل على أن التوحيد لا يتم إلا بالكفر بما سوى الله والإيمان بالله وحده: ﴿فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى﴾ وهؤلاء يعبدون الله ويعبدون غيره; لأنه قال: ﴿إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ والأصل في الاستثناء الاتصال إلا بدليل، ومع ذلك تبرأ منهم.
وكذا يوجد في بعض البلدان الإسلامية من يصلي ويزكي ويصوم ويحج، ومع ذلك يذهبون إلى القبور يسجدون لها ويركعون; فهم كفار غير موحدين، ولا يقبل منهم أي عمل، وهذا من أخطر ما يكون على الشعوب الإسلامية; لأن الكفر بما سوى الله عندهم ليس بشيء، وهذا جهل منهم، وتفريط من علمائهم; لأن العامي لا يأخذ إلا من عالمه، لكن بعض الناس - والعياذ بالله - عالم دولة لا عالم ملة.
وفي قول إبراهيم ﷺ: ﴿إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ ولم يقل إلا الله فائدتان:
الأولى: الإشارة إلى علة إفراد الله بالعبادة; لأنه كما أنه منفرد بالخلق; فيجب أن يفرد بالعبادة.
الثانية: الإشارة إلى بطلان عبادة الأصنام; لأنها لم تفطركم حتى تعبدوها; ففيها تعليل للتوحيد الجامع بين النفي والإثبات، وهذه من البلاغة التامة في تعبير إبراهيم ﵇.

وقوله: ﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾ ١ الآية.

_________
يستفاد من الآية أن التوحيد لا يحصل بعبادة الله مع غيره، بل لا بد من إخلاصه لله، والناس في هذا المقام ثلاثة أقسام:
قسم يعبد الله وحده.
وقسم يعبد غيره فقط.
وقسم يعبد الله وغيره.
والأول فقط هو الموحد.
·الآية الرابعة: قوله تعالى: ﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾ الآية.
قوله: " أحبارهم ": والمعطوف عليها المفعول الأول ل " اتخذوا "، والثاني: " أربابا "; أي: هؤلاء اليهود والنصارى جعلوا أحبارهم ورهبانهم أربابا.
والأحبار: جمع حبر، وهو العالم، ويقال للعالم أيضا بحر لكثرة علمه.
والحبر; بفتح الحاء، وكسرها يقال: حبر، وحبر.
قوله تعالى: " ورهبانهم " ; أي: عبادهم.
وقوله: " أربابا ": جمع رب، أي يجعلونهم أربابا من دون الله;
_________
١ سورة التوبة آية: ٣١.

.......................................................................

_________
فجعلوا الأحبار أربابا؛ لأنهم يأتمرون بأمرهم في مخالفة أمر الله، فيطيعونهم في معصية الله.
وجعلوا الرهبان أربابا باتخاذهم أولياء يعبدونهم من دون الله.
قوله: " من دون الله " ; أي: من غير الله.
قوله: ﴿وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ﴾ ١ معطوف على أحبارهم; أي: اتخذوا المسيح ابن مريم أيضا ربا حيث قالوا: إنه ثالث ثلاثة.
قوله: " إلا ليعبدوا " ; أي: يتذللوا بالطاعة لله وحده، الذي خلق المسيح والأحبار والرهبان والسماوات والأرض. قوله: ﴿لا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ﴾ ٢ أي: لا معبود حق إلا هو.
قوله: " سبحانه ": تنزيه لله عما يشركون. وجه كون هذه الآية تفسيرا للتوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله: أن الله أنكر عليهم اتخاذ الأحبار والرهبان أربابا من دون الله وهذه الآية سيأتي فيها ترجمة كاملة في كلام المؤلف ﵀; فهؤلاء جعلوا الأحبار شركاء في الطاعة، كلما أمروا بشيء أطاعوهم، سواء وافق أمر الله أم لا. إذا; فتفسير التوحيد أيضا بلا إله إلا الله يستلزم أن تكون طاعتك لله وحده، ولهذا على الرغم من تأكيد النبي ﷺ لطاعة ولاة الأمر; قال: " إنما الطاعة في المعروف "٣.
_________
١ سورة التوبة آية: ٣١.
٢ سورة البقرة آية: ١٦٣.
٣ من حديث علي، رواه: البخاري (كتاب المغازي، باب سرية عبد الله بن حذافة السهمي، ٣/١٦٠)، ومسلم (كتاب الإمارة، باب وجوب طاعة الأمراء في غير معصية، ٣/١٤٦٩) .

وقوله: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾ الآية. ١

_________
الآية الخامسة: قوله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾ ٢ الآية.
قوله: " ومن الناس ": من للتبعيض، وعلامتها أن يصح أن يحل محلها بعض، والجار والمجرور متعلق بمحذوف خبر مقدم، و" من يتخذ " مبتدأ مؤخر. أي من يجعل لله أندادا ومفعولها الأول " أندادا " مؤخرا ومفعولها الثاني " من دون الله " مقدما.
وقوله: " يتخذ ": جاءت بالإفراد مراعاة للفظ "من". وقوله: " يحبونهم " أو بالجمع مراعاة للمعنى.
وقوله: " أندادا ": جمع ند، وهو الشبيه والنظير، ولهذا قال النبي ﷺ لمن قال له ما شاء الله وشئت: "أجعلتني لله ندا؟! بل ما شاء الله وحده "٣.
وقوله: ﴿يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾ هذا وجه المشابهة; أي: الندية في المحبة؛ يحبونهم كحب الله. واختلف المفسرون في قوله: ﴿كَحُبِّ اللَّهِ﴾ .
فقيل: يجعلون محبة الأصنام مساوية لمحبة الله، فيكون في قلوبهم محبة لله ومحبة للأصنام، ويجعلون محبة الأصنام كمحبة الله; فيكون المصدر مضافا إلى مفعوله. أي يحبون الأصنام كحبهم الله.
_________
١ سورة البقرة آية: ١٦٥.
٢ سورة البقرة آية: ١٦٥.
٣ سبق (ص ٥٨) .

.......................................................................

_________
وقيل: يحبون هذه الأصنام محبة شديدة كمحبة المؤمنين لله.
وسياق هذه الآية يؤيد القول الأول.
وقوله: ﴿وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ﴾ على الرأي الأول يكون معناها: والذين آمنوا أشد حبا لله من هؤلاء لله; لأن محبة المؤمنين خالصة، ومحبة هؤلاء فيها شرك بين الله وبين أصنامهم. وعلى الرأي الثاني معناها: والذين آمنوا أشد حبا لله من هؤلاء لأصنامهم; لأن محبة المؤمنين ثابتة في السراء والضراء على برهان صحيح، بخلاف المشركين; فإن محبتهم لأصنامهم تتضاءل إذا مسهم الضر.
فما بالك برجل يحب غير الله أكثر من محبته لله؟! وما بالك برجل يحب غير الله ولا يحب الله؟! فهذا أقبح وأعظم، وهذا موجود في كثير من المنتسبين للإسلام اليوم; فإنهم يحبون أولياءهم أكثر مما يحبون الله، ولهذا لو قيل له: احلف بالله; حلف صادقا أو كاذبا، أما الولي; فلا يحلف به إلا صادقا. وتجد كثيرا منهم يأتون إلى مكة والمدينة، ويرون أن زيارة قبر الرسول ﷺ أعظم من زيارة البيت; لأنهم يجدون في نفوسهم حبا لرسول الله ﷺ كحب الله أو أعظم، وهذا شرك; لأن الله يعلم أننا ما أحببنا رسول الله ﷺ إلا لحب الله، ولأنه رسول الله، ما أحببناه لأنه محمد بن عبد الله، لكننا أحببناه لأنه رسول الله ﷺ فنحن نحبه بمحبة الله، لكن هؤلاء يجعلون محبة الله تابعة لمحبة الرسول ﷺ إن أحبوا الله.
فهذه الآية فيها محنة عظيمة، لكثير من قلوب المسلمين اليوم؛ الذين يجعلون غير الله مثل الله في المحبة، وفيه أناس أيضا أشركوا بالله في محبة غيره، لا على وجه العبادة الشرعية; لكن على وجه العبادة المذكورة

.......................................................................

_________
في الحديث١، وهي محبة الدرهم والدينار والخميصة والخميلة، يوجد أناس لو فتشت عن قلوبهم; لوجدت قلوبهم ملأى من محبة متاع الدنيا، وحتى هذا الذي جاء يصلي، هو في المسجد لكن قلبه مشغول بما يحبه من أمور الدنيا.
فهذا نوع من أنواع العبادة في الحقيقة، ولو حاسب الإنسان نفسه لماذا خلق؟ لعلم أنه خلق لعبادة الله، وأيضا خلق لدار أخرى ليست هذه الدار; فهذه الدار مجاز يجوز الإنسان منها إلى الدار الأخرى، الدار التي خلق لها والتي يجب أن يعنى بالعمل لها، يا ليت شعري متى يوما من الأيام فكر الإنسان ماذا عملت؟ وكم بقي لي في هذه الدنيا؟ وماذا كسبت؟ الأيام تمضي، ولا أدري هل ازددت قربا من الله أو بعدا من الله؟ هل نحاسب أنفسنا عن هذا الأمر؟ فلا بد لكل إنسان عاقل من غاية; فما هي غايته؟ نحن الآن نطلب العلم للتقرب إلى الله بطلبه، وإعلام أنفسنا، وإعلام غيرنا; فهل نحن كلما علمنا مسألة من المسائل طبقناها؟ نحن على كل حال نجد في أنفسنا قصورا كثيرا وتقصيرا، وهل نحن إذ علمنا مسألة ندعو عباد الله إليها؟ هذا أمر يحتاج إلى محاسبة، ولذلك; فإن على طالب العلم مسؤولية ليست هينة، عليه أكثر من زكاة المال; فيجب أن يعمل ويتحرك ويبث العلم والوعي في الأمة الإسلامية، وإلا انحرفت عن شرع الله. قال ابن القيم ﵀: كل الأمور تسير بالمحبة; فأنت مثلا لا تتحرك لشيء إلا وأنت تحبه، حتى اللقمة من الطعام لا تأكلها إلا لمحبتك لها.
ولهذا قيل: إن جميع الحركات مبناها على المحبة; فالمحبة أساس العمل، فالإشراك في المحبة إشراك بالله.
_________
١ سبق (ص ٣٥) .

...................................................................

_________
والمحبة أنواع:
الأول: المحبة لله وهذه لا تنافي التوحيد، بل هي من كماله، فأوثق عرى الإيمان: الحب في الله، والبغض في الله. والمحبة لله هي أن تحب هذا الشيء; لأن الله يحبه، سواء كان شخصا أو عملا، وهذا من تمام التوحيد. قال مجنون ليلى:
أمر على الديار ديار ليلى ... أقبل ذا الجدار وذا الجدارا
وما حب الديار شغفن قلبي ... ولكنْ حُبُّ مَن سكن الديارا
الثاني: المحبة الطبيعية التي لا يؤثرها المرء على محبة الله; فهذه لا تنافي محبة الله; كمحبة الزوجة، والولد، والمال، ولهذا لما سئل النبي ﷺ من أحب الناس إليك؟ قال: "عائشة". قيل: فمن الرجال؟ قال: "أبوها"١. ومن ذلك محبة الطعام والشراب واللباس.
الثالث: المحبة مع الله التي تنافي محبة الله، وهي أن تكون محبة غير الله كمحبة الله أو أكثر من محبة الله، بحيث إذا تعارضت محبة الله ومحبة غيره قدم محبة غير الله، وذلك إذا جعل هذه المحبة ندا لمحبة الله يقدمها على محبة الله أو يساويها بها٢.
الشاهد من هذه الآية: أن الله جعل هؤلاء الذين ساووا محبة الله بمحبة غيره مشركين جاعلين لله أندادا.
_________
١ من حديث عمرو بن العاص، رواه البخاري (كتاب فضائل الصحابة، باب قول النبي ﷺ ولو كنت متخذا خليلا، ٣/٩)، ومسلم (كتاب الفضائل، باب فضائل أبي بكر، ٤/١٨٥٦) .
٢ انظر: باب قول الله تعالى: ﴿ومن الناس من يتخذ من دون الله أندادا﴾ .

وفي الصحيح عن النبي ﷺ أنه قال: " من قال: لا إله إلا الله، وكفر بما يعبد من دون الله; حرم ماله ودمه، وحسابه على الله عزوجل "١.

_________
قوله: "وفي الصحيح": لم يفصح المؤلف ﵀ بمراده بالصحيح; أهو "صحيح البخاري" أم "صحيح مسلم"، أم أن المراد به الحديث الصحيح; سواء كان في "الصحيحين" معا، أم في أحدهما، أم في غيرهما، وليس له اصطلاح في ذلك يحمل عليه عند الإطلاق، وعلى هذا يبحث عن الحديث في مظانه، وقد ورد هذا التعبير في سياق المؤلف للحديث في مواضع أخرى، والمراد به هنا "صحيح مسلم".
قوله: ﷺ " من قال لا إله إلا الله ": أي لا معبود حق إلا الله; فلفظ الجلالة بدل من الضمير المستتر في الخبر، ومن يرى أن "لا" تعمل في المعرفة يقولون: هو الخبر.
قوله: " وكفر بما يعبد من دون الله ": أي: بعبادة من يعبد من دون الله، قلنا ذلك; لأن عيسى بن مريم كان يعبد من دون الله، ونحن نؤمن به، لكن لا نؤمن بعبادته ولا بأنه مستحق للعبادة; كما قال تعالى: ﴿وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلاَّ مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ﴾ ٢.
وفي قوله: " وكفر بما يعبد من دون الله ": دليل على أنه لا يكفي مجرد التلفظ بلا إله إلا الله، بل لا بد أن تكفر بعبادة من يعبد من
_________
١ رواه: مسلم (كتاب الإيمان، باب الأمر بقتال الناس حتى يقولوا: لا إله إلا الله، ١/٥٣) .
٢ سورة آية: ١١٦-١١٧.

وشرح هذه الترجمة ما بعدها من الأبواب.

·فيه مسائل:

فيه أكبر المسائل وأهمها، وهي تفسير التوحيد...........................

_________
دون الله، بل وتكفر أيضا بكل كفر، فمن يقول: لا إله إلا الله، ويرى أن النصارى واليهود اليوم على دين صحيح; فليس بمسلم، ومن يرى الأديان أفكارا يختار منها ما يريد; فليس بمسلم، بل الأديان عقائد مفروضة من قبل الله عزوجل يتمشى الناس عليها، ولهذا ينكر على بعض الناس في تعبيره بقوله: الفكر الإسلامي، بل الواجب أن يقال: الدين الإسلامي أو العقيدة الإسلامية، ولا بأس بقول المفكر الإسلامي; لأنه وصف للشخص نفسه لا للدين الذي هو عليه.
قوله: "وشرح هذه الترجمة": المراد بالشرح هنا: التفصيل، والترجمة: هي التعبير بلغة عن لغة أخرى، ولكنها تطلق باصطلاح المؤلفين على العناوين والأبواب، فيقال: ترجم على كذا; أي: بوب له.
قوله: "فيه أكبر المسائل وأهمها، وهي تفسير التوحيد": فتفسير التوحيد أنه لا بد فيه من أمرين:
الأول: نفي الألوهية عن سوى الله عزوجل
الثاني: إثبات الألوهية لله وحده; فلا بد من النفي والإثبات لتحقيق التوحيد; لأن التوحيد جعل الشيء واحدا بالعقيدة والعمل، وهذا لا بد فيه من النفي والإثبات.
فإذا قلت: زيد قائم; أثبتَّ له القيام ولم توحده، لكن إذا قلت: لا قائم إلا زيد; أثبت له القيام ووحدته به.

وتفسير الشهادة، وبينها بأمور واضحة.

منها آية الإسراء: بين فيها الرد على المشركين الذين يدعون الصالحين ; ففيها بيان أن هذا هو الشرك الأكبر.

_________
وإذا قلت: الله إله أثبت له الألوهية، لكن لم تنفها عن غيره; فالتوحيد لم يتم.
وإذا قلت لا إله إلا الله أثبت الألوهية لله ونفيتها عما سواه.
قوله: "تفسير الشهادة": الشهادة: هي التعبير عما تيقنه الإنسان بقلبه; فقول: أشهد أن لا إله إلا الله; أي: أنطق بلساني معبرا عما يكنه قلبي من اليقين، وهو أنه لا إله إلا الله.
قوله: "منها آية الإسراء": وهي قوله تعالى: ﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ﴾ ١ الآية; فبين فيها الرد على المشركين الذين يدعون الصالحين، وبين أن هذا هو الشرك الأكبر; لأن الدعاء من العبادة، قال تعالى: ﴿ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ﴾ ٢ فدل على أن الدعاء عبادة، لأن آخر الكلام تعليل لأوله، فكل من دعا أحدا غير الله حيا أو ميتا; فهو مشرك شركا أكبر. ودعاء المخلوق ينقسم إلى ثلاثة أقسام:
الأول: جائز، وهو أن تدعو مخلوقا بأمر من الأمور التي يمكن أن يدركها بأشياء محسوسة معلومة; فهذا ليس من دعاء العبادة، بل هو من الأمور الجائزة، قال ﷺ " وإذا دعاك فأجبه " ٣.
الثاني: أن تدعو مخلوقا مطلقا، سواء كان حيا أو ميتا فيما لا يقدر عليه إلا الله; فهذا شرك أكبر لأنك جعلته ندا لله فيما لا يقدر عليه إلا الله، مثل: يا فلان! اجعل ما في بطن امرأتي ذكرا.
_________
١ سورة الإسراء آية: ٥٧.
٢ سورة غافر آية: ٦٠.
٣ من حديث أبي هريرة، رواه: مسلم (كتاب السلام، باب من حق المسلم للمسلم رد السلام، ٤/١٧٠٤) .

ومنها آية براءة: بين فيها أن أهل الكتاب اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله. وبين أنهم لم يؤمروا إلا بأن يعبدوا إلها واحدا، مع أن تفسيرها الذي لا إشكال فيه طاعة العلماء والعباد في المعصية، لا دعاؤهم إياهم.

ومنها قول الخليل ﵇ للكفار: ﴿إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ ١ فاستثنى من المعبودين ربه.

_________
الثالث: أن تدعو مخلوقا ميتا لا يجيب بالوسائل الحسية المعلومة; فهذا شرك أكبر أيضا لأنه لا يدعو من كان هذه حاله حتى يعتقد أن له تصرفا خفيا في الكون.
قوله: "ومنها: آية براءة: بين فيها أن أهل الكتاب اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله": وهذا شرك الطاعة، وهو بتوحيد الربوبية ألصق من توحيد الألوهية; لأن الحكم شرعيا كان أو كونيا إلى الله تعالى; فهو من تمام ربوبيته، قال تعالى: ﴿وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ﴾ ٢، وقال تعالى: ﴿لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾ ٣.
والشيخ ﵀ جعل شرك الطاعة من الأكبر، وهذا فيه تفصيل، وسيأتي إن شاء الله في باب من أطاع الأمراء والعلماء في تحليل ما حرم الله أو بالعكس.
قوله: "ومنها: قول الخليل ﵇ للكفار: ﴿إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ فاستثنى من المعبودين ربه" فدل هذا على أن
_________
١ سورة الزّخرف آية: ٢٦.
٢ سورة الشورى آية: ١٠.
٣ سورة القصص آية: ٧٠.

وذكر سبحانه أن هذه البراءة وهذه الموالاة هي تفسير شهادة أن لا إله إلا الله، فقال: ﴿وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ ١، ومنها آية البقرة في الكفار الذين قال الله فيهم: ﴿وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ﴾ ٢، ذكر أنهم يحبون أندادهم كحب الله، فدل على أنهم يحبون الله حبا عظيما، ولم يدخلهم في الإسلام ;.............................................................

_________
التوحيد لا بد فيه من نفي وإثبات: البراءة مما سوى الله، وإخلاص العبادة لله وحده
وذكر سبحانه أن هذه البراءة وهذه الموالاة هي تفسير شهادة أن لا إله إلا الله; فقال: ﴿وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ وهي لا إله إلا الله; فكان معنى قوله: ﴿إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ ٣ هو معنى قول: لا إله إلا الله.
قوله: "ومنها: آية البقرة في الكفار الذين قال الله فيهم: ﴿وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ﴾؛ فجعل الله المحبة شركا إذا أحب شيئا سوى الله كمحبته لله; فيكون مشركا مع الله في المحبة، ولهذا يجب أن تكون محبة الله خالصة لا يشاركه فيها أحد، حتى محبة الرسول ﷺ؛ فلولا أنه رسول ما وجبت طاعته ولا محبته إلا كما نحب أي مؤمن، ولا يمنع الإنسان من محبة غير الله، بل له أن يحب كل شيء تباح محبته; كالولد، والزوجة، ولكن لا يجعل ذلك كمحبة الله.
_________
١ سورة الزخرف آية: ٢٨.
٢ سورة البقرة آية: ١٦٧.
٣ سورة آية: ٢٦-٢٧؟

فكيف بمن أحب الند أكبر من حب الله؟! وكيف بمن لم يحب إلا الند وحده ولم يحب الله؟!

ومنها قوله ﷺ: " م ن قال: لا إله إلا الله، وكفر بما يعبد من دون الله; حرم ماله ودمه، وحسابه على الله " ١.

_________
قال المؤلف: "فكيف بمن أحب الند أكبر من حب الله؟! وكيف بمن لم يحب إلا الند وحده ولم يحب الله؟! ".
فالأقسام أربعة:
الأول: أن يحب الله حبا أشد من غيره; فهذا هو التوحيد.
الثاني: أن يحب غير الله كمحبة الله، وهذا شرك.
الثالث: أن يحب غير الله أشد حبا من الله، وهذا أعظم مما قبله.
الرابع: أن يحب غير الله وليس في قلبه محبة لله تعالى، وهذا أعظم وأطم. والمحبة لها أسباب ومتعلقات، وتختلف باختلاف متعلقها، كما أن الفرح يختلف باختلاف متعلقه وأسبابه، فعندما يفرح بالطرب; فليس هذا كفرحه بذكر الله ونحوه.
حتى نوع المحبة يختلف، يحب والده ويحب ولده وبينهما فرق، ويحب الله ويحب ولده، ولكن بين المحبتين فرق. فجميع الأمور الباطنة في المحبة والفرح والحزن، تختلف باختلاف متعلقها، وسيأتي إن شاء الله لهذا البحث مزيد تفصيل عند قول المؤلف: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا﴾ ٢.
قوله: "ومنها: قول النبي ﷺ " من قال: لا إله إلا الله ... " إلخ:" إذا; فلا بد من الكفر بالطاغوت والإيمان بالله، قال تعالى: ﴿فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى﴾ ٣.
قوله: " وكفر بما يعبد من دون الله ": أي: كفر بالأصنام، وأنكر أن
_________
١ مسلم: الإيمان (٢٣)، وأحمد (٣/٤٧٢) .
٢ سورة البقرة آية: ١٦٥.
٣ سورة البقرة آية: ٢٥٦.

وهذا من أعظم ما يبين معنى (لا إله إلا الله) ; فإنه لم يجعل التلفظ بها عاصما للدم والمال، بل ولا معرفة معناها مع لفظها، بل ولا الإقرار بذلك، بل ولا كونه لا يدعو إلا الله وحده لا شريك له، بل لا يحرم ماله ودمه حتى يضيف إلى ذلك الكفر بما يعبد من دون الله. فإن شك أو توقف; لم يحرم ماله ولا دمه. فيا لها من مسألة ما أعظمها وأجلها! ويا له من بيان ما أوضحه! وحجة ما أقطعها للمنازع!

_________
تكون عبادتها حقا; فلا يكفي أن يقول: لا إله إلا الله، ولا أعبد صنما، بل لا بد أن يقول: الأصنام التي تعبد من دون الله أكفر بها وبعبادتها. فمثلا لا يكفي أن يقول: لا إله إلا الله ولا أعبد اللات، ولكن لا بد أن يكفر بها، ويقول: إن عبادتها ليست بحق، وإلا; كان مقرا بالكفر.
فمن رضي دين النصارى دينا يدينون الله به; فهو كافر؛ لأنه إذا ساوى غير دين الإسلام مع الإسلام; فقد كذب قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الأِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ﴾ ١.
وبهذا يكون كافرا، وبهذا نعرف الخطر العظيم الذي أصاب المسلمين اليوم باختلاطهم مع النصارى، والنصارى يدعون إلى دينهم صباحا ومساء، والمسلمون لا يتحركون، بل بعض المسلمين الذين ما عرفوا الإسلام حقيقة يلينون لهؤلاء،: ﴿وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ﴾ ٢، وهذا من المحنة التي أصابت المسلمين الآن، وآلت بهم إلى هذا الذل الذي صاروا فيه.
_________
١ سورة آل عمران آية: ٨٥.
٢ سورة القلم آية: ٩.

باب من الشرك لبس الحلقة والخيط ونحوهما لرفع البلاء أو دفعه

باب من الشرك لبس الحلقة والخيط ونحوهما لرفع البلاء أو دفعه

........................................................................

_________
قوله: "من الشرك": من هنا للتبعيض; أي: أن هذا بعض الشرك، وليس كل الشرك، والشرك: اسم جنس يشمل الأصغر والأكبر، ولبس هذه الأشياء قد يكون أصغر وقد يكون أكبر بحسب اعتقاد لابسها، وكان لبس هذه الأشياء من الشرك; لأن كل من أثبت سببا لم يجعله الله سببا شرعيا ولا قدريا; فقد جعل نفسه شريكا مع الله. فمثلا: قراءة الفاتحة سبب شرعي للشفاء. وأكل المسهل سبب حسي لانطلاق البطن، وهو قدري; لأنه يعلم بالتجارب.
والناس في الأسباب طرفان ووسط:
الأول: من ينكر الأسباب، وهم كل من قال بنفي حكمة الله; كالجبرية، والأشعرية.
الثاني: من يغلو في إثبات الأسباب حتى يجعلوا ما ليس بسبب سببا، وهؤلاء هم عامة الخرافيين من الصوفية ونحوهم.
الثالث: من يؤمن بالأسباب وتأثيراتها، ولكنهم لا يثبتون من الأسباب إلا ما أثبته الله سبحانه ورسوله، سواء كان سببا شرعيا أو كونيا.
ولا شك أن هؤلاء هم الذين آمنوا بالله إيمانا حقيقيا، وآمنوا

.......................................................................

_________
بحكمته; حيث ربطوا الأسباب بمسبباتها، والعلل بمعلولاتها، وهذا من تمام الحكمة.
ولبس الحلقة ونحوها: إن اعتقد لابسها أنها مؤثرة بنفسها دون الله; فهو مشرك شركا أكبر في توحيد الربوبية; لأنه اعتقد أن مع الله خالقا غيره.
وإن اعتقد أنها سبب، ولكنه ليس مؤثرا بنفسه; فهو مشرك شركا أصغر لأنه لما اعتقد أن ما ليس بسبب سببا; فقد شارك الله تعالى في الحكم لهذا الشيء بأنه سبب، والله تعالى لم يجعله سببا. وطريق العلم بأن الشيء سبب:
إما عن طريق الشرع، وذلك كالعسل: ﴿فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ﴾ ١، وكقراءة القرآن فيها شفاء للناس، قال الله تعالى: ﴿وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ﴾ ٢.
وإما عن طريق القدر، كما إذا جربنا هذا الشيء فوجدناه نافعا في هذا الألم أو المرض، ولكن لا بد أن يكون أثره ظاهرا مباشرا كما لو اكتوى بالنار فبرئ بذلك مثلا; فهذا سبب ظاهر بين، وإنما قلنا هذا لئلا يقول قائل: أنا جربت هذا وانتفعت به، وهو لم يكن مباشرا; كالحلقة، فقد يلبسها إنسان وهو يعتقد أنها نافعة، فينتفع لأن للانفعال النفسي للشيء أثرا بينا; فقد يقرأ إنسان على مريض فلا يرتاح له، ثم يأتي آخر يعتقد أن قراءته نافعة، فيقرأ عليه الآية نفسها فيرتاح له ويشعر بخفة الألم، كذلك الذين يلبسون الحلق ويربطون الخيوط، قد يحسون بخفة الألم، أو اندفاعه، أو ارتفاعه، بناء على اعتقادهم نفعها. وخفة الألم لمن اعتقد نفع تلك الحلقة مجرد شعور نفسي، والشعور النفسي ليس طريقا شرعيا لإثبات الأسباب، كما أن الإلهام ليس طريقا للتشريع.
_________
١ سورة النحل آية: ٦٩.
٢ سورة الإسراء آية: ٨٢.

وقول الله تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ﴾ ١ الآية.

_________
قوله: " لبس الحلقة والخيط": الحلقة: من حديد أو ذهب أو فضة أو ما أشبه ذلك، والخيط معروف.
قوله: "ونحوهما": كالمرصعات، وكمن يصنع شكلا معينا من نحاس أو غيره لدفع البلاء، أو يعلق على نفسه شيئا من أجزاء الحيوانات. والناس كانوا يعلقون القرب البالية على السيارات ونحوها لدفع العين، حتى إذا رآها الشخص نفرت نفسه فلا يعين.
قوله: "لرفع البلاء، أو دفعه": الفرق بينهما: أن الرفع بعد نزول البلاء، والدفع قبل نزول البلاء.
وشيخ الإسلام محمد بن عبد الوهاب لا ينكر السبب الصحيح للرفع أو الدفع، وإنما ينكر السبب غير الصحيح.
وقوله الله تعالى: " أفرأيتم " ; أي: أخبروني، وهذا تفسير باللازم; لأن من رأى أخبر، وإلا; فهي استفهام عن رؤية، قال تعالى: ﴿أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ﴾ ٢ ; أي: أخبرني ما حال من كذب بالدين؟ وهي تنصب مفعولين الأول مفرد، والثاني جملة استفهامية.
وقوله: "ما": المفعول الأول لرأيتم، والمفعول الثاني جملة: " إن أرادني الله بضر ".
وقوله: " تدعون ": المراد بالدعاء دعاء العبادة ودعاء المسألة; فهم
_________
١ سورة الزمر آية: ٣٨.
٢ سورة الماعون آية: ١.

.......................................................................

_________
يدعون هذه الأصنام دعاء عبادة، فيتعبدون لها بالنذر والذبح والركوع والسجود، ويدعونها دعاء مسألة لدفع الضرر أو جلب النفع. فالله سبحانه إذا أراد بعبده ضرا لا تستطيع الأصنام أن تكشفه، وإن أراده برحمة لا تستطيع أن تمسك الرحمة عنه; فهي لا تكشف الضر ولا تمنع النفع; فلماذا تعبد؟!
وقوله: " كاشفات ": يشمل الدفع والرفع; فهي لا تكشف الضر بدفعه وإبعاده، ولا تكشفه برفعه وإزالته.
قوله: ﴿قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ﴾ ١ أي: كافيني، والحسب: الكفاية، ومنه قوله تعالى: ﴿جَزَاءً مِنْ رَبِّكَ عَطَاءً حِسَابًا﴾ ٢ من الحسب، وهو الكفاية، وحسبي: مبتدأ، ولفظ الجلالة: خبر، وهذا أبلغ. وقيل العكس، والراجح الأول; لوجهين:
الأول: أن الأصل عدم التقديم والتأخير.
الثاني: أن قولك: حسبي الله فيه حصر الحسب في الله; أي حسبي الله لا غيره فهو كقولك: لا حسب لي إلا الله، بخلاف قولك: الله حسبي; فليس فيه الحصر المذكور; فلا يدل على حصر الحسب في الله.
قوله: ﴿عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ﴾ قدم الجار والمجرور لإفادة الحصر; لأن تقديم ما حقه التأخير يفيد الحصر. والمعنى: أن المتوكل حقيقة هو المتوكل على الله، أما الذي يتوكل على الأصنام والأولياء والأضرحة; فليس بمتوكل على الله تعالى. وهذا لا ينافي أن يوكل الإنسان إنسانا في شيء ويعتمد عليه; لأن هناك فرقا بين التوكل على الإنسان الذي يفعل لك شيئا بأمرك، وبين توكلك على الله; لأن توكلك
_________
١ سورة التوبة آية: ١٢٩.
٢ سورة النبأ آية: ٣٦.

عن عمران بن حصينرضي الله عنه" أن النبي ﷺ رأى رجلا في يده حلقة من صفر، فقال: ما هذه؟ قال: من الواهنة. فقال: انزعها; فإنها لا تزيدك إلا وهنا، فإنك لو مت وهي عليك; ما أفلحت أبدا "١.

_________
على الله اعتقادك أن بيده النفع والضر، وأنك متذلل معتمد عليه، مفتقر إليه، مفوض أمرك إليه.
والشاهد من هذه الآية: أن هذه الأصنام لا تنفع أصحابها لا بجلب نفع ولا بدفع ضر; فليست أسبابا لذلك، فيقاس عليها كل ما ليس بسبب شرعي أو قدري; فيعتبر اتخاذه سببا إشراكا بالله. وهذا يدل على حذق المؤلف ﵀ وقوة استنباطه، وإلا; فالآية بلا شك في الشرك الأكبر الذي تعبد فيه الأصنام، ولكن القياس واضح جدا; لأن هذه الأصنام ليست أسبابا تنفع، فيقاس عليها كل ما ليس بسبب، فيعتبر إشراكا بالله.
وهناك شاهد آخر في قوله: ﴿حسبي الله﴾ ; فإن فيه تفويض الكفاية إلى الله دون الأسباب الوهمية، وأما الأسباب الحقيقية; فلا ينافي تعاطيها توكل العبد على الله تعالى وتفويض الأمر إليه; لأنها من عنده.
قوله: في حديث عمران: " رأى رجلا ": لم يبين اسمه; لأن المهم بيان القضية وحكمها، لكن ورد ما يدل على أنه عمران نفسه، لكنه أبهم نفسه، والحلقة والصفر معروفان، وأما الواهنة; فوجع في الذراع أو العضد.
" ما أفلحت ": الفلاح هو النجاة من المرهوب، وحصول المطلوب.
_________
١ ابن ماجه: الطب (٣٥٣١)، وأحمد (٤/٤٤٥) .

.......................................................................

_________
هذا الحديث مناسب للباب مناسبة تامة; لأن هذا الرجل لبس حلقة من صفر; إما لدفع البلاء أو لرفعه، والظاهر أنه لرفعه، لقوله: " لا تزيدك إلا وهنا"، والزيادة تكون مبنية على أصل.
ففي هذا الحديث دليل على عدة فوائد:
١- أنه ينبغي لمن أراد إنكار المنكر أن يسأل أولا عن الحال; لأنه قد يظن ما ليس بمنكر منكرا، ودليله أن الرسول ﷺ قال: " ما هذه ". والاستفهام هنا للاستعلام فيما يظهر وليس للإنكار، وقوله الرجل: " من الواهنة ": من للسببية; أي: لبستها بسبب الواهنة، وهي مرض يوهن الإنسان ويضعفه، قد يكون في الجسم كله، وقد يكون في بعض الأعضاء كما سبق.
٢- وجوب إزالة المنكر; لقوله: " انزعها "، فأمره بنزعها; لأن لبسها منكر، وأيد ذلك بقوله: " إنها لا تزيدك إلا وهنا "، أي: وهنا في النفس لا في الجسم، وربما تزيده وهنا في الجسم، أما وهن النفس; فلأن الإنسان إذا تعلقت نفسه بهذه الأمور ضعفت واعتمدت عليها، ونسيت الاعتماد على الله عزوجل والانفعال النفسي له أثر كبير في إضعاف الإنسان; فأحيانا يتوهم الصحيح أنه مريض فيمرض، وأحيانا يتناسى الإنسان المرض وهو مريض فيصبح صحيحا; فانفعال النفس بالشيء له أثر بالغ، ولهذا تجد بعض الذين يصابون بالأمراض النفسية يكون أصل إصابتهم ضعف النفس من أول الأمر، حتى يظن الإنسان أنه مريض بكذا أو بكذا; فيزداد عليه الوهم حتى يصبح الموهوم حقيقة. فهذا الذي لبس الحلقة من الواهنة لا تزيده إلا وهنا; لأنه سوف يعتقد أنها ما دامت عليه فهو سالم، فإذا نزعها عاد إليه الوهن، وهذا بلا شك ضعف في النفس.

رواه أحمد بسند لا بأس به١.

وله عن عقبة بن عامر مرفوعا: " من تعلق تميمة; فلا أتم الله له،..........

_________
٣- أن الأسباب التي لا أثر لها بمقتضى الشرع أو العادة أو التجربة لا ينتفع بها الإنسان.
٤- أن لبس الحلقة وشبهها لدفع البلاء أو رفعه من الشرك; لقوله: " لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا "٢ وانتفاء الفلاح دليل على الخيبة والخسران. ولكن هل هذا شرك أكبر أو أصغر؟ سبق لنا عند الترجمة أنه يختلف بحسب اعتقاد صاحبه.
٥- أن الأعمال بالخواتيم; لقوله: " لو مت وهي عليك " ; فعرف أنه لو أقلع عنها قبل الموت لم تضره؛ لأن الإنسان إذا تاب قبل أن يموت صار كمن لا ذنب له.
قوله: " من تعلق تميمة ": أي: علق بها قلبه، واعتمد عليها في جلب النفع ودفع الضرر، والتميمة شيء يعلق على الأولاد من خرز أو غيره؛ يتقون به العين. وقوله: " فلا أتم الله له ": الجملة خبرية بمعنى الدعاء، ويحتمل أن
_________
١ رواه: أحمد (٤/٤٤٥) -واللفظ له-، وابن ماجه (كتاب الطب، باب تعليق التمائم، ٢/ ١١٦٧)، وليس فيه: "فإنك لو مت ... " إلخ. وفي "الزوائد": "إسناده حسن; لأن مبارك هذا هو ابن فضالة". ورواه: ابن حبان أيضا برقم (١٤١٠) بلفظ: "إنك إن تمت وهي عليك وكلت إليها". ومن طريق أبي عامر الخراز عن الحسن عن عمران بنحوه، رواه: ابن حبان برقم (١٤١١)، والحاكم (٤/٢١٦) . وصححه ووافقه الذهبي.
٢ أحمد (٤/٤٤٥) .

ومن تعلق ودعة; فلا ودع الله له " ١.

وفي رواية: " من تعلق تميمة; فقد أشرك " ٢.

ولابن أبي حاتم عن حذيفة: " أنه رأى رجلا في يده خيط

_________
تكون خبرية محضة، وكلا الاحتمالين دال على أن التميمة محرمة سواء نفى الرسول ﷺ أن يتم الله، له أو دعا بأن لا يتم الله له; فإن كان الرسول ﷺ أراد به الخبر; فإننا نخبر بما أخبر به النبي ﷺ، وإلا; فإننا ندعو بما دعا به الرسول ﷺ ومثل ذلك قوله ﷺ " ومن تعلق ودعة; فلا ودع الله له " والودعة: واحدة الودع، وهي أحجار تؤخذ من البحر يعلقونها لدفع العين، ويزعمون أن الإنسان إذا علق هذه الودعة؛ لم تصبه العين، أو لا يصيبه الجن.
قوله: " لا ودع الله له ": أي: لا تركه الله في دعة وسكون، وضد الدعة والسكون القلق والألم. وقيل: لا ترك الله له خيرا; فعومل بنقيض قصده. وقوله: " فقد أشرك ": هذا الشرك يكون أكبر؛ إن اعتقد أنها ترفع أو تدفع بذاتها دون أمر الله، وإلا; فهو أصغر.
_________
١ رواه: أحمد في "المسند" (٤/١٥٤)، والطحاوي في "شرح معاني الآثار" (٤/٣٢٥)، والحاكم (٤/٢١٦) . وصححه ووافقه الذهبي. وفيه: خالد بن عبيد المعافري، لم يوثقه غير ابن حبان; كما في "التعجيل" (ص ١١٤)، وقال المنذري في "الترغيب" (٤/٣٠٦): "إسناده جيد"، وقال الهيثمي في "المجمع" (٥/ ١٠٣): "رجاله ثقات"، وقال الحافظ في "التعجيل" (ص ١١٤): "ورجاله موثقون".
٢ رواه: أحمد (٤/١٥٦)، والحاكم (٤/٢١٩، كتاب الطب) . وقال المنذري في "الترغيب" (٤/٠٣٧) والهيثمي في "المجمع" (٥/١٠٣): "ورواة أحمد ثقات

من الحمى، فقطعه، وتلا قوله: ﴿وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلاَّ وَهُمْ مُشْرِكُونَ﴾ ١.

فيه مسائل:

الأولى: التغليظ في لبس الحلقة والخيط ونحوهما لمثل ذلك.

_________
قوله: " من الحمى ": "من" هنا للسببية; أي: في يده خيط لبسه من أجل الحمى لتبرد عليه أو يشفى منها.
قوله: " فقطعه": أي: قطع الخيط، وفعله هذا من تغيير المنكر باليد، وهذا يدل على غيرة السلف الصالح وقوتهم في تغيير المنكر باليد وغيرها.
وقوله: وتلا قوله تعالى: ﴿وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلاَّ وَهُمْ مُشْرِكُونَ﴾ ٢ أي وتلا حذيفة هذه الآية٣ والمراد بها المشركون الذين يؤمنون بتوحيد الربوبية ويكفرون بتوحيد الألوهية.
وقوله: " وهم مشركون " في محل نصب على الحال من أكثر; أي: وهم متلبسون بالشرك، وكلام حذيفة في رجل مسلم لبس خيطا لتبريد الحمى أو الشفاء منها وفيه دليل على أن الإنسان قد يجتمع فيه إيمان وشرك، ولكن ليس الشرك الأكبر; لأن الشرك الأكبر لا يجتمع مع الإيمان، ولكن المراد هنا الشرك الأصغر، وهذا أمر معلوم.
قوله: "فيه مسائل": أي: في هذا الباب مسائل:
· الأولى: التغليظ في لبس الحلقة والخيط ونحوهما لمثل ذلك:
_________
١ سورة يوسف آية: ١٠٦.
٢ سورة يوسف آية: ١٠٦.
٣ وفي "النهج السديد" (ص ٥٧): "ضعيف، رواه ابن أبي حاتم، وقد أورد سنده في "تيسير العزيز الحميد" من طريق عروة بن الزبير عن حذيفة، ولا يعرف لعروة سماع من حذيفة".

الثانية: أن الصحابي لو مات وهي عليه; ما أفلح. فيه شاهد لكلام الصحابة: أن الشرك الأصغر أكبر من الكبائر.

الثالثة: أنه لم يعذر بالجهالة.

_________
لقوله ﷺ: " انزعها - لا تزيدك إلا وهنا -، لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا "١ وهذا تغليظ عظيم في لبس هذه الأشياء والتعلق بها.
الثانية: أن الصحابي لو مات وهي عليه ما أفلح: هذا وهو صحابي; فكيف بمن دون الصحابي؟! فهو أبعد عن الفلاح.
قال المؤلف: " فيه شاهد لكلام الصحابة: أن الشرك الأصغر أكبر من الكبائر".
قوله: "لكلام الصحابة"; أي: لقولهم، وهو كذلك; فالشرك الأصغر أكبر من الكبائر، قال ابن مسعودرضي الله عنه" لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغيره صادقا "٢ وذلك لأن سيئة الشرك أعظم من سيئة الكبيرة; لأن الشرك لا يغفر ولو كان أصغر، بخلاف الكبائر; فإنها تحت المشيئة.
الثالثة: أنه لم يعذر بالجهالة: هذا فيه نظر; لأن قوله ﷺ: " لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا "٣ ليس بصريح أنه لو مات قبل العلم، بل ظاهره: " لو مت وهي عليك ما أفلحت أبدا "٤ أي: بعد أن علمت وأمرت بنزعها. وهذه المسألة تحتاج إلى تفصيل; فنقول: الجهل نوعان:
جهل يعذر فيه الإنسان، وجهل لا يعذر فيه. فما كان ناشئا عن
_________
١ ابن ماجه: الطب (٣٥٣١)، وأحمد (٤/٤٤٥) .
٢ رواه: عبد الرزاق في "المصنف" (٨/٤٦٩)، والطبراني في "الكبير" برقم (٨٩٠٢) . قال المنذري في "الترغيب" (٣/٦٠٧) والهيثمي في "مجمع الزوائد" (٤/١٧٧): "رواته رواة الصحيح".
٣ أحمد (٤/٤٤٥) .
٤ أحمد (٤/٤٤٥) .

الرابعة: أنها لا تنفع في العاجلة; بل تضر، لقوله: " لا تزيدك إلا وهنا ".

_________
تفريط وإهمال مع قيام المقتضي للتعلم; فإنه لا يعذر فيه، سواء في الكفر أو في المعاصي. وما كان ناشئا عن خلاف ذلك، أي أنه لم يهمل ولم يفرط ولم يقم المقتضي للتعلم بأن كان لم يطرأ على باله أن هذا الشيء حرام; فإنه يعذر فيه، فإن كان منتسبا إلى الإسلام; لم يضره، وإن كان منتسبا إلى الكفر; فهو كافر في الدنيا، لكن في الآخرة أمره إلى الله على القول الراجح، يمتحن; فإن أطاع دخل الجنة، وإن عصى دخل النار. فعلى هذا من نشأ ببادية بعيدة ليس عنده علماء ولم يخطر بباله أن هذا الشيء حرام، أو أن هذا الشيء واجب; فهذا يعذر، وله أمثلة:
منها: رجل بلغ وهو صغير، وهو في بادية ليس عنده عالم، ولم يسمع عن العلم شيئا، ويظن أن الإنسان لا تجب عليه العبادات إلا إذا بلغ خمس عشرة سنة، فبقي بعد بلوغه حتى تم له خمس عشرة سنة وهو لا يصوم ولا يصلي ولا يتطهر من جنابة; فهذا لا نأمره بالقضاء؛ لأنه معذور بجهله الذي لم يفرط فيه بالتعلم ولم يطرأ له على بال، وكذلك لو كانت أنثى أتاها الحيض وهي صغيرة، وليس عندها من تسأل، ولم يطرأ على بالها أن هذا الشيء واجب إلا إذا تم لها خمس عشرة سنة; فإنها تعذر إذا كانت لا تصوم ولا تصلي.
وأما من كان بالعكس، كالساكن في المدن يستطيع أن يسأل، لكن عنده تهاون وغفلة; فهذا لا يعذر; لأن الغالب في المدن أن هذه الأحكام لا تخفى عليه، ويوجد فيها علماء يستطيع أن يسألهم بكل سهولة; فهو مفرط، فيلزمه القضاء ولا يعذر بالجهل.
الرابعة: أنها لا تنفع في العاجلة، بل تضر; لقوله: " لا تزيدك إلا وهنا ": والمؤلف استنبط المسألة وأتى بوجه استنباطها.

الخامسة: الإنكار بالتغليظ على من فعل مثل ذلك.

السادسة: التصريح بأن من تعلق شيئا، وكل إليه.

السابعة: التصريح بأن من تعلق تميمة; فقد أشرك.

الثامنة: أن تعليق الخيط من الحمى من ذلك.

_________
الخامسة: الإنكار بالتغليظ على من فعل مثل ذلك: أي: ينبغي أن ينكر إنكارا مغلظا على من فعل مثل هذا، ووجه ذلك سياق الحديث الذي أشار إليه المؤلف، وأيضا قوله ﷺ: " من تعلق تميمة; فلا أتم الله له "١.
السادسة: التصريح بأن من تعلق شيئا وكل إليه: تؤخذ من قوله: " من تعلق تميمة; فلا أتم الله له "٢ إذا جعلنا الجملة خبرية، وأن من تعلق تميمة; فإن الله لا يتم له، فيكون موكولا إلى هذه التميمة، ومن وكل إلى مخلوق; فقد خذل، ولكنها في الباب الذي بعده صريحة، " من تعلق شيئا وكل إليه"٣.
السابعة: التصريح بأن من تعلق تميمة; فقد أشرك: وهو إحدى الروايتين في حديث عقبة بن عامر.
الثامنة: أن تعليق الخيط من الحمى من ذلك: يؤخذ من فعل حذيفة أنه رأى رجلا في يده خيط من الحمى فقطعه، وتلا قوله تعالى: ﴿وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلاَّ وَهُمْ مُشْرِكُونَ﴾
_________
١ أحمد (٤/١٥٤) .
٢ أحمد (٤/١٥٤) .
٣ سيأتي تخريجه ص (١٨٣) .

التاسعة: تلاوة حذيفة الآية دليل على أن الصحابة يستدلون بالآيات التي في الشرك الأكبر على الأصغر; كما ذكر ابن عباس في آية البقرة.

العاشرة: أن تعليق الودع من العين من ذلك.

الحادية عشرة: الدعاء على من تعلق تميمة أن الله لا يتم له، ومن تعلق ودعة فلا ودع الله له; أي: ترك الله له.

_________
التاسعة: تلاوة حذيفة الآية دليل على أن الصحابة يستدلون بالآيات التي في الشرك الأكبر على الأصغر كما ذكر ابن عباس في آية البقرة: أي أن قوله تعالى: ﴿وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلاَّ وَهُمْ مُشْرِكُونَ﴾ ١ في الشرك الأكبر، لكنهم يستدلون بالآيات الواردة في الشرك الأكبر على الأصغر; لأن الأصغر شرك في الحقيقة وإن كان لا يخرج من الملة، ولهذا نقول: الشرك نوعان: أصغر وأكبر.
وقوله: "كما ذكر ابن عباس في آية البقرة": وهي قوله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ﴾ ٢ الآية; فجعل المحبة التي تكون كمحبة الله من اتخاذ الند لله عزوجل
العاشرة: أن تعليق الودع من العين من ذلك: وقوله: "من ذلك"; أي: من تعليق التمائم الشركية لأنه لا أثر لها ثابت شرعا ولا قدرا.
الحادية عشرة: الدعاء على من تعلق تميمة أن الله لا يتم له، ومن تعلق ودعة; فلا ودع الله له; أي: ترك الله له: تؤخذ من دعاء النبي ﷺ على هؤلاء الذين اتخذوا تمائم وودعا، وليس هذا بغريب أن
_________
١ سورة يوسف آية: ١٠٦.
٢ سورة البقرة آية: ١٦٥.

.......................................................................

_________
نؤمر بالدعاء على من خالف وعصى; فقد قال النبي ﷺ " إذا سمعتم من ينشد الضالة في المسجد; فقولوا: لا ردها الله عليك ﷺ "١ " وإذا سمعتم من يبيع أو يبتاع في المسجد; فقولوا: لا أربح الله تجارتك "٢.
فهنا أيضا تقول له: لا أتم الله لك، ولكن الحديث إنما قاله الرسول ﷺ على سبيل العموم; فلا نخاطب هذا بالتصريح، ونقول لشخص رأينا عليه تميمة: لا أتم الله لك، وذلك لأن مخاطبتنا الفاعل بالتصريح والتعيين؛ سوف يكون سببا لنفوره، ولكن نقول: دع التمائم أو الودع; فإن النبي ﷺ يقول: " من تعلق تميمة، فلا أتم الله له، ومن تعلق ودعة; فلا ودع الله له ".
_________
١ أخرجه: مسلم في (المساجد، باب النهي عن نشد الضالة في المسجد، ١/٣٩٧) .
٢ أخرجه: الترمذي في (البيوع، باب النهي عن البيع في المسجد، ٢/٢٧٤)، والنسائي في "عمل اليوم والليلة" (١٧٦)، والدارمي (١٤٠٨)، وابن حبان (٣١٣- موارد)، والحاكم (٢/٥٦)، والبيهقي (٢/٤٤٧) . وحسنه الترمذي، وصححه الحاكم، ووافقه الذهبي.

باب ما جاء في الرقى والتمائم

باب ما جاء في الرقى والتمائم

في الصحيح عن أبي بشير الأنصاريرضي الله عنهأنه كان مع رسول الله ﷺ في بعض أسفاره،................................................................

_________
قول المؤلف: باب ما جاء في الرقى والتمائم.
لم يذكر المؤلف أن هذا الباب من الشرك; لأن الحكم فيه يختلف عن حكم لبس الحلقة والخيط، ولهذا جزم المؤلف في الباب الأول أنها من الشرك بدون استثناء، أما هذا الباب; فلم يذكر أنها شرك لأن من الرقى ما ليس بشرك، ولهذا قال: "باب ما جاء في الرقى والتمائم ".
قوله: "الرقى": جمع رقية، وهي القراءة; فيقال: رقى عليه - بالألف - من القراءة، ورقي عليه - بالياء - من الصعود.
قوله: "التمائم": جمع تميمة، وسميت تميمة; لأنهم يرون أنه يتم بها دفع العين.
قوله: "أسفاره": السفر: مفارقة محل الإقامة، وسمي سفرا; لأمرين:
الأول: حسي، وهو أنه يسفر ويظهر عن بلده لخروجه من البنيان.
الثاني: معنوي، وهو أنه يسفر عن أخلاق الرجال; أي: يكشف عنها، وكثير من الناس لا تعرف أخلاقهم وعاداتهم وطبائعهم إلا بالأسفار.

فأرسل رسولا: " أن لا يبقين في رقبة بعير قلادة من وتر أو قلادة إلا قطعت "١.

_________
قوله: " قلادة من وتر، أو قلادة ": شك من الراوي، والأولى أرجح; لأن القلائد كانت تتخذ من الأوتار، ويعتقدون أن ذلك يدفع العين عن البعير، وهذا اعتقاد فاسد; لأنه تعلق بما ليس بسبب، وقد سبق أن التعلق بما ليس بسبب شرعي أو حسي شرك; لأنه بتعلقه أثبت للأشياء سببا لم يثبته الله لا بشرعه ولا بقدره، ولهذا أمر النبي ﷺ أن تقطع هذه القلائد. أما إذا كانت هذه القلادة من غير وتر، وإنما تستعمل للقيادة كالزمام; فهذا لا بأس به لعدم الاعتقاد الفاسد، وكان الناس يعملون ذلك كثيرا من الصوف أو غيره.
قوله: " في رقبة بعير ": ذكر البعير; لأن هذا هو الذي كان منتشرا حينذاك; فهذا القيد بناء على الواقع عندهم; فيكون كالتمثيل، وليس بمخصص.
يستفاد من الحديث:
١- أنه ينبغي لكبير القوم أن يكون مراعيا لأحوالهم; فيتفقدهم وينظر في أحوالهم.
٢- أنه يجب عليه رعايتهم بما تقتضيه الشريعة; فإذا فعلوا محرما منعهم منه، وإن تهاونوا في واجب حثهم عليه.
٣- أنه لا يجوز أن تعلق في أعناق الإبل أشياء؛ تجعل سببا في جلب منفعة أو دفع مضرة، وهي ليست كذلك لا شرعا ولا قدرا; لأنه شرك.
_________
١ رواه: البخاري (كتاب الجهاد، باب ما قيل في الجرس ونحوه في أعناق الإبل، ٢/٣٥٩)، ومسلم (كتاب اللباس، باب كراهة الكلب والجرس في السفر، ٣/١٦٧٢) .

وعن ابن مسعودرضي الله عنهقال: سمعت رسول الله ﷺ يقول: " إن الرقى والتمائم

_________
ولا يلزم أن تكون القلادة في الرقبة، بل لو جعلت في اليد أو الرجل; فلها حكم الرقبة; لأن العلة هي هذه القلادة، وليس مكان وضعها; فالمكان لا يؤثر.
٤- أنه يجب على من يستطيع تغيير المنكر باليد أن يغيره بيده.
قوله: " إن الرقى ": جمع رقية، وهذه ليست على عمومها، بل هي عام أريد به خاص، وهو الرقى بغير ما ورد به الشرع، أما ما ورد به الشرع; فليست من الشرك، قال ﷺ في الفاتحة: " وما يدريك أنها رقية "١.
وهل المراد بالرقى في الحديث ما لم يرد به الشرع ولو كانت مباحة، أو المراد ما كان فيه شرك؟
الجواب: الثاني; لأن كلام النبي ﷺ لا يناقض بعضه بعضا; فالرقى المشروعة التي ورد بها الشرع جائزة. وكذا الرقى المباحة التي يرقى بها الإنسان المريض بدعاء من عنده ليس فيه شرك جائزة أيضا.
قوله: " التمائم ": فسرها المؤلف بقوله: "شيء يعلق على الأولاد يتقون به العين"، وهي من الشرك، لأن الشارع لم يجعلها سببا تتقى به العين.
وإذا كان الإنسان يلبس أبناءه ملابس رثة وبالية خوفا من العين; فهل هذا جائز؟ الظاهر أنه لا بأس به; لأنه لم يفعل شيئا، وإنما ترك شيئا، وهو التحسين والتجميل، وقد ذكر ابن القيم في "زاد المعاد" أن عثمان رأى صبيا مليحا، فقال: دسموا نونته، والنونة: هي التي تخرج في الوجه عندما يضحك الصبي كالنقرة، ومعنى دسموا; أي: سودوا.
_________
١ سبق (ص ٩٩) .

والتولة.................................................................

_________
وأما الخط: وهي أوراق من القرآن تجمع وتوضع في جلد ويخاط عليها، ويلبسها الطفل على يده أو رقبته; ففيها خلاف بين العلماء.
وظاهر الحديث: أنها ممنوعة، ولا تجوز. ومن ذلك أن بعضهم يكتب القرآن كله بحروف صغيرة في أوراق صغيرة، ويضعها في صندوق صغير، ويعلقها على الصبي، وهذا مع أنه محدث; فهو إهانة للقرآن الكريم; لأن هذا الصبي سوف يسيل عليه لعابه، وربما يتلوث بالنجاسة، ويدخل به الحمام والأماكن القذرة، وهذا كله إهانة للقرآن.
ومع الأسف؛ إن بعض الناس اتخذوا من العبادات نوعا من التبرك فقط; مثل ما يشاهد من أن بعض الناس يمسح الركن اليماني، ويمسح به وجه الطفل وصدره، وهذا معناه أنهم جعلوا مسح الركن اليماني من باب التبرك لا التعبد، وهذا جهل، وقد قال عمر في الحجر: " إني أعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع، ولولا أني رأيت رسول الله ﷺ يقبلك ما قبلتك "١.
قوله: " التولة ": شيء يعلقونه على الزوج، يزعمون أنه يحبب الزوجة إلى زوجها والزوج إلى امرأته، وهذا شرك; لأنه ليس بسبب شرعي ولا قدري للمحبة. ومثل ذلك الدبلة.
والدبلة: خاتم يشترى عند الزواج يوضع في يد الزوج، وإذا ألقاه الزوج; قالت المرأة: إنه لا يحبها; فهم يعتقدون فيه النفع والضر، ويقولون: إنه ما دام في يد الزوج; فإنه يعني أن العلاقة بينهما ثابتة،
_________
١ رواه: البخاري في (كتاب الحج، باب تقبيل الحجر، ١/٤٩٥)، ومسلم في (كتاب الحج، باب استحباب تقبيل الحجم، ١/٩٢٥) .

شرك " رواه أحمد وأبو داود١.

وعن عبد الله بن عكيم مرفوعا:" من تعلق شيئا;.......................

_________
والعكس بالعكس، فإذا وجدت هذه النية; فإنه من الشرك الأصغر، وإن لم توجد هذه النية - وهي بعيدة ألا تصحبها -; ففيه تشبه بالنصارى، فإنها مأخوذة منهم.
وإن كانت من الذهب; فهي بالنسبة للرجل فيها محذور ثالث، وهو لبس الذهب; فهي إما من الشرك، أو مضاهاة النصارى، أو تحريم النوع إن كانت للرجال، فإن خلت من ذلك; فهي جائزة لأنها خاتم من الخواتم.
وقوله: " شرك ": هل هي شرك أصغر أو أكبر؟ نقول: بحسب ما يريد الإنسان منها: إن اتخذها معتقدا أن المسبب للمحبة هو الله; فهي شرك أصغر، وإن اعتقد أنها تفعل بنفسها; فهي شرك أكبر.
قوله: " من تعلق شيئا ": أي: اعتمد عليه وجعله همه ومبلغ علمه، وصار يعلق رجاءه به وزوال خوفه به. وشيئا: نكرة في سياق الشرط; فتعم جميع الأشياء، فمن تعلق بالله ﷾، وجعل رغبته ورجاءه فيه وخوفه منه; فإن الله تعالى يقول: ﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ﴾ ٢ ; أي: كافية، ولهذا كان من دعاء الرسل وأتباعهم،
_________
١ رواه: أحمد (١/٣٨١)، وأبو داود (كتاب الطب، باب في تعليق التمائم، ٥/٢١٢)، وابن ماجه (كتاب الطب، باب تعليق التمائم، ٢/١١٦٦)، والحاكم في (الرقى والتمائم، ٤/ ٤١٨) - وقال: "صحيح الإسناد على شرط الشيخين"، وأقره الذهبي -، وابن حبان برقم (١٤١٢)، والطبراني في "الكبير" برقم (١٠٥٠٣) .
٢ سورة الطلاق آية: ٣.

وكل إليه ". رواه أحمد والترمذي١.

" التمائم ": شيء يعلق على الأولاد يتقون به العين.

_________
عند المصائب والشدائد: "حسبنا الله ونعم الوكيل"، قالها إبراهيم حين ألقي في النار، وقالها محمد وأصحابه حين قيل لهم: ﴿إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ﴾ ٢.
قوله: " وكل إليه ": أي: أسند إليه، وفوض.
أقسام التعلق بغير الله:
الأول: ما ينافي التوحيد من أصله، وهو أن يتعلق بشيء لا يمكن أن يكون له تأثير، ويعتمد عليه اعتمادا معرضا عن الله، مثل تعلق عباد القبور بمن فيها عند حلول المصائب، ولهذا إذا مستهم الضراء الشديدة يقولون: يا فلان! أنقذنا; فهذا لا شك أنه شرك أكبر مخرج من الملة.
الثاني: ما ينافي كمال التوحيد، وهو أن يعتمد على سبب شرعي صحيح مع الغفلة عن المسبب، وهو الله عزوجل وعدم صرف قلبه إليه; فهذا نوع من الشرك، ولا نقول شرك أكبر; لأن هذا السبب جعله الله سببا.
الثالث: أن يتعلق بالسبب تعلقا مجردا لكونه سببا فقط، مع اعتماده الأصلي على الله; فيعتقد أن هذا السبب من الله، وأن الله لو شاء لأبطل
_________
١ رواه: أحمد (٤/٣١٠)، والترمذي (أبواب الطب، باب ما جاء فى كراهة التعليق، ٦/ ٢٦٣) - قال: "حديث عبد الله بن عكيم إنما نعرفه من حديث ابن أبي ليلى"-، والحاكم في (كتاب الطب، ٤/٢١٦) . وسكت عنه هو والذهبي، وقال ابن البنا في "الفتح الرباني" (١٧/١٨٨): "قلت: هذا الحديث لا تقل درجته عن الحسن لاسيما وله شواهد تؤيده".
٢ رواه: البخاري عن ابن عباس (كتاب التفسير، باب الدين قال لهم الناس، ٣/ ٢١١) .

لكن إذا كان المعلق من القرآن; فرخص فيه بعض السلف، وبعضهم لم يرخص فيه، ويجعله من المنهي عنه، منهم ابن مسعود ﵁.

_________
أثره، ولو شاء لأبقاه، وأنه لا أثر للسبب إلا بمشيئة الله عزوجل؛ فهذا لا ينافي التوحيد لا كمالا ولا أصلا، وعلى هذا لا إثم فيه.
ومع وجود الأسباب الشرعية الصحيحة، ينبغي للإنسان أن لا يعلق نفسه بالسبب، بل يعلقها بالله. فالموظف الذي يتعلق قلبه بمرتبه تعلقا كاملا، مع الغفلة عن المسبب، وهو الله، قد وقع في نوع من الشرك. أما إذا اعتقد أن المرتب سبب، والمسبب هو الله ﷾، وجعل الاعتماد على الله، وهو يشعر أن المرتب سبب; فهذا لا ينافي التوكل. وقد كان الرسول ﷺ يأخذ بالأسباب مع اعتماده على المسبب، وهو الله عزوجل
وجاء في الحديث: " من تعلق "، ولم يقل: من علق; لأن المتعلق بالشيء يتعلق به بقلبه وبنفسه، بحيث ينزل خوفه ورجاءه وأمله به، وليس كذلك من علق.
قوله: "إذا كان المعلق من القرآن ... " إلخ: إذا كان المعلق من القرآن أو الأدعية المباحة، والأذكار الواردة; فهذه المسألة اختلف فيها السلف ﵏; فمنهم من رخص في ذلك لعموم قوله تعالى: ﴿وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ﴾ ١ ولم يذكر الوسيلة التي نتوصل بها إلى الاستشفاء بهذا القرآن; فدل على أن كل وسيلة يتوصل بها إلى ذلك فهي جائزة، كما لو كان القرآن دواء حسيا.
_________
١ سورة الإسراء آية: ٨٢.

.......................................................................

_________
ومنهم من منع ذلك وقال: لا يجوز تعليق القرآن للاستشفاء به; لأن الاستشفاء بالقرآن ورد على صفة معينة، وهي القراءة به، بمعنى أنك تقرأ على المريض به; فلا نتجاوزها، فلو جعلنا الاستشفاء بالقرآن على صفة لم ترد; فمعنى ذلك أننا فعلنا سببا ليس مشروعا، وقد نقله المؤلف ﵀ عن ابن مسعود (. ولولا الشعور النفسي بأن تعليق القرآن سبب للشفاء; لكان انتفاء السببية على هذه الصورة أمرا ظاهرا; فإن التعليق ليس له علاقة بالمرض، بخلاف النفث على مكان الألم; فإنه يتأثر بذلك.
ولهذا نقول: الأقرب أن يقال: إنه لا ينبغي أن تعلق الآيات للاستشفاء بها، لا سيما وأن هذا المعلق قد يفعل أشياء تنافي قدسية القرآن; كالغيبة مثلا، ودخول بيت الخلاء، وأيضا إذا علق وشعر أن به شفاء استغنى به عن القراءة المشروعة; فمثلا: علق آية الكرسي على صدره، وقال: ما دام أن آية الكرسي على صدري فلن أقرأها، فيستغني بغير المشروع عن المشروع، وقد يشعر بالاستغناء عن القراءة المشروعة إذا كان القرآن على صدره. وإن كان صبيا، فربما بال ووصلت الرطوبة إلى هذا المعلق، وأيضا لم يرد عن النبي ﷺ فيه شيء. فالأقرب أن يقال: إنه لا يفعل، أما أن يصل إلى درجة التحريم; فأنا أتوقف فيه، لكن إذا تضمن محظورا; فإنه يكون محرما بسبب ذلك المحظور.

و" الرقى": هي التي تسمى العزائم، وخص منها الدليل ما خلا من الشرك; فقد رخص فيه رسول الله ﷺ من العين والحمة١.

_________
قوله: "التي تسمى العزائم": أي: في عرف الناس. وعزم عليه; أي: قرأ عليه، وهذه عزيمة; أي: قراءة.
قوله: "وخص منها الدليل ما خلا من الشرك": أي: الأشياء الخالية من الشرك; فهي جائزة، سواء كان مما ورد بلفظه مثل: " اللهم رب الناس! أذهب الباس، اشف أنت الشافي " ٢ أو لم يرد بلفظه مثل: "اللهم عافه، اللهم اشفه "، وإن كان فيها شرك; فإنها غير جائزة، مثل: "يا جني! أنقذه، ويا فلان الميت! اشفه"، ونحو ذلك.
قوله: " من العين والحمة ": سبق تعريفهما في باب من حقق التوحيد دخل الجنة. وظاهر كلام المؤلف: أن الدليل لم يرخص بجواز القراءة إلا في هذين الأمرين: " العين، والحمة "، لكن ورد بغيرهما; فقد كان النبي ﷺ ينفخ على يديه عند منامه بالمعوذات، ويمسح بهما ما استطاع من جسده٣، وهذا من الرقية، وليس عينا ولا حمة. ولهذا يرى بعض أهل العلم أن الترخيص في الرقية من القرآن للعين والحمة وغيرهما عام، ويقول: إن معنى قول النبي ﷺ " لا رقية إلا من عين أو حمة " أي: لا استرقاء إلا من عين أو حمة، والاسترقاء: طلب الرقية; فالمصيب بالعين
_________
١ سبق (ص ٩٨) .
٢ من حديث عائشة، رواه البخاري (كتاب المرضى، باب دعاء العائد للمريض، ٤/٣١)، ومسلم (كتاب السلام، باب استحباب رقية المريض، ٤/١٧٢١) . (٣) رواه البخاري من حديث عائشة (كتاب فضائل القرآن، باب فضل المعوذات، ٣/٣٤٤) وأصله عند مسلم كتاب السلام (باب رقية المريض بالمعوذات والنفث، ٤/١٧٢٣) .
٣ الترمذي: الطب (٢٠٥٧)، وأبو داود: الطب (٣٨٨٤)، وأحمد (٤/٤٣٦،٤/٤٣٨،٤/٤٤٦) .

و" التولة": هي شيء يصنعونه يزعمون أنه يحبب المرأة إلى زوجها والرجل إلى امرأته.

_________
وهو "العائن" - يطلب منه أن يقرأ على المعيون. وكذلك الحمة يطلب الإنسان من غيره أن يقرأ عليه; لأنه مفيد كما في حديث أبي سعيد في قصة السرية١.
شروط جواز الرقية:
الأول: أن لا يعتقد أنها تنفع بذاتها دون الله، فإن اعتقد أنها تنفع بذاتها من دون الله; فهو محرم، بل شرك، بل يعتقد أنها سبب لا تنفع إلا بإذن الله.
الثاني: أن لا تكون مما يخالف الشرع; كما إذا كانت متضمنة دعاء غير الله، أو استغاثة بالجن، وما أشبه ذلك; فإنها محرمة، بل شرك.
الثالث: أن تكون مفهومة معلومة، فإن كانت من جنس الطلاسم والشعوذة; فإنها لا تجوز.
أما بالنسبة للتمائم; فإن كانت من أمر محرم، أو اعتقد أنها نافعة لذاتها، أو كانت بكتابة لا تفهم; فإنها لا تجوز بكل حال.
وإن تمت فيها الشروط الثلاثة السابقة في الرقية; فإن أهل العلم اختلفوا فيها كما سبق٢.
_________
١ سبق (ص ٩٩) .
٢ انظر: (ص ١٨٤) .

وروى أحمد عن رويفع; قال: قال لي رسول الله ﷺ: " يا رويفع! لعل الحياة ستطول بك; فأخبر الناس أن من عقد لحيته، أو تقلد وترا، أو استنجى برجيع دابة أو عظم ;..........................................

_________
قوله: " من عقد لحيته ": اللحية عند العرب كانت لا تقص ولا تحلق، كما أن ذلك هو السنة، لكنهم كانوا يعقدون لحاهم لأسباب:
منها: الأوّل: الافتخار والعظمة، فتجد أحدهم يعقد أطرافها، أو يعقدها من الوسط عقدة واحدة ليعلم أنه رجل عظيم، وأنه سيد في قومه.
الثاني: الخوف من العين; لأنها إذا كانت حسنة وجميلة ثم عقدت أصبحت قبيحة، فمن عقدها لذلك; فإن الرسول ﷺ بريء منه.
وبعض العامة إذا جاءهم طعام من السوق، أخذوا شيئا منه يرمونه في الأرض; دفعا للعين وهذا اعتقاد فاسد، ومخالف لقول النبي ﷺ: " إذا سقطت لقمة أحدكم; فليمط ما بها من الأذى، وليأكلها " ١.
قوله: " أو تقلد وترا ": الوتر: سلك من العصب يؤخذ من الشاة، وتتخذ للقوس وترا، ويستعملونها في أعناق إبلهم أو خيلهم، أو في أعناقهم، يزعمون أنه يمنع العين، وهذا من الشرك.
قوله: " أو استنجى برجيع دابة ": الاستنجاء: مأخوذ من النجو، وهو إزالة أثر الخارج من السبيلين; لأن الإنسان الذي يتمسح بعد الخلاء يزيل أثره. ورجيع الدابة: هو روثها.
قوله: " أو عظم ": العظم معروف، وإنما تبرأ النبي ﷺ ممن
_________
١ رواه: مسلم من حديث أنس (كتاب الأشربة، باب استحباب لعق الأيادي والقصعة، ٣/ ١٦٠٧) .

فإن محمدا بريء منه "١.

وعن سعيد بن جبير، قال: " من قطع تميمة من إنسان; كان كعدل رقبة " رواه وكيع.

_________
استنجى بهما; لأن الروث علف بهائم الجن والعظم طعامهم، يجدونه أوفر ما يكون لحما. وكل ذنب قرن بالبراءة من فاعله; فهو من كبائر الذنوب، كما هو معروف عند أهل العلم.
الشاهد من هذا الحديث قوله: " من تقلد وترا ".
قوله: وعن سعيد بن جبير; قال: " من قطع تميمة ... " الحديث.
قوله: " كعدل رقبة " بفتح العين لأنه من غير الجنس، والعادل من الجنس بكسر العين. وجه المشابهة بين قطع التميمة وعتق الرقبة أنه إذا قطع التميمة من إنسان; فكأنه أعتقه من الشرك، ففكه من النار، ولكن يقطعها بالتي هي أحسن; لأن العنف يؤدي إلى المشاحنة والشقاق، إلا إن كان ذا شأن; كالأمير، والقاضي، ونحوه ممن له سلطة; فله أن يقطعها مباشرة.
_________
١ رواه: أحمد (٤/ ١٠٨، ١٠٩)، وأبو داود (كتاب الطهارة، باب ما ينهى عنه أن يستنجى به، ١/٣٤) - وسكت عنه-، والنسائي (كتاب الزينة، باب عقد اللحية، ٨/١٣٥)، والطبراني في "الكبير" برقم (٤٤٩١) . وإسناده صحيح; كما في "النهج السديد" (ص ٦٢) .

وله عن إبراهيم، قال: " كانوا يكرهون التمائم كلها من القرآن وغير القرآن "

فيه مسائل:

الأولى: تفسير الرقى والتمائم.

الثانية: تفسير التولة.

_________
قوله: " كانوا يكرهون التمائم كلها من القرآن وغير القرآن ": وقد سبق أن هذا رأي ابن مسعود (، فأصحابه يرون ما يراه.
قوله: " وله عن إبراهيم ": وهو إبراهيم النخعي.
قوله: " كانوا ": الضمير يعود إلى أصحاب ابن مسعود; لأنهم هم قرناء إبراهيم النخعي.
قوله: " التمائم ": هي ما يعلق على المريض أو الصحيح، سواء من القرآن أو غيره للاستشفاء أو لاتقاء العين، أو ما يعلق على الحيوانات. وفي هذا الوقت أصبح تعليق القرآن لا للاستشفاء، بل لمجرد التبرك والزينة; كالقلائد الذهبية، أو الحلي التي يكتب عليها لفظ الجلالة، أو آية الكرسي، أو القرآن كاملا، فهذا كله من البدع. فالقرآن ما نزل ليستشفى به على هذا الوجه، إنما يستشفى به على ما جاء به الشرع.
· قوله: الأولى: تفسير الرقى والتمائم: وقد سبق ذلك.
· الثانية: تفسير التولة: وقد سبق ذلك. وعندي أن منها ما يسمى بالدبلة إن اعتقدوا أنها صلة بين المرء وزوجته.

الثالثة: أن هذه الثلاثة كلها من الشرك من غير استثناء.

الرابعة: أن الرقية بالكلام الحق من العين والحمة ليس من ذلك.

الخامسة: أن التميمة إذا كانت من القرآن; فقد اختلف العلماء; هل هي من ذلك أم لا؟.

_________
· الثالثة: أن هذه الثلاثة كلها من الشرك من غير استثناء: ظاهر كلامه حتى الرقى، وهذا فيه نظر; لأن الرقى ثبت عن النبي ﷺ أنه يرقي ويرقى١ ولكنه لا يسترقي; أي: لا يطلب الرقية; فإطلاقها بالنسبة للرقى فيه نظر، وقد سبق للمؤلف ﵀ أن الدليل خص منها ما خلا من الشرك، وبالنسبة للتمائم; فعلى رأي الجمهور فيه نظر أيضا. وأما على رأي ابن مسعود; فصحيح، وبالنسبة للتولة; فهي شرك بدون استثناء.
· الرابعة: أن الرقية بالكلام الحق من العين أو الحمة ليس من ذلك. قوله: "الكلام الحق": ضده الباطل، وكذا المجهول الذي لا يعلم أنه حق أو باطل. والمؤلف رحمه الله تعالى خصص العين أو الحمة فقط استنادا لقول الرسول ﷺ " لا رقية إلا من عين أو حمة "٢ ولكن الصحيح أنه يشمل غيرهما; كالسحر.
·الخامسة: أن التميمة إذا كانت من القرآن; فقد اختلف العلماء: هل هي من ذلك أم لا؟
_________
(ص ١٠٢) .
(ص ٩٨) .

السادسة: أن تعليق الأوتار على الدواب عن العين من ذلك.

السابعة: الوعيد الشديد على من تعلق وترا.

_________
قوله: "ذلك": المشار إليه: التمائم المحرمة. وقد سبق بيان هذا الخلاف١ والأحوط مذهب ابن مسعود; لأن الأصل عدم المشروعية حتى يتبين ذلك من السنة.
السادسة: أن تعليق الأوتار على الدواب عن العين من ذلك: أي: من الشرك.
(تنبيه):
ظهر في الأسواق في الآونة الأخيرة حلقة من النحاس، يقولون: إنها تنفع من الروماتيزم، يزعمون أن الإنسان إذا وضعها على عضده وفيه روماتيزم؛ نفعته من هذا الروماتيزم، ولا ندري هل هذا صحيح أم لا؟ لكن الأصل أنه ليس بصحيح; لأنه ليس عندنا دليل شرعي ولا حسي يدل على ذلك، وهي لا تؤثر على الجسم; فليس فيها مادة دهنية؛ حتى نقول: إن الجسم يشرب هذه المادة وينتفع بها; فالأصل أنها ممنوعة حتى يثبت لنا بدليل صحيح صريح واضح أن لها اتصالا مباشرا بهذا الروماتيزم حتى ينتفع بها.
السابعة: الوعيد الشديد على من تعلق وترا: وذلك لبراءة الرسول ﷺ ممن تعلق وترا، بل ظاهره أنه كفر مخرج من الملة، قال تعالى: ﴿وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الأَكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ﴾ ٢ لكن قال أهل العلم: إن البراءة هنا براءة من هذا الفعل; كقوله ﷺ " من غشنا; فليس منا "٣.
_________
١ انظر: (ص ١٨٤) .
٢ سورة التوبة آية: ٣.
٣ أخرجه: مسلم (١٠١) عن أبي هريرة ﵁.

الثامنة: فضل ثواب من قطع تميمة من إنسان.

التاسعة: أن كلام إبراهيم لا يخالف ما تقدم من الاختلاف; لأن مراده أصحاب عبد الله بن مسعود.

_________
الثامنة: فضل ثواب من قطع تميمة من إنسان: لقول سعيد بن جبير: "كان كعدل رقبة"، ولكن هل قوله حجة أم لا؟ إن قيل: ليس بحجة; فكيف يقول المؤلف: فضل ثواب من قطع تميمة من إنسان؟! فيقال: إنه إنما كان كذلك; لأنه إنقاذ له من رق الشرك; فهو كمن أعتقه، بل أبلغ. فهو من باب القياس، فمن أنقذ نفسا من الشرك; فهو كمن أنقذها من الرق لأنه أنقذه من رق الشيطان والهوى.
فائدة:
إذا قال التابعي: من السنة كذا; فهل يعتبر موقوفا متصلا ويكون المراد من السنة أي سنة الصحابة، أو يكون مرفوعا مرسلا؟ اختلف أهل العلم في هذا; فبعضهم قال: إنه يكون موقوفا. وبعضهم قال: يكون مرفوعا مرسلا.
وتقدم لنا أنه ينبغي أن يفصل في هذا، وأن التابعي إذا قاله محتجا به; فإنه يكون مرفوعا مرسلا، أما إذا قاله في سياق غير الاحتجاج; فهذا قديقال: إنه من باب الموقوف الذي ينسب إلى الصحابي. التاسعة: أن كلام إبراهيم النخعي لا يخالف ما تقدم من الاختلاف; لأن مراده أصحاب عبد الله بن مسعود: وليس مراده الصحابة، ولا التابعين عموما.

باب من تبرك بشجر أو حجر ونحوهما

باب من تبرك بشجر أو حجر ونحوهما

........................................................................

_________
قوله: "تبرك": تفعل من البركة، والبركة: هي كثرة الخير وثبوته، وهي مأخوذة من البركة بالكسر، والبركة: مجمع الماء، ومجمع الماء يتميز عن مجرى الماء بأمرين:
١- الكثرة.
٢- الثبوت.
والتبرك: طلب البركة، وطلب البركة لا يخلو من أمرين:
١. أن يكون التبرك بأمر شرعي معلوم; مثل القرآن، قال تعالى: ﴿كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ﴾ ١. فمن بركته أن من أخذ به حصل له الفتح، فأنقذ الله بذلك أمما كثيرة من الشرك، ومن بركته أن الحرف الواحد بعشر حسنات، وهذا يوفر للإنسان الوقت والجهد....، إلى غير ذلك من بركاته الكثيرة.
٢. أن يكون بأمر حسي معلوم; مثل: التعليم، والدعاء، ونحوه; فهذا الرجل يتبرك بعلمه ودعوته إلى الخير; فيكون هذا بركة لأننا نلنا منه خيرا كثيرا.
وقال أسيد بن حضير: "ما هذه بأول بركتكم يا آل أبي بكر"٢؛
_________
١ سورة ص آية: ٢٩.
٢ من حديث عائشة رواه البخاري (كتاب التيمم١/١٢٥)، ومسلم (كتاب الحيض، باب التيمم١/٢٨٩) .

.......................................................................

_________
فإن الله يجري على بعض الناس من أمور الخير ما لا يجريه على يد الآخر.
وهناك بركات موهومة باطلة; مثل ما يزعمه الدجالون: أن فلانا الميت الذي يزعمون أنه ولي أنزل عليكم من بركته وما أشبه ذلك; فهذه بركة باطلة، لا أثر لها، وقد يكون للشيطان أثر في هذا الأمر، لكنها لا تعدو أن تكون آثارا حسية، بحيث إن الشيطان يخدم هذا الشيخ; فيكون في ذلك فتنة.
أما كيفية معرفة هل هذه من البركات الباطلة أو الصحيحة؟ فيعرف ذلك بحال الشخص، فإن كان من أولياء الله المتقين المتبعين للسنة المبتعدين عن البدعة; فإن الله قد يجعل على يديه من الخير والبركة ما لا يحصل لغيره.
ومن ذلك ما جعل الله على يد شيخ الإسلام ابن تيمية من البركة التي انتفع بها الناس في حياته وبعد موته. أما إن كان مخالفا للكتاب والسنة، أو يدعو إلى باطل; فإن بركته موهومة، وقد تضعها الشياطين له مساعدة على باطله، وذلك مثل ما يحصل لبعضهم أنه يقف مع الناس في عرفة ثم يأتي إلى بلده ويضحي مع أهل بلده.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية: إن الشياطين تحملهم لكي يغتر بهم الناس، وهؤلاء وقع منهم مخالفات، منها: عدم إتمام الحج، ومنها أنهم يمرون بالميقات ولا يحرمون منه١.
قوله: "شجر": اسم جنس; فيشمل أي شجرة تكون، ومن حسنات
_________
١ "مجموع الفتاوى" (١/٨٣) .

وقول الله تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى﴾ ١ الآيات.

_________
أمير المؤمنين عمر بن الخطابرضي الله عنهأنه لما رأى الناس ينتابون الشجرة التي وقعت تحتها بيعة الرضوان أمر بقطعها.
قوله: "وحجر": اسم جنس يشمل أي حجر كان حتى الصخرة التي في بيت المقدس; فلا يتبرك بها، وكذا الحجر الأسود لا يتبرك به، وإنما يتعبد لله بمسحه وتقبيله; اتباعا للرسول ﷺ وبذلك تحصل بركة الثواب. ولهذا قال عمررضي الله عنه" إني لأعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع، ولولا أني رأيت رسول الله ﷺ يقبلك; ما قبلتك "٢. فتقبيله عبادة محضة خلافا للعامة، يظنون أن به بركة حسية، ولذلك إذا استلمه بعض هؤلاء مسح على جميع بدنه تبركا بذلك.
قوله: "ونحوهما": أي: من البيوت، والقباب، والحجر; حتى حجرة قبر النبي ﷺ فلا يتمسح بها تبركا، لكن لو مسح الحديد لينظر هل هو أملس أو لا; فلا بأس، إلا إن خشي أن يقتدى به; فلا يمسحه.
قوله: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى﴾ لما ذكر الله عزوجل المعراج بقوله: ﴿وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى﴾ ٣ قال: ﴿لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى﴾ ٤ ; أي: رأى النبي ﷺ من آيات الله الكبرى. وقد اختلف العلماء في قوله: (الكبرى): هل هي مفعول ل (رأى)، أو صفة لـ (آيات)؟.
وقوله: " الكبرى " قيل: إنها مفعول ل " رأى "، والتقدير: لقد رأى من آيات الله الكبرى.
_________
١ سورة النجم آية: ١٩.
٢ سبق (ص ١٨١) .
٣ سورة آية: ١-٢.
٤ سورة النجم آية: ١٨.

.......................................................................

_________
فعلى الأول: يكون المعنى: أنه رأى الكبرى من الآيات.
وعلى الثاني: يكون المعنى: أنه رأى بعض الآيات الكبرى، وهذا هو الصحيح، أن الكبرى صفة ل " آيات "، وليست مفعولا ل " رأى " ; إذ إن ما رآه ليس أكبر آيات الله.
وبعد أن ذكر الله ما رأى النبي ﷺ من هذه الآيات; قال: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأُخْرَى﴾ ١ أي: أخبروني ما شأنها، وما حالها بالنسبة إلى هذه الآيات العظيمة، إنها ليست بشيء. والاستفهام: للاستخفاف والاستهجان بهذه الأصنام.
قوله: " اللات ": تقرأ بتشديد التاء وتخفيفها، والتشديد قراءة ابن عباس; فعلى قراءة التشديد تكون اسم فاعل من اللّتِّ، وكان هذا الصنم أصله رجل يلت السويق للحجاج; أي: يجعل فيه السمن، ويطعمه الحجاج، فلما مات عكفوا على قبره وجعلوه صنما.
وأما على قراءة التخفيف; فإن اللات مشتقة من الله، أو من الإله; فهم اشتقوا من أسماء الله اسما لهذا الصنم، وسموه اللات، وهي لأهل الطائف ومن حولهم من العرب.
وقوله: " والعزى ": مؤنث أعز، وهو صنم يعبده قريش وبنو كنانة مشتق من اسم الله العزيز، كان بنخلة بين مكة والطائف.
قوله: " ومناة ": قيل: مشتقة من المنان، وقيل: من منى; لكثرة ما يمنى عنده من الدماء بمعنى يراق، ومنه سميت منى; لكثرة ما يراق فيها من الدماء.
وكان هذا الصنم بين مكة والمدينة لهذيل وخزاعة، وكان الأوس والخزرج يعظمونها ويهلون منها للحج.
_________
١ سورة آية: ١٩-٢٠.

.......................................................................

_________
قوله: " الثالثة الأخرى ": إشارة إلى أن التي تعظمونها، وتذبحون عندها، وتكثر إراقة الدماء حولها. أنها أخرى بمعنى متأخرة; أي: ذميمة حقيرة، مأخوذة من قولهم: فلان أخر; أي: ذميم، حقير، متأخر. فهذه الأصنام الثلاثة المعبودة عند العرب ما حالها بالنسبة لما رأى النبي ﷺ؟ لا شيء، وإنما ذكر هذه الأصنام الثلاثة لأنها أشهر الأصنام وأعظمها عند العرب.
قوله: الآيات: أي: أكمل الآيات بعدها.
قوله: ﴿أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأُنْثَى﴾ ١ هذا أيضا استفهام إنكاري على المشركين الذين يجعلون لله البنات ولهم البنين، فإذا ولد لهم الولد الذكر فرحوا واستبشروا به، وإذا ولدت الأنثى ظل وجه الإنسان منهم مسودا، وهو كظيم، ومع ذلك يقولون: الملائكة بنات الله; فيجعلون البنات لله - والعياذ بالله - ولهم ما يشتهون.
قوله: ﴿تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى﴾ ٢ ضيزى: جائرة; لأنه على الأقل إذا أردتم القسمة; فاجعلوا لكم من البنات نصيبا، واجعلوا لله من البنين نصيبا، أما أن تجعلوا ما تختارونه لأنفسكم، وهم البنون، وتجعلون ما تكرهون لله; فهذه قسمة جائرة.
قوله: ﴿إِنْ هِيَ إِلاَّ أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ﴾ ٣ الضمير في " هي " يعود إلى الأصنام; أي: هذه الأصنام (اللات والعزى، ومناة) التي سميتموها آلهة واتخذتموها آلهة تعبدونها هي مجرد أسماء سميتموها، ولكن ما أنزل الله بها من سلطان; أي: من حجة ودليل.
_________
١ سورة النجم آية: ٢١.
٢ سورة النجم آية: ٢٢.
٣ سورة النجم آية: ٢٣.

.......................................................................

_________
بل أبطلها الله - سبحانه -، قال تعالى: ﴿ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ ١.
وأصل السلطان في اللغة العربية: ما به سلطة، فإن كان في مقام العلم; فهو العلم، وإن كان في مقام القدرة; فهو القدرة، وإن كان في مقام الأمر والنهي; فهو من له الأمر والنهي; فمثلا قوله تعالى: ﴿لا تَنْفُذُونَ إِلاَّ بِسُلْطَانٍ﴾ ٢ ; أي: بقدرة وقوة، ومثل قوله تعالى: ﴿مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ﴾ ٣; أي: من حجة وبرهان.
وفي الحديث: " السلطان ولي من لا ولي له "٤ أي: من له الأمر والنهي.
قوله: ﴿إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ﴾ ٥ " إن " هنا بمعنى ما، وعلامة إن التي بمعنى ما أن تأتي بعدها إلا، قال تعالى: ﴿إِنْ هَذَا إِلاَّ مَلَكٌ كَرِيمٌ﴾ ٦، يعني ما هذا إلا ملك كريم، وقال تعالى: ﴿إِنْ هَذَا إِلاَِّ قَوْلُ الْبَشَرِ﴾ ٧ ; أي: ما هذا إلا قول البشر، وقال تعالى: ﴿إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ﴾ ٨ ; أي: ما يتبعون إلا الظن. والظن الذي يتبعونه هو أنها آلهة، وأن لله البنات ولهم البنون، والظن لا يغني من الحق شيئا; كما قال تعالى في آية أخرى.
_________
١ سورة الحج آية: ٦٢.
٢ سورة الرحمن آية: ٣٣.
٣ سورة يوسف آية: ٤٠.
٤ من حديث عائشة، رواه: أبو داود (كتاب النكاح، باب في الولي، ٢/٥٦٨) - وسكت عنه-، والترمذي (النكاح، باب لا نكاح إلا بولي، رقم ١١٠٢) - وقال: "حديث حسن" -، وابن ماجه (كتاب النكاح، باب لا نكاح إلا بولي، ١/٦٠٥)، وأحمد (١/٤٧، ٦٦، ١٦٦، ٢٦٠.
٥ سورة الأنعام آية: ١١٦.
٦ سورة يوسف آية: ٣١.
٧ سورة المدثر آية: ٢٥.
٨ سورة الأنعام آية: ١١٦.

وعن أبي واقد الليثي; قال: " خرجنا مع رسول الله ﷺ إلى حنين،........

_________
قوله: ﴿وَمَا تَهْوَى الأَنْفُسُ﴾ ١ كذلك أيضا يتبعون ما تهوى الأنفس، وهذا أضر شيء على الإنسان أن يتبع ما يهوى; فالإنسان الذي يعبد الله بالهوى; فإنه لا يعبد الله حقا، إنما يعبد عقله وهواه، قال تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ﴾ ٢، لكن الذي يعبد الله بالهدى لا بالهوى؛ هو الذي على الحق.
قوله: ﴿وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى﴾ ٣ أي: على يد النبي ﷺ فكان الأجدر بهم أن يتبعوا الهدى دون الهوى.
مناسبة الآية للترجمة
أنهم يعتقدون أن هذه الأصنام تنفعهم وتضرهم، ولهذا يأتون إليها; يدعونها، ويذبحون لها، ويتقربون إليها، وقد يبتلي الله المرء فيحصل له ما يريد من اندفاع ضر أو جلب نفع بهذا الشرك; ابتلاء من الله وامتحانا، وهذا قد تقدم لنا له نظائر أن الله يبتلي المرء بتيسير أسباب المعصية له حتى يعلم سبحانه من يخافه بالغيب.
قوله: " خرجنا مع النبي ﷺ ": أي: بعد غزوة الفتح; لأن النبي ﷺ لما فتح مكة تجمعت له ثقيف وهوازن، بجمع عظيم كثير جدا. فقصدهم ﷺ ومعه اثنا عشر ألفا: ألفان من أهل مكة، وعشرة آلاف جاء بهم من المدينة، فلما توجهوا بهذه الكثرة العظيمة; قالوا: لن نغلب اليوم من قلة. فأعجبوا بكثرتهم، ولكن بين الله أن النصر من عند الله وليس بالكثرة، قال تعالى: ﴿لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ
_________
١ سورة النجم آية: ٢٣.
٢ سورة آية: ٢٣.
٣ سورة النجم آية: ٢٣.

ونحن حدثاء عهد بكفر، وللمشركين سدرة يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم، يقال لها: ذات أنواط، فمررنا بسدرة، فقلنا: يا رسول الله! اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط. فقال رسول الله ﷺ الله أكبر! إنها السنن!................................................................

_________
أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ﴾ ١ الآيتين.
ثم لما انحدروا من وادي حنين وجدوا أن المشركين قد كمنوا لهم في الوادي، فحصل ما حصل، وتفرق المسلمون عن رسول الله ﷺ ولم يبق معه إلا نحو مئة رجل، وفي آخر الأمر كان النصر للنبي ﷺ والحمد لله.
قوله: "حدثاء": جمع حديث، أي: أننا قريبو عهد بكفر، وإنما ذكر ذلكرضي الله عنهللاعتذار لطلبهم وسؤالهم، ولو وقر الإيمان في قلوبهم لم يسألوا هذا السؤال.
قوله: "يعكفون عندها": أي: يقيمون عليها، والعكوف: ملازمة الشيء، ومنه قوله تعالى: ﴿وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ﴾ ٢.
قوله: "ينوطون": أي: يعلقون بها أسلحتهم تبركا.
قوله: "يقال: لها ذات أنواط": أي: أنها تلقب بهذا اللقب لأنه تناط فيها الأسلحة، وتعلق عليها رجاء بركتها، فالصحابة ﵃ قالوا للنبي ﷺ "اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط"؟ أي: سدرة نعلق أسلحتنا عليها تبركا بها، فقال النبي ﷺ "الله أكبر"، كبَّر تعظيما لهذا الطلب، أي: استعظاما له، وتعجبا لا فرحا به، كيف يقولون هذا القول؟ وهم آمنوا بأنه لا إله إلا الله؟! لكن: "إنها السنن" أي: الطرق التي يسلكها العباد.
_________
١ سورة التوبة آية: ٢٥.
٢ سورة البقرة آية: ١٨٧.

قلتم والذي نفسي بيده كما قالت بنو إسرائيل لموسى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ﴾ ١. لتركبن سنن من كان قبلكم " رواه الترمذي وصححه٢.

_________
قوله: "قلتم والذي نفسي بيده كما قالت بنو إسرائيل لموسى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ﴾، أي: إن الرسول ﷺ قاس ما قاله الصحابة ﵃ على ما قاله بنو إسرائيل لموسى حين قالوا: اجعل لنا إلها كما لهم آلهة، فأنتم طلبتم ذات أنواط كما أن لهؤلاء المشركين ذات أنواط.
وقوله ﵊: " والذي نفسي بيده " المراد أن نفسه بيد الله، لا من جهة إماتتها وإحيائها فحسب، بل من جهة تدبيرها وتصريفها أيضا، ما من دابة إلا هو آخذ بناصيتها- ﷾.
قوله: " لتركبن سنن من كان قبلكم "٣ أي: لتفعلن مثل فعلهم، ولتقولن مثل قولهم، وهذه الجملة لا يراد بها الإقرار، وإنما يراد بها التحذير، لأنه من المعلوم أن سنن من كان قبلنا مما جرى تشبيهه سنن ضالة، حيث طلبوا آلهة مع الله، فأراد النبي ﵊ أن يحذر أمته أن تركب سنن من كان قبلها من الضلال والغي.
والشاهد من هذا الحديث قولهم: " اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط " فأنكر عليهم النبي ﷺ
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٣٨.
٢ رواه: أحمد في "المسند" [(٥/٢١٨)، والترمذي (أبواب الفتن، باب ما جاء: "لتركبن سنن من كان قبلكم"، ٦/٣٤٣) - وقال: "حسن صحيح"-، وابن أبي عاصم في "السنة" برقم (٧٦)، وابن حبان برقم (١٨٣٥)، والطبراني في "الكبير" برقم (٣٢٩٠)، والبيهقي في "المعرفة" (١/١٠٨) .
٣ الترمذي: الفتن (٢١٨٠)، وأحمد (٥/٢١٨) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية النجم.

الثانية: معرفة صورة الأمر الذي طلبوا.

الثالثة: كونهم لم يفعلوا.

الرابعة: كونهم قصدوا التقرب إلى الله بذلك، لظنهم أنه يحبه.

_________
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية النجم: أي: قوله تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأُخْرَى أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأُنْثَى تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ﴾ ١ الآية. وسبق تفسيرها، وأن الله تعالى أنكر على هؤلاء الذين يعبدون اللات والعزى، وأتى بصيغة الاستفهام الدالة على التحقير والتصغير لهذه الأصنام.
الثانية: معرفة صورة الأمر الذي طلبوا: وهو أنهم طلبوا من النبي ﷺ أن يجعل لهم ذات أنواط كما أن للمشركين ذات أنواط، وهم إنما أرادوا أن يتبركوا بهذه الشجرة لا أن يعبدوها، فدل ذلك على أن التبرك بالأشجار ممنوع، وأن هذا من سنن الضالين السابقين من الأمم.
الثالثة: كونهم لم يفعلوا: أي: لم يعلقوا أنواطا على الشجرة، ويطلبوا من الرسول ﷺ أن يقرهم على هذا العمل، بل طلبوا من الرسول ﷺ أن يجعل لهم ذلك.
الرابعة: كونهم قصدوا التقرب إلى الله بذلك لظنهم أنه يحبه:
_________
١ سورة آية: ١٩-٢٤.

الخامسة: أنهم إذا جهلوا هذا، فغيرهم أولى بالجهل.

السادسة: أن لهم من الحسنات والوعد بالمغفرة ما ليس لغيرهم.

السابعة: أن النبي ﷺ لم يعذرهم، بل رد عليهم بقوله: " الله أكبر! إنها السنن! لتتبعن سنن من كان قبلكم " ١ فغلظ الأمر بهذه الثلاث.

_________
"بذلك"؟ أي: بتعليق الأسلحة ونحوها على الشجرة التي يعينها الرسول ﷺ ولهذا طلبوا ذلك من الرسول ﷺ لتكتسب بهذا معنى العبادة.
الخامسة: أنهم إذا جهلوا هذا; فغيرهم أولى بالجهل: لأن الصحابة لا شك أعلم الناس بدين الله، فإذا كان الصحابة يجهلون أن التبرك بهذا؛ نوعٌ من اتخاذها إلها، فغيرهم من باب أولى، وقصد المؤلف ﵀ بهذا أن لا نغتر بعمل الناس، لأن عمل الناس قد يكون عن جهل، فالعبرة بما دل عليه الشرع لا بعمل الناس.
السادسة: أن لهم من الحسنات والوعد بالمغفرة ما ليس لغيرهم: وهذا معلوم من الآيات، مثل قوله تعالى: ﴿لا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى﴾ ٢ فالصحابة ﵃ لهم من الحسنات، والوعد بالمغفرة، وأسباب المغفرة، ما ليس لغيرهم، ومع ذلك لم يعذرهم النبي ﷺ بهذا الطلب.
السابعة: أن النبي ﷺ لم يعذرهم، بل رد عليهم بقوله: "الله أكبر! إنها السنن، لتتبعن سنن من كان قبلكم"؟ فغلظ الأمر بهذه الثلاث. وهي قوله: "الله أكبر"، وقوله: "إنها السنن"، وقوله: "لتركبن سنن من كان
_________
١ البخاري: الاعتصام بالكتاب والسنة (٧٣٢٠)، ومسلم: العلم (٢٦٦٩)، وأحمد (٣/٨٤،٣/٨٩،٣/٩٤) .
٢ سورة الحديد آية: ١٠.

الثامنة: الأمر الكبير- وهو المقصود- أنه أخبر أن طلبهم كطلب بني إسرائيل لما قالوا لموسى: اجعل لنا إلها.

التاسعة: أن نفي هذا من معنى لا إله إلا الله، مع دقته وخفائه على أولئك.

العاشرة: أنه حلف على الفتيا، وهو لا يحلف إلا لمصلحة.

_________
قبلكم"؟ فغلظ الأمر بهذا لأن التكبير استعظاما للأمر الذي طلبوه، و"إنها السنن": تحذير، و"لتركبن سنن من كان قبلكم" كذلك أيضا تحذير.
الثامنة: الأمر الكبير وهو المقصود أنه أخبر أن طلبهم كطلب بني إسرائيل لما قالوا لموسى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ﴾ ١ فهؤلاء طلبوا سدرة يتبركون بها كما يتبرك المشركون بها، وأولئك طلبوا إلها كما لهم آلهة، فيكون في كلا الطلبين منافاة للتوحيد، لأن التبرك بالشجر نوع من الشرك، واتخاذه إلها شرك واضح.
التاسعة: أن نفي هذا من معنى: لا إله إلا الله، مع دقته وخفائه على أولئك: أي: أن نفي التبرك بالأشجار ونحوها من معنى لا إله إلا الله، فإن لا إله إلا الله تنفي كل إله سوى الله، وتنفي الألوهية عما سوى الله- ﷿، فكذلك البركة لا تكون من غير الله- ﷾.
العاشرة: أنه حلف على الفتيا وهو لا يحلف إلا لمصلحة: أي: أن النبي ﷺ حلف على الفتيا في قوله: "قلتم، والذي نفسي بيده"، والنبي ﷺ لا يحلف إلا لمصلحة، أو دفع مضرة ومفسدة، فليس ممن يحلف على أي سبب يكون، كما هي عادة بعض الناس.
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٣٨.

الحادية عشرة: أن الشرك فيه أصغر وأكبر؛ لأنهم لم يرتدوا بهذا.

_________
الحادية عشرة: أن الشرك فيه أصغر وأكبر، لأنهم لم يرتدوا بهذا: حيث لم يطلبوا جعل ذات الأنواط لعبادتها، بل للتبرك بها، والشرك فيها أصغر وأكبر، وفيه خفي وجلي. فالشرك الأكبر: ما يخرج الإنسان من الملة. والشرك الأصغر: ما دون ذلك.
لكن كلمة (ما دون ذلك) ليست ميزانا واضحا. ولذلك اختلف العلماء في ضابط الشرك الأصغر على قولين:
القول الأول: أن الشرك الأصغر كل شيء أطلق الشارع عليه أنه شرك ودلت النصوص على أنه ليس من الأكبر، مثل: " من حلف بغير الله; فقد أشرك "١ فالشرك هنا أصغر، لأنه دلت النصوص على أن مجرد الحلف بغير الله لا يخرج من الملة.
القول الثاني: أن الشرك الأصغر: ما كان وسيلة للأكبر، وإن لم يطلق الشرع عليه اسم الشرك، مثل: أن يعتمد الإنسان على شيء كاعتماده على الله، لكنه لم يتخذه إلها، فهذا شرك أصغر؛ لأن هذا الاعتماد الذي يكون كاعتماده على الله يؤدي به في النهاية إلى الشرك الأكبر، وهذا التعريف أوسع من الأول، لأن الأول يمنع أن تطلق على شيء أنه؛ شرك إلا إذا كان لديك دليل، والثاني يجعل كل ما كان وسيلة للشرك فهو
_________
١ من حديث ابن عمر: رواه: أبو داود (كتاب الأيمان، باب في كراهية الحلف بالآباء، ٣/ ٥٧٠) - وسكت عنه-، والترمذي (النذور، باب كراهية الحلف بغير الله تعالى، رقم ١٥٣٥) - وحسنه -، والطيالسي (رقم ١٨٩٦)، وابن حبان (رقم ١١٧٧)، والحاكم (١/١٨، ٤/ ٢٩٧) - وصححه على شرطهما، وأقره الذهبي-، وأحمد في "المسند" (٢/٣٤، ٦٩) .

.......................................................................

_________
شرك، وربما نقول على هذا التعريف: إن المعاصي كلها شرك أصغر، لأن الحامل عليها الهوى، وقد قال تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ﴾ ١ ولهذا أطلق النبي ﷺ الشرك على تارك الصلاة، مع أنه لم يشرك، فقال: " بين الرجل وبين الشرك والكفر: ترك الصلاة " ٢. فالحاصل أن المؤلف ﵀ يقول: إن الشرك فيه أكبر وأصغر، لأنهم لم يرتدوا بهذا، وسبق وجه ذلك. الجلي والخفي، فبعضهم قال: إن الجلي والخفي هو الأكبر والأصغر. وبعضهم قال: الجلي ما ظهر للناس من أصغر أو أكبر، كالحلف بغير الله، والسجود للصنم. والخفي: ما لا يعلمه الناس من أصغر أو أكبر، كالرياء، واعتقاد أن مع الله إلها آخر. وقد يقال: إن الجلي ما انجلى أمره وظهر كونه شركا، ولو كان أصغر، والخفي: ما سوى ذلك. وأيهما الذي لا يغفر، قال شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀: إن الشرك لا يغفره الله ولو كان أصغر، لعموم قوله: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ﴾ ٣ و" أن يشرك به " مؤول بمصدر تقديره: شركا به، وهو نكرة في سياق النفي، فيفيد العموم٤. وقال بعض العلماء: إن الشرك الأصغر داخل تحت المشيئة، وإن
_________
١ سورة آية: ٢٣.
٢ رواه: الترمذي (أبواب الإيمان، باب ما جاء في ترك الصلاة، ٩/٢٦١٣) - وقال: "حسن، صحيح، غريب"-، والنسائي (كتاب الصلاة، باب الحكم في تارك الصلاة، ١/٢٣١)، وابن ماجه (كتاب إقامة الصلاة، باب ما جاء فيمن ترك الصلاة، رقم ١٠٧٩)، وابن حبان; كما في الموارد (رقم ٢٥٥)، والحاكم (١/٧) - وصححه وأقره الذهبي-، وأحمد (٥/ ٣٤٦) .
٣ سورة النساء آية: ٤٨.
٤ انظر: "الرد على البكري" (ص ١٤٦) .

الثانية عشرة: قولهم: "ونحن حدثاء عهد بكفر"، فيه أن غيرهم لا يجهل ذلك.

الثالثة عشرة: التكبير عند التعجب، خلافا لمن كرهه.

_________
المراد بقوله: " أن يشرك به " الشرك الأكبر، وأما الشرك الأصغر، فإنه يغفر لأنه لا يخرج من الملة، وكل ذنب لا يخرج من الملة، فإنه تحت المشيئة، وعلى كل، فصاحب الشرك الأصغر على خطر، وهو أكبر من كبائر الذنوب، قال ابن مسعودرضي الله عنه" لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغيره صادقا " ١.
الثانية عشرة: قوله: "ونحن حدثاء عهد بكفر ... ": معناه: أنه يعتذر عما طلبوا، حيث طلبوا أن يجعل لهم ذات أنواط، فهم يعتذرون لجهلهم بكونهم حدثاء عهد بكفر، وأما غيرهم ممن سبق إسلامه، فلا يجهل ذلك. وعلى هذا، فنقول: إنه ينبغي للإنسان أن يقدم العذر عن قوله أو فعله؛ حتى لا يعرض نفسه إلى القول أو الظن بما ليس فيه، ويدل لذلك حديث " صفية حين شيعها الرسول ﷺ وهو معتكف، فمر رجلان من الأنصار، فقال: إنها صفية بنت حيي "٢.
الثالثة عشرة: التكبير عند التعجب ... إلخ: تؤخذ من قوله: "الله أكبر"، أي: الله أكبر وأعظم من أن يشرك به، وفي رواية الترمذي أنه قال: "سبحان الله"٣ أي: تنزيها لله عما لا يليق به.
_________
١ رواه: عبد الرزاق في "المصنف" (٨/٤٦٩)، والطبراني في "الكبير" برقم (٨٩٠٢) . قال المنذري في "الترغيب" (٣/٦٠٧)، والهيثمي في "مجمع الزوائد" (٤/١٧٧): "رواته رواة الصحيح".
٢ رواه: البخاري (كتاب الاعتكاف، باب هل يخرج المعتكف لحوائجه إلى باب المسجد، ٢/٦٧) .
٣ سبق (ص ٢٠٢) .

الرابعة عشرة: سد الذرائع.

الخامسة عشرة: النهي عن التشبه بأهل الجاهلية.

السادسة عشرة: الغضب عند التعليم.

السابعة عشرة: القاعدة الكلية لقوله: " إنها السنن".

_________
الرابعة عشرة: سد الذرائع: الذرائع، أي: الطرق الموصلة إلى الشيء، وذرائع الشيء، وسائله وطرقه. والذرائع نوعان:
أ- ذرائع إلى أمور مطلوبة: فهذه لا تسد، بل تفتح وتطلب.
ب- ذرائع إلى أمور مذمومة: فهذه تسد، وهو مراد المؤلف رحمه الله تعالى. وذات الأنواط وسيلة إلى الشرك الأكبر، فإذا وضعوا عليها أسلحتهم وتبركوا بها، يتدرج بهم الشيطان إلى عبادتها، وسؤالهم حوائجهم منها مباشرة، فلهذا سد النبي ﷺ الذرائع.
الخامسة عشرة: النهي عن التشبه بأهل الجاهلية: تؤخذ من قوله: "قلتم كما قالت بنو إسرائيل"، فأنكر عليهم، وبهذا نعرف أن الجاهلية لا تختص بمن كان قبل زمن النبي ﷺ بل كل من جهل الحق وعمل عمل الجاهلين، فهو من أهل الجاهلية.
السادسة عشرة: الغضب عند التعليم: والحديث ليس بصريح في ذلك، وربما يؤخذ من قرائن قوله: " الله أكبر! إنها السنن ... "، لأن قوة هذا الكلام تفيد الغضب.
السابعة عشرة: القاعدة الكلية لقوله: فإنها السنن ": أي: الطرق: وأن هذه الأمة ستتبع طرق من كان قبلها، وهذا لا يعني الحل

الثامنة عشرة: أن هذا علم من أعلام النبوة، لكونه وقع كما أخبر.

_________
والإباحة، ولكنه للتحذير، كما قال الرسول ﷺ " ستفترق هذه الأمه إلى ثلاث وسبعين فرقة، كلها في النار، إلا واحدة "١ وقال: " ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير ... "٢ الحديث، وقال: " إن الظعينة تذهب من كذا إلى كذا لا تخشى إلا الله "٣ وما أشبه ذلك من الأمور التي أخبر النبي ﷺ عن وقوعها مع تحريمها.
الثامنة عشرة: أن هذا علم من أعلام النبوة لكونه وقع كما أخبر: يعني اتباع سنن من كان قبلنا. فإن قال قائل: إن النبي ﷺ قد خطب الناس بعرفة، وقال: " إن الشيطان قد أيس أن يعبده المصلون في جزيرة العرب "٤ فكيف تقع عبادته؟
فالجواب: أن إخبار النبي ﷺ بيأسه لا يدل على عدم الوقوع، بل يجوز أن يقع، على خلاف ما توقعه الشيطان، لأن الشيطان لما حصلت الفتوحات، وقوي الإسلام، ودخل الناس في دين الله أفواجا؛ يئس أن يعبد سوى الله في هذه الجزيرة، ولكن حكمة الله تأبى إلا أن يكون ذلك، وهذا نقوله ولا بد، لئلا يقال: إن جميع الأفعال التي تقع في الجزيرة العربية، لا يمكن أن تكون شركا، ومعلوم أن الشيخ محمد بن عبد الوهاب
_________
١ سبق (ص ٤٣) .
٢ رواه: البخاري معلقا بصيغة الجزم (كتاب الأشربة، باب فيمن يستحل الخمر ويسميه بغير اسمه، ٤/١٣) .
٣ من حديث عدي بن حاتم، رواه: البخاري (كتاب المناقب، باب علامات النبوة، ٢/ ٥٢٧) .
٤ من حديث جابر، رواه: مسلم (كتاب صفات المنافقين، باب تحريش الشيطان، ٤/ ٢١٦٦) .

التاسعة عشرة: أن كل ما ذم الله به اليهود والنصارى في القرآن، أنه لنا.

العشرون: أنه متقرر عندهم أن العبادات مبناها على الأمر،

_________
﵀ جدد التوحيد في الجزيرة العربية، وأن الناس كانوا في ذلك الوقت فيهم المشرك وغير المشرك.
فالحديث أخبر عما وقع في نفس الشيطان ذلك الوقت، ولكنه لا يدل على عدم الوقوع، وهذا الرسول ﷺ يقول: " لتركبن سنن من كان قبلكم "١ وهو يخاطب الصحابة وهم في جزيرة العرب.
التاسعة عشرة: أن كل ما ذم الله به اليهود والنصارى في القرآن أنه لنا: هذا ليس على إطلاقه وظاهره، بل يحمل قوله: "لنا"، أي: لبعضنا، ويكون المراد به المجموع لا الجميع، كما قال العلماء في قوله تعالى: ﴿يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالأِنْسِ أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ﴾ ٢ والرسل كانوا من الإنس فقط فإذا وقع تشبه باليهود والنصارى، فإن الذم الذي يكون لهم يكون لنا، وما من أحد من الناس غالبا إلا وفيه شبه باليهود أو النصارى، فالذي يعصي الله على بصيرة فيه شبه من اليهود، والذي يعبد الله على ضلالة فيه شبه من النصارى، والذي يحسد الناس على ما آتاهم الله من فضله فيه شبه من اليهود، وهلم جرا.
وإن كان يقصد ﵀ أنه لا بد أن يكون في الأمة خصلة، فهذا على إطلاقه وظاهره، لأنه قل من يسلم.
وإن أراد أن كل ما ذم به اليهود والنصارى، فهو لهذه الأمة على سبيل العموم، فلا.
العشرون: أنه متقرر عندهم أن العبادات مبناها على الأمر ... إلخ: وهذا واضح، فالعبادات مبناها على الأمر، فما لم يثبت فيه أمر
_________
١ الترمذي: الفتن (٢١٨٠)، وأحمد (٥/٢١٨) .
٢ سورة الأنعام آية: ١٣٠.

فصار فيه التنبيه على مسائل القبر: أما (من ربك)، فواضح، وأما (من نبيك؟)، فمن إخباره بأنباء الغيب، وأما (ما دينك؟) فمن قولهم: "اجعل لنا إلها ... " إلى آخره.

_________
الشارع، فهو بدعة، قال ﷺ: " من عمل عملا ليس عليه أمرنا، فهو رد "١ وقال: " إياكم ومحدثات الأمور، فإن كل بدعة ضلالة " ٢.
فمن تعبد بعبادة طولب بالدليل، لأن الأصل في العبادات الحظر والمنع، إلا إذا قام الدليل على مشروعيتها. وأما الأكل والمعاملات والآداب واللباس وغيرها، فالأصل فيها الإباحة، إلا ما قام الدليل على تحريمه.
وقوله: "مسائل القبر التي يسأل فيها الإنسان في قبره من ربك؟ من نبيك؟ ما دينك؟ ": ففي هذه القصة دليل على مسائل القبر الثلاث، وليس مراده أن فيها دليلا على أن الإنسان يسأل في قبره، بل فيها دليل على إثبات الربوبية والنبوة والعبادة.
أما "من ربك"؟ فواضح، يعني أنه لا رب إلا الله تعالى وأما "من نبيك"؟ فمن إخباره بالغيب، قال ﷺ: " لتركبن سنن من كان قبلكم حذو القذة بالقذة "٣ فوقع كما أخبر. أما "ما دينك"، فمن قولهم: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا﴾ ٤ أي: مألوها معبودا، والعبادة هي الدين.
_________
١ من حديث عائشة، رواه مسلم (كتاب الأقضية، باب نقض الأحكام الباطلة، ٣/١٣٤٣) . وأخرجه البخاري معلقا (٢٦٩٧) .
٢ من حديث العرباض بن سارية، رواه أبو داود (كتاب السنة، باب لزوم السنة، ٥/١٣)، والترمذي (العلم، باب الأخذ بالسنة، رقم ٢٦٧٨) - وقال: "حسن صحيح"-، وابن ماجه في (المقدمة، باب اتباع سنة الخلفاء، رقم ٤٢) .
٣ سبق (ص ٢٠٢) .
٤ سورة الأعراف آية: ١٣٨.

الحادية والعشرون: أن سنة أهل الكتاب مذمومة كسنة المشركين

الثانية والعشرون: أن المنتقل من الباطل الذي اعتاده قلبه لا يؤمن أن يكون في قلبه بقية من تلك العادة، لقوله: " ونحن حدثاء عهد بكفر ".

_________
والمؤلف ﵀ محمد بن عبد الوهاب فهمه دقيق جدا لمعاني النصوص، فأحيانا يصعب على الإنسان بيان وجه استنباط المسألة من الدليل.
الحادية والعشرون: أن سنة أهل الكتاب مذمومة كسنة المشركين تؤخذ من قوله: "كما قالت بنو إسرائيل لموسى ".
الثانية والعشرون: أن المنتقل من الباطل الذي اعتاده قلبه لا يؤمن أن يكون في قلبه بقية من تلك العادة: وهذا صحيح، فالإنسان المنتقل من شيء، سواء كان باطلا أولا، لا يؤمن أن يكون في قلبه بقية منه، وهذه البقية لا تزول إلا بعد مدة; لقوله: "ونحن حدثاء عهد بكفر"، فكأنه يقول: ما سألناه إلا لأن عندنا بقية من بقايا الجاهلية، ولهذا كان من الحكمة تغريب الزاني بعد جلده عن مكان الجريمة، لئلا يعود إليها.
فالإنسان ينبغي أن يبتعد عن مواطن الكفر، والشرك، والفسوق، حتى لا يقع في قلبه شيء منها.

باب ما جاء في الذبح لغير الله

باب ما جاء في الذبح لغير الله

........................................................................

_________
قوله: "في الذبح": أي: ذبح البهائم.
قوله: "لغير الله": اللام للتعليل، والقصد: أي قاصدا بذبحه غير الله، والذبح لغير الله ينقسم إلى قسمين:
١. أن يذبح لغير الله تقربا وتعظيما، فهذا شرك أكبر مخرج عن الملة.
٢. أن يذبح لغير الله فرحا وإكراما، فهذا لا يخرج من الملة، بل هو من الأمور العادية التي قد تكون مطلوبة أحيانا وغير مطلوبة أحيانا، فالأصل أنها مباحة.
ومراد المؤلف هنا القسم الأول. فلو قدم السلطان إلى بلد. فذبحنا له، فإن كان تقربا وتعظيما، فإنه شرك أكبر، وتحرم هذه الذبائح، وعلامة ذلك: أننا نذبحها في وجهه ثم ندعها.
أما لو ذبحناها له إكراما وضيافة، وطبخت، وأكلت، فهذا من باب الإكرام، وليس بشرك.
وقوله: "لغير الله" يشمل الأنبياء، والملائكة، والأولياء، وغيرهم، فكل من ذبح لغير الله تقربا وتعظيما، فإنه داخل في هذه الكلمة بأي شيء كان.
وقوله في الترجمة: "باب ما جاء في الذبح لغير الله": أشار إلى

وقول الله تعالى: ﴿قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ﴾ ١ الآية.

_________
الدليل دون الحكم، ومثل هذه الترجمة يترجم بها العلماء للأمور التي لا يجزمون بحكمها، أو التي فيها تفصيل، وأما الأمور التي يجزمون بها، فإنهم يقولونها بالجزم، مثل باب وجوب الصلاة، وباب تحريم الغيبة، ونحو ذلك.
والمؤلف رحمه الله تعالى لا شك أنه يرى تحريم الذبح لغير الله على سبيل التقرب والتعظيم، وأنه شرك أكبر، لكنه أراد أن يمرن الطالب على أخذ الحكم من الدليل، وهذا نوع من التربية العلمية، فإن المعلم أو المؤلف يدع الحكم مفتوحا، ثم يأتي بالأدلة لأجل أن يكل الحكم إلى الطالب، فيحكم به على حسب ما سيق له من هذه الأدلة، وقد ذكر المؤلف في هذا الباب ثلاث آيات:
الأولى: قوله: (قل): الخطاب للنبي ﷺ أي قل لهؤلاء المشركين معلنا لهم قيامك بالتوحيد الخالص، لأن هذه السورة مكية.
قوله: " إن صلاتي ": الصلاة في اللغة: الدعاء، وفي الشرع: عبادة لله ذات أقوال وأفعال معلومة، مفتتحة بالتكبير، مختتمة بالتسليم.
قوله: (ونسكي): النسك لغة: العبادة، وفي الشرع: ذبح القربان. فهل تحمل هذه الآية على المعنى اللغوي أو على المعني الشرعي؟ سبق أن ما جاء في لسان الشرع يحمل على الحقيقة الشرعية; كما أن ما
_________
١ سورة آية: ١٦٢.

.......................................................................

_________
جاء في لسان العرف، فهو محمول على الحقيقة العرفية وفي لسان العرب على الحقيقة اللغوية.
فعندما أقول لشخص: عندك شاة؟ يفهم الأنثى من الضأن، لكن في اللغة العربية الشاة تطلق على الواحدة من الضأن والمعز، ذكرا كان أو أنثى، وعلى هذا، فيحمل النسك في الآية على المعنى الشرعي. وقيل: تحمل على المعنى اللغوي، لأنه أعم، فالنسك العبادة، كأنه يقول: أنا لا أدعو إلا الله، ولا أعبد إلا الله، وهذا عام للدعاء والتعبد.
وإذا حملت على المعنى الشرعي، صارت خاصة في نوع من العبادات، وهي: الصلاة، والنسك، ويكون هذا كمثال، فإن الصلاة أعلى العبادات البدنية، والذبح أعلى العبادات المالية، لأنه على سبيل التعظيم لا يقع إلا قربة، هكذا قرر شيخ الإسلام ابن تيمية في هذه المسألة.
ويحتاج إلى مناقشة في مسألة أن القربان أعلى أنواع العبادات المالية، فإن الزكاة لا شك أنها أعظم، وهي عبادة مالية. وهناك رأي ثالث يقول: إن الصلاة هي الصلاة المعروفة شرعا، والنسك: العبادة مطلقا، ويكون ذلك من عطف العام على الخاص.
قوله: " ومحياى ومماتي ": أي: حياتي وموتي، أي: التصرف في وتدبير أمري حيا وميتا لله. وفي قوله: " صلاتي ونسكي " إثبات توحيد العبادة.
وفي قوله: " ومحياي ومماتي " إثبات توحيد الربوبية.
قوله: (لله): خبر إن، والله: علم على الذات الإلهية، وأصله: الإله، فحذفت الهمزة، لكثرة الاستعمال تخفيفا. وهو بمعنى مألوه، فهو فعال بمعنى مفعول، مثل غراس بمعنى مغروس، وفراش بمعنى مفروش، والمألوه: المحبوب المعظم.

.......................................................................

_________
قوله: " رب العالمين ": المراد ب (العالمين): ما سوى الله، وسمي بذلك، لأنه علم على خالقه. قال الشاعر:
فواعجبا كيف يعصى الإله ... أم كيف يجحده الجاحد
وفي كل شيء له آية ... تدل على أنه واحد
وهي تطلق على العالمين بهذا المعنى، وتطلق على العالمين في وقت معين، مثل قوله تعالى: ﴿وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ﴾ ١، يعني: عالمي زمانهم. والرب هنا: المالك المتصرف، وهذه ربوبية مطلقة.
الآية الثانية: قوله: " لا شريك له ": الجملة حالية من قوله (لله) أي: حال كونه لا شريك له، والله -سبحانه- لا شريك له في عبادته، ولا في ربوبيته، ولا أسمائه وصفاته، ولهذا قال تعالى: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ ٢.
وقد ضل من زعم أن لله شركاء، كمن عبد الأصنام، أو عيسى بن مريم ﵇ وكذلك بعض غلاة الشعراء الذين جعلوا المخلوق بمنْزلة الخالق كقول بعضهم يخاطب ممدوحا له:
فكن كمن شئت يا من لا شبيه له ... وكيف شئت فما خَلْقٌ يدانيك
وكقول البوصيري في قصيدته في مدح الرسول ﷺ
يا أكرم الخلق مالي من ألوذ به ... سواك عند حلول الحادث العمم
إن لم تكن في معادي آخذا يدي ... فضلا وإلا فقل يا زلة القدم
_________
١ سورة البقرة آية: ٤٧.
٢ سورة الشورى آية: ١١.

.......................................................................

_________
فإن من جودك الدنيا وضرتها ... ومن علومك علم اللوح والقلم
وهذا من أعظم الشرك; لأنه جعل الدنيا والآخرة من جود الرسول، ومقتضاه أن الله جل ذكره ليس له فيهما شيء.
وقال: (ومن علومك علم اللوح والقلم"، يعني: وليس ذلك كل علومك، فما بقي لله علم ولا تدبير- والعياذ بالله-.
قوله: (بذلك): الجار والمجرور متعلق بـ (أمرت) فيكون دالا على الحصر والتخصيص، وإنما خص بذلك، لأنه أعظم المأمورات، وهو الإخلاص لله تعالى ونفي الشرك، فكأنه ما أمر إلا بهذا، ومعلوم أن من أخلص لله تعالى، فسيقوم بعبادة الله- ﷾ في جميع الأمور.
قوله: (أمرت): إبهام الفاعل هنا من باب التعظيم والتفخيم، وإلا، فمن المعلوم أن الآمر هو الله تعالى.
قوله: ﴿وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ﴾ يحتمل أن المراد الأولية الزمنية، فيتعين أن تكون أولية إضافية، ويكون المراد أنا أول المسلمين من هذه الأمة، لأنه سبقه في الزمن من أسلموا.
ويحتمل أن المراد الأولية المعنوية، فإن أعظم الناس إسلاما وأتمهم انقيادا هو الرسول ﷺ، فتكون الأولية أولية مطلقا.
ومثل هذا التعبير يقع كثيرا، أن تقع الأولية أولية معنوية، مثل أن تقول: أنا أول من يصدق بهذا الشيء، وإن كان غيرك قد صدق قبلك، لكن تريد أنك أسبق الناس تصديقا بذلك، ولن يكون عندك إنكار أبدا، ومثل قوله ﷺ " نحن أولى بالشك من إبراهيم" ١ حينما قال ﴿رَبِّ أَرِنِي
_________
١ من حديث أبي هريرة، رواه البخاري (كتاب تفسير القرآن، باب قول الله تعالى: ﴿وقوموا لله قانتين﴾، ٣/٢٣٠)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب زيادة طمأنينة القلب، ١/ ١٣٣) .

............................................................................................

_________
كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَى﴾ ١ فليس معناه أن إبراهيم شاك، لكن إن قدر أن يحصل شك، فنحن أولى بالشك منه، وإلا، فلسنا نحن شاكين، وكذلك إبراهيم ليس شاكا.
قوله: (المسلمين): الإسلام عند الإطلاق يشمل الإيمان، لأن المراد به الاستسلام لله ظاهرا وباطنا، ويدل لذلك قوله تعالى: ﴿بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ﴾ ٢ وهذا إسلام الباطن.
وقوله: " وهو محسن " هذا إسلام الظاهر، وكذا قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْأِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ﴾ ٣ يشمل الإسلام الباطن والظاهر، وإذا ذكر الإيمان دخل فيه الإسلام، قال تعالى: ﴿وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ﴾ ٤ ومتى وجد الإيمان حقا لزم من وجوده الإسلام وأما إذا قرنا جميعا؛ صار الإسلام في الظاهر، والإيمان في الباطن، مثل حديث جبريل، وفيه: (أخبرني عن الإسلام)، فأخبره عن أعمال ظاهرة، وأخبرني عن الإيمان، فأخبره عن أعمال باطنة٥.
وكذا قوله تعالى: ﴿قَالَتِ الأَعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْأِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ﴾ ٦.
والشاهد من الآية التي ذكرها المؤلف: أن الذبح لا بد أن يكون خالصا لله.
_________
١ سورة البقرة آية: ٢٦٠.
٢ سورة البقرة آية: ١١٢.
٣ سورة آل عمران آية: ٨٥.
٤ سورة التوبة آية: ٧٢.
٥ من حديث عمر، رواه: مسلم (كتاب الإيمان، باب الإيمان والإسلام والإحسان، ١/٣٦) .
٦ سورة الحجرات آية: ١٤.

وقوله: ﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾ ١.

_________
الآية الثالثة: قوله: (فصل): الفاء للسببية عاطفة على قوله: ﴿إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ﴾ ٢ أي: بسبب إعطائنا لك ذلك صل لربك وانحر شكرا لله تعالى على هذه النعمة. والمراد بالصلاة هنا الصلاة المعروفة شرعا.
وقوله: وانحرف: المراد بالنحر: الذبح، أي اجعل نحرك لله كما أن صلاتك له فأفادت هذه الآية الكريمة أن النحر من العبادة، ولهذا أمر الله به وقرنه بالصلاة.
وقوله: (وانحر): مطلق، فيدخل فيه كل ما ثبت في الشرع مشروعيته، وهي ثلاثة أشياء: الأضاحي، والهدايا، والعقائق، فهذه الثلاثة يطلب من الإنسان أن يفعلها.
أما الهدايا، فمنها واجب، ومنها مستحب، فالواجب كما في التمتع: ﴿فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ﴾ ٣ وكما في المحصر: ﴿فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ﴾ ٤ وكما في حلق الرأس: ﴿فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ﴾ ٥ هذا إن صح أن نقول: إنها هدي، ولكن الأولى أن نسميها فدية كما سماها الله- ﷿، لأنها بمنزلة الكفارة.
وأما الأضاحي، فاختلف العلماء فيها، فمنهم من قال: إنها واجبة. ومنهم من قال: إنها مستحبة. وأكثر أهل العلم على أنها مستحبة، وأنه يكره للقادر تركها ومذهب أبي حنيفة ﵀ أنها واجبة على القادر، واختاره شيخ الإسلام ابن تيمية. والأضحية ليست عن الأموات كما يفهمه العوام، بل هي للأحياء،
_________
١ سورة الكوثر آية: ٢.
٢ سورة الكوثر آية: ١.
٣ سورة البقرة آية: ١٩٦.
٤ سورة البقرة آية: ١٩٦.
٥ سورة البقرة آية: ١٩٦.

عن عليرضي الله عنهقال: " حدثني رسول الله ﷺ بأربع كلمات: لعن الله.............

_________
وأما الأموات، فليس من المشروع أن يضحى لهم استقلالا، إلا إن أوصوا به، فعلى ما أوصوا به؛ لأن ذلك لم يرد عن الرسول ﷺ
وأما العقيقة: وهي التي تذبح عن المولود في يوم سابعه إن كان ذكرا فاثنتان، وإن كان أنثى فواحدة، وتجزئ الواحدة مع الإعسار في الذكور وهي سنة عند أكثر أهل العلم، وقال بعض أهل العلم: إنها واجبة، لأن النبي ﷺ قال: " كل غلام مرتهن بعقيقته " ١.
قوله: "كلمات": جمع كلمة، والكلمة في اصطلاح النحويين: القول المفرد. أما في اللغة، فهي كل قول مفيد، قال الرسول ﷺ: " أصدق كلمة قالها شاعر: ألا كل شيء ما خلا الله باطل "٢. وقال تعالى: ﴿كَلاَّ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا﴾ ٣ وهي قوله: ﴿لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ﴾ ٤.
قال شيخ الإسلام: لا تطلق الكلمة في اللغة العربية إلا على الجملة المفيدة.
قوله: "لعن الله": اللعن من الله: الطرد والإبعاد عن رحمة الله،
_________
١ من حديث سمرة بن جندب، رواه: أحمد في "المسند" (٥/ ٧، ٨، ١٢، ١٧، ٢٢)، وأبو داود (كتاب الأضاحي، باب في العقيقة، ٣/٢٥٩)، والترمذي (الأضحية، باب في العقيقة، ٥/٢٣٧) - وقال: "حديث حسن صحيح"-، والنسائي (كتاب العقيقة، باب متى يعق، رقم ٤٢٢٥)، وابن ماجه (كتاب الذبائح، باب في العقيقة، ٢/١٠٥٧)، والدارمي (كتاب الأضاحي، باب السنة في العقيقة، ٢/٨١) .
٢ من حديث أبي هريرة، رواه: البخاري (٣٨٤١، ٦١٤٧، ٦٤٨٩) .
٣ سورة المؤمنون آية: ١٠٠.
٤ سورة آية: ٩٩-١٠٠.

من ذبح لغير الله، لعن الله من لعن والديه،......................................................

_________
فإذا قيل: لعنه الله، فالمعنى: طرده وأبعده عن رحمته، وإذا قيل: اللهم العن فلانا، فالمعنى أبعده عن رحمتك واطرده عنها.
قوله: من ذبح لغير الله: عام يشمل من ذبح بعيرا، أو بقرة، أو دجاجة، أو غيرها.
قوله: "لغير الله": يشمل كل من سوى الله حتى لو ذبح لنبي، أو ملك، أو جني، أو غيرهم.
وقوله: "لعن": يحتمل أن تكون الجملة خبرية، وأن الرسول ﷺ يخبر أن الله لعن من ذبح لغير الله، ويحتمل أن تكون إنشائية بلفظ الخبر، أي: اللهم العن من ذبح لغير الله، والخبر أبلغ، لأن الدعاء قد يستجاب، وقد لا يستجاب.
قوله: "والديه": يشمل الأب والأم، ومن فوقهما، لأن الجد أب، كما أن أولاد الابن والبنت أبناء، في وجوب الاحترام لأصولهم. والمسألة هنا ليست مالية، بل هي من الحقوق، ولعن الأدنى أشد من لعن الأعلى، لأنه أولى بالبر، ولعنه ينافي البر.
قوله: "من لعن والديه": أي: سبهما وشتمهما، فاللعن من الإنسان السب والشتم، فإذا سببت إنسانا أو شتمته، فهذا لعنه؛ لأن النبي ﷺ قيل له: " كيف يلعن الرجل والديه؟ قال: يسب أبا الرجل فيسب أباه، ويسب أمه فيسب أمه "١ وأخذ الفقهاء من هذا الحديث قاعدة، وهي: أن السبب بمنزلة المباشرة في الإثم، وإن كان يخالفه في الضمان على تفصيل في ذلك عند أهل العلم.
_________
١ من حديث عبد الله بن عمرو بن العاص، رواه: البخاري (كتاب الأدب، باب لا يسب الرجل والديه، ٤/٨٦)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب بيان الكبائر، ١/٩٢) .

لعن الله من أوى محدثا، لعن الله من غير منار الأرض " رواه مسلم١.

_________
قوله: "من آوى محدثا": أي: ضمه إليه وحماه، والإحداث: يشمل الإحداث في الدين، كالبدع التي أحدثها الجهمية والمعتزلة، وغيرهم.
والإحداث في الأمر: أي في شؤون الأمة، كالجرائم وشبهها، فمن آوى محدثا، فهو ملعون، وكذا من ناصرهم، لأن الإيواء أن تأويه لكف الأذى عنه، فمن ناصره، فهو أشد وأعظم. والمحدث أشد منه; لأنه إذا كان إيواؤه سببا للعنة، فإن نفس فعله جرم أعظم.
ففيه التحذير من البدع والإحداث في الدين، قال النبي ﷺ: " إياكم ومحدثات الأمور، فإن كل بدعة ضلالة "٢، وظاهر الحديث: ولو كان أمرا يسيرا.
قوله: "منار الأرض": أي: علاماتها ومراسيمها التي تحدد بين الجيران، فمن غيرها ظلما، فهو ملعون، وما أكثر الذين يغيرون منار الأرض، لا سيما إذا زادت قيمتها، وما علموا أن الرسول ﷺ يقول: " من اقتطع شبرا من الأرض ظلما، طوقه من سبع أرضين "٣، فالأمر عظيم، مع أن هذا الذي يقتطع من الأرض، ويغير المنار، ويأخذ ما لا يستحق لا يدري: قد يستفيد منها في دنياه، وقد يموت قبل ذلك، وقد يسلط عليه آفة تأخذ ما أخذ.
فالحاصل: أن هذا دليل على أن تغيير منار الأرض من كبائر الذنوب، ولهذا قرنه النبي ﷺ بالشرك وبالعقوق وبالإحداث، مما يدل على أن أمره عظيم، وأنه يجب على المرء أن يحذر منه، وأن يخاف الله- ﷾ حتى لا يقع فيه.
_________
١ في (كتاب الأضاحي، باب تحريم الذبح لغير الله، ٣/١٥٦٧) .
٢ سبق (ص ٢١٢) .
٣ سبق (ص ٨٧) .

وعن طارق بن شهاب; أن رسول الله ﷺ قال: " دخل الجنة رجل في ذباب ودخل النار رجل في ذباب. قالوا: وكيف ذلك يا رسول الله؟ قال: مر رجلان على قوم لهم صنم، لا يجوزه أحد حتى يقرب له شيئا، فقالوا لأحدهما: قرب قال: ليس عندي شيء أقربه. قالوا له: قرب ولو ذبابا. فقرب ذبابا، فخلوا سبيله، فدخل النار. وقالوا للآخر: قرب. فقال: ما كنت لأقرب لأحد شيئا دون الله عزوجل فضربوا عنقه، فدخل الجنة " رواه أحمد١.

_________
قوله: "عن طارق بن شهاب": في الحديث علتان:
الأولى: أن طارق بن شهاب اتفقوا على أنه لم يسمع من النبي ﷺ واختلفوا في صحبته، والأكثرون على أنه صحابي، لكن إذا قلنا: إنه صحابي، فلا يضر عدم سماعه من النبي ﷺ؛ لأن مرسل الصحابي حجة، وإن كان غير صحابي، فإنه مرسل غير صحابي، وهو من أقسام الضعيف.
الثانية: أن الحديث معنعن من قبل الأعمش، وهو من المدلسين، وهذه آفة في الحديث، فالحديث في النفس منه شيء من أجل هاتين العلتين.
ثم للحديث علة ثالثة، وهي أن الإمام أحمد رواه عن طارق عن سلمان موقوفا من قوله، وكذا أبو نعيم وابن أبي شيبة، فيحتمل أن سلمان أخذه عن بني إسرائيل.
قوله: "في ذباب": في: للسببية، وليست للظرفية، أي: بسبب ذباب، ونظيره قول النبي ﷺ " دخلت النار امرأة في هرة حبستها ... "٢ الحديث، أي: بسبب هرة.
قوله: "فدخل النار": مع أنه ذبح شيئا حقيرا لا يؤكل، لكن لما
_________
١ رواه: الإمام أحمد في "الزهد" (ص ١٥، ١٦)، وأبو نعيم في "الحلية" (١/٢٠٣) .
٢ من حديث ابن عمر، رواه: البخاري (كتاب بدء الخلق، باب إذا وقع الذباب، ٢/٤٤٨)، ومسلم (كتاب السلام، باب تحريم قتل الهرة، ٤/١٧٦٠) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير: ﴿قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي﴾

الثانية: تفسي: ﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾

الثالثة: البداءة بلعنة من ذبح لغير الله.

الرابعة: لعن من لعن والديه، ومنه أن تلعن والدي الرجل فيلعن والديك.

_________
نوى التقرب به إلى هذا الصنم، صار مشركا، فدخل النار.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير: ﴿قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي﴾ وقد سبق ذلك في أول الباب
الثانية: تفسير: ﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾ وقد سبق ذلك في أول الباب
الثالثة: البداءة بلعنة من ذبح لغير الله: بدأ به، لأنه من الشرك، والله إذا ذكر الحقوق يبدأ أولا بالتوحيد، لأن حق الله أعظم الحقوق، قال تعالى: ﴿وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ ١ وقال تعالى: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ ٢ وينبغي أن يبدأ في المناهي والعقوبات بالشرك وعقوبته.
الرابعة: لعن من لعن والديه: ولعن الرجل للرجل له معنيان:
الأول: الدعاء عليه باللعن.
_________
١ سورة النساء آية: ٣٦.
٢ سورة الإسراء آية: ٢٣.

الخامسة: لعن من آوى محدثا وهو الرجل يحدث شيئا يجب فيه حق الله، فيلتجئ إلى من يجيرة من ذلك.

السادسة: لعن من غير منار الأرض، وهي المراسيم التي تفرق بين حقك وحق جارك من الأرض، فتغيرها بتقديم أو تأخير.

السابعة: الفرق بين لعن المعين ولعن أهل المعاصي على سبيل العموم.

_________
الثاني: سبه وشتمه، لأن الرسول ﷺ فسره بقوله: " يسب أبا الرجل فيسب أباه، ويسب أمه فيسب أمه " ١.
الخامسة: لعن من آوى محدثا: وقد سبق أنه يشمل الإحداث في الدين والجرائم، فمن آوى محدثا ببدعة، فهو داخل في ذلك، ومن آوى محدثا بجريمة، فهو داخل في ذلك.
السادسة: لعن من غير منار الأرض.... وسواء كانت بينك وبين جارك، أو بينك وبين السوق مثلا، لأن الحديث عام.
السابعة: الفرق بين لعن المعين ولعن أهل المعاصي على سبيل العموم: فالأول ممنوع، والثاني جائز، فإذا رأيت من آوى محدثا، فلا تقل: لعنك الله، بل قل: لعن الله من آوى محدثا على سبيل العموم، والدليل على ذلك أن النبي ﷺ لما صار يلعن أناسا من المشركين من أهل الجاهلية بقوله: "اللهم! العن فلانا وفلانا وفلانا " نهي عن ذلك بقوله تعالى: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ
_________
١ سبق (ص ٢٢٢) .

الثامنة: هذه القصة العظيمة، وهي قصة الذباب.

التاسعة: كونه دخل النار بسبب ذلك الذباب الذي لم يقصده، بل فعله تخلصا من شرهم.

_________
فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ﴾ ١، ٢ فالمعين ليس لك أن تلعنه، وكم من إنسان صار على وصف يستحق به اللعنة ثم تاب فتاب الله عليه، إذن يؤخذ هذا من دليل منفصل، وكأن المؤلف ﵀ قال: الأصل عدم جواز إطلاق اللعن، فجاء هذا الحديث لاعنا للعموم، فيبقى الخصوص على أصله؛ لأن المسلم ليس بالطعان، ولا باللعان، والرسول ﷺ ليس طعانا ولا لعانا، ولعل هذا وجه أخذ الحكم من الحديث، وإلا، فالحديث لا تفريق فيه.
الثامنة: هذه القصة العظيمة وهي قصة الذباب: كأن المؤلف ﵀ يصحح الحديث، ولهذا بنى عليه حكما، والحكم المأخوذ من دليل فرع عن صحته، والقصة معروفة.
التاسعة: كونه دخل النار بسبب ذلك الذباب الذي لم يقصده، بل فعله تخلصا من شرهم: هذه المسألة ليست مسلمة، فإن قوله: قرب ولو ذبابا؛ يقتضي أنه فعله قاصدا التقرب، أما لو فعله تخلصا من شرهم، فإنه لا يكفر؛ لعدم قصد التقرب، ولهذا قال الفقهاء: لو أكره على طلاق امرأته فطلق تبعا لقول المكره، لم يقع الطلاق، بخلاف ما لو نوى الطلاق، فإن الطلاق يقع، وإن طلق دفعا للإكراه، لم يقع، وهذا حق لقوله ﷺ: " إنما الأعمال بالنيات "٣، وظاهر القصة أن الرجل ذبح بنية التقرب، لأن
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٢٨.
٢ انظر: (ص ٢٩٠) .
٣ من حديث عمر، رواه: البخاري (كتاب بدء الوحي، باب كيف كان بدء الوحي، ١/١٣)، ومسلم (كتاب الإمارة، باب قول النبي ﷺ: إنما الأعمال بالنية، ٣/١٥١٥) .

العاشرة: معرفة قدر الشرك في قلوب المؤمنين، كيف صبر ذلك على القتل ولم يوافقهم على طلبهم مع كونهم لم يطلبوا إلا العمل الظاهر؟!

_________
الأصل أن الفعل المبني على طلب يكون موافقا لهذا الطلب. ونحن نرى خلاف ما يرى المؤلف ﵀، أي أنه لو فعله بقصد التخلص ولم ينو التقرب لهذا الصنم لا يكفر، لعموم قوله تعالى: ﴿مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالأِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا﴾ ١ وهذا الذي فعل ما يوجب الكفر تخلصا مطمئن قلبه بالإيمان. والصواب أيضا: أنه لا فرق بين القول المكره عليه والفعل، وإن كان بعض العلماء يفرق ويقول: إذا أكره على القول لم يكفر، وإذا أكره على الفعل كفر، ويستدل بقصة الذباب، وقصة الذباب فيها نظر من حيث صحتها، وفيها نظر من حيث الدلالة; لما سبق أن الفعل المبني على طلب يكون موافقا لهذا الطلب. ولو فرض أن الرجل تقرب بالذباب تخلصا من شرهم، فإن لدينا نصا محكما في الموضوع، وهو قوله تعالى: ﴿مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ﴾ ٢ الآية، ولم يقل بالقول، فما دام عندنا نص قرآني صريح، فإنه لو وردت السنة صحيحة على وجه مشتبه، فإنها تحمل على النص المحكم. الخلاصة أن من أكره على الكفر، لم يكن كافرا ما دام قلبه مطمئنا بالإيمان ولم يشرح بالكفر صدرا.
العاشرة: معرفة قدر الشرك في قلوب المؤمنين ... إلخ: وقد بينها المؤلف رحمه الله تعالى.
_________
١ سورة النحل آية: ١٠٦.
٢ سورة النحل آية: ١٠٦.

.......................................................................

_________
مسألة: هل الأولى للإنسان إذا أكره على الكفر أن يصبر ولو قتل، أو يوافق ظاهرا ويتأول؟
هذه المسألة فيها تفصيل:
أولا: أن يوافق ظاهرا وباطنا، وهذا لا يجوز لأنه ردة.
ثانيا: أن يوافق ظاهرا لا باطنا، ولكن يقصد التخلص من الإكراه، فهذا جائز.
ثالثا: أن لا يوافق لا ظاهرا ولا باطنا ويقتل، وهذا جائز، وهو من الصبر لكن أيهما أولى أن يصبر ولو قتل، أو أن يوافق ظاهرا؟ فيه تفصيل: إذا كان موافقة الإكراه لا يترتب عليه ضرر في الدين للعامة، فإن الأولى أن يوافق ظاهرا لا باطنا، لا سيما إذا كان بقاؤه فيه مصلحة للناس، مثل: صاحب المال الباذل فيما ينفع أو العلم النافع وما أشبه ذلك، حتى وإن لم يكن فيه مصلحة، ففي بقائه على الإسلام زيادة عمل، وهو خير، وهو قد رخص له أن يكفر ظاهرا عند الإكراه، فالأولى أن يتأول، ويوافق ظاهرا لا باطنا.
أما إذا كان في موافقته وعدم صبره ضرر على الإسلام، فإنه يصبر، وقد يجب الصبر، لأنه من باب الصبر على الجهاد في سبيل الله، وليس من باب إبقاء النفس، ولهذا لما شكى الصحابة للنبي ﷺ ما يجدونه من مضايقة المشركين، قص عليهم قصة الرجل فيمن كان قبلنا بأن الإنسان كان يمشط ما بين لحمه وجلده بأمشاط الحديد١ ويصبر، فكأنه يقول لهم: اصبروا على الأذى.
_________
١ من حديث خباب بن الأرت، رواه: البخاري (كتاب المناقب، باب علامات النبوة في الإسلام، ٢/٥٢٠) .

الحادية عشرة: أن الذي دخل النار مسلم، لأنه لو كان كافرا، لم يقل: " دخل النار في ذباب".

الثانية عشرة: فيه شاهد للحديث الصحيح: " الجنة أقرب إلى أحدكم من شراك نعله، والنار مثل ذلك " ١.

_________
ولو حصل من الصحابة ﵃ في ذلك الوقت موافقة للمشركين وهم قلة، لحصل بذلك ضرر عظيم على الإسلام. والإمام أحمد ﵀ في المحنة المشهورة لو وافقهم ظاهرا، لحصل في ذلك مضرة على الإسلام.
الحادية عشرة: أن الذي دخل النار مسلم، لأنه لو كان كافرا لم يقل: دخل النار في ذباب: وهذا صحيح، أي أنه كان مسلما ثم كفر بتقريبه للصنم، فكان تقريبه هو السبب في دخوله النار. ولو كان كافرا قبل أن يقرب الذباب، لكان دخوله النار لكفره أولى، لا بتقريبه الذباب.
الثانية عشرة: فيه شاهد للحديث الصحيح: " الجنة أقرب إلى أحدكم من شراك نعله، والنار مثل ذلك "٢، والغرض من هذا: الترغيب والترهيب: فإذا علم أن الجنة أقرب إليه من شراك النعل، فإنه ينشط على السعي، فيقول: ليست بعيدة، كقوله ﷺ لما سئل عما يدخل الجنة ويباعد من النار، فقال: " لقد سألت عن عظيم، وإنه ليسير على من يسره الله عليه "٣ والنار إذا قيل له: إنها أقرب من شراك النعل يخاف،
_________
١ من حديث عبد الله بن مسعود، رواه: البخاري برقم (٦٤٨٨) .
٢ البخاري: الرقاق (٦٤٨٨)، وأحمد (١/٣٨٧،١/٤١٣،١/٤٤٢) .
٣ من حديث معاذ، أخرجه: الإمام أحمد (٥/٢٣١) ورواه: الترمذي (الإيمان، باب ما جاء في حرمة الصلاة، ٧/٢٨٠) - وقال: "حسن صحيح" -، والنسائي في "الكبرى"; كما في "تحفة الأشراف" (٨/٣٩٩)، وابن ماجه (كتات الفتن، باب كف اللسان في الفتنة، رقم ٣٩٧٣) .

الثالثة عشرة: معرفة أن عمل القلب هو المقصود الأعظم، حتى عند عبدة الأوثان.

_________
ويتوقى في مشيه لئلا يزل فيهلك، ورب كلمة توصل الإنسان إلى أعلى عليين، وكلمة أخرى توصله إلى أسفل سافلين.
الثالثة عشرة: معرفة أن عمل القلب هو المقصود الأعظم حتى عند عبدة الأوثان: والحقيقة أن هذه المسألة مع التاسعة فيها شبه تناقض، لأنه في هذه المسألة أحال الحكم على عمل القلب، وفي التاسعة أحاله على الظاهر، فقال: بسبب ذلك الذباب الذي لم يقصده بل فعله تخلصا من شرهم، ومقتضى ذلك أن باطنه سليم، وهنا يقول: إن العمل بعمل القلب، ولا شك أن ما قاله المؤلف ﵀ حق بالنسبة إلى أن المدار على القلب. والحقيقة أن العمل مركب على القلب، والناس يختلفون في أعمال القلوب أكثر من اختلافهم في أعمال الأبدان، والفرق بينهم قصدا وذلا أعظم من الفرق بين أعمالهم البدنية، لأن من الناس من يعبد الله لكن عنده من الاستكبار ما لا يذل معه ولا يذعن لكل حق، وبعضهم يكون عنده ذل للحق، لكن عنده نقص في القصد، فتجد عنده نوعا من الرياء مثلا. فأعمال القلب وأقواله لها أهمية عظيمة، فعلى الإنسان أن يخلصها لله. وأقوال القلب هي اعتقاداته، كالإيمان بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر، والقدر خيره وشره. وأعماله هي تحركاته. كالحب، والخوف، والرجاء، والتوكل، والاستعانة، وما أشبه ذلك. والدواء لذلك: القرآن والسنة، والرجوع إلى سيرة الرسول ﷺ بمعرفة أحواله وأقواله وجهاده ودعوته، هذا مما يعين على جهاد القلب. ومن أسباب صلاح القلب أن لا تشغل قلبك بالدنيا.

باب لا يذبح لله بمكان يذبح فيه لغير الله

باب لا يذبح لله بمكان يذبح فيه لغير الله

وقول الله تعالى: ﴿لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا﴾ ١ الآية.

_________
هذا الانتقال من المؤلف من أحسن ما يكون، ففي الباب السابق ذكر الذبح لغير الله، فنفس الفعل لغير الله. وفي هذا الباب ذكر الذبح لله، ولكنه في مكان يذبح فيه لغيره، كمن يريد أن يضحي لله في مكان يذبح فيه للأصنام، فلا يجوز أن تذبح فيه، لأنه موافقة للمشركين في ظاهر الحال، وربما أدخل الشيطان في قلبك نية سيئة، فتعتقد أن الذبح في هذا المكان أفضل، وما أشبه ذلك، وهذا خطر.
قوله: ﴿لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا﴾: ضمير الغيبة يعود إلى مسجد الضرار، حيث بني على نية فاسدة، قال تعالى: ﴿وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًَا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ﴾ ٢ والمتخذون هم المنافقون، وغرضهم من ذلك:
١. مضارة مسجد قباء، ولهذا يسمى مسجد الضرار.
٢. الكفر بالله، لأنه يقرر فيه الكفر- والعياذ بالله-، لأن الذين اتخذوه هم المنافقون.
٣. التفريق بين المؤمنين، فبدلا من أن يصلي في مسجد قباء صف
_________
١ سورة التوبة آية: ١٠٨.
٢ سورة التوبة آية: ١٠٧.
وقول الله تعالى: ﴿لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا﴾ ١ الآية.

.......................................................................

_________
أو صفان يصلي فيه نصف صف، والباقون في المسجد الآخر، والشرع له نظر في اجتماع المؤمنين.
٤. الإرصاد لمن حارب الله ورسوله يقال: إن رجلا ذهب إلى الشام، وهو أبو عامر الفاسق، وكان بينه وبين المنافقين الذين اتخذوا المسجد مراسلات، فاتخذوا هذا المسجد بتوجيهات منه، فيجتمعون فيه لتقرير ما يريدونه من المكر والخديعة للرسول ﷺ وأصحابه، قال الله تعالى: ﴿وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلّا الْحُسْنَى﴾ ١ فهذه سنة المنافقين: الأيمان الكاذبة.
(إن): نافية، بدليل وقوع الاستثناء بعدها، أي: ما أردنا إلا الحسنى، والجواب عن هذا اليمين الكاذب: ﴿وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ﴾ ٢ فشهد الله تعالى على كذبهم، لأن ما يسرونه في قلوبهم ولا يعلم ما في القلوب إلا علام الغيوب، فكأن هذا المضمر في قلوبهم بالنسبة إلى الله أمر مشهود يرى بالعين، كما قال الله تعالى في سورة المنافقين: ﴿وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ﴾ ٣.
وقوله: ﴿لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا﴾ ٤ لا: ناهية، وتقم: مجزوم بلا الناهية وعلامة جزمه السكون، وحذفت الواو، لأنه سكن آخره، والواو ساكنة، فحذفت تخلصا من التقاء الساكنين.
قوله: (أبدا) إشارة إلى أن هذا المسجد سيبقى مسجد نفاق.
قوله: ﴿لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى﴾ ٥ اللام: للابتداء، ومسجد: مبتدأ، وخبره: ﴿أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ﴾ ٦ وفي هذا التنكير تعظيم للمسجد، بدليل قوله: ﴿أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى﴾ ٧ أي: جعلت التقوى أساسا له، فقام عليه. وهذه الأحقية ليست على بابها، وهو أن اسم التفضيل يدل على مفضل ومفضل عليه اشتركا في أصل الوصف، لأنه هنا
_________
١ سورة التوبة آية: ١٠٧.
٢ سورة التوبة آية: ١٠٧.
٣ سورة المنافقون آية: ١.
٤ سورة التوبة آية: ١٠٨.
٥ سورة التوبة آية: ١٠٨.
٦ سورة التوبة آية: ١٠٨.
٧ سورة التوبة آية: ١٠٨.

.......................................................................

_________
لا حق لمسجد الضرار أن يقام فيه، وهذا (أعني: كون الطرف المفضل عليه ليس فيه شيء من الأصل الذي وقع فيه التفضيل) موجود في القرآن كثيرا، كقوله تعالى: ﴿أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلًا﴾ ١.
قوله: (فيه): أي: في هذا المسجد المؤسس على التقوى.
قوله: ﴿يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا﴾ ٢ بخلاف من كان في مسجد الضرار، فإنهم رجس، كما قال الله تعالى في المنافقين: ﴿سَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ إِذَا انْقَلَبْتُمْ إِلَيْهِمْ لِتُعْرِضُوا عَنْهُمْ فَأَعْرِضُوا عَنْهُمْ إِنَّهُمْ رِجْسٌ﴾ ٣.
قوله: " يتطهروا ": يشمل طهارة القلب من النفاق والحسد والغل وغير ذلك، وطهارة البدن من الأقذار والنجاسات والأحداث. قوله: ﴿وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ﴾ ٤ هذه محبة حقيقية ثابتة لله- عزوجل - تليق بجلاله وعظمته، ولا تماثل محبة المخلوقين، وأهل التعطيل يقولون: المراد بالمحبة: الثواب أو إرادته، فيفسرونها إما بالفعل أو إرادته، وهذا خطأ.
وقوله: (المطهرين) أصله المتطهرين، وأدغمت التاء بالطاء لعلة تصريفية معروفة.
وجه المناسبة من الآية:
أنه لما كان مسجد الضرار مما اتخذ للمعاصي ضرارا وكفرا وتفريقا بين المؤمنين، نهى الله رسوله أن يقوم فيه، مع أن صلاته فيه لله، فدل على أن كل مكان يعصى الله فيه أنه لا يقام فيه، فهذا المسجد متخذ للصلاة، لكنه محل معصية; فلا تقام فيه الصلاة.
وكذا لو أراد إنسان أن
_________
١ سورة الفرقان آية: ٢٤.
٢ سورة التوبة آية: ١٠٨.
٣ سورة التوبة آية: ٩٥.
٤ سورة التوبة آية: ١٠٨.

وعن ثابت بن الضحاكرضي الله عنهقال: " نذر رجل أن ينحر إبلا..........................

_________
يذبح في مكان يذبح فيه لغير الله كان حراما، لأنه يشبه الصلاة في مسجد الضرار.
وقريب من ذلك النهي عن الصلاة عند طلوع الشمس وعند غروبها، لأنهما وقتان يسجد فيهما الكفار للشمس، فهذا باعتبار الزمن والوقت، والحديث الذي ذكره المؤلف باعتبار المكان.
قوله: "نذر": النذر في اللغة: الإلزام والعهد. واصطلاحا: إلزام المكلف نفسه لله شيئا غير واجب. وقال بعضهم: لا نحتاج أن نقيد بغير واجب، وأنه إذا نذر الواجب صح النذر وصار المنذور واجبا من وجهين: من جهة النذر، ومن جهة الشرع، ويترتب على ذلك وجوب الكفارة إذا لم يحصل الوفاء.
والنذر في الأصل مكروه، بل إن بعض أهل العلم يميل إلى تحريمه، لأن النبي ﷺ نهى عنه، وقال: " لا يأتي بخير، وإنما يستخرج به من البخيل "١ ولأنه إلزام لنفس الإنسان بما جعله الله في حل منه، وفي ذلك زيادة تكليف على نفسه. ولأن الغالب أن الذي ينذر يندم، وتجده يسأل العلماء يمينا وشمالا يريد الخلاص مما نذر لثقله ومشقته عليه، ولا سيما ما يفعله بعض العامة إذا مرض، أو تأخر له حاجة يريدها، تجده ينذر كأنه يقول: إن الله لا ينعم عليه بجلب خير أو دفع الضرر إلا بهذا النذر.
قوله: "إبلا": اسم جمع لا واحد له من لفظه، لكن له واحد من معناه، وهو البعير.
_________
١ رواه: البخاري (كتاب الأيمان، باب الوفاء بالنذر، ٤/٢٧٧)، ومسلم (كتاب النذر، باب النهي عن النذر، ٣/١٢٦٠) .

ببوانة، فسأل النبي ﷺ فقال: هل كان فيها وثن من أوثان الجاهلية يعبد؟. قالوا: لا قال: فهل كان فيها عيد من أعيادهم؟. قالوا: لا. فقال رسول الله ﷺ: أوف بنذرك.....................................

_________
قوله: "ببوانة": الباء بمعنى في، وهي للظرفية، والمعنى: بمكان يسمى بوانة.
قوله: "هل كان فيها وثن": الوثن: كل ما عبد من دون الله، من شجر، أو حجر، سواء نحت أو لم ينحت. والصنم يختص بما صنعه الآدمي. قوله: "الجاهلية": نسبة إلى ما كان قبل الرسالة، وسميت بذلك، لأنهم كانوا على جهل عظيم.
قوله: "يعبد": صفة لقوله: "وثن"، وهو بيان للواقع، لأن الأوثان هي التي تعبد من دون الله. قوله: "قالوا: لا": السائل واحد، لكنه لما كان عنده ناس أجابوا النبي ﷺ ولا مانع أن يكون المجيب غير المسؤول.
قوله: "عيد" العيد: اسم لما يعود أو يتكرر، والعود بمعنى الرجوع، أي: هل اعتاد أهل الجاهلية أن يأتوا إلى هذا المكان ويتخذوا هذا اليوم عيدا وإن لم يكن فيه وثن؟ قالوا: لا. فسأل النبي ﷺ عن أمرين: عن الشرك، ووسائله.
فالشرك: هل كان فيها وثن؟ ووسائله: هل كان فيها عيد من أعيادهم؟ قوله: "أوف بنذرك": فعل أمر مبني على حذف حرف العلة الياء، والكثرة دليل عليها. وهل المراد به المعنى الحقيقي أو المراد به الإباحة؟

فإنه لا وفاء لنذر في معصية الله.................................................

_________
الجواب: يحتمل أن يراد به الإباحة، ويحتمل أن يراد به المعنى الحقيقي; فبالنسبة لنحر الإبل المراد به المعنى الحقيقي. وبالنسبة للمكان المراد به الإباحة؟ لأنه لا يتعين أن يذبحها في ذلك المكان، إذ إنه لا يتعين أي مكان في الأرض إلا ما تميز بفضل، والمتميز بفضل المساجد الثلاثة، فالأمر هنا بالنسبة لنحر الإبل من حيث هو نحر واجب. وبالنسبة للمكان، فالأمر للإباحة، بدليل أنه سأل هذين السؤالين، فلو أجيب بنعم، لقال: لا توف، فإذا كان المقام يحتمل النهي والترخيص، فالأمر للإباحة.
وقوله: "أوف بنذرك" علل ﷺ ذلك بانتفاء المانع، فقال: "فإنه لا وفاء لنذر في معصية الله ".
قوله: "لا وفاء": لا: نافية للجنس، وفاء: اسمها، لنذر: خبرها. قوله: "في معصية الله": صفة لنذر، أي: لا يمكن أن توفي بنذر في معصية الله، لأنه لا يتقرب إلى الله بمعصيته، وليست المعصية مباحة، حتى يقال: افعلها.
أقسام النذر:
الأول: ما يجب الوفاء به، وهو نذر الطاعة، لقوله ﷺ " من نذر أن يطيع الله، فليطعه ".
الثاني: ما يحرم الوفاء به، وهو نذر المعصية، لقوله ﷺ " ومن نذر أن يعصي الله فلا يعصه "١ وقوله: " فإنه لا وفاء لنذر في معصية الله "٢.
_________
١ البخاري: الأيمان والنذور (٦٦٩٦،٦٧٠٠)، والترمذي: النذور والأيمان (١٥٢٦)، والنسائي: الأيمان والنذور (٣٨٠٦،٣٨٠٧،٣٨٠٨)، وأبو داود: الأيمان والنذور (٣٢٨٩)، وابن ماجه: الكفارات (٢١٢٦)، وأحمد (٦/٣٦،٦/٤١،٦/٢٠٨،٦/٢٢٤)، ومالك: النذور والأيمان (١٠٣١)، والدارمي: النذور والأيمان (٢٣٣٨) .
٢ مسلم: النذر (١٦٤١)، وأبو داود: الأيمان والنذور (٣٣١٦)، وأحمد (٤/٤٣٠)، والدارمي: النذور والأيمان (٢٣٣٧) والسير (٢٥٠٥) .

.......................................................................

_________
الثالث: ما يجري مجرى اليمين، وهو نذر المباح، فيخير بين فعله وكفارة اليمين، مثل لو نذر أن يلبس هذا الثوب، فإن شاء لبسه وإن شاء لم يلبسه، وكفر كفارة يمين.
الرابع: نذر اللجاج والغضب، وسمي بهذا الاسم، لأن اللجاج والغضب يحملان عليه غالبا، وليس بلازم أن يكون هناك لجاج وغضب، وهو الذي يقصد به معنى اليمين، الحث، أو المنع، أو التصديق، أو التكذيب.
مثل لو قال: حصل اليوم كذا وكذا، فقال الآخر: لم يحصل، فقال: إن كان حاصلا، فعلى لله نذر أن أصوم سنة، فالغرض من هذا النذر التكذيب، فإذا تبين أنه حاصل، فالناذر مخير بين أن يصوم سنة، وبين أن يكفر كفارة يمين، لأنه إن صام فقد وفى بنذره وإن لم يصم حنث، والحانث في اليمين يكفر كفارة يمين.
الخامس: نذر المكروه، فيكره الوفاء به، وعليه كفارة يمين.
السادس: النذر المطلق، وهو الذي ذكر فيه صيغة النذر، مثل أن يقول: لله علي نذر، فهذا كفارته كفارة يمين كما قال النبي ﷺ: (كفارة النذر إذا لم يسم كفارة يمين) ١.
مسألة: هل ينعقد نذر المعصية؟
الجواب: نعم، ينعقد، ولهذا قال الرسول ﷺ " من نذر أن يعصي الله، فلا يعصه "٢ ولو قال: من نذر أن يعصي الله فلا نذر له. لكان لا ينعقد، ففي
قوله: "فلا يعصه" دليل على أنه ينعقد لكن لا ينفذ.
_________
١ رواه ابن ماجه (٢١٢٧)، والترمذي (١٥٢٨) وصححه وأصله في مسلم (١٦٤٥) .
٢ سبق (ص ٢٣٧) .

.......................................................................

_________
وإذا انعقد: هل تلزمه كفارة أو لا؟ اختلف في ذلك أهل العلم، وفيها روايتان عن الإمام أحمد:
القول الأوّل: فقال بعض العلماء: إنه لا تلزمه الكفارة، واستدلوا بقول النبي ﷺ: " لا وفاء لنذر في معصية الله "١ وبقوله ﷺ " ومن نذر أن يعصي الله، فلا يعصه "٢ ولم يذكر النبي ﷺ كفارة، ولو كانت واجبة، لذكرها.
القول الثاني: تجب الكفارة، وهو المشهور من المذهب، لأن الرسول ﷺ ذكر في حديث آخر غير الحديثين أن كفارته كفارة يمين٣ وكون الأمر لا يذكر في حديث لا يقتضي عدمه، فعدم الذكر ليس ذكرا للعدم، نعم، لو قال الرسول: لا كفارة، صار في الحديثين تعارض، وحينئذ نطلب الترجيح، لكن الرسول لم ينف الكفارة، بل سكت، والسكوت لا ينافي المنطوق، فالسكوت وعدم الذكر يكون اعتمادا على ما تقدم، فإن كان الرسول قاله قبل أن ينهى هذا الرجل، فاعتمادا عليه لم يقل؛ لأنه ليس بلازم أن كل مسألة فيها قيد أو تخصيص يذكرها الرسول ﷺ عند كل عموم، فلو كان يلزم هذا، لكانت تطول السنة، لكن الرسول ﷺ إذا ذكر حديثا عاما وله ما يخصصه في مكان آخر حمل عليه، وإن لم يذكره حين تكلم بالعموم.
وأيضا من حيث القياس لو أن الإنسان أقسم ليفعلن محرما، وقال: والله، لأفعلن هذا الشيء وهو محرم، فلا يفعله، ويكفر كفارة يمين، مع أنه أقسم على فعل محرم، والنذر شبيه بالقسم، وعلى هذا، فكفارته كفارة يمين، وهذا القول أصح.
_________
١ سيأتي (ص ٢٤٠) .
٢ البخاري: الأيمان والنذور (٦٦٩٦،٦٧٠٠)، والترمذي: النذور والأيمان (١٥٢٦)، والنسائي: الأيمان والنذور (٣٨٠٦،٣٨٠٧،٣٨٠٨)، وأبو داود: الأيمان والنذور (٣٢٨٩)، وابن ماجه: الكفارات (٢١٢٦)، وأحمد (٦/٣٦،٦/٤١،٦/٢٠٨،٦/٢٢٤)، ومالك: النذور والأيمان (١٠٣١)، والدارمي: النذور والأيمان (٢٣٣٨) .
٣ من حديث عائشة، رواه: أحمد (٦/٢٤٧)، وأبو داود برقم (٣٢٩٠)، والترمذي برقم (١٥٢٤)، والنسائي برقم (٣٨٣٤)، وابن ماجه برقم (١٢٢٥)، والبيهقي (١٠/٦٩) . وصححه الطحاوي وابن السكن; كما في "التلخيص الحبير" (٤/١٧٦) .

" ولا فيما لا يملك ابن آدم "١ رواه أبو داود، وإسناده على شرطهما٢.

_________
وقوله: (ولا فيما لا يملك ابن آدم) الذي لا يملكه ابن آدم يحتمل معنيين الأول: ما لا يملك فعله شرعا، كما لو قال: لله علي أن أعتق عبد فلان، فلا يصح لأنه لا يملك إعتاقه. الثاني: ما لا يملك فعله قدرا، كما لو قال: لله علي نذر أن أطير بيدي، فهذا لا يصح لأنه لا يملكه. والفقهاء ﵏ يمثلون بمثل هذا للمستحيل.
ويستفاد من الحديث: أنه لا يذبح بمكان يذبح فيه لغير الله، وهو ما ساقه المؤلف من أجله، والحكمة من ذلك ما يلي:
الأول: أنه يؤدي إلى التشبه بالكفار.
الثاني: أنه يؤدي إلى الاغترار بهذا الفعل، لأن من رآك تذبح بمكان يذبح فيه المشركون ظن أن فعل المشركين جائز.
الثالث: أن هؤلاء المشركين سوف يقوون على فعلهم إذا رأوا من يفعل مثلهم، ولا شك أن تقوية المشركين من الأمور المحظورة، وإغاظتهم من الأعمال الصالحة، قال الله تعالى: ﴿وَلا يَطَأُونَ مَوْطِئًا يُغِيظُ الْكُفَّارَ وَلا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ﴾ ٣.
_________
١ مسلم: النذر (١٦٤١)، والنسائي: الأيمان والنذور (٣٨١٢)، وأبو داود: الأيمان والنذور (٣٣١٦)، وابن ماجه: الكفارات (٢١٢٤)، وأحمد (٤/٤٣٠،٤/٤٣٢)، والدارمي: النذور والأيمان (٢٣٣٧) والسير (٢٥٠٥) .
٢ رواه: أبو داود (كتاب الأيمان والنذور، باب ما بؤمن به من الوفاء بالنذر، ٣/٦٠٧) - وسكت عنه-، والبيهقي في "السنن" (١٠/٨٣)، والطبراني في "الكبير" برقم (١٣٤١) . وصححه ابن حجر في "التلخيص" (٤/١٨٠) .
٣ سورة التوبة آية: ١٢٠.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير قوله: ﴿لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا﴾ ١.

الثانية: أن المعصية قد تؤثر في الأرض، وكذلك الطاعة.

الثالثة: رد المسألة المشكلة إلى المسألة البينة، ليزول الإشكال.

_________
فيه مسائل:
الأولى: تفسير قوله تعالى: ﴿لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا﴾ ٢ وقد سبق ذلك في أول الباب.
الثانية: أن المعصية قد تؤثر في الأرض، وكذلك الطاعة: أي: لما كانت هذه الأرض مكان شرك، حرم أن يعمل الإنسان ما يشبه الشرك فيها لمشابهة المشركين. أما بالنسبة للصلاة في الكنيسة، فإن الصلاة تخالف صلاة أهل الكنيسة، لا يكون الإنسان متشبها بهذا العمل، بخلاف الذبح في مكان يذبح فيه لغير الله، فإن الفعل واحد بنوعه وجنسه، ولهذا لو أراد إنسان أن يصلي في مكان يذبح فيه لغير الله لجاز ذلك، لأنه ليس من نوع العبادة التي يفعلها المشركون في هذا المكان. وكذا الطاعة تؤثر في الأرض، ولهذا، فإن المساجد أفضل من الأسواق، والقديم منها أفضل من الجديد.
الثالثة: رد المسألة المشكلة إلى المسألة البينة ليزول الإشكال: فالمنع من الذبح في هذا المكان أمر مشكل، لكن الرسول ﷺ بين ذلك بالاستفصال.
_________
١ سورة التوبة آية: ١٠٨.
٢ سورة التوبة آية: ١٠٨.

الرابعة: استفصال المفتي إذا احتاج إلى ذلك.

الخامسة: أن تخصيص البقعة بالنذر لا بأس به إذا خلا من الموانع.

_________
الرابعة: استفصال المفتي إذا احتاج إلى ذلك: لأن النبي ﷺ استفصل، لكن هل يجب الاستفصال على كل حال، أو إذا وجد الاحتمال؟ الجواب: لا يجب إلا إذا وجد الاحتمال، لأننا لو استفصلنا في كل مسألة، لطال الأمر. فمثلا: لو سألنا سائل عن عقد بيع لم يلزم أن نستفصل عن الثمن: هل هو معلوم؟ وعن المثمن: هل هو معلوم؟ وهل وقع البيع معلقا أو غير معلق؟ وهل كان ملكا للبائع؟ وكيف ملكه؟ وهل انتفت موانعه أو لا؟ أما إذا وجد الاحتمال; فيجب الاستفصال، مثل: أن يسأل عن رجل مات عن بنت وأخ وعم شقيق، فيجب الاستفصال عن الأخ: هل هو شقيق أو لأم؟ فإن كان لأم، سقط، وأخذ الباقي العم، وإلا، سقط العم، وأخذ الباقي الأخ.
الخامسة: أن تخصيص البقعة بالنذر لا بأس به إذا خلا من الموانع. لقوله: "أوف بنذرك"، وسواء كانت هذه الموانع واقعة أو متوقعة. فالواقعة: أن يكون فيها وثن أو عيد من أعياد الجاهلية. والمتوقعة: أن يخشى من الذبح في هذا المكان تعظيمه، فإذا خشي، كان ممنوعا، مثل: لو أراد أن يذبح عند جبل، فالأصل أنه جائز، لكن لو خشي أن العوام يعتقدون أن في هذا المكان مزية، كان ممنوعا.

السادسة: المنع منه إذا كان فيه وثن من أوثان الجاهلية، ولو بعد زواله.

السابعة: المنع منه إذا كان فيه عيد من أعيادهم، ولو بعد زواله.

الثامنة: أنه لا يجوز الوفاء بما نذر في تلك البقعة، لأنه نذر معصية.

التاسعة: الحذر من مشابهة المشركين في أعيادهم، ولو لم يقصده.

العاشرة: لا نذر في معصية.

_________
السادسة: المنع منه إذا كان فيه وثن من أوثان الجاهلية، ولو بعد زواله: لقوله ﷺ: هل كان فيها وثن من أوثان الجاهلية؟، لأن "كان" فعل ماض، والمحظور بعد زوال الوثن باق، لأنه ربما يعاد.
السابعة: المنع منه إذا كان فيها عيد من أعيادهم، ولو بعد زواله: لقوله ﷺ: "فهل كان فيها عيد من أعيادهم؟ ".
الثامنة: أنه لا يجوز الوفاء بما نذر في تلك البقعة، لأنه نذر معصية: لقوله: فإنه لا وفاء لنذر في معصية الله.
التاسعة: الحذر من مشابهة المشركين في أعيادهم ولو لم يقصده: وقد نص شيخ الإسلام ابن تيمية على أن حصول التشبه لا يشترط فيه القصد، فإنه يمنع منه ولو لم يقصده، لكن مع القصد يكون أشد إثما، ولهذا قال شيخ الإسلام محمد بن عبد الوهاب: ولو لم يقصده.
العاشرة: لا نذر في معصية الله: هكذا قال المؤلف، ولفظ

الحادية عشرة. لا نذر لابن آدم فيما لا يملك.

_________
الحديث المذكور: " لا وفاء لنذر "، وبينهما فرق. فإذا قيل: لا نذر في معصية، فالمعنى أن النذر لا ينعقد، وإذا قيل: لا وفاء، فالمعنى أن النذر ينعقد، لكن لا يوفى، وقد وردت السنة بهذا وبهذا. لكن: "لا نذر" يحمل على أن المراد لا وفاء لنذر، لقوله ﷺ في الحديث الصحيح: " ومن نذر أن يعصي الله، فلا يعصه "١.
الحادية عشرة: لا نذر لابن آدم فيما لا يملك يقال فيه ما قيل في: لا نذر في معصية. والمعنى: لا وفاء لنذر فيما لا يملك ابن آدم، ويشتمل ما لا يملكه شرعا، وما لا يملكه قدرا.
_________
١ سبق (ص ٢٣٧) .

باب من الشرك النذر لغير الله

باب من الشرك النذر لغير الله

وقول الله تعالى: ﴿يُوفُونَ بِالنَّذْرِ﴾ ١.

_________
النذر لغير الله مثل أن يقول: لفلان علي نذر، أو لهذا القبر علي نذر، أو لجبريل علي نذر، يريد بذلك التقرب إليهم، وما أشبه ذلك. والفرق بينه وبين نذر المعصية: أن النذر لغير الله ليس لله أصلا، ونذر المعصية لله، ولكنه على معصية من معاصيه، مثل أن يقول: لله علي نذر أن أفعل كذا وكذا من معاصي الله، فيكون النذر لله والمنذور معصية، ونظير هذا الحلف بالله على شيء محرم، والحلف بغير الله، فالحلف بغير الله مثل: والنبي، لأفعلن كذا وكذا، ونظيره النذر لغير الله، والحلف بالله على محرم، مثل: والله، لأسرقن، ونظيره نذر المعصية، وحكم النذر لغير الله شرك، لأنه عبادة للمنذور له، وإذا كان عبادة فقد صرفها لغير الله، فيكون مشركا وهذا النذر لغير الله لا ينعقد إطلاقا، ولا تجب فيه كفارة، بل هو شرك تجب التوبة منه، كالحلف بغير الله، فلا ينعقد، وليس فيه كفارة.
وأما نذر المعصية; فينعقد، لكن لا يجوز الوفاء به، وعليه كفارة يمين، كالحلف بالله على المحرم ينعقد، وفيه كفارة.
وقد ذكر المؤلف في هذا الباب آيتين:
· الأولى: قوله: ﴿يُوفُونَ بِالنَّذْرِ﴾ ٢ هذه الآية سيقت لمدح الأبرار،
_________
١ سورة الإنسان آية: ٧.
٢ سورة الإنسان آية: ٧.

وقوله: ﴿وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ﴾ ١.

_________
﴿إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِنْ كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا﴾ ٢ ومدحهم.
بهذا يقتضي أن يكون عبادة، لأن الإنسان لا يمدح ولا يستحق دخول الجنة إلا بفعل شيء يكون عبادة.
ولو أعقب المؤلف هذه الآية بقوله تعالى: ﴿وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ﴾ ٣ لكان أوضح، لأن قوله: ﴿وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ﴾ ٤ أمر، والأمر بوفائه يدل على أنه عبادة، لأن العبادة ما أمر به شرعا.
وجه استدلال المؤلف بالآية على أن النذر لغير الله من الشرك: أن الله تعالى أثنى عليهم بذلك، وجعله من الأسباب التي بها يدخلون الجنة، ولا يكون سببا يدخلون به الجنة إلا وهو عبادة، فيقتضي أن صرفه لغير الله شرك.
· الآية الثانية: قوله: ﴿وَمَا أَنْفَقْتُمْ﴾ (ما): شرطية، و(أنفقتم): فعل الشرط، وجوابه: ﴿فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ﴾ .
قوله: " من نفقة ": بيان ل (ما) في قوله: (ما أنفقتم)، والنفقة: بذل المال، وقد يكون في الخير، وقد يكون في غيره.
قوله: " أو نذرتم " معطوف على قوله: " وما أنفقتم ".
قوله: " ﴿فإن الله يعلمه﴾ ": تعليق الشيء بعلم الله دليل على أنه محل جزاء، إذ لا نعلم فائدة لهذا الإخبار بالعلم إلا لترتب الجزاء عليه، وترتب الجزاء عليه يدل على أنه من العبادة التي يجازي الإنسان عليها، وهذا وجه استدلال المؤلف بهذه الآية.
_________
١ سورة البقرة آية: ٢٧٠.
٢ سورة الإنسان آية: ٥.
٣ سورة الحج آية: ٢٩.
٤ سورة الحج آية: ٢٩.

وفي الصحيح عن عائشة ﵂، أن رسول الله ﷺ قال: " من نذر أن يطيع الله، فليطعه،.....................................................................................

_________
قوله: "وفي الصحيح" سبق الكلام على مثل هذا التعبير في باب تفسير التوحيد (ص ١٥٧) .
قوله: "من نذر ": جملة شرطية تفيد العموم، وهل تشمل الصغير؟ قال بعض العلماء: تشمله؟ فينعقد النذر منه.
وقيل: لا تشمله" لأن الصغير ليس أهلا للإلزام ولا للالتزام، وبناء على هذا يخرج الصغير من هذا العموم، لأنه ليس أهلا للإلزام ولا للالتزام.
قوله: "أن يطيع الله ": الطاعة: هي موافقة الأمر، أي: أن توافق الله فيما يريد منك إن أمرك، فالطاعة فعل المأمور به، وإن نهاك، فالطاعة ترك المنهي عنه، هذا معنى الطاعة إذا جاءت مفردة.
أما إذا قيل: طاعة ومعصية، فالطاعة لفعل الأوامر، والمعصية لفعل النواهي. قوله: " فليطعه ": الفاء واقعة في جواب الشرط، لأن الجملة إنشائية طلبية، واللام لام الأمر. وظاهر الحديث: يشمل ما إذا كانت الطاعة المنذورة جنسها واجب، كالصلاة والحج وغيرهما، أو غير واجب، كتعليم العلم وغيره.
وقال بعض أهل العلم: لا يجب الوفاء بالنذر إلا إذا كان جنس الطاعة واجبا، وعموم الحديث يرد عليهم. وظاهر الحديث أيضا يشمل من نذر طاعة- نذرا مطلقا ليس له سبب، مثل: "لله علي أن أصوم ثلاثة أيام".
ومن نذر نذرا معلقا، مثل: إن نجحت، فلله علي أن أصوم ثلاثة أيام. ومن فرق بينهما، فليس بجيد لأن الحديث عام.
واعلم أن النذر لا يأتي بخير ولو كان نذر طاعة، وإنما يستخرج به من البخيل، ولهذا نهى عنه النبي ﷺ وبعض العلماء يحرمه، وإليه يميل

ومن نذر أن يعصي الله، فلا يعصه " ١.

_________
شيخ الإسلام ابن تيمية للنهي عنه، ولأنك تلزم نفسك بأمر أنت في عافية منه، وكم من إنسان نذر وأخيرا ندم، وربما لم يفعل. ويدل لقوة القول بتحريم النذر قوله تعالى: ﴿وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ لَئِنْ أَمَرْتَهُمْ لَيَخْرُجُنَّ﴾ ٢، فهذا التزام مؤكد بالقسم، فيشبه النذر.
قال الله تعالى: ﴿قُلْ لا تُقْسِمُوا طَاعَةٌ مَعْرُوفَةٌ﴾ ٣ أي: عليكم طاعة معروفة بدون يمين، والإنسان الذي لا يفعل الطاعة إلا بنذر، أو حلف على نفسه يعني أن الطاعة ثقيلة عليه.
ومما يدل على قوة القول بالتحريم أيضا خصوصا النذر المعلق: أن الناذر كأنه غير واثق بالله- ﷿، فكأنه يعتقد أن الله لا يعطيه الشفاء إلا إذا أعطاه مقابله، ولهذا إذا أيسوا من البرء ذهبوا ينذرون، وفي هذا سوء ظن بالله- ﷿ والقول بالتحريم قول وجيه.
فإن قيل: كيف تحرمون ما أثنى الله على من وفى به؟
فالجواب: أننا لا نقول: إن الوفاء هو المحرم حتى يقال: إننا هدمنا النص، إنما نقول: المحرم أو المكروه كراهة شديدة هو عقد النذر، وفرق بين عقده ووفائه، فالعقد ابتدائي، والوفاء في ثاني الحال تنفيذ لما نذر.
قوله: " ومن نذر أن يعصي الله، فلا يعصه "٤ لا: ناهية، والنهي بحسب المعصية، فإن كانت المعصية حراما، فالوفاء بالنذر حرام، وإن كانت المعصية مكروهة، فالوفاء بالنذر مكروه، لأن المعصية الوقوع فيما نهي عنه، والمنهي عنه ينقسم عند أهل العلم إلى قسمين: منهي عنه نهي تحريم، ومنهي عنه نهي تنزيه.
_________
١ سبق تخريجه (ص ٢٣٧) .
٢ سورة النور آية: ٥٣.
٣ سورة النور آية: ٥٣.
٤ البخاري: الأيمان والنذور (٦٦٩٦،٦٧٠٠)، والترمذي: النذور والأيمان (١٥٢٦)، والنسائي: الأيمان والنذور (٣٨٠٦،٣٨٠٧،٣٨٠٨)، وأبو داود: الأيمان والنذور (٣٢٨٩)، وابن ماجه: الكفارات (٢١٢٦)، وأحمد (٦/٣٦،٦/٤١،٦/٢٠٨،٦/٢٢٤)، ومالك: النذور والأيمان (١٠٣١)، والدارمي: النذور والأيمان (٢٣٣٨) .

فيه مسائل:

الأولى: وجوب الوفاء بالنذر.

الثانية: إذا ثبت كونه عبادة لله، فصرفه إلى غير الله شرك.

الثالثة: أن نذر المعصية لا يجوز الوفاء به.

_________
فيه مسائل:
الأولى: وجوب الوفاء بالنذر: يعني: نذر الطاعة فقط، لقوله: " من نذر أن يطيع الله، فليطعه" ١ ولقول المؤلف في المسألة الثالثة: إن نذر المعصية لا يجوز الوفاء به.
الثانية: إذا ثبت كونه عبادة، فصرفه إلى غير الله شرك: وهذه قاعدة في توحيد العبادة، فأي فعل كان عبادة، فصرفه لغير الله شرك.
·الثالثة: أن نذر المعصية لا يجوز الوفاء به: لقوله ﷺ " من نذر أن يعصي الله، فلا يعصه "٢.
_________
١ سبق (ص ٢٣٧) .
٢ البخاري: الأيمان والنذور (٦٦٩٦،٦٧٠٠)، والترمذي: النذور والأيمان (١٥٢٦)، والنسائي: الأيمان والنذور (٣٨٠٦،٣٨٠٧،٣٨٠٨)، وأبو داود: الأيمان والنذور (٣٢٨٩)، وابن ماجه: الكفارات (٢١٢٦)، وأحمد (٦/٣٦،٦/٤١،٦/٢٠٨،٦/٢٢٤)، ومالك: النذور والأيمان (١٠٣١)، والدارمي: النذور والأيمان (٢٣٣٨) .

باب من الشرك الاستعاذة بغير الله

باب من الشرك الاستعاذة بغير الله

وقول الله تعالى: ﴿وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الأِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا﴾ ١.

_________
قوله: "من الشرك": من: للتبعيض، وهذه الترجمة ليست على إطلاقها، لأنه إذا استعاذ بشخص مما يقدر عليه، فإنه جائز، كالاستعانة.
قوله تعالى: ﴿وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الأِنْسِ﴾ ٢ الواو: حرف عطف، و(أن): فتحت همزتها بسبب عطفها على قوله: ﴿أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ﴾ ٣.
قال ابن مالك:
وهمز إنّ افتح لسد مصدر ... مسدّها وفي سوى ذاك اكسر
فيؤول بمصدر، أي: قل أوحي إلي استماع نفر وكون رجال من الإنس يعوذون برجال من الجن.
قوله: " من الإنس ": صفة لرجال، لأن (رجال) نكرة، وما بعد النكرة صفة لها.
قوله: (يعوذون): الجملة خبر كان، ويقال: عاذ به ولاذ به، فالعياذ مما يخاف، واللياذ فيما يؤمل، وعليه قول الشاعر يخاطب ممدوحه، ولا يصلح ما قاله إلا لله:
_________
١ سورة الجن آية: ٦.
٢ سورة الجن آية: ٦.
٣ سورة الجن آية: ١.

.......................................................................

_________
يا من ألوذ به فيما أؤمله ... ومن أعوذ به مما أحاذره
ولا يهيضون عظما أنت جابره ... لا يجبر الناس عظما أنت كاسره
قوله: ﴿يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ﴾ ١ أي: يلتجئون إليهم مما يحاذرونه، يظنون أنهم يعيذونهم، ولكن زادوهم رهقا، أي: خوفا وذعرا، وكانت العرب في الجاهلية إذا نزلوا في واد نادوا بأعلى أصواتهم: أعوذ بسيد هذا الوادي من سفهاء قومه.
قوله: (رهقا): أي: ذعرا وخوفا، بل الرهق أشد من مجرد الذعر والخوف، فكأنهم مع ذعرهم وخوفهم أرهقهم وأضعفهم شيء، فالذعر والخوف في القلوب، والرهق في الأبدان.
وهذه الآية تدل على أن الاستعاذة بالجن حرام، لأنها لا تفيد المستعيذ، بل تزيده رهقا، فعوقب بنقيض قصده، وهذا ظاهر، فتكون الواو ضمير الجن والهاء ضمير الإنس. وقيل: إن الإنس زادوا الجن رهقا، أي: استكبارا وعتوا، ولكن الصحيح الأول.
قوله: ﴿بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ﴾ يستفاد منه أن للجن رجالا، ولهم إناث، وربما يجامع الرجل من الجن الأنثى من بني آدم، وكذلك العكس الرجل من بني آدم قد يجامع الأنثى من الجن، وقد ذكر الفقهاء الخلاف في وجوب الغسل بهذا الجماع.
والفقهاء يقولون في باب الغسل: لو قالت: إن بها جنيا يجامعها كالرجل، وجب عليها الغسل، وأما أن الرجل يجامع الأنثى من الجن، فقد قيل ذلك، لكن لم أره في كلام أهل العلم، وإنما أساطير تقال، والله أعلم.
_________
١ سورة الجن آية: ٦.

وعن خولة بنت حكيم قالت: سمعت رسول الله ﷺ يقول: " من نزل منزلا، فقال: أعوذ بكلمات الله.........................................

_________
لكن علينا أن نصدق بوجودهم، وأنهم مكلفون، وبأن منهم الصالحين ومنهم دون ذلك، وبأن منهم المسلمين والقاسطين، وبأن منهم رجالا ونساء. وجه الاستشهاد بالآية: ذم المستعيذين بغير الله، والمستعيذ بالشيء لا شك أنه قد علق رجاءه به، واعتمد عليه، وهذا نوع من الشرك.
وقوله: " من نزل منزلا " يشمل من نزله على سبيل الإقامة الدائمة، أو الطارئة، بدليل أنه نكرة في سياق الشرط، والنكرة في سياق الشرط تفيد العموم. وقوله: "أعوذ" بمعنى: ألتجئ وأعتصم. قوله: "كلمات": من جموع القلة، لأنه جمع مؤنث سالم، وجموع القلة من ثلاثة إلى عشرة، والكثرة ما فوق ذلك.
وقيل: جموع الكثرة من ثلاثة إلى ما لا نهاية له، فيكون جمع القلة والكثرة يتفقان في الابتداء، ويختلفان في الانتهاء. قال ابن مالك:
أفعلة أفعل ثم فعله ... ثمت أفعال جموع قلة
وبعض ذي بكثرة وضعا يفي ... كأرجل والعكس جاء كالصفي
والراجح: أن جموع القلة تدل على الكثرة بالدليل.

التامات من شر ما خلق،.................................................

_________
فـ"كلمات": جمع قلة دال على الكثرة لوجود الدليل، قال تعالى: ﴿قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا﴾ ١ وأبلغ من هذا قوله تعالى: ﴿وَلَوْ أَنَّمَا فِي الأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ﴾ ٢ والمراد بالكلمات هنا: الكلمات الكونية والشرعية.
قوله: "التامات": تمام الكلام بأمرين:
١- الصدق في الأخبار.
٢- العدل في الأحكام.
قال الله تعالى: ﴿وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا﴾ ٣.
قوله: "من شر ما خلق": أي: من شر الذي خلق، لأن الله خلق كل شيء: الخير والشر، ولكن الشر لا ينسب إليه، لأنه خلق الشر لحكمة، فعاد بهذه الحكمة خيرا، فكان خيرا. وعلى هذا نقول: الشر ليس في فعل الله، بل في مفعولاته، أي: مخلوقاته. وعلى هذا تكون "ما" موصولة لا غير، أي: من شر الذي خلق، لأنك لو أولتها إلى المصدرية وقلت: من شر خلقك، لكان الخلق هنا مصدرا يجوز أن يراد به الفعل، ويجوز أيضا المفعول، لكن لو جعلتها اسما موصولا تعين أن يكون المراد بها المفعول، وهو المخلوق.
وليس كل ما خلق الله فيه شر، لكن تستعيذ من شره إن كان فيه شر، لأن مخلوقات الله تنقسم إلى ثلاثة أقسام هي:
١. شر محض، كالنار وإبليس باعتبار ذاتيهما، أما باعتبار الحكمة التي خلقهما الله من أجلها، فهي خير
_________
١ سورة الكهف آية: ١٠٩.
٢ سورة لقمان آية: ٢٧.
٣ سورة الأنعام آية: ١١٥.

لم يضره شيء حتى يرحل من منزله ذلك "١ رواه مسلم٢.

_________
٢. خير محض كالجنة، والرسل، والملائكة.
٣. فيه شر وخير، كالإنس، والجن، والحيوان.
وأنت إنما تستعيذ من شر ما فيه شر.
قوله: "لم يضره شيء ": نكرة في سياق النفي، فتفيد العموم من شر كل ذي شر من الجن والإنس وغيرهم والظاهر والخفي حتى يرتحل من منزله، لأن هذا خبر لا يمكن أن يتخلف مخبره، لأنه كلام الصادق المصدوق، لكن إن تخلف، فهو لوجود مانع لا لقصور السبب أو تخلف الخبر.
ونظير ذلك كل ما أخبر به النبي ﷺ من الأسباب الشرعية إذا فعلت ولم يحصل المسبب، فليس ذلك لخلل في السبب، ولكن لوجود مانع، مثل: قراءة الفاتحة على المرضى شفاء٣ ويقرأها بعض الناس ولا يشفى المريض، وليس "ذلك قصورا في السبب، بل لوجود مانع بين السبب وأثره.
ومنه: التسمية عند الجماع، فإنها تمنع ضرر الشيطان للولد٤ وقد توجد التسمية ويضر الشيطان الولد، لوجود مانع يمنع من حصول أثر هذا السبب، فعليك أن تفتش ما هو المانع حتى تزيله فيحصل لك أثر السبب.
قال القرطبي: وقد جربت ذلك، حتى إني نسيت ذات يوم، فدخلت منزلي ولم أقل ذلك، فلدغتني عقرب.
_________
١ مسلم: الذكر والدعاء والتوبة والاستغفار (٢٧٠٨)، والترمذي: الدعوات (٣٤٣٧)، وابن ماجه: الطب (٣٥٤٧)، وأحمد (٦/٣٧٧،٦/٣٧٨،٦/٤٠٩)، والدارمي: الاستئذان (٢٦٨٠) .
٢ في (كتاب الذكر والدعاء، باب في التعوذ من سوء القضاء، ٤/٢٠٨٠) .
٣ سبق (ص ٩٩) .
٤ من حديث ابن عباس، رواه: البخاري (كتاب النكاح، باب ما يقول الرجل إذا أتى أهله، ٥١٦٥)، ومسلم (كتاب النكاح، باب ما يستحب أن يقوله عند الجماع، ٢/١٠٥٨) .

.......................................................................

_________
والشاهد من الحديث: قوله: أعود بكلمات الله. والمؤلف يقول في الترجمة: الاستعاذة بغير الله، وهنا استعاذة بالكلمات، ولم يستعذ بالله، فلماذا؟ أجيب: أن كلمات الله صفة من صفاته، ولهذا استدل العلماء بهذا الحديث على أن كلام الله من صفاته غير مخلوق، لأن الاستعاذة بالمخلوق لا تجوز في مثل هذا الأمر، ولو كانت الكلمات مخلوقة ما أرشد النبي ﷺ إلى الاستعاذة بها. ولهذا كان المراد من كلام المؤلف: الاستعاذة بغير الله، أي: أو صفة من صفاته.
وفي الحديث: " أعوذ بعزة الله وقدرته من شر ما أجد وأحاذر "١ وهنا استعاذ بعزة الله وقدرته، ولم يستعذ بالله، والعزة والقدرة من صفات الله، وهي ليست مخلوقة. ولهذا يجوز القسم بالله وبصفاته، لأنها غير مخلوقة.
أما القسم بالآيات، فإن أراد الآيات الشرعية، فجائز، وإن أراد الآيات الكونية، فغير جائز. أما الاستعاذة بالمخلوق، ففيها تفصيل، فإن كان المخلوق لا يقدر عليه، فهي من الشرك، قال شيخ الإسلام ابن تيمية: "لا يجوز الاستعاذة بالمخلوق عند أحد من الأئمة"، وهذا ليس على إطلاقه، بل مرادهم مما لا يقدر عليه إلا الله، لأنه لا يعصمك من الشر الذي لا يقدر عليه إلا الله، سوى الله.
ومن ذلك أيضا الاستعاذة بأصحاب القبور، فإنهم لا
_________
١ من حديث عثمان بن أبي العاص، رواه: مسلم (كتاب السلام، باب استحباب وضع يده على موضع الألم، ٤/١٧٢٨) .

.......................................................................

ينفعون ولا يضرون، فالاستعاذة بهم شرك أكبر، سواء كان عند قبورهم أم بعيدا عنهم.

أما الاستعاذة بمخلوق فيما يقدر عليه، فهي جائزة، وقد أشار إلى ذلك الشارح الشيخ سليمان في "تيسير العزيز الحميد"، وهو مقتضى الأحاديث الواردة في "صحيح مسلم" لما ذكر النبي ﷺ الفتن، قال: " فمن وجد من ذلك ملجأ، فليعذ به "١.

وكذلك قصة المرأة التي عاذت بأم سلمة٢ والغلام الذي عاذ بالنبي صلى الله عليه وسلم٣ وكذلك في قصة الذين يستعيذون بالحرم والكعبة٤ وما أشبه ذلك.

وهذا هو مقتضى النظر، فإذا اعترضني قطاع طريق، فعذت بإنسان يستطيع أن يخلصني منهم، فلا شيء فيه. لكن تعليق القلب بالمخلوق لا شك أنه من الشرك، فإذا علقت قلبك ورجاءك وخوفك وجميع أمورك بشخص معين، وجعلته ملجأ فهذا شرك، لأن هذا لا يكون إلا لله.

وعلى هذا، فكلام الشيخ ﵀ في قوله: "إن الأئمة لا يجوزون الاستعاذة بمخلوق" مقيد بما لا يقدر عليه إلا الله، ولولا أن النصوص وردت بالتفصيل لأخذنا الكلام على إطلاقه، وقلنا: لا يجوز الاستعاذة بغير الله مطلقا.

_________
١ من حديث أبي هريرة، رواه: البخاري (كتاب المناقب، باب علامات النبوة، ٢/٥٢٠)، ومسلم (كتاب الفتن، باب نزول الفتن، ٤/٢٢١٢) .
٢ من حديث جابر، رواه: مسلم (كتاب الحدود، باب حد السرقة، ٣/١٦٨٩) .
٣ رواه مسلم في بعض ألفاظه (٣/١٢٨١) .
٤ من حديث أم سلمة، رواه: مسلم (كتاب الفتن، باب الخسف بالجيش الذي يؤم البيت، ٤/٢٢٠٨) .

فيه مسائل:

الأولى. تفسير آية الجن.

الثانية. كونه من الشرك.

الثالثة. الاستدلال على ذلك بالحديث، لأن العلماء يستدلون به على أن كلمات الله غير مخلوقة، قالوا: لأن الاستعاذة بالمخلوق شرك.

الرابعة. فضيلة هذا الدعاء مع اختصاره.

الخامسة. أن كون الشيء يحصل به منفعة دنيوية، من كف شر، أو جلب نفع، لا يدل على أنه ليس من الشرك.

_________
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية الجن: وقد سبق ذلك في أول الباب.
الثانية: كونه من الشرك: أي: الاستعاذة بغير الله وقد سبق التفصيل في ذلك.
الثالثة: الاستدلال على ذلك بالحديث، لأن العلماء يستدلون به على أن كلمات الله غير مخلوقة، لأن الاستعاذة بالمخلوق شرك: وجه الاستشهاد: أن الاستعاذة بكلمات الله لا تخرج عن كونها استعاذة بالله، لأنها صفة من صفاته.
الرابعة: فضيلة هذا الدعاء مع اختصاره: أي: فائدته، وهي أنه لا يضرك شيء ما دمت في هذا المنزل.
الخامسة: أن كون الشيء يحصل به منفعة دنيوية من كف شر أو

.......................................................................

_________
جلب نفع لا يدل على أنه ليس من الشرك: ومعنى كلامه: أنه قد يكون الشيء من الشرك، ولو حصل لك فيه منفعة، فلا يلزم من حصول النفع أن ينتفي الشرك، فالإنسان قد ينتفع بما هو شرك. مثال ذلك: الجن، فقد يعيذونك، وهذا شرك مع أن فيه منفعة.
مثال آخر: قد يسجد إنسان لملك، فيهبه أموالا وقصورا، وهذا شرك مع أن فيه منفعة، ومن ذلك ما يحصل لغلاة المداحين لملوكهم لأجل العطاء، فلا يخرجهم ذلك عن كونهم مشركين. قال بعضهم:
وكيف شئت فما خلق يدانيك ... فكن كما شئت يا من لا نظير له
وفي الحديث فائدة، وهي: أن الشرع لا يبطل أمرا من أمور الجاهلية إلا ذكر ما هو خير منه، ففي الجاهلية كانوا يستعيذون بالجن، فأبدل بهذه الكلمات، وهي: أن يستعيذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق.
وهذه الطريقة هي الطريقة السليمة التي ينبغي أن يكون عليها الداعية، أنه إذا سد عن الناس باب الشر، وجب عليه أن يفتح لهم باب الخير، ولا يقول: حرام، ويسكت، بل يقول: هذا حرام، وافعل كذا وكذا من المباح بدلا عنه، وهذا له أمثلة في القرآن والسنة. فمن القرآن قوله تعالى، ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا﴾ ١ فلما نهاهم عن قول (راعنا) ذكر لهم ما يقوم مقامه وهو (انظرنا) ومن السنة قوله ﷺ لمن نهاه عن بيع الصاع من التمر الطيب بالصاعين، والصاعين بالثلاثة: " بع الجمع بالدراهم،
_________
١ سورة البقرة آية: ١٠٤.

.......................................................................

_________
واشتر بالدراهم جنيبا "١ فلما منعه من المحذور، فتح له الباب السليم الذي لا محذور فيه.
_________
١ من حديث أبي سعيد الخدري وأبي هريرة، رواه: البخاري (كتاب البيوع، باب إذا أراد بيع تمر بتمر خير منه، ٢/١١٣)، ومسلم (كتاب المساقاة، باب بيع الطعام مثلا بمثل، ٣/ ١٢١٥) .

باب من الشرك أن يستغيث بغير الله أو يدعو غيره

باب من الشرك أن يستغيث بغير الله أو يدعو غيره

........................................................................

_________
قوله: ومن الشرك: من: للتبعيض، فيدل على أن الشرك ليس مختصا بهذا الأمر. والاستغاثة: طلب الغوث، وهو إزالة الشدة.
وكلام المؤلف ﵀ ليس على إطلاقه، بل يقيد بما لا يقدر عليه المستغاث به، إما لكونه ميتا، أو غائبا، أو يكون الشيء مما لا يقدر على إزالته إلا الله تعالى، فلو استغاث بميت ليدافع عنه أو بغائب أو بحي حاضر لينزل المطر، فهذا كله من الشرك، ولو استغاث بحي حاضر فيما يقدر عليه كان جائزا، قال الله تعالى: ﴿فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِنْ شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ﴾ ١ وإذا طلبت ومن أحد الغوث وهو قادر عليه، فإنه يجب عليك تصحيحا لتوحيدك أن تعتقد أنه مجرد سبب، وأنه لا تأثير له بذاته في إزالة الشدة، لأنك ربما تعتمد عليه وتنسى خالق السبب، وهذا قادح في كمال التوحيد.
قوله: "أو يدعو غيره": معطوف على قوله: "أن يستغيث"؟ فيكون المعنى: من الشرك أن يدعو غير الله، وذلك لأن الدعاء من العبادة، قال الله تعالى: ﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ﴾ ٢ عبادتي أي: دعائي، فسمى الله الدعاء عبادة.. وقال ﷺ " إن الدعاء هو العبادة "٣.
_________
١ سورة القصص آية: ١٥.
٢ سورة غافر آية: ٦٠.
٣ رواه: أحمد في "المسند" (٤/٢٦٧)، والترمذي (الدعوات، باب الدعاء مخ العبادة، ٩/٩٢) - وقال: "حديث حسن صحيح"-، وأبو داود (كتاب الصلاة، باب الدعاء، ٢/ ١٦١)، وابن ماجه (كتاب الدعاء، باب فضل الدعاء، ٢/١٢٥٨)، والحاكم (١/٤٩٠) - وصححه ووافقه الذهبي-، والطبراني في "الصغير" (٢/٩٧) . وقال ابن حجر في "الفتح" (١/٤٩): "إسناده جيد".

.......................................................................

_________
والدعاء ينقسم إلى قسمين:
١. ما يقع عبادة، وهذا صرفه لغير الله شرك، وهو المقرون بالرهبة والرغبة، والحب، والتضرع.
٢. ما لا يقع عبادة، فهذا يجوز أن يوجه إلى المخلوق، قال النبي ﷺ " من دعاكم فأجيبوه "١ وقال: " إذا دعاك فأجبه "٢ وعلى هذا، فمراد المؤلف بقوله: " أو يدعو غيره " دعاء العبادة أو دعاء المسألة فيما لا يمكن للمسؤول إجابته.
قوله: "أن يستغيث": أن وما دخلت عليه في تأويل مصدر مبتدأ مؤخر، وخبرها مقدم، وهو قوله: من الشرك، والتقدير: من الشرك الاستغاثة بغير الله، والمبتدأ يكون صريحا ومؤولا.
فالمبتدأ الصريح مثل: زيد قائم، والمؤول مثل: ﴿وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ﴾ ٣ أي: وصومكم خير لكم. وقوله: "أو يدعو" هذا من باب عطف العام على الخاص، لأن الاستغاثة دعاء بإزالة الشدة فقط، والدعاء عام لكونه لجلب منفعة، أو لدفع مضرة.
وقد ذكر المؤلف ﵀ في هذا الباب عدة آيات:
_________
١سبق (ص ١٢١) .
٢ سبق (ص ١٥٩) .
٣ سورة البقرة آية: ١٨٤.

وقول الله تعالى: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ﴾ ١.

_________
الآية الأولى: قوله: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾ ٢ ظاهر سياق الآية أن الخطاب للرسول ﷺ وسواء كان خاصا به أو عاما له ولغيره، فإن بعض العلماء قال: لا يصح أن يكون للرسول ﷺ لأن الرسول ﷺ يستحيل أن يقع منه ذلك، والآية على تقدير قل، وهذا ضعيف جدا، وإخراج للآيات عن سياقها.
والصواب: أنه إما خاص بالرسول ﷺ والحكم له ولغيره، وإما عام لكل من يصح خطابه ويدخل فيه الرسول ﷺ
وكونه يوجه إليه مثل هذا الخطاب، لا يقتضي أن يكون ممكنا منه، قال تعالى: ﴿وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾ ٣ فالخطاب له ولجميع الرسل، ولا يمكن أن يقع منه باعتبار حاله لا باعتبار كونه إنسانا وبشرا.
إذا، فالحكمة من النهي أن يكون غيره متأسيا به، فإذا كان النهي موجها إلى من لا يمكن منه باعتبار حاله، فهو إلى من يمكن منه من باب أولى.
وقوله: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾ الدعاء: طلب ما ينفع، أو طلب دفع ما يضر، وهو نوعان كما قال أهل العلم:
الأول. دعاء عبادة، وهو أن يكون قائما بأمر الله، لأن القائم بأمر الله- كالمصلي، والصائم، والمزكي- يريد بذلك الثواب والنجاة من العقاب، ففعله متضمن للدعاء بلسان الحال، وقد يصحب فعله هذا دعاء بلسان المقال.
_________
١ سورة يونس آية: ١٠٦.
٢ سورة يونس آية: ١٠٦.
٣ سورة الزمر آية: ٦٥.

.......................................................................

_________
الثاني: دعاء مسألة، وهو طلب ما ينفع، أو طلب دفع ما يضره فالأول لا يجوز صرفه لغير الله، والثاني فيه تفصيل. سبق.
قوله: ﴿مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾ أي سوى الله. قوله: ﴿مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ﴾ ١ " ما لا ينفعك " أي: ما لا يجلب لك النفع لو عبدته. " ولا يضرك ": قيل: لا يدفع عنك الضر، وقيل: لو تركت عبادته لا يضرك، لأنه لا يستطيع الانتقام، وهو الظاهر من اللفظ. وقوله: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ﴾ ٢ أي: لأنه لا ينفعك ولا يضرك، وهذا القيد ليس شرطا بحيث يكون له مفهوم، فيكون لك أن تدعو من ينفعك ويضرك، بل هو لبيان الواقع، لأن المدعو من دون الله لا يحصل منه نفع ولا ضرر، قال الله تعالى: ﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ﴾ ٣ ومن القيد الذي ليس بشرط، بل هو لبيان الواقع قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ﴾ ٤ فإن قوله: ﴿الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ﴾ ٥ لبيان الواقع، إذ ليس هناك رب ثان لم يخلقنا والذين من قبلنا. ومنه قوله تعالى: ﴿وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ﴾ ٦ فهذا بيان للواقع الأغلب. ومنه قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ﴾ ٧ فهذا بيان للواقع، إذ دعاء الرسول ﷺ إيانا كله لما يحيينا.
_________
١ سورة يونس آية: ١٠٦.
٢ سورة يونس آية: ١٠٦.
٣ سورة آية: ٥-٦.
٤ سورة البقرة آية: ٢١.
٥ سورة البقرة آية: ٢١.
٦ سورة النساء آية: ٢٣.
٧ سورة الأنفال آية: ٢٤.

............................................................

_________
وكل قيد يراد به بيان الواقع، فإنه كالتعليل للحكم، فمثلا قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ﴾ ١ أي: اعبدوه لأنه خلقكم.
وقوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ﴾ ٢ أي: لأنه لا يدعوكم إلا لما يحييكم.
وكذلك قوله تعالى: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ﴾ ٣ أي: لأنه لا ينفعك ولا يضرك، فعلى هذا لا يكون هذا القيد شرطا، وهذه يسميها بعض الناس صفة كاشفة.
قوله: ﴿فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ﴾ ٤ أي: إن دعوت من دون الله ما لا ينفعك ولا يضرك والخطاب للرسول ﷺ و(إن): شرطية، وجواب الشرط جملة: (فإنك إذن) و(إذن) أي: حال فعلك من الظالمين، وهو قيد، لأن (إذ) للظرف الحاضر، أي: فإنك حال فعله من الظالمين.
لكن قد تتوب منه فيزول عنك وصف الظلم، فالإنسان قبل الفعل ليس بظالم، وبعد التوبة ليس بظالم، لكن حين فعل المعصية يكون ظالما كما قال ﷺ " لا يزني الزاني حين يزني وهو مؤمن "٥ فنفى الإيمان عنه حال الفعل ونوع الظلم هنا ظلم شرك، قال الله تعالى: ﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾ ٦.
وعبر الله بقوله: " من الظالمين "، ولم يقل: من المشركين، لأجل أن يبين أن الشرك ظلم، لأن كون الداعي لغير الله مشركا أمر بين، لكن كونه ظالما قد لا يكون بينا من الآية.
_________
١ سورة البقرة آية: ٢١.
٢ سورة الأنفال آية: ٢٤.
٣ سورة يونس آية: ١٠٦.
٤ سورة يونس آية: ١٠٦.
٥ سبق (ص ٧٨) .
٦ سورة لقمان آية: ١٣.

﴿وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ﴾ ١ الآية.

_________
الآية الثانية: قوله: (وإن يمسسك): أي: يصبك بضر، كالمرض، والفقر، ونحوه. قوله: ﴿فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ﴾ ٢ (لا) نافية للجنس، واسمها: (كاشف)، وخبرها: (له)، و(إلا هو) بدل، وإن قلنا بجواز كون، خبرها معرفة صار (هو) الخبر: أي: ما أحد يكشفه أبدا إذا مسك الله بضر إلا الله، وهذا كقول النبي ﷺ " واعلم أن الأمة لو اجتمعوا على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك "٣.
قوله: ﴿وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ﴾ ٤ هنا قال: (يردك)، وفي الضر قال: (يمسسك) فهل هذا من باب تنويع العبارة، أو هناك فرق معنوي؟ الجواب: هناك فرق معنوي، وهو أن الأشياء المكروهة لا تنسب إلى إرادة الله، بل تنسب إلى فعله، أي: مفعوله.
فالمس من فعل الله، والضر من مفعولاته، فالله لا يريد الضر لذاته، بل يريده لغيره، لما يترتب عليه من الخير، ولما وراء ذلك من الحكم البالغة، وفي الحديث القدسي: " إن من عبادي من لو أغنيته أفسده الغنى "٥.
أما الخير، فهو مراد لله لذاته، ومفعول له، ويقرب من هذا ما في سورة الجن: ﴿وَأَنَّا لا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا﴾ ٦.
فإذا أصيب الإنسان بمرض، فالله لم يرد به الضرر لذاته، بل أراد
_________
١ سورة الأنعام آية: ١٧.
٢ سورة الأنعام آية: ١٧.
٣ من حديث ابن عباس، رواه: أحمد في "المسند" (١/ ٢٩٣، ٣٠٧)، والترمذي (أبواب صفة القيامة، باب "ولكن يا حنظلة ساعة وساعة، ٧/٢٠٣) - وقال: "حديث حسن صحيح".
٤ سورة يونس آية: ١٠٧.
٥ من حديث أنس، رواه: الطبراني.
٦ سورة الجن آية: ١٠.

.......................................................................

_________
المرض، وهو يضره، لكن لم يرد ضرره، بل أراد خيرا من وراء ذلك، وقد تكون الحكمة ظاهرة في نفس المصاب، وقد تكون ظاهرة في غيره، كما قال تعالى: ﴿وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ﴾ ١ فالمهم أنه ليس لنا أن نتحجر حكمة الله، لأنها أوسع من عقولنا، لكننا نعلم علم اليقين أن الله لا يريد الضرر لأنه ضرر، فالضرر عند الله ليس مرادا لذاته، بل لغيره، ولا يترتب عليه إلا الخير، أما الخير; فهو مراد لذاته، ومفعول له، والله أعلم بما أراد بكلامه، لكن هذا الذي يتبين لي.
قوله: ﴿فَلا رَادَّ لِفَضْلِهِ﴾، أي: لا يستطيع أحد أن يرد فضل الله أبدا، ولو اجتمعت الأمة على ذلك، وفي الحديث: " اللهم! لا مانع لما أعطيت، ولا معطي لما منعت "٢. وعليه، فنعتمد على الله في جلب المنافع، ودفع المضار، وبقاء ما أنعم علينا به، ونعلم أن الأمة مهما بلغت من المكر والكيد والحيل لتمنع فضل الله، فإنها لا تستطيع.
قوله: ﴿يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ﴾، الضمير إما أن يعود إلى الفضل، لأنه أقرب، أو إلى الخير، لأنه هو الذي يتحدث عنه، ولا يختلف المعنى بذلك.
قوله: (من يشاء): كل فعل مقيد بالمشيئة، فإنه مقيد بالحكمة، لأن مشيئة الله ليست مجردة يفعل ما يشاء لمجرد أنه يفعله فقط، لأن من
_________
١ سورة الأنفال آية: ٢٥.
٢ من حديث المغيرة بن شعبة رواه البخاري (كتاب الأذان، باب الذكر بعد الصلاة، ١/ ٢٧٠)، ومسلم (كتاب المساجد، باب استحباب الذكر بعد الصلاة، ١/٤١٤) .

وقوله: ﴿فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ﴾ ١.

_________
صفات الله الحكمة، ومن أسمائه الحكيم، قال الله تعالى: ﴿وَمَا تَشَاءُونَ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا﴾ ٢.
قوله: (من عباده): العبودية هنا عامة، لأن قوله: (بخير) يشمل خير الدنيا والآخرة، وخير الدنيا يصيب الكفار.
قوله: ﴿وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ﴾، أي: ذو المغفرة، والمغفر: ستر الذنب والتجاوز عنه، مأخوذة من المغفر، وهو ما يتقى به السهام، والمغفر فيه ستر ووقاية. والرحيم، أي: ذو الرحمة، وهي صفة تليق بالله عزوجل تقتضي الإحسان والإنعام.
الشاهد قوله: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ﴾ ٣ في الآية الأولى، فقد نبه الله نبيه أن من يدعو أحدا من دون الله (أي: من سواه) لا ينفعه ولا يضره، وقوله في الآية الثانية: ﴿وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلاّ هُوَ﴾ ٤ الآية.
الآية الثالثة: قوله: ﴿فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ﴾ لو أتى المؤلف بأول الآية: ﴿إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا﴾ ٥ لكان أولى، فهم يعبدون هذه الأوثان من شجر وحجر وغيرها، وهي لا تملك لهم رزقا أبدا، لو دعوها إلى يوم القيامة ما أحضرت لهم ولا حبة بر، ولا دفعت عنهم أدنى مرض أو فقر، فإذا كانت لا تملك الرزق، فالذي يملكه هو الله، ولهذا قال: ﴿فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ﴾ ٦ أي: اطلبوا عند الله
_________
١ سورة العنكبوت آية: ١٧.
٢ سورة الإنسان آية: ٣٠.
٣ سورة يونس آية: ١٠٦.
٤ سورة الأنعام آية: ١٧.
٥ سورة العنكبوت آية: ١٧.
٦ سورة العنكبوت آية: ١٧.

.......................................................................

_________
الرزق، لأنه سبحانه هو الذي لا ينقضي ما عنده،: ﴿مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ﴾ ١ والرزق هو العطاء كما قال تعالى: ﴿فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ﴾ .
وقوله: " عند الله ": عند الله: حال من الرزق، وقدم الحال مع أن موضعها التأخير عن صاحبها لإفادة الحصر، إذ إن تقديم ما حقه التأخير يفيد الحصر، أي: فابتغوا الرزق حال كونه عند الله لا عند غيره.
قوله: " واعبدوه ": أي: تذللوا له بالطاعة، لأن العبادة مأخوذة من التعبيد، وهو التذليل، ومنه قولهم: طريق معبد، أي: مذلل للسالكين، قد أزيل عنه الأحجار والأشجار المؤذية، لأنكم إذا تذللتم له بالطاعة، فهو من أسباب الرزق، قال تعالى: ﴿وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ﴾ ٢ فأمر أن نطلب الرزق عنده، ثم أعقبه بقوله: (واعبدوه) إشارة إلى أن تحقيق العبادة من طلب الرزق، لأن العابد ما دام يؤمن أن من يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب، فعبادته تتضمن طلب الرزق بلسان الحال.
قوله: (واشكروا له): إذا أضاف الله الشكر له متعديا باللام، فهو إشارة إلى الإخلاص، أي: واشكروا نعمة الله لله، فاللام هنا لإفادة الإخلاص، لأن الشاكر قد يشكر الله لبقاء النعمة، وهذا لا بأس به، ولكن كونه يشكر لله وتأتي إرادة بقاء النعمة تبعا، هذا هو الأكمل والأفضل. والشكر فسروه بأنه: القيام بطاعة المنعم، وقالوا: إنه يكون في ثلاثة مواضع:
١. في القلب، وهو أن يعترف بقلبه أن هذه النعمة من الله، فيرى لله فضلا عليه بها، قال تعالى: ﴿وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ﴾ ٣.
_________
١ سورة النحل آية: ٩٦.
٢ سورة آية: ٢-٣.
٣ سورة النحل آية: ٥٣.

.......................................................................

_________
وأعظم نعمة هي نعمة الإسلام، قال تعالى: ﴿يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلإِيمَانِ﴾ ١ وقال تعالى: ﴿لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ﴾ ٢ الآية.
٢. اللسان، وهو أن يتحدث بها على وجه الثناء على الله والاعتراف وعدم الجحود، لا على سبيل الفخر والخيلاء والترفع على عباد الله، فيتحدث بالغنى لا ليكسر خاطر الفقير، بل لأجل الثناء على الله، وهذا جائز كما في قصة الأعمى من بني إسرائيل لما ذكره الملك بنعمة الله، قال: " نعم، كنت أعمى فرد الله علي بصري، وكنت فقيرا فأعطاني الله المال "٣ فهذا من باب التحدث بنعمة الله. والنبي ﷺ تحدث بنعمة الله عليه بالزيادة المطلقة; فقال: " أنا سيد الناس يوم القيامة " ٤.
٣. الجوارح، وهو أن يستعملها بطاعة المنعم، وعلى حسب ما يختص بهذه النعمة. فمثلا: شكر الله على نعمة العلم: أن تعمل به، وتعلمه الناس. وشكر الله على نعمة المال أن تصرفه بطاعة الله، وتنفع الناس به.
وشكر الله على نعمة الطعام أن تستعمله فيما خلق له، وهو تغذية البدن فلا تبني من العجين قصرا مثلا، فهو لم يخلق لهذا الشيء.
قوله: (إليه ترجعون): الجار والمجرور متعلق بـ (ترجعون)،
_________
١ سورة الحجرات آية: ١٧.
٢ سورة آل عمران آية: ١٦٤.
٣ يأتي في باب ما جاء في قول الله تعالى: ولئن أذقناه رحمة منا.
٤ من حديث أبي هريرة، رواه البخاري (٣٣٤٠، ٤٧١٢)، ومسلم (١٩٤) .

وقوله: ﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ١ الآية.

_________
وتقديمه دل على الحصر، أي أن رجوعنا إلى الله- سبحانه-، وهو الذي سيحاسبنا على ما حملنا إياه من الأمر بالعبادة، والأمر بالشكر، وطلب الرزق منه.
والشاهد من هذه الآية: ﴿إِنَّ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ﴾ ٢ فالفقير يستغيث بالله لكي ينجيه من الفقر، والله هو الذي يستحق الشكر، وإذا كانت هذه الأصنام لا تملك الرزق، فكيف تستغيث بها؟!
الآية الرابعة: قوله تعالى: " ومن أضل": (من): اسم استفهام مبتدأ، و(أضل): خبره، والاستفهام يراد به هنا النفي، أي لا أحد أضل.
و(أضل): اسم تفضيل، أي: لا أحد أضل من هذا. والضلال: أن يتيه الإنسان عن الطريق الصحيح. وإذا كان الاستفهام مرادا به النفي كان أبلغ من النفي المجرد، لأنه يحوله من نفي إلى تحد، أي: بين لي عن أحد أضل ممن يدعو من دون الله؟ فهو متضمن للتحدي، وهو أبلغ من قوله: "لا أضل ممن يدعو"؟ لأن هذا نفي مجرد، وذاك نفي مشرب معنى التحدي.
قوله: (ممن يدعوا): متعلق بأضل، ويراد بالدعاء هنا دعاء المسألة ودعاء العبادة، قوله: (من دون الله): أي سواه.
قوله: ﴿مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ٣ (من): مفعول يدعو،
_________
١ سورة الأحقاف آية: ٥.
٢ سورة العنكبوت آية: ١٧.
٣ سورة الأحقاف آية: ٥.

...................................................................

_________
أي: لو بقي كل عمر الدنيا يدعو ما استجاب له، قال الله تعالى: ﴿إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ﴾ ١ والخبر هنا عن الله تعالى، قال تعالى: ﴿وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ﴾ يعني: نفسه ﷾.
وقوله: " من لا يستجيب " أتى ب (من)، وهي للعاقل، مع أنهم يعبدون الأصنام والأحجار والأشجار، وهي غير عاقلة، لأنهم لما عبدوها نزلوها منزلة العاقل، فخوطبوا بمقتضى ما يدعون، لأنه أبلغ في إقامة الحجة عليهم في أنهم يدعون من يرونهم عقلاء، ومع ذلك لا يستجيبون لهم، وهذا من بلاغة القرآن، لأنه خاطبهم بما تقتضيه حالهم ليقيم الحجة عليهم، إذ لو قيل: ما لا يستجيب له، لقالوا: هناك عذر في عدم الاستجابة لأنهم غير عقلاء.
قوله: ﴿وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ﴾ ٢ الضمير في قوله: (هم) يعود على (من) باعتبار المعنى، لأنهم جماعة، وضمير يستجيب يعود على (من) باعتبار اللفظ، لأنه مفرد، فأفرد الضمير باعتبار لفظ (من)، وجمعه باعتبار المعنى، لأن (من) تعود على الأصنام، وهي جماعة، و(من) قد يراعى لفظها ومعناها في كلام واحد.
ومنه قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللَّهُ لَهُ رِزْقًا﴾ ٣ فهنا راعى اللفظ، ثم المعنى، ثم اللفظ.
قوله: (عن دعائهم): الضمير في دعائهم يعود إلى المدعوين، وهل المعنى: (وهم)، أي: الأصنام، (عن دعائهم) أي: دعاء الداعين إياهم، فيكون من باب إضافة المصدر إلى مفعوله، أو المعنى: و(هم)
_________
١ سورة فاطر آية: ١٤.
٢ سورة الأحقاف آية: ٥.
٣ سورة الطلاق آية: ١١.

.......................................................................

_________
عن دعاء العابدين لهم، فيكون "دعاء" مضافا إلى فاعله، والمفعول محذوف الأول أبلغ، أي عن دعاء العابدين إياهم أبلغ من دعاء العابدين على سبيل الإطلاق، فإذا قلت: (عن دعائهم) أي: عن دعاء العابدين إياهم، وجعلت الضمير هنا يعود على المدعوين، صار المعنى أن هذه الأصنام غافلة عن دعوة هؤلاء إياهم، ويكون هذا أبلغ في أن هذه الأصنام لا تفيدهم شيئا في الدنيا ولا في الآخرة.
قوله: ﴿وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ﴾ ١ أي: يوم القيامة. ﴿كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً﴾ ٢ هل المعنى: كان العابدون للمعبودين أعداء، أو كان المعبودون للعابدين أعداء؟
الجواب: يشمل المعنيين، وهذا من بلاغة القرآن.
الشاهد: قوله: ﴿مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ٣ فإذا كان من سوى الله لا يستجيب إلى يوم القيامة، فكيف يليق بك أن تستغيث به دون الله؟! فبطل تعلق هؤلاء العابدين بمعبوداتهم. فالذي يأتي للبدوي أو للدسوقي في مصر، فيقول: المدد المدد! أو: أغثني، لا يغني عنه شيئا، ولكن قد يبتلى فيأتيه المدد عند حصول هذا الشيء لا بهذا الشيء، وفرق بين ما يأتي بالشيء وما يأتي عند الشيء.
مثال ذلك: امرأة دعت البدوي أن تحمل، فلما جامعها زوجها حملت وكانت سابقا لا تحمل، فنقول هنا: إن الحمل لم يحصل بدعاء البدوي، وإنما حصل عنده لقوله تعالى: ﴿مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ٤.
_________
١ سورة الأحقاف آية: ٦.
٢ سورة الأحقاف آية: ٦.
٣ سورة الأحقاف آية: ٥.
٤ سورة الأحقاف آية: ٥.

وقوله: ﴿أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ﴾ ١.

_________
أو يأتي للجيلاني في العراق، أو ابن عربي في سوريا، فيستغيث به، فإنه لا ينتفع، ولو بقي الواحد منهم إلى يوم القيامة يدعو ما أجابه أحد.
والعجب أنهم في العراق يقولون: عندنا الحسين، فيطوفون بقبره ويسألونه، وفي مصر كذلك، وفي سوريا كذلك، وهذا سفه في العقول، وضلال في الدين، والعامة قد لا يلامون في الواقع، لكن الذي يلام من عنده علم من العلماء ومن غير العلماء.
الآية الخامسة: قوله تعالى: (أمن): أم: منقطعة، والفرق بين المنقطعة والمتصلة ما يلي:
١- المنقطعة بمعنى بل، والمتصلة بمعنى أو.
٢- المتصلة لابد فيها من ذكر المعادل، والمنقطعة لا يشترط فيها ذكر المعادل.
مثال ذلك: أعندك زيد أم عمرو؟ فهذه متصلة، وقوله تعالى: ﴿أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ﴾ ٢ متصلة، وقوله تعالى ﴿أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ﴾ ٣ منقطعة ; لأنه لم يذكر لها معادل فهي بمعنى بل والهمزة.
قوله: (المضطر): أصلها: المضتر، أي: الذي أصابه الضرر، قال تعالى: ﴿وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
_________
١ سورة النمل آية: ٦٢.
٢ سورة الطور آية: ٣٥.
٣ سورة النمل آية: ٦٢.

.......................................................................

_________
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ﴾
١. فلا يجيب المضطر إلا الله، لكن قيده بقوله: (إذا دعاه)، أما إذا لم يدعه، فقد يكشف الله ضره، وقد لا يكشفه.
قوله: (ويكشف السوء): أي: يزيل السوء، والسوء: ما يسوء المرء، وهو دون الضرورة، لأن الإنسان قد يساء بما لا يضره، لكن كل ضرورة سوء.
وقوله: " ويكشف السوء " هل هي متعلقة بما قبلها في المعنى، وأنه إذا أجابه كشف سوءه، أو هي مستقلة يجيب المضطر إذا دعاه ثم أمر آخر يكشف السوء؟ الجواب: المعنى الأخير أعم، لأنها تشمل كشف سوء المضطر وغيره، ومن دعا الله ومن لم يدعه، وعلى التقدير الأولى تكون خاصة بكشف سوء المضطر، ومعلوم أنه كلما كان المعنى أعم كان أولى، ويؤيد العموم قوله: ﴿وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأَرْضِ﴾ ٢.
قوله: ﴿وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأَرْضِ﴾ الذين يجعلهم الله خلفاء الأرض هم عباد الله الصالحون، قال تعالى: ﴿وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ﴾ ٣ وقال تعالى: ﴿وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا﴾ ٤.
قوله: ﴿أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ﴾ الاستفهام للإنكار، أو بمعنى النفي، وهما متقاربان، أي: هل أحد مع الله يفعل ذلك؟!
_________
١ سورة آية: ٨٣-٨٤.
٢ سورة النمل آية: ٦٢.
٣ سورة الأنبياء آية: ١٠٥.
٤ سورة النور آية: ٥٥.

روى الطبراني بإسناده١:..........................................

_________
الجواب: لا، وإذا كان كذلك، فيجب أن تصرف العبادة لله وحده، وكذلك الدعاء، فالواجب على العبد أن يوجه السؤال إلى الله تعالى، ولا يطلب من أحد أن يزيل ضرورته ويكشف سوءه وهو لا يستطيع.
إشكال وجوابه:
وهو أن الإنسان المضطر يسأل غير الله ويستجاب له، كمن اضطر إلى طعام وطلب من صاحب الطعام أن يعطيه فأعطاه، فهل يجوز أم لا؟
الجواب: إن هذا جائز، لكن يجب أن نعتقد أن هذا مجرد سبب لا أنه مستقل، فالله جعل لكل شيء سببا، فيمكن أن يصرف الله قلبه فلا يعطيك، ويمكن أن تأكل ولا تشبع فلا تزول ضرورتك، ويمكن أن يسخره الله ويعطيك.
قوله: "بإسناده": يشير إلى أن هذا الإسناد ليس على شرط الصحيح، أو المتفق عليه بين الناس، بل هو إسناده الخاص، وعليه، فيجب أن يراجع هذا الإسناد، فليس كل إسناد محدث قد تمت فيه شروط القبول.
وذكر الهيثمي في "مجمع الزوائد": "أن رجاله رجال الصحيح،" غير
_________
١ رواه: الطبراني; كما في "مجمع الزوائد" (١٠/١٥٩) عن عبادة بن الصامت. وقال الهيثمي: "ورجاله رجال الصحيح; غير ابن لهيعة، وهو حسن الحديث". ورواه: أحمد في "المسند" (٥/٣١٧)، وابن سعد في "الطبقات" (١/٣٨٧) ; عن عبادة بلفظ: "إنه لا يقام لي بل يقام لله ﵎". وفيه ابن لهيعة، ورجل لم يسم. انظر: "المجمع" (٨/٤٠) .

" أنه كان في زمن النبي ﷺ منافق يؤذي المؤمنين، فقال بعضهم: قوموا بنا نستغيث برسول الله ﷺ من هذا المنافق.

فقال النبي ﷺ إنه لا يستغاث بي، وإنما يستغاث بالله ".

_________
ابن لهيعة، وهو حسن الحديث، وابن لهيعة خلط في آخر عمره لاحتراق كتبه ولم يذكر المؤلف الصحابي، وفي الشرح هو عبادة بن الصامت (.
قوله: "في زمن النبي": أي: عهده، وكان الكافر أولا يعلن كفره ولا يبالي، ولما قوي المسلمون بعد غزوة بدر خاف الكفار، فصاروا يظهرون الإسلام ويبطنون الكفر.
قوله: "منافق": المنافق: هو الذي يظهر الإسلام ويبطن الكفر، وهؤلاء ظهروا بعد غزوة بدر. ولم يسم المنافق في هذا الحديث، فيحتمل أنه عبد الله بن أبي، لأنه مشهور بإيذاء المسلمين، ويحتمل غيره.
واعلم أن أذية المنافقين للمسلمين ليست بالضرب أو القتل، لأنهم يتظاهرون بمحبة المسلمين، ولكن بالقول والتعريض كما صنعوا في قصة الإفك. قوله: "فقال بعضهم": أي: الصحابة. قوله: "نستغيث": أي: نطلب الغوث وهو إزالة الشدة.
قوله: "من هذا المنافق": إما بزجره، أو تعزيره، أو بما يناسب المقام. وفي الحديث إيجاز حذف دل عليه السياق، أي: فقاموا إلى رسول الله، فقالوا: يا رسول الله! إنا نستغيث بك من هذا المنافق. قوله: (إنه لا يستغاث بي) ظاهر هذه الجملة النفي مطلقا، ويحتمل أن المراد: لا يستغاث به في هذه القضية المعينة. فعلى الأول: يكون نفي الاستغاثة من باب سد الذرائع والتأدب في اللفظ، وليس من

فيه مسائل:

الأولى: أن عطف الدعاء على الاستغاثة من عطف العام على الخاص.

الثانية: تفسير قوله: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ﴾ ١.

_________
باب الحكم بالعموم، لأن نفي الاستغاثة بالرسول ﷺ ليس على إطلاقه، بل تجوز الاستغاثة به فيما يقدر عليه.
أما إذا قلنا: إن النفي عائد إلى القضية المعينة التي استغاثوا بالنبي ﷺ منها، فإنه يكون على الحقيقة، أي: على النفي الحقيقي، أي: لا يستغاث بي في مثل هذه القضية، لأن النبي ﷺ كان يعامل المنافقين معاملة المسلمين، ولا يمكنه حسب الحكم الظاهر للمنافقين أن ينتقم من هذا المنافق انتقاما ظاهرا، إذ إن المنافقين يستترون، وعلى هذا، فلا يستغاث للتخلص من المنافق إلا بالله.
فيه مسائل:
الأولى: أن عطف الدعاء على الاستغاثة من عطف العام على الخاص: يعني: حيث قال في الترجمة باب من الشرك أن يستغيث بغير الله أو يدعو غيره، ووجه ذلك أن الاستغاثة طلب إزالة الشدة والدعاء طلب ذلك وغيره، إذا الاستغاثة نوع من الدعاء، والدعاء أعم، فهو من باب عطف العام على الخاص، وهذا سائغ في اللغة العربية، فهو كقوله: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ﴾ ٢.
الثانية: تفسير قوله: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا
_________
١ سورة يونس آية: ١٠٦.
٢ سورة الحج آية: ٧٧.

الثالثة: أن هذا هو الشرك الأكبر.

الرابعة: أن أصلح الناس لو فعله إرضاء لغيره، صار من الظالمين.

الخامسة: تفسير الآية التي بعدها.

_________
َضُرُّكَ﴾ ١:الخطاب في هذه الآية للنبي ﷺ خاصة، بدليل الآيات التي قبلها، قال تعالى: ﴿وَأَنْ أَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا وَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾ ٢ فإن قيل: كيف ينهاه الله عن أمر لا يمكن أن يقع منه شرعا؟ أجيب: إن الغرض هو التنديد بمن فعل ذلك، كأنه يقول: لا تسلك هذا الطريق التي سلكها أهل الضلال، وإن كان الرسول لا يمكن أن يقع منه ذلك شرعا.
الثالثة: أن هذا هو الشرك الأكبر: يؤخذ من قوله تعالى: ﴿فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ﴾ ٣ مضافا إلى قوله تعالى: ﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾ ٤.
الرابعة: أن أصلح الناس لو فعله إرضاء لغيره، صار من الظالمين: تؤخذ من كون الخطاب للرسول ﷺ وهو أصلح الناس، فلو فعله ذلك إرضاء لغيره، صار من الظالمين، حتى ولو فعله مجاملة لإنسان مشرك، فدعا صاحب قبر إرضاء لذلك المشرك، فإنه يكون مشركا، إذ لا تجوز المحاباة في دين الله.
الخامسة: تفسير الآية التي بعدها: وهي قوله تعالى: ﴿وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ﴾ ٥ الآية، فإذا
_________
١ سورة يونس آية: ١٠٦.
٢ سورة يونس آية: ١٠٥.
٣ سورة يونس آية: ١٠٦.
٤ سورة لقمان آية: ١٣.
٥ سورة الأنعام آية: ١٧.

السادسة: كون ذلك لا ينفع في الدنيا مع كونه كفرا.

السابعة: تفسير الآية الثالثة:

الثامنة: أن طلب الرزق لا ينبغي إلا من الله كما أن الجنة لا تطلب إلا منه.

التاسعة: تفسير الآية الرابعة:

العاشرة: أنه لا أضل ممن دعا غير الله.

_________
كان لا يكشف الضر إلا الله، وجب أن تكون العبادة له وحده والاستغاثة به وحده.
السادسة: كون ذلك لا ينفع في الدنيا مع كونه كفرا: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ﴾ ١ فلم ينتفع من دعائه هذا، فخسر الدنيا بذلك، والآخرة بكفره.
السابعة: تفسير الآية الثالثة: وهي قوله تعالى: ﴿فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ﴾ ٢ وقوله: " عند الله " حال من الرزق، وعليه يكون ابتغاء الرزق عند الله وحده.
الثامنة: أن طلب الرزق لا ينبغي إلا من الله، كما أن الجنة لا تطلب إلا منه: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾ ٣ لأن العبادة سبب لدخول الجنة، وقد أشار الله إلى ذلك بقوله: " إليه ترجعون ".
التاسعة: تفسير الآية الرابعة: وهي قوله تعالى: ﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ٤.
العاشرة: أن لا أضل ممن دعا غير الله: تؤخذ من قوله تعالى:
_________
١ سورة الأنعام آية: ١٧.
٢ سورة العنكبوت آية: ١٧.
٣ سورة العنكبوت آية: ١٧.
٤ سورة الأحقاف آية: ٥.

الحادية عشرة: أنه غافل عن دعاء الداعي لا يدري عنه.

الثانية عشرة: أن تلك الدعوة سبب لبغض المدعو للداعي وعداوته له.

الثالثة عشرة: تسمية تلك الدعوة عبادة للمدعو.

الرابعة عشرة: كفر المدعو بتلك العبادة.

_________
﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ١ لأن الاستفهام هنا بمعنى النفي.
الحادية عشرة. أنه غافل عن دعاء الداعي لا يدري عنه: لقوله تعالى: ﴿وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ﴾ (وهم) أي: المدعوون، (عن دعائهم) أي: دعاء الداعين، أو عن دعاء الداعين إياهم، فالاحتمال في الضمير الثاني وهو قوله: " عن دعائهم " أما الضمير الأول، فإنه يعود إلى المدعوين لا ريب، وقد سبق بيانه بالتفصيل.
الثانية عشرة. أن تلك الدعوة سبب لبغض المدعو للداعي وعداوته له: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ﴾ ٢.
الثالثة عشرة. تسمية تلك الدعوة عبادة للمدعو: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ﴾
الرابعة عشرة. كفر المدعو بتلك العبادة: معنى كفر المدعو: رده وإنكاره، فإذا كان يوم القيامة تبرأ منه وأنكره تؤخذ من قوله: ﴿وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ﴾ .
_________
١ سورة الأحقاف آية: ٥.
٢ سورة الأحقاف آية: ٦.

الخامسة عشرة: هي سبب كونه أضل الناس.

السادسة عشرة: تفسير الآية الخامسة.

السابعة عشرة: الأمر العجيب، وهو إقرار. عبدة الأوثان أنه لا يجيب المضطر إلا الله، ولأجل هذا يدعونه في الشدائد مخلصين له الدين.

_________
الخامسة عشرة: هي سبب كونه أضل الناس: وذلك لأمور هي:
١. أنه يدعو من دون الله من لا يستجيب له.
٢. أن المدعوين غافلون عن دعائهم.
٣. أنه إذا حشر الناس كانوا له أعداء.
٤. أنه كافر بعبادتهم.
السادسة عشرة: تفسير الآية الخامسة: وهي قوله تعالى: ﴿أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ﴾ ١ وقد سبق ذلك.
السابعة عشرة: الأمر العجيب، وهو إقرار عبدة الأوثان أنه لا يجيب المضطر إلا الله ... إلخ: وهو كما قال ﵀: وهذا موجود الآن، فمن الناس من يسجد للأصنام التي صنعوها بأنفسهم تعظيما، فإذا وقعوا في الشدة دعوا الله مخلصين له الدين، وكان عليهم أن يلجؤوا للأصنام لو كانت عبادتها حقا، إلا أن من المشركين اليوم من هو أشد شركا من المشركين السابقين، فإذا وقعوا في الشدة دعوا أولياءهم، كعلي والحسين، وإذا كان الأمر سهلا دعوا الله، وإذا حلفوا حلفا هم فيه صادقون حلفوا بعلي أو غيره من أوليائهم، وإذا حلفوا حلفا هم فيه كاذبون حلفوا بالله ولم يبالوا.
_________
١ سورة النمل آية: ٦٢.

الثامنة عشرة: حماية المصطفى ﷺ حمى التوحيد والتأدب مع الله.

_________
الثامنة عشرة: حماية المصطفى حمى التوحيد، والتأدب مع الله اختار المؤلف أن قوله: " لا يستغاث بي " من باب التأدب بالألفاظ، والبعد عن التعلق بغير الله، وأن يكون تعلق الإنسان دائما بالله وحده، فهو يعلم الأمة أن تلجأ إلى الله وحده إذا وقعت في الشدائد، ولا تستغيث إلا به وحده.

باب قول الله تعالي: ﴿أيشركون ما لا يخلق شيئا وهم يخلقون ولا يستطيعون لهم نصرا﴾

باب قول الله تعالي: ﴿أَيُشْرِكُونَ مَا لا يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلا يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا﴾ الآية.

_________
مناسبة الباب لما قبله.
لما ذكر ﵀ الاستعاذة والاستغاثة بغير الله- ﷿، ذكر البراهين الدالة على بطلان عبادة ما سوى الله، ولهذا جعل الترجمة لهذا الباب نفس الدليل، وذكر ﵀ ثلاث آيات:
الآية الأولى والثانية: قوله: (أيشركون): الاستفهام للإنكار والتوبيخ، أي: يشركونه مع الله.
قوله: " ما لا يخلق ": هنا عبر ب (ما)، دون "من"، وفي قوله: ﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ﴾ ١ عبر ب (من) .
والمناسبة ظاهرة، لأن الداعين هناك نزلوهم منزلة العاقل، أما هنا، فالمدعو جماد، لأن الذي لا يخلق شيئا ولا يصنعه جماد لا يفيد. قوله: (شيئا): نكرة في سياق النفي، فتفيد العموم.
قوله: (وهم يخلقون): وصف هذه الأصنام بالعجز والنقص. والرب
_________
١ سورة الأحقاف آية: ٥.

............................................................

_________
المعبود لا يمكن أن يكون مخلوقا، بل هو الخالق، فلا يجوز عليه الحدوث ولا الفناء. والمخلوق: حادث، والحادث يجوز عليه العدم، لأن ما جاز انعدامه أولا، جاز عقلا انعدامه آخرا.
فكيف يعبد هؤلاء من دون الله، إذ المخلوق هو بنفسه مفتقر إلى خالقه وهو حادث بعد أن لم يكن، فهو ناقص في إيجاده وبقائه؟!
إشكال وجوابه:
قوله: " ما لا يخلق " الضمير بالإفراد، وقوله: " وهم يخلقون " الضمير بالجمع، فما الجواب؟ أجيب: بأن قوله: " ما لا يخلق " عاد الضمير على (ما) باعتبار اللفظ، لأن (ما) اسم موصول، لفظها مفرد، لكن معناها الجمع، فهي صالحة بلفظها للمفرد، وبمعناها للجمع، كقوله: " من لا يستجيب له ".
وقوله: " وهم يخلقون " عاد الضمير على (ما) باعتبار المعنى، كقوله: ﴿وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ﴾ ١ قوله: ﴿وَلا يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا﴾ ٢ أي: لا يقدرون على نصرهم لو هاجمهم عدو، لأن هؤلاء المعبودين قاصرون.
والنصر: الدفع عن المخذول بحيث ينتصر على عدوه. قوله: ﴿وَلا أَنْفُسَهُمْ يَنْصُرُونَ﴾ ٣ بنصب أنفسهم على الله مفعول مقدم، وليس من باب الاشتغال، لأن العامل لم يشتغل بضمير السابق.
أي: زيادة على ذلك هم عاجزون عن الانتصار لأنفسهم، فكيف ينصرون غيرهم؟! فبين الله عجز هذه الأصنام، وأنها لا تصلح أن تكون معبودة من أربعة وجوه، هي:
_________
١ سورة الأحقاف آية: ٥.
٢ سورة الأعراف آية: ١٩٢.
٣ سورة الأعراف آية: ١٩٢.

وقوله: ﴿وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ﴾ ١ الآية.

_________
١. أنها لا تخلق، ومن لا يخلق لا يستحق أن يعبد.
٢. أنهم مخلوقون من العدم، فهم مفتقرون إلى غيرهم ابتداء ودواما.
٣. أنهم لا يستطيعون نصر الداعين لهم، وقوله: " ولا يستطيعون " أبلغ من قوله: " لا ينصرونهم " لأنه لو قال: " لا ينصرونهم " فقد يقول قائل: لكنهم يستطيعون، لكن لما قال: ﴿وَلا يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا﴾ ٢ كان أبلغ لظهور عجزهم.
٤. أنهم لا يستطيعون نصر أنفسهم.
الآية الثالثة: قوله: ﴿وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ﴾ ٣ يشمل دعاء المسألة، ودعاء العبادة، و" من دونه " أي: سوى الله.
قوله: ﴿مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ﴾ ٤ (ما): نافية، (من): حرف جر زائد لفظا، وقيل: لا ينبغي أن يقال: حرف جر زائد في القرآن، بل يقال: من: حرف صلة، وهذا فيه نظر، لأن الحروف الزائدة لها معنى، وهو التوكيد، وإنما يقال: زائد من حيث الإعراب، وجملة " ما يملكون " خبر المبتدأ الذي هو (الذين) .
وقوله: (من قطمير): القطمير: سلب نواة التمرة.
وفي النواة ثلاثة أشياء ذكرها الله في القرآن لبيان حقارة الشيء:
القطمير: وهو اللفافة الرقيقة التي على النواة.
_________
١ سورة فاطر آية: ١٣.
٢ سورة الأعراف آية: ١٩٢.
٣ سورة الأعراف آية: ١٩٧.
٤ سورة فاطر آية: ١٣.

.......................................................................

_________
الفتيل: وهو سلك يكون في الشق الذي في النواة.
النقير: وهي النقرة التي تكون على ظهر النواة.
فهؤلاء لا يملكون من قطمير، فإن قيل: أليس الإنسان يملك النخل كله كاملا؟ أجيب: إنه يملكه، ولكنه ملك ناقص ليس حقيقيا; فلا يتصرف فيه إلا على حسب ما جاء به الشرع، فلا يملك مثلا إحراقه للنهي عن إضاعة المال. قوله: " إن تدعوهم ": جملة شرطية، تدعو: فعل الشرط مجزوم بحذف النون، والواو فاعل، وأصلها: تدعونهم. قوله: ﴿لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ﴾ ١ جواب الشرط مجزوم بحذف النون، والواو فاعل.
قوله: ﴿وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ﴾ ٢ أي: إن هذه الأصنام لو دعوتموها ما سمعت، ولو فرض أنها سمعت ما استجابت، لأنها لا تقدر على ذلك، ولهذا قال إبراهيم ﵇ لأبيه: ﴿يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا﴾ ٣ فإذا كانت كذلك، فأي شيء يدعو إلى أن تدعى من دون الله؟! بل هذا سفه، قال تعالى: ﴿وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلاَّ مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ﴾ (٤.
قوله: ﴿وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ﴾ ٥ وهو كقوله تعالى: ﴿وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ﴾ ٦ فهؤلاء المعبودون إن كانوا يبعثون ويحشرون، فكفرهم بشركهم ظاهر كمن يعبد عزيرا والمسيح. وإن كانوا أحجارا وأشجارا ونحوها، فيحتمل أن يشملها
_________
١ سورة فاطر آية: ١٤.
٢ سورة فاطر آية: ١٤.
٣ سورة مريم آية: ٤٢.
٤ سورة البقرة آية: ١٣٠.
٥ سورة فاطر آية: ١٤.
٦ سورة الأحقاف آية: ٦.

.......................................................................

_________
ظاهر الآية، وهو أن الله يأتي بهذه الأحجار ونحوها، فتكفر بشرك من يشرك بها، ويؤيده قوله تعالى: ﴿ِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ﴾ ١ وما ثبت في "الصحيحين" عن النبي ﷺ " أنه عند بعث الناس يقال لكل أمة: لتتبع كل أمة ما كانت تعبد من دون الله "٢ فالحجر يكون أمامهم يوم القيامة، ويكون له كلام ينطق به، ويكفر بشركهم، فإذا كانت المعبودات تحضر وتحصب في النار إهانة لعابديها وتحضر لتتبع إلى النار، فلا غرو أن تكفر بعابديها إذا أحضرت. قوله: ﴿وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ﴾ ٣ هذا مثال يضرب لمن أخبر بخبر ورأى شكا عند من خاطبه به، فيقول: ولا ينبئك مثل خبير.
ومعناه: إنه لا يخبرك بالخبر مثل خبير به، وهو الله، لأنه لا يعلم أحد ما يكون في يوم القيامة إلا الله، وخبره خبر صدق، لأن الله تعالى يقول: ﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا﴾ ٤ والخبير: العالم ببواطن الأمور.
مسألة:
هل يسمع الأموات السلام ويردونه على من سلم عليهم؟
اختلف في ذلك على قولين:
القول الأول: أن الأموات لا يسمعون السلام، وأن قول النبي ﷺ حين زيارة القبور: " والسلام عليكم " دعاء لا يقصد به المخاطبة، ثم على فرض أنهم يسمعون كما جاء في الحديث الذي صححه ابن عبد البر وأقره
_________
١ سورة الأنبياء آية: ٩٨.
٢ من حديث أبي هريرة، رواه: البخاري (كتاب الأذان، باب فضل السجود، ١/٢٦٠)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب معرفة طربق الرؤية، ١/١٦٧) .
٣ سورة فاطر آية: ١٤.
٤ سورة النساء آية: ١٢٢.

.......................................................................

_________
ابن القيم: بأن الإنسان إذا سلم على شخص يعرفه في الدنيا رد الله عليه روحه فرد السلام١ وعلى تقدير صحة هذا الحديث إذا كانوا يسمعون السلام ويردونه، فلا يلزم أن يسمعوا كل شيء، ثم لو فرض أنهم يسمعون غير السلام، فإن الله صرح بأن المدعوين من دون الله لا يسمعون دعاء من يدعوهم، فلا يمكن أن نقول: إنهم يسمعون دعاء من يدعوهم، لأن هذا كفر بالقرآن، فتبين بهذا أنه لا تعارض بين قوله ﷺ " السلام عليكم دار قوم مؤمنين "٢ وبين هذه الآية.
وأما قول: " ولو سمعوا " فمعناه: لو سمعوا فرضا ما استجابوا لكم، لأنهم لا يستطيعون.
القول الثاني: أن الأموات يسمعون. واستدلوا على ذلك بالخطاب الواقع في سلام الزائر لهم بالمقبرة. وبما ثبت في "الصحيح" من أن المشيعين إذا انصرفوا سمع المشيع قرع نعالهم٣.
والجواب عن هذين الدليلين: أما الأول، فإنه لا يلزم من السلام عليهم أن يسمعوا، ولهذا كان المسلمون يسلمون على النبي ﷺ في حياته في التشهد٤ وهو لا يسمعهم قطعا.
_________
١ "الاستذكار" لابن عبد البر (الجزء الأول، باب جامع الوضوء) .
٢ من حديث عائثة، رواه: مسلم (كتاب الجنائز، باب ما يقال عند دخول القبور، ٢/ ٦٦٩) .
٣ من حديث أنس، رواه: البخاري (كتاب الجنائز، باب الميت يسمع خفق النعال، ١/ ٤١٠) .
٤ من حديث ابن مسعود، رواه: البخاري (كتاب الاستئذان، باب السلام اسم من أسماء الله تعالى، ٤/١٣٦)، ومسلم (كتاب الصلاة، باب التشهد في الصلاة، ١/٣٠١) .

وفي الصحيح عن أنس، قال: " شج النبي ﷺ يوم أحد، وكسرت رباعيته.

_________
أما الثاني، فهو وارد في وقت خاص، وهو انصراف، المشيعين بعد الدفن. وعلى كل، فالقولان متكافئان، والله أعلم بالحال.
قوله: "وفي الصحيح": سبق الكلام على مثل هذا التعبير في باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله.
قوله: "أحد": جبل معروف شمالي المدينة، ولا يقال: المنورة، لأن كل بلد دخله الإسلام فهو منور بالإسلام، ولأن ذلك لم يكن معروفا عند السلف، وكذلك جاء اسمها في القرآن بالمدينة فقط، لكن لو قيل: المدينة النبوية لحاجة تمييزها; فلا بأس، وهذا الجبل حصلت فيه وقعة في السنة الثالثة من الهجرة في شوال هزم فيها المسلمون بسبب ما حصل منهم من مخالفة أمر النبي ﷺ كما أشار الله إلى ذلك بقوله: ﴿حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الأَمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ﴾ ١ وجواب الشرط محذوف تقديره: حصل لكم ما تكرهون.
وقد حصلت هزيمة المسلمين لمعصية واحدة، ونحن الآن نريد الانتصار والمعاصي كثيرة عندنا، ولهذا لا يمكن أن نفرح بنصر ما دمنا على هذه الحال، إلا أن يرفق الله بنا ويصلحنا جميعا.
قوله: "شج": الشجة: الجرح في الرأس والوجه خاصة.
قوله: " وكسرت رباعيته ": السنان المتوسطان يسميان ثنايا، وما يليهما يسميان رباعيتين.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٢.

فقال: كيف يفلح قوم شجوا نبيهم؟ فنزلت: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ ١ "٢.

_________
قوله: " فقال: كيف يفلح قوم شجوا نبيهم؟ "٣ الاستفهام يراد به الاستبعاد، أي: بعيد أن يفلح قوم شجوا نبيهم ﷺ قوله: "يفلح" من الفلاح، وهو الفوز بالمطلوب، والنجاة من المرهوب.
قوله: " فنزلت: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ ٤ أي: نزلت هذه الآية، والخطاب فيها للرسول ﷺ و(شيء): نكرة في سياق النفي، فتعم.
قوله: (الأمر) أي: الشأن، والمراد: شأن الخلق، فشأن الخلق إلى خالقهم، حتى النبي ﷺ ليس له فيهم شيء. ففي الآية خطاب للرسول ﷺ وقد شج وجهه، وكسرت رباعيته، ومع ذلك ما عذره الله- سبحانه- في كلمة واحدة: " كيف يفلح قوم شجوا نبيهم؟ "٥ فإذا كان الأمر كذلك؟ فما بالك بمن سواه؟ فليس لهم من الأمر شيء" كالأصنام، والأوثان، والأولياء، والأنبياء، فالأمر كله لله وحده، كما أنه الخالق وحده، والحمد لله الذي لم يجعل أمرنا إلى أحد سواه، لأن المخلوق لا يملك لنفسه نفعا ولا ضرا، فكيف يملك لغيره؟ ! ونستفيد من هذا الحديث أنه يجب الحذر من إطلاق اللسان فيما إذا رأى الإنسان مبتلى بالمعاصي، فلا نستبعد رحمة الله منه، فإن الله تعالى قد يتوب عليه. فهؤلاء الذين شجوا نبيهم لما استبعد النبي ﷺ فلاحهم، قيل له: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ ٦.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٢٨.
٢ رواه: البخاري معلقا بصيغة الجزم (كتاب المغازي، باب ليس لك من الأمر شيء، ٣/١٠٨)، ومسلم موصولا (كتاب الجهاد، باب غزوة أحد، ٣/١٤١٧) .
٣ مسلم: الجهاد والسير (١٧٩١)، والترمذي: تفسير القرآن (٣٠٠٢)، وابن ماجه: الفتن (٤٠٢٧)، وأحمد (٣/٢٥٣) .
٤ سورة آل عمران آية: ١٢٨.
٥ مسلم: الجهاد والسير (١٧٩١)، والترمذي: تفسير القرآن (٣٠٠٢)، وابن ماجه: الفتن (٤٠٢٧)، وأحمد (٣/٢٥٣) .
٦ سورة آل عمران آية: ١٢٨.

وفيه عن ابن عمر ﵄: " أنه سمع رسول الله ﷺ يقول إذا رفع رأسه من الركوع في الركعة الأخيرة من الفجر:......................

_________
والرجل المطيع الذي يمر بالعاصي من بني إسرائيل ويقول: " والله، لا يغفر الله لفلان. قال الله له: من ذا الذي يتألى علي أن لا أغفر لفلان؟ قد غفرت له وأحبطت عملك "١ فيجب على الإنسان أن يمسك اللسان لأن زلته عظيمة، ثم إننا نشاهد أو نسمع قوما كانوا من أكفر عباد الله وأشدهم عداوة انقلبوا أولياء لله، فإذا كان كذلك، فلماذا نستبعد رحمة الله من قوم كانوا عتاة؟! وما دام الإنسان لم يمت، فكل شيء ممكن، كما أن المسلم- نسأل الله الحماية- قد يزيغ قلبه لما كان فيه من سريرة فاسدة.
فالمهم أن هذا الحديث يجب أن يتخذ عبرة للمعتبر في أنك لا تستبعد رحمة الله من أي إنسان كان عاصيا.
قوله: "فنزلت": الفاء للسببية، وعليه، فيكون سبب نزول هذه الآية هذا الكلام: " كيف يفلح قوم شجوا وجه نبيهم؟ "٢.
قوله: "وفيه": أي: الصحيح. قوله: " إذا رفع رأسه من الركوع في الركعة الأخيرة من الفجر "٣ قيد مكان الدعاء من الصلوات بالفجر، ومكانه من الركعات بالأخيرة، ومكانه من الركعة بما بعد الرفع من الركوع.
_________
١ من حديث جندب، رواه: مسلم (كتاب البر والصلة، باب النهي عن تقنيط الإنسان من رحمة الله، ٤/٢٠٢٣) .
٢ مسلم: الجهاد والسير (١٧٩١)، والترمذي: تفسير القرآن (٣٠٠٢)، وابن ماجه: الفتن (٤٠٢٧)، وأحمد (٣/٢٥٣) .
٣ البخاري: المغازي (٤٠٧٠)، وأحمد (٢/١٤٧) .

اللهم العن فلانا وفلانا، بعدما يقول: سمع الله لمن حمده، ربنا ولك الحمد، فأنزل الله: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ " ١.

وفي رواية: " يدعو على صفوان بن أمية وسهيل بن عمرو والحارث بن هشام، فنزلت: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ " ٢.

_________
قوله: "يقول: اللهم العن فلانا وفلانا ": اللعن: الطرد والإبعاد عن رحمة الله، أي: أبعدهم عن رحمتك، واطردهم منها.
و"فلانا وفلانا": بينه في الرواية الثانية أنهم: صفوان بن أمية، وسهيل بن عمرو، والحارث بن هشام.
قوله: "بعدما يقول: سمع الله لمن حمده، ربنا ولك الحمد": أي: يقول ذلك إذا رفع رأسه وقال: سمع الله لمن حمده، ربنا ولك الحمد.
قوله: "فأنزل الله: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ هنا قال: "فأنزل"، وفي الحديث السابق قال: "فنزلت"، وكلها بالفاء، وعلى هذا يكون سبب نزول الآية دعوة النبي ﷺ على هؤلاء، وقوله: " كيف يفلح قوم شجوا نبيهم؟ " ولا مانع أن يكون لنزول الآية سببان.
وقد أسلم هؤلاء الثلاثة وحسن إسلامهم ﵃، فتأمل الآن أن العداوة قد تنقلب ولاية; لأن القلوب بيد الله- ﷾، ولو أن الأمر كان على ظن النبي ﷺ لبقي هؤلاء على الكفر حتى
_________
١ رواه: البخاري (كتاب المغازي، باب ليس لك من الأمر شيء، ٣/١٠٨) .
٢ رواها: البخاري (كتاب المغازي، باب ليس لك من الأمر شيء، ٣/١٠٨) - وهي مرسلة عن سالم بن عبد الله، وقد وصلها أحمد; كما في "المسند" (٢/٩٣) -، والترمذي (رقم ٣٠٠٤)، وابن جرير في "تفسيره" (٤/٥٨) ; من طريق عمر بن حمزة، عن سالم، عن ابن عمر. وعمر ضعيف; كما في "التقريب" (٢/٥٣) .

وفيه عن أبي هريرةرضي الله عنهقال: " قام

_________
الموت، إذ لو قبلت الدعوة عليهم، وطردوا عن الرحمة، لم يبق إلا العذاب.
ولكن النبي ﷺ ليس له من الأمر شيء، فالأمر كله لله، ولهذا هدى الله هؤلاء القوم، وصاروا من أولياء الله الذابين عن دينه، بعد أن كانوا من أعداء الله القائمين ضده، والله- سبحانه- يمن على من يشاء من عباده.
وليس بعيدا من ذلك قصة أصيرم بن عبد الأشهل١ الأنصاري، حيث كان معروفا بالعداوة لما جاء به الرسول ﷺ فلما جاءت وقعة أحد ألقى الله الإسلام في قلبه دون أن يعلم به النبي ﷺ أو أحد من قومه، وخرج للجهاد وقتل شهيدا، فلما انتهت المعركة جعل الناس يتفقدون قتلاهم، فإذا هو في آخر رمق، فقالوا: ما جاء بك يا فلان؟ أحدب على قومك، أم رغبة في الإسلام؟ قال: بل رغبة في الإسلام، وإني أشهد أن لا إله إلا الله، وأن محمدا رسول الله، فأخبروا عني رسول الله ﷺ فأخبروه، فقال: " هو من أهل الجنة " فهذا الرجل لم يصل لله ركعة واحدة، ومع هذا جعله الله من أهل الجنة، فالله حكيم يهدي من يشاء لحكمة، ويضل من يشاء لحكمة، فالمهم أننا لا نستبعد رحمة الله- ﷿ من أي إنسان.
قوله: "قام": أي: خطيبا.
_________
١ رواه: ابن هشام (٢/٩٠)، وأحمد في "المسند" (٥/٤٢٨، ٤٢٩) . وفي "حاشية زاد المعاد" (٣/٢٠١): "وسنده قوي".

رسول الله ﷺ حين أنزل عليه: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ﴾ ١ فقال: يا معشر قريش (أو كلمة نحوها) اشتروا أنفسكم،.........................

_________
قوله: "أنزل عليه": أي: أنزل عليه بواسطة جبريل: (وأنذر عشيرتك. قوله: (وأنذر): أي: حذر وخوف، والإنذار: الإعلام المقرون بتخويف. قوله: (عشيرتك): العشيرة: قبيلة الرجل من الجد الرابع فما دون.
قوله: (الأقربين): أي: الأقرب فالأقرب، فأول من يدخل في عشيرة الرجل أولاده، ثم آباؤه، ثم إخوانه، ثم أعمامه، وهكذا. ويؤخذ من هذا أن الأقرب فالأقرب أولى بالإنذار، لأن الحكم المعلق على وصف يقوى بقوة هذا الوصف، وذلك أن الوصف الموجب للحكم كلما كان أظهر وأبين، كان الحكم فيه أظهر وأبين
وقوله: "حين أنزل عليه" يفيد أنه لم يتأخر ﷺ بل قام، فقال: "يا معشر قريش! " أي: يا جماعة قريش. وقريش: هو فهر بن النضر بن مالك، أحد أجداد الرسول ﷺ
قوله: "أو كلمة نحوها": أي: أو قال كلمة نحوها، أي شبهها، وهذا من احتراز الرواة أنهم إذا شكوا أدنى شك قالوا: أو كما قال، أو كلمة نحوها، وما أشبه ذلك! وعليه ف "أو": للشك والتردد.
قوله: "اشتروا أنفسكم": أي: أنقذوها، لأن المشتري نفسه كأنه أنقذها من هلاك، والمشتري راغب، ولهذا عبر بالاشتراء كأنه يقول: اشتروا أنفسكم راغبين.
_________
١ سورة الشعراء آية: ٢١٤.

..

لا أغني عنكم من الله شيئا.

يا عباس بن عبد المطلب!...........................................

_________
وفي قوله: "اشتروا أنفسكم " من الحض على هذا الأمر ما هو ظاهر، لأن المشتري يكون راغبا. قوله: لا أغني عنكم من الله شيئا: هذا هو الشاهد، أي: لا أدفع أو لا أنفع، أي: لا أنفعكم بدفع شيء عنكم دون الله، ولا أمنعكم من شيء أراده الله لكم، لأن الأمر بيد الله، ولهذا أمر الله نبيه بذلك، فقال: ﴿قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا قُلْ إِنِّي لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا﴾ ١ قوله: "شيئا": نكرة في سياق النفي، فتعم أي شيء.
قوله: "يا عباس بن عبد المطلب": هو عم النبي ﷺ وعبد المطلب جد النبي ﷺ وعباس، بالضم، لأن المنادى إذا كان معرفة يبنى على الضم، ونعته إذا كان مضافا ينصب، وهنا ابن عبد المطلب مضاف، ولهذا نصب.
فإن قيل: كيف يقول النبي ﷺ عبد المطلب مع أنه لا يجوز أن يضاف عبد إلا إلى الله- ﷿؟ فالجواب: إن هذا ليس إنشاء، بل هو خبر، فاسمه عبد المطلب، ولم يسمه النبي ﷺ لكن اشتهر بعبد المطلب، ولهذا انتمى إليه الرسول ﷺ فقال:
أنا النبي لا كذب ... أنا ابن عبد المطلب ٢،٣
_________
١ سورة آية: ٢١-٢٢.
٢ البخاري: الجهاد والسير (٢٨٦٤)، ومسلم: الجهاد والسير (١٧٧٦)، والترمذي: الجهاد (١٦٨٨)، وأحمد (٤/٢٨٠،٤/٢٨١،٤/٢٨٩،٤/٣٠٤) .
٣ من حديث البراء بن عازب، رواه: البخاري (كتاب الجهاد، باب من صف أصحابه عند الهزيمة، ٢/٣٤٠)، ومسلم (كتاب الجهاد، باب غزوة حنين، ٣/١٤٠٠) .

لا أغني عنك من الله شيئا. يا صفية عمة رسول الله ﷺ لا أغني عنك من الله شيئا. ويا فاطمة بنت محمد! سليني من مالي ما شئت، لا أغني عنك من الله شيئا "١.

_________
فلو فرض أن لك أبا يسمى عبد المطلب، أو عبد العزى; فإنك تنتسب إليه، ولا يعد هذا إقرارا، ولكنه خبر عن أمر واقع; كما لو قلت: كفر فلان، ونافق فلان، وما أشبه ذلك، ولكن إذا كان موجودا غيرنا اسمه إذا كان لا يجوز.
قوله: لا أغني عنك من الله شيئا: أي: لا أنفعك بشيء دون الله، ولا أمنعك من شيء أراده الله لك; فالنبي ﷺ لا يغني عن أحد شيئا حتى عن أبيه وأمه.
قوله: يا صفية عمة رسول الله!: يقال في إعرابها كما قيل في عباس بن عبد المطلب. قوله: يا فاطمة بنت محمد! سليني من مالي ما شئت: أي: اطلبيني من مالي ما شئت; فلن أمنعك لأنه ﷺ مالك لماله، ولكن بالنسبة لحق الله قال: لا أغني عنك من الله شيئا.
فهذا كلام النبي ﷺ لأقاربه الأقربين: عمه، وعمته، وابنته; فما بالك بمن هم أبعد؟! فعدم إغنائه عنهم شيئا من باب أولى; فهؤلاء الذين يتعلقون بالرسول ﷺ ويلوذون به ويستجيرون به الموجودون في هذا الزمن وقبله قد غرهم الشيطان واجتالهم عن طريق الحق، لأنهم تعلقوا بما ليس بمتعلق، إذ الذي ينفع بالنسبة للرسول ﷺ هو الإيمان به واتباعه.
١ رواه: البخاري (كتاب التفسير، باب وأنذر عشيرتك الأقربين، ٣/٢٧٢)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب وأنذر عشيرتك الأقربين، ١/١٩٢) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير الآيتين.

الثانية: قصة أحد.

_________
أما دعاؤه والتعلق به ورجاؤه فيما يؤمل، وخشيته فيما يخاف منه، فهذا شرك بالله، وهو مما يبعد عن الرسول ﷺ وعن النجاة من عذاب الله.
ففي الحديث امتثال النبي ﷺ لأمر ربه في قوله تعالى: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ﴾ ١ فإنه قام بهذا الأمر أتم القيام، فدعا وعم وخصص، وبين أنه لا ينجي أحدا من عذاب الله بأي وسيلة، بل الذي ينجي هو الإيمان به واتباع ما جاء به.
وإذا كان القرب من النبي ﷺ لا يغني عن القريب شيئا، دل ذلك على منع التوسل بجاه النبي ﷺ لأن جاه النبي ﷺ لا ينتفع به إلا النبي ﷺ ولهذا كان أصح قولي أهل العلم تحريم التوسل بجاه النبي ﷺ
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الآيتين: وهما آيتا الأعراف، وسبق ذلك في أول الباب، والاستفهام فيهما للتوبيخ والإنكار، وكذلك سبق تفسير الآية الثالثة آية فاطر.
الثانية: قصة أحد: يعني: حيث شج النبي ﷺ.. الحديث.
_________
١ سورة الشعراء آية: ٢١٤.

الثالثة: قنوت سيد المرسلين وخلفه سادات الأولياء يؤمنون في الصلاة.

الرابعة: أن المدعو عليهم كفار.

_________
الثالثة: قنوت سيد المرسلين ... إلخ: أراد المؤلف بهذه المسألة أن النبي ﷺ سيد المرسلين، وأصحابه سادات الأولياء، ومع هذا ما أنقذوا أنفسهم، فكيف ينقذون غيرهم؟! وليس مراده ﵀ مجرد إثبات القنوت والتأمين عليه، ولهذا جاءت العبارات بسيد وسادات؟ فلا أحد من هذه الأمة أقرب إلى الله من الرسول وأصحابه، ومع ذلك يلجؤون إلى الله- سبحانه- في كشف الكربات، ومن كانت هذه حاله، فكيف يمكن أن يلجأ إليه في كشف الكربات؟! فليس مراد المؤلف إثبات مسألة فقهية.
الرابعة: أن المدعو عليهم كفار: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ﴾، فهذا دليل على أنهم الآن ليسوا على حال مرضية، ومن المعلوم أن صفوان بن أمية وسهيل بن عمرو والحارث بن هشام وقت الدعاء عليهم كانوا كفارا.
وهذه المسألة- أي أن المدعو عليهم كفار- ترمي إلى أن الرسول ﷺ وإن كان يرى أنه دعا عليهم بحق، فقد قطع الله- ﷾ أن يكون له من الأمر شيء لأنه قد يقول قائل: إذا كانوا كفارا، أليس يملك الرسول ﷺ أن يدعو عليهم؟
نقول: حتى في هذه الحال لا يملك من أمرهم شيئا، هذا وجه قول المؤلف أن المدعو عليهم كفار، وليس مراده الإعلام بكفرهم، لأن هذا معلوم لا يستحق أن يعنون له، بل المراد في هذه الحال الذتي كان فيها هؤلاء كفارا لم يملك النبي شيئا بالنسبة إليهم.

الخامسة: أنهم فعلوا أشياء ما فعلها غالب الكفار، منها: شجهم نبيهم، وحرصهم على قتله، ومنها التمثيل بالقتلى مع أنهم بنو عمهم.

السادسة: أنزل الله عليه في ذلك: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾

السابعة: قوله: ﴿أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ﴾، فتاب عليهم فآمنوا.

_________
الخامسة: أنهم فعلوا أشياء ما فعلها غالب الكفار ...: أي: إنهم مع كفرهم كانوا معتدين، ومع ذلك قيل له في حقهم: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ وإلا، فهم شجوا النبي ﷺ ومثلوا بالقتلى مثل حمزة بن عبد المطلب، وكذلك أيضا حرصوا على قتل النبي ﷺ مع أن كل هؤلاء فيهم من بني عمهم، وفيهم من الأنصار.
السادسة: أنزل الله ﷺ في ذلك: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ ١ أي: مع ما تقدم من الأمور التي تقتضي أن يكون للنبي ﷺ حق بأن يدعو عليهم أنزل الله: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ ٢ فالأمر لله وحده، فإذا كان الرسول ﷺ قد قطع عنه هذا الشيء، فغيره من باب أولى.
السابعة: قوله: ﴿أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ﴾ ٣ فتاب عليهم، فآمنوا: وهذا دليل على كمال سلطان الله وقدرته، فهؤلاء الذين جرى منهم ما جرى تاب الله عليهم وآمنوا، لأن الأمر كله بيده سبحانه، وهو الذي يذل من يشاء ويعز من يشاء، ومن ذلك ما جرى من عمررضي الله عنهقبل إسلامه من العداوة الظاهرة للإسلام، وما جرى منه بعد إسلامه من الولاية والنصرة لدين الله تعالى، فرسول الله ﷺ ومن دونه لا يستطيعون أن يغيروا شيئا من أمر الله.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٢٨.
٢ سورة آل عمران آية: ١٢٨.
٣ سورة آل عمران آية: ١٢٨.

الثامنة: القنوت في النوازل

_________
الثامنة: القنوت في النوازل: وهذه هي المسألة الفقهية، فإذا نزل بالمسلمين نازلة، فإنه ينبغي أن يُدعى لهم حتى تنكشف. وهذا القنوت مشروع في كل الصلوات، كما في حديث ابن عباس ﵄ الذي رواه أحمد وغيره١؛ إلا أن الفقهاء ﵏ استثنوا الطاعون، وقالوا: لا يقنت له لعدم ورود ذلك، وقد وقع في عهد عمر ٢رضي الله عنه ولم يقنت، ولأنه شهادة، فلا ينبغي الدعاء برفع سبب الشهادة.
وظاهر السنة أن القنوت إنما يشرع في النوازل التي تكون من غير الله، مثل: إيذاء المسلمين والتضييق عليهم، أما ما كان من فعل الله؛ فإنه يشرع له ما جاءت به السنة، مثل الكسوف؛ فيشرع له صلاة الكسوف، والزلازل شرع لها صلاة الكسوف كما فعل ابن عباس ﵄، وقال: هذه صلاة الآيات، والجدب يشرع له الاستسقاء، وهكذا. وما علمت لساعتي هذه أن القنوت شرع لأمر نزل من الله، بل يدعى له بالأدعية الواردة الخاصة، لكن إذا ضيق على المسلمين وأوذوا وما أشبه ذلك؛ فإنه يقنت اتباعا للسنة في هذا الأمر.
ثم من الذي يقنت: الإمام الأعظم، أو إمام كل مسجد، أو كل مصل؟
المذهب: أن الذي يقنت هو الإمام الأعظم فقط الذي هو الرئيس الأعلى للدولة. وقيل: يقنت كل إمام مسجد. وقيل: يقنت كل مصل،
_________
(١) رواه: أحمد في "المسند" (١/ ٣٠١)، وأبو داود (كتاب الصلاة، باب القنوت في الصلاة، رقم ١٤٤٣) - وسكت عنه-، والحاكم (١/ ٢٥٥) . وصححه ووافقه الذهبي.
(٢ (رواه: البخاري (كتاب الطب، باب ما يذكر في الطاعون، ٤/ ٤١)، ومسلم (كتاب السلام، باب الطاعون والطيرة، رقم ٢٢١٨) .

التاسعة: تسمية المدعو عليهم في الصلاة بأسمائهم وأسماء آبائهم.

_________
وهو الصحيح؛ لعموم قول النبي ﷺ: "صلوا كما رأيتموني أصلي " ١، وهذا يتناول قنوته ﷺ عند النوازل.
·التاسعة: تسمية المدعو عليهم في الصلاة بأسمائهم وأسماء آبائهم: وهم: صفوان بن أمية، وسهيل بن عمرو، والحارث بن هشام; فسماهم بأسمائهم وأسماء آبائهم، لكن هل هذا مشروع أو جائز؟.
الجواب: هذا جائز، وعليه، فإذا كان في تسمية المدعو عليهم مصلحة; كانت التسمية أولى، ولو دعا إنسان لأناس معينين في الصلاة جاز; لأنه لا يعد من كلام الناس، بل هو دعاء، والدعاء مخاطبة الله تعالى، ولا يدخل في عموم قوله ﷺ " إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس "٢.
مسألة: هل الذي نهى عنه الرسول ﷺ الدعاء أو لعن المعينين؟
الجواب: المنهي عنه هو لعن الكفار في الدعاء على وجه التعيين، أما لعنهم عموما; فلا بأس به، وقد ثبت عن أبي هريرة أنه كان يقنت ويلعن الكفرة٣ عموما، ولا بأس بدعائنا على الكافر بقولنا: اللهم! أرح المسلمين منه، واكفهم شره، واجعل شره في نحره، ونحو ذلك.
_________
(١) من حديث مالك بن الحويرث، رواه: البخاري (كتاب الأذان، باب الأذان للمسافرين، ١/٢١٢) .
٢ من حديث معاوية بن الحكم السلمي، رواه: مسلم (كتاب المساجد، باب تحريم الكلام في الصلاة ونسخ ما كان من إباحته، ١/٣٨١، ٣٨٢) .
٣ ولفظ ما ورد عن أبي هريرة ﵁; أنه قال: "لأقربن صلاة النبي ﷺ، فكان أبو هريرة يقنت في الركعة الأخرى من صلاة الظهر وصلاة العشاء وصلاة الصبح بعدما يقول: سمع الله لمن حمده; فيدعو للمؤمنين ويلعن الكفار". أخرجه: البخاري في (الأذان، باب فضل اللهم ربنا ولك الحمد، ٧٩٧)، ومسلم في (المساجد، باب استحباب القنوت في جميع الصلاة إذا نزلت بالمسلمين نازلة، ٦٧٦)،.

......................................................................

_________
أما الدعاء بالهلاك لعموم الكفار; فإنه محل نظر، ولهذا لم يدع النبي ﷺ على قريش بالهلاك، بل قال: " اللهم! عليك بهم، اللهم! اجعلها عليهم سنين كسني يوسف "١ وهذا دعاء عليهم بالتضييق، والتضييق قد يكون من مصلحة الظالم بحيث يرجع إلى الله عن ظلمه.
فالمهم أن الدعاء بالهلاك لجميع الكفار عندي تردد فيه. وقد يستدل بدعاء خبيب حيث قال: "اللهم أحصهم عددا، ولا تبق منهم أحدا" ٢ على جواز ذلك; لأنه وقع في عهد الرسول ﷺ ولأن الأمر وقع كما دعا; فإنه ما بقي منهم أحد على رأس الحول، ولم ينكر الله تعالى ذلك، ولا أنكره النبي ﷺ بل إن إجابة الله دعاءه يدل على رضاه به وإقراره عليه.
فهذا قد يستدل به على جواز الدعاء على الكفار بالهلاك، لكن يحتاج أن ينظر في القصة; فقد يكون لها أسباب خاصة، لا تتأتى في كل شيء. ثم إن خبيبا دعا بالهلاك لفئة محصورة من الكفار لا لجميع الكفار.
وفيه أيضا إن صح الحديث: دعاؤه على عتبة بن أبي لهب: " اللهم! سلط عليه كلبا من كلابك "٣ فيه دليل على الدعاء بالهلاك، لكن هذا على شخص معين لا على جميع الكفار.
_________
١ من حديث ابن مسعود، رواه: البخاري (كتاب التفسير، باب سورة الدخان، ٣/٢٨٩)، ومسلم (كتاب صفات المنافقين، باب الدخان، ٤/٢١٥٥) .
٢ من حديث أبي هريرة، رواه: البخاري (كتاب المغازي، ٣/٨٩) .
٣ رواه; ابن عساكر في ترجمة عتبة بن أبي لهب. وفيه عنعنة ابن إسحاق. ورواه: الحاكم في "المستدرك" من طريق أبي نوفل بن أبي عقرب عن أبيه (كتاب التفسير، تفسير سورة أبي لهب، ٢/٥٣٩)، وقال: "صحيح الإسناد،. ولم يخرجاه"، ووافقه الذهبي، وحسنه ابن حجر في "فتح الباري" (٤/٣٩) .

العاشرة: لعن المعين في القنوت.

الحادية عشرة: قصته ﷺ لما أنزل عليه: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ﴾ ١.

الثانية عشرة: جده ﷺ في هذا الأمر; بحيث فعل ما نسب بسببه إلى الجنون، وكذلك لو يفعله مسلم الآن.

_________
العاشرة: لعن المعين في القنوت هذا غريب، فإن أراد المؤلف ﵀ أن هذا أمر وقع، ثم نهي عنه; فلا إشكال، وإن أراد أنه يستفاد من هذا جواز لعن المعين في القنوت أبدا; فهذا فيه نظر لأن النبي ﷺ نهى عن ذلك.
الحادية عشرة: قصته ﷺ لما أنزل عليه: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ﴾ وهي أنه لما نزلت عليه الآية نادى قريشا; فعم، ثم خص، فامتثل أمر الله في هذه الآية.
الثانية عشرة: جده ﷺ في هذا الأمر، بحيث فعل ما نسب بسببه إلى الجنون: أي: اجتهاده ﷺ في هذا الأمر، بحيث قالوا: إن محمدا جن، كيف يجمعنا وينادينا هذا النداء؟ !
وقوله: "وكذلك لو يفعله مسلم الآن": أي: لو أن إنسانا جمع الناس، ثم قام يحذرهم كتحذير النبي ﷺ لقالوا: مجنون. إلا إذا كان معتادا عند الناس، قال تعالى: ﴿وَتِلْكَ الأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ﴾ ٢، وقال تعالى: ﴿يُقَلِّبُ اللَّهُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ﴾ ٣ فهذا يختلف باختلاف البلاد والزمان، ثم إنه يجب على الإنسان أن يبذل جهده واجتهاده في الدعوة إلى الله بالحكمة والموعظة الحسنة، والنبي ﷺ قام بهذا الأمر ولم يبال بما رمي به من الجنون.
_________
١ سورة الشعراء آية: ٢١٤.
٢ سورة آل عمران آية: ١٤٠.
٣ سورة النور آية: ٤٤.

الثالثة عشرة: قوله للأبعد والأقرب: " لا أغني عنك من الله شيئا " حتى قال: " يا فاطمة بنت محمد! لا أغني عنك من الله شيئا "١ فإذا صرح وهو سيد المرسلين بأنه لا يغني شيئا عن سيدة نساء العالمين، وآمن الإنسان بأنه لا يقول إلا الحق. ثم نظر فيما وقع في قلوب خواص الناس اليوم; تبين له ترك التوحيد وغربة الدين.

_________
الثالثة عشرة: قوله للأبعد والأقرب: "لا أغني عنك من الله شيئا" ...: صدق ﵀ فيما قال; فإنه إذا كان هذا القائل سيد المرسلين، وقاله لسيدة نساء العالمين، ثم نحن نؤمن أن الرسول ﷺ لا يقول إلا الحق، وأنه لا يغني عن ابنته شيئا; تبين لنا الآن أن ما يفعله خواص الناس ترك للتوحيد; لأنه يوجد أناس خواص يرون أنفسهم علماء، ويراهم من حولهم علماء وأهلا للتقليد، يدعون الرسول ﷺ لكشف الضر وجلب النفع دعوة صريحة، ويرددون:
يا أكرم الخلق ما لي من ألوذ به ... سواك عند حلول الحادث العمم
وغير ذلك من الشرك، وإذا أنكر عليهم ذلك ردوا على المنكر بأنه لا يعرف حق الرسول ﷺ ومقامه عند الله، وأنه سيد الكون، وما خلقت الجن والإنس إلا من أجله، وأنه خلق من نور العرش، ويلبسون بذلك على العامة، فيصدقهم البعض لجهلهم، ولو جاءهم من يدعوهم إلى التوحيد لم يستجيبوا له; لأن سيدهم وعالمهم على خلاف التوحيد، ﴿وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ﴾ ٢ ثم إن المؤمن عاطفته وميله للرسول ﷺ أمر لا ينكر، لكن الإنسان لا ينبغي له أن يحكم العاطفة، بل يجب عليه أن يتبع ما
_________
١ البخاري: الوصايا (٢٧٥٣)، ومسلم: الإيمان (٢٠٤،٢٠٦)، والنسائي: الوصايا (٣٦٤٦،٣٦٤٧)، وأحمد (٢/٤٤٨)، والدارمي: الرقاق (٢٧٣٢) .
٢ سورة البقرة آية: ١٤٥.

.......................................................................

_________
دل عليه الكتاب والسنة وأيده العقل الصريح السالم من الشبهات والشهوات.
ولهذا نعى الله - سبحانه - على الكفار الذين اتبعوا ما ألفوا عليه آباءهم بأنهم لا يعقلون، وكلام المؤلف حق; فإن من تأمل ما عليه الناس اليوم في كثير من البلدان الإسلامية تبين له ترك التوحيد وغربة الدين.

باب قول الله تعالى: ﴿حتى إذا فزع عن قلوبهم قالوا ماذا قال ربكم قالوا الحق وهو العلي الكبير﴾

باب قول الله تعالى: ﴿حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ ١.

_________
مناسبة الترجمة
أن هذا من البراهين الدالة على أنه لا يستحق أحد أن يكون شريكا مع الله; لأن الملائكة وهم أقرب ما يكون من الخلق لله عزوجل ما عدا خواص بني آدم يحصل منهم عند كلام الله - سبحانه - الفزع.
قوله تعالى: ﴿حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ﴾، قال ذلك ولم يقل: "فزعت قلوبهم"; إذ عن تفيد المجاوزة، والمعنى: جاوز الفزع قلوبهم; أي: أزيل الفزع عن قلوبهم. والفزع: الخوف المفاجئ; لأن الخوف المستمر لا يسمى فزعا. وأصله: النهوض من الخوف.
وقوله: "عن قلوبهم"; أي: قلوب الملائكة; لأن الضمير يعود عليهم بدليل ما سيأتي من حديث أبي هريرة، ولا أحد من الخلق أعلم بتفسير القرآن من رسول الله ﷺ
قوله تعالى: ﴿قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ﴾، جواب الشرط: والمعنى: قال بعضهم لبعض: وإنما قلنا ذلك لأن في الكلام قائلا ومقولا له، فلو جعلنا
_________
١ سورة سبأ آية: ٢٣.

.......................................................................

_________
الضمير في قالوا عائدا على الجميع; فأين المقول له؟ والمعنى: أي شيء قال ربكم؟
وإعراب ماذا على أوجه:
١. ما: اسم استفهام مبتدأ، وذا: اسم موصول خبر; أي: ما الذي.
٢. ماذا: اسم استفهام مركب من ما وذا.
٣. ما: اسم استفهام، وذا زائدة. قال ابن مالك:
ومثل ماذا بعدما استفهام ... أو من إذا لم تلغ في الكلام
وقوله: ﴿قَالُوا الْحَقَّ﴾ أي: قال المسئولون. والحق: صفة لمصدر محذوف مع عامله، والتقدير قال القول الحق.
والمعنى: أن الله - سبحانه - قال القول الحق لأنه سبحانه هو الحق، ولا يصدر عنه إلا الحق ولا يقول ولا يفعل إلا الحق. والحق في الكلام هو الصدق في الأخبار، والعدل في الأحكام; كما قال الله تعالى: ﴿وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا﴾ ١. ولا يفهم من قوله: ﴿قَالُوا الْحَقَّ﴾ أنه قد يكون قوله باطلا، بل هو بيان للواقع، فإن قيل: ما دام بيانا للواقع ومعروفا عند الملائكة أنه لا يقول إلا الحق; فلماذا الاستفهام؟ !
أجيب: أن هذا من باب الثناء على الله بما قال، وأنه سبحانه لا يقول إلا الحق.
قوله تعالى: ﴿وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾، أي: العلي في ذاته وصفاته، والكبير: ذو الكبرياء، وهي العظمة التي لا يدانيها شيء، أي العظيم الذي لا أعظم منه.
_________
١ سورة الأنعام آية: ١١٥.

............................................................

_________
مناسبة الآية للتوحيد: أنه إذا كان منفردا في العظمة والكبرياء; فيجب أن يكون منفردا في العبادة.
والعلو قسمان:
الأول: علو الصفات، وقد أجمع عليه كل من ينتسب للإسلام حتى الجهمية ونحوهم.
الثاني: علو الذات، وقد أنكره كثير من المنتسبين للإسلام مثل الجهمية وبعض الأشاعرة غير المحققين منهم; فإن المحققين منهم أثبتوا علو الذات. وعلوه لا ينافي كونه مع الخلق يعلمهم ويسمعهم ويراهم; لأنه ليس كمثله شيء في جميع صفاته.
وفي الآية فوائد:
١. أن الملائكة يخافون الله; كما قال تعالى: ﴿يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ﴾ ١.
٢. إثبات القلوب للملائكة; لقوله: ﴿حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ﴾ ٢.
٣. إثبات أنهم أجسام وليسوا أرواحا مجردة من الجسمية، وهو أمر معلوم بالضرورة، قال تعالى: ﴿جَاعِلِ الْمَلائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ﴾ ٣، وقد رأى النبي ﷺ جبريل له ست مئة جناح قد سد الأفق٤ فالقول بأنهم أرواح فقط إنكار لهم في الواقع، وهو قول باطل. لكنهم لا يأكلون ولا يشربون، وإنما أكلهم وشربهم التسبيح بدليل قوله تعالى: ﴿يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لا يَفْتُرُونَ﴾ ٥، ففي هذا
_________
١ سورة النحل آية: ٥٠.
٢ سورة سبأ آية: ٢٣.
٣ سورة فاطر آية: ١.
٤ رواه: البخاري من حديث عائشة (كتاب بدء الخلق، باب إذا قال أحدكم آمين، ٢/٤٢٧)، مسالم (كتاب الإيمان، باب معنى قول الله ﷿: ولقد رآه نزلة أخرى، ١/ ١٥٨) .
٥ سورة الأنبياء آية: ٢٠.

.......................................................................

_________
دليل على أن ليلهم ونهارهم مملوءان بذلك، ولهذا جاء: ﴿يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ﴾ ولم يقل: يسبحون في الليل; أي: أن تسبيحهم دائم، والتسبيح تنزيه الله عما لا يليق به.
٤. أن لهم عقولا; إذ إن القلوب هي محل العقول خلافا لمن قال: إنهم لا يعقلون، ولأنهم يسبحون الله، ويطوفون بالبيت المعمور.
٥. إثبات القول لله ﷾، وأنه متعلق بمشيئته; لأنه جاء بالشرط: إذا فزع، وإذا الشرطية تدل على حدوث الشرط والمشروط، خلافا للأشاعرة الذين يقولون: إن الله لا يتكلم بمشيئة، وإنما كلامه هو المعنى القائم بنفسه; فهو قائم بالله أزلي أبدي; كقيام العلم والقدرة والسمع والبصر. ولا ريب أن هذا باطل، وأن حقيقته إنكار كلام الله، ولهذا يقولون: إن الله يتكلم بكلام نفسي أزلي أبدي، كما يقولون: هذا الكلام الذي سمعه موسى، وسمعه النبي ﷺ ونزل به جبريل على الرسول ﷺ شيء مخلوق للتعبير عن كلام الله القائم بنفسه. وهذا في الحقيقة قول الجهمية; كما قال بعض المحققين من الأشاعرة: ليس بيننا وبين الجهمية فرق، فإننا اتفقنا على أن هذا الذي بين دفتي المصحف مخلوق، لكن نحن قلنا عبارة عن كلام الله، وهم قالوا: هو كلام الله. فالجهمية خير منهم في أنهم يقولون: هذا كلام الله، لكنهم شر منهم في كونهم يصرحون أن كلام الله مخلوق.
٦. إثبات أن قول الله حق، وهذا جاء في القرآن: ﴿وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ﴾ ١، وقال: ﴿فَالْحَقُّ وَالْحَقَّ أَقُولُ﴾ ٢ ; فالله تعالى لا يقول إلا حقا; لأنه هو الحق، ولا يصدر عن الحق إلا الحق.
_________
١ سورة الأحزاب آية: ٤.
٢ سورة ص آية: ٨٤.

وفي الصحيح عن أبي هريرةرضي الله عنهعن النبي ﷺ قال: " إذا قضى الله الأمر في السماء; ضربت الملائكة بأجنحتها خضعانا لقوله، كأنه سلسلة على صفوان، ينفذهم ذلك "١........................................

_________
قوله: "وفي الصحيح": سبق الكلام عليها.
قوله: " قضى الله الأمر في السماء ": المراد بالأمر الشأن، ويكون القضاء بالقول; لقوله تعالى: ﴿وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ﴾ ٢.
قوله: "خضعانا": أي: خضوعا; لقوله: "كأنه"; أي: صوت القول في وقعه على قلوبهم.
قوله: "صفوان": هو الحجر الأملس الصلب، والسلسلة عليه يكون لها صوت عظيم.
وليس المراد تشبيه صوت الله تعالى بهذا; لأن الله ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ ٣، بل المراد تشبيه ما يحصل لهم من الفزع عندما يسمعون كلامه بفزع من يسمع سلسلة على صفوان.
قوله: "ينفذهم ذلك": النفوذ: هو الدخول في الشيء، ومنه: نفذ السهم في الرمية; أي: دخل فيها، والمعنى: إن هذا الصوت يبلغ منهم كل مبلغ.
قوله: ﴿حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ﴾ ٤ أي: أزيل عنها الفزع.
قوله: "فقالوا": أي: قال بعضهم لبعض.
قوله: ﴿مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ﴾ ٥ أي: قالوا: قال الحق; أي: قال القول الحق; فالحق صفة لمصدر محذوف مع عامله، تقديره: قال القول
_________
١ البخاري: تفسير القرآن (٤٨٠٠)، والترمذي: تفسير القرآن (٣٢٢٣)، وابن ماجه: المقدمة (١٩٤) .
٢ سورة البقرة آية: ١١٧.
٣ سورة الشورى آية: ١١.
٤ سورة سبأ آية: ٢٣.
٥ سورة سبأ آية: ٢٣.

﴿حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ ١

_________
الحق، وهذا الجواب الذي يقولونه هل هم يقولونه لأنهم سمعوا ما قال وعلموا أنه حق، أو أنهم كانوا يعلمون أنه لا يقول إلا الحق؟ يحتمل أن يكونوا قد علموا ما قال، وقالوا: إنه الحق; فيكون هذا عائدا إلى الوحي الذي تكلم الله به. ويحتمل أنهم قالوا ذلك لعلمهم أن الله - سبحانه - لا يقول إلا الحق; فلذلك قالوا هذا لأن ذلك صفته ﷾.
وهذا الحديث مطابق للآية تماما، وعلى هذا يجب أن يكون هذا تفسير الآية، ولا يقبل لأي قائل أن يفسرها بغيره; لأن تفسير القرآن إذا كان بالقرآن أو السنة; فإنه نص لا يمكن لأحد أن يتجاوزه.
وأما تفسير الصحابي; فإنه حجة عند أكثر المفسرين، وأما التابعين; فإن أكثر العلماء يقول: إنه ليس بحجة إلا من اختص منهم بشيء; كمجاهد; فإنه عرض المصحف على ابن عباس عشرين مرة أو أكثر، يقف عند كل آية ويسأله عن معناها، وأما من بعد التابعين; فليس تفسيره حجة على غيره، لكن إن أيده سياق القرآن كان العمدة سياق القرآن.
فلا يقبل أن يقال: إذا فزع عن قلوب الناس يوم القيامة، بل نقول: الرسول ﷺ فسر الآية بتفسير غيبي لا مجال للاجتهاد فيه، وما كان غيبيا وجاء به النص; فالواجب علينا قبوله، ولهذا نقول في مسألة ما يعذر فيه بالاجتهاد وما لا يعذر: إنه ليس عائدا على أن هذا من الأصول وهذا من الفروع; كما قال بعض العلماء: الأصول لا مجال للاجتهاد فيها، ويخطئ المخالف مطلقا، بخلاف الفروع.
_________
١ سورة سبأ آية: ٢٣.

فيسمعها مسترق السمع، ومسترق السمع هكذا بعضه فوق بعض،....

_________
لكن شيخ الإسلام ابن تيمية أنكر تقسيم الدين إلى أصول وفروع، ويدل على بطلان هذا التقسيم: أن الصلاة عند الذين يقسمون من الفروع مع أنها من أجل الأصول.
والصواب: أن مدار الإنكار على ما للاجتهاد فيه مجال وما لا مجال فيه، فالأمور الغيبية ينكر على المخالف فيها ولا يعذر، سواء كانت تتعلق بصفات الله أو اليوم الآخر أو غير ذلك، لأنه لا مجال للاجتهاد فيها.
أما الأمور العملية التي للاجتهاد فيها مجال; فلا ينكر على المخالف فيها إلا إذا خالف نصا صريحا، وإن كان يصح تضليله بهذه المخالفة; كقول ابن مسعود في بنت وبنت ابن وأخت: للبنت النصف، ولابنة الابن السدس، تكملة الثلثين، وما بقي; فللأخت وذكر له قسمة أبي موسى: للابنة النصف، وللأخت النصف وقوله: ائت ابن مسعود; فسيتابعني فأخبر ابن مسعود بذلك، فقال: قد ضللت إذا، وما أنا من المهتدين١.
قوله: "فيسمعها مسترق السمع": أي: هذه الكلمة التي تكلمت بها الملائكة. و"مسترق": مفرد مضاف; فيعم جميع المسترقين. وتأمل كلمة "مسترق"; ففيها دليل على أنه يبادر، فكأنه يختلسها اختلاسا بسرعة، ويؤيده قوله: ﴿إِلاَّ مَنْ خَطِفَ الْخَطْفَةَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ ثَاقِبٌ﴾ ٢.
قوله: " ومسترق السمع هكذا بعضه فوق بعض ": يحتمل أن يكون
_________
١ رواه: البخاري (كتاب الفرائض، باب ميراث ابنة ابن مع ابنة، ٤/٢٣٨) .
٢ سورة الصافات آية: ١٠.

وصفه سفيان بكفه، فحرفها وبدد بين أصابعه، فيسمع الكلمة، فيلقيها إلى من تحته.

ثم يلقيها الآخر إلى من تحته، حتى يلقيها على لسان الساحر أو الكاهن،.....

_________
هذا من كلامه ﷺ أو من كلام أبي هريرة، أو من كلام سفيان. قوله: "وصفه سفيان بكفه": أي: أنها واحد فوق الثاني، أي الأصابع; فالجن يتراكبون واحدا فوق الآخر، إلى أن يصلوا إلى السماء، فيقعدون لكل واحد مقعد خاص، قال تعالى: ﴿وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا﴾ ١.
قوله: " فيسمع الكلمة، فيلقيها إلى من تحته ": أي: يسمع أعلى المسترقين الكلمة، فيلقيها إلى من تحته; أي: يخبره بها، و"من": اسم موصول، وقوله: "تحته" شبه جملة صلة الموصول لأنه ظرف.
قوله: " ثم يلقيها الآخر إلى من تحته حتى يلقيها ": أي: يلقي الكلمة آخرهم الذي في الأرض على لسان الساحر أو الكاهن. والسحر عزائم ورقى وتعوذات تؤثر في بدن المسحور وقلبه وعقله وتفكيره. والكاهن: هو الذي يخبر عن المغيبات في المستقبل. وقد التبس على بعض طلبة العلم; فظنوا أنه كل من يخبر عن الغيب ولو فيما مضى; فهو كاهن، لكن ما مضى مما يقع في الأرض ليس غيبا مطلقا، بل هو غيب نسبي، مثل ما يقع في المسجد يعد غيبا بالنسبة لمن في الشارع، وليس غيبا بالنسبة لمن في المسجد. وقد يتصل الإنسان بجني، فيخبره عما حدث في الأرض ولو كان بعيدا; فيستخدم الجن، لكن ليس على وجه.
_________
١ سورة الجن آية: ٩.

فربما أدركه الشهاب قبل أن يلقيها،...............................

_________
محرم; فلا يسمى كاهنا; لأن الكاهن من يخبر عن المغيبات في المستقبل.
وقيل: الذي يخبر عما في الضمير، وهو نوع من الكهانة في الواقع، إذا لم يستند إلى فراسة ثاقبة، أما إذا كان يخبر عما في الضمير استنادا إلى فراسة; فإنه ليس من الكهانة في شيء; لأن بعض الناس قد يفهم ما في الإنسان اعتمادا على أسارير وجهه ولمحاته، وإن كان لا يعلمه على وجه التفصيل، لكن يعلمه على سبيل الإجمال.
فمن يخبر عما وقع في الأرض ليس من الكهان، ولكن ينظر في حاله، فإذا كان غير موثوق في دينه; فإننا لا نصدقه; لأن الله تعالى يقول: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا﴾ ١. وإن كان موثوقا في دينه، ونعلم أنه لا يتوصل إلى ذلك بمحرم من شرك أو غيره; فإننا لا ندخله في الكهان الذين يحرم الرجوع إلى قولهم، ومن يخبر بأشياء وقعت في مكان ولم يطلع عليها أحد دون أن يكون موجودا فيه; فلا يسمى كاهنا; لأنه لم يخبر عن مغيب مستقبل يمكن أن يكون عنده جني يخبره، والجني قد يخدم بني آدم بغير المحرم; إما محبة لله عزوجل أو لعلم يحصله منه، أو لغير ذلك من الأغراض المباحة.
والسحرة قد يكون لهم من الجن من يسترق لهم السمع. ولا يصل هؤلاء المسترقون إلا إلى السماء الدنيا; لقوله تعالى: ﴿وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا﴾ ٢; فلا يمكن نفوذه إلى ما فوق.
قوله: "فربما أدركه الشهاب ... " إلخ: الشهاب: جزء منفصل من النجوم، ثاقب، قوي، ينفذ فيما يصطدم به.
قال العلماء في تفسير قوله تعالى: ﴿وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ
_________
١ سورة الحجرات آية: ٦.
٢ سورة الأنبياء آية: ٣٢.

وربما ألقاها قبل أن يدركه، فيكذب معها مئة كذبة.

فيقال: أليس قد قال لنا يوم كذا وكذا: كذا وكذا؟ فيصدق بتلك الكلمة التي سمعت من السماء "١.

_________
وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ﴾ ٢أي: جعلنا شهابها الذي ينطلق منها; فهذا من باب عود الضمير إلى الجزء لا إلى الكل. فالشهب: نيازك تنطلق من النجوم. وهي كما قال أهل الفلك: تنزل إلى الأرض، وقد تحدث تصدعا فيها. أما النجم، فلو وصل إلى الأرض; لأحرقها.
واختلف العلماء: هل المسترقون انقطعوا عن الاستراق بعد بعثة الرسول ﷺ إلى الأبد أو انقطعوا في وقته فقط؟ والثاني هو الأقرب: أنهم انقطعوا في وقت البعثة فقط، حتى لا يلتبس كلام الكهان بالوحي، ثم بعد ذلك زال السبب الذي من أجله انقطعوا.
قوله: "فيكذب معها مئة كذبة ": هل هذا على سبيل التحديد، أو المراد المبالغة، أي أنه يكذب معها كذبات كثيرة؟ الثاني هو الأقرب، وقد تزيد عن ذلك وقد تنقص; فيقال: أليس قد قال لنا يوم كذا وكذا: كذا وكذا؟ والناس في هذه الأمور الغريبة على حسب ما أخبر به المخبر يأخذون كل ما يقوله صدقا، فإذا أخبر بشيء فوقع، ثم أخبر بشيء ثان; قالوا: إذن لا بد أن يصدق.
فوائد الحديث:
١. إثبات القول لله عزوجل
٢. عظمة الله ﷾.
_________
١ سورة الملك آية: ٥.
٢ رواه: البخاري (كتاب التفسير، باب "إلا من استرق السمع"، ٣/٢٤٧) .

......................................................................

_________
٣. إثبات الأجنحة للملائكة.
٤. خوف الملائكة من الله عزوجل وخضوعهم له.
٥. أن الملائكة يتكلمون ويعقلون.
٦. أنه لا يصدر عن الله إلا الحق.
٧. أن الله - سبحانه - يمكن هؤلاء الجن من الوصول إلى السماء فتنة للناس، وهي ما يلقونه على الكهان، فيحصل بذلك فتنة، والله عزوجل حكيم.
وقد يوجد الله أشياء تكون ضلالا لبعض الناس، لكنها لبعضهم هدى امتحانا وابتلاء.
٨. كثرة الجن; لأنهم يترادفون إلى السماء، ومعنى ذلك أنهم كثيرون جدا، وأجسامهم خفيفة يطيرون طيرانا.
وذكر ذلك عنهم شيخ الإسلام ابن تيمية في السحرة الذين يستخدمون الجن وتطير بهم: أنهم يصبحون يوم عرفة في بلادهم ويقفون مع الناس في عرفة، وهذا ممكن الآن في الطائرات، لكن في ذلك الوقت ليس هناك طائرات; فتحملهم الشياطين، ويجعلون للناس المكانس التي تكنس بها البيوت، ويقول: أنا أركب المكنسة وأطير بها إلى مكة، فيفعلون هذا، وشيخ الإسلام يقول: إن هؤلاء كذبة ومستخدمون للشياطين، ويسيئون حتى من الناحية العملية; لأنهم يمرون الميقات ولا يحرمون منه.
٩. أن الكهان من أكذب الناس، ولهذا يضيفون إلى ما سمعوا كذبات كثيرة يضللون بها الناس، ويتوصلون بها إلى باطلهم تارة بالترهيب

وعن النواس بن سمعان () ; قال: قال رسول الله ﷺ " إذا أراد الله تعالى أن يوحي بالأمر; تكلم بالوحي ;

_________
وتارة بالترغيب، كأن يقولوا: ستقوم القيامة يوم كذا وكذا، وسيجري عليك كذا من موت أو سرقة مال ونحو ذلك.
١٠. أن الساحر يصور للمسحور غير الواقع، وفي هذا تحذير من أهل التمويه والتلبيس، وأنهم إن صدقوا في شيء; فيجب الحذر منهم بكل حال.
قوله: "وعن النواس ... ": هذا الحديث لم يخرجه المؤلف، لكن قد ذكره ابن كثير من رواية ابن أبي حاتم، وذكر فيه علة، وهي أن في سنده الوليد بن مسلم، وهو مدلس وقد رواه عن شيخه بالعنعنة; فيكون في الحديث ضعف، إلا أنه قد روى مسلم١ وأحمد من حديث ابن عباس حديثا قد يكون شاهدا له، حيث أخبر أن الله إذا تكلم بالوحي سمعه حملة العرش، فسبحوا، ثم سمعه أهل كل سماء، فيسبحون كما سبح أهل السماء السابعة، حتى يصل إلى السماء الدنيا، فتخطفه الجن أو الشياطين. وهذا وإن لم يكن فيه ذكر رجفة السماء أو السجود; لكن يدل على أن له أصلا.
قوله: " إذا أراد أن يوحي بالأمر": أي: بالشأن.
قوله: "تكلم بالوحي ": جملة شرطية تقتضي تأخر المشروط عن
_________
١ في (كتاب السلام، باب تحريم الكهانة، ٤/١٧٥٠) .

أخذت السماوات منه رجفة (أو قال: رعدة شديدة) خوفا من الله عزوجل.

فإذا سمع ذلك أهل السماوات; صعقوا وخروا لله سجدا، فيكون أول من يرفع رأسه جبريل، فيكلمه الله من وحيه بما أراد،

_________
الشرط; فالإرادة سابقة، والكلام لاحق; فيكون فيه رد على الأشاعرة الذين يقولون: إن الله لا يتكلم بإرادة، وإن كلامه أزلي; كالسمع والبصر; ففيه إثبات الكلام الحادث، ولا ينقص كمال الله إذا قلنا: إنه يتكلم بما شاء، كيف شاء، متى شاء، بل هذا صفة كمال، لكن النقص أن يقال: إنه لا يتكلم بحرف وصوت، إنما الكلام معنى قائم بنفسه.
قوله: "أخذت السماوات منه رجفة": السماوات: مفعول به جمع مؤنث سالم، أو ملحق به; فيكون منصوبا بالكسرة. ورجفة: فاعل.
قوله: "أو قال: رعدة شديدة ": شك من الراوي، وإنما تأخذ السماوات الرجفة أو الرعدة; لأنه سبحانه عظيم يخافه كل شيء، حتى السماوات التي ليس فيها روح.
قوله: " فإذا سمع ذلك أهل السماوات; صعقوا وخروا لله سجدا ": فإن قيل: كيف يمكن أن يصعقوا ويخروا سجدا؟
فالجواب: أن الصعق هنا - والله أعلم - يكون قبل السجود، فإذا أفاقوا سجدوا.
قوله:" فيكون أول من يرفع رأسه جبريل ": أول: بالنصب على أنها خبر مقدم، وجبريل بالرفع على أنها اسم يكون مؤخرا.
قوله: "بما أراد": أي: بما شاء; لأن الله تعالى يتكلم بمشيئة.

ثم يمر جبريل على الملائكة، كلما مر بسماء، سأله ملائكتها: ماذا قال ربنا يا جبريل؟

فيقول: قال الحق، وهو العلي الكبير، فيقولون كلهم مثل ما قال جبريل، فينتهي جبريل بالوحي إلى حيث أمره الله عزوجل "١.

_________
قوله: "ثم يمر جبريل على الملائكة ": لأنه يريد النزول من عند الله إلى حيث أمره الله أن ينتهي إليه بالوحي.
قوله: " قال الحق وهو العلي الكبير ": سبق في تفسير ذلك أنه يحتمل، قال الحق في هذه القضية المعينة، أو قال الحق; لأن من عادته سبحانه ألا يقول إلا الحق، وأيا كان; فإن جبريل لا يخبر الملائكة بما أوحى الله إليه، بل يقول: قال الحق مبهما، ولهذا سمي ﵇ بالأمين، والأمين: هو الذي لا يبوح بالسر.
قوله:"وهو العلي الكبير": تقدم الكلام عليه.
قوله: " فيقولون كلهم مثل ما قال جبريل ": أي: قال الحق. وهو العلي الكبير.
قوله: "فينتهي جبريل بالوحي إلى حيث أمره الله - عزوجل -": أي: يصل بالوحي إلى حيث أمره الله من الأنبياء والرسل.
_________
١ رواه: ابن أبي عاصم في "السنة برقم (٥١٥)، والطبري في "تفسيره" (٢٢/٦٣)، وابن أبي حاتم; كما في "تفسير ابن كثير" (٣/٥٣٧)، وابن خزيمة في "التوحيد" (ص ١٤٤)، والبيهقي في "الأسماء والصفات" (ص ٢٠٢)، والبغوي في "تفسيره" (٥/٢٩٠) . والحديث في إسناده نعيم بن حماد، ضعيف. "تهذيب التهذيب" (١٠/٤٥٨) . والوليد بن مسلم وهو مدلس، وقد عنعنه. انظر: "تقريب التهذيب" (٢/٣٣٦) .

.......................................................................

_________
من فوائد الحديث:
١. إثبات الإرادة؛ لقوله: "إذا أراد الله"، وهي قسمان: شرعية، وكونية.
والفرق بينهما.
أولا: من حيث المتعلق; فالإرادة الشرعية تتعلق بما يحبه الله عزوجل سواء وقع أو لم يقع، وأما الكونية; فتتعلق بما يقع، سواء كان مما يحبه الله أو مما لا يحبه.
ثانيا: الفرق بينهما من حيث الحكم، أي حصول المراد; فالشرعية لا يلزم منها وقوع المراد، أما الكونية; فيلزم منها وقوع المراد. فقوله تعالى: ﴿وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ﴾ ١ هذه إرادة شرعية; لأنها لو كانت كونية لتاب على كل الناس، وأيضا متعلقها فيما يحبه الله وهو التوبة.
وقوله تعالى: ﴿إِنْ كَانَ اللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُغْوِيَكُمْ﴾ ٢ هذه كونية; لأن الله لا يريد الإغواء شرعا، أما كونا وقدرا فقد يريده.
وقوله تعالى: ﴿يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ﴾ ٣ هذه كونية، لكنها في الأصل شرعية; لأنه قال: ﴿وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ﴾ وقوله تعالى ﴿يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ﴾ ٤ هذه شرعية; لأن قوله: ﴿وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ﴾، لا يمكن أن تكون كونية; إذ إن العسر يقع، ولو كان الله لا يريده قدرا وكونا; لم يقع.
٢. أن المخلوقات وإن كانت جمادا تحس بعظمة الخالق، قال تعالى: ﴿تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ﴾ ٥.
_________
١ سورة النساء آية: ٢٧.
٢ سورة هود آية: ٣٤.
٣ سورة النساء آية: ٢٦.
٤ سورة البقرة آية: ١٨٥.
٥ سورة الإسراء آية: ٤٤.

.......................................................................

_________
٣. إثبات أن الملائكة يتكلمون، ويفهمون، ويعقلون؛ لأنهم يسألون: ﴿مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ﴾ ١؟ ويجابون: قال: "الحق"، خلافا لمن قال: إنهم لا يوصفون بذلك; فيلزم من قولهم هذا أننا تلقينا الشريعة ممن لا عقول لهم، وهذا قدح في الشريعة بلا ريب.
٤. إثبات تعدد السماوات; لقوله: "كلما مر بسماء".
٥. أن لكل سماء ملائكة مخصصين; لقوله: "سأله ملائكتها".
٦. فضيلة جبريل ﵇ حيث إنه المعروف بأمانة الوحي، ولهذا قال ورقة بن نوفل: "هذا هو الناموس الذي كان يأتي موسى"٢، والناموس بالعبرية بمعنى صاحب السر.
٧. أمانة جبريل ﵇، حيث ينتهي بالوحي إلى حيث أمره الله عزوجل، فيكون فيه رد على الرافضة الكفرة الذين يقولون: بأن جبريل أمر أن يوحي إلى علي فأوحى إلى محمد ﷺ ويقولون: خان الأمين فصدها عن حيدرة، وحيدرة لقب لعلي بن أبي طالب; لأنه كان يقول في غزوة خيبر: أنا الذي سمتني أمي حيدرة٣. وفي هذا تناقض منهم; لأن وصفه بالأمانة يقتضي عدم الخيانة.
٨. إثبات العزة والجلال لله عزوجل لقوله: "﷿"، والعزة بمعنى الغلبة والقوة، وللعزيز ثلاثة معان:
١. عزيز: بمعنى ممتنع أن يناله أحد بسوء.
_________
١ سورة سبأ آية: ٢٣.
٢ من حديث عائشة، رواه: البخاري (كتاب بدء الوحي، باب حدثنا يحيى بن بكير، ١/ ١٤)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب بدء الوحي، ١/١٣٩) .
٣ رواه: مسلم (كتاب الجهاد، باب غزوة ذي قرد، ٣/١٤٤١) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير الآية.

الثانية: ما فيها من الحجة على إبطال الشرك خصوصا من تعلق على الصالحين، وهي الآية التي قيل: إنها تقطع عروق شجرة الشرك من القلب.

_________
٢. عزيز: بمعنى ذي قدر لا يشاركه فيه أحد.
٣. عزيز: بمعنى غالب قاهر.
قال ابن القيم في النونية:
وهو العزيز فلن يرام جنابه ... أنى يرام جناب ذي السلطان
وهو العزيز القاهر الغلاب لم ... يغلبه شيء هذه صفتان
وهو العزيز بقوة هي وصفه ... فالعز حينئذ ثلاث معان
وأما "جل": فالجلال بمعنى العظمة التي ليس فوقها عظمة.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الآية: أي: قوله تعالى: ﴿حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ﴾، الآية، وقد سبق تفسيرها.
الثانية: ما فيها من الحجة على إبطال الشرك: وذلك أن الملائكة وهم من هم في القوة والعظمة يصعقون ويفزعون من تعظيم الله; فكيف بالأصنام التي تعبد من دون الله وهي أقل منهم بكثير; فكيف يتعلق الإنسان بها؟ !

الثالثة. تفسير قوله: ﴿قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ .

الرابعة. سبب سؤالهم عن ذلك.

الخامسة. أن جبريل يجيبهم بعد ذلك بقوله: " قال كذا وكذا".

السادسة: ذكر أن أول من يرفع رأسه جبريل.

السابعة: أنه يقول لأهل السماوات كلهم لأنهم يسألونه.

_________
ولذلك قيل: إن هذه الآية هي التي تقطع عروق الشرك من القلب; لأن الإنسان إذا عرف عظمة الرب سبحانه؛ حيث ترتجف السماوات ويصعق أهلها بمجرد تكلمه بالوحي; فكيف يمكن للإنسان أن يشرك بالله شيئا مخلوقا ربما يصنعه بيده حتى كان جهال العرب يصنعون آلهة من التمر إذا جاع أحدهم أكلها؟ ! وينزل أحدهم بالوادي فيأخذ أربعة أحجار: ثلاثة يجعلها تحت القدر، والرابع - وهو أحسنها - يجعله إلها له.
الثالثة: تفسير قوله: ﴿قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ وسبق تفسيرها.
الرابعة: سبب سؤالهم عن ذلك: فالسؤال: ماذا قال ربكم؟ وسببه شدة خوفهم منه وفزعهم خوفا من أن يكون قد قال فيهم ما لا يطيقونه من التعذيب.
الخامسة: أن جبريل يجيبهم بعد ذلك بقوله: قال كذا وكذا; أي: يقول: قال الحق.
السادسة: ذكر أن أول من يرفع رأسه جبريل: لحديث النواس بن سمعان، وفيه فضيلة جبريل.
السابعة: أنه يقول لأهل السماوات كلهم لأنهم يسألونه: وفي هذا دليل على عظمته بينهم.

الثامنة: أن الغشي يعم أهل السماوات كلهم.

التاسعة: ارتجاف السماوات لكلام الله.

العاشرة: أن جبريل هو الذي يتتهي بالوحي إلى حيث أمره الله.

الحادية عشرة: ذكر استراق الشياطين.

الثانية عشرة: صفة ركوب بعضهم بعضا.

الثالثة عشرة: إرسال الشهب.

_________
الثامنة: أن الغشي يعم أهل السماوات كلهم: تؤخذ من قوله: "فإذا سمع ذلك أهل السماوات; صعقوا وخروا لله سجدا".
لتاسعة: ارتجاف السماوات لكلام الله: لقوله: "أخذت السماوات منه رجفة"; أي: لأجله تعظيما لله.
العاشرة: أن جبريل هو الذي ينتهي بالوحي إلى حيث أمره: أي: لا أحد يتولى إيصال الوحي غير جبريل حتى يوصله إلى حيث أمره به; لأنه الأمين على الوحي.
الحادية عشرة: ذكر استراق الشياطين: أي: الذين يسترقون ما يسمع في السماوات، فيلقونه على الكهان، فيزيد فيه الكهان وينقصون.
الثانية عشرة: صفة ركوب بعضهم بعضا: وصفها سفيان ﵀ بأن حرف يده وبدد بين أصابعه.
الثالثة عشرة: إرسال الشهب: يعني: التي تحرق مسترقي السمع، قال تعالى: ﴿إِلاَّ مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ﴾ ١.
_________
١ سورة الحجر آية: ١٨.

الرابعة عشرة: أنه تارة يدركه الشهاب قبل أن يلقيها، وتارة يلقيها في أذن وليه من الإنس قبل أن يدركه.

الخامسة عشرة: كون الكاهن يصدق بعض الأحيان.

السادسة عشرة: كونه يكذب معها مئة كذبة.

السابعة عشرة: أنه لم يصدق كذبه إلا بتلك الكلمة التي سمعت من السماء.

_________
الرابعة عشرة: أنه تارة يدركه الشهاب قبل أن يلقيها، وتارة يلقيها في أذن وليه من الإنس قبل أن يدركه.
الخامسة عشرة: كون الكاهن يصدق بعض الأحيان: لأنه يأتي بما سمع من السماء ويزيد عليه، وإذا وقع ما في السماء; صار صادقا. اعتراض وجوابه: كيف يسمع المسترقون الكلمة وعندما يسأل الملائكة جبريل يجابون بقال الحق فقط؟
والجواب: إن الوحي لا يعلمه أهل السماء، بل هو من الله إلى جبريل إلى النبي ﷺ أما الأمور القدرية التي يتكلم الله بها; فليست خاصة بجبريل. بل ربما يعلمها أهل السماء مفصلة، ثم يسمعها مسترقو السمع.
السادسة عشرة: كونه يكذب معها مئة كذبة: أي: يكذب مع الكلمة التي تلقاها من المسترق. وقوله:"مئة كذبة": هذا على سبيل المبالغة كما سبق وليس على سبيل التحديد.
السابعة عشرة: أنه لم يصدق إلا بتلك الكلمة التي سمعت من

الثامنة عشرة. قبول النفوس للباطل! كيف يتعلقون بواحدة ولا يعتبرون بمئة؟ !

التاسعة عشرة. كونهم يتلقى بعضهم من بعض تلك الكلمة ويحفظونها ويستدلون بها.

العشرون: إثبات الصفات خلافا للأشعرية المعطلة.

_________
السماء: وأما ما قاله من عنده; فهو تخرص; فالكلمة التي سمعها تصدق، والذي يضيفه كله كذب يموه به على الناس.
الثامنة عشرة: قبول النفوس للباطل كيف يتعلقون بواحدة ولا يعتبرون بمئة؟ !: وهذا صحيح، وليس صفة عامة لعامة الناس، بل لأهل الجهل والسفه; فهم يتعلقون بالكاهن من أجل صدقه مرة واحدة، وأما مئة كذبة، فلا يعتبرون بها، ولا شك أن بعض السفهاء يغترون بالصالح المغمور بالمفاسد، ولكن لا يغتر به أهل العقل والإيمان، ولهذا لما نزل قوله تعالى: ﴿يَسْأَلونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا﴾ ١ تركهما كثير من الصحابة اعتبارا بالموازنة، والعاقل لا يمكن إذا وازن بين الأشياء أن يرجح جانب المفسدة; فهو وإن لم يأت الشرع بالتعيين يعرف ويميز بين المضار والمنافع.
التاسعة عشرة: كونهم يتلقى بعضهم من بعض تلك الكلمة ويحفظونها ... إلخ: الكلمة: هي الصدق; لأنها هي التي تروج بضاعتهم، ولو كانت بضاعتهم كلها كذبا ما راجت بين الناس.
العشرون: إثبات الصفات خلافا للأشعرية المعطلة: الأشعرية: هم الذين ينتسبون إلى أبي الحسن الأشعري وسموا معطلة لأنهم يعطلون
_________
١ سورة البقرة آية: ٢١٩.

.......................................................................

_________
النصوص عن المعنى المراد بها ويعطلون ما وصف الله به نفسه. والمراد تعطيل أكثر ذلك فإنهم يعطلون أكثر الصفات ولا يعطلون جميعها، بخلاف المعتزلة; فالمعتزلة ينكرون الصفات ويؤمنون بالأسماء، هؤلاء عامتهم، وإلا; فغلاتهم ينكرون حتى الأسماء، وأما الأشاعرة; فهم معطلة اعتبارا بالأكثر; لأنهم لا يثبتون من الصفات إلا سبعا. وصفاته تعالى لا تحصى، وإثباتهم لهذه السبع ليس كإثبات السلف; فمثلا: الكلام عند أهل السنة: أن الله يتكلم بمشيئته بصوت وحرف. والأشاعرة قالوا: الكلام لازم لذاته كلزوم الحياة والعلم، ولا يتكلم بمشيئة، وهذا الذي يسمع عبارة عن كلام الله وليس كلام الله، بل هو مخلوق; فحقيقة الأمر أنهم لم يثبتوا الكلام، ولهذا قال بعضهم: إنه لا فرق بيننا وبين المعتزلة في كلام الله; لأننا أجمعنا على أن ما بين دفتي المصحف مخلوق، وحجتهم في إثبات الصفات السبع: أن العقل دل عليها. وشبهتهم في إنكار البقية: زعموا أن العقل لا يدل عليها.
والرد عليهم بما يلي:
١- أن كون العقل يدل على الصفات السبع لا يدل على انتفاء ما سواها; فإن انتفاء الدليل المعين لا يستلزم انتفاء المدلول; فهب أن العقل لا يدل على بقية الصفات، لكن السمع دل عليها; فنثبتها بالدليل السمعي.
٢- أنها ثابتة بالدليل العقلي بنظير ما أثبتم به هذه السبع; فمثلا: الإرادة ثابتة لله عندهم بدليل التخصيص، حيث إن الله جعل الشمس شمسا، والقمر قمرا، والسماء سماء والأرض أرضا، وكونه يميز بين ذلك؛ معناه: أنه ﷾ يريد; إذ لولا الإرادة; لكانت الدنيا كلها سواء، فأثبتوها؛ لأن العقل دل عليها. فنقول لهم: الرحمة لا تمضي لحظة على

الحادية والعشرون: التصريح بأن تلك الرجفة والغشي خوفا من الله عزوجل

الثانية والعشرون: أنهم يخرون لله سجدا.

_________
الخلق إلا وهم في نعمة من الله; فهذه النعم العظيمة من الله تدل على رحمته لخلقه أدل من التخصيص على الإرادة. والانتقام من العصاة يدل على بغضه لهم، وإثابة الطائعين ورفع درجاتهم في الدنيا والآخرة يدل على محبته لهم أدل على التخصيص من الإرادة، وعلى هذا فقس; فالمؤلف ﵀ لما كان الأشعرية لا يثبتون إلا سبع صفات على خلاف في إثباتها مع أهل السنة جعلهم معطلة على سبيل الإطلاق، وإلا; فالحقيقة أنهم ليسوا معطلة على سبيل الإطلاق.
الحادية والعشرون: التصريح بأن تلك الرجفة والغشي خوفا من الله عزوجل فيدل على عظمة الخالق جل وعلا، حيث بلغ خوف الملائكة منه هذا المبلغ.
الثانية والعشرون: أنهم يخرون لله سجدا: أي: تعظيما لله واتقاء لما يخشونه; فتفيد تعظيم الله عزوجل كالتي قبلها.

باب الشفاعة.

باب الشفاعة.

... ... ................................................................

_________
ذكر المؤلف ﵀ الشفاعة في كتاب التوحيد; لأن المشركين الذين يعبدون الأصنام يقولون: إنها شفعاء لهم عند الله، وهم يشركون بالله ﷾ فيها بالدعاء والاستغاثة وما أشبه ذلك. وهم بذلك يظنون أنهم معظمون لله، ولكنهم منتقصون له; لأنه عليم بكل شيء، وله الحكم التام المطلق والقدرة التامة; فلا يحتاج إلى شفعاء. ويقولون: إننا نعبدهم ليكونوا شفعاء لنا عند الله، فيقربونا إلى الله، وهم ضالون في ذلك; فهو سبحانه عليم وقدير وذو سلطان، ومن كان كذلك; فإنه لا يحتاج إلى شفعاء.
والملوك في الدنيا يحتاجون إلى شفعاء; إما لقصور علمهم، أو لنقص قدرتهم; فيساعدهم الشفعاء في ذلك، أو لقصور سلطانهم; فيتجرأ عليهم الشفعاء، فيشفعون بدون استئذان، ولكن الله عزوجل كامل العلم والقدرة والسلطان، فلا يحتاج لأحد أن يشفع عنده، ولهذا لا تكون الشفاعة عنده سبحانه إلا بإذنه لكمال سلطانه وعظمته.
ثم الشفاعة لا يراد بها معونة الله - سبحانه - في شيء مما شفع فيه; فهذا ممتنع كما سيأتي في كلام شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله١ ولكن يقصد بها أمران، هما:
_________
١ يأتي (ص ٣٤٠) .

وقول الله عزوجل: ﴿وَأَنْذِرْ بِهِ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْ يُحْشَرُوا إِلَى رَبِّهِمْ لَيْسَ لَهُمْ مِنْ دُونِهِ وَلِيٌّ وَلا شَفِيعٌ﴾ ١.

_________
١. إكرام الشافع.
٢. نفع المشفوع له.
والشفاعة لغة: اسم من شفع يشفع، إذا جعل الشيء اثنين، والشفع ضد الوتر، قال تعالى: ﴿وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ﴾ ٢. واصطلاحا: التوسط للغير بجلب منفعة أو دفع مضرة.
مثال جلب المنفعة: شفاعة النبي ﷺ لأهل الجنة بدخولها٣.
مثال دفع المضرة: شفاعة النبي ﷺ لمن استحق النار أن لا يدخلها.
وذكر المؤلف ﵀ في هذا الباب عدة آيات:
الآية الأولى: قوله تعالى: ﴿وَأَنْذِرْ بِهِ﴾ ٤ الإنذار: هو الإعلام المتضمن للتخويف، أما مجرد الخبر; فليست بإنذار، والخطاب للنبي ﷺ
والضمير في "به" يعود للقرآن; كما قال تعالى: ﴿وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا﴾ ٥، وقال تعالى: ﴿لِتُنْذِرَ بِهِ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ﴾ ٦.
وقوله: ﴿يَخَافُونَ أَنْ يُحْشَرُوا﴾ ٧ أي: يخافون مما يقع لهم من سوء
_________
١ سورة الأنعام آية: ٥١.
٢ سورة الفجر آية: ٣.
٣ يأتي، (ص ٣٣٣) .
٤ سورة الأنعام آية: ٥١.
٥ سورة الشورى آية: ٧.
٦ سورة الأعراف آية: ٢.
٧ سورة الأنعام آية: ٥١.

وقوله: ﴿قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا﴾ ١.

_________
العذاب في ذلك الحشر. والحشر: الجمع، وقد ضمن هنا معنى الضم والانتهاء; فمعنى يحشرون; أي: يجمعون حتى ينتهوا إلى الله.
قوله: ﴿لَيْسَ لَهُمْ مِنْ دُونِهِ وَلِيٌّ وَلا شَفِيعٌ﴾ ٢ "ولي"; أي: ناصر ينصرهم.: ﴿وَلا شَفِيعٌ﴾
أي: شافع يتوسط لهم، وهذا محل الشاهد. ففي هذه الآية نفي الشفاعة من دون الله أي من دون إذنه، ومفهومها: أنها ثابتة بإذنه، وهذا هو المقصود; الشفاعة من دونه مستحيلة، وبإذنه جائزة وممكنة. أما عند الملوك; فجائزة بإذنهم وبغير إذنهم، فيمكن لمن كان قريبا من السلطان أن يشفع بدون أن يستأذن. ويفيد قوله: ﴿مِن دُونِهِ﴾ أن لهم بإذنه وليا وشفيعا; كما قال تعالى: ﴿إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ﴾ ٣.
· الآية الثانية: قوله تعالى: ﴿لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ﴾ ٤ مبتدأ وخبر، وقدم الخبر للحصر، والمعنى: لله وحده الشفاعة كلها، لا يوجد شيء منها خارج عن إذن الله وإرادته; فأفادت الآية في قوله: "جميعا" أن هناك أنواعا للشفاعة.
وقد قسم أهل العلم ﵏ الشفاعة إلى قسمين رئيسيين، هما:
القسم الأول: الشفاعة الخاصة بالرسول ﷺ وهي أنواع:
النوع الأول: الشفاعة العظمى، وهي من المقام المحمود الذي وعده الله; فإن الناس يلحقهم يوم القيامة في ذلك الموقف العظيم من الغم والكرب ما لا يطيقونه، فيقول بعضهم لبعض: اطلبوا من يشفع لنا عند الله، فيذهبون إلى آدم أبي البشر، فيذكرون من أوصافه التي ميزه الله
_________
١ سورة الزمر آية: ٤٤.
٢ سورة الأنعام آية: ٥١.
٣ سورة المائدة آية: ٥٥.
٤ سورة الزمر آية: ٤٤.

.......................................................................

_________
بها: أن الله خلقه بيده، وأسجد له ملائكته، وعلمه أسماء كل شيء، فيقولون: اشفع لنا عند ربك، ألا ترى إلى ما نحن فيه؟! فيعتذر؛ لأنه عصى الله بأكله من الشجرة، ومعلوم أن الشافع إذا كان عنده شيء يخدش كرامته عند المشفوع إليه; فإنه لا يشفع لخجله من ذلك، مع أن آدم ﵇ قد تاب الله عليه واجتباه وهداه، قال تعالى: ﴿وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى﴾ ١، لكن لقوة حيائه من الله اعتذر. ثم يذهبون إلى نوح، ويذكرون من أوصافه التي امتاز بها بأنه أول رسول أرسله الله إلى الأرض، فيعتذر بأنه سأل الله ما ليس له به علم حين قال: ﴿رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ﴾ ٢.
ثم يذهبون إلى إبراهيم ﵊، فيذكرون من صفاته، ثم يعتذر بأنه كذب ثلاث كذبات لكنها حق حسب مراده. ثم يذهبون إلى موسى ﷺ فيذكرون من أوصافه ما يقتضي أن يشفع، لكنه يعتذر بقتل نفس لم يؤمر بقتلها، وهي نفس القبطي حين استغاثة الإسرائيلي فوكز موسى القبطي فقتله فقضى عليه. ثم يذهبون إلى عيسى ﵊، فيذكرون من أوصافه ما يقتضي أن يشفع; فلا يعتذر بشيء، لكن يحيل إلى من هو أعلى مقاما، فيقول: اذهبوا إلى محمد، عبد غفر له ما تقدم من ذنبه وما تأخر، فيحيلهم إلى محمد ﷺ دون أن يذكر عذرا يحول بينه وبين الشفاعة٣ فيأتون محمدا ﷺ فيشفع إلى الله ليريح أهل الموقف.
_________
١ سورة آية: ١٢١-١٢٢.
٢ سورة هود آية: ٤٥.
٣ حديث الشفاعة من حديث أبي هريرة، رواه: البخاري (كتاب التفسير، باب "ذرية من حملنا مع نوح إنه كان عبذا شكورا"، ٣/٢٥٠)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب أدنى أهل الجنة منزلة، ١/١٨٤) .

.........................................................................

_________
الثاني: شفاعته في أهل الجنة أن يدخلوها١ لأنهم إذا عبروا الصراط ووصلوا إليها وجدوها مغلقة، فيطلبون من يشفع لهم، فيشفع النبي ﷺ إلى الله في فتح أبواب الجنة لأهلها، ويشير إلى ذلك قوله تعالى: ﴿حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا﴾ ٢ ; فقال: "وفتحت"; فهناك شيء محذوف، أي: وحصل ما حصل من الشفاعة، وفتحت الأبواب، أما النار; فقال فيها: ﴿حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا﴾ ٣ الآية.
الثالث: شفاعته ﷺ في عمه أبي طالب أن يخفف عنه العذاب٤ وهذه مستثناة من قوله تعالى: ﴿فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ﴾ ٥، وقوله تعالى: ﴿يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلًا﴾ ٦ وذلك لما كان لأبي طالب من نصرة للنبي ﷺ ودفاع عنه، وهو لم يخرج من النار، لكن خفف عنه حتى صار - والعياذ بالله - في ضحضاح من نار، وعليه نعلان منها يغلي منهما دماغه، وهذه الشفاعة خاصة بالرسول ﷺ لا أحد يشفع في كافر أبدا إلا النبي ﷺ ومع ذلك لم تقبل الشفاعة كاملة، وإنما هي تخفيف فقط.
القسم الثاني: الشفاعة العامة له ﷺ ولجميع المؤمنين وهي أنواع:
النوع الأول: الشفاعة فيمن استحق النار أن لا يدخلها، وهذه قد
_________
١ ورد التصريح بهذه الشفاعة في حديث الصور، رواه: الطبراني في "المطولات" (٢٥/٦٦/ رقم ٣٦)، وابن جرير في "الجامع" (٢/٣٣٠) . وأورده السيوطي في "الدر المنثور" (٥/٣٣٩)، ونسبه إلى أبي يعلى وابن المنذر وغيرهم وضعفه ابن كثير في "تفسيره" (٢/١٤٦) وفي "صحيح مسلم" من حديث أنس: "أنا أول شفيع في الجنة" (رقم ١٩٦) .
٢ سورة الزمر آية: ٧٣.
٣ سورة الزمر آية: ٧١.
٤ من حديث العباس بن عبد المطلب، رواه: البخاري (كتاب الفضائل، باب قصة أبي طالب، ٣/٦٢)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب شفاعة النبي ﷺ لأبي طالب، ١/١٩٤) .
٥ سورة المدثر آية: ٤٨.
٦ سورة طه آية: ١٠٩.

........................................................................

يستدل لها بقول الرسول ﷺ " ما من مسلم يموت فيقوم على جنازته أربعون رجلا لا يشركون بالله شيئا; إلا شفعهم الله فيه "١ فإن هذه شفاعة قبل أن يدخل النار، فيشفعهم الله في ذلك.

النوع الثاني: الشفاعة فيمن دخل النار أن يخرج منها، وقد تواترت بها الأحاديث وأجمعت عليها الصحابة، واتفق عليها أهل الملة ما عدا طائفتين، وهما: المعتزلة والخوارج; فإنهم ينكرون الشفاعة في أهل المعاصي مطلقا لأنهم يرون أن فاعل الكبيرة مخلد في النار، ومن استحق الخلود; فلا تنفع فيه الشفاعة، فهم ينكرون أن النبي ﷺ وغيره يشفع في أهل الكبائر أن لا يدخلوا النار، أو إذا دخلوها أن يخرجوا منها، لكن قولهم هذا باطل بالنص والإجماع.

النوع الثالث: الشفاعة في رفع درجات المؤمنين، وهذه تؤخذ من دعاء المؤمنين بعضهم لبعض كما قال ﷺ في أبي سلمة: " اللهم اغفر لأبي سلمة، وارفع درجته في المهديين، وأفسح له في قبره، ونور له فيه، واخلفه في عقبه "٢ والدعاء شفاعة; كما قال ﷺ " ما من مسلم يموت، فيقوم على جنازته أربعون رجلا لا يشركون بالله شيئا; إلا شفعهم الله فيه ".

إشكال وجوابه:

فإن قيل: إن الشفاعة لا تكون إلا بإذنه سبحانه; فكيف يسمى دعاء الإنسان لأخيه شفاعة وهو لم يستأذن من ربه؟

_________
١ من حديث ابن عباس، رواه مسلم (كتاب الجنائز، باب من صلى عليه أربعون، ٢/ ٦٥٥) .
٢ من حديث أم سلمة، رواه مسلم (كتاب الجنائز، باب في إغماض الميت، ٢/٦٣٤) .

وقوله: ﴿مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ﴾ ١.

_________
والجواب: إن الله أمر بأن يدعو الإنسان لأخيه الميت، وأمره بالدعاء إذن وزيادة وأما الشفاعة الموهومة التي يظنها عباد الأصنام من معبوديهم; فهي شفاعة باطلة لأن الله لا يأذن لأحد بالشفاعة إلا من ارتضاه من الشفعاء والمشفوع لهم.
إذا قوله: ﴿قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا﴾ ٢ تفيد أن الشفاعة متعددة كما سبق٣.
الآية الثالثة: قوله تعالى: ﴿مَنْ ذَا الَّذِي﴾ ٤ "من": اسم استفهام بمعنى النفي; أي: لا يشفع أحد عند الله إلا بإذنه "ذا": هل تجعل ذا اسما موصولا كما قال ابن مالك في "الألفية" أو لا تصح أن تكون اسما موصولا هنا لوجود الاسم الموصول "الذي" الثاني هو الأقرب، وإن كان بعض المعربين قال: يجوز أن تكون "الذي" توكيدا لها.
والصحيح أن "ذا" هنا إما مركبة مع "من"، أو زائدة للتوكيد، وأيا كان الإعراب; فالمعنى: إنه لا أحد يشفع عند الله إلا بإذن الله.
وسبق أن النفي إذا جاء في سياق الاستفهام; فإنه يكون مضمنا معنى التحدي، أي إذا كان أحد يشفع بغير إذن الله فأت به.
قوله: "عنده": ظرف مكان، وهو سبحانه في العلو; فلا يشفع
_________
١ سورة البقرة آية: ٢٥٥.
٢ سورة الزمر آية: ٤٤.
٣ سبق (ص ٣٣١) .
٤ سورة البقرة آية: ٢٤٥.

وقوله: ﴿وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى﴾ ١.

_________
أحد عنده ولو كان مقربا; كالملائكة المقربين; إلا بإذنه الكوني، والإذن لا يكون إلا بعد الرضا.
وأفادت الآية: أنه يشترط للشفاعة إذن الله فيها لكمال سلطانه جل وعلا، فإنه كلما كمل سلطان الملك; فإنه لا أحد يتكلم عنده ولو كان بخير إلا بعد إذنه، ولذلك يعتبر اللغط في مجلس الكبير إهانة له ودليلا على أنه ليس كبيرا في نفوس من عنده، كان الصحابة مع الرسول ﷺ كأنما على رءوسهم الطير من الوقار وعدم الكلام إلا إذا فتح الكلام; فإنهم يتكلمون.
الآية الرابعة: قوله تعالى: ﴿وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ﴾ كم: خبرية للتكثير، والمعنى: ما أكثر الملائكة الذين في السماء، ومع ذلك لا تغني شفاعتهم شيئا إلا بعد إذن الله ورضاه.
قوله: ﴿إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى﴾ ٢ فللشفاعة شرطان، هما:
١. الإذن من الله; لقوله: ﴿أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ﴾ .
٢. رضاه عن الشافع والمشفوع له; لقوله: "ويرضى"، وكما قال تعالى: ﴿وَلا يَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى﴾ ٣ ; فلا بد من إذنه تعالى ورضاه عن الشافع والمشفوع له إلا في التخفيف عن أبي طالب، وقد سبق ذلك٤.
وهذه الآية في سياق بيان بطلان ألوهية اللات والعزى، قال تعالى
_________
١ سورة النجم آية: ٢٦.
٢ سورة النجم آية: ٢٦.
٣ سورة الأنبياء آية: ٢٨.
(ص ٣٣٣) .

وقوله: ﴿قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأَرْضِ﴾ الآيتين١.

_________
بعد ذكر المعراج وما حصل للنبي ﷺ فيه: ﴿لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى﴾ ٢ أي: العلامات الدالة عليه عزوجل فكيف به سبحانه؟ ! فهو أكبر وأعظم.
ثم قال: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأُخْرَى﴾ ٣، وهذا استفهام للتحقير; فبعد أن ذكر الله هذه العظمة قال: أخبروني عن هذه اللات والعزى ما عظمتها؟ وهذا غاية في التحقير، ثم قال: ﴿أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأُنْثَى تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى إِنْ هِيَ إِلاَّ أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى أَمْ لِلإِنْسَانِ مَا تَمَنَّى فَلِلَّهِ الآخِرَةُ وَالأُولَى وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ﴾ ٤ الآية.
فإذا كانت الملائكة وهي في السماوات في العلو لا تغني شفاعتهم إلا بعد إذنه تعالى ورضاه; فكيف باللات والعزى وهي في الأرض؟ ! ولهذا قال: ﴿وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ﴾ مع أن الملائكة تكون في السماوات وفي الأرض، ولكن أراد الملائكة التي في السماوات العلى، وهي عند الله - سبحانه -; فحتى الملائكة المقربون حملة العرش لا تغني شفاعتهم إلا من بعد أن يأذن الله لمن يشاء ويرضى.
الآية الخامسة: قوله تعالى: ﴿قُلِ ادْعُوا﴾ الأمر في قوله: "ادعو" للتحدي والتعجيز، وقوله: "ادعوا" يحتمل معنيين، هما:
_________
١ سورة سبأ آية: ٢٢.
٢ سورة النجم آية: ١٨.
٣ سورة النّجم آية: ١٩-٢٠.
٤ سورة النّجم آية: ٢١-٢٦.

............................................................

_________
١. أحضروهم.
٢. ادعوهم دعاء مسألة. فلو دعوهم دعاء مسألة لا يستجيبون لهم; كما قال تعالى: ﴿إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ﴾ ١.
يكفرون: يتبرءون، ومع هذه الآيات العظيمة يذهب بعض الناس يشرك بالله ويستنجد بغير الله، وكذلك لو دعوهم دعاء حضور لم يحضروا، ولو حضروا ما انتفعوا بحضورهم.
قوله: ﴿لا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ﴾ ٢ واحدة الذر: وهي صغار النمل، ويضرب بها المثل في القلة.
قوله: ﴿مِثْقَالَ ذَرَّةٍ﴾ وكذلك ما دون الذرة لا يملكونه، والمقصود بذكر الذرة المبالغة، وإذا قصد المبالغة بالشيء قلة أو كثرة; فلا مفهوم له; فالمراد الحكم العام; فمثلا قوله تعالى: ﴿إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ﴾ ٣ ; أي: مهما بالغت في الاستغفار.
ولا يرد على هذا أن الله أثبت ملكا للإنسان; لأن ملك الإنسان قاصر وغير شامل ومتجدد وزائل، وليس كملك الله.
قوله: ﴿وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ﴾ ٤ أي: ما لهؤلاء الذين تدعون من دون الله.
"فيهما" أي: في السماوات والأرض.
: ﴿مِنْ شِرْكٍ﴾ أي: مشاركة، أي لا يملكونه انفرادا ولا مشاركة.
_________
١ سورة فاطر آية: ١٤.
٢ سورة سبأ آية: ٢٢.
٣ سورة التوبة آية: ٨٠.
٤ سورة الأحقاف سبأ آية: ٢٢.

...........................................................................

_________
وقوله: ﴿مِنْ شِرْكٍ﴾: مبتدأ مؤخر دخلت عليه "من" الزائدة لفظا، لكنها للتوكيد معنى وكل زيادة لفظية في القرآن; فهي زيادة في المعنى وأتت "من" للمبالغة في النفي، وأنه ليس هناك شرك لا قليل ولا كثير.
قوله: ﴿وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ﴾ ١ الضمير في: ﴿وَمَا لَهُ﴾ يعود إلى الله تعالى، وفي "منهم" يعود إلى الأصنام; أي: ما لله تعالى من هذه الأصنام ظهير و"من": حرف جر زائد، و"ظهير": مبتدأ مؤخر بمعنى معين; كما قال تعالى: ﴿قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الأِنْسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا﴾ ٢ ; أي: معينا، وقال تعالى: ﴿وَالْمَلائِكَةُ بَعْدَ ذَلِكَ ظَهِيرٌ﴾ ٣; أي: معين أي: ليس لله معين يعينه في أفعاله، وبذلك ينتفي عن هذه الأصنام كل ما يتعلق به العابدون; فهي لا تملك شيئا على سبيل الانفراد ولا المشاركة ولا الإعانة، لأن من يعينك وإن كان غير شريك لك يكون له منة عليك; فربما تحابيه في إعطائه ما يريد.
فإذا انتفت هذه الأمور الثلاثة; لم يبق إلا الشفاعة، وقد أبطلها الله بقوله: ﴿وَلا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ﴾ ٤ ; فلا تنفع عند الله الشفاعة لهؤلاء; لأن هذه الأصنام لا يأذن الله لها، فانقطعت كل الوسائل والأسباب للمشركين، وهذا من أكبر الآيات الدالة على بطلان عبادة الأصنام; لأنها لا تنفع عابديها لا استقلالا ولا مشاركة ولا مساعدة ولا شفاعة; فتكون عبادتها باطلة، قال تعالى: ﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ٥، حتى ولو كان المدعو عاقلا; لقوله: "من"، ولم يقل: "ما"، ثم قال تعالى: ﴿وَهُمْ عَنْ دُعَائِهِمْ غَافِلُونَ وَإِذَا حُشِرَ النَّاسُ كَانُوا لَهُمْ أَعْدَاءً وَكَانُوا بِعِبَادَتِهِمْ كَافِرِينَ﴾ ٦، وكل
_________
١ سورة سبأ آية: ٢٢.
٢ سورة الإسراء آية: ٨٨.
٣ سورة التحريم آية: ٤.
٤ سورة سبأ آية: ٢٣.
٥ سورة الأحقاف آية: ٥.
٦ سورة آية: ٥-٦.

قال أبو العباس: " نفى الله عما سواه كل ما يتعلق به المشركون، فنفى أن يكون لغيره ملك أو قسط منه، أو يكون عونا لله،............................

_________
هذه الآيات تدل على أنه يجب على الإنسان قطع جميع تعلقاته إلا بالله عبادة وخوفا ورجاء واستعانة ومحبة وتعظيما; حتى يكون عبدا لله حقيقة، يكون هواه وإرادته وحبه وبغضه وولاؤه ومعاداته لله وفي الله; لأنه مخلوق للعبادة فقط، قال تعالى: ﴿أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ﴾ ١، أي: لا نأمركم ولا ننهاكم، إذ لو خلقناكم فقط للأكل والشرب والنكاح; لكان ذلك عين العبث، ولكن هناك شيء وراء ذلك، وهو عبادة الله سبحانه في هذه الدنيا.
وقوله: ﴿إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ﴾ أي: وحسبتم أنكم إلينا لا ترجعون، فنجازيكم إذا كان هذا هو حسبانكم; فهو حسبان باطل.
قوله: "قال أبو العباس ": هو شيخ الإسلام تقي الدين أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن تيمية ﵀ يكنى بذلك، ولم يتزوج; لأنه كان مشغولا بالعلم والجهاد، وليس زاهدا في السنة، مات سنة ٧٢٨ هـ، وله ٦٧ سنة و١٠ أشهر.
قوله: "لغيره ملك": أي: لغير الله في قوله: ﴿لا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأَرْضِ﴾ .
قوله: "أو قسط منه": في قوله: "وما لهم فيهما من شرك".
قوله: "أو يكون عونا لله" في قوله تعالى: ﴿وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ﴾ ٢ بدون استثناء.
_________
١ سورة المؤمنون آية: ١١٥.
٢ سورة سبأ آية: ٢٢.

ولم يبق إلا الشفاعة، فبين أنها لا تنفع إلا لمن أذن له الرب; كما قال: ﴿وَلا يَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى﴾ ١.

فهذه الشفاعة التي يظنها المشركون هي منتفية يوم القيامة;

_________
قوله: "ولم يبق إلا الشفاعة": فبين أنها لا تنفع إلا من أذن له الرب; كما قال تعالى: ﴿وَلا يَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى﴾ ٢ وَقَالَ: ﴿مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ﴾ ٣، ومعلوم أنه لا يرضى هذه الأصنام لأنها باطلة وحينئذ فتكون شفاعتها منتفية.
واعلم أن شرك المشركين في السابق كان في عبادة الأصنام، أما الآن، فهو في طاعة المخلوق في المعصية فإن هؤلاء يقدسون زعماءهم أكثر من تقديس الله إن أقروا به، فيقال لهم: إنهم بشر مثلكم، خرجوا من مخرج البول والحيض، وليس لهم شرك في السماوات ولا في الأرض، ولا يملكون الشفاعة لكم عند الله، إذن; فكيف تتعلقون بهم؟ ! حتى إن الواحد منهم يركع لرئيسه أو يسجد له كما يسجد لرب العالمين والواجب علينا نحو ولاة الأمور طاعتهم، وطاعتهم من طاعة الله، وليست استقلالا، أما عبادتهم كعبادة الله; فهذه جاهلية وكفر.
فهذه الشفاعة التي يظنها المشركون هي منتفية يوم القيامة، كما نفاها القرآن; فالله ﷾ نفى أن تنفعهم أصنامهم، بل قال: ﴿إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ لَوْ كَانَ هَؤُلاءِ آلِهَةً مَا وَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ﴾ ٤، حتى الأصنام لا تنفع نفسها ولا يشفع لها; فكيف تكون شافعة؟ ! بل هي في النار وعابدوها.
_________
١ سورة الأنبياء آية: ٢٨.
٢ سورة الأنبياء آية: ٢٨.
٣ سورة البقرة آية: ٢٥٥.
٤ سورة آية: ٩٨-٩٩.

كما نفاها القرآن، وأخبر النبي ﷺ " أنه يأتي فيسجد لربه ويحمده - لا يبدأ بالشفاعة أولا - ثم يقال له: ارفع رأسك، وقل يسمع، وسل تعط، واشفع تشفع "١.

وقال أبو هريرة له ﷺ " من أسعد الناس بشفاعتك؟

_________
قوله: "وأخبر النبي ﷺ أنه يأتي فيسجد لربه ": أي: وكما أخبر; فالواو عاطفة، ويجوز أن تكون استئنافية، فإذا كان الرسول ﷺ وهو أعظم الناس جاها عند الله لا يشفع إلا بعد أن يحمد الله ويثني عليه، فيحمد الله بمحامد عظيمة يفتحها الله عليه لم يكن يعلمها من قبل، ويطول سجوده; فكيف بهذه الأصنام; هل يمكن أن تشفع لأصحابها؟
قوله: "ارفع رأسك": أي: من السجود.
قوله: "وقل يسمع" السامع هو الله، و"يسمع": جواب الأمر مجزوم.
قوله: "وسل تعط": أي: سل ما بدا لك تعط إياه، وتعط: مجزوم بحذف حرف العلة جوابا لسل.
قوله: "واشفع تشفع": وحينئذ يشفع النبي ﷺ في الخلائق أن يقضى بينهم.
قوله: "وقال أبو هريرة له ﷺ من أسعد الناس بشفاعتك؟ ":
هذا السؤال من أبي هريرة للنبي ﷺ فقال له النبي ﷺ " لقد كنت أظن أن لا يسألني أحد غيرك عنه لما أرى من حرصك على العلم "٢ وفي هذا دليل على أن من وسائل تحصيل العلم السؤال.
_________
١ سبق ص ٣٣٢.
٢ البخاري: العلم (٩٩)، وأحمد (٢/٣٧٣) .

قال: " من قال: لا إله إلا الله; خالصا من قلبه "١.

_________
قوله: " من قال: لا إله إلا الله خالصا من قلبه " وعليه; فالمشركون ليس لهم حظ من الشفاعة لأنهم لا يقولون: لا إله إلا الله، قال تعالى: ﴿إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَإِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ﴾ ٢، وقال تعالى حكاية عنهم: ﴿أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ﴾ ٣ والحقيقة أن صنيعهم هو العجاب، قال تعالى: ﴿بَلْ عَجِبْتَ وَيَسْخَرُونَ﴾ ٤، وقال تعالى: ﴿وَإِنْ تَعْجَبْ فَعَجَبٌ قَوْلُهُمْ أَإِذَا كُنَّا تُرَابًا أَإِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ﴾ ٥..
وقوله: "خالصا من قلبه" خرج بذلك من قالها نفاقا; فإنه لا حظ له في الشفاعة، فإن المنافق يقول: لا إله إلا الله، ويقول: أشهد أن محمدا رسول الله، لكن الله عزوجل قابل شهادتهم هذه بشهادته على كذبهم، قال تعالى: ﴿وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ﴾ ٦ ; أي: في شهادتهم، في قولهم: إنك لرسول الله، فهم كاذبون في شهادتهم وفي قولهم: لا إله إلا الله; لأنهم لو شهدوا بذلك حقا ما نافقوا ولا أبطنوا الكفر.
قوله: "خالصا": أي: سالما من كل شوب; فلا يشوبها رياء ولا سمعة، بل هي شهادة يقين.
قوله: "من قلبه": لأن المدار على القلب، وهو ليس معنى من المعاني، بل هو مضغة في صدور الناس، قال الله تعالى: ﴿فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ﴾ ٧ وقال تعالى: ﴿أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا﴾ ٨، وقال ﷺ " ألا وإن في
_________
١ من حديث أبي هريرة، رواه: البخاري (كتاب العلم، باب الحرص على الحديث، ١/٥٢) .
٢ سورة آية: ٣٥-٣٦.
٣ سورة ص آية: ٥.
٤ سورة الصافات آية: ١٢.
٥ سورة الرعد آية: ٥.
٦ سورة المنافقون آية: ١.
٧ سورة الحج آية: ٤٦.
٨ سورة الحج آية: ٤٦.

فتلك الشفاعة لأهل الإخلاص بإذن الله، ولا تكون لمن أشرك بالله. وحقيقته أن الله سبحانه هو الذي يتفضل على أهل الإخلاص، فيغفر لهم بواسطة دعاء من أذن له أن يشفع;......................................

_________
الجسد مضغة، إذا صلحت صلح الجسد كله "١. وبهذا يبطل قول من قال: إن العقل في الدماغ، ولا ينكر أن للدماغ تأثيرا في الفهم والعقل، لكن العقل في القلب، ولهذا قال الإمام أحمد: "العقل في القلب، وله اتصال في الدماغ" ومن قال كلمة الإخلاص خالصا من قلبه; فلا بد أن يطلب هذا المعبود بسلوك الطرق الموصلة إليه; فيقوم بأمر الله ويدع نهيه.
قوله: "فتلك الشفاعة لأهل الإخلاص": لأن من أشرك بالله قال الله فيه: ﴿فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ﴾ ٢.
قوله: "وحقيقته أن الله - سبحانه - هو الذي يتفضل على أهل الإخلاص، فيغفر لهم بواسطة دعاء من أذن له أن يشفع": وحقيقته; أي: حقيقة أمر الشفاعة، أي الفائدة منها: أن الله عزوجل أراد أن يغفر للمشفوع له، ولكن بواسطة هذه الشفاعة.
والحكمة من هذه الواسطة بينها بقوله: "ليكرمه وينال المقام المحمود"، ولو شاء الله لغفر لهم بلا شفاعة، ولكنه أراد بيان فضل هذا الشافع وإكرامه أمام الناس، ومن المعلوم أن من قبل الله شفاعته; فهو عنده بمنزلة عالية; فيكون في هذا إكرام للشافع من وجهين:
الأول: إكرام الشافع بقبول شفاعته.
الثاني: ظهور جاهه وشرفه عند الله تعالى.
_________
١ من حديث النعمان بن بشير، رواه: البخاري (كتاب الإيمان، باب فضل من استبرأ لدينه، ١/٣٤)، ومسلم (كتاب المساقاة، باب أخذ الحلال وترك الشبهات، ٣/١٢١٩) .
٢ سورة المدثر آية: ٤٨.

ليكرمه، وينال المقام المحمود.

فالشفاعة التي نفاها القرآن ما كان فيها شرك، ولهذا أثبت الشفاعة بإذنه في مواضع وقد بين النبي ﷺ أنها لا تكون إلا لأهل الإخلاص والتوحيد" انتهى كلامه.

_________
قوله: "المقام المحمود": أي: المقام الذي يحمد عليه وأعظم الناس في ذلك رسول الله ﷺ فإن الله وعده أن يبعثه مقاما محمودا، ومن المقام المحمود: أن الله يقبل شفاعته بعد أن يتراجع الأنبياء أولو العزم عنها ومن يشفع من المؤمنين يوم القيامة; فله مقام يحمد عليه على قدر شفاعته.
قوله: "فالشفاعة التي نفاها القرآن ما كان فيها شرك": هذا من كلام شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀ "ما": اسم موصول; أي: التي كان فيها شرك.
قوله: "وقد أثبت الشفاعة بإذنه في مواضع ": ومن ذلك قوله تعالى: ﴿مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ﴾ ١، وقوله: ﴿وَلا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلاَّ لِمَنْ أَذِنَ لَهُ﴾ ٢، وقوله: ﴿وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى﴾ ٣.
قوله: "وقد بين النبي ﷺ أنها لا تكون إلا لأهل الإخلاص والتوحيد": أما أهل الشرك; فإن الشفاعة لا تكون لهم; لأن شفعاءهم هي الأصنام، وهي باطلة.
وجه إدخال باب الشفاعة في كتاب التوحيد: أن الشفاعة الشركية تنافي التوحيد والبراءة منها هو حقيقة التوحيد.
_________
١ سورة البقرة آية: ٢٥٥.
٢ سورة سبأ آية: ٢٣.
٣ سورة النجم آية: ٢٦.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير الآيات.

الثانية: صفة الشفاعة المنفية.

الثالثة: صفة الشفاعة المثبتة.

الرابعة: ذكر الشفاعة الكبرى وهي المقام المحمود.

الخامسة: صفة ما يفعله ﷺ أنه لا يبدأ بالشفاعة، بل يسجد، فإذا أذن له; شفع.

_________
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الآيات: وهي خمس، وسبق تفسيرها في محالها.
الثانية: صفة الشفاعة المنفية: وهي ما كان فيها شرك، فكل شفاعة فيها شرك; فإنها منفية.
الثالثة: صفة الشفاعة المثبتة: وهي شفاعة أهل التوحيد بشرط إذن الله تعالى ورضاه عن الشافع والمشفوع له.
الرابعة: ذكر الشفاعة الكبرى وهي المقام المحمود: وهي الشفاعة في أهل الموقف أن يقضى بينهم، وقول الشيخ: "وهي المقام المحمود"; أي: منه١.
الخامسة: صفة ما يفعله ﷺ وأنه لا يبدأ بالشفاعة، بل يسجد، فإذا أذن له; شفع: كما قال شيخ الإسلام ﵀، وهو ظاهر، وهذا يدل على عظمة الرب وكمال أدب النبي ﷺ
_________
١انظر: (ص ٣٤٤) .

السادسة: من أسعد الناس بها.

السابعة: أنها لا تكون لمن أشرك بالله.

الثامنة: بيان حقيقتها.

_________
السادسة: من أسعد الناس بها: هم أهل التوحيد والإخلاص من قال: لا إله إلا الله خالصا من قلبه ولا إله إلا الله معناه: لا معبود حق إلا الله، وليس المعنى: لا معبود إلا الله; لأنه لو كان كذلك; لكان الواقع يكذب هذا، إذ إن هناك معبودات من دون الله تعبد وتسمى آلهة، ولكنها باطلة، وحينئذ يتعين أن يكون المراد لا إله حق إلا الله ولا إله إلا الله تتضمن نفيا وإثباتا، هذا هو التوحيد; لان الإثبات المجرد لا يمنع المشاركة، والنفي المجرد تعطيل محض، فلو قلت: لا إله معناه عطلت كل إله، ولو قلت: الله إله ما وحدت; لأن مثل هذه الصيغة لا تمنع المشاركة، ولهذا قال الله تعالى: ﴿وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ﴾ ١، لما جاء الإثبات فقط أكده بقوله: واحد.
السابعة: أنها لا تكون لمن أشرك بالله: لقوله تعالى: ﴿فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ﴾ ٢، وغير ذلك مما نفى الله فيه الشفاعة للمشركين، ولقوله ﷺ " خالصا من قلبه "٣.
الثامنة: بيان حقيقتها: وحقيقتها: أن الله تعالى يتفضل على أهل الإخلاص; فيغفر لهم بواسطة من أذن له أن يشفع ليكرمه وينال المقام المحمود.
_________
١ سورة البقرة آية: ١٦٣.
٢ سورة المدثر آية: ٤٨.
٣ البخاري: العلم (٩٩)، وأحمد (٢/٣٧٣) .

باب قول الله تعالى: ﴿إنك لا تهدي من أحببت﴾

باب قول الله تعالى: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾

...

باب قول الله تعال: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾ ١ الآية.

_________
مناسبة هذا الباب لما قبله
مناسبته أنه نوع من الباب الذي قبله، فإذا كان لا أحد يستطيع أن ينفع أحدا بالشفاعة والخلاص من العذاب، كذلك لا يستطيع أحد أن يهدي أحدا; فيقوم بما أمر الله به.
قوله تعالى: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾ الخطاب للنبي ﷺ وكان يحب هداية عمه أبي طالب أو من هو أعم فأنت يا محمد المخاطب بكاف الخطاب، وله المنزلة الرفيعة عند الله لا تستطيع أن تهدي من أحببت هدايته، ومعلوم أنه إذا أحب هدايته; فسوف يحرص عليه، ومع ذلك لا يتمكن من هذا الأمر، لأن الأمر كله بيد الله، قال تعالى: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ﴾ ٢، وقال تعالى: ﴿وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الأَمْرُ﴾ ٣ ; فأتى ب "أل" الدالة على الاستغراق; لأن "أل" في قوله: "الأمر" للاستغراق; فهي نائبة مناب كل; أي: وإليه يرجع كل الأمر، ثم جاءت مؤكدة بكل، وذلك توكيدان.
والهداية التي نفاها الله عن رسوله ﷺ هداية التوفيق، والتي أثبتها له هداية الدلالة والإرشاد ولهذا أتت مطلقة لبيان أن الذي بيده هو هداية الدلالة فقط، لا أن يجعله مهتديا، قال تعالى: ﴿وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ
_________
١ سورة القصص آية: ٥٦.
٢ سورة آل عمران آية: ١٢٨.
٣ سورة هود آية: ١٢٣.

وفي " الصحيح " عن ابن المسيب، عن أبيه; قال: لما حضرت أبا طالب الوفاة;................................................................

_________
مُسْتَقِيمٍ﴾ ١، فلم يخصص سبحانه فلانا وفلانا ليبين أن المراد أنك تهدي هداية دلالة، فأنت تفتح الطريق أمام الناس فقط وتبين لهم وترشدهم، أما إدخال الناس في الهداية فهذا أمر ليس إلى الرسول ﷺ، إنما هو مما تفرد الله به سبحانه؛ فنحن علينا أن نبين وندعو، وأما هداية التوفيق (أي أن الإنسان يهدي) فهذا إلى الله –﷾ وهذا هو الجمع بين الآيتين.
وقوله: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾ ٢ ظاهره أن النبي ﷺ يحب أبا طالب; فكيف يئول ذلك؟
والجواب: إما أن يقال: إنه على تقدير أن المفعول محذوف، والتقدير من أحببت هدايته لا من أحببته هو أو يقال: إنه أحب عمه محبة طبيعية كمحبة الابن أباه ولو كان كافرا أو يقال: إن ذلك قبل النهي عن محبة المشركين والأول أقرب; أي: من أحببت هدايته لا عينه، وهذا عام لأبي طالب وغيره ويجوز أن يحبه محبة قرابة، ولا ينافي هذا المحبة الشرعية، وقد أحب أن يهتدي هذا الإنسان، وإن كنت أبغضه شخصيا لكفره، ولكن لأني أحب أن الناس يسلكون دين الله.
قوله: "في الصحيح": سبق الكلام على مثل هذه العبارة في باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله.
قوله: "أبا": بالألف: مفعول به منصوب بالألف; لأنه من الأسماء الخمسة، و"الوفاة" يعني: الموت، فاعل حضرت.
_________
١ سورة الشورى آية: ٥٢.
٢ سورة القصص آية: ٥٦.

جاءه رسول الله ﷺ وعنده عبد الله بن أبي أمية وأبو جهل، فقال له: " يا عم قل لا إله إلا الله كلمة أحاج لك بها عند الله "........................

_________
قوله: "فقال: يا عم! قل لا إله إلا الله ": أتى ﷺ بهذه الكنية الدالة على العطف; لأن العم صنو الأب; أي: كالغصن معه والصنو: الغصن الذي أصله واحد; فكأنه معه كالغصن.
قوله: "يا عم" فيها وجهان: يا عم; بكسر الميم: على تقدير أنها مضافة إلى الياء ويا عم; بضم الميم: على تقدير قطعها عن الإضافة.
قوله: "قل: لا إله إلا الله " يجوز أنه قاله على سبيل الأمر والإلزام; لأنه يجب أن يأمر كل أحد أن يقول: لا إله إلا الله ويجوز أنه قاله على سبيل الإرشاد والتوجيه ويجوز أنه قاله على سبيل الترجي والتلطف معه، وأبو طالب والذين عنده يعرفون هذه الكلمة ويعرفون معناها، ولهذا بادر بالإنكار.
قوله: "كلمة": منصوبة; لأنها بدل لا إله إلا الله، ويجوز إذا لم تكن الرواية بالنصب أن تكون بالرفع; أي: هي كلمة، ولكن النصب أوضح.
قوله: "أحاج": بضم الجيم وفتحها: فعلى ضم الجيم فهي صفة لكلمة، وإذا كانت بالفتح فهي مجزومة جوابا للأمر: "قل"; أي: قل أحاج وقال بعض المعربين: إنها جواب لشرط مقدر; أي: إن تقل أحاج، والأول أسهل; لأن الأصل عدم التقدير والمعنى: أذكرها حجة لك عند الله، وليس أخاصم وأجادل لك بها عند الله، وإن كان بعض أهل العلم قال: إن معناها أجادل الله بها، ولكن الذي يظهر لي أن المعنى: أحاج لك بها عند الله; أي: أذكرها حجة لك كما جاء في بعض

فقالا له: أترغب عن ملة عبد المطلب؟ فأعاد عليه النبي ﷺ فأعادا، فكان آخر ما قال: هو على ملة عبد المطلب، وأبى أن يقول: لا إله إلا الله.

فقال النبي ﷺ " لأستغفرن لك ما لم أنه عنك "١.

_________
الروايات: " أشهد لك بها عند الله ٢.
" قوله: "فقالا له: أترغب عن ملة عبد المطلب؟ ": القائلان هما: عبد الله بن أبي أمية، وأبو جهل، والاستفهام للإنكار عليه; لأنهما عرفا أنه إذا قالها - أي كلمة الإخلاص - وحد، وملة عبد المطلب الشرك، وذكرا له ما تهيج به نعرته، وهي ملة عبد المطلب حتى لا يخرج عن ملة آبائه وقد مات أبو جهل على ملة عبد المطلب، أما عبد الله بن أبي أمية والمسيب الذي روى الحديث، فأسلما; فأسلم من هؤلاء الثلاثة رجلان، ﵄.
قوله: "ملة عبد المطلب": أي: دين عبد المطلب.
قوله: "فأعاد عليه النبي ﷺ": أي: قوله قل لا إله إلا الله، كلمة أحاج لك بها عند الله.
قوله: "فأعادا عليه": أي قولهما: أترغب عن ملة عبد المطلب.
قوله: "فقال النبي ﷺ لأستغفرن لك" إلخ: جملة "لأستغفرن لك" مؤكدة بثلاث مؤكدات: القسم، واللام، ونون التوكيد الثقيلة والاستغفار: طلب المغفرة، وكأن النبي ﷺ في نفسه شيء من القلق، حيث قال: "ما لم أنه عنك "; فوقع الأمر كما توقع ونهي عنه.
_________
١ البخاري الجنائز (١٣٦٠)، ومسلم الإيمان (٢٤)، والنسائي: الجنائز (٢٠٣٥)، وأحمد (٥/٤٣٣) .
٢ رواه مسلم (كتاب الإيمان، باب الدليل على صحة إسلام من حضره الموت، ١/٥٤) .

فأنزل الله عزوجل: ﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى﴾ ١.

_________
قوله: "ما لم أنه عنك": فعل مضارع مبني للمجهول، والناهي عنه هو الله.
قوله: "ما كان": ما: نافية، وكان: فعل ماض ناقص قوله: "أن يستغفروا": أن وما دخلت عليه في تأويل مصدر اسم كان مؤخر.
قوله: "للنبي": خبر مقدم; أي: ما كان استغفاره.
واعلم أن ما كان أو ما ينبغي أو لا ينبغي ونحوها إذا جاءت في القرآن والحديث; فالمراد أن ذلك ممتنع غاية الامتناع; كقوله تعالى: ﴿مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ﴾ ٢، وقوله: ﴿وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا﴾ ٣، وقوله: ﴿لا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ﴾ ٤، وقوله ﷺ " إن الله لا ينام ولا ينبغي له أن ينام "٥.
وقوله: "أن يستغفروا"; أي: يطلبوا المغفرة للمشركين قوله: ﴿وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى﴾ ٦ أي: حتى ولو كانوا أقارب لهم، ولهذا لما اعتمر النبي ﷺ ومر بقبر أمه استأذن الله أن يستغفر لها فما أذن الله له، فاستأذنه أن يزور قبرها فأذن له; فزاره للاعتبار وبكى وأبكى من حوله من الصحابة٧ فالله منعه من طلب المغفرة للمشركين; لأن
_________
١ سورة التوبة آية: ١١٣.
٢ سورة مريم آية: ٣٥.
٣ سورة مريم آية: ٩٢.
٤ سورة يس آية: ٤٠.
٥ من حديث أبي موسى، رواه مسلم (كتاب الإيمان، باب في قوله ﵊: "إن الله لا ينام" ١/١٦٠) .
٦ سورة التوبة آية: ١١٣.
٧ من حديث أبي هريرة، رواه مسلم (كتاب الجنائز، باب استئذان النبي ﷺ ربه ﷿ زيارة أمه، ٢/٦٧١) .

وأنزل الله في أبي طالب: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ﴾ ١،٢.

_________
هؤلاء المشركين ليسوا أهلا للمغفرة إذا دعوت الله أن يفعل ما لا يليق; فهو اعتداء في الدعاء.
قوله: "وأنزل الله في أبي طالب" أي: في شأنه قوله: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾ ٣ الخطاب للرسول ﷺ أي لا توفق من أحببت للهداية قوله: ﴿يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ﴾ ٤ أي يهدي هداية التوفيق من يشاء واعلم أن كل فعل يضاف إلى مشيئة الله تعالى; فهو مقرون بالحكمة; أي: من اقتضت حكمته أن يهديه فإنه يهتدي، ومن اقتضت حكمته أن يضله أضله وهذا الحديث يقطع وسائل الشرك بالرسول ﷺ وغيره; فالذين يلجئون إليه ﷺ ويستنجدون به مشركون; فلا ينفعهم ذلك لأنه لم يؤذن له أن يستغفر لعمه، مع أنه قد قام معه قياما عظيما، ناصره وآزره في دعوته; فكيف بغيره ممن يشركون بالله؟ !
الإشكالات الواردة في الحديث:
الإشكال الأول: الإثبات والنفي في الهداية، وقد سبق بيان ذلك٥.
الإشكال الثاني: قوله لما حضرت أبا طالب الوفاة يشكل مع قوله تعالى: ﴿وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ
_________
١ سورة القصص آية: ٥٦.
٢ رواه: البخاري (كتاب التفسير، باب إنك لا تهدي من أحببت، ٣/٢٧٣)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب الدليل على صحة إسلام من حضره الموت، ١/٥٤) .
٣ سورة القصص آية: ٥٦.
٤ سورة القصص آية: ٥٦.
(ص ٣٤٨) .

............................................................................................

_________
الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ﴾ ١، وظاهر الحديث قبول توبته والجواب عن ذلك من أحد وجهين:
الأول: أن يقال لما حضرت أبا طالب الوفاة، أي ظهر عليه علامات الموت ولم ينزل به، ولكن عرف موته لا محالة، وعلى هذا; فالوصف لا ينافي الآية.
الثاني: أن هذا خاص بأبي طالب مع النبي ﷺ ويستدل لذلك بوجهين:
أ- أنه قال: " كلمة أحاج لك بها عند الله "، ولم يجزم بنفعها له، ولم يقل: كلمة تخرجك من النار.
ب- أنه سبحانه أذن للنبي ﷺ بالشفاعة لعمه مع كفره، وهذا لا يستقيم إلا له، والشفاعة له ليخفف عنه العذاب ويضعف الوجه الأول أن المعنى ظهرت عليه علامات الموت: بأن قوله: "لما حضرت أبا طالب الوفاة" مطابقا تماما لقوله تعالى: ﴿حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ﴾ ٢ وعلى هذا يكون الأوضح في الجواب أن هذا خاص بالنبي ﷺ مع أبي طالب نفسه.
الإشكال الثالث: أن قوله تعالى: ﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ﴾ ٣ في سورة التوبة، وهي متأخرة مدنية، وقصة أبي طالب مكية، وهذا يدل على تأخر النهي على تأخر النهي عن الاستغفار للمشركين، ولهذا استأذن النبي ﷺ للاستغفار لأمه٤ وهو ذاهب للعمرة ولا يمكن أن يستأذن بعد نزول النهي; فدل على تأخر الآية، وأن المراد بيان دخولها في
_________
١ سورة النساء آية: ١٨.
٢ سورة النساء آية: ١٨.
٣ سورة التوبة آية: ١١٣.
٤ سبق (ص ٣٥٢) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير قوله: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾ الآية.

الثانية: تفسير قوله: ﴿ما كان للنبي﴾ الآية.

_________
قوله تعالى: ﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ﴾ ١ وليس المعنى أنها نزلت في ذلك الوقت وقيل: إن سبب نزول الآية هو استئذانه ربه في الاستغفار لأمه، ولا مانع من أن يكون للآية سببان.
الإشكال الرابع: أن أهل العلم قالوا: يسن تلقين المحتضر لا إله إلا الله، لكن بدون قول قل; لأنه ربما مع الضجر يقول: لا; لضيق صدره مع نزول الموت، أو يكره هذه الكلمة أو معناها، وفي هذا الحديث قال: "قل".
والجواب: أن أبا طالب كان كافرا، فإذا قيل له: "قل" وأبى; فهو باق على كفره، لم يضره التلقين بهذا; فإما أن يبقى على كفره ولا ضرر عليه بهذا التلقين وإما أن يهديه الله، بخلاف المسلم; فهو على خطر لأنه ربما يضره التلقين على هذا الوجه.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير قوله تعالى: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾، أي: من أحببت هدايته، وسبق تفسيرها، وبينا أن الرسول ﷺ إذا كان لا يستطيع أن يهدي أحدا وهو حي; فكيف يستطيع أن يهدي أحدا وهو ميت؟ ! وأنه كما قال الله تعالى في حقه: ﴿قُلْ إِنِّي لا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلا رَشَدًا﴾ ٢.
الثانية: تفسير قوله: "ما كان للنبي" الآية: وقد سبق تفسيرها وبيان تحريم استغفار المسلمين للمشركين ولو كانوا أولي قربى.
_________
١ سورة التوبة آية: ١١٣.
٢ سورة الجن آية: ٢١.

الثالثة: وهي المسألة الكبيرة، تفسير قوله: " قل لا إله إلا الله "; بخلاف ما عليه من يدعي العلم.

الرابعة: أن أبا جهل ومن معه يعرفون مراد النبي ﷺ إذا قال

_________
والخطر من قول بعض الناس لبعض زعماء الكفر إذا مات: المرحوم; فإنه حرام لأن هذا مضادة لله ﷾، وكذلك يحرم إظهار الجزع والحزن على موتهم بالإحداد أو غيره; لأن المؤمنين يفرحون بموتهم، بل لو كان عندهم القدرة والقوة لقاتلوهم حتى يكون الدين كله لله.
الثالثة: وهي المسألة الكبيرة: أي: الكبيرة من هذا الباب، وقوله (أي قول النبي ﷺ لعمه: " قل: لا إله إلا الله "١ وعمه عرف المعنى أنه التبرؤ من كل إله سوى الله ولهذا أبى أن يقولها لأنه يعرف معناها ومقتضاها وملزوماتها.
وقوله: "بخلاف ما عليه من يدعي العلم" كأنه يشير إلى تفسير المتكلمين لمعنى لا إله إلا الله، حيث يقولون: إن الإله هو القادر على الاختراع، وإنه لا قادر على الاختراع والإيجاد والإبداع إلا الله، وهذا تفسير باطل.
نعم، هو حق لا قادر على الاختراع إلا الله، لكن ليس هذا معنى لا إله إلا الله، ولكن المعنى: لا معبود حق إلا الله; لأننا لو قلنا: إن معنى لا إله إلا الله: لا قادر على الاختراع إلا الله; صار المشركون الذين قاتلهم الرسول ﷺ واستباح نساءهم وذريتهم وأموالهم مسلمين; فالظاهر من كلامه ﵀ أنه أراد أهل الكلام الذين يفسرون لا إله إلا الله بتوحيد الربوبية، وكذلك الذين يعبدون الرسول والأولياء ويقولون: نحن نقول لا إله إلا الله.
الرابعة: أن أبا جهل ومن معه يعرفون مراد النبي ﷺ أبو جهل
_________
١ البخاري: الجنائز (١٣٦٠)، ومسلم: الإيمان (٢٤)، والنسائي: الجنائز (٢٠٣٥)، وأحمد (٥/٤٣٣) .

للرجل: قل: " لا إله إلا الله "; فقبح الله من أبو جهل أعلم منه بأصل الإسلام.

الخامسة: جده ﷺ ومبالغته في إسلام عمه.

_________
ومن معه يعرفون مراد النبي ﷺ بقول: لا إله إلا الله، ولذا ثاروا وقالوا له: "أترغب عن ملة عبد المطلب؟ "، وهو أيضا أبى أن يقولها لأنه يعرف مراد النبي ﷺ بهذه الكلمة، قال تعالى: ﴿إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ وَيَقُولُونَ أَإِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ﴾ ١ فالحاصل أن الذين يدعون أن معنى لا إله إلا الله; أي: لا قادر على الاختراع إلا هو، أو يقولونها وهم يعبدون غيره كالأولياء هم أجهل من أبي جهل واحترز المؤلف في عدم ذكر من مع أبي جهل لأنهم أسلموا، وبذلك صاروا أعلم ممن بعدهم، خاصة من هم في العصور المتأخرة في زمن المؤلف ﵀.
الخامسة: جده ومبالغته في إسلام عمه: حرصه ﷺ وكونه يتحمل أن يحاج بالكلمة عند الله واضح من نص الحديث; لسببين هما:
١- القرابة.
٢- لما أسدى للرسول والإسلام من المعروف; فهو على هذا مشكور، وإن كان على كفره مأزورا وفي النار، ومن مناصرة أبي طالب أنه هجر قومه من أجل معاضدة النبي ﷺ ومناصرته، وكان يعلن على الملأ صدقه ويقول قصائد في ذلك ويمدحه، ويصبر على الأذى من أجله، وهذا جدير بأن يحرص على هدايته، لكن الأمر بيد مقلب القلوب كما في الحديث: " إن قلوب بني آدم كلها بين أصبعين من أصابع الرحمن كقلب
_________
١ سورة الصّافات آية: ٣٥-٣٦.

السادسة: الرد على من زعم إسلام عبد المطلب وأسلافه.

السابعة: كونه ﷺ استغفر له فلم يغفر له، بل نهي عن ذلك.

الثامنة: مضرة أصحاب السوء على الإنسان.

_________
واحد، يصرفه حيث يشاء "١ ثم قال ﷺ في نفس الحديث: " اللهم! مصرف القلوب! صرف قلوبنا على طاعتك "٢.
السادسة: الرد على من زعم إسلام عبد المطلب: بدليل قولهما: "أترغب عن ملة عبد المطلب؟ " حين أمره النبي ﷺ أن يقول لا إله إلا الله، فدل على أن ملة عبد المطلب الكفر والشرك وفي الحديث رد على من قال بإسلام أبي طالب أو نبوته كما تزعمه الرافضة، قبحهم الله، لأن آخر ما قال: هو على مله عبد المطلب، وأبى أن يقول: لا إله إلا الله.
السابعة: كونه ﷺ استغفر له فلم يغفر له: الرسول ﷺ أقرب الناس أن يجيب الله دعاءه، ومع ذلك اقتضت حكمة الله أن لا يجيب دعاءه لعمه أبي طالب; لأن الأمر بيد الله لا بيد الرسول ولا غيره، قال تعالى: ﴿قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ﴾ ٣، وقال تعالى: ﴿وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الأَمْرُ كُلُّهُ﴾ ٤، ليس لأحد تصرف في هذا الكون إلا رب الكون وكذا أمه ﷺ لم يؤذن له في الاستغفار لها; فدل على أن أهل الكفر ليسوا أهلا للمغفرة بأي حال، ولا يجاب لنا فيهم، ولا يحل الدعاء لهم بالمغفرة والرحمة، وإنما يدعى لهم بالهداية وهم أحياء.
الثامنة: مضرة أصحاب السوء على الإنسان: المعنى أنه لولا
_________
١ مسلم القدر (٢٦٥٤)، وأحمد (٢/١٦٨،٢/١٧٣) .
٢ من حديث عبد الله بن عمرو بن العاص، رواه مسلم (كتاب القدر، باب تصريف الله تعالى للقلوب كيف يشاء، ٤/٢٠٤٥) .
٣ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٤ سورة هود آية: ١٢٣.

التاسعة: مضرة تعظيم الأسلاف والأكابر.

_________
هذان الرجلان; لربما وفق أبو طالب إلى قبول ما عرضه النبي ﷺ لكن هؤلاء - والعياذ بالله - ذكراه نعرة الجاهلية ومضرة رفقاء السوء، ليس خاصا بالشرك، ولكن في جميع سلوك الإنسان، وقد شبه النبي ﷺ جليس السوء بنافخ الكير; إما أن يحرق ثيابك، أو تجد منه رائحة كريهة١ وقال ﷺ " فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه "٢ وذلك لما بينهما من الصحبة والاختلاط، وكذلك روي عن النبي ﷺ بسند لا بأس به: " المرء على دين خليله; فلينظر أحدكم من يخالل "٣ فالمهم أنه يجب على الإنسان العاقل أن يفكر في أصحابه: هل هم أصحاب سوء؟ فليبعد عنهم لأنهم أشد عداء من الجرب، أو هم أصحاب خير: يأمرونه بالمعروف، وينهونه عن المنكر، ويفتحون له أبواب الخير; فعليه بهم.
التاسعة: مضرة تعظيم الأسلاف والأكابر: لأن أبا طالب اختار أن يكون على ملة عبد المطلب حين ذكروه بأسلافه مع مخالفته لشريعة النبي ﷺ وهذا ليس على إطلاقه; فتعظيمهم إن كانوا أهلا لذلك فلا يضر، بل هو خير; فأسلافنا من صدر هذه الأمة لا شك أن تعظيمهم وإنزالهم منازلهم خير لا ضرر فيه.
وإن كان تعظيم الأكابر لما هم عليه من العلم والسن، فليس فيه مضرة، وإن كان تعظيمهم لما هم عليه من الباطل; فهو ضرر عظيم على دين المرء، فمثلا: من يعظم أبا جهل لأنه سيد أهل الوادي، وكذلك
_________
١ من حديث أبي موسى، رواه: البخاري (كتاب الذبائح، باب المسك، ٣/٤٦٣)، ومسلم (كتاب البر، باب استحباب مجالسة الصالحين، ٤/٢٥٢٦) .
٢ سبق (ص ٦٣) .
٣ من حديث أبي هريرة، أخرجه: أحمد (٢/٣٠٣، ٣٣٤) . ورواه أبو داود (كتاب الأدب، باب من يؤمر أن يجالس، ٥/١٦٨)، والترمذي (الزهد، باب الرجل على دين خليله، رقم ٢٣٧٩) - وقال: "حسن غريب" -.

العاشرة: الشبهة للمبطلين في ذلك; لاستدلال أبي جهل بذلك.

_________
عبد المطلب وغيره; فهو ضرر عليه، ولا يجوز أن يرى الإنسان في نفسه لهؤلاء أي قدر; لأنهم أعداء الله عزوجل وكذلك لا يعظم الرؤساء من الكفار في زمانه; فإن فيه مضرة لأنه قد يورث ما يضاد الإسلام، فيجب أن يكون التعظيم حسب ما تقتضيه الأدلة من الكتاب والسنة.
العاشرة: الشبهة للمبطلين في ذلك لاستدلال أبي جهل بذلك: شبه المبطلين في تعظيم الأسلاف هي استدلال أبي جهل بذلك في قوله: "أترغب عن ملة عبد المطلب؟ "، وهذه الشبهة ذكرها الله في القرآن في قوله تعالى: ﴿وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلاَّ قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ﴾ ١ فالمبطلون يقولون في شبهتهم: إن أسلافهم على الحق وسيقتدون بهم، ويقولون: كيف نسفه أحلامهم، ونضلل ما هم عليه؟ وهذا يوجد في المتعصبين لمشايخهم وكبرائهم ومذاهبهم، حيث لا يقبلون قرآنا ولا سنة في معارضة الشيخ أو الإمام، حتى إن بعضهم يجعلهم معصومين; كالرافضة، والتيجانية، والقاديانية، وغيرهم; فهم يرون أن إمامهم لا يخطئ، والكتاب والسنة يمكن أن يخطئا.
والواجب على المرء أن يكون تابعا لما جاء به الرسول ﷺ وأما من خالفه من الكبراء والأئمة; فإنهم لا يحتج بهم على الكتاب والسنة، لكن يعتذر لهم عن مخالفة الكتاب والسنة إن كانوا أهلا للاعتذار، بحيث لم يعرف عنهم معارضة للنصوص، فيعتذر لهم بما ذكره أهل العلم، ومن أحسن ما ألف كتاب شيخ الإسلام ابن تيمية: "رفع الملام عن الأئمة الأعلام"، أما من يعرف بمعارضة الكتاب والسنة; فلا يعتذر له.
_________
١ سورة الزخرف آية: ٢٣.

الحادية عشرة: الشاهد لكون الأعمال بالخواتيم لأنه لو قالها لنفعته.

الثانية عشرة: التأمل في كبر هذه الشبهة في قلوب الضالين، لأن في القصة أنهم لم يجادلوه إلا بها، مع مبالغته ﷺ وتكريره; فلأجل عظمتها ووضوحها عندهم اقتصروا عليها.

_________
الحادية عشرة: الشاهد لكون الأعمال بالخواتيم: وهذا مبني على، القول بأن معنى حضرته الوفاة; أي: ظهرت عليه علاماتها ولم ينزل به كما سبق.
الثانية عشرة: التأمل في كبر هذه الشبهة في قلوب الضالين إلخ: وهذه الشبهة هي تعظيم الأسلاف والأكابر.

باب ما جاء أن سبب كفر بني آدم وتركهم دينهم هو الغلو في الصالحين.

باب ما جاء أن سبب كفر بني آدم وتركهم دينهم هو الغلو في الصالحين.

..........................................................

_________
قوله: "سبب كفر بني آدم": السبب في اللغة: ما يتوصل به إلى غيره، ومنه قوله تعالى: ﴿فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ﴾ ١ ; أي: بشيء يوصله إلى السماء ومنه أيضا سمي الحبل سببا; لأنه يتوصل به إلى استسقاء الماء من البئر وأما في الاصطلاح عند أهل الأصول; فهو الذي يلزم من وجوده الوجود ومن عدمه العدم أي: إذا وجد السبب وجد المسبب، وإذا عدم السبب عدم المسبب; إلا أن يكون هناك سبب آخر يثبت به المسبب.
قوله: "بني آدم": يشمل الرجال والنساء; لأنه إذا قيل: بنو فلان، وهم قبيلة، شمل ذكورهم وإناثهم، أما إذا قيل: بنو فلان، أي رجل معين; فالمراد بهم الذكور.
قوله: "وتركهم": يعني: وسبب تركهم.
قوله: "دينهم" مفعول ترك; لأن ترك مصدر مضاف إلى فاعله، و"دينهم" يكون مفعولا به.
قوله: "هو الغلو": هذا الضمير يسمى ضمير الفصل، وهو من أدوات التوكيد، والغلو: خبر لأن ضمير الفصل على القول الراجح ليس له محل من الإعراب والغلو: هو مجاوزة الحد في الثناء مدحا أو قدحا.
_________
١ سورة الحج آية: ١٥.

وقول الله عزوجل: ﴿يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ﴾ ١.

_________
والقدح: يسمى ثناء، ومنه الجنازة التي مرت فأثنوا عليها شرا٢ والغلو هنا: مجاوزة الحد في الثناء مدحا.
قوله: "الصالحين": الصالح: هو الذي قام بحق الله وحق العباد، وفي هذه الترجمة إضافة الشيء إلى سببه بدون أن ينسب إلى الله بقوله: "أن سبب كفر بني آدم وتركهم دينهم هو الغلو في الصالحين"، وهذا جائز إذا كان السبب حقيقة وصحيحا، وذلك إذا كان السبب قد ثبت من قبل الشرع أو الحس أو الواقع.
وقد قال الرسول ﷺ " لولا أنا، لكان في الدرك الأسفل من النار "٣ يعني: عمه أبا طالب.
قوله: "وقول الله - عزوجل -": يعني: وباب قول الله عزوجل
قوله: ﴿يا أهل الكتاب﴾: نداء، وهم اليهود والنصارى: والكتاب: التوراة لليهود، والإنجيل للنصارى.
قوله: ﴿لا تغلوا في دينكم﴾: أي: لا تتجاوزوا الحد مدحا أو قدحا، والأمر واقع كذلك بالنسبة لأهل الكتاب عموما; فإنهم غلوا في
_________
١ سورة النساء آية: ١٧١.
٢ من حديث أنس، رواه البخاري (كتاب الجنائز، باب ثناء الناس على الميت١/٤٢٠)، ومسلم (كتاب الجنائز، باب فيمن يثنى عليه خير أو شر، ٢/٦٥٤) .
٣ من حديث العباس بن عبد المطلب، رواه البخاري (كتاب مناقب الأنصار، باب منقبة أبي طالب، ٣/٦٢)، ومسلم (كتاب الإيمان، باب شفاعة النبي ﷺ لأبي طالب، ١/١٩٤) .

.......................................................................

_________
عيسى بن مريم ﵇ مدحا وقدحا، حيث قال النصارى، إنه ابن الله، وجعلوه ثالث ثلاثة واليهود غلوا فيه قدحا، وقالوا: إن أمه زانية، وإنه ولد زنا، قاتلهم الله; فكل من الطرفين غلا في دينه وتجاوز الحد بين إفراط أو تفريط.
قوله: ﴿وَلا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلاَّ الْحَقَّ﴾ وهو ما قاله ﷾ عن نفسه بأنه: إله واحد، أحد، صمد، لم يتخذ صاحبة ولا ولدا.
قوله: ﴿إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ﴾ هذه صيغة حصر، وطريقه "إنما"; فيكون المعنى: ما المسيح عيسى ابن مريم إلا رسول الله، وأضافه إلى أمه ليقطع قول النصارى الذين يضيفونه إلى الله وفي قوله: "رسول الله" إبطال لقول اليهود: إنه كذاب، ولقول النصارى: إنه إله وفي قوله: "وكلمته" إبطال لقول اليهود: إنه ابن زنا.
وكلمته التي: ﴿أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ﴾ أن قال له كن فكان.
قوله: "وروح منه": أي: إنه عزوجل جعل عيسى ﵊ كغيره من بني آدم من جسد وروح، وأضاف روحه إليه تشريفا وتكريما; كما في قوله تعالى في آدم: ﴿وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي﴾ ١ ; فهذا للتشريف والتكريم.
قوله: ﴿فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ﴾ ٢ الخطاب لأهل الكتاب، ومن رسله محمد ﷺ الذي هو آخرهم وخاتمهم وأفضلهم.
قوله: ﴿وَلا تَقُولُوا ثَلاثَةٌ﴾ ٣ أي: إن الله ثالث ثلاثة قوله: ﴿انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ﴾ ٤ "خيرا": خبر ليكن المحذوفة; أي: انتهوا يكن خيرا لكم.
_________
١ سورة الحجر آية: ٢٩.
٢ سورة الأعراف آية: ١٥٨.
٣ سورة النساء آية: ١٧١.
٤ سورة النساء آية: ١٧١.

.......................................................................

_________
قوله: ﴿إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ﴾، أي: تنزيها له أن يكون له ولد; لأنه مالك لما في السماوات وما في الأرض، ومن جملتهم عيسى بن مريم ﵊، فهو من جملة المملوكين المربوبين; فكيف يكون إلها مع الله أو ولدا لله؟
(تنبيه):
لم يشر المؤلف رحمه الله تعالى إلى إكمال الآية، ونرجو أن يكون في إكمالنا لها فائدة.
قوله: ﴿وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا﴾ أي: كفى الله تعالى أن يكون حفيظا على عباده، مدبرا لأحوالهم، عالما بأعمالهم والشاهد من هذه الآية.
قوله: ﴿لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ﴾ فنهى عن الغلو في الدين لأنه يتضمن مفاسد كثيرة، منها:
١. أنه تنزيل للمغلو فيه فوق منزلته إن كان مدحا، وتحتها إن كان قدحا.
٢. أنه يؤدي إلى عبادة هذا المغلو فيه كما هو الواقع من أهل الغلو.
٣. أنه يصد عن تعظيم الله ﷾; لأن النفس إما أن تنشغل بالباطل أو بالحق; فإذا انشغلت بالغلو بهذا المخلوق وإطرائه وتعظيمه; تعلقت به ونسيت ما يجب لله تعالى من حقوق.
٤. أن المغلو فيه إن كان موجودا; فإنه يزهو بنفسه، ويتعاظم ويعجب بها، وهذه مفسدة تفسد المغلو فيه إن كانت مدحا، وتوجب العداوة والبغضاء وقيام الحروب والبلاء بين هذا وهذا إن كانت قدحا.

وفي الصحيح عن ابن عباس ﵄ في قول الله تعالى: لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ) (النساء: من الآية١٧١): ﴿وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا﴾ ١.

_________
قوله: " في دينكم ": الدين يطلق على العمل والجزاء، والمراد به هنا: العمل والمعنى: لا تجعلوا عبادتكم غلوا في المخلوقين وغيرهم وهل يدخل في هذا الغلو في العبادات؟
الجواب: نعم، يدخل الغلو في العبادات، مثل أن يرهق الإنسان نفسه بالعبادة ويتعبها; فإن النبي ﷺ نهى عن ذلك٢ ومثل أن يزيد عن المشروع، كأن يرمي بجمرات كبيرة، أو يأتي بأذكار زائدة عن المشروع أدبار الصلوات تكميلا للوارد أو غير هذا; فالنهي عن الغلو في الدين يعم الغلو من كل وجه.
قوله: "وفي الصحيح": أي: في "صحيح البخاري"، وهذا الأثر اختصره المصنف، وقد سبق الكلام على مثل هذه العبارة في باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله.
قوله: "وقالوا": أي: قال بعضهم لبعض.
قوله: "لا تذرن": أي: لا تدعن وتتركن، وهذا نهي مؤكد بالنون.
قوله: "آلهتكم": هل المراد: لا تذروا عبادتها أو تمكنوا أحدا من إهانتها؟
_________
١ سورة نوح آية: ٢٣.
٢ كما في حديث عائشة، رواه: البخاري (كتاب التهجد، باب ما يكره من التشديد في العبادة، ١/٣٥٧)، ومسلم (كتاب صلاة المسافرين، باب أمر من نعس في صلاته ...، ١/٥٤٢) .

.......................................................................

_________
الجواب: المعنيان; أي: انتصروا لآلهتكم، ولا تمكنوا أحدا من إهانتها، ولا تدعوها للناس، ولا تدعوا عبادتها أيضا، بل احرصوا عليها، وهذا من التواصي بالباطل عكس الذين آمنوا وعملوا الصالحات يتواصون بالحق.
قوله: "ولا سواعا": لا: زائدة للتوكيد، مثلها في قوله تعالى: "ولا الضالين"، وفائدتها أنهم جعلوا مدخولها كالمستقل، بخلاف يعوق ونسر; فهما دون مرتبة من سبقهما.
قوله تعالى: ﴿وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا﴾ ١ هذه الخمسة كأن لها مزية على غيرها; لأن قوله: "آلهتكم" عام يشمل كل ما يعبدون، وكأنها كبار آلهتهم; فخصوها بالذكر والآلهة: جمع إله، وهو كل ما عبد، سواء بحق أو بباطل، لكن إذا كان المعبود هو الله; فهو حق، وإن كان غير الله; فهو باطل قال ابن عباس ﵄ في هذه الآية: هذه أسماء رجال صالحين من قوم نوح.
وفي هذا التفسير إشكال، حيث قال: هذه أسماء رجال صالحين من قوم نوح، وظاهر القرآن أنها قبل نوح، قال تعالى: ﴿قَالَ نُوحٌ رَبِّ إِنَّهُمْ عَصَوْنِي وَاتَّبَعُوا مَنْ لَمْ يَزِدْهُ مَالُهُ وَوَلَدُهُ إِلاَّ خَسَارًا وَمَكَرُوا مَكْرًا كُبَّارًا وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ﴾ ٢; ظاهر الآية الكريمة: أن قوم نوح كانوا يعبدونها، ثم نهاهم نوح عن عبادتها، وأمرهم بعبادة الله وحده، ولكنهم أبوا وقالوا: ﴿لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ﴾ وهذا (أعني: القول بأنهم قبل نوح) قول محمد بن كعب ومحمد بن قيس، وهو الراجح لموافقته ظاهر القرآن ويحتمل - وهو بعيد - أن هذا في أول رسالة نوح، وأنه استجاب له هؤلاء الرجال وآمنوا به، ثم بعد ذلك ماتوا قبل نوح ثم عبدوهم، لكن هذا بعيد حتى
_________
١ سورة نوح آية: ٢٣.
٢ سورة نوح آية: ٢١-٢٢-٢٣.

قال: هذه أسماء رجال صالحين من قوم نوح، فلما هلكوا; أوحى الشيطان إلى قومهم: أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون فيها أنصابا، وسموها بأسمائهم، ففعلوا، ولم تعبد، حتى إذا هلك أولئك، ونسي العلم; عبدت١.

_________
من سياق الأثر عن ابن عباس فالمهم أن تفسير الآية أن يقال: هذه أصنام في قوم نوح كانوا رجالا صالحين، فطال على قومهم الأمد، فعبدوهم.
قوله: "أوحى الشيطان": أي: وحي وسوسة، وليس وحي إلهام.
قوله: "أن انصبوا إلى مجالسهم": الأنصاب: جمع نصب، وهو كل ما ينصب من عصا أو حجر أو غيره.
قوله: "وسموهم بأسمائهم": أي: ضعوا أنصابا في مجالسهم، وقولوا: هذا ود، وهذا سواع، وهذا يغوث، وهذا يعوق، وهذا نسر; لأجل إذا رأيتموهم تتذكروا عبادتهم فتنشطوا عليها، هكذا زين لهم الشيطان، وهذا غرور ووسوسة من الشيطان كما قال لآدم: ﴿هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لا يَبْلَى﴾ ٢ وإذا كان العبد لا يتذكر عبادة الله إلا برؤية أشباح هؤلاء; فهذه عبادة قاصرة أو معدومة.
قوله: "ففعلوا ولم تعبد، حتى إذا هلك أولئك ونسي العلم; عبدت من دون الله": ذكر ابن عباس ﵄ أنه كان بين آدم ونوح عشرة قرون، والقرن مئة سنة، حتى إذا طال عليهم الأمد حصل النزاع والتفرق، فبعث الله النبيين; كما قال تعالى: ﴿كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ﴾ ٣ الآية.
_________
١ رواه البخاري (كتاب التفسير، باب ودا ولا سواعا ولا يغوث، ٣/٣١٦) .
٢ سورة طه آية: ١٢٠.
٣ سورة البقرة آية: ٢١٣.

قال ابن القيم: " قال غير واحد من السلف: لما ماتوا; عكفوا على قبورهم، ثم صوروا تماثيلهم، ثم طال عليهم الأمد فعبدوهم".

_________
هذا هو تفسير ابن عباس ﵄ للآية، وهل تفسيره حجة؟
الجواب: يرجع في التفسير أولا إلى القرآن; فالقرآن يفسر بعضه بعضا، مثل قوله تعالى: ﴿وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ﴾ ١ تفسيرها: ﴿نَارٌ حَامِيَةٌ﴾ ٢ فإن لم نجد في القرآن; فإلى سنة الرسول ﷺ فإن لم نجد; فإلى تفسير الصحابة، وتفسير الصحابي حجة بلا شك; لأنهم أدرى بالقرآن حيث نزل بعصرهم وبلغتهم، ويعرفون عنه أكثر من غيرهم، حتى قال بعض العلماء: إن تفسير الصحابي في حكم المرفوع، وهذا ليس بصحيح، لكنه لا شك أنه حجة على من بعدهم، فإن اختلف الصحابة في التفسير أخذنا بما يرجحه سياق الآية، والآية تدل على ما ذكره ابن عباس; إلا أن ظاهر السياق أن هؤلاء القوم الصالحين كانوا قبل نوح ﷺ وقد عرفت القول الراجح.
قوله: "الأمد": الزمن وهذا كتفسير ابن عباس; إلا أن ابن عباس يقول: " إنهم جعلوا الأنصاب في مجالسهم " وهنا يقول: "عكفوا على قبورهم"، ولا يبعد أنهم فعلوا هذا وهذا، أو أنهم قبروا في مجالسهم; فتكون هي محل القبور والشاهد قوله: "ثم طال عليهم الأمد; فعبدوهم"; فسبب العبادة إذا الغلو في هؤلاء الصالحين حتى عبدوهم.
_________
١ سورة القارعة آية: ١٠.
٢ سورة القارعة آية: ١١.

وعن عمر; أن رسول الله ﷺ قال: " لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم، إنما أنا عبد، فقولوا: عبد الله ورسوله " أخرجاه١.

_________
قوله: " لا تطروني ": الإطراء: المبالغة في المدح.
وهذا النهي يحتمل أنه منصت على هذا التشبيه، وهو قوله: "كما أطرت النصارى ابن مريم"، حيث جعلوه إلها أو ابنا لله، وبهذا يوحي قول البوصيري:
دع ما ادعته النصارى في نبيهم ... واحكم بما شئت مدحا فيه واحتكم
أي: دع ما قاله النصارى أن عيسى ﵊ ابن الله أو ثالث ثلاثة، والباقي املأ فمك في مدحه ولو بما لا يرضيه ويحتمل أن النهي عام; فيشمل ما يشابه غلو النصارى في عيسى ابن مريم وما دونه ويكون قوله: "كما أطرت" لمطلق التشبيه لا للتشبيه المطلق; لأن إطراء النصارى عيسى بن مريم سببه الغلو في هذا الرسول الكريم ﷺ حيث جعلوه ابنا لله وثالث ثلاثة، والدليل على أن المراد هذا.
قوله: "إنما أنا عبد فقولوا عبد الله ورسوله ".
قوله: "إنما أنا عبد": أي: ليس لي حق من الربوبية، ولا مما يختص به الله عزوجل أبدا.
قوله: "فقولوا عبد الله ورسوله ": هذان الوصفان أصدق وصف وأشرفه في الرسول ﷺ فأشرف وصف للإنسان أن يكون من عباد الله، قال تعالى: ﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأَرْضِ هَوْنًا﴾ ٢، وقال تعالى: ﴿وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الْمُرْسَلِينَ﴾ ٣ ; فوصفهم الله بالعبودية قبل الرسالة مع أن الرسالة شرف عظيم، لكن كونهم
_________
١ أخرجه البخارى (٣٤٤٥، ٦٨٣٠)، وأحمد (١/٢٣،١/٢٤)، ولم أجده عند مسلم.
٢ سورة الفرقان آية: ٦٣.
٣ سورة الصافات آية: ١٧١.

.......................................................................

_________
عبادا لله عزوجل أشرف وأعظم، وأشرف وصف له وأحق وصف به، ولهذا يقول الشاعر في محبوبته:
فإنه أشرف أسمائي ... لا تدعني إلا بيا عبدها
أي: أنت إذا أردت أن تكلمني قل: يا عبد فلانة; لأنه أشرف أسمائي وأبلغ في الذل فمحمد ﷺ عبد لا يعبد، ورسول لا يكذب، ولهذا نقوله في صلاتنا عندما نسلم عليه ونشهد له بالرسالة: " وأشهد أن محمدا عبده ورسوله ١ "; فهذا أفضل وصف اختاره النبي ﵊ لنفسه.
واعلم أن الحقوق ثلاثة أقسام، وهي:
الأول: حق لله لا يشرك فيه غيره: لا ملك مقرب، ولا نبي مرسل، وهو ما يختص به من الربوبية والألوهية والأسماء والصفات.
الثاني: حق خاص للرسل، وهو إعانتهم وتوقيرهم وتبجيلهم بما يستحقون.
الثالث. حق مشترك، وهو الإيمان بالله ورسله، وهذه الحقوق موجودة في الآية الكريمة، وهي قوله تعالى: ﴿لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ﴾ فهذا حق مشترك،: ﴿وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ﴾ هذا خاص بالرسول ﷺ: ﴿وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا﴾ هذا خاص بالله ﷾ والذين يغلون في الرسول ﷺ يجعلون حق الله له; فيقولون:
_________
١ من حديث ابن مسعود، رواه: البخاري (كتاب الاستئذان، باب السلام اسم من أسماء الله تعالى، ٤/١٣٦)، ومسلم (كتاب الصلاة، باب التشهد في الصلاة، ١/٣٠١) .

وقال: قال رسوله الله ﷺ " إياكم والغلو..........................

_________
"وتسبحوه﴾ ; أي: الرسول، فيسبحون الرسول كما يسبحون الله، ولا شك أنه شرك; لأن التسبيح من حقوق الله الخاصة به، بخلاف الإيمان; فهو من الحقوق المشتركة بين الله ورسوله ونهى عن الإطراء في قوله ﵊: " كما أطرت النصارى عيسى بن مريم " لأن الإطراء والغلو يؤدي إلى عبادته كما هو الواقع الآن; فيوجد عند قبره في المدينة من يسأله، فيقول: يا رسول الله! المدد، المدد، يا رسول الله! أغثنا، يا رسول الله! بلادنا يابسة، وهكذا. ورأيت بعيني رجلا يدعو الله تحت ميزاب الكعبة موليا ظهره البيت مستقبلا المدينة; لأن استقبال القبر عنده أشرف من استقبال الكعبة والعياذ بالله.
ويقول بعض المغالين: الكعبة أفضل من الحجرة، فأما والنبي ﷺ فيها; فلا والله، لا الكعبة، ولا العرش وحملته، ولا الجنة فهو يريد أن يفضل الحجرة على الكعبة وعلى العرش وحملته وعلى الجنة، وهذه مبالغة لا يرضاها النبي ﷺ لنا ولا لنفسه وصحيح أن جسده ﷺ أفضل، ولكن كونه يقول: إن الحجرة أفضل من الكعبة والعرش والجنة; لأن الرسول ﷺ فيها هذا خطأ عظيم، نسأل الله السلامة من ذلك.
قوله: "إياكم": للتحذير.
قوله: "والغلو": معطوف على إياكم، وقد اضطرب فيه المعربون اضطرابا كثيرا، وأقرب ما قيل للصواب وأقله تكلفا: أن إيا منصوبة بفعل أمر مقدر تقديره إياك أُحَذِّر; أي: احذر نفسك أن تغرك، والغلو معطوف على إياك; أي: واحذر الغلو.
والغلو كما سبق: هو مجاوزة الحد مدحا أو ذما، وقد يشمل ما هو

فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو "١.

_________
أكثر من ذلك أيضا; فيقال: مجاوزة الحد في الثناء وفي التعبد وفي العمل; لأن هذا الحديث ورد في رمي الجمرات، حيث روى ابن عباس; قال: قال رسول الله ﷺ غداة العقبة وهو على ناقته: " القط لي حصى فلقطت له سبع حصيات هن حصى الخذف; فجعل ينفضهن في كفه، ويقول: أمثال هؤلاء فارموا، وإياكم والغلو في الدين; فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو في الدين "٢ هذا لفظ ابن ماجه والغلو: فاعل أهلك.
قوله: "من كان قبلكم": مفعول مقدم.
قوله: "وإنما": أداة حصر، والحصر: إثبات الحكم للمذكور ونفيه عما عداه.
قوله: "أهلك": يحتمل معنيين:
الأول: أن المراد هلاك الدين، وعليه يكون الهلاك واقعا مباشرة من الغلو; لأن مجرد الغلو هلاك.
الثاني: أنه هلاك الأجسام، وعليه يكون الغلو سببا للهلاك; أي: إذا غلوا خرجوا عن طاعة الله فأهلكهم الله.
وهل الحصر في قوله: " فإنما أهلك من كان قبلكم الغلو " حقيقي أو إضافي؟
_________
١ من حديث ابن عباس، رواه: أحمد في "المسند" (١/٢١٥، ٣٤٧)، والنسائي في "الصغرى" (كتاب مناسك الحج، باب التقاط الحصى، ٥/٢٦٨)، وابن ماجه (كتاب المناسك، باب، قدر الحصى، ٢/١٠٠٨)، وابن أبي عاصم في "السنة" برقم (٩٨)، وابن حبان برقم (١٠١١)، والطبراني في "الكبير" برقم (١٢٧٤٧)، والحاكم (١/٤٦٦) - وصححه على شرط الشيخين، ووافقه الذهبي-، والبيهقي في "السنن الكبرى" (٥/١٢٧) . وقال النووي في "المجموع" (٨/١٣٧): "إسناده صحيح على شرط مسلم"، وكذا قال شيخ الإسلام في "اقتضاء الصراط المستقيم" (ص ١٠٦) .
٢ النسائي: مناسك الحج (٣٠٥٧) .

.......................................................................

_________
الجواب: إن قيل: إنه حقيقي; حصل إشكال، وهو أن هناك أحاديث أضاف النبي ﷺ الهلاك فيها إلى أعمال غير الغلو، مثل قوله ﷺ " إنما أهلك من كان قبلكم أنهم إذا سرق فيهم الشريف تركوه، وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد "١ فهنا حصران متقابلان; فإذا قلنا: إنه حقيقي بمعنى أنه لا هلاك إلا بهذا حقيقة; صار بين الحديثين تناقض.
وإن قيل: إن الحصر إضافي; أي: باعتبار عمل معين; فإنه لا يحصل تناقض بحيث يحمل كل منهما على جهة لا تعارض الحديث الآخر لئلا يكون في حديثه ﷺ تناقض، وحينئذ يكون الحصر إضافيا، فيقال: أهلك من كان قبلكم الغلو هذا الحصر باعتبار الغلو في التعبد في الحديث الأول، وفي الآخر يقال: أهلك من كان قبلكم باعتبار الحكم، فيهلك الناس إذا أقاموا الحد على الضعيف دون الشريف.
وفي هذا الحديث يحذر الرسول ﷺ أمته من الغلو، ويبرهن على أن الغلو سبب للهلاك لأنه مخالف للشرع ولإهلاكه للأمم السابقة; فيستفاد منه تحريم الغلو من وجهين:
الوجه الأول: تحذيره ﷺ والتحذير نهي وزيادة.
الوجه الثاني: أنه سبب لإهلاك الأمم كما أهلك من قبلنا، وما كان سبب للهلاك كان محرما.
أقسام الناس في العبادة: والناس في العبادة طرفان ووسط; فمنهم المفرط، ومنهم المفرط، ومنهم المتوسط فدين الله بين الغالي فيه
_________
١ أخرجه: البخاري في (أحاديث الأنبياء، ٦/٥١٣)، ومسلم في (الحدود، ٣/١٣١٥) .

.......................................................................

_________
والجافي عنه، وكون الإنسان معتدلا لا يميل إلى هذا ولا إلى هذا، هذا هو الواجب; فلا يجوز التشدد في الدين والمبالغة، ولا التهاون وعدم المبالاة، بل كن وسطا بين هذا وهذا.
والغلو له أقسام كثيرة; منها: الغلو في العقيدة ومنها: الغلو في العبادة، ومنها، الغلو في المعاملة، ومنها: الغلو في العادات والأمثلة عليها كما يلي:
أما الغلو في العقيدة; فمثل ما تشدق فيه أهل الكلام بالنسبة لإثبات الصفات، فإن أهل الكلام تشدقوا وتعمقوا حتى وصلوا إلى الهلاك قطعا، حتى أدى بهم هذا التعمق إلى واحد من أمرين: إما التمثيل، أو التعطيل إما أنهم مثلوا الله بخلقه، فقالوا: هذا معنى إثبات الصفات، فغلوا في الإثبات حتى أثبتوا ما نفى الله عن نفسه، أو عطلوه وقالوا: هذا معنى تنزيهه عن مشابهة المخلوقات، وزعموا أن إثبات الصفات تشبيه; فنفوا ما أثبته الله لنفسه.
لكن الأمة الوسط اقتصدت في ذلك; فلم تتعمق في الإثبات ولا في النفي والتنزيه; فأخذوا بظواهر اللفظ، وقالوا: ليس لنا أن نزيد على ذلك; فلم يهلكوا، بل كانوا على الصراط المستقيم، ولما دخل هؤلاء الفرس والروم وغيرهم في الدين; صاروا يتعمقون في هذه الأمور ويجادلون مجادلات ومناظرات لا تنتهي أبدا; حتى ضاعوا، نسأل الله السلامة وكل الإيرادات التي أوردها المتأخرون من هذه الأمة على النصوص، لم يوردها الصحابة الذين هم الأمة الوسط.
أما الغلو في العبادات; فهو التشدد فيها، بحيث يرى أن الإخلال بشيء منها كفر وخروج عن الإسلام، كغلو الخوارج والمعتزلة، حيث قالوا إن من فعل كبيرة من الكبائر; فهو خارج عن الإسلام وحل دمه.

.......................................................................

_________
وماله، وأباحوا الخروج على الأئمة وسفك الدماء، وكذا المعتزلة، حيث قالوا: من فعل كبيرة; فهو بمنزلة بين المنزلتين: الإيمان والكفر; فهذا تشدد أدى إلى الهلاك، وهذا التشدد قابله تساهل المرجئة، فقالوا: إن القتل والزنا والسرقة وشرب الخمر ونحوها من الكبائر، لا تخرج من الإيمان، ولا تنقص من الإيمان شيئا، وإنه يكفي في الإيمان الإقرار، وإن إيمان فاعل الكبيرة كإيمان جبريل ورسول الله ﷺ لأنه لا يختلف الناس في الإيمان حتى إنهم ليقولون: إن إبليس مؤمن لأنه مقر، وإذا قيل: إن الله كفره; قالوا: إذن إقراره ليس بصادق، بل هو كاذب وهؤلاء في الحقيقة يصلحون لكثير من الناس في هذا الزمان، ولا شك أن هذا تطرف بالتساهل، والأول تطرف بالتشدد، ومذهب أهل السنة أن الإيمان يزيد وينقص، وفاعل المعصية ناقص الإيمان بقدر معصيته، ولا يخرج من الإيمان إلا بما برهنت النصوص على أنه كفر.
وأما الغلو في المعاملات; فهو التشدد في الأمور بتحريم كل شيء حتى ولو كان وسيلة، وأنه لا يجوز للإنسان أن يزيد عن واجبات حياته الضرورية، وهذا مسلك سلكه الصوفية، حيث قالوا: من اشتغل بالدنيا; فهو غير مريد للآخرة، وقالوا: لا يجوز أن تشتري ما زاد على حاجتك الضرورية، وما أشبه ذلك.
وقابل هذا التشدد تساهل من قال: بحل كل شيء ينمي المال ويقوي الاقتصاد; حتى الربا والغش وغير ذلك فهؤلاء - والعياذ بالله - متطرفون بالتساهل; فتجده يكذب في ثمنها وفي وصفها وفي كل شيء لأجل أن يكسب فلسا أو فلسين، وهذا لا شك أنه تطرف.
والتوسط أن يقال: تحل المعاملات وفق ما جاءت به النصوص،

ولمسلم عن ابن مسعود; أن رسول الله ﷺ قال: " هلك المتنطعون "١ قالها ثلاثا٢.

_________
; ﴿وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا﴾ ٣ فليس كل شيء حراما; فالنبي ﷺ باع واشترى، والصحابة ﵃ كانوا يبيعون ويشترون، والنبي ﷺ يقرهم.
وأما الغلو في العادات; فإذا كانت هذه العادة يخشى أن الإنسان إذا تحول عنها انتقل من التحول في العادة إلى التحول في العبادة; فهذا لا حرج أن الإنسان يتمسك بها، ولا يتحول إلى عادة جديدة، أما إذا كان الغلو في العادة يمنعك من التحول إلى عادة جديدة مفيدة أفيد من الأولى; فهذا من الغلو المنهي عنه، فلو أن أحدا تمسك بعادته في أمر حدث أحسن من عادته التي هو عليها نقول: هذا في الحقيقة غال ومفرط في هذه العادة وأما إن كانت العادات متساوية المصالح، لكنه يخشى أن ينتقل الناس من هذه العادة إلى التوسع في العادات التي قد تخل بالشرف أو الدين; فلا يتحول إلى العادة الجديدة.
قوله: "المتنطعون ": المتنطع: هو المتعمق المتقعر المتشدق، سواء كان في الكلام أو في الأفعال; فهو هالك، حتى ولو كان ذلك في الأقوال المعتادة; فبعض الناس يكون بهذه الحال، حتى إنه ربما يقترن بتعمقه وتنطعه الإعجاب بالنفس في الغالب، وربما يقترن به فتجده إذا تكلم يتكلم بأنفه، فتسلم عليه فتسمع الرد من الأنف إلى غير ذلك من الأقوال والتنطع بالأفعال كذلك أيضا قد يؤدي إلى الإعجاب أو إلى الكبر، ولهذا
_________
١ مسلم: العلم (٢٦٧٠)، وأبو داود: السنة (٤٦٠٨)، وأحمد (١/٣٨٦) .
٢ في (كتاب العلم، باب هلك المتنطعون، ٤/٢٠٥٥) .
٣ سورة البقرة آية: ٢٧٥.

فيه مسائل:

الأولى: أن من فهم هذا الباب وبابين بعده; تبين له غربة الإسلام، ورأى من قدرة الله وتقليبه للقلوب العجب.

_________
قال: "هلك المتنطعون " والتنطع أيضا في المسائل الدينية يشبه الغلو فيها، فهو أيضا من أسباب الهلاك، ومن ذلك ما يفعله بعض الناس من التنطع في صفات الله تعالى والتقعر فيها، حيث يسألون عما لم يسأل عنه الصحابة ﵃، وهم يعلمون أن الصحابة خير منهم وأشد حرصا على العلم، وفيهم رسول الله ﷺ الذي عنده من الإجابة على الأسئلة ما ليس عند غيره من الناس مهما بلغ علمهم.
فهذه الأحاديث الثلاثة كلها تدل على تحريم الغلو، وأنه سبب للهلاك وأن الواجب أن يسير العبد إلى الله بين طرفي نقيض بالدين الوسط، فكما أن هذه الأمة هي الوسط ودينها هو الوسط; فينبغي أن يكون سيرها في دينها على الطريق الوسط.
فيه مسائل:
الأولى: أن من فهم هذا الباب - أي: بما مر من تفسير الآية الكريمة: ﴿وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ﴾ ١ - وبابين بعده; تبين له غربة الإسلام وهذا حق; فإن الإسلام المبني على التوحيد الخالص غريب، فكثير من البلدان الإسلامية تجد فيها الغلو في الصالحين في قبورهم فلا تجد بلدا مسلما إلا وفيه غلو في قبور الصالحين، وقد يكون ليس قبر رجل صالح، قد يكون وهما، مثل قبر الحسين بن علي ﵄; فأهل
_________
١ سورة نوح آية: ٢٣.

الثانية: معرفة أول شرك حدث في الأرض; كان بشبهة الصالحين.

الثالثة: معرفة أول شيء غير به دين الأنبياء، وما سبب ذلك، مع معرفة أن الله أرسلهم.

_________
العراق يقولون: هو عندنا، وأهل الشام يقولون: عندنا، وأهل مصر يقولون: عندنا، وبعضهم يقول: هو في المغرب; فصار الحسين إما أنه أربعة رجال، أو مقطع أوصالا، وهذا كله ليس بصحيح; فالمهم أنه كما قال شيخ الإسلام محمد بن عبد الوهاب: تبين لك غربة الإسلام أي في المسلمين. وكذلك الجزيرة العربية قبل دعوة الشيخ محمد بن عبد الوهاب فيها قبور وقباب تعبد من دون الله ويحج إليها وتقصد، ولكن بتوفيق الله ﷾ أنه أعان هذا الرجل مع الإمام محمد بن سعود حتى قضى عليها وهدمها، وصارت البلاد ولله الحمد على التوحيد الخالص.
الثانية: معرفة أول شرك حدث في الأرض: وجه ذلك: أن هذه الأصنام التي عبدها قوم نوح كانوا أقواما صالحين، فحدث الغلو فيهم، ثم عبدوا من دون الله; ففيه الحذر من الغلو في الصالحين.
الثالثة: معرفة أول شيء غير به دين الأنبياء، وما سبب ذلك، مع معرفة أن الله أرسلهم: أول شيء غير به دين الأنبياء هو الشرك، وسببه هو الغلو في الصالحين، وقوله: "مع معرفة أن الله أرسلهم"، قال الله تعالى: ﴿كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ﴾ ١ ; أي: كانوا أمة واحدة على التوحيد، فاختلفوا، فبعث الله النبيين مبشرين ومنذرين، وأنزل معهم الكتاب ليحكم بين الناس فيما اختلفوا فيه; فهذا أول ما حدث من الشرك في بني آدم.
_________
١ سورة البقرة آية: ٢١٣.

الرابعة: قبول البدع مع كون الشرائع والفطر تردها.

الخامسة: أن سبب ذلك كله مزج الحق بالباطل: فالأول محبة الصالحين، والثاني فعل أناس من أهل العلم والدين شيئا أرادوا به خيرا فظن من بعدهم أنهم أرادوا به غيره.

_________
الرابعة: قبول البدع مع كون الشرائع والفطر تردها. قوله: "قبول البدع": أي: أن النفوس تقبلها لا لأنها مشروعة، بل إن الشرائع تردها، وكذلك الفطر السليمة تردها; لأن الفطر السليمة جبلت على عبادة الله وحده لا شريك له; كما قال تعالى: ﴿فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا﴾ ١ ; فالفطر السليمة لا تقبل تشريعا إلا ممن يملك ذلك.
الخامسة: أن سبب ذلك كله مزج الحق بالباطل: أراد المؤلف ﵀ أن يبين أن مزج الحق بالباطل حصل بأمرين:
الأول: محبة الصالحين، ولهذا صوروا تماثيلهم محبة لهم، ورغبة في مشاهدة أشباحهم.
الثاني: أن أهل العلم والدين أرادوا بذلك خيرا، وهو أن ينشطوا على العبادة، ولكن من بعدهم أرادوا غير الخير الذي أراده أولئك، ويؤخذ منه: أن من أراد تقوية دينه ببدعة; فإن ضررها أكثر من نفعها. مثال ذلك: أولئك الذين يغلون في الرسول ﷺ ويجعلون له الموالد هم يريدون بذلك خيرا، لكن أرادوا خيرا بهذه البدعة فصار ضررها أكثر من نفعها; لأنها تعطي الإنسان نشاطا غير مشروع في وقت معين، ثم يعقبه فتور غير مشروع في بقية العام. ولهذا تجد هؤلاء الذين يغالون في هذه البدع فاترين في الأمور المشروعة الواضحة ليسوا كنشاط غيرهم،
_________
١ سورة الروم آية: ٣٠.

........................................................................

_________
وهذا مما يدل على تأثير البدع في القلوب وأنها مهما زينها أصحابها; فلا تزيد الإنسان إلا ضلالا; لأن النبي ﷺ يقول: " كل بدعة ضلالة "١ فإن قيل: إن للاحتفال بمولده ﷺ أصلا من السنة، وهو أن النبي ﷺ سئل عن صوم يوم الاثنين; فقال: " ذاك يوم ولدت فيه، وبعثت فيه، أو أنزل علي فيه "٢ وكان ﷺ يصومه مع الخميس ويقول: " إنهما يومان تعرض فيهما الأعمال على الله; فأحب أن يعرض عملي وأنا صائم "٣ فالجواب على ذلك من وجوه:
الأول: أن الصوم ليس احتفالا بمولده كاحتفال هؤلاء، وإنما هو صوم وإمساك، أما هؤلاء الذين يجعلون له الموالد; فاحتفالهم على العكس من ذلك. فالمعنى: أن هذا اليوم إذا صامه الإنسان; فهو يوم مبارك حصل فيه هذا الشيء، وليس المعنى أننا نحتفل بهذا اليوم.
الثاني: أنه على فرض أن يكون هذا أصلا; فإنه يجب أن يقتصر فيه
_________
١ من حديث جابر، رواه: مسلم (كتاب الجمعة، باب تخفيف الصلاة والخطبة، ٢/٥٩٢) .
٢ من حديث أبي قتادة، رواه: مسلم (كتاب الصيام، باب استحباب صيام ثلاثة أيام من كل شهر، ٢/٨١٩) .
٣ من حديث أبي هريرة، رواه الترمذي (كتاب الصوم، باب ما جاء في صوم الاثنين والخميس، ٣/٩٤)، وقال: "حديث حسن غريب". ورواه مسلم (٤/١٩٨٧) دون ذكر الصيام، ولفظه: "تعرض الأعمال في كل خميس واثنين; فيغفر الله ﷿ لكل امرئ لا يشرك بالله شيئا ... " الحديث. وأخرج أيضا أبو داود برقم (٢٤٣٦)، والنسائي برقم (٢٣٦٠)، وابن ماجه برقم (١٧٣٨) ; من حديث أسامة بن زيد نحوه. وحسنه المنذري. "مختصر المنذري".

........................................................................

_________
على ما ورد; لأن العبادات توقيفية، ولو كان الاحتفال المعهود عند الناس اليوم مشروعا لبينه النبي ﷺ إما بقوله، أو فعله، أو إقراره.
الثالث: أن هؤلاء الذين يحتفلون بمولد النبي ﷺ لا يقيدونه بيوم الاثنين، بل في اليوم الذي زعموا مولده فيه، وهو اليوم الثاني عشر من شهر ربيع الأول، مع أن ذلك لم يثبت من الناحية التاريخية، وقد حقق بعض الفلكيين المتأخرين ذلك; فكان في اليوم التاسع لا في اليوم الثاني عشر.
الرابع: أن الاحتفال بمولده ﷺ على الوجه المعروف بدعة ظاهرة; لأنه لم يكن معروفا على عهد النبي ﷺ وأصحابه، مع قيام المقتضي له وعدم المانع منه.
مسألة حكم الاحتفال بعيد ميلاد الأطفال.
فائدة: كل شيء يتخذ عيدا يتكرر كل أسبوع، أو كل عام وليس مشروعا، فهو من البدع، والدليل على ذلك: أن الشارع جعل للمولود العقيقة، ولم يجعل شيئا بعد ذلك، واتخاذهم هذه الأعياد تتكرر كل أسبوع أو كل عام معناه أنهم شبهوها بالأعياد الإسلامية، وهذا حرام لا يجوز، وليس في الإسلام شيء من الأعياد إلا الأعياد الشرعية الثلاثة: عيد الفطر، وعيد الأضحى، وعيد الأسبوع، وهو يوم الجمعة. وليس هذا من باب العادات لأنه يتكرر، ولهذا لما قدم النبي ﷺ فوجد للأنصار عيدين يحتفلون بهما; قال: " إن الله أبدلكما بخير منهما: عيد الأضحى، وعيد الفطر "١ مع أن هذا من الأمور العادية عندهم.
_________
١ من حديث أنس، أخرجه: أحمد في "المسند" (٣/١٠٣) . ورواه: أبو داود (كتاب الصلاة، باب صلاة العيدين، ١١٣٤)، والنسائي في (العيدين، ٣/ ١٧٩)، والحاكم (١/٢٩٤)، والبيهقي (٣/٢٧٧) . وإسناده صحيح; كما في "تخريج أحاديث العيدين" (ص ٥٢) .

السادسة: تفسير الآية التي في سورة نوح.

السابعة: جبلة الآدمي في كون الحق ينقص في قلبه والباطل يزيد.

_________
السادسة: تفسير الآية التي في سورة نوح: وقد سبق ذلك وبيان أنهم يتواصون بالباطل، وهذا خلاف طريق المؤمنين الذين يتواصون بالحق والصبر والمرحمة، ويشبههم أهل الباطل والضلال الذين يتواصون بما هم عليه، سواء كانوا رؤساء سياسيين أو رؤساء دينيين ينتسبون إلى الدين، فتجد الواحد منهم لا يموت إلا وقد وضع له ركيزة من بعده ينمي هذا الأمر الذي هو عليه.
السابعة: جبلة الآدمي في كون الحق ينقص في قلبه، والباطل يزيد: هذه العبارة تقيد من حيث كونه آدميا بقطع النظر عمن يمن الله عليه بتزكيه النفس; فإن الله يقول: ﴿قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا﴾ ١ قوله: "جبلة": على وزن فعلة، وهو ما يجبل المرء عليه; أي: يخلق عليه ويطبع ويبدع، بمعنى الطبيعة التي عليها الإنسان من حيث هو إنسان بقطع النظر عن كونه زكى نفسه أو دساها.
فالإنسان من حيث هو إنسان وصفه الله بوصفين; فقال تعالى: ﴿إِنَّ الأِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ﴾ ٢، وقال تعالى: ﴿وَحَمَلَهَا الأِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا﴾ ٣ أما من حيث ما يمن الله به عليه من الإيمان والعمل الصالح; فإنه يرتقي عن هذا، قال تعالى: ﴿لَقَدْ خَلَقْنَا الْأِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ﴾ ٤ ; فالإنسان الذي يمن الله عليه بالهدى; فإن الباطل الذي في قلبه يتناقص وربما يزول بالكلية; كعمر بن الخطاب، وخالد بن الوليد، وعكرمة بن أبي جهل، وغيرهم.
_________
١ سورة آية: ٩-١٠.
٢ سورة إبراهيم آية: ٣٤.
٣ سورة الأحزاب آية: ٧٢.
٤ سورة آية: ٤-٥-٦.

الثامنة: فيه شاهد لما نقل عن السلف أن البدع سبب الكفر.

_________
وكذلك أهل العلم; كأبي الحسن الأشعري، كان معتزليا، ثم كلابيا، ثم سنيا، وابن القيم كان صوفيا، ثم من الله عليه بصحبة شيخ الإسلام ابن تيمية; فهداه الله على يده حتى كان ربانيا.
الثامنة: فيه شاهد لما نقل عن السلف أن البدع سبب الكفر: قال أهل العلم: إن الكفر له أسباب متعددة، ولا مانع أن يكون للشيء الواحد أسباب متعددة، ومن ذلك الكفر، ذكروا من أسبابه البدعة، وقالوا: إن البدعة لا تزال في القلب، يظلم منها شيئا فشيئا; حتى يصل إلى الكفر، واستدلوا بقوله ﷺ " كل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار "١.
وقالوا أيضا: "إن المعاصي بريد الكفر" وبريد الشيء ما يوصل إلى الغاية. والمعاصي كما أخبر النبي ﷺ تتراكم على القلب; فتنكت فيه نكتة سوداء، فإن تاب; صقل قلبه وابيض٢ وإلا; فلا تزال هذه النكتة السوداء تتزايد حتى يصبح مظلما.
وكذلك حذر من محقرات الذنوب، وضرب لها مثلا بقوم نزلوا أرضا، فأرادوا أن يطبخوا، فذهب كل واحد منهم وأتى بعود، فأتى هذا بعود وهذا بعود، فجمعوها، فأضرموا نارا كبيرة٣ وهكذا المعاصي; فالمعاصي لها تأثير قوي على القلب، وأشدها تأثيرا الشهوة فهي أشد من
_________
١ أخرجه: النسائي (٣/١٨٨) .
٢ من حديث أبي هريرة، أخرجه: أحمد (٢/٢٩٧) . ورواه: الترمذي (كتاب التفسير، باب ويل للمطففين، ٩/٦٩) - وقال: "حسن صحيح"-، وابن ماجه (كتاب الزهد، باب ذكر الذنوب، ٢/١٤١٨) .
٣ من حديث سهل بن سعد، رواه: أحمد في "المسند" (٥/٣٣١) . انظر "مجمع الزوائد" للهيثمي (١٠/١٩٠) .

التاسعة: معرفة الشيطان بما تئول إليه البدعة، ولو حسن قصد الفاعل.

_________
الشبهة; لأن الشبهة أيسر زوالا على من يسرها الله عليه; إذ إن مصدرها الجهل، وهو يزول بالتعلم.
أما الشهوة، وهي إرادة الإنسان الباطل; فهي البلاء الذي يقتل به العالم والجاهل، ولذا كانت معصية اليهود أكبر من معصية النصارى; لأن معصية اليهود سببها الشهوة وإرادة السوء والباطل، والنصارى سببها الشبهة، ولهذا كانت البدع غالبها شبهة، ولكن كثيرا منها سببه الشهوة، ولهذا يبين الحق لأهل الشهوة من أهل البدع، فيصرون عليها، وغالبهم يقصد بذلك بقاء جاهه ورئاسته بين الناس دون صلاح الخلق، ويظن في نفسه ويملي عليه الشيطان أنه لو رجع عن بدعته لنقصت منزلته بين الناس، وقالوا: هذا رجل متقلب وليس عنده علم، لكن الأمر ليس كذلك; فأبو الحسن الأشعري مضرب المثل في هذا الباب; فإنه لما كان من المعتزلة لم يكن إماما، ولما رجع إلى مذهب أهل السنة صار إماما; فكل من رجع إلى الحق ازدادت منزلته عند الله - سبحانه -، ثم عند خلقه. والخلاصة: أن البدعة سبب للكفر ولا يرد على هذا قول بعض أهل العلم: إن المعاصي بريد الكفر; لأنه لا مانع من تعدد الأسباب.
التاسعة: معرفة الشيطان بما تئول إليه البدعة ولو حسن قصد الفاعل: لأن الشيطان هو الذي سول لهؤلاء المشركين أن يصوروا هذه التماثيل والتصاوير; لأنه يعرف أن هذه البدعة تئول إلى الشرك.
وقوله: "ولو حسن قصد الفاعل": أي: إن البدعة شر ولو حسن قصد فاعلها، ويأثم إن كان عالما أنها بدعة ولو حسن قصده; لأنه أقدم على المعصية كمن يجيز الكذب والغش ويدعي أنه مصلحة، أما لو كان

........................................................................

_________
جاهلا فإنه لا يأثم; لأن جميع المعاصي لا يأثم بها إلا مع العلم، وقد يثاب على حسن قصده، وقد نبه على ذلك شيخ الإسلام ابن تيمية في كتابه "اقتضاء الصراط المستقيم"; فيثاب على نيته دون عمله، فعمله هذا غير صالح ولا مقبول عند الله ولا مرضي، لكن لحسن نيته مع الجهل يكون له أجر، ولهذا قال ﷺ للرجل الذي صلى وأعاد الوضوء بعدما وجد الماء وصلى ثانية: " لك الأجر مرتين "١ لحسن قصده، ولأن عمله عمل صالح في الأصل، لكن لو أراد أحد أن يعمل العمل مرتين مع علمه أنه غير مشروع; لم يكن له أجر لأن عمله غير مشروع لكونه خلاف السنة; فقد قال النبي ﷺ للذي لم يعد: " أصبت السنة "٢.
فإن قال: إني أريد بهذه البدعة إحياء الهمم والتنشيط وما أشبه ذلك.
أجيب: بأن هذه الإرادة طعن في رسالة الرسول ﷺ لأنه اتهام له بالتقصير أو القصور، أي مقصر في الإخبار عن ذلك أو قاصر في العلم، وهذا أمر عظيم وخطر جسيم، ولأن هذا لم يكن عليه الرسول ﷺ ولا خلفاؤه الراشدون، أما إذا كان حسن القصد، ولم يعلم أن هذا بدعة; فإنه يثاب على نيته ولا يثاب على عمله; لأن عمله شر حابط كما قال النبي ﷺ " من عمل عملا ليس عليه أمرنا; فهو رد "٣.
_________
١ من حديث أبي سعيد الخدري، رواه: أبو داود برقم (٣٣٨)، والنسائي برقم (٤٣٣)، والدارمي (كتاب الطهارة، باب التيمم، ١/٥٥)، والدارقطني (١/١٨٨)، والحاكم (١/ ١٧٩) . وصححه على شرط الشيخين، ووافقه الذهبي. وانظر: "التلخيص الحبير" (١/١٥٥) .
٢ انظر التّخريج السابق.
٣ أخرجه: البخاري معلقا بصيغة الجزم في (البيوع، ١/١٠٠)، ومسلم في (الأقضية، ٣/ ١٣٤٣) .

العاشرة: معرفة القاعدة الكلية، وهي النهي عن الغلو، ومعرفة ما يئول إليه.

الحادية عشرة: مضرة العكوف على القبر لأجل عمل صالح.

الثانية عشرة: معرفة النهي عن التماثيل والحكمة في إزالتها.

_________
وأما العامة الذين لا يعلمون، وقد لبس عليهم هذه البدعة، وغيرها; نقول: ما داموا قاصدين للحق ولا علموا به; فإثمهم على من أفتاهم ومن أضلهم. ولهذا يوجد في مجاهل أفريقيا وغيرها من لا يعرفون عن الإسلام شيئا، فلو ماتوا لا نقول: إنهم مسلمون ونصلي عليهم ونترحم عليهم مع أنهم لم تقم عليهم الحجة، لكننا نعاملهم في الدنيا بالظاهر، أما في الآخرة; فأمرهم إلى الله.
العاشرة: معرفة القاعدة الكلية، وهي النهي عن الغلو ومعرفة ما يئول إليه: هذا ما حذر منه النبي ﷺ لأن الغلو مجاوزة الحد، وهو كما يكون في العبادات يكون في غيرها، قال تعالى: ﴿وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا﴾ ١، وقال: ﴿وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا﴾ ٢، وقد سبق بيان ذلك.
الحادية عشرة: مضرة العكوف على القبر لأجل عمل صالح: المضرة الحاصلة: هي أنها توصل إلى عبادتهم. ومثل ذلك: ما لو قرئ القرآن عند قبر رجل صالح، أو تصدق عند هذا القبر يعتقد أن لذلك مزية على غيره; فإن هذا من البدع، وهذه البدعة قد تؤدي بصاحبها إلى عبادة هذا القبر.
الثانية عشرة: معرفة النهي عن التماثيل والحكمة في إزالتها.
_________
١ سورة الأعراف آية: ٣١.
٢ سورة الفرقان آية: ٦٧.

الثالثة عشرة: معرفة عظم شأن هذه القصة وشدة الحاجة إليها مع الغفلة عنها.

الرابعة عشرة: وهي أعجب العجب: قراءتهم إياها في كتب التفسير والحديث، ومعرفتهم بمعنى الكلام، وكون الله حال بينهم وبين قلوبهم حتى اعتقدوا أن فعل قوم نوح هو أفضل العبادات، واعتقدوا أن ما نهى الله ورسوله عنه فهو الكفر المبيح للدم والمال.

_________
التماثيل: هي الصور على مثال رجل، أو حيوان، أو حجر، والغالب أنها تطلق على ما صنع ليعبد من دون الله. والحكمة في إزالتها سد ذرائع الشرك.
الثالثة عشرة: معرفة عظم شأن هذه القصة: أي: قصة هؤلاء الذين غلوا في الصالحين وغير الصالحين، لكن اعتقدوا فيهم الصلاح، حتى تدرج بهم الأمر إلى عبادتهم من دون الله; فتجب معرفة هذه القصة، وأن أمر الغلو عظيم، ونتائجه وخيمة; فالحاجة شديدة إلى ذلك، والغفلة عنها كثيرة، والناس لو تدبرت أحوالهم وسبرت قلوبهم وجدت أنهم في غفلة عن هذا الأمر، وهذا موجود في البلاد الإسلامية.
الرابعة عشرة: وهي أعجب العجب -: قراءتهم إياها في كتب التفسير والحديث.
قوله: "وأعجب": أي: أكثر عجبا وأشد، والعجب نوعان: الأول: بمعنى الاستحسان، وهو ما إذا تعلق بمحمود; كقول عائشة في الحديث: " كان النبي ﷺ يعجبه التيمن في تنعله وترجله وطهوره، وفي شأنه كله "١.
_________
١ رواه: البخاري (كتاب الوضوء، باب التيمن، ١/٧٥)، ومسلم (كتاب الطهارة، باب التيمن في الطهور وغيره، ١/٢٢٦) .

الخامسة عشرة: التصريح بأنهم لم يريدوا إلا الشفاعة.

السادسة عشرة: ظنهم أن العلماء الذين صوروا الصور أرادوا ذلك.

_________
الثاني: بمعنى الإنكار، وذلك فيما إذا تعلق بمذموم، قال تعالى: ﴿وَإِنْ تَعْجَبْ فَعَجَبٌ قَوْلُهُمْ أَإِذَا كُنَّا تُرَابًا أَإِنَّا لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ أ﴾ ١. وكلام المؤلف هنا من باب الإنكار. وكلام المؤلف هنا عما كان في زمنه، حيث غفلوا عن هذه القصة مع قراءتهم لها في كتب التفسير والحديث، واعتقدوا أن فعل قوم نوح أفضل العبادات، وهذا من أضر ما يكون على المرء أن يعتقد السيئ حسنا، قال تعالى: ﴿أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ﴾ ٢، وقال تعالى: ﴿قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا﴾ ٣.
قوله: "واعتقدوا أن ما نهى الله ورسوله عنه فهو الكفر المبيح للدم والمال": أي: من اعتقد أن الشرك والكفر من أفضل العبادات، وأنه مقرب إلى الله; فهذا كفر مبيح لدمه وماله، هذا ما أراد المؤلف، وإن كان لا يسعفه ظاهر كلامه ثم بدا لي ما لعله المراد أن هؤلاء الغالين اعتقدوا أن المنهي عنه هو الكفر المبيح للدم والمال، وأما ما دونه من الغلو; فلا نهي فيه، والله أعلم؛ فهذا ظن فاسد كما سبق.
الخامسة عشرة: التصريح بأنهم لم يريدوا إلا الشفاعة: أي: ما أرادوا إلا الشفاعة، ومع ذلك وقعوا في الشرك.
السادسة عشرة: ظنهم أن العلماء الذين صوروا الصور أرادوا ذلك: أي أرادوا أن تشفع لهم، بل ظنوا أنها تنشطهم على العبادة، وهذا
_________
١ سورة الرعد آية: ٥.
٢ سورة فاطر آية: ٨.
٣ سورة آية: ١٠٣-١٠٤.

السابعة عشرة: البيان العظيم في قوله: " لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم "١ فصلوات الله وسلامه على من بلغ البلاغ المبين.

الثامنة عشرة: نصيحته إيانا بهلاك المتنطعين.

التاسعة عشرة: التصريح بأنها لم تعبد حتى نسي العلم; ففيها بيان معرفة قدر وجوده ومضرة فقده.

العشرون: أن سبب فقد العلم موت العلماء.

_________
ظن فاسد كما سبق٢.
السابعة عشرة: البيان العظيم في قوله ﷺ " لا تطروني " الحديث: معنى الإطراء: الغلو في المدح، والمبالغة فيه. وهذا الذي نهى عنه ﷺ وقع فيه بعض هذه الأمة، بل أشد; حتى جعلوا النبي ﷺ المرجع في كل شيء، وهذا أعظم من قول النصارى: المسيح ابن الله، وثالث ثلاثة. ومعنى: "بلغ"; أي: أوصل وبين.
الثامنة عشرة: نصيحته إيانا بهلاك المتنطعين: وذلك بقوله ﷺ "هلك المتنطعون"; فلم يرد مجرد الخبر، ولكن التحذير من التنطع.
التاسعة عشرة: التصريح بأنها لم تعبد حتى نسي العلم: أي: لم تعبد هذه التماثيل إلا بعد أن نسي العلم واضمحل; ففيه دليل على معرفة قدر وجوده أي العلم، وأن وجوده أمر ضروري للأمة; لأنه إذا فقد العلم; حل الجهل محله، وإذا حل الجهل; فلا تسأل عن حال الناس; فسوف لا يعرفون كيف يعبدون الله، ولا كيف يتقربون إليه.
العشرون: أن سبب فقد العلم موت العلماء فهذا من أكبر
_________
١ البخاري: أحاديث الأنبياء (٣٤٤٥)، وأحمد (١/٢٣،١/٢٤) .
٢ انظر: (ص ٣٨٠) .

.......................................................................

_________
الأسباب لفقد العلم، فإذا مات العلماء; لم يبق إلا جهال الخلق يفتون بغير علم. ومن أسباب فقده أيضا: الغفلة والإعراض عنه، والتشاغل بأمور الدنيا، وعدم المبالاة به. ثم إن العلم قد يكون موجودا وهو معدوم، وذلك فيما إذا كثر القراء الذين يقرءون العلم ولا يعملون به، وقل الفقهاء الذين يعملون به; فبهذا يصبح العلم عديم الفائدة ووجوده كعدمه، بل إن في وجوده ضررا على الأمة; لأن العامة إذا رأوا من ينتسب إليه ساكتا غير عامل بما علم; ظنوا أن ما عليه الناس حق. فضرر العلم الذي لا ينفع أشد من ضرر الجهل، وإذا وجد الجهل; فإن الناس قد يطلبون العلم ويتلمسونه.
الخلاصة للباب:
بيان أن الغلو في الصالحين من أسباب الكفر وليس هو السبب الوحيد للكفر. وأن خطر الغلو عظيم ونتائجه وخيمة; فالواجب تنزيل الصالحين منازلهم; فلا يستوي الصالح والفاسد، بل ينزل كل منزلته، ولكن لا نتجاوز به المنزلة فنغلو فيه; فدين الله وسط لا يعطي الإنسان أكثر مما يستحق، ولا يسلبه ما يستحق، وهذا هو العدل.
س١: ما الفرق بين التنطع، والغلو، والاجتهاد؟
الجواب: الغلو مجاوزة الحد. والتنطع معناه: التشدق بالشيء والتعمق فيه، وهو من أنواع الغلو.
أما الاجتهاد; فإنه بذل الجهد لإدراك الحق، وليس فيه غلو إلا إذا كان المقصود بالاجتهاد كثرة التّقرب غير المشروع; فقد تؤدي إلى الغلو، فلو أن الإنسان مثلا أراد أن يقوم الليل ولا ينام، وأن يصوم النهار ولا

.......................................................................

_________
يفطر، وأن يعتزل ملاذ الدنيا كلها; فلا يتزوج ولا يأكل اللحم ولا الفاكهة وما أشبه ذلك، فإن هذا من الغلو، وإن كان الحامل على ذلك الاجتهاد والبر، ولكن هذا خلاف هدي النبي ﷺ
س٢: ما حكم الذهاب إلى قبور الصالحين لقراءة الفاتحة؟
الجواب: هذا من البدع، وسواء قلنا يصل الثواب أو لا يصل; فكونك تتخذ القراءة عند القبر خاصة هذا من البدع. وإنما اختلف السلف فيما إذا قرئت الفاتحة عند الميت بعد دفنه مباشرة أو غيرها من القرآن. والصحيح أيضا أنه ليس بسنة، والسنة أن تستغفر له وتسأل له التثبيت.

باب ما جاء في التغليظ فيمن عبد الله عند قبر رجل صالح; فكيف إذا عبده؟!

باب ما جاء في التغليظ فيمن عبد الله عند قبر رجل صالح; فكيف إذا عبده؟!

في الصحيح عن عائشة; أن أم سلمة ذكرت لرسول الله ﷺ كنيسة رأتها بأرض الحبشة، وما فيها من الصور، فقال:

_________
قوله: "التغليظ": التشديد.
قوله: "من عبد الله عند قبر رجل صالح": أي: عمل عملا تعبد لله به من قراءة أو صلاة أو صدقة أو غير ذلك.
قوله: "فكيف إذا عبده؟ ": أي: يكون أشد وأعظم، وذلك لأن المقابر والقبور للصالحين أو من دونهم من المسلمين أهلها بحاجة إلى الدعاء; فهم يزارون لينفعوا لا لينتفع بهم إلا باتباع السنة في زيارة المقابر، والثواب الحاصل بذلك، لكن هذا ليس انتفاعا بأشخاصهم، بل انتفاع بعمل الإنسان نفسه بما أتى به من السنة. فالزيارة التي يقصد منها الانتفاع بالأموات زيارة بدعية. والزيارة التي يقصد بها نفع الأموات والاعتبار بحالهم زيارة شرعية.
قوله: "في الصحيح": أي: "الصحيحين"، وقد سبق الكلام على مثل هذه العبارة في باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله (ص ١٥٧) .
قوله: " أم سلمة ": كانت ممن هاجر مع زوجها إلى أرض الحبشة، ولما توفي زوجها أبو سلمة تزوجها النبي ﷺ وأخبرته وهو في مرض موته بما رأت ; كما في "الصحيح".
قولها: "من الصور" الظاهر أن هذه الصور صور مجسمة وتماثيل منصوبة.

" أولئك إذا مات فيهم الرجل الصالح أو العبد الصالح; بنوا على قبره مسجدا، وصوروا فيه تلك الصور،.....................................

_________
قوله: "أولئك": المشار إليهم نصارى الحبشة، ويحتمل أن يراد من فعلوا هذه الأفعال أيا كانوا.
وقوله: "أولئك" يجوز في الكاف الكسر إذا كان الخطاب لأم سلمة، والفتح إذا كان الخطاب باعتبار الجنس. وقد ذكر العلماء أن في كاف الخطاب المتصل باسم الإشارة ثلاثة أوجه:
الوجه الأول: أن يكون مطابقا للمخاطب المفرد للمفرد والمثنى للمثنى والجمع للجمع، مذكرا كان أم مؤنثا.
الوجه الثاني: الفتح مطلقا.
الوجه الثالث: الكسر للمؤثث مطلقا، والفتح للمذكر مطلقا. وأشهرها: أن يكون مطابقا للمخاطب، ثم الفتح مطلقا، ثم الفتح للمذكر، والكسر للمؤنث.
قوله: "الرجل الصالح أو العبد الصالح ": أو: شك من الراوي.
قوله: " بنوا على قبره ": أي: قبر ذلك الرجل الصالح.
قوله: "صوروا فيه تلك الصور": أي: التي رأت، والأقرب أنها صورة ذلك الرجل الصالح، وربما أنهم يضيفون إلى صورته صورة بعض الصالحين، وربما تكون الصور على أحجام مختلفة، فتجتمع منها صور كثيرة.

أولئك شرار الخلق عند الله "١.

فهؤلاء جمعوا بين الفتنتين٢ فتنة القبور، وفتنة التماثيل.

ولهما عنها;

_________
قوله: " أولئك شرار الخلق عند الله ": لأن عملهم هذا وسيلة إلى الكفر والشرك، وهذا أعظم الظلم وأشده، فما كان وسيلة إليه; فإن صاحبه جدير بأن يكون من شرار الخلق عند الله ﷾.
قوله: "فهؤلاء جمعوا بين الفتنتين: فتنة القبور، وفتنة التماثيل": هذا من كلام شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀.
قوله: "فتنة القبور"; لأنهم بنوا المساجد عليها.
قوله: "فتنة التماثيل"; لأنهم صوروا فجمعوا بين فتنتين، وإنما سمي ذلك فتنة; لأنها سبب لصد الناس عن دينهم، وكل ما كان كذلك، فإنه من الفتنة، قال تعالى: ﴿الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ﴾ ٣، وقال تعالى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ﴾ ٤، أي: صدوهم، أو فعلوا ما يصدونهم به عن دين الله.
قوله: "ولهما عنها": الضمير يعود على البخاري ومسلم، وإن لم يسبق لهما ذكر، لكنه لما كان ذلك مصطلحا معروفا; صح أن يعود الضمير عليهما، وهما لم يذكرا اعتمادا على المعروف المعهود.
_________
١ رواه: البخاري (كتاب الصلاة، باب هل تنبش قبور مشركي الجاهلية، ١/١٥٥)، ومسلم (كتاب المساجد، باب النهي عن بناء المساجد على القبور، ١/٣٧٥) .
٢ وفي نسخة: "فتنتين".
٣ سورة آية: ١-٢.
٤ سورة البروج آية: ١٠.

قالت: لما نزل برسول الله ﷺ طفق يطرح خميصة له على وجهه، فإذا اغتم بها; كشفها، فقال وهو كذلك: " لعنة الله على اليهود والنصارى، اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد "١.

_________
وقوله: "عنها"; أي: عن عائشة.
قالت: "لما نزل برسول الله": أي: نزل به ملك الموت لقبض روحه.
قوله: "طفق": من أفعال الشروع، واسمها مستتر، وجملة "يطرح" خبرها.
قوله: "خميصة": هي كساء مربع له أعلام كان يطرحه النبي ﷺ على وجهه.
قوله: "فإذا اغتم بها": أي: أصابه الغم بسببها، وقد احتضر ﷺ
قوله: "وهو كذلك": أي: وهو في هذه الحال عند الاحتضار.
قوله: " لعنة الله على اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد ": يقول هذا في سياق الموت، و"لعنة الله"; أي: طرده وإبعاده، وهذه الجملة يحتمل أنه يراد بها ظاهر اللفظ; أي: أن النبي ﷺ يخبر بأن الله لعنهم. ويحتمل أن يراد بها الدعاء; فتكون خبرية لفظا إنشائية معنى، والمعنى على هذا الاحتمال أن النبي ﷺ دعا عليهم وهو في سياق الموت بسبب هذا الفعل.
قوله: "اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد ": الجملة هذه تعليل لقوله: " لعنة الله على اليهود والنصارى "، كأن قائلا يقول: لماذا لعنهم النبي ﷺ فكان الجواب: أنهم اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد; أي: أمكنة للسجود، سواء بنوا مساجد أم لا، يصلون ويعبدون الله تعالى فيها مع أنها مبنية على القبور.
_________
١ البخاري: الصلاة (٤٣٦)، ومسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٥٣١)، والنسائي: المساجد (٧٠٣)، وأحمد (١/٢١٨،٦/٣٤،٦/٨٠،٦/١٢١،٦/١٤٦،٦/٢٥٢،٦/٢٥٥)، والدارمي: الصلاة (١٤٠٣) .

يحذر ما صنعوا، ولولا ذلك; أبرز قبره; غير أنه خشي أن يتخذ مسجدا. أخرجاه١.

_________
قوله: "يحذر ما صنعوا": أي: إنه ﷺ قال ذلك في سياق الموت تحذيرا لأمته مما صنع هؤلاء; لأنه علم أنه سيموت وأنه ربما يحصل هذا ولو في المستقبل البعيد.
قوله: "ولولا ذلك أبرز قبره": أبرز; أي: أخرج من بيته; لأن البروز معناه الظهور، أي لولا التحذير وخوف أن يتخذ قبره مسجدا; لأخرج ودفن في البقيع مثلا، لكنه في بيته أصون له، وأبعد عن اتخاذه مسجدا; فلهذا لم يبرز قبره، وهذا أحد الأسباب التي أوجبت أن لا يبرز مكان قبره ﷺ ومن أسباب ذلك: إخباره ﷺ أنه ما قبض نبي إلا دفن حيث قبض٢ ولا مانع أن يكون للحكم الواحد سببان فأكثر، كما أن السبب الواحد قد يترتب عليه حكمان أو أكثر; كغروب الشمس يترتب عليه جواز إفطار الصائم، وصلاة المغرب.
قوله: "غير أنه خشي أن يتخذ مسجدا": خشي فيها روايتان: خشي، وخشي٣. فعلى رواية خشي يكون الذي وقعت منهم الخشية الصحابة ﵃. وعلى رواية خشي يكون الذي وقعت منه الخشية النبي ﷺ والحقيقة أن الأمر كله حاصل; فالرسول ﷺ أخبر بأنه
_________
١ رواه: البخاري (كتاب الجنائز، باب ما يكره من اتخاذ المساجد على القبور، ١/٤٠٨)، ومسلم (كتاب المساجد، باب النهي عن بناء المساجد على القبور، ١/٣٧٦) .
٢ من حديث أبي بكر الصديق، أخرجه: أحمد في "المسند" (١/٧) . ورواه: الترمذي (كتاب الجنائز، باب حدثنا أبو كريب، ٣/٣٩٤) وفي "الشمائل" برقم (٣٩٠)، وابن ماجه نحوه (كتاب الجنائز، باب ما ذكر في وفاته ودفنه ﷺ، ١/٥٢١) . وقال الحافظ في "الفتح" (١/٥٢٩): "إسناده صحيح لكته موقوف".
٣ "صحيح البخاري" (كتاب الجنائز، باب ما جاء في قبر النبي ﷺ، ١/٤٢٧) .

.......................................................................

ما قبض نبي إلا دفن حيث قبض، ولعن اليهود والنصارى لأنهم اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد خوفا من اتخاذ قبره مسجدا، والصحابة ﵃ اتفقوا على أن يدفن ﷺ في بيته بعد تشاورهم لأنهم خشوا ذلك. ويجوز أن يكون بعضهم أشار بأن يدفن في بيته، وليس في ذهنه إلا هذه الخشية، وبعضهم أشار أن يدفن في بيته وعنده علم بأنه ﷺ قال: "ما قبض نبي إلا دفن حيث قبض"، وخوفا من اتخاذه مسجدا.

في هذا الحديث والحديث السابق: التحذير من اتخاذ قبور الأنبياء مساجد وهم أفضل الصالحين; لأن مرتبة النبيين هي المرتبة الأولى من المراتب الأربع التي قال الله تعالى عنها: ﴿وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا﴾ ١.

اعتراض وجوابه:

إذا قال قائل: نحن الآن واقعون في مشكلة بالنسبة لقبر الرسول ﷺ الآن، فإنه في وسط المسجد; فما هو الجواب؟ قلنا: الجواب على ذلك من وجوه:

الوجه الأول: أن المسجد لم يبن على القبر، بل بني المسجد في حياة النبي ﷺ

الوجه الثاني: أن النبي ﷺ لم يدفن في المسجد حتى يقال: إن هذا من دفن الصالحين في المسجد، بل دفن في بيته.

الوجه الثالث: أن إدخال بيوت الرسول ﷺ ومنها بيت عائشة مع المسجد ليس باتفاق من الصحابة، بل بعد أن انقرض أكثرهم ولم يبق

_________
١ سورة النساء آية: ٦٩.

ولمسلم عن " جندب بن عبد الله; قال: سمعت النبي ﷺ قبل أن يموت بخمس وهو يقول: إني أبرأ إلى الله أن يكون لي منكم خليل،

_________
منهم إلا القليل، وذلك عام ٩٤ هـ تقريبا; فليس مما أجازه الصحابة أو أجمعوا عليه، مع أن بعضهم خالف في ذلك، وممن خالف أيضا سعيد بن المسيب من التابعين; فلم يرض بهذا العمل.
الوجه الرابع: أن القبر ليس في المسجد، حتى بعد إدخاله; لأنه في حجرة مستقلة عن المسجد; فليس المسجد مبنيا عليه، ولهذا جعل هذا المكان محفوظا ومحوطا بثلاثة جدران، وجعل الجدار في زاوية منحرفة عن القبلة، أي مثلث، والركن في الزاوية الشمالية، بحيث لا يستقبله الإنسان إذا صلى لأنه منحرف. فبهذا كله يزول الإشكال الذي يحتج به أهل القبور، ويقولون هذا منذ عهد التابعين إلى اليوم، والمسلمون قد أقروه ولم ينكروه; فنقول: إن الإنكار قد وجد حتى في زمن التابعين، وليس محل إجماع، وعلى فرض أنه إجماع; فقد تبين الفرق من الوجوه الأربعة التي ذكرناها.
قوله: "بخمس": أي: خمس ليال، لكن العرب تطلقها على الأيام والليالي.
قوله: "أبرأ": البراءة: هي التخلي; أي: أتخلى أن يكون لي منكم خليل.
قوله: "خليل": هو الذي يبلغ في الحب غايته; لأن حبه يكون قد تخلل الجسم كله، قال الشاعر يخاطب محبوبته:

فإن الله قد اتخذني خليلا كما اتخذ إبراهيم خليلا، ولو كنت متخذا من أمتي خليلا; لاتخذت أبا بكر خليلا "١..................................

_________
قد تخللت مسلك الروح مني ... وبذا سمي الخليل خليلا
والخلة أعظم أنواع المحبة وأعلاها، ولم يثبتها الله عزوجل فيما نعلم إلا لاثنين من خلقه، وهما: إبراهيم في قوله تعالى: ﴿َاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا﴾ ٢، ومحمد لقوله ﷺ "إن الله اتخذني خليلا كما اتخذ إبراهيم خليلا".
وبهذا تعرف الجهل العظيم الذي يقوله العامة: إن إبراهيم خليل الله، ومحمدا حبيب الله، وهذا تنقص في حق الرسول ﷺ لأنهم بهذه المقالة جعلوا مرتبة النبي ﷺ دون مرتبة إبراهيم، ولأنهم إذا جعلوه حبيب الله لم يفرقوا بينه وبين غيره من الناس; فإن الله يحب المحسنين والصابرين، وغيرهم ممن علق الله بفعلهم المحبة; فعلى رأيهم لا فرق بين الرسول ﷺ وغيره، لكن الخلة ما ذكرها الله إلا لإبراهيم، والنبي ﷺ أخبر أن الله اتخذه خليلا كما اتخذ إبراهيم خليلا.
فالمهم: أن العامة مشكل أمرهم، دائما يصفون الرسول ﷺ بأنه حبيب الله، فنقول: أخطأتم وتنقصتم نبيكم; فالرسول خليل الله; لأنكم إذا وصفتموه بالمحبة أنزلتموه عن بلوغ غايتها.
قوله: "فإن الله قد اتخذني خليلا كما اتخذ إبراهيم خليلا ": هذا تعليل لقوله: "إني أبرأ إلى الله أن يكون لي منكم خليل "; فالنبي ﷺ ليس في قلبه خلّة لأحد إلا لله عزوجل
قوله: " ولو كنت متخذا من أمتي خليلا; لاتخذت أبا بكر خليلا ". وهذا نص صريح على أن أبا بكر أفضل من علي، ﵄، وفي هذا رد على الرافضة الذين يزعمون أن عليا أفضل من أبي بكر.
_________
١ مسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٥٣٢) .
٢ سورة النساء آية: ١٢٥.

" ألا وإن من كان قبلكم كانوا يتخذون قبور أنبيائهم مساجد، ألا فلا تتخذوا القبور مساجد; فإني أنهاكم عن ذلك "١.

_________
وقوله: "لو": حرف امتناع لامتناع; فيمتنع الجواب لامتناع الشرط، وعلى هذا امتنع ﷺ من اتخاذ أبي بكر خليلا لأنه يمتنع أن يتخذ من أمته خليلا.
قوله: " ألا وإن من كان قبلكم ": "ألا" للتنبيه، وهذه الجملة في أثناء الحديث لكنه ابتدأها بالتنبيه لأهمية المقام.
قوله: " ألا فلا تتخذوا ": هذا تنبيه آخر للنهي عن اتخاذ القبور مساجد وهذا عام يشمل قبره وقبر غيره.
قوله: " فإني أنهاكم عن ذلك ": هذا نهي باللفظ دون الأداة تأكيدا لهذا النهي لأهمية المقام.
من فوائد الحديث:
١. أن النبي ﷺ تبرأ من أن يتخذ أحدا خليلا; لأن قلبه مملوء بمحبة الله تعالى.
٢. أن الله تعالى اتخذه خليلا كما اتخذ إبراهيم خليلا; ففيه فضيلة لرسول الله ﷺ
٣. فضيلة إبراهيم ﷺ باتخاذه خليلا.
٤. فضيلة أبي بكر، وأنه أفضل الصحابة لأن الحديث يدل على أنه أحب الصحابة إلى الرسول ﷺ
_________
١ رواه: مسلم (كتاب المساجد، باب النهي عن بناء المساجد على القبور، ١/٣٧٧) .

فقد نهى عنه في آخر حياته، ثم إنه لعن- وهو في السياق- من فعله.

والصلاة عندها من ذلك، وإن لم يبن مسجد.

_________
٥. التحذير من اتخاذ القبور مساجد في قوله: " ألا فلا تتخذوا القبور مساجد " وقوله: " فإني أنهاكم عن ذلك "١.
٦. أن من دفن شخصا في مسجد؛ وجب عليه نبشه وإخراجه من المسجد.
٧. حرص النبي ﷺ على أمته في إبعادهم عن الشرك وأسبابه; لأن اتخاذ القبور مساجد من وسائل الشرك وذرائعه، ولهذا حرص النبي ﷺ على تحذير أمته منه، وهذا من كمال رأفته ورحمته بالأمة.
٨. أن من بنى مسجدا على قبر وجب عليه هدمه.
قوله: "فقد نهى عنه في آخر حياته ... " هذا من كلام شيخ الإسلام ابن تيمية. وقوله: "فقد نهى عنه في آخر حياته" الضمير يعود إلى النبي ﷺ والمنهي عنه هو اتخاذ القبور مساجد. قوله: "ثم إنه لعن وهو في السياق من فعله"; فالنبي ﷺ وهو عند فراق الدنيا لعن من اتخذ القبور مساجد. قوله: "والصلاة عندها من ذلك، وإن لم يبن مسجد": "عندها"; أي: القبور، وقوله: "من ذلك"; أي: من اتخاذها مساجد، وعلى هذا; فلا تجوز الصلاة عند القبور، ولهذا نهى النبي ﷺ كما في "صحيح مسلم" من حديث أبي مرثد الغنوي أن يُصلَّى إلى القبور; فقال ﷺ: " لا تصلُّوا إلى القبور "٢.
_________
١ مسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٥٣٢) .
٢ رواه: مسلم (كتاب الجنائز، باب النهي عن الجلوس على القبر، ٢/٦٦٨) .

وهو معنى قولها: خشي أن يتخذ مسجدا فإن الصحابة لم يكونوا ليبنوا حول قبره مسجدا، وكل موضع قصدت الصلاة فيه; فقد اتخذ مسجدا....

_________
قوله: "وهو معنى قولها: خشي أن يتخذ مسجدا" الضمير في "قولها" يرجع إلى عائشة ﵂: قوله: "فإن الصحابة لم يكونوا ليبنوا حول قبره مسجدا" هذا من كلام شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله تعالى.
قد يقال: "خشي أن يتخذ مسجدا" معناه: خشي أن يبنى عليه مسجد، لكن يبعده أن الصحابة لا يمكن أن يبنوا حول قبره مسجدا; لأن مسجده مجاور لبيته; فكيف يبنون مسجدا آخر؟! هذا شيء مستحيل بحسب العادة; فيكون معنى قولها: "خشي أن يتخذ مسجدا"; أي: مكانا يصلى فيه، وإن لم يبن المسجد. ولا ريب أن أصل تحريم بناء المساجد على القبور أن المساجد مكان الصلاة، والناس يأتون إليها للصلاة فيها، فإذا صلى الناس في مسجد بني على قبر; فكأنهم صلوا عند القبر، والمحذور الذي يوجد في بناء المساجد على القبور يوجد فيما إذا اتخذ هذا المكان للصلاة; وإن لم يبن مسجد.
فتبين بهذا أن اتخاذ القبور مساجد له معنيان:
الأول: أن تبنى عليها مساجد.
الثاني: أن تتخذ مكانا للصلاة عندها وإن لم يبن المسجد، فإذا كان هؤلاء القوم مثلا يذهبون إلى هذا القبر ويصلون عنده ويتخذونه مصلى; فإن هذا بمعنى بناء المساجد عليها، وهو أيضا من اتخاذها مساجد.
قوله: "وكل موضع قصدت الصلاة فيه; فقد اتخذ مسجدا": وهذا

بل كل موضع يصلىيسمى مسجدا؛ كما قال ﷺ: " جعلت لي الأرض مسجدا وطهورا "١

_________
يشهد له العرف; فإن الناس الذين لهم مساجد في مكان أعمالهم; كالوزارات والإدارات لو سألت واحدا منهم أين المسجد؟ لأشار إلى المكان الذي اتخذوه مصلى يصلون فيه، مع أنه لم يبن، لكن لما كانت الصلاة تقصد فيه; صار يسمى مسجدا. قوله: "بل كل موضع يصلى ... ". فقوله: "مسجدا" ; أي: مكانا للسجود، وهذا معنى ثالث زائد على المعنيين الأولين، وهو أن يقال: كل شيء تصلي فيه، فإنه مسجد ما دمت تصلي فيه، كما يقال للسجادة التي تصلي عليها مسجد أو مصلى وإن كان الغالب عليها اسم مصلى. الخلاصة: أنه لا يجوز بناء المساجد على القبور; لأنها وسيلة إلى الشرك، وهو عبادة صاحب القبر. ولا يجوز أيضا أن تقصد القبور للصلاة عندها، وهذا من اتخاذها مساجد; لأن العلة من اتخاذها مساجد موجودة في الصلاة عندها، فلو فرض أن رجلا يذهب إلى المقبرة ويصلي عند قبر ولي من الأولياء على زعمه; قلنا: إنك اتخذت هذا القبر مسجدا، وإنك مستحق لما استحقه اليهود والنصارى من اللعنة، وفي كلام شيخ الإسلام ابن تيمية دليل على صحة تسمية كل شيء يصلى فيه مسجدا بالمعنى العام.
_________
١ من حديث جابر بن عبد الله، رواه البخاري (كتاب التيمم، باب حدثنا عبد الله بن يوسف، ١/١٢٦)، ومسلم (كتاب المساجد، ١/٣٧٠) .

ولأحمد بسند جيد عن ابن مسعود ﵁ مرفوعا: " إن من شرار الناس من تدركهم الساعة وهم أحياء،

_________
قوله: "مرفوعا": المرفوع: ما أسند إلى النبي ﷺ
قوله: "إن من شرار الناس": من: للتبعيض، وشرار: جمع شر، مثل صحاب جمع صحب، والمعنى: أصحاب الشر، وفي هذا دليل على أن الناس يتفاوتون في الشر، وأن بعضهم أشد من بعض.
قوله: "من تدركهم الساعة": من: اسم موصول اسم إن، والساعة; أي: يوم القيامة، وسميت بذلك لأنها داهية، وكل شيء داهية عظيمة يسمى ساعة، كما يقال: هذه ساعتك في الأمور الداهية التي تصيب الإنسان.
قوله: "وهم أحياء": الجملة حال من الهاء في "تدركهم". وفي قوله: " تدركهم الساعة وهم أحياء " إشكال، وهو أنه ثبت عن النبي ﷺ قوله: " لا تزال طائفة من أمتي على الحق ظاهرين لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمر الله "١ وفي رواية: "حتى تقوم الساعة٢ " ; فكيف نوفق بين الحديثين; لأن ظاهر الحديث الذي ساقه المؤلف أن كل من تدركهم الساعة وهم أحياء; فهم من شرار الخلق؟!
والجمع بينهما أن يقال: إن المراد بقوله: "حتى تقوم الساعة" ; أي: إلى قرب قيام الساعة، وليس إلى قيامها بالفعل; لأنها لا تقوم إلا على شرار الخلق; فالله يرسل ريحا تقبض نفس كل مؤمن ولا يبقى إلا شرار الخلق، وعليهم تقوم الساعة.
_________
١ من حديث المغيرة بن شعبة، رواه: البخاري بنحوه (كتاب المناقب، باب حدثنا محمد بن المثنى، ٢/٥٣٨)، ومسلم (كتاب الإمارة، باب قوله ﷺ: لا تزال طائفة من أمتي، ٣/ ١٥٢٣) .
٢ "صحيح مسلم" في الكتاب والباب السابقين (٣/ ١٥٢٤، ١٥٢٥) .

والذين يتخذون القبور مساجد " ورواه أبو حاتم في " صحيحه١ ".

_________
قوله: " الذين يتخذون القبور مساجد ": فهم من شرار الخلق، وإن لم يشركوا; لأنهم فعلوا وسيلة من وسائل الشرك، والوسائل لها أحكام المقاصد، وإن كانت دون مرتبتها، لكنها تعطى حكمها بالمعنى العام، فإن كانت وسيلة لواجب صارت واجبة، وإن كانت وسيلة لمحرم; فهي محرمة. فشر الناس في هذا الحديث ينقسمون إلى صنفين:
الأول: الذين تدركهم الساعة وهم أحياء.
الثاني: الذين يتخذون القبور مساجد.
وفي قوله ﷺ "إن من شرار الناس" دليل على أن الناس يتفاوتون في الشر; لأن بعضهم أشد من بعض فيه، كما أنهم يتفاوتون في الخير أيضا; لقوله تعالى: ﴿هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ﴾ ٢ وذلك من حيث الكمية فمن صلى ركعتين; فليس كمن صلى أربعا. ومن حيث الكيفية، فمن صلى وهو قانت خاشع حاضر القلب; ليس كمن صلى وهو غافل. ومن حيث النوعية، فالفرض أفضل من النفل، وجنس الصلاة أفضل من جنس الصدقة; لأن الصلاة أفضل الأعمال البدنية.
وهذا الذي تدل عليه الأدلة هو مذهب أهل السنة والجماعة، وهو
_________
١ رواه: الإمام أحمد في "المسند" (١/٤٣٥)، وابن أبي شيبة في "المصنف" (٣/٣٤٥)، وابن خزيمة برقم (٧٨٩)، وابن حبان برقم (٣٤٠)، والطبراني في "الكبير" برقم (١٠٤١٣) . وقال شيخ الإسلام في "اقتضاء الصراط المستقيم" (ص ٣٣٠): "إسناده جيد"، وقال الهيثمي في "المجمع" بعد عزوه للطبراني (٢/٢٧): "إسناده حسن".
٢ سورة آل عمران آية: ١٦٣.

فيه مسائل:

الأولى: ما ذكر الرسول فيمن بنى مسجدا يعبد الله فيه عند قبر رجل صالح، ولو صحت نية الفاعل.

_________
التفاضل في الأعمال، حتى في الإيمان الذي هو في القلب يتفاضل الناس فيه، بل إن الإنسان يحس في نفسه أنه في بعض الأحيان يجد في قلبه من الإيمان ما لا يجده في بعض الأحيان; فكيف بين شخص وشخص؟ فهو يتفاضل أكثر.
وخلاصة الباب:
أنه يجب البعد عن الشرك ووسائله، ويغلظ على من عبد الله عند قبر رجل صالح. وكلام المؤلف ﵀ في قوله: "فيمن عبد الله" يشمل الصلاة وغيرها والأحاديث التي ساقها في الصلاة، لكنه ﵀ كأنه قاس غيرها عليها، فمن زعم أن الصدقة عند هذا القبر أفضل من غيره; فهو شبيه بمن اتخذه مسجدا لأنه يرى أن لهذه البقعة أو لمن فيها شأنا يفضل به على غيره; فالشيخ عمم، والدليل خاص.
فإن قيل: لا يستدل بالدليل الخاص على العام؟
أجيب: إن الشيخ أراد بذلك أن العلة هي تعظيم هذا المكان; لكونه قبرا، وهذا كما يوجد في الصلاة يوجد في غيرها من العبادات; فيكون التعميم من باب القياس لا من باب شمول النص له لفظا.
فيه مسائل:
الأولى: ما ذكر الرسول ﷺ فيمن بنى مسجدا يعبد الله فيه عند قبر رجل صالح ولو صحت نية الفاعل: تؤخذ من لعن النبي ﷺ الذين اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد.

الثانية: النهي عن التماثيل وغلظ الأمر في ذلك.

الثالثة: العبرة في مبالغته ﷺ في ذلك; كيف بين لهم هذا

_________
قوله: "ولو صحت نية الفاعل"; لأن الحكم علق على مجرد صورته; فهذا العمل لا يحتاج إلى نية لأنه معلق بمجرد الفعل.
فالنية تؤثر في الأعمال الصالحة وتصحيحها، وتؤثر في الأعمال التي لا يقدر عليها فيعطى أجرها، وما أشبه ذلك، بخلاف ما علق على فعل مجرد; فلا حاجة فيه إلى النية.
أي: ولو كان يعبد الله، ولو كان يريد التقرب إلى الله ببناء هذا المسجد اعتبارا بما يؤول إليه الأمر، وبالنتيجة السيئة التي تترتب على ذلك، وهذه النقطة نتدرج منها إلى نقطة أخرى، وهي التحذير من مشابهة المشركين وإن لم يقصد الإنسان المشابهة، وهذه قد تخفى على بعض الناس، حيث يظن أن التشبه إنما يحرم إذا قصدت المشابهة، والشرع إنما علق الحكم بالتشبه; أي: بأن يفعل ما يشبه فعلهم، سواء قصد أو لم يقصد، ولهذا قال العلماء في مسألة التشبه: وإن لم ينو ذلك، فإن التشبه يحصل بمطلق الصورة.
فإن قيل: قاعدة " إنما الأعمال بالنيات " هل تعارض ما ذكرنا؟
الجواب: لا تعارضه; لأن ما علق بالعمل ثبت له حكمه وإن لم ينو الفعل; كالأشياء المحرمة; كالظهار، والزنا، وما أشبهها.
الثانية: النهي عن التماثيل وغلظ الأمر في ذلك: تؤخذ من قوله: "وصوروا فيه تلك الصور"، ولا سيما إذا كانت هذه الصور معظمة عادة; كالرؤساء، والزعماء، والأب، والأخ، والعم. أو شرعا، مثل: الأولياء، والصالحين، والأنبياء، وما أشبه ذلك.
الثالثة: العبرة في مبالغته ﷺ في ذلك، كيف بين لهم هذا

أولا، ثم قبل موته بخمس قال ما قال، ثم لما كان في السياق لم يكتف بما تقدم.

_________
أولا، ثم قبل موته بخمس قال ما قال؟! ثم لما كان في السياق لم يكتف بما تقدم: وهذا مما يدل على حرص النبي ﷺ على حماية جانب التوحيد; لأنه خلاصة دعوة الرسل، ولأن التوحيد أعظم الطاعات; فالمعاصي ولو كبرت أهون من الشرك، حتى قال ابن مسعود: " لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغيره صادقا "١ لأن الحلف بغيره نوع من الشرك، والحلف بالله كاذبا معصية، وهي أهون من الشرك.
فالشرك أمره عظيم جدا، ونحن نحذر إخواننا المسلمين مما هم عليه الآن من الانكباب العظيم على الدنيا حتى غفلوا عما خلقوا له، واشتغلوا بما خلق لهم; فعامة الناس الآن تجدهم مشتغلين بالدنيا، ليس في أفكارهم إلا الدنيا قائمين وقاعدين ونائمين ومستيقظين، وهذا في الحقيقة نوع من الشرك; لأنه يوجب الغفلة عن الله عزوجل ولهذا سمى النبي ﷺ من فعل ذلك عبدا لما تعبد له، فقال: " تعس عبد الدينار، تعس عبد الدرهم، تعس عبد الخميصة، تعس عبد الخميلة "٢ ولو أقبل العبد على الله بقلبه وجوارحه لحصل ما قدر له من الدنيا; فالدنيا وسيلة وليست غاية، وتعس من جعلها غاية، كيف تجعلها غاية وأنت لا تدري مقامك فيها؟! وكيف تجعلها غاية وسرورها مصحوب بالأحزان; كما قال الشاعر:
فيوم علينا ويوم لنا ... ويوم نساء ويوم نسر
فالحاصل: أن النبي ﷺ بعث لتحقيق عبادة الله، ولهذا كان حريصا
_________
(ص ٢٠٨) .
٢ تقدم (ص ٣٥) .

الرابعة: نهيه عن فعله عند قبره قبل أن يوجد القبر.

الخامسة: أنه من سنن اليهود والنصارى في قبور أنبيائهم.

السادسة: لعنه إياهم على ذلك.

السابعة: أن مراده ﷺ تحذيره إيانا عن قبره.

الثامنة: العلة في عدم إبراز قبره.

_________
على سد كل الأبواب التي تؤدي إلى الشرك; فالرسول ﷺ حذر من اتخاذ القبور مساجد ثلاث مرات:
الأولى: في سائر حياته.
الثانية: قبل موته بخمس.
الثالثة: وهو في السياق.
الرابعة: نهيه عن فعله عند قبره قبل أن يوجد القبر: تؤخذ من قوله ﷺ: " ألا فلا تتخذوا القبور مساجد "، فإن قبره داخل في ذلك بلا شك، بل أول ما يدخل فيه.
الخامسة: أنه من سنن اليهود والنصارى في قبور أنبيائهم: تؤخذ من قوله ﷺ " اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد "، وبئس رجلا جعل إمامه اليهود والنصارى وتشبه بهم في قبيح أعمالهم.
السادسة: لعنه إياهم على ذلك: تؤخذ من قوله ﷺ: " لعنة الله على اليهود والنصارى "١.
السابعة: أن مراده تحذيره إيانا عن قبره.
تؤخذ من قول عائشة: "يحذر ما صنعوا"; أي: ما صنعه اليهود والنصارى في قبور أنبيائهم.
الثامنة: العلة في عدم إبراز قبره: تؤخذ من قول عائشة: " ولولا
_________
١ البخاري: الصلاة (٤٣٦)، ومسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٥٣١)، والنسائي: المساجد (٧٠٣)، وأحمد (١/٢١٨،٦/٣٤،٦/٨٠،٦/١٢١،٦/١٤٦،٦/٢٥٢،٦/٢٥٥)، والدارمي: الصلاة (١٤٠٣) .

التاسعة: في معنى اتخاذها مسجدا.

العاشرة: أنه قرن بين من اتخذها مسجدا وبين من تقوم عليهم الساعة، فذكر الذريعة إلى الشرك قبل وقوعه مع خاتمته.

الحادية عشرة: ذكره في خطبته قبل موته بخمس الرد على الطائفتين اللتين هما أشر أهل البدع، ....................................

_________
ذلك أبرز قبره; غير أنه خشي أن يتخذ مسجدا " هناك علة أخرى، وهي: إخباره بأنه ما من نبي يموت إلا دفن حيث يموت١ ولا يمتنع أن يكون للحكم علتان، كما لا يمتنع أن يكون للعلة حكمان.
التاسعة: في معنى اتخاذها مسجدا: سبق أن ذكرنا أن لها معنيين:
١- بناء المساجد عليها.
٢- اتخاذها مكانا للصلاة تقصد فيصلى عندها، بل إن من صلى عندها ولم يتخذها للصلاة; فقد اتخذها مسجدا بالمعنى العام.
العاشرة: أنه قرن بين من اتخذها مسجدا وبين من تقوم عليه الساعة; فذكر الذريعة إلى الشرك قبل وقوعه مع خاتمته: ومعنى هذا أن الرسول ﷺ ذكر التحذير من الشرك قبل أن يموت.
وقوله: "مع خاتمته"، وهي: أن من تقوم عليهم شرار الخلق والذين تقوم عليهم الساعة وهم أحياء هؤلاء الكفار، والذين يتخذون القبور مساجد هؤلاء فعلوا أسباب الشرك والكفر.
الحادية عشرة: ذكره في خطبته قبل موته بخمس الرد على الطائفتين اللتين هما أشر أهل البدع.
_________
١ سبق (ص ٣٩٧) .

.......................................................................

_________
قوله: "قبل موته بخمس": أي: خمس ليال، والعرب يعبرون عن الأيام بالليالي وبالعكس.
قوله: "أشر أهل البدع": يقال: أشر، ويقال: شر; بحذف الهمزة، وهو الأكثر استعمالا. وإنما تكلم المؤلف ﵀ عن حال الرافضة والجهمية وحكمهما قبل ذكر اسمهما من أجل تهييج النفس على معرفتهما والاطلاع عليهما; لأن الإنسان إذا ذكر له الحكم والوصف قبل ذكر الموصوف والمحكوم عليه; صارت نفسه تتطلع وتتشوق إلى هذا، فلو قال من أول الكلام: الرد على الرافضة والجهمية; فلا يكون للإنسان التشوق مثل ما لو تكلم عن حالهما وحكمهما أولا: وحالهما: أنهما أشر أهل البدع. وحكمهم: أن بعض أهل العلم أخرجهم من الثنتين والسبعين فرقة.
والرافضة: اسم فاعل من رفض الشيء إذا استبعده، وسموا بذلك لأنهم رفضوا زيد بن علي بن الحسين بن علي بن أبي طالب حين سألوه: " ما تقول في أبي بكر وعمر؟ فأثنى عليهما، وقال: هما وزيرا جدي ".
فرفضوه وتركوه، وكانوا في السابق معه، لكن لما قال الحق المخالف لأهوائهم; نفروا منه والعياذ بالله، فسموا رافضة. وأصل مذهبهم من عبد الله بن سبأ، وهو يهودي تلبس بالإسلام، فأظهر التشيع لآل البيت والغلو فيهم ليشغل الناس عن دين الإسلام ويفسده كما أفسد بولص دين النصارى عندما تلبس بالنصرانية. وأول ما أظهر ابن سبأ بدعته في عهد علي بن أبي طالب، حتى إنه جاءه وقال: أنت الله حقا - والعياذ بالله -.
فأمر علي بالأخدود فحفرت، وأمر بالحطب فجمع، وبالنار فأوقدت، ثم أحرقهم بها; إلا أنه يقال: إن عبد الله بن سبأ هرب وذهب إلى مصر ونشر بدعته; فالله أعلم.

.......................................................................

_________
فالمهم أن عليارضي الله عنهرأى أمرا لم يحتمله، حيث ادعوا فيه الألوهية فأحرقهم بالنار إحراقا، ثم بدأت هذه الفرقة الخبيثة تتكاثر; لأن شعارها في الحقيقة النفاق الذي يسمونه التقية، ولهذا كانت هذه الفرقة أخطر ما يكون على الإسلام; لأنها تتظاهر بالإسلام والدعوة إليه، وتقيم شعائره الظاهرة; كتحريم الخمور وما أشبه ذلك، لكنها تناقضه في الباطن; فهم يرون أئمتهم آلهة تدير الكون، وأنهم أفضل من الأنبياء والملائكة والأولياء، وأنهم في مرتبة لا ينالها ملك مقرب ولا نبي مرسل، وهؤلاء كيف يصح أن تقبل منهم دعوى الإسلام، ولذلك يقول عنهم شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀ في كثير من كتبه قولا إذا اطلع عليه الإنسان عرف حالهم: "إنهم أشد الناس ضررا على الإسلام، وإنهم هجروا المساجد وعمروا المشاهد"; فهم يقولون: لا نصلي جماعة إلا خلف إمام معصوم ولا معصوم الآن، وهم أول من بنى المشاهد على القبور كما قال الشيخ هنا، ورموا أفضل أتباع الرسول ﷺ على الإطلاق - وهما أبو بكر وعمر - بالنفاق، وأنهما ماتا على ذلك; كعبد الله بن أبي بن سلول وأشباهه والعياذ بالله; فانظر بماذا تحكم على هؤلاء بعد معرفة معتقدهم ومنهجهم؟!
وأما الجهمية; فهم أتباع الجهم بن صفوان، وأول بدعته أنه أنكر صفات الله، وقال: إن الله لم يتخذ إبراهيم خليلا، ولم يكلم موسى تكليما; فأنكر المحبة والكلام، ثم بدأت هذه البدعة تنتشر وتتسع، فاعتنقها طوائف غير الجهمية; كالمعتزلة ومتأخري الرافضة; لأن الرافضة كانوا بالأول مشبهة، ولهذا قال أهل العلم: أول من عرف بالتشبيه هشام بن الحكم الرافضي، ثم تحولوا من التشبيه إلى التعطيل، وصاروا ينكرون الصفات.
والجهم بن صفوان أخذ بدعته عن الجعد بن درهم،

.......................................................................

_________
والجعد أخذ بدعته عن أبان بن سمعان، وأبان أخذها عن طالوت الذي أخذها عن لبيد بن الأعصم اليهودي الذي سحر النبي ﷺ فتكون بدعة التعطيل أصلها من اليهود، ثم إن الجهم بن صفوان نشأ في بلاد خراسان، وفيها كثير من الصابئة وعباد الكواكب والفلاسفة، فأخذ منهم أيضا ما أخذ، فصارت هذه البدعة مركبة من اليهودية والصابئة والمشركين.
وانتشرت هذه البدعة في الأمة الإسلامية، وهؤلاء الجهمية معطلة في الصفات ينكرون الصفات، ومنهم من أنكر الأسماء مع الصفات، وهذه الأسماء التي يضيفها الله - سبحانه - إلى نفسه جعلوها إضافات وليست حقيقة، أو أنها أسماء لبعض مخلوقاته; فالسميع عندهم بمعنى من خلق السمع في غيره والبصير كذلك، وهكذا.
ومنهم من أنكر أن يكون الله متصفا بالإثبات أو العدم، فقالوا: لا يجوز أن نثبت لله صفة أو ننفي عنه صفة; حتى قالوا: لا يجوز أن نقول عنه: إنه موجود ولا إنه معدوم; لأننا إن قلنا بأنه موجود شبهناه بالموجودات، وإن قلنا بأنه معدوم شبهناه بالمعدومات; فنقول: لا موجود ولا معدوم; فكابروا المعقول، وكذبوا المنقول، وهذا لا يمكن; لأن تقابل الوجود والعدم من تقابل النقيضين اللذين لا يمكن ارتفاعهما ولا اجتماعهما، بل لا بد أن يوجد أحدهما، فوصف الله بذلك تشبيه له بالممتنعات على قاعدتهم.
ومذهبهم في القضاء والقدر: الجبر، فيقولون: إن الإنسان مجبر على عمله يعمل بدون اختياره إن صلى; فهو مجبر، وإن قتل; فهو مجبر، وهكذا; فعطلوا بذلك حكمة الله لأنه إذا كان كل عامل مجبرا على عمله لم يكن هناك حكمة في الثواب والعقاب، بل بمجرد المشيئة يعاقب

.......................................................................

_________
هذا ويثيب هذا، وبذلك عطلوا عن الفاعلين أوصاف المدح والذم، فلا يمكن أن تمدح إنسانا أو تذمه; لأن العاصي مجبر والمطيع مجبر.
ويقال لهم: إنكم إذا قلتم ذلك أثبتم أن الله أظلم الظالمين; لأنه كيف يعاقب العاصي وهو مجبر على المعصية؟ ويثيب الطائع وهو مجبر على طاعته؟ فيكون أعطى من لا يستحق، وعاقب من لا يستحق، وهذا ظلم.
فقالوا: هذا ليس بظلم; لأن الظلم تصرف المالك في غير ملكه، وهذا تصرف من المالك في ملكه يفعل به ما يشاء.
وأجيب: بأنه باطل; لأن المالك إذا كان متصفا بصفات الكمال لن يخلف وعده، وقد قال الله تعالى: ﴿وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلا يَخَافُ ظُلْمًا وَلا هَضْمًا﴾ ١ [طه: ١١٢]، فلو أخلف هذا الوعد; لكان نقصا في حقه وظلما لخلقه، حيث وعدهم فأخلفهم.
ومذهبهم في أسماء الإيمان والدين الإرجاء، فيقولون: إن الإيمان مجرد اعتراف الإنسان بالخالق على الوصف المعطل عن الصفات حسب طريقتهم، وأن الأقوال والأعمال لا مدخل لها في الإيمان، وأن الإيمان لا يزيد ولا ينقص. ومن هذه الأمور الثلاثة قالوا: إن أفسق وأعدل عباد الله في الإيمان سواء، بل قالوا: إن فرعون مؤمن كامل الإيمان، وجبريل مؤمن كامل الإيمان، لكن فرعون كفر; لأنه ادعى الربوبية لنفسه فقط، فصار بذلك كافرا.
قال ابن القيم عنهم:
والناس في الإيمان شيء واحد ... كالمشط عند تماثل الأسنان
فمذهبهم من أخبث المذاهب؛ إن لم نقل: هو أخبثها، لكن أخبث منه
_________
١ سورة طه آية: ١١٢.

بل أخرجهم بعض أهل العلم من الثنتين والسبعين فرقة، وهم الرافضة والجهمية وبسبب الرافضة حدث الشرك وعبادة القبور، وهم أول من بنى عليها المساجد.

الثانية عشرة: ما بلي به ﷺ من شدة النزع.

_________
مذهب الرافضة، حتى قال شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀: "إن جميع البدع أصلها من الرافضة"; فهم أصل البلية في الإسلام، ولهذا قال المؤلف: "أخرجهم بعض أهل العلم من الثنتين والسبعين فرقة"، ولعل الصواب من الثلاث والسبعين فرقة، أو أن الصواب أخرجهم إلى الثنتين والسبعين; أي: أخرجهم من الثالثة التي كان عليها الرسول ﷺ وأصحابه; لأن المعروف أن هذه الأمة تفترق على ثلاث وسبعين فرقة، كلها في النار إلا واحدة، وهي من كانت على ما كان عليه النبي ﷺ وأصحابه.
وصدق ﵀ في قوله عن هاتين الطائفتين الرافضة والجهمية: "شر أهل البدع".
وقد قتل الجهم بن صفوان سلمة بن أحوز صاحب شرطة نصر بن سيار لأنه أظهر هذا المذهب ونشره.
وقول المؤلف: "وبسبب الرافضة حدث الشرك، وعبادة القبور، وهم أول من بنى عليها المساجد"، ولهذا يجب الحذر من بدعتهم وبدعة الجهمية وغيرها، ولا شك أن البدع دركات بعضها أسفل من بعض; فعلى المرء الحذر من البدع، وأن يكون متبعا لمنهج السلف الصالح في هذا الباب وفي غيره.
الثانية عشرة: ما بلي به ﷺ من شدة النزع: تؤخذ من قولها: " طفق يطرح خميصة له على وجهه، فإذا اغتم بها كشفها "١ وفي هذا دليل على شدة نزعه، وهكذا كان الرسول ﷺ يمرض ويوعك كما يوعك
_________
١ البخاري: الصلاة (٤٣٦)، ومسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٥٣١)، والنسائي: المساجد (٧٠٣)، وأحمد (١/٢١٨،٦/٣٤)، والدارمي: الصلاة (١٤٠٣) .

الثالثة عشرة: ما أكرم به من الخلة.

الرابعة عشرة: التصريح بأنها أعلى من المحبة.

_________
الرجلان١ من الناس، وهذا من حكمة الله عزوجل فهو ﷺ شدد عليه البلاء في مقابلة دعوته وأوذي إيذاء عظيما، وكذلك أيضا فيما يصيبه من الأمراض يضاعف عليه، والحكمة من ذلك لأجل أن ينال أعلى درجات الصبر، لأن الإنسان إذا ابتلي بالشر وصبر كان ذلك أرفع لدرجته.
والصبر درجة عالية لا تنال إلا بوجود أسبابها، ومنها الابتلاء; فيصبر ويحتسب حتى ينال درجة الصابرين.
الثالثة عشرة: ما أكرم به من الخلة: ويدل عليها قوله ﷺ " إن الله اتخذني خليلا كما اتخذ إبراهيم خليلا " ولا شك أن هذه الكرامة عظيمة; لأننا لا نعلم أحدا نال هذه المرتبة إلا رسول الله ﷺ وإبراهيم ﷺ
الرابعة عشرة: التصريح بأنها أعلى من المحبة: ودليل ذلك أنه ﷺ كان يحب أبا بكر، وكان أحب الناس إليه; فأثبت له المحبة، ونفى عنه الخلة; فدل هذا على أنها أعلى من المحبة، والتصريح ليس من هذا الحديث فقط، بل بضمه إلى غيره; فقد ورد من حديث آخر أنه صرح: " بأن أبا بكر أحب الرجال إليه ٢ "، ثم قال هنا: " لو كنت متخذا من أمتي خليلا; لاتخذت أبا بكر خليلا " فدل على أن الخلة أعلى من المحبة.
_________
١ أخرجه: البخاري في (المرضى، باب أشد الناس بلاء الأنبياء، ٥٦٤٨)، ومسلم في (البر والصلة، باب ثواب المؤمن فيما يصيبه من مرض أو حزن، ٢٥٧١) ; عن عبد الله بن مسعود ﵁.
٢ من حديث عمرو بن العاص، رواه: البخاري (كتاب الفضائل، باب فضائل أبي بكر، رقم (٣٦٦٢) ومسلم (كتاب الفضائل، باب فضائل أبي بكر، ٤/١٨٥٦) .

الخامسة عشرة: التصريح بأن الصديق أفضل الصحابة.

السادسة عشرة: الإشارة إلى خلافته.

_________
الخامسة عشرة: التصريح بأن الصديق أفضل الصحابة: تؤخذ من قوله ﷺ " ولو كنت متخذا من أمتي خليلا; لاتخذت أبا بكر خليلا "١ فلو كان غيره أفضل منه عند النبي ﷺ لكان أحق بذلك.
ومن المسائل الهامة أيضا: أن الأفضلية في الإيمان والعمل الصالح فوق الأفضلية بالنسب; لأننا لو راعينا الأفضلية بالنسب; لكان حمزة بن عبد المطلب والعباس ﵄ أحق من أبي بكر في ذلك، ومن ثم قدم أبو بكررضي الله عنهعلى علي بن أبي طالب وغيره من آل النبي ﷺ
السادسة عشرة: الإشارة إلى خلافته: لم يقل التصريح، وإنما قال: الإشارة; لأن النبي ﷺ لم يقل: إن أبا بكر هو الخليفة من بعده، لكن لما قال ﷺ: " لو كنت متخذا من أمتي خليلا، لاتخذت أبا بكر خليلا "٢ علم أنهرضي الله عنهأولى الناس برسول الله ﷺ فيكون أحق الناس بخلافته.
_________
١ مسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٥٣٢) .
٢ مسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٥٣٢) .

باب ما جاء أن الغلو في قبور الصالحين يصيرها أوثانا تعبد من دون الله

........................................................................

_________
هذا الباب له صلة بما قبله، وهو أن الغلو في قبور الصالحين يصيرها أوثانا تعبد من دون الله. أي: يؤول الأمر بالغالين إلى أن يعبدوا هذه القبور أو أصحابها. والغلو: مجاوزة الحد مدحا أو ذما، والمراد هنا مدحا.
والقبور لها حق علينا من وجهين:
١. أن لا نفرط فيما يجب لها من الاحترام; فلا تجوز إهانتها ولا الجلوس عليها، وما أشبه ذلك.
٢. أن لا نغلو فيها فنتجاوز الحد.
وفي "صحيح مسلم" قال علي بن أبي طالب لأبي الهياج الأسدي: " ألا أبعثك على ما بعثني عليه رسول الله ﷺ؟ أن لا تدع تمثالا إلا طمسته، ولا قبرا مشرفا إلا سويته "١ وفي رواية: " ولا صورة إلا طمستها ".
والقبر المشرف: هو الذي يتميز عن سائر القبور; فلا بد أن يسوى ليساويها لئلا يظن أن لصاحب هذا القبر خصوصية ولو بعد زمن; إذ هو وسيلة إلى الغلو فيه.
قوله: "الصالحين": يشمل الأنبياء والأولياء، بل ومن دونهم.
_________
١ في (كتاب الجنائز، باب الأمر بتسوية القبر، ٢/٦٦٦) .

روى مالك في " الموطإ"; أن رسول الله ﷺ قال: " اللهم

_________
قوله: "أوثانا": جمع وثن، وهو كل ما نصب للعبادة، وقد يقال له: صنم، والصنم: تمثال ممثل; فيكون الوثن أعم. ولكن ظاهر كلام المؤلف أن كل ما يعبد من دون الله يسمى وثنا، وإن لم يكن على تمثال نصب; لان القبور قد لا يكون لها تمثال ينصب على القبر فيعبد.
قوله: "تعبد من دون الله" أي: من غيره، وهو شامل لما إذا عبدت وحدها أو عبدت مع الله; لأن الواجب في عبادة الله إفراده فيها، فإذا قرن بها غيره صارت عبادة لغير الله، وقد ثبت في الحديث القدسي أن الله تعالى يقول: " أنا أغنى الشركاء عن الشرك، من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه "١.
قوله: "في الموطأ": كتاب مشهور، من أصح الكتب; لأنه ﵀ تحرى فيه صحة السند، وسنده أعلى من سند البخاري لقربه من الرسول ﷺ وكلما كان السند أعلى كان إلى الصحة أقرب، وفيه مع الأحاديث آثار عن الصحابة، وفيه أيضا كلام وبحث للإمام مالك نفسه.
وقد شرحه كثير من أهل العلم٢ ومن أوسع شروحه وأحسنها في الرواية والدراية: "التمهيد" لابن عبد البر، وهذا- أعني: "التمهيد" - فيه علم كثير.
قوله: "اللهم ": أصلها: يا الله! فحذفت يا النداء لأجل البداءة
_________
١ من حديث أبي هريرة، رواه: مسلم (كتاب الزهد، باب من أشرك في عمله غير الله، ٤/ ٢٢٨٩) .
٢ ومنها: "المنتقى" لأبي الوليد الباجي، و"شرح موطأ مالك" للزرقاني، و"أوجز المسالك إلى موطأ مالك" للكاندهلوي، و"تنوير الحوالك" للسيوطي.

لا تجعل قبري وثنا يعبد، اشتد غضب الله على قوم........................

_________
باسم الله، وعوض عنها الميم الدالة على الجمع; فكأن الداعي جمع قلبه على الله، وكانت الميم في الآخر لأجل البداءة باسم الله.
قوله: " لا تجعل قبري وثنا يعبد "١ لا: للدعاء; لأنها طلب من الله، وتجعل: تصير، والمفعول الأول لها: "قبري"، والثاني: "وثنا".
وقوله: "يعبد": صفة لوثن، وهي صفة كاشفة; لأن الوثن هو الذي يعبد من دون الله.
وإنما سأل النبي ﷺ ذلك لأن من كان قبلنا جعلوا قبور أنبيائهم مساجد وعبدوا صالحيهم فسأل النبي ﷺ ربه أن لا يجعل قبره وثنا يعبد; لأن دعوته كلها بالتوحيد ومحاربة الشرك.
قوله: "اشتد ": أي: عظم.
قوله: "غضب الله": صفة حقيقية ثابتة لله عزوجل لا تماثل غضب المخلوقين لا في الحقيقة ولا في الأثر. وقال أهل التأويل: غضب الله هو الانتقام ممن عصاه، وبعضهم يقول: إرادة الانتقام ممن عصاه.
وهذا تحريف للكلام عن مواضعه; لأن النبي ﷺ لم يقل: انتقم الله، وإنما قال: اشتد غضب الله، وهو ﷺ يعرف كيف يعبر، ويعرف الفرق بين غضب الله وبين الانتقام، وهو أنصح الخلق وأعلم الخلق بربه، فلا يمكن أن يأتي بكلام وهو يريد خلافه; لأنه لو أتى بذلك لكان ملبسا، وحاشاه أن يكون كذلك; فالغضب غير الانتقام وغير إرادة الانتقام; فالغضب صفة حقيقية ثابتة لله تليق بجلاله لا تماثل غضب المخلوق، لا في الحقيقة ولا في الأثر.
_________
١ مالك: النداء للصلاة (٤١٦) .

...................................................................

_________
وهناك فروق بين غضب المخلوق وغضب الخالق، منها:
١. غضب المخلوق حقيقته: غليان دم القلب، وجمرة يلقيها الشيطان في قلب ابن آدم حتى يفور، أما غضب الخالق; فإنه صفة لا تماثل هذا، قال تعالى: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ ١.
٢. أن غضب الآدمي يؤثر آثارا غير محمودة; فالآدمي إذا غضب قد يحصل منه ما لا يحمد، فيقتل المغضوب عليه، وربما يطلق زوجته، أو يكسر الإناء، ونحو ذلك، أما غضب الله; فلا يترتب عليه إلا آثار حميدة لأنه حكيم; فلا يمكن أن يترتب على غضبه إلا تمام الفعل المناسب الواقع في محله. فغضب الله ليس كغضب المخلوقين، لا في الحقيقة ولا في الآثار، وإذا قلنا ذلك; فلا نكون وصفنا الله بما يماثل صفات المخلوقين، بل وصفناه بصفة تدل على القوة وتمام السلطان; لأن الغضب يدل على قدرة الغاضب على الانتقام وتمام سلطانه; فهو بالنسبة للخالق صفة كمال، وبالنسبة للمخلوق صفة نقص. ويدل على بطلان تأويل الغضب بالانتقام قوله تعالى: ﴿فَلَمَّا آسَفُونَا انْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ﴾ ٢ فإن معنى "آسفونا": أغضبونا; فجعل الانتقام غير الغضب، بل أثرا مترتبا عليه; فدل هذا على بطلان تفسير الغضب بالانتقام.
واعلم أن كل من حرف نصوص الصفات عن حقيقتها وعما أراد الله بها ورسوله; فلا بد أن يقع في زلة ومهلكة; فالواجب علينا أن نسلم لما جاء به الكتاب والسنة من صفات الله تعالى على ما ورد إثباتا بلا تمثيل وتنزيها بلا تعطيل.
_________
١ سورة الشورى آية: ١١.
٢ سورة الزخرف آية: ٥٥.

ولابن جرير بسنده.................................................

_________
قوله: "ولابن جرير": هو محمد بن جرير بن يزيد الطبري، الإمام المشهور في التفسير توفي سنة ٣١٠ هـ. وتفسيره: هو أصل التفسير بالأثر، ومرجع لجميع المفسرين بالأثر، ولا يخلو من بعض الآثار الضعيفة، وكأنه يريد أن يجمع ما روي عن السلف من الآثار في تفسير القرآن، ويدع للقارئ الحكم عليها بالصحة أو الضعف بحسب تتبع رجال السند، وهي طريقة جيدة من وجه، وليست جيدة من وجه آخر. فجيدة من جهة أنها تجمع الآثار الواردة حتى لا تضيع، وربما تكون طرقها ضعيفة ويشهد بعضها لبعض. وليست جيدة من جهة أن القاصر بالعلم ربما يخلط الغث بالسمين ويأخذ بهذا وهذا، لكن من عرف طريقة السند، وراجع رجال السند، ونظر إلى أحوالهم وكلام العلماء فيهم; علم ذلك.
وقد أضاف إلى تفسيره بالأثر: التفسير بالنظر، ولا سيما ما يعود إلى اللغة العربية، ولهذا دائما يرجح الرأي ويستدل له بالشواهد الواردة في القرآن وعن العرب.
ومن الناحية الفقهية; فالطبري مجتهد، لكنه سلك طريقة خالف غيره فيها بالنسبة للإجماع; فلا يعتبر خلاف الرجل والرجلين، وينقل الإجماع ولو خالف في ذلك رجل أو رجلان، وهذه الطريقة تؤخذ عليه; لأن الإجماع لا بد أن يكون من جميع أهل العلم المعتبرين في الإجماع، وقد يكون الحق مع هذا الواحد المخالف.
والعجيب أني رأيت بعض المتأخرين يحذرون الطلبة من تفسيره; لأنه مملوء على زعمهم بالإسرائيليات، ويقولون: عليكم ب "تفسير الكشاف" للزمخشري وما أشبه ذلك، وهؤلاء مخطئون; لأنهم لجهلهم بفضل التفسير بالآثار عن السلف واعتزازهم بأنفسهم وإعجابهم بآرائهم صاروا يقولون هذا.

عن سفيان، عن منصور، عن مجاهد: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى﴾ ١.

_________
قوله: "عن سفيان": إما سفيان الثوري، أو ابن عيينة، وهذا مبهم، والمبهم يمكن معرفته بمعرفة شيوخه وتلاميذه، وفي الشرح - أعني "تيسير العزيز الحميد" - يقول: الظاهر أنه الثوري.
قوله: "عن مجاهد": هو مجاهد بن جبر المكي، إمام المفسرين من التابعين، ذكر عنه أنه قال: " عرضت المصحف على عبد الله بن عباس ﵄ من فاتحته إلى خاتمته; فما تجاوزت آية إلا وقفت عندها أسأله عن تفسيرها ".
قوله: "أفرأيتم": الهمزة: للاستفهام، والمراد به التحقير، والخطاب لعابدي هذه الأصنام اللات والعزى ... إلخ.
لما ذكر الله تعالى قصة المعراج وما حصل فيه من الآيات العظيمة التي قال عنها: ﴿لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى﴾ ٢ قال: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى﴾ ٣ أي: ما نسبة هذه الأصنام للآيات الكبيرة التي رآها النبي ﷺ ليلة المعراج.
قوله: "اللات"، "كان يلت لهم ... " إلخ: على قراءة التشديد: من لت يلت; فهو لاتٌ. أما على قراءة التخفيف; فوجهها أنها خففت لتسهيل الكلام; أي: حذف منها التضعيف تخفيفا. وقد سبق أنهم قالوا: إن اللات من الإله. وأصله: رجل كان يلت السويق للحجاج، فلما مات; عظموه، وعكفوا على قبره، ثم جعلوه إلها، وجعلوا التسمية الأولى مقترنة بالتسمية الأخيرة; فيكون أصله من لت السويق، ثم جعلوه من الإله، وهذه على قراءة التخفيف أظهر من التشديد; فالتخفيف يرجح أنه
_________
١ سورة النجم آية: ١٩.
٢ سورة النجم آية: ١٨.
٣ سورة النجم آية: ١٩.

قال: " كان يلت لهم السويق، فمات، فعكفوا على قبره ".

وكذا قال أبو الجوزاء، عن ابن عباس: " كان يلت السويق للحاج "١.

_________
من الإله، والتشديد يرجح أن أصله رجل يلت السويق. وغلوا في قبره، وقالوا: هذا الرجل المحسن الذي يلت السويق للحجاج ويطعمهم إياه، ثم بعد ذلك عبدوه; فصار الغلو في القبور يصيرها أوثانا تعبد من دون الله.
وفي هذا التحذير من الغلو في القبور ولهذا نهي عن تجصيصها والبناء عليها والكتابة عليها خوفا من هذا المحظور العظيم الذي يجعلها تعبد من دون الله، وكان الرسول ﷺ يأمر إذا بعث بعثا: بأن لا يدعوا قبرا مشرفا إلا سووه٢ لعلمه أنه مع طول الزمان سيقال: لولا أن له مزية ما اختلف عن القبور; فالذي ينبغي أن تكون القبور متساوية لا ميزة لواحد منها عن البقية.
قوله: "السويق": هو عبارة عن الشعير يحمص، ثم يطحن، ثم يخلط بتمر أو شبهه، ثم يؤكل.
وقوله: "كان يلت لهم السويق، فمات، فعكفوا على قبره" يعني: ثم عبدوه وجعلوه إلها مع الله.
قوله: "وكذا قال أبو الجوزاء عن ابن عباس: " كان يلت السويق للحاج " والغريب أن الناس في جاهليتهم يكرمون حجاج بيت الله، ويلتون لهم السويق، وكان العباس أيضا يسقي لهم من زمزم، وربما يجعل في زمزم نبيذا يحليه زبيبا أو نحوه، وفي الوقت الحاضر صار الناس
_________
١ رواه: البخاري (كتاب التفسير، باب أفرأيتم اللات والعزى، ٣/٣٩٩) .
٢ أخرجه: مسلم في (اللباس، ٣/١٦٦٤) .

وعن ابن عباس ﵄; قال: " لعن رسول الله ﷺ زائرات القبور، والمتخذين عليها المساجد.......................................

_________
بالعكس يستغلون الحجاج غاية الاستغلال - والعياذ بالله -; حتى يبيعوا عليهم ما يساوي ريالا بريالين وأكثر حسب ما يتيسر لهم، وهذا في الحقيقة خطأ عظيم; لأن الله تعالى يقول: ﴿وَمَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ﴾ ١ ; فكيف بمن يفعل الإلحاد؟!
قوله: "لعن": اللعن: هو الطرد والإبعاد عن رحمة الله، ومعنى "لعن رسول الله ﷺ " أي: دعا عليهم باللعنة.
قوله:"زائرات القبور": زائرات: جمع زائرة، والزيارة هنا معناها: الخروج إلى المقابر وهي أنواع: منها ما هو سنة، وهي زيارة الرجال للاتعاظ والدعاء للموتى.
ومنها ما هو بدعة، وهي زيارتهم للدعاء عندهم وقراءة القرآن ونحو ذلك.
ومنها ما هو شرك، وهي زيارتهم لدعاء الأموات والاستنجاد بهم والاستغاثة ونحو ذلك، وزائر: اسم فاعل يصدق بالمرة الواحدة، وفي حديث أبي هريرة: " لعن رسول الله ﷺ زوارات القبور "٢ بتشديد الواو، وهي صيغة مبالغة تدل على الكثرة أي كثرة الزيارة.
قوله: " والمتخذين عليها المساجد ": هذا الشاهد من الحديث; أي: الذين يضعون عليها المساجد، وقد سبق أن اتخاذ القبور مساجد له صورتان:
_________
١ سورة الحج آية: ٢٥.
٢ رواه: الإمام أحمد (٢/٣٣٧، ٣٥٦)، والترمذي (الجنائز، باب ما جاء في كراهة زيارة القبور للنساء، ٤/١٢) - وقال: "حسن صحيح"-، وابن ماجه في الكتاب والباب السابقين (رقم ١٥٧٦)، وابن حبان (رقم ٧٨٩)، والبيهقي (٤/٧٨) .

والسرج " رواه أهل السنن١.

_________
١. أن يتخذها مصلى يصلى عندها.
٢. بناء المساجد عليها.
قوله: "والسرج": جمع سراج، توقد عليها السرج ليلا ونهارا تعظيما وغلوا فيها.
وهذا الحديث يدل على تحريم زيارة النساء للقبور، بل على أنه من كبائر الذنوب; لأن اللعن لا يكون إلا على كبيرة، ويدل على تحريم اتخاذ المساجد والسرج عليها، وهو كبيرة من كبائر الذنوب للعن فاعله.
المناسبة للباب
إن اتخاذ المساجد عليها وإسراجها غلو فيها; فيؤدي بعد ذلك إلى عبادتها.
مسألة: ما هي الصلة بين الجملة الأولى: "زائرات القبور"، والجملة الثانية "المتخذين عليها المساجد والسرج"؟ الصلة بينهما ظاهرة: هي أن المرأة لرقة عاطفتها وقلة تمييزها وضعف صبرها ربما تعبد أصحاب القبور تعطفا على صاحب القبر; فلهذا قرنها بالمتخذين عليها المساجد والسرج.
_________
١ رواه: الطيالسي برقم (٢٧٣٣)، وأحمد (١/٢٢٩، ٢٨٧، ٣٢٤، ٣٣٧)، وابن أبي شيبة (٣/٣٤٤)، وأبو داود (كتاب الجنائز، باب في زيارة النساء القبور، ٣/٥٥٨)، والنسائي (كتاب الجنائز، باب التغليظ في اتخاذ السرج على القبور، ٤/٩٥)، والترمذي (الصلاة، باب كراهة أن يتخذ على القبر مسجدا، رقم ٣٢٠) - وقال: "حديث حسن"-، وابن ماجه مختصرا (كتاب الجنائز، باب النهي عن زيارة القبور، رقم ١٥٧٥)، وابن حبان (رقم ٧٨٨)، والطبراني في "الكبير" (١٢٧٢٥)، والحاكم (١/٣٧٤)، والبيهقي (٤/٢٧٨) .

.......................................................................

_________
وهل يدخل في اتخاذ السرج على المقابر ما لو وضع فيها مصابيح كهرباء لإنارتها؟
الجواب: أما في المواطن التي لا يحتاج الناس إليها، كما لو كانت المقبرة واسعة وفيها موضع قد انتهى الناس من الدفن فيه; فلا حاجة إلى إسراجه، فلا يسرج، أما الموضع الذي يقبر فيه فيسرج ما حوله; فقد يقال بجوازه; لأنها لا تسرج إلا بالليل; فليس في ذلك ما يدل على تعظيم القبر، بل اتخذ الإسراج للحاجة.
ولكن الذي نرى أنه ينبغي المنع مطلقا للأسباب الآتية:
١. أنه ليس هناك ضرورة.
٢. أن الناس إذا وجدوا ضرورة لذلك; فعندهم سيارات يمكن أن يوقدوا الأنوار التي فيها ويتبين لهم الأمر، ويمكنهم أن يحملوا سراجا معهم.
٣. أنه إذا فتح هذا الباب; فإن الشر سيتسع في قلوب الناس ولا يمكن ضبطه فيما بعد، فلو فرضنا أنهم جعلوا الإضاءة بعد صلاة الفجر ودفنوا الميت; فمن الذي يتولى قفل هذه الإضاءة؟ الجواب: قد تترك، ثم يبقى كأنه متخذ عليها السرج; فالذي نرى أنه يمنع نهائيا. أما إذا كان في المقبرة حجرة يوضع فيها اللبن ونحوه; فلا بأس بإضاءتها لأنها بعيدة عن القبور، والإضاءة داخلة لا تشاهد; فهذا نرجو أن لا يكون به بأس.
والمهم أن وسائل الشرك يجب على الإنسان أن يبتعد عنها ابتعادا عظيما، ولا يقدر للزمن الذي هو فيه الآن، بل يقدر للأزمان البعيدة; فالمسألة ليست هينة.

.......................................................................

_________
وفي الحديث ما يدل على تحريم زيارة النساء للقبور وأنها من كبائر الذنوب، والعلماء اختلفوا في ذلك على ثلاثة أقوال:
القول الأول: تحريم زيارة النساء للقبور، بل إنها من كبائر الذنوب; لهذا الحديث.
القول الثاني: كراهة زيارة النساء للقبور كراهة لا تصل إلى التحريم، وهذا هو المشهور من مذهب أحمد عن أصحابه; لحديث أم عطية: " نهينا عن اتباع الجنائز، ولم يعزم علينا "١.
القول الثالث: أنها تجوز زيارة النساء للقبور; لحديث المرأة التي مر النبي ﷺ بها وهي تبكي عند قبر، فقال لها: " اتقي الله واصبري فقالت له: إليك عني; فإنك لم تصب بمثل مصيبتي فانصرف الرسول ﷺ عنها، فقيل لها: هذا رسول الله ﷺ فجاءت إليه تعتذر; فلم يقبل عذرها، وقال: إنما الصبر عند الصدمة الأولى "٢ فالنبي ﷺ شاهدها عند القبر ولم ينهها عن الزيارة، وإنما أمرها أن تتقي الله وتصبر. ولما ثبت في "صحيح مسلم٣ " من حديث عائشة الطويل، وفيه: أن النبي ﷺ خرج إلى أهل البقيع في الليل، واستغفر لهم ودعا لهم، وأن جبريل أتاه في الليل وأمره، فخرج ﷺ مختفيا عن عائشة، وزار ودعا ورجع، ثم أخبرها الخبر; فقالت: ما أقول لهم يا رسول الله؟ قال: " قولي: السلام
_________
١ رواه: البخاري (كتاب الجنائز، باب اتباع النساء للجنائز، ١/٣٩٤)، ومسلم (كتاب الجنائز، باب نهي النساء عن اتباع الجنائز، ٢/٦٤٦) .
٢ من حديث أنس، رواه: البخاري (كتاب الجنائز، باب زيارة القبور، ١/٣٩٥)، ومسلم (كتاب الجنائز، باب في الصبر على المصيبة عند الصدمة الأولى، ٢/٦٣٧) .
٣ في (كتاب الجنائز، باب ما يقال عند دخول القبور، ٢/٦٦٩) .

.......................................................................

_________
عليكم يا أهل الديار من المؤمنين والمسلمين ... " إلخ. قالوا: فعلمها النبي ﷺ دعاء زيارة القبور، وتعليمه هذا دليل على الجواز. ورأيت قولا رابعا: أن زيارة النساء للقبور سنة كالرجال; لقوله ﷺ " كنت نهيتكم عن زيارة القبور; فزوروها، فإنها تذكركم الآخرة "١ وهذا عام للرجال والنساء. ولأن عائشة ﵂ زارت قبر أخيها، فقال لها عبد الله بن أبي مليكة: أليس النبي ﷺ قد نهى عن زيارة القبور؟ قالت: إنه أمر بها بعد ذلك٢. وهذا دليل على أنه منسوخ.
والصحيح القول الأول، ويجاب عن أدلة الأقوال الأخرى: بأن الصريح منها غير صحيح، والصحيح غير صريح; فمن ذلك:
أولا: دعوى النسخ غير صحيحة; لأنها لا تقبل إلا بشرطين:
١. تعذر الجمع بين النصين، والجمع هنا سهل وليس بمتعذر; لأنه يمكن أن يقال: إن الخطاب في قوله: " كنت نهيتكم عن زيارة القبور; فزوروها " للرجال، والعلماء اختلفوا فيما إذا خوطب الرجال بحكم: هل يدخل فيه النساء أو لا؟ وإذا قلنا بالدخول - وهو الصحيح -; فإن دخولهن في هذا الخطاب من باب دخول أفراد العام في العموم، وعلى هذا يجوز أن يخصص بعض أفراد العام بحكم يخالف العام، وهنا نقول: قد خص النبي ﷺ النساء من هذا الحكم، فأمره بالزيارة للرجل فقط; لأن
_________
١ من حديث بريدة، رواه: مسلم (كتاب الجنائز، باب استئذان النبي ﷺ ربه ﷿ في زيارة قبر أمه، ٢/٦٧٢) .
٢ رواه: الحاكم (١/٣٧٦)، والبيهقي (٤/٧٨) . وصححه الذهبي، وقال العراقي في "تخريج الإحياء" (٤/٤١٨): "رواه ابن أبي الدنيا في القبور والحاكم بإسناد جيد":.

.......................................................................

_________
النساء أخرجن بالتخصيص من هذا العموم بلعن الزائرات، وأيضا مما يبطل النسخ قوله: " لعن رسول الله ﷺ زائرات القبور والمتخذين عليها المساجد والسرج "١ ومن المعلوم أن قوله:" والمتخذين عليها المساجد والسرج " لا أحد يدعي أنه منسوخ; والحديث واحد; فادعاء النسخ في جانب منه دون آخر غير مستقيم، وعلى هذا يكون الحديث محكما غير منسوخ.
٢. العلم بالتأريخ، وهنا لم نعلم التأريخ; لأن النبي ﷺ لم يقل: كنت لعنت من زار القبور، بل قال: "كنت نهيتكم"، والنهي دون اللعن.
وأيضا; فإن قوله: "كنت نهيتكم" خطاب للرجال، ولعن زائرات القبور خطاب للنساء فلا يمكن حمل خطاب الرجال على خطاب النساء، إذا; فالحديث لا يصح فيه دعوى النسخ.
وثانيا: الجواب عن حديث المرأة وحديث عائشة; أن المرأة لم تخرج للزيارة قطعا، لكنها أصيبت، ومن عظم المصيبة عليها لم تتمالك نفسها لتبقى في بيتها، ولذلك خرجت وجعلت تبكي عند القبر مما يدل على أن في قلبها شيئا عظيما لم تتحمله حتى ذهبت إلى ابنها وجعلت تبكي عند قبره، ولهذا أمرها ﷺ أن تصبر; لأنه علم أنها لم تخرج للزيارة، بل خرجت لما في قلبها من عدم تحمل هذه الصدمة الكبيرة; فالحديث ليس صريحا بأنها خرجت للزيارة، وإذا لم يكن صريحا; فلا يمكن أن يعارض الشيء الصريح بشيء غير صريح.
وأما حديث عائشة; فإنها قالت للرسول ﷺ " ماذا أقول؟ فقال: قولي: السلام عليكم "٢ فهل المراد أنها تقول ذلك إذا مرت، أو إذا
_________
١ سبق (ص ٤٢٨) .
٢ البخاري: أحاديث الأنبياء (٣٣٢٦)، ومسلم: الجنة وصفة نعيمها وأهلها (٢٨٤١)، وأحمد (٢/٣١٥) .

.......................................................................

_________
خرجت زائرة؟ فهو محتمل; فليس فيه تصريح بأنها إذا خرجت زائرة; إذ من الممكن أن يراد به إذا مرت بها من غير خروج للزيارة، وإذا كان ليس صريحا; فلا يعارض الصريح. وأما فعلها مع أخيها ﵄; فإن فعلها مع أخيها لم يستدل عليها عبد الله بن أبي مليكة بلعن زائرات القبور، وإنما استدل عليها بالنهي عن زيارة القبور مطلقا; لأنه لو استدل عليها بالنهي عن زيارة النساء للقبور أو بلعن زائرات القبور; لكنا ننظر بماذا ستجيبه. فهو استدل عليها بالنهي عن زيارة القبور، ومعلوم أن النهي عن زيارة القبور كان عاما، ولهذا أجابته بالنسخ العام، وقالت: إنه قد أمر بذلك، ونحن وإن كنا نقول: إن عائشة ﵂ استدلت بلفظ العموم; فهي كغيرها من العلماء لا يعارض بقولها قول الرسول ﷺ على أنه روي عنها; أنها قالت: " لو شهدتك ما زرتك ١ "، وهذا دليل على أنها ﵂ خرجت لتدعو له; لأنها لم تشهد جنازته، لكن هذه الرواية طعن فيها بعض العلماء، وقال: إنها لا تصح عن عائشة ﵂، لكننا نبقى على الرواية الأولى الصحيحة; إذ ليس فيها دليل على أن الرسول ﷺ نسخه، وإذا فهمت هي; فلا يعارض بقولها قول الرسول ﷺ
إشكال وجوابه:
في قوله: "زوارات القبور" ألا يمكن أن يحمل النهي على تكرار الزيارة لأن "زوارات" صيغة مبالغة؟
_________
١ رواه: ابن أبي شيبة (٣/٣٤٣)، والترمذي (الجنائز، باب زيارة النساء القبور، ٤/١١) . وفيه عنعنة ابن جريج، وهو مدلس; كما في "الجنائز" للألباني (ص ١٨٢)، وذكر ابن القيم في "تهذيب السنن" (٤/٣٥٠): "أنه هو المحفوظ".

فيه مسائل:

الأولى: تفسير الأوثان.

الثانية: تفسير العبادة.

الثالثة: أنه ﷺ لم يستعذ إلا مما يخاف وقوعه.

_________
الجواب: هذا ممكن، لكننا إذا حملناه على ذلك; فإننا أضعنا دلالة المطلق "زائرات".
والتضعيف قد يحمل على كثرة الفاعلين لا على كثرة الفعل; ف "زوارات" يعني: النساء إذا كن مئة كان فعلهن كثيرا، والتضعيف باعتبار الفاعل موجود في اللغة العربية، قال تعالى: ﴿جَنَّاتِ عَدْنٍ مُفَتَّحَةً لَهُمُ الأَبْوَابُ﴾ ١، فلما كانت الأبواب كثيرة كان فيها التضعيف; إذ الباب لا يفتح إلا مرة واحدة، وأيضا قراءة: ﴿حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ﴾ ٢ ; فهي مثلها.
فالراجح تحريم زيارة النساء للمقابر وأنها من كبائر الذنوب.
وانظر كلام شيخ الإسلام ابن تيمية في "مجموع الفتاوى" (٢٤/٣٤٣) .
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الأوثان: وهي: كل ما عبد من دون الله، سواء كان صنما أو قبرا أو غيره.
الثانية: تفسير العبادة: وهي: التذلل والخضوع للمعبود خوفا ورجاء ومحبة وتعظيما; لقوله: " لا تجعل قبري وثنا يعبد "٣.
الثالثة: أنه ﷺ لم يستعذ إلا مما يخاف من وقوعه: وذلك في قوله ﷺ: " اللهم لا تجعل قبري وثنا يعبد "٤.
_________
١ سورة ص آية: ٥٠.
٢ سورة الزمر آية: ٧٣.
٣ مالك: النداء للصلاة (٤١٦) .
٤ مالك: النداء للصلاة (٤١٦) .

الرابعة: قرنه بهذا اتخاذ قبور الأنبياء مساجد.

الخامسة: ذكر شدة الغضب من الله.

السادسة: وهي من أهمها: معرفة صفة عبادة اللات التي هي من أكبر الأوثان.

السابعة: معرفة أنه قبر رجل صالح.

الثامنة: أنه اسم صاحب القبر، وذكر معنى التسمية.

_________
الرابعة: قرنه بهذا اتخاذ قبور الأنبياء مساجد: وذلك في قوله: " اشتد غضب الله على قوم اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد "١.
الخامسة: ذكر شدة الغضب من الله: تؤخذ من قوله: "اشتد غضب الله". وفيه: إثبات الغضب من الله حقيقة، لكنه كغيره من صفات الأفعال التي نعرف معناها ولا نعرف كيفيتها. وفيه أنه يتفاوت كما ثبت في الحديث الصحيح حديث الشفاعة: " إن ربي غضب اليوم غضبا لم يغضب مثله قبله ولا بعده "٢.
السادسة: وهي من أهمها -: معرفة صفة عبادة اللات التي هي من أكبر الأوثان: وذلك في قوله: "فمات، فعكفوا على قبره".
السابعة: معرفة أنه قبر رجل صالح: تؤخذ من قوله: "كان يلت لهم السويق"; أي: للحجاج; لأنه معطم عندهم; والغالب لا يكون معظما إلا صاحب دين.
الثامنة: أنه اسم صاحب القبر، وذكر معنى التسمية: وهو أنه كان يلت السويق.
_________
١ مالك: النداء للصلاة (٤١٦) .
٢ مر سابفا (ص ٣٣٢) .

التاسعة: لعنه زوارات القبور.

العاشرة: لعنه من أسرجها.

_________
التاسعة: لعنه زوارات القبور: أي: النبي ﷺ وذكر ﵀ لفظ: "زوارات القبور" مراعاة للفظ الآخر.
العاشرة: لعنه من أسرجها: وذلك في قوله: " والمتخذين عليها المساجد والسرج ". وهنا مسألة مهمة لم تذكر، وهي: أن الغلو في قبور الصالحين يصيرها أوثانا كما في قبر اللات، وهذه من أهم الوسائل، ولم يذكرها المؤلف ﵀، ولعله اكتفى بالترجمة عن هذه المسألة بما حصل للات، فإذا قيل بذلك; فله وجه.
مسألة: المرأة إذا ذهبت للروضة في المسجد النبوي لتصلي فيها، فالقبر قريب منها، فتقف وتسلم، ولا مانع فيه. والأحسن البعد عن الزحام ومخالطة الرجال، ولئلا يظن من يشاهدها أن المرأة يجوز لها قصد الزيارة; فيقع الإنسان في محذور، وتسليم المرء على النبي ﷺ يبلغه حيث كان.

باب ما جاء أن الغلو في قبور الصالحين يصيرها أوثانا تعبد من دون الله

باب ما جاء أن الغلو في قبور الصالحين يصيرها أوثانا تعبد من دون الله

...

اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد "١.

_________
قوله: " اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد "٢ أي: جعلوها مساجد; إما بالبناء عليها، أو بالصلاة عندها; فالصلاة عند القبور من اتخاذها مساجد، والبناء عليها من اتخاذها مساجد.
وهنا نسأل: هل استجاب الله دعوة نبيه ﷺ بأن لا يجعل قبره وثنا يعبد أم اقتضت حكمته غير ذلك؟
الجواب: يقول ابن القيم: إن الله استجاب له; فلم يذكر أن قبره ﷺ جعل وثنا، بل إنه حمي بثلاثة جدران; فلا أحد يصل إليه حتى يجعله وثنا يعبد من دون الله، ولم يسمع في التاريخ أنه جعل وثنا.
قال ابن القيم في "النونية":
فأجاب رب العالمين دعاءه وأحاطه بثلاثة الجدران.
صحيح أنه يوجد أناس يغلون فيه، ولكن لم يصلوا إلى جعل قبره وثنا، ولكن قد يعبدون الرسول ﷺ ولو في مكان بعيد، فإن وجد من يتوجه له ﷺ بدعائه عند قبره; فيكون قد اتخذه وثنا، لكن القبر نفسه لم يجعل وثنا.
_________
١ رواه: مالك في "الموطأ" (١/١٧٢) وابن سعد في "الطبقات" (٢/٢٤٠) عن عطاء بن يسار مرسلا، وعبد الرزاق (١/١٠٦) وابن أبي شيبة (٣/٣٤٥) عن زيد بن أسلم مرسلا، ووصله أحمد (٢/٢٤٦) والحميدي برقم (١٠٢٥) وأبو نعيم في "الحلية" (٦/٢٨٣، ٧/ ٣١٧) عن أبي هريرة. وصححه البزار وابن عبد البر; كما في "تنوير الحوالك" (١/١٨٦)، و"شرح الزرقاني" (١/ ٣٥١) .
٢ البخاري: الصلاة (٤٣٦)، ومسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٥٣١)، والنسائي: المساجد (٧٠٣)، وأحمد (١/٢١٨،٦/٣٤،٦/٨٠،٦/١٢١،٦/١٤٦،٦/٢٥٢،٦/٢٥٥،٦/٢٧٤)، والدارمي: الصلاة (١٤٠٣) .

باب ما جاء في حماية المصطفى ﷺ جناب التوحيد وسده كل طريق يوصل إلى الشرك

باب ما جاء في حماية المصطفى ﷺ جناب التوحيد وسده كل طريق يوصل إلى الشرك

........................................................................

_________
قوله: "المصطفى": أصلها: المصتفى، من الصفوة، وهو خيار الشيء; فالنبي ﷺ أفضل المصطفين لأنه أفضل أولي العزم من الرسل، والرسل هم المصطفون، والمراد به: محمد ﷺ والاصطفاء على درجات أعلاها اصطفاء أولي العزم من الرسل، ثم اصطفاء الرسل، ثم اصطفاء الأنبياء، ثم اصطفاء الصديقين، ثم اصطفاء الشهداء، ثم اصطفاء الصالحين.
قوله: "حماية": من حمى الشيء، إذا جعل له مانعا يمنع من يقرب حوله، ومنه حماية الأرض عن الرعي فيها، ونحو ذلك.
قوله: "جناب": بمعنى جانب، والتوحيد: تفعيل من الوحدة، وهو إفراد الله تعالى بما يجب له من الربوبية والألوهية والأسماء والصفات.
قوله: "وسده كل طريق": أي: مع الحماية لم يدع الأبواب مفتوحة يلج إليها من شاء، ولكنه سد كل طريق يوصل إلى الشرك; لأن الشرك أعظم الذنوب، قال الله تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ ١.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية: الشرك الأصغر لا يغفره الله; لعموم قوله: "أن يشرك به"، وعلى هذا; فجميع الذنوب دونه لقوله: ﴿وَيَغْفِرُ مَا
_________
١ سورة النساء آية: ٤٨.

وقول الله تعالى: ﴿لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ﴾ ١ الآية.

_________
دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾؛ فيشمل كبائر الذنوب وصغائرها; فالشرك ليس بالأمر الهين الذي يتهاون به، فالشرك يفسد القلب والقصد، وإذا فسد القصد فسد العمل; إذ العمل مبناه على القصد، قال تعالى: ﴿مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ ٢، وقال ﷺ: " إنما الأعمال بالنيات "٣.
إذا; فالرسول ﷺ حمى جانب التوحيد حماية محكمة، وسد كل طريق يوصل إلى الشرك ولو من بعيد; لأن من سار على الدرب وصل، والشيطان يزين للإنسان أعمال السوء شيئا فشيئا حتى يصل إلى الغاية.
قوله: ﴿لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ﴾ الجملة مؤكدة بثلاثة مؤكدات: القسم، واللام، وقد، وهي مؤكدة لجميع مدخولها بأنه رسول، وأنه من أنفسهم، وأنه عزيز عليه ما يشق علينا، وأنه بالمؤمنين رءوف رحيم; فالقسم منصب على كل هذه الأوصاف الأربعة.
والخطاب في قوله: "جاءكم" قيل: للعرب; لقوله: "من أنفسكم" ; فالرسول ﷺ من العرب، قال تعالى: ﴿هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ﴾ ٤ ويحتمل أن يكون عاما للأمة كلها، ويكون المراد بالنفس هنا الجنس; أي: ليس من الجن ولا الملائكة، بل
_________
١ سورة التوبة آية: ١٢٨.
٢ سورة آية: ١٥-١٦.
٣ أخرجه: البخاري في (بدء الوحي، برقم ١)، ومسلم في (الإمارة، ٣/١٥١٥) .
٤ سورة الجمعة آية: ٢.

.......................................................................

_________
هو من جنسكم; كما قال تعالى: ﴿هو الذي خلقكم من نفس واحدة﴾ ١.
وعلى الاحتمال الأول فيه إشكال; لأن النبي ﷺ بعث إلى جميع الناس من العرب والعجم. ولكن يقال في الجواب: إنه خوطب العرب بهذا; لأن منة الله عليهم به أعظم من غيرهم، حيث كان منهم، وفي هذا تشريف لهم بلا ريب.
والاحتمال الثاني أولى; للعموم، ولقوله: ﴿لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ﴾ ٢ ولما كان المراد العرب، قال: "منهم" لا "من أنفسهم"، قال الله تعالى: ﴿هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ﴾ ٣ وقال تعالى عن إبراهيم وإسماعيل: ﴿رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ﴾ ٤ وعلى هذا، فإذا جاءت "من أنفسهم"; فالمراد: عموم الأمة، وإذا جاءت "منهم"; فالمراد: العرب; فعلى الاحتمال الثاني لا إشكال في الآية.
قوله: "رسول": أي: من الله كما قال تعالى: ﴿رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةً﴾ ٥ وفعول هنا بمعنى مفعل; أي: مرسل.
و"من أنفسكم": سبق الكلام فيها.
قوله: "عزيز": أي: صعب; لأن هذه المادة العين والزاي في اللغة العربية تدل على الصلابة، ومنه: "أرض عزاز"; أي: صلبة قوية، والمعنى: أنه يصعب عليه ما يشق عليكم، ولهذا بعث بالحنيفية السمحة، وما خير بين شيئين إلا اختار أيسرهما ما لم يكن إثما، وهذا من التيسير الذي بعث به الرسول ﷺ
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٩.
٢ سورة آل عمران آية: ١٦٤.
٣ سورة الجمعة آية: ٢.
٤ سورة البقرة آية: ١٢٩.
٥ سورة البينة آية: ٢.

.......................................................................

_________
قوله: "ما عنتم": "ما": مصدرية، وليست موصولة; أي: عنتكم; أي: مشقتكم; لأن العنت بمعنى المشقة، قال تعالى: ﴿ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ﴾ ١ أي: المشقة.
والفعل بعد "ما" يؤول إلى مصدر مرفوع، لكن بماذا هو مرفوع؟ يختلف باختلاف "عزيز" إذا قلنا: بأن "عزيز" صفة لرسول; صار المصدر المؤول فاعلا به; أي: عزيز عليه عنتكم، وإن قلنا: عزيز خبر مقدم; صار عنتكم مبتدأ، والجملة حينئذ تكون كلها صفة لرسول، أو يقال: عزيز مبتدأ، وعنتكم فاعل سد مسد الخبر على رأي الكوفيين الذي أشار إليه ابن مالك في قوله:
.....................وقد يجوز نحو فائز أولو الرشد.
قوله: "حريص عليكم": الحرص: بذل الجهد لإدراك أمر مقصود، والمعنى: باذل غاية جهده في مصلحتكم; فهو جامع بين أمرين: دفع المكروه الذي أفاده قوله: ﴿﴾ وحصول المحبوب الذي أفاده قوله: "حريص عليكم" ; فكان النبي ﷺ جامعا بين هذين الوصفين، وهذا من نعمة الله علينا وعلى الرسول ﷺ أن يكون على هذا الخلق العظيم الممثل بقوله تعالى: ﴿وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ﴾ ٢.
قوله: ﴿بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ﴾ " بالمؤمنين": جار ومجرور خبر مقدم، و"رءوف": مبتدأ مؤخر، و"رحيم": مبتدأ ثان، وتقديم الخبر يفيد الحصر. والرأفة: أشد الرحمة وأرقها. والرحمة: رقة بالقلب تتضمن الحنو على المرحوم والعطف عليه بجلب الخير له ودفع الضرر عنه.
وقولنا: رقة في القلب هذا باعتبار المخلوق، أما بالنسبة لله تعالى; فلا نفسرها بهذا التفسير; لأن الله تعالى ليس كمثله شيء، ورحمة الله
_________
١ سورة النساء آية: ٢٥.
٢ سورة القلم آية: ٤.

.......................................................................

_________
أعظم من رحمة المخلوق لا تدانيها رحمة المخلوق ولا تماثلها; فقد ثبت عن النبي ﷺ أنه قال: " إن لله مئة رحمة وضع منها رحمة واحدة يتراحم بها الخلق منذ خلقوا إلى يوم القيامة، حتى إن الدابة لترفع حافرها عن ولدها خشية أن تصيبه "١. فمن يحصي هذه الرحمة التي في الخلائق منذ خلقوا إلى يوم القيامة كمية؟ ومن يستطيع أن يقدرها كيفية؟ لا أحد يستطيع إلا الله عزوجل الذي خلقها؟ فهذه رحمة واحدة، فإذا كان يوم القيامة رحم الخلق بتسع وتسعين رحمة بالإضافة إلى الرحمة الأولى، وهل هذه الرحمة تدانيها رحمة المخلوق؟ الجواب: أبدا، لا تدانيها، والقدر المشترك بين رحمة الخالق ورحمة المخلوق أنها صفة تقتضي الإحسان إلى المرحوم، ورحمة الخالق غير مخلوقة; لأنها من صفاته، ورحمة المخلوق مخلوقة; لأنها من صفاته; فصفات الخالق لا يمكن أن تنفصل عنه إلى مخلوق لأننا لو قلنا بذلك لقلنا بحلول صفات الخالق بالمخلوق، وهذا أمر لا يمكن; لأن صفات الخالق يتصف بها وحده، وصفات المخلوق يتصف بها وحده، لكن صفات الخالق لها آثار تظهر في المخلوق، وهذه الآثار هي الرحمة التي نتراحم بها.
قوله: ﴿بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ﴾،أي: إن النبي ﷺ في غير المؤمنين ليس رءوفا ولا رحيما، بل هو شديد عليهم كما وصفه الله هو وأصحابه بذلك في قوله ﷺ: ﴿مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ﴾ ٢.
قوله: "فإن تولوا": أي: أعرضوا مع هذا البيان الواضح بوصف
_________
١ من حديث أبي هريرة. رواه: "البخاري" (كتاب الأدب، باب جعل الله الرحمة في مئة جزء، ٤/٩١)، و"مسلم" (كتاب التوبة، باب في سعة رحمة الله، رقم ٢٧٥٢، ٢٧٥٣، ٤/٢١٠٨) .
٢ سورة الفتح آية: ٢٩.

.......................................................................

_________
الرسول ﷺ وهذا التفات من الخطاب إلى الغيبة; لأن التولي مع هذا البيان مكروه، ولهذا لم يخاطبوا به; فلم يقل: فإن توليتم. والبلاغيون يسمونه التفاتا، ولو قيل: إنه انتقال; لكان أحسن!
قوله: ﴿فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ﴾ الخطاب للنبي ﷺ أي: قل ذلك معتمدا على الله، متوكلا عليه، معتصما به: حسبي الله، وارتباط الجواب بالشرط واضح، أي: فإن أعرضوا; فلا يهمنك إعراضهم، بل قل بلسانك وقلبك: حسبي الله، و"" خبر مقدم، ولفظ الجلالة مبتدأ مؤخر ويجوز العكس بأن نجعل: " مبتدأ ولفظ الجلالة خبرًا، لكن لما كانت حسب نكرة لا تتعرف بالإضافة; كان الأولى أن نجعلها هي الخبر.
قوله: ﴿لا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ﴾ ١ أي: لا معبود حق حقيق بالعبادة سوى الله عزوجل
قوله: "عليه توكلت": عليه: جار ومجرور متعلق بتوكلت، وقدم للحصر. والتوكل: هو الاعتماد على الله في جلب المنافع ودفع المضار مع الثقة به وفعل الأسباب النافعة.
وقوله: "عليه توكلت" مع قوله: ﴿لا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ﴾ ٢ فيها جمع بين توحيدي الربوبية والعبودية، والله تعالى يجمع بين هذين الأمرين كثيرا كقوله تعالى: ﴿إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ﴾ ٣ [الفاتحة: ٥]، وقوله: ﴿فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ﴾ ٤.
قوله: ﴿وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ﴾ ٥ الضمير يعود على الله - سبحانه -.
و"رب العرش" ; أي: خالقه، وإضافة الربوبية إلى العرش وإن كانت ربوبية الله عامة، تشريف للعرش وتعظيم له. ومناسبة التوكل لقوله:
_________
١ سورة البقرة آية: ١٦٣.
٢ سورة البقرة آية: ١٦٣.
٣ سورة الفاتحة آية: ٥.
٤ سورة هود آية: ١٢٣.
٥ سورة التوبة آية: ١٢٩.

.......................................................................

_________
﴿رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ﴾ ١ لأن من كان فوق كل شيء ولا شيء فوقه; فإنه لا أحد يغلبه، فهو جدير بأن يتوكل عليه وحده.
وقوله: "العرش" فسره بعض الناس بالكرسي، ثم فسروا الكرسي بالعلم، وحينئذ لا يكون هناك كرسي ولا عرش، وهذا التفسير باطل، والصحيح أن العرش غير الكرسي، وأن الكرسي غير العلم، ولا يصح تفسيره بالعلم، بل الكرسي من مخلوقات الله العظيمة الذي وسع السماوات والأرض، والعرش أعظم وأعظم، ولهذا وصفه بأنه عظيم بقوله تعالى: ﴿وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ﴾ ٢ وبأنه مجيد بقوله: ﴿ذُو الْعَرْشِ الْمَجِيدُ﴾ ٣ على قراءة كسر الدال، وبأنه كريم في قوله: ﴿لا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ﴾ ٤ لأنه أعظم المخلوقات التي بلغنا علمها وأعلاها لأن الله استوى عليه. وفيه دليل على أن كلمة العظيم يوصف بها المخلوق; لأن العرش مخلوق، وكذلك الرحيم، والرءوف، والحكيم.
ولا يلزم من اتفاق الاسمين اتفاق المسميين، فإذا كان الإنسان رءوفا; فلا يلزم أن يكون مثل الخالق، فلا تقل: إذا كان الإنسان سميعا بصيرا عليما لزم أن يكون مثل الخالق; لأن الله سميع بصير عليم، كما أن وجود الباري سبحانه لا يستلزم أن تكون ذاته كذوات الخلق; فإن أسماءه كذلك لا يستلزم أن تكون كأسماء الخلق، وهناك فرق عظيم بين هذا وهذا.
وقوله: ﴿فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ﴾ أي: كافيني، وهكذا يجب أن يعلن المؤمن اعتماده على ربه، ولا سيما في مثل هذا المقام الذي يتخلى الناس عنه; لأنه قال: "فإن تولوا". وهذه الكلمة - كلمة الحسب - تقال في
_________
١ سورة التوبة آية: ١٢٩.
٢ سورة التوبة آية: ١٢٩.
٣ سورة البروج آية: ١٥.
٤ سورة المؤمنون آية: ١١٦.

عن أبي هريرةرضي الله عنهقال: قال رسول الله ﷺ " لا تجعلوا بيوتكم قبورا،..

_________
الشدائد، قالها إبراهيم حين ألقي في النار، والنبي ﷺ وأصحابه حين قيل لهم: ﴿إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ﴾ ١.
(تنبيه): في سياقنا للآية الثانية فوائد نسأل الله أن ينفع بها.
قوله: "لا تجعلوا": الجملة هنا نهي; فلا ناهية، والفعل مجزوم وعلامة جزمه حذف النون، والواو فاعل.
قوله: "بيوتكم": جمع بيت، وهو مقر الإنسان وسكنه، سواء كان من طين أو حجارة أو خيمة أو غير ذلك، وغالب ما يراد به الطين والحجارة.
قوله: "قبورا": مفعول ثان لتجعلوا، وهذه الجملة اختلف في معناها; فمنهم من قال: لا تجعلوها قبورا; أي: لا تدفنوا فيها، وهذا لا شك أنه ظاهر اللفظ، ولكن أورد على ذلك دفن النبي ﷺ في بيته.
وأجيب عنه بأنه من خصائصه ﷺ فالنبي ﷺ دفن في بيته لسببين:
١- ما روي عن أبي بكر أنه سمع النبي ﷺ يقول: " ما من نبي يموت إلا دفن حيث قبض "٢ وهذا ضعفه بعض العلماء.
٢- ما روته عائشة ﵂: " أنه خشي أن يتخذ مسجدا "٣.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٧٣.
٢ سبق (ص ٣٩٧) .
٣ سبق (ص ٣٩٧) .

.......................................................................

_________
وقال بعض العلماء: المراد ب "لا تجعلوا بيوتكم قبورا "; أي: لا تجعلوها مثل القبور، أي: المقبرة لا تصلون فيها، وذلك لأنه من المتقرر عندهم أن المقابر لا يصلى فيها، وأيدوا هذا التفسير بأنه سبقها جملة في بعض الطرق: " اجعلوا من صلاتكم في بيوتكم، ولا تجعلوها قبورا "١ وهذا يدل على أن المراد: لا تدعوا الصلاة فيها.
وكلا المعنيين صحيح; فلا يجوز أن يدفن الإنسان في بيته، بل يدفن مع المسلمين; لأن هذه هي العادة المتبعة منذ عهد النبي ﷺ إلى اليوم، ولأنه إذا دفن في بيته; فإنه ربما يكون وسيلة إلى الشرك، فربما يعظم هذا المكان، ولأنه يحرم من دعوات المسلمين الذين يدعون بالمغفرة لأموات المسلمين عند زيارتهم للمقابر، ولأنه يضيق على الورثة من بعده فيسأمون منه، وربما يستوحشون منه، وإذا باعوه لا يساوي إلا شيئا قليلا، ولأنه قد يحدث عنده من الصخب واللعب واللغو والأفعال المحرمة ما يتنافى مع مقصود الشارع; فإن الرسول ﷺ يقول: " زوروا القبور; فإنها تذكركم الآخرة "٢.
وأما أن المعنى: لا تجعلوها قبورا; أي: مثل القبور في عدم الصلاة فيها; فهو دليل على أنه ينبغي إن لم نقل: يجب أن يجعل الإنسان من صلاته في بيته ولا يخليه من الصلاة. وفيه أيضا: أنه من المتقرر عندهم أن المقبرة لا يصلى فيها.
إذن; فيكون هذا النهي عن ترك الصلاة في البيوت لئلا تشبه المقابر; فيكون فيه دليل واضح على أن المقابر ليست محلا للصلاة، وهذا هو
_________
١ البخاري: الشهادات (٢٦٧٩) والمناقب (٣٨٣٦) والأدب (٦١٠٨) والأيمان والنذور (٦٦٤٦) والتوحيد (٧٤٠١)، ومسلم: الأيمان (١٦٤٦)، والترمذي: النذور والأيمان (١٥٣٤)، والنسائي: الأيمان والنذور (٣٧٦٤)، وأبو داود: الأيمان والنذور (٣٢٤٩)، وأحمد (٢/١١،٢/١٧،٢/٢٠،٢/٧٦،٢/٩٨،٢/١٤٢)، ومالك: النذور والأيمان (١٠٣٧)، والدارمي: النذور والأيمان (٢٣٤١) .
٢ سبق (ص ٤٣١) .

ولا تجعلوا قبري عيدا،..................................................

_________
الشاهد من الحديث للباب; لأن اتخاذ المقابر مساجد سبب قريب جدا للشرك.
واتخاذها مساجد سبق أن له مرتبتين:
الأولى: أن يبني عليها مسجدا.
الثانية: أن يتخذها مصلى يقصدها ليصلي عندها.
والحديث يدل على أن الأفضل: أن المرء يجعل من صلاته في بيته وذلك جميع النوافل; لقوله ﷺ " أفضل صلاة المرء في بيته; إلا المكتوبة "١ إلا ما ورد الشرع أن يفعل في المسجد، مثل: صلاة الكسوف، وقيام الليل في رمضان، حتى ولو كنت في المدينة النبوية; لأن النبي ﷺ قال ذلك وهو في المدينة، وتكون المضاعفة بالنسبة للفرائض أو النوافل التي تسن لها الجماعة.
قوله: "عيدا": العيد: اسم لما يعتاد فعله، أو التردد إليه، فإذا اعتاد الإنسان أن يعمل عملا كما لو كان كلما حال عليه الحول صنع طعاما ودعا الناس; فهذا يسمى عيدا لأنه جعله يعود ويتكرر.
وكذلك من العيد: أن تعتاد شيئا فتتردد إليه، مثل: ما يفعل بعض الجهلة في شهر رجب وهو ما يسمى بالزيارة الرجبية، حيث يذهبون من مكة إلى المدينة، ويزورون كما زعموا قبر النبي ﷺ وإذا أقبلوا على المدينة تسمع لهم صياحا، وكانوا سابقا يذهبون من مكة إلى المدينة على الحمير خاصة، ولما جاءت السيارات صاروا يذهبون على السيارات.
وأيهما المراد من كلام النبي ﷺ الأول; أي العمل الذي يتكرر
_________
١ من حديث زيد بن ثابت، رواه: البخاري (كتاب الأذان، باب صلاة الليل، ١/٢٣٩)، ومسلم (كتاب صلاة المسافرين، باب استحباب صلاة النافلة في بيته، ١/٥٣٩) .

وصلوا علي ;...........................................................

_________
بتكرر العام، أو التردد إلى المكان؟ الظاهر الثاني، أي: لا تترددوا على قبري وتعتادوا ذلك، سواء قيدوه بالسنة أو بالشهر أو بالأسبوع; فإنه ﷺ نهى عن ذلك، وإنما يزار لسبب، كما لو قدم الإنسان من سفر، فذهب إلى قبره فزاره، أو زاره ليتذكر الآخرة كغيره من القبور.
وما يفعله بعض الناس في المدينة كلما صلى الفجر ذهب إلى قبر النبي ﷺ من أجل السلام عليه، فيعتاد هذا كل فجر، يظنون أن هذا مثل زيارته في حياته; فهذا من الجهل، وما علموا أنهم إذا سلموا عليه في أي مكان; فإن تسليمهم يبلغه.
قوله: " وصلوا علي ": هذا أمر، أي: قولوا: اللهم صل على محمد، وقد أمر الله بذلك في قوله: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ ١.
وفضل الصلاة على النبي ﷺ معروف، ومنه أن من صلى عليه مرة واحدة صلى الله عليه بها عشرا٢. والصلاة من الله على رسوله ليس معناها كما قال بعض أهل العلم: إن الصلاة من الله الرحمة، ومن الملائكة الاستغفار، ومن الآدميين الدعاء. فهذا ليس بصحيح، بل إن صلاة الله على المرء ثناؤه عليه في الملأ الأعلى، كما قال أبو العالية وتبعه على ذلك المحققون من أهل العلم. ويدل على بطلان القول الأول قوله تعالى: ﴿أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ﴾ ٣ فعطف الرحمة على الصلوات، والأصل في العطف المغايرة، ولأن الرحمة تكون لكل أحد، ولهذا أجمع العلماء على أنه يجوز أن تقول: فلان ﵀،
_________
١ سورة الأحزاب آية: ٥٦.
٢ أخرجه: مسلم في (الصلاة، باب استحباب القول مثل قول المؤذن لمن سمعه، ١/٢٨٨) عن عبد الله بن عمرو بن العاص ﵄.
٣ سورة البقرة آية: ١٥٧.

فإن صلاتكم تبلغني حيث كنتم ".

رواه أبو داود بإسناد حسن ورواته ثقات١.

_________
واختلفوا: هل يجوز أن تقول: فلان صلى الله عليه؟ فمن صلى على محمد ﷺ مرة أثنى الله عليه في الملأ الأعلى عشر مرات، وهذه نعمة كبيرة.
قوله: "فإن صلاتكم تبلغني حيث كنتم ": حيث: ظرف مبني على الضم في محل نصب، ويقال فيها: حيث، وحوث، وحاث، لكنها قليلة.
كيف تبلغه الصلاة عليه؟
الجواب: نقول: إذا جاء مثل هذا النص وهو من أمور الغيب; فالواجب أن يقال: الكيف مجهول لا نعلم بأي وسيلة تبلغه، لكن ورد عن النبي ﷺ " أن لله ملائكة سياحين في الأرض يبلغوني من أمتي السلام "٢ فإن صح; فهذه هي الكيفية.
قوله: "رواه أبو داود بإسناد حسن، ورواته ثقات": هذا التعبير من الناحية الاصطلاحية، ظاهره أن بينهما اختلافا، ولكننا نعرف أن الحسن: هو أن يكون الراوي خفيف الضبط; فمعناه أن فيه نوعا من الثقة، فيجمع بين كلام المؤلف ﵀ وبين ما ذكره عن رواية أبي داود بإسناد حسن:
_________
١ رواه: أحمد (٢/٣٦٧)، وأبو داود (كتاب المناسك، باب زيارة القبور، ٢/٥٣٤) وسكت عنه. وصححه النووي في "الأذكار" (ص ٩٣)، وقال شيخ الإسلام في "الاقتضاء" (ص ٣٢١): "إسناده حسن، ورواته ثقات مشاهير، لكن عبد الله بن نافع الصائغ الفقيه صاحب مالك فيه لين، لا يقدح في حديثه". وحسنه ابن حجر في "تخريج الأذكار"; كما في الفتوحات الربانية" (٣/٣١٣) .
٢ رواه: أحمد في "المسند" (١/٣٨٧)، والنسائي (كتاب السهو، باب السلام على النبي ﷺ، ٣/٤٣) وغيرهما من حديث ابن مسعود. وقال ابن القيم في "جلاء الأفهام" (ص ٢٣): "وهذا إسناد صحيح".

وعن علي بن الحسينرضي الله عنهأنه رأى رجلا يجيء إلى فرجة كانت عند قبر النبي ﷺ..............................................................

أن المراد بالثقة ليست غاية الثقة; لأنه لو بلغ إلى حد الثقة الغاية لكان صحيحا; لأن ثقة الراوي تعود على تحقق الوصفين فيه، وهما: العدالة والضبط، فإذا خف الضبط خفت الثقة، كما إذا خفت العدالة أيضا تخف الثقة فيه. فيجمع بينهما على أن المراد: مطلق الثقة، ولكنه لا شك فيما أرى أنه إذا أعقب قوله: "حسن" بقوله: "رواته ثقات" أنه أعلى مما لو اقتصر على لفظ: "حسن". ومثل هذا ما يعبر به ابن حجر في "تقريب التهذيب" بقوله: "صدوق يهم"، وأحيانا يقول: "صدوق"، وصدوق أقوى; فيكون توثيق الرجل الموصوف بأنّه صدوق أشد من توثيق الرجل الذي يوصف بأنه يهم. لا يقول قائل: إن كلمة يهم لا تزيده ضعفا; لأنه ما من إنسان إلا ويهم. فنقول: هذا لا يصح; لأن قولهم: (يهم) لا يعنون به الوهم الذي لا يخلو منه أحد، ولولا أن هناك غلبة في أوهامه ما وصفوه بها.

قوله: "وعن علي بن الحسين": هو علي بن الحسين بن علي بن أبي طالب، يسمى بزين العابدين، من أفضل أهل البيت علما وزهدا وفقها. والحسين معروف: ابن فاطمة ﵂، وأبوه: علي (.

قوله: "يجيء إلى فرجة": هذا الرجل لا شك أنه لم يتكرر مجيئه إلى هذه الفرجة إلا لاعتقاده أن فيها فضلا ومزية، وكونه يظن أن الدعاء عند القبر له مزية فتح باب ووسيلة إلى الشرك، بل جميع العبادات إذا كانت عند القبر; فلا يجوز أن يعتقد أن لها مزية، سواء كانت صلاة أو

فيدخل فيها، فيدعو، فنهاه، وقال: ألا أحدثكم حديثا سمعته من أبي عن جدي عن رسول الله ﷺ قال: " لا تتخذوا قبري عيدا، ولا بيوتكم قبورا، وصلوا علي; فإن تسليمكم يبلغني أين كنتم "...............

_________
دعاء أو قراءة، ولهذا نقول: تكره القراءة عند القبر إذا كان الإنسان يعتقد أن القراءة عند القبر أفضل.
قوله: "فنهاه": أي: طلب منه الكف.
قوله: "ألا أحدثكم حديثا": قال: أحدثكم والرجل واحد; لأن الظاهر أنه كان عند أصحابه يحدثهم، فجاء هذا الرجل إلى الفرجة. و"ألا": أداة عرض; أي: أعرض عليكم أن أحدثكم. وفائدتها: تنبيه المخاطب إلى ما يريد أن يحدثه به.
قوله: "عن أبي عن جدي": أبوه: الحسين، وجده: علي بن أبي طالب.
قوله: "عن رسول الله ﷺ": السند متصل، وفيه عنعنة لكنها لا تضر; لأنها من غير مدلس، فتحمل على السماع.
قوله: " لا تتخذوا قبري عيدا ": يقال فيه كما في الحديث السابق: أنه نهى أن يتخذ قبره عيدا يعتاد ويتكرر إليه; لأنه وسيلة إلى الشرك.
قوله: " ولا بيوتكم قبورا ": سبق معناه.
قوله: " وصلوا علي; فإن تسليمكم يبلغني أين كنتم ": اللفظ هكذا، وأشك في صحته; لأن قوله: "صلوا علي" يقتضي أن يقال: فإن صلاتكم تبلغني; إلا أن يقال هذا من باب الطي والنشر. والمعنى: صلوا علي وسلموا; فإن تسليمكم وصلاتكم تبلغني، وكأنه ذكر الفعلين والعلتين،

رواه في " المختارة١ ".

_________
لكن حذف من الأولى ما دلت عليه الثانية، ومن الثانية ما دلت عليه الأولى.
وقوله: "وصلوا علي": سبق معناها، والمراد: صلوا علي في أي مكان كنتم، ولا حاجة إلى أن تأتوا إلى القبر وتسلموا علي وتصلوا علي عنده.
قوله: "يبلغني": تقدم كيف يبلغه ﷺ
قوله: "رواه في المختارة": الفاعل مؤلف المختارة، والمختارة: اسم للكتاب; أي: الأحاديث المختارة.
والمؤلف هو عبد الغني المقدسي، من الحنابلة. وما أقل الحديث في الحنابلة، يعني المحدثين، وهذا من أغرب ما يكون، يعني أصحاب الإمام أحمد أقل الناس تحديثا بالنسبة للشافعية. فالحنابلة غلب عليهم ﵏ الفقه مع الحديث; فصاروا محدثين وفقهاء، ولكنهم ﵏ بشر، فإذا أخذ من هذا العلم صار ذلك زحاما للعلم الآخر، أما الأحناف; فإنهم أخذوا بالفقه، لكن قلت بضاعتهم في الحديث، ولهذا يسمون أصحاب الرأي (يعني: العقل والقياس) ; لقلة الحديث عندهم، والشافعية أكثر الناس عناية بالحديث والتفسير، والمالكية كذلك، ثم الحنابلة وسط، وأقلهم في ذلك الأحناف مع أن لهم كتبا في الحديث.
_________
١ رواه: البخاري في "التاريخ الكبير، ٢/١٨٦)، وأبو يعلى; كما في "مجمع الزوائد" (٤/٣) . وقال الهيثمي: "وفيه جعفر بن إبراهيم الجعفري، ذكره أبو حاتم ولم يذكر فيه جرحا، وبقية رجاله ثقات". وفيه أيضا علي بن عمر بن الحسين، مستور; كما في "التقريب" (٢/٤١) . ورواه أيضا: الضياء في "المختارة"; كما في "اقتضاء الصراط المستقيم" (ص ٣٢٢) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية "براءة".

الثانية: إبعاده أمته عن هذا الحمى غاية البعد.

الثالثة: ذكر حرصه علينا ورأفته ورحمته.

الرابعة: نهيه عن زيارة قبره على وجه مخصوص مع أن زيارته من أفضل الأعمال.

الخامسة: نهيه عن الإكثار من الزيارة.

_________
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية براءة. وسبق ذلك في أول الباب.
الثانية: إبعاده ﷺ أمته عن هذا الحمى غاية البعد: تؤخذ من قوله: " لا تجعلوا بيوتكم قبورا، ولا تجعلوا قبري عيدا ".
الثالثة: ذكر حرصه علينا ورأفته ورحمته: وهذا مذكور في آية براءة.
الرابعة: نهيه عن زيارة قبره على وجه مخصوص: تؤخذ من قوله:"ولا تجعلوا قبري عيدا" ; فقوله: "عيدا" هذا هو الوجه المخصوص.
وزيارة قبر النبي ﷺ من أفضل الأعمال من جنسها; فزيارته فيها سلام عليه، وحقه ﷺ أعظم من غيره.
وأما من حيث التذكير بالآخرة; فلا فرق بين قبره وقبر غيره.
· الخامسة: نهيه عن الإكثار من الزيارة: تؤخذ من قوله: "لا تجعلوا قبري عيدا"، لكنه لا يلزم منه الإكثار; لأنه قد لا يأتي إلا بعد سنة، ويكون قد اتخذه عيدا; فإن فيه نوعا من الإكثار.

السادسة: حثه على النافلة في البيت.

السابعة: أنه مقرر عندهم أنه لا يصلى في المقبرة.

الثامنة: تعليل ذلك بأن صلاة الرجل وسلامه عليه يبلغه وإن بعد; فلا حاجة إلى ما يتوهمه من أراد القرب.

التاسعة: كونه ﷺ في البرزخ تعرض أعمال أمته في الصلاة والسلام عليه.

_________
السادسة: حثه على النافلة في البيت: تؤخذ من قوله: "ولا تجعلوا بيوتكم قبورا"، وسبق أن فيها معنيين:
المعنى الأول: أن لا يقبر في البيت، وهذا ظاهر الجملة.
والثاني: الذي هو من لازم المعنى أن لا تترك الصلاة فيها.
السابعة: أنه متقرر عندهم أنه لا يصلى في المقبرة: تؤخذ من قوله: "لا تجعلوا بيوتكم قبورا" ; لأن معنى: لا تجعلوها قبورا، أي: لا تتركوا الصلاة فيها على أحد الوجهين; فكأنه من المتقرر عندهم أن المقابر لا يصلى فيها.
الثامنة: تعليل ذلك بأن صلاة الرجل وسلامه عليه يبلغه وإن بعد; فلا حاجة إلى ما يتوهمه من أراد القرب: أي: كونه نهى ﷺ أن يجعل قبره عيدا، العلة في ذلك: أن الصلاة تبلغه حيث كان الإنسان; فلا حاجة إلى أن يأتي إلى قبره، ولهذا نسلم ونصلي عليه في أي مكان; فيبلغه السلام والصلاة.
ولهذا قال علي بن الحسين: " ما أنت ومن في الأندلس إلا سواء ".
التاسعة: كونه ﷺ في البرزخ تعرض أعمال أمته في الصلاة والسلام عليه: أي: فقط فكل من صلى عليه أو سلم عرضت عليه صلاته، وتسليمه، ويؤخذ من قوله: " فإن تسليمكم يبلغني أين كنتم ".

باب ما جاء أن بعض هذه الأمة يعبد الأوثان

باب ما جاء أن بعض هذه الأمة يعبد الأوثان.......................................................................

_________
سبب مجيء المؤلف بهذا الباب لدحض حجة من يقول: إن الشرك لا يمكن أن يقع في هذه الأمة، وأنكروا أن تكون عبادة القبور والأولياء من الشرك; لأن هذه الأمة معصومة منه; لقوله ﷺ " إن الشيطان أيس أن يعبده المصلون في جزيرة العرب، ولكن في التحريش بينهم "١.
والجواب عن هذا سبق عند الكلام على المسألة الثامنة عشرة من مسائل باب من تبرك بشجر أو حجر ونحوهما.
قوله: "أن بعض هذه الأمة": أي: لا كلها; لأن في هذه الأمة طائفة لا تزال منصورة على الحق إلى قيام الساعة، لكنه سيأتي في آخر الزمان ريح تقبض روح كل مسلم; فلا يبقى إلا شرار الناس.
وقوله: "تعبد"; بفتح التاء، وفي بعض النسخ: "يعبد"; بفتح الياء المثناة من تحت: فعلى قراءة "يعبد" لا إشكال فيها; لأن "بعض" مذكر.
وعلى قراءة "تعبد"; فإنه داخل في قول ابن مالك:
وربما أكسب ثان أولا ... تأنيثا أن كان لحذف موهلا
ومثلوا لذلك بقولهم: قُطِعَت بعض أصابعه; فالتأنيث هنا من أجل أصابعه لا من أجل بعض. فإذا صحت النسخة "تعبد"; فهذا التأنيث اكتسبه المضاف من المضاف إليه.
_________
١ مسلم: صفة القيامة والجنة والنار (٢٨١٢)، والترمذي: البر والصلة (١٩٣٧)، وأحمد (٣/٣١٣،٣/٣٥٤،٣/٣٦٦،٣/٣٨٤) .

وقوله تعالى: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ﴾ ١.

_________
قوله: "الأوثان": جمع وثن، وهو: كل ما عبد من دون الله.
ذكر المؤلف في هذا الباب عدة آيات:
الآية الأولى: قوله تعالى: "ألم تر": الاستفهام هنا للتقرير والتعجيب، والرؤية بصرية بدليل أنها عديت بإلى، وإذا عديت بإلى صارت بمعنى النظر. والخطاب إما للنبي ﷺ أو لكل من يصح توجيه الخطاب إليه; أي: ألم تر أيها المخاطب؟
قوله: ﴿إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا﴾ أي: أعطوا، ولم يعطوا كل الكتاب; لأنهم حرموا بسبب معصيتهم; فليس عندهم العلم الكامل بما في الكتاب.
قوله: ﴿نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ﴾ المنَزل: والمراد بالكتاب: التوراة والإنجيل.
وقد ذكروا لذلك مثلا، وهو كعب بن الأشرف حين جاء إلى مكة، فاجتمع إليه المشركون، وقالوا: ما تقول في هذا الرجل (أي: النبي ﷺ الذي سفه أحلامنا ورأى أنه خير منا؟ فقال لهم: أنتم خير من محمد، ولهذا جاء في آخر الآية: ﴿وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَؤُلاءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا﴾ .
قوله: ﴿يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ﴾ أي: يصدقون بهما، ويقرونهما لا ينكرونهما، فإذا أقر الإنسان هذه الأوثان; فقد آمن بها. والجبت:
_________
١ سورة النساء آية: ٥١.

وقوله تعالى: ﴿قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ﴾ ١.

_________
قيل: السحر، وقيل: هو الصنم، والأصح: أنه عام لكل صنم أو سحر أو كهانة أو ما أشبه ذلك.
والطاغوت: ما تجاوز به العبد حده من معبود أو متبوع أو مطاع. فالمعبود كالأصنام، والمتبوع كعلماء الضلال، والمطاع كالأمراء; فطاعتهم في تحريم ما أحل الله، أو تحليل ما حرم الله تعد من عبادتهم.
والمراد من كان راضيا بعبادتهم إياه، أو يقال: هو طاغوت باعتبار عابديه; لأنهم تجاوزوا به حده، حيث نزلوه فوق منزلته التي جعلها الله له، فتكون عبادتهم لهذا المعبود طغيانا; لمجاوزتهم الحد بذلك.
والطاغوت: مأخوذ من الطغيان; فكل شيء يتعدى به الإنسان حده يعتبر طاغوتا.
وجه المناسبة في الآية للباب لا يتبين إلا بالحديث، وهو: " لتركبن سنن من كان قبلكم "، فإذا كان الذين أوتوا نصيبا من الكتاب يؤمنون بالجبت والطاغوت، وأن من هذه الأمة من يرتكب سنن من كان قبله يلزم من هذا أن في هذه الأمة من يؤمن بالجبت والطاغوت فتكون الآية مطابقة للترجمة تماما.
الآية الثانية: قوله تعالى: ﴿قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ﴾ الخطاب للنبي ﷺ ردا على هؤلاء اليهود الذين اتخذوا دين الإسلام هزوا ولعبا.
_________
١ سورة المائدة آية: ٦٠.

.......................................................................

_________
وقوله: " أنبئكم ": أي: أخبركم، والاستفهام هنا للتقرير والتشويق، أي: سأقرر عليكم هذا الخبر.
قوله: ﴿بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ﴾ ١ شر: هنا اسم تفضيل، وأصلها أشر لكن حذفت الهمزة تخفيفا لكثرة الاستعمال، ومثلها كلمة خير مخففة من أخير، والناس مخففة من الأناس، وكذا كلمة الله مخففة من الإله.
وقوله: "ذلك" المشار إليه ما كان عليه الرسول ﷺ وأصحابه; فإن اليهود يزعمون أنهم هم الذين على الحق، وأنهم خير من الرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم وأصحابه، وأن الرسول ﷺ وأصحابه ليسوا على الحق; فقال الله تعالى: ﴿قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ﴾
قوله: ﴿مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ﴾ مثوبة: تمييز لشر; لأن شر اسم تفضيل، وما جاء بعد أفعل التفضيل مبينا له يكون منصوبا على التمييز.
قال ابن مالك:
اسم بمعنى من مبين نكره ... ينصب تمييزا بما قد فسره
إلى أن قال:
والفاعل المعنى انصبَنْ بأفعلا ... مفضلا كأنت أعلى منزلا
والمثوبة: من ثاب يثوب إذا رجع، ويطلق على الجزاء; أي: بشر من ذلك جزاء عند الله.
قوله: "عند الله": أي: في علمه وجزائه عقوبة أو ثوابا.
قوله: ﴿مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ﴾ من: اسم موصول خبر لمبتدأ محذوف تقديره: هو من لعنه الله; لأن الاستفهام انتهى عند قوله: ﴿مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ﴾ ٢ وجواب الاستفهام: ﴿مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ﴾ ٣ ولعنه; أي: طرده وأبعده عن رحمته.
_________
١ سورة المائدة آية: ٦٠.
٢ سورة المائدة آية: ٦٠.
٣ سورة المائدة آية: ٦٠.

.......................................................................

_________
قوله: "وغضب عليه": أي: أحل عليه غضبه، والغضب: صفة من صفات الله الحقيقية تقتضي الانتقام من المغضوب عليه، ولا يصح تحريفه إلى معنى الانتقام، وقد سبق الكلام عليه (ص ٤٢١) .
والقاعدة العامة عند أهل السنة: أن آيات الصفات وأحاديثها تجرى على ظاهرها اللائق بالله عزوجل فلا تجعل من جنس صفات المخلوقين، ولا تحرف فتنفى عن الله; فلا نغلو في الإثبات ولا في النفي.
قوله: ﴿وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ﴾ القردة: جمع قرد، وهو حيوان معروف أقرب ما يكون شبها بالإنسان، والخنازير: جمع خنزير، وهو ذلك الحيوان الخبيث المعروف الذي وصفه الله بأنه رجس. والإشارة هنا إلى اليهود; فإنهم لعنوا كما قال تعالى: ﴿لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرائيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ﴾ ١ الآية.
وجعلوا قردة بقوله تعالى: ﴿كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ﴾ ٢، وغضب الله عليهم بقوله: ﴿فَبَاءُوا بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ﴾ ٣.
قوله: ﴿وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ﴾ ٤ فيها قراءتان في "عبده" وفي "الطاغوت":
الأولى: بضم الباء "عبد"، وعليها تكسر التاء في "الطاغوت" ; لأنه مجرور بالإضافة.
الثانية: بفتح الباء "عبده" على أنه فعل ماض معطوف على قوله: "لعنه الله" صلة الموصول، أي: ومن عبد الطاغوت، ولم يُعِدْ "مَن" مع طول الفصل; لأن هذا ينطبق على موصوف واحد، فلو أعيدت "مَن"
_________
١ سورة المائدة آية: ٧٨.
٢ سورة البقرة آية: ٦٥.
٣ سورة البقرة آية: ٩٠.
٤ سورة المائدة آية: ٦٠.

وقوله تعالى: قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا﴾ ١.

_________
لأوهم أنهم جماعة آخرون وهم جماعة واحدة; فعلى هذه القراءة يكون "عبد" فعلا ماضيا، والفاعل ضمير مستتر جوازا تقديره هو يعود على "مَن" في قوله: ﴿مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ﴾ ٢ و"الطاغوت" بفتح التاء مفعولا به. وبهذا نعرف اختلاف الفاعل في صلة الموصول وما عطف عليه; لأن الفاعل في صلة الموصول هو "الله"، والفاعل في عبد يعود على "من".
وعلى كل حال; فالمراد بها عابَد الطاغوت. فالفرق بين القراءتين بالباء فقط; فعلى قراءة الفعل مفتوحة، وعلى قراءة الاسم مضمومة. والطاغوت على قراءة الفعل في "عبد" تكون مفتوحة "عبد الطاغوت"، وعلى قراءة الاسم تكون مكسورة بالإضافة "عبد الطاغوت". وذُكِرَ في تركيب "عبد" مع "الطاغوت" أربع وعشرون قراءة، ولكنها قراءات شاذة غير القراءتين السبعيتين "عَبَدَ" و"عَبُدَ".
الآية الثالثة: قوله تعالى: ﴿قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا﴾ ٣ هذه الآية في سياق قصة أصحاب الكهف، وقصتهم عجيبة; كما قال تعالى: ﴿أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا﴾، وهم فتية آمنوا بالله وكانوا في بلاد شرك، فخرجوا منها إلى الله عزوجل فيسر الله لهم غارا، فدخلوا فيه، وناموا فيه نومة طويلة بلغت: ﴿ثَلاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا﴾ ٤ وهم نائمون لا يحتاجون إلى أكل وشرب، ومن حكمة الله أن الله يقلبهم ذات
_________
١ سورة الكهف آية: ٢١.
٢ سورة المائدة آية: ٦٠.
٣ سورة الكهف آية: ٢١.
٤ سورة الكهف آية: ٢٥.

.......................................................................

_________
اليمين وذات الشمال حتى لا يترسب الدم في أحد الجانبين، ولما خرجوا بعثوا بأحدهم إلى المدينة ليشتري لهم طعاما، وآخر الأمر أن أهل المدينة اطلعوا على أمرهم، وقالوا: لا بد أن نبني على قبورهم مسجدا.
وقوله: ﴿قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ﴾ المراد بهم: الحكام في ذلك الوقت قالوا مقسمين مؤكدين: ﴿لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا﴾ وبناء المساجد على القبور من وسائل الشرك كما سبق.
فوائد الآيات السابقة:
من فوائد الآية الأولى ما يلي:
١- أن من العجب أن يعطى الإنسان نصيبا من الكتاب ثم يؤمن بالجبت والطاغوت.
٢- أن العلم قد لا يعصم صاحبه من المعصية; لأن الذين أوتوا الكتاب آمنوا بالكفر، والذي يؤمن بالكفر يؤمن بما دونه من المعاصي.
٣- وجوب إنكار الجبت والطاغوت; لأن الله تعالى ساق الإيمان بهما مساق العجب والذم; فلا يجوز إقرار الجبت والطاغوت.
٤- ما ساقها المؤلف من أجله أن من هذه الأمة من يؤمن بالجبت والطاغوت لقوله ﷺ " لتركبن سنن من كان قبلكم " ١ فإذا وجد في بني إسرائيل من يؤمن بالجبت والطاغوت; فإنه سيوجد في هذه الأمة أيضا من يؤمن بالجبت والطاغوت.
ومن فوائد الآية الثانية ما يلي:
١- تقرير الخصم والاحتجاج عليه بما لا يستطيع إنكاره، بمعنى
_________
١ الترمذي: الفتن (٢١٨٠)، وأحمد (٥/٢١٨) .

......................................................................

_________
أنك تحتج على خصمك بأمر لا يستطيع إنكاره; فإن اليهود يعرفون بأن فيهم قوما غضب الله عليهم ولعنهم وجعل منهم القردة والخنازير، فإذا كانوا يقرون بذلك وهم يستهزئون بالمسلمين; فنقول لهم: أين محل الاستهزاء الذين حلت عليهم هذه العقوبات أم الذين سلموا منها؟ والجواب: الذين حلت بهم العقوبة أحق بالاستهزاء.
٢- اختلاف الناس بالمنزلة عند الله; لقوله: ﴿بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ﴾ ولا شك أن الناس يختلفون بزيادة الإيمان ونقصه وما يترتب عليه من الجزاء.
٣- سوء حال اليهود الذين حلت بهم هذه العقوبات من اللعن والغضب والمسخ، وعبادة الطاغوت.
٤- إثبات أفعال الله الاختيارية، وأنه سبحانه يفعل ما يشاء; لقوله تعالى: "لعنه الله" ; فإن اللعن من صفات الأفعال.
٥- إثبات الغضب لله; لقوله تعالى: "وغضب عليه".
٦- إثبات القدرة لله; لقوله: ﴿وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ﴾ وهل المراد بالقردة والخنازير هذه الموجودة؟
الجواب: لا، لما ثبت في "صحيح مسلم" عن النبي ﷺ " أن كل أمة مسخت لا يبقى لها نسل "١ ولأن القردة والخنازير كانت قبل ذلك، وعلى هذا; فليس هذا الموجود من القردة والخنازير هو بقية أولئك الممسوخين.
_________
١ من حديث ابن مسعود، رواه: مسلم (كتاب القدر، باب بيان أن الأرزاق والآجال ... لا تزيد ولا تنقص عما سبق به القدر، ٤/٢٠٥١) .

.......................................................................

_________
٧- أن العقوبات من جنس العمل، لأن هؤلاء الذين مسخوا قردة، والقرد أشبه ما يكون شبها بالإنسان، فعلوا فعلا ظاهره الإباحة والحل وهو محرم، وذلك أنه حرم عليهم الصيد يوم السبت ابتلاء من الله، فإذا جاء يوم السبت امتلأ البحر بالحيتان، وظهرت على سطح الماء، وفي غيره من الأيام تختفي ولا يأتي منها شيء، فلما طال عليهم الأمد صنعوا شباكا; فصاروا ينصبونها في يوم الجمعة ويدعون الحيتان تدخل فيها يوم السبت، فإذا أتى يوم الأحد أخذوها، وهذه حيلة ظاهرها الحل، ولكن حقيقتها ومعناها الوقوع في الإثم تماما، ولهذا مسخوا إلى حيوان يشبه الإنسان وليس بإنسان، وهو القرد، قال تعالى: ﴿كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ﴾ ١، وهو يفيد أن الجزاء من جنس العمل، ويدل عليه صراحة قوله تعالى: ﴿فَكُلًا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ﴾ ٢.
٨- أن هؤلاء اليهود صاروا يعبدون الطاغوت; لقوله: ﴿وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ﴾ ٣ ولا شك أنهم حتى الآن يعبدونه; لأنهم عبدوا الشيطان وأطاعوه وعصوا الله ورسوله. وفي الآية نكتة نحوية في قوله: "عليه" و"منهم" في قوله تعالى: ﴿مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ﴾ ٤ فالضمير في "لعنه" الهاء، و"وغضب عليه" مفرد، و"منهم" جمع، مع أن المرجع واحد، وهو: "من". والجواب: أنه روعي في الإفراد اللفظ، وفي الجمع المعنى، وذلك أن "من" اسم موصول صالحة للمفرد وغيره، قال ابن مالك:
......................... ومن وما وأل تساوي ما ذكر
_________
١ سورة البقرة آية: ٦٥.
٢ سورة العنكبوت آية: ٤٠.
٣ سورة المائدة آية: ٦٠.
٤ سورة المائدة آية: ٦٠.

عن أبي سعيد ﵁ ; أن رسول الله ﷺ قال: " لتتبعن سنن من كان قبلكم.........................................................

_________
لما ذكر الأسماء الموصولة من المفرد والمثنى والجمع من مذكر ومؤنث قال: ومن وما ... إلخ. وقال: ﴿مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ﴾ ولم يقل: وجعلهم قردة; لأن اللعن والغضب عام لهم جميعا، والعقوبة بمسخهم إلى قردة وخنازير خاص ببعضهم، وليس شاملا لبني إسرائيل.
ومن فوائد الآية الثالثة ما يلي:
١- ما تضمن سياق هذه الآية من القصة العجيبة في أصحاب الكهف وما تضمنته من الآيات الدالة على كمال قدرة الله وحكمته.
٢- أن من أسباب بناء المساجد على القبور الغلو في أصحاب القبور; لأن الذين غلبوا على أمرهم بنوا عليهم المساجد; لأنهم صاروا عندهم محل الاحترام والإكرام فغلوا فيهم.
٣- أن الغلو في القبور وإن قل قد يؤدي إلى ما هو أكبر منه، ولهذا قال النبي ﷺ لعلي حين بعثه: " ألا تدع صورة إلا طمستها ولا قبرا مشرفا إلا سويته "١.
قوله في الحديث: "لتتبعن": اللام موطئة للقسم، والنون للتوكيد; فالكلام مؤكد بثلاثة مؤكدات: القسم المقدر، واللام، والنون، والتقدير: والله لتتبعن.
قوله: "سنن من كان قبلكم ": فيها روايتان: "سَنَنَ" و"سُنَنَ". أما
_________
١ مسلم: الجمعة (٨٦٧)، والنسائي: صلاة العيدين (١٥٧٨)، وابن ماجه: المقدمة (٤٥)، وأحمد (٣/٣٧١) .

.......................................................................

_________
"سنن" ; بضم السين: جمع سنة، وهي الطريقة. وأما "سنن"، بالفتح: فهي مفرد بمعنى الطريق. وفعل تأتي مفردة مثل: فن جمعها أفنان، وسبب جمعها أسباب.
وقوله: "من كان قبلكم": أي: من الأمم.
قوله: "لتتبعن سنن من كان قبلكم" ليس على ظاهره، بل هو عام مخصوص; لأننا لو أخذنا بظاهره كانت جميع هذه الأمة تتبع سنن من كان قبلها، لكننا نقول: إنه عام مخصوص; لأن في هذه الأمة من لا يتبع تلك السنن كما أخبر النبي ﷺ لأنه لا تزال طائفة من هذه الأمة على الحق، وقد يقال: إن الحديث على عمومه وأنه لا يلزم أن تتبع هذه الأمة الأمم السابقة في جميع سننها، بل بعض الأمة يتبعها في شيء وبعض الأمة يتبعها في شيء آخر، وحينئذ لا يقتضي خروج هذه الأمة من الإسلام، وهذا أولى لبقاء الحديث على عمومه، ومن المعلوم أن من طرق من كان قبلنا ما لا يخرج من الملة، مثل: أكل الربا، والحسد، والبغي، والكذب. ومنه ما يخرج من الملة: كعبادة الأوثان.
السنن: هي الطرائق، وهي متنوعة، منها ما هو اعتداء على حق الخالق، ومنها ما هو اعتداء على حق المخلوق، ولنستعرض شيئا من هذه السنن: فمن هذه السنن: عبادة القبور والصالحين; فإنها موجودة في الأمم السابقة وقد وجدت في هذه الأمة، قال تعالى عن قوم نوح: ﴿وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا﴾ ١. ومن ذلك: الغلو في الصالحين كما وجد في الأمم السابقة وجد في هذه الأمة. ومنها: دعاء غير الله، وقد وجد في هذه الأمة.
ومنها: بناء المساجد على القبور موجود في السابقين، وقد وجد في هذه الأمة.
_________
١ سورة نوح آية: ٢٣.

.......................................................................

_________
ومنها: وصف الله بالنقائص والعيوب; فقد قالت اليهود: ﴿يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ﴾ ١، وقالوا: ﴿إِنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ﴾ ٢، وقالوا: إن الله تعب من خلق السماوات والأرض، وقد وجد في هذه الأمة من قال بذلك أو أشد منه; فقد وجد من قال: ليس له يد، ومنهم من قال: لا يستطيع أن يفعل ما يريد فلم يستو على العرش، ولا ينزل إلى السماء الدنيا ولا يتكلم، بل وجد في هذه الأمة من يقول: بأنه ليس داخلا في العالم، وليس خارجا عنه ولا متصلا به ولا منفصلا عنه; فوصفوه بما لا يمكن وجوده، ومنهم من قال: لا تجوز الإشارة الحسية إليه، ولا يفعل، ولا يغضب، ولا يرضى، ولا يحب، وهذا مذهب الأشاعرة.
ومنها: أكل السحت; فقد وجد في الأمم السابقة ووجد في هذه الأمة. ومنها: أكل الربا; فقد وجد في الأمم السابقة ووجد في هذه الأمة. ومنها: التحيل على محارم الله; فقد وجد في الأمم السابقة ووجد في هذه الأمة. ومنها: إقامة الحدود على الضعفاء ورفعها عن الشرفاء; فقد وجد في الأمم السابقة ووجد في هذه الأمة.
ومنها: تحريف كلام الله عن مواضعه لفظا ومعنى; كاليهود حين قيل لهم: ﴿وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ﴾ ٣، فدخلوا على قفاهم، وقالوا: حنطة ولم يقولوا حطة، ووجد في هذه الأمة من فعل كذلك; فحرف لفظ الاستواء إلى الاستيلاء، قال تعالى: ﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾ ٤ وقالوا هم: الرحمن على العرش استولى.
قال ابن القيم: إن اللام في استولى مزيدة زادها أهل التحريف كما زاد اليهود النون في (حطة) فقالوا: (حنطة) .
_________
١ سورة المائدة آية: ٦٤.
٢ سورة آل عمران آية: ١٨١.
٣ سورة البقرة: ٥٨.
٤ سورة طه آية: ٥.

.......................................................................

_________
نون اليهود ولام جهمي هما ... في وحي رب العرش زائدتان
أمر اليهودُ بأن يقولوا حطةً ... فأبوا وقالوا حنطةً لهوان
وكذلك الجهمي قيل له استوى ... فأبى وزاد الحرف للنقصان
ووجد في الأمم السابقة من اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله، ووجد في هذه الأمة من يعارض قول النبي ﷺ بقول شيخه.
فإذا تأملت كلام النبي ﷺ وجدته مطابقا للواقع: "لتتبعن سنن من كان قبلكم"، ولكن يبقى النظر: هل هذا الحديث للتحذير أو للإقرار؟
الجواب: لا شك أنه للتحذير وليس للإقرار; فلا يقول أحد: سأحسد وسآكل الربا، وسأعتدي على الخلق; لأن الرسول ﷺ قال ذلك، فمن قال ذلك; فإننا نقول له: أخطأت; لأن قول النبي ﷺ لا شك أنه للتحذير، ولهذا قال الصحابة: اليهود والنصارى؟ قال: فمن؟ ثم نقول لهم أيضا: إن الرسول ﷺ أخبر بأشياء ستقع، ومع ذلك أخبر بأنها حرام بنص القرآن. فمن ذلك أنه أخبر أن الرجل يكرم زوجته ويعق أمه، وأخبر أن الإنسان يعصي أباه ويدني صديقه١ وهذا ليس بجائز بنص القرآن، لكن قصد التحذير من هذا العمل.
ووجد في الأمم السابقة من يقول للمؤمنين: إن هؤلاء لضالون، ووجد في هذه الأمة من يقول للمؤمنين: إن هؤلاء لرجعيون. فالمعاصي لها أصل في الأمم على حسب ما سبق، ولكن من وفقه الله للهداية اهتدى.
والحاصل أنك لا تكاد تجد معصية في هذه الأمة إلا وجدت لها
_________
١ من حديث أبي هريرة، رواه: الترمذي في (الفتن، باب ما جاء في علامة حلول المسخ والخسف، ٦/٣٦٤)، وقال: "وهذا حديث غريب، لا نعرفه إلا من هذا الوجه".

حذو القذة بالقذة، حتى لو دخلوا جحر ضب لدخلتموه قالوا: يا رسول الله! اليهود والنصارى؟..................................................

_________
أصلا في الأمم السابقة. ولا تجد معصية في الأمم السابقة إلا وجدت لها وارثا في هذه الأمة.
أما مناسبة الحديث للباب
فلأنه لما عبدت الأمم السابقة الأصنام والأوثان، فسيكون في هذه الأمة من يعبد الأصنام والأوثان.
قوله: " حذو القذة بالقذة": حذو بمعنى: محاذيا، وهي منصوبة على الحال من فاعل تتبعن; أي: حال كونكم محاذين لهم حذو القذة بالقذة. والقذة: هي ريشة السهم، والسهم له ريش لا بد أن تكون متساوية تماما، وإلا; صار الرمي به مختلا.
قوله: " حتى لو دخلوا جحر ضب لدخلتموه ": هذه الجملة تأكيد منه ﷺ للمتابعة. وجحر الضب من أصغر الجحور، ولو دخلوا جحر أسد من باب أولى أن ندخله; فالنبي ﷺ قال ذلك على سبيل المبالغة; كقوله ﷺ " من اقتطع شبرا من الأرض ظلما طوقه الله به يوم القيامة من سبع أرضين "١٢ ومن اقتطع ذراعا; فمن باب أولى.
قوله: "قالوا: اليهود والنصارى" يجوز فيها وجهان:
الأول: نصب اليهود والنصارى على أنه مفعول لفعل محذوف تقديره: أتعني اليهود والنصارى؟
_________
١ البخاري: المظالم والغصب (٢٤٥٢) وبدء الخلق (٣١٩٨)، ومسلم: المساقاة (١٦١٠)، والترمذي: الديات (١٤١٨)، وأحمد (١/١٨٧،١/١٨٨،١/١٩٠)، والدارمي: البيوع (٢٦٠٦) .
٢ سبق (ص ٨٧) .

قال: فمن؟ " أخرجاه١.

_________
الثاني: الرفع على أنه خبر لمبتدأ محذوف تقديره: أهم اليهود والنصارى؟ وعلى كل تقدير; فالجملة إنشائية لأنهم يسألون النبي ﷺ فهي استفهامية، والاستفهام من باب الإنشاء. واليهود: أتباع موسى ﵊، وسموا يهودا نسبة إلى يهوذا من أحفاد إسحاق، أو لأنهم هادوا إلى الله; أي: رجعوا إليه بالتوبة من عبادة العجل. والنصارى: هم أتباع عيسى ﵊، وسموا بذلك نسبة إلى بلدة تسمى الناصرة، وقيل: من النصرة; كما قال تعالى: ﴿مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ﴾ ٢.
قوله: "قال: فمن": من هنا: اسم استفهام، والمراد به التقرير; أي: فمن أعني غير هؤلاء، أو فمن هم غير هؤلاء؟ فالصحابة ﵃ لما حدثهم ﷺ بهذا الحديث كأنه حصل في نفوسهم بعض الغرابة، فلما سألوا قرر النبي ﷺ أنهم اليهود والنصارى.
من فوائد الحديث:
١- ما أراده المؤلف بسياقه، وهو أن بعض هذه الأمة يعبد الأوثان; لأنه من سنن من قبلنا، وقد أخبر ﷺ أننا سنتبعهم.
٢- ويستفاد أيضا من فحوى الكلام التحذير من متابعة من قبلنا في معصية الله.
٣- أنه ينبغي معرفة ما كان عليه من كان قبلنا مما يجب الحذر منه لنحذره، وغالب ذلك - ولله الحمد - موجود في القرآن والسنة.
_________
١ رواه: البخاري (كتاب الاعتصام، باب قول النبي ﷺ: لتتبعن سنن من كان قبلكم، ٣/ ٣٦٧)، ومسلم (كتاب العلم، باب اتباع سنن اليهود والنصارى، ٤/٢٠٥٤) .
٢ سورة الصّف آية: ١٤.

......................................................................

_________
٤- استعظام هذا الأمر عند الصحابة; لقولهم اليهود والنصارى، فإن الاستفهام للاستعظام; أي: استعظام الأمر أن نتبع سنن من كان قبلنا بعد أن جاءنا الهدى مع النبي ﷺ
٥- أنه كلما طال العهد بين الإنسان وبين الرسالة; فإنه يكون أبعد من الحق; لأنه أخبر عن مستقبل ولم يخبر عن الحاضر، ولأن من سنن من قبلنا أنه لما طال عليهم الأمد قست قلوبهم، قال تعالى: ﴿أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ﴾ ١.
فإذا كان طول الأمد سببا لقسوة القلب فيمن قبلنا; فسيكون فينا، ويشهد لذلك ما جاء في "البخاري" من حديث أنسرضي الله عنهأنه قال: سمعت النبي ﷺ يقول: " لا يأتي عليكم زمان إلا وما بعده أشر منه، حتى تلقوا ربكم "٢٣ ومن تتبع أحوال هذه الأمة وجد الأمر كذلك، لكن يجب أن نعرف الفرق بين الجملة والأفراد; فحديث أنسرضي الله عنهحديث صحيح سندا ومتنا; فالمتن ليس فيه شذوذ، والسند في "البخاري"، والمراد به من حيث الجملة، ولذلك يوجد في أتباع التابعين من هو خير من كثير من التابعين; فلا تيأسوا، فتقولوا: إذا لا يمكن أن يوجد في زماننا هذا مثل من سبق; لأننا نقول: إن مثل هذا الحديث يراد به الجملة، وإذا شئتم أن يتضح الأمر; فانظروا إلى جنس الرجال وجنس النساء; أيهما خير؟
_________
١ سورة الحديد آية: ١٦.
٢ البخاري الفتن (٧٠٦٨)، والترمذي الفتن (٢٢٠٦)،وأحمد (٣/١٣٢،٣/١٧٧،٣/١٧٩) .
٣ في (كتاب الفتن، باب لا يأتي زمان إلا الذي بعده شر منه، ٤/٣١٥) .

.......................................................................

_________
الجواب: جنس الرجال خير، قال تعالى: ﴿وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ﴾ ١ لكن يوجد في النساء من هي خير من كثير من الرجال; فيجب أن نعرف الفرق بين الجملة والأفراد.
فإذا نظرنا إلى مجموع القرن كله نجد أن ما بعد القرن شر منه، لا باعتبار الأفراد ولا باعتبار مكان دون مكان; فقد تكون أمة في بعض الجهات يرتفع الناس فيها من حسن إلى أحسن، كما لو نشأ فيها علماء نفع الله بهم; فإنهم يكونون أحسن ممن سبقهم.
أما الصحابة; فلا أحد يساويهم في فضل الصحبة، حتى أفرادهم لا يمكن لأحد من التابعين أن يساويهم فيها مهما بلغ من الفضل; لأنه لم يدرك الصحبة.
مسألة: ما هي الحكمة من ابتلاء الأمة بهذا الأمر: "لتتبعن سنن ... " إلخ، وأن يكون فيها من كل مسيء من سبقها؟
الجواب: الحكمة ليتبين بذلك كمال الدين; فإن الدين يعارض كل هذه الأخلاق، فإذا كان يعارضها دل هذا على أن كل نقص في الأمم السابقة، فإن هذه الشريعة جاءت بتكميله; لأن الأشياء لا تتبين إلا بضدها; كما قيل: وبضدها تتبين الأشياء.
(تنبيه):
قوله: " حذو القذة بالقذة "٢ لم أجده في مظانه في "الصحيحين"; فليحرر.
_________
١ سورة البقرة آية: ٢٢٨.
٢ جملة: "حذو القذة بالقذة" ليست في "الصحيحين"، وهي في "المسند" (٤/١٢٥) من حديث شداد بن أوس بلفظ: "ليحملن شرار هذه الأمة على سنن الذين خلوا من قبلكم أهل الكتاب حذو القذة بالقذة". الناشر.

ولمسلم١ عن ثوبان ﵁ ; أن رسول الله ﷺ قال: " إن الله زوى لي الأرض، فرأيت مشارقها ومغاربها،...........................

_________
قوله: " زوى لي ": بمعنى جمع وضم; أي; جمع له الأرض وضمها.
قوله: "فرأيت": أي: بعيني; فهي رؤية عينية، ويحتمل أن تكون رؤية منامية.
قوله: " مشارقها ومغاربها ": وهذا ليس على الله بعزيز; لأنه على كل شيء قدير، فمن قدرته أن يجمع الأرض حتى يشاهد النبي ﷺ ما سيبلغ ملك أمته منها.
وهل المراد بالزوي هنا أن الأرض جمعت، أو أن الرسول ﷺ قوي نظره حتى رأى البعيد؟ الأقرب إلى ظاهر اللفظ: أن الأرض جمعت، لا أن بصره قوي حتى رأى البعيد.
وقال بعض العلماء: المراد قوة بصر النبي ﷺ أي أن الله أعطاه قوة بصر حتى أبصر مشارق الأرض ومغاربها، لكن الأقرب الأول، ونحن إذا أردنا تقريب هذا الأمر نجد أن صورة الكرة الأرضية الآن مجموعة يشاهد الإنسان فيها مشارق الأرض ومغاربها; فالله على كل شيء قدير; فهو قادر على أن يجمع له ﷺ الأرض حتى تكون صغيرة فيدركها من مشارقها إلى مغاربها.
اعتراض وجوابه:
فإن قيل: هذا إن حمل على الواقع; فليس بموافق للواقع، لأنه لو
_________
١ في (كتاب الفتن، باب هلاك هذه الأمة بعضهم ببعض، ٤/٢٢١٥) .

وإن أمتي سيبلغ ملكها ما زوي لي منها، وأعطيت الكنزين: الأحمر والأبيض،

_________
حصرت الأرض بحيث يدركها بصر النبي ﷺ المجرد; فأين يذهب الناس والبحار والجبال والصحاري؟
الجواب: بأن هذا من الأمور الغيبية التي لا يجوز أن تورد عليها كيف ولم، بل نقول: إن الله على كل شيء قدير; إذ قوة الله - سبحانه - أعظم من قوتنا وأعظم من أن نحيط بها، ولهذا أخبر النبي ﷺ أن الشيطان يجري من ابن آدم مجرى الدم١ فلا يجوز أن نقول: كيف يجري مجرى الدم؟ فالله أعلم بذلك.
وهذه المسائل التي لا ندركها يجب التسليم المحض لها، ولهذا نقول في باب الأسماء والصفات: تجرى على ظاهرها مع التنزيه عن التكييف والتمثيل، وهذا ما اتفق عليه أهل السنة والجماعة.
وقوله: " فرأيت مشارقها ومغاربها ": أي: أماكن الشرق والغرب منها.
قوله: " وإن أمتي سيبلغ ملكها ما زوي لي منها ": والمراد: أمة الإجابة التي آمنت بالرسول ﷺ سيبلغ ملكها ما زوي للرسول ﷺ منها، وهذا هو الواقع; فإن ملك هذه الأمة اتسع من المشرق ومن المغرب اتساعا بالغا، لكنه من الشمال والجنوب أقل بكثير، والأمة الإسلامية وصلت من المشرق إلى السند والهند وما وراء ذلك، ومن المغرب إلى ما وراء المحيط، وهذا يحقق ما رآه النبي ﷺ
قوله: " وأعطيت الكنزين: الأحمر والأبيض ": الذي أعطاه هو الله.
_________
١ من حديث صفية، رواه: البخاري (كتاب الاعتكاف، باب زيارة المرأة زوجها في اعتكافه، ٢/٢٦٨)، ومسلم (كتاب السلام، باب يستحب لمن رؤي خاليا بامرأة ...، رقم ٢١٧٥) .

وإني سألت ربي لأمتي أن لا يهلكها بسنة بعامة، وأن لا يسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم، فيستبيح بيضتهم ... ".

_________
والكنزان: هما الذهب والفضة كنوز كسرى وقيصر; فالذهب عند قيصر، والفضة عند كسرى، وكل منهما عنده ذهب وفضة، لكن الأغلب على كنوز قيصر الذهب، وعلى كنوز كسرى الفضة.
وقوله: "أعطيت": هل النبي ﷺ أعطيها في حياته، أم بعد موته؟ الجواب: بعد موته أعطيت أمته ذلك، لكن ما أعطيت أمته; فهو كالمعطى له; لأن امتداد ملك الأمة لا لأنها أمة عربية كما يقوله الجهال، بل لأنها أمة إسلامية أخذت بما كان عليه الرسول ﷺ
قوله: " وإني سألت ربي لأمتي أن لا يهلكها بسنة بعامة ": هكذا في الأصل: "بعامة"، والمعنى بمهلكة عامة، وفي رواية في بعض النسخ: "بسنة عامة".
السنة: الجدب والقحط، وهو يهلك ويدمر، قال ﷺ " اللهم اجعلها عليهم سنين كسني يوسف "١.
وقال تعالى: ﴿وَلَقَدْ أَخَذْنَا آلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِينَ﴾ ٢ ويحتمل أن يكون المعنى بعام واحد; فتكون الباء للظرفية. وعامة; أي: عموما تعمهم، هذه دعوة.
قوله: " وأن لا يسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم فيستبيح بيضتهم ": أي: لا يسلط عليهم عدوا، والعدو: ضد الولي، وهو: المعادي المبغض الحاقد، وأعداء المسلمين هنا: هم الكفار، ولهذا قال: "من سوى أنفسهم". ومعنى: "يستبيح": يستحل، والبيضة: ما يجعل على الرأس وقاية من السهام. والمراد: يظهر عليهم ويغلبهم.
_________
١ البخاري: الجمعة (١٠٠٦)، ومسلم: المساجد ومواضع الصلاة (٦٧٥)، والنسائي: التطبيق (١٠٧٤)، وأبو داود: الصلاة (١٤٤٢)، وابن ماجه: إقامة الصلاة والسنة فيها (١٢٤٤)، وأحمد (٢/٢٣٩،٢/٢٥٥،٢/٤١٨،٢/٤٧٠،٢/٥٠٢،٢/٥٢١)، والدارمي: الصلاة (١٥٩٥) .
٢ سورة الأعراف آية: ١٣٠.

" وإن ربي قال: يا محمد! إني إذا قضيت قضاء; فإنه لا يرد،..........

_________
قوله: "إذا قضيت قضاء فإنه لا يرد ": اعلم أن قضاء الله نوعان.
١- قضاء شرعي قد يرد; فقد يريده الله ولا يقبلونه.
٢- قضاء كوني لا يرد، ولا بد أن ينفذ.
وكلا القضاءين قضاء بالحق، وقد جمعهما قوله تعالى: ﴿وَاللَّهُ يَقْضِي بِالْحَقِّ﴾ ١.
ومثال القضاء الشرعي: قوله تعالى: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ﴾ ٢ ; لأنه لو كان كونيا; لكان كل الناس لا يعبدون إلا الله. ومثال القضاء الكوني: قوله تعالى: ﴿وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرائيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيرًا﴾ ٣ ; لأن الله تعالى لا يقضي شرعا بالفساد، لكنه يقضي به كونا وإن كان يكرهه سبحانه; فإن الله لا يحب الفساد ولا المفسدين، لكنه يقضي بذلك لحكمة بالغة، كما قسم خلقه إلى مؤمن وكافر; لما يترتب على ذلك من المصالح العظيمة.
والمراد بالقضاء في هذا الحديث: القضاء الكوني; فلا أحد يستطيع رده مهما كان من الكفر والفسوق; فقضاء الله نافذ على أكبر الناس عتوا واستكبارا، فقد نفذ على فرعون وأغرق بالماء الذي كان يفتخر به، وعلى طواغيت بني آدم فأهلكهم الله ودمرهم.
وفي قوله: " إذا قضيت قضاء; فإنه لا يرد " من كمال سلطان الله وقدرته وربوبيته ما هو ظاهر; لأنه ما من ملك سوى الله إلا يمكن أن يرد ما قضى به. أما قضاء الله فلا يمكن رده.
واعلم أن قضاء الله الكوني (كمشيئته) لا يكون إلا لحكمة (كقضائه الشرعي) فهو لا يقضي قضاء إلا والحكمة تقتضيه، كما لا يشاء شيئا إلا
_________
١ سورة غافر آية: ٢٠.
٢ سورة الإسراء آية: ٢٣.
٣ سورة الإسراء آية: ٤.

......................................................................

_________
والحكمة تقتضيه، ويدل عليه قوله تعالى: ﴿وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ١ ; فيتبين أنه لا يشاء شيئا إلا عن علم وحكمة، وليس لمجرد المشيئة.
خلافا لمن أنكر حكمة الله من الجهمية وغيرهم، فقالوا: إنه لا يفعل الأشياء إلا لمجرد المشيئة، فجعلوا على زعمهم المخلوقين أكمل تصرفا من الله; لأن كل عاقل من المخلوقين لا يتصرف إلا لحكمة، ولهذا كان الذي يتصرف بسفه يحجر عليه، قال تعالى: ﴿وَلا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا﴾ ٢.
فنحن نقول: إن الله - جل وعلا - لا يفعل شيئا ولا يحكم بشيء إلا لحكمة، ولكن هل يلزم من الحكمة أن نحيط بها علما؟ الجواب: لا يلزم، لأننا أقصر من أن نحيط علما بحكم الله كلها، صحيح أن بعض الأشياء نعرف حكمتها، لكن بعض الأشياء تعجز العقول عن إدراكها.
والمقصود من قوله: " إذا قضيت قضاء; فإنه لا يرد " بيان أن من الأشياء التي سألها النبي ﷺ ما لم يعطها; لأن الله قضى بعلمه وحكمته ذلك، ولا يمكن أن يرد ما قضاه الله عزوجل والقضاء قد يتوقف على الدعاء، بل إن كل القضاء أو أكثر القضاء له أسباب; إما معلومة أو مجهولة فدخول الجنة لا يمكن إلا بسبب يترتب دخول الجنة عليه، وهو الإيمان والعمل الصالح.
كذلك حصول المطلوب، قد يكون الله عزوجل منعه حتى نسأل، لكن من الأشياء ما لا تقتضي الحكمة وجوده، وحينئذ يجازى الداعي بما هو أكمل، أو يؤخر له ويدخر له عند الله عزوجل أو
_________
١ سورة الإنسان آية: ٣٠.
٢ سورة النساء آية: ٥.

وإني أعطيتك لأمتك أن لا أهلكهم بسنة بعامة، وأن لا أسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم فيستبيح بيضتهم، ولو اجتمع عليهم من بأقطارها، حتى يكون بعضهم يهلك بعضا، ويسبي بعضهم بعضا "١.

_________
يصرف عنه من السوء ما هو أعظم، والدعاء إذا تمت فيه شروط القبول ولم يجب; فإننا نجزم بأنه ادخر له.
قوله: " وإني أعطيتك لأمتك أن لا أهلكهم بسنة بعامة "٢ هذه واحدة.
والثانية: قوله: " أن لا أسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم، فيستبيح بيضتهم، ولو اجتمع عليهم من بأقطارها حتى يكون بعضهم يهلك بعضا ويسبي بعضهم بعضا "٣ وهذه الإجابة قيدت بقوله: " حتى يكون بعضهم يهلك بعضا ويسبي بعضهم بعضا " إذا وقع ذلك منهم; فقد يسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم، فيستبيح بيضتهم; فكأن إجابة الله لرسوله ﷺ في الجملة الأولى بدون استثناء، وفي الجملة الثانية باستثناء "حتى يكون بعضهم ... ". وهذه هي الحكمة من تقديم قوله: "إذا قضيت قضاء; فإنه لا يرد "، فصارت إجابة الله لرسوله ﷺ مقيدة.
ومن نعمة الله أن هذه الأمة لن تهلك بسنة بعامة أبدا; فكل من يدين بدين الرسول ﷺ فإنه لن يهلك، وإن هلك قوم في جهة بسنة; فإنه لا يهلك الآخرون. فإذا صار بعضهم يقتل بعضا ويسبي بعضهم بعضا; فإنه يسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم، وهذا هو الواقع; فالأمة الإسلامية حين كانت أمة واحدة عونا في الحق ضد الباطل كانت أمة مهيبة، ولما تفرقت وصار بعضهم يهلك بعضا ويسبي بعضهم بعضا; سلط الله عليهم
_________
١ مسلم: الفتن وأشراط الساعة (٢٨٨٩)، والترمذي: الفتن (٢١٧٦)، وأبو داود: الفتن والملاحم (٤٢٥٢)، وابن ماجه: الفتن (٣٩٥٢) .
٢ مسلم: الفتن وأشراط الساعة (٢٨٨٩)، والترمذي: الفتن (٢١٧٦)، وأبو داود: الفتن والملاحم (٤٢٥٢)، وأحمد (٥/٢٨٤) .
٣ مسلم: الفتن وأشراط الساعة (٢٨٨٩)، والترمذي: الفتن (٢١٧٦)، وأبو داود: الفتن والملاحم (٤٢٥٢) .

ورواه البرقاني في "صحيحه"، وزاد: " وإنما أخاف على أمتي الأئمة المضلين،................................................................

_________
عدوا من سوى أنفسهم، وأعظم من سلط عليهم فيما أعلم التتار، فقد سلطوا على المسلمين تسليطا لا نظير له; فيقال: إنهم قتلوا في بغداد وحدها أكثر من خمسمائة عالم في يوم واحد، وهذا شيء عظيم، وقتلوا الخليفة، وجعلوا الكتب الإسلامية جسرا على نهر دجلة يطؤونها بأقدامهم ويفسدونها، وكانوا يأتون إلى الحوامل ويبقرون بطونهن ويخرجون أولادهن يتحركون أمامهم فيقتلونهم، وهي حية تشاهد ثم تموت.
قال ابن الأثير في "الكامل": "لقد بقيت عدة سنين معرضا عن ذكر هذه الحادثة استعظاما لها كارها لذكرها فأنا أقدم رجلا وأؤخر أخرى، فمن الذي يسهل عليه نعي الإسلام والمسلمين؟! ومن الذي يهون عليه ذكر ذلك؟! فيا ليت أمي لم تلدني! ويا ليتني مت قبل هذا وكنت نسيا منسيا! إلا أني حثني جماعة من الأصدقاء على تسطيرها وأنا متوقف، ثم رأيت أن ذلك لا يجدي ... "، وذكر كلاما طويلا ووقائع مفجعة، ومن أراد مزيدا من ذلك; فليرجع إلى حوادث سنة ٦١٧ هـ من الكتاب المذكور.
وفي الحديث دليل على تحريم القتال بين المسلمين، وإهلاك بعضهم بعضا، وسبي بعضهم بعضا، وأنه يجب أن يكونوا أمة واحدة حتى تبقى هيبتهم بين الناس وتخشاهم الأمم.
قوله: " إنما أخاف على أمتي الأئمة المضلين ": بين الرسول ﷺ أنه لا يخاف على الأمة إلا الأئمة المضلين والأئمة: جمع إمام، والإمام قد يكون إماما في الخير أو الشر، قال تعالى في أئمة الخير: ﴿وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآياتِنَا يُوقِنُونَ﴾ ١.
_________
١ سورة السجدة آية: ٢٤.

وإذا وقع عليهم السيف; لم يرفع إلى يوم القيامة، ولا تقوم الساعة حتى يلحق حي من أمتي بالمشركين............................................

_________
وقال تعالى عن آل فرعون أئمة:﴾ ﴿وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ لا يُنْصَرُونَ﴾ ١.
والذي في حديث الباب: "الأئمة المضلين"، أئمة الشر، وصدق النبي ﷺ إن أعظم ما يخاف على الأمة الأئمة المضلون; كرؤساء الجهمية والمعتزلة وغيرهم الذين تفرقت الأمة بسببهم. والمراد بقوله: "الأئمة المضلين": الذين يقودون الناس باسم الشرع، والذين يأخذون الناس بالقهر والسلطان; فيشمل الحكام الفاسدين، والعلماء المضلين، الذين يدعون أن ما هم عليه شرع الله، وهم أشد الناس عداوة له.
قال الإمام أحمد ﵀: لو كان لي دعوة مستجابة; لصرفتها للسلطان; فإن بصلاحه صلاح الأمة.
قوله: "وإذا وقع عليهم السيف ... " إلخ: هذا من آيات النبي ﷺ وهذا حق واقع; فإنه لما وقع السيف في هذه الأمة لم يرفع، فما زال بينهم القتال منذ قتل الخليفة الثالث عثمانرضي الله عنهوصارت الأمة يقتل بعضهم بعضا ويسبي بعضها بعضا.
قوله: " ولا تقوم الساعة حتى يلحق حي من أمتي بالمشركين ": الحي: بمعنى القبيلة. وهل المراد باللحوق هنا اللحوق البدني، بمعنى أنه يذهب هذا الحي إلى المشركين ويدخلون فيهم، أو اللحوق الحكمي، بمعنى أن يعملوا بعمل المشركين، أو الأمران معا؟ الظاهر أن المراد جميع ذلك.
وأما الحي; فالظاهر أن المراد به الجنس، وليس واحد الأحياء،
_________
١ سورة القصص آية: ٤١.

وحتى تعبد فئام من أمتي الأوثان، وإنه سيكون في أمتي كذابون ثلاثون، كلهم يزعم أنه نبي، وأنا خاتم النبيين،....................................

_________
وإن قيل: إن المراد واحد الأحياء; فلا بد أن يكون لهذا الحي أثره وقيمته في الأمة الإسلامية، بحيث يتبين ويظهر، وربما يكون لهذا الحي إمام يزيغ - والعياذ بالله - ويفسد; فيتبعه كل الحي، ويتبين ويظهر أمره.
قوله: " وحتى تعبد فئام من أمتي الأوثان ": الفئام; أي: الجماعات، وهذا وقع; ففي كل جهة من جهات المسلمين من يعبدون القبور ويعظمون أصحابها ويسألونهم الحاجات والرغبات ويلتجئون إليهم، وفئام; أي: ليسوا أحياء; فقد يكون بعضهم من قبيلة، والبعض الآخر من قبيلة; فيجتمعون.
قوله: "وإنه سيكون في أمتي كذابون ثلاثون ": حصرهم النبي ﷺ بعدد، وكلهم يزعم أنه نبي أوحي إليه، وهم كذابون; لأن النبي ﷺ خاتم النبيين ولا نبي بعده، فمن زعم أنه نبي بعد الرسول ﷺ فهو كاذب كافر حلال الدم والمال، ومن صدقه في ذلك; فهو كافر حلال الدم والمال، وليس من المسلمين ولا من أمة محمد ﷺ ومن زعم أنه أفضل من محمد، وأنه يتلقى من الله مباشرة ومحمد ﷺ يتلقى منه بواسطة الملك; فهو كاذب كافر حلال الدم والمال.
وقوله: " كذابون ثلاثون " هل ظهروا أم لا؟ الجواب: ظهر بعضهم، وبعضهم ينتظر; لأن النبي ﷺ لم يحصرهم في زمن معين، وما دامت الساعة لم تقم; فهم ينتظرون.
قوله: "كلهم يزعم ": أي: يدعي.
قوله: " وأنا خاتم النبيين " أي: آخرهم، وأكد ذلك بقوله: "لا نبي

لا نبي بعدي، ولا تزال طائفة من أمتي على الحق منصورة، لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم

_________
بعدي "، فإن قيل: ما الجواب عما ثبت في نزول عيسى بن مريم في آخر الزمان، مع أنه نبي ويضع الجزية ولا يقبل إلا الإسلام; فالجواب: إن نبوته سابقة لنبوة محمد ﷺ وأما كونه يضع الجزية ولا يقبل إلا الإسلام; فليس تشريعا جديدا ينسخ قبول الجزية، بل هو تشريع من محمد ﷺ لأنه أخبر به مقررا له.
قوله: " ولا تزال طائفة من أمتي على الحق منصورة ": المعنى: أنهم يبقون إلى آخر وجودهم منصورين. هذا من نعمة الله، فلما ذكر أن حيا من الأحياء يلتحقون بالمشركين، وأن فئاما يعبدون الأصنام، وأن أناسا يدعون النبوة; فيكون هنا الإخلال بالشهادتين: شهادة أن لا إله إلا الله بالشرك، وأن محمدا رسول الله بادعاء النبوة، وذلك أصل التوحيد، بل أصل الإسلام شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله. فلما بين ذلك لم يجعل الناس ييأسون، فقال: " لا تزال طائفة من أمتي على الحق منصورة ". والطائفة: الجماعة.
وقوله: " على الحق ": جار ومجرور خبر تزال.
قوله: "منصورة": خبر ثان، ويجوز أن يكون حالا، والمعنى: لا تزال على الحق، وهي كذلك أيضا منصورة.
قوله: "لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم ": خذلهم; أي: لم ينصرهم ويوافقهم على ما ذهبوا إليه، وفي هذا دليل على أنه سيوجد من يخذلهم، لكنه لا يضرهم; لأن الأمور بيد الله، وقد قال ﷺ " واعلم أن الأمة لو اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله

حتى يأتي أمر الله ﵎ "١، ٢

_________
عليك "٣، وكذلك لا يضرهم من خالفهم; لأنهم منصورون بنصر الله; فالله عزوجل إذا نصر أحدا فلن يستطيع أحد أن يذله.
قوله: "حتى يأتي أمر الله": أي: الكوني، وذلك عند قيام الساعة عندما يأتي أمره ﷾ بأن تقبض نفس كل مؤمن، حتى لا يبقى إلا شرار الخلق; فعليهم تقوم الساعة.
الشاهد من هذا الحديث: قوله في رواية البرقاني: "حتى يلحق حي من أمتي بالمشركين ويعبد فئام من أمتي الأوثان ".
وقوله: "لا تزال طائفة من أمتي على الحق منصورة " هذه لم يحدد مكانها; فتشمل جميع بقاع الأرض في الحرمين والعراق وغيرهما. فالمهم أن هذه الطائفة مهما نأت بهم الديار; فهي طائفة واحدة منصورة على الحق لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله.
مسألة: قال بعض السلف: إن الطائفة المنصورة هم أهل الحديث; فما مدى صحة هذا القول؟
الجواب: هذا ليس بصحيح على إطلاقه، بل لا بد من التفصيل، فإن أريد بذلك أهل الحديث المصطلح عليه، الذين يأخذون الحديث
_________
١ أبو داود: الفتن والملاحم (٤٢٥٢)، وابن ماجه: الفتن (٣٩٥٢) .
٢ هذه الزيادة رواها: أبو داود في (كتاب الفتن، باب ذكر الفتن، ٤/٤٥٢) -وسكت عنها-، وابن ماجه (كتاب الفتن، باب ما يكون من الفتن، رقم ٣٩٥٢)، والحاكم في "المستدرك" (٤/٤٤٩) -وصححه على شرط الشيخين-، وأبو نعيم في "الحلية" (٢/٢٨٩)، وفي "الدلائل" (ص ٤٦٩)، وأحمد في "المسند" (٥/٢٧٨، ٢٨٤) . وفي "النهج السديد" (ص ١٢٩): "صحيح على شرط مسلم".
٣من حديث ابن عباس، رواه: الترمذي (صفة القيامة، باب "ولكن يا حنظلة ساعة وساعة"، ٧/٢٠٣) - وقال: "حسن صحيح"-، وأحمد في "المسند" (١/٢٩٣، ٣٠٧)، وعبد بن حميد في "المنتخب" (رقم ٦٣٥) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية النساء.

_________
رواية ودراية وأخرج منهم الفقهاء وعلماء التفسير وما أشبه ذلك; فهذا ليس بصحيح; لأن علماء التفسير والفقهاء الذين يتحرون البناء على الدليل هم في الحقيقة من أهل الحديث، ولا يختص بأهل الحديث صناعة; لأن العلوم الشرعية: تفسير، وحديث، وفقه ... إلخ.
فالمقصود: إن كل من تحاكم إلى الكتاب والسنة; فهو من أهل الحديث بالمعنى العام. وأهل الحديث هم: كل من يتحرى العمل بسنة رسول الله ﷺ فيشمل الفقهاء الذين يتحرون العمل بالسنة، وإن لم يكونوا من أهل الحديث اصطلاحا. فشيخ الإسلام ابن تيمية مثلا لا يعتبر اصطلاحا من المحدثين، ومع ذلك; فهو رافع لراية الحديث. والإمام أحمد ﵀ تنازعه طائفتان: أهل الفقه قالوا: إنه فقيه، وأهل الحديث قالوا: إنه محدث. وهو إمام في الفقه والحديث والتفسير، ولا شك أن أقرب الناس تمسكا بالحديث هم الذين يعتنون به. ويخشى من التعبير بأن الطائفة المنصورة هم أهل الحديث أن يظن أنهم أهل الحديث الذين يعتنون به اصطلاحا، فيخرج غيرهم. فإذا قيل: أهل الحديث بالمعنى الأعم الذين يأخذون بالحديث، سواء انتسبوا إليه اصطلاحا واعتنوا به أو لم يعتنوا، لكنهم أخذوا به; فحينئذ يكون صحيحا.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية النساء: وهي قوله تعالى: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ﴾ ١ وقد سبق ذلك.
_________
١ سورة النساء آية: ٥١.

الثانية: تفسير آية المائدة.

الثالثة: تفسير آية الكهف.

الرابعة: وهي أهمها: ما معنى الإيمان بالجبت والطاغوت؟ هل هو اعتقاد قلب؟ أو موافقة أصحابها مع بغضها ومعرفة بطلانها؟

الخامسة: قولهم: إن الكفار الذين يعرفون كفرهم أهدى سبيلا من المؤمنين.

_________
الثانية: تفسير آية المائدة: وهي قوله تعالى: ﴿قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ﴾ ١ وقد سبق تفسيرها. والشاهد منها هنا قوله: "وعبد الطاغوت".
الثالثة: تفسير آية الكهف: يعني: قوله تعالى: ﴿قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا﴾ ٢ وقد سبق بيان معناها.
الرابعة: - وهي أهمها -: ما معنى الإيمان بالجبت والطاغوت؟ هل هو اعتقاد القلب، أو موافقة أصحابها مع بغضها ومعرفة بطلانها؟ أما إيمان القلب واعتقاده; فهذا لا شك في دخوله في الآية. وأما موافقة أصحابها في العمل مع بغضها ومعرفة بطلانها; فهذا يحتاج إلى تفصيل، فإن كان وافق أصحابه بناء على أنها صحيحة; فهذا كفر، وإن كان وافق أصحابها ولا يعتقد أنها صحيحة; فإنه لا يكفر، لكنه لا شك على خطر عظيم يخشى أن يؤدي به الحال إلى الكفر والعياذ بالله.
الخامسة: قولهم: إن الكفار الذين يعرفون كفرهم أهدى سبيلا من المؤمنين: يعني: أنّ هذا القول كفر وردة; لأن من زعم أن الكفار
_________
١ سورة المائدة آية: ٦٠.
٢ سورة الكهف آية: ٢١.

السادسة: وهي المقصود بالترجمة: أن هذا لا بد أن يوجد في هذه الأمة كما تقرر في حديث أبي سعيد.

السابعة: تصريحه بوقوعها - أعني: عبادة الأوثان -.

الثامنة: العجب العجاب: خروج من يدعي النبوة مثل المختار، مع تكلمه بالشهادتين، وتصريحه بأنه من هذه الأمة، وأن الرسول حق، وأن القرآن حق، وفيه أن محمدا خاتم النبيين، ومع هذا يصدق في هذا كله، مع التضاد الواضح، وقد خرج المختار في آخر عهد الصحابة، وتبعه فئام كثيرة.

_________
الذين يعرف كفرهم أهدى سبيلا من المؤمنين; فإنه كافر لتقديمه الكفر على الإيمان.
السادسة: - وهي المقصودة بالترجمة -: أن هذا لا بد أن يوجد في هذه الأمة كما تقرر في حديث أبي سعيد.
السابعة: تصريحه بوقوعها; أعني: عبادة الأوثان: والترجمة التي أشار إليها ﵀ هي قوله: "باب ما جاء أن بعض هذه الأمة يعبد الأوثان"، وحديث أبي سعيد هو قوله ﷺ " لتتبعن سنن من كان قبلكم حذو القذة بالقذة، حتى لو دخلوا جحر ضب لدخلتموه قالوا: يا رسول الله! اليهود والنصارى؟ قال: فمن؟ "١ أخرجاه. وهذا يتضمن التحذير من أن تقع هذه الأمة في مثل ما وقع فيه من سبقها.
الثامنة: العجب العجاب: خروج من يدعي النبوة، مثل المختار مع تكلمه بالشهادتين، وتصريحه بأنه من هذه الأمة، وأن الرسول حق، وأن القرآن حق، وفيه أن محمدا خاتم النبيين، ومع هذا يصدق في هذا كله، مع التضاد الواضح، وقد خرج المختار في آخر عهد الصحابة، وتبعه.
_________
١ البخاري: أحاديث الأنبياء (٣٤٥٦)، ومسلم: العلم (٢٦٦٩)، وأحمد (٣/٨٤،٣/٨٩،٣/٩٤) .

التاسعة: البشارة بأن الحق لا يزول بالكلية كما زال فيما مضى، بل لا تزال عليه طائفة.

العاشرة: الآية العظمى: أنهم مع قلتهم لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم.

الحادية عشرة: أن ذلك الشرط إلى قيام الساعة.

_________
فئام كثيرة: والمختار هو ابن أبي عبيد الثقفي، خرج وغلب على الكوفة في أول خلافة ابن الزبيررضي الله عنهوأظهر محبة آل البيت، ودعا الناس إلى الثأر من قتلة الحسين; فتتبعهم، وقتل كثيرا ممن باشر ذلك أو أعان عليه، فانخدع به العامة، ثم ادعى النبوة وزعم أن جبريل يأتيه. ولا شك أن هذه المسألة من العجب العجاب أن يدعي النبوة وهو يؤمن أن القرآن حق، وفي القرآن أن محمدا ﷺ خاتم النبيين; فكيف يكون صادقا، وكيف يصدق مع هذا التناقض؟! ولكن من لم يجعل الله له نورا فما له من نور.
التاسعة: البشارة بأن الحق لا يزول بالكلية كما زال فيما مضى، بل لا تزال عليه طائفة: يعني: من هذه الأمة منصورة إلى يوم القيامة. يؤخذ هذا من آخر الحديث: " لا تزال طائفة من أمتي على الحق منصورة، لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله ﵎ "١.
العاشرة: الآية العظمى أنهم مع قلتهم لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم: وهذه آية عظمى: أن الكثرة الكاثرة من بني آدم على خلاف ذلك، ومع ذلك لا يضرونهم، ﴿كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ﴾ ٢.
الحادية عشرة: أن ذلك الشرط إلى قيام الساعة: وقد سبق.
_________
١ مسلم: الإمارة (١٩٢٠)، والترمذي: الفتن (٢٢٢٩)، وابن ماجه: المقدمة (١٠)، وأحمد (٥/٢٧٩) .
٢ سورة البقرة آية: ٢٤٩.

الثانية عشرة: ما فيه من الآيات العظيمة: منها إخباره بأن الله زوى له المشارق والمغارب وأخبر بمعنى ذلك فوقع كما أخبر; بخلاف الجنوب والشمال. وإخباره بأنه أعطي الكنزين. وإخباره بإجابة دعوته لأمته في الاثنتين. وإخباره بأنه منع الثالثة: وإخباره بوقوع السيف، وأنه لا يرفع إذا وقع. وإخباره بإهلاك بعضهم بعضا، وسبي بعضهم بعضا. وخوفه على أمته من الأئمة المضلين. وإخباره بظهور المتنبئين في هذه الأمة. وإخباره ببقاء الطائفة المنصورة. وكل هذا وقع كما أخبر، مع أن كل واحدة منها أبعد ما يكون في العقول.

_________
الثانية عشرة: ما فيه من الآيات العظيمة: أي: ما في هذا الحديث من الآيات العظيمة، والآيات: جمع آية، وهي العلامة، والآيات التي يؤيد الله بها رسله عليهم الصلاة والسلام هي العلامات الدالة على صدقهم.
فمما في هذا الحديث: إخباره بأن الله ﷾ زوى له المشارق والمغارب، وأخبر بمعنى ذلك; فوقع كما أخبر بخلاف الجنوب والشمال، فإن رسالة النبي ﷺ امتدت نحو الشرق والغرب أكثر من امتدادها نحو الجنوب والشمال، وهذا من علم الغيب الذي أطلع الله رسوله ﷺ عليه. ومنها: إخباره أنه ﷺ أعطي الكنزين، وهما كنزا كسرى وقيصر.
ومنها: إخباره بإجابة دعوته لأمته في الاثنتين، وهما ألا يهلكها بسنة بعامة، وألا يسلط عليهم عدوا من سوى أنفسهم فيستبيح بيضتهم حتى يكون بعضهم يهلك بعضا ... إلخ، ومنع الثالثة، وهي ألا يجعل بأس

.......................................................................

_________
هذه الأمة بينها; فإن هذا سوف يكون كما صرح به حديث عامر بن سعد عن أبيه: " إن النبي ﷺ أقبل ذات يوم من العالية، حتى إذا مر بمسجد بني معاوية; دخل، فركع فيه ركعتين وصلينا معه، ودعا دعاء طويلا، وانصرف إلينا; فقال: سألت ربي ثلاثا فأعطاني اثنتين ومنعني واحدة: سألت ربي ألا يهلك أمتي بالسنة; فأعطانيها، وسألته ألا يهلك أمتي بالغرق; فأعطانيها، وسألته ألا يجعل بأسهم بينهم، فمنعنيها "١٢ أي: منعني إياها.
ومن الآيات التي تضمنها هذا الحديث: إخباره بوقوع السيف في أمته، وأنه إذا وقع; فإنه لا يرفع حتى تقوم الساعة، وقد كان الأمر كذلك; فإنه منذ سلت السيوف على المسلمين من بعضهم على بعض بقي هذا إلى يومنا هذا. ومنها: إخباره بإهلاك بعضهم بعضا وسبي بعضهم بعضا، هذا أيضا واقع. ومنها: خوفه على أمته من الأئمة المضلين، والأئمة: جمع إمام، والإمام: هو من يقتدى به; إما لعلمه، وإما لسلطته، وإما لعبادته. ومنها: إخباره بظهور المتنبئين في هذه الأمة، وأنهم ثلاثون، قال ابن حجر٣ "هذا الحصر بالثلاثين لا يعني انحصار المتنبئين بذلك; لأنهم أكثر من ذلك".
قلت: فيكون ذكر الثلاثين لبيان الحد الأدنى; أي أنهم لا ينقصون عن ذلك العدد، وإنما عدلنا عن ظاهر اللفظ للأمر الواقع، وهذا - والله أعلم - هو السر في ترك المؤلف ﵀ العدد في مسائل الباب مع أنه
_________
١ مسلم: الفتن وأشراط الساعة (٢٨٩٠)، وأحمد (١/١٧٥،١/١٨١) .
٢ أخرجه: مسلم في (الفتن وأشراط الساعة، باب هلاك هذه الأمة بعضهم بعضا، ٢٨٩٠) عن سعد ﵁.
(٢) "فتح الباري" (٦/٦١٧) .

الثالثة عشرة: حصر الخوف على أمته من الأئمة المضلين.

الرابعة عشرة: التنبيه على معنى عبادة الأوثان.

_________
صريح في الحديث. ومنها: إخباره ببقاء الطائفة المنصورة، وهذا كله وقع كما أخبر.
قال الشيخ ﵀: "مع أن كل واحدة منها أبعد ما يكون في العقول".
الثالثة عشرة: حصر الخوف على أمته من الأئمة المضلين: ووجه هذا الحصر أن الأئمة ثلاثة أقسام: أمراء وعلماء وعباد; فهم الذين يخشى من إضلالهم لأنهم متبوعون; فالأمراء لهم السلطة والتنفيذ، والعلماء لهم التوجيه والإرشاد، والعباد لهم تغرير الناس وخداعهم بأحوالهم; فهؤلاء يطاعون ويقتدى بهم، فيخاف على الأمة منهم; لأنهم إذا كانوا مضلين ضل بهم كثير من الناس، وإذا كانوا هادين اهتدى بهم كثير من الناس.
الرابعة عشرة: التنبيه على معنى عبادة الأوثان: يعني أن عبادة الأوثان لا تختص بالركوع والسجود لها، بل تشمل اتباع المضلين الذين يحلون ما حرم الله فيحله الناس، ويحرمون ما أحله الله فيحرمه الناس.

باب ما جاء في السحر

باب ما جاء في السحر

....................................................................

_________
السحر لغة: ما خفي ولطف سببه، ومنه سمي البحر لآخر الليل; لأن الأفعال التي تقع فيه تكون خفية، وكذلك سمي السحور; لما يؤكل في آخر الليل; لأنه يكون خفيا; فكل شيء خفي سببه يسمى سحرا.
وأما في الشرع; فإنه ينقسم إلى قسمين:
الأول: عقد ورقى; أي: قراءات وطلاسم يتوصل بها الساحر إلى استخدام الشياطين فيما يريد به ضرر المسحور، لكن قد قال الله تعالى: ﴿وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ﴾ ١.
الثاني: أدوية وعقاقير تؤثر على بدن المسحور وعقله وإرادته وميله; فتجده ينصرف ويميل، وهو ما يسمى عندهم بالصرف والعطف فيجعلون الإنسان ينعطف على زوجته أو امرأة أخرى، حتى يكون كالبهيمة تقوده كما تشاء، والصرف بالعكس من ذلك فيؤثر في بدن المسحور بإضعافه شيئا فشيئا حتى يهلك، وفي تصوره بأن يتخيل الأشياء على خلاف ما هي عليه وفي عقله; فربما يصل إلى الجنون والعياذ بالله.
فالسحر قسمان:
أ: شرك وهو الأول الذي يكون بواسطة الشياطين; يعبدهم ويتقرب إليهم ليسلطهم على المسحور.
ب: عدوان وفسق، وهو الثاني الذي يكون بواسطة الأدوية والعقاقير ونحوها.
_________
١ سورة البقرة آية: ١٠٢.

.......................................................................

_________
وبهذا التقسيم الذي ذكرناه نتوصل به إلى مسألة مهمة، وهي: هل يكفر الساحر أو لا يكفر؟ اختلف في هذا أهل العلم: فمنهم من قال: إنه يكفر ومنهم من قال: إنه لا يكفر.
ولكن التقسيم السابق الذي ذكرناه يتبين به حكم هذه المسألة، فمن كان سحره بواسطة الشياطين; فإنه يكفر لأنه لا يتأتى ذلك إلا بالشرك غالبا; لقوله تعالى: ﴿وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ﴾ ١ إلى قوله: ﴿وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ﴾ ٢ ومن كان سحره بالأدوية والعقاقير ونحوها; فلا يكفر، ولكن يعتبر عاصيا معتديا.
وأما قتل الساحر، فإن كان سحره كفرا; قتل قتل ردة، إلا أن يتوب على القول بقبول توبته، وهو الصحيح، وإن كان سحره دون الكفر; قتل قتل الصائل; أي: قتل لدفع أذاه وفساده في الأرض، وعلى هذا يرجع في قتله إلى اجتهاد الإمام، وظاهر النصوص التي ذكرها المؤلف أنه يقتل بكل حال; فالمهم أن السحر يؤثر بلا شك، لكنه لا يؤثر بقلب الأعيان إلى أعيان أخرى; لأنه لا يقدر على ذلك إلا الله عزوجل وإنما يخيل إلى المسحور أن هذا الشيء انقلب وهذا الشيء تحرك أو مشى وما أشبه ذلك، كما جرى لموسى ﵊ أمام سحرة آل فرعون، حيث كان يخيل إليه من سحرهم أنها تسعى.
_________
١ سورة البقرة آية: ١٠٢.
٢ سورة البقرة آية: ١٠٢.

وقول الله تعالى: ﴿وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ﴾ ١.

وقوله: ﴿يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ﴾ ٢.

_________
إذا قال قائل: ما وجه إدخال باب السحر في كتاب التوحيد؟ نقول: مناسبة الباب لكتاب التوحيد: لأن من أقسام السحر ما لا يتأتي غالبا إلا بالشرك; فالشياطين لا تخدم الإنسان غالبا إلا لمصلحة، ومعلوم أن مصلحة الشيطان أن يغوي بني آدم فيدخلهم في الشرك والمعاصي.
وقد ذكر المؤلف في الباب آيتين:
الآية الأولى: قوله تعالى: "ولقد علموا": ضمير الفاعل يعود على متعلمي السحر والجملة مؤكدة بالقسم المقدر واللام وقد. ومعنى "اشتراه" ; أي: تعلمه. قوله: ﴿مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ﴾ ٣ أي: ما له من نصيب، وكل من ليس له في الآخرة من خلاق; فمقتضاه أن عمله حابط باطل، لكن إما أن ينتفي النصيب انتفاء كليا فيكون العمل كفرا، أو ينتفي كمال النصيب فيكون فسقا.
الآية الثانية: قوله تعالى: "يؤمنون ": أي: اليهود. "بالجبت" ; أي: السحر كما فسرها عمر بن الخطاب. واليهود كانوا من أكثر الناس
_________
١ سورة البقرة آية: ١٠٢.
٢ سورة النساء آية: ٥١.
٣ سورة البقرة آية: ١٠٢.

قال عمر: " الجبت: السحر، والطاغوت: الشيطان "١.

_________
تعلما للسحر وممارسة له، ويدعون أن سليمان ﵇ علمهم إياه، وقد اعتدوا، فسحروا النبي ﷺ
قوله: "الطاغوت": أجمع ما قيل فيه: هو ما تجاوز به العبد حده; من معبود، أو متبوع، أو مطاع. ومعنى "من معبود"; أي: بعلمه ورضاه، هكذا قال ابن القيم ﵀، وقد سبق في أول الكتاب٢ التعليق على هذا القول عند قوله: ﴿وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ ٣.
الشاهد: قوله: "بالجبت"، حيث فسرها أمير المؤمنين عمررضي الله عنهبأنها السحر. وأما تفسيره الطاغوت بالشيطان; فإنه من باب التفسير بالمثال.
والسلف ﵏ يفسرون الآية أحيانا بمثال يحتذى عليه، مثل قوله تعالى: ﴿ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ﴾ ٤.
قال بعض المفسرين: الظالم لنفسه: الذي لا يصلي إلا بعد خروج الوقت، والمقتصد: الذي يصلي في آخر الوقت، والسابق بالخيرات: الذي يصلي في أول الوقت. وهذا مثال من الأمثلة، وليس ما تدل عليه الآية على وجه الشمول، ولهذا فسرها بعضهم بأن الظالم لنفسه الذي لا
_________
١ علقه البخاري بصيغة الجزم في (كتاب التفسير، باب إن كنتم مرضى أو على سفر، ووصله ابن جرير في "تفسيره" (٣/١٣، ٥/٨٣) . وقال ابن حجر في "الفتح" (٨/٢٥٢): "وصله عبد بن حميد في "تفسيره" ومسدد في "مسنده" وعبد الرحمن بن رستة في "كتاب الإيمان"; كلهم من طريق أبي إسحاق، عن حسان بن فائد، عن عمر مثله، وإسناده قوي ... ". ووصله أيضا ابن أبي حاتم وأبو القاسم البغوي; كما في "تفسير ابن كثير" (١/٣١١) .
٢سبق (ص ٢٨) .
٣ سورة النحل آية: ٣٦.
٤ سورة فاطر آية: ٣٢.

وقال جابر: " الطواغيت كهان كان ينزل عليهم الشيطان، في كل حي واحد "١.

_________
يخرج الزكاة، والمقتصد من يخرج الزكاة ولا يتصدق، والسابق بالخيرات من يخرج الزكاة ويتصدق.
فتفسير عمررضي الله عنهللطاغوت بالشيطان تفسير بالمثال; لأن الطاغوت أعم من الشيطان; فالأصنام تعتبر من الطواغيت; كما قال تعالى: ﴿وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ﴾ ٢ والعلماء والأمراء الذين يضلون الناس يعتبرون طواغيت; لأنهم طغوا وزادوا وفعلوا ما ليس لهم به حق.
قوله: " الطواغيت كهان كان ينزل عليهم الشيطان، في كل حي واحد " هذا أيضا من باب التفسير بالمثال، حيث إنه جعل من جملة الطواغيت الكهان. والكاهن; قيل: هو الذي يخبر عما في الضمير. وقيل: الذي يخبر عن المغيبات في المستقبل.
وكان هؤلاء الكهان تنزل عليهم الشياطين بما استرقوا من السمع من السماء، وكان كل حي من أحياء العرب لهم كاهن يستخدم الشياطين، فتسترق له السمع، فتأتي بخبر السماء إليه. وكانوا يتحاكمون إليهم في الجاهلية.
والطواغيت ليسوا محصورين في هؤلاء; فتفسير جابررضي الله عنهتفسير بالمثال كتفسير عمر (.
_________
١ علقه البخاري بصيغة الجزم في الموضع السابق. وقال ابن حجر في "الفتح" (٨/٢٥٢): "ووصله ابن أبي حاتم من طريق وهب بن منبه"، ووصله أيضا ابن جرير في "تفسيره" (٣/١٣) .
٢ سورة المائدة آية: ٦٠.

وعن أبي هريرةرضي الله عنهأن رسول الله ﷺ قال: " اجتنبوا السبع الموبقات..

_________
قوله: " اجتنبوا السبع الموبقات " النبي ﷺ أنصح الخلق للخلق; فكل شيء يضر الناس في دينهم ودنياهم يحذرهم منه، ولهذا قال: "اجتنبوا"، وهي أبلغ من قوله: اتركوا; لأن الاجتناب معناه أن تكون في جانب وهي في جانب آخر، وهذا يستلزم البعد عنها.
و"اجتنبوا"، أي: اتركوا، بل أشد من مجرد الترك; لأن الإنسان قد يترك الشيء وهو قريب منه، فإذا قيل: اجتنبه; يعني: اتركه مع البعد.
وقوله: السبع الموبقات هذا لا يقتضي الحصر; فإن هناك موبقات أخرى، ولكن النبي ﷺ يحصر أحيانا بعض الأنواع والأجناس، ولا يعني بذلك عدم وجود غيرها.
ومن ذلك حديث: " السبعة الذين يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله "١ فهناك غيرهم، ومثله: " ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة "٢ وأمثلة هذا كثيرة، وإن قلنا
_________
١ حديث أبي هريرة ﵁ عن النبي ﷺ; أنه قال: سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله: إمام عادل، وشاب نشأ في عبادة الله ﷿، ورجل قلبه معلق بالمساجد، ورجلان تحابا في الله اجتمعا عليه وتفرقا عليه، ورجل دعته امرأة ذات منصب وجمال، فقال: إني أخاف الله، ورجل تصدق بصدقة فأخفاها; حتى لا تعلم شماله ما تنفق يمينه، ورجل ذكر الله خاليا ففاضت عيناه ". أخرجه: البخاري في (الأذان، باب من جلس في المسجد ينتظر الصلاة، ١/٢١٩)، ومسلم في (الزكاة، باب فضل إخفاء الصدقة، ٢/٧١٥) .
٢حديث أبي ذر: أن النبي ﷺ قال: ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة، ولا ينظر إليهم، ولا يزكيهم، ولهم عذاب أليم. قال: فقرأها رسول الله ﷺ ثلاث مرات. قال أبو ذر: خابوا وخسروا، من هم يا رسول الله؟ قال: المسبل، والمنان، والمنفق سلعته بالحلف الكاذب. أخرجه: مسلم في (الإيمان، باب غلظ تحريم إسبال الإزار، ١/١٠٢) .

قالوا: يا رسول الله! وما هن؟ ............................................

_________
بدلالة حديث أبي هريرة في الباب على الحصر لكونه وقع ب "أل" المعرفة; فإنه حصرها لأن هذه أعظم الكبائر.
قوله: "قالوا: يا رسول الله! وما هن؟ ": كان الصحابة ﵃ أحرص الناس على العلم، والنبي ﷺ إذا ألقى إليهم الشيء مبهما طلبوا تفسيره وتبيينه، فلما حذرهم النبي ﷺ من السبع الموبقات قالوا ذلك لأجل أن يجتنبوهن، فأخبرهم، وعلى هذه القاعدة أن الصحابة ﵃ أحرص الناس على العلم، لكن ما كانت الحكمة في إخفائه; فإن النبي ﷺ لا يخبرهم; كقوله ﷺ " إن لله تسعة وتسعين اسما، من أحصاها دخل الجنة "١٢ ولم يرد تبيينها عن النبي ﷺ في حديث صحيح.
وقد حاول بعض الناس أن يصحح حديث سرد الأسماء التسعة والتسعين٣ ولم يصب، بل نقل شيخ الإسلام اتفاق أهل المعرفة في
_________
١ البخاري: الشروط (٢٧٣٦)، ومسلم: الذكر والدعاء والتوبة والاستغفار (٢٦٧٧)، والترمذي: الدعوات (٣٥٠٨)، وابن ماجه: الدعاء (٣٨٦٠)، وأحمد (٢/٤٢٧،٢/٤٩٩،٢/٥٠٣،٢/٥١٦) .
٢ أخرجه: البخاري (٢٧٣٦)، ومسلم (٢٦٧٧) عن أبي هريرة ﵁.
٣أخرجه: الترمذي في (الدعوات، باب أسماء الله، ٩/١٧٣) - وقال: "غريب"-، وابن حبان (٢٣٨٤)، والحاكم (١/١٦)، والبيهقي في "السنن" (١٠/٢٧)، وفي "الأسماء والصفات" (ص ٥)، والبغوي في "شرح السنة" (٥/٣٢، ٣٣) . قال البيهقي في "الأسماء والصفات" (ص ٨): "ويحتمل أن يكون التفسير - أي: تفسير الأسماء - وقع من بعض الرواة، وكذلك في الحديث الوليد بن مسلم، ولهذا الاحتمال ترك البخاري ومسلم إخراج حديث الوليد في الصحيح". وقال شيخ الإسلام (٢٢/٣٨٢): "وحفاظ أهل الحديث يقولون: هذه الزيادة مما جمعه الوليد بن مسلم عن شيوخه من أهل الحديث، وفيها حديث أضعف من هذا رواه ابن ماجه". وقال ابن حزم في "المحلي" (٨/٣١): "وقد جاءت أحاديث في إحصاء التسعة والتسعين اسما مضطربة لا يصح منها شيء أصلا; فإنما تؤخذ من نص القرآن، ومما صح عن النبي ﷺ". وانظر: "تفسير ابن كثير" (٢/ ٢٦٩)، و"فتح الباري" (١١/٢١٥) . وأخرجه أيضا: ابن ماجه بزيادة ونقصان في "الأسماء والصفات" في (الدعاء، باب أسماء الله ﷿، ٢/١٢٦٩) . وقال البوصيري في "الزوائد": "إسناد طريق ابن ماجه ضعيف; لضعف عبد الملك الصنعاني". وأخرجه أيضا: الحاكم (١/١٧)، والبيهقي في "الأسماء والصفات" (ص ٧) . وضعفه الذهبي، وكذا البيهقي بعبد العزيز بن الحصين بن الترجمان، وكذا ابن حجر في "التلخيص الحبير" (٤/١٧٢) .

.......................................................................

_________
الحديث على أن عدها وسردها لا يصح عن النبي ﷺ وصدق ﵀ بدليل الاختلاف الكبير فيها. فمن حاول تصحيح هذا الحديث; قال: إن الثواب عظيم، " من أحصاها دخل الجنة " ; فلا يمكن للصحابة أن يفوتوه، فلا يسألوا عن تعيينها فدل هذا على أنها قد عينت من قبل النبي ﷺ
لكن يجاب عن ذلك بأنه ليس بلازم، ولو عينها النبي ﷺ لكانت هذه الأسماء التسع والتسعين معلومة للعالم أشد من علم الشمس، ولنقلت في "الصحيحين" وغيرهما; لأن هذا مما تدعو الحاجة إليه، وتلح بحفظه والعناية به; فكيف لا يأتي إلا عن طرق واهية وعلى صور مختلفة؟! فالنبي ﷺ لم يبينها لحكمة بالغة، وهي أن يطلبها الناس ويتحروها في كتاب الله وسنة رسوله الله ﷺ حتى يعلم الحريص من غير الحريص. كما لم يبين النبي ﷺ ساعة الإجابة يوم الجمعة، والعلماء اختلفوا في حديث أبي موسى الذي في مسلم; حيث قال فيه: " هي ما بين أن يخرج الإمام إلى أن تقضى الصلاة " ١ فإن بعضهم صححه وبعضهم ضعفه،
_________
١ حديث أبي بردة بن أبي موسى الأشعري ﵁; قال: قال عبد الله بن عمر ﵄: أسمعت أباك يحدث عن رسول الله ﷺ في شأن ساعة الجمعة؟ قال: قلت: نعم، سمعته يقول: سمعت رسول الله ﷺ يقول: "هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة". أخرجه: مسلم في (الجمعة، باب في الساعة التي في يوم الجمعة، ٢/٦٨٤) . وانظر: "فتح الباري" (٢/٤١٧- ٤٢٢، ١١/١٩٩) .

قال: الشرك بالله ١....................................................

_________
لكن هو عندي صحيح; لأن علة التضعيف فيه واهية، والحال تؤيد صحته; لأن الناس مجتمعون أكبر اجتماع في البلد على صلاة مفروضة; فيكون هذا الوقت في هذه الحال حريا بإجابة الدعاء، وكذلك ليلة القدر لم يبينها النبي ﷺ مع أنها من أهم ما يكون.
وقوله: "الموبقات": أي: المهلكات، قال تعالى: ﴿وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا﴾ ٢ ; أي: مكان هلاك.
وقوله: "قالوا: يا رسول الله! وما هن؟ ": سألوا عن تبيينها، وبه تتبين الفائدة من الإجمال، وهي أن يتطلع المخاطب لبيان هذا المجمل; لأنه إذا جاء مبينا من أول وهلة; لم يكن له التلقي والقبول كما إذا أجمل ثم بين.
وقوله: "وما هن": "ما": اسم استفهام مبتدأ، و"هن": خبر المبتدأ. وقيل: بالعكس، "ما": خبر مقدم وجوبا; لأن الاستفهام له الصدارة، و"هن": مبتدأ مؤخر. لأن "هن" ضمير معرفة، و"ما" نكرة، والقاعدة المتبعة أنه يخبر بالنكرة عن المعرفة ولا عكس.
قوله: "قال: الشرك بالله": قدمه لأنه أعظم الموبقات; فإن أعظم الذنوب أن تجعل لله ندا وهو خلقك. والشرك بالله يتناول الشرك بربوبيته أو ألوهيته أو أسمائه أو صفاته.
فمن اعتقد أن مع الله خالقا أو معينا; فهو مشرك، أو أن أحدا سوى الله يستحق أن يعبد; فهو مشرك وإن لم يعبده، فإن عبده; فهو أعظم، أو أن لله مثيلا في أسمائه; فهو مشرك، أو أن الله استوى على العرش كاستواء الملك على عرش مملكته; فهو مشرك، أو أن الله ينزل إلى السماء الدنيا كنزول الإنسان إلى أسفل بيته من أعلى; فهو مشرك.
_________
١ البخاري: الوصايا (٢٧٦٧)، ومسلم: الإيمان (٨٩)، والنسائي: الوصايا (٣٦٧١)، وأبو داود: الوصايا (٢٨٧٤) .
٢ سورة الكهف آية: ٥٢.

والسحر، وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق.........................

_________
قال تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ ١ وقال تعالى: ﴿مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ﴾ ٢.
وبين ﷺ أن الشرك أعظم ما يكون من الجناية والجرم بقوله حين سئل: أي الذنب أعظم: " أن تجعل لله ندا وهو خلقك "٣٤ فالذي خلقك وأوجدك وأمدك وأعدك ورزقك كيف تجعل له ندا؟ فلو أن أحدا من الناس أحسن إليك بما دون ذلك، فجعلت له نظيرا; لكان هذا الأمر بالنسبة إليه كفرا وجحودا.
قوله: والسحر: أي من الموبقات، وظاهر كلام النبي ﷺ أنه لا فرق بين أن يكون ذلك بواسطة الشياطين أو بواسطة الأدوية والعقاقير. لأنه إن كان بواسطة الشياطين; فالذي لا يأتي إلا بالإشراك بهم; فهو داخل في الشرك بالله.
وإن كان دون ذلك; فهو أيضا جرم عظيم; لأن السحر من أعظم ما يكون في الجناية على بني آدم; فهو يفسد على المسحور أمر دينه ودنياه، ويقلقه فيصبح كالبهائم، بل أسوأ من ذلك; لأن البهيمة خلقت هكذا على طبيعتها، أما الآدمي; فإنه إذا صرف عن طبيعته وفطرته لحقه من الضيق والقلق ما لا يعلمه إلا رب العباد، ولهذا كان السحر يلي الشرك بالله عزوجل
قوله: " وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق ": القتل: إزهاق
_________
١ سورة النساء آية: ٤٨.
٢ سورة المائدة آية: ٧٢.
٣ البخاري: تفسير القرآن (٤٤٧٧)، ومسلم: الإيمان (٨٦)، والترمذي: تفسير القرآن (٣١٨٢،٣١٨٣)، والنسائي: تحريم الدم (٤٠١٣،٤٠١٤)، وأبو داود: الطلاق (٢٣١٠)، وأحمد (١/٣٨٠،١/٤٣١،١/٤٣٤،١/٤٦٢،١/٤٦٤) .
٤ حديث عبد الله بن مسعود ﵁; قال: سألت النبي ﷺ: أي الذنب أعظم عند الله؟ قال: "أن تجعل لله نذا وهو خلقك ... " الحديث. أخرجه: البخاري في (التفسير، باب قوله تعالى: فلا تجعلوا لله أندادا، ٣/١٩٠)، ومسلم في (الإيمان، باب كون الشرك أقبح الذنوب، ١/٩٠) .

.......................................................................

_________
الروح، والمراد بالنفس: البدن الذي فيه الروح، والمراد بالنفس هنا: نفس الآدمي وليس نفس البعير والحمار وما أشبهها.
وقوله: "التي حرم الله": مفعول "حرم" محذوف تقديره: حرم قتلها; فالعائد على الموصول محذوف.
وقوله: "إلا بالحق" أي: بالعدل; لأن هذا حكم، والحق إذا ذكر بإزاء الأحكام; فالمراد به العدل، وإن ذكر بإزاء الأخبار; فالمراد به الصدق، والعدل: هو ما أمر الله به ورسوله، قال تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ﴾ ١.
والنفس المحرمة أربعة أنفس، هي: نفس المؤمن، والذمي، والمعاهد، والمستأمن; بكسر الميم: طالب الأمان. فالمؤمن لإيمانه، والذمي لذمته، والمعاهد لعهده، والمستأمن لتأمينه. والفرق بين الثلاثة - الذمي، والمعاهد، والمستأمن -: أن الذمي هو الذي بيننا وبينه ذمة; أي: عهد على أن يقيم في بلادنا معصوما مع بذل الجزية. وأما المعاهد; فيقيم في بلاده، لكن بيننا وبينه عهد أن لا يحاربنا ولا نحاربه.
وأما المستأمن; فهو الذي ليس بيننا وبينه ذمة ولا عهد، لكننا أمناه في وقت محدد; كرجل حربي دخل إلينا بأمان للتجارة ونحوها، أو ليفهم الإسلام، قال تعالى: ﴿وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ﴾ ٢ وهناك فرق آخر، وهو أن العهد يجوز من جميع الكفار، والذمة لا تجوز إلا من اليهود والنصارى والمجوس دون بقية الكفار، وهذا هو المشهور من المذهب، والصحيح: أنها تجوز من جميع الكفار.
_________
١ سورة النحل آية: ٩٠.
٢ سورة التوبة آية: ٦.

وأكل الربا ١،...........................................................

_________
فهذه الأنفس الأربع قتلها حرام، لكنها ليست على حد سواء في التحريم; فنفس المؤمن أعظم، ثم الذمي، ثم المعاهد، ثم المستأمن.
وهل المستأمن مثل المعاهد أو أعلى؟ أشك في ذلك; لأن المستأمن من له عهد خاص، بخلاف المعاهدين; فالمعاهدون يتولى العهد أهل الحل والعقد منهم; فليس بيننا وبينهم عقود تأمينات خاصة، وأيا كان; فالحديث عام، وكل منهم معصوم الدم والمال.
وقوله: "إلا بالحق": أي: مما يوجب القتل، مثل: الثيب الزاني، والنفس بالنفس، والتارك لدينه المفارق للجماعة.
قوله: (وأكل الربا): الربا في اللغة: الزيادة، ومنه قوله تعالى: ﴿فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ﴾ ٢ ; يعني: زادت. وفي الشرع: تفاضل في عقد بين أشياء يجب فيها التساوي، ونسأ في عقد بين أشياء يجب فيها التقابض.
والربا: ربا فضل; أي: زيادة، وربا نسيئة; أي: تأخير، وهو يجري في ستة أموال بينها الرسول ﷺ في قوله: " الذهب بالذهب، والفضة بالفضة، والبر بالبر، والتمر بالتمر، والشعير بالشعير، والملح بالملح "٣ فهذه هي الأموال الربوية بنص الحديث وإجماع المسلمين، وهذه الأصناف الستة إن بعت منها جنسا بمثله جرى فيه ربا الفضل وربا النسيئة، فلو زدت واحدا على آخر; فهو ربا فضل، أو سويته لكن أخرت القبض; فهو ربا نسيئة، وربما يجتمع النوعان كما لو بعت ذهبا بذهب متفاضلا
_________
١ البخاري: الوصايا (٢٧٦٧)، ومسلم: الإيمان (٨٩)، والنسائي: الوصايا (٣٦٧١)، وأبو داود: الوصايا (٢٨٧٤) .
٢ سورة الحج آية: ٥.
٣ مسلم: المساقاة (١٥٨٧)، والترمذي: البيوع (١٢٤٠)، والنسائي: البيوع (٤٥٦١)، وابن ماجه: التجارات (٢٢٥٤)، وأحمد (٥/٣١٤،٥/٣٢٠)، والدارمي: البيوع (٢٥٧٩) .

.......................................................................

_________
والقبض متأخر; فقد اجتمع في هذا العقد ربا الفضل وربا النسيئة، وعلى هذا، فإذا بعت جنسا بجنسه; فلا بد من أمرين: التساوي، والتقابض في مجلس العقد.
وإذا اختلفت الأجناس واتفقت العلة; أي: اتفق المقصود في العوضين; فإنه يجري ربا النسيئة دون ربا الفضل; فذهب بفضة متفاضلا مع القبض جائز، وذهب بفضة متساويا مع التأخير ربا لتأخر القبض.
قال ﷺ " فإذا اختلفت هذه الأصناف، فبيعوا كيف شئتم إذا كان يدا بيد "١٢.
وقولنا: اتفقا في الغرض والمقصود احترازا مما إذا اختلف الغرض منها. فالذهب مثلا ثمن للأشياء، والفضة ثمن للأشياء، والبر قوت. وعلى هذا يجوز بيع صاع ثمن البر بدينار من الذهب مع التفرق وعدم التساوي لاختلاف القصد; لأن هذا يقصد به النقد والثمنية، وهذا يقصد به القوت.
فإن قيل: الحديث يدل على أنه لا يصح إلا بالقبض; فما هو الجواب؟
نقول: حقيقة إن هذا مقتضى الحديث أنك إذا بعت ذهبا ببر وجب التقابض; لقوله ﷺ " فإذا اختلفت هذه الأصناف; فبيعوا كيف شئتم إذا كان يدا بيد "٣٤.
والجواب عن هذا أن نقول: قد دلت السنة من وجه آخر على أن
_________
١ مسلم: المساقاة (١٥٨٧)، وأحمد (٥/٣٢٠) .
٢ سبق من حديث عبادة بن الصامت.
٣ مسلم: المساقاة (١٥٨٧)، وأحمد (٥/٣٢٠) .
٤ سبق من حديث عبادة بن الصامت.

......................................................................

_________
القبض ليس بشرط فيما إذا كان أحدهما ثمنا، قال ابن عباس: قدم النبي ﷺ المدينة وهم يسلفون في الثمار السنة والسنتين; فقال: " من أسلف في شيء; فليسلف في كيل معلوم، ووزن معلوم، إلى أجل معلوم " ١.
وعلى هذا; فحديث: " فبيعوا كيف شئتم إذا كان يدا بيد "٢ لا عموم لمفهومه; فلا يشترط القبض في كل صورة من صور المخالفة، وإنما يشترط القبض فيما إذا اتفقا في الغرض; كذهب بفضة، أو بر بشعير، وأما ذهب أو فضة بشعير ونحوه; فلا يشترط القبض.
واختلف العلماء فيما عدا هذه الأصناف الستة; فالظاهرية قالوا: لا يجري الربا إلا في هذه الأصناف الستة; لأنهم لا يرون القياس، فيقتصر على ما جاء به النص، فيجوز عندهم مبادلة أرز بذرة متفاضلا مع تأخر القبض; لأنهما لا يدخلان في المنصوص عليه.
وأما أهل القياس من المذاهب الأربعة; فإنهم عدوا الحكم إلى غيرها، إلا أن بعضا منهم لم يعد الحكم إلى غيرها، وهو من أهل القياس، مثل ابن عقيل ﵀; فإنه قال: لا يجري الربا إلا في هذه الأصناف الستة، لا لأنه لا قياس، ولكن لأن العلماء اختلفوا واضطربوا في العلة التي من أجلها كان الربا، فلما اضطربوا في العلة ألغينا جميع هذه العلل، وأبقينا النص على ما هو عليه من الحصر في المنصوص عليه.
والصحيح أن الربا يجري في غير الأصناف الستة، وأن العلة هي
_________
١ اخرجه: البخاري في (السلم، باب السلم في وزن معلوم، ٢/١٢٤)، ومسلم في (المساقاة، باب السلم، ٣/١٢٢٧) ; من حديث ابن عباس ﵄.
٢ مسلم: المساقاة (١٥٨٧)، وأحمد (٥/٣٢٠) .

وأكل مال اليتيم.....................................................

_________
الكيل والادخار مع الطعم، وهو أن يكون قوتا مدخرا، وهذا بالنسبة للبر والتمر والشعير.
وبالنسبة للذهب والفضة: العلة هي الجنس والثمنية، فقولنا: "الجنس" لأجل أن يشمل الحلي إذا بيع بعضه ببعض، فيجري فيه الربا، مع أنه ليس بثمن، والثمنية مثل الدراهم والدنانير والأوراق النقدية المعروفة; فإنها بمنزلة الذهب والفضة، أو يقال: العلة الثمنية فقط والحلي خارج عن الثمنية خروجا طارئا; لأن التحلي طارئ، والأصل في الذهب والفضة الثمنية; لأنهما ثمن الأشياء.
وأما الملح; فقال شيخ الإسلام: إنه يصلح به القوت; أي: فهو تابع له; فالعلة ليس أنه قوت، لكنه من ضرورياته، ولهذا لو طحنت برا ولم يكن فيه ملح; لم يبق إلا أياما يسيرة، فيفسد، فإذا كان فيه الملح منعه من الفساد; فيقول: لما كان يصلح به القوت جعل له حكمه.
وقوله: "وأكل الربا": ذكر النبي ﷺ الأكل; لأنه أعم وجوه الانتفاع، هكذا قال أهل العلم، ولهذا قال تعالى في بني إسرائيل: ﴿وَأَخْذِهِمُ الرِّبا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ﴾ ١ ولم يقل أكلهم، والأخذ أعم من الأكل; فأكل الربا معناه أخذه، سواء استعمله في الأكل أو الفرش أو البناء أو المسكن أو غير ذلك.
قوله: " " وأكل مال اليتيم "٢ ": اليتيم: هو الذي مات أبوه قبل بلوغه، سواء كان ذكرا أم أنثى، أما من ماتت أمه قبل بلوغه; فليس يتيما لا شرعا ولا لغة. لأن اليتيم مأخوذ من اليتم، وهو الانفراد; أي: انفرد عن الكاسب له; لأن أباه هو الذي يكسب له.
وخص اليتيم; لأنه لا أحد يدافع عنه; ولأنه أولى أن يرحم، ولهذا
_________
١ سورة النساء آية: ١٦١.
٢ البخاري: الوصايا (٢٧٦٧)، ومسلم: الإيمان (٨٩)، والنسائي: الوصايا (٣٦٧١)، وأبو داود: الوصايا (٢٨٧٤) .

والتولي يوم الزحف ١..................................................

_________
جعل الله له حقا في الفيء، وإذا كان أحق أن يرحم; فكيف يسطو هذا الرجل الظالم على ماله فيأكله;!
ويقال في أكل مال اليتيم ما قيل في أكل الربا; فليس خاصا بالأكل، بل حتى لو استعمله في السكن أو الفرش أو الكتب أو غيرها; فهو داخل في ذلك.
وأكل مال غير اليتيم ليس من الكبائر; لأن اليتيم له شأن خاص، ولهذا توعد الله من يأكل أموال اليتامي، قال تعالى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا﴾ ٢.
قوله: " والتولي يوم الزحف " التولي: بمعنى الإدبار والإعراض، ويوم الزحف; أي: يوم تلاحم الصفين في القتال مع الكفار، وسمي يوم الزحف; لأن الجموع إذا تقابلت تجد أن بعضها يزحف إلى بعض، كالذي يمشي زحفا كل واحد منهم يهاب الآخر، فيمشي رويدا رويدا.
والتولي يوم الزحف من كبائر الذنوب; لأنه يتضمن الإعراض عن الجهاد في سبيل الله، وكسر قلوب المسلمين، وتقوية أعداء الله، وهذا يؤدي إلى هزيمة المسلمين. لكن هذا الحديث خصصته الآية، وهي قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلاَّ مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ﴾ ٣.
فالله سبحانه استثنى حالين:
الأولى: أن يكون متحرفا لقتال; أي: متهيئا له، كمن ينصرف ليصلح من شأنه أو يهيئ الأسلحة ويعدها، ومنه الانحراف إلى مكان آخر يأتي العدو من جهته، فهذا لا يعد متوليا، إنما يعد متهيئا.
_________
١ البخاري: الوصايا (٢٧٦٧)، ومسلم: الإيمان (٨٩)، والنسائي: الوصايا (٣٦٧١)، وأبو داود: الوصايا (٢٨٧٤) .
٢ سورة النساء آية: ١٠.
٣ سورة الأنفال آية: ١٦.

وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات "١.

_________
الثانية: المتحيز إلى فئة كما إذا حصرت سرية للمسلمين يمكن أن يقضي عليها العدو، فانصرف من هؤلاء لينقذها; فهذا لا بأس به لدعاء الضرورة إليه، بشرط ألا يكون على الجيش ضرر، فإن كان على الجيش ضرر وذهبت طائفة كبيرة إلى هذه السرية بحيث توهن قوة الجيش وتكسره أمام العدو; فإنه لا يجوز; لأن الضرر هنا متحقق، وإنقاذ السرية غير متحقق; فلا يجوز لأن المقصود إظهار دين الله، وفي هذا إذلال لدين الله، إلا إذا كان الكفار أكثر من مثلي المسلمين، فيجوز الفرار حينئذ، لقوله تعالى: ﴿الآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ﴾ ٢ أو كان عندهم عدة لا يمكن للمسلمين مقاومتها، كالطائرات إذا لم يكن عند المسلمين من الصواريخ ما يدفعها، فإذا علم أن الصمود يستلزم الهلاك والقضاء على المسلمين; فلا يجوز لهم أن يبقوا; لأن مقتضى ذلك أنهم يغررون بأنفسهم.
وفي هاتين الآيتين تخصيص السنة بالكتاب، وهو قليل، ومن تخصيص السنة بالكتاب أن من الشروط التي بين النبي ﷺ والمشركين في الحديبية أن من جاء من المشركين مسلما يرد إليهم٣، وهذا الشرط عام يشمل الذكر والأنثى; فأنزل الله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ﴾ ٤.
قوله: " وقذف المحصنات "٥ القذف: بمعنى الرمي، والمراد به هنا
_________
١ البخاري: الوصايا (٢٧٦٧)، ومسلم: الإيمان (٨٩)، والنسائي: الوصايا (٣٦٧١)، وأبو داود: الوصايا (٢٨٧٤) .
٢ سورة الأنفال آية: ٦٦.
(٢) أخرجه: البخاري في (المغازي، باب غزوة الحديبية، ٣/١٣١) .
٤ سورة الممتحنة آية: ١٠.
٥ البخاري: الوصايا (٢٧٦٧)، ومسلم: الإيمان (٨٩)، والنسائي: الوصايا (٣٦٧١)، وأبو داود: الوصايا (٢٨٧٤) .

.......................................................................

_________
الرمي بالزنا، والمحصنات هنا الحرائر، وهو الصحيح، وقيل: العفيفات عن الزنا. والغافلات: وهن: العفيفات عن الزنا البعيدات عنه، اللاتي لا يخطر على بالهن هذا الأمر.
والمؤمنات احترازا من الكافرات، فمن قذف امرأة هذه صفاتها; فإن ذلك من الموبقات، ومع ذلك يقام عليه الحد - ثمانون جلدة -، ولا تقبل شهادته ويكون فاسقا; فجعل الله عليه ثلاثة أمور، قال تعالى: ﴿وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾ ١ ثم قال: ﴿إِلاَّ الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا﴾ ٢.
وهذا الاستثناء لا يشمل أول الجمل بالاتفاق، ويشمل آخر الجمل بالاتفاق، واختلف العلماء في الجملة الثانية، وهي قوله: ﴿وَلا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا﴾ ٣ فقيل: إنه يعود إليها، وقيل: لا يعود.
وبناء على ذلك إذا تاب القاذف: هل تقبل شهادته أم لا.
الجواب: اختلف في ذلك أهل العلم:
فمنهم من قال: لا تقبل شهادته أبدا ولو تاب، وأيدوا قولهم بأن الله أبد ذلك بقوله: ﴿وَلا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا﴾ ٤ وفائدة هذا التأبيد أن الحكم لا يرتفع عنهم مطلقا.
وقال آخرون: بل تقبل; لأن مبنى قبول الشهادة وردها على الفسق، فإذا زال وهو المانع من قبول الشهادة; زال ما يترتب عليه.
وينبغي في مثل هذا أن يقال: إنه يرجع إلى نظر الحاكم، فإذا رأى من المصلحة عدم قبول الشهادة لردع الناس عن التهاون بأعراض
_________
١ سورة النور آية: ٤.
٢ سورة آل عمران آية: ٨٩.
٣ سورة النور آية: ٤.
٤ سورة النور آية: ٤.

وعن جندب مرفوعا: " حد الساحر ضربة بالسيف "١ رواه

_________
المسلمين; فليفعل. وإلا، فالأصل أنه إذا زال الفسق وجب قبول الشهادة، وهل قذف المحصنين الغافلين المؤمنين كقذف المحصنات من كبائر الذنوب؟
الجواب: الذي عليه جمهور أهل العلم أن قذف الرجل كقذف المرأة، وإنما خص بذلك المرأة; لأن الغالب أن القذف يكون للنساء أكثر; إذ البغايا كثيرات قبل الإسلام، وقذف المرأة أشد; لأنه يستلزم الشك في نسب أولادها من زوجها، فيلحق بهن القذف ضررا أكثر; فتخصيصه من باب التخصيص بالغالب، والقيد الأغلبي لا مفهوم له; لأنه لبيان الواقع. والشاهد من هذا الحديث قوله السحر.
قوله: "وعن جندب": ليس هو جندب بن عبد الله البجلي، بل جندب الخير المعروف بقاتل الساحر.
قوله: "مرفوعا": أي: إلى النبي ﷺ فيكون من قول النبي ﵊، لكن نقل المؤلف عن الترمذي قوله: والصحيح أنه موقوف، أي: من قوله جندب.
قوله: " حد الساحر ضربة بالسيف ": حده يعني: عقوبته المحددة شرعا.
وظاهره أنه لا يكفر; لأن الحدود تطهر المحدود من الإثم. والكافر إذا قتل على ردته; فالقتل لا يطهره. وهذا محمول على ما سبق: أن من أقسام السحر ما لا يخرج الإنسان عن الإسلام، وهو ما كان بالأدوية والعقاقير التي توجب الصرف والعطف وما أشبه ذلك.
_________
١ الترمذي: الحدود (١٤٦٠) .

الترمذي، وقال: " الصحيح أنه موقوف"١.

وفي " صحيح البخاري" عن بجالة بن عبدة" قال: " كتب

_________
قوله: " ضربة بالسيف ": روي بالتاء بعد الباء، وروي بالهاء، وكلاهما صحيح، لكن الأولى أبلغ; لأن التنكير وصيغة الوحدة يدلان على أنها ضربة قوية قاضية. هذا كناية عن القتل، وليس معناه أن يضرب بالسيف مع ظهره مصفحا.
قوله: وفي "صحيح البخاري": ذكر في الشرح أعني "تيسير العزيز الحميد": أن هذا اللفظ ليس في "البخاري"، والذي في "البخاري" أنه: " "أمر بأن يفرق بين كل ذي محرم من المجوس" "٢ لأنهم يجوزون نكاح المحارم - والعياذ بالله - فأمر عمر أن يفرق بين ذوي الرحم ورحمه، لكن ذكر الشارح صاحب "تيسير العزيز الحميد" أن القطيعي رواه في الجزء الثاني من "فوائده"، وفيه "ثم اقتلوا كل كاهن وساحر"، وقال (أي: الشارح): إسناده حسن. قال وعلى هذا فعزو المصنف إلى البخاري يحتمل أنه أراد أصله لا لفظه اهـ.
_________
١ أخرجه: الترمذي في (الحدود، باب ما جاء في الساحر، ٥/١٥٦)، وقال: "هذا حديث لا نعرفه مرفوعا; إلا من هذا الوجه، وإسماعيل بن مسلم المكي يضعف في الحديث، وإسماعيل بن مسلم العدوي البصري قال وكيع: هو ثقة، ويروي عن الحسن أيضا، والصحيح عن جندب موقوف". والحديث أخرجه أيضا: الطبراني في "الكبير" (رقم ١٦٦٥)، والدارقطني (٣/١١٤)، والحاكم (٤/٣٦٠) . (وصححه ووافقه الذهبي)، والبيهقي (٨/١٣٦) . وأخرجه من طريق إسماعيل عن الحسن مرسلا: عبد الرزاق (١٠/١٨٤)، وابن حزم في "المحلى" (١١/٣٩٦) . والحديث ضعفه ابن حجر في "الفتح" (١٠/٢٣٦)، ورجح الذهبي في "الكبائر" وقفه (ص ٤٢) .
(٢) صحيح البخاري" (كتاب الجزية، باب الجزية والموادعة، ٢/٤٠٦) .

عمر بن الخطابرضي الله عنهأن اقتلوا كل ساحر وساحرة. قال: فقتلنا ثلاث سواحر "١.

وصح عن " حفصة رضي اللة عنها; أنها أمرت بقتل جارية لها سحرتها، فقتلت "٢. وكذلك صح عن جندب٣.

_________
وهذا القتل هل هو حد أم قتله لكفره؟ يحتمل هذا وهذا بناء على التفصيل السابق٤ في كفر الساحر، ولكن بناء على ما سبق من التفصيل نقول: من خرج به السحر إلى الكفر فقتله قتل ردة، ومن لم يخرج به السحر إلى الكفر فقتله من باب دفع الصائل يجب تنفيذه حيث رآه الإمام.
والحاصل: أنه يجب أن نقتل السحرة، سواء قلنا بكفرهم أم لم نقل; لأنهم يمرضون ويقتلون، ويفرقون بين المرء وزوجه، وكذلك بالعكس; فقد يعطفون فيؤلفون بين الأعداء، ويتوصلون إلى أغراضهم; فإن بعضهم قد يسحر أحدا ليعطفه إليه وينال مأربه منه، كما لو سحر امرأة ليبغي بها، ولأنهم كانوا يسعون في الأرض فسادا; فكان واجبا على ولي الأمر قتلهم بدون استتابة ما دام أنه لدفع ضررهم وفظاعة أمرهم، فإن الحد لا يستتاب صاحبه، متى قبض عليه وجب أن ينفذ فيه الحد.
_________
١ أخرجه: الشافعي; كما في "بدائع المنن" (١٥٣٢)، وعبد الرزاق (١٠/١٧٩، ١٨٠)، وأحمد في "المسند" (١/١٩٠، ١٩١)، وأبو داود في (الخراج، باب أخذ الجزية من المجوس، ٣/٤٣١)، والبيهقي (٨/١٣٦)، وابن حزم (١١/٣٩٧) وصححه.
(٢) أخرجه: مالك في "الموطأ" (كتاب العقول، باب ما جاء في الغيلة والسحر، ٢/٨٧١) عن محمد بن عبد الرحمن بن سعد بلاغا. ووصله عبد الله بن الإمام في "مسائل أبيه" (ص ٤٢٧)، والبيهقي (٨/١٣٦) بسند صحيح، كما صححه الإمام محمد بن عبد الوهاب ﵀ بقوله: وصح عن حفصة ... ".
٣ أخرجه: البخاري في "التاريخ الكبير" (٢/٢٢٢)، والبيهقي (٨/١٣٦) . وسنده صحيح; كما صححه الإمام محمد بن عبد الوهاب ﵀.
٤ ص ٤٩٠) .

قال أحمد: عن ثلاثة من أصحاب النبي ﷺ

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية البقرة.

الثانية: تفسير آية النساء.

_________
قوله: "قال أحمد عن ثلاثة من أصحاب النبي ﷺ": وهم: عمر، وحفصة، وجندب الخير١ أي: صح قتل الساحر عن ثلاثة من أصحاب النبي ﷺ والقول بقتلهم موافق للقواعد الشرعية; لأنهم يسعون في الأرض فسادا، وفسادهم من أعظم الفساد; فقتلهم واجب على الإمام، ولا يجوز للإمام أن يتخلف عن قتلهم; لأن مثل هؤلاء إذا تركوا وشأنهم انتشر فسادهم في أرضهم وفي أرض غيرهم، وإذا قتلوا سلم الناس من شرهم، وارتدع الناس عن تعاطي السحر.
فيه مسائل:
· الأولى: تفسير آية البقرة: وهي قوله تعالى: ﴿وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ﴾ ٢ أي: نصيب، ومن لا خلاق له في الآخرة; فإنه كافر; إذ كل من له نصيب في الآخرة فإن مآله إلى الجنة.
· الثانية: تفسير آية النساء: وهي قوله تعالى: ﴿يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ﴾ ٣
_________
١ سبق (ص ٥٠٩) .
٢ سورة البقرة آية: ١٠٢.
٣ سورة النساء آية: ٥١.

الثالثة: تفسير الجبت والطاغوت والفرق بينهما.

الرابعة: أن الطاغوت قد يكون من الجن وقد يكون من الإنس.

الخامسة: معرفة السبع الموبقات المخصوصات بالنهي.

السادسة: أن الساحر يكفر.

السابعة: أنه يقتل ولا يستتاب.

_________
والطاغوت﴾، وفسر عمر الجبت بالسحر والطاغوت بالشيطان، وفسر بأن الجبت: كل ما لا خير فيه من السحر وغيره. وأما الطاغوت; فهو: كل ما تجاوز به الإنسان حده من معبود أو متبوع أو مطاع.
الثالثة: تفسير الجبت والطاغوت والفرق بينهما: وهذا بناء على تفسير عمر (.
الرابعة: أن الطاغوت قد يكون من الجن، وقد يكون من الإنس: تؤخذ من قول جابر: الطواغيت كهان، وكذلك قول عمر: الطاغوت الشيطان، فإن الطاغوت إذا أطلق; فالمراد به شيطان الجن، والكهان شياطين الإنس.
الخامسة: معرفة السبع الموبقات المخصوصات بالنهي: وقد سبق بيانها.
السادسة: أن الساحر يكفر: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ﴾ ١ الآية.
السابعة: أنه يقتل ولا يستتاب: يؤخذ من قوله: " حد الساحر
_________
١ سورة البقرة آية: ١٠٢.

الثامنة: وجود هذا في المسلمين على عهد عمر; فكيف فيما بعده؟!

_________
ضربة بالسيف "١٢، والحد إذا بلغ الإمام لا يستتاب صاحبه، بل يقتل بكل حال، أما الكفر; فإنه يستتاب صاحبه، وهذا هو الفرق بين الحد وبين عقوبة الكفر، وبهذا نعرف خطأ من أدخل حكم المرتد في الحدود، وذكروا من الحدود قتل الردة. فقتل المرتد ليس من الحدود; لأنه يستتاب، فإذا تاب ارتفع عنه القتل، وأما الحدود; فلا ترتفع بالتوبة إلا أن يتوب قبل القدرة عليه، ثم إن الحدود كفارة لصاحبها وليس بكافر، والقتل بالردة ليس كفارة وصاحبها كافر; لا يصلى عليه، ولا يغسل، ولا يدفن في مقابر المسلمين.
الثامنة: وجود هذا في المسلمين في عهد عمر; فكيف فيما بعده؟!: تؤخذ من قوله: " كتب عمر: أن اقتلوا كل ساحر وساحرة; " فهذا إذا كان في زمن الخليفة الثاني في القرون المفضلة، بل أفضلها; فكيف بعده من العصور التي بعدت عن وقت النبي ﷺ وخلفائه وأصحابه؟! فهو أكثر انتشارا بين المسلمين، وكلما بعد الناس عن زمن الرسالة استولت عليهم الضلالة والجهالة; فالضلالة: ارتكاب الخطأ عن جهل، والجهالة: ارتكاب الخطأ عن عمد، ولهذا نقول: من عمل سوءا بجهالة; فهو آثم، ومن عمل سوءا بجهل; فليس بآثم، قال تعالى: ﴿إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ﴾ ٣ الآية، والمراد بالجهالة هنا ليست ضد العلم، بل ضد الرشد، وهي السفه.
_________
١ الترمذي: الحدود (١٤٦٠) .
٢ سبق (ص ٥٠٨) .
٣ سورة النساء آية: ١٧.

باب بيان شيء من أنواع السحر

باب بيان شيء من أنواع السحر

قال أحمد: حدثنا محمد بن جعفر، حدثنا عوف، عن

_________
قوله: "باب بيان شيء من أنواع السحر": أي: بيان حقائق هذه الأشياء مع حكمها.
وقد سبق أن السحر ينقسم إلى قسمين: كفر، وفسق١ فإن كان باستخدام الشياطين وما أشبه ذلك; فهو كفر. وكذلك ما ذكره هنا من أنواع السحر منها ما هو كفر، ومنها ما هو فسق حسب ما تقتضيه الأدلة الشرعية.
والأنواع: جمع نوع، والنوع أخص من الجنس; لأن الجنس اسم يدخل تحته أنواع، والنوع يدخل تحته أفراد، وقد يكون الجنس نوعا باعتبار ما فوقه، والنوع جنسا باعتبار ما تحته.
فالإنسان نوع باعتبار الحيوان، والحيوان باعتبار الإنسان جنس; لأنه يدخل فيه الإنسان والإبل والبقر والغنم، والحيوان باعتبار الجسم نوع; لأن الجسم يشمل الحيوان والجماد.
و"أنواع" هنا باعتبار الجنس العام.
وسبق أن السحر في اللغة: كل ما كان خفي السبب دقيقا في إدراكه حتى عد الفخر الرازي من جملة أنواع السحر الساعات، وهي في القديم عبارة عن آلات مركبة; فكيف بالساعات الإلكترونية اليوم؟!
_________
١ انظر: (ص ٤٨٩-٤٩٠) .

حيان بن العلاء، حدثنا قطن بن قبيصة، عن أبيه; أنه سمع النبي ﷺ قال: " إن العيافة والطرق..................................................................

_________
قوله: "العيافة": مصدر عاف يعيف عيافة، وهي: زجر الطير للتشاؤم أو التفاؤل; فعند العرب قواعد في هذا الأمر; لأن زجر الطير له أقسام: فتارة يزجرها للصيد، كما قال أهل العلم في باب الصيد: إن تعليم الطير بأن ينزجر إذا زجر; فهذا ليس من هذا الباب. وتارة يزجر الطير للتشاؤم أو التفاؤل، فإذا زجر الطائر وذهب شمالا تشاءم، وإذا ذهب يمينا تفاءل، وإن ذهب أماما; فلا أدري أيتوقفون أم يعيدون الزجر؟ فهذا من الجبت.
قوله: "الطرق": فسره عوف: بأنه الخط يخط في الأرض، وكأنه من الطريق، من طرق الأرض يطرقها إذا سار عليها، وتخطيطها مثل المشي عليها يكون له أثر في الأرض كأثر السير عليها. ومعنى الخط بالأرض معروف عندهم، يضربون به على الرمل على سبيل السحر والكهانة، ويفعله النساء غالبا، ولا أدري كيف يتوصلون إلى مقصودهم وما يزعمونه من علم الغيب، وأنه سيحصل كذا على ما هو معروف عندهم؟! وهذا نوع من السحر. أما خط الأرض ليكون سترة في الصلاة، أو لبيان حدودها ونحو ذلك; فليس داخلا في الحديث.
فإن قيل: قد صح عن الرسول ﷺ أن نبيا من الأنبياء يخط; وقال: " من وافق خطه; فذاك " ١ قلنا: يجاب عنه بجوابين:
الأول: أن الرسول ﷺ علقه بأمر لا يتحقق الوصول إليه; لأنه قال: فمن وافق خطه فذاك، وما يدرينا هل وافق خطه أم لا؟
_________
١ أخرجه: مسلم في (المساجد ومواضع الصلاة، باب تحريم الكلام في الصلاة، ١/٣٨١-، ١٨٢ وفي السلام، باب تحريم الكهانة، ٤/١٧٤٨) ; من حديث معاوية بن الحكم ﵁.

والطيرة................................................................

_________
الثاني: أنه إذا كان الخط بالوحي من الله تعالى كما في حال هذا النبي; فلا بأس به; لأن الله يجعل له علامة ينزل الوحي بها بخطوط يعلمه إياها. أما هذه الخطوط السحرية; فهي من الوحي الشيطاني، فإن قيل: طريقة الرسول ﷺ أنه يسد الأبواب جميعا خاصة في موضوع الشرك; فلماذا لم يقطع ويسد هذا الباب؟
فالجواب: كأن هذا والله أعلم أمر معلوم، وهو أن فيه نبيا من الأنبياء يخط; فلا بد أن يجيب عنه الرسول ﷺ
قوله: "الطيرة": أي: من الجبت، على وزن فعلة، وهي اسم مصدر تطير، والمصدر منه تطير، وهي التشاؤم بمرئي أو مسموع، وقيل: التشاؤم بمعلوم مرئيا كان أو مسموعا، زمانا كان أو مكانا، وهذا أشمل; فيشمل ما لا يرى ولا يسمع; كالتطير بالزمان. وأصل التطير: التشاؤم، لكن أضيفت إلى الطير; لأن غالب التشاؤم عند العرب بالطير، فعلقت به، وإلا; فإن تعريفها العام: التشاؤم بمرئي أو مسموع أو معلوم.
وكان العرب يتشاءمون بالطير وبالزمان وبالمكان وبالأشخاص وهذا من الشرك كما قال النبي صلى الله عليه وسلم١.
والإنسان إذا فتح على نفسه باب التشاؤم; ضاقت عليه الدنيا، وصار يتخيل كل شيء أنه شؤم، حتى إنه يوجد أناس إذا أصبح وخرج من بيته ثم قابله رجل ليس له إلا عين واحدة تشاءم، وقال: اليوم يوم سوء، وأغلق دكانه، ولم يبع ولم يشتر - والعياذ بالله -، وكان بعضهم يتشاءم بيوم الأربعاء، ويقول: إنه يوم نحس وشؤم، ومنهم من يتشاءم بشهر
_________
١ سيأتي (ص ٥٨٢) .

" من الجبت "١ قال عوف: " العيافة: زجر الطير، والطرق: الخط يخط بالأرض والجبت "٢ قال الحسن: رنة الشيطان..........................

_________
شوال، ولا سيما في النكاح، وقد نقضت عائشة ﵂ هذا التشاؤم، بأنه ﷺ عقد عليها في شوال، وبنى بها في شوال; فكانت تقول: " أيكن كان أحظى عنده مني "؟ ٣ والجواب: لا أحد.
فالمهم أن التشاؤم ينبغي للإنسان أن لا يطرأ له على بال; لأنه ينكد عليه عيشه; فالواجب الاقتداء بالنبي ﷺ حيث كان يعجبه الفأل٤ فينبغي للإنسان أن يتفاءل بالخير ولا يتشاءم، وكذلك بعض الناس إذا حاول الأمر مرة بعد أخرى تشاءم بأنه لن ينجح فيه فيتركه، وهذا خطأ; فكل شيء ترى فيه المصلحة; فلا تتقاعس عنه في أول محاولة، وحاول مرة بعد أخرى حتى يفتح الله عليك.
قوله: "من الجبت": سبق في الباب قبله عن عمررضي الله عنهأن الجبت السحر وعلى هذا تكون "من" للتبعيض على الصحيح وليست للبيان; فالمعنى أن هذه الثلاثة (العيافة والطرق والطيرة) من الجبت.
وأما قول الحسن: " الجبت: رنة الشيطان " فقال صاحب "تيسير
_________
١ أخرجه: عبد الرزاق (١٠/٤٠٣)، وأحمد في "مسنده" (٣/٤٧٧، ٥/٦٠)، وابن سعد في "الطبقات" (٧/٣٥)، وأبو داود في (الطب، باب في الخط وزجر الطير، ٤/٢٢٨) - وسكت عنه-، والنسائي في "الكبرى"; كما في "تحفة الأشراف" (٨/٢٧٥)، وابن حبان (١٤٢٦)، والطحاوي في "شرح معاني الآثار" (٤/٣١٢)، والبيهقي (٨/١٣٩)، والبغوي في "شرح السنة" (١٢/١٧٧) . وقال النووي في "رياض الصالحين"; "رواه أبو داود بإسناد حسن"، وفي "دليل الفالحين" (ص ٨٠٢): "وهو حديث حسن".
٢سنن أبي داود" الموضع السابق.
٣ أخرجه: مسلم في (النكاح، باب التزوج في شوال، ٢/١٠٣٩) .
٤ سيأتي (ص ٥٧٠) .

إسناده جيد. ولأبي داود والنسائي وابن حبان في " صحيحه " لهم المسند منه.

_________
العزيز الحميد"١ لم أجد فيه كلاما. والظاهر أن رنة الشيطان، أي: وحي الشيطان; فهذه من وحي الشيطان وإملائه، ولا شك أن الذي يتلقى أمره من وحي الشيطان أنه أتى نوعا من الكفر، وقول الحسن جاء في "تفسير ابن كثير" باللفظ الذي ذكره المؤلف، وجاء في "المسند" (٥/ ٦٠) بلفظ: إنه الشيطان.
ووجه كون العيافة من السحر أن العيافة يستند فيها الإنسان إلى أمر لا حقيقة له; فماذا يعني كون الطائر يذهب يمينا أو شمالا أو أماما أو خلفا; فهذا لا أصل له، وليس بسبب شرعي ولا حسي، فإذا اعتمد الإنسان على ذلك; فقد اعتمد على أمر خفي لا حقيقة له، وهذا سحر كما سبق تعريف السحر في اللغة٢.
وكذلك الطرق من السحر; لأنهم يستعملونه في السحر، ويتوصلون به إليه.
والطيرة كذلك; لأنها مثل العيافة تماما تستند إلى أمر خفي لا يصح الاعتماد عليه، وسيأتي في باب الطيرة ما يستثنى منه٣.
قوله: "إسناده جيد ... ": قال الشيخ: إسناده جيد، وعندي أنه أقل من الجيد في الواقع; إلا أن يكون هناك متابعات، وكان بعض العلماء يذهب إلى أن الحديث إذا صح متنه، وكان موافقا للأصول; فإنه يتساهل في سنده، والعكس بالعكس، إذا كان مخالفا للأصول; فإنه لا يبالي
_________
١ انظر: "تيسير العزيز الحميد" (ص ٣٩٨) .
٢سبق (ص ٤٨٩) .
٣ سيأتي (ص ٥٧١) .

وعن ابن عباس ﵄; قال: قال رسول الله ﷺ " من اقتبس شعبة من النجوم...............................................

_________
بالسند، وهذا مسلك جيد بالنسبة لأخذ الحكم من الحديث. لكن بالنسبة للحكم على السند بأنه جيد بمجرد شهادة الأصول لهذا الحديث بالصحة; فهذا مشكل لأنه يلزم أنه لو جاءنا هذا السند في حديث آخر حكمنا بأنه جيد; فالأولى أن يقال: إن السند فيه ضعف، ولكن المتن صحيح، فأنا أرى أن مثل هذا لا يحكم له بالجودة إذ جيد أرقى من حسن، ثم الحكم بالحسن في مثل هذا السند في نفسي منه شيء; لأنه ينبغي لنا أن نتحرى في الحديث عن الرسول ﷺ إلا أن الذي يخفف الأمر هو صحة المتن. وأيهما أهم: السند أم المتن؟
الجواب: كلاهما مهمان، لكن المتن إذا كان صحيحا تشهد له الأصول قد تستغنى عنه بما تشهد به الأصول، أما السند; فلا بد منه، يقول ابن المبارك: " لولا السند لقال كل من شاء ما شاء "١.
قوله: "من": شرطية، وفعل الشرط: "اقتبس"، وجوابه: "فقد اقتبس".
قوله: "اقتبس": أي: تعلم; لأن التعلم وهو أخذ الطالب من العالم شيئا من علمه بمنزلة الرجل يقتبس من صاحب النار شعلة.
قوله: "شعبة": أي: طائفة، ومنه قوله تعالى: ﴿وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ﴾ ٢ أي: طوائف وقبائل.
قوله: "من النجوم": المراد: علم النجوم، وليس المراد النجوم أنفسها; لأن النجوم لا يمكن أن تقتبس وتتعلم، والمراد به هنا علم
_________
١ مقدمة "صحيح مسلم" (١/١٥) .
٢ سورة الحجرات آية: ١٣.

.......................................................................

_________
النجوم الذي يستدل به على الحوادث الأرضية; فيستدل مثلا باقتران النجم الفلاني بالنجم الفلاني على أنه سيحدث كذا وكذا.
ويستدل بولادة إنسان في هذا النجم على أنه سيكون سعيدا، وفي النجم الآخر على أنه سيكون شقيا; فيستدلون باختلاف أحوال النجوم على اختلاف الحوادث الأرضية، والحوادث الأرضية من عند الله، قد تكون أسبابها معلومة لنا، وقد تكون مجهولة، لكن ليس للنجوم بها علاقة، ولهذا جاء في حديث زيد بن خالد الجهني في غزوة الحديبية; قال: " صلى بنا رسول الله ذات ليلة على إثر سماء من الليل; فقال: قال الله تعالى: أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر، فمن قال: مطرنا بنوء كذا وكذا "١ - بنوء يعني: بنجم، والباء للسببية; يعني: هذا المطر من النجم -; " فإنه كافر بي مؤمن بالكوكب، ومن قال: مطرنا بفضل الله ورحمته; فذلك مؤمن بي كافر بالكوكب "٢.
فالنجوم لا تأتي بالمطر ولا تأتي بالرياح أيضا، ومنه نأخذ خطأ العوام الذين يقولون: إذا هبت الريح طلع النجم الفلاني; لأن النجوم لا تأثير لها بالرياح، صحيح أن بعض الأوقات والفصول يكون فيها ريح ومطر; فهي ظرف لهما، وليست سببا للريح أو المطر.
وعلم النجوم ينقسم إلى قسمين:
الأول: علم التأثير، وهو أن يستدل بالأحوال الفلكية على الحوادث الأرضية; فهذا محرم باطل لقول النبي ﷺ " من اقتبس شعبة من النجوم; فقد اقتبس شعبة من السحر "٣٤ وقوله في حديث زيد بن خالد: " من
_________
١ البخاري: الأذان (٨٤٦)، ومسلم: الإيمان (٧١)، والنسائي: الاستسقاء (١٥٢٥)، وأبو داود: الطب (٣٩٠٦)، وأحمد (٤/١١٧)، ومالك: النداء للصلاة (٤٥١) .
٢ سيأتي (٢/٣٠) .
٣ أبو داود: الطب (٣٩٠٥)، وابن ماجه: الأدب (٣٧٢٦)، وأحمد (١/٢٢٧،١/٣١١) .
٤سيأتي (ص ٥٢١) .

فقد اقتبس شعبة من السحر، زاد ما زاد "...........................

_________
قال: مطرنا بنوء كذا وكذا، فذلك كافر بي مؤمن بالكوكب " ١ ولقول النبي ﷺ في الشمس والقمر: " إنهما آيتان من آيات الله، لا ينكسفان لموت أحد ولا لحياته "٢٣ فالأحوال الفلكية لا علاقة بينها وبين الحوادث الأرضية.
الثاني: علم التسيير، وهو ما يستدل به على الجهات والأوقات; فهذا جائز، وقد يكون واجبا أحيانا، كما قال الفقهاء: إذا دخل وقت الصلاة يجب على الإنسان أن يتعلم علامات القبلة من النجوم والشمس والقمر، قال تعالى: ﴿وَأَلْقَى فِي الأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ﴾ ٤. فلما ذكر الله العلامات الأرضية انتقل إلى العلامات السماوية; فقال تعالى: ﴿وَعَلامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ﴾ ٥ فالاستدلال بهذه النجوم على الأزمان لا بأس به، مثل أن يقال: إذا طلع النجم الفلاني دخل وقت السيل ودخل وقت الربيع، وكذلك على الأماكن; كالقبلة، والشمال، والجنوب.
قوله: " فقد اقتبس شعبة من السحر زاد ما زاد "٦ المراد بالسحر هنا: ما هو أعم من السحر المعروف; لأن هذا من الاستدلال بالأمور الخفية التي لا حقيقة لها، كما أن السحر لا حقيقة له; ولا يقلب الأشياء، لكنه يموه، فهكذا اختلاف النجوم لا تتغير بها الأحوال.
وقوله: " زاد ما زاد "٧ أي: كلما زاد شعبة من تعلم النجوم ازداد شعبة من السحر. ووجه ذلك: أن الشيء إذا كان من الشيء; فإنه يزداد بزيادته.
_________
١ سيأتي (٢/٣٠) .
٢ البخاري: الجمعة (١٠٤٨)، والنسائي: الكسوف (١٤٥٩،١٤٦٣)، وأحمد (٥/٣٧) .
٣رواه: البخاري (٢/٤٣٨)، ومسلم (٩٠١ و٩٠٣) .
٤ سورة النحل آية: ١٥.
٥ سورة النحل آية: ١٦.
٦ أبو داود: الطب (٣٩٠٥)، وابن ماجه: الأدب (٣٧٢٦)، وأحمد (١/٢٢٧،١/٣١١) .
٧ أبو داود: الطب (٣٩٠٥)، وابن ماجه: الأدب (٣٧٢٦)، وأحمد (١/٢٢٧،١/٣١١) .

رواه أبو داود، وإسناده صحيح١.

وللنسائي من حديث أبي هريرة: " من عقد عقدة، ثم نفث فيها

_________
وجه مناسبة الحديث لترجمة المؤلف.
أن من أنواع السحر: تعلم النجوم ليستدل بها على الحوادث الأرضية، وهذا الحديث وإن كان ضعيف السند; لكن من حيث المعنى صحيح تشهد له النصوص الأخرى.
قوله: "من عقد عقدة": "من" شرطية، والعقد معروف.
قوله: "ثم نفث فيها": النفث: النفخ بريق خفيف، والمراد هنا النفث من أجل السحر.
أما لو عقد عقدة، ثم نفث فيها من أجل أن تحتكم بالرطوبة; فليس بداخل في الحديث، والنفث من أجل السحر يفعلونه بعض الأحيان للصرف; فيصرفون به الرجل عن زوجته، ولا سيما عند عقد النكاح; فيبعد الرجل عن زوجته، فلا يقوى على جماعها، فمن عقد هذه العقدة; فقد وقع في السحر كما قال تعالى: ﴿وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ﴾ ٢.
_________
١ أخرجه: أحمد في "المسند" (١/٢٢٧، ٣١١) وأبو داود في (الطب، باب في النجوم، ٤/ ٢٢٦) -وسكت عنه-، وابن ماجه في (الأدب، باب تعلم النجوم، ٢/ ١٢٢٨)، والطبراني في "الكبير" (١١٢٧٨)، والبيهقي (٨/١٣٨) ; من حديث ابن عباس. والحديث صححه النووي في "الرياض"، والعراقي في "تخريج الإحياء" (٤/١١٧)، والذهبي; كما في "فيض القدير" (٦/٨٠) .
٢ سورة الفلق آية: ٤.

فقد سحر، ومن سحر، فقد أشرك، ومن تعلق شيئا; وكل إليه " ١.

_________
قوله: " ومن سحر فقد أشرك "٢ "من" هذه شرطية، وفعل الشرط: "سحر"، وجوابه:
"فقد أشرك". وقوله: "فقد أشرك": هذا لا يتناول جميع السحر، إنما المراد من سحر بالطرق الشيطانية.
أما من سحر بالأدوية والعقاقير وما أشبهها; فقد سبق أنه لا يكون مشركا٣ لكن الذي يسحر بواسطة طاعة الشياطين واستخدامهم فيما يريد; فهذا لا شك أنه مشرك.
قوله: " ومن تعلق شيئا وكل إليه "٤ "تعلق شيئا"; أي: استمسك به، واعتمد عليه.
"وكل إليه"; أي: جعل هذا الشيء الذي تعلق به عمادا له، ووكله الله إليه، وتخلى عنه.
ومناسبة هذه الجملة للتي قبلها: أن النافخ في العقد يريد أن يتوصل
_________
١ أخرجه: النسائي في (كتاب تحريم الدم، باب الحكم في السحرة، ٧/١١٢)، والمزي في "تهذيب الكمال" (٢/٦٥٤) . وقال المنذري في "الترغيب" (٤/٣٢): "رواه النسائي من رواية الحسن عن أبي هريرة، ولم بسمع منه عند الجمهور". وقال الذهبي في "الميزان" (٢/٣٧٨): "هذا الحديث لا يصلح للين عباد وانقطاعه". وحسنه ابن مفلح في "الآداب (٣/٧٨)، ورواه عبد الرزاق عن الحسن مرسلا في "المصنف" (١١/١٧) . "قال في "النهج السديد" (ص ١٣٥): "فثبت أن أصل الحديث مرسل، لكن عبادا أخطأ فوصله".
٢ النسائي: تحريم الدم (٤٠٧٩) .
٣ص ٤٩٠) .
٤ النسائي: تحريم الدم (٤٠٧٩) .

......................................................................

_________
بهذا الشيء إلى حاجته ومآربه، فيوكل إلى هذا الشيء المحرم.
ووجه آخر: وهو أن من الناس من إذا سحر عن طريق النفخ بالعقد ذهب إلى السحرة وتعلق بهم، ولا يذهب إلى القراء والأدوية المباحة والأدعية المشروعة، ومن توكل على الله كفاه، قال تعالى: ﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ﴾ ١ وإذا كان الله حسبك; فلا بد أن تصل إلى ما تريد. لكن من تعلق شيئا من المخلوقين وكل إليه، ومن وكل إلى شيء من المخلوقين وكل إلى ضعف وعجز وعورة، وقد يشمل الحديث من اعتمد على نفسه وصار معجبا بما يقول ويفعل; فإنه يوكل إلى نفسه، ويوكل إلى ضعف وعجز وعورة، ولهذا ينبغي أن تكون دائما متعلقا بالله في كل أفعالك وأحوالك حتى في أهون الأمور.
ونقول للإنسان: اعتمد على نفسك بالنسبة للناس، فلا تسألهم ولا تستذل أمامهم، واستغن عنهم ما استطعت، أما بالنسبة لله; فلا تستغن عنه، بل كن دائما معتمدا على ربك حتى تتيسر لك الأمور، ومن هذا النوع من يتعلقون ببعض الأحراز يعلقونها; فإنهم يوكلون إلى هذا، ولا يحصل لهم مقصودهم، لكنهم لو اعتمدوا على الله، وسلكوا السبل الشرعية; حصل لهم ما يريدون، ومن هذا النوع أيضا من تعلق شيئا من القبور، وجعلها ملجأه ومغيثه عند طلب الأمور; فإنه يوكل إليه، والإنسان قد يفتن ويحصل له المطلوب بدعاء هؤلاء، ولكن هذا المطلوب الذي حصل حصل عند دعائهم لا بدعائهم، والآية صريحة في ذلك، قال الله تعالى: ﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ٢ لكن الله تعالى قد يفتن من شاء من عباده.
_________
١ سورة الطلاق آية: ٣.
٢ سورة الأحقاف آية: ٥.

وعن ابن مسعود، أن رسول الله ﷺ قال: " " ألا هل أنبئكم ما العضه؟ هي النميمة.............................................................

_________
مناسبة الحديث.
أن هؤلاء الذين يتعلقون بالسحر، ويجعلونه صناعة يصلون بها إلى مآربهم يوكلون إلى ذلك، وآخر أمرهم الخسارة والندم.
قوله: "ألا": أداة استفتاح، والغرض تنبيه المخاطب والاعتناء بما يلقى إليه لأهميته.
قوله: " هل أنبئكم ما العضه "١ الاستفهام للتشويق; كقوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ﴾ ٢.
لأن الإنسان مشتاق إلى العلوم يحب أن يعلم، وقد يكون المراد به التنبيه; لأن الموجه إليه الخطاب ينبغي أن ينتبه ليعلم، وهي تصلح للجميع.
ومعنى أنبئكم: أخبركم، وهي مرادفة للخبر في اصطلاح المحدثين، وقال بعض العلماء من ناحية اللغة لا الاصطلاح: إن الإنباء لغة يكون في الأمور الهامة، والإخبار أعم منه يكون في الهامة وغير الهامة.
قوله: "العضه" على وزن الحبل والصمت والوعد، بمعنى القطع، وأما رواية العضة على وزن عدة; فإنها بمعنى التفريق، وأيا كان; فإنها تتضمن قطعا وتفريقا.
قوله: "هي النميمة": فعيلة بمعنى مفعولة، وهي من نم الحديث
_________
١ أحمد (١/٤٣٧)، والدارمي: الرقاق (٢٧١٥) .
٢ سورة الصف آية: ١٠.

القالة بين الناس " "١.

_________
إلى غيره; أي: نقله، والنميمة فسرها بقوله: " القالة بين الناس " أي: نقل القول بين الناس، فينقل من هذا إلى هذا، فيأتي لفلان ويقول: فلان يسبك; فهو نم إليه الحديث ونقله، وسواء كان صادقا أو كاذبا، فإن كان كاذبا; فهو بهت ونميمة، وإن كان صادقا; فهو نميمة.
والنميمة كما أخبر الرسول ﷺ تقطع الصلة، وتفرق بين الناس٢ فتجد هذين الرجلين صديقين، فيأتي هذا النمام، فيقول لأحدهما: صاحبك يسبك، فتنقلب هذه المودة إلى عداوة، فيحصل التفرق، وهذا يشبه السحر بالتفريق; لأن السحر فيه تفريق، قال تعالى: ﴿فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ﴾ ٣.
والنميمة من كبائر الذنوب، وهي سبب لعذاب القبر، ومن أسباب حرمان دخول الجنة، قال ﷺ: " لا يدخل الجنة قتات " ٤ أي: نمام، وفي حديث ابن عباس المتفق عليه: أنه ﷺ " مر بقبرين يعذبان، أحدهما كان يمشي بالنميمة "٥.
والنميمة كما هي من كبائر الذنوب; فهي في الحقيقة خلق ذميم، ولا ينبغي للإنسان أن يطيع النمام مهما كانت حاله، قال تعالى: ﴿وَلا تُطِعْ
_________
١ أخرجه: مسلم في (البر والصلة، باب تحريم النميمة، ٤/٢٠١٢) .
(٢) أخرجه: الإمام أحمد (٤/٢٢٧، ٦/٤٥٩)، والبيهقي في "شعب الإيمان (٧/٤٩٤) . وأورده الهيثمي في "المجمع" (٨/٩٣) وقال: "رواه أحمد، وفيه شهر بن حوشب، وقد وثقه غير واحد، وبقية رجال أحمد أسانيده رجال الصحيح".
٣ سورة البقرة آية: ١٠٢.
٤ أخرجه: البخاري في (الأدب، باب ما يكره من النميمة، ٤/١٠١)، ومسلم في (الإيمان، باب غلظ تحريم النميمة، ١/١٠١)، ولفظه: "لا يدخل الجنة نمام" من حديث حذيفة ﵁.
٥ البخاري: الجنائز (١٣٦١)، ومسلم: الطهارة (٢٩٢)، والترمذي: الطهارة (٧٠)، والنسائي: الطهارة (٣١) والجنائز (٢٠٦٨)، وأبو داود: الطهارة (٢٠)، وابن ماجه: الطهارة وسننها (٣٤٧)، وأحمد (١/٢٢٥)، والدارمي: الطهارة (٧٣٩) .

.......................................................................

_________
كُلَّ حَلاَّفٍ مَهِينٍ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ﴾ ١ واعلم أن من نم إليك نم فيك أو منك; فاحذره.
وهي أيضا سبب من أسباب فساد المجتمع; لأن هذا النمام إذا أراد أن يعتدي على كل صديقين متحابين، ويفرق بينهما بنميمته فسد المجتمع; لأن المجتمع مكون من أفراد، فإذا تفرقت صار كما قال الله عزوجل: ﴿وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ﴾
٢ وإذا لم يكن المجتمع كإنسان واحد; فإنه لا يمكن أن يكون مجتمعا; فهو أفراد متناثرة، والأفراد المتناثرة ليس لها قوة، ولهذا قال الشاعر.
لا تخاصم بواحد أهل بيت ... فضعيفان يغلبان قويا
وقال الآخر:
تأبى الرماح إذا اجتمعن تكسرا ... فإذا افترقن تكسرت أفرادا
ونحن لو تأملنا النصوص الشرعية; لوجدناها تحرم كل ما يكون سببا للتفرق والقطيعة، قال ﷺ " لا يبيع بعضكم على بيع أخيه "٣. وقال: " لا يخطب الرجل على خطبة أخيه "٤ وكل هذا لدفع ما يوجب العداوة والبغضاء بين الناس.
_________
١ سورة آية: ١٠-١١.
٢ سورة الأنفال آية: ٤٦.
٣ البخاري: البيوع (٢١٣٩)، ومسلم: النكاح (١٤١٢)، والترمذي: البيوع (١٢٩٢)، والنسائي: البيوع (٤٥٠٤)، وأبو داود: النكاح (٢٠٨١) والبيوع (٣٤٣٦)، وابن ماجه: التجارات (٢١٧١)، وأحمد (٢/٢١)، ومالك: البيوع (١٣٩٠)، والدارمي: النكاح (٢١٧٦) والبيوع (٢٥٦٧.
٤ البخاري: البيوع (٢١٤٠)، ومسلم: النكاح (١٤١٣)، والترمذي: النكاح (١١٣٤)، والنسائي: النكاح (٣٢٤٠)، وأبو داود: النكاح (٢٠٨٠)، وابن ماجه: النكاح (١٨٦٧)، وأحمد (٢/٣١٨،٢/٤٨٩،٢/٥١٦)، ومالك: النكاح (١١١١)، والدارمي: النكاح (٢١٧٥) .

ولهما عن ابن عمر ﵄; أن رسول الله ﷺ قال: " إن من البيان لسحرا "١.

_________
قوله: "إن من البيان": "إن": حرف توكيد، ينصب الاسم ويرفع الخبر، و"من": يحتمل أن تكون للتبعيض، ويحتمل أن تكون لبيان الجنس; فعلى الأول يكون المعنى: إن بعض البيان سحر وبعضه ليس بسحر، وعلى الثاني يكون المعنى: إن جنس البيان كله سحر.
قوله: "لسحرا": اللام للتوكيد، و"سحرا": اسم إن.
والبيان: هو الفصاحة والبلاغة، وهو من نعمة الله على الإنسان، قال تعالى: ﴿خَلَقَ الأِنْسَانَ عَلَّمَهُ الْبَيَانَ﴾ ٢.
والبيان نوعان:
الأول: بيان لا بد منه، وهذا يشترك فيه جميع الناس فكل إنسان إذا جاع قال: إني جعت، وإذا عطش قال: إني عطشت، وهكذا.
الثاني: بيان بمعنى الفصاحة التامة التي تسبي العقول وتغير الأفكار، وهي التي قال فيها الرسول ﷺ " إن من البيان لسحرا "٣.
وعلى هذا التقسيم تكون "من" للتبعيض; أي: بعض البيان - وهو البيان الكامل الذي هو الفصاحة - سحر. أما إذا جعلنا البيان بمعنى الفصاحة فقط; صارت "من" لبيان الجنس.
ووجه كون البيان سحرا: أنه يأخذ بلب السامع، فيصرفه أو يعطفه، فيظن السامع أن الباطل حق لقوة تأثير المتكلم، فينصرف إليه، ولهذا إذا
_________
١ أخرجه: البخاري في (النكاح، باب الخطبة، ٣/٣٧٤) من حديث ابن عمر، ومسلم في (الجمعة، باب تخفيف الصلاة والخطبة، ٢/٥٩٤) من حديث عمار بن ياسر.
٢ سورة آية: ٣-٤.
٣ البخاري: النكاح (٥١٤٦)، والترمذي: البر والصلة (٢٠٢٨)، وأبو داود: الأدب (٥٠٠٧)، وأحمد (٢/١٦،٢/٥٩،٢/٦٢،٢/٩٤)، ومالك: الجامع (١٨٥٠) .

......................................................................

_________
أتى إنسان يتكلم بكلام معناه باطل، لكن لقوة فصاحته وبيانه يسحر السامع حقا، فينصرف إليه، وإذا تكلم إنسان بليغ يحذر من حق، ولفصاحته وبيانه يظن السامع أن هذا الحق باطل، فينصرف عنه، وهذا من جنس السحر الذي يسمونه العطف والصرف، والبيان يحصل به عطف وصرف; فالبيان في الحقيقة بمعنى الفصاحة، ولا شك أنها تفعل فعل السحر، وابن القيم يقول عن الحور: حديثها السحر الحلال.
وقوله: " إن من البيان لسحرا "١ هل هذا على سبيل الذم، أو على سبيل المدح، أو لبيان الواقع ثم ينظر إلى أثره؟ الجواب: الأخير هو المراد; فالبيان من حيث هو بيان لا يمدح عليه ولا يذم، ولكن ينظر إلى أثره، والمقصود منه، فإن كان المقصود منه رد الحق وإثبات الباطل; فهو مذموم; لأنه استعمال لنعمة الله في معصيته، وإن كان المقصود منه إثبات الحق وإبطال الباطل; فهو ممدوح، وإذا كان البيان يستعمل في طاعة الله وفي الدعوة إلى الله; فهو خير من العي، لكن إذا ابتلي الإنسان ببيان ليصد الناس عن دين الله; فهذا لا خير فيه، والعي خير منه، والبيان من حيث هو لا شك أنه نعمة، ولهذا امتن الله به على الإنسان; فقال تعالى: ﴿عَلَّمَهُ الْبَيَانَ﴾ ٢.
وجه مناسبة الحديث للباب
المؤلف كان حكيما في تعبيره بالترجمة، حيث قال: باب بيان شيء من أنواع السحر، ولم يحكم عليها بشيء; لأن منها ما هو شرك، ومنها ما هو من كبائر الذنوب، ومنها دون ذلك، ومنها ما هو جائز على حسب ما يقصد به وعلى حسب تأثيره وآثاره.
_________
١ البخاري: النكاح (٥١٤٦)، والترمذي: البر والصلة (٢٠٢٨)، وأبو داود: الأدب (٥٠٠٧)، وأحمد (٢/١٦،٢/٥٩،٢/٦٢،٢/٩٤)، ومالك: الجامع (١٨٥٠) .
٢ سورة الرحمن آية: ٤.

فيه مسائل:

الأولى: أن العيافة والطرق والطيرة من الجبت.

الثانية: تفسير العيافة والطرق.

الثالثة: أن علم النجوم نوع من السحر.

الرابعة: العقد مع النفث من ذلك.

الخامسة: أن النميمة من ذلك.

_________
قال: "فيه مسائل": أي: في هذا الباب وما تضمنه من الأحاديث والآثار مسائل:
المسألة الأولى: أن العيافة والطرق والطيرة من الجبت: وقد سبق تفسير هذه الثلاثة وتفسير الجبت.
الثانية: تفسير العيافة والطرق: وقد بينت في الباب أيضا وشرحت.
الثالثة: أن علم النجوم نوع من السحر: لقوله: " من اقتبس شعبة من النجوم; فقد اقتبس شعبة من السحر "١ وسبق الكلام عليها أيضا.
الرابعة: العقد مع النفث من ذلك: لحديث أبي هريرة: " من عقد عقدة ثم نفث فيها; فقد سحر، "٢ وقد تقدم الكلام على ذلك.
الخامسة: أن النميمة من ذلك: لحديث ابن مسعود: " ألا هل أنبئكم ما العضه؟ هي النميمة "٣ وهي من السحر، لأنها تفعل ما يفعل الساحر من التفريق بين الناس والتحريش بينهم، وقد سبق بيان ذلك.
_________
١ أبو داود: الطب (٣٩٠٥)، وابن ماجه: الأدب (٣٧٢٦)، وأحمد (١/٢٢٧،١/٣١١) .
٢ النسائي: تحريم الدم (٤٠٧٩) .
٣ مسلم: البر والصلة والآداب (٢٦٠٦)، وأحمد (١/٤٣٧) .

السادسة: أن من ذلك بعض الفصاحة.

_________
السادسة: أن من ذلك بعض الفصاحة: أي: من السحر بعض الفصاحة; لقول النبي ﷺ " إن من البيان لسحرا "١ والمؤلف ﵀ قال: بعض الفصاحة استدلالا بقوله ﷺ "إن من البيان" ; لأن "من" هنا عند المؤلف للتبعيض، ووجه كون ذلك من السحر أن لسان البليغ ذي البيان قد يصرف الهمم وقد يلهب الهمم بما عنده من الفصاحة.
_________
١ البخاري: النكاح (٥١٤٦)، والترمذي: البر والصلة (٢٠٢٨)، وأبو داود: الأدب (٥٠٠٧)، وأحمد (٢/١٦،٢/٥٩،٢/٦٢،٢/٩٤)، ومالك: الجامع (١٨٥٠) .

باب ما جاء في الكهان ونحوهم

باب ما جاء في الكهان ونحوهم.

روى مسلم في " صحيحه " عن بعض أزواج النبي ﷺ عن النبي ﷺ قال:...................................................................

_________
الكهان: جمع كاهن، والكهنة أيضا جمع كاهن، وهم قوم يكونون في أحياء العرب يتحاكم الناس إليهم، وتتصل بهم الشياطين، وتخبرهم عما كان في السماء، تسترق السمع من السماء، وتخبر الكاهن به، ثم الكاهن يضيف إلى هذا الخبر ما يضيف من الأخبار الكاذبة، ويخبر الناس، فإذا وقع مما أخبر به شيء; اعتقده الناس عالما بالغيب، فصاروا يتحاكمون إليهم; فهم مرجع للناس في الحكم، ولهذا يسمون الكهنة; إذ هم يخبرون عن الأمور في المستقبل، يقولون: سيقع كذا وسيقع كذا، وليس من الكهانة في شيء من يخبر عن أمور تدرك بالحساب; فإن الأمور التي تدرك بالحساب ليست من الكهانة في شيء، كما لو أخبر عن كسوف الشمس أو خسوف القمر; فهذا ليس من الكهانة; لأنه يدرك بالحساب، وكما لو أخبر أن الشمس تغرب في ٢٠ من برج الميزان مثلا في الساعة كذا وكذا; فهذا ليس من علم الغيب، وكما يقولون: إنه سيخرج في أول العام أو العام الذي بعده مذنب (هالي)، وهو نجم له ذنب طويل; فهذا ليس من الكهانة في شيء; لأنه من الأمور التي تدرك بالحساب; فكل شيء يدرك بالحساب، فإن الإخبار عنه ولو كان مستقبلا لا يعتبر من علم الغيب، ولا من الكهانة. وهل من الكهانة ما يخبر به الآن من أحوال الطقس في خلال أربع وعشرين ساعة أو ما أشبه ذلك؟

" من أتى عرافا،...................................................

_________
الجواب: لا; لأنه أيضا يستند إلى أمور حسية، وهي تكيف الجو; لأن الجو يتكيف على صفة معينة تعرف بالموازين الدقيقة عندهم; فيكون صالحا لأن يمطر، أو لا يمطر، ونظير ذلك في العلم البدائي إذا رأينا تجمع الغيوم والرعد والبرق وثقل السحاب، نقول: يوشك أن ينزل المطر. فالمهم أن ما استند إلى شيء محسوس; فليس من علم الغيب، وإن كان بعض العامة يظنون أن هذه الأمور من علم الغيب، ويقولون: إن التصديق بها تصديق بالكهانة.
والشيء الذي يدرك بالحس إنكاره قبيح; كما قال السفاريني:
فكل معلوم بحس أو حجا ... فنكره جهل قبيح بالهجا
فالذي يعلم بالحس لا يمكن إنكاره ولو أن أحدا أنكره مستندا بذلك إلى الشرع; لكان ذلك طعنا بالشرع.
قوله: "من": شرطية; فهي للعموم.
والعراف: صيغة مبالغة من العارف، أو نسبة; أي: من ينتسب إلى العرافة.
والعراف قيل: هو الكاهن، وهو الذي يخبر عن المستقبل. وقيل: هو اسم عام للكاهن والمنجم والرمال ونحوهم ممن يستدل على معرفة الغيب. بمقدمات يستعملها، وهذا المعنى أعم، ويدل عليه الاشتقاق; إذ هو مشتق من المعرفة، فيشمل كل من تعاطى هذه الأمور وادعى بها المعرفة.

فسأله عن شيء، فصدقه بما يقول; لم تقبل له صلاة أربعين يوما "١.

_________
قوله: " فسأله; عن شيء فصدقه لم تقبل له صلاة أربعين يوما "٢ ظاهر الحديث أن مجرد سؤاله يوجب عدم قبول صلاته أربعين يوما، ولكنه ليس على إطلاقه; فسؤال العراف ونحوه ينقسم إلى أقسام:
القسم الأول: أن يسأله سؤالا مجردا; فهذا حرام لقول النبي ﷺ " من أتى عرافا "؛ فإثبات العقوبة على سؤاله يدل على تحريمه; إذ لا عقوبة إلا على فعل محرم.
القسم الثاني: أن يسأله فيصدقه، ويعتبر قوله; فهذا كفر لأن تصديقه في علم الغيب تكذيب للقرآن، حيث قال تعالى: ﴿قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ﴾ ٣.
القسم الثالث: أن يسأله ليختبره: هل هو صادق أو كاذب، لا لأجل أن يأخذ بقوله; فهذا لا بأس به، ولا يدخل في الحديث. وقد سأل النبي ﷺ ابن صياد; فقال: " ماذا خبأت لك؟ قال: الدخ. فقال: اخسأ; فلن تعدو قدرك "٤ فالنبي ﷺ سأله عن شيء أضمره له; لأجل أن يختبره، فأخبره به.
_________
١ أخرجه: مسلم في (السلام، باب تحريم الكهانة وإتيان الكهان، ٤/١٧٥١) دون قوله: "فصدقه". وقد أخرج هذه الزيادة الإمام أحمد في "مسنده" (٤/٦٨، ٥/٣٨٠) .
٢ أحمد (٤/٦٨،٥/٣٨٠) .
٣ سورة النمل آية: ٦٥.
٤ أخرجه: البخاري في (الجهاد، باب كيف يعرض الإسلام على الصبي، ٢/٣٧٤)، ومسلم في (الفتن، باب ذكر ابن صياد، ٤/٢٢٤٤) ; من حديث ابن عمر.

.......................................................................

_________
القسم الرابع: أن يسأله ليظهر عجزه وكذبه، فيمتحنه في أمور يتبين بها كذبه وعجزه، وهذا مطلوب، وقد يكون واجبا. وإبطال قول الكهنة لا شك أنه أمر مطلوب، وقد يكود واجبا، فصار السؤال هنا ليس على إطلاقه، بل يفصل فيه هذا التفصيل على حسب ما دلت عليه الأدلة الشرعية الأخرى.
وقد ذكر شيخ الإسلام أن الجن يخدمون الإنس في أمور، والكهان يستخدمون الجن ليأتوهم بخبر السماء، فيضيفون إليه من الكذب ما يضيفون، وخدمة الجن للإنس ليست محرمة على كل حال، بل هي على حسب الحال.
فالجني يخدم الإنس في أمور لمصلحة الإنس وقد يكون للجن فيها مصلحة، وقد لا يكون له فيها مصلحة، بل لأنه يحبه في الله ولله، ولا شك أن من الجن مؤمنين يحبون المؤمنين من الإنس; لأنه يجمعهم الإيمان بالله.
وقد يخدمونهم لطاعة الإنس لهم فيما لا يرضي الله عزوجل إما في الذبح لهم، أو في عبادتهم، أو ما أشبه ذلك.
والأغرب من ذلك أنهم ربما يخدمون الإنس لأمر محرم من زنا أو لواط; لأن الجنية قد تستمتع بالإنسي بالعشق والتلذذ بالاتصال به، أو بالعكس، وهذا أمر معلوم مشهود، حتى ربما كان الجني الذي في الإنسان ينطق بذلك، كما يعلم من الذين يقرؤون على المصابين بالجن.
والنبي ﷺ حضر إليه الجن وخاطبهم، وأرشدهم، ووعدهم بعطاء لا نظير له; فقال لهم: " كل عظم ذكر اسم الله عليه تجدونه أوفر ما يكون

.......................................................................

_________
لحما، وكل بعرة، فهي علف لدوابكم "١، وذكر أن " في عهد عمررضي الله عنهامرأة لها رئي من الجن، وكانت توصيه بأشياء، حتى إنه تأخر عمر ذات يوم، فأتوا إليها، فقالوا: ابحثي لنا عنه. فذهب هذا الجني الذي فيها، وبحث وأخبرهم أنه في مكان كذا، وأنه يسم إبل الصدقة "٢.
وقوله: "فصدقه": ليست في "صحيح مسلم"، بل الذي في "مسلم": " فسأله، عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة "٣ وزيادتها في نقل المؤلف; إما لأن النسخة التي نقل منها بهذا اللفظ "فصدقه" أو أن المؤلف عزاه إلى "مسلم" باعتبار أصله، فأخذ من "مسلم": "فسأله"، وأخذ من أحمد: "فصدقه".
وقوله: " لم تقبل له صلاة أربعين ليلة " نفي القبول هنا هل يلزم منه نفي الصحة أو لا; نقول: نفي القبول إما أن يكون لفوات شرط، أو لوجود مانع; ففي هاتين الحالين يكون نفي القبول نفيا للصحة، كما لو قلت: من صلى بغير وضوء لم يقبل الله صلاته، ومن صلى في مكان مغصوب لم يقبل الله صلاته عند من يرى ذلك.
وإن كان نفي القبول لا يتعلق بفوات شرط ولا وجود مانع; فلا يلزم من نفي القبول نفي الصحة، وإنما يكون المراد بالقبول المنفي: إما نفي القبول التام; أي: لم تقبل على وجه التمام الذي يحصل به تمام الرضا وتمام المثوبة.
_________
١ أخرجه: مسلم في (الصلاة، باب الجهر بالقراءة في الصبح، ١/٣٣٢) من حديث ابن مسعود.
(٢) "آكام المرجان في أحكام الجان" (ص ٣٨) .
٣ مسلم: السلام (٢٢٣٠) .

.......................................................................

_________
وإما أن يراد به أن هذه السيئة التي فعلها تقابل تلك الحسنة في الميزان، فتسقطها، ويكون وزرها موازيا لأجر تلك الحسنة، وإذا لم يكن له أجر صارت كأنها غير مقبولة، وإن كانت مجزئة ومبرئة للذمة، لكن الثواب الذي حصل بها قوبل بالسيئة فأسقطته.
ومثله قوله ﷺ " من شرب الخمر، لم تقبل له صلاة أربعين يوما "١.
وقوله: "أربعين يوما": تخصيص هذا العدد لا يمكننا أن نعلله; لأن الشيء المقدر بعدد لا يستطيع الإنسان غالبا أن يعرف حكمته، فكون الصلاة خمس صلوات أو خمسين لا نعلم لماذا خصصت بذلك; فهذا من الأمور التي يقصد بها التعبد لله، والتعبد لله بما لا تعرف حكمته أبلغ من التعبد له بما تعرف حكمته; لأنه أبلغ في التذلل، صحيح أن الإنسان إذا عرف الحكمة اطمأنت نفسه أكثر، لكن كون الإنسان ينقاد لما لا يعرف، حكمته دليل على كمال الانقياد والتعبد لله عزوجل فهو من حيث العبودية أبلغ وأكمل، أما ذاك; فهو من حيث الطمأنينة إلى الحكم يكون أبلغ; لأن النفس إذا علمت بالحكمة في شيء اطمأنت إليه بلا شك، وازدادت أخذا له وقبولا; فهناك أشياء مما عينه الشرع بعدد أو كيفية لا نعلم ما الحكمة فيه، ولكن سبيلنا أن نكون كما قال الله تعالى عن المؤمنين: ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ
_________
١ أخرجه: أحمد (٢/٣٥)، والترمذي في (كتاب الأشربة، باب ما جاء في شارب الخمر، ٦/١٣٩) - وقال: "حديث حسن"-; من حديث ابن عمر ﵄. وأخرج الإمام أحمد في "مسنده" (٣/١٧٦، ١٨٩، ١٩٧)، وابن ماجه في (كتاب الأشربة، بأب من شرب الخمر لم تقبل له صلاة، (٢/١١٢٠) نحوه من حديث عبد الله بن عمرو وكذا أخرج أبو داود في (الأشربة، باب النهي عن المسكر، ٤/٧٦) نحوه من حديث ابن عباس ﵄.

وعن أبي هريرة ﵁، عن النبي ﷺ قال: " من أتى كاهنا، فصدقه بما يقول; فقد كفر بما أنزل على محمد ﷺ "٢.

_________
الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾ ١. فعلينا التسليم والانقياد وتفويض الأمر إلى الله تعالى.
ويؤخذ من الحديث: تحريم إتيان العراف وسؤاله ; إلا ما استثني; كالقسم الثالث والرابع; لما في إتيانهم وسؤالهم من المفاسد العظيمة، التي ترتب على تشجيعهم وإغراء الناس بهم، وهم في الغالب يأتون بأشياء كلها باطلة.
قوله: " من أتى كاهنا " تقدم معنى الكهان، وأنهم كانوا رجالا في أحياء العرب تنزلق عليهم الشياطين، وتخبرهم بما سمعت من أخبار السماء.
قوله: "فصدقه": أي: نسبه إلى الصدق، وقال: إنه صادق، وتصديق الخبر يعني: تثبيته وتحقيقه، فقال: هذا حق وصحيح وثابت.
قوله: "بما يقول": "ما" عامة في كل ما يقول، حتى ما يحتمل أنه صدق; فإنه لا يجوز أن يصدقه; لأن الأصل فيهم الكذب.
قوله: " فقد كفر بما أنزل على محمد "٣ أي: بالذي أنزل، والذي أنزل على محمد ﷺ القرآن أنزل إليه بواسطة جبريل، قال تعالى: ﴿وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الأَمِينُ﴾ ٤ وقال تعالى: ﴿قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ﴾ ٥ وبهذا نعرف أن القول الراجح في الحديث القدسي أنه من كلام الله تعالى معنى، وأما لفظه; فمن الرسول ﷺ لكنه حكاه عن الله; لأننا لو لم نقل بذلك لكان
_________
١ سورة الأحزاب آية: ٣٦.
٢ الترمذي: الطهارة (١٣٥)، وأبو داود: الطب (٣٩٠٤)، وابن ماجه: الطهارة وسننها (٦٣٩)، وأحمد (٢/٤٠٨،٢/٤٢٩،٢/٤٧٦)، والدارمي: الطهارة (١١٣٦) .
٣ أحمد (٢/٤٢٩) .
٤ سورة آية: ١٩٢-١٩٣.
٥ سورة النحل آية: ١٠٢.

.......................................................................

_________
الحديث القدسي أرفع سندا من القرآن، حيث إن الرسول ﷺ يرويه عن ربه مباشرة والقرآن بواسطة جبريل.
ولأنه لو كان من كلام الله لفظا، لوجب أن تثبت له أحكام القرآن، لأن الشرع لا يفرق بين المتماثلين، وقد علم أن أحكام القرآن لا تنطبق على الحديث القدسي; فهو لا يتعبد بتلاوته، ولا يقرأ في الصلاة، ولا يعجز لفظه، ولو كان من كلام الله; لكان معجزا; لأن كلام الله لا يماثله كلام البشر، وأيضا باتفاق أهل العلم فيما أعلم أنه لو جاء مشرك يستجير ليسمع كلام الله وأسمعناه الأحاديث القدسية; فلا يصح أن يقال: إنه سمع كلام الله.
فدل هذا على أنه ليس من كلام الله، وهذا هو الصحيح، وللعلماء في ذلك قولان: هذا أحدهما، والثاني: أنه من قول الله لفظا.
فإن قال قائل: كيف تصححون هذا والنبي ﷺ ينسب القول إلى الله، ويقول: قال الله تعالى، ومقول القول هو هذا الحديث المسوق؟ قلنا: هذا كما قال الله تعالى عن موسى وفرعون وإبراهيم: قال موسى، قال فرعون، قال إبراهيم ... مع أننا نعلم أن هذا اللفظ ليس من كلامهم ولا قولهم; لأن لغتهم ليست اللغة العربية، وإنما نقل نقلا عنهم، ويدل لهذا أن القصص في القرآن تختلف بالطول والقصر والألفاظ، مما يدل على أن الله سبحانه ينقلها بالمعنى، ومع ذلك ينسبها إليهم، كما قال تعالى: ﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ ١ وقال عن موسى: ﴿قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللَّهِ﴾ ٢ وقال عن فرعون: ﴿قَالَ لِلْمَلأِ حَوْلَهُ إِنَّ هَذَا لَسَاحِرٌ عَلِيمٌ﴾ ٣.
_________
١ سورة آية: ٢٦-٢٧.
٢ سورة الأعراف آية: ١٢٨.
٣ سورة الشعراء آية: ٣٤.

رواه أبو داود١.

وللأربعة والحاكم - وقال: " صحيح على شرطهما"..................

_________
وقوله: " بما أنزل على محمد " ذكر أهل السنة أن كل كلمة وصف فيها القرآن بأنه منزل أو أنزل من الله; فهي دالة على علو الله ﷾ بذاته، وعلى أن القرآن كلام الله; لأن النزول يكون من أعلى، والكلام لا يكون إلا من متكلم به.
وقوله: كفر بما أنزل على محمد: وجه ذلك: أن ما أنزل على محمد قال الله تعالى فيه: ﴿قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ﴾ ٢ وهذا من أقوى طرق الحصر; لأن فيه النفي والإثبات; فالذي يصدق الكاهن في علم الغيب وهو يعلم أنه لا يعلم الغيب إلا الله; فهو كافر كفرا أكبر مخرجا عن الملة، وإن كان جاهلا ولا يعتقد أن القرآن فيه كذب; فكفره كفر دون كفر.
قوله: "وللأربعة والحاكم": الأربعة هم: أبو داود، والنسائي، والترمذي، وابن ماجه، والحاكم ليس من أهل "السنن"، لكن له كتاب سمي "صحيح الحاكم".
قوله: "صحيح على شرطهما": أي: شرط البخاري ومسلم، لكن
_________
١ أخرجه: أحمد (٢/٤٠٨، ٤٧٦)، والبخاري في "التاريخ الكبير" (٣/١٦، ١٧)، وأبو داود في (الطب، باب في الكاهن، ٤/٢٢٥)، والترمذي في (الطهارة، باب في كراهية إتيان الحائض، ١/١٦٤)، وقال: "لا نعرف هذا الحديث إلا من حديث حكيم الأثرم، عن أبي تميمة الهجيمي، عن أبي هريرة ... وضعف محمد هذا الحديث من قبل إسناده". وأخرجه: ابن ماجه في (الطهارة، باب النهي عن إتيان الحائض، ١/٢٠٩)، والدارمي (١/ ٢٥٩)، وابن الجارود (٢٠٧)، والعقيلي (١/٣١٨)، والطحاوي في "شرح معاني الآثار" (٣/٤٤)، والبيهقي في "السنن" (٧/١٩٨)، والحاكم (١/٨) وصححه على شرط الشيخين. والحديث صححه الألباني في "الإرواء" (٧/٦٨) .
٢ سورة النمل آية: ٦٥.

.......................................................................

_________
قوله "على شرطهما" هذا على ما يعتقد، وإلا; فقد يكون الأمر على خلاف ذلك.
ومعنى قوله: "على شرطهما"، أي: أن رجاله رجال "الصحيحين"، وأن ما اشترطه البخاري ومسلم موجود فيه. ونحن لا ننكر أن هناك أحاديث صحيحة لم يذكرها البخاري ومسلم; لأنهما لم يستوعبا الصحيح كله، وهذا أمر واقع، ولكن ينظر في قول من قال: إن هذا الحديث على شرطهما; فقد تكون فيه علة خفية خفيت على هذا القائل، ويكون البخاري ومسلم علماها وتركا الحديث من أجلها.
وقوله: "صحيح": يقولون: الحاكم ممن يتساهل بالتصحيح، ولهذا قالوا: لا عبرة بتصحيح الحاكم، ولا بتوثيق ابن حبان، ولا بوضع ابن الجوزي، ولا بإجماع ابن المنذر.
وهذا القول فيه مجازفة في الحقيقة; لأن كلمة (لا عبرة) ; أي: لا يلتفت إليه، والصواب أنه لا يؤخذ مقبولا في كل حال، مع أني تدبرت كلام ابن المنذر ﵀، ووجدت أنه دائما إذا نقل الإجماع يقول: إجماع من نحفظ قوله من أهل العلم، وهو بهذا قد احتفظ لنفسه، ولا يكلف الله نفسا إلا وسعها. ولكننا مع ذلك نقول: إذا كان الرجل ذا اطلاع واسع; فقد يكون هذا القول إجماعا، أما إذا كان هذا الرجل لا يعرف إلا ما حوله; فإن قوله هذا لا يكون إجماعا ولا يوثق به، ولا نحكم بأنه إجماع.
مثاله: فلو قال رجل: لم يدرس إلا المذهب الحنبلي في مسألة، وقال هذا إجماع من نحفظ قوله من أهل العلم; فإن قوله هذا لا يعتبر; لأنه لم يحفظ إلا قولا قليلا من أقوال أهل العلم.

عن أبي هريرة: " من أتى عرافا أو كاهنا، فصدقه بما يقول; فقد كفر بما أنزل على محمد ﷺ "١.

ولأبي يعلى بسند جيد عن ابن مسعود مثله موقوفا٢.

_________
قوله: " من أتى عرافا أو كاهنا " "أو" يحتمل أن تكون للشك، ويحتمل أن تكون للتنويع; فالحديث الأول بلفظ عراف، والثاني بلفظ كاهن، والثالث جمع بينهما; فتكون "أو" للتنويع.
وجاء المؤلف بهذا الحديث مع أن الأول والثاني مغنيان عنه; لأن كثرة الأدلة مما يقوي المدلول، أرأيت لو أن رجلا أخبرك بخبر فوثقت به، ثم جاء آخر وأخبرك به ازددت توثقا وقوة، ولهذا فرق الشارع بين أن يأتي الإنسان بشاهد واحد أو شاهدين.
وظاهر صنيع المؤلف: أن حديث أبي هريرة: "من أتى عرافا أو كاهنا" أنه موقوف; لأنه قال عن أبي هريرة، لكنه لما قال في الذي بعده: "موقوفا" ترجح عندنا أن الحديث الذي قبله مرفوع.
_________
١ أخرجه: الإمام (٢/٤٢٩)، والحاكم في "المستدرك" (١/٨) – وصححه على شرطهما، والبيهقي (٨/١٣٥) .
وقال الشارح الشيخ سليمان في "تيسير العزيز الحميد" (ص٤٠٩): "قال العراقي في "أماليه": حديث صحيح، وقال الذهبي: إسناده قوي، وعلى هذا فعزو المصنف إلى الأربعة ليس كذلك؛ فإنه لم يروه أحد منهم، وأظنه تبع في ذلك الحافظ، فإنه عزاه في "الفتح" إلى أصحاب السنن والحاكم؛ فوهم، ولعله أراد الذي قبله.
وانظر: "فتح الباري" (١٠/٢١٧)، "فيض القدير" (٦/٢٣) .
٢أخرجه الطبراني في "الكبير" (١٠٠٠٥) . والبزار; كما في "كشف الأستار عن زوائد البزار" (٢/٤٤٣) .
قال المنذري في "الترغيب" (٤/٣٦): "رواه البزار وأبو يعلى بإسناد جيد موقوفا"، وقال الهيثمي في "المجمع" (٥/١١٨): "ورجال "الكبير، والبزار ثقات"، وقال الحافظ في "الفتح" (١٠/٢١٧): "إسناده جيد".

وعن عمران بن حصين مرفوعا: " ليس منا من تطير أو تطير له،

_________
قوله: "مرفوعا": أي: إلى النبي ﷺ
قوله: "ليس منا": تقدم الكلام على هذه الكلمة، وأنها لا تدل على خروج الفاعل من الإسلام، بل على حسب الحال.
قوله: "تطير": التطير: هو التشاؤم بالمرئي أو المسموع أو المعلوم أو غير ذلك، وأصله من الطير; لأن العرب كانوا يتشاءمون أو يتفاءلون بها، وقد سبق ذلك١.
ومنه ما يحصل لبعض الناس إذا شرع في عمل، ثم حصل له في أوله تعثر تركه وتشاءم; فهذا غير جائز، بل يعتمد على الله ويتوكل عليه، وما دمت أنك تعلم أن في هذا الأمر خيرا; فغامر فيه، ولا تشاءم; لأنك لم توفق فيه لأول مرة; فكم من إنسان لم يوفق في العمل أول مرة، ثم وفق في ثاني مرة أو ثالث مرة؟!
ويقال: إن الكسائي - إمام النحو - طلب النحو عدة مرات، ولكنه لم يوفق، فرأى نملة تحمل نواة تمر، فتصعد بها إلى الجدار، فتسقط، حتى كررت ذلك عدة مرات، ثم صعدت بها إلى الجدار وتجاوزته; فقال: سبحان الله! هذه النملة تكابد هذه النواة حتى نجحت، إذن أنا سأكابد علم النحو حتى أنجح. فكابد; فصار إمام أهل الكوفة في النحو.
قوله: "أو تطير له": بالبناء للمفعول; أي: أمر من يتطير له، مثل أن يأتي شخص، ويقول: سأسافر إلى المكان الفلاني، وأنت صاحب طير، وأريد أن تزجر طيرك لأنظر: هل هذه الوجهة مباركة أم لا، فمن فعل ذلك; فقد تبرأ منه الرسول ﷺ
وقوله: "من تطير" يشمل من تطير لنفسه، أو تطير لغيره.
_________
١ص ٥١٥) .

أو تكهن أو تكهن له، أو سحر أو سحر له، ومن أتى كاهنا،

_________
قوله: " أو تكهن أو تكهن له " سبق أن الكهانة ادعاء علم الغيب في المستقبل١ يقول: سيكون كذا وكذا، وربما يقع; فهذا متكهن، ومن الغريب أنه شاع الآن في أسلوب الناس قولهم: تكهن بأن فلانا سيأتي، ويطلقون هذا اللفظ الدال على عمل محرم على أمر مباح، وهذا لا ينبغي; لأن العامي الذي لا يفرق بين الأمور يظن أن الكهانة كلها مباحة، بدليل إطلاق هذا اللفظ على شيء مباح معلوم إباحته.
قوله: " أو تكهن له " أي: طلب من الكاهن أن يتكهن له، كأن يقول للكاهن: ماذا يصيبني غدا، أو في الشهر الفلاني، أو في السنة الفلانية، وهذا تبرأ منه الرسول ﷺ
قوله: " أو سحر أو سحر له " تقدم تعريف السحر، وتقدم بيان أقسامه٢.
قوله: " أو سحر له ": أي: طلب من الساحر أن يسحر له، ومنه النشرة عن طريق السحر; فهي داخلة فيه، وكانوا يستعملونها على وجوه متنوعة، منها أنهم يأتون بطست فيه ماء، ويصبون فيه رصاصا، فيتكون هذا الرصاص بوجه الساحر; أي: تكون صورة الساحر في هذا الرصاص، ويسمونها العامة عندنا "صب الرصاص"، وهذا من أنواع السحر المحرم، وقد تبرأ رسول الله ﷺ من فاعله٣.
الشاهد من هذا الحديث: قوله: " ومن أتى كاهنا "٤ إلخ.
_________
(ص ٥٣١) .
(ص ٤٨٩) .
٣سبق (ص ٥٤٢) .
٤ أحمد (٢/٤٢٩) .

فصدقه بما يقول; فقد كفر بما أنزل على محمد ﷺ " رواه البزار بإسناد جيد١.

ورواه الطبراني في " الأوسط " بإسناد حسن من حديث ابن عباس; دون قوله: " ومن أتى ... " إلى آخره٢.

قال البغوي: " العراف: الذي يدعي معرفة الأمور بمقدمات

_________
وقوله: "ورواه الطبراني في "الأوسط" بإسناد حسن من حديث ابن عباس ... " إلخ; فيكون هذا مقويا للأول.
· قوله: "قال البغوي: العراف الذي يدعي معرفة الأمور بمقدمات ... ": العراف: صيغة مبالغة فإما أن يراد بها الصيغة، وإما أن يراد بها النسبة. وهو الذي يدعي معرفة الأشياء، وليس كل من يدعي معرفة يكون عرافا، لكن من يدعي معرفة تتعلق بعلم الغيب، فيدعي معرفة الأمور بمقدمات يستدل بها على مكان المسروق والضالة ونحوها.
وظاهر كلام البغوي ﵀: أنه شامل لمن ادعى معرفة المستقبل والماضي; لأن مكان المسروق يعلم بعد السرقة، وكذلك الضالة قد حصل الضياع، ولكن المسألة ليست اتفاقية بين أهل العلم، ولهذا قال المؤلف ﵀: "وقيل: هو"; أي: العراف الكاهن. والكاهن: هو الذي يخبر عن المغيبات في المستقبل.
_________
١ أخرجه البزار; كما في "الترغيب" (٤/٣٣)، و"مجمع الزوائد" للهيثمي (٥/١١٧) . وقال المنذري: "إسناده جيد"، وقال الهيثمي: "ورجاله رجال الصحيح; خلا إسحاق بن الربيع، وهو ثقة".
٢قال الهيثمي في "مجمع الزوائد" (٥/١١٧): "رواه البزار والطبراني في "الأوسط"، وفيه زمعة بن صالح، وهو ضعيف". وقال المنذري في "الترغيب" (٤/٣٣): "إسناده حسن".

يستدل بها على المسروق ومكان الضالة ونحو ذلك". وقيل: هو الكاهن. والكاهن: هو الذي يخبر عن المغيبات في المستقبل.

وقيل: الذي يخبر عما في الضمير.

وقال أبو العباس ابن تيمية: العراف اسم للكاهن والمنجم والرمال ونحوهم، ممن يتكلم في معرفة الأمور بهذه الطرق".

_________
قوله: "وقيل: هو الذي يخبر عما في الضمير": أي: أن تضمر شيئا فتقول: ما أضمرت؟ فيقول: أضمرت كذا وكذا. أو المغيبات في المستقبل، تقول: ماذا سيحدث في الشهر الفلاني في اليوم الفلاني؟ ماذا ستلد امرأتي; متى يقدم ولدي؟ وهو لا يدري.
والخلاصة: أن العلماء اختلفوا في تعريف العراف، فقيل:
هو الذي يدعي معرفة الأمور بمقدمات يستدل بها على مكان المسروق والضالة ونحوها; فيكون شاملا لمن يخبر عن أمور وقعت. وقيل: الذي يخبر عما في الضمير. وقيل: هو الكاهن، والكاهن: هو الذي يخبر عن المغيبات في المستقبل.
قوله: "وقال أبو العباس ابن تيمية": هو أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن تيمية، يكنى بأبي العباس، ولم يتزوج، ولم يتركه من باب الرهبانية، ولكنه والله أعلم كان مشغولا بالجهاد العلمي مع قلة الشهوة، وإلا لو كان قوي الشهوة لتزوج، وليس كما يدعي المزورون أن له ولدا مدفونا إلى جانبه في دمشق; فإنه غير صحيح قطعا.

.......................................................................

_________
وظاهر كلام الشيخ: أن شيخ الإسلام جزم بهذا، ولكن شيخ الإسلام قال: وقيل العراف، وذكره بقيل، ومعلوم أن ما في ذكر بقيل ليس مما يجزم بأن الناقل يقول به، صحيح أنه إذا نقله ولم ينقضه; فهذا دليل على أنه ارتضاه.
وعلى كل حال; فشيخ الإسلام ساق هذا القول وارتضاه، ثم قال: ولو قيل: إنه اسم خاص لبعض هؤلاء الرمال والمنجم ونحوهم; فإنهم يدخلون فيه بالعموم المعنوي; لأن عندنا عموما معنويا، وهو ما ثبت عن طريق القياس، وعموما لفظيا، وهو ما دل عليه اللفظ، بحيث يكون اللفظ شاملا له. وقد ذكر شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀ أن استخدام الإنس للجن له ثلاث حالات:
الحال الأولى: أن يستخدمهم في طاعة الله، كأن يكون له نائبا في تبليغ الشرع; فمثلا: إذا كان له صاحب من الجن مؤمن يأخذ عنه العلم، ويتلقى منه، وهذا شيء ثبت أن الجن قد يتعلمون من الإنس، فيستخدمه في تبليغ الشرع لنظرائه من الجن، أو في المعونة على أمور مطلوبة شرعا; فهذا لا بأس به، بل إنه قد يكون أمرا محمودا أو مطلوبا، وهو من الدعوة إلى الله عزوجل والجن حضروا النبي ﷺ وقرأ عليهم القرآن، وولوا إلى قومهم منذرين١ والجن فيهم الصلحاء والعباد والزهاد والعلماء; لأن المنذر لا بد أن يكون عالما بما ينذر، عابدا مطيعا لله- سبحانه - في الإنذار.
الحال الثانية: أن يستخدمهم في أمور مباحة، مثل أن يطلب منهم العون على أمر من الأمور المباحة، قال: فهذا جائز بشرط أن تكون
_________
١ كما في قوله تعالى: وإذ صرفنا إليك نفرا من الجن يستمعون القرآن [الأحقاف: ٢٩] .

وقال ابن عباس في قوم يكتبون (أبا جاد) وينظرون في النجوم:............

_________
الوسيلة مباحة، فإن كانت محرمة; صار حراما، كما لو كان الجني لا يساعده في أموره إلا إذا ذبح له أو سجد له أو ما أشبه ذلك. ثم ذكر ما ورد " أن عمر تأخر ذات مرة في سفره، فاشتغل فكر أبي موسى، فقالوا له: إن امرأة من أهل المدينة لها صاحب من الجن، فلو أمرتها أن ترسل صاحبها للبحث عن عمر، ففعل، فذهب الجني، ثم رجع، فقال: إن أمير المؤمنين ليس به بأس، وهو يسم إبل الصدقة في المكان الفلاني "١ فهذا استخدام في أمر مباح.
الحال الثالثة: أن يستخدمهم في أمور محرمة; كنهب أموال الناس وترويعهم، وما أشبه ذلك، فهذا محرم، ثم إن كانت الوسيلة شركا صار شركا، وإن كانت وسيلته غير شرك صار معصية، كما لو كان هذا الجني الفاسق يألف هذا الإنسي الفاسق ويتعاون معه على الإثم والعدوان; فهذا يكون إثما وعدوانا، ولا يصل إلى حد الشرك.
ثم قال: إن من يسأل الجن، أو يسأل من يسأل الجن، ويصدقهم في كل ما يقولون ; فهذا معصية وكفر، والطريق للحفظ من الجن هو قراءة آية الكرسي، فمن قرأها في ليلة لم يزل عليه من الله حافظ، ولا يقربه شيطان حتى يصبح، كما ثبت ذلك عنه صلى الله عليه وسلم٢ وهي: ﴿اللَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ﴾ ٣ الآية.
قوله: "يكتبون أبا جاد وينظرون في النجوم": الواو هنا ليست
_________
١ سبق (ص ٥٣٥) .
٢ أخرجه: البخاري معلقا بصيغة الجزم في (الوكالة، باب إذا وكل رجلا فترك الوكيل شيئا فأجازه الموكل، ٤/١٤٩) .
٣ سورة البقرة آية: ٢٥٥.

" ما أرى من فعل ذلك له عند الله من خلاق "١.

_________
عطفا، ولكنها للحال، يعني: والحال أنهم ينظرون، فيربطون ما يكتبون بسير النجوم وحركتها.
قوله: "ما أرى من فعل ذلك": ويجوز بفتح الهمزة بمعنى: أعلم، وبالضم بمعنى: ما أظن.
وقوله: "أبا جاد": هي: أَبَجَدْ هَوَزْ حِطِّيْ كَلَمَنء سَعَفَصْ قَرَشَتْ ثَخِذْ ضَظِغٌ ... وتعلم أباجاد ينقسم إلى قسمين:
الأول: تعلم مباح بأن نتعلمها لحساب الجمل، وما أشبه ذلك; فهذا لا بأس به، وما زال أناس يستعملونها، حتى العلماء يؤرخون بها، قال شيخنا عبد الرحمن بن سعدي ﵀ في تاريخ بناء المسجد الجامع القديم:
جد بالرضا أَعْطِ المنى ... من ساعدوا في ذا البنا
تاريخه حين انتهى ... قول المنيب اغفر لنا
والشهر في شوال يا ... رب تقبل سعينا
فقوله: "اغفر لنا" لو عددناها حسب الجمل صارت ١٣٦٢ هـ.
وقد اعتنى بها العلماء في العصور الوسطى، حتى في القصائد الفقهية والنحوية وغيرها. ويؤرخون بها مواليد العلماء ووفياتهم، ولم يرد ابن عباس هذا القسم.
الثاني: محرم، وهو كتابة "أبا جاد" كتابة مربوطة بسير النجوم
_________
١ أخرجه: عبد الرزاق في "المصنف" (١١/٢٦)، والبيهقي في "السنن الكبرى" (٨/١٣٩) .

.......................................................................

_________
وحركتها وطلوعها وغروبها، وينظرون في النجوم ليستدلوا بالموافقة أو المخالفة على ما سيحدث في الأرض، إما على سبيل العموم; كالجذب والمرض والحرب وما أشبه ذلك، أو على سبيل الخصوص; كأن يقول لشخص: سيحدث لك مرض أو فقر أو سعادة أو نحس في هذا وما أشبه ذلك; فهم يربطون هذه بهذه، وليس هناك علاقة بين حركات النجوم واختلاف الوقائع في الأرض.
وقوله: " ما أرى من فعل ذلك له عند الله من خلاق ".
قوله: "خلاق": أي: نصيب.
ظاهر كلام ابن عباس أنه يرى كفرهم; لأن الذي ليس له نصيب عند الله هو الكافر; إذ لا ينفى النصيب مطلقا عن أحد من المؤمنين، وإن كان له ذنوب عذب بقدر ذنوبه، أو تجاوز الله عنها، ثم صار آخر آمره إلى نصيبه الذي يجده عند الله.
ولم يبين المؤلف ﵀ حكم الكاهن والمنجم والرمال من حيث العقوبة في الدنيا، وذلك أننا إن حكمنا بكفرهم، فحكمهم في الدنيا أنهم يستتابون، فإن تابوا، وإلا; قتلوا كفارا.
وإن حكمنا بعدم كفرهم; إما لكون السحر لا يصل إلى الكفر، أو قلنا: إنهم لا يكفرون; لأن المسألة فيها خلاف; فإنه يجب قتلهم لدفع مفسدتهم ومضرتهم، حتى وإن قلنا بعدم كفرهم; لأن أسباب القتل ليست مختصة بالكفر فقط، بل للقتل أسباب متعددة ومتنوعة، قال تعالى: ﴿إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ﴾ ١ ;
_________
١ سورة المائدة آية: ٣٣.

.......................................................................

_________
فكل من أفسد على الناس أمور دينهم أو دنياهم; فإنه يستتاب، فإن تاب، وإلا; قتل، ولا سيما إذا كانت هذه الأمور تصل إلى الإخراج من الإسلام.
والنظر في النجوم ينقسم إلى أقسام:
الأول: أن يستدل بحركاتها وسيرها على الحوادث الأرضية، سواء كانت عامة أو خاصة; فهو شرك إن اعتقد أن هذه النجوم هي المدبرة الأمور، أو أن لها شركا; فهو كفر مخرج عن الملة، وإن اعتقد أنها سبب فقط; فكفره غير مخرج عن الملة، ولكن يسمى كفرا; لقول النبي ﷺ على إثر سماء كانت من الليل: " هل تدرون ماذا قال ربكم؟ قالوا: الله ورسوله أعلم. قال: قال: أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر، أما من قال: مطرنا بفضل الله ورحمته; فذلك مؤمن بي كافر بالكوكب، وأما من قال: مطرنا بنوء كذا وكذا; فذلك كافر بي مؤمن بالكوكب ".
وقد سبق لنا أن هذا الكفر ينقسم إلى قسمين بحسب اعتقاد قائله١.
الثاني: أن يتعلم علم النجوم ليستدل بحركاتها وسيرها على الفصول وأوقات البذر والحصاد والغرس وما أشبهه; فهذا من الأمور المباحة; لأنه يستعان بذلك على أمور دنيوية.
القسم الثالث: أن يتعلمها لمعرفة أوقات الصلوات وجهات القبلة، وما أشبه ذلك من الأمور المشروعة; فالتعلم هنا مشروع، وقد يكون فرض كفاية أو فرض عين.
_________
١ص ٥١٩) .

فيه مسائل:

الأولى: لا يجتمع تصديق الكاهن مع الإيمان بالقرآن.

الثانية: التصريح بأنه كفر.

الثالثة: ذكر من تكهن له.

الرابعة: ذكر من تطير له.

الخامسة: ذكر من سحر له.

_________
فيه مسائل:
الأولى: لا يجتمع تصديق الكاهن مع الإيمان بالقرآن: يؤخذ من قوله: ﷺ " من أتى كاهنا، فصدقه بما يقول; فقد كفر بما أنزل على محمد "١ ووجهه: أنه كذب بالقرآن، وهذا من أعظم الكفر.
الثانية: التصريح بأنه كفر: تؤخذ من قوله: " فقد كفر بما أنزل على محمد ".
الثالثة: ذكر من تكهن له: تؤخذ من حديث عمران بن حصين; حيث قال: "ليس منا"; أي: إنه كالكاهن في براءة النبي ﷺ منه.
الرابعة: ذكر من تطير له: تؤخذ من قوله: "أو تطير له".
الخامسة: ذكر من سحر له: تؤخذ من قوله: "أو سحر له".
وأتى المؤلف بذكر من تكهن له، أو سحر له، أو تطير له; لأنه قد يعارض فيه معارض، فيقول هذا في الكهان، وهذا في المتطيرين، وهذا في السحرة; فقال: إن من طلب أن يفعل له ذلك; فهو مثلهم في العقوبة.
_________
١ الترمذي: الطهارة (١٣٥)، وأبو داود: الطب (٣٩٠٤)، وابن ماجه: الطهارة وسننها (٦٣٩)، وأحمد (٢/٤٠٨،٢/٤٢٩،٢/٤٧٦)، والدارمي: الطهارة (١١٣٦) .

السادسة: ذكر من تعلم أباجاد.

السابعة: ذكر الفرق بين الكاهن والعراف.

_________
السادسة: ذكر من تعلم أبا جاد: وتعلم ذلك فيه تفصيل لا يحمد ولا يذم; إلا على حسب الحال التي تنزل عليها، وقد سبق ذلك١.
السابعة: ذكر الفرق بين الكاهن والعراف: وفي هذه المسألة خلاف بين أهل العلم:
القول الأول: أن العراف هو الكاهن والكاهن: هو الذي يخبر عن المغيبات في المستقبل; فهما مترادفان; فلا فرق بينهما.
القول الثاني: أن العراف هو الذي يستدل على معرفة الأمور بمقدمات يستدل بها على المسروق ومكان الضالة ونحوها; فهو أعم من الكاهن، لأنه يشمل الكاهن وغيره، فهما من باب العام والخاص.
القول الثالث: أن العراف هو الذي يخبر عما في الضمير، والكاهن هو الذي يخبر عن المغيبات في المستقبل.
فالعراف هو الكاهن أو أنه أعم منه، أو أن العراف يختص بالماضي، والكاهن بالمستقبل; فهما متباينان، والظاهر أنهما متباينان; فالكاهن من يخبر عن المغيبات في المستقبل [والعراف من يدعي معرفة الأمور بمقدمات يستدل بها على المسروق ومكان الضالة ونحو ذلك] غير واضح لأنهما لو كانا متباينين لقلنا: والعراف هو الذي يخبر عما في الضمير أو أن يكونا من باب العام والخاص فيقال في العراف ما هو مطبوع هنا بين القوسين.
_________
١ص ٥٤٨) .

باب ما جاء في النشرة

باب ما جاء في النشرة

عن جابر; " أن رسول الله ﷺ سئل عن النشرة; فقال: هي

_________
تعريف النشرة:
في اللغة; بضم النون: فعلة من النشر، وهو التفريق.
وفي الاصطلاح: حل السحر عن المسحور.
لأن هذا الذي يحل السحر عن المسحور: يرفعه، ويزيله، ويفرقه.
أما حكمها; فهو يتبين مما قاله المؤلف ﵀، وهو من أحسن البيانات.
ولا ريب أن حل السحر عن المسحور من باب الدواء والمعالجة، وفيه فضل كبير لمن ابتغى به وجه الله، لكن في القسم المباح منها. لأن السحر له تأثير على بدن المسحور وعقله ونفسه وضيق الصدر، حيث لا يأنس إلا بمن استعطف عليه. وأحيانا يكون أمراضا نفسية بالعكس، تنفر هذا المسحور عمن تنفره عنه من الناس، وأحيانا يكون أمراضا عقلية; فالسحر له تأثير إما على البدن، أو العقل، أو النفس.
قوله: "عن النشرة": أل للعهد الذهني; أي: المعروفة في الجاهلية التي كانوا يستعملونها في الجاهلية، وذلك طريق من طرق حل السحر، وهي على نوعين:

من عمل الشيطان " رواه أحمد بسند جيد، وأبو داود١ وقال:

_________
الأول: أن تكون باستخدام الشياطين، فإن كان لا يصل إلى حاجته منهم إلا بالشرك; كانت شركا، وإن كان يتوصل لذلك بمعصية دون الشرك; كان لها حكم تلك المعصية.
الثاني: أن تكون بالسحر; كالأدوية والرقى والعقد والنقث وما أشبه ذلك; فهذا له حكم السحر على ما سبق.
ومن ذلك ما يفعله بعض الناس، أنهم يضعون فوق رأس المسحور طستا فيه ماء ويصبون عليه رصاصا ويزعمون أن الساحر يظهر وجهه في هذا الرصاص; فيستدل بذلك على من سحره، وقد سئل الإمام أحمد عن النشرة، فقال: إن بعض الناس أجازها، فقيل له: إنهم يجعلون ماء في طست، وإنه يغوص فيه، وإنه يبدو وجهه، فنفض يده وقال: ما أدري ما هذا؟ ما أدري ما هذا؟ فكأنه ﵀ توقف في الأمر وكره الخوض فيه.
قوله: " من عمل الشيطان ": أي: من العمل الذي يأمر به الشيطان ويوحي به; لأن الشيطان يأمر بالفحشاء ويوحي إلى أوليائه بالمنكر، وهذا يغني عن قوله: إنها حرام، بل هو أشد; لأن نسبتها للشيطان أبلغ في تقبيحها والتنفير منها، ودلالة النصوص على التحريم لا تنحصر في لفظ التحريم أو نفي الجواز، بل إذا رتبت العقوبات على الفعل كان دليلا على تحريمه.
قوله: "رواه أحمد بسند جيد وأبو داود": سند أبي داود إلى أحمد متصل; لأنه قد حدثه وأدركه.
_________
١ أخرجه: الإمام أحمد (٣/٢٩٤)، وأبو داود في (الطب، باب في النشرة، ٤/٢٠١) - وسكت عنه-. وحسنه الحافظ في "الفتح" (١٠/٢٣٣) . وقال الهيثمي في "مجمع الزوائد" (٥/١٠٢): "رواه البزار والطبراني في "الأوسط "; إلا أنه قال: "ذكروا أنهما من عمل الشيطان"، ورجال البزار رجال الصحيح".

" سئل أحمد عنها; فقال: ابن مسعود يكره هذا كله".

وفي " البخاري " عن " قتادة: قلت لابن المسيب: رجل به طب.......

_________
قوله: "فقال: ابن مسعود يكره هذا كله": أجاب ﵀ بقول الصحابي، وكأنه ليس عنده أثر صحيح عن النبي ﷺ في ذلك، وإلا لاستدل به.
والمشار إليه في قوله: "يكره هذا كله" كل أنواع النشرة، وظاهره: ولو كانت على الوجه المباح على ما يأتي، لكنه غير مراد; لأن النشرة بالقرآن والتعوذات المشروعة لم يقل أحد بكراهته، وسبق أن ابن مسعودرضي الله عنهكان يكره تعليق التمائم من القرآن وغير القرآن.
وعلى هذا; فالكلية في قول أحمد: "يكره هذا كله" يراد بها النشرة التي من عمل الشيطان، وهي النشرة بالسحر والنشرة التي من التمائم.
وقوله: "يكره": الكراهة عند المتقدمين يراد بها التحريم غالبا، ولا تخرج عنه إلا بقرينة، وعند المتأخرين خلاف الأولى; فلا تظن أن لفظ المكروه في عرف المتقدمين أو كلامهم مثله في كلام المتأخرين، بل هو يختلف، انظر إلى قوله تعالى: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ ١ إلى أن قال بعد أن ذكر أشياء محرمة: ﴿كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا﴾ ٢ ولا شك أن المراد بالكراهة هنا التحريم.
قوله: "رجل به طب": أي: سحر، ومن المعلوم أن الطب هو
_________
١ سورة الإسراء آية: ٢٣.
٢ سورة الإسراء آية: ٣٨.

أو يؤخذ عن امرأته; أيحل عنه أو ينشر؟ قال: لا بأس به; إنما يريدون به الإصلاح،..............................................................

_________
علاج المرض، لكن سمي السحر طبا من باب التفاؤل، كما سمي اللديغ سليما والكسير جبيرا.
قوله: "أو يؤخذ عن امرأته": أي: يحبس عن زوجته; فلا يتمكن من جماعها، وهو ليس به بأس، وهذا نوع من السحر.
والعجيب أنه مشتهر عند الناس أنه إذا كان عند العقد، وعقد أحد عقدة عند العقد; فإنه يحصل حبسه عن امرأته، وبالغ بعضهم; فقال: إذا شبك أحدهم بين أصابعه عند العقد حبس الزوج عن أهله، وهذا لا أعرف له أصلا. ولكن كثيرا ما يقع حبس الزوج عن زوجه ويطلبون العلاج.
وقد ذكر بعض أهل العلم أن من العلاج أن يطلقها، ثم يراجعها; فينفك السحر. لكن لا أدري هل هذا يصح أم لا؟ فإذا صح; فالطلاق هنا جائز; لأنه طلاق للاستبقاء، فيطلق كعلاج، ونحن لا نفتي بشيء من هذا، بل نقول: لا نعرف عنه شيئا.
و"أو" في قوله: "أو يؤخذ" يحتمل أنها للشك من الراوي: هل قال قتادة "به طب" أو قال: "يؤخذ عن امرأته"; أي: أو قلت: يؤخذ، ويحتمل أن تكون للتنويع، أي أنه سأله عن أمرين: عن المسحور، وعن الذي يؤخذ عن امرأته.
قوله: "أيحل عنه أو ينشر": لا شك أن "أو" هنا للشك; لأن الحل هو النشرة.
قوله: "لا بأس به، إنما يريدون به الإصلاح": كأن ابن المسيب ﵀ قسم السحر إلى قسمين: ضار، ونافع.

فأما ما ينفع; فلم ينه عنه "١.

وروي عن الحسن، أنه قال: " لا يحل السحر إلا ساحر ".

قال ابن القيم: " النشرة: حل السحر عن المسحور، وهي نوعان:

أحدهما: حل بسحر مثله، وهو الذي من عمل الشيطان،

_________
فالضار محرم، قال تعالى: ﴿وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ﴾ ٢ والنافع لا بأس به، وهذا ظاهر ما روي عنه، وبهذا أخذ أصحابنا الفقهاء، فقالوا: يجوز حل السحر بالسحر للضرورة، وقال بعض أهل العلم: إنه لا يجوز حل السحر بالسحر، وحملوا ما روي عن ابن المسيب بأن المراد به ما لا يعلم عن حاله: هل هو سحر، أم غير سحر؟ أما إذا علم أنه سحر; فلا يحل، والله أعلم. ولكن على كل حال حتى ولو كان ابن المسيب ومن فوق ابن المسيب ممن ليس قوله حجة يرى أنه جائز; فلا يلزم من ذلك أن يكون جائزا في حكم الله حتى يعرض على الكتاب والسنة، وقد " سئل الرسول ﷺ عن النشرة؟ فقال: هي من عمل الشيطان "٣٤.
قوله: "وروي عن الحسن: " لا يحل السحر إلا ساحر ".
هذا الأثر إن صح; فمراد الحسن الحل المعروف غالبا، وأنه لا يقع إلا من السحرة.
قوله: "قال ابن القيم: النشرة حل السحر عن المسحور ... " إلخ. هذا الكلام جيد ولا مزيد عليه.
_________
١ أخرجه: البخاري معلقا بصيغة الجزم في (الطب، باب هل يستخرج السحر، ٤/٤٨) . وانظر: "فتح الباري" (١٠/٢٣٢) .
٢ سورة البقرة آية: ١٠٢.
٣ أبو داود: الطب (٣٨٦٨)، وأحمد (٣/٢٩٤) .
٤ سبق (٥٥٤) .

وعليه يحمل قول الحسن، فيتقرب الناشر والمنتشر إلى الشيطان بما يحب فيبطل عمله عن المسحور.

والثاني: النشرة بالرقية والتعوذات والأدوية والدعوات المباحة; فهذا جائز".

فيه مسائل:

الأولى: النهي عن النشرة.

الثانية: الفرق بين المنهي عنه والمرخص فيه مما يزيل الإشكال.

_________
فيه مسائل:
الأولى: النهي عن النشرة: تؤخذ من قوله ﷺ " هي من عمل الشيطان "١ وهنا ليس فيه صيغة نهي، لكن فيه ما يدل على النهي; لأن طرق إثبات النهي ليست الصيغة فقط، بل ذم فاعله ونحوه، وتقبيح الشيء وما أشبه ذلك يدل على النهي.
الثانية: الفرق بين المنهي عنه والمرخص فيه: تؤخذ من كلام ابن القيم ﵀ وتفصيله.
إشكال وجوابه:
ما الجمع بين قول الفقهاء ﵏ يجوز حل السحر بالسحر وبين قولهم يجب قتل الساحر؟ الجمع أن مرادهم بقتل الساحر من يضر بسحره دون من ينفع; فلا يقتل، أو أن مرادهم بيان حكم حل السحر بالسحر للضرورة، وأما الإبقاء على الساحر; فله نظر آخر، والله أعلم.
_________
١ أبو داود: الطب (٣٨٦٨)، وأحمد (٣/٢٩٤) .

باب ما جاء في التطير

باب ما جاء في التطير

........................................................................

_________
تعريف التطير:
في اللغة: مصدر تطير، وأصله مأخوذ من الطير; لأن العرب يتشاءمون أو يتفاءلون بالطيور على الطريقة المعروفة عندهم بزجر الطير، ثم ينظر: هل يذهب يمينا أو شمالا أو ما أشبه ذلك، فإن ذهب إلى الجهة التي فيها التيامن; أقدم، أو فيها التشاؤم; أحجم.
أما في الاصطلاح; فهي التشاؤم بمرئي أو مسموع، وهذا من الأمور النادرة; لأن الغالب أن اللغة أوسع من الاصطلاح; لأن الاصطلاح يدخل على الألفاظ قيودا تخصها، مثل الصلاة لغة: الدعاء، وفي الاصطلاح أخص من الدعاء، وكذلك الزكاة وغيرها.
وإن شئت; فقل: التطير: هو التشاؤم بمرئي أو مسموع أو معلوم.
بمرئي مثل: لو رأى طيرا فتشاءم لكونه موحشا.
أو مسموع مثل: من هم بأمر فسمع أحدا يقول لآخر: يا خسران، أو يا خائب; فيتشاءم.
أو معلوم; كالتشاؤم ببعض الأيام أو بعض الشهور أو بعض السنوات; فهذه لا ترى ولا تسمع.
واعلم أن التطير ينافي التوحيد، ووجه منافاته له من وجهين:

وقول الله تعالى: ﴿أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ﴾ ١.

_________
الأول: أن المتطير قطع توكله على الله واعتمد على غير الله.
الثاني: أنه تعلق بأمر لا حقيقة له، بل هو وهم وتخييل; فأي رابطة بين هذا الأمر، وبين ما يحصل له، وهذا لا شك أنه يخل بالتوحيد; لأن التوحيد عبادة واستعانة، قال تعالى: ﴿إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ﴾ ٢ وقال تعالى: ﴿فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ﴾ ٣.
فالطيرة محرمة، وهي منافية للتوحيد كما سبق، والمتطير لا يخلو من حالين:
الأول: أن يحجم ويستجيب لهذه الطيرة ويدع العمل، وهذا من أعظم التطير والتشاؤم.
الثاني: أن يمضي لكن في قلق وهم وغم يخشى من تأثير هذا المتطير به، وهذا أهون.
وكلا الأمرين نقص في التوحيد وضرر على العبيد، بل انطلق إلى ما تريد بانشراح صدر وتيسير واعتماد على الله عزوجل ولا تسئ الظن بالله عزوجل
وقد ذكر المؤلف ﵀ في هذا الباب آيتين:
الآية الأولى قوله تعالى: ﴿أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ﴾ ٤ هذه الآية نزلت في قوم موسى كما حكى الله عنهم في قوله: ﴿وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ﴾ قال الله تعالى: ﴿أَلا إِنَّمَا
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٣١.
٢ سورة الفاتحة آية: ٥.
٣ سورة هود آية: ١٢٣.
٤ سورة الأعراف آية: ١٣١.

وقوله: ﴿قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ﴾ ١.

_________
طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ﴾، ومعنى: ﴿يَطَّيَّرُوا بِمُوسَى وَمَنْ مَعَهُ﴾، أنه إذا جاءهم البلاء والجدب والقحط قالوا: هذا من موسى وأصحابه; فأبطل الله هذه العقيدة بقوله: ﴿أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ﴾
قوله: ﴿أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ﴾، (ألا): أداة استفتاح تفيد التنبيه والتوكيد، و(إنما): أداة حصر.
وقوله: ﴿طَائِرُهُمْ﴾ مبتدأ، و﴿عِنْدَ اللَّهِ﴾ خبر، والمعنى: أنما يصيبهم من الجدب والقحط ليس من موسى وقومه، ولكنه من الله; فهو الذي قدره ولا علاقة لموسى وقومه به، بل إن الأمر يقتضي أن موسى وقومه سبب للبركة والخير، ولكن هؤلاء - والعياذ بالله - يلبسون على العوام ويوهمون الناس خلاف الواقع.
قوله: ﴿وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ﴾ ٢ فهم في جهل; فلا يعلمون أن هناك إلها مدبرا، وأن ما أصابهم من الله وليس من موسى وقومه.
الآية الثانية قوله تعالى:: ﴿قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ﴾ ٣ أي: قال الذين أرسلوا إلى القرية في قوله تعالى: ﴿وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ﴾ ٤ الآيات.
فقالوا ذلك ردا على قول أهل القرية: ﴿إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ﴾ ٥ ; أي: تشاءمنا بكم، وإننا لا نرى أنكم تدلوننا على الخير، بل على الشر وما فيه هلاكنا; فأجابهم الرسل بقولهم: ﴿طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ﴾ ٦ أي: مصاحب لكم، فما يحصل لكم; فإنه منكم ومن أعمالكم، فأنتم السبب في ذلك.
_________
١ سورة يس آية: ١٩.
٢ سورة الأنعام آية: ٣٧.
٣ سورة يس آية: ١٩.
٤ سورة يس آية: ١٣.
٥ سورة يس آية: ١٨.
٦ سورة يس آية: ١٩.

عن أبي هريرةرضي الله عنه" أن رسول الله ﷺ قال: " لا عدوى.............

_________
ولا منافاة بين هذه الآية والتي ذكرها المؤلف قبلها; لأن الأولى تدل على أن المقدر لهذا الشيء هو الله، والثانية تبين سببه، وهو أنه منهم، فهم في الحقيقة طائرهم معهم (أي الشؤم) الحاصل عليهم معهم ملازم لهم; لأن أعمالهم تستلزمه; كما قال تعالى: ﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ﴾ ١ وقال تعالى: ﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾ ٢.
ويستفاد من الآيتين المذكورتين في الباب: أن التطير كان معروفا من قبل العرب وفي غير العرب; لأن الأولى في فرعون وقومه، والثانية في أصحاب القرية.
وقوله: ﴿أَإِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ﴾ ٣ ينبغي أن تقف على قوله: (ذكرتم) لأنها جملة شرطية، وجواب الشرط محذوف تقديره: أإن ذكرتم تطيرتم، وعلى هذا; فلا تصلها بما بعدها.
وقوله: ﴿بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ﴾ ٤ (بل) هنا للإضراب الإبطالي; أي: ما أصابكم ليس منهم، بل هو من إسرافكم.
وقوله: أي: متجاوزون للحد الذي يجب أن تكونوا عليه.
قوله: ﷺ " لا عدوى "٥ لا نافية للجنس، ونفي الجنس أعم من نفي الواحد والاثنين والثلاثة; لأنه نفي للجنس كله، فنفى الرسول ﷺ العدوى كلها.
_________
١ سورة الروم آية: ٤١.
٢ سورة الأعراف آية: ٩٦.
٣ سورة آية: ١٩.
٤ سورة يس آية: ١٩.
٥ البخاري: الطب (٥٧٥٧)، ومسلم: السلام (٢٢٢٠)، وأبو داود: الطب (٣٩١١)، وأحمد (٢/٢٦٧،٢/٣٩٧،٢/٤٣٤) .

ولا طيرة، ولا هامة،.....................................................

_________
والعدوى: انتقال المرض من المريض إلى الصحيح، وكما يكون في الأمراض الحسية يكون أيضا في الأمراض المعنوية الخلقية، ولهذا أخبر ﷺ أن جليس السوء كنافخ الكير; إما أن يحرق ثيابك، وإما أن تجد منه رائحة كريهة١.
فقوله: " لا عدوى "٢ يشمل الحسية والمعنوية، وإن كانت في الحسية أظهر.
قوله: " ولا طيرة " اسم مصدر تطير; لأن المصدر منه تطير، مثل الخيرة اسم مصدر اختار، قال تعالى: ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾ ٣ أي: الاختيار، أي أن يختاروا خلاف ما قضى الله ورسوله من الأمر.
واسم المصدر يوافق المصدر في المعنى، ولذلك تقول كلمته كلاما بمعنى كلمته تكليما، وسلمت عليه سلاما بمعنى سلمت عليه تسليما. لكن لما كان يخالف المصدر في البناء سموه اسم مصدر، والطيرة تقدم أنها هي التشاؤم بمرئي أو مسموع أو معلوم٤.
قوله: "ولا هامة": الهامة; بتخفيف الميم فسرت بتفسيرين:
الأول: أنها طير معروف يشبه البومة، أو هي البومة، تزعم العرب أنه إذا قتل القتيل; صارت عظامه هامة تطير وتصرخ حتى يؤخذ بثأره، وربما اعتقد بعضهم أنها روحه.
_________
١ أخرجه: البخاري في (الذبائح، باب المسك، ٥٥٣٤)، ومسلم في (البر والصلة، باب استحباب مجالسة الصالحين، ٢٦٢٨) ; عن أبي موسى ﵁.
٢ البخاري: الطب (٥٧٥٧)، ومسلم: السلام (٢٢٢٠)، وأبو داود: الطب (٣٩١١)، وأحمد (٢/٢٦٧،٢/٣٩٧،٢/٤٣٤) .
٣ سورة الأحزاب آية: ٣٦.
٤ ص ٥٥٩) .

ولا صفر "١ أخرجاه٢ وزاد مسلم:..................................

_________
التفسير الثاني: أن بعض العرب يقولون: الهامة هي الطير المعروف، لكنهم يتشاءمون بها، فإذا وقعت على بيت أحدهم ونعقت; قالوا: إنها تنعق به ليموت، ويعتقدون أن هذا دليل قرب أجله، وهذا كله - بلا شك - عقيدة باطلة.
قوله: " ولا صفر " قيل: إنه شهر صفر، كانت العرب يتشاءمون به ولا سيما في النكاح.
وقيل: إنه داء في البطن يصيب الإبل وينتقل من بعير إلى آخر، وعلى هذا; فيكون عطفه على العدوى من باب عطف الخاص على العام.
وقيل: إنه نهي عن النسيئة، وكانوا في الجاهلية ينسئون، فإذا أرادوا القتال في شهر المحرم استحلوه، وأخروا الحرمة إلى شهر صفر، وهذه النسيئة التي ذكرها الله بقوله تعالى: ﴿فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ﴾ ٣ وهذا القول ضعيف، ويضعفه أن الحديث في سياق التطير، وليس في سياق التغيير، والأقرب أن صفر يعني الشهر، وأن المراد نفي كونه مشؤوما; أي: لا شؤم فيه، وهو كغيره من الأزمان يقدر فيه الخير ويقدر فيه الشر.
وهذا النفي في هذه الأمور الأربعة ليس نفيا للوجود; لأنها موجودة ولكنه نفي للتأثير; فالمؤثر هو الله، فما كان منها سببا معلوما; فهو سبب صحيح، وما كان منها سببا موهوما; فهو سبب باطل، ويكون نفيا لتأثيره بنفسه إن كان صحيحا، ولكونه سببا إن كان باطلا.
فقوله: " لا عدوى "٤ العدوى موجودة، ويدل لوجودها قوله ﷺ:
_________
١ البخاري: الطب (٥٧٥٧)، ومسلم: السلام (٢٢٢٠)، وأبو داود: الطب (٣٩١١)، وأحمد (٢/٢٦٧،٢/٣٩٧،٢/٤٣٤) .
٢ أخرجه: البخاري في (الطب، باب لا هامة، ٤/٤٧)، ومسلم في (السلام، باب لا عدوى ولا طيرة، ٤/١٧٤٣) .
٣ سورة التوبة آية: ٣٧.
٤ البخاري: الطب (٥٧٥٧)، ومسلم: السلام (٢٢٢٠)، وأبو داود: الطب (٣٩١١)، وأحمد (٢/٢٦٧،٢/٣٩٧،٢/٤٣٤) .

.......................................................................

_________
" لا يورد ممرض على مصح "١٢ أي: لا يورد صاحب الإبل المريضة على صاحب الإبل الصحيحة; لئلا تنتقل العدوى. وقوله ﷺ " فر من المجذوم فرارك من الأسد "٣٤ والجذام مرض خبيث معد بسرعة ويتلف صاحبه; حتى قيل: إنه الطاعون; فالأمر بالفرار من المجذوم لكي لا تقع العدوى منه إليك، وفيه إثبات لتأثير العدوى، لكن تأثيرها ليس أمرا حتميا، بحيث تكون علة فاعلة، وأمر النبي ﷺ بالفرار، وأن لا يورد ممرض على مصح من باب تجنب الأسباب لا من باب تأثير الأسباب بنفسها; فالأسباب لا تؤثر بنفسها، لكن ينبغي لنا أن نتجنب الأسباب التي تكون سببا للبلاء; لقوله تعالى: ﴿وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ﴾ ٥ ولا يمكن أن يقال: إن الرسول ﷺ ينكر تأثير العدوى; لأن هذا أمر يبطله الواقع والأحاديث الأخرى.
فإن قيل: إن الرسول ﷺ لما قال: " لا عدوى. قال رجل: يا رسول الله! الإبل تكون صحيحة مثل الظباء، فيدخلها الجمل الأجرب فتجرب؟ فقال النبي ﷺ فمن أعدى الأول ; "٦٧ يعني أن المرض نزل على الأول بدون عدوى، بل نزل من عند الله عزوجل فكذلك إذا انتقل بالعدوى; فقد انتقل بأمر الله، والشيء قد يكون له سبب معلوم وقد لا يكون له سبب معلوم، فجرب الأول ليس سببه معلوما; إلا أنه
_________
١ مسلم: السلام (٢٢٢١) .
٢ أخرجه: مسلم في (كتاب السلام، باب لا عدوى ولا طيرة، ٤/١٧٤٣) .
٣ أحمد (٢/٤٤٣) .
٤ أخرجه: البخاري معلقا بصيغة الجزم في (الطب، باب الجذام، ٤/٣٧) . وانظر: "فتح الباري" (١٠/١٥٨) .
٥ سورة البقرة آية: ١٩٥.
٦ البخاري: الطب (٥٧٧٥)، ومسلم: السلام (٢٢٢٠)، وأبو داود: الطب (٣٩١١)، وأحمد (٢/٢٦٧،٢/٣٢٧) .
٧ أخرجه: البخاري في (الطب، باب لا صفر، ٤/٣٩)، ومسلم في (السلام، باب لا عدوى ولا طيرة، ٤/١٧٤٢) ; من حديث أبي هريرة.

.......................................................................

_________
بتقدير الله تعالى، وجرب الذي بعده له سبب معلوم، لكن لو شاء الله تعالى لم يجرب، ولهذا أحيانا تصاب الإبل بالجرب، ثم يرتفع ولا تموت، وكذلك الطاعون والكوليرا أمراض معدية، وقد تدخل البيت فتصيب البعض فيموتون ويسلم آخرون ولا يصابون.
فعلى الإنسان أن يعتمد على الله، ويتوكل عليه، وقد روي " أن النبي ﷺ جاءه رجل مجذوم; فأخذ بيده وقال له: "كل" يعني من الطعام الذي كان يأكل منه الرسول ﷺ "١ لقوة توكله ﷺ فهذا التوكل مقاوم لهذا السبب المعدي.
وهذا الجمع الذي أشرنا إليه هو أحسن ما قيل في الجمع بين الأحاديث، وادعى بعضهم النسخ; فمنهم من قال: إن الناسخ قوله: " لا عدوى " والمنسوخ قوله: " فر من المجذوم "٢٣ " ولا يورد ممرض على مصح "٤٥ وبعضهم عكس، والصحيح أنه لا نسخ; لأن من شروط النسخ تعذر الجمع، وإذا أمكن الجمع وجب الرجوع إليه; لأن في الجمع إعمال الدليلين، وفي النسخ إبطال أحدهما، وإعمالهما أولى من إبطال أحدهما; لأننا اعتبرناهما وجعلناهما حجة، وأيضا الواقع يشهد أنه لا نسخ.
وقوله: " ولا صفر " فيه ثلاثة أقوال سبقت، وبيان الراجح منها٦.
_________
١ أخرجه: أبو داود في (الطب، باب في الطيرة، ٤/٢٣٩) - وسكت عنه، والترمذي في (الأطعمة، باب في الأكل مع المجذوم، ٦/١١١) - وقال: "غريب"-، وابن ماجه في (الطب، باب الجذام، ٢/١١٧٢)، وابن جرير في (تهذيب الآثار (٨٥)، والطحاوي في "شرح معاني الآثار" (٤/٣٠٩)، وابن حبان (١٤٣٣)، وابن السني في "عمل اليوم والليلة" (٤٦٥)، والحاكم (٤/١٣٦)، وصححه ووافقه الذهبي من حديث جابر.
٢ البخاري: الاعتصام بالكتاب والسنة (٧٢٨٨)، ومسلم: الحج (١٣٣٧)، والنسائي: مناسك الحج (٢٦١٩)، وابن ماجه: المقدمة (١،٢)، وأحمد (٢/٢٤٧،٢/٢٥٨،٢/٣١٣،٢/٣٥٥،٢/٤٢٨،٢/٤٤٧،٢/٤٥٦،٢/٤٦٧،٢/٤٨٢،٢/٤٩٥،٢/٥٠٨) .
٣ سبق (ص ٥٦٥) .
٤ مسلم: السلام (٢٢٢١)، وابن ماجه: الطب (٣٥٤١)، وأحمد (٢/٤٣٤) .
٥ سبق (ص ٥٦٥) .
٦ ص ٥٦٤) .

.......................................................................

_________
والأزمنة لا دخل لها في التأثير وفي تقدير الله عزوجل فصفر كغيره من الأزمنة يقدر فيه الخير والشر، وبعض الناس إذا انتهى من شيء في صفر أرخ ذلك وقال: انتهى في صفر الخير، وهذا من باب مداواة البدعة ببدعة، والجهل بالجهل; فهو ليس شهر خير ولا شهر شر.
أما شهر رمضان، وقولنا: إنه شهر خير; فالمراد بالخير العبادة، ولا شك أنه شهر خير، وقولهم: رجب المعظم; بناء على أنه من الأشهر الحرم. ولهذا أنكر بعض السلف على من إذا سمع البومة تنعق قال: خيرا إن شاء الله; فلا يقال: خير ولا شر، بل هي تنعق كبقية الطيور.
فهذه الأربعة التي نفاها الرسول ﷺ تبين وجوب التوكل على الله وصدق العزيمة، ولا يضعف المسلم أمام هذه الأشياء; لأن الإنسان لا يخلو من حالين:
إما أن يستجيب لها بأن يقدم أو يحجم أو ما أشبه ذلك; فيكون حينئذ قد علق أفعاله بما لا حقيقة له ولا أصل له، وهو نوع من الشرك.
وإما أن لا يستجيب بأن يكون عنده نوع من التوكل ويقدم ولا يبالي، لكن يبقى في نفسه نوع من الهم أو الغم، وهذا وإن كان أهون من الأول، لكن يجب ألا يستجيب لداعي هذه الأشياء التي نفاها الرسول ﷺ مطلقا، وأن يكون معتمدا على الله عزوجل
وبعض الناس قد يفتح المصحف لطلب التفاؤل، فإذا نظر ذكر النار تشاءم، وإذا نظر ذكر الجنة قال: هذا فأل طيب; فهذا مثل عمل الجاهلية الذين يستقسمون بالأزلام.
فالحاصل أننا نقول: لا تجعل على بالك مثل هذه الأمور إطلاقا; فالأسباب المعلومة الظاهرة تقي أسباب الشر، وأما الأسباب الموهومة التي

" ولا نوء،..........................................................

_________
لم يجعلها الشرع سببا بل نفاها، فلا يجوز لك أن تتعلق بها، بل احمد الله على العافية، وقل: ربنا عليك توكلنا.
قوله: (لا نوء (واحد الأنواء، والأنواء: هي منازل القمر، وهي ثمان وعشرون منزلة، كل منزلة لها نجم تدور بمدار السنة. وهذه النجوم بعضها يسمى النجوم الشمالية، وهي لأيام الصيف، وبعضها يسمى النجوم الجنوبية، وهي لأيام الشتاء، وأجرى الله العادة أن المطر في وسط الجزيرة العربية يكون أيام الشتاء، أما أيام الصيف; فلا مطر.
فالعرب كانوا يتشاءمون بالأنواء، ويتفاءلون بها; فبعض النجوم يقولون: هذا نجم نحس لا خير فيه، وبعضها بالعكس يتفاءلون به فيقولون: هذا نجم سعود وخير، ولهذا إذا أمطروا قالوا: مطرنا بنوء كذا، ولا يقولون: مطرنا بفضل الله ورحمته، ولا شك أن هذا غاية الجهل.
ألسنا أدركنا هذا النوء بعينه في سنة يكون فيه مطر وفي سنة أخرى لا يكون فيه مطر؟ ونجد السنوات تمر بدون مطر مع وجود النجوم الموسمية التي كانت كثيرا ما يكون في زمنها الأمطار.
فالنوء لا تأثير له; فقولنا: طلع هذا النجم، كقولنا: طلعت الشمس; فليس له إلا طلوع وغروب، والنوء وقت تقدير، وهو يدل على دخول الفصول فقط.
وفي عصرنا الحاضر يعلق المطر بالضغط الجوي والمنخفض الجوي، وهذا وإن كان قد يكون سببا حقيقيا، ولكن لا يفتح هذا الباب للناس، بل الواجب أن يقال: هذا من رحمة الله، هذا من فضله ونعمه، قال تعالى: ﴿أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُزْجِي سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ﴾ ١ وقال تعالى: ﴿اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ
_________
١ سورة النور آية: ٤٣.

ولا غول "٢٣.

_________
فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلالِهِ﴾ ١.
فتعليق المطر بالمنخفضات الجوية من الأمور الجاهلية التي تصرف الإنسان عن تعلقه بربه.
فذهبت أنواء الجاهلية، وجاءت المنخفضات الجوية، وما أشبه ذلك من الأقوال التي تصرف الإنسان عن ربه ﷾. نعم، المنخفضات الجوية قد تكون سببا لنزول المطر، لكن ليست هي المؤثر بنفسها، فتنبه.
قوله: "ولا غول": جمع غولة أو غولة، ونحن نسميها باللغة العامية: (الهولة) ; لأنها تهول الإنسان.
والعرب كانوا إذا سافروا أو ذهبوا يمينا أو شمالا تلونت لهم الشياطين بألوان مفزعة مخيفة، فتدخل في قلوبهم الرعب والخوف، فتجدهم يكتئبون ويستحسرون عن الذهاب إلى هذا الوجه الذي أرادوا، وهذا لا شك أنه يضعف التوكل على الله، والشيطان حريص على إدخال القلق والحزن على الإنسان بقدر ما يستطيع، قال تعالى: ﴿إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ﴾ ٤.
وهذا الذي نفاه الرسول ﷺ هو تأثيرها; وليس المقصود بالنفي نفي الوجود، وأكثر ما يبتلى الإنسان بهذه الأمور إذا كان قلبه معلقا بها، أما إن كان معتمدا على الله غير مبال بها; فلا تضره ولا تمنعه عن جهة قصده.
_________
١ سورة الروم آية: ٤٨.
٢ البخاري: الطب (٥٧٥٧)، ومسلم: السلام (٢٢٢٠)، وأبو داود: الطب (٣٩١٢) .
٣ أخرجه: مسلم في (السلام، باب لا عدوى ولا طيرة، ٤/١٧٤٣) ; فقد أخرج حديث أبي هريرة بزيادة: "ولا نوء"، ومن حديث جابر بزيادة: "ولا غول".
٤ سورة المجادلة آية: ١٠.

ولهما عن أنس; قال: قال رسول الله ﷺ " لا عدوى، ولا طيرة، ويعجبني الفأل. قالوا: وما الفأل; قال: الكلمة الطيبة "١. ٢

_________
قوله في حديث أنس: " لا عدوى، ولا طيرة "٣. تقدم الكلام على ذلك.
قوله: " ويعجبني الفأل " أي: يسرني، والفأل بينه بقوله: " الكلمة الطيبة "٤.
فـ"الكلمة الطيبة" تعجبه ﷺ لما فيها من إدخال السرور على النفس والانبساط، والمضي قدما لما يسعى إليه الإنسان، وليس هذا من الطيرة، بل هذا مما يشجع الإنسان; لأنها لا تؤثر عليه، بل تزيده طمأنينة وإقداما وإقبالا.
وظاهر الحديث: الكلمة الطيبة في كل شيء; لأن الكلمة الطيبة في الحقيقة تفتح القلب وتكون سببا لخيرات كثيرة، حتى إنها تدخل المرء في جملة ذوي الأخلاق الحسنة.
وهذا الحديث جمع النبي ﷺ فيه بين محذورين ومرغوب; فالمحذوران هما العدوى والطيرة، والمرغوب هو الفأل، وهذا من حسن تعليم النبي ﷺ فمن ذكر المرهوب ينبغي أن يذكر معه ما يكون مرغوبا، ولهذا كان القرآن مثاني إذا ذكر أوصاف المؤمنين ذكر أوصاف الكافرين، وإذا ذكر العقوبة ذكر المثوبة، وهكذا.
_________
١ البخاري: الطب (٥٧٧٦)، ومسلم: السلام (٢٢٢٤)، والترمذي: السير (١٦١٥)، وأبو داود: الطب (٣٩١٦)، وابن ماجه: الطب (٣٥٣٧)، وأحمد (٣/١٣٠،٣/١٧٣،٣/٢٧٥) .
٢ أخرجه: البخاري في (الطب، باب الفأل، ٤/٤٦)، ومسلم في (السلام، باب الطيرة والفأل، ٤/١٧٤٥- ١٧٤٦) ; من حديث أنس. وأخرجاه أيضا من حديث أبي هريرة في المواضع السابقة ﵄.
٣ البخاري: الطب (٥٧٥٧)، ومسلم: السلام (٢٢٢٠)، وأبو داود: الطب (٣٩١١)، وأحمد (٢/٢٦٧،٢/٣٩٧،٢/٤٣٤) .
٤ البخاري: الطب (٥٧٧٦)، ومسلم: السلام (٢٢٢٤)، والترمذي: السير (١٦١٥)، وأحمد (٣/١٧٣،٣/١٧٨،٣/٢٧٥) .

ولأبي داود بسند صحيح عن " عقبة بن عامر; قال: ذكرت الطيرة عند رسول الله ﷺ فقال: أحسنها الفأل، ولا ترد مسلما، فإذا رأى أحدكم ما يكره; فليقل: اللهم لا يأتي بالحسنات إلا أنت،........................

_________
قوله: "عن عقبة بن عامر": صوابه عن عروة بن عامر; كما ذكره في "التيسير"، وقد اختلف في نسبه وصحبته.
قوله: " ذكرت الطيرة عند رسول الله "١ وهذا الذكر إما ذكر شأنها، أو ذكر أن الناس يفعلونها، والمراد: تحدث الناس بها عند رسول الله ﷺ
قوله: " أحسنها الفأل: " سبق أن الفأل ليس من الطيرة٢ لكنه شبيه بالطيرة من حيث الإقدام; فإنه يزيد الإنسان نشاطا وإقداما فيما توجه إليه; فهو يشبه الطيرة من هذا الوجه، وإلا; فبينهما فرق لأن الطيرة توجب تعلق الإنسان بالمتطير به، وضعف توكله على الله، ورجوعه عما هم به من أجل ما رأى، لكن الفأل يزيده قوة وثباتا ونشاطا; فالشبه بينهما هو التأثير في كل منهما.
قوله: " ولا ترد مسلما "٣ يفهم منه أن من ردته الطيرة عن حاجته; فليس بمسلم.
قوله: " فإذا رأى أحدكم ما يكره "٤ فحينئذ قد ترد على قلبه الطيرة، ويبتعد عما يريد، ولا يقدم عليه، وقد ذكر النبي ﷺ دواء لذلك وقال: " فليقل: اللهم لا يأتي بالحسنات ... "٥ إلخ.
قوله: " اللهم لا يأتي بالحسنات إلا أنت "٦ وهذا هو حقيقة التوكل،
_________
١ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .
٢ ص ٥٧٠) .
٣ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .
٤ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .
٥ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .
٦ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .

ولا يدفع السيئات إلا أنت،..............................................

_________
وقوله: "اللهم". يعني: يا الله، ولهذا بنيت على الضم; لأن المنادى علم، بل هو أعلم الأعلام وأعرف المعارف على الإطلاق، والميم عوض عن يا المحذوفة، وصارت في آخر الكلمة تبركا بالابتداء باسم الله ﷾، وصارت ميما; لأنها تدل على الجمع; فكأن الداعي جمع قلبه على الله.
قوله: " لا يأتي بالحسنات إلا أنت "١ أي: لا يقدرها ولا يخلقها ولا يوجدها للعبد إلا الله وحده لا شريك له، وهذا لا ينافي أن تكون الحسنات بأسباب; لأن خالق هذه الأسباب هو الله، فإذا وجدت هذه الحسنات بأسباب خلقها الله; صار الموجد حقيقة هو الله.
والمراد بالحسنات: ما يستحسن المرء وقوعه، ويحسن في عينه. ويشمل ذلك الحسنات الشرعية; كالصلاة والزكاة وغيرها; لأنها تسر المؤمن، ويشمل الحسنات الدنيوية; كالمال والولد ونحوها، قال تعالى: ﴿إِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ﴾ ٢ وقال تعالى في آية أخرى: ﴿إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا﴾ ٣.
وقوله: إلا أنت: فاعل يأتي; لأن الاستثناء هنا مفرغ.
قوله: " ولا يدفع السيئات إلا أنت "٤ السيئات: ما يسوء المرء وقوعه وينفر منه حالا أو مآلا، ولا يدفعها إلا الله، ولهذا إذا أصيب الإنسان بمصيبة التجأ إلى ربه تعالى، حتى المشركون إذا ركبوا في الفلك، وشاهدوا الغرق; دعوا الله مخلصين له الدين. ولا ينافي هذا أن يكون دفعها بأسباب; فمثلا لو رأى رجلا غريقا، فأنقذه; فإنما أنقذه بمشيئة الله، ولو شاء الله لم ينقذه; فالسبب من الله. فعقيدة كل مسلم أنه لا يأتي بالحسنات إلا الله، ولا يدفع السيئات إلا الله، وبمقتضى هذه
_________
١ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .
٢ سورة التوبة آية: ٥٠.
٣ سورة آل عمران آية: ١٢٠.
٤ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .

ولا حول ولا قوة إلا بك "١. ٢

_________
العقيدة; فإنه يجب أن لا يسأل المسلم الحسنات ولا يسأل دفع السيئات إلا من الله، ولهذا كان الرسل صلوات الله وسلامه عليهم يسألون الله الحسنات ويسألون دفع السيئات، قال تعالى عن زكريا: ﴿رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً﴾ ٣ وقال تعالى عن أيوب: ﴿وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ﴾ ٤ وهكذا يجب أن يكون المؤمن أيضا.
قوله: " ولا حول ولا قوة إلا بك "٥ في معناها وجهان:
الأول: أنه لا يوجد حول ولا قوة إلا بالله; فالباء بمعنى في، يعني: إلا في الله وحده، ومن سواه ليس لهم حول ولا قوة، ويكون الحول والقوة المنفيان عن غير الله هما الحول المطلق والقوة المطلقة; لأن غير الله فيه حول وقوة، لكنها نسبية ليست بكاملة; فالحول الكامل والقوة الكاملة في الله وحده.
الثاني: أنه لا يوجد لنا حول ولا قوة إلا بالله; فالباء للاستعانة أو للسببية، وهذا المعنى أصح، وهو مقتضى ورودها في مواضعها; إذ إننا لا نتحول من حال إلى حال، ولا نقوى على ذلك إلا بالله، فيكون في هذه الجملة كمال التفويض إلى الله، وأن الإنسان يبرأ من حوله وقوته إلا بما
_________
١ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .
٢ أخرجه: أبو داود في (الطب، باب في الطيرة، ٤/٢٣٥) -وسكت عنه-، وابن السني (٢٩٤)، والبيهقي (٨/١٣٩) . وقال النووي في "الرياض" كما في "دليل الفالحين" (ص ٨٠٦): "رواه أبو داود بإسناد صحيح". وقال المنذري في "مختصر سنن أبي داود" (٥/٣٧٩): "عروة هذا قيل فيه: القرشي، وقيل فيه: الجهني، وقال أبو القاسم الدمشقي: ولا صحبة له تصح. وذكر البخاري وغيره: أنه سمع من ابن عباس; فعلى هذا يكون الحديث مرسلا".
٣ سورة آل عمران آية: ٣٨.
٤ سورة الأنبياء آية: ٨٣.
٥ أبو داود: الطب (٣٩١٩) .

وعن ابن مسعود، مرفوعا: " الطيرة شرك الطيرة شرك

_________
أعطاه الله من الحول والقوة. فإن صح الحديث; فالرسول ﷺ أرشدنا إذا رأينا ما نكره مما يتشاءم به المتشائم أن نقول: " اللهم لا يأتي بالحسنات إلا أنت، ولا يدفع السيئات إلا أنت، ولا حول ولا قوة إلا بك "١.
قوله: "مرفوعا": أي: إلى النبي ﷺ
قوله: " الطيرة شرك، الطيرة شرك "٢ هاتان الجملتان يؤكد بعضهما بعضا من باب التوكيد اللفظي.
وقوله: "شرك": أي: إنها من أنواع الشرك، وليست الشرك كله، وإلا; لقال: الطيرة الشرك.
هل المراد بالشرك هنا الشرك الأكبر المخرج عن الملة، أو أنها نوع من أنواع الشرك؟ نقول: هي نوع من أنواع الشرك; كقوله ﷺ " اثنتان في الناس هما بهم كفر "٣٤ أي: ليس الكفر المخرج عن الملة، وإلا; لقال: "هما بهم الكفر"، بل هما نوع من الكفر.
لكن في ترك الصلاة قال: " بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة "٥٦ فقال: "الكفر"; فيجب أن نعرف الفرق بين "أل" المعرفة أو الدالة على الاستغراق، وبين خلو اللفظ منها، فإذا قيل: هذا كفر; فالمراد أنه نوع من الكفر لا يخرج من الملة، وإذا قيل: هذا الكفر; فهو المخرج من الملة.
_________
١ أبو داود الطب (٣٩١٩) .
٢ الترمذي السير (١٦١٤)، وأبو داود: الطب (٣٩١٠)، وابن ماجه: الطب (٣٥٣٨)، وأحمد (١/٣٨٩،١/٤٣٨،١/٤٤٠) .
٣ مسلم الإيمان (٦٧)، وأحمد (٢/٤٤١،٢/٤٩٦) .
٤ أخرجه مسلم في (الإيمان، باب إطلاق اسم الكفر على الطعن في النسب، ١/٨٢) من حديث أبي هريرة ﵁.
٥ مسلم الإيمان (٨٢)، والترمذي: الإيمان (٢٦٢٠)، وأبو داود: السنة (٤٦٧٨)، وابن ماجه: إقامة الصلاة والسنة فيها (١٠٧٨)، وأحمد (٣/٣٧٠،٣/٣٨٩)، والدارمي: الصلاة (١٢٣٣) .
٦ أخرجه مسلم في (الإيمان، باب إطلاق اسم الكفر على من ترك الصلاة، ١/٨٨) من حديث جابر ﵁.

وما منا إلا ... ولكن الله يذهبه بالتوكل "١ رواه أبو داود والترمذي وصححه٢.............................................................

_________
فإذا تطير إنسان بشيء رآه أو سمعه; فإنه لا يعد مشركا شركا يخرجه من الملة، لكنه أشرك من حيث إنه اعتمد على هذا السبب الذي لم يجعله الله سببا، وهذا يضعف التوكل على الله ويوهن العزيمة، وبذلك يعتبر شركا من هذه الناحية، والقاعدة: "إن كل إنسان اعتمد على سبب لم يجعله الشرع سببا; فإنه مشرك شركا أصغر".
وهذا نوع من الإشراك مع الله; إما في التشريع إن كان هذا السبب شرعيا، وإما في التقدير إن كان هذا السبب كونيا، لكن لو اعتقد هذا المتشائم المتطير أن هذا فاعل بنفسه دون الله; فهو مشرك شركا أكبر; لأنه جعل لله شريكا في الخلق والإيجاد.
قوله: "وما منا": "منا": جار ومجرور خبر لمبتدأ محذوف، إما قبل (إلا) إن قدرت ما بعد إلا فعلا; أي: وما منا أحد إلا تطير، أو بعد (إلا) ; أي: وما منا إلا متطير.
والمعنى: ما منا إنسان يسلم من التطير; فالإنسان يسمع شيئا فيتشاءم، أو يبدأ في فعل; فيجد أوله ليس بالسهل فيتشاءم ويتركه.
والتوكل: صدق الاعتماد على الله في جلب المنافع ودفع المضار مع الثقة بالله وفعل الأسباب التي جعلها الله تعالى أسبابا. فلا يكفي صدق
_________
١ الترمذي: السير (١٦١٤)، وأبو داود: الطب (٣٩١٠)، وابن ماجه: الطب (٣٥٣٨)، وأحمد (١/٣٨٩،١/٤٣٨،١/٤٤٠) .
٢ أخرجه: احمد (١/٣٨٩، ٤٣٨، ٤٤٠)، وأبو داود في (الطب، باب في الطيرة، ٤/٢٣٠) - وسكت عنه-، والترمذي في (السير، باب ما جاء في الطيرة، ٥/٣٣٦) - وقال: "حسن صحيح"-، وابن ماجه في (الطب، باب من كان يعجبه الفأل، ٢/١١٧٠)، والطحاوي في "شرح معاني الآثار" (٤/٣١٢)، وابن حبان (١٤٢٧)، والحاكم (١/١٧) - وصححه ووافقه الذهبي-، والبيهقي (٨/١٣٩)، والبغوي في "شرح السنة" (١٢/١٧٧) .

وجعل آخره من قول ابن مسعود١.

_________
الاعتماد فقط، بل لا بد أن تثق به; لأنه سبحانه يقول: ﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ﴾ ٢.
قوله: "وجعل آخره من قول ابن مسعود": وهو قوله: "وما منا إلا ... " إلخ.
وعلى هذا يكون موقوفا، وهو مدرج في الحديث، والمدرج: أن يدخل أحد الرواة كلاما في الحديث من عنده بدون بيان، ويكون في الإسناد والمتن، ولكن أكثره في المتن، وقد يكون في أول الحديث، وقد يكون في وسطه، وقد يكون في آخره، وهو الأكثر.
مثال ما كان في أول الحديث: قول أبي هريرةرضي الله عنه" أسبغوا الوضوء، ويل للأعقاب من النار "٣٤ فقوله: "أسبغوا الوضوء" من كلام أبي هريرة، وقوله: " ويل للأعقاب من النار "٥ من كلام الرسولصلى الله عليه وسلم ومثال ما كان في وسطه قول الزهري في حديث بدء الوحي: " كان رسول الله ﷺ يتحنث في غار حراء، والتحنث: التعبد "٦٧ ومثال ما كان في آخره: هذا الحديث الذي ذكره المؤلف، وكذا حديث أبي هريرة، وفيه: " من استطاع منكم أن يطيل غرته; فليفعل "٨٩ فهذا من كلام أبي هريرة.
_________
١ قوله: "وما منا ... " إلخ هذه من كلام ابن مسعود ﵁. انظر: "الترمذي" (٥/٣٣٧)، و"الترغيب (٤/٦٤)، و"مفتاح دار السعادة" لابن القيم (٢/ ٢٣٤)، و" موارد الظمآن" (ص ٣٤٥)، و"فتح الباري" (١٠/٢١٣) .
٢ سورة الطلاق آية: ٣.
٣ البخاري الوضوء (١٦٥)، ومسلم: الطهارة (٢٤٢)، والترمذي: الطهارة (٤١)، والنسائي: الطهارة (١١٠)، وابن ماجه: الطهارة وسننها (٤٥٣)، وأحمد (٢/٢٢٨،٢/٤٣٠)، والدارمي: الطهارة (٧٠٧) .
٤ أخرجه البخاري في (الوضوء، باب غسل الأعقاب، ١/٧٤)، ومسلم في (الطهارة، باب وجوب غسل الرجلين، ١/٢١٣) .
٥ البخاري العلم (٦٠،٩٦) والوضوء (١٦٣)، ومسلم: الطهارة (٢٤١)، والنسائي: الطهارة (١١١)، وأبو داود: الطهارة (٩٧)، وابن ماجه: الطهارة وسننها (٤٥١)، وأحمد (٢/١٩٣)، والدارمي الطهارة (٧٠٦) .
٦ البخاري بدء الوحي (٤)، ومسلم: الإيمان (١٦٠،١٦١)، وأحمد (٣/٣٧٧،٦/٢٣٢) .
٧ أخرجه: البخاري في (بدء الوحي، باب حدثنا يحيى بن بكير، ١/١٤)، ومسلم في (الإيمان، باب بدء الوحي إلى رسول الله ﷺ، ١/١٤٠) .
٨ البخاري الوضوء (١٣٦)، ومسلم: الطهارة (٢٤٦)، وأحمد (٢/٣٣٤،٢/٣٦٢،٢/٤٠٠) .
٩ أخرجه البخاري في (الوضوء، باب فضل الوضوء، ١/٦٥)، ومسلم في (الطهارة، باب استحباب إطالة الغرة، ١/٢٤٦) .

ولأحمد من حديث ابن عمرو: " من ردته الطيرة عن حاجته; فقد أشرك. قالوا: فما كفارة ذلك; قال: أن تقولوا: اللهم لا خير إلا خيرك، ولا طير إلا طير ك،

_________
قوله: " من ردته الطيرة عن حاجته "١ "من": شرطية، وجواب الشرط: "فقد أشرك"، واقترن الجواب بالفاء; لأنه لا يصلح لمباشرة الأداة، وحينئذ يجب اقترانه بالفاء، وقد جمع ذلك في بيت شعر معروف، وهو قوله:
اسمية طلبية وبجامد ... وبما وقد وبلن وبالتنفيس
وقوله: "عن حاجته": الحاجة: كل ما يحتاجه الإنسان بما تتعلق به الكمالات، وقد تطلق على الأمور الضرورية.
وقوله (فقد أشرك) أي: شركا أكبر إن اعتقد أن هذا المتشائم به يفعل ويحدث الشر بنفسه، وإن اعتقده سببا فقط فهو أصغر، لأنه سبق أن ذكرنا قاعدة مفيدة في هذا الباب، وهي: "إن كل من اعتقد في شيء أنه سبب ولم يثبت أنه سبب لا كونا ولا شرعا; فشركه شرك أصغر; لأنه ليس لنا أن نثبت أن هذا سبب إلا إذا كان الله قد جعله سببا كونا أو شرعا; فالشرعي: كالقراءة والدعاء، والكوني: كالأدوية التي جرب نفعها".
وقوله: " فما كفارة ذلك "٢ أي: ما كفارة هذا الشرك، أو ما هو الدواء الذي يزيل هذا الشرك؟ لأن الكفارة قد تطلق على كفارة الشيء بعد فعله، وقد تطلق على الكفارة قبل الفعل، وذلك لأن الاشتقاق مأخوذ من الكفر، وهو الستر، والستر واق; فكفارة ذلك إن وقع وكفارة ذلك إن لم يقع.
وقوله: " اللهم لا خير إلا خيرك، ولا طير إلا طيرك "٣ يعني: فأنت الذي بيدك الخير المباشر; كالمطر والنبات، وغير المباشر; كالذي يكون سببه من عند الله على يد مخلوق، مثل: أن يعطيك إنسان دراهم صدقة أو هدية، وما أشبه ذلك; فهذا الخير من الله، لكن
_________
١ أحمد (٢/٢٢٠) .
٢ أحمد (٢/٢٢٠) .
٣ أحمد (٢/٢٢٠) .

ولا إله غيرك "١. ٢

_________
بواسطة جعلها الله سببا، وإلا; فكل الخير من الله عزوجل
وقوله: " لا خير إلا خيرك "٣ هذا الحصر حقيقي; فالخير كله من الله، سواء كان بسبب معلوم أو بغيره.
وقوله: " لا طير إلا طيرك "٤ أي: الطيور كلها ملكك; فهي لا تفعل شيئا، وإنما هي مسخرة، قال تعالى: ﴿أَوَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلاَّ الرَّحْمَنُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ﴾ ٥ وقال تعالى: ﴿أَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ مُسَخَّرَاتٍ فِي جَوِّ السَّمَاءِ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلاَّ اللَّهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآياتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ﴾ ٦ فالمهم أن الطير مسخرة بإذن الله; فالله تعالى هو الذي يدبرها ويصرفها ويسخرها تذهب يمينا وشمالا، ولا علاقة لها بالحوادث.
ويحتمل أن المراد بالطير هنا ما يتشاءم به الإنسان; فكل ما يحدث للإنسان من التشاؤم والحوادث المكروهة; فإنه من الله كما أن الخير من الله; كما قال تعالى: ﴿إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ﴾ ٧ لكن سبق لنا أن الشر في فعل الله ليس بواقع، بل الشر في المفعول لا في الفعل، بل فعله تعالى كله خير; إما خير لذاته، وإما لما يترتب عليه من المصالح العظيمة التي تجعله خيرا. فيكون قوله: " لا طير إلا طيرك "٨ مقابلا لقوله: " ولا خير إلا خيرك "٩.
قوله: " ولا إله غيرك "١٠ "لا": نافية للجنس، "وإله" بمعنى: مألوه;
_________
١ أحمد (٢/٢٢٠) .
٢ أخرجه: أحمد في "المسند" (٢/٢٢٠)، وابن وهب في "الجامع" (ص ١١٠)، والطبراني; كما في "المجمع" (٥/١٠٥)، وابن السني في "عمل اليوم والليلة" (٢٩٣) . وقال الهيثمي في "مجمع الزوائد" (٥/١٠٥): "وفيه ابن لهيعة، وحديثه حسن، وبقية رجاله ثقات". وقال الشارح في "تيسير العزيز الحميد" (ص ٤٣٩): "وفيه ابن لهيعة".
٣ أحمد (٢/٢٢٠) .
٤ أحمد (٢/٢٢٠) .
٥ سورة الملك آية: ١٩.
٦ سورة النحل آية: ٧٩.
٧ سورة الأعراف آية: ١٣١.
٨ أحمد (٢/٢٢٠) .
٩ أحمد (٢/٢٢٠) .
١٠ أحمد (٢/٢٢٠) .

.......................................................................

_________
كغراس بمعنى مغروس، وفراش بمعنى مفروش، والمألوه: هو المعبود محبة وتعظيما يتأله إليه الإنسان محبة له وتعظيما له.
فإن قيل: إن هناك آلهة دون الله; كما قال تعالى: ﴿فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ﴾ ١ أجيب: أنها وإن عبدت من دون الله وسميت آلهة; فليست آلهة حقا لأنها لا تستحق أن تعبد; فلهذا نقول: لا إله إلا الله; أي: لا إله حق إلا الله.
يستفاد من هذا الحديث:
١- أنه لا يجوز للإنسان أن ترده الطيرة عن حاجته، وإنما يتوكل على الله ولا يبالي بما رأى أو سمع أو حدث له عند مباشرته للفعل أول مرة; فإن بعض الناس إذا حصل له ما يكره في أول مباشرته الفعل تشاءم، ولهذا خطأ; لأنه ما دامت هناك مصلحة دنيوية أو دينية; فلا تهتم بما حدث.
٢- أن الطيرة نوع من الشرك ; لقوله: " من ردته الطيرة عن حاجته; فقد أشرك "٢.
٣- أن من وقع في قلبه التطير ولم ترده الطيرة; فإن ذلك لا يضر كما سبق في حديث ابن مسعود: " وما منا إلا ... ولكن الله يذهبه بالتوكل "٣٤.
٤- أن الأمور بيد الله خيرها وشرها.
٥- انفراد الله بالألوهية; كما انفرد بالخلق والتدبير.
_________
١ سورة هود آية: ١٠١.
٢ أحمد (٢/٢٢٠) .
٣ الترمذي: السير (١٦١٤)، وأبو داود: الطب (٣٩١٠)، وابن ماجه: الطب (٣٥٣٨)، وأحمد (١/٣٨٩،١/٤٣٨،١/٤٤٠) .
٤ سبق (ص ٥٧٥) .

له من حديث الفضل بن العباس: " إنما الطيرة ما أمضاك أو ردك "١. ٢

_________
قوله: في حديث الفضل: " إنما الطيرة " هذه الجملة عند البلاغيين تسمى حصرا; أي: ما الطيرة إلا ما أمضاك أو ردك لا ما حدث في قلبك ولم تلتفت إليه، ولا ريب أن السلامة منها حتى في تفكير الإنسان خير بلا شك، لكن إذا وقعت في القلب ولم ترده ولم يلتفت لها; فإنها لا تضره، لكن عليه أن لا يستسلم، بل يدافع; إذ الأمر كله بيد الله.
قوله: " ما أمضاك أو ردك "٣ أما "ما ردك"; فلا شك أنه من الطيرة; لأن التطير يوجب الترك والتراجع. وأما "ما أمضاك" ; فلا يخلو من أمرين:
الأول: أن تكون من جنس التطير، وذلك بأن يستدل لنجاحه أو عدم نجاحه بالتطير، كما لو قال: سأزجر هذا الطير، فإذا ذهب إلى اليمين; فمعنى ذلك اليمن والبركة، فيقدم; فهذا لا شك أنه تطير; لأن التفاؤل بمثل انطلاق الطير عن اليمين غير صحيح; لأنه لا وجه له; إذ الطير إذا طار; فإنه يذهب إلى الذي يرى أنه وجهته، فإذا اعتمد عليه; فقد اعتمد على سبب لم يجعله الله سببا، وهو حركة الطير.
الثاني: أن يكون سبب المضي كلاما سمعه أو شيئا شاهده يدل على تيسير هذا الأمر له; فإن هذا فأل، وهو الذي يعجب النبي ﷺ لكن إن اعتمد عليه وكان سببا لإقدامه; فهذا حكمه حكم الطيرة، وإن لم يعتمد عليه ولكنه فرح ونشط وازداد نشاطا في طلبه; فهذا من الفأل المحمود.
والحديث في سنده مقال، لكن على تقدير صحته هذا حكمه.
_________
١ أحمد (١/٢١٣) .
٢ أخرجه: أحمد (١/٢١٣) . وقال ابن مفلح في "الآداب" (٣/٣٧٧): "رواه أحمد من رواية محمد بن عبد الله بن علاثة، وهو مختلف فيه، وفيه انقطاع"، وقال الشيخ سليمان (ص ٤٤٠): "وهكذا رواه أحمد، وفي إسناده نظر".
٣ أحمد (١/٢١٣) .

فيه مسائل:

الأولى: التنبيه على قوله: ﴿أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ﴾ ١ مع قوله: ﴿طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ﴾ ٢.

الثانية: نفي العدوى.

الثالثة: نفي الطيرة.

الرابعة: نفي الهامة.

الخامسة: نفي الصفر.

_________
فيه مسائل:
الأولى: التنبيه على قوله: ﴿أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ﴾ ٣ مع قوله: ﴿طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ﴾ ٤ أي: لكي يتنبه الإنسان، فإن ظاهر الآيتين التعارض، وليس كذلك; فالقرآن والسنة لا تعارض بينهما ولا تعارض في ذاتهما، إنما يقع التعارض حسب فهم المخاطب، وقد سبق بيان الجمع أن قوله: ﴿أَلا إِنَّمَا طَائِرُهُمْ عِنْدَ اللَّهِ﴾ ٥ أن الله هو المقدر ذلك، وليس موسى ولا غيره من الرسل، وأن قوله: ﴿طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ﴾ ٦ من باب السبب; أي: أنتم سببه.
الثانية: نفي العدوى: وقد سبق أن المراد بنفيها نفي تأثيرها بنفسها لا أنها سبب للتأثير; لأن الله قد جعل بعض الأمراض سببا للعدوى وانتقالها.
الثالثة: نفي الطيرة: أي: نفي التأثير لا نفي الوجود.
الرابعة: نفي الهامة: وقد سبق تفسيرها.
الخامسة: نفي الصفر: وسبق تفسيره.
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٣١.
٢ سورة يس آية: ١٩.
٣ سورة الأعراف آية: ١٣١.
٤ سورة يس آية: ١٩.
٥ سورة الأعراف آية: ١٣١.
٦ سورة يس آية: ١٩.

السادسة: أن الفأل ليس من ذلك بل مستحب.

السابعة: تفسير الفأل.

الثامنة: أن الواقع في القلوب من ذلك مع كراهته لا يضر بل يذهبه الله بالتوكل.

التاسعة: ذكر ما يقول من وجده.

_________
السادسة: أن الفأل ليس من ذلك، بل مستحب: تؤخذ من قول النبي ﷺ " يعجبني الفأل "١ وكل ما أعجب النبي ﷺ فهو حسن، قالت عائشة ﵂: " كان النبي ﷺ يعجبه التيمن في تنعله وترجله وطهوره وفي شأنه كله "٢٣.
السابعة: تفسير الفأل: فسره النبي ﷺ بأنه: الكلمة الطيبة، وسبق أن هذا التفسير على سبيل المثال لا على سبيل الحصر; لأن الفأل كل ما ينشط الإنسان على شيء محمود; من قول، أو فعل مرئي أو مسموع.
الثامنة: أن الواقع في القلوب من ذلك مع كراهته لا يضر، بل يذهبه الله بالتوكل: أي: إذا وقع في قلبك وأنت كاره له; فإنه لا يضرك ويذهبه الله بالتوكل; لقول ابن مسعود: وما منا إلا ... ولكن الله يذهبه بالتوكل٤.
التاسعة: ذكر ما يقول من وجده: وسبق أنه شيئان:
_________
١ سبق (ص ٥٧٠) .
٢ البخاري: الوضوء (١٦٨)، ومسلم: الطهارة (٢٦٨)، والترمذي: الجمعة (٦٠٨)، والنسائي: الغسل والتيمم (٤٢١) والزينة (٥٢٤٠)، وأبو داود: اللباس (٤١٤٠)، وابن ماجه: الطهارة وسننها (٤٠١)، وأحمد (٦/٩٤،٦/١٣٠،٦/١٤٧،٦/١٨٧،٦/٢٠٢،٦/٢١٠) .
٣ أخرجه: البخاري في "الوضوء، باب التيمن في الوضوء والغسل، ١/٧٥)، ومسلم في (الطهارة، باب التيمن في الطهور، ١/٢٢٦) .
٤ سبق (ص ٥٧٥) .

العاشرة: التصريح بأن الطيرة شرك.

الحادية عشرة: تفسير الطيرة المذمومة.

_________
أن يقول: "اللهم لا يأتي بالحسنات إلا أنت، ولا يدفع السيئات إلا أنت، ولا حول ولا قوة إلا بك".
أو يقول: "اللهم لا خير إلا خيرك، ولا طير إلا طيرك، ولا إله غيرك".
العاشرة: التصريح بأن الطيرة شرك: وسبق أن الطيرة شرك، لكن بتفصيل، فإن اعتقد تأثيرها بنفسها، فهو شرك أكبر، وإن اعتقد أنها سبب; فهو شرك أصغر.
الحادية عشرة: تفسير الطيرة المذمومة: أي: ما أمضاك أو ردك.
والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
تم الجزء الأول ولله الحمد
ويليه الجزء الثاني وأوله باب ما جاء في التنجيم

المجلد الثاني

باب ما جاء في التنجيم

المجلد الثاني

باب ما جاء في التنجيم

...

باب: ما جاء في التنجيم:

.......................................................................

_________
التنجيم: مصدر نجّم بتشديد الجيم; أي: تعلم علم النجوم، أو اعتقد تأثير النجوم.
وعلم النجوم ينقسم إلى قسمين:
١- علم التأثير.
٢- علم التسيير.
فالأول: علم التأثير. وهذا ينقسم إلى ثلاثة أقسام:
أ: أن يعتقد أن هذه النجوم مؤثرة فاعلة، بمعنى أنها هي التي تخلق الحوادث والشرور; فهذا شرك أكبر; لأن من ادعى أن مع الله خالقا; فهو مشرك شركا أكبر; فهذا جعل المخلوق المسخر خالقا مُسَخِّرًا.
ب: أن يجعلها سببا يدعي به علم الغيب; فيستدل بحركاتها وتنقلاتها وتغيراتها على أنه سيكون كذا وكذا; لأن النجم الفلاني صار كذا وكذا، مثل أن يقول: هذا الإنسان ستكون حياته شقاء; لأنه ولد في النجم الفلاني، وهذا حياته ستكون سعيدة; لأنه ولد في النجم الفلاني; فهذا اتخذ تعلم النجوم وسيلة لا دعاء علم الغيب، ودعوى علم الغيب كفر مخرج عن الملة; لأن الله يقول: ﴿قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ﴾ [سورة النمل: من الآية ٦٥] وهذا من أقوى أنواع الحصر; لأنه بالنفي والإثبات، فإذا ادعى أحد علم الغيب; فقد كَذَّب القرآن.

......................................................................

_________
ج: أن يعتقدها سببا لحدوث الخير والشر، أي أنه إذا وقع شيء نسبه إلى النجوم، ولا ينسب إلى النجوم شيئا إلا بعد وقوعه; فهذا شرك أصغر.
فإن قيل: ينتقض هذا بما ثبت عن النبي ﷺ في قوله في الكسوف: " إن الشمس والقمر آيتان من آيات الله يخوف الله بهما عباده "١؛ فمعنى ذلك أنهما علامة إنذار.
فالجواب من وجهين:
الأول: أنه لا يُسلَّم أن للكسوف تأثيرا في الحوادث والعقوبات، من الجدب والقحط والحروب، ولذلك قال النبي ﷺ: "إنهما لا ينكسفان لموت أحد ولا لحياته " لا في ما مضى ولا في المستقبل، وإنما يخوف الله بهما العباد لعلهم يرجعون، وهذا أقرب.
الثاني: أنه لو سلمنا أن لهما تأثيرا; فإن النص قد دل على ذلك، وما دل عليه النص يجب القول به، لكن يكون خاصا به.
لكن الوجه الأول هو الأقرب: أننا لا نسلم أصلا أن لهما تأثيرا في هذا; لأن الحديث لا يقتضيه; فالحديث ينص على التخويف، والمخوف هو الله تعالى، والمخوف عقوبته، ولا أثر للكسوف في ذلك، وإنما هو علامة فقط.
الثاني: علم التسيير. وهذا ينقسم إلى قسمين:
الأول: أن يستدل بسيرها على المصالح الدينية; فهذا مطلوب، وإذا
_________
١ أخرجه: البخاري في (الكسوف، باب الصدقة في الكسوف/١/٣٢٨)، ومسلم في (الكسوف، باب صلاة الكسوف/٢/٦١٨) .

قال البخاري في " صحيحه": "قال قتادة: خلق الله هذه النجوم لثلاث................................................................

_________
كان يعين على مصالح دينية واجبة كان تعلمها واجبا، كما لو أراد أن يستدل بالنجوم على جهة القبلة; فالنجم الفلاني يكون ثلث الليل قبلة، والنجم الفلاني يكون ربع الليل قبلة; فهذا فيه فائدة عظيمة.
الثاني: أن يستدل بسيرها على المصالح الدنيوية; فهذا لا بأس به، وهو نوعان:
النوع الأول: أن يستدل بها على الجهات; كمعرفة أن القطب يقع شمالا، والجدي وهو قريب منه يدور حوله شمالا، وهكذا; فهذا جائز، قال تعالى: ﴿وَعَلامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ﴾ [سورة النحل: الآية ١٦] .
النوع الثاني: أن يستدل بها على الفصول، وهو ما يعرف بتعلم منازل القمر; فهذا كرهه بعض السلف، وأباحه آخرون.
والذين كرهوه قالوا: يخشى إذا قيل: طلع النجم الفلاني; فهو وقت الشتاء أو الصيف: أن بعض العامة يعتقد أنه هو الذي يأتي بالبرد أو بالحر أو بالرياح.
والصحيح عدم الكراهة; كما سيأتي إن شاء الله١.
قوله: في أثر قتادة: "خلق الله هذه النجوم لثلاث"، اللام للتعليل; أي: لبيان العلة والحكمة.
قوله: "لثلاث": ويجوز لثلاثة، لكن الثلاث أحسن، أي: لثلاث حكم، لهذا حذف تاء التأنيث من العدد.
_________
١ انظر: ص (١٠) .

زينة للسماء،..........................................................

_________
والثلاث هي:
الأولى: زينة للسماء، قال تعالى: ﴿وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ﴾ [الملك: من الآية٥] لأن الإنسان إذا رأى السماء صافية في ليلة غير مقمرة وليس فيها كهرباء يجد لهذه النجوم من الجمال العظيم ما لا يعلمه إلا الله; فتكون كأنها غابة محلاة بأنواع من الفضة اللامعة، هذه نجمة مضيئة كبيرة تميل إلى الحمرة، وهذه تميل إلى الزرقة، وهذه خفيفة، وهذه متوسطة، وهذا شيء مشاهد.
وهل نقول: إن ظاهر الآية الكريمة أن النجوم مرصعة في السماء، أو نقول: لا يلزم ذلك؟
الجواب: لا يلزم من ذلك أن تكون النجوم مرصعة في السماء، قال تعالى: ﴿وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ﴾ [الانبياء: الآية٣٣] أي: يدورون، كل له فلك. وأنا شاهدت بعيني أن القمر خسف نجمة من النجوم، أي غطاها، وهي من النجوم اللامعة الكبيرة كان يقرب حولها في آخر الشهر، وعند قرب الفجر غطاها; فكنا لا نراها بالمرة، وذلك قبل عامين في آخر رمضان.
إذن هي أفلاك متفاوتة في الارتفاع والنزول، ولا يلزم أن تكون مرصعة في السماء.
فإن قيل: فما الجواب عن قوله تعالى: ﴿زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا﴾ [الملك: من الآية٥]؟
قلنا: إنه لا يلزم من تزيين الشيء بالشيء أن يكون ملاصقا له، أرأيت لو أن رجلا عمر قصرا وجعل حوله ثريات من الكهرباء كبيرة وجميلة، وليست على جدرانه; فالناظر إلى القصر من بعد يرى أنها زينة له، وإن لم تكن ملاصقة له.

ورجوما للشياطين، وعلامات يهتدى بها، فمن تأول فيها غير ذلك; أخطأ وأضاع نصيبه وتكلف ما لا علم له به"١ انتهى.

_________
الثانية: رجوما للشياطين; أي: لشياطين الجن، وليسوا شياطين الإنس; لأن شياطين الإنس لم يصلوا إليها، لكن شياطين الجن وصلوا إليها; فهم أقدر من شياطين الإنس، ولهم قوة عظيمة نافذة، قال تعالى عن عملهم الدال على قدرتهم: ﴿وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاءٍ وَغَوَّاصٍ﴾، [صّ:٣٧]، أي: سخرنا لسليمان: ﴿وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ﴾، [صّ:٣٨]، وقال تعالى: ﴿قَالَ عِفْرِيتٌ مِنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَنْ تَقُومَ مِنْ مَقَامِكَ﴾، [النمل: من الآية٣٩]، أي: من سبأ إلى الشام، وهو عرش عظيم لملكة سبأ; فهذا يدل على قوتهم وسرعتهم ونفودهم. وقال تعالى: ﴿وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا﴾، [الجن:٩] . والرجم: الرمي.
الثالثة: علامات يهتدى بها، تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَأَلْقَى فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ، وَعَلامَاتٍ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ﴾، [النحل:١٥-١٦]، فذكر الله تعالى نوعين من العلامات التي يهتدى بها:
الأول: أرضية، وتشمل كل ما جعل الله في الأرض من علامة; كالجبال، والأنهار، والطرق، والأودية، ونحوها.
والثاني: أفقية في قوله تعالى: ﴿وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ﴾ .
والنجم: اسم جنس يشمل كل ما يهتدى به، ولا يختص بنجم معين; لأن لكل قوم طريقة في الاستدلال بهذه النجوم على الجهات،
_________
١ علقه بصيغة الجزم البخاري في (بدء الخلق، باب في النجوم/٢/٤٢٠) .

وكَرِه قتادة تعلم منازل القمر.

ولم يرخص ابن عيينة فيه. ذكره حرب عنهما.

ورخص في تعلم المنازل أحمد وإسحاق.

_________
سواء جهات القبلة أو المكان، برا أو بحرا.
وهذا من نعمة الله أن جعل علامات علوية لا يحجب دونها شيء، وهي النجوم; لأنك في الليل لا تشاهد جبالا ولا أودية، وهذا من تسخير الله، قال تعالى: ﴿وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ﴾، [الجاثية: من الآية١٣] .
قوله: "وكره قتادة تعلم منازل القمر": أي: كراهة تحريم؛ بناء على أن الكراهة في كلام السلف يراد بها التحريم غالبا.
وقوله: "تعلم منازل القمر" يحتمل أمرين:
الأول: أن المراد به معرفة منزلة القمر، فالليلة يكون في الشرطين، ويكون في الإكليل، فالمراد معرفة منازل القمر كل ليلة; لأن كل ليلة له منزلة حتى يتم ثمانيا وعشرين، وفي تسع وعشرين وثلاثين لا يظهر في الغالب.
الثاني: أن المراد به تعلم منازل النجوم; أي: يخرج النجم الفلاني في اليوم الفلاني، وهذه النجوم جعلها الله أوقاتا للفصول; لأنها [٢٨] نجما، منها [١٤] يمانية و[١٤] شمالية; فإذا حلت الشمس في المنازل الشمالية صار الحر، وإذا حلت في الجنوبية صار البرد، ولذلك كان من علامة دنو البرد خروج سهيل، وهو من النجوم اليمانية.
قوله: "ولم يرخص فيه ابن عيينة": هو سفيان بن عيينة المعروف، وهذا يوافق قول قتادة بالكراهة.
قوله: "ذكره حرب": من أصحاب أحمد، روى عنه مسائل كثيرة.
قوله: "إسحاق": هو إسحاق بن راهويه.

وعن أبي موسى; قال: قال رسول الله ﷺ " ثلاثة لا يدخلون الجنة: مدمن الخمر،..........................................................

_________
والصحيح أنه لا بأس بتعلم منازل القمر; لأنه لا شرك فيها; إلا إن تعلمها ليضيف إليها نزول المطر وحصوله البرد، وأنها هي الجالبة لذلك; فهذا نوع من الشرك، أما مجرد معرفة الوقت بها: هل هو الربيع، أو الخريف، أو الشتاء; فهذا لا بأس به.
قوله في حديث أبي موسى: "الجنة": هي الدار التي أعدها الله لأوليائه المتقين، وسميت بذلك; لكثرة أشجارها لأنها تجن من فيها أي تستره.
قوله: "مدمن خمر": هو الذي يشرب الخمر كثيرا، والخمر حده الرسول ﷺ بقوله: "كل مسكر خمر"١، ومعنى "أسكر"; أي: غطى العقل، وليس كل ما غطى العقل فهو خمر; فالبنج مثلا ليس بخمر، وإذا شرب دهنا فأغمي عليه; فليس ذلك بخمر، وإنما الخمر الذي يغطي العقل على وجه اللذة والطرب; فتجد الشارب يحس أنه في منزلة عظيمة، وسعادة، وما أشبه ذلك، قال الشاعر:
وأسدا ما يهنئها اللقاء ... ونشربها فتتركنا ملوكا
وقال حمزة بن عبد المطلب- وكان قد سكر قبل تحريم الخمر- للنبي ﷺ: "وهل أنتم إلا عبيد أبي"٢ فالذي يغطي العقل على سبيل
_________
١ أخرجه مسلم في (الأشربة، باب بيان أن كل مسكر خمر/٣/١٥٨٧) من حديث ابن عمر ﵄.
٢ أخرجه البخاري في (فرض الخمس، باب فرض الخمس/٢/٣٨٥)، ومسلم في (الأشربة، باب تحريم الخمر/٣/١٥٦٨) ; من حديث علي بن أبي طالب ﵁.

وقاطع الرحم،........................................................................

_________
اللذة محرم بالكتاب والسنة، ومن استحله; فهو كافر، إلا إن كان ناشئا ببادية بعيدة، أو حديث عهد بالإسلام، ولا يعلم الحكم الشرعي في ذلك; فإنه يعرف ولا يكفر بمجرد إنكاره تحريمه.
قوله: "قاطع الرحم": الرحم: هم القرابة، قال تعالى: ﴿وَأُولُوا الأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ﴾، [لأنفال: من الآية٧٥]، وليس كما يظنه العامة أنهم أقارب الزوجين; لأن هذه تسمية غير شرعية، والشرعية في أقارب الزوجين: أن يسموا أصهارا.
ومعنى قاطع الرحم أن لا يصله، والصلة جاءت مطلقة في الكتاب والسنة، قال تعالى: ﴿وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ﴾، [الرعد: من الآية٢١]، ومنه الأرحام وما جاء مطلقا غير مقيد; فإنه يتبع فيه العرف كما قيل:
وكل ما أتى ولم يحدد ... بالشرع كالحرز فبالعرف احدد١
فالصلة في زمن الجوع والفقر: أن يعطيهم ويلاحظهم بالكسوة والطعام دائما، وفي زمن الغنى لا يلزم ذلك.
وكذلك الأقارب ينقسمون إلى قريب وبعيد; فأقربهم يجب له من الصلة أكثر مما يجب للأبعد. ثم الأقارب ينقسمون إلى قسمين من جهة أخرى: قسم من الأقارب يرى أن لنفسه حقا لا بد من القيام به، ويريد أن تصله دائما، وقسم آخر يقدر الظروف وينزل الأشياء منازلها; فهذا له حكم، وذلك له حكم.
والقطيعة يرجع فيها إلى العرف; إلا أنه يستثنى من ذلك مسألة، وهي: ما لو كان العرف عدم الصلة مطلقا، بأن كنا في أمة تشتتت
_________
١ انظر: "منظومة الشارح" حفظه الله (ص ٣) .

ومصدق بالسحر ". رواه أحمد وابن حبان في " صحيحه "١.

_________
وتقطعت عرى صلتها كما يعرف الآن في البلاد الغربية; فإنه لا يعمل حينئذ بالعرف، ونقول: لا بد من صلة، فإذا كان هناك صلة في العرف اتبعناها، وإذا لم يكن هناك صلة; فلا يمكن أن نعطل هذه الشريعة التي أمر الله بها ورسوله.
والصلة ليس معناها أن تصل من وصلك; لأن هذا مكافأة، وليست صلة; لأن الإنسان يصل أبعد الناس عنه إذا وصله، إنما الواصل; كما قال الرسول ﷺ " من إذا قطعت رحمه وصلها "٢ هذا هو الذي يريد وجه الله والدار الآخرة.
وهل صلة الرحم حق لله أو للآدمي؟
الظاهر أنها حق للآدمي، وهي حق لله باعتبار أن الله أمر بها.
قوله: " ومصدق بالسحر ": هذا هو شاهد الباب، ووجهه أن علم التنجيم نوع من السحر، فمن صدق به; فقد صدق بنوع من السحر، فقد سبق: "أن من اقتبس شعبة من النجوم; فقد اقتبس شعبة من السحر "٣، والمصدق به هو المصدق بما يخبر به المنجمون، فإذا قال المنجم: سيحدث كذا وكذا، وصدق به، فإنه لا يدخل الجنة; لأنه صدق بعلم
_________
١ أخرجه أحمد (٤/٣٣٩)، وابن حبان (١٣٨٠، ١٣٨١)، وأبو يعلى، والطبراني; كما في "المجمع" (٥/٧٤) . قال الهيثمي: "رواه أحمد وأبو يعلى والطبراني، ورجال أحمد وأبي يعلى ثقات". وأخرجه الحاكم أيضا (٤/١٤٦)، وقال: "صحيح الإسناد، ولم يخرجاه"، ووافقه الذهبي.
٢ أخرجه: البخاري في (الآداب، باب ليس الواصل بالمكافئ/٤/٩٠) عن عبد الله بن عمرو بن العاص ﵄.
٣ سبق (١/٥٢١) .

.....................................................................

_________
الغيب لغير الله، قال تعالى: ﴿قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ﴾، [النمل: من الآية٦٥] .
فإن قيل: لماذا لا يجعل السحر هنا عاما ليشمل التنجيم وغير التنجيم؟
أجيب: أن المصدق بما يخبره به السحرة من علم الغيب يشمله الوعيد هنا، وأما المصدق بأن للسحر تأثيرا; فلا يلحقه هذا الوعيد; إذ لا شك أن للسحر تأثيرا، لكن تأثيره تخييل، مثل ما وقع من سحرة فرعون حيث سحروا أعين الناس حتى رأوا الحبال والعصي كأنها حيات تسعى، وإن كان لا حقيقة لذلك، وقد يسحر الساحر شخصا فيجعله يحب فلانا ويبغض فلانا; فهو مؤثر، قال تعالى: ﴿فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِه﴾، [البقرة: من الآية١٠٢]، فالتصديق بأثر السحر على هذا الوجه لا يدخله الوعيد لأنه تصديق بأمر واقع.
أما من صدق بأن السحر يؤثر في قلب الأعيان بحيث يجعل الخشب ذهبا أو نحو ذلك; فلا شك في دخوله في الوعيد; لأن هذا لا يقدر عليه إلا الله ﷿.
وقوله: " ثلاثة لا يدخلون الجنة " هل المراد الحصر وأن غيرهم يدخل الجنة؟
الجواب: لا; لأن هناك من لا يدخلون الجنة سوى هؤلاء; فهذا الحديث لا يدل على الحصر.
وهل هؤلاء كفار لأن من لا يدخل الجنة كافر؟ اختلف أهل العلم في هذا الحديث وما يشبهه من أحاديث الوعيد على أقوال:

..................................................................

_________
القول الأول: مذهب المعتزلة والخوارج الذين يأخذون بنصوص الوعيد، فيرون الخروج من الإيمان بهذه المعصية، لكن الخوارج يقولون: هو كافر، والمعتزلة يقولون: هو في منزلة بين المنزلتين، وتتفق الطائفتان على أنهم مخلدون في النار، فيجرون هذا الحديث ونحوه على ظاهره، ولا ينظرون إلى الأحاديث الأخرى الدالة على أن من في قلبه إيمان وإن قل; فإنه لا بد أن يدخل الجنة.
القول الثاني: أن هذا الوعيد فيمن استحل هذا الفعل بدليل النصوص الكثيرة الدالة على أن من في قلبه إيمان وإن قل; فلا بد أن يدخل الجنة، وهذا القول ليس بصواب; لأن من استحله كافر ولو لم يفعله، فمن استحل قطيعة الرحم أو شرب الخمر مثلا; فهو كافر وإن لم يقطع الرحم ولم يشرب الخمر.
القول الثالث: أن هذا من باب أحاديث الوعيد التي تمر كما جاءت ولا يتعرض لمعناها، بل يقال: هكذا قال الله وقال رسوله ونسكت.
فمثلا: قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا﴾، [النساء:٩٣]، هذه الآية من نصوص الوعيد; فنؤمن بها، ولا نتعرض لمعناها ومعارضتها للنصوص الأخرى، ونقول: هكذا قال الله، والله أعلم بما أراد، وهذا مذهب كثير من السلف; كمالك وغيره، وهذا أبلغ في الزجر.
القول الرابع: أن هذا نفي مطلق، والنفي المطلق يحمل على المقيد; فيقال: لا يدخلون الجنة دخولا مطلقا يعني لا يسبقه عذاب، ولكنهم يدخلون الجنة دخولا يسبقه عذاب بقدر ذنوبهم، ثم مرجعهم إلى الجنة، وذلك لأن نصوص الشرع يُصدّق بعضها بعضا، ويلائم بعضها

فيه مسائل:

الأولى: الحكمة في خلق النجوم

الثانية: الرد على من زعم غير ذلك.

_________
بعضا، وهذا أقرب إلى القواعد وأبين حتى لا تبقى دلالة النصوص غير معلومة; فتقيد النصوص بعضها ببعض.
وهناك احتمال: أن من كانت هذه حاله حري أن يختم له بسوء الخاتمة، فيموت كافرا، فيكون هذا الوعيد باعتبار ما يؤول حاله إليه، وحينئذ لا يبقى في المسألة إشكال; لأن من مات على الكفر; فلن يدخل الجنة، وهو مخلد في النار، وربما يؤيده قوله ﷺ " لا يزال المرء في فسحة من دينه ما لم يصب دما حراما "١ فيكون هذا قولا خامسا.
فيه مسائل:
الأولى: الحكمة في خلق النجوم: وهي ثلاث:
- أنها زينة للسماء.
- ورجوم للشياطين.
- وعلامات يهتدى بها.
وربما يكون هناك حكم أخرى لا نعلمها.
الثانية: الرد على من زعم غير ذلك؛ لقول قتادة: "من تأول فيها غير ذلك أخطأ، وأضاع نصيبه، وتكلف ما لا علم له به".
_________
١ أخرجه البخاري في (الديات/٦٨٦٢) .

الثالثة: ذكر الخلاف في تعلم المنازل.

الرابعة: الوعيد فيمن صدق بشيء من السحر ولو عرف أنه باطل.

_________
ومراد قتادة في قوله: "غير ذلك" ما زعمه المنجمون من الاستدلال بالأحوال الفلكية على الحوادث الأرضية، وأما ما يمكن أن يكون فيها من أمور حسية سوى الثلاث السابقة; فلا ضلال لمن تأوله.
الثالثة: ذكر الخلاف في تعلم المنازل: سبق ذلك١.
الرابعة: الوعيد فيمن صدق بشيء من السحر ولو عرف أنه باطل: من صدق بشيء من التنجيم أو غيره من السحر بلسانه ولو اعتقد بطلانه بقلبه; فإن عليه هذا الوعيد، كيف يصدق وهو يعرف أنه باطل; لأنه يؤدي إلى إغراء الناس به وبتعلمه وبممارسته.
_________
١ انظر: (ص ١٠) .

باب ما جاء في الاستسقاء بالأنواء

باب: ما جاء في الاستسقاء بالأنواء

.......................................................................

_________
الاستسقاء: طلب السقيا; كالاستغفار: طلب المغفرة، والاستعانة: طلب المعونة، والاستعاذة: طلب العوذ، والاستهداء: طلب الهداية; لأن مادة استفعل في الغالب تدل على الطلب، وقد لا تدل على الطلب، بل تدل على المبالغة في الفعل، مثل: استكبر; أي: بلغ في الكبر غايته، وليس المعنى طلب الكبر، والاستسقاء بالأنواء; أي: أن تطلب منها أن تسقيك.
والاستسقاء بالأنواء ينقسم إلى قسمين:
القسم الأول: شرك أكبر، وله صورتان:
الأولى: أن يدعو الأنواء بالسقيا، كأن يقول: يا نوء كذا! اسقنا أو أغثنا، وما أشبه ذلك; فهذا شرك أكبر; لأنه دعا غير الله، ودعاء غير الله من الشرك الأكبر، قال تعالى: ﴿وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ﴾، [المؤمنون:١١٧]، وقال تعالى: ﴿وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلا تَدْعُو مَعَ اللَّهِ أَحَدًا﴾، [الجن:١٨]، وقال تعالى: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ﴾، [يونس:١٠٦] .
إلى غير ذلك من الآيات الكثيرة الدالة على النهي عن دعاء غير الله، وأنه من الشرك الأكبر.

وقول الله تعالى: ﴿وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ﴾، [الواقعة:٨٢] .

_________
الثانية: أن ينسب حصول الأمطار إلى هذه الأنواء على أنها هي الفاعلة بنفسها دون الله ولو لم يدعها; فهذا شرك أكبر في الربوبية، والأول في العبادة; لأن الدعاء من العبادة، وهو متضمن للشرك في الربوبية; لأنه لم يدعها إلا وهو يعتقد أنها تفعل وتقضي الحاجة.
القسم الثاني: شرك أصغر، وهو أن يجعل هذه الأنواء سببا، مع اعتقاده أن الله هو الخالق الفاعل; لأن كل من جعل سببا لم يجعله الله سببا، لا بوحيه ولا بقدره; فهو مشرك شركا أصغر.
قوله تعالى: "وتجعلون": أي: تصيرون، وهي تنصب مفعولين: الأول: (رزق)، والثاني: (أن)، وما دخلت عليه في تأويل مصدر مفعول ثان، والتقدير: وتجعلون رزقكم كونكم تكذبون أو تكذيبكم.
والمعنى: تكذبون أنه من عند الله، حيث تضيفون حصوله إلى غيره.
قوله: "رزقكم": الرزق هو العطاء، والمراد به هنا: ما هو أعم من المطر; فيشمل معنيين:
الأول: أن المراد به رزق العلم; لأن الله قال: ﴿فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ، وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ، إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ، فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ، لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ، تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَفَبِهَذَا الْحَدِيثِ أَنْتُمْ مُدْهِنُونَ، وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ﴾، [الواقعة:٧٥-٨٢]، أي: تخافونهم فتداهنونهم، وتجعلون شكر ما رزقكم الله به من العلم والوحي أنكم تكذبون به، وهذا هو ظاهر سياق الآية.

......................................................................

_________
الثاني: أن المراد بالرزق المطر، وقد روي في ذلك حديث عن النبي ﷺ لكنه ضعيف١ إلا أنه صح عن ابن عباس ﵄ في تفسير الآية: أن المراد بالرزق المطر، وأن التكذيب به نسبته إلى الأنواء٢، وعليه يكون ما ساق المؤلف الآية من أجله مناسبا للباب تماما.
والقاعدة في التفسير: أن الآية إذا كانت تحتمل المعنيين جميعا بدون منافاة تحمل عليهما جميعا، وإن حصل بينهما منافاة طلب المرجح.
ومعنى الآية: أن الله يوبخ هؤلاء الذين يجعلون شكر الرزق التكذيب والاستكبار والبعد لأن شكر الرزق يكون بالتصديق والقبول والعمل بطاعة المنعم، والفطرة كذلك لا تقبل أن تكفر بمن ينعم عليها; فالفطرة والعقل والشرع كل منها يوجب أن تشكر من ينعم عليك، سواء قلنا: المراد بالرزق المطر الذي به حياة الأرض، أو قلنا: إن المراد به القرآن الذي به حياة القلوب; فإن هذا من أعظم الرزق; فكيف يليق بالإنسان أن يقابل هذه النعمة بالتكذيب؟!
واعلم أن التكذيب نوعان:
أحدهما: التكذيب بلسان المقال، بأن يقول: هذا كذب، أو المطر من النوء، ونحو ذلك.
_________
١ أخرجه الإمام أحمد (١/٨٩، ١٠٨)، والترمذي في (التفسير، ومن سورة الواقعة/٩/ ٣٥)، وقال: "حسن غريب، لا نعرفه مرفوعا إلا من حديث إسرائيل، وروى سفيان عن عبد الأعلى هذا الحديث بهذا الإسناد ولم يرفعه". وأخرجه أيضا: ابن جرير (٢٧/٦٦٢)، وابن أبي حاتم; كما في "تفسير ابن كثير" (٤/٣٠٠) . وأورده في "الدر المنثور" (٦/١٦٣)، وعزاه لابن منيع، وابن المنذر، وابن مردويه، وغيرهم، من حديث علي بن أبي طالب ﵁.
٢ يأتي (ص٣٠) .

وعن أبي مالك الأشعري ﵁ أن رسول الله ﷺ قال: " أربع في أمتي من أمر الجاهلية........................................................

_________
والثاني: التكذيب بلسان الحال، بأن يعظم الأنواء والنجوم معتقدا أنها السبب، ولهذا وعظ عمر بن عبد العزيز الناس يوما; فقال: "أيها الناس! إن كنتم مصدقين; فأنتم حمقى، وإن كنتم مكذبين; فأنتم هلكى"، وهذا صحيح; فالذي يصدق ولا يعمل أحمق، والمكذب هالك; فكل إنسان عاص نقول له الآن: أنت بين أمرين: إما أنك مصدق بما رتب على هذه المعصية، أو مكذب، فإن كنت مصدقا; فأنت أحمق، كيف لا تخاف فتستقيم؟! وإن كنت غير مصدق; فالبلاء أكبر، فأنت هالك كافر.
قوله: في حديث أبي مالك: "أربع في أمتي".
الفائدة من قوله: "أربع" ليس الحصر; لأن هناك أشياء تشاركها في المعنى، وإنما يقول النبي ﷺ ذلك من باب حصر العلوم وجمعها بالتقسيم والعدد; لأنه يقرب الفهم، ويثبت الحفظ.
قوله: "أمتي": أي: أمة الإجابة.
قوله: " من أمر الجاهلية ": أمر هنا بمعنى شأن; أي: من شأن الجاهلية وهو واحد الأمور، وليس واحد الأوامر; لأن واحد الأوامر طلب الفعل على وجه الاستعلاء.
وقوله: " من أمر الجاهلية ": إضافتها إلى الجاهلية الغرض منها التقبيح والتنفير; لأن كل إنسان يقال له: فعلك فعل الجاهلية لا شك أنه يغضب، إذ إنه لا أحد يرضى أن يوصف بالجهل، ولا بأن فعله من أفعال الجاهلية; فالغرض من الإضافة هنا أمران:

......................................................................

_________
١- التنفير.
٢- بيان أن هذه الأمور كلها جهل وحمق بالإنسان; إذ ليست أهلا بأن يراعيها الإنسان أو يعتني بها; فالذي يعتني بها جاهل.
والمراد بالجاهلية هنا: ما قبل البعثة; لأنهم كانوا على جهل وضلال عظيم حتى إن العرب كانوا أجهل خلق الله، ولهذا يسمون بالأميين، والأمي هو الذي لا يقرأ ولا يكتب; نسبة إلى الأم، كأن أمه ولدته الآن.
لكن لما بعث فيهم هذا النبي الكريم; قال تعالى: ﴿لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ﴾، [آل عمران:١٦٤]، فهذه منة عظيمة؛ أن بعث فيهم النبي ﵊ لهذه الأمور السامية:
١- يتلو عليهم آيات الله.
٢- ويزكيهم; فيطهر أخلاقهم وعبادتهم وينميها.
٣- ويعلمهم الكتاب.
٤- والحكمة.
هذه فوائد أربع عظيمة لو وزنت الدنيا بواحدة منها لوزنتها عند من يعرف قدرها، ثم بين الحال من قبل فقال: ﴿وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ﴾، [آل عمران: من الآية١٦٤]، و"إن" هذه ليست نافية، بل مؤكدة; فهي مخففة من الثقيلة، يعني: وإنهم كانوا من قبل لفي ضلال مبين.
إذن المراد بالجاهلية ما قبل البعثة; لأن الناس كانوا فيها على جهل عظيم، فجهلهم شامل للجهل في حقوق الله، وحقوق عباده، فمن جهلهم

لا يتركونهن: الفخر بالأحساب،........................................

_________
أنهم ينصبون النصب ويعبدونها من دون الله، ويقتل أحدهم ابنته لكي لا يعير بها، ويقتل أولاده من ذكور وإناث خشية الفقر.
قوله: "لا يتركونهن": المراد: لا يتركون كل واحد منها باعتبار المجموع بالمجموع، بأن يكون كل واحد منها عند جماعة، والثاني عند آخرين، والثالث عند آخرين، والرابع عند آخرين، وقد تجتمع هذه الأقسام في قبيلة، وقد تخلو بعض القبائل منها جميعا، إنما الأمة كمجموع لا بد أن يوجد فيها شيء من ذلك; لأن هذا خبر من الصادق المصدوق ﷺ، والمراد بهذا الخبر التنفير; لأنه ﷺ قد يخبر بأشياء تقع، وليس غرضه أن يؤخذ بها; كما قال ﷺ: " لتركبن سنن من كان قبلكم "١، أي: فاحذروا، وأخبر ﷺ: " أن الظعينة تخرج من صنعاء إلى حضرموت لا تخشى إلا الله "٢، أي: بلا محرم، وهذا خبر عن أمر واقع، وليس إقرارا له شرعا.
قوله: " الفخر بالأحساب": الفخر: التعالي والتعاظم، والباء للسببية; أي: يفخر بسبب الحسب الذي هو عليه.
والحسب: ما يحتسبه الإنسان من شرف وسؤدد، كأن يكون من بني هاشم فيفتخر بذلك، أو من آباء وأجداد مشهورين بالشجاعة، فيفتخر بذلك، وهذا من أمر الجاهلية; لأن الفخر في الحقيقة يكون بتقوى الله الذي يمنع الإنسان من التعالي والتعاظم، والمتقي حقيقة هو الذي كلما
_________
١ سبق (١/٢٠٢) .
٢ أخرجه البخاري في (المناقب، باب علامات النبوة/٢/٥٣١) . ولفظه: "حتى يسير الراكب من صنعاء إلى حضرموت لا يخشى إلا الله". وأخرج البخاري من حديث عدي بن حاتم في الموضع السابق (٢/٥٢٧): "فإن طالت بك حياة لترين الظعينة ترتحل من الحيرة حتى تطوف بالكعبة لا تخاف أحدا إلا الله".

والطعن في الأنساب، والاستسقاء بالنجوم، والنياحة ".

_________
ازدادت نعم الله عليه ازداد تواضعا للحق وللخلق. وإذا كان الفخر بالحسب من فعل الجاهلية; فلا يجوز لنا أن نفعله، ولهذا قال تعالى لنساء نبيه ﷺ: ﴿وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُولَى﴾، [الأحزاب: من الآية٣٣]، واعلم أن كل ما ينسب إلى الجاهلية; فهو مذموم ومنهي عنه.
قوله: "الطعن في الأنساب ": الطعن: العيب; لأنه وخز معنوي كوخز الطاعون في الجسد، ولهذا سمي العيب طعنا.
والأنساب: جمع نسب، وهو أصل الإنسان وقرابته، فيطعن في نسبه كأن يقول: أنت ابن الدبَّاغ، أو أنت ابن مقطعة البظور- وهي شيء في فرج المرأة يقطع عند ختان النساء-.
قوله: " والاستسقاء بالنجوم ": أي: نسبة المطر إلى النجوم، مع اعتقاد أن الفاعل هو الله ﷿ أما إن اعتقد أن النجوم هي التي تخلق المطر والسحاب أو دعاها من دون الله لتنزل المطر; فهذا شرك أكبر مخرج عن الملة.
قوله: " والنياحة على الميت ": هذا هو الرابع، والنياحة: هي رفع الصوت بالبكاء على الميت قصدا، وينبغي أن يضاف إليه على سبيل النوح; كنوح الحمام.
والندب: تعداد محاسن الميت.
والنياحة من أمر الجاهلية، ولا بد أن تكون في هذه الأمة، وإنما كانت من أمر الجاهلية؛ إما من الجهل الذي هو ضد العلم. أو من الجهالة التي هي السفه، وهي ضد الحكمة.
وإنما كانت كذلك لأمور، هي:

وقال: " النائحة إذا لم تتب قبل موتها; تقام يوم القيامة وعليها سربال من قطران ودرع من جرب ". رواه مسلم١.

_________
١- أنها لا تزيد النائح إلا شدة، وحزنا، وعذابا.
٢- أنها تسخط من قضاء الله وقدره، واعتراض عليه.
٣- أنها تهيج أحزان غيره.
وقد ذكر عن ابن عقيل ﵀ وهو من علمائنا الحنابلة- أنه خرج في جنازة ابنه عقيل وكان أكبر أولاده وطالب علم، فلما كانوا في المقبرة صرخ رجل وقال: ﴿يَا أَيُّهَا الْعَزِيزُ إِنَّ لَهُ أَبًا شَيْخًا كَبِيرًا فَخُذْ أَحَدَنَا مَكَانَهُ إِنَّا نَرَاكَ مِنَ الْمُحْسِنِينَ﴾، [يوسف: من الآية٧٨]، فقال له ابن عقيل ﵀: إن القرآن إنما نزل لتسكين الأحزان، وليس لتهييج الأحزان.
٤- أنه مع هذه المفاسد لا يرد القضاء، ولا يرفع ما نزل.
والنياحة تشمل ما إذا كانت من رجل أو امرأة، لكن الغالب وقوعها من النساء، ولهذا قال: " النائحة إذا لم تتب قبل موتها " أي: إن تابت قبل الموت; تاب الله عليها، وظاهر الحديث أن هذا الذنب لا تكفره إلا التوبة، وأن الحسنات لا تمحوه; لأنه من كبائر الذنوب، والكبائر لا تمحى بالحسنات; فلا يمحوها إلا التوبة.
قوله: " تقام يوم القيامة وعليها سربال من قطران "٢، أي: تقام من قبرها، والسربال: الثوب السابغ كالدرع، والقطران معروف، ويسمى "الزفت"، وقيل: إنه النحاس المذاب.
قوله: " ودرع من جرب ": الجرب: مرض معروف يكون في
_________
١ أخرجه: مسلم في (الجنائز، باب التشديد في النياحة، ٢/٦٤٤) .
٢ مسلم: الجنائز (٩٣٤)، وأحمد (٥/٣٤٢،٥/٣٤٣،٥/٣٤٤) .

......................................................................

_________
الجلد، يؤرق الإنسان، وربما يقتل الحيوان، والمعنى: إن كل جلدها يكون جربا بمنزلة الدرع، وإذا اجتمع قطران وجرب زاد البلاء; لأن الجرب أي شيء يمسه يتأثر به; فكيف ومعه قطران؟!
والحكمة أنها لما لم تغط المصيبة بالصبر غطيت بهذا الغطاء سربال من قطران ودرع من جرب; فكانت العقوبة من جنس العمل.
ويستفاد من الحديث:
١- ثبوت رسالته ﷺ لأنه أخبر عن أمر من أمور الغيب فوقع كما أخبر.
٢- التنفير من هذه الأشياء الأربعة: الفخر بالأحساب، والطعن في الأنساب، والاستسقاء بالنجوم، والنياحة على الميت.
٣- أن النياحة من كبائر الذنوب لوجود الوعيد عليها في الآخرة، وكل ذنب عليه الوعيد في الآخرة; فهو من الكبائر.
٤- أن كبائر الذنوب لا تكفر بالعمل الصالح; لقوله ﷺ: " إذا لم تتب قبل موتها ".
٥- أن من شروط التوبة أن تكون قبل الموت; لقوله ﷺ: " إذا لم تتب قبل موتها"، ولقوله تعالى: ﴿وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآن﴾، [النساء: من الآية١٨] .
٦- أن الشرك الأصغر لا يخرج من الملة:
فمن أهل العلم من قال: إنه داخل تحت المشيئة؛ إن شاء الله عذبه، وإن شاء غفر له.
ومن أهل العلم من قال: إنه ليس بداخل تحت المشيئة، وإنه لا بد

ولهما عن زيد بن خالد ﵁ قال: " صلى لنا رسول الله ﷺ صلاة الصبح بالحديبية.......................................................

_________
أن يعاقب، وإلى هذا ذهب شيخ الإسلام ابن تيمية؛ لإطلاق قوله تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ﴾، [النساء: من الآية٤٨]، فقال: والشرك لا يغفره الله ولو كان أصغر١.
وبهذا نعرف عظم سيئة الشرك، قال ابن مسعود ﵁: "لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغيره صادقا"٢؛ لأن الحلف بغير الله من الشرك، والحلف بالله كاذبا من كبائر الذنوب، وسيئة الشرك أعظم من سيئة الذنب.
٧- ثبوت الجزاء والبعث.
٨- أن الجزاء من جنس العمل.
قوله في حديث زيد بن خالد: "صلى لنا": أي: إماما; لأن الإمام يصلي لنفسه ولغيره، ولهذا يتبعه المأموم، وقيل: إن اللام بمعنى الباء، وهذا قريب، وقيل: إن اللام للتعليل; أي: صلى لأجلنا.
قوله: "صلاة الصبح بالحديبية": أي: صلاة الفجر. والحديبية فيها لغتان: التخفيف، وهو أكثر، والتشديد، وهي اسم بئر سمي بها المكان،
_________
١"الرد على البكري" (تلخيص "كتاب الاستغاثة") (ص ١٤٦) . وانظر أيضا: "جامع الرسائل" (٢/٢٥٤) .
٢ أخرجه عبد الرزاق (٨/٤٦٩)، والطبراني في "الكبير" (٨٩٠٢) . قال المنذري في "الترغيب" (٣/٦٠٧) والهيثمي في "مجمع الزوائد" (٤/١٧٧): "ورواته رواة الصحيح".

على إثر سماء كانت من الليل، فلما انصرف; أقبل على الناس، فقال: هل تدرون ماذا قال ربكم؟

_________
وقيل: إن أصلها شجرة حدباء تسمى حديبية، والأكثر على أنها اسم بئر، وهذا المكان قريب من مكة بعضه في الحل وبعضه في الحرم، نزل به الرسول ﷺ في السنة السادسة من الهجرة لما قدم معتمرا، فصده المشركون عن البيت، وما كانوا أولياءه، إن أولياؤه إلا المتقون، ويسمى الآن الشميسي.
قوله: " على إثر سماء كانت من الليل ": الإثر معناه العقب، والأثر: ما ينتج عن السير.
قوله: "سماء": المراد به المطر.
قوله: "كانت من الليل ": "من" لابتداء الغاية، هذا هو الظاهر- والله أعلم-، ويحتمل أن تكون بمعنى " في" للظرفية.
قوله: "فلما انصرف": أي: من صلاته، وليس من مكانه بدليل قوله: "أقبل على الناس".
قوله: " هل تدرون ماذا قال ربكم؟ ": الاستفهام يراد به التنبيه والتشويق لما سيلقى عليهم، وإلا; فالرسول ﷺ يعلم أنهم لا يعلمون ماذا قال الله; لأن الوحي لا ينزل عليهم.
ومعنى قوله: "هل تدرون": أي: هل تعلمون.
والمراد بالربوبية هنا الربوبية الخاصة; لأن ربوبية الله للمؤمن خاصة كما أن عبودية المؤمن له خاصة، ولكن الخاصة لا تنافي العامة; لأن العامة تشمل هذا وهذا، والخاصة تختص بالمؤمن.

قالوا: الله ورسوله أعلم. قال: "أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر،...............................................................

_________
قوله: " قالوا: الله ورسوله أعلم ": فيه إشكال نحوي; لأن "أعلم" خبر عن اثنين، وهي مفرد؛ فيقال: إن اسم التفضيل إذا نوي به معنى "من"، وكان مجردا من أل والإضافة؛ لزم فيه الإفراد والتذكير.
وفيه أيضا إشكال معنوي، وهو أنه جمع بين الله ورسوله بالواو، مع أن الرسول ﷺ لما قال له الرجل: " ما شاء الله وشئت. قال: أجعلتني لله ندا؟ ! "١.
فيقال: إن هذا أمر شرعي، وقد نزل على الرسول ﷺ. وأما إنكاره على من قال: ما شاء الله وشئت; فلأنه أمر كوني، والرسول ﷺ ليس له شأن في الأمور الكونية.
والمراد بقولهم: "الله ورسوله أعلم" تفويض العلم إلى الله ورسوله، وأنهم لا يعلمون.
قوله: " أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر ".
"مؤمن": صفة لموصوف محذوف; أي: عبد مؤمن، وعبد كافر.
و"أصبح": من أخوات كان، واسمها: "مؤمن"، وخبرها: "من عبادي".
ويجوز أن يكون "أصبح" فعلا ماضيا ناقصا، واسمها ضمير
_________
١ أخرجه أحمد (١/٢١٤، ٢٢٤، ٢٨٣، ٢٤٧)، والبخاري في "الأدب المفرد" (٧٨٣)، والنسائي في "عمل اليوم والليلة"; كما في "تحفة الأشراف" (٥/٢٦٩)، وابن ماجه بنحوه في (الكفارات، باب النهي أن يقال: ما شاء الله وشئت/٢١١٧)، وابن السني في "عمل اليوم والليلة، ٦٧٢)، والطحاوي في "المشكل" (١/٩٠)، والطبراني في "الكبير" (١٣٠٠٥، ١٣٠٠٦) وأبو نعيم في "الحلية" (٤/٩٩)، والبيهقي (٣/٢١٧) . وقال البوصيري في "الزوائد": "في إسناده الأجلح بن عبد الله مختلف فيه، ضعفه الإمام أحمد وأبو حاتم والنسائي وأبو داود وابن سعد، ووثقه ابن معين ويعقوب بن سفيان والعجلي، وباقي الإسناد ثقات". وقال الشيخ سليمان في "التيسير" (١/١٢٠): "فقد ثبت أن النبي ﷺ لما قال له رجل ... " الحديث.

فأما من قال: مطرنا بفضل الله ورحمته; فذلك مؤمن بي كافر بالكوكب، وأما من قال: مطرنا بنوء كذا وكذا; فذلك كافر بي مؤمن بالكوكب "١.

_________
الشأن، أي: أصبح الشأن، ف "من عبادي" خبر مقدم، و"مؤمن": مبتدأ مؤخر، أي: أصبح شأن الناس منهم مؤمن ومنهم كافر.
قوله: " فأما من قال: مطرنا بفضل الله ورحمته "، أي: قال بلسانه وقلبه، والباء للسببية، والفضل: العطاء والزيادة.
والرحمة: صفة من صفات الله، يكون بها الإنعام والإحسان إلى الخلق.
وقوله: " فذلك مؤمن بي وكافر بالكوكب ": لأنه نسب المطر إلى الله، ولم ينسبه إلى الكوكب، ولم ير له تأثيرا في نزوله، بل نزل بفضل الله.
قوله: " وأما من قال: مطرنا بنوء كذا وكذا "، الباء للسببية.
" فذلك كافر بي، مؤمن بالكوكب": وصار كافرا بالله; لأنه أنكر نعمة الله ونسبها إلى سبب لم يجعله الله سببا; فتعلقت نفسه بهذا السبب، ونسي نعمة الله، وهذا الكفر لا يخرج من الملة; لأن المراد نسبة المطر إلى النوء على أنه سبب وليس إلى النوء على أنه فاعل.
لأنه قال: " مطرنا بنوء كذا"، ولم يقل: أنزل علينا المطر نوء كذا; لأنه لو قال ذلك; لكان نسبة المطر إلى النوء نسبة إيجاد، وبه نعرف خطأ من قال: إن المراد بقوله: "مطرنا بنوء كذا" نسبة المطر إلى النوء نسبة إيجاد; لأنه لو كان هذا هو المراد; لقال: أنزل علينا المطر نوء كذا، ولم
_________
١ أخرجه البخاري (٨٤٦)، ومسلم (٧١) .

......................................................................

_________
يقل: مطرنا به. فعلم أن المراد: أن من أقر بأن الذي خلق المطر وأنزله هو الله، لكن النوء هو السبب; فهو كافر، وعليه يكون من باب الكفر الأصغر الذي لا يخرج من الملة.
والمراد بالكوكب: النجم، وكانوا ينسبون المطر إليه، ويقولون: إذا سقط النجم الفلاني جاء المطر، وإذا طلع النجم الفلاني جاء المطر، وليسوا ينسبونه إلى هذا نسبة وقت، وإنما نسبة سبب; فنسبة المطر إلى النوء تنقسم إلى ثلاثة أقسام:
١- نسبة إيجاد، وهذه شرك أكبر.
٢- نسبة سبب، وهذه شرك أصغر.
٣- نسبة وقت، وهذه جائزة، بأن يريد بقوله: مطرنا بنوء كذا; أي: جاءنا المطر في هذا النوء، أي في وقته.
ولهذا قال العلماء: يحرم أن يقول: مطرنا بنوء كذا، ويجوز مطرنا في نوء كذا، وفرقوا بينهما أن الباء للسببية، وفي للظرفية، ومن ثم قال أهل العلم: إنه إذا قال: مطرنا بنوء كذا وجعل الباء للظرفية فهذا جائز، وهذا وإن كان له وجه من حيث المعنى، لكن لا وجه له من حيث اللفظ; لأن لفظ الحديث: " من قال: مطرنا بنوء كذا "، والباء للسببية أظهر منها للظرفية، وهي وإن جاءت للظرفية، كما في قوله تعالى: ﴿وَإِنَّكُمْ لَتَمُرُّونَ عَلَيْهِمْ مُصْبِحِينَ، وَبِاللَّيْلِ أَفَلا تَعْقِلُونَ﴾، [الصافات:١٣٧-١٣٨]، لكن كونها للسببية أظهر، والعكس بالعكس; ف "في" للظرفية أظهر منها للسببية وإن جاءت للسببية; كما في قوله ﷺ: " دخلت امرأة النار في هرة "١.
_________
١ أخرجه البخاري (٢٣٦٥)، ومسلم (٢٢٤٢) .

ولهما من حديث ابن عباس معناه، وفيه: "قال بعضهم: لقد صدق نوء كذا وكذا فأنزل الله هذه الآيات١: ﴿فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ، وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ، إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ، فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ، لا يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ، تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَفَبِهَذَا الْحَدِيثِ أَنْتُمْ مُدْهِنُونَ، وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ﴾، [الواقعة:٧٥-٨٢] .

_________
والحاصل أن الأقرب المنع ولو قصد الظرفية، لكن إذا كان المتكلم لا يعرف من الباء إلا الظرفية مطلقا، ولا يظن أنها تأتي سببية; فهذا جائز، ومع ذلك; فالأولى أن يقال لهم: قولوا: في نوء كذا.
قوله: "ولهما": الظاهر أنه سبق قلم، وإلا; فالحديث في "مسلم" وليس في "الصحيحين٢ ".
ومعنى الحديث: أنه لما نزل المطر نسبه بعضهم إلى رحمة الله وبعضهم قال: لقد صدق نوء كذا وكذا; فكأنه جعل النوء هو الذي أنزل المطر أو نزل بسببه.
ومنه ما يذكر في بعض كتب التوقيت: "وقلَّ أن يخلف نوؤُه"، أو: "هذا نوؤه صادق"، وهذا لا يجوز، وهو الذي أنكره الله ﷿ على عباده، وهذا شرك أصغر، ولو قال بإذن الله فإنه لا يجوز لأن كل الأسباب من الله، والنوء لم يجعله الله سببا.
_________
١ أخرجه مسلم في (الإيمان، باب بيان كفر من قال مطرنا بالنوء/١/٨٤) .
٢ وأشار إليه الشيخ سليمان ﵀ في "التيسير" (ص٤٦١) .

......................................................................

_________
قوله: ﴿فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ﴾، اختلف في "لا":
فقيل: نافية، والمنفي محذوف، والتقدير: لا صحة لما تزعمون من أن القرآن كذب أو سحر وشعر وكهانة، أقسم بمواقع النجوم إنه لقرآن كريم، ف" أقسم" لا علاقة لها ب "لا" إطلاقا، وهذا له بعض الوجه.
وقيل: إن المنفي القسم; فهي داخلة على أقسم، أي: لا أقسم، ولن أقسم على أن القرآن قرآن كريم; لأن الأمر أبين من أن يحتاج إلى قسم، وهذا ضعيف جدا.
وقيل: إن "لا" للتنبيه، والجملة بعدها مثبتة; لأن " لا " بمعنى انتبه، أقسم بمواقع النجوم ...، وهذا هو الصحيح.
فإن قيل: ما الفائدة من إقسامه سبحانه، مع أنه صادق بلا قسم; لأن القسم إن كان لقوم يؤمنون به ويصدقون كلامه، فلا حاجة إليه، وإن كان لقوم لا يؤمنون به; فلا فائدة منه، قال تعالى: ﴿وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ﴾، [البقرة: من الآية١٤٥]؟
أجيب: بأن فائدة القسم من وجوه:
الأول: أن هذا أسلوب عربي لتأكيد الأشياء بالقسم، وإن كانت معلومة عند الجميع، أو كانت منكرة عند المخاطب، والقرآن نزل بلسان عربي مبين.
الثاني: أن المؤمن يزداد يقينا من ذلك، ولا مانع من زيادة المؤكدات التي تزيد في يقين العبد، قال تعالى عن إبراهيم: ﴿رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي﴾، [البقرة: من الآية٢٦٠] .
الثالث: أن الله يقسم بأمور عظيمة، دالة على كمال قدرته، وعظمته،

......................................................................

_________
وعلمه; فكأنه يقيم في هذا المقسم به البراهين على صحة ما أقسم عليه بواسطة عظم ما أقسم به.
الرابع: التنويه بحال المقسم به; لأنه لا يقسم إلا بشيء عظيم، وهذان الوجهان لا يعودان إلى تصديق الخبر، بل إلى ذكر الآيات التي أقسم بها تنويها له بها وتنبيها على عظمها.
الخامس: الاهتمام بالمقسم عليه، وأنه جدير بالعناية والإثبات.
وقوله: ﴿فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ﴾، الله سبحانه - يتحدث عن نفسه بضمير المفرد; لأنه يدل على الانفراد والتوحيد; فهو سبحانه واحد لا شريك له، ويتحدث عين نفسه بضمير الجمع; لأنه يدلي على العظمة; كقوله تعالى: ﴿إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ﴾، [الحجر:٩]، وقوله: ﴿إِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ﴾، [يّس: من الآية١٢] الآية، ولا يتحدث عن نفسه بالمثني; لأن المثنى محصور باثنين.
و" الباء": حرف قسم، والمواقع جمع موقع.
واختلف في النجوم:
فقيل: إنها النجوم المعروفة، فيكون المراد بمواقعها؛ مطالعها ومغاربها.
وأقسم الله بها; لما فيها من الدلالة على كمال القدرة، في هذا الانتظام البديع، وما فيها من مناسبة المقسم به، والمقسم عليه، وهو القرآن المحفوظ بواسطة الشهب; فإن السماء عند نزول الوحي ملئت حرسا شديدا وشهبا.
وقيل: إن المراد آجال نزول القرآن، ومنه قولهم: "نزل القرآن منجما"، وقول الفقهاء: يجب أن يكون دين المكاتب مؤجلا بنجمين فأكثر; فيكون الله أقسم بمواقع نزول القرآن، وقد سبقت لنا قاعدة مفيدة، وهي: أنه إذا كان المعنيان لا يتنافيان؛ تحمل الآية على كل منهما، وإلا طلب المرجح.

......................................................................

_________
قوله: ﴿وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ﴾، [الواقعة:٧٦]، "قسم": خبر إن، وهذا القسم أكد الله عظمته بإن واللام؛ تنويها بالمقسم عليه، وتعظيمه.
وقوله: "لو تعلمون": مؤكد ثالث، كأنه قال: ينبغي أن تعلموا هذا الأمر ولا تجهلوه; فهو أعظم من أن يكون مجهولا; فإنه يحتاج إلى علم وانتباه، فلو تعلمون حق العلم لعرفتم عظمته; فانتبهوا.
قوله: "لقرآن": مصدر مثل الغفران، والشكران، بمعنى اسم فاعل، وبمعنى اسم المفعول; فعلى الأول يكون المراد أنه جامع للمعاني التي تضمنتها الكتب السابقة، من المصالح والمنافع، قال تعالى: ﴿وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ﴾، [المائدة: من الآية٤٨]، وعلى الثاني يكون بمعنى المجموع; لأنه مجموع مكتوب.
قوله:" كريم ": يطلق على كثير العطاء، وهذا كمال في العطاء متعد للغير، ويطلق على الشيء البهي الحسن، ومنه قول النبي ﷺ: "إياك وكرائم أموالهم"١ أي: البهي منها والحسن، وهذا كمال في الذات، وهذان المعنيان موجودان في القرآن; فالقرآن لا أحسن منه بذاته، قال تعالى: ﴿وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا﴾، [الأنعام: من الآية١١٥] .
والقرآن يعطي أهله من الخيرات الدينية والدنيوية والجسمية والقلبية، قال تعالى: ﴿فَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا﴾، [الفرقان:٥٢] .
فهو سلاح لمن تمسك به، ولكن يحتاج إلى أن نتمسك به بالقول والعمل والعقيدة، فلا بد أن يصدق العقيدة العمل، قال ﷺ: " ألا وإن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي
_________
١ أخرجه البخاري في (الإيمان/١/١٢٦- فتح)، ومسلم في (المساقاة/٣/١٢١٩) .

......................................................................

_________
القلب "١. ووصف الله القرآن في آية أخرى بأنه مجيد، والمجد صفة العظمة والعزة والقوة، والقرآن جامع بين الأمرين: فيه قوة وعظمة، وكذا خيرات كثيرة وإحسان لمن تمسك به.
قوله: ﴿فِي كِتَابٍ مَكْنُونٍ﴾، كتاب فعال بمعنى مفعول، مثل: فراش بمعنى مفروش، وغراس بمعنى مغروس، وكتاب بمعنى مكتوب.
والمكنون: المحفوظ، قال تعالى: ﴿كَأَنَّهُنَّ بَيْضٌ مَكْنُونٌ﴾، [الصافات:٤٩] .
واختلف المفسرون في هذا الكتاب على قولين:
الأول: أنه اللوح المحفوظ الذي كتب الله فيه كل شيء.
الثاني - وإليه ذهب ابن القيم-: أنه الصحف التي في أيدي الملائكة٢.
قال تعالى: ﴿كَلاَّ إِنَّهَا تَذْكِرَةٌ، فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ، فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ، مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ، بِأَيْدِي سَفَرَةٍ﴾، [عبس:١١-١٥] .
فقوله: ﴿بِأَيْدِي سَفَرَةٍ﴾، [عبس:١٥] يرجح أن المراد الكتب التي في أيدي الملائكة; لأن قوله: ﴿لا يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ﴾، [الواقعة:٧٩]، أي: الملائكة، يوازن قوله: ﴿بِأَيْدِي سَفَرَةٍ﴾، وعلى هذا يكون المراد بالكتاب الجنس لا الواحد.
قوله: ﴿لا يَمَسُّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ﴾، الضمير يعود إلى الكتاب المكنون; لأنه أقرب شيء، وهو بالرفع ﴿لاَ يَمَسُّهُ﴾ باتفاق القراء.
وإنما نبهنا على ذلك; لدفع قول من يقول: إنه خبر بمعنى النهي، والضمير يعود على القرآن; أي: نهى أن يمس القرآن إلا طاهر، والآية ليس فيها ما
_________
١ أخرجه البخاري في (الإيمان، باب فضل من استبرأ لدينه/١/٣٤)، ومسلم في (المساقاة، باب أخذ الحلال/٣/١٢١٩) ; من حديث النعمان بن بشير ﵄.
٢ انظر: "إعلام الموقعين" (١/٢٢٥-٢٢٦) .

......................................................................

_________
يدل على ذلك، بل هي ظاهرة في أن المراد به اللوح المحفوظ; لأنه أقرب مذكور، ولأنه خبر، والأصل في الخبر أن يبقى على ظاهره خبرا لا أمرا ولا نهيا حتى يقوم الدليل على خلاف ذلك، ولم يرد ما يدل على خلاف ذلك، بل الدليل على أنه لا يراد به إلا ذلك، وأنه يعود إلى الكتاب المكنون، ولهذا قال الله: ﴿إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ﴾ باسم المفعول، ولم يقل: إلا المطهِّرون، ولو كان المراد المطهرين لقال ذلك، أو قال: إلا المتطهرون; كما قال تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ﴾، [البقرة: من الآية٢٢٢]، والمطهرون: هم الذين طهرهم الله تعالى، وهم الملائكة، طهروا من الذنوب وأدناسها، قال تعالى: ﴿لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ﴾، [التحريم: من الآية٦]، وقال تعالى: ﴿يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لا يَفْتُرُونَ﴾، [الأنبياء:٢٠]، وقال تعالى: ﴿بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ، لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ﴾، [الأنبياء: من الآية٢٦-٢٧]، وفرق بين المطهر الذي يريد أن يفعل الكمال بنفسه، وبين المطهر الذي كمله غيره وهم الملائكة، وهذا مما يؤيد ما ذهب إليه ابن القيم أن المراد بالكتاب الكتب التي في أيدي الملائكة، وفي الآية إشارة على أن من طهر قلبه من المعاصي كان أفهم للقرآن، وأن من تنجس قلبه بالمعاصي كان أبعد فهما عن القرآن، لأنه إذا كانت الصحف التي في أيدي الملائكة لم يمكن الله من مسها إلا هؤلاء المطهرين; فكذلك معاني القرآن.
فاستنبط شيخ الإسلام من هذه الآية: أن المعاصي سبب لعدم فهم القرآن; كما قال تعالى: ﴿كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾، [المطففين:١٤]، وهم الذين قال الله فيهم: ﴿إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيرُ الأَوَّلِينَ﴾، [المطففين:١٣]، فهم لا يصلون إلى معانيها وأسرارها; لأنه ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون.

......................................................................

_________
وقد ذكر بعض أهل العلم: أنه ينبغي لمن استفتي أن يقدم بين يدي الفتوى الاستغفار لمحو أثر الذنب من قلبه حتى يتبين له الحق، واستنبطه من قوله تعالى: ﴿إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا، وَاسْتَغْفِرِ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا﴾، [النساء:١٠٥-١٠٦] .
قوله: ﴿تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾، [الواقعة:٨٠]، خبر ثان لقوله: "وإنه"، وهو كقوله: ﴿وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾، [الشعراء:١٩٢]، وكقوله: ﴿تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ﴾، [فصلت:٢-٣]، فهو خبر مكرر مع قوله: "لقرآن".
وتنزيل; أي: منزل، فهي مصدر بمعنى اسم المفعول، منزل من رب العالمين، أنزله الله على قلب النبي ﷺ؛ لأنه محل الوعي والحفظ بواسطة جبريل، قال تعالى: ﴿وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ، نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ، عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ﴾، [الشعراء:١٩٢-١٩٤] .
وقوله: ﴿تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾ أي: خالقهم.
ويستفاد من الآية ما يلي:
١- أن القرآن نازل لجميع الخلق; ففيه دليل على عموم رسالة النبي ﷺ.
٢- أنه نازل من ربهم، وإذا كان كذلك; فهو الحكم بينهم الحاكم عليهم.
٣- أن نزول القرآن من كمال ربوبية الله، فإذا أضيف إلى هذه الآية قوله تعالى: ﴿تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ﴾، [فصلت:٢-٣]، علم أن القرآن رحمة للعباد أيضا، وربوبية الله مبنية على الرحمة، قال تعالى:

......................................................................

_________
﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ﴾، [الفاتحة:٢-٣]، وكل ما أمر الله به عباده أو نهاهم عنه; فهو رحمة بهم.
٤- أن القرآن كلام الله; لأنه إذا كان الله أنزله; فهو كلامه لا كلام غيره كما قاله السلف ﵏، وهو غير مخلوق; لأن جميع صفات الله حتى الصفات الفعلية ليست مخلوقة.
والقرآن كلام الله منزل غير مخلوق.
فإن قيل: هل كل منزل غير مخلوق؟
قلنا: لا، لكن كل منزل يكون وصفا مضافا إلى الله; فهو غير مخلوق; كالكلام، وإلا; فإن الله أنزل من السماء ماء وهو مخلوق، وقال تعالى: ﴿وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ﴾، [الحديد: من الآية٢٥]، وهو مخلوق، وقال تعالى: ﴿وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ الأَنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاج﴾، [الزمر: من الآية٦]، والأنعام مخلوقة، فإذا كان المنزل من عند الله صفة لا تقوم بذاتها; وإنما تقوم بغيرها; لزم أن يكون غير مخلوق; لأنه من صفات الله.
قوله: ﴿أَفَبِهَذَا الْحَدِيثِ أَنْتُمْ مُدْهِنُونَ﴾، [الواقعة:٨١]، الاستفهام للإنكار والتوبيخ، والحديث: القرآن، والمدهن: الخائف من غيره الذي يحابيه بقوله وفعله. والمعنى: أتدهنون بهذا الحديث وتخافون وتستخفون؟! لا ينبغي لكم هذا، بل ينبغي لمن معه القرآن أن يصدع به وأن يبينه ويجاهد به، قال تعالى: ﴿وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا﴾، [الفرقان: من الآية٥٢] .
قوله: ﴿وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ﴾، [الواقعة:٨٢]:
أكثر المفسرين على أنه على حذف مضاف; أي: أتجعلون شكر رزقكم; أي: ما أعطاكم الله من أي شيء؛ من المطر، ومن إنزال القرآن.
أي: تجعلون شكر هذه النعمة العظيمة؛ أن تكذبوا بها، والنبي ﷺ وإن كان ذكرها في المطر، فإنها تشمل المطر وغيره.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية الواقعة.

الثانية: ذكر الأربع التي من أمر الجاهلية.

_________
وقيل: إنه ليس في الآية حذف، والمعنى: تجعلون شكركم تكذيبا، وقال: إن الشكر رزق، وهذا هو الصحيح، بل هو من أكبر الأرزاق، قال الشاعر:
إذا كان شكري نعمةَ الله نعمةً ... علي له في مثلها يجب الشكر
فكيف بلوغ الشكر إلا بفضله ... وإن طالت الأيام واتصل العمر
فالنعمة تحتاج إلى شكر، ثم إذا شكرتها; فهي نعمة أخرى تحتاج إلى شكر ثان، وإن شكرت في الثانية; فهي نعمة تحتاج إلى شكر ثالث، وهكذا أبدا، قال تعالى: ﴿وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا﴾، [إبراهيم: من الآية٣٤] .
قوله: ﴿أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ﴾، [الواقعة: من الآية٨٢]: "أن" وما دخلت عليه؛ في تأويل مصدر: مفعول " تجعلون" الثاني. أي: تصيرون شكركم تكذيبا، ولا شك أن هذا من السفه أن يقابل الإنسان نعمة ربه بالتكذيب، إن كانت وحيا كذب خبره ولم يمتثل أمره ولم يجتنب نهيه، وإن كانت عطاء تنمو به الأجسام نسبه إلى غير الله، قال: هذا من النوء أو هذا من عملي; كما قال قارون: ﴿إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي﴾، [القصص: من الآية٧٨] .
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية الواقعة: وهي قوله تعالى: ﴿وَتَجْعَلُونَ رِزْقَكُمْ أَنَّكُمْ تُكَذِّبُونَ﴾، [الواقعة:٨٢]، وقد مر تفسيرها.
الثانية: ذكر الأربع التي من أمر الجاهلية: وهي الطعن في الأنساب،

الثالثة: ذكر الكفر في بعضها.

الرابعة: أن من الكفر ما لا يخرج من الملة.

الخامسة: قوله: "أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر"؛ بسبب نزول النعمة.

_________
والفخر بالأحساب، والاستسقاء بالأنواء، والنياحة على الميت.
الثالثة: ذكر الكفر في بعضها: وهي الاستسقاء بالأنواء، وكذلك الطعن في النسب، والنياحة على الميت; كما في حديث: " اثنتان في الناس هما بهم كفر: الطعن في النسب، والنياحة على الميت "١.
الرابعة: أن من الكفر ما لا يخرج من الملة؛ وهي أن الاستسقاء بالأنواء بعضه كفر مخرج عن الملة، وبعضه كفر دون ذلك، وقد سبق بيان ذلك.
الخامسة: قوله: " أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر "٢، بسبب نزول النعمة، أي: إن الناس ينقسمون عند نزول النعمة إلى مؤمن بالله وكافر به، وقد سبق بيان حكم إضافة نزول المطر إلى النوء، والواجب على الإنسان إذا جاءته النعمة أن لا يضيفها إلى أسبابها مجردة عن الله، بل يعتقد أن هذا سبب محض إن كان هذا سببا، مثال ذلك: رجل غرق في ماء، وكان عنده رجل قوي، فنزلت وأنقذه; فإنه يجب على هذا الذي نجا أن يعرف نعمة الله عليه، ولولا أن الله أمر أمرا قدريا، وأمرا شرعيا أن ينقذك هذا الرجل ما حصل إنقاذ، فأنت تعتقد أن هذا سبب محض.
أما إن غرق ويسر الله له، فخرج، فقال: إن الولي الفلاني أنقذني; فهذا شرك أكبر; لأنه سبب غير صحيح، ثم إن إضافته إليه لا يظهر منها أنه يريد
_________
١ رواه مسلم (٦٧) .
٢ البخاري: الجمعة (١٠٣٨)، ومسلم: الإيمان (٧١)، والنسائي: الاستسقاء (١٥٢٥)، وأبو داود: الطب (٣٩٠٦)، وأحمد (٤/١١٧)، ومالك: النداء للصلاة (٤٥١) .

السادسة: التفطن للإيمان في هذا الموضع.

السابعة: التفطن للكفر في هذا الموضع.

الثامنة: التفطن لقوله: " لقد صدق نوء كذا وكذا".

التاسعة: إخراج العالم للمتعلم المسألة بالاستفهام عنها; لقوله: "أتدرون ماذا قال ربكم؟ ".

_________
أنه سبب، بل يريد أنه منقذ بنفسه; لأن اعتقاد أنه سبب وهو في قبره غير وارد، ولذلك كان أصحاب الأولياء إذا نزلت بهم شدة يسألون الأولياء دون الله تعالى; فيقعون في الشرك الأكبر من حيث لا يعلمون أو من حيث يعلمون، ثم قد يفتنون; فيحصل لهم ما يريدون عند دعاء الأولياء لا به; لأننا نعلم أن هؤلاء الأولياء لا يستجيبون لهم; لقوله تعالى: ﴿إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ﴾، [فاطر: من الآية١٤]، وقوله تعالى: ﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾، [الأحقاف: من الآية٥] .
السادسة: التفطن للإيمان في هذا الموضع: وهو نسبة المطر إلى فضل الله ورحمته.
السابعة: التفطن للكفر في هذا الموضع: وهو نسبة المطر إلى النوء; فيقال هذا بسبب النوء الفلاني، وما أشبه ذلك.
الثامنة: التفطن لقوله: "لقد صدق نوء كذا وكذا": وهذا قريب من قوله: "مطرنا بنوء كذا"; لأن الثناء بالصدق على النوء مقتضاه أن هذا المطر بوعده، ثم بتنفيذ وعده.
التاسعة: إخراج العالم للمتعلم المسألة بالاستفهام عنها:
لقوله ﷺ: "أتدرون ماذا قال ربكم":

العاشرة: وعيد النائحة.

_________
وذالك أن يلقي العالم على المتعلم السؤال؛ لأجل أن ينتبه له، وإلا فالرسول يعلم أن الصحابة لا يعلمون ماذا قال الله، لكن أراد أن ينبههم لهذا الأمر; فقال: "أتدرون ماذا قال ربكم"، وهذا يوجب استحضار قلوبهم.
العاشرة: وعيد النائحة: وذلك بقوله: إذا لم تتب قبل موتها تقام يوم القيامة وعليها سربال من قطران ودرع من جرب (١)، وهذا وعيد عظيم.
_________
(١) مسلم: الجنائز (٩٣٤)، وابن ماجه: ما جاء في الجنائز (١٥٨١)، وأحمد (٥/٣٤٢-٣٤٤) .

باب قول الله تعالى: ﴿ومن الناس من يتحذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله﴾

باب قول الله تعالى: ﴿ومن الناس من يتحذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله﴾

...

باب قول الله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾، [البقرة: من الآية١٦٥] .

_________
قوله: باب قول الله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا﴾، جعل المؤلف رحمه الله تعالى الآية هي الترجمة، ويمكن أن يعنى بهذه الترجمة باب المحبة.
وأصل الأعمال كلها هو المحبة فالإنسان لا يعمل إلا لما يحب; إما لجلب منفعة، أو لدفع مضرة، فإذا عمل شيئا; فلأنه يحبه إما لذاته كالطعام، أو لغيره كالدواء.
وعبادة الله مبنية على المحبة، بل هي حقيقة العبادة; إذ لو تعبدت بدون محبة صارت عبادتك قشرا لا روح فيها، فإذا كان الإنسان في قلبه محبة لله وللوصول إلى جنته; فسوف يسلك الطريق الموصل إلى ذلك.
ولهذا لما أحب المشركون آلهتهم؛ توصلت بهم هذه المحبة إلى أن عبدوها من دون الله، أو مع الله.
والمحبة تنقسم إلى قسمين:
القسم الأول: محبة عبادة، وهي التي توجب التذلل والتعظيم، وأن يقوم بقلب الإنسان من إجلال المحبوب وتعظيمه؛ ما يقتضي أن يمتثل أمره، ويجتنب نهيه، وهذه خاصة بالله، فمن أحب مع الله غيره محبة عبادة; فهو مشرك شركا أكبر، ويعبر العلماء عنها بالمحبة الخاصة.
القسم الثاني: محبة ليست بعبادة في ذاتها، وهذه أنواع:

......................................................................

_________
النوع الأول: المحبة لله وفي الله، وذلك بأن يكون الجالب لها محبة الله، أي: كون الشيء محبوبا لله تعالى من أشخاص; كالأنبياء، والرسل، والصديقين، والشهداء، والصالحين. أو أعمال; كالصلاة، والزكاة، وأعمال الخير، أو غير ذلك. وهذا النوع تابع للقسم الأول الذي هو محبة الله.
النوع الثاني: محبة إشفاق ورحمة، وذلك كمحبة الولد، والصغار، والضعفاء، والمرضى.
النوع الثالث: محبة إجلال وتعظيم لا عبادة; كمحبة الإنسان لوالده، ولمعلمه، ولكبير من أهل الخير.
النوع الرابع: محبة طبيعية; كمحبة الطعام، والشراب، والملبس، والمركب، والمسكن.
وأشرف هذه الأنواع النوع الأول، والبقية من قسم المباح; إلا إذا اقترن بها ما يقتضي التعبد صارت عبادة; فالإنسان يحب والده محبة إجلال وتعظيم، وإذا اقترن بها أن يتعبد لله بهذا الحب؛ من أجل أن يقوم ببر والده، صارت عبادة، وكذلك يحب ولده محبة شفقة، وإذا اقترن بها ما يقتضي أن يقوم بأمر الله بإصلاح هذا الولد؛ صارت عبادة.
وكذلك المحبة الطبيعية; كالأكل والشرب، والملبس والمسكن؛ إذا قصد بها الاستعانة على عبادة صارت عبادة، ولهذا (حبب للنبي النساء والطيب (١)، من هذه الدنيا; فحبب إليه النساء; لأن ذلك مقتضى الطبيعة
_________
(١) أخرجه الإمام أحمد (٣/١٢٨، ١٩٩، ٢٨٥)، والنسائي في (عشرة النساء، باب حب النساء/٧/٦١)، وفي "تعليق الألباني على المشكاة" (٣/١٤٤٨): "إسناده حسن".

......................................................................

_________
ولما يترتب عليه من المصالح العظيمة، وحبب إليه الطيب; لأنه ينشط النفس ويريحها ويشرح الصدر، ولأن الطيبات للطيبين، والله طيب لا يقبل إلا طيبا.
فهذه الأشياء إذا اتخذها الإنسان بقصد العبادة؛ صارت عبادة، قال النبي (: (إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى (١) .
وقال العلماء: إن ما لا يتم الواجب إلا به; فهو واجب، وقالوا: الوسائل لها أحكام المقاصد، وهذا أمر متفق عليه.
وقد ذكر المؤلف ﵀ في هذا الباب آيتين:
الأولى: التي ترجم بها، وهي قوله: "ومن الناس": "من" تبعيضية، هي ومجرورها خبر مقدم، و"من يتخذ" مبتدأ مؤخر.
قوله: "أندادا": جمع ند، وهو الشبيه والنظير.
قوله: " يحبونهم كحب الله ": أي: في كيفيته ونوعه; فالنوع أن يحب غير الله محبة عبادة. والكيفية: أن يحبه كمحبة الله أو أشد، حتى إن بعضهم يعظم محبوبه، ويغار له أكثر مما يعظم الله ويغار له، فلو قيل: احلف بالله; لحلف، وهو كاذب ولم يبال، ولو قيل: احلف بالند; لم يحلف، وهو كاذب، وهذا شرك أكبر.
وقوله: " كحب الله ": للمفسرين فيها قولان:
_________
(١) أخرجه البخاري في (بدء الوحي، باب كيف كان بدء الوحي/١/١٣)، ومسلم في (الإمارة، باب قوله ﷺ: إنما الأعمال بالنيات/٣/١٥١٥) .

......................................................................

_________
الأول: أنها على ظاهرها، وأنها مضافة إلى مفعولها; أي: يحبونهم كحبهم الله، والمعنى يحبون هذه الأنداد كمحبة الله، فيجعلونها شركاء لله في المحبة، لكن الذين آمنوا أشد حبا لله من هؤلاء لله، وهذا هو الصواب.
الثانية: أن المعنى كحب الله الصادر من المؤمنين: أي: كحب المؤمنين لله; فيحبون هذه الأنداد كما يحب المؤمنون الله (وهذا وإن احتمله اللفظ، لكن السياق يأباه; لأنه لو كان المعنى ذلك; لكان مناقضا لقوله تعالى فيما بعد: ﴿وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ﴾، [البقرة: من الآية١٦٥]، وكانت محبة المؤمنين لله أشد; لأنها محبة خالصة ليس فيها شرك; فمحبة المؤمنين أشد من حب هؤلاء لله.
فإن قيل: قد ينقدح في ذهن الإنسان أن المؤمنين يحبون هذه الأنداد؛ نظرا لقوله: ﴿أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ﴾، فما الجواب؟
أجيب: أن اللغة العربية يجري فيها التفضيل بين شيئين؛ وأحدهما خال منه تماما، ومنه قوله تعالى: ﴿أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلًا﴾، [الفرقان:٢٤]، مع أن مستقر أهل النار ليس فيه خير، وقال تعالى: ﴿آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ﴾، [النمل: من الآية٥٩]، والطرف الآخر ليس فيه شيء من هذه الموازنة، ولكنها من باب مخاطبة الخصم بحسب اعتقاده.
مناسبة الآية لباب المحبة:
منع الإنسان أن يحب أحدا كمحبة الله; لأن هذا من الشرك الأكبر، المخرج عن الملة، وهذا يوجد في بعض العباد، وبعض الخدم; فبعض

وقوله: ﴿قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ﴾ [التوبة: من الآية٢٤] .

_________
العباد يعظمون ويحبون بعض القبور أو الأولياء كمحبة الله أو أشد، وكذلك بعض الخدم تجدهم يحبون هؤلاء الرؤساء أكثر مما يحبون الله، ويعظمونهم أكثر مما يعظمون الله، قال تعالى: ﴿وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا، رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا﴾ [الأحزاب:٦٧-٦٨] .
الآية الثانية قوله تعالى: ﴿قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ﴾:
"آباؤكم": اسم كان، وباقي الآية مرفوع معطوف عليه، وخبر كان ﴿أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ﴾، والخطاب في قوله: "قل" للرسول (والمخاطب في قوله: "آباؤكم" الأمة.
والأمر في قوله: " فتربصوا " يراد به التهديد: أي: انتظروا عقاب الله، ولهذا قال: ﴿حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ﴾ بإهلاك هؤلاء المؤثرين لمحبة هؤلاء الأصناف الثمانية، على محبة الله ورسوله، وجهاد في سبيله.
فدلت الآية على أن محبة هؤلاء، وإن كانت من غير محبة العبادة؛ إذا فضلت على محبة الله صارت سببا للعقوبة.
ومن هنا نعرف أن الإنسان إذا كان يهمل أوامر الله لأوامر والده; فهو يحب أباه أكثر من ربه.

......................................................................

_________
وما في القلوب وإن كان لا يعلمه إلا الله، لكن له شاهد في الجوارح، ولذا يروي عن الحسن ﵀ أنه قال: "ما أسر أحد سريرة إلا أظهرها الله تعالى على صفحات وجهه وفلتات لسانه"; فالجوارح مرآة القلب.
فإن قيل: المحبة في القلب ولا يستطيع الإنسان أن يملكها، ولهذا يروي عن النبي (أنه قالت: (اللهم إن هذا قسمي فيما أملك; فلا تلمني فيما لا أملك) (١) وكيف للإنسان أن يحب شيئا وهو يبغضه، وهل هذا إلا من محاولات جعل الممتنع ممكنا؟
أجيب: أن هذا إيراد ليس بوارد; فالإنسان قد تنقلب محبته لشيء كراهة وبالعكس، إما لسبب ظاهر أو لإرادة صادقة، فمثلا: لك صديق تحبه فيسرق منك وينتهك حرمتك، فتكرهه لهذا السبب، أو لإرادة صادقة; كرجل يحب شرب الدخان، فصار عنده إرادة صادقة وعزيمة ثابتة، فكره الدخان، فأقلع عنه.
وقال عمر (للنبي (: (إنك لأحب إلي من كل شيء إلا من نفسي. قال النبي (لا والذي نفسي بيده; حتى أكون أحب إليك من نفسك. قال: الآن والله لأنت أحب إلي من نفسي. فقال
_________
(١) أخرجه أحمد في "المسند" (٦/١٤٤)، وأبو داود في (النكاح، باب في القسم بين النساء/٢/٦٠١)، والترمذي في (النكاح، باب في التسوية بين الضرائر/٤/١٠٧)، والنسائي في (عشرة النساء، باب ميل الرجل إلى بعض نسائه دون بعض/٧/٦٤)، وابن ماجه في (النكاح، باب القسمة بين النساء/١/٦٣٣)، والدارمي (٢/٦٧)، وابن حبان- وصححه- (٤١٩٢)، والحاكم (٢/١٨٧) - وصححه على شرط مسلم ووافقه الذهبي-. ورجح الترمذي إرساله; فقال: "رواية حماد بن زيد عن أيوب عن أبي قلابة مرسلا أصح". وانظر: "تحفة الأشراف" (١١/٤٧١/ رقم ١٦٢٩٠)، و"جامع الأصول" (١١/٥١٤)،) و"نيل الأوطار" (٦/٣٧٢) .

عن أنس; أن رسول الله (قال: (لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ووالده والناس أجمعين (أخرجاه (١) .

_________
النبي (الآن يا عمر) (٢)، فقد ازدادت محبة عمر (للنبي)؛ وأقره النبي (على أن الحب قد يتغير.
وربما تسمع عن شخص كلاما وأنت تحبه فتكرهه، ثم يتبين لك أن هذا الكلام كذب; فتعود محبتك إياه.
قوله في حديث أنس: "لا يؤمن": هذا نفي الإيمان، ونفي الإيمان تارة يراد به نفي الكمال الواجب، وتارة يراد به نفي الوجود; أي: نفي الأصل. والمنفي في هذا الحديث هو كمال الإيمان الواجب; إلا إذا خلا القلب من محبة الرسول (إطلاقا; فلا شك أن هذا نفي لأصل الإيمان.
قوله: "من ولده": يشمل الذكر والأنثى، وبدأ بمحبة الولد; لأن تعلق القلب به أشد من تعلقه بأبيه غالبا.
قوله: "ووالده": يشمل أباه، وجده وإن علا، وأمه، وجدته وإن علت.
قوله: "والناس أجمعين": يشمل إخوته وأعمامه وأبناءهم وأصحابه ونفسه; لأنه من الناس; فلا يتم الإيمان حتى يكون الرسول أحب إليه من جميع المخلوقين.
وإذا كان هذا في محبة رسول الله (؛ فكيف بمحبة الله تعالى؟!!
_________
(١) أخرجه البخاري في (الأيمان، باب كيف كانت يمين النبي (/٤/٢١٦) من حديث عمر (.
(٢) أخرجه البخاري في (الإيمان، باب حب الرسول ﷺ من الإيمان/١/٢٢)، ومسلم في (الإيمان، باب وجوب محبة رسول الله ﷺ أكثر من الأهل/١/٦٧) .

......................................................................

_________
ومحبة رسوله الله (تكون لأمور:
الأول: أنه رسول الله، وإذا كان الله أحب إليك من كل شيء; فرسوله أحب إليك من كل مخلوق.
الثاني: لما قام به من عبادة الله وتبليغ رسالته.
الثالث: لما آتاه الله من مكارم الأخلاق، ومحاسن الأعمال.
الرابع: أنه سبب هدايتك، وتعليمك، وتوجيهك.
الخامس: لصبره على الأذى في تبليغ الرسالة.
السادس: لبذل جهده بالمال والنفس؛ لإعلاء كلمة الله.
ويستفاد من هذا الحديث ما يلي:
١- وجوب تقديم محبة الرسول (على محبة النفس.
٢- فداء الرسول (بالنفس والمال؛ لأنه يجب أن تقدم محبته على نفسك ومالك.
٣- أنه يجب على الإنسان أن ينصر سنة رسول الله (ويبذل لذلك نفسه وماله وكل طاقته لأن ذلك من كمال محبة رسول الله (ولذلك قال بعض أهل العلم في قوله: ﴿إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ﴾، [الكوثر:٣]، أي: مبغضك، قالوا: وكذلك من أبغض شريعته (فهو مقطوع لا خير فيه.
٤- جواز المحبة التي للشفقة والإكرام والتعظيم؛ لقوله (: " أحب إليه من ولده ووالده ... "; فأثبت أصل المحبة، وهذا أمر طبيعي لا ينكره أحد.
٥- وجوب تقديم قول الرسول (على قول كل الناس; لأن من

......................................................................

_________
لازم كونه أحب من كل أحد؛ أن يكون قوله مقدما على كل أحد من الناس، حتى على نفسك، فمثلا: أنت تقول شيئا وتهواه وتفعله، فيأتي إليك رجل ويقول لك: هذا يخالف قول الرسول (فإذا كان الرسول أحب إليك من نفسك; فأنت تنتصر للرسول أكثر مما تنتصر لنفسك، وترد على نفسك بقول الرسول (فتدع ما تهواه من أجل طاعة الرسول (وهذا عنوان تقديم محبته على محبة النفس، ولهذا قال بعضهم:
تعصي الإله وأنت تزعم حبه ... هذا لعمري في القياس بديع
لو كان حبك صادقا لأطعته ... إن المحب لمن يحب مطيع
إذا يؤخذ من هذا الحديث وجوب تقديم قول الرسول (على قول كل الناس حتى على قوله أبي بكر وعمر وعثمان، وعلى قول الأئمة الأربعة ومن بعدهم، قال الله تعالى: ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾، [الأحزاب: من الآية٣٦] .
لكن إذا وجدنا حديثا يخالف الأحاديث الأخرى الصحيحة، أو مخالفا لقول أهل العلم وجمهور الأمة; فالواجب التثبت والتأني في الأمر; لأن اتباع الشذوذ يؤدي إلى الشذوذ.
ولهذا إذا رأيت حديثا يخالف ما عليه أكثر الأمة، أو يخالف الأحاديث الصحيحة التي كالجبال في رسوها; فلا تتعجل في قبوله، بل يجب عليك أن تراجع وتطالع في سنده حتى يتبين لك الأمر، فإذا تبين; فإنه لا بأس أن يخصص الأقوى بأضعف منه إذا كان حجة; فالمهم التثبت في الأمر.
وهذه القاعدة تنفعك في كثير من الأقوال التي ظهرت أخيرا، وتركها الأقدمون، وصارت محل نقاش بين الناس; فإنه يجب اتباع هذه القاعدة، ويقال: أين الناس من هذه الأحاديث؟ ولو كانت هذه الأحاديث من شريعة الله; لكانت منقولة باقية معلومة. مثل ما ذكر: أن

ولهما عنه، قال: قال رسول الله: (ثلاث من كن فيه

_________
الإنسان إذا لم يطف طواف الإفاضة، قبل أن تغرب الشمس يوم العيد; فإنه يعود محرما! فإن هذا الحديث (١)، وإن كان ظاهر سنده الصحة; لكنه ضعيف وشاذ، ولهذا لم يذكر أنه عمل به إلا رجل أو رجلان من التابعين، وإلا فالأمة على خلافه، فمثل هذه الأحاديث يجب أن يتحرى الإنسان فيها ويتثبت، ولا نقول: إنها لا يمكن أن تكون صحيحة.
مناسبة هذا الحديث للباب:
مناسبة هذا الحديث ظاهرة; إذ محبة الرسول (من محبة الله، ولأنه إذا كان لا يكمل الإيمان حتى يكون الرسول (أحب إلى الإنسان من نفسه والناس أجمعين; فمحبة الله أولى وأعظم.
قوله في حديث أنس الثاني: " ثلاث من كن فيه ": أي: ثلاث خصال، و"كن" بمعنى وجدن فيه.
وإعراب "ثلاث": مبتدأ، وجاز الابتداء بها لأنها مفيدة على حد قول ابن مالك:
ولا يجوز الابتدا بالنكرة ... ما لم تفد...... (٢)
وقوله: "من كن فيه": "من": شرطية، و"كن": أصلها كان; فتكون فعلا ماضيا ناسخا، والنون اسمها، و"فيه": خبرها.
_________
(١) أخرجه أبو داود (باب الإفاضة في الحج/٣/٥٠٨) . وقال المنذري في "مختصر السنن" (٢/ ٤٢٨): "في إسناده محمد بن إسحاق، وقد تقدم الكلام عليه". وانظر: "تهذيب السنن" لابن القيم (٢/٤٢٧) .
(٢) "ألفيه ابن مالك" (ص١٦) .

وجد بهن حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله،....................

_________
قوله: "وجد بهن": وجد: فعل ماض في محل جزم جواب الشرط، والجملة من فعل الشرط وجوابه في محل رفع خبر المبتدأ.
وقوله: " وجد بهن حلاوة الإيمان": الباء للسببية، وحلاوة: مفعول وجد، وحلاوة الإيمان: ما يجده الإنسان في نفسه وقلبه من الطمأنينة والراحة والانشراح، وليست مدركة باللعاب والفم; فالمقصود بالحلاوة هنا الحلاوة القلبية.
الخصلة الأولى من الخصال الواردة في الحديث:
قوله: (أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما (:
الرسول محمد (، وكذا جميع الرسل تجب محبتهم.
قوله: " أحب إليه مما سواهما": أي: أحب إليه من الدنيا كلها، ونفسه، وولده، ووالده، وزوجه، وكل شيء سواهما، فإن قيل: لماذا جاء الحديث بالواو "الله ورسوله" وجاء الخبر لهما جميعا "أحب إليه مما سواهما"؟
فالجواب: لأن محبة الرسول (من محبة الله، ولهذا جعل قوله: أشهد أن لا إله إلا الله، وأن محمدا رسول الله ركنا واحدا; لأن الإخلاص لا يتم إلا بالمتابعة التي جاءت عن طريق النبي.
الخصلة الثانية:
قوله: (وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله) .
قوله: "وأن يحب المرء" يشمل الرجل والمرأة.
قوله: "لا يحبه إلا لله ": اللام للتعليل، أي: من أجل الله; لأنه قائم بطاعة الله.

وأن يكره أن يعود في الكفر بعد إذ أنقذه الله منه، كما يكره أن يقذف في النار «١) .

وفي رواية: (لا يجد أحد حلاوة الإيمان حتى. .. (، إلى آخره (٢) .

_________
وحب الإنسان للمرء له أسباب كثيرة يحبه للدنيا، ويحبه للقرابة، ويحبه للزمالة، ويحب المرء زوجته للاستمتاع، ويحب من أحسن إليه، لكن إذا أحببت هذا المرء لله; فإن ذلك من أسباب وجود حلاوة الإيمان.
الخصلة الثالثة:
قوله: (وأن يكره أن يعود في الكفر بعد إذ أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في النار (.
هذه الصورة في كافر أسلم; فهو يكره أن يعود في الكفر بعد إذ أنقذه الله منه، كما يكره أن يقذف في النار، وإنما ذكر هذه الصورة; لأن الكافر يألف ما كان عليه أولا; فربما يرجع إليه، بخلاف من لا يعرف الكفر أصلا.
فمن كره العود في الكفر كما يكره القذف في النار; فإن هذا من أسباب وجود حلاوة الإيمان.
قوله: "وفي رواية: لا يجد أحد حلاوة الإيمان ": أتى المؤلف بهذه الرواية; لأن انتفاء وجدان حلاوة الإيمان بالنسبة للرواية الأولى عن طريق المفهوم، وهذه عن طريق المنطوق، ودلالة المنطوق أقوى من دلالة المفهوم.
_________
(١) أخرجه البخاري في (الإيمان، باب حلاوة الإيمان/١/٢٢)، ومسلم في (الإيمان، باب خصال من اتصف بهن وجد حلاوة الإيمان/١/ ٦٦) .
(٢) أخرجها البخاري في (الأدب، باب الحب في الله/٤/ ٩٨) .

وعن ابن عباس، قال: (من أحب في الله، وأبغض في الله، ووالى في الله، وعادى في الله; فإنما تنال ولاية الله بذلك،

_________
قوله في أثر ابن عباس ﵄: " من أحب في الله ".
" من": شرطية، وفعل الشرط أحب، وجوابه جملة: " فإنما تنال ولاية الله بذلك ".
و"في": يحتمل أن تكون للظرفية; لأن الأصل فيها الظرفية، ويحتمل أن تكون للسببية; لأن "في" تأتي أحيانا للسببية; كما في قوله (: (دخلت امرأة النار في هرة «١) أي: بسبب هرة.
وقوله: "في الله". أي: من أجله، إذا قلنا: إن "في" للسببية، وأما إذا قلنا: إنها للظرفية، فالمعنى: من أحب في ذات الله; أي: في دينه وشرعه، لا لعرض الدنيا.
قوله: "وأبغض في الله": البغض الكره; أي: أبغض في ذات الله، فإذا رأى من يعصي الله كرهه.
وفرق بين "في" التي للسببية و"في" التي للظرفية; فالسببية الحامل له على المحبة أو البغضاء هو الله، والظرفية موضع الحب أو الكراهة هو في ذات الله (، فيبغض من أبغضه الله، ويحب من أحبه الله.
قوله: " ووالى في الله ": الموالاة: هي المحبة والنصرة وما أشبه ذلك.
قوله: " وعادى في الله ": المعاداة ضد الموالاة; أي: يبتعد عنهم ويبغضهم ويكرههم في الله.
قوله: " فإنما تنال ولاية الله بذلك ": هذا جواب الشرط; أي: يدرك الإنسان ولاية الله ويصل إليها; لأنه جعل محبته وبغضه وولايته ومعاداته لله.
_________
(١) سبق تخريجه (ص ٣١) .

ولن يجد عبد طعم الإيمان - وإن كثرت صلاته وصومه - حتى يكون كذلك،...................................

_________
وقوله: " ولاية": يجوز في الواو وجهان: الفتح والكسر، قيل: معناهما واحد، وقيل: بالفتح بمعنى النصرة، قال تعالى: ﴿مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ﴾، [الأنفال: من الآية٧٢]، وبالكسر بمعنى الولاية على الشيء.
قوله: "بذلك": الباء للسببية، والمشار إليه الحب في الله والبغض فيه، والموالاة فيه والمعاداة فيه.
وهذا الأثر موقوف، لكنه بمعنى المرفوع; لأن ترتيب الجزاء على العمل لا يكون إلا بتوقيف، إلا أن الأثر ضعيف.
فمعنى الحديث: أن الإنسان لا يجد طعم الإيمان وحلاوته ولذته؛ حتى يكون كذلك، ولو كثرت صلاته وصومه، وكيف يستطيع عاقل فضلا عن مؤمن أن يوالي أعداء الله، فيرى أعداء الله يشركون به، ويكفرون به، ويصفونه بالنقائص والعيوب، ثم يواليهم ويحبهم؟! فهذا لو صلى وقام الليل كله، وصام الدهر كله; فإنه لا يمكن أن ينال طعم الإيمان، فلا بد أن يكون قلبك مملوء بمحبة الله وموالاته، ويكون مملوءا ببغض أعداء الله ومعاداتهم، وقال ابن القيم رحمه الله تعالى:
أتحب أعداء الحبيب وتدعي ... حبا له ما ذاك في إمكان
وقال الإمام أحمد ﵀: "إذا رأيت النصراني أغمض عيني; كراهة أن أرى بعيني عدو الله".
هذا الذي يجد طعم الإيمان، أما - والعياذ بالله - الذي يرى أن اليهود أو النصارى على دين مرضي ومقبول عند الله بعد بعثة النبي (، فهو خارج عن الإسلام، مكذب بقول الله: ﴿وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِينًا﴾، [المائدة: من الآية٣]، وقوله: ﴿إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الأِسْلامُ﴾، [آل عمران: من الآية١٩] .

(وقد صارت عامة مؤاخاة الناس على أمر الدنيا وذلك لا يجدي على أهله شيئا. .....................................

_________
وقوله: ﴿وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلام دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾، [آل عمران:٨٥]، ولكثرة اليهود والنصارى والوثنيين صار في هذه المسألة خطر على المجتمع، وأصبح كثير من الناس الآن لا يفرق بين مسلم وكافر، ولا يدري أن غير المسلم عدو لله (بل هو عدو له أيضا; لقوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ﴾، [الممتحنة: من الآية١]، فهم أعداء لنا ولو تظاهروا بالصداقة، قال الله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ﴾، [المائدة:٥١] .
فالآن أصبحنا في محنة وخطر عظيم; لأنه يخشى على أبنائنا وأبناء قومنا أن يركنوا إلى هؤلاء ويوادوهم ويحبوهم، ولذلك يجب أن تخلص هذه البلاد بالذات منهم; فهذه البلاد قال فيها الرسول (: (لأخرجن اليهود والنصارى من جزيرة العرب حتى لا أدع إلا مسلما «١)، وقال (: (أخرجوا اليهود والنصارى من جزيرة العرب «٢)، وقال (: (أخرجوا المشركين من جزيرة العرب «٣)، وهذا كله من أجل أن لا يشتبه الأمر على الناس، ويختلط أولياء الله بأعدائه.
قوله: "وقد صارت عامة مؤاخاة الناس على أمر الدنيا، وذلك لا يجدي على أهله شيئا".
_________
(١) أخرجه مسلم في (الجهاد، باب إخراج اليهود والنصارى من جزيرة العرب/٣/ ١٣٨٨) من حديث عمر بن الخطاب ﵁.
(٢) انظر: "التلخيص الحبير" (٤/ ١٢٥/ رقم ١٩١٧) .
(٣) أخرجه البخاري في (الجهاد، باب هل يستشفع إلى أهل الذمة/٢/ ٣٧٣)، ومسلم في (الوصية، باب ترك الوصية/٣/ ١٢٥٧) .

رواه ابن جرير (١) .

_________
قوله: "عامة": أي: أغلبية.
وقوله: "مؤاخاة الناس": أي: مودتهم ومصاحبتهم: أي: أكثر مودة الناس ومصاحبتهم على أمر الدنيا، وهذا قاله ابن عباس، وهو بعيد العهد منا قريب العهد من النبوة، فإذا كان الناس قد تغيروا في زمنه; فما بالك بالناس اليوم؟
فقد صارت مؤاخاة الناس- إلا النادر- على أمر الدنيا، بل صار أعظم من ذلك، يبيعون دينهم بدنياهم، قال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾، [الأنفال:٢٧]، ولما كان غالب ما يحمل على الخيانة هو المال وحب الدنيا أعقبها بقوله: ﴿وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ﴾، [الأنفال:٢٨] .
ويستفاد من أثر ابن عباس ﵄:
أن لله تعالى أولياء، وهو ثابت بنص القرآن، قال تعالى: ﴿اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا﴾، [البقرة: من الآية٢٥٧]، وقال تعالى: ﴿إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا﴾، [المائدة: من الآية٥٥]، فلله أولياء يتولون أمره ويقيمون دينه، وهو يتولاهم بالمعونة والتسديد والحفظ والتوفيق، والميزان لهذه الولاية قوله تعالى: ﴿أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ، الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ﴾، [يونس:٦٢-٦٣] .
_________
(١) أخرجه ابن المبارك في "الزهد" (٣٥٣) عن ابن عباس موقوفا، وأخرجه أبو نعيم في "الحلية" (١/٣١٢) عن ابن عمر ﵄ مرفوعا، والطبراني في "الكبير" (١٣٥٣٧) عن ابن عمر موقوفا. ومداره على ليث بن أبي سليم، وهو ضعيف مختلط. انظر: "تهذيب التهذيب" (٨/ ٤٦٧)، و"تقريب التهذيب" (٢/ ١٣٨) .

(وقال ابن عباس في قوله تعالى: وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ ; قال: المودة «١) .

_________
قال شيخ الإسلام: "من كان مؤمنا تقيا كان لله وليا"، والولاية سبق أنها النصرة والتأييد والإعانة.
والولاية تنقسم إلى: ولاية من الله للعبد، وولاية من العبد لله; فمن الأولى قوله تعالى: ﴿اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا﴾، [البقرة: من الآية٢٥٧]، ومن الثانية قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا﴾، [المائدة: من الآية٥٦] .
والولاية التي من الله للعبد تنقسم إلى عامة وخاصة; فالولاية العامة هي الولاية على العباد بالتدبير والتصريف، وهذه تشمل المؤمن والكافر وجميع الخلق; فالله هو الذي يتولى عباده بالتدبير والتصريف والسلطان وغير ذلك، ومنه قوله تعالى: ﴿ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ أَلا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ﴾، [الأنعام:٦٢] .
والولاية الخاصة: أن يتولى الله العبد بعنايته وتوفيقه وهدايته، وهذه خاصة بالمؤمنين، قال تعالى: ﴿اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ﴾، [البقرة: من الآية٢٥٧]، وقال تعالى: ﴿أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ، الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ﴾، [يونس:٦٢-٦٣] .
قوله: "وقال ابن عباس ﵄ في قوله تعالى: ﴿وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ﴾، [البقرة: من الآية١٦٦] .
قال: المودة"؛ يشير إلى قوله تعالى: ﴿إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ﴾، [البقرة:١٦٦] .
_________
(١) أخرجه ابن جرير (٢/ ٤٣)، والحاكم (٢/ ٢٧٢) وصححه، ووافقه الذهبي.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية (البقرة) .

_________
الأسباب: جمع سبب، وهو كل ما يتوصل به إلى شيء. وفي اصطلاح الأصوليين: ما يلزم من وجوده الوجود ومن عدمه العدم; فكل ما يوصل إلى شيء; فهو سبب، قال تعالى: ﴿مَنْ كَانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَنْصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ﴾ [الحج: من الآية١٥]، ومنه سمي الحبل سببا؛ لأن الإنسان يتوصل به إلى استخراج الماء من البئر.
وقوله: "قال: المودة": هذا الأثر ضعفه بعضهم، لكن معناه صحيح; فإن جميع الأسباب التي يتعلق بها المشركون لتنجيهم تتقطع بهم، ومنها محبتهم لأصنامهم وتعظيمهم إياها; فإنها لا تنفعهم، ولعل ابن عباس ﵄ أخذ ذلك من سياق الآيات; فقد قال الله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّه﴾ [البقرة: من الآية١٦٥]، ثم قال تعالى: ﴿إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ﴾ [البقرة:١٦٦] .
وبه تعرف أن مراده المودة الشركية، فأما المودة الإيمانية؛ كمودة الله تعالى، ومودة ما يحبه من الأعمال والأشخاص; فإنها نافعة موصلة للمراد، قال الله تعالى: ﴿الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ﴾ [الزخرف:٦٧] .
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية البقرة: وهي قوله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾، وسبق ذلك.

الثانية: تفسير آية (براءة) .

الثالثة: وجوب محبته (على النفس والأهل والمال.

الرابعة: نفي الإيمان لا يدل على الخروج من الإسلام.

_________
الثانية: تفسير آية براءة: وهي قوله تعالى: ﴿قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُم﴾ الآية، وسبق تفسيرها.
الثالثة: وجوب محبته (على النفس والأهل والمال: وفي نسخة: "وتقديمها على النفس والأهل والمال".
ولعل الصواب: وجوب تقديم محبته كما هو مقتضى الحديث، وأيضا قوله: "على النفس" يدل على أنها قد سقطت كلمة تقديم أو وتقديمها، وتؤخذ من حديث أنس السابق ومن قوله تعالى: ﴿قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ﴾؛ فذكر الأقارب والأموال.
الرابعة: أن نفي الإيمان لا يدل على الخروج من الإسلام: سبق أن المحبة كسبية، وذكرنا في ذلك حديث عمر (لما قال للرسول (: (والله إنك لأحب إلي من كل شيء إلا من نفسي. فقال له: ومن نفسك. فقال: الآن، أنت أحب إلي من نفسي «١) .
وقوله: "الآن" يدل على حدوث هذه المحبة، وهذا أمر ظاهر، وفيه أيضا أن نفي الإيمان المذكور في قوله (: (لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من ولده ... «٢) لا يدل على الخروج من الإسلام; لقوله (في الحديث الآخر: " ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان "; لأن حلاوة الإيمان أمر زائد على أصله; أي: إن الدليل مركب من الدليلين.
_________
(١) البخاري: الأيمان والنذور (٦٦٣٢)، وأحمد (٤/٣٣٦،٢٣٣)، (٥/٢٩٣) .
(٢) صحيح مسلم: كتاب الإيمان (٤٤)، وسنن النسائي: كتاب الإيمان وشرائعه (٥٠١٣،٥٠١٥)، وسنن ابن ماجه: كتاب المقدمة (٦٧)، ومسند أحمد (٣/٢٠٧،٢٧٥،٢٧٨) .

الخامسة: أن للإيمان حلاوة قد يجدها الإنسان وقد لا يجدها.

السادسة: أعمال القلب الأربع التي لا تنال ولاية الله إلا بها ولا يجد أحد طعم الإيمان إلا بها.

_________
ونفي الشيء له ثلاث حالات: فالأصل أنه نفي للوجود، وذلك مثل: لا إيمان لعابد صنم، فإن منع مانع من نفي الوجود; فهو نفي للصحة، مثل: "لا صلاة بغير وضوء"، فإن منع مانع من نفي الصحة; فهو نفي للكمال، مثل: "لا صلاة بحضرة طعام"; فقوله: "لا يؤمن أحدكم" نفي للكمال الواجب لا المستحب، قال شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀: "لا ينفى الشيء إلا لانتفاء واجب فيه ما لم يمنع من ذلك مانع".
الخامسة: أن للإيمان حلاوة قد يجدها الإنسان وقد لا يجدها تؤخذ من قوله: (ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان (، وهذا دليل انتفاء الحلاوة إذا انتفت هذه الأشياء.
السادسة: أعمال القلب الأربعة التي لا تنال ولاية الله إلا بها، ولا يجد أحد طعم الإيمان إلا بها.
وهي: الحب في الله، والبغض في الله، والولاء في الله، والعداء في الله. لا تنال ولاية الله إلا بها، فلو صلى الإنسان وصام ووالى أعداء الله; فإنه لا يناله ولاية الله، قال ابن القيم:
أتحب أعداء الحبيب وتدعي ... حبا له ما ذاك في إمكان
وهذا لا يقبله حتى الصبيان أن توالي من عاداهم.
وقوله: "ولا يجد أحد طعم الإيمان إلا بها" مأخوذة من قول ابن عباس: "ولن يجد عبد طعم الإيمان ... " إلخ.

السابعة: فهم الصحابي للواقع; أن عامة المؤاخاة على أمر الدنيا.

الثامنة: تفسير: ﴿وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ﴾ .

التاسعة: أن من المشركين من يحب الله حبا شديدا.

العاشرة: الوعيد على من كان الثمانية أحب إليه من دينه.

_________
السابعة: فهم الصحابي للواقع أن عامة المؤاخاة على أمر الدنيا الصحابي يعني به ابن عباس ﵄، وقوله: "إن عامة المؤاخاة على أمر الدنيا"، هذا في زمنه; فكيف بزمننا؟!
الثامنة: تفسير قوله: ﴿وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ﴾؛ فسرها بالمودة، وتفسير الصحابي إذا كانت الآية من صيغ العموم تفسير بالمثال; لأن العبرة في نصوص الكتاب والسنة بعموماتها، فإذا ذكر فرد من أفراد هذا العموم; فإنما يقصد به التمثيل، أي: مثل المودة، لكن حتى الأسباب الأخرى التي يتقربون بها إلى الله وليست بصحيحة; فإنها تنقطع بهم ولا ينالون منها خيرا.
التاسعة: أن من المشركين من يحب الله حبا شديدا: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾، [البقرة: من الآية١٦٥]، وهم يحبون الأصنام حبا شديدا، وتؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّه﴾؛ فأشد: اسم تفضيل، يدل على الاشتراك في المعنى مع الزيادة; فقد اشتركوا في شدة الحب، وزاد المؤمنون بكونهم أشد حبا لله من هؤلاء لأصنامهم.
العاشرة: الوعيد على من كان الثمانية أحب إليه من دينه: الثمانية هي المذكورة في قوله تعالى: ﴿قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ

الحادية عشرة: أن من اتخذ ندا تساوي محبته محبة الله; فهو الشرك الأكبر.

_________
وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا﴾، [التوبة: من الآية٢٤] .
والوعيد في قوله: "فتربصوا"; فأفاد المؤلف رحمه الله تعالى أن الأمر هنا للوعيد.
الحادية عشرة: أن من اتخذ ندا تساوي محبته محبة الله فهو الشرك الأكبر: لقوله تعالى: ﴿يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾، [البقرة: من الآية١٦٥]، ثم بين في سياق الآيات أنهم مشركون شركا أكبر، بدليل ما لهم من العذاب.

باب قول الله تعالى: ﴿إنما ذلكم الشيطان يخوف أولياءه فلا تخافوهم وخافون إن كنتم مؤمنين﴾

باب قول الله تعالى:

﴿إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾ [آل عمران:١٧٥] .

_________
مناسبة الباب لما قبله:
أن المؤلف ﵀ أعقب باب المحبة بباب الخوف; لأن العبادة ترتكز على شيئين: المحبة، والخوف.
فبالمحبة يكون امتثال الأمر، وبالخوف يكون اجتناب النهي وإن كان تارك المعصية يطلب الوصول إلى الله، ولكن هذا من لازم ترك المعصية، وليس هو الأساس.
فلو سألت من لا يزني لماذا; لقال: خوفا من الله. ولو سألت الذي يصلي; لقال: طمعا في ثواب الله ومحبة له.
وكل منهما ملازم للآخر; فالخائف والمطيع يريدان النجاة من عذاب الله والوصول إلى رحمته.
وهل الأفضل للإنسان أن يغلب جانب الخوف، أو يغلب جانب الرجاء؟
اختلف في ذلك:
فقيل: ينبغي أن يغلب جانب الخوف; ليحمله ذلك على اجتناب المعصية ثم فعل الطاعة.
وقيل: يغلب جانب الرجاء; ليكون متفائلا والرسول (كان يعجبه الفأل (١) .
_________
(١) سبق (١/٥٧٠) .

......................................................................

_________
وقيل في فعل الطاعة: يغلب جانب الرجاء فالذي من عليه بفعل هذه الطاعة سيمن عليه بالقبول، ولهذا قال بعض السلف: إذا وفقك الله للدعاء; فانتظر الإجابة، لأن الله يقول: ﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ﴾، [غافر: من الآية٦٠وفي فعل المعصية يغلب جانب الخوف لأجل أن يمنعه منها ثم إذا خاف من العقوبة تاب. وهذا أقرب شيء، ولكن ليس بذاك القرب الكامل; لأن الله يقول: ﴿وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ﴾، [المؤمنون:٦٠]، أي: يخافون أن لا يقبل منهم، لكن قد يقال بأن هذه الآية يعارضها أحاديث أخرى; كقوله (في الحديث القدسي عن ربه: (أنا عند ظن عبدي بي، وأنا معه حين يذكرني «١) .
وقيل: في حال المرض يغلب جانب الرجاء، وفي حال الصحة يغلب جانب الخوف. فهذه أربعة أقوال.
وقال الإمام أحمد: ينبغي أن يكون خوفه ورجاؤه واحدا; فأيهما غلب هلك صاحبه; أي: يجعلهما كجناحي الطائر، والجناحان للطائر إذا لم يكونا متساويين سقط.
وخوف الله تعالى درجات؛ فمن الناس من يغلو في خوفه، ومنهم من يفرط، ومنهم من يعتدل في خوفه.
والخوف العدل هو الذي يرد عن محارم الله فقط، وإن زدت على هذا; فإنه يوصلك إلى اليأس من روح الله.
ومن الناس من يفرط في خوفه بحيث لا يردعه عما نهى الله عنه.
والخوف أقسام:
_________
(١) أخرجه البخاري في (التوحيد، باب ويحذركم الله نفسه/٤/٣٨٤)، ومسلم في (الذكر والدعاء، باب الحث على ذكر الله/٤/٢٠٦١) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

......................................................................

_________
الأول: خوف العبادة والتذلل والتعظيم والخضوع، وهو ما يسمى بخوف السر؛ وهذا لا يصلح إلا لله - سبحانه -، فمن أشرك فيه مع الله غيره; فهو مشرك شركا أكبر، وذلك مثل: من يخاف من الأصنام أو الأموات، أو من يزعمونهم أولياء ويعتقدون نفعهم وضرهم; كما يفعله بعض عباد القبور: يخاف من صاحب القبر أكثر مما يخاف الله.
الثاني: الخوف الطبيعي والجبلي; فهذا في الأصل مباح; لقوله تعالى عن موسى: ﴿فَخَرَجَ مِنْهَا خَائِفًا يَتَرَقَّبُ﴾، [القصص: من الآية٢١]، وقوله عنه أيضا: ﴿قَالَ رَبِّ إِنِّي قَتَلْتُ مِنْهُمْ نَفْسًا فَأَخَافُ أَنْ يَقْتُلُونِ﴾، [القصص:٣٣]، لكن إن حمل على ترك واجب أو فعل محرم; فهو محرم، وإن استلزم شيئا مباحا كان مباحا، فمثلا من خاف من شيء لا يؤثر عليه وحمله هذا الخوف على ترك صلاة الجماعة مع وجوبها; فهذا الخوف محرم، والواجب عليه أن لا يتأثر به. وإن هدده إنسان على فعل محرم، فخافه وهو لا يستطيع أن ينفذ ما هدده به; فهذا خوف محرم لأنه يؤدي إلى فعل محرم بلا عذر، وإن رأى نارا ثم هرب منها ونجا بنفسه; فهذا خوف مباح، وقد يكون واجبا إذا كان يتوصل به إلى إنقاذ نفسه.
وهناك ما يسمى بالوهم وليس بخوف، مثل أن يرى ظل شجرة تهتز، فيظن أن هذا عدو يتهدده; فهذا لا ينبغي للمؤمن أن يكون كذلك، بل يطارد هذه الأوهام لأنه لا حقيقة لها، وإذا لم تطاردها; فإنها تهلكك.
مناسبة الخوف للتوحيد: أن من أقسام الخوف ما يكون شركا منافيا للتوحيد.

......................................................................

_________
وقد ذكر المؤلف فيه ثلاث آيات:
أولها ما جعلها ترجمة للباب، وهي قوله تعالى: ﴿إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ﴾، [آل عمران: من الآية١٧٥] .
"إنما ذلكم": صيغة حصر، والمشار إليه التخويف من المشركين.
"ذلكم": ذا؛ مبتدأ، و"الشيطان": يحتمل أن يكون خبر المبتدأ، وجملة "يخوف" حال من الشيطان.
ويحتمل أن يكون "الشيطان" صفة لـ"ذلكم"، أو عطف بيان.
و"يخوف": خبر المبتدأ، والمعنى: ما هذا التخويف الذي حصل إلا من شيطان يخوف أولياءه.
و"يخوف" تنصب مفعولين، الأول محذوف تقديره: يخوفكم، والمفعول الثاني: "أولياءه"، ومعنى يخوفكم; أي: يوقع الخوف في قلوبكم منهم.
و"أولياءه"; أي: أنصاره الذين ينصرون الفحشاء والمنكر; لأن الشيطان يأمر بذلك; فكل من نصر الفحشاء والمنكر; فهو من أولياء الشيطان، ثم قد يكون النصر في الشرك وما ينافي التوحيد; فيكون عظيما وقد يكون دون ذلك.
وقوله: "يخوف أولياءه" من ذلك ما وقع في الآية التي قبلها، حيث قالوا: ﴿إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ﴾، [آل عمران: من الآية١٧٣]، وذلك ليصدوهم عن واجب من واجبات الدين، وهو الجهاد، فيخوفونهم بذلك،

......................................................................

_________
وكذلك ما يحصل في نفس من أراد أن يأمر بالمعروف، أو ينهى عن المنكر، فيخوفه الشيطان ليصده عن هذا العمل، وكذلك ما يقع في قلب الداعية.
والحاصل: أن الشيطان يخوف كل من أراد أن يقوم بواجب، فإذا ألقى الشيطان في نفسك الخوف; فالواجب عليك أن تعلم أن الإقدام على كلمة الحق ليس هو الذي يدني الأجل، وليس السكوت والجبن هو الذي يبعد الأجل; فكم من داعية صدع بالحق ومات على فراشه؟! وكم من جبان قتل في بيته؟!
وانظر إلى خالد بن الوليد، كان شجاعا مقداما، ومات على فراشه، وما دام الإنسان قائما بأمر الله; فليثق بأن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون، وحزب الله هم الغالبون.
قوله: " فلا تخافوهم ": لا ناهية، والهاء ضمير يعود على أولياء الشيطان، وهذا النهي للتحريم بلا شك; أي: بل امضوا فيما أمرتكم به وفيما أوجبته عليكم من الجهاد، ولا تخافوا هؤلاء، وإذا كان الله مع الإنسان، فإنه لا يغلبه أحد، لكن نحتاج في الحقيقة إلى صدق النية والإخلاص والتوكل التام، ولهذا قال تعالى: ﴿إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾، [آل عمران: من الآية١٧٥]، وعلم من هذه الآية أن للشيطان وساوس يلقيها في قلب ابن آدم منها التخويف من أعدائه، وهذا ما وقع فيه كثير من الناس، وهو الخوف من أعداء الله فكانوا فريسة لهم، وإلا لو اتكلوا على الله وخافوه قبل كل شيء لخافهم الناس، ولهذا قيل في المثل: من خاف الله خافه كل شيء، ومن اتقى الله اتقاه كل شيء، ومن خاف من غير الله خاف من كل شيء.
ويفهم من الآية أن الخوف من الشيطان وأوليائه مناف للإيمان، فإن

وقوله: ﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ﴾، [التوبة:١٨] .

_________
كان الخوف يؤدي إلى الشرك; فهو مناف لأصله، وإلا; فهو مناف لكماله.
الآية الثانية قوله تعالى: ﴿إِنَّمَا يَعْمُر﴾ . "إنما": أداة حصر، والمراد بالعمارة العمارة المعنوية، وهي عمارتها بالصلاة والذكر وقراءة القرآن ونحوها، وكذلك الحسية بالبناء الحسي; فإن عمارتها به حقيقة لا تكون إلا ممن ذكرهم الله; لأن من يعمرها وهو لم يؤمن بالله واليوم الآخر لم يعمرها حقيقة; لعدم انتفاعه بهذه العمارة; فالعمارة النافعة الحسية والمعنوية من الذين آمنوا بالله واليوم الآخر، ولهذا لما افتخر المشركون بعمارة المسجد الحرام; قال تعالى: ﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ﴾، وأضاف سبحانه المساجد إلى نفسه تشريفا; لأنها موضع عبادته.
قوله: (مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ ("من": فاعل يعمر.
والإيمان بالله يتضمن أربعة أمور، وهي:
- الإيمان بوجوده.
- وربوبيته.
- وألوهيته.
- وأسمائه وصفاته.

......................................................................

_________
و﴿اليوم الآخر﴾: هو يوم القيامة، وسمي بذلك; لأنه لا يوم بعده.
قال شيخ الإسلام: ويدخل في الإيمان بالله واليوم الآخر كل ما أخبر به النبي (، مما يكون بعد الموت مثل فتنة القبر وعذابه ونعيمه؛ لأن حقيقة الأمر أن الإنسان إذا مات قامت قيامته وارتحل إلى دار الجزاء.
ويقرن الله الإيمان به بالإيمان باليوم الآخر كثيرا; لأن الإيمان باليوم الآخر يحمل الإنسان إلى الامتثال، فإنه إذا آمن أن هناك بعثا وجزاء; حمله ذلك على العمل لذلك اليوم، ولكن من لا يؤمن باليوم الآخر لا يعمل; إذ كيف يعمل لشيء وهو لا يؤمن به؟!
قوله: "وأقام الصلاة": أي: أتى بها على وجه قويم لا نقص فيه.
والإقامة نوعان:
إقامة واجبة، وهي التي يقتصر فيها على فعل الواجب من الشروط والأركان والواجبات.
وإقامة مستحبة: وهي التي يزيد فيها على فعل ما يجب؛ فيأتي بالواجب والمستحب.
قوله: "وآتى الزكاة": "آتى" تنصب مفعولين؛ الأول هنا الزكاة، والثاني محذوف، تقديره مستحقها.
والزكاة: هي المال الذي أوجبه الشارع في الأموال الزكوية وتختلف مقاديرها حسب ما تقتضيه حكمة الله (.
قوله: ﴿وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ﴾؛ في هذه الآية حصر، طريقه الإثبات والنفي.
"ولم يخش" نفي، "إلا الله" إثبات.
والمعنى: أن خشيته انحصرت في الله - عزوجل - فلا يخشى غيره. والخشية نوع من

..........................................................................................

_________
الخوف، لكنها أخص منه، والفرق بينهما:
١- أن الخشية تكون مع العلم بالمخشي وحاله; لقوله تعالى: ﴿إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ﴾، [فاطر: من الآية٢٨]، والخوف قد يكون من الجاهل.
٢- أن الخشية تكون بسبب عظمة المخشي، بخلاف الخوف; فقد يكون من ضعف الخائف لا من قوة المخوف.
قوله: ﴿فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ﴾، [التوبة: من الآية١٨]، قال ابن عباس: (عسى من الله واجبة «١) وجاءت بصيغة الترجي; لئلا يأخذ الإنسان الغرور بأنه حصل على هذا الوصف، وهذا كقوله تعالى: ﴿إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا، فَأُولَئِكَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا﴾، [النساء:٩٨-٩٩]، فالله لا يكلف نفسا إلا وسعها; فالذين لا يستطيعون حيلة ولا يهتدون سبيلا جديرون بالعفو.
الشاهد من الآية: قوله: ﴿وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ﴾؛ ولهذا قال تعالى: ﴿فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ﴾، ومن علامات صدق الإيمان أن لا يخشى إلا الله في كل ما يقول ويفعل. ومن أراد أن يصحح هذا المسير; فليتأمل قول الرسول «واعلم أن الأمة لو اجتمعوا على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، ولو اجتمعوا على أن يضروك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك «٢) .
_________
(١) أخرجه البيهقي (٩/ ١٣)، وأورده السيوطي في "الدر المنثور" (١/ ٥٨٧)، وفي "الإتقان" (ص ٢١٤) . وإسناده صحيح. انظر صحيفة علي بن أبي طالب: (ص ٧٢- ٧٣) .
(٢) أخرجه الإمام أحمد (١/ ٢٩٣، ٣٠٧)، والترمذي في (صفة القيامة، باب "ولكن يا حنظلة ساعة وساعة"/٨/ ٢٠٣) - وقال: "حسن صحيح" وأخرجه أيضا: عبد بن حميد (٦٣٥)، والطبراني في "الكبير" (١٢٩٨٨، ١٢٩٨٩، ١١٢٤٣، ١١٤١٦، ١١٥٦٠)، وأبو نعيم في "الحلية" (١/ ٣١٤) و"أخبار أصفهان" ٢١/ ٢٠٤) . وقال ابن رجب في "جامع العلوم والحكم" (ص ١٦١): "وبكل حال; فطريق حنش التي خرجها الترمذي حسنة جيدة". وانظر: "المشكاة (٣/ ١٤٥٩) .

وقوله: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ﴾، [العنكبوت: من الآية١٠]، الآية.

_________
الآية الثالثة قوله تعالى: "ومن الناس": جار ومجرور خبر مقدم، و"من" تبعيضية.
وقوله: "من يقول": "من": مبتدأ مؤخر، والمراد بهؤلاء: من لا يصل الإيمان إلى قرارة قلبه; فيقول: آمنا بالله، لكنه إيمان متطرف; كقوله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ﴾، [الحج: من الآية١١]، "على حرف" ; أي: على طرف.
فإذا امتحنه الله بما يقدر عليه من إيذاء الأعداء في الله جعل فتنة الناس كعذاب الله.
قوله: ﴿فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ﴾، "في": للسببية; أي: بسبب الإيمان بالله وإقامة دينه. ويجوز أن تكون "في" للظرفية على تقدير: "فإذا أوذي في شرع الله"; أي: إيذاء في هذا الشرع الذي تمسك به.
قوله: ﴿جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ﴾، "جعل": صير، والمراد بالفتنة هنا الإيذاء، وسمي فتنة; لأن الإنسان يفتتن به، فيصد عن سبيل الله; كما قال تعالى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا﴾، [البروج: من الآية١٠]، وإضافة الفتنة إلى الناس من باب إضافة المصدر إلى فاعله.
قوله: "كعذاب الله": ومعلوم أن الإنسان يفر من عذاب الله،

......................................................................

_________
فيوافق أمره; فهذا يجعل فتنة الناس كعذاب الله; فيفر من إيذائهم بموافقة أهوائهم وأمرهم جعلا لهذه الفتنة كالعذاب; فحينئذ يكون قد خاف من هؤلاء كخوفه من الله; لأنه جعل إيذاءهم كعذاب الله، ففر منه بموافقة أمرهم; فالآية موافقة للترجمة.
وفي هذه الآية من الحكمة العظيمة، وهي ابتلاء الله للعبد لأجل أن يمحص إيمانه وذلك على قسمين:
الأول: ما يقدره الله نفسه على العبد; كقوله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ﴾، [الحج: من الآية١١]، وقوله تعالى: ﴿وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ، الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ﴾، [البقرة: من الآية١٥٥-١٥٦] .
الثاني: ما يقدره الله على أيدي الخلق من الإيذاء امتحانا واختبارا، وذلك كالآية التي ذكر المؤلف.
وبعض الناس إذا أصابته مصائب لا يصبر، فيكفر ويرتد أحيانا- والعياذ بالله-، وأحيانا يكفر بما خالف فيه أمر الله (في موقفه في تلك المصيبة; وكثير من الناس ينقص إيمانه بسبب المصائب نقصا عظيما; فليكن المسلم على حذر; فالله حكيم، يمتحن عباده بما يتبين به تحقق الإيمان، قال تعالى: ﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ﴾ [محمد:٣١] .
قوله: "الآية": أي: إلى آخر الآية، وهي قوله تعالى: ﴿وَلَئِنْ جَاءَ نَصْرٌ مِنْ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ﴾، [العنكبوت: من الآية١٠] .

......................................................................

_________
كانوا يدعون أن ما يحصل لهم من الإيذاء بسبب الإيمان، فإذا انتصر المسلمون قالوا: نحن معكم نريد أن يصيبنا مثل ما أصابكم من غنيمة وغيرها.
وقوله: ﴿أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ﴾، [العنكبوت: من الآية١٠]، قيل في مثل هذا السياق: إن الواو عاطفة على محذوف يقدر بحسب ما يقتضيه السياق.
وقيل: إنها عاطفة على ما سبقها، على تقدير أن الهمزة بعدها، أي: وأليس الله.
قوله: "أعلم" مجرور بالفتحة; لأنه ممنوع من الصرف للوصفية، ووزن الفعل.
فالله أعلم بما في صدور العالمين، أي بما في صدور الجميع; فالله أعلم بما في نفسك منك، وأعلم بما في نفس غيرك; لأن علم الله عام.
وكلمة "أعلم": اسم تفضيل، وقال بعض المفسرين ولاسيما المتأخرون منهم: "أعلم" بمعنى عالم، وذلك فرارا من أن يقع التفضيل بين الخالق والمخلوق، وهذا التفسير الذي ذهبوا إليه كما أنه خلاف اللفظ; ففيه فساد المعنى; لأنك إذا قلت: أعلم بمعنى عالم، فإن كلمة عالم تكون للإنسان وتكون لله، ولا تدل على التفاضل; فالله عالم والإنسان عالم.
وأما تحريف اللفظ; فهو ظاهر، حيث حرفوا اسم التفضيل الدال على ثبوت المعنى وزيادة إلى اسم فاعل لا يدل على ذلك.
والصواب أن "أعلم" على بابها، وأنها اسم تفضيل، وإذا كانت اسم تفضيل; فهي دالة دلالة واضحة على عدم تماثل علم الخالق وعلم المخلوق، وأن علم الخالق أكمل.

عن أبي سعيد (مرفوعا: (إن من ضعف اليقين أن ترضي الناس بسخط الله،..............................................

_________
وقوله: ﴿بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ﴾، المراد بالعالمين: كل من سوى الله; لأنهم علم على خالقهم، فجميع المخلوقات دالة على كمال الله وقدرته وربوبيته.
والله أعلم بنفسك منك ومن غيرك; لعموم الآية.
وفي الآية تحذير من أن يقول الإنسان خلاف ما في قلبه، ولهذا لما تخلف كعب بن مالك في غزوة تبوك قال للرسول (حين رجع: (إني قد أوتيت جدلا، ولو جلست إلى غيرك من ملوك الدنيا; لخرجت منهم بعذر، لكن لا أقول شيئا تعذرني فيه فيفضحني الله فيه «١) .
الشاهد من الآية: قوله: ﴿فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّه﴾، [العنكبوت: من الآية١٠]، فخاف الناس مثل خوف الله تعالى.
قوله: في حديث أبي سعيد: "إن من ضعف اليقين": "من": للتبعيض، والضعف ضد القوة، ويقال: ضَعف بفتح الضاد أو ضُعف بضم الضاد، وكلاهما بمعنى واحد; أي: من علامة ضعف اليقين.
قوله: " أن ترضي الناس بسخط الله ":
"أن ترضي": اسم إن مؤخرا، و"من ضعف اليقين": خبرها مقدما والتقدير: إن إرضاء الناس بسخط الله من ضعف اليقين.
_________
(١) أخرجه البخاري في (المغازي، باب حديث كعب بن مالك/٣/١٧٦)، ومسلم في (التوبة، باب حديث توبة كعب/٤/٢١٢٠) .

وأن تحمدهم على رزق الله،...........................................

_________
قوله: "بسخط الله": الباء للعوض، يعني: أي تجعل عوض إرضاء الناس سخط الله، فتستبدل هذا بهذا; فهذا من ضعف اليقين.
واليقين أعلى درجات الإيمان، وقد يراد به العلم، كما تقول: تيقنت هذا الشيء، أي: علمته يقينا لا يعتريه الشك، فمن ضعف اليقين أن ترضي الناس بسخط الله; إذ إنك خفت الناس أكثر مما تخاف الله، وهذا مما ابتليت به الأمة الإسلامية اليوم; فتجد الإنسان يجيء إلى شخص فيمدحه، وقد يكون خاليا من هذا المدح، ولا يبين ما فيه من عيوب، وهذا من النفاق وليس من النصح والمحبة، بل النصح أن تبين له عيوبه ليتلافاها ويحترز منها، ولا بأس أن تذكر له محامده تشجيعا إذا أمن في ذلك من الغرور.
قوله: " وأن تحمدهم على رزق الله ": الحمد: وصف المحمود بالكمال، مع المحبة والتعظيم، ولكنه هنا ليس بشرط المحبة والتعظيم; لأنه يشمل المدح.
و"رزق الله": عطاء الله; أي: إذا أعطوك شيئا حمدتهم، ونسيت المسبب وهو الله، والمعنى: أن تجعل الحمد كله لهم متناسيا بذلك المسبب، وهو الله; فالذي أعطاك سبب فقط، والمعطي هو الله، ولهذا قال النبي (: (إنما أنا قاسم، والله يعطي «١) .
أما إن كان في قلبك أن الله هو الذي من عليك بسياق هذا الرزق، ثم شكرت الذي أعطاك; فليست هذا داخلا في الحديث، بل هو من الشرع; لقوله: (من صنع إليكم معروفا; فكافئوه، فإن لم تجدوا ما
_________
(١) رواه البخاري (كتاب فرض الخمسة/٣١١٦) .

وأن تذمهم على ما لم يؤتك الله،........................................

_________
تكافئونه به; فادعوا له حتى تروا أنكم قد كافأتموه «١) .
إذن الحديث ليس على ظاهره من كل وجه، فالمراد بالحمد: أن تحمدهم الحمد المطلق ناسيا المسبب وهو الله (، وهذا من ضعف اليقين، كأنك نسيت المنعم الأصلي، وهو الله (الذي له النعمة الأولى، وهو سفه أيضا; لأن حقيقة الأمر أن الذي أعطاك هو الله، فالبشر الذي أعطاك هذا الرزق لم يخلق ما أعطاك، فالله هو الذي خلق ما بيده، وهو الذي عطف قلبه حتى أعطاك، أرأيت لو أن إنسانا له طفل، فأعطى طفله ألف درهم وقال له: أعطها فلانا، فالذي أخذ الدراهم يحمد الأب; لأنه لو حمد الطفل فقط لعد هذا سفها; لأن الطفل ليس إلا مرسلا فقط، وعلى هذا; فنقول: إنك إذا حمدتهم ناسيا بذلك ما يجب لله من الحمد والثناء; فهذا هو الذي من ضعف اليقين، أما إذا حمدتهم على أنهم سبب من الأسباب، وأن الحمد كله لله (فهذا حق، وليس من ضعف اليقين.
قوله: " وأن تذمهم على ما لم يؤتك الله ": هذه عكس الأولى; فمثلا: لو أن إنسانا جاء إلى شخص يوزع دراهم، فلم يعطه، فسبه
_________
(١) أخرجه أحمد (٢/ ٦٨، ٩٩، ١٢٧)، والبخاري في "الأدب المفردة" (٢١٦)، وأبو داود في (الزكاة، باب عطية من سأل بالله/٢/٣١٠)، والنسائي في (الزكاة، باب من سأل بالله/٥/ ٨٢)، والطبراني في "الكبير" (١٣٤٦٥، ١٣٤٦٦)، وابن حبان (٢٠٧١)، والحاكم (١/ ٤١٢) - وصححه على شرطهما ووافقه الذهبي-، وأبو نعيم في "الحلية" (٩/ ٥٦)، والبيهقي (٤/١٩٩) . والحديث صححه الحافظ في "تخريج الأذكار"; كما في "الفتوحات الربانية" (٥/ ٢٥٠)، وحسنه السخاوي في "الفتوحات (٧/١٢١) .

إن رزق الله لا يجره حرص حريص، ولا يرده كراهية كاره «١) .

_________
وشتمه; فهذا من الخطأ لأن ما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن، لكن من قصر بواجب عليه، فيذم لأجل أنه قصر بالواجب لا لأجل أنه لم يعط; فلا يذم من حيث القدر; لأن الله لو قدر ذلك لوجدت الأسباب التي يصل بها إليك هذا العطاء.
وقوله: "ما لم يؤتك": علامة جزمه حذف الياء، والمفعول الثاني محذوف; لأنه فضلة، والتقدير: ما لم يؤتكه.
قوله: (إن رزق الله لا يجره حرص حريص ولا يرده كراهية كاره (، هذا تعليل; لقوله: " أن تحمدهم وأن تذمهم ".
و"رزق الله": عطاؤه، لكن حرص الحريص من سببه بلا شك، فإذا بحث عن الرزق وفعل الأسباب; فإنه يكون فعل الأسباب الموجبة للرزق، لكن ليس المعنى أن هذا السبب موجب مستقل، وإنما الذي يرزق هو الله تعالى، وكم من إنسان يفعل أسبابا كثيرة للرزق ولا يرزق، وكم من إنسان يفعل أسبابا قليلة فيرزق، وكم من إنسان يأتيه الرزق بدون سعي، كما لو وجد ركازا في الأرض أو مات له قريب غني يرثه، أو ما أشبه ذلك.
وقوله: " ولا يرده كراهية كاره ": أي: أن رزق الله إذا قدر للعبد; فلن يمنعه عنه كراهية كاره; فكم من إنسان حسده الناس، وحاولوا منع رزق الله فلم يستطيعوا إلى ذلك سبيلا.
_________
(١) أخرجه أبو نعيم في "الحلية" (٥/١٠٦)، (١٠/ ٤١)، والبيهقي في "شعب الإيمان " (١/١٥٢،١٥١) . وقال: "محمد بن مروان ضعيف"، وقال الشيخ سليمان ﵀ في "التيسير" (ص٤٩٠): "قلت: ضعيف، ومعناه صحيح".

وعن عائشة ﵂; أن رسول الله (قال: (من التمس رضا الله بسخط الناس وأرضى عنه الناس، ومن التمسك رضا الناس بسخط الله; سخط الله عليه وأسخط عليه الناس (رواه ابن حبان في " صحيحه" (١) .

_________
قوله: في حديث عائشة ﵂: (من التمس رضا الله بسخط الناس (، "التمس ": طلب، ومنه قوله (في ليلة القدر: (التمسوها في العشر «٢) .
وقوله: "رضا الله": أي: أسباب رضاه.
وقوله: "بسخط الناس": الباء للعوض; أي: إنه طلب ما يرضي الله ولو سخط الناس به بدلا من هذا الرضا، وجواب الشرط: " ﵁ وأرضى عنه الناس ".
وقوله: "﵁ وأرضى عنه الناس": هذا ظاهر، فإذا التمس العبد رضا ربه بنية صادقة ﵁؛ لأنه أكرم من عبده، وأرضى عنه الناس، وذلك بما يلقي في قلوبهم من الرضا عنه ومحبته; لأن القلوب بين أصبعين من أصابع الرحمن يقلبها كيف يشاء.
قوله: (ومن التمس رضا الناس بسخط الله (، "التمس": طلب; أي: طلب ما يرضي الناس، ولو كان يسخط الله; فنتيجة ذلك أن يعامل بنقيض قصده، لهذا قال: "سخط الله عليه وأسخط عليه الناس"; فألقى في قلوبهم سخطه وكراهيته.
_________
(١) أخرجه ابن حبان بهذا اللفظ (١٥٤٢)، وأخرجه بنحوه: ابن المبارك في "الزهد" (١٩٩)، والترمذي في (الزهد، باب من التمس رضا الله بسخط الناس/٧/١٣٢)، والبغوي في "شرح السنة" (١٤/٤١٠)، وأبو نعيم في "الحلية" (٨/ ١١٨)، وابن حبان (١٥٤١) .
(٢) أخرجه البخاري في (فضل ليلة القدر، باب تحري ليلة القدر/١/ ٦٤) من حديث ابن عباس ﵄.

......................................................................

_________
مناسبة الحديث للترجمة:
قوله: "ومن التمس رضا الناس بسخط الله"; أي: خوفا منهم حتى يرضوا عنه; فقدم خوفهم على مخافة الله تعالى.
فيستفاد من الحديث ما يلي:
١- وجوب طلب ما يرضي الله وإن سخط الناس لأن الله هو الذي ينفع ويضر.
٢- أنه لا يجوز أن يلتمس ما يسخط الله من أجل إرضاء الناس كائنا من كان.
٣- إثبات الرضا والسخط لله على وجه الحقيقة، لكن بلا مماثلة للمخلوقين; لقوله تعالى: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ﴾، [الشورى: من الآية١١]، وهذا مذهب أهل السنة والجماعة، وأما أهل التعطيل; فأنكروا حقيقة ذلك، قالوا: لأن الغضب غليان دم القلب لطلب الانتقام، وهذا لا يليق بالله، وهذا خطأ; لأنهم قاسوا سخط الله أو غضبه بغضب المخلوق، فنرد عليهم بأمرين: بالمنع، ثم النقض:
فالمنع: أن نمنع أن يكون معنى الغضب المضاف إلى الله (كغضب المخلوقين.
والنقض: فنقول للأشاعرة: أنتم أثبتم لله (الإرادة، وهي ميل النفس إلى جلب منفعة أو دفع مضرة، والرب (لا يليق به ذلك، فإذا قالوا: هذه إرادة المخلوق. نقول: والغضب الذي ذكرتم هو غضب المخلوق. وكل إنسان أبطل ظواهر النصوص بأقيسة عقلية; فهذه الأقيسة باطلة لوجوه:

......................................................................

_________
الأول: أنها تبطل دلالة النصوص، وهذا يقتضي أن تكون هي الحق، ومدلول النصوص باطل، وهذا ممتنع.
الثاني: أنه تقول على الله بغير علم; لأن الذي يبطل ظاهر النص يؤوله إلى معنى آخر; فيقال له: ما الذي أدراك أن الله أراد هذا المعنى دون ظاهر النص؟ ففيه تقول على الله في النفي والإثبات في نفي الظاهر، وفي إثبات ما لم يدل عليه دليل.
الثالث: أن فيه جناية على النصوص، حيث اعتقد أنها دالة على التشبيه; لأنه لم يعطل إلا لهذا السبب; فيكون ما فهم من كتاب الله وسنة رسوله (كفرا أو ضلالا.
الرابع: أن فيها طعنا في الرسول (وخلفائه الراشدين; لأننا نقول: هذه المعاني التي صرفتم النصوص إليها هل الرسول (وخلفاؤه يعلمون بها أم لا؟
فإن قالوا: لا يعلمون; فقد اتهموهم بالقصور، وإن قالوا: يعلمون ولم يبينوها; فقد اتهموهم بالتقصير. فلا تستوحش من نص دل على صفة أن تثبتها، لكن يجب عليك أن تجتنب أمرين هما:
التمثيل والتكييف; لقوله تعالى: ﴿فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ﴾، [النحل: من الآية٧٤]، وقوله: ﴿وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ﴾، [الإسراء: من الآية٣٦]، فإذا أثبت الله لنفسه وجها أو يدين; فلا تستوحش من إثبات ذلك; لأن الذي أخبر به عن نفسه أعلم بنفسه من غيره وأصدق قيلا وأحسن حديثا، وهو يريد لخلقه الهداية، وإذا أثبت رسوله (ذلك له; فلا تستوحش من إثباته; لأنه (:

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية (آل عمران) .

الثانية: تفسير آية (براءة) .

_________
أصدق الخلق.
وأعلمهم بما يقول عن الله.
وأبلغهم نطقا وفصاحة.
وأنصح الخلق للخلق.
فمن أنكر صفة أثبتها الله لنفسه أو أثبتها له رسوله، وقال: هذا تقشعر منه الجلود وتنكره القلوب; فيقال: هذا لا ينكره إلا إنسان في قلبه مرض، أما الذين آمنوا; فلا تنكره قلوبهم، بل تؤمن به وتطمئن إليه، ونحن لم نكلف إلا بما بلغنا، والله يريد لعباده البيان والهدى، قال تعالى: ﴿يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ﴾، [النساء: من الآية٢٦]، فهو لا يريد أن يعمي عليهم الأمر، فيقول: إنه يغضب وهو لا يغضب، ويقول: إنه يهرول وهو لا يهرول، هذا خلاف البيان.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية آل عمران: وهي قوله تعالى: ﴿إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾، [آل عمران:١٧٥]، وسبق.
الثانية: تفسير آية براءة: وهي قوله تعالى: ﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا

الثالثة: تفسير آية (العنكبوت) .

الرابعة: أن اليقين يضعف ويقوى.

الخامسة: علامة ضعفه، ومن ذلك هذه الثلاث.

السادسة: أن إخلاص الخوف لله من الفرائض.

السابعة: ذكر ثواب من فعله.

الثامنة: ذكر عقاب من تركه.

_________
اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ﴾، [التوبة: من الآية١٨]، وسبق.
الثالثة: تفسير آية العنكبوت: وهي قوله تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ﴾، [العنكبوت: من الآية١٠]، وقد تكلمنا على تفسيرها فيما سبق.
الرابعة: أن اليقين يضعف ويقوى: تؤخذ من الحديث: "إن من ضعف اليقين ... " الحديث.
الخامسة: علامة ضعفه، ومن ذلك هذه الثلاث: وهي: أن ترضي الناس بسخط الله، وأن تحمدهم على رزق الله، وأن تذمهم على ما لم يؤتك الله.
السادسة: أن إخلاص الخوف لله من الفرائض: وتؤخذ من قوله (في الحديث: "من التمس ... " الحديث، ووجهه ترتيب العقوبة على من قدم رضا الناس على رضا الله تعالى.
السابعة: ذكر ثواب من فعله: وهو رضا الله عنه، وأنه يرضي عنه الناس، وهو العاقبة الحميدة.
الثامنة: ذكر عقاب من تركه: وهو أن يسخط الله عليه ويسخط عليه الناس، ولا ينال مقصوده.

......................................................................

_________
وخلاصة الباب:
أنه يجب على المرء أن يجعل الخوف من الله فوق كل خوف وأن لا يبالي بأحد في شريعة الله تعالى، وأن يعلم أن من التمس رضا الله تعالى وإن سخط الناس عليه; فالعاقبة له، وإن التمس رضا الناس وتعلق بهم وأسخط الله; انقلبت عليه الأحوال، ولم ينل مقصوده، بل حصل له عكس مقصوده، وهو أن يسخط الله عليه ويسخط عليه الناس.

باب قول الله تعالى: ﴿وعلى الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين﴾

باب قول الله تعالى:

﴿وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾ ، [المائدة: من الآية٢٣]:

.......................................................................

_________
مناسبة هذا الباب لما قبله:
هي أن الإنسان إذا أفرد الله - سبحانه - بالتوكل; فإنه يعتمد عليه في حصول مطلوبه وزوال مكروهه، ولا يعتمد على غيره.
والتوكل: هو الاعتماد على الله- ﷾ في حصول المطلوب، ودفع المكروه، مع الثقة به، وفعل الأسباب المأذون فيها، وهذا أقرب تعريف له.
ولا بد من أمرين:
الأول: أن يكون الاعتماد على الله اعتمادا صادقا حقيقيا.
الثاني: فعل الأسباب المأذون فيها.
فمن جعل أكثر اعتماده على الأسباب; نقص توكله على الله، ويكون قادحا في كفاية الله; فكأنه جعل السبب وحده هو العمدة فيما يصبو إليه من حصول المطلوب وزوال المكروه.
ومن جعل اعتماده على الله ملغيا للأسباب، فقد طعن في حكمة الله; لأن الله جعل لكل شيء سببا، فمن اعتمد على الله، اعتمادا

......................................................................

_________
مجردا، كان قادحا في حكمة الله; لأن الله حكيم، يربط الأسباب بمسبباتها، كمن يعتمد على الله في حصول الولد وهو لا يتزوج.
والنبي (أعظم المتوكلين، ومع ذلك كان يأخذ بالأسباب; فكان يأخذ الزاد في السفر، ولما خرج إلى أحد ظاهر بين درعين; أي: لبس درعين اثنين (١) ولما خرج مهاجرا أخذ من يدله الطريق (٢) ولم يقل سأذهب مهاجرا وأتوكل على الله، ولن أصطحب معي من يدلني الطريق، وكان (يتقي الحر والبرد، ولم ينقص ذلك من توكله.
ويذكر عن عمر (أنه قدم ناس من أهل اليمن إلى الحج بلا زاد، فجيء بهم إلى عمر، فسألهم، فقالوا: نحن المتوكلون على الله. فقال: لستم المتوكلين، بل أنتم المتواكلون.
والتوكل نصف الدين ولهذا نقول في صلاتنا: ﴿إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ﴾ [الفاتحة:٥]، فنطلب من الله العون؛ اعتمادا عليه سبحانه، بأنه سيعيننا على عبادته.
وقال تعالى: ﴿فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْه﴾، [هود: من الآية١٢٣]، وقال تعالى: ﴿عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ﴾، [هود: من الآية٨٨]، ولا يمكن تحقيق العبادة إلا بالتوكل; لأن الإنسان لو وكل إلى نفسه وكل إلى ضعف وعجز، ولم يتمكن من القيام بالعبادة; فهو حين يعبد الله يشعر أنه متوكل على الله، فينال بذلك أجر العبادة وأجر التوكل، ولكن الغالب عندنا ضعف التوكل،
_________
(١) أخرجه الإمام أحمد (٣/ ٤٤٩)، وأبو داود في (الجهاد، باب في لبس الأدرع/٣/ ٧١)، ولم يجزم سفيان بسماعه هذا الحديث.
(٢) أخرجه البخاري في (الإجارة، باب استئجار المشركين/٢/١٣٠) من حديث عائشة ﵂.

......................................................................

_________
وأننا لا نشعر حين نقوم بالعبادة أو العادة بالتوكل على الله والاعتماد عليه في أن ننال هذا الفعل، بل نعتمد في الغالب على الأسباب الظاهرة وننسى ما وراء ذلك; فيفوتنا ثواب عظيم، وهو ثواب التوكل، كما أننا لا نوفق إلى حصول المقصود كما هو الغالب، سواء حصل لنا عوارض توجب انقطاعها أو عوارض توجب نقصها.
والتوكل ينقسم إلى ثلاثة أقسام:
الأول: توكل عبادة وخضوع، وهو الاعتماد المطلق على من توكل عليه، بحيث يعتقد أن بيده جلب النفع ودفع الضر; فيعتمد عليه اعتمادا كاملا، مع شعوره بافتقاره إليه; فهذا يجب إخلاصه لله تعالى، ومن صرفه لغير الله; فهو مشرك شركا أكبر; كالذين يعتمدون على الصالحين من الأموات والغائبين، وهذا لا يكون إلا ممن يعتقد أن لهؤلاء تصرفا خفيا في الكون، فيعتمد عليهم في جلب المنافع ودفع المضار.
الثاني: الاعتماد على شخص في رزقه ومعاشه وغير ذلك، وهذا من الشرك الأصغر، وقال بعضهم: من الشرك الخفي، مثل اعتماد كثير من الناس على وظيفته في حصول رزقه، ولهذا تجد الإنسان يشعر من نفسه أنه معتمد على هذا اعتماد افتقار; فتجد في نفسه من المحاباة لمن يكون هذا الرزق عنده ما هو ظاهر; فهو لم يعتقد أنه مجرد سبب، بل جعله فوق السبب.
الثالث: أن يعتمد على شخص فيما فوض إليه التصرف فيه، كما لو وكلت شخصا في بيع شيء أو شرائه، وهذا لا شيء فيه; لأنه اعتمد عليه وهو يشعر أن المنزلة العليا له فوقه; لأنه جعله نائبا عنه وقد وكل

...........................................................................................

_________
النبي ﷺ علي بن أبي طالب؛ أن يذبح ما بقي من هديه (١)، ووكل أبا هريرة على الصدقة (٢)، ووكل عروة بن الجعد أن يشتري له أضحية (٣)، وهذا بخلاف القسم الثاني؛ لأنه يشعر بالحاجة إلى ذلك، ويرى اعتماده على المتوكل عليه اعتمادَ افتقارٍ.
ومما سبق يتبين أن التوكل من أعلى المقامات، وأنه يجب على الإنسان أن يكون مصطحبا له في جميع شئونه، قال شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀: "ولا يكون للمعطلة أن يتوكلوا على الله ولا للمعتزلة القدرية"; لأن المعطلة يعتقدون انتفاء الصفات عن الله تعالى، والإنسان لا يعتمد إلا على من كان كامل الصفات المستحقة لأنه يعتمد عليه.
وكذلك القدرية; لأنهم يقولون: إن العبد مستقل بعمله، والله ليس له تصرف في أعمال العباد.
ومن ثم نعرف أن طريق السلف هو خير الطرق، وبه تكمل جميع العبادات وتتم به جميع أحوال العابدين.
وقد ذكر المؤلف في هذا الباب أربع آيات، أو لها ما جعله ترجمة للباب، وهي:
قوله تعالى: ﴿وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا﴾، [المائدة: من الآية٢٣]، "على الله" متعلقة بقوله: "فتوكلوا"، وتقديم المعمول يدل على الحصر; أي: على الله لا على غيره، "فتوكلوا"; أي: اعتمدوا.
_________
(١) أخرجه مسلم في (الحج، باب حجة النبي (/٢/٨٩٢) من حديث جابر ﵁.
(٢) أخرجه البخاري في (الوكالة/٢٣١١) .
(٣) أخرجه البخاري في (المناقب، باب حدثنا محمد بن المثنى/٢/٥٣٩) .

وقوله: ﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ﴾، [الأنفال: من الآية٢] الآية.

_________
والفاء لتحسين اللفظ وليست عاطفة; لأن في الجملة حرف عطف وهو الواو، ولا يمكن أن نعطف الجملة بعاطفين; فتكون لتحسين اللفظ; كقوله تعالى: ﴿بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ﴾، [الزمر: من الآية٦٦]، والتقدير: "بل الله اعبد".
قوله: ﴿إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾؛ "إن": شرطية، وفعل الشرط "كنتم"، وجوابه قيل: إنه محذوف دل عليه ما قبله، وتقدير الكلام: إن كنتم مؤمنين فتوكلوا، وقيل: إنه في مثل هذا التركيب لا يحتاج إلى جواب اكتفاء بما سبق; فيكون ما سبق كأنه فعل معلق بهذا الشيء، وهذا أرجح; لأن الأصل عدم الحذف.
وقول أصحاب موسى في هذه الآية يفيد أن التوكل من الإيمان ومن مقتضياته، كما لو قلت: إن كنت كريما فأكرم الضيف. فيقتضي أن إكرام الضيف من الكرم.
وهذه الآية تقتضي انتفاء كمال الإيمان بانتفاء التوكل على الله; إلا إن حصل اعتماد كلي على غير الله; فهو شرك أكبر ينتفي له الإيمان كله.
الآية الثانية قوله تعالى: ﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ﴾؛ "إنما": أداة حصر، والحصر هو إثبات الحكم في المذكور ونفيه عما عداه، والمعنى: ما المؤمنون إلا هؤلاء. وذكر الله في هذه الآية وما بعدها خمسة أوصاف:
أحدها: قوله: ﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ﴾، أي: خافت؛ لما

......................................................................

_________
فيها من تعظيم الله تعالى، مثال ذلك: رجل هم بمعصية، فذكر الله، أو ذكر به، وقيل له: اتق الله. فإن كان مؤمنا; فإنه سيخاف، وهذا هو علامة الإيمان.
الوصف الثاني: قوله: ﴿وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا﴾، أي: تصديقا وامتثالا، وفي هذا دليل على أن الإنسان قد ينتفع بقراءة غيره أكثر مما ينتفع بقراءة نفسه كما أمر الرسول (عبد الله بن مسعود أن يقرأ عليه، فقال: كيف أقرأ عليك وعليك أنزل؟ فقال: (إني أحب أن أسمعه من غيري «١) فقرأ عليه من سورة النساء حتى بلغ قوله تعالى: ﴿فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا﴾، [النساء:٤١] . قال: "حسبك". فنظرت; فإذا عيناه تذرفان (٢) .
الوصف الثالث: قوله: ﴿وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ﴾، أي: يعتمدون على الله لا على غيره، وهم مع ذلك يعملون الأسباب، وهذا هو الشاهد.
الوصف الرابع: قوله: ﴿الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ﴾، أي: يأتون بها مستقيمة كاملة، والصلاة: اسم جنس تشمل الفرائض والنوافل.
الوصف الخامس: قوله: ﴿وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ﴾ .
"من" للتبعيض; فيكون الله يمدح من أنفق بعض ماله لا كله، أو تكون لبيان الجنس; فيشمل الثناء من أنفق البعض ومن أنفق الكل، والصواب: أنها لبيان الجنس، وأن من أنفق الكل يدخل في الثناء؛ إذا توكل
_________
(١) البخاري: فضائل القرآن (٥٠٤٩)، ومسلم: صلاة المسافرين وقصرها (٨٠٠)، والترمذي: تفسير القرآن (٣٠٢٥)، وأبو داود: العلم (٣٦٦٨)، وابن ماجه: الزهد (٤١٩٤)، وأحمد (١/٣٧٤،٣٨٠،٤٣٢) .
(٢) أخرجه البخاري في (التفسير، باب فكيف إذا جئنا من كل أمة بشهيد/٣/ ٢١٧)، ومسلم في (صلاة المسافرين، باب فضل استماع القرآن/١/ ٥٥١) .

وقوله: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ﴾، [الأنفال: من الآية٦٤]، الآية.

_________
على الله تعالى في أن يرزقه وأهله كما فعله أبو بكر (١) أما إن كان أهله في حاجة أو كان المنفق عليه ليس بحاجة ماسة تستلزم إنفاق المال كله; فلا ينبغي أن ينفق ماله كله.
الآية الثالثة قوله تعالى: (يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ (المراد به الرسول (يخاطب الله رسوله بوصف النبوة أحيانا وبوصف الرسالة أحيانا، فحينما يأمره أن يبلغ يناديه بوصف الرسالة، وأما في الأحكام الخاصة; فالغالب أن يناديه بوصف النبوة، قال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ﴾، [التحريم: من الآية١]، وقال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ﴾، [الطلاق: من الآية١] .
و"النبي": فعيل بمعنى مفعَل بفتح العين، ومفعِل بكسرها; أي: منبأ، ومنبئ، فالرسول (منبأ من قبل الله، ومنبئ لعباد الله.
قوله: "حسبك الله": أي: كافيك، والحسب: الكافي، ومنه قوله: أعطي درهما فحسب، وحسب خبر مقدم، ولفظ الجلالة مبتدأ مؤخر، والمعنى: ما الله إلا حسبك، ويجوز العكس; أي: أن تكون حسب مبتدأ ولفظ الجلالة خبره، ويكون المعنى: ما حسبك إلا الله، وهذا أرجح.
_________
(١) أخرجه أبوداود في (الزكاة، باب الرخصة في ذلك- أي: خروج الرجل من ماله-/٢/ ٣١٣)، والترمذي في (المناقب، باب الصديق ينفق كل ماله/٩/٧٧)، والدارمي (١/٣٩١) . وقال الترمذي: "حسن صحيح". وأخرجه أحمد في (فضائل الصحابة، من طريق آخر/١/ ٤٦٠) .

......................................................... ...

_________
قوله: ﴿وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ﴾، [الأنفال: من الآية٦٤]، "من": اسم موصول مبنية على السكون، وفي عطفها رأيان لأهل العلم: قيل: حسبك الله، وحسبك من اتبعك من المؤمنين; فـ "من" معطوفة على لفظ الجلالة لأنه أقرب، ولو كان العطف على الكاف في (حسبك) ; لوجب إعادة الجار، وهذا كقوله تعالى: ﴿هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ﴾، [الأنفال: من الآية٦٢]، فالله أيد رسوله بالمؤمنين، فيكونون حسبا له هنا كما كان الله حسبا له.
وهذا ضعيف، والجواب عنه من وجوه:
أولا: قولهم: عطف عليه لكونه أقرب ليس بصحيح; فقد يكون العطف على شيء سابق، حتى إن النحويين قالوا: إذا تعددت المعطوفات يكون العطف على الأول.
ثانيا: قولهم: لو عطف على الكاف لوجب إعادة الجار، والصحيح أنه ليس بلازم، كما قال ابن مالك:
وليس عندي لازما إذ قد أتى ... في النثر والنظم الصحيح مثبتا
ثالثا: استدلالهم بقوله تعالى: ﴿هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ﴾، فالتأييد لهم غير كونهم حسبه; لأن معنى كونهم حسبه أن يعتمد عليهم، ومعنى كونهم يؤيدونه أي ينصرونه مع استقلاله بنفسه، وبينهما فرق.
رابعا: أن الله - سبحانه - حينما يذكر الحسب يخلصه لنفسه، قال تعالى: ﴿وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ﴾، [التوبة: من الآية٥٩]، ففرق بين الحسب والإيتاء، وقال تعالى: ﴿قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ﴾، [الزمر: من الآية٣٨]، فكما أن التوكل على غير الله لا يجوز; فكذلك الحسب، لا يمكن أن يكون غير الله

وقوله: ﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ﴾، [الطلاق: من الآية٣]، الآية.

_________
حسبا، فلو كان; لجاز التوكل عليه، ولكن الحسب هو الله، وهو الذي عليه يتوكل المتوكلون.
خامسا: أن في قوله: "ومن اتبعك" ما يمنع أن يكون الصحابة حسبا للرسول (وذلك لأنهم تابعون; فكيف يكون التابع حسبا للمتبوع؟! هذا لا يستقيم أبدا; فالصواب أنه معطوف على الكاف في قوله: "حسبك"; أي: وحسب من اتبعك من المؤمنين، فتوكلوا عليه جميعا أنت ومن اتبعك.
الآية الرابعة قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ﴾، جملة شرطية تفيد بمنطوقها أن من يتوكل على الله، فإن الله يكفيه مهماته وييسر له أمره; فالله حسبه، ولو حصل له بعض الأذية، فإن الله يكفيه الأذى، والرسول (سيد المتوكلين، ومع ذلك يصيبه الأذى ولا تحصل له المضرة; لأن الله حسبه; فالنتيجة لمن اعتمد على الله أن يكفيه ربه المؤونة.
والآية تفيد بمفهومها أن من توكل على غير الله خذل; لأن غير الله لا يكون حسبا كما تقدم، فمن توكل على غير الله تخلى الله عنه، وصار موكولا إلى هذا الشيء ولم يحصل له مقصوده، وابتعد عن الله بمقدار توكله على غير الله.

وعن ابن عباس; (قال: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ; قالها إبراهيم ﵇ حين ألقي في النار، وقالها محمد (حين قالوا له: إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا (الآية. رواه البخاري والنسائي (١) .

_________
قوله في أثر ابن عباس ﵄: "قالها محمد (حين قالوا له: ﴿إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ﴾، [آل عمران: من الآية١٧٣] ".
وهذا في نص القرآن لما انصرف أبو سفيان من أحد أراد أن يرجع إلى النبي (وأصحابه ليقضي عليهم بزعمه، فلقي ركبا، فقال لهم: إلى أين تذهبون؟ قالوا: نذهب إلى المدينة. فقال: بلغوا محمدا وأصحابه أنا راجعون إليهم فقاضون عليهم. فجاء الركب إلى المدينة. فبلغوهم; فقال رسول الله (ومن معه: حسبنا الله ونعم الوكيل. وخرجوا في نحو سبعين راكبا، حتى بلغوا حمراء الأسد، ثم إن أبا سفيان تراجع عن رأيه وانصرف إلى مكة، وهذا من كفاية الله لرسوله وللمؤمنين; حيث اعتمدوا عليه تعالى.
قوله: "قال لهم الناس": أي: الركب.
قوله: "إن الناس": أي: أبا سفيان ومن معه، وكلمة الناس هنا يمثل بها الأصوليون للعام الذي أريد به الخصوص.
قوله: "حسبنا": أي: كافينا، وهي مبتدأ ولفظ الجلالة خبره.
قوله: "ونعم الوكيل": "نعم": فعل ماض، "الوكيل":
_________
(١) أخرجه البخاري في (التفسير، باب تفسير سورة آل عمران/٣/٢١١)، ولعله في "سنن النسائي الكبرى".

......................................................................

_________
فاعل، والمخصوص محذوف تقديره: هو; أي: الله، والوكيل: المعتمد عليه سبحانه، والله - سبحانه - يطلق عليه اسم وكيل، وهو أيضا موكل، والوكيل في مثل قوله تعالى: "ونعم الوكيل"، وقوله تعالى: ﴿وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا﴾، [النساء: من الآية٨١]، وأما الموكل; ففي مثل قوله تعالى: ﴿فَإِنْ يَكْفُرْ بِهَا هَؤُلاءِ فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ﴾، [الأنعام: من الآية٨٩] .
وليس المراد بالتوكيل هنا إنابة الغير فيما يحتاج إلى الاستنابة فيه; فليس توكيله سبحانه من حاجة له، بل المراد بالتوكيل الاستخلاف في الأرض لينظر كيف يعملون.
وقول ابن عباس ﵄: "إن إبراهيم قالها حين ألقي في النار" قول لا مجال للرأي فيه; فيكون له حكم الرفع. وابن عباس ممن يروي عن بني إسرائيل; فيحتمل أنه أخذه منهم، ولكن جزمه بهذا، وقرنه لما قاله الرسول (مما يبعد أن يكون أخذه من بني إسرائيل.
الشاهد من الآية; قوله تعالى: ﴿وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ﴾، [آل عمران: من الآية١٧٣]، حيث جعلوا حسبهم الله وحده.
(تنبيه):
قولنا: "وابن عباس ممن يروي عن بني إسرائيل" قول مشهور عند علماء المصطلح، لكن فيه نظر; فإن ابن عباس ﵄ ممن ينكر الأخذ عن بني إسرائيل; ففي "صحيح البخاري" (٥/٢٩١- فتح) أنه قال: "يا معشر المسلمين! كيف تسألون أهل الكتاب وكتابكم الذي أنزل على نبيه (أحدث الأخبار بالله تقرؤونه لم يشب، وقد حدثكم الله أن أهل الكتاب بدلوا ما كتب الله وغيروا بأيديهم الكتاب؟! فقالوا: هذا من

فيه مسائل:

الأولى: أن التوكل من الفرائض.

الثانية: أنه من شروط الإيمان.

الثالثة: تفسير آية (الأنفال) .

الرابعة: تفسير الآية في آخرها

_________
عند الله ليشتروا به ثمنا قليلا، أفلا ينهاكم ما جاءكم من العلم عن مساءلتهم؟! ولا والله ما رأينا منهم رجلا يسألكم عن الذي أنزل عليكم".
فيه مسائل:
الأولى: أن التوكل من الفرائض ووجهه أن الله علق الإيمان بالتوكل في قوله تعالى: ﴿وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾، وسبق تفسيرها.
الثانية: أنه من شروط الإيمان: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ﴾، وسبق تفسيرها.
الثالثة: تفسير آية الأنفال: وهي قوله تعالى: ﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ﴾، [الأنفال: من الآية٢] الآية، والمراد بالإيمان هنا الإيمان الكامل، وإلا; فالإنسان يكون مؤمنا وإن لم يتصف بهذه الصفات، لكن معه مطلق الإيمان، وقد سبق تفسير ذلك.
الرابعة: تفسير الآية في آخرها; أي: آخر الأنفال: وهي قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ﴾، [الأنفال:٦٤]، أي: حسبك وحسب من اتبعك من المؤمنين، وهذا هو الراجح على ما سبق.

الخامسة: تفسير آية (لطلاق) .

السادسة: عظم شأن هذه الكلمة، وأنها قول إبراهيم ﵊ ومحمد (في الشدائد.

_________
الخامسة: تفسير آية الطلاق: وهي قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ﴾، [الطلاق: من الآية٣]، وقد سبق تفسيرها.
السادسة: عظم شأن هذه الكلمة، وأنها قول إبراهيم ﵇ ومحمد (في الشدائد: يعني قول: ﴿حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ﴾، [آل عمران: من الآية١٧٣] .
وفي الباب مسائل غير ما ذكره المؤلف:
منها: زيادة الإيمان; لقوله تعالى: ﴿وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا﴾، [الأنفال: من الآية٢] .
ومنها: أنه عند الشدائد ينبغي للإنسان أن يعتمد على الله مع فعل الأسباب; لأن الرسول (وأصحابه قالوا ذلك عندما قيل لهم: إن الناس قد جمعوا لكم فاخشوهم، ولكنهم فوضوا الأمر إلى الله، وقالوا: حسبنا الله ونعم الوكيل.
ومنها: أن اتباع النبي (مع الإيمان سبب لكفاية الله للعبد.

باب قول الله تعالى: ﴿أفأمنوا مكر الله فلا يأمن مكر الله إلا القوم الخاسرون﴾

باب قول الله تعالي:

﴿أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ﴾ ، [الأعراف:٩٩] .

.......................................................................

_________
هذا الباب اشتمل على موضوعين:
الأول: الأمن من مكر الله.
الثاني: القنوط من رحمة الله. وكلاهما طرفا نقيض.
واستدل المؤلف للأول بقوله تعالى: "أفأمنوا". الضمير يعود على أهل القرى; لأن ما قبلها قوله تعالى: ﴿أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ، أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحىً وَهُمْ يَلْعَبُونَ، أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ﴾، [الأعراف:٩٧-٩٩] .
فقوله: "وهم نائمون" يدل على كمال الأمن؛ لأنهم في بلادهم، وأن الخائف لا ينام، وقوله: "ضحى وهم يلعبون" يدل أيضا على كمال الأمن والرخاء وعدم الضيق; لأنه لو كان عندهم ضيق في العيش؛ لذهبوا يطلبون الرزق والعيش، وما صاروا في الضحى- في رابعة النهار- يلعبون. والاستفهامات هنا كلها للإنكار، والتعجب من حال هؤلاء; فهم نائمون، وفي رغد، ومقيمون على معاصي الله، وعلى اللهو، ذاكرون لترفهم، غافلون عن ذكر خالقهم; فهم في الليل نوم، وفي النهار لعب، فبين الله

......................................................................

_________
(أن هذامن مكره بهم، ولهذا قال: ﴿أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّه﴾ ِ، ثم ختم الآية بقوله: ﴿فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ﴾، فالذي يمن الله عليه بالنعم والرغد والترف وهو مقيم على معصيته يظن أنه رابح وهو في الحقيقة خاسر.
فإذا أنعم الله عليك من كل ناحية: أطعمك من جوع، وآمنك من خوف، وكساك من عري; فلا تظن أنك رابح وأنت مقيم على معصية الله، بل أنت خاسر; لأن هذا من مكر الله بك.
قوله: ﴿إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ﴾، الاستثناء للحصر، وذلك لأن ما قبله مفرغ له; فالقوم فاعل، والخاسرون صفتهم.
وفي قوله تعالى: ﴿أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّه﴾ ِ، دليل على أن لله مكرا، والمكر هو: التوصل إلى الإيقاع بالخصم من حيث لا يشعر، ومنه ما جاء في الحديث: (الحرب خدعة «١) .
فإن قيل: كيف يوصف الله بالمكر، مع أن ظاهره أنه مذموم؟
قيل: إن المكر في محله محمود، يدل على قوة الماكر، وأنه غالب على خصمه، ولذلك لا يوصف الله به على الإطلاق; فلا يجوز أن تقول: إن الله ماكر، وإنما تذكر هذه الصفة في مقام تكون فيه مدحا، مثل قوله تعالى: ﴿وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ﴾، وقال تعالى: ﴿وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ﴾، [النمل:٥٠]، ومثل قوله تعالى: ﴿أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّه﴾، ولا تنفى عنه هذه الصفة على
_________
(١) أخرجه البخاري في (الجهاد، باب الحرب خدعة/٢/٣٦٦)، ومسلم في "الجهاد، باب جواز الخداع في الحرب/٣/١٣٦٢) ; عن أبي هريرة ﵁.

وقوله: ﴿وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ﴾، [الحجر:٥٦] .

_________
سبيل الإطلاق، بل إنها في المقام التي تكون مدحا؛ يوصف بها، وفي المقام التي لا تكون مدحا لا يوصف بها، وكذلك لا يسمى الله بها; فلا يقال: إن من أسماء الله الماكر.
وأما الخيانة; فلا يوصف الله بها مطلقا لأنها ذم بكل حال; إذ إنها مكر في موضع الائتمان، وهو مذموم، قال تعالى: ﴿وَإِنْ يُرِيدُوا خِيَانَتَكَ فَقَدْ خَانُوا اللَّهَ مِنْ قَبْلُ فَأَمْكَنَ مِنْهُمْ﴾، [الأنفال: من الآية٧١]، ولم يقل: فخانهم.
وأما الخداع; فهو كالمكر يوصف الله به حيث يكون مدحا; لقوله تعالى: ﴿إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ﴾، [النساء: من الآية١٤٢]، والمكر من الصفات الفعلية; لأنها تتعلق بمشيئة الله- سبحانه-.
ويستفاد من هذه الآية:
١- الحذر من النعم التي يجلبها الله للعبد لئلا تكون استدراجا; لأن كل نعمة فلله عليك وظيفة شكرها، وهي القيام بطاعة المنعم، فإذا لم تقم بها مع توافر النعم; فاعلم أن هذا من مكر الله.
٢- تحريم الأمن من مكر الله، وذلك لوجهين:
الأول: أن الجملة بصيغة الاستفهام الدال على الإنكار والتعجب.
الثاني: قوله تعالى: ﴿فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ﴾ .
الموضوع الثاني مما اشتمل عليه هذا الباب القنوط من رحمة الله واستدل المؤلف له بقوله تعالى: ﴿وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ﴾، [الحجر: من الآية٥٦] .

.......................................................................

_________
"من": اسم استفهام; لأن الفعل بعدها مرفوع، ثم إنها لم يكن لها جواب، والقنوط: أشد اليأس; لأن الإنسان يقنط ويبعد الرجاء والأمل، بحيث يستبعد حصول مطلوبه أو كشف مكروبه.
قوله: " مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ": هذه رحمة مضافة إلى الفاعل ومفعولها محذوف، والتقدير (من رحمة ربه إياه) .
قوله: " إلا الضالون ": إلا: أداة حصر; لأن الاستفهام في قوله: "ومن يقنط" مراد به النفي، و"الضالون"فاعل يقنط
والمعنى لا يقنط من رحمة الله إلا الضالون، والضال: فاقد الهداية، التائه الذي لا يدري ما يجب لله سبحانه، مع أنه سبحانه قريب الغير، ولهذا جاء في الحديث: (عجب ربنا من قنوط عباده، وقرب غيره; ينظر إليكم أزلين قنطين، فيظل يضحك يعلم أن فرجكم قريب «١) .
وأما معنى الآية فإن إبراهيم ﵇ لما بشرته الملائكة بغلام عليم قال لهم: ﴿أَبَشَّرْتُمُونِي عَلَى أَنْ مَسَّنِيَ الْكِبَرُ فَبِمَ تُبَشِّرُونَ، قَالُوا بَشَّرْنَاكَ بِالْحَقِّ فَلا تَكُنْ مِنَ الْقَانِطِينَ، قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ﴾، [الحجر: ٥٤-٥٦] .
فالقنوط من رحمة الله لا يجوز; لأنه سوء ظن بالله (، وذلك من وجهين:
الأول: أنه طعن في قدرته سبحانه; لأن من علم أن الله على كل شيء قدير لم يستبعد شيئا على قدرة الله.
_________
(١) أخرجه أحمد (٤/١١،١٢)، وابن ماجه في (المقدمة/١/٦٤) . وقال في "الزوائد" (١/٦٤): "وكيع ذكره ابن حبان في "الثقات)، وباقي رجاله احتج بهم مسلم".

وعن ابن عباس; أن رسول الله (سئل عن الكبائر؟ ...............

_________
الثاني: أنه طعن في رحمته سبحانه; لأن من علم أن الله رحيم لا يستبعد أن يرحمه الله - سبحانه -، ولهذا كان القانط من رحمة الله ضالا.
ولا ينبغي للإنسان إذا وقع في كربة؛ أن يستبعد حصول مطلوبه أو كشف مكروبه، وكم من إنسان وقع في كربة، وظن أن لا نجاة منها، فنجاه الله- سبحانه-: إما بعمل صالح سابق، مثل ما وقع ليونس ﵇، قال تعالى: ﴿فَلَوْلا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ، لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ﴾، [الصافات:١٤٣-١٤٤] . أو بعمل لاحق، وذلك كدعاء الرسول (يوم بدر (١)، وليلة الأحزاب (٢)، وكذلك أصحاب الغار (٣) .
وتبين مما سبق أن المؤلف ﵀ أراد أن يجمع الإنسان في سيره إلى الله تعالى بين الخوف فلا يأمن مكر الله، وبين الرجاء فلا يقنط من رحمته; فالأمن من مكر الله ثلم في جانب الخوف، والقنوط من رحمته ثلم في جانب الرجاء.
قوله في حديث ابن عباس ﵄: "أن رسول الله (سئل عن الكبائر":جمع كبيرة، والمراد بها: كبائر الذنوب وهذا السؤال يدل على أن الذنوب تنقسم إلى صغائر وكبائر، وقد دل على ذلك القرآن، قال تعالى: ﴿إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ﴾
_________
(١) أخرجه البخاري في (المغازي، باب قصة عروة/٣/٨٣)، ومسلم في (الجهاد، باب الإمداد بالملائكة في غزوة بدر/٣/ ١٣٨٣) .
(٢) أخرجه البخاري في (المغازي، باب غزوة الخندق/٣/١١٨)، ومسلم في (الجهاد، باب استحباب الدعاء بالنصر/٣/١٣٦٣) .
(٣) أخرجه البخاري في (البيوع، باب إذا اشترى شيئا لغيره/٢/١١٦)، ومسلم في (الذكر والدعاء، باب قصة أصحاب الغار/٤/٢٠٩٩) .

................................................................

_________
[النساء: من الآية٣١] . وقال تعالى: ﴿الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْأِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ﴾، [النجم: من الآية٣٢]، والكبائر ليست على درجة واحدة; فبعضها أكبر من بعض.
واختلف العلماء: هل هي معدودة أو محدودة؟
فقال بعض أهل العلم: إنها معدودة، وصار يعددها، ويتتبع النصوص الواردة في ذلك. وقيل: إنها محدودة.
وقد حدها شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀; فقال: "كل ما رتب عليه عقوبة خاصة، سواء كانت في الدنيا أو الآخرة، وسواء كانت بفوات محبوب أو بحصول مكروه"، وهذا واسع جدا يشمل ذنوبا كثيرة.
ووجه ما قاله؛ أن المعاصي قسمان:
قسم نهي عنه فقط ولم يذكر عليه وعيد; فعقوبة هذا تأتي بالمعنى العام للعقوبات، وهذه المعصية مكفرة بفعل الطاعات; كقوله (: (الصلوات الخمس، والجمعة إلى الجمعة، ورمضان إلى رمضان كفارة لما بينهن إذا اجتنبت الكبائر «١)، وكذلك ما ورد في العمرة إلى العمرة (٢)، والوضوء من تكفير الخطايا (٣)، فهذه من الصغائر.
وقسم رتب عليه عقوبة خاصة; كاللعن، أو الغضب، أو التبرؤ من فاعله، أو الحد في الدنيا، أو نفي الإيمان، وما أشبه ذلك; فهذه كبيرة تختلف في مراتبها.
والسائل في هذا الحديث إنما قصده معرفة الكبائر ليجتنبها، خلافا لحال كثير من الناس اليوم؛ حيث يسأل ليعلم فقط، ولذلك نقصت بركة علمهم.
_________
(١) أخرجه مسلم في (الطهارة، باب الصلوات الخمس ... /١/٢٠٩) من حديث أبي هريرة.
(٢) أخرجه البخاري في (العمرة، باب وجوب العمرة وفضلها/١/٥٣٧) .
(٣) أخرجه مسلم في (الطهارة، باب الصلوات الخمس/١/٢٠٩) من حديث أبي هريرة.

فقال: (الشرك بالله، واليأس من روح الله، والأمن من مكر الله «٢) .

_________
قوله: " الشرك بالله": ظاهر الإطلاق: أن المراد به الشرك الأصغر والأكبر، وهو الظاهر; لأن الشرك الأصغر أكبر من الكبائر، قال ابن مسعود: (لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغيره صادقا «١)، وذلك لأن سيئة الشرك أعظم من سيئة الكذب; فدل على أن الشرك من الكبائر مطلقا.
والشرك بالله يتضمن الشرك بربوبيته، أو بألوهيته، أو بأسمائه وصفاته.
قوله: "اليأس من روح الله": اليأس: فقد الرجاء، والروح بفتح الراء قريب من معنى الرحمة، وهو الفرج والتنفيس، واليأس من روح الله من كبائر الذنوب لنتائجه السيئة.
قوله: "الأمن من مكر الله": بأن يعصي الله مع استدراجه بالنعم، قال تعالى: ﴿وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآياتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ، وَأُمْلِي لَهُمْ إِنَّ كَيْدِي مَتِينٌ﴾، [الأعراف:١٨٢-١٨٣] .
وظاهر هذا الحديث: الحصر، وليس كذلك: لأن هناك كبائر غير هذه، ولكن الرسول (يجيب كل سائل بما يناسب حاله; فلعله رأى هذا السائل عنده شيء من الأمن من مكر الله أو اليأس من روح الله، فأراد أن يبين له ذلك، وهذه مسألة ينبغي أن يفطن لها الإنسان، فيما يأتي من
_________
(١) سبق (ص ٢٧) .
(٢) أخرجه البزار; كما في "كشف الأستار" (١٠٦)، وابن أبي حاتم; كما في "تفسير ابن كثير" (/٤٨٥)، والطبراني; كما في "المجمع" (١/١٠٤)، وفي "الدر المنثور" (٢/ ١٤٧) . وقال الهيثمي (١/١٠٤): "رواه البزار والطبراني، ورجاله موثقون".

وعن ابن مسعود; قال: (أكبر الكبائر: الإشراك بالله والأمن من مكر الله، والقنوط من رحمة الله، واليأس من روح الله (رواه عبد الرزاق (١) .

_________
النصوص الشرعية مما ظاهره التعارض، فيحمل كل واحد منها على الحال المناسبة ليحصل التآلف بين النصوص الشرعية.
قوله في أثر ابن مسعود: " الإشراك بالله ": هذا أكبر الكبائر; لأنه انتهاك لأعظم الحقوق، وهو حق الله تعالى الذي أَوْجَدَك وأَعَدَّك وأَمَّدك; فلا أحد أكبر عليك نعمة من الله تعالى.
قوله: " الأمن من مكر الله ": سبق شرحه.
قوله: " القنوط من رحمة الله واليأس من روح الله ": المراد بالقنوط: أن يستبعد رحمة الله ويستبعد حصول المطلوب، والمراد باليأس هنا أن يستبعد الإنسان زوال المكروه، وإنما قلنا ذلك; لئلا يحصل تكرار في كلام ابن مسعود.
والخلاصة: أن السائر إلى الله يعتريه شيئان يعوقانه عن ربه، وهما الأمن من مكر الله، والقنوط من رحمة الله، فإذا أصيب بالضراء أو فات عليه ما يحب; تجده إن لم يتداركه ربه يستولي عليه القنوط ويستبعد الفرج ولا يسعى لأسبابه، وأما الأمن من مكر الله; فتجد الإنسان مقيما على المعاصي مع توافر النعم عليه، ويرى أنه على حق فيستمر في باطله; فلا شك أن هذا استدراج.
_________
(١) أخرجه عبد الرزاق (١٠/٤٥٩،٤٦٠)، وابن جرير (٥/٢٦)، والطبراني في "الكبير" (٨٧٨٣، ٨٧٨٤)، وصحح الهيثمي في "مجمع الزوائد" (١/١٠٤) إسناد الطبراني.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية الأعراف.

الثانية: تفسير آية الحجر.

الثالثة: شدة الوعيد فيمن أمن مكر الله.

الرابعة: شدة الوعيد في القنوط.

_________
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية الأعراف: وهي قوله تعالى: ﴿أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ﴾، [الأعراف:٩٩]، وقد سبق تفسيرها.
الثانية: تفسير آية الحجر: وهي قوله تعالى: ﴿قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ﴾، [الحجر:٥٦]، وقد سبق تفسيرها.
الثالثة: شدة الوعيد فيمن أمن مكر الله: وذلك بأنه من أكبر الكبائر; كما في الآية والحديث، وتؤخذ من الآية الأولى، والحديثين.
الرابعة: شدة الوعيد في القنوط: تؤخذ من الآية الثانية والحديثين.

باب من الإيمان بالله الصبر على أقدار الله

باب من الإيمان بالله الصبر على أقدار الله:

.......................................................................

_________
"الصبر": في اللغة: الحبس، ومنه قولهم: " قتل صبرا"; أي: محبوسا مأسورا.
وفي الاصطلاح: حبس النفس على أشياء وعن أشياء.
وهو ثلاثة أقسام:
الأول: الصبر على طاعة الله; كما قال تعالى: ﴿وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا﴾، [طه: من الآية١٣٢]، وقال تعالى: ﴿إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلًا، فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ﴾، [الإنسان:٢٣-٢٤]، وهذا من الصبر على الأوامر; لأنه إنما نزل عليه القرآن ليبلغه; فيكون مأمورا بالصبر على الطاعة، وقال تعالى: ﴿وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ﴾، [الكهف: من الآية٢٨]، وهذا صبر على طاعة الله.
الثاني: الصبر عن معصية الله; كصبر يوسف ﵇ عن إجابة امرأة العزيز حيث دعته إلى نفسها في مكانة لها فيها العزة والقوة والسلطان عليه، ومع ذلك صبر وقال: ﴿قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ﴾، [يوسف:٣٣]، فهذا صبر عن معصية الله.
الثالث: الصبر على أقدار الله، قال تعالى: ﴿فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ﴾، [القلم: من الآية٤٨]، فيدخل في هذه الآية حكم الله القدري، ومنه قوله تعالى: ﴿فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلا تَسْتَعْجِلْ لَهُم﴾،

......................................................................

_________
[الأحقاف: من الآية٣٥] .لأن هذا صبر على تبليغ الرسالة وعلى أذى قومه، ومنه قوله (لرسول إحدى بناته: (مرها فلتصبر ولتحتسب «١) .
إذن الصبر ثلاثة أنواع، أعلاها الصبر على طاعة الله، ثم الصبر عن معصية الله، ثم الصبر على أقدار الله.
وهذا الترتيب من حيث هو لا باعتبار من يتعلق به، وإلا; فقد يكون الصبر على المعصية أشق على الإنسان من الصبر على الطاعة إذا فتن الإنسان مثلا بامرأة جميلة تدعوه إلى نفسها في مكان خال لا يطلع عليه إلا الله وهو رجل شاب ذو شهوة; فالصبر عن هذه المعصية أشق ما يكون على النفوس، قد يصلي الإنسان مئة ركعة وتكون أهون عليه من هذا.
وقد يصاب الإنسان بمصيبة يكون الصبر عليها أشق من الصبر على الطاعة; فقد يموت له مثلا قريب أو صديق أو عزيز عليه جدا، فتجده يتحمل من الصبر على هذه المصيبة مشقة عظيمة.
وبهذا يندفع الإيراد الذي يورده بعض الناس ويقول: إن هذا الترتيب فيه نظر; إذ بعض المعاصي يكون الصبر عليها أشق من بعض الطاعات، وكذلك بعض الأقدار يكون الصبر عليها أشق; فنقول: نحن نذكر المراتب من حيث هي بقطع النظر عن الصابر.
وكان الصبر على الطاعة أعلى; لأنه يتضمن إلزاما وفعلا، فتلزم نفسك الصلاة فتصلي، والصوم فتصوم، والحج فتحج ... ففيه إلزام وفعل وحركة فيها نوع من المشقة والتعب، ثم الصبر عن المعصية لأن فيه
_________
(١) أخرجه البخاري في (الجنائز، باب قول النبي (: "يعذب الميت ببعض بكاء أهله عليه"/١/٣٩٥)، ومسلم في (الجنائز، باب البكاء على الميت/٢/٦٣٥) .

......................................................................

_________
كفا فقط; أي: إلزاما للنفس بالترك، أما الصبر على الأقدار; فلأن سببه ليس باختيار العبد، فليس فعلا ولا تركا، وإنما هو من قدر الله المحض.
وخَصَّ المؤلف ﵀ في هذا الباب الصبر على أقدار الله; لأنه مما يتعلق بتوحيد الربوبية; لأن تدبير الخلق والتقدير عليهم من مقتضيات ربوبية الله تعالى.
قوله: "على أقدار الله": جمع قَدَر، وتطلق على المقدور وعلى فعل المقدر وهو الله تعالى، أما بالنسبة لفعل المقدر; فيجب على الإنسان الرضا به والصبر، وبالنسبة للمقدور; فيجب عليه الصبر ويستحب له الرضا. مثال ذلك: قدر الله على سيارة شخص أن تحترق، فكون الله قدر أن تحترق هذا قدر يجب على الإنسان أن يرضى به; لأنه من تمام الرضا بالله ربا.
وأما بالنسبة للمقدور الذي هو احتراق السيارة; فالصبر عليه واجب، والرضا به مستحب وليس بواجب على القول الراجح.
والمقدور قد يكون طاعات، وقد يكون معاصي، وقد يكون من أفعال الله المحضة; فالطاعات يجب الرضا بها، والمعاصي لا يجوز الرضا بها من حيث هي مقدور، أما من حيث كونها قدر الله; فيجب الرضا بتقدير الله بكل حال، ولهذا قال ابن القيم:
فلذاك نرضى بالقضاء ونسخط ااـ ... مقضي حين يكون بالعصيان
فمن نظر بعين القضاء والقدر إلى رجل يعمل معصية; فعليه الرضا لأن الله هو الذي قدر هذا، وله الحكمة في تقديره، وإذا نظر إلى فعله; فلا يجوز له أن يرضى به لأنه معصية، وهذا هو الفرق بين القدر والمقدور.

وقول الله تعالى: ﴿وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ﴾، [التغابن: من الآية١١] .

قال علقمة: " هو الرجل تصيبه المصيبة، فيعلم أنها من عند الله; فيرضى ويسلم".

وفي "صحيح مسلم" عن أبي هريرة; أن رسول الله (قال: (اثنتان......... .................................................

_________
قوله: تعالى: ﴿وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ﴾، "من": اسم شرط جازم، وفعل الشرط "يؤمن"، وجوابه "يهد"، والمراد بالإيمان بالله هنا الإيمان بقدره.
قوله: (يَهْدِ قَلْبَهُ يرزقه الطمأنينة، وهذا يدل على أن الإيمان يتعلق بالقلب، فإذا اهتدى القلب اهتدت الجوارح; لقوله (: (إن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله، ألا وهي القلب «١) .
قوله: "قال علقمة": هو من أكابر التابعين.
قوله: "هو الرجل تصيبه المصيبة ... " إلخ: وتفسير علقمة هذا من لازم الإيمان; لأن من آمن بالله علم أن التقدير من الله، فيرضى ويسلم، فإذا علم أن المصيبة من الله اطمأن القلب وارتاح، ولهذا كان من أكبر الراحة والطمأنينة الإيمان بالقضاء والقدر.
قوله: في حديث أبي هريرة: "اثنتان": مبتدأ، وسوغ الابتداء به التقسيم، أو أنه مفيد للخصوص.
_________
(١) أخرجه البخاري (٤٥٢) ومسلم (١٥٩٩) .

في الناس هما بهم كفر: الطعن في النسب، والنياحة على الميت «١) .

_________
قوله: "بهم كفر": الباء يحتمل أن تكون بمعنى "من"; أي: هما منهم كفر، ويحتمل أن تكون بمعنى "في"; أي: هما فيهم كفر.
قوله: "كفر": أي: هاتان الخصلتان كفر ولا يلزم من وجود خصلتين من الكفر في المؤمن أن يكون كافرا، كما لا يلزم من وجود خصلتين في الكافر من خصال الإيمان; كالحياء، والشجاعة، والكرم; أن يكون مؤمنا.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀: "بخلاف قول رسول الله (: (بين الرجل والشرك والكفر ترك الصلاة «٢) فإنه هنا أتى بأل الدالة على الحقيقة; فالمراد بالكفر هنا الكفر المخرج عن الملة، بخلاف مجيء "كفر" نكرة; فلا يدل على الخروج عن الإسلام (٣) .
قوله: " الطعن في النسب ": أي: العيب فيه أو نفيه; فهذا عمل من أعمال الكفر.
قوله: " النياحة على الميت ": أي: أن يبكي الإنسان على الميت بكاء على صفة نوح الحمام; لأن هذا يدل على التضجر وعدم الصبر، فهو مناف للصبر الواجب، وهذه الجملة هي الشاهد للباب.
والناس حال المصيبة على مراتب أربع:
الأولى: التسخط: وهو إما أن يكون بالقلب، كأن يسخط على ربه،
_________
(١) أخرجه مسلم في (الإيمان، باب إطلاق اسم الكفر على الطعن في النسب والنياحة/١/٨٢) .
(٢) أخرجه مسلم في (الإيمان، باب إطلاق اسم الكفر على من ترك الصلاة/١/٨٨) عن جابر ﵁.
(٣) انظر: "اقتضاء الصراط المستقيم" (١/٢٠٨، ٢٠٩) .

......................................................................

_________
ويغضب على قدر الله عليه، وقد يؤدي إلى الكفر، قال تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ﴾، [الحج: من الآية١١]، وقد يكون باللسان; كالدعاء بالويل والثبور وما أشبه ذلك، وقد يكون بالجوارح; كلطم الخدود، وشق الجيوب، ونتف الشعور، وما أشبه ذلك.
الثانية: الصبر، وهو كما قال الشاعر:
الصبر مثل اسمه مر مذاقته ... لكن عواقبه أحلى من العسل
فيرى الإنسان أن هذا الشيء ثقيل عليه ويكرهه، لكنه يتحمله ويتصبر، وليس وقوعه وعدمه سواء عنده، بل يكره هذا ولكن إيمانه يحميه من السخط.
الثالثة: الرضا، وهو أعلى من ذلك، وهو أن يكون الأمران عنده سواء بالنسبة لقضاء الله وقدره وإن كان قد يحزن من المصيبة; لأنه رجل يسبح في القضاء والقدر، أينما ينزل به القضاء والقدر فهو نازل به على سهل أو جبل، إن أصيب بنعمة أو أصيب بضدها; فالكل عنده سواء، لا لأن قلبه ميت; بل لتمام رضاه بربه ﷾ يتقلب في تصرفات الرب (ولكنها عنده سواء; إذ إنه ينظر إليها باعتبارها قضاء لربه، وهذا الفرق بين الرضا والصبر.
الرابعة: الشكر، وهو أعلى المراتب، وذلك أن يشكر الله على ما أصابه من مصيبة، وذلك يكون في عباد الله الشاكرين حين يرى أن هناك مصائب أعظم منها، وأن مصائب الدنيا أهون من مصائب الدين، وأن عذاب الدنيا أهون من عذاب الآخرة، وأن هذه المصيبة سبب لتكفير

ولهما عن ابن مسعود مرفوعا: (ليس منا من ضرب الخدود، وشق الجيوب، ودعا بدعوى الجاهلية «١) .

_________
سيئاته، وربما لزيادة حسناته شكر الله على ذلك، قال النبي «ما يصيب المؤمن من هم ولا غم ولا شيء إلا كفر له بها، حتى الشوكة يشاكها «٢) . كما أنه قد يزداد إيمان المرء بذلك.
قوله في حديث ابن مسعود: "مرفوعا": أي: إلى النبي (.
قوله: " من ضرب الخدود ": العموم يراد به الخصوص; أي: من أجل المصيبة.
قوله: " من شق الجيوب ": هو طوق القميص الذي يدخل منه الرأس، وذلك عند المصيبة تسخطا وعدم تحمل لما وقع عليه.
قوله: " ودعا بدعوى الجاهلية ": دعوى مضاف والجاهلية مضاف إليه، وتنازع هنا أمران:
الأول: صيغة العموم (دعوى الجاهلية) ; لأنه مفرد مضاف فيعم.
الثاني: القرينة; لأن ضرب الخدود وشق الجيوب يفعلان عند المصيبة فيكون دعا بدعوى الجاهلية عند المصيبة، مثل قولهم: واويلاه!
_________
(١) أخرجه: البخاري (١٢٢٦)، ومسلم (١/ ٩٩) .
(٢) أخرجه: البخاري في (المرضى، باب كفارة المرض، ٤/ ٢٣)، ومسلم في (البر والصلة، باب ثواب المؤمن، ٤/ ١٩٩٢) .

وعن أنس; أن رسول الله (قال: (إذا أراد الله بعبده الخير، عجل له بالعقوبة في الدنيا،................................

_________
وانقطاع ظهراه!
والأولى أن ترجح صيغة العموم، والقرينة لا تخصصه; فيكون المقصود بالدعوى كل دعوى منشؤها الجهل.
وذكر هذه الأصناف الثلاثة; لأنها غالبا ما تكون عند المصائب، وإلا; فمثله هدم البيوت، وكسر الأواني، وتخريب الطعام، ونحوه مما يفعله بعض الناس عند المصيبة. وهذه الثلاثة من الكبائر; لأن النبي (تبرأ من فاعلها.
ولا يدخل في الحديث ضرب الخد في الحياة العادية; مثل: ضرب الأب لابنه، لكن يكره الضرب على الوجه للنهي عنه، وكذلك شق الجيب لأمر غير المصيبة.
قوله في حديث أنس: " إذا أراد الله بعبده الخير ": الله يريد بعبده الخير والشر، ولكن الشر المراد لله تعالى ليس مرادا لذاته بدليل قول النبي (: (والشر ليس إليك «١)، ومن أراد الشر لذاته كان إليه، ولكن الله يريد الشر لحكمة وحينئذ يكون خيرا باعتبار ما يتضمنه من الحكمة.
قوله: " عجل له بالعقوبة في الدنيا": العقوبة: مؤاخذة المجرم بذنبه، وسميت بذلك; لأنها تعقب الذنب، ولكنها لا تقال إلا في المؤاخذة على
_________
(١) أخرجه مسلم في (صلاة المسافرين، باب الدعاء في صلاة الليل/١/٥٣٤) .

وإذا أراد بعبده الشر; أمسك عنه بذنبه،............................

_________
الشر.
وقوله: " عجل له بالعقوبة في الدنيا ": كان ذلك خيرا من تأخيرها للآخرة; لأنه يزول وينتهي، ولهذا قال النبي (للمتلاعنين: (إن عذاب الدنيا أهون من عذاب الآخرة «١) .
وهناك خير أولى من ذلك وهو العفو عن الذنب، وهذا أعلى; لأن الله إذا لم يعاقبه في الدنيا ولا في الآخرة; فهذا هو الخير كله، ولكن الرسول (جعل تعجيل العقوبة خيرا باعتبار أن تأخر العقوبة إلى الآخرة أشد; كما قال تعالى: ﴿وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى﴾، [طه: من الآية١٢٧] .
والعقوبة أنواع كثيرة:
منها: ما يتعلق بالدين، وهي أشدها; لأن العقوبات الحسية قد يتنبه لها الإنسان، أما هذه; فلا يتنبه لها إلا من وفقه الله، وذلك كما لو خفت المعصية في نظر العاصي; فهذه عقوبة دينية تجعله يستهين بها، وكذلك التهاون بترك الواجب، وعدم الغيرة على حرمات الله، وعدم القيام بالأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، كل ذلك من المصائب، ودليله قوله تعالى: ﴿فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ﴾، [المائدة: من الآية٤٩] .
ومنها: العقوبة بالنفس، وذلك كالأمراض العضوية والنفسية.
ومنها: العقوبة بالأهل; كفقدانهم، أو أمراض تصيبهم.
ومنها: العقوبة بالمال; كنقصه أو تلفه وغير ذلك.
قوله: (وإذا أراد بعبده الشر; أمسك عنه بذنبه «٢):
" أمسك عنه"; أي:
_________
(١) أخرجه مسلم (١٤٩٣) .
(٢) الترمذي: الزهد (٢٣٩٦) .

حتى يوافي به يوم القيامة " «١) .

_________
ترك عقوبته.
والإمساك فعل من أفعال الله، وليس معناه تعطيل الله عن الفعل، بل هو لم يزل ولا يزال فعالا لما يريد، لكنه يمسك عن الفعل في شيء ما لحكمة بالغة; ففعله حكمة، وإمساكه حكمة.
قوله: " حتى يوافي به يوم القيامة ": أي: يوافيه الله به: أي: يجازيه به يوم القيامة، وهو الذي يقوم فيه الناس من قبورهم لله رب العالمين. وسمي بيوم القيامة لثلاثة أسباب:
١- قيام الناس من قبورهم; لقوله تعالى: ﴿يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ﴾، [المطففين:٦] .
٢- قيام الأشهاد; لقوله تعالى: ﴿إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ﴾، [غافر:٥١] .
٣- قيام العدل; لقوله تعالى: ﴿وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾، [الأنبياء: من الآية٤٧] .
والغرض من سياق المؤلف لهذا الحديث: تسلية الإنسان إذا أصيب بالمصائب لئلا يجزع، فإن ذلك قد يكون خيرا، وعذاب الدنيا أهون من عذاب الآخرة، فيحمد الله على أنه لم يؤخر عقوبته إلى الآخرة.
وعلى فرض أن أحدا لم يأت بخطيئة وأصابته مصيبة; فنقول له: إن
_________
(١) أخرجه الترمذي في (الزهد، باب ما جاء في الصبر على البلاء/٧/١٢٣)، وقال: "حسن غريب"، والبيهقي في "الأسماء والصفات" (ص ١٥٤)، والبغوي في "شرح السنة" (٥/ ٢٤٥) . والحديث له شاهد من حديث عبد الله بن مغفل وابن عباس وعمار بن ياسر ﵃; فهو صحيح بمجموع طرقه. وانظر: "سلسلة الأحاديث الصحيحة" (١٢٢٠) .

......................................................................

_________
هذا من باب امتحان الإنسان على الصبر، ورفع درجاته باحتساب الأجر، لكن لا يجوز للإنسان إذا أصيب بمصيبة، وهو يري أنه لم يخطئ أن يقول: أنا لم أخطئ; فهذه تزكية، فلو فرضنا أن أحدا لم يصب ذنبا وأصيب بمصيبة; فإن هذه المصيبة لا تلاقي ذنبا تكفره لكنها تلاقي قلبا تمحصه; فيبتلي الله الإنسان بالمصائب لينظر هل يصبر أو لا؟ ولهذا كان أخشى الناس لله (وأتقاهم محمد (يوعك كما يوعك رجلان منا (١) وذلك لينال أعلى درجات الصبر فينال مرتبة الصابرين على أعلى وجوهها، ولذلك شدد عليه (عند النزع، ومع هذه الشدة كان ثابت القلب، ودخل عليه عبد الرحمن بن أبي بكر وهو يستاك، فأمده بصره (يعني: ينظر إليه)، فعرفت عائشة ﵂ أنه يريد السواك، فقالت: آخذه لك؟ فأشار برأسه نعم. فأخذت السواك وقضمته وألانته للرسول (فأعطته إياه، فاستن به، قالت عائشة: ما رأيته استن استنانا أحسن منه، ثم رفع يده وقال: (في الرفيق الأعلى «٢) .
فانظر إلى هذا الثبات واليقين والصبر العظيم مع هذه الشدة العظيمة، كل هذا لأجل أن يصل الرسول (أعلى درجات الصابرين، صبر لله، وصبر بالله، وصبر في الله حتى نال أعلى الدرجات.
فمن أصيب بمصيبة، فحدثته نفسه أن مصائبه أعظم من معائبه; فإنه يدل على ربه بعمله ويمن عليه به; فليحذر هذا.
ومن ذلك يتضح لنا أمران:
١- أن إصابة الإنسان بالمصائب تعتبر تكفيرا لسيئاته وتعجيلا
_________
(١) أخرجه البخاري في (المرضى، باب شدة المرض/٤/٥٤)، ومسلم في (البر والصلة، باب ثواب المؤمن/٤/١٩٩١) ; من حديث عبد الله بن مسعود ﵁.
(٢) أخرجه البخاري في (المغازي، باب مرض النبي ﷺ/٣/٨٢) .

وقال النبي «إن عظم الجزاء مع عظم البلاء، وإن الله تعالى إذا أحب قوما; ابتلاهم،.................................. .................

_________
للعقوبة في الدنيا، وهذا خير من تأخيرها له في الآخرة.
٢- قد تكون المصائب أكبر من المعائب ليصل المرء بصبره أعلى درجات الصابرين، والصبر من الإيمان بمنزلة الرأس من الجسد.
قوله: وقال النبي ("إن عظم الجزاء" إلى آخره: هذا الحديث رواه الترمذي عن أنس بن مالك (عن النبي (- فصحابيه صحابي الحديث الذي قبله-: "إن عظم الجزاء مع عظم البلاء ". أي: يتقابل عظم الجزاء مع البلاء، فكلما كان البلاء أشد وصبر الإنسان صار الجزاء أعظم; لأن الله عدل لا يجزي المحسن بأقل من إحسانه، فليس الجزاء على الشوكة يشاكها كالجزاء على الكسر إذا كسر، وهذا دليل على كمال عدل الله، وأنه لا يظلم أحدا، وفيه تسلية المصاب.
قوله: (وإن الله إذا أحب قوما ابتلاهم (، أي: اختبرهم بما يقدر عليهم من الأمور الكونية; كالأمراض، وفقدان الأهل، أو بما يكلفهم به من الأمور الشرعية، قال تعالى: ﴿إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنْزِيلًا، فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ﴾، [الإنسان:٢٣-٢٤]، فذكره الله بالنعمة وأمره بالصبر; لأن هذا الذي نزل عليه تكليف يكلف به.
كذلك من الابتلاء الصبر عن محارم الله: كما في الحديث: (ورجل

فمن رضي، فله الرضا، ومن سخط; فله السخط «٢)، حَسَّنَهُ الترمذي (٣) .

_________
دعته امرأة ذات منصب وجمال; فقال: إني أخاف الله «١)، فهذا جزاؤه أن الله يظله في ظله يوم لا ظل إلا ظله. "من": شرطية، والجواب: "فله الرضا"; أي: فله الرضا من الله، وإذا رضي الله عن شخص أرضى الناس عنه جميعا، والمراد بالرضا: الرضا بقضاء الله من حيث إنه قضاء الله، وهذا واجب بدليل قوله: "ومن سخط"؛ فقابل الرضا بالسخط، وهو عدم الصبر على ما يكون من المصائب القدرية الكونية.
ولم يقل هنا "فعليه السخط" مع أن مقتضى السياق أن يقول فعليه; كقوله تعالى: ﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا﴾، [فصلت: من الآية٤٦] .
فقال بعض العلماء: إن اللام بمعنى على; كقوله تعالى: ﴿أُولَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ﴾، [الرعد: من الآية٢٥]، أي: عليهم اللعنة.
وقال آخرون: إن اللام على ما هي عليه، فتكون للاستحقاق; أي: صار عليه السخط باستحقاقه له، فتكون أبلغ من "على"; كقوله تعالى:، أي: حقت عليهم باستحقاقهم لها، وهذا أصح.
ويستفاد من الحديث:
إثبات المحبة والسخط والرضا لله (وهي من الصفات
_________
(١) رواه البخاري (٦٦٠)، ومسلم (١٠٣١) .
(٢) الترمذي: الزهد (٢٣٩٦) .
(٣) أخرجه الترمذي في (الزهد، باب ما جاء في الصبر على البلاء/٧/١٢٣) - وقال: "حسن غريب"-، وابن ماجه في (الفتن، باب الصبر على البلاء، ٢/١٣٣٨)، والبغوي في "شرح السنة" (٥/٢٤٥) . وإسناده حسن. انظر: "المشكاة" (١/٤٩٣)، و"سلسلة الأحاديث الصحيحة" (١٤٦) .
(٤) الترمذي: الزهد (٢٣٩٦) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية التغابن.

الثانية: أن هذا من الإيمان بالله.

_________
الفعلية لتعلقها بمشيئة الله تعالى; لأن (إذا) في قوله: "إذا أحب قوما" للمستقبل، فالحب يحدث; فهو من الصفات الفعلية. والله تعالى يحب العبد عند وجود سبب المحبة، ويبغضه عند وجود سبب البغض، وعلى هذا; فقد يكون هذا الشخص في يوم من الأيام محبوبا إلى الله وفي آخر مبغضا إلى الله; لأن الحكم يدور مع علته.
وأما الأعمال; فلم يزل الله يحب الخير والعدل والإحسان ونحوها، وأهل التأويل ينكرون هذه الصفات، فيئولون المحبة والرضا بالثواب أو إرادته، والسخط بالعقوبة أو إرادتها، قالوا: لأن إثبات هذه الصفات يقتضي النقص ومشابهة المخلوقين، والصواب ثبوتها لله (على الوجه اللائق به، كسائر الصفات التي يثبتها من يقول بالتأويل.
ويجب في كل صفة أثبتها الله لنفسه أمران:
١- إثباتها على حقيقتها وظاهرها.
٢- الحذر من التمثيل أو التكييف.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية التغابن: وهي قوله تعالى: ﴿وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ﴾، [التغابن: من الآية١١]، وقد فسرها علقمة كما سبق تفسيرا مناسبا للباب.
الثانية: أن هذا من الإيمان بالله: المشار إليه بقوله: (هذا) هو الصبر على أقدار الله.

الثالثة: الطعن في النسب.

الرابعة: شدة الوعيد فيمن ضرب الخدود، وشق الجيوب، ودعا بدعوى الجاهلية.

الخامسة: علامة إرادة الله بعبده الخير.

السادسة: إرادة الله به الشر.

السابعة: علامة حب الله للعبد.

الثامنة: تحريم السخط.

التاسعة: ثواب الرضا بالبلاء.

_________
الثالثة: الطعن في النسب: وهي عيبه أو نفيه، وهو من الكفر، لكنه لا يخرج من الملة.
الرابعة: شدة الوعيد فيمن ضرب الخدود، أو شق الجيوب، أو دعا بدعوى الجاهلية: لأن النبي (تبرأ منه.
الخامسة: علامة إرادة الله بعبده الخير: وهو أن يعجل له الله العقوبة في الدنيا.
السادسة: إرادة الله به الشر: أي: علامة إرادة الله به الشر، وهو أن يؤخر له العقوبة في الآخرة.
السابعة: علامة حب الله للعبد: وهي الابتلاء.
الثامنة: تحريم السخط: يعني: مما يبتلى به العبد; لقوله ("من سخط; فله السخط"، وهذا وعيد.
التاسعة: ثواب الرضا بالبلاء: وهو رضا الله عن العبد; لقوله ("من رضي; فله الرضا".

باب ما جاء في الرياء

باب ما جاء في الرياء:

.......................................................................

_________
المؤلف رحمه الله تعالى أطلق الترجمة; فلم يفصح بحكمه لأجل أن يحكم الإنسان بنفسه على الرياء على ما جاء فيه.
تعريف الرياء: مصدر راءى يرائي; أي: عمل عملا ليراه الناس، ويقال مراءاة كما يقال: جاهد جهادا ومجاهدة، ويدخل في ذلك من عمل العمل ليسمعه الناس ويقال له مسمع، وفي الحديث عن النبي (أنه قال: (من راءى راءى الله به، ومن سمع سمع الله به «١)
والرياء خلق ذميم، وهو من صفات المنافقين، قال تعالى: ﴿وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا﴾، [النساء: من الآية١٤٢] .
والرياء يبحث في مقامين:
المقام الأول: في حكمه.
فنقول: الرياء من الشرك الأصغر; لأن الإنسان قصد بعبادته غير الله، وقد يصل إلى الأكبر، وقد مثل ابن القيم للشرك الأصغر; فقال: "مثل يسير الرياء"، وهذا يدل على أن الرياء الكثير قد يصل إلى الأكبر.
_________
(١) أخرجه البخاري في (الرقاق، باب الرياء والسمع/٤/١٩١)، ومسلم في (الزهد، باب تحريم الرياء/٤/٢٢٨٩) . حديث أبي هريرة ﵁.

.....................................................................

_________
المقام الثاني: في حكم العبادة إذا خالطها الرياء، وهو على ثلاثة أوجه:
الأول: أن يكون الباعث على العبادة مراءاة الناس من الأصل، كمن قام يصلي من أجل مراءاة الناس ولم يقصد وجه الله; فهذا شرك والعبادة باطلة.
الثاني: أن يكون مشاركا للعبادة في أثنائها، بمعنى أن يكون الحامل له في أول أمره الإخلاص لله ثم يطرأ الرياء في أثناء العبادة.
فإن كانت العبادة لا ينبني آخرها على أولها; فأولها صحيح بكل حال، والباطل آخرها. مثال ذلك: رجل عنده مئة ريال قد أعدها للصدقة فتصدق بخمسين مخلصا وراءى في الخمسين الباقية; فالأولى حكمها صحيح، والثانية باطلة.
أما إذا كانت العبادة ينبني آخرها على أولها; فهي على حالين:
أ- أن يدافع الرياء ولا يسكن إليه، بل يعرض عنه ويكرهه; فإنه لا يؤثر عليه شيئا; لقول النبي «إن الله تجاوز عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تتكلم «١)، مثال ذلك: رجل قام يصلي ركعتين مخلصا لله، وفي الركعة الثانية أحس بالرياء، فصار يدافعه; فإن ذلك لا يضره ولا يؤثر على صلاته شيئا.
ب- أن يطمئن إلى هذا الرياء ولا يدافعه; فحينئذ تبطل جميع
_________
(١) أخرجه: البخاري في (الأيمان، باب إذا حنث ناسيا، ٤/ ٢٢٢)، ومسلم في (الإيمان، باب تجاوز الله عن حديث النفس، ١/ ١١٦) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

وقول الله تعالى: ﴿قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ﴾، [الكهف: من الآية١١٠]، الآية.

_________
العبادة; لأن آخرها مبني على أولها ومرتبط به. مثال ذلك: رجل قام يصلي ركعتين مخلصا لله، وفي الركعة الثانية طرأ عليه الرياء لإحساسه بشخص ينظر إليه، فاطمأن لذلك ونزع إليه; فتبطل صلاته كلها لارتباط بعضها ببعض.
الثالث: ما يطرأ بعد انتهاء العبادة; فإنه لا يؤثر عليها شيئا، اللهم إلا أن يكون فيه عدوان; كالمن والأذى بالصدقة، فإن هذا العدوان يكون إثمه مقابلا لأجر الصدقة فيبطلها; لقوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى﴾، [البقرة: من الآية٢٦٤] .
وليس من الرياء أن يفرح الإنسان بعلم الناس بعبادته; لأن هذا إنما طرأ بعد الفراغ من العبادة.
وليس من الرياء أيضا أن يفرح الإنسان بفعل الطاعة في نفسه، بل ذلك دليل على إيمانه، قال النبي (: (من سرته حسناته وساءته سيئاته; فذلك المؤمن «١)، وقد سئل النبي (عن ذلك; فقال: (تلك عاجل بشرى المؤمن «٢) .
قوله تعالى: ﴿قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ﴾؛ يأمر الله نبيه أن يقول للناس: إنما أنا بشر مثلكم، وهو قصر النبي (على البشرية، وأنه ليس
_________
(١) أخرجه أحمد (١/١٨، ٢٦)، والترمذي في (الفتن، باب ما جاء في لزوم الجماعة/٦/٣٣٣) - وقال: "حسن، صحيح، غريب"-; من حديث عمر ﵁.
(٢) أخرجه مسلم في (البر والصلة، باب إذا أثنى على الصالح/٤/٢٠٣٤) .

......................................................................

_________
ربا ولا ملكا، وأكد هذه البشرية بقوله: "مثلكم"، فذكر المثل من باب تحقيق البشرية.
قوله: (يُوحَى إِلَيَّ (الوحي في اللغة: الإعلام بسرعة وخفاء، ومنه قوله تعالى: ﴿فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ أَنْ سَبِّحُوا بُكْرَةً وَعَشِيًّا﴾، [مريم:١١] .
وفي الشرع: إعلام الله بالشرع.
والوحي: هو الفرق بيننا وبينه (فهو متميز بالوحي كغيره من الأنبياء والرسل.
قوله: ﴿أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِد﴾: هذه الجملة في تأويل مصدر نائب فاعل "يوحى"، وفيها حصر طريقه " أنما"; فيكون معناها: ما إلهكم إلا إله واحد، وهو الله، فإذا ثبت ذلك; فإنه لا يليق بك أن تشرك معه غيره في العبادة التي هي خالص حقه، ولذلك قال تعالى بعد هذا: ﴿فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا﴾، [الكهف: من الآية١١٠] .
فقوله تعالى: ﴿فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ﴾، المراد بالرجاء: الطلب والأمل; أي: من كان يؤمل أن يلقى ربه، والمراد باللقيا هنا الملاقاة الخاصة; لأن اللقيا على نوعين:
الأول: عامة لكل إنسان، قال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلاقِيهِ﴾؛ [الانشقاق:٦]، ولذلك قال مفرعا على ذلك: ﴿فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِه، فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا﴾، ﴿وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ﴾، [الانشقاق:٧-١٠]، الآية.
الثاني: الخاصة بالمؤمنين، وهو لقاء الرضا والنعيم كما في هذه

......................................................................

_________
الآية، وتتضمن رؤيته ﵎، كما ذكر ذلك بعض أهل العلم.
فقوله: ﴿فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا﴾: الفاء رابطة لجواب الشرط، والأمر للإرشاد; أي: من كان يريد أن يلقى الله على الوجه الذي يرضاه سبحانه; فليعمل عملا صالحا.
والعمل الصالح: ما كان خالصا صوابا، وهذا وجه الشاهد من الآية.
فالخالص: ما قصد به وجه الله، والدليل على ذلك قوله (: (إنما الأعمال بالنيات «١) .
والصواب: ما كان على شريعة الله، والدليل على ذلك قوله (: (من عمل عملا ليس عليه أمرنا; فهو رد «٢) .
ولهذا قال العلماء: هذان الحديثان ميزان الأعمال; فالأول: ميزان الأعمال الباطنة. والثاني: ميزان الأعمال الظاهرة.
قوله:" وَلَا يُشْرِكْ": لا: ناهية، والمراد بالنهي الإرشاد.
قوله:" بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا": خص العبادة لأنها خالص حق الله، ولذلك أتى بكلمة "رب" إشارة إلى العلة، فكما أن ربك خلقك ولا يشاركه أحد في خلقك; فيجب أن تكون العبادة له وحده، ولذلك لم يقل: (لا يشرك بعبادة الله)، فذكر الرب من باب التعليل; كقوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ﴾، [البقرة: من الآية٢١] .
_________
(١) أخرجه البخاري (١)، ومسلم (٣/ ١٥١٥) .
(٢) أخرجه البخاري معلقا بصيغة الجزم في (البيوع، باب النجش/٣/١٠٠) ومسلم موصولا في (الأقضية، باب نقض الأحكام، ٣/ ١٣٤٣) .

وعن أبي هريرة مرفوعا: قال الله تعالى: (أنا أغنى الشركاء عن الشرك، من عمل عملا أشرك معي فيه غيري..... .....................

_________
وقوله: "أحدا" نكرة في سياق النهي; فتكون عامة لكل أحد.
والشاهد من الآية: أن الرياء من الشرك، فيكون داخلا في النهي عنه.
وفي هذه الآية دليل على ملاقاة الله تعالى، وقد استدل بها بعض أهل العلم على ثبوت رؤية الله; لأن الملاقاة معناها المواجهة.
وفيها دليل على أن الرسول (بشر لا يستحق أن يعبد; لأنه حصر حاله بالبشرية، كما حصر الألوهية بالله.
قوله في حديث أبي هريرة: " قال الله تعالى": هذا الحديث يرويه النبي (عن ربه، ويسمى هذا النوع بالحديث القدسي.
قوله: " أنا أغنى الشركاء عن الشرك ".
قوله: " أغنى": اسم تفضيل، وليست فعلا ماضيا، ولهذا أضيفت إلى الشركاء. يعني: إذا كان بعض الشركاء يستغني عن شركته مع غيره; فالله أغنى الشركاء عن المشاركة
فالله لا يقبل عملا له فيه شرك أبدا، ولا يقبل إلا العمل الخالص له وحده، فكما أنه الخالق وحده; فكيف تصرف شيئا من حقه إلى غيره؟!
فهذا ليس عدلا، ولهذا قال الله عن لقمان: ﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾، [لقمان: من الآية١٣]، فالله الذي خلقك وأعدك إعدادا كاملا بكل مصالحك وأمدك بما تحتاج إليه، ثم تذهب وتصرف شيئا من حقه إلى غيره؟! فلا شك أن هذا من أظلم الظلم.

تركته وشركه) رواه مسلم (١) .

_________
قوله: "عملا": نكرة في سياق الشرط; فتعم أي عمل من صلاة، أو صيام، أو حج، أو جهاد، أو غيره.
قوله: "تركته وشركه": أي: لم أثبه على عمله الذي أشرك فيه.
وقد يصل هذا الشرك إلى حد الكفر، فيترك الله جميع أعماله; لأن الشرك يحبط الأعمال إذا مات عليه.
والمراد بشركه: عمله الذي أشرك فيه، وليس المراد شريكه; لأن الشريك الذي أشرك به مع الله قد لا يتركه، كمن أشرك نبيا أو وليا; فإن الله لا يترك ذلك النبي والولي.
ويستفاد من هذا الحديث:
١- بيان غنى الله تعالى; لقوله: (أنا أغنى الشركاء عن الشرك.
٢- بيان عظم حق الله، وأنه لا يجوز لأحد أن يشرك أحدا مع الله في حقه.
٣- بطلان العمل الذي صاحبه الرياء; لقوله: "تركته وشركه".
٤- تحريم الرياء; لأن ترك الإنسان وعمله، وعدم قبوله، يدل على الغضب، وما أوجب الغضب; فهو محرم.
٥- أن صفات الأفعال لا حصر لها; لأنها متعلقة بفعل الله، ولم يزل الله ولا يزال فعَّالا.
_________
(١) أخرجه مسلم في (الزهد، باب من أشرك في عمله غير الله/٤/٢٢٨٩) .

وعن أبي سعيد مرفوعا: (ألا أخبركم بما هو أخوف عليكم عندي من المسيح الدجال؟ ..................................... ..................

_________
قوله في حديث أبي سعيد: " ألا": أداة عرض، والغرض منها تنبيه المخاطب; فهو أبلغ من عدم الإتيان بها.
قوله: " بما هو": ما: اسم موصول بمعنى الذي.
قوله: " أخوف عليكم عندي ": أي عند الرسول (لأنه (من رحمته بالمؤمنين يخاف عليهم كل الفتن، وأعظم فتنة في الأرض هي فتنة المسيح الدجال، لكن خوف النبي (من فتنة هذا الشرك الخفي أشد من خوفه من فتنة المسيح الدجال، وإنما كان كذلك; لأن التخلص منه صعب جدا، ولذلك قال بعض السلف: (ما جاهدت نفسي على شيء مجاهدتها على الإخلاص (وقال النبي (: (أسعد الناس بشفاعتي من قال: لا إله إلا الله خالصا من قلبه «١) ولا يكفي مجرد اللفظ بها، بل لا بد من إخلاص وأعمال يتعبد بها الإنسان لله.
قوله: " المسيح الدجال": المسيح; أي: ممسوح العين اليمنى، فذكر النبي عيبين في الدجال:
أحدهما: حسي، وهو أن الدجال أعور العين اليمنى; كما قال النبي «إن الله لا يخفى عليكم، إنه ليس بأعور وإن الدجال أعور العين اليمنى «٢) .
والثاني: معنوي، وهو الدجال; فهو صيغة مبالغة، أو يقال بأنه نسبة إلى وصفه الملازم له، وهو الدجل والكذب والتمويه، وهو رجل من بني آدم،
_________
(١) أخرجه البخاري في (العلم، باب الحرص على الحديث/١/٥٢) من حديث أبي هريرة.
(٢) أخرجه البخاري في (الأنبياء، باب واذكر في الكتاب مريم/٢/٤٨٨)، ومسلم في (الفتن، باب ذكر الدجال/٤/٢٢٤٧) ; من حديث ابن عمر.

قالوا: بلى. قال: الشرك الخفي،........................................

_________
ولكن الله- ﷾ بحكمته يخرجه ليفتن الناس به، وفتنته عظيمة; إذ ما في الدنيا منذ خلق آدم إلى أن تقوم الساعة فتنة أشد من فتنة الدجال.
والمسيح الدجال ثبتت به الأحاديث واشتهرت حتى كان من المعلوم بالضرورة; لأن النبي (أمر أمته أن يتعوذوا بالله منه في كل صلاة.
وقد حاول بعض الناس إنكاره وقالوا: ما ورد من صفته متناقض ولا يمكن أن يصدق به، لكن هؤلاء يقيسون الأحاديث بعقولهم وأهوائهم، وقدرة الله بقدرتهم، ويقولون: كيف يكون اليوم الواحد عن سنة والشمس لها نظام لا تتعداه؟
وهذا لا شك جهل منهم بالله; فالذي جعل هذا النظام هو الله، وهو القادر على أن يغيره متى شاء; فيوم القيامة تكور الشمس، وتتكدر النجوم، وتكشط السماء، كل ذلك بكلمة "كن".
ورد هذه الأحاديث بمثل هذه التعاليل دليل على ضعف الإيمان وعدم تقدير الله حق قدره، قال تعالى: ﴿وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ﴾، [الأنعام: من الآية٩١] .
فالذي نؤمن به أنه سيخرج في آخر الزمان، ويحصل منه كل ما ثبت عن رسول الله (.
ونؤمن أن الله على كل شيء قدير، وأنه قادر على أن يبعث على الناس من يفتنهم عن دينهم; ليتميز المؤمن من الكافر والخبيث من الطيب، مثل ما ابتلى الله بني إسرائيل بالحيتان يوم سبتهم شرعا ويوم لا يسبتون لا تأتيهم، ومثل ما ابتلى الله المؤمنين بأن أرسل عليهم الصيد وهم حرم، تناله أيديهم ورماحهم ليعلم الله من يخافه بالغيب، وقد يبتلي الله أفراد الناس بأشياء يمتحنهم بها، قال تعالى: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ﴾، [الحج: من الآية١١] .
قوله: "الشرك الخفي": الشرك قسمان خفي وجلي.

يقوم الرجل فيصلي فيزين صلاته لما يرى من نظر رجل إليه (، رواه أحمد (١) .

_________
فالَجِليّ: ما كان بالقول مثل: الحلف بغير الله أو قول ما شاء الله وشئت، أو بالفعل مثل: الانحناء لغير الله تعظيما.
والخفي: ما كان في القلب، مثل الرياء; لأنه لا يبين; إذ لا يعلم ما في القلوب إلا الله، ويسمى أيضا "شرك السرائر"، وهذا هو الذي بينه الله بقوله: ﴿يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ﴾، [الطارق:٩]؛ لأن الحساب يوم القيامة على السرائر، قال تعالى: ﴿أَفَلا يَعْلَمُ إِذَا بُعْثِرَ مَا فِي الْقُبُورِ، وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ﴾، [العاديات:٩-١٠] .
وفي الحديث الصحيح فيمن كان يأمر بالمعروف ولا يفعله وينهى عن المنكر ويفعله: أنه " يلقى في النار حتى تندلق أقتاب بطنه، فيدور عليها كما يدور الحمار برحاه، فيجتمع عليه أهل النار، فيسألونه، فيخبرهم أنه كان يأمر بالمعروف ولا يفعله، وينهى عن المنكر ويفعله (٢) ".
قوله: " يقوم الرجل، فيصلي، فيزين صلاته ": يتساوى في ذلك الرجل والمرأة، والتخصيص هنا يسمى مفهوم اللقب، أي أن الحكم يعلق بما هو أشرف، لا لقصد التخصيص، ولكن لضرب المثل.
وقوله: " فيزين صلاته ": أي: يحسنها بالطمأنينة، ورفع اليدين عند التكبير، ونحو ذلك.
قوله: " لما يرى من نظر رجل إليه ": " ما" موصولة، وحذف العائد;
_________
(١) أخرجه أحمد (٣/٣٠)، وابن ماجه في (الزهد، باب الرياء والسمعة/٢/١٤٠٦)،- وقال في "الزوائد": "إسناده حسن، وكثير بن زيد وربيح بن عبد الرحمن مختلف فيهما"-، وأخرجه الحاكم (٤/٣٢٩) وصححه.
(٢) أخرجه البخاري في (بدء الخلق، باب صفة النار/٢/٤٣٦)، ومسلم في (الزهد، باب عقوبة من يأمر بمعروف ولا يفعله/٤/٢٢٩٠) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية الكهف.

الثانية: الأمر العظيم في رد العمل الصالح إذا دخله شيء لغير الله.

الثالثة: ذكر السبب الموجب لذلك، وهو كمال الغنى.

الرابعة: أن من الأسباب أنه تعالى خير الشركاء.

الخامسة: خوف النبي (على أصحابه من الرياء.

_________
أي: للذي يراه من نظر رجل، وهذه هي العلة لتحسين الصلاة; فقد زين صلاته ليراه هذا الرجل فيمدحه بلسانه أو يعظمه بقلبه، وهذا شرك.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية الكهف: وسبق الكلام عليها.
الثانية: الأمر العظيم في رد العمل الصالح إذا دخله شيء لغير الله:
وذلك لقوله: "تركته وشركه"، وصار عظيما; لأنه ضاع على العامل خسارا، وفحوى الحديث تدل على غضب الله (من ذلك.
الثالثة: ذكر السبب الموجب لذلك، وهو كمال الغنى: يعني: الموجب للرد؛ هو كمال غنى الله (عن كل عمل فيه شرك، وهو غني عن كل عمل، لكن العمل الصالح يقبله ويثيب عليه.
الرابعة: أن من الأسباب أنه تعالى خير الشركاء: أي: من أسباب رد العمل إذا أشرك فيه العامل مع الله أحدا أن الله خير الشركاء، فلا ينازع من جعل شريكا له فيه.
الخامسة: خوف النبي (على أصحابه من الرياء: وذلك

السادسة: أنه فسر ذلك بأن المرء يصلي لله، لكن يزينها لما يرى من نظر رجل إليه.

_________
(لقوله (: ألا أخبركم بما هو أخوف عليكم عندي من المسيح الدجال (، وإذا كان يخاف ذلك على أصحابه; فالخوف على من بعدهم من ذلك من باب أولى.
السادسة: أنه فسر ذلك بأن المرء يصلي لله، لكن يزينها لما يرى من نظر رجل إليه: وهذا التفسير ينطبق تماما على الرياء; فيكون أخوف علينا عند رسول الله (من المسيح الدجال.
ولم يذكر المؤلف مسألة خوف النبي (على أمته من المسيح الدجال; لأن المقام في الرياء لا فيما يخافه النبي (على أمته.

باب من الشرك إرادة الإنسان بعمله الدنيا:

.......................................................................

_________
قوله: "من الشرك": "من" للتبعيض; أي: بعض الشرك.
قوله: "الدنيا": مفعول بإرادة; لأن إرادة مصدر مضاف إلى فاعله.
وإذا أردت أن تعرف المصدر إن كان مضافا إلى فاعله أو مفعوله; فحوله إلى فعل مضارع مقرون بأن، فإذا قلنا: باب من الشرك أن يريد الإنسان بعمله الدنيا فالإنسان فاعل، وعلى هذا; فإرادة مصدر مضاف إلى فاعله، والدنيا مفعول به.
وعنوان الباب له ثلاثة احتمالات:
الأول: أن يكون مكررا مع ما قبله، وهذا بعيد أن يكتب المؤلف ترجمتين متتابعتين لمعنى واحد.
الثاني: أن يكون الباب الذي قبله أخص من هذا الباب; لأنه خاص في الرياء، وهذا أعم، وهذا محتمل.
الثالث: أن يكون هذا الباب نوعا مستقلا عن الباب الذي قبله، وهذا هو الظاهر; لأن الإنسان في الباب السابق يعمل رياء؛ يريد أن يمدح في العبادة، فيقال: هو عابد، ولا يريد النفع المادي.
وفي هذا الباب لا يريد أن يمدح بعبادته ولا يريد المراءاة، بل يعبد الله مخلصا له، ولكنه يريد شيئا من الدنيا; كالمال، والمرتبة، والصحة في نفسه، وأهله، وولده، وما أشبه ذلك; فهو يريد بعمله نفعا في الدنيا، غافلا عن ثواب الآخرة.

......................................................................

_________
أمثلة تبين كيفية إرادة الإنسان بعمله الدنيا:
١- أن يريد المال; كمن أذن ليأخذ راتب المؤذن، أو حج ليأخذ المال.
٢- أن يريد المرتبة; كمن تعلم في كلية ليأخذ الشهادة؛ فترتفع مرتبته.
٣- أن يريد دفع الأذى والأمراض والآفات عنه: كمن تعبد لله كي يجزيه الله بهذا في الدنيا، بمحبة الخلق له، ودفع السوء عنه، وما أشبه ذلك.
٤- أن يتعبد لله: يريد صرف وجوه الناس إليه بالمحبة والتقدير.
وهناك أمثلة كثيرة.
تنبيه:
فإن قيل: هل يدخل فيه من يتعلمون في الكليات أو غيرها، يريدون شهادة، أو مرتبة بتعلمهم؟
فالجواب: أنهم يدخلون في ذلك؛ إذا لم يريدوا غرضا شرعيا، فنقول لهم:
أولا: لا تقصدوا بذلك المرتبة الدنيوية، بل اتخذوا هذه الشهادات وسيلة للعمل في الحقول النافعة للخلق; لأن الأعمال في الوقت الحاضر مبنية على الشهادات، والناس لا يستطيعون الوصول إلى منفعة الخلق إلا بهذه الوسيلة، وبذلك تكون النية سليمة.
ثانيا: أن من أراد العلم لذاته قد لا يجده إلا في الكليات; فيدخل الكلية أو نحوها لهذا الغرض، وأما بالنسبة للمرتبة; فإنها لا تهمه.

............................................................

_________
ثالثا: أن الإنسان إذا أراد بعمله الحسنيين- حسنى الدنيا، وحسنى الآخرة-; فلا شيء عليه لأن الله يقول: ﴿وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ﴾، [الطلاق: من الآية٢-٣]، فرغبه في التقوى بذكر المخرج من كل ضيق والرزق من حيث لا يحتسب.
فإن قيل: من أراد بعمله الدنيا كيف يقال إنه مخلص، مع أنه أراد المال مثلا؟
أجيب: إنه أخلص العبادة ولم يرد بها الخلق إطلاقا، فلم يقصد مراءاة الناس ومدحهم، بل قصد أمرا ماديا; فإخلاصه ليس كاملا لأن فيه شركا، ولكن ليس كشرك الرياء يريد أن يمدح بالتقرب إلى الله، وهذا لم يرد مدح الناس بذلك، بل أراد شيئا دنيئا غيره.
ولا مانع أن يدعو الإنسان في صلاته، ويطلب أن يرزقه الله المال، ولكن لا يصلي من أجل هذا الشيء; فهذه مرتبة دنيئة.
أما طلب الخير في الدنيا بأسبابه الدنيوية; كالبيع، والشراء، والزراعة; فهذا لا شيء فيه، والأصل أن لا نجعل في العبادات نصيبا من الدنيا، وقد سبق البحث في حكم العبادة؛ إذا خالطها الرياء، في باب الرياء.
ملاحظة:
بعض الناس عندما يتكلمون على فوائد العبادات، يحولونها إلى فوائد دنيوية. فمثلا يقولون: في الصلاة رياضة، وإفادة للأعصاب، وفي الصيام فائدة إزالة الرطوبة وترتيب الوجبات، والمفروض ألا نجعل الفوائد الدنيوية هي الأصل; لأن الله لم يذكر ذلك في كتابه، بل ذكر أن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر. وعن الصوم أنه سبب للتقوى; فالفوائد الدينية في العبادات هي الأصل والدنيوية ثانوية، لكن عندما نتكلم عند عامة

وقول الله تعالى: ﴿مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا﴾، [هود: من الآية١٥]، الآية.

_________
الناس; فإننا نخاطبهم بالنواحي الدينية، وعندما نتكلم عند من لا يقتنع إلا بشيء مادي; فإننا نخاطبه بالنواحي الدينية والدنيوية، ولكل مقام مقال. قوله تعالى: ﴿مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا﴾، أي: البقاء في الدنيا.
قوله: ﴿وَزِينَتَهَا﴾: أي: المال، والبنين، والنساء، والحرث، والأنعام، والخيل المسومة; كما قال الله تعالى: ﴿زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا﴾، [آل عمران: من الآية١٤] .
قوله: ﴿نُوَفِّ إِلَيْهِمْ﴾ فعل مضارع معتل الآخر مجزوم بحذف حرف العلة- الياء-; لأنه جواب الشرط.
والمعنى: أنهم يعطون ما يريدون في الدنيا ومن ذلك الكفار لا يسعون إلا للدنيا وزينتها، فعجلت لهم طيباتهم في حياتهم الدنيا; كما قال تعالى: ﴿وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا﴾، [الأحقاف: من الآية٢٠] .
ولهذا (لما بكى عمر حين رأى النبي ﷺ قد أثر في جنبه الفراش، فقال ﷺ: " ما يبكيك؟ ". قال: يا رسول الله كسرى وقيصر يعيشان فيما يعيشان فيه من نعيم وأنت على هذه الحال. فقال رسول الله ﷺ أولئك قوم عجلت لهم طيباتهم (١، وفي الحقيقة هي ضرر عليهم; لأنهم إذا
_________
١أخرجه البخاري في (المظالم، باب الغرفة والعلية المشرفة/٢/١٩٧-١٩٩)، ومسلم في (الطلاق، باب في الإيلاء واعتزال النساء/٢/١١٠٥-١١٠٨) .

......................................................................

_________
انتقلوا من دار النعيم إلى الجحيم; صار عليهم أشد وأعظم في فقد ما متعوا به في الدنيا.
قوله: ﴿وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ﴾، البخس: النقص; أي: لا ينقصون مما يجازون فيه; لأن الله عدل لا يظلم، فيعطون ما أرادوه.
قوله: "أولئك": المشار إليه الذين يريدون الحياة الدنيا وزينتها.
قوله: ﴿لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ﴾، فيه حصر، وطريقه النفي والإثبات، وهذا يعني أنهم لن يدخلوا الجنة; لأن الذي ليس له إلا النار محروم من الجنة، والعياذ بالله.
قوله: ﴿وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا﴾، الحبوط: الزوال، أي: زال عنهم ما صنعوا في الدنيا.
قوله: ﴿وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾، " باطل": خبر مقدم لأجل مراعاة الفواصل في الآيات والمبتدأ " ما" في قوله: ﴿مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾، فأثبت الله أنه ليس لهؤلاء إلا النار، وأن ما صنعوا في الدنيا قد حبط، وأن أعمالهم باطلة.
وقوله تعالى: ﴿مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ﴾، مخصوصة بقوله تعالى: ﴿مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا﴾، [الإسراء:١٨] .
فإن قيل: لماذا لا نجعل آية هود حاكمة على آية الإسراء، ويكون الله توعد من يريد العاجلة في الدنيا أن يجعل له ما يشاء لمن يريد، ثم وعد أن يعطيه ما يشاء؟
أجيب: إن هذا المعنى لا يستقيم لأمرين:

......................................................................

_________
أولا: أن القاعدة الشرعية في النصوص أن الأخص مقدم على الأعم، وآية هود عامة; لأن كل من أراد الحياة الدنيا وزينتها وفي إليه العمل وأعطي ما أراد أن يعطى، أما آية الإسراء; فهي خاصة: ﴿عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ﴾، [الإسراء: من الآية١٨]، ولا يمكن أن يحكم بالأعم على الأخص.
الثاني: أن الواقع يشهد على ما تدل عليه آية الإسراء; لأن في فقراء الكفار من هو أفقر من فقراء المسلمين; فيكون عموم آية هود مخصوصا بآية الإسراء; فالأمر موكول إلى مشيئة الله وفيمن يريده.
واختلف فيمن نزلت فيه آية هود:
١- قيل: نزلت في الكفار; لأن الكافر لا يريد إلا الحياة الدنيا، ويدل لهذا سياقها والجزاء المرتب على هذا، وعليه يكون وجه مناسبتها للترجمة أنه إذا كان عمل الكافرين يراد به الدنيا، فكل من شاركهم في شيء من ذلك; ففيه شيء من شركهم وكفرهم.
٢- وقيل: نزلت في المرائين; لأنهم لا يعملون إلا للدنيا; فلا ينفعهم يوم القيامة.
٣- وقيل: نزلت فيمن يريد مالا بعمله الصالح.
والسياق يدل للقول الأول; لقوله تعالى: ﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾، [هود:١٦] .
تنبيه:
اقتصر المؤلف ﵀ على الإشارة إلى تكميل الآية الأولى، وزدنا الآية التالية سهوا وعسى أن يكون خيرا.

وفي الصحيح عن أبي هريرة قال: قال رسول الله ﷺ (تعس عبد الدينار، تعس عبد الدرهم، تعس عبد الخميصة، تعس عبد الخميلة، إن أعطي رضي، وإن لم يعط سخط......................................

_________
قوله: "وفي "الصحيح" عن أبي هريرة": سبق الكلام على قول المؤلف: "وفي "الصحيح"" في باب تفسير التوحيد، وشهادة أن لا إله إلا الله.
قوله: "تعس": بفتح العين أو كسرها; أي: خاب وهلك.
قوله: "عبد الدينار" الدينار: هو النقد من الذهب، والدينار الإسلامي زنته مثقال، وسماه عبد الدينار; لأنه تعلق به تعلق العبد بالرب، فكان أكبر همه، وقدمه على طاعة ربه، ويقال في عبد الدرهم ما قيل في عبد الدينار، والدرهم هو النقد من الفضة، وزنة الدرهم الإسلامي سبعة أعشار المثقال; فكل عشرة دراهم سبعة مثاقيل.
وقد أراد المؤلف بهذا الحديث أن يبين أن من الناس من يعبد الدنيا; أي: يتذلل لها ويخضع لها، وتكون مناه وغايته، فيغضب إذا فقدت ويرضى إذا وجدت، ولهذا سمى النبي ﷺ من هذا شأنه عبدا لها، وهذا من يعنى بجمع المال من الذهب والفضة; فيكون مريدا بعمله الدنيا.
قوله: (تعس عبد الخميصة، تعس عبد الخميلة (١: وهذا من يُعْنى بمظهره وأثاثه; لأن الخميصة كساء جميل، والخميلة فراش وثير، ليس له هم إلا هذا الأمر، فإذا كان عابدا لهذه الأمور لأنه صرف لها جهوده وهمته; فكيف بمن أراد بالعمل الصالح شيئا من الدنيا فجعل الدين وسيلة للدنيا؟! فهذا أعظم.
قوله: (إن أعطي رضي، وإن لم يعط سخط (٢، يحتمل أن يكون
_________
١ البخاري: الرقاق (٦٤٣٥)، وابن ماجه: الزهد (٤١٣٦) .
٢ البخاري: الجهاد والسير (٢٨٨٧) .

تعس وانتكس، وإذا شيك فلا انتقش. .................................

_________
المعطي هو الله فيكون الإعطاء قدريا; أي: إن قدر الله له الرزق والعطاء رضي وانشرح صدره، وإن منع وحرم المال سخط بقلبه وقوله، كأن يقول: لماذا كنت فقيرا وهذا غنيا؟ وما أشبه ذلك; فيكون ساخطا على قضاء الله وقدره لأن الله منعه.
والله- ﷾ يعطي ويمنع لحكمة، ويعطي الدنيا لمن يحب ومن لا يحب، ولا يعطي الدين إلا لمن يحب.
والواجب على المؤمن أن يرضى بقضاء الله وقدره; إن أعطي شكر، وإن منع صبر.
ويحتمل أن يراد بالإعطاء هنا الإعطاء الشرعي; أي: إن أعطي من مال يستحقه من الأموال الشرعية رضي، وإن لم يعط سخط، وكلا المعنيين حق، وهما يدلان على أن هذا الرجل لا يرضى إلا للمال ولا يسخط إلا له، ولهذا سماه الرسول ﷺ عبدا له.
قوله: " تعس وانتكس": تعس; أي: خاب وهلك، وانتكس; أي: انتكست عليه الأمور بحيث لا تتيسر له، فكلما أراد شيئا انقلبت عليه الأمور خلاف ما يريد، ولهذا قال: " وإذا شيك فلا انتقش ": أي: إذا أصابته شوكة; فلا يستطيع أن يزيل ما يؤذيه عن نفسه.
وهذه الجمل الثلاث؛ يحتمل أن تكون خبرا منه ﷺ عن حال هذا الرجل، وأنه في تعاسة، وانتكاس، وعدم خلاص من الأذى، ويحتمل أن تكون من باب الدعاء على من هذه حاله; لأنه لا يهتم إلا للدنيا، فدعا عليه أن يهلك، وأن لا يصيب من الدنيا شيئا، وأن لا يتمكن من إزالة ما يؤذيه، وقد يصل إلى الشرك عندما يصده ذلك عن طاعة الله؛ حتى أصبح لا يرضى إلا للمال ولا يسخط إلا له.

طوبى لعبد آخذ بعنان فرسه في سبيل الله، أشعث رأسه، مغبرة قدماه،

_________
قوله: (طوبى لعبد آخذ بعنان فرسه في سبيل الله (: هذا عكس الأول; فهو لا يهتم للدنيا، وإنما يهتم للآخرة; فهو في استعداد دائم للجهاد في سبيل الله.
و" طوبى" فعلى من الطيب، وهي اسم تفضيل، فأطيب للمذكر وطوبى للمؤنث، والمعنى: أطيب حال تكون لهذا الرجل، وقيل: إن طوبى شجرة في الجنة، والأول أعم; كما قالوا في ويل: كلمة وعيد، وقيل: واد في جهنم، والأول أعم.
وقوله: " آخذ بعنان فرسه ": أي: ممسك بمقود فرسه الذي يقاتل عليه.
قوله: " في سبيل الله": ضابطه أن يقاتل لتكون كلمة الله هي العليا لا للحمية أو الوطنية أو ما أشبه ذلك، لكن إن قاتل وطنية وقصد حماية وطنه لكونه بلدا إسلاميا يجب الذود عنه; فهو في سبيل الله، وكذلك من قاتل دفاعا عن نفسه أو ماله أو أهله; فإن النبي ﷺ قال: (من قتل دون ذلك; فهو شهيد (١، فأما من قاتل للوطنية المحضة فليس في سبيل الله؛ لأن هذا قتال عصبية يستوي فيه المؤمن والكافر، فإن الكافر يقاتل من أجل وطنه.
قوله: " أشعث رأسه، مغبرة قدماه ": أي: رأسه أشعث من الغبار في سبيل الله، فهو لا يهتم بحاله ولا بدنه، ما دام هذا الأمر ناتجا عن طاعة الله ﷿، وقدماه مغبرة من السير في سبيل الله، وهذا دليل على أن أهم شيء عنده هو الجهاد في سبيل الله، أما أن يكون شعره أو ثوبه أو فراشه نظيفا; فليس له هم فيه.
_________
١رواه البخاري: (٢٤٨٠)، ومسلم (١٤١) عن عبد الله بن عمرو، بلفظ: "من قتل دون ماله فهو شهيد". وانظر: "جامع الأصول" (٢/٧٤٢) .

إن كان في الحراسة; كان في الحراسة، وإن كان في الساقة; كان في الساقة، إن استأذن; لم يؤذن له، وإن شفع; لم يشفع (١.

_________
قوله: (إن كان في الحراسة; فهو في الحراسة، وإن كان في الساقة; فهو في الساقة (: الحراسة والساقة ليست من مقدم الجيش; فالحراسة أن يحرس الإنسان الجيش، والساقة أن يكون في مؤخرته، وللجملتين معنيان:
أحدهما: أنه لا يبالي أين وضع، إن قيل له: احرس; حرس، وإن قيل له: كن في الساقة; كان فيها، فلا يطلب مرتبة أعلى من هذا المحل كمقدم الجيش مثلا.
الثاني: إن كان في الحراسة أدى حقها، وكذا إن كان في الساقة، والحديث صالح للمعنيين، فيحمل عليهما جميعا إذا لم يكن بينهما تعارض، ولا تعارض هنا.
قوله: (إن استأذن لم يؤذن له، وإن شفع لم يشفع (، أي: هو عند الناس ليس له جاه ولا شرف، حتى إنه إن استأذن لم يؤذن له، وهكذا عند أهل السلطة ليس له مرتبة; فإن شفع لم يشفع، ولكنه وجيه عند الله، وله المنزلة العالية; لأنه يقاتل في سبيله.
والشفاعة: هي التوسط للغير بجلب منفعة أو دفع مضرة.
والاستئذان: طلب الإذن بالشيء.
والحديث قسم الناس إلى قسمين:
الأول: ليس له هم إلا الدنيا، إما لتحصيل المال، أو لتجميل
_________
١أخرجه البخاري في (الجهاد، باب الحراسة في الغزو/٢/٣٢٧) .

......................................................................

_________
الحال; فقد استعبدت قلبه حتى أشغلته عن ذكر الله وعبادته.
الثاني: أكبر همه الآخرة; فهو يسعى لها في أعلى ما يكون مشقة وهو الجهاد في سبيل الله، ومع ذلك أدى ما يجب عليه من جميع الوجوه.
ويستفاد من الحديث:
١- أن الناس قسمان كما سبق.
٢- أن الذي ليس له هم إلا الدنيا قد تتقلب عليه الأمور، ولا يستطيع الخلاص من أدنى أذية وهي الشوكة، بخلاف الحازم الذي لا تهمه الدنيا، بل أراد الآخرة ولم ينس نصيبه من الدنيا، وقنع بما قدره الله له.
٣- أنه ينبغي لمن جاهد في سبيل الله ألا تكون همه المراتب، بل يكون همه القيام بما يجب عليه; إما في الحراسة، أو الساقة، أو القلب، أو الجنب; حسب المصلحة.
٤- أن دنو مرتبة الإنسان عند الناس؛ لا يستلزم منه دنو مرتبته عند الله ﷿ فهذا الرجل الذي إن شفع لم يشفع، وإن استأذن لم يؤذن له، قال فيه الرسول ﷺ: " طوبى له"، ولم يقل: إن سأل لم يعط، بل لا تهمه الدنيا حتى يسأل عنها، لكن يهمه الخير فيشفع للناس، ويستأذن للدخول على ذوي السلطة للمصالح العامة.

فيه مسائل:

الأولى: إرادة الإنسان الدنيا بعمل الآخرة.

الثانية: تفسير آية هود.

الثالثة: تسمية الإنسان المسلم عبد الدينار والدرهم والخميصة.

الرابعة: تفسير ذلك بأنه إن أعطي رضي وإن لم يعط سخط.

_________
فيه مسائل:
الأولى: إرادة الإنسان الدنيا بعمل الآخرة: وهذا من الشرك; لأنه جعل عمل الآخرة وسيلة لعمل الدنيا، فيطغى على قلبه حب الدنيا حتى يقدمها على الآخرة، والحزم والإخلاص أن يجعل عمل الدنيا للآخرة.
الثانية: تفسير آية هود: وقد سبق ذلك.
الثالثة: تسمية الإنسان المسلم عبد الدينار والدرهم والخميصة: وهذه العبودية لا تدخل في الشرك ما لم يصل بها إلى حد الشرك، ولكنها نوع آخر يخل بالإخلاص; لأنه جعل في قلبه محبة زاحمت محبة الله ﷿ ومحبة أعمال الآخرة.
الرابعة: تفسير ذلك بأنه إن أعطي رضي وإن لم يعط سخط: هذا تفسير لقوله ﷺ: (عبد الدينار، عبد الدرهم، عبد الخميصة، عبد الخميلة إن أعطي رضي وإن لم يعط سخط (، وهذه علامة عبوديته لهذه الأشياء أن يكون رضاه وسخطه تابعا لهذه الأشياء.

الخامسة: قوله: " تعس وانتكس ".

السادسة: قوله: " وإذا شيك; فلا انتقش ".

السابعة: الثناء على المجاهد الموصوف بتلك الصفات.

_________
الخامسة: قوله: " تعس وانتكس ".
السادسة: قوله: " إذا شيك فلا انتقش ": يحتمل أن تكون الجمل الثلاث خبرا أو دعاء، وسبق شرح ذلك.
السابعة: الثناء على المجاهد الموصوف بتلك الصفات: فقوله في الحديث: " طوبى لعبد ... "؛ يدل على الثناء عليه، وأنه هو الذي يستحق أن يمدح لا أصحاب الدراهم والدنانير، وأصحاب الفرش والمراتب.

باب من أطاع العلماء والأمراء في تحريم ما أحل الله أو تحليل ما حرمه فقد اتخذهم أربابا

باب من أطاع العلماء والأمراء في تحريم ما أحل الله أو تحليل ما حرمه فقد اتخذهم أربابا:

.......................................................................

_________
قوله: "من أطاع العلماء": "من" يحتمل أن تكون شرطية، بدليل قوله: "فقد اتخذهم"; لأنها جواب الشرط، ويحتمل أن تكون موصولة; أي: "باب الذي أطاع العلماء".
وقوله: "فقد اتخذهم": خبر المبتدأ، وقرنت بالفاء; لأن الاسم الموصول كالشرط في العموم، وعلى الأول تقرأ " باب" بالتنوين، وعلى الثاني بدون تنوين، والأول أحسن.
والمراد بالعلماء: العلماء بشرع الله، وبالأمراء: أولو الأمر المنفذون له، وهذان الصنفان هما المذكوران في قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ﴾، [النساء: من الآية٥٩] ; فجعل الله طاعته مستقلة، وطاعة رسوله مستقلة، وطاعة أولي الأمر تابعة، ولهذا لم يكرر الفعل " أطيعوا"; فلا طاعة لمخلوق في معصية الخالق.
وأولو الأمر هم أولو الشأن، وهم العلماء; لأنه يستند إليهم في أمر الشرع والعلم به، والأمراء; لأنه يستند إليهم في تنفيذ الشرع وإمضائه، وإذا استقام العلماء والأمراء استقامت الأمور، وبفسادهم تفسد الأمور; لأن العلماء أهل الإرشاد والدلالة، والأمراء أهل الإلزام والتنفيذ.

......................................................................

_________
قوله: " في تحريم ما أحل الله ": أي: في جعله حراما; أي: عقيدة أو عملا.
"أو تحليل ما حرم الله": أي: في جعله حلالا عقيدة أو عملا; فتحريم ما أحل الله لا ينقص درجة في الإثم عن تحليل ما حرم الله، وكثير من ذوي الغيرة من الناس؛ تجدهم يميلون إلى تحريم ما أحل الله أكثر من تحليل الحرام، بعكس المتهاونين، وكلاهما خطأ، ومع ذلك; فإن تحليل الحرام فيما الأصل فيه الحل أهون من تحريم الحلال; لأن تحليل الحرام إذا لم يتبين تحريمه فهو مبني على الأصل، وهو الحل، ورحمة الله - سبحانه - سبقت غضبه; فلا يمكن أن نحرم إلا ما تبين تحريمه، ولأنه أضيق وأشد، والأصل أن تبقى الأمور على الحل والسعة حتى يتبين التحريم.
أما في العبادات فيشدد; لأن الأصل المنع والتحريم حتى يبينه الشرع كما قيل:
والأصل في الأشياء حل وامنع ... عبادة إلا بإذن الشارع (١)
قوله: "أربابا". جمع رب، وهو المتصرف المالك.
والتصرف نوعان: تصرف قدري، وتصرف شرعي.
فمن أطاع العلماء في مخالفة أمر الله ورسوله، فقد اتخذهم أربابا من دون الله باعتبار التصرف الشرعي; لأنه اعتبرهم مشرعين، واعتبر تشريعهم شرعا يعمل به، وبالعكس الأمراء.
_________
(١) منظومة "أصول الفقه وقواعده" للمؤلف (ص ٢) .

وقال ابن عباس: (يوشك أن تنزل عليكم حجارة من السماء، أقول: قال رسول الله (، وتقولون: قال أبو بكر وعمر؟! «١) .

_________
قول ابن عباس: "حجارة من السماء": أي: من فوق تنزل عليكم عقوبة لكم، ونزول الحجارة من السماء ليس بالأمر المستحيل، بل هو ممكن، قال تعالى في أصحاب الفيل: ﴿وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ، تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ﴾، [الفيل: ٣، ٤]، وقال تعالى في قوم لوط: ﴿إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا إِلَّا آلَ لُوطٍ نَجَّيْنَاهُمْ بِسَحَرٍ﴾، [القمر:٣٤]، الحاصب: الحجارة تحصبهم من السماء.
قوله: (أقول: قال رسول الله (وتقولون: قال أبو بكر وعمر؟! (أبو بكر وعمر أفضل هذه الأمة وأقربها إلى الصواب، قال النبي (: (إن يطيعوا أبا بكر وعمر يرشدوا، رواه مسلم (٢)، وروي عنه (أنه قال: (اقتدوا بالذين من بعدي أبي بكر وعمر «٣)، وقال (: (عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ (٤)، ولم يعرف عن أبي بكر وعمر
_________
(١) أخرجه بنحوه: أحمد (١/٣٣٧)، والخطيب في "الفقيه والمتفقه" (١/١٤٥)، وابن عبد البر في "جامع بيان العلم وفضله" (٢/٢٣٩)، وابن حزم في "حجة الوداع" (ص ٢٦٨- ٢٦٩) .
(٢) أخرجه مسلم في (المساجد، باب قضاء الصلاة الفائتة/١/٤٧٢) .
(٣) أخرجه الإمام أحمد في كتاب (فضائل الصحابة/١/١٨٦) وفي "المسند" (٥/٣٩٩)، والبخاري في "الكنى" (ص٥٠)، والترمذي في (المناقب، باب في مناقب أبي بكر وعمر/٩/٢٧٠) - وقال: "حديث حسن"-، وابن ماجه في (المقدمة/١/٣٧)، وابن سعد (٢/٣٣٤)، والحميدي (١/٢١٤)، والخطيب في "الفقيه والمتفقه" (١/١٧٧)، وابن عبد البر في "جامع بيان العلم وفضله" (٢/٢٢٣) .
(٤) أخرجه الإمام أحمد في "المسند" (٤/١٢٧،١٢٦)، وأبو داود في (السنة، باب في لزوم السنة/٥/١٣-١٥)، والترمذي في (العلم، باب ما جاء في الأخذ في السنة واجتناب= البدعة، ٧/٣١٩) - وقال: "حسن صحيح "، وابن ماجه في "المقدمة" (١/١٥)، والدارمي (١٩٦)، وابن حبان في الموارد-١٠٢)، وأبو نعيم في "الضعفاء" (ص٤٦) - وقال: "حديث جيد صحيح من حديث الشاميين"-.

وقال أحمد بن حنبل: " عجبت لقوم................................

_________
أنهما خالفا نصا برأيهما، فإذاكان قول أبي بكر وعمر إذا عارض الإنسان بقولهما قول الرسول (؛ فإنه يوشك أن تنزل عليه حجارة من السماء! فما بالك بمن يعارض قوله (بمن هو دون أبي بكر وعمر؟! والفرق بين ذلك كما بين السماء والأرض; فيكون هذا أقرب للعقوبة.
وفي الأثر التحذير عن التقليد الأعمى والتعصب المذهبي الذي ليس مبنيا على أساس سليم.
وبعض الناس يرتكب خطأ فاحشا إذا قيل له: قال رسول الله (قال: لكن في الكتاب الفلاني كذا وكذا; فعليه أن يتقي الله الذي قال في كتابه: ﴿وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ﴾، [القصص: ٦٥]، ولم يقل ماذا أجبتم فلانا وفلانا، أما صاحب الكتاب، فإنه إن علم أنه يحب الخير ويريد الحق; فإنه يدعى له بالمغفرة والرحمة إذا أخطأ، ولا يقال: إنه معصوم، يعارض بقوله قول الرسول.
قول أحمد ﵀: "عجبت": العجب نوعان:
الأول: عجب استحسان; كما في حديث عائشة ﵂: (كان الرسول (يعجبه التيامن في تنعله وترجله وطهوره وفي شأنه كله «١) .
_________
(١) رواه البخاري (١٦٨)، ومسلم (٢٦٨) .

عرفوا الإسناد وصحته يذهبون إلى رأي سفيان، والله تعالى يقول: ﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾، [النور: من الآية٦٣]،..............................................

_________
الثاني: عجب إنكار; كما في قوله تعالى: ﴿بَلْ عَجِبْتَ وَيَسْخَرُونَ﴾، [الصافات: ١٢]، والعجب في كلام الإمام أحمد هنا عجب إنكار.
قوله: " الإسناد": المراد به هنا رجال السند لا نسبة الحديث إلى راويه; أي: عرفوا صحة الحديث بمعرفة رجاله.
قوله: " يذهبون إلى رأي سفيان": أي: سفيان الثوري; لأنه صاحب المذهب المشهور وله أتباع لكنهم انقرضوا; فهم يذهبون إلى رأي سفيان وهو من الفقهاء ويتركون ما جاء به الحديث!
قوله: "والله يقول: فليحذر": الفاء عاطفة، واللام للأمر، ولهذا سكنت وجزم الفعل بها، لكن حرك بالكسر; لالتقاء الساكنين.
قوله: "عن أمره": الضمير يعود للرسول (بدليل أول الآية، قال تعالى: ﴿لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا قَدْ يَعْلَمُ اللَّهُ الَّذِينَ يَتَسَلَّلُونَ مِنْكُمْ لِوَاذًا فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ﴾، [النور: من الآية٦٣] .
فإن قيل: لماذا عدي الفعل ب: " عن" مع أن " يخالف" يتعدى بنفسه؟
أجيب: أن الفعل ضمن معنى الإعراض; أي: يعرضون عن أمره زهدا فيه، وعدم مبالاة به.

أتدري ما الفتنة؟ الفتنة الشرك، لعله إذا رد بعض قوله أن يقع في قلبه شيء من الزيغ فيهلك".

وعن عدي بن حاتم: (أنه سمع النبي (يقرأ هذه الآية: ﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّه﴾، [التوبة: من الآية٣١] الآية،

_________
و" أمره": واحد الأوامر وليس واحد الأمور; لأن الأمر هو الذي يخالف فيه، وهو مفرد مضاف; فيعم جميع الأوامر.
" فتنة": الفتنة فسرها الإمام أحمد بالشرك، وعلى هذا يكون الوعيد بأحد أمرين: إما الشرك، وإما العذاب الأليم.
قوله في حديث عدي بن حاتم: " اتخذوا": الضمير يعود للنصارى; لأن اليهود لم يتخذوا المسيح ابن مريم إلها، بل ادعوا أنه ابن زانية وحاولوا قتله، وادعوا أنهم قتلوه، ويحتمل أن يعود الضمير لليهود والنصارى جميعا، ويختص النصارى باتخاذ المسيح ابن مريم، وهذا هو المتبادر من السياق مع الآية التي قبلها.
قوله: ﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ﴾ الأحبار: جمع حبر، وحبر بفتح الحاء وكسرها; وهو العالم الواسع العلم، والرهبان: جمع راهب، وهو العابد الزاهد.
قوله: ﴿أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾ أي: مشاركين لله (في التشريع; لأنهم يحلون ما حرم الله فيحله هؤلاء الأتباع، ويحرمون ما أحل الله فيحرمه الأتباع.

......................................................................

_________
قوله: ﴿وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَم﴾ أي: اتخذوه إلها مع الله، بدليل قوله تعالى: ﴿وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا﴾، [التوبة: من الآية٣١] والعبادة: التذلل والخضوع، واتباع الأوامر، واجتناب النواهي.
قوله: "إلها واحدا": هو الله (وإله، أي: مألوه معبود مطاع، وليس بمعنى آله; أي: قادر على الاختراع، فإن هذا المعنى فاسد ذهب إليه المتكلمون أو عامتهم; فيكون معنى لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ على هذا القول: لا رب إلا الله، وهذا ليس بالتوحيد المطلوب بهذه الكلمة; إذ لو كان كذلك لكان المشركون الذين قاتلهم رسول الله (موحدين; لأنهم يقولون: لا رب إلا الله، قال تعالى: ﴿قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ﴾، [المؤمنون:٨٦-٨٧]، وهذه إحدى القراءتين، وهي سبعية.
قوله: ﴿سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾؛ " سبحان": اسم مصدر، وهي معمول أو مفعول لفعل محذوف وجوبا تقديره يسبح سبحانا; أي: تسبيحا; لأن اسم المصدر بمعنى المصدر; فسبحان: مفعول مطلق عاملها محذوف وجوبا وهي ملازمة للإضافة: إما إلى مضمر; كما في الآية: " سبحانه"، أو إلى مظهر; كما في " سبحان الله".
والتسبيح: التنزيه، أي: تنزيه الله عن كل نقص، ولا يحتاج أن نقول: ومماثلة المخلوقين; لأن المماثلة نقص، ولكن إذا قلناها; فذلك من باب زيادة الإيضاح حتى لا يظن أن تمثيل الخالق بالمخلوق في الكمال من باب الكمال، فيكون المعنى: تنزيه الله عن كل ما لا يليق به من نقص أو مماثلة المخلوقين.

فقلت له: إنا لسنا نعبدهم. قال: "أليس يحرمون ما أحل الله فتحرمونه، ويحلون ما حرم الله فتحلونه؟ ". فقلت: بلى. قال:

_________
وقوله: "عما يشركون": أي: مما سواه؛ من المسيح ابن مريم، والأحبار والرهبان، فهو متنزه عن كل شرك، وعن كل مشرك به.
وقوله: "عما يشركون" هذا من البلاغة في القرآن; لأنها جاءت محتملة أن تكون "ما" مصدرية، فيكون المعنى عن شركهم، أو موصولة، ويكون المعنى: سبحان الله عن الذين يشركون به، وهي صالحة للأمرين، فتكون شاملة لهما؛ لأن الصحيح جواز استعمال المشترك في معنييه إذا لم يكن بينهما تعارض، فيكون التنزيه عن الشرك وعن المشرك به.
قوله: " إنا لسنا نعبدهم ": أي: لا نعبد الأحبار والرهبان، ولا نسجد لهم، ولا نركع ولا نذبح ولا ننذر لهم، وهذا صحيح بالنسبة للأحبار والرهبان، بدليل قوله (: (أليس يحرمون ما أحل الله فتحرمونه، ويحلون ما حرم الله فتحلونه؟ ! (.
فإن هذا الوصف لا ينطبق على عيسى أبدا; لأنه رسول الله، فما أحله; فقد أحله الله، وما حرمه; فقد حرمه الله، وقد حاول بعض الناس أن يعل الحديث لهذا المعنى، مع ضعف سنده، والحديث حسنه الترمذي والألباني وآخرون وضعفه آخرون.
ويجاب عن التعليل المذكور بأن قول عدي: "لسنا نعبدهم" يعود على الأحبار والرهبان، أما عيسى ابن مريم; فالمعروف أنهم يعبدونه.
وبدأ بتحريم الحلال; لأنه أعظم من تحليل الحرام، وكلاهما محرم; لقوله تعالى: ﴿وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ﴾، [النحل: من الآية١١٦] .

فتلك عبادتهم (رواه أحمد والترمذي وحسنه (١) .

_________
قوله: " فتلك عبادتهم ": ووجه كونها عبادة: أن من معنى العبادة الطاعة، وطاعة غير الله عبادة للمطاع، ولكن بشرط إن تكون في غير طاعة الله، أما إذا كانت في طاعة الله; فهي عبادة لله; لأنك أطعت غير الله في طاعة الله، كما لو أمرك أبوك بالصلاة فصليت; فلا تكون قد عبدت أباك بطاعتك له، ولكن عبدت الله; لأنك أطعت غير الله في طاعة الله; ولأن أمر غير الله بطاعة الله وامتثال أمره؛ هو امتثال لأمر الله.
ويستفاد من الحديث:
١- أن الطاعة بمعنى العبادة عبودية مقيدة.
٢- أن الطاعة في مخالفة شرع الله من عبادة المطاع، أما في عبادة الله، فهي عبادة لله.
٣- أن اتباع العلماء والعباد في مخالفة شرع الله من اتخاذهم أربابا.
واعلم أن اتباع العلماء أو الأمراء، في تحليل ما حرم الله أو العكس، ينقسم إلى ثلاثة أقسام:
الأول: أن يتابعهم في ذلك راضيا بقولهم، مقدما له، ساخطا لحكم الله; فهو كافر لأنه كره ما أنزل الله، فأحبط الله عمله، ولا تحبط الأعمال إلا بالكفر، فكل من كره ما أنزل الله; فهو كافر.
_________
(١) أخرجه الترمذي في (تفسير القرآن، تفسير سورة التوبة/٨/٢٤٨) - وقال: "غريب، لا نعرفه إلا من حديث عبد السلام بن حرب، وغطيف بن أعين ليس بمعروف في الحديث"، وابن جرير (١٠/٨٠،٨١)، والبيهقي (١٠/١١٦)، والمزي في "تهذيب الكمال" (٢/١٠٩) . وانظر: والدر المنثور للسيوطي (٣/٢٣٠) . وقد حسنه شيخ الإسلام في "الإيمان" (ص٦٤) .

......................................................................

_________
الثاني: أن يتابعهم في ذلك راضيا بحكم الله وعالما بأنه أمثل وأصلح للعباد والبلاد، ولكن لهوى في نفسه اختاره، كأنه يريد مثلا وظيفة; فهذا لا يكفر، ولكنه فاسق، وله حكم غيره من العصاة.
الثالث: أن يتابعهم جاهلا، فيظن أن ذلك حكم الله; فينقسم إلى قسمين:
أ- أن يمكنه أن يعرف الحق بنفسه; فهو مفرط أو مقصر، فهو آثم; لأن الله أمر بسؤال أهل العلم عند عدم العلم.
ب- أن لا يكون عالما ولا يمكنه التعلم فيتابعهم تقليدا ويظن أن هذا هو الحق; فهذا لا شيء عليه لأنه فعل ما أمر به وكان معذورا بذلك، ولذلك ورد عن رسول الله (أنه قال: إن (من أفتي بغير علم; فإنما إثمه على من أفتاه «١) (٢) لو قلنا: بإثمه بخطأ غيره; للزم من ذلك الحرج والمشقة، ولم يثق الناس بأحد لاحتمال خطئه.
فإن قيل: لماذا لا يكفر أهل القسم الثاني؟
أجيب: إننا لو قلنا بكفرهم لزم من ذلك تكفير كل صاحب معصية يعرف أنه عاص لله ويعلم أنه حكم الله.
فائدة:
وصف الله الحاكمين بغير ما أنزل الله بثلاثة أوصاف:
١- قال تعالى: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾، [المائدة: من الآية٤٤] .
_________
(١) أحمد (٣/١٥٣) .
(٢) أخرجه الإمام أحمد (٢/٣٢١،٣٦٥)، وأبو داود في (العلم، باب التوقي في الفتيا/٤/٦٦)، وابن ماجه في (المقدمة، باب اجتناب الرأي/١/٢٠)، والدارمي في (المقدمة/١/٥٣)، والحاكم في (العلم/١/١٢٦) - وقال: "صحيح على شرط الشيخين، ولا أعرف له علة"، ووافقه الذهبي-.

......................................................................

_________
وقال تعالى: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾، [المائدة: من الآية٤٥] .
٣- وقال تعالى: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾، [المائدة: من الآية٤٧] .
واختلف أهل العلم في ذلك:
فقيل: إن هذه الأوصاف لموصوف واحد; لأن الكافر ظالم; لقوله تعالى: ﴿وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾، [البقرة: من الآية٢٥٤]، وفاسق; لقوله تعالى: ﴿وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ﴾، [السجدة: من الآية٢٠]، أي: كفروا.
وقيل: إنها لموصوفين متعددين، وإنها على حسب الحكم، وهذا هو الراجح.
فيكون كافرا في ثلاثة أحوال:
أ- إذا اعتقد جواز الحكم بغير ما أنزل الله، بدليل قوله تعالى: ﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ﴾، [المائدة: من الآية٥٠]، فكل ما خالف حكم الله; فهو من حكم الجاهلية، بدليل الإجماع القطعي على أنه لا يجوز الحكم بغير ما أنزل الله فالمحل والمبيح للحكم بغير ما أنزل الله مخالف لإجماع المسلمين القطعي، وهذا كافر مرتد، وذلك كمن اعتقد حل الزنا أو الخمر أو تحريم الخبز أو اللبن.
ب- إذا اعتقد أن حكم غير الله مثل حكم الله.
ج- إذا اعتقد أن حكم غير الله أحسن من حكم الله. بدليل قوله تعالى: ﴿وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾، [المائدة: من الآية٥٠] ; فتضمنت

......................................................................

_________
الآية أن حكم الله أحسن الأحكام، بدليل قوله تعالى مقررا ذلك: ﴿أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ﴾، [التين:٨]، فإذا كان الله أحسن الحاكمين أحكاما وهو أحكم الحاكمين; فمن ادعى أن حكم غير الله مثل حكم الله أو أحسن فهو كافر لأنه مكذب للقرآن.
ويكون ظالما: إذا اعتقد أن الحكم بما أنزل الله أحسن الأحكام، وأنه أنفع للعباد والبلاد، وأنه الواجب تطبيقه، ولكن حمله البغض والحقد للمحكوم عليه حتى حكم بغير ما أنزل الله; فهو ظالم.
ويكون فاسقا: إذا كان حكمه بغير ما أنزل الله لهوى في نفسه مع اعتقاده أن حكم الله هو الحق، لكن حكم بغيره لهوى في نفسه; أي: محبة لما حكم به لا كراهة لحكم الله ولا ليضر أحدا به، مثل: أن يحكم لشخص لرشوة رشي إياها، أو لكونه قريبا أو صديقا، أو يطلب من ورائه حاجة، وما أشبه ذلك مع اعتقاده بأن حكم الله هو الأمثل والواجب اتباعه; فهذا فاسق، وإن كان أيضا ظالما، لكن وصف الفسق في حقه أولى من وصف الظلم.
أما بالنسبة لمن وضع قوانين تشريعية مع علمه بحكم الله وبمخالفة هذه القوانين لحكم الله; فهذا قد بدل الشريعة بهذه القوانين، فهو كافر لأنه لم يرغب بهذا القانون عن شريعة الله إلا وهو يعتقد أنه خير للعباد والبلاد من شريعة الله، وعندما نقول بأنه كافر; فنعني بذلك أن هذا الفعل يوصل إلى الكفر.
ولكن قد يكون الواضع له معذورا، مثل أن يغرر به كأن يقال: إن هذا لا يخالف الإسلام، أو هذا من المصالح المرسلة، أو هذا مما رده الإسلام إلى الناس.

......................................................................

_________
فيوجد بعض العلماء وإن كانوا مخطئين يقولون: إن مسألة المعاملات لا تعلق لها بالشرع، بل ترجع إلى ما يصلح الاقتصاد في كل زمان بحسبه، فإذا اقتضى الحال أن نضع بنوكا للربا أو ضرائب على الناس; فهذا لا شيء فيه.
وهذا لا شك في خطئه; فإن كانوا مجتهدين غفر الله لهم، وإلا فهم على خطر عظيم، واللائق بهؤلاء أن يلقبوا بأنهم من علماء الدولة لا علماء الملة.
ومما لا شك فيه أن الشرع جاء بتنظيم العبادات التي بين الإنسان وربه والمعاملات التي بين الإنسان مع الخلق في العقود والأنكحة والمواريث وغيرها; فالشرع كامل من جميع الوجوه، قال تعالى: ﴿الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ﴾، [المائدة: من الآية٣] . وكيف يقال: إن المعاملات لا تعلق لها بالشرع وأطول آية في القرآن نزلت في المعاملات، ولولا نظام الشرع في المعاملات لفسد الناس؟!
وأنا لا أقول: نأخذ بكل ما قاله الفقهاء; لأنهم قد يصيبون وقد يخطئون، بل يجب أن نأخذ بكل ما قاله الله ورسوله (ولا يوجد حال من الأحوال تقع بين الناس إلا وفي كتاب الله وسنة رسوله ما يزيل إشكالها ويحلها، ولكن الخطأ إما من نقص العلم أو الفهم وهذا قصور، أو نقص التدبر وهذا تقصير.
أما إذا وفق الإنسان بالعلم والفهم وبذل الجهد في الوصول إلى الحق; فلا بد أن يصل إليه حتى في المعاملات، قال تعالى: ﴿أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ﴾، [النساء: من الآية٨٢]، وقال تعالى: ﴿أَفَلَمْ يَدَّبَّرُوا الْقَوْلَ﴾، [المؤمنون: من الآية٦٨]، وقال تعالى: ﴿كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ﴾، [صّ: من الآية٢٩]، وقال تعالى: ﴿وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ﴾، [النحل: من الآية٨٩]، فكل شيء يحتاجه الإنسان في دينه أو دنياه; فإن القرآن بينه بيانا شافيا.

......................................................................

_________
ومن سن قوانين تخالف الشريعة وادعى أنها من المصالح المرسلة; فهو كاذب في دعواه لأن المصالح المرسلة والمقيدة إن اعتبرها الشرع ودل عليها فهي حق ومن الشرع، وإن لم يعتبرها; فليست مصالح، ولا يمكن أن تكون كذلك، ولهذا كان الصواب أنه ليس هناك دليل يسمى بالمصالح المرسلة، بل ما اعتبره الشرع; فهو مصلحة، وما نفاه; فليس بمصلحة، وما سكت عنه; فهو عفو.
والمصالح المرسلة توسع فيها كثير من الناس; فأدخل فيها بعض المسائل المنكرة من البدع وغيرها; كعيد ميلاد الرسول، فزعموا أن فيه شحذا للهمم وتنشيطا للناس لأنهم نسوا ذكر رسول الله (وهذا باطل; لأن جميع المسلمين في كل صلاة يشهدون أن محمدا عبده ورسوله ويصلون عليه.
والذي لا يحيى قلبه بهذا وهو يصلي بين يدي ربه كيف يحيا قلبه بساعة يؤتى فيها بالقصائد الباطلة التي فيها من الغلو ما ينكره رسول الله ﷺ؟! فهذه مفسدة وليست بمصلحة.
فالمصالح المرسلة وإن وضعها بعض أهل العلم المجتهدين الكبار; فلا شك أن مرادهم نصر الله ورسوله، ولكن استخدمت هذه المصالح في غير ما أراده أولئك العلماء وتوسع فيها، وعليه; فإنها تقاس بالمعيار الصحيح، فإن اعتبرها الشرع قبلت، وإلا; فكما قال الإمام مالك: (كل أحد يؤخذ من قوله ويرد إلا صاحب هذا القبر (وهناك قواعد كليات تطبق عليها الجزئيات.
وليعلم أنه يجب على الإنسان أن يتقي ربه في جميع الأحكام; فلا يتسرع في البت بها خصوصا في التكفير الذي صار بعض أهل الغيرة والعاطفة يطلقونه بدون تفكير ولا روية، مع أن الإنسان إذا كفر شخصا،

......................................................................

_________
ولم يكن الشخص أهلا له; عاد ذلك إلى قائله، وتكفير الشخص يترتب عليه أحكام كثيرة; فيكون مباح الدم والمال، ويترتب عليه جميع أحكام الكفر، وكما لا يجوز أن نطلق الكفر على شخص معين حتى يتبين شروط التكفير في حقه يجب أن لا نجبن عن تكفير من كفره الله ورسوله، ولكن يجب أن نفرق بين المعين وغير المعين; فالمعين يحتاج الحكم بتكفيره إلى أمرين:
١- ثبوت أن هذه الخصلة التي قام بها مما يقتضي الكفر.
٢- انطباق شروط التكفير عليه، وأهمها العلم بأن هذا مكفر، فإن كان جاهلا; فإنه لا يكفر، ولهذا ذكر العلماء أن من شروط إقامة الحد: أن يكون عالما بالتحريم، هذا وهو إقامة حد وليس بتكفير، والتحرز من التكفير أولى وأحرى. قال تعالى: ﴿رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ﴾، [النساء: من الآية١٦٥]، وقال تعالى: ﴿وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا﴾، [الإسراء: من الآية١٥]، وقال تعالى: ﴿وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِلَّ قَوْمًا بَعْدَ إِذْ هَدَاهُمْ حَتَّى يُبَيِّنَ لَهُمْ مَا يَتَّقُونَ﴾، [التوبة: من الآية١١٥]، ولا بد مع توفر الشروط من عدم الموانع، فلو قام الشخص بما يقتضي الكفر إكراها أو ذهولا لم يكفر; لقوله تعالى: ﴿مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْأِيمَانِ﴾، [النحل: من الآية١٠٦] ; ولقول الرجل الذي وجد دابته في مهلكه: (اللهم! أنت عبدي وأنا ربك; أخطأ من شدة الفرح «١)؛ فلم يؤاخذ بذلك.
_________
(١) أخرجه البخاري في (الدعوات، باب التوبة/٤/١٥٤)، ومسلم في (التوبة، باب في الحض على التوبة/٤/٢١٠٣) ; من حديث أنس ﵁.

فيه مسائل:

الأولى: (تفسير آية النور) .

الثانية: (تفسير آية براءة) .

الثالثة: التنبيه على معنى العبادة التي أنكرها عدي.

الرابعة: تمثيل ابن عباس بأبي بكر وعمر، وتمثيل أحمد بسفيان.

_________
قوله: "فيه مسائل":
الأولى: تفسير آية النور: وهي قوله تعالى: ﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾، [النور: من الآية٦٣]، وسبق تفسيرها.
الثانية: تفسير آية براءة: وهي قوله تعالى: ﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾، [التوبة: من الآية٣١]، الآية، وقد سبق ذلك.
الثالثة: التنبيه على معنى العبادة التي أنكرها عدي: لأن العبادة هي التعبد لهم بالطاعة، والتذلل لهم بالركوع والسجود والنذر وما أشبهه، لكن بين (المراد من عبادتهم بأنها طاعتهم في تحليل الحرام وتحريم الحلال.
الرابعة: تمثيل ابن عباس بأبي بكر وعمر وتمثيل أحمد بسفيان: أي: إذا كان أبو بكر وعمر لا يمكن أن يعارض قول النبي (بقولهما; فما بالك بمن عارض قوله النبي (بقول من دونهما؟! فهو أشد وأقبح، وكذلك مثل الإمام أحمد بسفيان الثوري وأنكر على من أخذ برأيه وترك ما صح به الإسناد عن رسول الله (واستدل بقوله تعالى: ﴿فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ﴾، الآية، [النور: من الآية٦٣] .

الخامسة: تحول الأحوال إلى هذه الغاية، حتى صار عند الأكثر عبادة الرهبان هي أفضل الأعمال، وتسمى الولاية، وعبادة الأحبار هي العلم والفقه، ثم تغيرت الأحوال إلى أن عبد من دون الله من ليس من الصالحين، وعبد بالمعنى الثاني من هو من الجاهلين.

_________
الخامسة: تحول الأحوال إلى هذه الغاية؛ حتى صار عند الأكثر عبادة الرهبان هي أفضل الأعمال ... إلخ: يقول المؤلف رحمه الله تعالى: تغيرت الأحوال إلى هذه الغاية؛ حتى صار عند الأكثر: عبادة الرهبان هي أفضل الأعمال ...، وهذا لا شك أنه أشد من معارضة قول الرسول (بقول أبي بكر وعمر، ثم قال: " ثم تغيرت الأحوال إلى أن عبد من دون الله من ليس من الصالحين"; أي: يركع ويسجد له، ويعظم تعظيم الرب، ويوصف بما لا يستحق، وهذا يوجد عند كثير من الشعراء الذين يمدحون الملوك والوزراء وهم لا يستحقون أن يكونوا بمنزلة أبي بكر وعمر.
ثم قال: "وعبد بالمعنى الثاني": وهو الطاعة والاتباع " من هو من الجاهلين"; فأطيع الجاهل في تحليل ما حرم الله وتحريم ما أحل الله، كما يوجد في بعض النظم والقوانين المخالفة للشريعة الإسلامية; فإن واضعيها جهال لا يعرفون من الشريعة ولا الأديان شيئا، فصاروا يعبدون بهذا المعنى، فيطاعون في تحليل ما حرم الله، وتحريم ما أحل الله.
وهذا في زمان المؤلف; فكيف بزماننا؟! وقد قال النبي (فيما رواه البخاري عن أنس بن مالك (لا يأتي زمان على الناس إلا وما بعده شر منه، حتى تلقوا ربكم (١)، وقال النبي (للصحابة:
_________
(١) أخرجه البخاري في (الفتن، باب لا يأتي زمان إلا الذي بعده شر منه/٤/٣١٥) من حديث أنس بن مالك ﵁.

......................................................................

_________
(ومن يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا) (١)، وعصر الصحابة أقرب إلى الهدى من عصر من بعدهم، والناس لا يحسون بالتغير; لأن الأمور تأتي رويدا رويدا، ولو غاب أحد مدة طويلة ثم جاء; لوجد التغير الكثير المزعج - نسأل الله السلامة -، فعلينا الحذر، وأن نعلم أن شرع الله يجب أن يحمى، وأن يصان، ولا يطاع أحد في تحليل ما حرم الله، أو تحريم ما أحل الله أبدا مهما كانت منزلته، وأن الواجب أن نكون عبادا لله (، تذللا وتعبدا وطاعة.
_________
(١) سبق تخريجه (ص ١٥١) .

باب قول الله تعالى: ﴿ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك﴾

باب قول الله تعالى: ﴿ألم تر إلى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك﴾

...

باب قوله تعالى:

﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالًا بَعِيدًا﴾، الآيات، [النساء:٦٠] .

.......................................................................

_________
هذا الباب له صلة قوية بما قبله; لأن ما قبله فيه حكم من أطاع العلماء والأمراء في تحليل ما حرم الله أو تحريم ما أحل الله، وهذا فيه الإنكار على من أراد التحاكم إلى غير الله ورسوله وقد ذكر الشيخ ﵀ فيه أربع آيات:
الآية الأولى ما جعلها ترجمة للباب، وهي قوله تعالى:
" ألم تر": الاستفهام يراد به التقرير والتعجب من حالهم، والخطاب للنبي (.
قوله: ﴿يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ﴾، هذا يعين أن يكون الخطاب للنبي (هنا، ولم يقل الذين آمنوا; لأنهم لم يؤمنوا، بل يزعمون ذلك وهم كاذبون. والذي أنزل إلى النبي (الكتاب والحكمة، قال تعالى: ﴿وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ﴾، [النساء: من الآية١١٣]، قال المفسرون: الحكمة السنة، وهم يزعمون أنهم آمنوا بذلك، لكن أفعالهم تكذب أقوالهم؛

......................................................................

_________
حيث يريدون أن يتحاكموا إلى الطاغوت لا إلى الله ورسوله.
قوله: "إلى الطاغوت": صيغة مبالغة من الطغيان; ففيه اعتداء وبغي، والمراد به هنا كل حكم خالف حكم الله ورسوله، وكل حاكم يحكم بغير ما أنزل الله على رسوله، أما الطاغوت بالمعنى الأعم; فقد حده ابن القيم بأنه: "كل ما تجاوز العبد به حده من معبود أو متبوع أو مطاع"، وقد تقدم الكلام عليه في أول كتاب التوحيد١.
قوله: ﴿وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ﴾، أي: أمرهم الله بالكفر بالطاغوت أمرا ليس فيه لبس ولا خفاء، فمن أراد التحاكم إليه; فهذه الإرادة على بصيرة; إذ الأمر قد بين لهم.
قوله: "ويريد الشيطان": جنس يشمل شياطين الإنس والجن.
قوله: ﴿أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالًا بَعِيدًا﴾، أي: يوقعهم في الضلال البعيد عن الحق، ولكن لا يلزم من ذلك أن ينقلهم إلى الباطل مرة واحدة، ولكن بالتدريج.
فقوله: "بعيدا" أي: ليس قريبا، لكن بالتدريج شيئا فشيئا؛ حتى يوقعهم في الضلال البعيد.
قوله: ﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ﴾، أي: قال لهم الناس: أقبلوا " إلى ما أنزل الله" من القرآن "وإلى الرسول" نفسه في حياته، وسنته بعد وفاته، والمراد هنا الرسول ﷺ نفسه في حياته.
قوله: ﴿رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا﴾، الرؤية هنا رؤية
_________
١سبق في المجلد الأول. ص

......................................................................

_________
حال، لا رؤية بصر، بدليل قوله: " تعالوا"; فهي تدل على أنهم ليسوا حاضرين عنده. والمعنى: كأنما تشاهدهم.
وقوله: "يصدون عنك صدودا": يعرضون عنك إعراضا.
وقوله: "رأيت المنافقين": إظهار في موضع الإضمار لثلاث فوائد:
الأولى: أن هؤلاء الذين يزعمون الإيمان كانوا منافقين.
الثانية: أن هذا لا يصدر إلا من منافق; لأن المؤمن حقا لا بد أن ينقاد لأمر الله ورسوله بدون صدود.
الثالثة: التنبيه; لأن الكلام إذا كان على نسق واحد قد يغفل الإنسان عنه، فإذا تغير، حصل له انتباه.
وقوله: "رأيت المنافقين" جواب "إذا"، وكلمة "صد" تستعمل لازمة; أي: يوصف بها الشخص ولا يتعداه إلى غيره، ومصدرها صدود; كما في هذه الآية، ومتعدية; أي: صد غيره، ومصدرها صد; كما في قوله تعالى: ﴿وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ﴾، [الفتح: من الآية٢٥] .
وقوله: ﴿فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا﴾، [النساء:٦٢]، الاستفهام هنا يراد به التعجب; أي: كيف حالهم إذا أصابتهم مصيبة، والمصيبة هنا تشمل المصيبة الشرعية والدنيوية لعدم تضاد المعنيين.
فالدنيوية مثل: الفقر، والجدب، وما أشبه ذلك، فيأتون يشكون إلى النبي ﷺ فيقولون: أصابتنا هذه المصائب ونحن ما أردنا إلا الإحسان والتوفيق.

.................

_________
والشرعية: إذا أظهر الله رسوله على أمرهم; خافوا وقالوا: يا رسول الله! ما أردنا إلا الإحسان والتوفيق.
قوله: ﴿بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ﴾، الباء: هنا للسببية، و"ما" اسم موصول، و"قدمت" صلته، والعائد محذوف تقديره بما قدمته أيديهم، وفي اللغة العربية يطلق هذا التعبير باليد ويراد به نفس الفاعل; أي: بما قدموه من الأعمال السيئة.
وقوله: ﴿إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا﴾، "إن" بمعنى: "ما"; أي: ما أردنا إلا إحسانا بكوننا نسلم من الفضيحة والعار، وتوفيقا بين المؤمنين والكافرين أو بين طريق الكفر وطريق الإيمان; أي: نمشي معكم ونمشي مع الكفار، وهذه حال المنافقين; فهم قالوا: أردنا أن نحسن المنهج والمسلك مع هؤلاء وهؤلاء ونوفق بين الطرفين.
قوله: ﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ﴾، [النساء: من الآية٦٣]، توعدهم الله بأنه يعلم ما في قلوبهم من النفاق والمكر والخداع; فالله علام الغيوب، قال تعالى: ﴿وَلَقَدْ خَلَقْنَا الِْإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ﴾، [قّ: من الآية١٦]، بل إن الله أعلم منك بما فيك، قال تعالى: ﴿وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ﴾، [الأنفال: من الآية٢٤]، وهذا من أعظم ما يكون من العلم والخبرة، أن الله يحول بين المرء وقلبه، ولهذا قيل لأعرابي: "بم عرفت ربك؟ قال: بنقض العزائم، وصرف الهمم".
فالإنسان يعزم على الشيء ثم لا يدري إلا وعزيمته منتقضة، بدون سبب ظاهر.
قوله: "فأعرض عنهم": وهذا من أبلغ ما يكون من الإهانة والاحتقار.

............................................................................................

_________
قوله: "وعظهم": أي: ذكرهم وخوفهم، لكن لا تجعلهم أكبر همك; فلا تخفهم، وقم بما يجب عليك من الموعظة لتقوم عليهم الحجة.
قوله: ﴿وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا﴾، اختلف المفسرون فيها على ثلاثة أقوال:
الأول: أن الجار والمجرور في أنفسهم متعلق ببليغ; أي: قل لهم قولا بليغا في أنفسهم; أي: يبلغ في أنفسهم مبلغا مؤثرا.
الثاني: أن المعنى: انصحهم سرا في أنفسهم.
الثالث: أن المعنى: قل لهم في أنفسهم (أي: في شأنهم وحالهم) قولا بليغا في قلوبهم يؤثر عليها، والصحيح أن الآية تشمل المعاني الثلاثة; لأن اللفظ صالح لها جميعا، ولا منافاة بينها، وهذه قاعدة في التفسير ينبغي التنبه لها، وهي أن المعاني المحتملة للآية والتي قال بها أهل العلم، إذا كانت الآية تحتملها وليس بينها تعارض: فإنه يؤخذ بجميع المعاني.
وبلاغة القول تكون في أمور:
الأول: هيئة المتكلم بأن يكون إلقاؤه على وجه مؤثر.
وكان النبي ﷺ إذا خطب; احمرت عيناه، وعلا صوته، واشتد غضبه؛ حتى كأنه منذر جيشا، يقول: صبحكم ومساكم١.
الثاني: أن تكون ألفاظه جزلة، مترابطة، محددة الموضوع.
_________
١أخرجه مسلم في (الجمعة، باب تخفيف الصلاة والخطبة/٢/٥٩٢) من حديث جابر بن عبد الله ﵁.

قوله: ﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ﴾، [البقرة:١١] .

_________
الثالث: أن يبلغ من الفصاحة غايتها بحسب الإمكان، بأن يكون كلامه: سليم التركيب، موافقا للغة العربية، مطابقا لمقتضى الحال.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية: "إن هذه الآيات تنطبق تماما على أهل التحريف والتأويل في صفات الله; لأن هؤلاء يقولون: إنهم يؤمنون بالله ورسوله، وإذا قيل لهم تعالوا إلى ما أنزل الله وإلى الرسول; يعرضون، ويصدون، ويقولون: نذهب إلى فلان وفلان، وإذا اعترض عليهم; قالوا: نريد الإحسان والتوفيق، وأن نجمع بين دلالة العقل ودلالة السمع". ذكره ﵀ في "الفتوى الحموية".
الآية الثانية قوله تعالى: ﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ﴾: الإفساد في الأرض نوعان:
الأول: إفساد حسي مادي، وذلك مثل هدم البيوت وإفساد الطرق وما أشبه ذلك.
الثاني: إفساد معنوي، وذلك بالمعاصي; فهي من أكبر الفساد في الأرض، قال تعالى: ﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾، [الروم:٤١]، وقال تعالى: ﴿وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ﴾، [الشورى:٣٠]، وقال تعالى: ﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ

وقوله: ﴿وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا﴾، [الأعراف: من الآية٥٦] .

_________
وَالأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾، الأعراف: من الآية٩٦] .وقال تعالى: ﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ، وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ﴾، [المائدة: الآية٦٥-٦٦] .
قوله: "إنما نحن مصلحون": وهذه دعوى من أبطل الدعاوى، حيث قالوا: ما حالنا وما شأننا إلا الإصلاح. ولهذا قال تعالى: ﴿أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ﴾، [البقرة: من الآية١٢]، "ألا": أداة استفتاح، والجملة مؤكدة بأربع مؤكدات، وهي: "ألا"، و"إن"، وضمير الفصل "هم"، والجملة الاسمية; فالله قابل حصرهم بأعظم منه; فهؤلاء الذين يفسدون في الأرض ويدعون الإصلاح؛ هم المفسدون حقيقة لا غيرهم.
ومناسبة الآية للباب ظاهرة، وذلك أن التحاكم إلى غير ما أنزل الله من أكبر أسباب الفساد في الأرض.
الآية الثالثة قوله تعالى: ﴿وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ﴾؛ يشمل الفساد المادي والمعنوي كما سبق.
قوله: "بعد إصلاحها": من قبل المصلحين، ومن ذلك الوقوف ضد دعوة أهل العلم، والوقوف ضد دعوة السلف، وضد من ينادي بأن يكون الحكم بما في كتاب الله وسنة رسوله ﷺ.
وقوله: "بعد إصلاحها": من باب تأكيد اللوم والتوبيخ; إذ كيف يفسد الصالح وهذا غاية ما يكون من الوقاحة، والخبث، والشر! فالإفساد

وقوله: ﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ﴾، الآية، [المائدة: من الآية٥٠] .

_________
بعد الإصلاح أعظم وأشد من أن يمضي الإنسان في فساده قبل الإصلاح، وإن كان المطلوب هو الإصلاح بعد الفساد.
ومناسبة الآية للباب: أن التحاكم إلى ما أنزل الله هو الإصلاح، وأن التحاكم إلى غيره هو الإفساد.
الآية الرابعة قوله تعالى: ﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ﴾، الاستفهام للتوبيخ، و"حكم": مفعول مقدم ل "يبغون"، وقدم لإفادة الحصر، والمعنى: أفلا يبغون إلا حكم الجاهلية.
و"يبغون": يطلبون، والإضافة في قوله: "أفحكم الجاهلية" تحتمل معنيين:
أحدهما: أن يكون المعنى: أفحكم أهل الجاهلية الذين سبقوا الرسالة يبغون، فيريدون أن يعيدوا هذه الأمة إلى طريق الجاهلية التي أحكامها معروفة، ومنها: البحائر، والسوائب، وقتل الأولاد.
ثانيها: أن يكون المعنى: أفحكم الجهل الذي لا يبنى على العلم يبغون، سواء كانت عليه الجاهلية السابقة أم لم تكن، وهذا أعم.
والإضافة للجاهلية تقتضي التقبيح والتنفير، وكل حكم يخالف حكم الله; فهو جهل وجهالة.
فإن كان مع العلم بالشرع; فهو جهالة، وإن كان مع خفاء الشرع; فهو جهل، والجهالة هي العمل بالخطأ سفها لا جهلا، قال تعالى: ﴿إِنَّمَا التَّوْبَةُ

......................................................................

_________
عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ﴾، [النساء: من الآية١٧]، وأما من يعمل السوء بجهل فلا ذنب عليه، لكن عليه أن يتعلم. قوله: ﴿وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا﴾، "من": اسم استفهام بمعنى النفي; أي: لا أحد أحسن من الله حكما، وهذا النفي مشرب معنى التحدي; فهو أبلغ من قول: لا أحسن من الله حكما; لأنه متضمن للنفي وزيادة.
وقوله: "حكما": تمييز; لأنه بعد اسم التفضيل، وهو مبهم; فبين هذا التمييز المبهم وميزه. والحكم هنا يشمل الكوني والشرعي.
فإن قيل: يوجد في الأحكام الكونية ما هو ضار مثل الزلازل والفيضانات وغيرها; فأين الحسن في ذلك؟
أجيب: أن الغايات المحمودة في هذه الأمور تجعلها حسنة، كما يضرب الإنسان ولده تربية له، فيعد هذا الضرب فعلا حسنا; فكذلك الله يصيب بعض الناس بهذه المصائب لتربيتهم، قال تعالى في القرية التي قلب الله أهلها قردة خاسئين: ﴿فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ﴾، [البقرة:٦٦]، وهذا الحسن في حكم الله ليس بينا لكل أحد، كما قال تعالى: "لقوم يوقنون"، وكلما ازداد العبد يقينا وإيمانا ازداد معرفة بحسن أحكام الله، وكلما نقص إيمانه ويقينه ازداد جهلا بحسن أحكام الله، ولذلك تجد أهل العلم الراسخين فيه إذا جاءت الآيات المتشابهات بينوا وجه ذلك بأكمل بيان ولا يرون في ذلك تناقضا، وعلى هذا; فإنه يتبين قوة الإيمان واليقين بحسب ما حصل للإنسان من معرفته بحسن أحكام الله الكونية والشرعية.

وعن عبد الله بن عمر; أن رسول الله ﷺ قال: " لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت به "١........................................

_________
وقوله: ﴿وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾؛ خبر لا يدخله الكذب ولا النسخ إطلاقا، ولذلك هدى الله الذين آمنوا لما اختلفوا فيه من الحق بإذنه، فجمعوا بين المتشابهات والمختلفات من النصوص، وقالوا: ﴿كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا﴾، [آل عمران: من الآية٧]، وعرفوا حسن أحكام الله تعالى، وأنها أحسن الأحكام وأنفعها للعباد وأقومها لمصالح الخلق في المعاش والمعاد; فلم يرضوا عنها بديلا.
قوله في حديث عبد الله بن عمر: "لا يؤمن أحدكم ": أي: إيمانا كاملا، إلا إذا كان لا يهوى ما جاء به النبي ﷺ بالكلية; فإنه ينتفي عنه الإيمان بالكلية، لأنه إذا كره ما أنزل الله فقد حبط عمله لكفره، قال تعالى: ﴿ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ﴾، [محمد:٩] .
قوله: " حتى يكون هواه تبعا لما جئت به ": الهوى بالقصر هو: الميل، وبالمد هو: الريح، والمراد الأول.
و"حتى": للغاية، والذي جاء به النبي ﷺ هو القرآن والسنة.
وإذا كان هواه تبعا لما جاء به النبي ﷺ لزم من ذلك أن يوافقه تصديقا بالأخبار، وامتثالا للأوامر، واجتنابا للنواهي.
واعلم أن أكثر ما يطلق الهوى على هوى الضلال لا على هوى
_________
١أخرجه ابن أبي عاصم في "السنة" (١٥)، والخطيب في "التاريخ" (٤/٣٦٩)، والبغوي في "شرح السنة" (١/٢١٢)، وابن الجوزي في "ذم الهوى" (ص ١٨) . وانظر: كلام ابن رجب على سند الحديث في "جامع العلوم والحكم" حديث رقم (٤١) .

قال النووي: " حديث صحيح، رويناه في كتاب " الحجة"، بإسناد صحيح"١.

وقال الشعبي: " كان بين رجل من المنافقين ورجل من اليهود

_________
الإيمان، قال تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ﴾، [الجاثية: من الآية٢٣]، وقال تعالى: ﴿وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ﴾، [محمد: من الآية١٤]، وغيرها من الآيات الدالة على ذم من اتبع هواه، ولكن إذا كان الهوى تبعا لما جاء به النبي ﷺ كان محمودا، وهو من كمال الإيمان.
وقد سبق بيان أن من اعتقد أن حكم غير الله مساو لحكم الله، أو أحسن، أو أنه يجوز التحاكم إلى غير الله; فهو كافر. وأما من لم يكن هواه تبعا لما جاء به النبي ﷺ فإن كان كارها له; فهو كافر، وإن لم يكن كارها ولكن آثر محبة الدنيا على ذلك; فليس بكافر، لكن يكون ناقص الإيمان.
قوله: "قال النووي: حديث صحيح": صححه النووي وغيره، وضعفه جماعة من أهل العلم، منهم ابن رجب في كتابه "جامع العلوم والحكم"، ولكن معناه صحيح.
قوله في أثر الشعبي: "وقال الشعبي": أي: في تفسير الآية.
قوله: "رجل من المنافقين": هو من يظهر الإسلام ويبطن الكفر، وسمي منافقا من النافقاء، وهي جحر اليربوع، واليربوع له جحر له باب وله نافقاء - أي يحفر في الأرض خندقا حتى يصل منتهى جحره ثم يحفر إلى أعلى، فإذا بقي شيء قليل بحيث يتمكن من دفعه برأسه توقف -، فإذا حجر عليه من الباب خرج من النافقاء.
قوله: "ورجل من اليهود": اليهود هم المنتسبون إلى دين موسى
_________
١"الأربعون النووية" (حديث رقم ٤١) .

خصومة، فقال اليهودي: نتحاكم إلى محمد; عرف أنه لا يأخذ الرشوة، وقال المنافق: نتحاكم إلى اليهود; لعلمه أنهم يأخذون الرشوة، فاتفقا أن يأتيا كاهنا في جهينة، فيتحاكما إليه، فنزلت: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ﴾، الآية، [النساء: من الآية٦٠] "١.

_________
﵇، وسموا بذلك إما من قوله تعالى: ﴿إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ﴾، أي: رجعنا، أو نسبة إلى أبيهم يهوذا، ولكن بعد التعريب صار بالدال.
قوله: "إلى محمد": أي: النبي ﷺ ولم يذكره بوصف الرسالة; لأنهم لا يؤمنون برسالته، ويزعمون أن النبي الموعود به سيأتي.
قوله: "عرف أنه لا يأخذ الرشوة": تعليل لطلب التحاكم إلى النبي ﷺ. والرشوة: مثلثة الراء; فيجوز الرِّشوة، والرَّشوة، والرُّشوة.
والرشوة هي: المال المدفوع للتوصل إلى شيء.
قال أهل العلم: "لا تكون محرمة إلا إذا أراد الإنسان أن يتوصل بها إلى باطل أو دفع حق، أما من بذلها ليتوصل بها إلى حق له منع منه أو ليدفع بها باطلا عن نفسه; فليست حراما على الباذل، أما على آخذها; فحرام".
قوله: "فاتفقا أن يأتيا كاهنا في جهينة": كأنه صار بينهما خلاف، وأبى المنافق أن يتحاكما إلى النبي ﷺ.
والكاهن: من يدعي علم الغيب في المستقبل، وكان للعرب كهان تنزل عليهم الشياطين بخبر السماء، فيقولون: سيحدث كذا وكذا، فربما أصابوا مرة من المرات، وربما أخطئوا، فإذا أصابوا ادعوا علم الغيب،
_________
١أخرجه ابن جرير (٥/٩٧) عن الشعبي مرسلا.

وقيل: " نزلت في رجلين اختصما، فقال أحدهما: نترافع إلى النبي ﷺ وقال الآخر: إلى كعب بن الأشرف، ثم ترافعا إلى عمر، فذكر له أحدهما القصة، فقال للذي لم يرض برسول الله ﷺ أكذلك؟ قال: نعم. فضربه بالسيف فقتله"١.

_________
فكان العرب يتحاكمون إليهم; فنزل قوله تعالى: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ﴾، الآية.
قوله: "وقيل": ذكر هذه القصة بصيغة التمريض، لكن ذكر في "تيسير العزيز الحميد" أنها رويت من طرق متعددة، وأنها مشهورة متداولة بين السلف والخلف تداولا يغني عن الإسناد، ولها طرق كثيرة ولا يضرها ضعف إسنادها. اه.
قوله: "رجلين": هما مبهمان; فيحتمل أن يكونا من المسلمين المؤمنين، ويحتمل أن يكونا من المنافقين، ويحتمل غير ذلك.
قوله: "إلى كعب بن الأشرف": وهو رجل من زعماء بني النضير.
قوله: "أكذلك": خبر لمبتدأ محذوف، التقدير: أكذلك الأمر.
قوله: "فضربه بالسيف": الضارب عمر.
وهذه القصة والتي قبلها تدل على أن من لم يرض بحكم رسول الله ﷺ كافر يجب قتله، ولهذا قتله عمر ﵁.
_________
١علقه الواحدي في "أسباب النزول" (ص١٠٧، ١٠٨)، والبغوي في "تفسيره" (١/٥٥٢)، وقد أشار الإمام الشيخ محمد بن عبد الوهاب إلى ضعفه بقوله: "وقيل ... ". وانظر: "تيسير العزيز" (ص٥٧٣) .

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية النساء وما فيها من الإعانة على فهم الطاغوت.

الثانية: تفسير آية البقرة: ﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ﴾، [البقرة: من الآية١١]، الآية.

_________
فإن قيل: كيف يقتله عمر ﵁ والأمر إلى الإمام وهو النبي ﷺ؟
أجيب: أن الظاهر أن عمر لم يملك نفسه لقوة غيرته فقتله; لأنه عرف أن هذا ردة عن الإسلام، وقد قال النبي ﷺ "من بدل دينه فاقتلوه"١.
فيه مسائل:
الأولى: "تفسير آية النساء وما فيها من الإعانة على فهم الطاغوت": وهي قوله تعالى: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ﴾، [النساء: من الآية٦٠] .
وقوله: "وما فيها من الإعانة على فهم الطاغوت": أي: أن الطاغوت مشتق من الطغيان، وإذا كان كذلك; فيشمل كل ما تجاوز به العبد حده من متبوع أو معبود أو مطاع; فالأصنام والأمراء والحكام الذين يحلون الحرام ويحرمون الحلال طواغيت.
الثانية: تفسير آية البقرة: ﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا
_________
١أخرجه البخاري في (الجهاد، باب لا يعذب بعذاب الله/٤/٣٦٣) من حديث ابن عباس.

الثالثة: تفسير آية الأعراف: ﴿وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا﴾، [الأعراف: من الآية٥٦] .

الرابعة: تفسير ﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ﴾، [المائدة: من الآية٥٠] .

الخامسة: ما قال الشعبي في سبب نزول الآية الأولى.

السادسة: تفسير الإيمان الصادق والكاذب.

السابعة: قصة عمر مع المنافق.

_________
إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ﴾، [البقرة: من الآية١١]: ففيها دليل على أن النفاق فساد في الأرض; لأنها في سياق المنافقين، والفساد يشمل جميع المعاصي.
الثالثة: تفسير آية الأعراف: ﴿وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا﴾، وقد سبق.
الرابعة: تفسير ﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ﴾، وقد سبق ذلك، وقد بينا أن المراد بحكم الجاهلية كل ما خالف الشرع، وأضيف للجاهلية للتنفير منه وبيان قبحه، وأنه مبني على الجهل والضلال.
الخامسة: ما قال الشعبي في سبب نزول الآية الأولى: وقد سبق.
السادسة: تفسير الإيمان الصادق والكاذب: فالإيمان الصادق يستلزم الإذعان التام والقبول والتسليم لحكم الله ورسوله، والإيمان الكاذب بخلاف ذلك.
السابعة: قصة عمر مع المنافق: حيث جعل عدوله عن الترافع إلى النبي ﷺ مبيحا لقتله لردته، وأقدم على قتله لقوة غيرته فلم يملك نفسه.

الثامنة: كون الإيمان لا يحصل لأحد حتى يكون هواه تبعا لما جاء به الرسول ﷺ.

_________
الثامنة: كون الأيمان لا يحصل لأحد حتى يكون هواه تبعا لما جاء به الرسول ﷺ وهذا واضح من الحديث.

باب من جحد شيئا من الأسماء والصفات

باب: من جحد شيئا من الأسماء والصفات:

.......................................................................

_________
الجحد: الإنكار، والإنكار نوعان:
الأول: إنكار تكذيب، وهذا كفر بلا شك، فلو أن أحدا أنكر اسما من أسماء الله أو صفة من صفاته الثابتة في الكتاب والسنة، مثل أن يقول: ليس لله يد، أو أن الله لم يستو على عرشه، أو ليس له عين، فهو كافر بإجماع المسلمين; لأن تكذيب خبر الله ورسوله كفر مخرج عن الملة بالإجماع.
الثاني: إنكار تأويل، وهو أن لا ينكرها، ولكن يتأولها إلى معنى يخالف ظاهرها، وهذا نوعان:
١- أن يكون للتأويل مسوغ في اللغة العربية; فهذا لا يوجب الكفر.
٢- أن لا يكون له مسوغ في اللغة العربية; فهذا حكمه الكفر؛ لأنه إذا لم يكن له مسوغ صار في الحقيقة تكذيبا، مثل أن يقول: المراد بقوله تعالى: ﴿تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا﴾، [القمر: من الآية١٤]، تجري بأراضينا; فهذا كافر لأنه نفاها نفيا مطلقا، فهو مكذب.
ولو قال في قوله تعالى: ﴿بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ﴾، [المائدة: من الآية٦٤]، المراد بيديه: السماوات والأرض; فهو كفر أيضا لأنه لا مسوغ له في اللغة العربية، ولا هو مقتضى الحقيقة الشرعية; فهو منكر ومكذب، لكن إن

......................................................................

_________
قال: المراد باليد النعمة أو القوة; فلا يكفر لأن اليد في اللغة تطلق بمعنى النعمة، قال الشاعر:
وكم لظلام الليل عندك من يد ... تحدث أن المانوية تكذب
فقوله: "من يد"; أي: من نعمة; لأن المانوية يقولون: إن الظلمة لا تخلق الخير، وإنما تخلق الشر.
قوله: "من الأسماء": جمع اسم، واختلف في اشتقاقه:
فقيل: من السمو، وهو الارتفاع، ووجه هذا أن المسمى يرتفع باسمه ويتبين ويظهر.
وقيل: من السمة وهي العلامة، ووجهه: أنه علامة على مسماه.
والراجح أنه مشتق من كليهما.
والمراد بالأسماء هنا: أسماء الله ﷿، وبالصفات صفات الله ﷿، والفرق بين الاسم والصفة أن الاسم ما تسمى به الله، والصفة ما اتصف به.
البحث في أسماء الله:
المبحث الأول١:
أن أسماء الله أعلام وأوصاف، وليست أعلاما محضة; فهي من حيث دلالتها على ذات الله تعالى أعلام، ومن حيث دلالتها على الصفة التي يتضمنها هذا الاسم أوصاف، بخلاف أسمائنا; فالإنسان يسمي ابنه محمدا وعليا دون أن يلحظ معنى الصفة، فقد يكون اسمه عليا وهو من أوضع الناس، أو عبد الله وهو من أكفر الناس، بخلاف أسماء الله; لأنها متضمنة للمعاني، فالله هو العلي لعلو ذاته وصفاته، والعزيز يدل على العزة، والحكيم يدل على الحكمة، وهكذا.
_________
١انظر: (باب احترام أسماء الله تعالى) .

......................................................................

_________
ودلالة الاسم على الصفة تنقسم إلى ثلاثة أقسام:
الأول: دلالة مطابقة، وهي دلالته على جميع معناه المحيط به.
الثاني: دلالة تضمن، وهي دلالته على جزء معناه.
الثالث: دلالة التزام، وهي دلالته على أمر خارج لازم.
مثال ذلك: الخالق يدل على ذات الله وحده، وعلى صفة الخلق وحدها دلالة تضمن، ويدل على ذات الله وعلى صفة الخلق فيه دلالة مطابقة، ويدل على العلم والقدرة دلالة التزام.
كما قال الله تعالى: ﴿اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاَطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا﴾، [الطلاق:١٢] ; فعلمنا القدرة من كونه خلق السماوات والأرض، وعلمنا العلم من ذلك أيضا; لأن الخلق لا بد فيه من علم، فمن لا يعلم لا يخلق، وكيف يخلق شيئا لا يعلمه؟!
المبحث الثاني:
أن أسماء الله مترادفة متباينة.
المترادف: ما اختلف لفظه واتفق معناه; والمتباين: ما اختلف لفظه ومعناه; فأسماء الله مترادفة باعتبار دلالتها على ذات الله ﷿ لأنها تدل على مسمى واحد، فالسميع، البصير، العزيز، الحكيم; كلها تدل على شيء واحد هو الله، ومتباينة باعتبار معانيها; لأن معنى الحكيم غير معنى السميع، وغير معنى البصير، وهكذا.
المبحث الثالث:
أسماء الله ليست محصورة بعدد معين، والدليل على ذلك قوله ﷺ

......................................................................

_________
في حديث ابن مسعود الحديث الصحيح المشهور: " اللهم! إني عبدك، ابن عبدك، ابن أمتك ... - إلى أن قال - أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك، أو أنزلته في كتابك، أو علمته أحدا من خلقك، أو استأثرت به في علم الغيب عندك" ١، وما استأثر الله به في علم الغيب لا يمكن أن يعلم به، وما ليس بمعلوم فليس بمحصور.
وأما قوله ﷺ: " إن لله تسعة وتسعين اسما من أحصاها دخل الجنة "٢، فليس معناه أنه ليس له إلا هذه الأسماء، لكن معناه أن من أحصى من أسمائه هذه التسعة والتسعين فإنه يدخل الجنة، فقوله: "من أحصاها" تكميل للجملة الأولى، وليست استئنافية منفصلة، ونظير هذا قول القائل: عندي مئة فرس أعددتها للجهاد في سبيل الله; فليس معناه أنه ليس عنده إلا هذه المئة، بل معناه أن هذه المئة معدة لهذا الشيء.
المبحث الرابع:
الاسم من أسماء الله يدل على الذات وعلى المعنى كما سبق; فيجب علينا أن نؤمن به اسما من الأسماء، ونؤمن بما تضمنه من الصفة، ونؤمن بما تدل عليه هذه الصفة من الأثر والحكم؛ إن كان الاسم متعديا.
_________
١أخرجه: أحمد (١/٣٩١، ٤٥٢)، وابن حبان (٢٣٧٢)، والطبراني في "الكبير" (١٠٣٥٢)، والحاكم (١/ ٥٠٩) - وقال: "صحيح على شرط مسلم إن سلم من إرسال عبد الرحمن بن عبد الله عن أبيه; فإنه مختلف في سماعه من أبيه". وأخرجه أيضا: البيهقي في "الأسماء" (ص ٦) . والحديث صححه ابن القيم; كما في "بدائع الفوائد" (١/ ١٦٦)، وحسنه الحافظ في "تخريج الأذكار"; كما في "الفتوحات الربانية" (٤/ ١٣) .
٢أخرجه: البخاري في (التوحيد، باب إن لله مائة اسم إلا واحدا، ٤/ ٤٨٢)، ومسلم في (الذكر والدعاء، باب في أسماء الله تعالى، ٤/ ٢٠٦٣) ; من حديث أبي هريرة.

.....................................................................

_________
فمثلا: السميع نؤمن بأن من أسمائه تعالى السميع، وأنه دال على صفة السمع، وأن لهذا السمع حكما وأثرا وهو أنه يسمع به; كما قال تعالى: ﴿قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ﴾، [المجادلة:١]، أما إن كان الاسم غير متعد; كالعظيم، والحي، والجليل; فنثبت الاسم والصفة، ولا حكم له يتعدى إليه.
المبحث الخامس:
هل أسماء الله تعالى غيره، أو أسماء الله هي الله؟
إن أريد بالاسم اللفظ الدال على المسمى; فهي غير الله ﷿ وإن أريد بالاسم مدلول ذلك اللفظ; فهي المسمى.
فمثلا: الذي خلق السماوات والأرض هو الله; فالاسم هنا هو المسمى، فليست "اللام- والهاء" هي التي خلقت السماوات والأرض، وإذا قيل: اكتب باسم الله. فكتبت بسم الله; فالمراد به الاسم دون المسمى، وإذا قيل: اضرب زيدا. فضربت زيدا المكتوب في الورقة لم تكن ممتثلا; لأن المقصود المسمى، وإذا قيل: اكتب زيد قائم؛ فالمراد الاسم الذي هو غير المسمى.
البحث في صفات الله:
المبحث الأول:
تنقسم صفات الله إلى ثلاثة أقسام:
الأول: ذاتية ويقال معنوية.
الثاني: فعلية.
الثالث: خبرية.

......................................................................

_________
فالصفات الذاتية: هي الملازمة لذات الله، والتي لم يزل ولا يزال متصفا بها، مثل: السمع والبصر، وهي معنوية; لأن هذه الصفات معاني.
والفعلية: هي التي تتعلق بمشيئته؛ إن شاء فعلها وإن لم يشأ لم يفعلها، مثل: النزول إلى السماء الدنيا، والاستواء على العرش، والكلام من حيث آحاده، والخلق من حيث آحاده، لا من حيث الأصل; فأصل الكلام صفة ذاتية، وكذلك الخلق.
والخبرية: هي أبعاض وأجزاء بالنسبة لنا، أما بالنسبة لله; فلا يقال هكذا، بل يقال: صفات خبرية ثبت بها الخبر من الكتاب والسنة، وهي ليست معنى ولا فعلا، مثل: الوجه، والعين، والساق، واليد.
المبحث الثاني:
الصفات أوسع من الأسماء; لأن كل اسم متضمن لصفة، وليس كل صفة تكون اسما، وهناك صفات كثيرة تطلق على الله وليست من أسمائه; فيوصف الله بالكلام والإرادة، ولا يسمى بالمتكلم أو المريد.
المبحث الثالث:
أن كل ما وصف الله به نفسه; فهو حق على حقيقته، لكن ينزه عن التمثيل والتكييف، أما التمثيل; فلقوله تعالى: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾، [الشورى: من الآية١١]، وقوله: ﴿فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ﴾، [النحل:٧٤] .
والتعبير بنفي التمثيل أحسن من التعبير بنفي التشبيه; لوجوه ثلاثة:
أحدها: أن التمثيل هو الذي جاء به القرآن وهو منفي مطلقا، بخلاف التشبيه; فلم يأت القرآن بنفيه.

......................................................................

_________
الثاني: أن نفي التشبيه على الإطلاق لا يصح ; لأن كل موجودين فلا بد أن يكون بينهما قدر مشترك يشتبهان فيه ويتميز كل واحد بما يختص به; ف: "الحياة" مثلا وصف ثابت في الخالق والمخلوق، فبينهما قدر مشترك، ولكن حياة الخالق تليق به وحياة المخلوق تليق به.
الثالث: أن الناس اختلفوا في مسمى التشبيه، حتى جعل بعضهم إثبات الصفات التي أثبتها الله لنفسه تشبيها، فإذا قلنا من غير تشبيه; فهم هذا البعض من هذا القول نفي الصفات التي أثبتها الله لنفسه.
وأما التكييف; فلا يجوز أن نكيف صفات الله، فمن كيف صفة من الصفات; فهو كاذب عاص، كاذب لأنه قال بما لا علم عنده فيه، عاص لأنه واقع فيما نهى الله عنه وحرمه في قوله تعالى: ﴿وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ﴾، [الإسراء: من الآية٣٦]، وقوله تعالى: ﴿وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ﴾، [البقرة: من الآية١٦٩]، بعد قوله: ﴿قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ﴾، الآية، [الأعراف: من الآية٣٣]، ولأنه لا يمكن إدراك الكيفية; لقوله تعالى: ﴿يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا﴾، [طه:١١٠]، وقوله: ﴿لا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ﴾، [الأنعام: من الآية١٠٣] .
وسواء كان التكييف باللسان تعبيرا أو بالجنان تقديرا، أو بالبنان تحريرا، ولهذا قال مالك ﵀ حين سئل عن كيفية الاستواء: "الكيف مجهول، والسؤال عنه بدعة"، وليس معنى هذا أن لا نعتقد أن لها كيفية، بل لها كيفية، ولكنها ليست معلومة لنا; لأن ما ليس له كيفية ليس بموجود; فالاستواء، والنزول، واليد، والوجه، والعين، لها كيفية، لكننا لا نعلمها; ففرق بين أن نثبت كيفية معينة ولو تقديرا، وبين أن نؤمن بأن لها كيفية غير معلومة، وهذا هو الواجب; فنقول: لها كيفية، لكن غير معلومة.

وقول الله تعالى: ﴿وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ﴾، الآية، [الرعد: من الآية٣٠] .

_________
فإن قيل: كيف يتصور أن نعتقد للشيء كيفية ونحن لا نعلمها؟
أجيب: إنه متصور; فالواحد منا يعتقد أن لهذا القصر كيفية من داخله، ولكن لا يعلم هذه الكيفية إلا إذا شاهدها، أو شاهد نظيرها، أو أخبره شخص صادق عنها.
قوله تعالى: ﴿وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ﴾، الآية.
"وهم": أي: كفار قريش. ﴿يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ﴾، المراد: أنهم يكفرون بهذا الاسم لا بالمسمى، فهم يقرون به، قال تعالى: ﴿وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّه﴾، [لقمان: من الآية٢٥]، وفي حديث سهيل بن عمرو: "لما أراد النبي ﷺ أن يكتب الصلح في غزوة الحديبية قال للكاتب: اكتب بسم الله الرحمن الرحيم، قال سهيل: أما الرحمن; فوالله ما أدري ما هي ولكن اكتب باسمك اللهم"١، وهذا من الأمثلة التي يراد بها الاسم دون المسمى.
وقد قال الله تعالى: ﴿قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى﴾، [الإسراء: من الآية١١٠] ; أي: بأي اسم من أسمائه تدعونه; فإن له الأسماء الحسنى فكل أسمائه حسنى; فادعوا بما شئتم من الأسماء، ويراد بهذه الآية الإنكار على قريش.
وفي الآية دليل على أن من أنكر اسما من أسمائه تعالى فإنه يكفر;
_________
١أخرجه البخاري في (الشروط، باب الشروط في الجهاد/٢/٢٧٩،٢٨٣) .

......................................................................

_________
لقوله تعالى: ﴿وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَنِ﴾، ولأنه مكذب لله ولرسوله، وهذا كفر، وهذا وجه استشهاد المؤلف بهذه الآية.
قوله: ﴿لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ﴾، [الرعد: من الآية٣٠]، خبر "لا" النافية للجنس محذوف، والتقدير: لا إله حق إلا هو، وأما الإله الباطل; فكثير، قال تعالى: ﴿ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ﴾، [لقمان: من الآية٣٠] .
قوله: "عليه توكلت": أي: عليه وحده; لأن تقديم المعمول يدل على الحصر، فإذا قلت مثلا: "ضربت زيدا"; فإنه يدل على أنك ضربته، ولكن لا يدل على أنك لم تضرب غيره، وإذا قلت: "زيدا ضربت" دلت على أنك ضربت زيدا ولم تضرب غيره، وسبق معنى التوكل وأحكامه.
قوله: "وإليه متاب": أي: إلى الله، و"متاب" أصلها متابي، فحذفت الياء تخفيفا، والمتاب بمعنى التوبة; فهو مصدر ميمي; أي: وإليه توبتي.
والتوبة: هي الرجوع إلى الله تعالى من المعصية إلى الطاعة، ولها شروط خمسة:
١- الإخلاص لله تعالى بأن لا يحمل الإنسان على التوبة مراعاة أحد أو محاباته أو شيء من الدنيا.
٢- أن تكون في وقت قبول التوبة، وذلك قبل طلوع الشمس من مغربها، وقبل حضور الموت.
٣- الندم على ما مضى من فعله، وذلك بأن يشعر بالتحسر على ما سبق ويتمنى أنه لم يكن.

وفي " صحيح البخاري": قال علي: "حدثوا الناس بما يعرفون،......

_________
٤- الإقلاع عن الذنب، وعلى هذا، فإذا كانت التوبة من مظالم الخلق; فلا بد من رد المظالم إلى أهلها أو استحلالهم منها.
٥- العزم على عدم العودة.
والتوبة التي لا تكون إلا لله هي توبة العبادة; كما في الآية السابقة، وأما التوبة التي بمعنى الرجوع; فإنها تكون له ولغيره، ومنه قول عائشة حين جاء النبي ﷺ فوجد نمرقة فيها صور، فوقف بالباب ولم يدخل، وقالت: "أتوب إلى الله ورسوله، ماذا أذنبت؟ "١، فليس المراد بالتوبة هنا توبة العبادة; لأن توبة العبادة لا تكون للرسول ﷺ ولا لغيره من الخلق بل لله وحده، ولكن هذه توبة رجوع، ومن ذلك أيضا حين يضرب الإنسان ابنه لسوء أدبه; يقول الابن: أتوب.
قوله في أثر علي ﵁ "حدثوا الناس": أي: كلموهم بالمواعظ وغير المواعظ.
قوله: "بما يعرفون": أي: بما يمكن أن يعرفوه وتبلغه عقولهم؛ حتى لا يفتنوا، ولهذا جاء عن ابن مسعود ﵁ قال: "إنك لن تحدث قوما حديثا لا تبلغه عقولهم إلا كان لبعضهم فتنة"٢، ولهذا كان من الحكمة في الدعوة ألا تباغت الناس بما لا يمكنهم إدراكه، بل تدعوهم رويدا رويدا، حتى تستقر عقولهم، وليس معنى "بما يعرفون" أي: بما يعرفونه من قبل; لأن الذي يعرفونه من قبل يكون التحديث به من تحصيل الحاصل.
_________
١أخرجه البخاري في (النكاح، باب هل يرجع إذا رأى منكرا في الدعوة رقم٥١٨١) .
٢أخرجه مسلم في مقدمة "صحيحه" (١/١١) .

أتريدون أن يكذب الله ورسوله؟! "١.

_________
قوله: "أتريدون أن يكذب الله ورسوله؟! "٢، الاستفهام للإنكار; أي: أتريدون إذا حدثتم الناس بما لا يعرفون أن يكذب الله ورسوله، لأنك إذا قلت: قال الله وقال رسوله كذا وكذا، قالوا: هذا كذب؛ إذا كانت عقولهم لا تبلغه، وهم لا يكذبون الله ورسوله، ولكن يكذبونك بحديث تنسبه إلى الله ورسوله; فيكونون مكذبين لله ورسوله، لا مباشرة ولكن بواسطة الناقل.
فإن قيل: هل ندع الحديث بما لا تبلغه عقول الناس، وإن كانوا محتاجين لذلك؟
أجيب: لا ندعه، ولكن نحدثهم بطريق تبلغه عقولهم، وذلك بأن ننقلهم رويدا رويدا؛ حتى يتقبلوا هذا الحديث ويطمئنوا إليه، ولا ندع ما لا تبلغه عقولهم ونقول: هذا شيء مستنكر لا نتكلم به.
ومثل ذلك: العمل بالسنة التي لا يعتادها الناس، ويستنكرونها; فإننا نعمل بها، ولكن بعد أن نخبرهم بها; حتى تقبلها نفوسهم، ويطمئنوا إليها.
ويستفاد من هذا الأثر أهمية الحكمة في الدعوة إلى الله ﷿ وأنه يجب على الداعية أن ينظر في عقول المدعوين وينزل كل إنسان منزلته.
مناسبة هذا الأثر لباب الصفات:
مناسبته ظاهرة; لأن بعض الصفات لا تحتملها أفهام العامة، فيمكن إذا حدثتهم بها كان لذلك أثر سيئ عليهم، كحديث النزول إلى السماء الدنيا٣،
_________
١أخرجه البخاري في (العلم، باب من خص بالعلم قوما دون قوم/١/٦٢) .
٢ البخاري: العلم (١٢٧) .
٣أخرجه البخاري في (التهجد، باب الدعاء والصلاة من آخر الليل/١/٣٥٦)، ومسلم في (صلاة المسافرين، باب الترغيب في الدعاء/١/٥٢١) ; من حديث أبي هريرة ﵁. وهو عند مسلم أيضا من حديث أبي سعيد الخدري في الموضع السابق (١/٥٢٢) .

وروى عبد الرزاق عن معمر عن ابن طاووس عن أبيه عن ابن عباس: "أنه رأى رجلا انتفض لما سمع حديثا عن النبي ﷺ في الصفات استنكارا لذلك، فقال: ما فرق هؤلاء؟..........................................

_________
مع ثبوت العلو، فلو حدثت العامي بأنه تعالى نفسه ينزل إلى السماء الدنيا مع علوه على عرشه، فقد يفهم أنه إذا نزل; صارت السماوات فوقه وصار العرش خاليا منه، وحينئذ لا بد في هذا من حديث تبلغه عقولهم، فتبين لهم أن الله ﷿ ينزل نزولا لا يماثل نزول المخلوقين مع علوه على عرشه، وأنه لكمال فضله ورحمته يقول: " من يدعوني فأستجيب له ... " الحديث.
والعامي يكفيه أن يتصور مطلق المعنى، وأن المراد بذلك بيان فضل الله ﷿ في هذه الساعة من الليل.
قوله في أثر ابن عباس: "انتفض": أي: اهتز جسمه، والرجل مبهم، والصفة التي حدث بها لم تبين، وبيان ذلك ليس مهما، وهذا الرجل انتفض استنكارا لهذه الصفة لا تعظيما لله، وهذا أمر عظيم صعب; لأن الواجب على المرء إذا صح عنده شيء عن الله ورسوله أن يقر به، ويصدق؛ ليكون طريقه طريق الراسخين في العلم حتى وإن لم يسمعه من قبل، أو يتصوره.
قوله: "ما فرق": فيها: ثلاث روايات:
١- "فَرَقُ"; بفتح الراء، وضم القاف.
٢- "فَرَّقَ": بفتح الراء مشددة، وفتح القاف.
٣- "فَرَقَ"; بفتح الراء مخففة، وفتح القاف.

يجدون رقة عند محكمه، ويهلكون عند متشابهه؟! " انتهى١.

_________
فعلى رواية "فرق" تكون "ما" استفهامية مبتدأ، و"فرق": خبر المبتدأ; أي: ما خوف هؤلاء من إثبات الصفة التي تليت عليهم وبلغتهم، لماذا لا يثبتونها لله ﷿ كما أثبتها الله لنفسه وأثبتها له رسوله ﷺ؟
وهذا ينصب تماما على أهل التعطيل والتحريف الذين ينكرون الصفات فما الذي يخوفهم من إثباتها والله تعالى قد أثبتها لنفسه؟
وعلى راوية "فرق" أو "فرق" تكون فعلا ماضيا بمعنى ما فرقهم; كقوله تعالى: ﴿وَقُرْآنًا فَرَقنَاهُ﴾، [الإسراء: من الآية١٠٦] ; أي: فرقناه.
و"ما" يحتمل أن تكون نافية، والمعنى: ما فرق هؤلاء بين الحق والباطل، فجعلوا هذا من المتشابه وأنكروه ولم يحملوه على المحكم، ويحتمل أن تكون استفهامية والمعنى: أي شيء فرقهم فجعلهم يؤمنون بالمحكم ويهلكون عند المتشابه؟
قوله: "يجدون رقة عند محكمه": الرقة: اللين والقبول، و"محكمه"; أي: محكم القرآن.
قوله: "ويهلكون عند متشابهه": أي: متشابه القرآن.
والمحكم الذي اتضح معناه وتبين، والمتشابه هو الذي يخفى معناه، فلا يعلمه الناس، وهذا إذا جمع بين المحكم والمتشابه، وأما إذا ذكر المحكم مفردا دون المتشابه; فمعناه المتقن الذي ليس فيه خلل: لا كذب في أخباره، ولا جور في أحكامه، قال تعالى: ﴿وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا﴾، [الأنعام: من الآية١١٥]، وقد ذكر الله الإحكام في القرآن دون المتشابه، وذلك مثل قوله تعالى: ﴿الر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ﴾، [يونس:١]، وقال تعالى: ﴿الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُه﴾، [هود: من الآية١] .
وإذا ذكر المتشابه دون المحكم؛ صار المعنى أنه يشبه
_________
١أخرجه عبد الرزاق (٢٠٨٩٥)، وابن أبي عاصم في "السنة" (٤٨٥) .

......................................................................

_________
بعضه بعضا في جودته وكماله، ويصدق بعضه بعضا ولا يتناقض، قال تعالى: ﴿اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ﴾، [الزمر: من الآية٢٣]، والتشابه نوعان: تشابه نسبي، وتشابه مطلق.
والفرق بينهما: أن المطلق يخفى على كل أحد، والنسبي يخفى على أحد دون أحد، وبناء على هذا التقسيم ينبني الوقف في قوله تعالى: ﴿وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ﴾، [آل عمران: من الآية٧] ; فعلى الوقف على "إلا الله" يكون المراد بالمتشابه المتشابه المطلق، وعلى الوصل ﴿إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ﴾، يكون المراد بالمتشابه المتشابه النسبي.
وللسلف في ذلك قولان:
القول الأول: الوقف على "إلا الله"، وعليه أكثر السلف، وعلى هذا; فالمراد بالمتشابه المتشابه المطلق الذي لا يعلمه إلا الله، وذلك مثل كيفية وحقائق صفات الله، وحقائق ما أخبر الله به من نعيم الجنة وعذاب النار، قال الله تعالى في نعيم الجنة: ﴿فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ﴾، [السجدة: من الآية١٧] ; أي: لا تعلم حقائق ذلك، ولذلك قال ابن عباس: "ليس في الجنة شيء مما في الدنيا إلا الأسماء"١.
والقول الثاني: الوصل; فيقرأ: ﴿إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ﴾، وعلى هذا; فالمراد بالمتشابه المتشابه النسبي، وهذا يعلمه الراسخون في العلم ويكون عند غيرهم متشابها، ولهذا يروى عن ابن عباس; أنه قال: "أنا من الراسخين في العلم الذين يعلمون تأويله"٢، ولم يقل هذا مدحا لنفسه أو
_________
١أخرجه ابن حزم في "الفصل" (٢/١٠٨) - وقال: "هذا سند غاية في الصحة"-. وقال المنذري في "الترغيب" (٤/٥٦٠): "رواه البيهقي موقوفا بإسناد جيد".
٢انظر قوله في: "تفسير الطبري" (٣/ ١٨٣) .

......................................................................

_________
ثناء عليها، ولكن ليعلم الناس أنه ليس في كتاب الله شيء لا يعرف معناه; فالقرآن معانيه كلها بينة، لكن بعض القرآن يشتبه على ناس دون آخرين، حتى العلماء الراسخون في العلم يختلفون في معنى القرآن، وهذا يدل على أنه خفي علىبعضهم، والصواب بلا شك مع أحدهم؛ إذا كان اختلافهم اختلاف تضاد لا تنوع، أما إذا كانت الآية تحتمل المعنيين جميعا، بلا منافاة ولا مرجح لأحدهما; فإنها تحمل عليهما جميعا.
وبعض أهل العلم يظنون أن في القرآن ما لا يمكن الوصول إلى معناه; فيكون من المتشابه المطلق، ويحملون آيات الصفات على ذلك، وهذا من الخطأ العظيم; إذ ليس من المعقول أن يقول تعالى: ﴿كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ﴾، [صّ: من الآية٢٩]، ثم تستثنى آيات الصفات وهي أعظم وأشرف موضوعا وأكثر من آيات الأحكام، ولو قلنا بهذا القول; لكان مقتضاه أن أشرف ما في القرآن موضوعا يكون خفيا، ويكون معنى قوله تعالى: ﴿لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ﴾، أي: آيات الأحكام فقط، وهذا غير معقول، بل جميع القرآن يفهم معناه; إذ لا يمكن أن تكون هذه الأمة من رسول الله ﷺ إلى آخرها لا تفهم معنى القرآن، وعلى رأيهم يكون الرسول ﷺ وأبو بكر وعمر وجميع الصحابة يقرءون آيات الصفات وهم لا يفهمون معناها، بل هي عندهم بمنزلة الحروف الهجائية أ، ب، ت ... والصواب أنه ليس في القرآن شيء متشابه على جميع الناس من حيث المعنى، ولكن الخطأ في الفهم.
فقد يقصر الفهم عن إدراك المعنى أو يفهمه على معنى خطأ، وأما بالنسبة للحقائق، فما أخبر الله به من أمر الغيب، فمتشابه على جميع الناس.

ولما سمعت قريش رسول الله ﷺ يذكر الرحمن; أنكروا ذلك، فأنزل الله فيهم: ﴿وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَن﴾، [الرعد: من الآية٣٠]،١.

قوله فيه مسائل:

_________
قوله: "ولما سمعت قريش رسول الله يذكر الرحمن": أصل ذلك أن سهيل بن عمرو أحد الذين أرسلتهم قريش لمفاوضة النبي ﷺ في صلح الحديبية، وأمر النبي ﷺ أن يكتب: "بسم الله الرحمن الرحيم"، فقال: "أما الرحمن; فلا والله ما أدري ما هي، وقالوا: إننا لا نعرف رحمانا إلا رحمن اليمامة. فأنكروا الاسم دون المسمى; فأنزل الله: ﴿وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَن﴾، أي: بهذا الاسم من أسماء الله.
وفي الآية دليل على أن من أنكر اسما من أسماء الله الثابتة في الكتاب أو السنة; فهو كافر لقوله تعالى: ﴿وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَن﴾ .
وقوله: "ولما سمعت قريش": الظاهر - والله أعلم - أنه من باب العام الذي أريد به الخاص، وليس كل قريش تنكر ذلك، بل طائفة منهم، ولكن إذا أقرت الأمة الطائفة على ذلك ولم تنكر; صح أن ينسب لهم جميعا، بل إن الله نسب إلى اليهود في زمن النبي ﷺ ما فعله أسلافهم في زمن موسى ﵇، قال تعالى: ﴿وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ﴾، [البقرة: من الآية٦٣]، وهذا لم يكن في عهد المخاطبين.
فيه مسائل:
_________
١أخرجه ابن جرير (١٣/١٠١) عن مجاهد مرسلا.

الأولى: عدم الإيمان بجحد شيء من الأسماء والصفات.

الثانية: تفسير آية الرعد.

الثالثة: ترك التحديث بما لا يفهم السامع.

الرابعة: ذكر العلة: أنه يفضي إلى تكذيب الله ورسوله،

_________
الأولى: عدم الإيمان بجحد شيء من الأسماء والصفات: عدم بمعنى انتفاء; أي: انتفاء الإيمان بسبب جحد شيء من الأسماء والصفات، وسبق التفصيل في ذلك.
الثانية: تفسير آية الرعد: وهي قوله تعالى: ﴿وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَن﴾، وسبق تفسيرها.
الثالثة: ترك التحديث بما لا يفهم السامع: وهذا ليس على إطلاقه، وقد سبق التفصيل فيه عند شرح الأثر.
الرابعة: ذكر العلة أنه يفضي إلى تكذيب الله ورسوله ولو لم يتعمد المنكر: وهي أن الذي لا يبلغ عقله ما حدث به يفضي به التحديث إلى تكذيب الله ورسوله، فيكذب ويقول: هذا غير ممكن، وهذا يوجد من بعض الناس في أشياء كثيرة مما أخبر به النبي ﷺ مما يكون يوم القيامة; كما أخبر النبي ﷺ: " إن الأرض يوم القيامة تكون خبزة واحدة يتكفؤها الجبار بيده كما يتكفأ أحدكم خبزته "١، وما أشبه ذلك، وكما أن الصراط أحد من السيف وأدق من الشعرة وغير هذه الأمور، لو حدثنا بها إنسانا عاميا لأوشك أن ينكر، لكن يجب أن تبين له بالتدريج؛ حتى يتمكن من عقله، مثل ما نعلم الصبي شيئا فشيئا.
_________
١أخرجه البخاري في (الرقاق، باب يقبض الله الأرض يوم القيامة/٤/١٩٥)، ومسلم في المنافقين، باب نزل أهل الجنة/٤/٢١٥٠) .

ولو لم يتعمد المنكر.

الخامسة: كلام ابن عباس لمن استنكر شيئا من ذلك وأنه أهلكه:

_________
وقوله: "ولو لم يتعمد المنكر": أي: ولو لم يقصد المنكر تكذيب الله ورسوله، ولكن كذب نسبة هذا الشيء إلى الله ورسوله، وهذا يعود بالتالي إلى رد خبر الله ورسوله.
الخامسة: كلام ابن عباس لمن استنكر شيئا من ذلك، وأنه أهلكه. وذلك قوله: "ما فرق هؤلاء؟ يجدون رقة- أي لينا- عند محكمه فيقبلونه، ويهلكون عند متشابهه"؛ فينكرونه!

باب قول الله تعالى: ﴿يعرفون نعمت الله ثم ينكرونها﴾

باب: قول الله تعالى: ﴿يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا﴾ ، الآية، [النحل: من الآية٨٣] .

.......................................................................

_________
قوله تعالى: " يعرفون ": أي: يدركون بحواسهم أن النعمة من عند الله.
قوله: " نعمة الله ": واحدة والمراد بها الجمع; فهي ليست واحدة، بل هي لا تحصى، قال تعالى: ﴿وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لا تُحْصُوهَا﴾، [إبراهيم: من الآية٣٤]، والقاعدة الأصولية: أن المفرد المضاف يعم، والنعمة تكون بجلب المحبوبات، وتطلق أحيانا على رفع المكروهات.
قوله: " ثم ينكرونها ": أي: ينكرون إضافتها إلى الله لكونهم يضيفونها إلى السبب متناسين المسبِّب الذي هو الله - سبحانه -، وليس المعنى أنهم ينكرون هذه النعمة، مثل أن يقولوا: ما جاءنا مطر أو ولد أو صحة، ولكن ينكرونها بإضافتها إلى غير الله، متناسين الذي خلق السبب فوُجِد به المسبَّب.
قوله: "الآية": أي: إلى آخر الآية، وهي منصوبة بفعل محذوف تقديره أكمل الآية.
قوله: (وأكثرهم الكافرون): أي أكثر العارفين بأن النعمة من الله الكافرون، أي: الجاحدون كونها من الله أو الكافرون بالله ﷿.
وقوله: (أكثرهم)، بعد قوله (يعرفون)؛ الجملة الأولى أضافها إلى

قال مجاهد ما معناه: "هو قول الرجل: هذا مالي، ورثته عن آبائي"

_________
الكل، والثانية أضافها إلى الأكثر، وذلك لأن منهم من هو عامي لا يعرف ولا يفهم، ولكن أكثرهم يعرفون ثم يكفرون.
مناسبة هذا الباب للتوحيد:
أن من أضاف نعمة الخالق إلى غيره; فقد جعل معه شريكا في الربوبية لأنه أضافها إلى السبب على أنه فاعل، هذا من وجه، ومن وجه آخر: أنه لم يقم بالشكر الذي هو عبادة من العبادات، وترك الشكر مناف للتوحيد; لأن الواجب أن يُشْكَر الخالق المنعم ﷾، فصارت لها صلة بتوحيد الربوبية وبتوحيد العبادة; فمن حيث إضافتها إلى السبب على أنه فاعل هذا إخلال بتوحيد الربوبية، ومن حيث ترك القيام بالشكر الذي هو العبادة هذا إخلال بتوحيد الألوهية.
قوله: "قال مجاهد": هو إمام المفسرين في التابعين، عرض المصحف على ابن عباس ﵄ يوقفه عند كل آية ويسأله عن تفسيرها، وقال سفيان الثوري: إذا جاءك التفسير عن مجاهد فحسبك به. أي: كافيك، ومع هذا; فليس معصوما عن الخطأ.
قوله: "ما معناه": أي: كلاما معناه، وعلى هذا ف "ما": نكرة موصوفة، وفيه أن الشيخ ﵀ لم ينقله بلفظه.
قوله: "هو قول الرجل": هذا من باب التغليب والتشريف; لأن الرجل أشرف من المرأة وأحق بتوجيه الخطاب إليه منها، وإلا; فالحكم واحد.
قوله: "هذا مالي ورثته عن آبائي": ظاهر هذه الكلمة؛ أنه لا شيء

وقال عون بن عبد الله: " يقولون: لولا فلان; لم يكن كذا".

_________
فيها، فلو قال لك واحد: من أين لك هذا البيت؟ قلت: ورثته عن آبائي; فليس فيه شيء لأنه خبر محض.
لكن مراد مجاهد: أن يضيف القائل تملكه للمال إلى السبب الذي هو الإرث، متناسيا المسبِّب الذي هو الله; فبتقدير الله ﷿ أنعم على آبائك وملكوا هذا البيت، وبشرع الله ﷿ انتقل هذا البيت إلى ملكك عن طريق الإرث; فكيف تتناسى المسبِّب للأسباب القدرية والشرعية فتضيف الأمر إلى ملك آبائك وإرثك إياه بعدهم؟! فمن هنا صار هذا القول نوعا من كفر النعمة.
أما إذا كان قصد الإنسان مجرد الخبر كما سبق; فلا شيء في ذلك، ولهذا ثبت أن النبي ﷺ قيل له يوم الفتح: "أتنزل في دارك غدا؟ فقال: وهل ترك لنا عقيل من دار أو رباع"١، فبين ﷺ أن هذه الدور انتقلت إلى عقيل بالإرث. فتبين أن هناك فرقا بين إضافة الملك إلى الإنسان على سبيل الخبر، وبين إضافته إلى سببه متناسيا المسبِّب وهو الله ﷿.
قوله: "وقال عون بن عبد الله: يقولون: لولا فلان لم يكن كذا":
وهذا القول من قائله فيه تفصيل إن أراد به الخبر وكان الخبر صدقا مطابقا للواقع; فهذا لا بأس به، وإن أراد بها السبب; فلذلك ثلاث حالات:
الأولى: أن يكون سببا خفيا لا تأثير له إطلاقا، كأن يقول: لولا الولي الفلاني ما حصل كذا وكذا، فهذا شرك أكبر؛ لأنه يعتقد بهذا القول
_________
١أخرجه البخاري في (الحج، باب توريث دور مكة وبيعها/١/٤٨٩)، ومسلم في (الحج، باب النزول بمكة للحاج/٢/٩٨٤) ; من حديث أسامة بن زيد ﵄.

......................................................................

_________
أن لهذا الولي تصرفا في الكون مع أنه ميت، فهو تصرف سري خفي.
الثانية: أن يضيفه إلى سبب صحيح ثابت شرعا أو حسا; فهذا جائز بشرط أن لا يعتقد أن السبب مؤثر بنفسه، وأن لا يتناسى المنعم بذلك.
الثالثة: أن يضيفه إلى سبب ظاهر، لكن لم يثبت كونه سببا لا شرعا ولا حسا; فهذا نوع من الشرك الأصغر، وذلك مثل: التِّولة، والقلائد التي يقال: إنها تمنع العين، وما أشبه ذلك; لأنه أثبت سببا لم يجعله الله سببا، فكان مشاركا لله في إثبات الأسباب.
ويدل لهذا التفصيل أنه ثبت إضافة (لولا) إلى السبب وحده بقول النبي ﷺ في عمه أبي طالب: " لولا أنا; لكان في الدرك الأسفل من النار "١، ولا شك أن النبي ﷺ أبعد الناس عن الشرك، وأخلص الناس توحيدا لله تعالى، فأضاف النبي ﷺ الشيء إلى سببه، لكنه شرعي حقيقي; فإنه أُذِن له بالشفاعة لعمه بأن يخفف عنه، فكان في ضَحْضَاح من النار، عليه نعلان يغلي منهما دماغه لا يرى أن أحدا أشد منه عذابا; لأنه لو يرى أن أحدا أشد منه عذابا أو مثله هان عليه بالتسلي; كما قالت الخنساء في رثاء أخيها صخر:
ولولا كثرة الباكين حولي ... على إخوانهم لقتلت نفسي
وما يبكون مثل أخي ولكن ... أسلي النفس عنه بالتأسي
_________
١أخرجه البخاري في (مناقب الأنصار، باب قصة أبي طالب/٣/٦٢)، ومسلم في (الإيمان، باب شفاعة النبي ﷺ لأبي طالب/١/١٩٤) ; من حديث العباس بن عبد المطلب ﵁.

وقال ابن قتيبة: " يقولون: هذا بشفاعة آلهتنا".

وقال أبو العباس بعد حديث زيد بن خالد الذي فيه: " أن الله تعالى قال: " أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر. .."١.

_________
وابن القيم ﵀ وإن كان قول العالم ليس بحجة لكن يستأنس به - قال في القصيدة الميمية يمدح الصحابة:
أولئك أتباع النبي وحزبه ... ولولاهُمُو ما كان في الأرض مسلمُ
ولولاهُمُو كادت تميد بأهلها ... ولكن رواسيها وأوتادها هُمُ
ولولاهُمُو كانت ظلاما بأهلها ... ولكن هُمُو فيها بدور وأنجُمُ
فأضاف (لولا) إلى سبب صحيح.
قوله: "وقال ابن قتيبة: يقولون هذا بشفاعة آلهتنا ": هؤلاء أخبث ممن سبقهم; لأنهم مشركون يعبدون غير الله، ثم يقولون: إن هذه النعم حصلت بشفاعة آلهتهم، فالعُزَّى مثلا شفعت عند الله أن ينزل المطر; فهؤلاء أثبتوا سببا من أبطل الأسباب لأن الله ﷿ لا يقبل شفاعة آلهتهم، لأن الشفاعة لا تنفع إلا من أذن له الرحمن ورضي له قولا، والله ﷿ لا يأذن لهذه الأصنام بالشفاعة; فهذا أبطل من الذي قبله لأن فيه محذورين:
١- الشرك بهذه الأصنام.
٢- إثبات سبب غير صحيح.
قوله: "وقال أبو العباس": هو شيخ الإسلام أحمد بن تيمية.
_________
١ البخاري: الجمعة (١٠٣٨)، ومسلم: الإيمان (٧١)، والنسائي: الاستسقاء (١٥٢٥)، وأبو داود: الطب (٣٩٠٦)، وأحمد (٤/١١٧)، ومالك: النداء للصلاة (٤٥١) .

الحديث١ وقد تقدم: " وهذا كثير في الكتاب والسنة، يذم سبحانه من يضيف إنعامه إلى غيره ويشرك به".

قال بعض السلف: هو كقولهم: كانت الريح طيبة، والملاح حاذقا ... ونحو ذلك مما هو جار على ألسنة كثيرة".

_________
قوله: "وهذا كثير في الكتاب والسنة يذم سبحانه من يضيف إنعامه إلى غيره ... ": وذلك مثل الاستسقاء بالأنواء، وإنما كان هذا مذموما; لأنه لو أتى إليك عبد فلان بهدية من سيده فشكرت العبد دون السيد; كان هذا سوء أدب مع السيد وكفرانا لنعمته، وأقبح من هذا لو أضفت النعمة إلى السبب دون الخالق; لما يأتي:
١- أن الخالق لهذه الأسباب هو الله; فكان الواجب أن يشكر وتضاف النعمة إليه.
٢- أن السبب قد لا يؤثر; كما ثبت في "صحيح مسلم" أنه ﷺ قال:" ليس السنة أن لا تمطروا، بل السنة أن تمطروا ثم لا تنبت الأرض "٢.
٣- أن السبب قد يكون له مانع يمنع من تأثيره، وبهذا عرف بطلان إضافة الشيء إلى سببه دون الالتفات إلى المسبِّب جل وعلا.
قوله: "كانت الريح طيبة": هذا في السفن الشراعية التي تجري بالريح، قال تعالى: ﴿حَتَّى إِذَا كُنْتُمْ فِي الْفُلْكِ وَجَرَيْنَ بِهِمْ بِرِيحٍ طَيِّبَةٍ وَفَرِحُوا بِهَا﴾، [يونس: من الآية٢٢]، فكانوا إذا طاب سير السفينة قالوا: كانت الريح طيبة،
_________
(ص٣٠) .
٢أخرجه مسلم في (الفتن، باب في سكنى المدينة/٤/٢٢٢٨) من حديث ابن عمر ﵄.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير معرفة النعمة وإنكارها.

الثانية: معرفة أن هذا جار على ألسنة كثيرة.

الثالثة: تسمية هذا الكلام إنكارا للنعمة.

الرابعة: اجتماع الضدين في القلب.

_________
وكان الملاح- هو قائد السفينة- حاذقا; أي: مجيدا للقيادة. فيضيفون الشيء إلى سببه، وينسون الخالق- جل وعلا-.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير معرفة النعمة وإنكارها: وسبق ذلك.
الثانية: معرفة أن هذا جار على ألسنة كثيرة: وذلك مثل قول بعضهم: كانت الريح طيبة، والملاح حاذقا، وما أشبه ذلك.
الثالثة: تسمية هذا الكلام إنكارا للنعمة: يعني: إنكارا لتفضل الله تعالى بها وليس إنكارا لوجودها; لأنهم يعرفونها ويحسون بوجودها.
الرابعة: اجتماع الضدين في القلب: وهذا من قوله: ﴿يَعْرِفُونَ نِعْمَتَ اللَّهِ ثُمَّ يُنْكِرُونَهَا﴾، [النحل: من الآية٨٣]، فجمع بين المعرفة والإنكار، وهذا كما يجتمع في الشخص الواحد خصلة إيمان وخصلة كفر، وخصلة فسوق وخصلة عدالة.

باب قول الله تعالى: ﴿فلا تجعلوا لله أندادا وأنتم تعلمون﴾

باب: قول الله تعالى: ﴿فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾ ، [البقرة: من الآية٢٢] ........................................................................

_________
قوله: ﴿فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾، لما ذكر سبحانه ما يقر به هؤلاء من أفعاله التي لم يفعلها غيره: ﴿الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ﴾، [البقرة: الآية٢١-٢٢]، فكل من أقر بذلك لزمه أن لا يعبد إلا المقر له; لأنه لا يستحق العبادة من لا يفعل ذلك، ولا ينبغي أن يُعبَد إلا من فعل ذلك، ولذلك أتى بالفاء الدالة على التفريع والسببية، أي: فبسبب ذلك لا تجعلوا لله أندادا.
و"لا" هذه ناهية; أي: فلا تجعلوا له أندادا في العبادة، كما أنكم لم تجعلوا له أندادا في الربوبية، وأيضا لا تجعلوا له أندادا في أسمائه وصفاته; لأنهم قد يصفون غير الله بأوصاف الله ﷿، كاشتقاق العزى من العزيز، وتسميتهم رحمن اليمامة.
قوله: "أندادا": جمع ند، وهو الشبيه والنظير، والمراد هنا: أندادا في العبادة.
قوله: "وأنتم تعلمون ": الجملة في موضع نصب حال من فاعل ﴿تجعلوا﴾ ; أي: والحال أنكم تعلمون، والمعنى: وأنتم تعلمون أنه لا

وقال ابن عباس في الآية: "الأنداد هو الشرك، أخفى من

_________
أنداد له-يعني في الربوبية-; لأن هذا محط التقبيح من هؤلاء، أنهم يجعلون له أندادا وهم يعلمون أنه لا أنداد له في الربوبية، أما في الألوهية; فيجعلون له أندادا، قالوا للنبي ﷺ: ﴿أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ﴾، [صّ:٥]، ويقولون في تلبيتهم: "لبيك لا شريك لك إلا شريكا هو لك تملكه وما ملك"، وهذا من سفههم; فإنه إذا صار مملوكا; فكيف يكون شريكا، ولهذا أنكر الله عليهم في قوله: ﴿فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾، [البقرة: من الآية٢٢]؛ إذ الأنداد بالمعنى العام- بقطع النظر عن كونه يخاطب أقواما يقرون بالربوبية- يشمل الأنداد في الربوبية، والألوهية، والأسماء والصفات.
قوله: "وقال ابن عباس في الآية": أي: في تفسيرها.
قوله: "هو الشرك": هذا تفسير بالمراد; لأن التفسير تفسيران:
١- تفسير بالمراد، وهو المقصود بسياق الجملة بقطع النظر عن مفرداتها.
٢- تفسير بالمعنى، وهو الذي يسمى تفسير الكلمات.
فعندنا الآن وجهان للتفسير:
أحدهما: التفسير اللفظي وهو تفسير الكلمات، وهذا يقال فيه: معناه كذا وكذا.
والثاني: التفسير بالمراد، فيقال: المراد بكذا وكذا، والأخير هنا هو المراد.

دبيب النمل على صفاة سوداء في ظلمة الليل، وهو أن تقول:

_________
فإذا قلنا: الأنداد الأشباه والنظراء; فهو تفسير بالمعنى، وإذا قلنا: الأنداد الشركاء أو الشرك; فهو تفسير بالمراد، يقول ﵁ "الأنداد هو الشرك"، فإذن الند: الشريك المشارك لله ﷾ فيما يختص به.
وقوله: "دبيب": أي: أثر دبيب النمل، وليس فعل النمل.
وقوله: "على صفاة": هي الصخرة الملساء.
وقوله: "سوداء": وليس على بيضاء; إذ لو كان على بيضاء; لبان أثر السير أكثر.
وقوله: "في ظلمة الليل": وهذا أبلغ ما يكون في الخفاء.
فإذا كان الشرك في قلوب بني آدم أخفى من هذا; فنسأل الله أن يعين على التخلص منه، ولهذا قال بعض السلف: "ما عالجت نفسي معالجتها على الإخلاص"، ويروى عن النبي ﷺ أنه لما قال مثل هذا؟ قيل له: كيف نتخلص منه؟ قال: " قولوا: اللهم! إنا نعوذ بك من أن نشرك بك شيئا نعلمه، ونستغفرك لما لا نعلم "١.
_________
١أخرجه الإمام أحمد (٤/٤٠٣)، والطبراني في "الأوسط" و"الكبير"; كما في "المجمع" (١٠/٢٢٣، ٢٢٤) ; من حديث أبي موسى الأشعري ﵁. وقال المنذري في "الترغيب" (١/٧٦): "ورواته إلى أبي علي محتج بهم في "الصحيح"، وأبو علي وثقه ابن حبان ولم أر أحدا جرحه". وكذا قال الهيثمي في "المجمع". وأخرجه: المروزي في "مسند أبي بكر" (١٧)، وأبو يعلى; كما في "المجمع" (١٠/ ٢٢٤)، وابن السني في "عمل اليوم والليلة" (٢٨٧) ; من حديث أبي بكر. وفيه ليث بن أبي سليم، وقد اختلط. وأخرجه: البخاري في "الأدب المفرد" (٧١٦)، وفيه ليث بن أبي سليم مع رجل من أهل البصرة. وأخرجه: ابن حبان في "المجروحين " (٣/٣٠)، وأبو نعيم في "الحلية" (٧/١١٢)، وفيه يحيى بن كثير البصري مجمع على ضعفه.

والله، وحياتك يا فلان، وحياتي، وتقول: لولا كليبة هذا; لأتانا اللصوص، ولولا البط في الدار; لأتى اللصوص،...................................

_________
وقوله: "والله وحياتك": فيها نوعان من الشرك.
الأول: الحلف بغير الله.
الثاني: الإشراك مع الله بقوله: والله! وحياتك!
فضمها إلى الله بالواو المقتضية للتسوية؛ فيه نوع من الشرك.
والقسم بغير الله إن اعتقد الحالف أن المقسم به بمنزلة الله في العظمة; فهو شرك أكبر، وإلا; فهو شرك أصغر.
وقوله: "وحياتي": فيه حلف بغير الله; فهو شرك.
وقوله: "لولا كليبة هذا لأتانا اللصوص": كليبة تصغير كلب، والكلب ينتفع به للصيد وحراسة الماشية، والحرث.
وقوله: "لولا كليبة هذا" يكون فيه شرك إذا نظر إلى السبب دون المسبِّب، وهو الله ﷿ أما الاعتماد على السبب الشرعي، أو الحسي المعلوم; فقد تقدم أنه لا بأس به، وأن النبي ﷺ قال: " لولا أنا; لكان في الدرك الأسفل من النار "١، لكن قد يقع في قلب الإنسان إذا قال: لولا كذا لحصل كذا أو ما كان كذا، قد يقع في قلبه شيء من الشرك؛ بالاعتماد على السبب بدون نظر إلى المسبب، وهو الله ﷿.
وقوله: "لولا البط في الدار لأتى اللصوص": البط طائر معروف، وإذا دخل اللص البيت وفيه بط، فإنه يصرخ، فينتبه أهل البيت ثم يجتنبه اللصوص.
_________
١سبق (ص ٢٠٤) .

وقول الرجل لصاحبه: ما شاء الله وشئت، وقول الرجل: لولا الله وفلان; لا تجعل فيها فلانا، هذا كله به شرك"، رواه ابن أبي حاتم١.

وعن عمر بن الخطاب ﵁ أن رسول الله ﷺ قال: " من حلف بغير الله; فقد كفر أو أشرك "، رواه الترمذي

_________
وقوله: "وقول الرجل لصاحبه: ما شاء الله وشئت": فيه شرك; لأنه شرك غير الله مع الله بالواو، فإن اعتقد أنه يساوي الله ﷿ في التدبير والمشيئة; فهو شرك أكبر، وإن لم يعتقد ذلك واعتقد أن الله ﷾ فوق كل شيء; فهو شرك أصغر، وكذلك قوله: "لولا الله وفلان".
وقوله: "هذا كله به شرك": المشار إليه ما سبق، وهو شرك أكبر أو أصغر حسب ما يكون في قلب الشخص من نوع هذا التشريك.
قوله: "وعن عمر": صوابه عن ابن عمر، نبه عليه في "تيسير العزيز الحميد".
وقوله في حديث ابن عمر ﵄: "من حلف بغير الله": "من": شرطية; فتكون للعموم.
قوله: "أو أشرك": شك من الراوي، والظاهر أن صواب الحديث "أشرك".
_________
١أخرجه ابن أبي حاتم; كما في "تفسير ابن كثير" (١/٥٧) . وقال الشيخ سليمان في "تيسير العزيز" (ص ٥٨٧): "وسنده جيد".

وحسنه، وصححه الحاكم١.

_________
وقوله: " من حلف بغير الله ": يشمل كل محلوف به سوى الله، سواء بالكعبة أو الرسول ﷺ أو السماء أو غير ذلك، ولا يشمل الحلف بصفات الله; لأن الصفة تابعة للموصوف، وعلى هذا; فيجوز أن تقول: وعزة الله; لأفعلن كذا.
وقوله: "بغير الله": ليس المراد بغير هذا الاسم، بل المراد بغير المسمى بهذا الاسم، فإذا حلف بالله أو بالرحمن أو بالسميع; فهو حلف بالله.
والحلف: تأكيد الشيء بذكر معظم بصيغة مخصوصة؛ بالباء، أو التاء، أو الواو، وحروف القسم ثلاثة: الباء، والتاء، والواو.
والباء: أعمها; لأنها تدخل على الظاهر والمضمَر وعلى اسم الله وغيره، ويذكر معها فعل القسم ويحذف، فيذكر معها فعل القسم; كقوله تعالى: ﴿وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ﴾، [الأنعام: من الآية١٠٩] .
ويحذف مثل قولك: بالله لأفعلن; وتدخل على المضمر مثل قولك: الله عظيم أحلف به لأفعلن، وعلى الظاهر كما في الآية وعلى غير لفظ الجلالة، مثل قولك: بالسميع لأفعلن، وأما الواو; فإنه لا يذكر معها فعل القسم، ولا تدخل على الضمير، ويحلف بها مع كل اسم، وأما التاء; فإنه لا يذكر
_________
١أخرجه الطيالسي (١٨٩٦)، وأحمد (٢/٣٤،٨٦)، وأبو داود في (الإيمان، باب كراهة الحلف بالآباء/٣/٥٧٠)، والترمذي في (الأيمان، باب ما جاء في كراهة الحلف بغير الله/٥/٢٥٣) -وحسنه، وابن حبان (١١٧٧)، والحاكم (١/١٨)، (٤/٢٩٧) - وصححه على شرط الشيخين، وأقره الذهبي-، والبيهقي (١٠/٢٩) . وقال الزين العراقي في "أماليه": "إسناده ثقات"; كما في "التيسير" (ص٥٨٩) .

......................................................................

_________
معها فعل القسم، وتختص بالله ورب، قال ابن مالك: "والتاء لله ورب".
والحلف بغير الله شرك أكبر؛ إن اعتقد أن المحلوف به مساو لله تعالى في التعظيم والعظمة، وإلا فهو شرك أصغر.
وهل يغفر الله الشرك الأصغر؟ قال بعض العلماء: إن قوله تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ﴾ [النّساء من الآية: ٤٨] ; أي: الشرك الأكبر، ﴿وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ [النساء من الآية: ٤٨] يعني: الشرك الأصغر والكبائر.
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀: إن الشرك لا يغفره الله ولو كان أصغر١؛ لأن قوله: ﴿أَنْ يُشْرَكَ بِهِ﴾ [النساء: من الآية٤٨] مصدر مُؤَوَّل; فهو نكرة في سياق النفي، فيعم الأصغر والأكبر، والتقدير: لا يغفر شركا به أو إشراكا به.
وأما قوله تعالى: ﴿وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا﴾ [الشمس:١]، وقوله: ﴿لا أُقْسِمُ بِهَذَا الْبَلَدِ﴾ [البلد:١] وقوله: ﴿وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى﴾ [الليل:١]، وما أشبه ذلك، من المخلوقات التي أقسم الله بها; فالجواب عنه من وجهين:
الأول: أن هذا من فعل الله، والله لا يُسْأَل عما يفعل، وله أن يقسم سبحانه بما شاء من خلقه، وهو سائل غير مسئول، وحاكم غير محكوم عليه.
الثاني: أن قسم الله بهذه الآيات؛ دليل على عظمته، وكمال قدرته وحكمته; فيكون القسم بها الدال على تعظيمها ورفع شأنها؛ متضمنا للثناء على الله ﷿، بما تقتضيه من الدلالة على عظمته.
_________
١انظر: "الرد على البكري" (تلخيص "كتاب الاستغاثة") (ص ١٤٦) .

......................................................................

_________
وأما نحن; فلا نقسم بغير الله أو صفاته; لأننا منهيون عن ذلك.
وأما ما ثبت في "صحيح مسلم" من قوله ﷺ " أفلح وأبيه إن صدق "١.
فالجواب عنه من وجوه:
الأول: أن بعض العلماء أنكر هذه اللفظة، وقال: إنها لم تثبت في الحديث; لأنها مناقضة للتوحيد، وما كان كذلك; فلا تصح نسبته إلى رسول الله ﷺ، فيكون باطلا.
الثاني: أنها تصحيف من الرواة، والأصل: "أفلح والله إن صدق"٢. وكانوا في السابق لا يشكلون الكلمات، و"أبيه" تشبه، "الله" إذا حذفت النقط السفلى.
الثالث: أن هذا مما يجري على الألسنة بغير قصد، وقد قال تعالى: ﴿لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأَيْمَانَ﴾ [المائدة: من الآية٨٩]، وهذا لم ينو فلا يؤاخذ.
الرابع: أنه وقع من النبي ﷺ، وهو أبعد الناس عن الشرك; فيكون من خصائصه، وأما غيره; فهم منهيون عنه لأنهم لا يساوون النبي ﷺ في الإخلاص والتوحيد.
الخامس: أنه على حذف مضاف، والتقدير: "أفلح ورب أبيه".
السادس: أن هذا منسوخ، وأن النهي هو الناقل من الأصل، وهذا أقرب الوجوه.
ولو قال قائل: نحن نقلب عليكم الأمر، ونقول: إن المنسوخ هو
_________
١أخرجه: مسلم في (الإيمان، باب بيان الصلوات التي هي أحد أركان الإسلام، (١/٤٠) من حديث طلحة بن عبيد الله ﵁.
٢ البخاري: الإيمان (٤٦)، ومسلم: الإيمان (١١)، والنسائي: الصلاة (٤٥٨) والصيام (٢٠٩٠) والإيمان وشرائعه (٥٠٢٨)، وأبو داود: الصلاة (٣٩١)، وأحمد (١/١٦٢)، ومالك: النداء للصلاة (٤٢٥) .

......................................................................

_________
النهي; لأنهم لما كانوا حديثي عهد بشرك نهوا أن يشركوا به، كما نهي الناس حين كانوا حديثي عهد بشرك عن زيارة القبور؛ ثم أذن لهم فيها١؟
فالجواب عنه: إن هذا اليمين كان جاريا على ألسنتهم، فَتُرِكوا حتى استقر الإيمان في نفوسهم ثم نهوا عنه، ونظيره إقرارهم على شرب الخمر أولا، ثم أمروا باجتنابه٢.
أما بالنسبة للوجه الأول; فضعيف لأن الحديث ثابت، وما دام يمكن حمله على وجه صحيح; فإنه لا يجوز إنكاره.
وأما الوجه الثاني; فبعيد، وإن أمكن; فلا يمكن في قوله ﷺ لما سئل: "أي الصدقة أفضل؟ فقال: أما وأبيك لتنبأنه"٣.
وأما الوجه الثالث فغير صحيح لأن النهي وارد مع أنه كان يجري على ألسنتهم، كما جرى على لسان سعد فنهاه النبي٤ ﷺ، ولو صح هذا; لصح أن يقال لمن فعل شركا اعتاده لا ينهى; لأن هذا من عادته، وهذا باطل.
_________
١أخرجه: مسلم في (الجنائز، باب استئذان النبي ﷺ ربه زيارة أمه، (٢/٦٧٢) من حديث بريدة ﵁.
٢كما في قوله تعالى: ﴿يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر والأنصاب والأزلام رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون﴾ [المائدة: ٩٠] .
٣رواه: مسلم في (باب أن أفضل الصدقة صدقة الصحيح الشحيح) .
٤حديث سعد بن أبي وقاص ﵁; قال: "حلفت مرة باللات والعزى; فقال النبي ﷺ: قل: لا إله إلا الله وحده لا شريك له، ثم انفث عن يسارك ثلاثا، ثم تعوذ، ولا تعد. أخرجه: أحمد (١/ ١٨٣، ١٨٦، ١٨٧)، والطحاوي في "المشكل" (١/ ٣٦٠) - وعنده الأمر بالاستغفار بدلا من التعوذ-، وابن حبان (١١٧٨) . والحديث ضعيف; كما في "إرواء الغليل" (٨/١٩٣) .

"وقال ابن مسعود: "لأن أحلف بالله كاذبا أحب إلي من أن أحلف بغيره صادقا"١.

_________
وأما الرابع; فدعوى الخصوصية تحتاج إلى دليل، وإلا فالأصل التأسي به.
وأما الخامس: فضعيف لأن الأصل عدم الحذف، ولأن الحذف هنا يستلزم فهما باطلا، ولا يمكن أن يتكلم الرسول ﷺ بما يستلزم ذلك بدون بيان المراد، وعلى هذا يكون أقربها الوجه السادس أنه منسوخ، ولا نجزم بذلك لعدم العلم بالتاريخ، ولهذا قلنا أقربها والله أعلم، وإن كان النووي ﵀ ارتضى أن هذا مما يجري على اللسان بدون قصد، لكن هذا ضعيف لا يمكن القول به، ثم رأيت بعضهم جزم بشذوذها لانفراد مسلم بها عن البخاري مع مخالفة راويها للثقات; فالله أعلم.
قوله في أثر ابن مسعود: " لأن أحلف بالله كاذبا": اللام: لام الابتداء، و"أن" مصدرية; فيكون قوله: "أن أحلف" مؤوّلا بمصدر مبتدأ تقديره لحلفي بالله.
قوله: "أحب إلي": خبر المبتدأ، ونظير ذلك في القرآن قوله تعالى: ﴿وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ﴾ [البقرة: من الآية١٨٤] .
قوله: "كاذبا": حال من فاعل أحلف.
قوله: "أحب إلي": هذا من باب التفضيل الذي ليس فيه شيء من الجانبين، وهذا نادر في الكلام; لأن التفضيل في الأصل يكون فيه المعنى ثابتا في المفضل وفي المفضل عليه، وأحيانا في المفضل دون المفضل
_________
١سبق (ص ٢٧) .

......................................................................

_________
عليه، وأحيانا لا يوجد في الجانبين; فابن مسعود ﵁ لا يحب لا هذا ولا هذا، ولكن الحلف بالله كاذبا أهون عليه من الحلف بغيره صادقا، فالحلف كاذبا بالله محرم من وجهين:
١- أنه كذب، والكذب محرم لذاته.
٢- أن هذا الكذب قُرِن باليمين، واليمين تعظيم لله ﷿، فإذا كان على كذب صار فيه شيء من تنقص لله ﷿؛ حيث جعل اسمه مؤكدا لأمر كذب، ولذلك كان الحلف بالله كاذبا عند بعض أهل العلم من اليمين الغَمُوس التي تغمس صاحبها في الإثم ثم في النار.
وأما الحلف بغير الله صادقا فهو محرم من وجه واحد وهو الشرك، لكن سيئة الشرك أعظم من سيئة الكذب، وأعظم من سيئة الحلف بالله كاذبا، وأعظم من اليمين الغموس إذا قلنا: إن الحلف بالله كاذبا من اليمين الغموس; لأن الشرك لا يغفر، قال تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ﴾ [النساء: من الآية٤٨]، وما أرسل الله الرسل وأنزل الكتب إلا لإبطال الشرك، فهو أعظم الذنوب، قال تعالى: ﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾ [لقمان: من الآية١٣]، وسئل النبي ﷺ: "أي الذنب أعظم؟ قال: أن تجعل لله ندا وهو خلقك "١ والشرك متضمن للكذب، فإن الذي جعل غير الله شريكا لله كاذب، بل من أكذب الكاذبين; لأن الله لا شريك له.
_________
١أخرجه البخاري في (التفسير، باب: والذين لا يدعون مع الله إلها آخر)، (٣/٢٧١)، ومسلم في (الإيمان، باب كون الشرك أقبح الذنوب، (١/٩١) ; عن ابن مسعود ﵁.

* * *

وعن حذيفة ﵁ أن رسول الله ﷺ قال: " لا تقولوا: ما شاء الله وشاء فلان،.................................................................

_________
قوله في حديث حذيفة ﵁ "لا تقولوا": "لا": ناهية، ولهذا جُزم الفعل بعدها بحذف النون.
قوله: " ما شاء الله وشاء فلان ": والعلة في ذلك أن الواو تقتضي تسوية المعطوف بالمعطوف عليه; فيكون القائل: ما شاء الله وشئت؛ مسويا مشيئة الله بمشيئة المخلوق، وهذا شرك، ثم إن اعتقد أن المخلوق أعظم من الخالق، أو أنه مساو له فهو شرك أكبر، وإن اعتقد أنه أقل; فهو شرك أصغر.
قوله: " ولكن قولوا: ما شاء الله ثم شاء فلان ": لما نهى عن اللفظ المحرم بيّن اللفظ المباح; لأن "ثم" للترتيب والتراخي، فتفيد أن المعطوف أقل مرتبة من المعطوف عليه.
أما بالنسبة لقوله: " ما شاء الله فشاء فلان "; فالحكم فيها أنها مرْتَبَة بين مرتبة (الواو) ومرتبة (ثم) ; فهي تختلف عن (ثم) بأن (ثم) للتراخي والفاء للتعقيب، وتوافق (ثم) بأنها للترتيب; فالظاهر أنها جائزة، ولكن التعبير ب (ثم) أولى; لأنه اللفظ الذي أرشد إليه النبي ﷺ ولأنه أبين في إظهار الفرق بين الخالق والمخلوق.
ويستفاد من هذا الحديث:
١- إثبات المشيئة للعبد; لقوله: "ثم شاء فلان"، فيكون فيه رد على الجبرية حيث قالوا: إن العبد لا مشيئة له ولا اختيار.
٢- أنه ينبغي لمن سد على الناس بابا محرَّما أن يفتح لهم الباب

ولكن قولوا: ما شاء الله ثم شاء فلان " رواه أبو داود بسند صحيح١.

_________
المباح; لقوله: " ولكن قولوا: ما شاء الله ثم شاء فلان "٢ ونظير ذلك قوله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا﴾ [البقرة: من الآية١٠٤]، لما نهاهم عن قول راعنا; قال: ﴿وَقُولُوا انْظُرْنَا﴾ [البقرة: من الآية١٠٤] وكذلك النبي ﷺ لما جيء له بتمر جيد وأخبره الآتي به أنه أخذ الصاع بالصاعين والصاعين بالثلاثة; قال: " لا تفعل، ولكن بع الجمع بالدراهم، ثم اشتر بالدراهم جَنِيبا "٣ أي: تمرا جيدا. فأرشده إلى الطريق المباح حين نهاه عن الطريق المحرم.
وفي هذا فائدتان عظيمتان:
الأولى: بيان كمال الشريعة وشمولها، حيث لم تسد على الناس بابا؛ إلا فتحت لهم ما هو خير منه.
والثانية: التسهيل على الناس ورفع الحرج عنهم.
فعامل الناس بهذا ما استطعت، كلما سددت عليهم بابا ممنوعا; فافتح لهم من المباح ما يغني عنه، ما استطعت إلى ذلك سبيلا؛ حتى لا يقعوا في الحرج.
_________
١أخرجه: أحمد (٥/ ٣٨٤، ٣٩٤، ٣٩٨)، وأبو داود في (الأدب، باب لا يقال: خبثت نفسي)، (٥/٢٥٩)، والطيالسي (٤٣٠)، والنسائي في "عمل اليوم والليلة" (٩٩١)، وابن السني في "عمل اليوم والليلة" (٦٧١)، وابن أبي الدنيا في "الصمت" (٣٤١)، والطحاوي في "المشكل" (١/٩٠)، والبيهقي في "السنن" (٣/٢١٦)، وفي "الأسماء والصفات" (ص ١٤٤)، وفي "الاعتقاد" (ص ١٥٦) . والحديث صححه النووي في "الأذكار" (٣٠٨)، وفي "الرياض" (١٧٤٨)، وقال الشيخ محمد بن عبد الوهاب: "بسند صحيح".
٢ أبو داود: الأدب (٤٩٨٠)، وأحمد (٥/٣٨٤،٥/٣٩٨) .
٣ أخرجه: البخاري في (البيوع، باب إذا أراد بيع تمر بتمر)، (٢/١٠٦)، ومسلم في (المساقاة، باب بيع الطعام مثلا بمثل)، (٣/١٢١٥) ; عن أبي سعيد الخدري وأبي هريرة ﵄.

وجاء "عن إبراهيم النخعي: أنه يكره: أعوذ بالله، وبك، ويجوز أن يقول: بالله، ثم بك، ويقول: لولا الله ثم فلان، ولا تقولوا: لولا الله، وفلان".

_________
قوله: "عن إبراهيم النخعي": من فقهاء التابعين، لكنه قليل البضاعة في الحديث; كما ذكر ذلك حماد بن زيد.
قوله: "يكره أعوذ بالله وبك": العياذ: الاعتصام بالمستعاذ به عن المكروه، واللِّياذ بالشخص: هو اللجوء إليه لطلب المحبوب، قال الشاعر:
يا من ألوذ به فيما أؤمله ... ومن أعوذ به مما أحاذره
لا يجبر الناس عظما أنت كاسره ... ولا يهيضون عظما أنت جابره
وهذان البيتان يخاطب بهما رجلا، لكن كما قال بعضهم: هذا القول لا ينبغي أن يكون إلا لله.
وقوله: "أعوذ بالله، وبك": هذا محرَّم; لأنه جمع بين الله والمخلوق بحرف يقتضي التسوية، وهو الواو.
ويجوز "بالله ثم بك"; لأن "ثم" تدل على الترتيب والتراخي، فإن قيل: سبق أن من الشرك الاستعاذة بغير الله وعلى هذا يكون قوله: أعوذ بالله ثم بك محرما.
أجيب: أن الاستعاذة بمن يقدر على أن يعيذك جائزة، لقوله ﷺ في "صحيح مسلم" وغيره: " من وجد ملجأ; فليعذ به "١ لكن لو قال: أعوذ بالله ثم بفلان. وهو ميت، فهذا شرك أكبر؛ لأنه لا يقدر على أن يعيذك.
وأما استدلال الإمام أحمد على أن القرآن غير مخلوق
_________
١سبق تخريجه في المجلد الأول.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية البقرة في الأنداد.

الثانية: أن الصحابة ﵃ يفسرون الآية النازلة في الشرك الأكبر أنها تعم الأصغر.

الثالثة: أن الحلف بغير الله شرك.

_________
بقوله ﷺ "أعوذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق"١ ثم قال ﵀: والاستعاذة لا تكون بمخلوق، فيحمل كلامه على أن الاستعاذة بكلام لا تكون بكلام مخلوق بل بكلام غير مخلوق، وهو كلام الله، والكلام تابع للمتكلم به، إن كان مخلوقا; فهو مخلوق، وإن كان غير مخلوق; فهو غير مخلوق.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية البقرة في الأنداد: وقد سبق.
الثانية: أن الصحابة يفسرون الآية النازلة في الشرك الأكبر أنها تعم الأصغر: لأن قوله تعالى: ﴿فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾ [البقرة: من الآية٢٢] نازلة في الأكبر; لأن المخاطب بها هم المشركون، وابن عباس فسرها بما يقتضي الشرك الأصغر; لأن الند يشمل النظير المساوي، على سبيل الإطلاق، أو في بعض الأمور.
الثالثة: أن الحلف بغير الله شرك: لحديث ابن عمر ﵄.
_________
١سبق تخريجه في المجلد الأول.

الرابعة: أنه إذا حلف بغير الله صادقا فهو أكبر من اليمين الغموس.

الخامسة: الفرق بين الواو و(ثم) في اللفظ.

_________
الرابعة: أنه إذا حلف بغير الله صادقا; فهو أكبر من اليمين الغموس: واليمين الغموس عند الحنابلة أن يحلف بالله كاذبا، وقال بعض العلماء - وهو الصحيح -: أن يحلف بالله كاذبا ليقتطع بها مال امرئ مسلم.
الخامسة: الفرق بين الواو وثم في اللفظ: لأن الواو تقتضي المساواة; فتكون شركا، وثم تقتضي الترتيب والتراخي; فلا تكون شركا.

باب ما جاء فيمن لم يقنع بالحلف بالله

باب: ما جاء فيمن لم يقنع بالحلف بالله

عن ابن عمر; أن رسول الله ﷺ قال: " لا تحلفوا بآبائكم،

_________
مناسبة هذا الباب لكتاب التوحيد
أن الاقتناع بالحلف بالله من تعظيم الله; لأن الحالف أكّد ما حلف عليه بالتعظيم باليمين، وهو تعظيم المحلوف به; فيكون من تعظيم المحلوف به أن يصدق ذلك الحالف، وعلى هذا يكون عدم الاقتناع بالحلف بالله فيه شيء من نقص تعظيم الله، وهذا ينافي كمال التوحيد.
والاقتناع بالحلف بالله لا يخلو من أمرين:
الأول: أن يكون ذلك من الناحية الشرعية; فإنه يجب الرضا بالحلف بالله، فيما إذا توجهت اليمين على المدعى عليه فحلف، فيجب الرضا بهذا اليمين بمقتضى الحكم الشرعي.
الثاني: أن يكون ذلك من الناحية الحسية، فإن كان الحالف موضع صدق وثقة; فإنك ترضى بيمينه، وإن كان غير ذلك; فلك أن ترفض الرضا بيمينه، ولهذا لما قال النبي ﷺ لحويِّصَة ومحيِّصَة: "تبرئكم يهودُ بخمسين يمينا. قالوا: كيف نرضى يا رسول الله بأيمان اليهود؟ "١؛ فأقرهم النبي ﷺ على ذلك.
قوله في الحديث: "لا تحلفوا": "لا": ناهية، ولهذا جزم الفعل
_________
١أخرجه: البخاري في (الأدب، باب إكرام الكبير، (٤/١١٧)، ومسلم في (القسامة، باب القسامة)، (٣/١٢٩٢- ١٢٩٥) ; عن رافع بن خديج وسهل بن أبي حثمة.

من حلف بالله; فليصدق، ومن حلف له بالله; فليرض،...................

_________
بعدها بحذف النون.
و"آباؤكم": جمع أب، ويشمل الأب والجد، وإن علا فلا يجوز الحلف بهم; لأنه شرك، وقد سبق بيانه١.
قوله ﷺ: "من حلف بالله; فليصدق، ومن حلف له بالله; فليرض " هنا أمران:
الأمر الأول: للحالف; فقد أُمِر أن يكون صادقا، والصدق: هو الإخبار بما يطابق الواقع، وضده الكذب، وهو: الإخبار بما يخالف الواقع.
فقوله: " من حلف بالله; فليصدق "٢ ; أي: فليكن صادقا في يمينه، وهل يشترط أن يكون مطابقا للواقع أو يكفي الظن؟
الجواب: يكفي الظن; فله أن يحلف على ما يغلب على ظنه; كقول الرجل للنبي ﷺ والله ما بين لابَتَيْهَا أهل بيت أفقر مني؛ فأقره النبي ﷺ.
الثاني: للمحلوف له; فقد أمر أن يرضى بيمين الحالف له.
فإذا قرنت هذين الأمرين بعضهما ببعض; فإن الأمر الثاني يُنَزَّل على ما إذا كان الحالف صادقا; لأن الحديث جمع أمرين: أمرا موجها للحالف، وأمرا موجها للمحلوف له، فإذا كان الحالف صادقا; وجب على المحلوف له الرضا.
فإن قيل: إن كان صادقا فإننا نصدقه وإن لم يحلف؟
أجيب: أن اليمين تزيده توكيدا.
_________
١ص ٢١٣) .
٢ ابن ماجه: الكفارات (٢١٠١) .

ومن لم يرض، فليس من الله" رواه ابن ماجه بسند حسن١.

فيه مسائل:

_________
قوله: " ومن لم يرض; فليس من الله " أي: من لم يرض بالحلف بالله إذا حلف له; فليس من الله، وهذا تبرؤ منه؛ يدل على أن عدم الرضا من كبائر الذنوب، ولكن لا بد من ملاحظة ما سبق، وقد أشرنا أن في حديث القسامة دليلا على أنه إذا كان الحالف غير ثقة، فلك أن ترفض الرضا به; لأنه غير ثقة، فلو أن أحدا حلف لك، وقال: والله، إن هذه الحقيبة من خشب، وهي من جلد; فيجوز أن لا ترضى به لأنك قاطع بكذبه، والشرع لا يأمر بشيء يخالف الحس والواقع، بل لا يأمر إلا بشيء يستحسنه العقل ويشهد له بالصحة والحسن، وإن كان العقل لا يدرك أحيانا مدى حسن هذا الشيء الذي أمر به الشرع، ولكن ليعلم علم اليقين أن الشرع لا يأمر إلا بما هو حسن; لأن الله تعالى يقول: ﴿وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾ [المائدة: من الآية٥٠]، فإذا اشتبه عليك حُسْن شيء من أحكام الشرع; فاتهم نفسك بالقصور أو بالتقصير، أما أن تتهم الشرع; فهذا لا يمكن، وما صح عن الله ورسوله; فهو حق وهو أحسن الأحكام.
فيه مسائل:
_________
١أخرجه: ابن ماجه في (الكفارات، باب من حلف له بالله فليرض، ١/ ٦٧٩) . وقال في "الزوائد": "رجال إسناده ثقات". وحسنه الحافظ في "الفتح" (١١/ ٥٣٦)، وحسنه أيضا الشيخ الإمام محمد بن عبد الوهاب ﵀. وصححه الشيخ سليمان ﵀ في "التيسير" (ص ٩٥٦) على شرط مسلم.

الأولى: النهي عن الحلف بالآباء

الثانية: الأمر للمحلوف له بالله أن يرضى.

الثالثة: وعيد من لم يرض.

_________
الأولى: النهي عن الحلف بالآباء: لقوله: " لا تحلفوا بآبائكم " والنهي للتحريم.
الثانية: الأمر للمحلوف له بالله أن يرضى: لقوله: "ومن حلف له بالله; فليرض"، وسبق التفصيل في ذلك.
الثالثة: وعيد من لم يرض: لقوله: "ومن لم يرض; فليس من الله".
الرابعة - ولم يذكرها المؤلف -: أمر الحالف أن يَصْدُق لأن الصدق واجب في غير اليمين; فكيف باليمين؟!
وقد سبق أن من حلف على يمين كاذبة أنه آثم، وقال بعض العلماء: إنها اليمين الغموس.
وأما بالنسبة للمحلوف له; فهل يلزمه أن يُصَدَّق أم لا؟ المسألة لا تخلو من أحوال خمس:
الأولى: أن يعلم كذبه; فلا أحد يقول: إنه يلزم تصديقه.
الثانية: أن يترجح كذبه; فكذلك لا يلزم تصديقه.
الثالثة: أن يتساوى الأمران; فهذا يجب تصديقه.
الرابعة: أن يترجح صدقه; فيجب أن يصدق.
الخامسة: أن يعلم صدقه; فيجب أن يصدقه.
وهذا في الأمور الحسية، أما الأمور الشرعية في باب التحاكم; فيجب أن يرضى باليمين ويلتزم بمقتضاها; لأن هذا من باب الرضا بالحكم الشرعي، وهو واجب.

باب قول ما شاء الله وشئت

باب: قول ما شاء الله وشئت

عن قتيلة: "أن يهوديا أتى للنبي ﷺ فقال: إنكم تشركون، تقولون: ما شاء الله وشئت، وتقولون: والكعبة.

_________
مناسبة الباب لكتاب التوحيد
أن قول: (ما شاء الله وشئت) من الشرك الأكبر، أو الأصغر; لأنه إن اعتقد أن المعطوف مساو لله; فهو شرك أكبر، وإن اعتقد أنه دونه لكن أشرك به في اللفظ; فهو أصغر، وقد ذكر بعض أهل العلم: أن من جملة ضوابط الشرك الأصغر؛ أن ما كان وسيلة للأكبر فهو أصغر.
قوله: "أن يهوديا": اليهودي: هو المنتسب إلى شريعة موسى ﵇، وسموا بذلك من قوله تعالى: ﴿إِنَّا هُدْنَا إِلَيْكَ﴾ [الأعراف: من الآية ١٥٦] ; أي: رجعنا، أو لأن جدهم اسمه يهوذا بن يعقوب; فتكون التسمية من أجل النسب، وفي الأول تكون التسمية من أجل العمل، ولا يبعد أن تكون من الاثنين جميعا.
قوله: "إنكم تشركون": أي: تقعون في الشرك أيها المسلمون.
قوله: "ما شاء الله وشئت": الشرك هنا أنه جعل المعطوف مساويا للمعطوف عليه، وهو الله ﷿؛ حيث كان العطف بالواو المفيدة للتسوية.
قوله: "والكعبة": الشرك هنا أنه حلف بغير الله، ولم ينكر

فأمرهم النبي ﷺ إذا أرادوا أن يحلفوا أن يقولوا: ورب الكعبة، وأن يقولوا: ما شاء الله ثم شئت " رواه النسائي وصححه١.

_________
النبي ﷺ ما قال اليهودي، بل أمر بتصحيح هذا الكلام; فأمرهم إذا حلفوا أن يقولوا: ورب الكعبة; فيكون القسم بالله.
وأمرهم أن يقولوا: ما شاء الله، ثم شئت; فيكون الترتيب بثم بين مشيئة الله ومشيئة المخلوق، وبذلك يكون الترتيب صحيحا، أما الأول; فلأن الحلف صار بالله، وأما الثاني; فلأنه جُعِل بلفظ يتبين به تأخر مشيئة العبد عن مشيئة الله، وأنه لا مساواة بينهما.
ويستفاد من الحديث:
١- أن النبي ﷺ لم ينكر على اليهودي مع أن ظاهر قصده الذم واللوم للنبي ﷺ وأصحابه; لأن ما قاله حق.
٢- مشروعية الرجوع إلى الحق وإن كان من نبه عليه ليس من أهل الحق.
٣- أنه ينبغي عند تغيير الشيء أن يغير إلى شيء قريب منه; لأن النبي ﷺ أمرهم أن يقولوا: "ورب الكعبة"، ولم يقل: احلفوا بالله، وأمرهم أن يقولوا: "ما شاء الله، ثم شئت".
إشكال وجوابه:
وهو أن يقال: كيف لم ينبه على هذا العمل إلا هذا اليهودي؟
وجوابه: أنه يمكن أن الرسول ﷺ لم يسمعه ولم يعلم به.
_________
١أخرجه: الإمام أحمد (٦/٣٧١، ٣٧٢)، والنسائي في (الأيمان، باب الحلف بالكعبة)، (٧/٦)، والطحاوي في "المشكل" (١/٩١، ٣٥٧)، والحاكم (٤/٢٩٧) -وصححه ووافقه، الذهبي-، والبيهقي (٣/٢١٦)، والمزي في "تهذيب الكمال" (٣/ ١٦٩٤) . وصححه الحافظ في "الإصابة" (٤/٣٨٩) .

وله أيضا عن ابن عباس; أن رجلا قال للنبي ﷺ: ما شاء الله وشئت، فقال: " أجعلتني لله ندا؟! بل ما شاء الله وحده "١.

_________
ولكن يقال: بأن الله يعلم; فكيف يقرهم؟ فيبقى الإشكال.
لكن يجاب: إن هذا من الشرك الأصغر دون الأكبر; فتكون الحكمة هي ابتلاء هؤلاء اليهود الذين انتقدوا المسلمين بهذه اللفظة، مع أنهم يشركون شركا أكبر ولا يرون عيبهم.
قوله: في حديث ابن عباس ﵄: "أن رجلا قال للنبي ﷺ".
الظاهر أنه قال للنبي ﷺ تعظيما، وأنه جعل الأمر مفوضا لمشيئة الله ومشيئة رسوله.
قوله: " أجعلتني لله ندا "؟!.
الاستفهام للإنكار، وقد ضُمِّن معنى التعجب، ومن جعل للخالق ندا; فقد أتى شيئا عجابا.
والند: هو النظير والمساوي; أي: أجعلتني لله مساويا في هذا الأمر؟!
قوله: " بل ما شاء الله وحده " أرشده النبي ﷺ إلى ما يقطع عنه الشرك، ولم يرشده إلى أن يقول ما شاء الله ثم شئت؛ حتى يقطع عنه كل ذريعة عن الشرك وإن بَعُدَت.
_________
١سبق (ص ٢٩) .

......................................................................

_________
يستفاد من الحديث:
١- أن تعظيم النبي ﷺ بلفظ يقتضي مساواته للخالق شرك، فإن كان يعتقد المساواة; فهو شرك أكبر، وإن كان يعتقد أنه دون ذلك; فهو أصغر، وإذا كان هذا شركا; فكيف بمن يجعل حق الخالق للرسول ﷺ؟! هذا أعظم; لأنه ﷺ ليس له شيء من خصائص الربوبية، بل يلبس الدرع، ويحمل السلاح، ويجوع، ويتألم، ويمرض، ويعطش كبقية الناس، ولكن الله فضَّله على البشر بما أوحي إليه من هذا الشرع العظيم، قال تعالى: ﴿قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ﴾ [الكهف: من الآية١١٠] فهو بشر، وأكد هذه البشرية بقوله: (مثلكم)، ثم جاء التمييز بينه وبين بقية البشر بقوله تعالى: ﴿يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ﴾ [الكهف: من الآية١١٠]، ولا شك أن الله أعطاه من الأخلاق الفاضلة التي بها الكمالات من كل وجه؛ أعطاه من الصبر العظيم، وأعطاه من الكرم ومن الجود، لكنها كلها في حدود البشرية، أما أن تصل إلى خصائص الربوبية; فهذا أمر لا يمكن، ومن ادعى ذلك; فقد كفر بمحمد ﷺ وكفر بمن أرسله.
فالمهم أننا لا نغلو في الرسول ﵊؛ فننزله في منزلة هو ينكرها، ولا نهضم حقه الذي يجب علينا؛ فنعطيه ما يجب له، ونسأل الله أن يعيننا على القيام بحقه، ولكننا لا ننزله منزلة الرب ﷿.
٢- إنكار المنكر، وإن كان في أمر يتعلق بالمنكِر; لقوله ﷺ: " أجعلتني لله ندا "؟!، مع أنه فعل ذلك تعظيما للنبي ﷺ، وعلى هذا إذا انحنى لك شخص عند السلام; فالواجب عليك الإنكار.
٣- أن من حسن الدعوة إلى الله ﷿؛ أن تذكر ما يباح إذا

ولابن ماجه عن الطفيل أخي عائشة لأمها; قال: "رأيت كأني أتيت على نفر من اليهود; قلت: إنكم لأنتم القوم؛ لولا أنكم تقولون: عزير ابن الله. قالوا: وأنتم لأنتم القوم؛ لولا أنكم تقولون: ما شاء الله، وشاء محمد. ثم مررت بنفر من النصارى، فقلت: إنكم لأنتم القوم؛ لولا أنكم تقولون: المسيح ابن الله.

_________
ذكرت ما يحرم; لأنه ﷺ لما منعه من قوله: "ما شاء الله وشئت" أرشده إلى الجائز، وهو قوله: "بل ما شاء الله وحده".
قوله في حديث الطفيل: "رأيت كأني أتيت على نفر من اليهود": أي: رؤيا في المنام.
وقوله: "كأن": اسمها الياء، وجملة "أتيت" خبرها.
وقوله: "على نفر": من الثلاثة إلى التسعة، واليهود أتباع موسى.
قوله: "لأنتم القوم": كلمة مدح; كقولك: هؤلاء هم الرجال.
وقوله: "عزير هو": رجل صالح، ادعى اليهود أنه ابن الله، وهذا من كذبهم، وهو كفر صريح، واليهود لهم مثالب كثيرة، لكن خُصَّت هذه; لأنها من أعظمها، وأشهرها عندهم.
قوله: "ما شاء الله، وشاء محمد": هذا شرك أصغر; لأن الصحابة الذين قالوا هذا ولا شك أنهم لا يعتقدون أن مشيئة الرسول ﷺ مساوية لمشيئة الله، فانتقدوا عليهم تسوية مشيئة الرسول ﷺ بمشيئة الله ﷿ باللفظ، مع عظم ما قاله هؤلاء اليهود في حق الله - جل وعلا -.
قوله: "تقولون: المسيح ابن الله": هو عيسى ابن مريم، وسمي

قالوا: وإنكم لأنتم القوم؛ لولا أنكم تقولون: ما شاء الله وشاء محمد. فلما أصبحت; أخبرت بها من أخبرت، ثم أتيت النبي ﷺ فأخبرته; قال: هل أخبرت بها أحدا؟. قلت: نعم ".

_________
مسيحا بمعنى ماسح; فهو فعيل بمعنى فاعل; لأنه كان لا يمسح ذا عاهة إلا برئ بإذن الله; كالأكمه والأبرص.
والشيطان لعب بالنصارى، فقالوا: هو ابن الله; لأنه أتى بدون أب، كما في القرآن: ﴿فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا﴾ [الأنبياء: من الآية٩١]، قالوا: هو جزء من الله; لأن الله أضافه إليه، والجزء هو الابن.
والروح على الراجح عند أهل السنة: ذات لطيفة تدخل الجسم، وتحل فيه كما يحل الماء في الطين اليابس، ولهذا يقبضها المَلَك عند الموت وتُكَفَّن ويصعد بها، ويراها الإنسان عند موته; فالصحيح أنها ذات، وإن كان بعض الناس يقول: إنها صفة، ولكنه ليس كذلك، والحياة صحيح أنها صفة لكن الروح ذات، إذًا نقول لهؤلاء النصارى: إن الله أضاف روح عيسى إليه، كما أضاف البيت والمساجد والناقة إليه وما أشبه ذلك على سبيل التشريف والتعظيم، ولا شك أن المضاف إلى الله يكتسب شرفا وعظمة، حتى إن بعض الشعراء يقول في معشوقته:
لا تدعني إلا بيا عبدها ... فإنه أشرف أسمائي
قوله: "فلما أصبحت أخبرت بها من أخبرت": المقصود بهذه العبارة الإبهام; كقوله تعالى: ﴿فَغَشِيَهُمْ مِنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ﴾ [طه: من الآية٧٨]، والإبهام قد يكون للتعظيم كما في الآية المذكورة، وقد يكون للتحقير حسب السياق، وقد يراد به معنى آخر.
قوله: " هل أخبرت بها أحدا؟ ": سأل النبي ﷺ هذا السؤال; لأنه

قال: فحمد الله، وأثنى عليه، ثم قال: " أما بعد; فإن طفيلا رأى رؤيا أخبر بها من أخبر منكم، وإنكم قلتم كلمة يمنعني كذا وكذا

_________
لو قال: لم أخبر أحدا; فالمتوقع أن الرسول ﵊ سيقول له: لا تخبر أحدا، هذا هو الظاهر، ثم يبين له الحكم ﵊، لكن لما قال: إنه أخبر بها; صار لا بد من بيانها للناس عموما; لأن الشيء إذا انتشر يجب أن يعلن عنه، بخلاف ما إذا كان خاصا; فهذا يخبر به من وصله الخبر.
قوله: "فحمد الله": الحمد: وصف المحمود بالكمال، مع المحبة والتعظيم.
قوله: " وأثنى عليه ": أي: كرر ذلك الوصف.
قوله: "أما بعد": سبق أنها بمعنى مهما يكن من شيء بعد; أي: بعد ما ذكرت; فكذا وكذا.
قوله: " يمنعني كذا وكذا ": أي: يمنعه الحياء كما في رواية أخرى، ولكن ليس الحياء من إنكار الباطل، ولكن من أن ينهى عنها، دون أن يأمره الله بذلك، هذا الذي يجب أن تحمل عليه هذه اللفظة إن كانت محفوظة: أن الحياء الذي يمنعه ليس الحياء من الإنكار; لأن الرسول ﷺ لا يستحي من الحق، ولكن الحياء من أن ينكر شيئا قد درج على الألسنة وألفه الناس قبل أن يؤمر بالإنكار، مثل الخمر بقي الناس يشربونها حتى حُرِّمت في سورة المائدة; فالرسول ﷺ لما لم يؤمر بالنهي عنها سكت، ولما حصل التنبيه على ذلك بإنكار هؤلاء اليهود والنصارى؛ رأى ﷺ أنه لا بد من إنكارها؛ لدخول اللوم على المسلمين بالنطق بها.

أن أنهاكم عنها; فلا تقولوا: ما شاء الله وشاء محمد، ولكن قولوا: ما شاء الله وحده "١.

فيه مسائل:

الأولى: معرفة اليهود بالشرك الأصغر.

الثانية: فهم الإنسان إذا كان له هوى.

_________
قوله: "قولوا ما شاء الله وحده " نهاهم عن الممنوع، وبيَّن لهم الجائز.
فيه مسائل:
الأولى: معرفة اليهود بالشرك الأصغر: لقوله: "إنكم لتشركون".
الثانية: فهم الإنسان إذا كان له هوى: أي: إذا كان له هوى فهم
_________
١أخرجه: ابن ماجه في (الكفارات، باب النهي أن يقال: ما شاء الله وشئت)، (١/٦٨٥) . وقال البوصيري: "رجال الإسناد ثقات على شرط البخاري". وهو عند ابن ماجه من طريق أبي عوانة اليشكري، وقد تابعه شعبة عند الدارمي، (٢/٢٩٥)، والخطيب في "الموضِّح" (١/٣٠٣)، وحماد بن سلمة عند أحمد (٥/ ٧٢)، والطبراني في "الكبير" (٨٢١٤)، والمزي في "تهذيب الكمال" (٢/ ٦٢٦، ٦٢٧)، وزيد بن أبي أنيسة عند الطبراني في "الكبير" (٨٢١٥) . وخالف سفيان بن عيينة; فأخرجه أحمد (٥/٣٩٣)، وابن ماجه (١/٦٨٥) من طريقه; عن حذيفة بن اليمان. وكذا معمر بن راشد; فأخرجه الطحاوي في "المشكل" (١/ ٩٠) من طريقه عن جابر بن سمرة ﵃، وقد رجح الحافظ أن الحديث من رواية الطفيل. انظر: "فتح الباري" (١١/ ٥٤٠) .

الثالثة: قوله ﷺ " أجعلتني لله ندا"؟! ; فكيف بمن قال: " ما لي من ألوذ به سواك ... "، والبيتين بعده؟

_________
شيئا، وإن كان هو يرتكب مثله أو أشد منه; فاليهود - مثلا - أنكروا على المسلمين قولهم: "ما شاء الله وشئت"، وهم يقولون أعظم من هذا، يقولون: عزير ابن الله، ويصفون الله تعالى بالنقائص والعيوب.
ومن ذلك بعض المقلدين يفهم النصوص على ما يوافق هواه; فتجده يحمل النصوص من الدلالات ما لا تحتمل، كذلك أيضا بعض العصريين يحملون النصوص ما لا تحتمله حتى توافق ما اكتشفه العلم الحديث في الطب والفلك وغير ذلك، كل هذا من الأمور التي لا يحمد الإنسان عليها; فالإنسان يجب أن يفهم النصوص على ما هي عليه، ثم يكون فهمه تابعا لها، لا أن يُخضع النصوص لفهمه أو لما يعتقده، ولهذا يقولون: استدل ثم اعتقد، ولا تعتقد ثم تستدل; لأنك إذا اعتقدت ثم استدللت ربما يحملك اعتقادك على أن تحرف النصوص إلى ما تعتقده كما هو ظاهر في جميع الملل والمذاهب المخالفة لما جاء به الرسول ﵊، تجدهم يحرفون هذه النصوص لتوافق ما هم عليه، والحاصل أن الإنسان إذا كان له هوى; فإنه يحمل النصوص ما لا تحتمله من أجل أن توافق هواه.
الثالثة: قوله ﷺ " أجعلتني لله ندا "؟!: هو قوله: " ما شاء الله وشئت "١.
وقوله: "فكيف بمن قال: ما لي من ألوذ به سواك والبيتين بعده ... " يشير ﵀ إلى أبيات للبوصيري في البردة - القصيدة المشهورة -، يقول فيها:
يا أكرم الخلق ما لي من ألوذ به ... سواك عند حلول الحادث العمم
_________
١ النسائي: الأيمان والنذور (٣٧٧٣)، وأحمد (٦/٣٧١) .

الرابعة: أن هذا ليس من الشرك الأكبر، لقوله: " يمنعني كذا وكذا".

الخامسة: أن الرؤيا الصالحة من أقسام الوحي.

_________
إن لم تكن في معاوي آخذا بيدي ... فضلا وإلا فقل يا زلة القدم
فإن من جودك الدنيا وضرتها ... ومن علومك علم اللوح والقلم
غاية الكفر والغلو; فلم يجعل لله شيئا، والنبي ﷺ شرفه بكونه عبد الله ورسوله، لا لمجرد كونه محمد بن عبد الله.
الرابعة: أن هذا ليس من الشرك الأكبر: لقوله: "يمنعني كذا وكذا"; لأنه لو كان من الشرك الأكبر ما منعه شيء من إنكاره.
الخامسة: أن الرؤيا الصالحة من أقسام الوحي: تؤخذ من حديث الطفيل، ولقوله ﷺ: " الرؤيا الصالحة جزء من ستة وأربعين جزءا من النبوة "١ وهذا موافق للواقع بالنسبة للوحي الذي أوحي إلى النبي ﷺ؛ لأن أول الوحي كان بالرؤيا الصالحة من ربيع الأول إلى رمضان، وهذا ستة أشهر، فإذا نسبت هذا إلى بقية زمن الوحي، كان جزءا من ستة وأربعين جزءا; لأن الوحي; كان ثلاثا وعشرين سنة وستة أشهر مقدمة له.
والرؤيا الصالحة: هي التي تتضمن الصلاح، وتأتي منظمة، وليست بأضغاث أحلام.
أما أضغاث الأحلام; فإنها مشوشة غير منظمة، وذلك مثل التي قصها رجل على النبي ﷺ قال: إني رأيت رأسي قد قطع، وإني جعلت
_________
١أخرجه: البخاري في (التعبير، باب القيد في المنام، ٤/ ٣٠٣)، ومسلم في (الرؤيا، ٤/ ١٣٧٣) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

السادسة: أنها قد تكون سببا لشرع بعض الأحكام.

_________
أشتد وراءه سعيا. فقال النبي ﷺ: " لا تحدث الناس بتلاعب الشيطان بك في منامك "١، والغالب أن المرائي المكروهة من الشيطان، قال الله تعالى: ﴿إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ﴾ [المجادلة: من الآية ١٠]، ولذلك أرشد النبي ﷺ لمن رأى ما يكره أن يتفل عن يساره، أو ينفث ثلاث مرات، وأن يقول: "أعوذ بالله من شر الشيطان ومن شر ما رأيت. وأن يتحول إلى الجانب الآخر، وأن لا يخبر أحدا "٢ وفي رواية: أمره أن يتوضأ، وأن يصلي.٣
السادسة: أنها قد تكون سببا لشرع بعض الأحكام: من ذلك رؤيا إبراهيم ﵊ أنه يذبح ابنه، وهذا الحديث، وكذلك أثبت النبي ﷺ رؤيا عبد الله بن زيد في الأذان، وقال النبي ﷺ: "إنها رؤيا حق"٤ وأبو بكر ﵁ أثبت رؤيا من رأى ثابت بن قيس بن
_________
١أخرجه: مسلم في (الرؤيا، باب لا يخبر بتلعب الشيطان به في المنام)، (٤/١٧٧٦) من حديث جابر ﵁.
٢حديث أبي سعيد الخدري ﵁، وفيه: " ... وإذا رأى غير ذلك مما يكره; فإنما هي من الشيطان، ولا يذكرها لأحد; فإنها لا تضره"، أخرجه: البخاري في (التعبير، باب الرؤيا من الله)، (٤/٢٩٦) . وحديث جابر ﵁ عن رسول الله ﷺ; قال: إذا رأى أحدكم الرؤيا يكرهها; فليبصق عن يساره ثلاثا، وليستعذ من الشيطان ثلاثا، وليتحول عن جنبه الذي كان عليه، أخرجه: مسلم (٤/ ١٧٧٣) .
٣حديث أبي هريرة ﵁، وفيه: " ... فمن رأى شيئا يكرهه; فلا يقصه على أحد، وليقم فليصل "، أخرجه: البخاري في (التعبير، باب القيد في المنام)، (٤/٣٠٣) .
٤أخرجه: أحمد (٤/ ٤٣)، وأبو داود في (الصلاة، باب كيف الأذان)، (١/٣٣٧)، والترمذي أخرج آخره دون صفة الأذان (١/ ٢٣٦) - وقال: "حسن صحيح"، وابن ماجه في (الأذان، باب بدء الأذان) . وقال النووي في "المجموع" (٣/٧٦): "رواه أبو داود بإسناد صحيح، وروى الترمذي بعضه بطريق أبي داود".

......................................................................

_________
شماس; فقال للذي رآه: إنكم ستجدون درعي تحت بُرْمَة، وعندها فرس يستن، فلما أصبح الرجل ذهب إلى خالد بن الوليد وأخبره، فذهبوا إلى المكان ورأوا الدرع تحت البرمة عندها الفرس١، فنفذ أبو بكر وصيته; لوجود القرائن التي تدل على صدقها، لكن لو دلت على ما يخالف الشريعة; فلا عبرة بها، ولا يلتفت إليها; لأنها ليست رؤيا صالحة.
_________
١أورده الهيثمي في "مجمع الزوائد" (٩/٣٢١)، وقال: "رواه الطبراني، ورجاله رجال الصحيح".

باب من سب الدهر فقد آذى الله

باب: من سب الدهر فقد آذى الله

.......................................................................

_________
السب: الشتم، والتقبيح، والذم، وما أشبه ذلك.
الدهر: هو الزمان والوقت.
وسب الدهر ينقسم إلى ثلاثة أقسام:
الأول: أن يقصد الخبر المحض دون اللوم; فهذا جائز، مثل أن يقول: تعبنا من شدة حر هذا اليوم أو برده، وما أشبه ذلك; لأن الأعمال بالنيات، ومثل هذا اللفظ صالح لمجرد الخبر، ومنه قول لوط ﵊: ﴿هَذَا يَوْمٌ عَصِيبٌ﴾ [هود: من الآية٧٧] .
الثاني: أن يسب الدهر على أنه هو الفاعل، كأن يعتقد بسبه الدهر أن الدهر هو الذي يقلب الأمور إلى الخير والشر، فهذا شرك أكبر لأنه اعتقد أن مع الله خالقا; لأنه نسب الحوادث إلى غير الله، وكل من اعتقد أن مع الله خالقا; فهو كافر، كما أن من اعتقد أن مع الله إلها يستحق أن يعبد; فإنه كافر.
الثالث: أن يسب الدهر لا لاعتقاده أنه هو الفاعل، بل يعتقد أن الله هو الفاعل، لكن يسبه لأنه محل لهذا الأمر المكروه عنده; فهذا محرم، ولا يصل إلى درجة الشرك، وهو من السفه في العقل والضلال في الدين; لأن حقيقة سبه تعود إلى الله - سبحانه -; لأن الله تعالى هو الذي يصرف الدهر، ويُكَوِّن فيه ما أراد من خير أو شر، فليس الدهر فاعلا، وليس هذا السب يُكَفِّر; لأنه لم يسب الله تعالى مباشرة.

وقول الله تعالى: ﴿وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ﴾ [الجاثية: من الآية٢٤] الآية.

_________
قوله: " فقد آذى الله": لا يلزم من الأذية الضرر; فالإنسان يتأذى بسماع القبيح أو مشاهدته، ولكنه لا يتضرر بذلك، ويتأذى بالرائحة الكريهة كالبصل والثوم ولا يتضرر بذلك، ولهذا أثبت الله الأذية في القرآن، قال تعالى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا﴾ [الأحزاب:٥٧] . وفي الحديث القدسي: "يؤذيني ابن آدم، يسب الدهر وأنا الدهر، أقلب الليل والنهار" ١ ونفى عن نفسه أن يضره شيء، قال تعالى: ﴿إِنَّهُمْ لَنْ يَضُرُّوا اللَّهَ شَيْئًا﴾ [آل عمران: من الآية١٧٦]، وفي الحديث القدسي: "يا عبادي! إنكم لن تبلغوا ضري فتضروني" رواه مسلم٢.
قوله تعالى: ﴿وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا﴾ [الجاثية: من الآية٢٤] المراد بذلك المشركون الموافقون للدُّهرية - بضم الدال على الصحيح عند النسبة; لأنه مما تُغيَّر فيه الحركة-، والمعنى: وما الحياة والوجود إلا هذا; فليس هناك آخرة، بل يموت بعض ويحيا آخرون، هذا يموت فيدفن وهذا يولد فيحيا، ويقولون: إنها أرحام تدفع، وأرض تبلع، ولا شيء سوى هذا.
قوله: ﴿وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ﴾ [الجاثية: من الآية٢٤] أي: ليس هلاكنا بأمر الله وقدره، بل بطول السنين لمن طالت مدته، والأمراض، والهموم، والغموم، لمن قصرت مدته; فالمهلك لهم هو الدهر.
_________
١سيأتي (ص ٢٤٧) .
٢أخرجه: مسلم في (البر والصلة، باب تحريم الظلم)، (٤/١٩٩٤) من حديث أبي ذر جندب بن جنادة ﵁.

......................................................................

_________
قوله: ﴿وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ﴾ [الجاثية: من الآية٢٤] "ما": نافية، و"علم": مبتدأ خبره مقدم "لهم"، وأكد ب"من" فيكون للعموم: أي ما لهم علم لا قليل ولا كثير، بل العلم واليقين بخلاف قولهم.
قوله: ﴿إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ﴾ [الجاثية: من الآية٢٤] "إن": هنا نافية لوقوع "إلا" بعدها; أي: ما هم إلا يظنون.
الظن هنا بمعنى الوهم; فليس ظنهم مبنيا على دليل يجعل الشيء مظنونا، بل هو مجرد وهم لا حقيقة له; فلا حجة لهم إطلاقا، وفي هذا دليل على أن الظن يستعمل بمعنى الوهم، وأيضا يستعمل بمعنى العلم واليقين; كقوله تعالى: ﴿الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ﴾ [البقرة: من الآية٤٦] .
والرد على قولهم بما يلي:-
أولا: قولهم: ﴿مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا﴾ [الجاثية: من الآية٢٤] وهذا يرده المنقول والمعقول:
أما المنقول; فالكتاب والسنة تدل على ثبوت الآخرة، ووجوب الإيمان باليوم الآخر، وأن للعباد حياة أخرى سوى هذه الحياة الدنيا، والكتب السماوية الأخرى تقرر ذلك وتؤكده.
وأما المعقول; فإن الله فرض على الناس الإسلام والدعوة إليه، والجهاد لإعلاء كلمة الله، مع ما في ذلك من استباحة الدماء والأموال والنساء والذرية، فمن غير المعقول أن يكون الناس بعد ذلك ترابا لا بعث ولا حياة ولا ثواب ولا عقاب، وحكمة الله تأبى هذا، قال تعالى: ﴿إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ﴾ [القصص: من الآية٨٥] ; أي: الذي أنزل عليك القرآن، وفرض العمل به والدعوة إليه، لا بد أن يردك إلى معاد؛ تجازى فيه، ويجازى فيه كل من بلغته الدعوة.
ثانيا: قولهم: ﴿وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ﴾ [الجاثية: من الآية٢٤] أي: إلا مرور الزمن.

وفي " الصحيح " عن أبي هريرة عن النبي ﷺ قال: "قال الله تعالى:...........................................................

_________
وهذا يرده المنقول والمحسوس:
فأما المنقول; فالكتاب والسنة تدل على أن الإحياء والإماتة بيد الله ﷿، كما قال الله تعالى: ﴿هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ﴾ [يونس:٥٦]، وقال عن عيسى ﵊: ﴿وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللَّهِ﴾ [آل عمران: من الآية٤٩] .
وأما المحسوس; فإننا نعلم من يبقى سنين طويلة على قيد الحياة; كنوح ﵇ وغيره، ولم يهلكه الدهر، ونشاهد أطفالا يموتون في الشهر الأول من ولادتهم، وشبابا يموتون في قوة شبابهم; فليس الدهر هو الذي يميتهم.
مناسبة الآية للباب
أن في الآية نسبة الحوادث إلى الدهر، ومن نسبها إلى الدهر; فسوف يسب الدهر إذا وقع فيه ما يكرهه.
قوله: "وفي "الصحيح" عن أبي هريرة ... إلى آخره": هذا الحديث يسمى الحديث القدسي، أو الإلهي، أو الرباني، وهو كل ما يرويه النبي ﷺ عن ربه ﷿، وسبق الكلام عليه في باب فضل التوحيد، وما يكفر من الذنوب (١/٨٠) .
قوله: "قال الله تعالى": تعالى مشتق من العلو، وجاءت بهذه الصيغة؛ للدلالة على ترفعه - جل وعلا - عن كل نقص وسفل; فهو متعال

يؤذيني ابن آدم "،..................................................

_________
بذاته وصفاته، وهي أبلغ من كلمة علا; لأنها تحمل معنى الترفع والتنزه عما يقوله المعتدون علوا كبيرا.
قوله: " يؤذيني ابن آدم ": أي: يلحق بي الأذى; فالأذية لله ثابتة ويجب علينا إثباتها; لأن الله أثبتها لنفسه، فلسنا أعلم من الله بالله، ولكنها ليست كأذية المخلوق; بدليل قوله تعالى: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ [الشورى: من الآية١١]، وقدم النفي في هذه الآية على الإثبات؛ لأجل أن يرد الإثبات على قلب خال من توهم المماثلة، ويكون الإثبات حينئذ على الوجه اللائق به تعالى، وأنه لا يماثل في صفاته كما لا يماثل في ذاته، وكل ما وصف الله به نفسه; فليس فيه احتمال للتمثيل; إذ لو كان احتمال التمثيل جائزا في كلامه سبحانه، وكلام رسوله فيما وصف به نفسه; لكان احتمال الكفر جائزا في كلامه سبحانه، وكلام رسوله ﷺ.
قوله: "ابن آدم": شامل للذكور والإناث، وآدم هو أبو البشر، خلقه الله تعالى من طين وسواه ونفخ فيه من روحه وأسجد له الملائكة وعلمه الأسماء كلها.
واعلم أنه من المؤسف أنه يوجد فكرة مضلة كافرة، وهي أن الآدميين نشأوا من قرد لا من طين، ثم تطور الأمر بهم حتى صاروا على هذا الوصف، ويمكن على مر السنين أن يتطوروا حتى يصيروا ملائكة، وهذا القول لا شك أنه كفر، وتكذيب صريح للقرآن; فيجب علينا أن ننكره إنكارا بالغا، وأن لا نقره في كتب المدارس، فمن زعم هذه الفكرة يقال له: بل أنت قرد في صورة إنسان، ومثلك كما قال الشاعر:
إذا ما ذكرنا آدما وفعاله ... وتزويجه بنتيه بابنيه في الخنا
علمنا بأن الخلق من نسل فاجر ... وأن جميع الناس من عنصر الزنا

يسب الدهر، وأنا الدهر؛..............................................

_________
وأجابه بعض العلماء بجواب; فقال: أنت الآن أقررت أنك ولد زنا، وإقرارك على نفسك مقبول، وعلى غيرك غير مقبول، ومثلك كما قال الشاعر:
كذلك إقرار الفتى لازم له ... وفي غيره لغو كما جاء شرعن
ولكن أنا في الحقيقة يؤلمني أن يوجد هذا بين أيدي شبابنا; فبعض الناس أخذوا به على أنه أمر محتمل، والواقع أنه لا يحتمل سوى البطلان والكذب، والدس على المسلمين بالتشكيك بما أخبرهم الله به عن خلق آدم وبنيه.
وأيضا مما يحذر عنه كلمة (فكر إسلامي) ; إذ معنى هذا أننا جعلنا الإسلام عبارة عن أفكار قابلة للأخذ والرد، وهذا خطر عظيم، أدخله علينا أعداء الإسلام من حيث لا نشعر، والإسلام شرع من عند الله وليس فكرا لمخلوق.
قوله: "يسب الدهر": الجملة تعليل للأذية، أو تفسير لها، أي: بكونه يسب الدهر، أي: يشتمه ويقبحه ويلومه وربما يلعنه - والعياذ بالله - يؤذي الله، والدهر: هو الزمن والوقت، وقد سبق بيان أقسام سب الدهر.
قوله: "وأنا الدهر": أي: مدبر الدهر ومصرفه، لقوله تعالى: ﴿وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ﴾ [آل عمران: من الآية١٤٠]، ولقوله في الحديث: "أقلب الليل والنهار"، والليل والنهار هما الدهر. ولا يقال بأن الله هو الدهر نفسه، ومن قال ذلك; فقد جعل الخالق مخلوقا، والمقلِّب (بكسر اللام) مقلَّبا (بفتح اللام) .
فإن قيل: أليس المجاز ممنوعا في كلام الله، وكلام رسوله ﷺ، وفي اللغة؟

......................................................................

_________
أجيب: إن الكلمة حقيقة في معناها الذي دل عليه السياق والقرائن، وهنا في الكلام محذوف تقديره: وأنا مقلب الدهر; لأنه فسره بقوله: "أقلب الليل والنهار"، والليل والنهار هما الدهر، ولأن العقل لا يمكن أن يجعل الخالق الفاعل هو المخلوق المفعول، المقلب هو المقلب، وبهذا عرف خطأ من قال: إن الدهر من أسماء الله، كابن حزم ﵀; فإنه قال: " إن الدهر من أسماء الله"، وهذا غفلة عن مدلول هذا الحديث، وغفلة عن الأصل في أسماء الله.
فأما مدلول الحديث; فإن السابين للدهر لم يريدوا سب الله، وإنما أرادوا سب الزمن; فالدهر هو الزمن في مرادهم.
وأما الأصل في أسماء الله; فالأصل في أسماء الله أن تكون حسنى; أي: بالغة في الحسن أكمله، فلا بد أن تشتمل على وصف ومعنى، هو أحسن ما يكون من الأوصاف والمعاني في دلالة هذه الكلمة، ولهذا لا تجد في أسماء الله تعالى اسما جامدا أبدا; لأن الاسم الجامد ليس فيه معنى أحسن أو غير أحسن، لكن أسماء الله كلها حسنى; فيلزم من ذلك أن تكون دالة على معان.
والدهر اسم من أسماء الزمن ليس فيه معنى إلا أنه اسم زمن، وعلى هذا; فينتفي أن يكون اسما لله تعالى لوجهين:
الأول: أن سياق الحديث يأباه غاية الإباء.
الثاني: أن أسماء الله حسنى، والدهر اسم جامد، لا يحمل معنى إلا أنه اسم للأوقات، فلا يحمل المعنى الذي يوصف بأنه أحسن، وحينئذ فليس من أسماء الله تعالى، بل إنه الزمن، ولكن مقلب الزمن هو الله، ولهذا قال: "أقلب الليل والنهار ".

أقلب الليل والنهار "١.

وفي رواية: "لا تسبوا الدهر; فإن الله هو الدهر "٢.

_________
قوله: " أقلب الليل والنهار " أي: ذواتهما وما يحدث فيهما; فالليل والنهار يُقَلَّبان من طول إلى قصر إلى تساو، والحوادث تتقلب فيه في الساعة، وفي اليوم، وفي الأسبوع، وفي الشهر، وفي السنة، قال تعالى: ﴿قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾ [آل عمران: ٢٦]، وهذا أمر ظاهر، وهذا التقليب له حكمة قد تظهر لنا وقد لا تظهر; لأن حكمة الله أعظم من أن تحيط بها عقولنا، ومجرد ظهور سلطان الله ﷿ وتمام قدرته هو من حكمة الله لأجل أن يخشى الإنسان صاحب هذا السلطان والقدرة، فيتضرع ويلجأ إليه.
قوله: وفي رواية: "لا تسبوا الدهر; فإن الله هو الدهر "٣ وفائدة هذه الرواية: أن فيها التصريح في النهي عن سب الدهر.
قوله: " فإن الله هو الدهر "٤ وفي نسخة: "فإن الدهر هو الله"٥، والصواب: " فإن الله هو الدهر ".
وقوله: " فإن الله هو الدهر "٦ أي: فإن الله هو مدبر الدهر ومصرفه، وهذا تعليل للنهي، ومن بلاغة كلام الله ورسوله قرن الحكم بالعلة؛ لبيان الحكمة وزيادة الطمأنينة، ولأجل أن تتعدى العلة إلى غيرها فيما إذا كان المعلل حكما; فهذه ثلاث فوائد في قرن العلة بالحكم.
_________
١أخرجه: البخاري في (التفسير، تفسير سورة الجاثية)، (٣/٢٩١)، ومسلم في (الأدب، باب النهي عن سب الدهر)، (٤/١٧٦٢) .
٢أخرجها: مسلم في الموضع السابق (٤/١٧٦٣) .
٣ مسلم: الألفاظ من الأدب وغيرها (٢٢٤٦)، وأحمد (٢/٣٩٥،٢/٤٩١،٢/٤٩٦،٢/٤٩٩) .
٤ مسلم: الألفاظ من الأدب وغيرها (٢٢٤٦)، وأحمد (٢/٢٧٢،٢/٣٩٥،٢/٤٩١،٢/٤٩٩)، ومالك: الجامع (١٨٤٦) .
٥ البخاري: الأدب (٦١٨٢)، ومسلم: الألفاظ من الأدب وغيرها (٢٢٤٦،٢٢٤٧)، وأحمد (٢/٢٥٩،٢/٢٧٢،٢/٢٧٥،٢/٣١٨،٢/٣٩٤،٢/٣٩٥،٢/٤٩١،٢/٤٩٩)، ومالك: الجامع (١٨٤٦) .
٦ مسلم: الألفاظ من الأدب وغيرها (٢٢٤٦)، وأحمد (٢/٢٧٢،٢/٣٩٥،٢/٤٩١،٢/٤٩٩)، ومالك: الجامع (١٨٤٦) .

فيه مسائل:

الأولى. النهي عن سب الدهر.

الثانية. تسميته أذى لله.

الثالثة. التأمل في قوله: "فإن الله هو الدهر".

الرابعة. أنه قد يكون سابا ولو لم يقصده بقلبه.

_________
فيه مسائل:
الأولى: النهي عن سب الدهر: لقوله: "لا تسبوا الدهر ".
الثانية: تسميته أذى لله: تؤخذ من قوله: " يؤذيني ابن آدم ".
الثالثة: التأمل في قوله: " فإن الله هو الدهر " فإذا تأملنا فيه؛ وجدنا أن معناه أن الله مقلب الدهر ومصرفه، وليس معناه أن الله هو الدهر، وقد سبق بيان ذلك.
الرابعة: أنه قد يكون سابا، ولو لم يقصده بقلبه: تؤخذ من قوله: " يؤذيني ابن آدم، يسب الدهر " ولم يذكر قصدا، ولو عبر الشيخ بقوله: أنه قد يكون مؤذيا لله وإن لم يقصده; لكان أوضح وأصح; لأن الله صرح بقوله: "يسب الدهر"، والفعل لا يضاف إلا لمن قصده، وقد فات على الشيخ ﵀ بعض المسائل، منها: تفسير آية الجاثية، وقد سبق ذلك.

باب التسمي بقاضي القضاة ونحوه

باب: التسمي بقاضي القضاة ونحوه

.......................................................................

_________
قوله: "باب التسمي بقاضي القضاة ": أي: وضع الشخص لنفسه هذا الاسم، أو رضاه به من غيره.
قوله: "قاضي القضاة": قاضي: بمعنى حاكم، والقضاة; أي: الحكام، و"أل" للعموم.
والمعنى: التسمي بحاكم الحُكَّام ونحوه، مثل ملك الأملاك، وسلطان السلاطين وما أشبه ذلك، مما يدل على النفوذ والسلطان; لأن القاضي جمع بين الإلزام والإفتاء، بخلاف المفتي; فهو لا يُلزِم، ولهذا قالوا: القاضي جمع بين الشهادة، والإلزام، والإفتاء; فهو يشهد أن هذا الحكم حكم الله، وأن الحق للمحكوم له على المحكوم عليه، ويفتي; أي: يخبر عن حكم الله وشرعه، ويُلزِم الخصمين بما حكم به.
مناسبة الباب لكتاب التوحيد
أن من تسمى بهذا الاسم; فقد جعل نفسه شريكا مع الله فيما لا يستحقه إلا الله; لأنه لا أحد يستحق أن يكون قاضي القضاة، أو حاكم الحكام، أو ملك الأملاك، إلا الله ﷾; فالله هو القاضي فوق كل قاض، وهو الذي له الحكم، ويُرجَع إليه الأمر كله، كما ذكر الله ذلك في القرآن.

......................................................................

_________
وقد تقدم أن قضاء الله ينقسم إلى قسمين:
١- قضاء كوني.
٢- قضاء شرعي.
والقضاء الكوني لا بد من وقوعه، ويكون فيما أحب الله، وفيما كرهه، قال تعالى: ﴿وَقَضَيْنَا إِلَى بَنِي إِسْرائيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ﴾ [الإسراء: من الآية ٤] ; فهذا قضاء كوني متعلق بما يكرهه الله; لأن الفساد في الأرض لا يحبه الله، والله لا يحب المفسدين، وهذا القضاء الكوني لا بد أن يقع ولا معارض له إطلاقا.
وأما النوع الثاني من القضاء، وهو القضاء الشرعي; فمثل قوله تعالى: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ [الإسراء: ٢٣]، والقضاء الشرعي لا يلزم منه وقوع المقضي، فقد يقع وقد لا يقع، ولكنه يتعلق فيما يحبه الله، وقد سبق الكلام على ذلك.
فإن قلت: إذا أضفنا القضاة وحصرناها بطائفة معينة، أو ببلد معين، أو بزمان معين، مثل أن يقال: قاضي القضاة في الفقه، أو قاضي قضاة المملكة العربية السعودية، أو قاضي قضاة مصر، أو الشام، أو ما أشبه ذلك; فهل يجوز هذا؟
فالجواب: أن هذا جائز; لأنه مقيد، ومعلوم أن قضاء الله لا يتقيد، فحينئذ لا يكون فيه مشاركة لله ﷿، على أنه لا ينبغي أيضا أن يتسمى الإنسان بذلك، أو يسمى به، وإن كان جائزا; لأن النفس قد تصعب السيطرة عليها، فيما إذا شعر الإنسان بأنه موصوف بقاضي قضاة الناحية الفلانية، فقد يأخذه الإعجاب بالنفس، والغرور، حتى لا يقبل الحق إذا

......................................................................

_________
خالف قوله، وهذه مسألة عظيمة لها خطرها، إذا وصلت بالإنسان إلى الإعجاب بالرأي بحيث يرى أن رأيه مفروض على من سواه; فإن هذا خطر عظيم، فمع القول بأن ذلك جائز، لا ينبغي أن يقبله اسما لنفسه، أو وصفا له، ولا أن يتسمى به.
فإذا قُيِّد بزمان أو مكان ونحوهما; قلنا: إنه جائز، ولكن الأفضل ألا يفعل.
لكن إن قُيد بفن من الفنون; هل يكون جائزا؟
مقتضى التقييد أن يكون جائزا، لكن إن قُيِّد بالفقه، بأن قيل: (عالم العلماء في الفقه)، وقلنا: إن الفقه يشمل أصول الدين وفروعه على حد قول الرسول ﷺ " من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين "١ صار فيه عموم واسع، ومعنى هذا أن مرجع الناس كلهم في الشرع إليه; فهذا في نفسي منه شيء، والأولى التنزه عنه.
وأما إن قُيد بقبيلة; فهو جائز، لكن يجب مع الجواز مراعاة جانب الموصوف؛ أن لا يغتر، ويعجب بنفسه، ولهذا قال النبي ﷺ للمادح: "قطعت عنق صاحبك "٢.
وأما التسمي ب (شيخ الإسلام)، مثل أن يقال: شيخ الإسلام ابن تيمية، أو شيخ الإسلام محمد بن عبد الوهاب، أي أنه الشيخ المطلق الذي يرجع إليه الإسلام; فهذا لا يصح; إذ إن أبا بكر ﵁ أحق بهذا الوصف; لأنه أفضل الخلق بعد النبيين، ولكن إذا قصد بهذا الوصف أنه جدد في الإسلام، وحصل له أثر طيب في الدفاع عنه; فلا بأس بإطلاقه.
وأما بالنسبة للتسمي ب (الإمام) ; فهو أهون بكثير من التسمي ب (شيخ
_________
١أخرجه: البخاري في (العلم، باب من يرد الله به خيرا)، (١/٤٢)، ومسلم في (الزكاة، باب النهي عن المسألة)، (٢/٧١٨) ; من حديث معاوية ﵁.
٢أخرجه: البخاري في (الأدب، باب ما يكره من التمادح)، (٤/١٠٢)، ومسلم في (الزهد، باب النهي عن المدح)، (٤/٢٢٩٦) ; من حديث أبي بكرة ﵁.

..

في " الصحيح " عن أبي هريرة عن النبي ﷺ قال: " إن أخنع اسم عند الله....................................................................

_________
الإسلام) ; لأن النبي ﷺ سمى إمام المسجد إماما، ولو لم يكن عنده إلا اثنان.
لكن ينبغي أن ينبه أنه لا يتسامح في إطلاق كلمة إمام، إلا على من كان قدوة وله أتباع; كالإمام أحمد والبخاري ومسلم وغيرهم ممن له أثر في الإسلام; لأن وصف الإنسان بما لا يستحق هضم للأمة; لأن الإنسان إذا تصور أن هذا إمام، وهذا إمام، هان الإمام الحق في عينه، قال الشاعر:
ألم تر أن السيف ينقص قدره ... إذا قيل إن السيف أمضى من العصا
ومن ذلك أيضا: (آية الله، حجة الله، حجة الإسلام) ; فإنها ألقاب حادثة، لا تنبغي؛ لأنه لا حجة لله على عباده إلا الرسل.
وأما آية الله، فإن أريد به المعنى الأعم; فلا مدح فيه؛ لأن كل شيء آية لله، كما قيل:
وفي كل شيء له آية ... تدل على أنه واحد
وإن أريد المعنى الأخص; أي: أن هذا الرجل آية خارقة; فهذا في الغالب يكون مبالغا فيه، والعبارة السليمة أن يقال: عالم، مفتٍ، قاضٍ، حاكم، إمام، لمن كان مستحقا لذلك.
قوله: "في الصحيح" انظر الكلام عليها فيما سبق: (١/١٥٧) .
قوله: " إن أخنع اسم ": أي: أوضع اسم، والمراد بالاسم المسمى، فأوضع اسم عند الله رجل تسمى ملك الأملاك ; لأنه جعل نفسه في مرتبة عليا، فالملوك أعلى طبقات البشر من حيث السلطة; فجعل مرتبته فوق

رجل تسمى ملك الأملاك، لا مالك إلا الله "١.

_________
مرتبتهم، وهذا لا يكون إلا لله ﷿، ولهذا عوقب بنقيض قصده; فصار أوضع اسم عند الله إذ قصده أن يتعاظم حتى على الملوك، فأهين، ولهذا كان أحب اسم عند الله ما دل على التذلل والخضوع، مثل: عبد الله، وعبد الرحمن، وأبغض اسم عند الله ما دل على الجبروت، والسلطة، والتعظيم.
قوله: " لا مالك إلا الله ": أي: لا مالك على الحقيقة الملك المطلق إلا الله تعالى. وأيضا لا مَلِك إلا الله ﷿؛ ولهذا جاءت آية الفاتحة بقراءتين: "ملِكِ يوم الدين" و﴿مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ﴾ [الفاتحة:٤] ; لكي يجمع بين الملك وتمام السلطان; فهو - سبحانه - ملك مالك، ملك ذو سلطة وعظمة وقول نافذ، ومالك متصرف مدبر لجميع مملكته.
فالله له الخلق والملك والتدبير; فلا خالق إلا الله، ولا مدبر إلا الله، ولا مالك إلا الله، قال تعالى: ﴿هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾ [فاطر: من الآية٣] ; فالاستفهام بمعنى النفي، وقد أشرب معنى التحدي، أي إن وجدتموه فهاتوه، وقال تعالى: ﴿إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْخَلَّاقُ الْعَلِيمُ﴾ [الحجر:٨٦] فيها توكيد، وحصر، وهذا دليل انفراده بالخلق، وقال تعالى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ﴾ [الحج: من الآية٧٣] ; ف "الذين": اسم موصول يشمل كل من يُدعى من دون الله، ﴿لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا﴾ [الحج: من الآية٧٣] وهذا على سبيل المبالغة; وما كان على سبيل المبالغة; فلا مفهوم له كثرة أو قلة.
_________
١أخرجه: البخاري في (الأدب، باب أبغض الأسماء إلى الله تعالى)، (٤/١٢٩)، ومسلم في (الآداب،. باب تحريم التسمي بملك الأملاك)، (٣/١٦٨٨) .

قال سفيان: " مثل شاهان شاه".

وفي رواية: " أغيظ رجل على الله يوم القيامة وأخبثه "١.

قوله: " أخنع"، يعني: أوضع.

_________
وقال تعالى: ﴿تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ﴾ [الملك: من الآية١]، وقال تعالى: ﴿قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ﴾ [آل عمران: من الآية٢٦]، وهذا دليل انفراده بالملك، وقال تعالى: ﴿قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ﴾ [يونس: من الآية٣١]، وقال تعالى: ﴿قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. سَيَقُولُونَ لِلَّهِ﴾ (المؤمنون:٨٨، ٨٩) .
قوله: "قال سفيان (هو ابن عيينة): مثل شاهان شاه": وهذا باللغة الفارسية; فشاهان: جمع بمعنى أملاك، وشاه مفرد بمعنى ملك، والتقدير أملاك ملك; أي: ملك الأملاك، لكنهم في اللغة الفارسية يقدمون المضاف إليه على المضاف.
قوله: وفي رواية: " أغيظ رجل على الله يوم القيامة وأخبثه " أغيظ: من الغيظ وهو الغضب; أي: إن أغضب شيء عند الله ﷿ وأخبثه هو هذا الاسم، وإذا كان سببا لغضب الله وخبيثا; فإن التسمي به من الكبائر.
وقوله: "أغيظ": فيه إثبات الغيظ لله ﷿، فهي صفة تليق بالله ﷿، كغيرها من الصفات، والظاهر أنها أشد من الغضب.
_________
١أخرجه: مسلم في (الآداب، باب تحريم التسمي بملك الأملاك)، (٣/١٦٨٨) .

فيه مسائل:

الأولى: النهي عن التسمي بملك الأملاك

الثانية: أن ما في معناه مثله; كما قال سفيان

الثالثة: التفطن للتغليظ في هذا ونحوه، مع القطع بأن القلب لم يقصد معناه.

_________
فيه مسائل:
الأولى: النهي عن التسمي بملك الأملاك: وتؤخذ من قول الرسول ﷺ " إن أخنع اسم عند الله ﷿ رجل تسمى ملك الأملاك "١ والمؤلف يقول: النهي عن التسمي ...، والنهي شرعا لا يستفاد من الصيغة المعينة المعروفة فحسب، بل إذا ورد الذم عليه، أو سب فاعله، أو ما أشبه ذلك; فإنه يفيد النهي، وصيغة النهي هي المضارع المقرون ب "لا" الناهية، مثل: لا تفعل، ولكن إذا كان هناك ذم، أو وعيد، أو ما أشبه ذلك; فهو متضمن للنهي وزيادة.
الثانية: أن ما في معناه مثله كما قال سفيان: والذي في معناه: قاضي القضاة، وحاكم الحكام، وشاهان شاه في الفارسية.
الثالثة: التفطن للتغليظ في هذا ونحوه، مع القطع بأن القلب لم يقصد معناه: أي: لم يقصد أنه ملك الأملاك أو قاضي القضاة; لعلمه أن هناك من هو أبلغ ملكا وأحكم قضاء. وإذا سمينا شخصا بقاضي القضاة، أو حاكم الحكام، وهو ليس كذلك، بل هو من أجهل القضاة، ومن أضعف الحكام; جمعنا بين أمرين: بين الكذب، والوقوع في اللفظ المنهي عنه، وأما إذا كان أعلم أهل زمانه، أو أعلم أهل مكانه، ويرجع القضاة إليه; فهذا وإن كان القول مطابقا للواقع لكنه منهي عنه، مع أن القلب لم يقصد معناه.
_________
١ البخاري: الأدب (٦٢٠٦)، ومسلم: الآداب (٢١٤٣)، والترمذي: الأدب (٢٨٣٧)، وأبو داود: الأدب (٤٩٦١)، وأحمد (٢/٢٤٤) .

الرابعة: التفطن أن هذا لأجل الله سبحانه.

_________
الرابعة: التفطن أن هذا لأجل الله - سبحانه -: يؤخذ من قوله: "لا مالك إلا الله"; فالرسول ﷺ أشار إلى العلة، وهي: "لا مالك إلا الله"١ فكيف تقول: ملك الأملاك، ولا مالك إلا الله ﷿؟!
الفرق بين ملك ومالك:
ليس كل ملك مالكا، وليس كل مالك ملكا; فقد يكون الإنسان ملكا، ولكنه لا يكون بيده التدبير، وقد يكون الإنسان مالكا، ويتصرف فيما يملكه فقط; فالملِكُ مَنْ ملك السلطة المطلقة، لكن قد يملك التصرف فيكون ملكا مالكا، وقد لا يملك فيكون ملكا وليس بمالك، أما المالك; فهو الذي له التصرف بشيء معين; كمالك البيت، ومالك السيارة، وما أشبه ذلك; فهذا ليس بملك; يعني: ليس له سلطة عامة.
ويستفاد من الحديث أيضا:
١- إثبات صفة الغيظ لله ﷿، وأنه يتفاضل؛ لقوله ﷺ: "أغيظ"، وهو اسم تفضيل.
٢- حكمة الرسول ﷺ في التعليم; لأنه لما بين أن هذا أخنع اسم، وأغيظه، أشار إلى العلة، وهو: "لا مالك إلا الله"، وهذا من أحسن التعليم والتعبير، ولهذا ينبغي لكل إنسان يعلم الناس؛ أن يقرن الأحكام بما تطمئن إليه النفوس من أدلة شرعية، أو علل مرعية، قال ابن القيم:
العلم معرفة الهدى بدليله ... ما ذاك والتقليد يستويان
فالعلم أن تربط الأحكام بأدلتها الأثرية، أو النظرية; فالأثرية ما كان من كتاب، أو سنة، أو إجماع، والنظرية: العقلية; أي: العلل المرعية التي يعتبرها الشرع.
_________
١ مسلم: الآداب (٢١٤٣)، وأحمد (٢/٣١٥) .

باب احترام أسماء الله وتغيير الاسم لأجل ذلك

باب: احترام أسماء الله وتغيير الاسم لأجل ذلك

.......................................................................

_________
باب احترام أسماء الله ... إلخ
أسماء الله ﷿ هي: التي سمى بها نفسه، أو سماه بها رسوله ﷺ.
وقد سبق لنا الكلام فيها في مباحث كثيرة، منها:
هل أسماء الله مترادفة أو متباينة؟
وقلنا: باعتبار دلالتها على الذات مترادفة; لأنها تدل على ذات واحدة، وهو الله ﷿.
وباعتبار دلالتها على المعنى، والصفة التي تحملها متباينة، وإن كان بعضها قد يدل على ما تضمنه الآخر من باب دلالة اللزوم; فمثلا: (الخلّاق) يتضمن الدلالة على العلم المستفاد من اسم العليم، لكنه بالالتزام، وعلى القدرة المستفادة من اسم القدير، لكن بالالتزام.
الثاني: هل أسماء الله مشتقة أو جامدة (يعني: هل المراد بها الدلالة على الذات فقط، أو على الذات والصفة)؟
الجواب: على الذات والصفة، أما أسماؤنا نحن; فيراد بها الدلالة على الذات فقط، فقد يسمى محمدا وهو من أشد الناس ذما، وقد يسمى عبد الله وهو من أفجر عباد الله.
أما أسماء الله ﷿، وأسماء الرسول ﷺ وأسماء القرآن، وأسماء اليوم الآخر، وما أشبه ذلك; فإنها أسماء متضمنة للأوصاف.
الثالث: أسماء الله بعضها معلوم لنا، وبعضها غير معلوم، بدليل قول الرسول ﷺ في الحديث الصحيح في دعاء الكرب: " أسألك اللهم بكل

......................................................................

_________
اسم هو لك؛ سميت به نفسك، أو أنزلته في كتابك، أو علمته أحدا من خلقك، أو استأثرت به في علم الغيب عندك: أن تجعل القرآن العظيم ربيع قلبي ... "١ ومعلوم أن ما استأثر الله بعلمه لا يعلمه أحد.
الرابع: أسماء الله; هل هي محصورة بعدد معين؟
والجواب: غير محصورة، وقد سبق الكلام على ذلك، والجواب عن قوله ﷺ " إن لله تسعة وتسعين اسما، من أحصاها دخل الجنة "٢٣.
الخامس: أن هذه التسعة والتسعين غير معينة، بل موكولة لنا لنبحث حتى نحصل على التسعة والتسعين٤، وهذا من حكمة إبهامها؛ لأجل البحث حتى نصل إلى هذه الغاية، ولهذا نظائر، منها: أن الله أخفى ليلة القدر، وساعة الإجابة يوم الجمعة، وساعة الإجابة في الليل; ليجتهد الناس في الطلب.
السادس: معنى إحصاء هذه التسعة والتسعين، الذي يترتب عليه دخول الجنة، ليس معنى ذلك أن تكتب في رقاع، ثم تكرر حتى تحفظ فقط، ولكن معنى ذلك:
أولا: الإحاطة بها لفظا.
ثانيا: فهمها معنى؟
ثالثا: التعبد لله بمقتضاها.
ولذلك وجهان.
الوجه الأول: أن تدعو الله بها; لقوله تعالى: [وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
_________
١سبق (ص ١٨٦) .
٢ البخاري: الشروط (٢٧٣٦)، ومسلم: الذكر والدعاء والتوبة والاستغفار (٢٦٧٧)، والترمذي: الدعوات (٣٥٠٨)، وابن ماجه: الدعاء (٣٨٦٠)، وأحمد (٢/٤٢٧، ٢/٤٩٩، ٢/٥٠٣،٢/٥١٦) .
٣سبق (ص ١٨٦) .
٤وانظر تعيينها في: "القواعد المثلى" للشارح حفظه الله.

......................................................................

_________
فَادْعُوهُ بِهَا﴾ [الأعراف: من الآية١٨٠] .بأن تجعلها وسيلة إلى مطلوبك، فتختار الاسم المناسب لمطلوبك، فعند سؤال المغفرة تقول: يا غفور! وليس من المناسب أن تقول: يا شديد العقاب! اغفر لي، بل هذا يشبه الاستهزاء، بل تقول: أجرني من عقابك.
الوجه الثاني: أن تتعرض في عبادتك لما تقتضيه هذه الأسماء; فمقتضى الرحيم الرحمة، فاعمل العمل الصالح الذي يكون جالبا لرحمة الله، ومقتضى الغفور المغفرة، إذن افعل ما يكون سببا في مغفرة ذنوبك.
هذا هو معنى إحصائها، فإذا كان كذلك; فهو جدير لأن يكون ثمنا لدخول الجنة، وهذا الثمن ليس على وجه المقابلة، ولكن على وجه السبب; لأن الأعمال الصالحة سبب لدخول الجنة وليست بدلا، ولهذا ثبت في الحديث الصحيح عن النبي ﷺ قوله: " لن يدخل الجنة أحد بعمله. قالوا: ولا أنت يا رسول الله؟! قال: ولا أنا; إلا أن يتغمدني الله برحمته "١.
فلا تغتر يا أخي بعملك، ولا تعجب فتقول: أنا عملت كذا وكذا، وسوف أدخل الجنة، قال تعالى: ﴿يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا قُلْ لا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ لِلْإِيمَانِ﴾ [الحجرات: من الآية١٧]، هذا باعتبار ما نراه نحن نحو أعمالنا; فيجب أن نرى لله المنة والفضل علينا، لكن باعتبار الجزاء، قال تعالى: ﴿هَلْ جَزَاءُ الْأِحْسَانِ إِلَّا الْأِحْسَانُ﴾ [الرحمن:٦٠] ; فنؤمن بأن الله تعالى يجزي الإحسان بالإحسان.
السابع: أسماء الله ﷿ ودلالتها على الذات والصفة جميعا؛
_________
١أخرجه: البخاري في (الرقاق، باب القصد والمداومة)، (٤/١٨٤)، ومسلم في (المنافقين، باب لن يدخل أحد الجنة بعمله)، (٤/٢١٦٩) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

......................................................................

_________
دلالة مطابقة، ودلالتها على الذات وحدها، أو على الصفة وحدها؛ دلالة تضمُّن، ودلالتها على أمر خارج؛ دلالة التزام.
مثال ذلك: (الخلاق) دل على الذات، وهو الرب ﷿ وعلى الصفة وهي الخلق جميعا دلالة مطابقة، ودل على الذات وحدها أو على الصفة وحدها دلالة تضمن، ودل على القدرة والعلم دلالة التزام.
الثامن: أسماء الله ﷿ لا يتم الإيمان بها إلا بثلاثة أمور؛ إذا كان الاسم متعديا: الإيمان بالاسم اسما لله، والإيمان بما تضمنه من صفة، وما تضمنه من أثر وحكم; فالعليم مثلا لا يتم الإيمان به حتى نؤمن بأن العليم من أسماء الله، ونؤمن بما تضمنه من صفة العلم، ونؤمن بالحكم المرتب على ذلك، وهو أنه يعلم كل شيء، وإذا كان الاسم غير متعد; فنؤمن بأنه من أسماء الله، وبما يتضمنه من صفة.
التاسع: أن من أسماء الله ما يختص به; مثل الله، الرحمن، رب العالمين، وما أشبه ذلك، ومنها ما لا يختص به، مثل: الرحيم، السميع، العليم، قال تعالى: ﴿إِنَّا خَلَقْنَا الْأِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا﴾ [الإنسان:٢]، وقال تعالى عن النبي ﷺ ﴿بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ﴾ [التوبة: من الآية١٢٨] .
قوله: "باب احترام أسماء الله": أي: وجوب احترام أسماء الله؛ لأن احترامها احترام لله ﷿، ومن تعظيم الله ﷿، فلا يسمى أحد باسم مختص بالله، وأسماء الله تنقسم إلى قسمين:
الأول: ما لا يصح إلا لله; فهذا لا يسمى به غيره، وإن سمي وجب تغييره; مثل: الله، الرحمن، رب العالمين، وما أشبه ذلك.

عن أبي شريح; أنه كان يكنى أبا الحكم، فقال له النبي ﷺ "إن الله هو الحكم، وإليه الحكم "..........................................

_________
الثاني: ما يصح أن يسمى به غير الله; مثل: الرحيم، والسميع، والبصير، فإن لوحظت الصفة منع من التسمي به، وإن لم تلاحظ الصفة جاز التسمي به على أنه علم محض.
قوله: "عن أبي شريح": هو هانئ بن يزيد الكندي، جاء وافدا إلى النبي ﷺ مع قومه.
وقوله: "يكنى أبا الحكم": أي: ينادى به والكنية ما صدر بأب أو أم أو أخ أو عم أو خال، وتكون للمدح كما في هذا الحديث، وتكون للذم كأبي جهل، وتكون لمصاحبة الشيء وملازمته كأبي هريرة، وتكون لمجرد العلمية كأبي بكر ﵁، وأبي العباس شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀؛ لأنه ليس له ولد.
قوله: " إن الله هو الحكم وإليه الحكم " "هو الحكم"; أي: المستحق أن يكون حاكما على عباده، حاكما بالفعل، يدل له قوله: "وإليه الحكم".
وقوله: "وإليه الحكم": الخبر فيه جار ومجرور مقدم، وتقديم الخبر يفيد الحصر، وعلى هذا يكون الحكم راجعا إلى الله وحده.
وحكم الله ينقسم إلى قسمين:
الأول: كوني، وهذا لا راد له; فلا يستطيع أحد أن يرده، ومنه قوله تعالى: ﴿فَلَنْ أَبْرَحَ الْأَرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ﴾ [يوسف: من الآية٨٠] .

فقال: إن قومي إذا اختلفوا في شيء; أتوني، فحكمت بينهم، فرضي كلا الفريقين. فقال: ما أحسن هذا! فما لك من الولد؟ قلت: شريح، ومسلم، وعبد الله،.............................................................

_________
الثاني: شرعي، وينقسم الناس فيه إلى قسمين: مؤمن، وكافر; فمن رضيه وحكم به فهو مؤمن، ومن لم يرض به ولم يحكم به؛ فهو كافر، ومنه قوله تعالى: ﴿وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ﴾ [الشورى: من الآية١٠] وأما قوله: ﴿أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ﴾ [التين:٨] وقوله تعالى: ﴿وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾ [المائدة: من الآية٥٠] ; فهو يشمل الكوني والشرعي، وإن كان ظاهر الآية الثانية أن المراد الحكم الشرعي; لأنه في سياق الحكم الشرعي، والشرعي يكون تابعا للمحبة والرضا والكراهة والسخط، والكوني عام في كل شيء.
وفي الحديث دليل على أن من أسمائه تعالى: (الحكم) .
وأما بالنسبة للعدل; فقد ورد عن بعض الصحابة أنه قال: "إن الله حكم عدل" ولا أعرف فيه حديثا مرفوعا، ولكن قوله تعالى: ﴿وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا﴾ [المائدة: من الآية٥٠]، لا شك أنه متضمن للعدل، بل هو متضمن للعدل وزيادة.
قوله: "فقال: إن قومي إذا اختلفوا في شيء أتوني": هذا بيان لسبب تسميته بأبي الحكم.
قوله: "ما أحسن هذا": الإشارة تعود إلى إصلاحه بين قومه لا إلى تسميته بهذا الاسم; لأن النبي ﷺ غيره.
قوله: "شريح، ومسلم، وعبد الله": الظاهر: أنه ليس له إلا الثلاثة; لأن الولد في اللغة العربية يشمل الذكر والأنثى، فلو كان عنده بنات لعدهن.

قال: فمن أكبرهم؟. قلت: شريح. قال: فأنت أبو شريح " رواه أبو داود وغيره١.

فيه مسائل:

الأولى: احترام أسماء الله وصفاته، ولو لم يقصد معناه.

_________
قوله: " فأنت أبو شريح": غيّره النبي ﷺ لأمرين:
الأول: أن الحكم هو الله، فإذا قيل: يا أبا الحكم! كأنه قيل: يا أبا الله!
الثاني: أن هذا الاسم، الذي جعل كنية لهذا الرجل، لوحظ فيه معنى الصفة وهي الحكم؛ فصار بذلك مطابقا لاسم الله، وليس لمجرد العلمية المحضة، بل للعلمية المتضمنة للمعنى، وبهذا يكون مشاركا لله ﷾ في ذلك، ولهذا كناه النبي ﷺ بما ينبغي أن يكنى به.
فيه مسائل:
الأولى: احترام أسماء الله وصفاته ولو لم يقصد معناه.
قوله: "ولو لم يقصد معناه": هذا في النفس منه شيء; لأنه إذا لم يقصد معناه; فهو جائز، إلا إذا سمي بما لا يصح إلا لله، مثل: الله،
_________
١ أخرجه: البخاري في "التاريخ الكبير" (٨/ ٢٢٧) وفي "الأدب المفرد" (٨١١)، وأبو داود في (الأدب، باب في تغيير الاسم القبيح)، (٥/٢٤٠)، والنسائي في (القضاء، باب إذا حكموا رجلا فقضى بينهم)، (٨/٢٢٦)، والدولابي في "الكنى" (١/٧٤)، والبيهقي (١٠/١٤٥) ; عن يزيد بن مقدام بن شريح، عن أبيه شريح، عن أبيه هانئ أبي شريح الخزاعي. وأخرجه: ابن سعد (٦/ ٤٩)، والحاكم (٤/ ٢٧٩)، من طريق قيس بن الربيع. وفي توثيقه خلاف، والحديث صححه الألباني في "الإرواء" (٨/ ٢٣٧)، وفي "تعليقه على المشكاة" (٤٧٦٦) ; وقال: "إسناده جيد".

الثانية: تغيير الاسم لأجل ذلك.

الثالثة: اختيار أكبر الأبناء للكنية.

_________
الرحمن، رب العالمين، وما أشبهه; فهذه لا تطلق إلا على الله مهما كان.
وأما ما لا يختص بالله; فإنه يسمى به غير الله إذا لم يلاحظ معنى الصفة، بل كان المقصود مجرد العلمية فقط؛ لأنه لا يكون مطابقا لاسم الله، ولذلك كان في الصحابة من اسمه "الحكم"١، ولم يغيره النبي ﷺ؛ لأنه لم يقصد إلا العلمية، وفي الصحابة من اسمه "حكيم"٢ وأقره النبي ﷺ.
فالذي يحترم من أسمائه تعالى ما يختص به، أو ما يقصد به ملاحظة الصفة.
الثانية: تغيير الاسم لأجل ذلك: وقد سبق الكلام عليه
الثالثة: اختيار أكبر الأبناء للكنية: تؤخذ من سؤال النبي ﷺ: "فمن أكبرهم؟ قال: شريح. قال: فأنت أبو شريح"٣.
ولا يؤخذ من الحديث استحباب التكني; لأن النبي ﷺ أراد أن يغير كنيته إلى كنية مباحة، ولم يأمره النبي ﷺ أن يكني ابتداء.
ويستفاد من الحديث ما يلي:
١- أنه ينبغي لأهل الوعظ والإرشاد والنصح، إذا أغلقوا بابا محرما؛ أن يبينوا للناس المباح، وقد سبق تقرير ذلك.
٢- أن الحكم لله وحده; لقوله ﷺ "وإليه الحكم".
أما الكوني فلا نزاع فيه؛ إذ لا يعارض الله أحد في أحكامه الكونية.
_________
١ كالحكم بن الحارث السلمي، والحكم بن سعيد بن العاص، والحكم بن عبد الله الثقفي، وغيرهم ﵃. انظر: "الإصابة" (١/ ٢٦- ٣٢) .
٢ كحكيم بن حزام، وحكيم بن الحارث الطائفي، وحكيم بن طليق الأموي، وغيرهم ﵃. انظر: "الإصابة" (١/ ٣٢- ٣٤) .
٣ النسائي: آداب القضاة (٥٣٨٧)، وأبو داود: الأدب (٤٩٥٥) .

......................................................................

_________
وأما الشرعي; فهو محك الفتنة والامتحان والاختبار، فمن شرّع للناس شرعا سوى شرع الله، ورأى أنه أحسن من شرع الله وأنفع للعباد، أو أنه مساو لشرع الله، أو أنه يجوز ترك شرع الله إليه; فإنه كافر لأنه جعل نفسه ندا لله ﷿، سواء في العبادات، أو المعاملات، والدليل على ذلك قوله تعالى: ﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾ [المائدة:٥٠] ; فدلت الآية على أنه لا أحد أحسن من حكم الله، ولا مساو لحكم الله; لأن أحسن اسم تفضيل: معناه لا يوجد شيء في درجته، ومن زعم ذلك; فقد كذّب الله ﷿. وقال تعالى: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾ [المائدة: من الآية٤٤]، وهذا دليل على أنه لا يجوز العدول عن شرع الله إلى غيره، وأنه كفر.
فإن قيل: قال الله تعالى: ﴿وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾ [المائدة: من الآية٤٧] .
قلنا: قال الله تعالى: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالًا بَعِيدًا وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا﴾ [النساء:٦٠، ٦١] وهذا دليل على كفرهم; لأنه قال: "يزعمون أنهم آمنوا"، وهذا إنكار لإيمانهم; فظاهر الآية أنهم يزعمون بلا صدق ولا حق.
فقوله ﷺ "وإليه الحكم" يدل على أن من جعل الحكم لغير الله; فقد أشرك.
فائدة:
يجب على طالب العلم أن يعرف الفرق بين التشريع الذي يجعل نظاما يمشي عليه، ويستبدل به القرآن، وبين أن يحكم في قضية معينة بغير

......................................................................

_________
ما أنزل الله; فهذا قد يكون كفرا أو فسقا أو ظلما.
فيكون كفرا إذا اعتقد أنه أحسن من حكم الشرع أو مماثل له. ويكون فسقا إذا كان لهوى في نفس الحاكم.
ويكون ظلما إذا أراد مضرة المحكوم عليه، وظهور الظلم في هذه أبين من ظهوره في الثانية، وظهور الفسق في الثانية أبين من ظهوره في الثالثة.
٣- تغيير الاسم إلى ما هو أحسن إذا تضمن أمرا لا ينبغي، كما غيّر النبي ﷺ بعض الأسماء المباحة، ولا يحتاج ذلك إلى إعادة العقيقة، كما يتوهمه بعض العامة.

باب من هزل بشيء فيه ذكر الله أو القرآن أو الرسول

باب: من هزل بشيء فيه ذكر الله أو القرآن أو الرسول

.......................................................................

_________
هذه الترجمة فيها شيء من الغموض، والظاهر أن المراد من هزل بشيء فيه ذكر الله مثل الأحكام الشرعية، أو هزل بالقرآن، أو هزل بالرسول ﷺ، فيكون معطوفا على قوله بشيء.
والمراد بالرسول هنا: اسم الجنس، فيشمل جميع الرسل، وليس المراد محمدا ﷺ; ف (أل) للجنس وليست للعهد.
قوله: "من هزل": سخر واستهزأ ورآه لعبا ليس جدا.
ومن هزل بالله، أو بآياته الكونية أو الشرعية، أو برسله، فهو كافر; لأن منافاة الاستهزاء للإيمان منافاة عظيمة.
كيف يسخر ويستهزئ بأمر يؤمن به؟! فالمؤمن بالشيء لا بد أن يعظمه، وأن يكون في قلبه من تعظيمه ما يليق به.
والكفر كفران: كفر إعراض، وكفر معارضة، والمستهزئ كافر كفر معارضة; فهو أعظم ممن يسجد لصنم فقط.
وهذه المسألة خطيرة جدا، ورب كلمة أوقعت بصاحبها البلاء، بل والهلاك وهو لا يشعر; فقد يتكلم الإنسان بالكلمة من سخط الله ﷿، لا يلقي لها بالا يهوي بها في النار.
فمن استهزأ بالصلاة - ولو نافلة -، أو بالزكاة، أو الصوم، أو الحج; فهو كافر بإجماع المسلمين، كذلك من استهزأ بالآيات الكونية، بأن قال مثلا: إن وجود الحر في أيام الشتاء سفه، أو قال: إن وجود البرد في أيام الصيف سفه; فهذا كفر مخرج عن الملة; لأن الرب ﷿ كل أفعاله مبنية على الحكمة، وقد لا نستطيع بلوغها، بل لا نستطيع بلوغها.

......................................................................

_________
ثم اعلم أن العلماء اختلفوا فيمن سب الله أو رسوله أو كتابه: هل تقبل توبته؟ على قولين:
القول الأول: أنها لا تقبل، وهو المشهور عند الحنابلة، بل يقتل كافرا، ولا يصلى عليه، ولا يدعى له بالرحمة، ويدفن في محل بعيد عن قبور المسلمين، ولو قال: إنه تاب أو إنه أخطأ; لأنهم يقولون: إن هذه الردة أمرها عظيم، وكبير، لا تنفع فيها التوبة.
وقال بعض أهل العلم: إنها تقبل؛ إذا علمنا صدق توبته إلى الله، وأقر على نفسه بالخطأ، ووصف الله تعالى بما يستحق من صفات التعظيم، وذلك لعموم الأدلة الدالة على قبول التوبة; كقوله تعالى: ﴿قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا﴾ [الزمر: من الآية٥٣]، ومن الكفار من يسبون الله، ومع ذلك تقبل توبتهم. وهذا هو الصحيح، إلا أن سابَّ الرسول ﷺ تقبل توبته ويجب قتله، بخلاف من سب الله; فإنها تقبل توبته ولا يقتل، لا لأن حق الله دون حق الرسول ﷺ، بل لأن الله أخبرنا بعفوه عن حقه إذا تاب العبد إليه؛ بأنه يغفر الذنوب جميعا، أما ساب الرسول ﷺ فإنه يتعلق به أمران:
الأول: أمر شرعي لكونه رسول الله ﷺ، ومن هذا الوجه تقبل توبته إذا تاب.
الثاني: أمر شخصي؛ لكونه من المرسلين، ومن هذا الوجه يجب قتله لحقه ﷺ، ويقتل بعد توبته على أنه مسلم، فإذا قتل; غسلناه، وكفناه، وصلينا عليه، ودفناه مع المسلمين. وهذا اختيار شيخ الإسلام ابن تيمية، وقد ألف كتابا في ذلك اسمه: "الصارم المسلول في حكم قتل ساب الرسول"، أو:

وقول الله تعالى: ﴿وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ﴾ [التوبة: من الآية٦٥] الآية.

_________
"الصارم المسلول على شاتم الرسول"، وذلك لأنه استهان بحق الرسول ﷺ، وكذا لو قذفه; فإنه يقتل ولا يجلد.
فإن قيل: أليس قد ثبت أن من الناس من سب الرسول ﷺ، وقَبِل منه وأطلقه؟
أجيب: بلى، هذا صحيح، لكن هذا في حياته ﷺ، وقد أسقط حقه، أما بعد موته; فلا ندري، فننفذ ما نراه واجبا في حق من سبه ﷺ.
فإن قيل: احتمال كونه يعفو عنه أو لا يعفو موجبا للتوقف؟
أجيب: إنه لا يوجب التوقف; لأن المفسدة حصلت بالسب، وارتفاع أثر هذا السب غير معلوم، والأصل بقاؤه.
فإن قيل: أليس الغالب أن الرسول ﷺ عفا عمَّن سبه؟
أجيب: بلى، وربما كان في حياة الرسول ﷺ إذا عفا؛ قد تحصل المصلحة ويكون في ذلك تأليف، كما أنه ﷺ يعلم أعيان المنافقين ولم يقتلهم; لئلا يتحدث الناس أن محمدا يقتل أصحابه، لكن الآن لو علمنا أحدا بعينه من المنافقين لقتلناه، قال ابن القيم: إن عدم قتل المنافق المعلوم إنما هو في حياة الرسول ﷺ فقط.
قوله تعالى: ﴿وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ﴾ [التوبة: من الآية٦٥] الخطاب للنبي ﷺ، أي: سألت هؤلاء الذين يخوضون ويلعبون بالاستهزاء بالله وكتابه ورسوله والصحابة.

......................................................................

_________
قوله: "ليقولن": جواب القسم، قال ابن مالك:
واحذف لدى اجتماع شرط وقسم ... جواب ما أخرت فهو ملتزم١
ولهذا جاءت اللام التي تقترن بجواب القسم، دون الفاء التي تقع في جواب الشرط.
قوله: "ليقولن" ; أي: المسئولون.
قوله: ﴿إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ﴾ [التوبة: من الآية٦٥] أي: ما لنا قصد، ولكننا نخوض ونلعب، واللعب يقصد به الهزء، وأما الخوض; فهو كلام عائم لا زمام له. هذا إذا وصف بذلك القول، وأما إذا لم يوصف به القول; فإنه يكون الخوض في الكلام واللعب في الجوارح.
وقوله: ﴿إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ﴾ [التوبة: من الآية٦٥] "إنما": أداة حصر; أي: ما شأننا وحالنا إلا أننا نخوض ونلعب.
قوله: ﴿قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ﴾ [التوبة: من الآية٦٥] الاستفهام للإنكار والتعجب، فينكر عليهم أن يستهزئوا بهذه الأمور العظيمة، ويتعجب كيف يكون أحق الحق محلا للسخرية؟
قوله: "أبالله": أي: بذاته وصفاته.
قوله: "وآياته": جمع آية ويشمل: الآيات الشرعية; كالاستهزاء بالقرآن، بأن يقال: هذا أساطير الأولين -والعياذ بالله-، أو يستهزأ بشيء من الشرائع; كالصلاة والزكاة والصوم والحج.
والآيات الكونية; كأن يسخر بما قدّره الله تعالى، كيف يأتي هذا في
_________
١ "ألفية ابن مالك" (ص ٥٢) .

......................................................................

_________
هذا الوقت؟ كيف يخرج هذا الثمر من هذا الشيء؟ كيف يخلق هذا الذي يضر الناس ويقتلهم؟ استهزاء وسخرية.
قوله: "ورسوله": المراد هنا محمد ﷺ.
قوله: "لا تعتذروا": المراد بالنهي التيئيس; أي: انههم عن الاعتذار تيئيسا لهم بقبول اعتذارهم.
قوله: ﴿قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ﴾ [التوبة: من الآية٦٦] أي: بالاستهزاء، وهم لم يكونوا منافقين خالصين، بل مؤمنين، ولكن إيمانهم ضعيف؛ ولهذا لم يمنعهم من الاستهزاء بالله وآياته ورسوله ﷺ.
قوله: ﴿إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ﴾ [التوبة: من الآية٦٦] "نعف": ضمير الجمع للتعظيم; أي: الله ﷿.
وقوله: ﴿عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ﴾ قال بعض أهل العلم: هؤلاء حضروا، وصار عندهم كراهية لهذا الشيء، لكنهم داهنوا؛ فصاروا في حكمهم لجلوسهم إليه، لكنهم أخف لما في قلوبهم من الكراهة، ولهذا عفا الله عنهم، وهداهم للإيمان، وتابوا.
قوله:" نُعَذِّبْ طَائِفَةً ": هذا جواب الشرط; أي: لا يمكن أن نعفو عن الجميع، بل إن عفونا عن طائفة; فلا بد أن نعذب الآخرين.
قوله:" بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ ": الباء للسببية; أي: بسبب كونهم مجرمين بالاستهزاء، وعندهم جرم - والعياذ بالله -; فلا يمكن أن يوفقوا للتوبة حتى يُعفى عنهم.
ويستفاد من الآيتين:

......................................................................

_________
١- بيان علم الله ﷿ بما سيكون; لقوله: ﴿وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ﴾ [التوبة: من الآية٦٥] وهذا مستقبل; فالله عالم ما كان وما سيكون، قال تعالى: ﴿وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ﴾ [هود: من الآية١٢٣] .
٢- أن الرسول ﷺ يحكم بما أنزل الله إليه حيث أمره أن يقول: "أبالله وآياته".
٣- أن الاستهزاء بالله وآياته ورسوله من أعظم الكفر; بدليل الاستفهام والتوبيخ.
٤- أن الاستهزاء بالله وآياته ورسوله أعظم استهزاء وقبحا; لقوله: "أبالله وآياته ... "، وتقديم المتعلق يدل على الحصر، كأنه ما بقي إلا أن تستهزئوا بهؤلاء الذين ليسوا محلا للاستهزاء، بل أحق الحق هؤلاء الثلاثة.
٥- أن المستهزئ بالله يكفر; لقوله: ﴿قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ﴾ [التوبة: من الآية٦٦] .
٦- استعمال الغلظة في محلها، وإلا فالأصل أن من جاء يعتذر يرحم، لكنه هنا ليس أهلا للرحمة.
٧- قبول توبة المستهزئ بالله ; لقوله: ﴿إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ﴾ وهذا أمر قد وقع، فإن من هؤلاء من عفي عنه، وهُدِيَ للإسلام، وتاب، وتاب الله عليه، وهذا دليل للقول الراجح؛ أن المستهزئ بالله تقبل توبته، لكن لا بد من دليل بيّن على صدق توبته; لأن كفره من أشد الكفر، أو هو أشد الكفر، فليس مثل كفر الإعراض أو الجحد.
وهؤلاء الذين حضروا السب مثل الذين سبوا، قال تعالى: ﴿وَقَدْ نَزَّلَ

عن ابن عمر ومحمد بن كعب وزيد بن أسلم وقتادة; دخل حديث بعضهم في بعض: "أنه قال رجل في غزوة تبوك:........................

_________
عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ﴾ [النساء: من الآية١٤٠] وهم يستطيعون المفارقة، والنبي ﷺ امتثل أمر الله بتبليغهم، حتى إن الرجل الذي جاء يعتذر صار يقول له: ﴿أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ﴾ [التوبة: الآية٦٥، ٦٦]، ولا يزيد على هذا أبدا، مع إمكان أن يزيده توبيخا وتقريعا.
قوله: "عن ابن عمر": هو عبد الله.
وقوله: "ومحمد بن كعب، وزيد بن أسلم، وقتادة": والثلاثة تابعيون; فالرواية عن ابن عمر مرفوعة، وعن الثلاثة الآخرين مرسلة.
قوله: "دخل حديث بعضهم في بعض": أي: إن هذا الحديث مجموع من كلامهم، وهذا يفعله بعض أئمة الرواة كالزهري وغيره، فيحدثه جماعة بشأن قصة من القصص، كحديث الإفك مثلا، فيجمعون هذا ويجعلونه في حديث واحد، ويشيرون إلى هذا، فيقولون -مثلا-: دخل حديث بعضهم في بعض، أو يقول: حدثني بعضهم بكذا، وبعضهم بكذا، وما أشبه ذلك.
قوله: "في غزوة تبوك": تبوك في أطراف الشام، وكانت هذه الغزوة في رجب حين طابت الثمار، وكان مع الرسول ﷺ في هذه الغزوة نحو ثلاثين ألفا، ولما خرجوا رجع عبد الله بن أبي بنحو نصف المعسكر، حتى قيل: إنه لا يدرى أي الجيشين أكثر: الذين رجعوا، أو الذين ذهبوا؟

ما رأينا مثل قرائنا هؤلاء; أرغب بطونا، ولا أكذب ألسنا، ولا أجبن عند اللقاء (يعني: رسول الله ﷺ وأصحابه القراء) ...........................

_________
مما يدل على وفرة النفاق في تلك السنة، وكانت في السنة التاسعة، وسببها أنه قيل للنبي ﷺ: إن قوما من الروم، ومن متنصرة العرب يجمعون له، فأراد أن يغزوهم ﷺ؛ إظهارا للقوة، وإيمانا بنصر الله ﷿.
قوله: "ما رأينا": تحتمل أن تكون بصرية، وتحتمل أن تكون علمية قلبية.
قوله: "مثل قرائنا": المفعول الأول، والمراد بهم الرسول ﷺ وأصحابه.
قوله: "أرغب بطونا": المفعول الثاني; أي: أوسع، وإنما كانت الرغبة هنا بمعنى السعة; لأنه كلما اتسع البطن رغب الإنسان في الأكل.
قوله: "ولا أكذب ألسنا": الكذب: هو الإخبار بخلاف الواقع، والألسن: جمع لسان، والمراد: ولا أكذب قولا، واللسان يطلق على القول كثيرا في اللغة العربية; كما في قوله تعالى: ﴿وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا بِلِسَانِ قَوْمِهِ﴾ [إبراهيم: من الآية٤] ; أي: بلغتهم.
قوله: "ولا أجبن عند اللقاء": الجبن: هو خَوَر في النفس، يمنع المرء من الإقدام على ما يكره; فهو خلق نفسي ذميم، ولهذا كان النبي ﷺ يستعيذ منه١؛ لما يحصل فيه من الإحجام عما ينبغي الإقدام إليه; فلهذا كان صفة ذميمة، وهذه الأوصاف تنطبق على المنافقين لا على المؤمنين، فالمؤمن يأكل بمعي واحد: ثلث لطعامه، وثلث لشرابه، وثلث
_________
١ أخرجه: البخاري (في الجهاد، باب ما يتعوذ من الجبن)، (٢/٣١٢) ; من حديث سعد بن أبي وقاص ﵁.

فقال له عوف بن مالك: كذبت، ولكنك منافق; لأخبرن رسول الله ﷺ، فذهب عوف إلى رسول الله ﷺ ليخبره"...............................

_________
لنفسه، والكافر يأكل بسبعة أمعاء، والمؤمن أصدق الناس لسانا، ولاسيما النبي ﷺ وأصحابه; فإن الله وصفهم بالصدق في قوله: ﴿لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ﴾ [الحشر:٨] .
والمنافقون أكذب الناس; كما قال الله فيهم: ﴿وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ﴾ [الحشر: من الآية١١]، وجعل النبي ﷺ الكذب من علامات النفاق١، والمنافقون من أجبن الناس، قال تعالى: ﴿يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ﴾ [المنافقون: من الآية٤]، فلو سمعوا أحدا ينشد ضالته; لقالوا: عدو، عدو، وهم أحب الناس للدنيا; إذ أصل نفاقهم من أجل الدنيا، ومن أجل أن تحمى دماؤهم وأموالهم وأعراضهم.
قوله: "كذبت": أي: أخبرت بخلاف الواقع، وفي ذلك دليل على تكذيب الكذب مهما كان الأمر، وأن السكوت عليه لا يجوز.
قوله: "ولكنك منافق": لأنه لا يطلق هذه الأوصاف على رسول الله ﷺ وأصحابه رجل تسمى بالإسلام إلا منافق، وبهذا يعرف أن من يسب أصحاب رسول الله ﷺ أنه كافر; لأن الطعن فيهم طعن في الله ورسوله وشريعته.
فيكون طعنا في الله; لأنه طعن في حكمته، حيث اختار لأفضل خلقه أسوأ خلقه.
وطعنا في الرسول ﷺ لأنهم أصحابه، والمرء على دين خليله، والإنسان يُستدل على صلاحه أو فساده أو سوء
_________
١ أخرجه: البخاري في (الإيمان، باب علامة المنافق)، (١/٢٧)، ومسلم في (الإيمان، باب بيان خصال المنافق)، (١/٧٨) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

فوجد القرآن قد سبقه، فجاء ذلك الرجل إلى رسول الله ﷺ، وقد ارتحل وركب ناقته، فقال: يا رسول الله! إنما كنا نخوض ونتحدث حديث الركب نقطع به عنا الطريق. قال ابن عمر: كأني أنظر إليه متعلقا بنسعة ناقة رسول الله ﷺ وإن الحجارة تنكب رجليه،..............................

_________
أخلاقه، أو صلاحها بالقرين.
وطعنا في الشريعة: لأنهم الواسطة بيننا وبين الرسول ﷺ في نقل الشريعة، وإذا كانوا بهذه المثابة; فلا يوثق بهذه الشريعة.
قوله: "فوجد القرآن قد سبقه": أي: بالوحي من الله تعالى، والله عليم بما يفعلون، وبما يريدون، وبما يبيتون، قال تعالى: ﴿يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ﴾ [النساء: من الآية١٠٨] .
قوله: "وقد ارتحل، وركب ناقته": الظاهر أن هذا من باب عطف التفسير; لأن ركوب الناقة هو الارتحال.
قوله: "كأني أنظر إليه": كأن إذا دخلت على مشتق; فهي للتوقع، وإذا دخلت على جامد; فهي للتشبيه، وهنا دخلت على جامد، والمعنى: كأنه الآن أمامي من شدة يقيني به.
قوله: "بنسعة": هي الحزام الذي يربط به الرحل.
قوله: "والحجارة تنكب رجليه": أي: يمشي والحجارة تضرب رجليه، وكأنه - والله أعلم - يمشي بسرعة، ولكنه لا يحس في تلك الحال; لأنه يريد أن يعتذر.

وهو يقول: ﴿إنما كنا نخوض ونلعب﴾ . فيقول له رسول الله ﷺ: ﴿أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ﴾ [التوبة: من الآية٦٥] ; ما يلتفت إليه وما يزيده عليه "١.

فيه مسائل:

الأولى: وهي العظيمة; أن من هزل بهذا كافر.

الثانية: أن هذا هو تفسير الآية فيمن فعل ذلك كائنا من كان.

الثالثة: الفرق بين النميمة وبين النصيحة لله ولرسوله.

_________
قوله: "وما يزيده عليه": أي: لا يزيده على ما ذكر من توبيخ؛ امتثالا لأمر الله ﷿، وكفى بالقول الذي أرشد الله إليه نكاية وتوبيخا.
فيه مسائل:
الأولى - وهي العظيمة -: أن من هزل بهذا كافر: أي من هزل بالله وآياته ورسوله.
الثانية: أن هذا هو تفسير الآية فيمن فعل ذلك كائنا من كان: أي: سواء كان منافقا أو غير منافق ثم استهزأ; فإنه يكفر كائنا من كان.
الثالثة: الفرق بين النميمة والنصيحة لله ولرسوله: النميمة: من
_________
١ أخرجه: ابن جرير (١٠/ ١١٩)، وابن أبي حاتم; كما في "الصحيح المسند" لمقبل بن هادي (ص ٧٧) .

الرابعة: الفرق بين العفو الذي يحبه الله، وبين الغلظة على أعداء الله.

_________
نَمَّ الحديث; أي: نقله ونسبه إلى غيره، وهي نقل كلام الغير للغير بقصد الإفساد، وهي من أكبر الذنوب، قال ﷺ: "لا يدخل الجنة نمام "١ وأخبر عن رجل يعذب في قبره; لأنه كان يمشي بالنميمة٢.
وأما النصيحة لله ورسوله; فلا يقصد بها ذلك، وإنما يقصد بها احترام شعائر الله ﷿، وإقامة حدوده، وحفظ شريعته، وعوف بن مالك نقل كلام هذا الرجل؛ لأجل أن يقام عليه الحد، أو ما يجب أن يقام عليه، وليس قصده مجرد النميمة.
ومن ذلك: لو أن رجلا اعتمد على شخص ووثق به، وهذا الشخص يكشف سره، ويستهزئ به في المجالس، فإنك إذا أخبرت هذا الرجل بذلك; فليس هذا من النميمة، بل من النصيحة.
الرابعة: الفرق بين العفو الذي يحبه الله وبين الغلظة على أعداء الله:
العفو الذي يحبه الله: هو الذي فيه إصلاح; لأن الله اشترط ذلك في العفو فقال: ﴿فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى الله﴾ [الشورى: من الآية٤٠] ; أي: كان عفوه مشتملا على الإصلاح، وقال بعضهم: أي أصلح الود بينه وبين من أساء إليه، وهذا تفسير قاصر، والصواب أن المراد به أصلح في عفوه; أي: كان في عفوه إصلاح. فمن كان عفوه إفسادا لا إصلاحا; فإنه آثم بهذا العفو، ووجه ذلك من الآية ظاهر; لأن الله قال: ﴿عَفَا وَأَصْلَحَ﴾، ولأن العفو إحسان والفساد إساءة، ودفع الإساءة أولى، بل العفو حينئذ محرم.
والنبي ﷺ غَلَّظ على هذا الرجل لكونه ﷺ لم يلتفت إليه، ولا
_________
١ أخرجه: البخاري (١٠/ ٤٧٦- فتح)، ومسلم (١/ ١٠١) .
٢ أخرجه: البخاري (١/ ٣١٧- فتح)، ومسلم (١/ ٢٤٠) .

الخامسة: أن من الاعتذار ما لا ينبغي أن يقبل.

_________
يزيد على هذا الكلام الذي أمره الله به مع أن الحجارة تنكب رجل الرجل، ولم يرحمه النبي ﷺ ولم يرق له، ولكل مقام مقال; فينبغي أن يكون الإنسان شديدا في موضع الشدة، لينا في موضع اللين، لكن أعداء الله ﷿ الأصل في معاملتهم الشدة، قال تعالى في وصف الرسول ﷺ وأصحابه: ﴿أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ﴾ [الفتح: من الآية٢٩]، وقال تعالى: ﴿وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ﴾ [التوبة: من الآية٧٣]، ذكرها الله في سورتين من القرآن؛ مما يدل على أنها من أهم ما يكون، لكن استعمال اللين أحيانا للدعوة والتأليف قد يكون مستحسنا.
الخامسة: أن من الاعتذار ما لا ينبغي أن يقبل: فالأصل في الاعتذار أن يقبل، لاسيما إذا كان المعتذر محسنا، لكن حصلت منه هفوة، فإن علم أن الاعتذار باطل; فإنه لا يقبل.

باب قول الله تعالي: ﴿ولئن أذقناه رحمة منا من بعد ضراء مسته ليقولن هذا لي﴾

باب: قول الله تعالي: ﴿وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي﴾ [فصلت: من الآية٥٠] الآية.

_________
مناسبة الباب ل"كتاب التوحيد"
أن الإنسان إذا أضاف النعمة إلى عمله وكسبه؛ ففيه نوع من الإشراك بالربوبية، وإذا أضافها إلى الله لكنه زعم أنه مستحق لذلك، وأن ما أعطاه الله ليس محض تفضل، لكن لأنه أهل; ففيه نوع من التَّعلِّي والترفع في جانب العبودية.
وقد ذكر الشيخ فيه آيتين:
الآية الأولى: ما ترجم به المؤلف، وهي قوله تعالى: ﴿وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ﴾ الضمير يعود على الإنسان، والمراد به الجنس. وقيل: المراد به الكافر.
والظاهر أن المراد به الجنس; إلا أنه يمنع من هذه الحال الإيمان، فلا يقول ذلك المؤمن، قال تعالى قبلها: ﴿إِلَيْهِ يُرَدُّ عِلْمُ السَّاعَةِ وَمَا تَخْرُجُ مِنْ ثَمَرَاتٍ مِنْ أَكْمَامِهَا وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلا تَضَعُ إِلاَّ بِعِلْمِهِ وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ أَيْنَ شُرَكَائِي قَالُوا آذَنَّاكَ مَا مِنَّا مِنْ شَهِيدٍ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَدْعُونَ مِنْ قَبْلُ وَظَنُّوا مَا لَهُمْ مِنْ مَحِيصٍ لا يَسْأَمُ الأِنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ

......................................................................

_________
وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَؤُوسٌ قَنُوطٌ﴾ [فصلت:٤٧، ٤٨، ٤٩]، هذه حال الإنسان من حيث هو إنسان، لكن الإيمان يمنع الخصال السيئة المذكورة.
قوله: "منا": أضافه الله إليه; لوضوح كونها من الله، ولتمام منته بها.
قوله: ﴿مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ﴾ أي: أنه لم يذق الرحمة من أول أمره، بل أصيب بضراء; كالفقر وفقد الأولاد وغير ذلك، ثم أذاقه بعد ذلك الرحمة حتى يحس بها وتكون لذتها والسرور بها أعظم مثل الذائق للطعام بعد الجوع.
قوله: "مسته" وهو: أي: أصابته وأثرت فيه.
قوله: ﴿لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي﴾ هذا كفر بنعمة الله وإعجاب بالنفس، واللام في قوله: "ليقولن" واقعة في جواب القسم المقدر قبل اللام في قوله:" وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ ".
قوله: ﴿وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً﴾ بعد أن انغمس في الدنيا نسي الآخرة، بخلاف المؤمن إذا أصابته الضراء لجأ إلى الله، ثم إذا كشفها، وجد بعد ذلك لذة وسرورا يشكر الله على ذلك، أما هذا; فقد نسي الآخرة وكفر بها.
قوله: ﴿وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَى رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَى﴾ [فصلت: من الآية٥٠] (إن): شرطية وتأتي فيما يمكن وقوعه وفيما لا يمكن وقوعه; كقوله تعالى: ﴿لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ﴾ [الزمر: من الآية٦٥]، والمعنى: على فرض أن أرجع إلى الله إن لي عنده للحسنى. والحسنى: اسم تفضيل; أي: الذي هو أحسن من هذا، واللام للتوكيد.

قال مجاهد: " هذا بعملي، وأنا محقوق به".

وقال ابن عباس: " يريد: من عندي".

وقوله: ﴿إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي﴾ [القصص: من الآية٧٨]

قال قتادة: " على علم مني بوجوه المكاسب".

_________
قوله: ﴿فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا﴾ [فصلت: من الآية٥٠] أي: فلننبئن هذا الإنسان، وأظهر في مقام الإضمار من أجل الحكم على هذا القائل بالكفر ولأجل أن يشمله الوعيد وغيره.
قول مجاهد: "هذا بعملي وأنا محقوق به": أي: هذا بكسبي، وأنا مستحق له.
قول ابن عباس: "يريد من عندي": أي: من حذقي وتصرفي، وليس من عند الله.
الآية الثانية: قوله تعالى: ﴿إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي﴾ [القصص: من الآية٧٨] في القرآن آيتان: آية قال الله فيها: ﴿إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ بَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لا يَعْلَمُونَ﴾ [الزمر: من الآية٤٩]، الثانية: ﴿إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي﴾ والظاهر من تفسير المؤلف أنه يريد الآية الثانية.
قوله: "على علم": في معناه أقوال:
الأول قال قتادة: على علم مني بوجوه المكاسب، فيكون العلم عائدا على الإنسان; أي: إنني عالم بوجوه المكاسب، ولا فضل لأحد علي فيما أوتيته، وإنما الفضل لي، وعليه يكون هذا كفرا بنعمة الله، وإعجابا بالنفس.

وقال آخرون: على علم من الله أني له أهل.

وهذا معنى قول مجاهد: " أوتيته على شرف"١.

_________
الثاني قال آخرون: على علم من الله أني له أهل; فيكون بذلك مدلا على الله، وأنه أهل ومستحق لأن ينعم الله عليه، والعلم هنا عائد على الله; أي: أوتيت هذا الشيء على علم من الله أني مستحق له وأهل له.
الثالث قول مجاهد: "أوتيته على شرف"، وهو من معنى القول الثاني، فصار معنى الآية يدور على وجهين:
الوجه الأول: أن هذا إنكار أن يكون ما أصابه من النعمة من فضل الله، بل زعم أنها من كسب يده وعلمه ومهارته.
الوجه الثاني: أنه أنكر أن يكون لله الفضل عليه، وكأنه هو الذي له الفضل على الله; لأن الله أعطاه ذلك لكونه أهلا لهذه النعمة.
فيكون على كلا الأمرين غير شاكر لله ﷿، والحقيقة أن كل ما نؤتاه من النعم فهو من الله; فهو الذي يسرها حتى حصلنا عليها، بل كل ما نحصل عليه من علم أو قدرة أو إرادة فمن الله; فالواجب علينا أن نضيف هذه النعم إلى الله سبحانه، قال تعالى: ﴿وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ﴾ [النحل: من الآية٥٣]، حتى ولو حصلت لك هذه النعمة بعلمك أو مهارتك; فالذي أعطاك هذا العلم أو المهارة هو الله ﷿ ثم إن المهارة أو العلم قد لا يكون سببا لحصول الرزق; فكم من إنسان عالم أو ماهر حاذق، ومع ذلك لا يوفق بل يكون عاطلا؟!
وشكر النعمة له ثلاثة أركان:
١- الاعتراف بها في القلب.
_________
١ انظر: "تفسير ابن جرير" (١٠/ ١٠٧)، و"الدر المنثور" (٥/ ١٣٧) .

وعن أبي هريرة ﵁ أنه سمع النبي ﷺ يقول: " إن ثلاثة من بني إسرائيل: أبرص وأقرع وأعمى،........................................

_________
٢- الثناء على الله باللسان.
٣- العمل بالجوارح بما يرضي المنعم.
فمن كان عنده شعور في داخل نفسه أنه هو السبب لمهارته وجودته وحذقه; فهذا لم يشكر النعمة، وكذلك لو أضاف النعمة بلسانه إلى غير الله، أو عمل بمعصية الله في جوارحه، فليس بشاكر لله تعالى.
قوله: "وعن أبي هريرة ﵁ أنه سمع النبي ﷺ يقول: أن ثلاثة من بني إسرائيل ": جميع القصص الواردة في القرآن وصحيح السنة، ليس المقصود منها مجرد الخبر، بل يقصد منها العبرة والعظة، مع ما تكسب النفس من الراحة والسرور، قال الله تعالى: ﴿لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ﴾ [يوسف: من الآية١١١] .
قوله: " من بني إسرائيل ": في محل نصب نعت ل "ثلاثة"، وبنو إسرائيل هم ذرية يعقوب بن إسحاق بن إبراهيم عليهم الصلاة والتسليم.
قوله: "أبرص": أي: في جلده برص، والبرص داء معروف، وهو من الأمراض المستعصية التي لا يمكن علاجها بالكلية، وربما توصلوا أخيرا إلى عدم انتشارها وتوسعها في الجلد، لكن رفعها لا يمكن، ولهذا جعلها الله آية لعيسى، قال تعالى: ﴿وَتُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ بِإِذْنِي﴾ [المائدة: من الآية١١٠] .
قوله: "أقرع": مَنْ ليس على رأسه شعر.
قوله: "أعمى": من فقد البصر.

فأراد الله أن يبتليهم، فبعث إليهم ملكا: فأتى الأبرص، فقال: أي شيء أحب إليك؟ قال: لون حسن، وجلد حسن، ويذهب عني الذي قد قذرني الناس به ".............................................................

_________
قوله: "فأراد الله" وفي بعض النسخ: "أراد الله": فعلى إثبات الفاء يكون خبر (إن) محذوفا دل عليه السياق تقديره: إن ثلاثة من بني إسرائيل أبرص وأقرع وأعمى أنعم الله عليهم فأراد الله أن يبتليهم.
ولا يمكن أن يكون "أبرص وأقرع وأعمى" خبرا; لأنه بدل، وعلى حذف الفاء يكون الخبر جملة: "أراد الله"، والإرادة هنا كونية.
قوله: "يبتليهم": أي يختبرهم; كما قال الله تعالى: ﴿وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً﴾ [الأنبياء: من الآية٣٥]، وقال تعالى: [هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ﴾ [النمل: من الآية٤٠] .
قوله: "ملكا": واحد الملائكة: وهم عَالَم غيبي، خلقهم الله من نور، وجعلهم قائمين بطاعة الله، لا يأكلون، ولا يشربون، يسبحون الليل والنهار لا يفترون، لهم أشكال وأعمال، ووظائف مذكورة في الكتاب والسنة، ويجب الإيمان بهم، وهو أحد أركان الإيمان الستة.
قال أهل اللغة: وأصل ال (ملك) مأخوذ من الأَلُوكَة، وهي الرسالة، وعلى هذا يكون أصله مَأْلكَ; فصار فيه إعلال قلبي، فصار مَلأَك، ثم نقلت حركة الهمزة إلى اللام الساكنة، وحذفت الهمزة تخفيفا، فصار مَلَك؛ ولهذا في الجمع تأتي الهمزة: ملائكة.
قوله: "ويذهب": يجوز فيه الرفع والنصب، والرفع أولى.
قوله: "قذرني": أي: استقذرني وكرهوا مخالطتي من أجله.
وقوله: "به": الباء للسببية; أي: بسببه.

قال: فمسحه، فذهب عنه قذره، فأعطي لونا حسنا، وجلدا حسنا. قال: فأي المال أحب إليك; قال: الإبل أو البقر (شك إسحاق) . فأعطي ناقة عشراء، وقال: بارك الله لك فيها ".

قال: "فأتى الأقرع، فقال: أي شيء أحب إليك؟ قال: شعر حسن، ويذهب عني الذي قذرني الناس به،.....................................

_________
قوله: "فمسحه": ليتبين أن لكل شيء سببا، وبرئ بإذن الله ﷿ "فذهب عنه قذره": بدأ بذهاب القذر قبل اللون الحسن والجلد الحسن; لأنه يبدأ بزوال المكروه قبل حصول المطلوب، كما يقال: التخلية قبل التحلية.
قوله: "قال: الإبل أو البقر - شك إسحاق -": والظاهر: أنه الإبل كما يفيده السياق، وإسحاق أحد رواة الحديث.
قوله: "عشراء": قيل: هي الحامل مطلقا، وقال في "القاموس": هي التي بلغ حملها عشرة أشهر أو ثمانية، سخرها الله ﷿ وذللها، ولعلها كانت قريبة من الملك فأعطاه إياها.
قوله: "بارك الله لك فيها": يحتمل أن لفظه لفظ الخبر ومعناه الدعاء، وهو الأقرب; لأنه أسلم من التقدير، ويحتمل أنه خبر محض، كأنه قال: هذه ناقة عشراء مبارك لك فيها ويكون المعنى على تقدير (قد) ; قد بارك الله لك فيها.
قوله: "فأتى الأقرع": وهو الرجل الثاني في الحديث.
قوله: "فقال: أي شيء أحب إليك؟ قال: شعر حسن "، ولم يكتف بمجرد الشعر، بل طلب شعرا حسنا.
قوله: "الذي قذرني الناس به": أي: القرع; لأنه إذا كان أقرع كرهه

فمسحه، فذهب عنه قذره، وأعطي شعرا حسنا. فقال: أي المال أحب إليك؟ قال: البقر أو الإبل. فأعطي بقرة حاملا; قال: بارك الله لك فيها. فأتى الأعمى، فقال: أي شيء أحب إليك؟ قال: يرد الله إلي بصري فأبصر به الناس. فمسحه، فرد الله إليه بصره. قال: فأي المال أحب إليك؟ قال: الغنم. فأعطي شاة والدا. فأنتج هذان وولد هذا،........................

_________
الناس واستقذروه، وهذا يدل على أنهم لا يُغَطُّون رءوسهم بالعمائم ونحوها، وقد يقال: يمكن أن يكون عليه عمامة يبدو بعض الرأس من جوانبها؛ فيكرهه الناس مما بدا منها.
قوله: " فذهب عنه قذره": يقال في تقديم ذهاب القذر ما سبق، وهذه نعمة من الله ﷿؛ أن يستجاب للإنسان.
قوله: " البقر أو الإبل ": الشك من إسحاق، وسياق الحديث يدل على أنه أعطي البقر.
قوله: " فأتى الأعمى ": هذا هو الرجل الثالث في هذه القصة.
قوله: " فأبصر به الناس ": لم يطلب بصرا حسنا كما طلبه صاحباه، وإنما طلب بصرا يبصر به الناس فقط، مما يدل على قناعته بالكفاية.
قوله: " فرد الله إليه بصره": الظاهر أن بصره الذي كان معه من قبل هو ما يبصر به الناس فقط.
قوله: " قال: الغنم ": هذا يدل على زهده كما يدل على أنه صاحب سكينة وتواضع; لأن السكينة في أصحاب الغنم.
قوله: " شاة والدا ": قيل: إن المعنى قريبة الولادة، ويؤيده أن صاحبيه أعطيا أنثى حاملا، ولما يأتي من قوله: "فأنتج هذان وولد هذا"،

فكان لهذا واد من الإبل، ولهذا واد من البقر، ولهذا واد من الغنم ".

قال: ثم إنه أتى الأبرص في صورته وهيئته، فقال: رجل مسكين، وابن سبيل،

_________
والشيء قد يسمى بالاسم القريب; فقد يعبر عن الشيء حاصلا وهو لم يحصل، لكنه قريب الحصول.
قوله: "فأُنتج هذان": بالضم، وفيه رواية بالفتح: "فأنتج"، وفي رواية: "فَنَتَج هذان". والأصل في اللغة في مادة (نتج): أنها مبنية للمفعول، والإشارة إلى صاحب الإبل والبقر، و"أنتج"; أي: حصل لهما نتاج الإبل والبقر.
قوله: "وولد هذا": أي: صار لشاته أولاد، قالوا: والمنتج من أنتج، والناتج من نتج، والمولد من ولد، ومن تولى توليد النساء يقال له: القابلة، ومن تولى توليد غير النساء يقال له: منتج، أو ناتج، أو مولد.
قوله: " فكان لهذا واد من الإبل "١ مقتضى السياق أن يقول: فكان لذلك; لأنه أبعد المذكورين، لكنه استعمل الإشارة للقريب في مكان البعيد، وهذا جائز، وكذا العكس.
قوله: " في صورته وهيئته ": الصورة في الجسم، والهيئة في الشكل واللباس، وهذا هو الفرق بينهما.
قوله: "رجل مسكين": خبر لمبتدأ محذوف، تقديره: أنا رجل مسكين، والمسكين: الفقير، وسمي الفقير مسكينا; لأن الفقر أسكنه وأذله، والغني في الغالب يكون عنده قوة وحركة.
قوله: " وابن سبيل ": أي: مسافر سمي بذلك لملازمته للطريق،
_________
١ البخاري: أحاديث الأنبياء (٣٤٦٤)، ومسلم: الزهد والرقائق (٢٩٦٤) .

قد انقطعت بي الحبال في سفري; فلا بلاغ لي اليوم إلا بالله ثم بك، أسألك بالذي أعطاك اللون الحسن، والجلد الحسن، والمال; بعيرا أتبلغ به في سفري،............................................................

_________
ولهذا سمي طير الماء ابن الماء لملازمته له غالبا، فكل شيء يلازم شيئا; فإنه يصح أن يضاف إليه بلفظ البنوة.
قوله: " انقطعت بي الحبال في سفري " الحبال الأسباب; فالحبل يطلق على السبب وبالعكس، قال تعالى: ﴿فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ﴾ [الحج: من الآية١٥]، ولأن الحبل سبب يتوصل به الإنسان إلى مقصوده كالرِّشاء يتوصل به الإنسان إلى الماء الذي في البئر.
قوله: " فلا بلاغ لي اليوم إلا بالله ثم بك " "لا": نافية للجنس، والبلاغ بمعنى الوصول، ومنه تبليغ الرسالة; أي: إيصالها إلى المرسل إليه، والمعنى: لا شيء يوصلني إلى أهلي إلا بالله ثم بك; فالمسألة فيها ضرورة.
قوله: "أسألك بالذي أعطاك اللون الحسن والجلد الحسن" السؤال هنا ليس سؤال استخبار بل سؤال استجداء; لأن "سأل" تأتي بمعنى استجدى وبمعنى استخبر، تقول: سألته عن فلان; أي: استخبرته، وسألته مالا; أي: استجديته واستعطيته، وإنما قال: "أسألك بالذي أعطاك" ولم يقل: أسألك بالله; لأجل أن يذكره بنعمة الله عليه; ففيه إغراء له على الإعانة لهذا المسكين; لأنه جمع بين أمرين: كونه مسكينا، وكونه ابن سبيل; ففيه سببان يقتضيان الإعطاء.
وقوله: "بعيرا": يدل على أن الأبرص أعطي الإبل، وتعبير إسحاق "الإبل أو البقر" من باب ورعه.
قوله: "أتبلغ به في سفري": أي: ليس أطيب الإبل، وإنما ما يوصلني إلى أهلي فقط.

فقال: الحقوق كثيرة. فقال له: كأني أعرفك! ألم تكن أبرص يقذرك الناس، فقيرا، فأعطاك الله ﷿ المال؟ فقال: إنما ورثت هذا المال كابرا عن كابر. فقال: إن كنت كاذبا; فصيرك الله إلى ما كنت ".

_________
قوله: " الحقوق كثيرة ": أي: هذا المال الذي عندي متعلق به حقوق كثيرة، ليس حقك أنت فقط، وتناسى - والعياذ بالله - أن الله هو الذي مَنَّ عليه بالجلد الحسن واللون الحسن والمال.
قوله: "كأني أعرفك ": كأن هنا للتحقيق لا للتشبيه; لأنها إذا دخلت على جامد فهي للتشبيه، وإذا دخلت على مشتق; فهي للتحقيق أو للظن والحسبان، والمعنى: أني أعرفك معرفة تامة.
قوله: " ألم تكن أبرص يقذرك الناس " ذَكَّرَه الملك بنعمة الله عليه، وعرفه بما فيه من العيب السابق حتى يعرف قدر النعمة، والاستفهام للتقرير لدخوله على "لم"; كقوله تعالى: ﴿أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ﴾ [الشرح:١] .
قوله: " كابرا عن كابر ": أنكر أن المال من الله، لكنه لم يستطع أن ينكر البرص. و"كابرا" منصوبة على نزع الخافض; أي: من كابر; أي: ممن يكبرني وهو الأب، عن كابر له وهو الجد، وقيل: المراد الكبر المعنوي; أي: إننا شرفاء وسادة وفي نعمة من الأصل، وليس هذا المال مما تجدد، واللفظ يحتمل المعنيين جميعا.
قوله: "إن كنت كاذبا فصيرك الله إلى ما كنت " "إن": شرطية ولها مقابل، يعني: وإن كنت صادقا فأبقى الله عليك النعمة. فإن قيل: كيف يأتي ب "إن" الشرطية الدالة على الاحتمال مع أنه يعرف أنه كاذب؟

قال: وأتى الأقرع في صورته، فقال له مثل ما قال لهذا، ورد عليه مثل ما رد عليه هذا، فقال: إن كنت كاذبا; فصيرك الله إلى ما كنت.

_________
أجيب: إن هذا من باب التنزل مع الخصم، والمعنى: إن كنت كما ذكرت عن نفسك; فأبقى الله عليك هذه النعمة، وإن كنت كاذبا وأنك لم ترثه كابرا عن كابر; فصيرك الله إلى ما كنت من البرص والفقر، ولم يقل: "إلى ما أقول"; لأنه كان على ذلك بلا شك.
والتنزل مع الخصم يرد كثيرا في الأمور المتيقنة; كقوله تعالى: ﴿آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ [النمل: من الآية٥٩]، ومعلوم أنه لا نسبة، وأن الله خير مما يشركون، ولكن هذا من باب محاجة الخصم لإدحاض حجته.
قوله: " وأتى الأقرع في صورته " الفاعل المَلَك، وهنا قال: "في صورته" فقط وفي الأول قال: "في صورته وهيئته" فالظاهر أنه تصرف من الرواة، وإلا; فالغالب أن الصورة قريبة من الهيئة، وإن كانت الصورة تكون خلقة، والهيئة تكون تصنعا في اللباس ونحوه، وقد جاء في رواية البخاري: "في صورته وهيئته".
قوله: "فقال له مثل ما قال لهذا ": المشار إليه الأبرص.
قوله: "فرد عليه": أي: الأقرع.
قوله: " مثل ما رد عليه هذا ": أي: الأبرص. فكلا الرجلين - والعياذ بالله - غير شاكر لنعمة الله ولا معترف بها ولا راحم لهذا المسكين الذي انقطع به السفر.
قوله: " فصيرك الله إلى ما كنت عليه " أي: ردك الله إلى ما كنت عليه من القرع الذي يقذرك الناس به والفقر.

قال: وأتى الأعمى في صورته، فقال: رجل مسكين وابن سبيل، قد انقطعت بي الحبال في سفري; فلا بلاغ لي اليوم إلا بالله ثم بك، أسألك بالذي رد عليك بصرك; شاة أتبلغ بها في سفري. قال: قد كنت أعمى فرد الله عليّ بصري; فخذ ما شئت، فوالله; لا أجهدك اليوم بشيء أخذته لله. فقال: أمسك مالك; فإنما ابتليتم؛.......................................

_________
قوله: " فرد الله عليّ بصري " اعترف بنعمة الله، وهذا أحد أركان الشكر والركن الثاني: العمل بالجوارح في طاعة المنعم، والركن الثالث: الاعتراف بالنعمة في القلب، قال الشاعر:
أفادتكم النعماء مني ثلاثة ... يدي ولساني والضمير المحجبا
قوله: " فوالله; لا أجهدك بشيء أخذته لله " الجهد: المشقة، والمعنى: لا أشق عليك بمنع ولا منة، واعترافه بلسانه مطابق لما في قلبه، فيكون دالا على الشكر بالقلب بالتضمن.
قوله: "خذ ما شئت ودع ما شئت" هذا من باب الشكر بالجوارح; فيكون هذا الأعمى قد أتم أركان الشكر.
قوله: "لله": اللام للاختصاص، والمعنى: لأجل الله، وهذا ظاهر في إخلاصه لله; فكل ما تأخذه لله فأنا لا أمنعك منه ولا أردك.
قوله: " إنما ابتليتم ": أي: اختبرتم، والذي ابتلاهم هو الله تعالى، وظاهر الحديث أن قصتهم مشهورة معلومة بين الناس; لأن قوله: "إنما ابتليتم" يدل على أن عنده علما بما جرى لصاحبيه، وغالبا أن مثل هذه القصة تكون مشهورة بين الناس.

فقد رضي الله عنك، وسخط على صاحبيك ". أخرجاه.١

_________
قوله: "فقد رضي الله عنك": يعني: لأنك شكرت نعمة الله بالقلب واللسان والجوارح.
قوله: " وسخط على صاحبيك " لأنهما كَفَرا نعمة الله - سبحانه -، وأنكرا أن يكون الله من عليهما بالشفاء والمال.
وفي هذا الحديث من العبر شيء كثير، منها:
١- أن الرسول ﷺ يقص علينا أنباء بني إسرائيل؛ لأجل الاعتبار والاتعاظ بما جرى، وهو أحد الأدلة لمن قال: إن شَرْع من قبلنا شرع لنا، ما لم يرد شرعنا بخلافه، ولا شك أن هذه قاعدة صحيحة.
٢- بيان قدرة الله ﷿ بإبراء الأبرص والأقرع والأعمى من هذه العيوب التي فيهم بمجرد مسح المَلَك لهم.
٣- أن الملائكة يتشكلون حتى يكونوا على صورة البشر; لقوله: " فأتى الأبرص في صورته " وكذلك الأقرع والأعمى، لكن هذا -والله أعلم- ليس إليهم، وإنما يَتَشَكَّلون بأمر الله تعالى.
٤- أن الملائكة أجسام، وليسوا أرواحا، أو معاني، أو قوى فقط.
٥- حرص الرواة على نقل الحديث بلفظه.
٦- أن الإنسان لا يلزمه الرضاء بقضاء الله - أي بالمقضي -; لأن هؤلاء الذين أصيبوا قالوا: أحب إلينا كذا وكذا، وهذا يدل على عدم الرضا.
_________
١ أخرجه: البخاري في (الأنبياء، باب حديث أبرص وأقرع وأعمى في بني إسرائيل)، (٢/٤٩٤)، ومسلم في (الزهد والرقاق)، (٤/ رقم (٢٩٦٤) .

......................................................................

_________
وللإنسان عند المصائب أربع مقامات:
جزع، وهو محرم.
صبر، وهو واجب.
رضا، وهو مستحب.
شكر، وهو أحسن وأطيب.
وهنا إشكال، وهو كيف يشكر الإنسان ربه على المصيبة، وهي لا تلائمه؟
أجيب: أن الإنسان إذا آمن بما يترتب على هذه المصيبة من الأجر العظيم؛ عرف أنها تكون بذلك نعمة، والنعمة تشكر.
وأما قوله ﷺ " فمن رضي; فله الرضا، ومن سخط; فله السخط "١ فالمراد بالرضا هنا الصبر، أو الرضا بأصل القضاء الذي هو فعل الله; فهذا يجب الرضا به لأن الله ﷿ حكيم، ففرق بين فعل الله والمقضي. والمقضي ينقسم إلى: مصائب لا يلزم الرضا بها، وإلى أحكام شرعية يجب الرضا بها.
٧- جواز الدعاء المعلق; لقوله: "إن كنت كاذبا; فصيرك الله إلى ما كنت" وفي القرآن الكريم قال الله تعالى: ﴿وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ﴾ [النور:٧]، ﴿وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ﴾ [النور:٩]، وفي دعاء الاستخارة: " اللهم! إن كنت تعلم ... إلخ".
_________
١ سبق (ص ١٢١) .

......................................................................

_________
٨- جواز التنزل مع الخصم، فيما لا يقر به الخصم المتنزل لأجل إفحام الخصم; لأن الملك يعلم أنه كاذب، ولكن بناء على قوله: إن هذا ما حصل، وإن المال ورثه كابرا عن كابر.
وقد سبق بيان وروده في القرآن، ومنه أيضا قوله تعالى: ﴿وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدىً أَوْ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ﴾ [سبأ: من الآية٢٤]، ومعلوم أن الرسول ﷺ وأصحابه على هدى، وأولئك على ضلال، ولكن هذا من باب التنزل معهم من باب العدل.
٩- أن بركة الله لا نهاية لها، ولهذا كان لهذا واد من الإبل، ولهذا واد من البقر، ولهذا واد من الغنم.
١٠- هل يستفاد منه أن دعاء الملائكة مستجاب أو أن هذه قضية عين؟
الظاهر أنه قضية عين، وإلا; لكان الرجل إذا دعا لأخيه بظهر الغيب، وقال الملك: آمين ولك بمثله، علمنا أن الدعاء قد استجيب.
١١- بيان أن شكر كل نعمة بحسبها; فشكر نعمة المال أن يبذل في سبيل الله، وشكر نعمة العلم أن يبذل لمن سأله بلسان الحال أو المقال، والشكر الأعم أن يقوم بطاعة المنعم في كل شيء.
ونظير هذا ما مر أن التوبة من كل ذنب بحسبه، لكن لا يستحق الإنسان وصف التوبة المطلق؛ إلا إذا تاب من جميع الذنوب.
١٢- جواز التمثيل، وهو أن يتمثل الإنسان بحال ليس هو عليها في الحقيقة، مثل أن يأتي بصورة مسكين وهو غني، وما أشبه ذلك، إذا كان فيه مصلحة، وأراد أن يختبر إنسانا بمثل هذا; فله ذلك.
١٣- أن الابتلاء قد يكون عاما وظاهرا، يؤخذ من قوله: "فإنما ابتليتم"، وقصتهم مشهورة كما سبق.

......................................................................

_________
١٤- فضيلة الورع والزهد، وأنه قد يجر صاحبه إلى ما تحمد عقباه; لأن الأعمى كان زاهدا في الدنيا; فكان شاكرا لنعمة الله.
١٥- ثبوت الإرث في الأمم السابقة; لقوله: "ورثته كابرا عن كابر".
١٦- أن من صفات الله ﷿ الرضا، والسخط، والإرادة، وأهل السنة والجماعة يثبتونها على المعنى اللائق بالله على أنها حقيقة.
وإرادة الله نوعان: كونية، وشرعية.
والفرق بينهما: أن الكونية يلزم فيها وقوع المراد ولا يلزم أن يكون محبوبا لله، فإذا أراد شيئا قال له: كن فيكون.
وأما الشرعية: فإنه لا يلزم فيها وقوع المراد ويلزم أن يكون محبوبا لله، ولهذا نقول: الإرادة الشرعية بمعنى المحبة، والكونية بمعنى المشيئة.
فإن قيل: هل الله يريد الخير والشر كونا أو شرعا؟
أجيب: إن الخير إذا وقع; فهو مراد لله كونا وشرعا، وإذا لم يقع; فهو مراد لله شرعا فقط، وأما الشر فإذا وقع; فهو مراد لله كونا لا شرعا وإذا لم يقع; فهو غير مراد كونا ولا شرعا.
واعلم أن الشر لا ينسب إلى فعل الله - سبحانه -; ولكن إلى مخلوقات الله; فكل فعل الله تعالى خير; لأنه صادر عن حكمة ورحمة، ولهذا قال النبي ﷺ: " الخير بيديك والشر ليس إليك "١ وأما مخلوقات الله; ففيها خير وشر.
وإثبات صفة الرضا لله -سبحانه- لا يقتضي انتفاء صفة الحكمة، بخلاف رضا المخلوق، فقد تنتفي معه الحكمة، فإن الإنسان إذا رضي عن شخص مثلا؛ فإن عاطفته قد تحمله على أن يرضى عنه في كل شيء، ولا يضبط نفسه في معاملته لشدة رضاه عنه، قال الشاعر:
_________
١ رواه: مسلم (٧٧١) من حديث علي بن أبي طالب ﵁.

......................................................................

_________
وعين الرضا عن كل عيب كليلة ... كما أن عين السخط تبدي المساويا
لكن رضا الله مقرون بالحكمة، كما أن غضب الخالق ليس كغضب المخلوق; فلا تنتفي الحكمة مع غضب الخالق، بخلاف غضب المخلوق; فقد يخرجه عن الحكمة، فيتصرف بما لا يليق؛ لشدة غضبه.
ومن فسّر الرضا بالثواب أو إرادته; فتفسيره مردود عليه، فإنه إذا قيل: إن معنى "رضي"، أي: أراد أن يثيب، فمقتضاه أنه لا يرضى، ولو قالوا: لا يرضى لكفروا; لأنهم نفوها نفي جحود، لكن أَوّلُوها تأويلا يستلزم جواز نفي الرضا; لأن المجاز معناه نفي الحقيقة، وهذا أمر خطير جدا؛ ولهذا بيّن شيخ الإسلام ابن تيمية وابن القيم: أنه لا مجاز في القرآن ولا في اللغة، خلافا لمن قال: كل شيء في اللغة مجاز.
١٧- أن الصحبة تطلق على المشاكلة في شيء من الأشياء، ولا يلزم منها المقارنة; لقوله: " وسخط على صاحبيك "; فالصاحب هنا: من يشبه حاله في أن الله أنعم عليه بعد البؤس.
١٨- اختبار الله ﷿ بما أنعم عليهم به.
١٩ أن التذكير قد يكون بالأقوال أو الأفعال أو الهيئات.
٢٠- أنه يجوز للإنسان أن ينسب لنفسه شيئا لم يكن من أجل الاختبار; لقول الملك: إنه فقير وابن سبيل.
٢١- أن هذه القصة كانت معروفة مشهورة; لقوله: "فقد رضي الله عنك، وسخط على صاحبيك ".

فيه مسائل:

الأولى: تفسير الآية.

الثانية: ما معنى: ﴿لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي﴾ [فصلت: من الآية٥٠] .

الثالثة: ما معنى قوله: ﴿إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي﴾ [القصص: من الآية ٧٨] .

الرابعة: ما في هذه القصة العجيبة من العبر العظيمة.

_________
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الآية: وهي قوله تعالى: ﴿وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي﴾ [فصلت: من الآية٥٠] وقد سبق أن الضمير في قوله: "أذقناه" يعود على الإنسان باعتبار الجنس.
الثانية: ما معنى: ﴿لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي﴾ اللام للاستحقاق، والمعنى: إني حقيق به وجدير به.
الثالثة: ما معنى قوله: ﴿إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي﴾ وقد سبق بيان ذلك.
الرابعة: ما في هذه القصة العجيبة من العبر العظيمة: وقد سبق ذكر عبر كثيرة منها، وهذا ليس استيعابا، ومن ذلك الفرق بين الأبرص والأقرع والأعمى، فإن الأبرص والأقرع جحدا نعمة الله ﷿، والأعمى اعترف بنعمة الله، عندما طلب الملك من الأعمى المساعدة; قال: "خذ ما شئت"; فدل هذا على جوده وإخلاصه; لأنه قال: "فوالله; لا أجهدك اليوم بشيء أخذته لله ﷿" بخلاف الأبرص والأقرع، حيث كانوا أشحاء بخلاء منكرين نعمة الله ﷿.

باب قول الله تعالى: ﴿فلما آتاهما صالحا جعلا له شركاء فيما آتاهما﴾

باب: قول الله تعالى: ﴿فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا﴾ [الأعراف: من الآية١٩٠] الآية.

_________
قوله: ﴿فلما آتاهما﴾ الضمير يعود على ما سبق من النفس وزوجها، ولهذا ينبغي أن يكون الشرح من قوله تعالى: ﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ﴾ [الأعراف: من الآية١٨٩] .
قوله: ﴿خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ﴾ فيها قولان:
الأول: أن المراد بالنفس الواحدة: العين الواحدة; أي: من شخص معين، وهو آدم ﵇، وقوله: ﴿وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا﴾ أي: حواء; لأن حواء خلقت من ضلع آدم.
الثاني: أن المراد بالنفس الجنس، وجعل من هذا الجنس زوجه، ولم يجعل زوجه من جنس آخر، والنفس قد يراد بها الجنس; كما في قوله تعالى: ﴿لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ﴾ [آل عمران: من الآية١٦٤] ; أي: من جنسهم.
قوله: ﴿لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا﴾ سكون الرجل إلى زوجته ظاهر من أمرين:
أولا: لأن بينهما من المودة والرحمة ما يقتضي الأنس والاطمئنان والاستقرار.
ثانيا: سكون من حيث الشهوة، وهذا سكون خاص، لا يوجد له نظير حتى بين الأم وابنها.

......................................................................

_________
قوله: ﴿لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا﴾ تعليل لكونها من جنسه أو من النفس المعينة.
قوله: ﴿فَلَمَّا تَغَشَّاهَا﴾ أي: جامعها، وعبارة القرآن والسنة التكنية عن الجماع، قال تعالى: ﴿أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ﴾ [النساء: من الآية٤٣]، وقال: ﴿اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ﴾ [النساء: من الآية٢٣]، وقال تعالى: ﴿وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ﴾ [النساء: من الآية٢١]، كأن الاستحياء من ذكره بصريح اسمه أمر فطري، ولأن الطباع السليمة تكره أن تذكر هذا الشيء باسمه إلا إذا دعت الحاجة إلى ذلك، فإنه قد يصرح به، كما في قوله (لماعز وقد أقرَّ عنده بالزنى: "أنِكْتَها" (١) لا يكني؛ لأن الحاجة هنا داعية للتصريح حتى يتبين الأمر جليا، ولأن الحدود تدرأ بالشبهات.
وتشبيه علو الرجل المرأة بالغشيان أمر ظاهر، كما أن الليل يستر الأرض بظلامه، قال تعالى: ﴿وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى﴾ [الليل:١]، وعبر بقوله: "تغشاها" ولم يقل: غشيها; لأن تغشى أبلغ، وفيه شيء من المعالجة، ولهذا جاء في الحديث: (إذا جلس بين شعبها الأربع ثم جهدها «٢)، الجلوس بين شعبها الأربع هذا غشيان، و"جهدها" هذا تغشي.
قوله: ﴿حَمَلَتْ حَمْلًا خَفِيفًا﴾ الحمل في أوله خفيف: نطفة، ثم علقة، ثم مضغة.
قوله: "فَمَرَّتْ بِهِ": المرور بالشيء تجاوزه من غير تعب ولا إعياء، والمعنى: تجاوزت هذا الحمل الخفيف من غير تعب ولا إعياء.
_________
(١) أخرجه: البخاري في (الحدود، باب هل يقول الإمام للمقر لعلك لمست)، (٤/٢٥٦) .
(٢) أخرجه: البخاري في (الغسل، باب إذا التقى الختانان)، (١/١١١)، ومسلم في (الحيض، باب نسخ الماء من الماء)، (١/٢٧١) .

......................................................................

_________
قوله: "فلما أثقلت": الإثقال في آخر الحمل.
قوله: "دعوا الله"، ولم يقل: دعيا; لأن الفعل واوي; فعاد إلى أصله.
قوله: "الله ربهما": أتى بالألوهية والربوبية; لأن الدعاء يتعلق به جانبان:
الأول: جانب الألوهية من جهة العبد أنه داع، والدعاء عبادة.
الثاني: جانب الربوبية; لأن في الدعاء تحصيلا للمطلوب، وهذا يكون متعلقا بالله من حيث الربوبية.
والظاهر أنهما قالا: اللهم ربنا، ويحتمل أن يكون بصيغة أخرى.
قوله: ﴿لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا﴾ أي: أعطيتنا.
وقوله: ﴿صَالِحًا﴾ ; هل المراد صلاح البدن، أو المراد صلاح الدين، أي: لئن آتيتنا بشرا سويا، ليس فيه عاهة ولا نقص، أو صالحا بالدين; فيكون تقيا قائما بالواجبات؟
الجواب: يشمل الأمرين جميعا، وكثير من المفسرين لم يذكر إلا الأمر الأول، وهو الصلاح البدني، لكن لا مانع من أن يكون شاملا للأمرين جميعا.
قوله: ﴿لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ﴾ أي: من القائمين بشكرك على هذا الولد الصالح. والجملة هنا جواب قسم وشرط، قسم متقدم، وشرط متأخر، والجواب فيه للقسم؛ ولهذا جاء مقرونا باللام: لنكونن.
قوله: ﴿فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا﴾ هنا حصل المطلوب، لكن لم يحصل الشكر الذي وعدا الله به، بل جعلا له شركاء فيما آتاهما.

......................................................... ...

_________
وقوله: ﴿جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا﴾ [الأعراف: من الآية١٩٠] هذا جواب "لما". والجواب متعقب للشرط وهذا يدل على أن الشرك منهما حصل حين إتيانه وهو صغير، ومثل هذا لا يعرف أيصلح في دينه في المستقبل أم لا يصلح؟ ولهذا كان أكثر المفسرين على أن المراد بالصلاح، الصلاح البدني.
فمعاهدة الإنسان ربه أن يفعل العبادة مقابل تفضل الله عليه بالنعمة الغالب أنه لا يفي بها; ففي سورة التوبة قال تعالى: ﴿وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ﴾ [التوبة:٧٥، ٧٦]، وفي هذه الآية قال تعالى: ﴿لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ﴾ [الأعراف: من الآية١٨٩، ١٩٠] فكانا من المشركين لا من الشاكرين، وبهذا نعرف الحكمة من نهي النبي ﷺ عن النذر; لأن النذر معاهدة مع الله ﷿، ولهذا نهى النبي ﷺ عن النذر، وقال: " إنه لا يأتي بخير، وإنما يستخرج به من البخيل "١، وقد ذهب كثير من أهل العلم إلى تحريم النذر، وظاهر كلام شيخ الإسلام ابن تيمية أنه يميل إلى تحريم النذر٢؛ لأن رسول الله ﷺ نهى عنه، ونفى أنه يأتي بخير.
إذن ما الذي نستفيد من أمر نهى عنه الرسول ﷺ، وقال: إنه لا يأتي بخير؟
الجواب; لا نستفيد إلا المشقة على أنفسنا، وإلزام أنفسنا بما نحن
_________
١ أخرجه مسلم في (النذر، باب النهي عن النذر)، (٣/١٢٦١) . وأخرج البخاري نحوه في (الإيمان، باب الوفاء بالنذر، ٤/٢٢٧) من حديث أبي هريرة ﵁.
٢ انظر: "الاختيارات" (ص ٣٢٨) .

......................................................................

_________
منه في عافية، ولهذا; فالقول بتحريم النذر قول قوي جدا، ولا يعرف مقدار وزن هذا القول إلا من عرف أسئلة الناس وكثرتها، ورأى أنهم يذهبون إلى كل عالم لعلهم يجدون خلاصا مما نذروا.
فإن قيل: هذا الولد الذي آتاهما الله ﷿ كان واحدا; فكيف جعلا في هذا الولد الواحد شركا بل شركاء؟
فالجواب: أن نقول هذا على ثلاثة أوجه:
الوجه الأول: أن يعتقدا أن الذي أتى بهذا الولد هو الولي الفلاني، والصالح الفلاني، ونحو ذلك، فهذا شرك أكبر؛ لأنهما أضافا الخلق إلى غير الله.
ومن هذا أيضا ما يوجد عند بعض الأمم الإسلامية الآن; فتجد المرأة التي لا يأتيها الولد تأتي إلى قبر الولي الفلاني، كما يزعمون أنه ولي الله -والله أعلم بولايته-، فتقول: يا سيدي فلان! ارزقني ولدا.
الوجه الثاني: أن يضيف سلامة المولود ووقايته إلى الأطباء وإرشاداتهم، وإلى القوابل وما أشبه ذلك، فيقولون مثلا: سلم هذا الولد من الطلق; لأن القابلة امرأة متقنة جيدة; فهنا أضاف النعمة إلى غير الله، وهذا نوع من الشرك، ولا يصل إلى حد الشرك الأكبر; لأنه أضاف النعمة إلى السبب ونسي المسبب، وهو الله ﷿.
الوجه الثالث: أن لا يشرك من ناحية الربوبية، بل يؤمن أن هذا الولد خرج سالما بفضل الله ورحمته، ولكن يشرك من ناحية العبودية; فيقدم محبته على محبة الله ورسوله ويلهيه عن طاعة الله ورسوله، قال تعالى: ﴿إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ﴾ [التغابن:١٥]؛

......................................................................

_________
فكيف تجعل هذا الولد ندا لله في المحبة، وربما قدمت محبته على محبة الله، والله هو المتفضل عليك به؟!
وفي قوله: "فلما آتاهما" نقد لاذع؛ أن يجعلا في هذا الولد شريكا مع الله، مع أن الله هو المتفضل به، ثم قال: ﴿فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ [الأعراف: من الآية١٩٠] أي: ترفع وتقدس عما يشركون به من هذه الأصنام وغيرها.
ومن تأمل الآية وجدها دالة على أن قوله: ﴿خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ﴾ أي: من جنس واحد، وليس فيها تعرض لآدم وحواء بوجه من الوجوه، ويكون السياق فيها جاريا على الأسلوب العربي الفصيح الذي له نظير في القرآن; كقوله تعالى: ﴿لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ﴾ [آل عمران: من الآية١٦٤] أي: من جنسهم، وبهذا التفسير الواضح البين يسلم الإنسان من إشكالات كثيرة.
أما على القول الثاني بأن المراد بقوله تعالى: ﴿مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ﴾ آدم ﴿وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا﴾ [الأعراف: من الآية١٨٩] حواء، فيكون معنى الآية خلقكم من آدم وحواء. فلما جامع آدم حواء حملت حملا خفيفا، فمرت به، فلما أثقلت دعوا -أي آدم وحواء- الله ربهما: ﴿لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا﴾ [الأعراف: من الآية١٨٩، ١٩٠] فأشرك آدم وحواء بالله، لكن قالوا: إنه إشراك طاعة لا إشراك عبادة، ﴿فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ [الأعراف: من الآية١٩٠] وهذا التفسير منطبق على المروي عن ابن عباس ﵄، وسنبين -إن شاء الله تعالى- وجه ضعفه وبطلانه.
وهناك قول ثالث: أن المراد بقوله تعالى: ﴿مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ﴾ أي: آدم وحواء، ﴿فَلَمَّا تَغَشَّاهَا﴾ انتقل من العين إلى النوع; أي: من آدم إلى النوع الذي هم بنوه، أي: فلما تغشى الإنسان الذي تسلسل من آدم وحواء

قال ابن حزم: " اتفقوا على تحريم كل اسم معبد لغير الله ; كعبد عمرو، وعبد الكعبة وما أشبه ذلك،....................................

_________
زوجته ... إلى آخره، ولهذا قال تعالى: ﴿فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ [الأعراف: من الآية١٩٠] بالجمع ولم يقل عما يشركان، ونظير ذلك في القرآن قوله تعالى: ﴿وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ﴾ [الملك: من الآية٥] أي: جعلنا الشهب الخارجة منها رجوما للشياطين، وليست المصابيح نفسها، وقوله تعالى: ﴿وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْأِنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً﴾ [المؤمنون:١٢، ١٣] أي: جعلناه بالنوع، وعلى هذا فأول الآية في آدم وحواء، ثم صار الكلام من العين إلى النوع.
وهذا التفسير له وجه، وفيه تنزيه آدم وحواء من الشرك، لكن فيه شيء من الركاكة لتشتت الضمائر.
وأما قوله تعالى: ﴿فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ فجمع لأن المراد بالمثنى اثنان من هذا الجنس، فصح أن يعود الضمير إليهما مجموعا; كما في قوله تعالى: ﴿وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا﴾ [الحجرات: من الآية٩]، ولم يقل: اقتتلتا; لأن الطائفتين جماعة.
قوله: "اتفقوا": أي: أجمعوا، والإجماع أحد الأدلة الشرعية التي تثبت بها الأحكام، والأدلة هي: الكتاب، والسنة، والإجماع، والقياس.
قوله: "وما أشبه ذلك": مثل: عبد الحسين، وعبد الرسول، وعبد المسيح، وعبد علي.
وأما قوله ﷺ: "تعس عبد الدينار، تعس عبد الدرهم ... " ١
_________
١ أخرجه: البخاري في (الجهاد، باب الحراسة في الغزو)، (٢/٣٢٧) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

حاشا عبد المطلب".

_________
الحديث; فهذا وصف وليس علما، فشبه المنهمك بمحبة هذه الأشياء، المقدم لها على ما يرضي الله بالعابد لها، كقولك: عابد الدينار; فهو وصف، فلا يعارض الإجماع.
قوله: "حاشا عبد المطلب": حاشا الاستثنائية إذا دخلت عليها (ما) وجب نصب ما بعدها، وإلا جاز فيه النصب والجر.
وبالنسبة لعبد المطلب مستثنى من الإجماع على تحريمه; فهو مختلف فيه، فقال بعض أهل العلم: لا يمكن أن نقول بالتحريم والرسول ﷺ قال:
أنا النبي لا كذب ... أنا ابن عبد المطلب١
فالنبي ﷺ لا يفعل حراما; فيجوز أن يعبد للمطلب إلا إذا وجد ناسخ، وهذا تقرير ابن حزم ﵀، ولكن الصواب تحريم التعبيد للمطلب; فلا يجوز لأحد أن يسمي ابنه عبد المطلب، وأما قوله ﷺ: " أنا ابن عبد المطلب "٢ فهو من باب الإخبار وليس من باب الإنشاء، فالنبي ﷺ أخبر أن له جدا اسمه عبد المطلب، ولم يرد عنه ﷺ أنه سمى عبد المطلب، أو أنه أذن لأحد صحابته بذلك، ولا أنه أقر أحدا على تسميته عبد المطلب، والكلام في الحكم لا في الإخبار، وفرق بين الإخبار وبين الإنشاء والإقرار، ولهذا قال النبي ﷺ " إنما بنو هاشم وبنو عبد مناف شيء واحد "٣، ولا يجوز التسمي بعبد مناف.
وقد قال العلماء: إن حاكي الكفر ليس بكافر; فالرسول ﷺ يتكلم
_________
١ أخرجه: البخاري في (الجهاد، باب من قاد دابة غيره في الجهاد، ٢/ ٣٢٢) ; من حديث البراء بن عازب ﵁.
٢ البخاري: المغازي (٤٣١٦)، ومسلم: الجهاد والسير (١٧٧٦)، والترمذي: الجهاد (١٦٨٨)، وأحمد (٤/٢٨٠،٤/٢٨١،٤/٢٨٩،٤/٣٠٤) .
٣ أخرجه: البخاري في (الخمس، باب ومن الدليل على أن الخمس للإمام، ٢/ ٤٠٠) ; عن جبير بن مطعم ﵁.

وعن ابن عباس في الآية; قال: "لما تغشاها آدم; حملت، فأتاهما إبليس، فقال: إني صاحبكما الذي أخرجتكما من الجنة، لتطيعاني أو لأجعلن له قرني أَيْلٍ، فيخرج من بطنك، فيشقه، ولأفعلن; يخوفهما، سمياه عبد الحارث، فأبيا أن يطيعاه، فخرج ميتا.

ثم حملت، فأتاهما، فذكر لهما، فأدركهما حب الولد، فسمياه عبد الحارث; فذلك قوله: ﴿جَعَلا لَهُ شُرَكَاءَ فِيمَا آتَاهُمَا﴾ ١") رواه ابن أبي حاتم٢.

_________
عن شيء قد وقع وانتهى ومضى; فالصواب أنه لا يجوز أن يعبد لغير الله مطلقا، لا بعبد المطلب ولا غيره، وعليه; فيكون التعبيد لغير الله من الشرك.
قوله: "إبليس": على وزن إفعيل، فقيل: من أبلس إذا يئس; لأنه يئس من رحمة الله تعالى.
قوله: "لتطيعاني": جملة قسمية; أي: والله لتطيعاني.
قوله: "أيل": هو ذكر الأوعال.
قوله: "سمياه عبد الحارث": اختار هذا الاسم; لأنه اسمه، فأراد أن يعبداه لنفسه.
قوله: "فخرج ميتا": لم يحصل التهديد الأول، ويجوز أن يكون من جملة: "ولأفعلن"، أو لأنه قال: "ولأخرجنه ميتا".
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٩٠.
٢ أخرجه: ابن أبي حاتم كما في "تفسير ابن كثير" (٢/ ٢٧٥)، وسعيد بن منصور (٢/ ١٣٨٧) .

وله بسند صحيح عن قتادة; قال: "شركاء في طاعته، ولم يكن في عبادته".

وله بسند صحيح عن مجاهد، في قوله: ﴿لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا﴾ ١ قال: "أشفقا أن لا يكون إنسانا".

وذكر معناه عن الحسن وسعيد وغيرهما٢.

_________
قوله: "شركاء في طاعته" أي: أطاعاه فيما أمرهما به، لا في العبادة، لكن عبدا الولد لغير الله، وفرق بين الطاعة والعبادة، فلو أن أحدا أطاع شخصا في معصية الله لم يجعله شريكا مع الله في العبادة، لكن أطاعه في معصية الله.
قوله: "أشفقا أن لا يكون إنسانا": أي: خاف آدم وحواء أن يكون حيوانا أو جنيا أو غير ذلك.
قوله: "وذكر معناه عن الحسن": لكن الصحيح أن الحسن ﵀ قال: إن المراد بالآية غير آدم وحواء، وإن المراد بها المشركون من بني آدم كما ذكر ذلك ابن كثير ﵀ في "تفسيره" وقال: "أما نحن; فعلى مذهب الحسن البصري ﵀ في هذا، وأنه ليس المراد من هذا السياق آدم وحواء، وإنما المراد من ذلك المشركون من ذريته٣" اهـ.
وهذه القصة باطلة من وجوه:
الوجه الأول: أنه ليس في ذلك خبر صحيح عن النبي ﷺ وهذا من الأخبار التي لا تتلقى إلا بالوحي، وقد قال ابن حزم عن هذه القصة: إنها رواية خرافة مكذوبة موضوعة.
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٩.
٢ انظر: "تفسير ابن جرير" (٩/٩٨، ٩٩)، و"تفسير ابن كثير" (٢/ ٢٧٥) .
(٣/٥٣٠) .

......................................................................

_________
الوجه الثاني: أنه لو كانت هذه القصة في آدم وحواء; لكان حالهما إما أن يتوبا من الشرك أو يموتا عليه، فإن قلنا: ماتا عليه; كان ذلك أعظم من قول بعض الزنادقة:
إذا ما ذكرنا آدما وفعاله ... وتزويجه بنتيه بابنيه بالخنا
علمنا بأن الخلق من نسل فاجر ... وأن جميع الناس من عنصر الزنا
فمن جوز موت أحد من الأنبياء على الشرك فقد أعظم الفرية، وإن كان تابا من الشرك; فلا يليق بحكمة الله وعدله ورحمته أن يذكر خطأهما ولا يذكر توبتهما منه، فيمتنع غاية الامتناع أن يذكر الله الخطيئة من آدم وحواء وقد تابا، ولم يذكر توبتهما، والله تعالى إذا ذكر خطيئة بعض أنبيائه ورسله ذكر توبتهم منها، كما في قصة آدم نفسه حين أكل من الشجرة وزوجه، وتابا من ذلك.
الوجه الثالث: أن الأنبياء معصومون من الشرك باتفاق العلماء.
الوجه الرابع: أنه ثبت في حديث الشفاعة أن الناس يأتون إلى آدم يطلبون منه الشفاعة، فيعتذر بأكله من الشجرة وهو معصية١، ولو وقع منه الشرك; لكان اعتذاره به أقوى وأولى وأحرى.
الوجه الخامس: أن في هذه القصة أن الشيطان جاء إليهما وقال: "أنا صاحبكما الذي أخرجتكما من الجنة"، وهذا لا يقوله من يريد الإغواء، وإنما يأتي بشيء يقرب قبول قوله، فإذا قال: "أنا صاحبكما الذي
_________
١ أخرجه: البخاري في (التفسير، باب قول الله تعالى: ذرية من حملنا مع نوح إنه كان عبدا شكورا، (٣/٢٥٠)، ومسلم في (الإيمان، باب أدنى أهل الجنة منزلة)، (١/١٨٤) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

فيه مسائل:

الأولى: تحريم كل اسم معبد لغير الله.

_________
أخرجكما من الجنة"، فسيعلمان علم اليقين أنه عدو لهما، فلا يقبلان منه صرفا ولا عدلا.
الوجه السادس: أن في قوله في هذه القصة: "لأجعلن له قرني أيل": إما أن يصدقا أن ذلك ممكن في حقه; فهذا شرك في الربوبية؛ لأنه لا يقدر على ذلك إلا الله، أو لا يصدقا; فلا يمكن أن يقبلا قوله وهما يعلمان أن ذلك غير ممكن في حقه.
الوجه السابع: قوله تعالى: ﴿فَتَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ ١ بضمير الجمع، ولو كان آدم وحواء; لقال: عما يشركان.
فهذه الوجوه تدل على أن هذه القصة باطلة من أساسها، وأنه لا يجوز أن يعتقد في آدم وحواء أن يقع منهما شرك بأي حال من الأحوال، والأنبياء منزهون عن الشرك، مبرءون منه باتفاق أهل العلم، وعلى هذا; فيكون تفسير الآية كما أسلفنا أنها عائدة إلى بني آدم الذين أشركوا شركا حقيقيا، فإن منهم مشركا، ومنهم موحدا.
فيه مسائل:
الأولى: تحريم كل اسم معبد لغير الله تؤخذ من الإجماع على ذلك، والإجماع الأصل الثالث من الأصول التي يعتمد عليها في الدين، والصحيح أنه ممكن، وأنه حجة إذا حصل; لقوله تعالى: ﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ﴾ ٢ و(إن) هذه شرطية، لا تدل
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٩٠.
٢ سورة النساء آية: ٥٩.

الثانية: تفسير الآية.

الثالثة: أن هذا الشرك في مجرد تسمية لم تقصد حقيقتها.

_________
على وقوع التنازع، بل إن فرض ووقع; فالمرد إلى الله ورسوله، فعلم منه أننا إذا أجمعنا فهو حجة. لكن ادعاء الإجماع يحتاج إلى بينة، ولهذا قال شيخ الإسلام ابن تيمية; الإجماع الذي ينضبط ما كان عليه السلف الصالح; إذ بعدهم كثر الاختلاف وانتشرت الأمة، ولما قيل للإمام أحمد: إن فلانا يقول: أجمعوا على كذا; أنكر ذلك وقال: وما يدريه لعلهم اختلفوا، فمن ادعى الإجماع، فهو كاذب. ولعل الإمام أحمد قال ذلك; لأن المعتزلة وأهل التعطيل كانوا يتذرعون إلى إثبات تعطيلهم وشبههم بالإجماع، فيقولون: هذا إجماع المحققين، وما أشبه ذلك.
وقد سبق أن الصحيح أنه لا يجوز التعبيد للمطلب، وأن قول الرسول ﷺ " أنا ابن عبد المطلب "١ أنه من قبيل الإخبار، وليس إقرارا ولا إنشاء، والإنسان له أن ينتسب إلى أبيه وإن كان معبدا لغير الله، وقد قال النبي ﷺ "يا بني عبد مناف"٢ وهذا تعبيد لغير الله لكنه من باب الإخبار.
الثانية: تفسير الآية: يعني قوله تعالى: ﴿فَلَمَّا آتَاهُمَا صَالِحًا﴾ ٣ الآية، وسبق تفسيرها.
الثالثة: أن هذا الشرك في مجرد تسمية لم تقصد حقيقتها: وهذا بناء على ما ذكر عن ابن عباس ﵄ في تفسير الآية،
_________
١ سبق (ص ٣٠٦) .
٢ حديث أبي هريرة ﵁، وفيه: " ... يا بني عبد مناف! أنقذوا أنفسكم من النار ... " الحديث. أخرجه: البخاري في (الوصايا، باب هل يدخل النساء والولد في الأقارب)، (٢/٢٩١)، ومسلم في (الإيمان، باب في قوله تعالى: وأنذر عشيرتك الأقربين، (١/١٩٢) .
٣ سورة الأعراف آية: ١٩٠.

الرابعة: أن هبة الله للرجل البنت السوية من النعم.

الخامسة: ذكر السلف الفرق بين الشرك في الطاعة والشرك في العبادة.

_________
والصواب: أن هذا الشرك حق حقيقة، وأنه شرك من إشراك بني آدم، لا من آدم وحواء، ولهذا قال تعالى في الآية نفسها: ﴿أَيُشْرِكُونَ مَا لا يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ﴾ ١ فهذا الشرك الحقيقي الواقع من بني آدم.
الرابعة: أن هبة الله للرجل البنت السوية من النعم هذا بناء على ثبوت القصة، وأن المراد بقوله: (صالحا) أي: بشرا سويا، وأتى المؤلف بالبنت دون الولد; لأن بعض الناس يرون أن هبة البنت من النقم، قال تعالى: ﴿وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ﴾ ٢ وإلا; فهبة الولد الذكر السوي من باب النعم أيضا، بل هو أكبر نعمة من هبة الأنثى، وإن كانت هبة البنت بها أجر عظيم فيمن كفلها ورباها وقام عليها.
الخامسة: ذكر السلف الفرق بين الشرك في الطاعة والشرك في العبادة: وقبل ذلك نبين الفرق بين الطاعة وبين العبادة; فالطاعة إذا كانت منسوبة لله; فلا فرق بينها وبين العبادة، فإن عبادة الله طاعته.
وأما الطاعة المنسوبة لغير الله; فإنها غير العبادة، فنحن نطيع الرسول ﷺ لكن لا نعبده، والإنسان قد يطيع ملكا من ملوك الدنيا وهو يكرهه. فالشرك بالطاعة: أنني أطعته لا حبا وتعظيما وذلا كما أحب الله وأتذلل له وأعظمه، ولكن طاعته اتباع لأمره فقط، هذا هو الفرق. وبناء على القصة; فإن آدم وحواء أطاعا الشيطان ولم يعبداه عبادة، وهذا مبني على صحة القصة.
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٩١.
٢ سورة آية: ٥٨-٥٩.

باب قول الله تعالى: ﴿ولله الأسماء الحسنى فادعوه بها وذروا الذين يلحدون في أسمائه﴾

باب: قول الله تعالى:

﴿وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ﴾ ١ الآية.

_________
هذا الباب يتعلق بتوحيد الأسماء والصفات; لأن هذا الكتاب جامع لأنواع التوحيد الثلاثة: توحيد العبادة، وتوحيد الربوبية، وتوحيد الأسماء والصفات.
وتوحيد الأسماء والصفات هو إفراد الله ﷿ بما ثبت له من صفات الكمال على وجه الحقيقة، بلا تمثيل ولا تكييف ولا تعطيل؛ لأنك إذا عطلت لم تثبت، وإن مثلت لم توحد، والتوحيد مركب من إثبات ونفي; أي: إثبات الحكم للموحد ونفيه عما عداه، فمثلا إذا قلت: زيد قائم; لم توحده بالقيام; وإذا قلت: زيد غير قائم; لم تثبت له القيام، وإذا قلت: لا قائم إلا زيد; وحدته بالقيام وإذا قلت: لا إله إلا الله; وحدته بالألوهية، وإذا أثبت لله الأسماء والصفات دون أن يماثله أحد; فهذا هو توحيد الأسماء والصفات، وإن نفيتها عنه; فهذا تعطيل، وإن مثلت; فهذا إشراك.
قوله تعالى: ﴿وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى﴾ طريق التوحيد هنا تقديم الخبر؛ لأن تقديم ما حقه التأخير يفيد الحصر; ففي الآية توحيد الأسماء لله.
وقوله: (الحسنى): مؤنث أحسن; فهي اسم تفضيل، ومعنى الحسنى; أي: البالغة في الحسن أكمله; لأن اسم التفضيل يدل على هذا،
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٠.

......................................................................

_________
والتفضيل هنا مطلق; لأن اسم التفضيل قد يكون مطلقا مثل: زيد الأفضل، وقد يكون مقيدا مثل: زيد أفضل من عمرو. وهنا التفضيل مطلق; لأنه قال: ﴿وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى﴾ ١ فأسماء الله تعالى بالغة في الحسن أكمله من كل وجه، ليس فيها نقص لا فرضا ولا احتمالا. وما يخبر به عن الله أوسع مما يسمى به الله; لأن الله يخبر عنه بالشيء ويخبر عنه بالمتكلم والمريد، مع أن الشيء لا يتضمن مدحا، والمتكلم والمريد يتضمنان مدحا من وجه، وغير مدح من وجه، ولا يسمى الله بذلك; فلا يسمى بالشيء ولا بالمتكلم ولا بالمريد، لكن يخبر بذلك عنه.
وقد سبق لنا مباحث قيمة في أسماء الله تعالى:
الأول: هل أسماء الله تعالى أعلام أو أوصاف؟
الثاني: هل أسماء الله مترادفة أو متباينة؟
الثالث: هل أسماء الله هي الله أو غيره؟
الرابع: أسماء الله توقيفية.
الخامس: أسماء الله غير محصورة بعدد معين.
السادس: أسماء الله إذا كانت متعدية; فإنه يجب أن تؤمن بالاسم والصفة وبالحكم الذي يسمى أحيانا بالأثر، وإن كانت غير متعدية; فإنه يجب أن تؤمن بالاسم والصفة.
السابع: إحصاء أسماء الله معناه:
١- الإحاطة بها لفظا ومعنى.
٢- دعاء الله بها; لقوله تعالى: ﴿فَادْعُوهُ بِهَا﴾ وذلك بأن تجعلها
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٠.

......................................................................

_________
وسيلة لك عند الدعاء، فتقول: يا ذا الجلال والإكرام! يا حي يا قيوم! وما أشبه ذلك.
٣- أن تتعبد لله بمقتضاها، فإذا علمت أنه رحيم تتعرض لرحمته، وإذا علمت أنه غفور؛ تتعرض لمغفرته، وإذا علمت أنه سميع اتقيت القول الذي يغضبه، وإذا علمت أنه بصير اجتنبت الفعل الذي لا يرضاه.
قوله: (فادعوه بها): الدعاء هو السؤال، والدعاء قد يكون بلسان المقال، مثل: اللهم! اغفر لي يا غفور وهكذا، أو بلسان الحال وذلك بالتعبد له، ولهذا قال العلماء: إن الدعاء دعاء مسألة ودعاء عبادة; لأن حقيقة الأمر أن المتعبد يرجو بلسان حاله رحمة الله ويخاف عقابه. والأمر بدعاء الله بها يتضمن الأمر بمعرفتها; لأنه لا يمكن دعاء الله بها إلا بعد معرفتها. وهذا خلافا لما قاله بعض المداهنين في وقتنا الحاضر: إن البحث في الأسماء والصفات لا فائدة فيه، ولا حاجة إليه.
أيريدون أن يعبدوا شيئا لا أسماء له ولا صفات؟! أم يريدون أن يداهنوا هؤلاء المحرفين حتى لا يحصل جدل ولا مناظرة معهم؟! وهذا مبدأ خطير أن يقال للناس: لا تبحثوا في الأسماء والصفات، مع أن الله أمرنا بدعائه بها. والأمر للوجوب، ويقتضي وجوب علمنا بأسماء الله، ومعلوم أيضا أننا لا نعلمها أسماء مجردة عن المعاني، بل لا بد أن لها معان، فلا بد أن نبحث فيها; لأن علمها ألفاظا مجردة لا فائدة فيه، وإن قدر أن فيه فائدة بالتعبد باللفظ; فإنه لا يحصل به كمال الفائدة.
واعلم أن دعاء الله بأسمائه له معنيان:
الأول: دعاء العبادة، وذلك بأن تتعبد لله بما تقتضيه تلك الأسماء،

......................................................................

_________
ويطلق على الدعاء عبادة، قال تعالى: ﴿وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي﴾ ١ ولم يقل: عن دعائي; فدل على أن الدعاء عبادة.
فمثلا: الرحيم يدل على الرحمة، وحينئذ تتطلع إلى أسباب الرحمة وتفعلها. والغفور يدل على المغفرة، وحينئذ تتعرض لمغفرة الله ﷿ بكثرة التوبة والاستغفار كذلك وما أشبه ذلك. والقريب: يقتضي أن تتعرض إلى القرب منه بالصلاة وغيرها، وأقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد. والسميع: يقتضي أن تتعبد لله بمقتضى السمع، بحيث لا تسمع الله قولا يغضبه ولا يرضاه منك. والبصير: يقتضي أن تتعبد لله بمقتضى ذلك البصر بحيث لا يرى منك فعلا يكرهه منك.
الثاني: دعاء المسألة، وهو أن تقدمها بين يدي سؤالك متوسلا بها إلى الله تعالى.
مثلا: يا حي! يا قيوم! اغفر لي وارحمني، وقال ﷺ " فاغفر لي مغفرة من عندك وارحمني إنك أنت الغفور الرحيم "٢ والإنسان إذا دعا وعلل; فقد أثنى على ربه بهذا الاسم طالبا أن يكون سببا للإجابة، والتوسل بصفة المدعو المحبوبة له سبب للإجابة; فالثناء على الله بأسمائه من أسباب الإجابة.
قوله تعالى: ﴿وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ﴾ ٣ (ذروا): اتركوا، (الذين): مفعول به، وجملة يلحدون صلة الموصول. ثم توعدهم
_________
١ سورة غافر آية: ٦٠.
٢ أخرجه: البخاري، في (الأذان، باب الدعاء قبل السلام)، (١/٢٦٨)، ومسلم في (الذكر والدعاء، باب استحباب خفض الصوت بالذكر)، (٤/٢٠٧٨) ; من حديث أبي بكر رضي الله.
٣ سورة الأعراف آية: ١٨٠.

......................................................................

_________
بقوله: ﴿سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ ١ وهو الإلحاد; أي: سيجزون جزاءه المطابق للعمل تماما، ولهذا يعبر الله تعالى بالعمل عن الجزاء إشارة للعدل، وأنه لا يجزى الإنسان إلا بقدر عمله.
والمعنى: ذروهم; أي: لا تسلكوا مسلكهم ولا طريقهم؛ فإنهم على ضلال وعدوان، وليس المعنى عدم مناصحتهم وبيان الحق لهم; إذ لا يترك الظالم على ظلمه، ويحتمل أن المراد بقوله: (ذروا) تهديدا للملحدين.
والإلحاد: مأخوذ من اللحد، وهو الميل، لحد وألحد بمعنى مال، ومنه سمي الحفر بالقبر لحدا; لأنه مائل إلى جهة القبلة.
والإلحاد في أسماء الله الميل بها عما يجب فيها، وهو أنواع:
الأول: أن ينكر شيئا من الأسماء، أو مما دلت عليه من الصفات، أو الأحكام، ووجه كونه إلحادا أنه مال بها عما يجب لها; إذ الواجب إثباتها وإثبات ما تتضمنه من الصفات والأحكام.
الثاني: أن يثبت لله أسماء لم يسم الله بها نفسه; كقول الفلاسفة في الله: إنه علة فاعلة في هذا الكون تفعل، وهذا الكون معلول لها، وليس هناك إله. وبعضهم يسميه العقل الفعال; فالذي يدير هذا الكون هو العقل الفعال، وكذلك النصارى يسمون الله أبا وهذا إلحاد.
الثالث: أن يجعلها دالة على التشبيه; فيقول: الله سميع بصير قدير، والإنسان سميع بصير قدير، اتفقت هذه الأسماء; فيلزم أن تتفق المسميات، ويكون الله ﷾ مماثلا للخلق، فيتدرج بتوافق الأسماء إلى التوافق بالصفات.
ووجه الإلحاد: أن أسماءه دالة على معان لائقة بالله لا يمكن أن تكون مشابهة لما تدل عليه من المعاني في المخلوق.
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٠.

......................................................................

_________
الرابع: أن يشتق من هذه الأسماء أسماء للأصنام; كتسمية اللات من الإله أو من الله، والعزى من العزيز، ومناة من المنان، حتى يلقوا عليها شيئا من الألوهية؛ ليبرروا ما هم عليه.
واعلم أن التعبير بنفي التمثيل أحسن من التعبير بنفي التشبيه; لوجوه ثلاثة:
١. أنه هو الذي نفاه الله في القرآن; فقال: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ ١.
٢. أنه ما من شيئين موجودين إلا وبينهما تشابه من بعض الوجوه، واشتراك في المعنى من بعض الوجوه.
فمثلا: الخالق والمخلوق اشتركا في معنى الوجود، لكن وجود هذا يخصه ووجود هذا يخصه، وكذلك العلم والسمع والبصر ونحوها اشترك فيها الخالق والمخلوق في أصل المعنى، ويتميز كل واحد منهما بما يختص به.
٣. أن الناس اختلفوا في معنى التشبيه حتى جعل بعضهم إثبات الصفات تشبيها، فيكون معنى بلا تشبيه; أي: بلا إثبات صفات على اصطلاحهم.
قوله تعالى: ﴿سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ ٢ لم يقل سيجزون العقاب إشارة إلى أن الجزاء من جنس العمل، وهذا وعيد، وهو كقوله تعالى: ﴿سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَا الثَّقَلانِ﴾ ٣ وليس المعنى أن الله ﷿ مشغول الآن، وسيخلفه الفراغ فيما بعد.
قوله: (يعملون): العمل يطلق على القول والفعل، قال تعالى:
_________
١ سورة الشورى آية: ١١.
٢ سورة الأعراف آية: ١٨٠.
٣ سورة الرحمن آية: ٣١.

ذكر ابن أبي حاتم عن ابن عباس: ﴿يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ﴾ ١ "يشركون".

وعنه: " سموا اللات من الإله، والعزى من العزيز"٢.

_________
﴿فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُوَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ﴾ ٣ وهذا يكون في الأفعال والأقوال.
قول ابن عباس: "يشركون".
تفسير للإلحاد، ويتضمن الإشراك بها من جهتين:
١. أن يجعلوها دالة على المماثلة.
٢. أو يشتقوا منها أسماء للأصنام; كما في الرواية الثانية عن ابن عباس التي ذكرها المؤلف، فمن جعلها دالة على المماثلة; فقد أشرك لأنه جعل لله مثيلا، ومن أخذ منها أسماء لأصنامه; فقد أشرك لأنه جعل مسميات هذه الأسماء مشاركة لله ﷿.
وقوله: "وعنه": أي: ابن عباس.
قوله: "سموا اللات من الإله ... ": وهذا أحد نوعي الإشراك بها أن يشتق منها أسماء للأصنام.
تنبيه:
فيه كلمة تقولها النساء عندنا وهي: (وعزالي) ; فما هو المقصود بها؟
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٠.
٢ أخرجه: ابن أبي حاتم كما في "الدر المنثور" (٣/ ١٤٩) .
٣ سورة آية: ٧-٨.

وعن الأعمش: " يدخلون فيها ما ليس منها".

_________
الجواب: المقصود أنها من التعزية; أي: أنها تطلب الصبر والتقوية، وليست تندب العزى التي هي الصنم; لأنها قد لا تعرف أن هناك صنما اسمه العزى، ولا يخطر ببالها هذا، وبعض الناس قال: يجب إنكارها، لأن ظاهر اللفظ أنها تندب العزى، وهذا شرك، ولكن نقول: لو كان هذا هو المقصود لوجب الإنكار، لكنا نعلم علم اليقين أن هذا غير مقصود، بل يقصد بهذا اللفظ التقوي والصبر، والثبات على هذه المصيبة.
قوله: "عن الأعمش: يدخلون فيها ما ليس منها": هذا أحد أنواع الإلحاد، وهو أن يسمى الله بما لم يسم به نفسه، ومن زاد فيها فقد ألحد; لأن الواجب فيها الوقوف على ما جاء به السمع.
تتمة:
جاءت النصوص بالوعيد على الإلحاد في آيات الله تعالى، كما في قوله تعالى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي آيَاتِنَا لا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا﴾ ١ فقوله: ﴿لا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا﴾ فيه تهديد; لأن المعنى سنعاقبهم، والجملة مؤكدة بإن.
* وآيات الله تنقسم إلى قسمين:
١. آيات كونية، وهي كل المخلوقات؛ من السماوات والأرض والنجوم والجبال والشجر والدواب وغير ذلك، قال الشاعر:
فواعجبا كيف يعصى الإله ... أم كيف يجحده الجاحد
وفي كل شيء له آية ... تدل على أنه واحد
والإلحاد في الآيات الكونية ثلاثة أنواع:
_________
١ سورة فصلت آية: ٤٠.

......................................................................

_________
١. اعتقاد أن أحدا سوى الله منفرد بها أو ببعضها.
٢. اعتقاد أن أحدا مشارك لله فيها.
٣. اعتقاد أن لله فيها معينا في إيجادها وخلقها وتدبيرها.
والدليل قوله تعالى: ﴿قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ﴾ ١ ظهير; أي: معين.
وكل ما يخل بتوحيد الربوبية; فإنه داخل في الإلحاد في الآيات الكونية.
٢. آيات شرعية، وهي ما جاءت به الرسل من الوحي كالقرآن، قال تعالى: ﴿بَلْ هُوَ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ﴾ ٢.
والإلحاد في الآيات الشرعية ثلاثة أنواع:
١. تكذيبها فيما يتعلق بالأخبار.
٢. مخالفتها فيما يتعلق بالأحكام.
٣. التحريف في الأخبار والأحكام.
والإلحاد في الآيات الكونية والشرعية حرام.
ومنه ما يكون كفرا; كتكذيبها، فمن كذب شيئا مع اعتقاده أن الله ورسوله أخبرا به; فهو كافر.
ومنه ما يكون معصية من الكبائر; كقتل النفس والزنا.
ومنه ما يكون معصية من الصغائر; كالنظر لأجنبية لشهوة.
قال الله تعالى في الحرم: ﴿يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ﴾ ٣ فسمى الله المعاصي والظلم إلحادا; لأنها ميل
_________
١ سورة سبأ آية: ٢٢.
٢ سورة العنكبوت آية: ٤٩.
٣ سورة الحج آية: ٢٥.

فيه مسائل:

الأولى: إثبات الأسماء.

الثانية: كونها حسنى.

الثالثة: الأمر بدعائه بها.

الرابعة: ترك من عارض من الجاهلين الملحدين.

_________
عما يجب أن يكون عليه الإنسان; إذ الواجب عليه السير على صراط الله تعالى، ومن خالف; فقد ألحد.
فيه مسائل:
الأولى: إثبات الأسماء: يعني لله تعالى، وتؤخذ من قوله: ﴿وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ﴾ وهذا خبر متضمن لمدلوله من ثبوت الأسماء لله، وفي الجملة حصر لتقديم الخبر، والحصر باعتبار كونها حسنى لا باعتبار الأسماء.
وأنكر الجهمية وغلاة المعتزلة ثبوت الأسماء لله تعالى.
الثانية: كونها حسنى: أي: بلغت في الحسن أكمله; لأن "حسنى" مؤنث أحسن، وهي اسم تفضيل.
الثالثة: الأمر بدعائه بها: والدعاء نوعان: دعاء مسألة، ودعاء عبادة، وكلاهما مأمور فيه أن يدعى الله بهذه الأسماء الحسنى، وسبق تفصيل ذلك١.
الرابعة: ترك من عارض من الجاهلين الملحدين: أي: ترك
_________
١ انظر: (ص ٣١٥) .

الخامسة: تفسير الإلحاد فيها.

السادسة: وعيد من ألحد.

_________
سبيلهم، وليس المعنى أن لا ندعوهم ولا نبين لهم، والآية تتضمن أيضا التهديد.
الخامسة: تفسير الإلحاد فيها: وقد سبق بيان أنواعه.
السادسة: وعيد من ألحد وتؤخذ من قوله تعالى: ﴿سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ ١.
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٠.

باب لا يقال: السلام علي الله

باب: لايقال: السلام علي الله

.......................................................................

_________
هذه الترجمة أتى بها المؤلف بصيغة النفي، وهو محتمل للكراهة والتحريم، لكن استدلاله بالحديث يقتضي أنه للتحريم وهو كذلك.
والسلام له عدة معان:
١. التحية; كما يقال: سلم على فلان; أي: حياه بالسلام.
٢. السلامة من النقص والآفات; كقولنا: "السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته".
٣. السلام: اسم من أسماء الله تعالى، قال تعالى: ﴿الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ﴾ ١.
قوله: "لا يقال السلام على الله": أي: لا تقل: السلام عليك يا رب; لما يلي:
أ. أن مثل هذا الدعاء يوهم النقص في حقه، فتدعو الله أن يسلم نفسه من ذلك; إذ لا يدعى لشيء بالسلام من شيء إلا إذا كان قابلا أن يتصف به، والله -سبحانه- منزه عن صفات النقص.
ب. إذا دعوت الله أن يسلم نفسه; فقد خالفت الحقيقة; لأن الله يدعى ولا يدعى له، فهو غني عنا، لكن يثنى عليه بصفات الكمال مثل غفور، سميع، عليم ...
_________
١ سورة الحشر آية: ٢٣.

......................................................................

_________
ومناسبة الباب لتوحيد الصفات ظاهرة; لأن صفاته عليا كاملة كما أن أسماءه حسنى، والدليل على أن صفاته عليا قوله تعالى: ﴿لِلَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الأَعْلَى﴾ ١ وقوله تعالى: ﴿لَهُ الْمَثَلُ الأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ (﴾ ٢ والمثل الأعلى: الوصف الأكمل، فإذا قلنا: السلام على الله أوهم ذلك أن الله -سبحانه- قد يلحقه النقص، وهذا ينافي كمال صفاته.
ومناسبة هذا الباب لما قبله ظاهرة; لأن موضوع الباب الذي قبله إثبات الأسماء الحسنى لله، المتضمنة لصفاته، وموضوع هذا الباب سلامة صفاته من كل نقص، وهذا يتضمن كمالها; إذ لا يتم الكمال إلا بإثبات صفات الكمال ونفي ما يضادها، فإنك لو قلت: زيد فاضل أثبت له الفضل، وجاز أن يلحقه نقص، وإذا قلت: زيد فاضل ولم يسلك شيئا من طرق السفول; فالآن أثبت له الفضل المطلق في هذه الصفة. والرب ﷾ يتصف بصفات الكمال، ولكنه إذا ذكر ما يضاد تلك الصفة صار ذلك أكمل، ولهذا أعقب المؤلف ﵀ الباب السابق بهذا الباب إشارة إلى أن الأسماء الحسنى والصفات العلى لا يلحقها نقص.
والسلام اسم ثبوتي سلبي. فسلبي: أي أنه يراد به نفي كل نقص أو عيب يتصوره الذهن أو يتخيله العقل، فلا يلحقه نقص في ذاته أو صفاته أو أفعاله أو أحكامه. وثبوتي: أي يراد به ثبوت هذا الاسم له، والصفة التي تضمنها وهي السلامة.
_________
١ سورة النحل آية: ٦٠.
٢ سورة الروم آية: ٢٧.

في الصحيح عن ابن مسعود ﵁ قال: كنا إذا كنا مع النبي ﷺ في الصلاة; قلنا: السلام على الله من عباده، السلام على فلان وفلان........................................................

_________
قوله: "في الصحيح": هذا أعم من أن يكون ثابتا في "الصحيحين"، أو أحدهما، أو غيرهما، وانظر: باب تفسير التوحيد، وشهادة أن لا إله إلا الله (١/١٥٧)، وهذا الحديث المذكور في "الصحيحين".
قوله: "كنا إذا كنا مع النبي ﷺ في الصلاة": الغالب أن المعية مع النبي ﷺ في الصلاة لا تكون إلا في الفرائض; لأنها هي التي يشرع لها صلاة الجماعة، ومشروعية صلاة الجماعة في غير الفرائض قليلة; كالاستسقاء.
قوله: "قلنا: السلام على الله من عباده": أي: يطلبون السلامة لله من الآفات، يسألون الله أن يسلم نفسه من الآفات، أو أن اسم السلام على الله من عباده; لأن قول الإنسان السلام عليكم خبر بمعنى الدعاء، وله معنيان:
١. اسم السلام عليك; أي: عليك بركاته باسمه.
٢. السلامة من الله عليك; فهو سلام بمعنى تسليم، ككلام بمعنى تكليم.
قوله: "السلام على فلان وفلان": أي: جبريل وميكائيل، وكلمة فلان يكنى بها عن الشخص، وهي مصروفة; لأنها ليست علما ولا صفة; كصفوان في قوله تعالى: ﴿كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ﴾ ١ وقد جاء في
_________
١ سورة البقرة آية: ٢٦٤.

فقال النبي ﷺ " لا تقولوا: السلام على الله ; فإن الله هو السلام "١.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير السلام.

_________
لفظ آخر: "السلام على جبريل وميكال"٢، كانوا يقولون هكذا في السلام.
فقال النبي ﷺ " لا تقولوا: السلام على الله; فإن الله هو السلام "٣ وهذا نهي تحريم، والسلام لا يحتاج إلى سلام، هو نفسه ﷿ سلام سالم من كل نقص ومن كل عيب.
وفيه دليل على جواز السلام على الملائكة; لأن النبي ﷺ لم ينه عنه، ولأنه ﵊ لما أخبر عائشة أن جبريل يسلم عليها قالت: "﵇"٤.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير السلام: فبالنسبة لكونه اسما من أسماء الله معناه السالم من كل نقص وعيب، وبالنسبة لكونه تحية له معنيان:
_________
١ أخرجه: البخاري في (الأذان، باب ما يتخير من الدعاء بعد التشهد، ١/٢٦٩) . وأخرجه أيضا; في (الأذان، باب التشهد في الآخرة، ١/٢٦٨)، ومسلم في (الصلاة، باب التشهد في الصلاة بلفظ: "إن الله هو السلام، فإذا صلى أحدكم; فليقل: التحيات لله ... "، ١/٣٠١) .
٢ أخرجه: البخاري في (الأذان، باب التشهد في الآخرة، ١/٢٦٨) .
٣ البخاري: الأذان (٨٣٥)، ومسلم: الصلاة (٤٠٢)، والنسائي: التطبيق (١١٦٨، ١١٦٩) والسهو (١٢٩٨)، وأبو داود: الصلاة (٩٦٨)، وابن ماجه: إقامة الصلاة والسنة فيها (٨٩٩)، وأحمد (١/٤٣١،١/٤٦٤)، والدارمي: الصلاة (١٣٤٠) .
٤ حديث عائشة ﵂; قالت: قال لي رسول الله ﷺ: هذا جبريل يقرأ عليك السلام. قالت: قلت: وعليه السلام ورحمة الله وبركاته. أخرجه: البخاري في (بدء الخلق، باب ذكر الملائكة، ١١/٣٣)، ومسلم في (الاستئذان باب تسليم الرجال على النساء، ٤/١٨٩٥) .

الثانية: أنه تحية.

الثالثة: أنها لا تصلح لله.

الرابعة: العلة في ذلك.

الخامسة: تعليمهم التحية التي تصلح لله

_________
الأول: تقدير مضاف; أي: اسم السلام عليك; أي: اسم الله الذي هو السلام عليك.
الثاني: أن السلام بمعنى التسليم اسم مصدر كالكلام بمعنى التكليم، أي: تخبر خبرا يراد به الدعاء; أي: أسأل الله أن يسلمك تسليما.
الثانية: أنه تحية: وسبق ذلك.
الثالثة: أنها لا تصلح لله: وإذا كانت لا تصلح له كانت حراما.
الرابعة: العلة في ذلك: وهي أن الله هو السلام، وقد سبق بيانها.
الخامسة: تعليمهم التحية التي تصلح لله: وتؤخذ من تكملة الحديث: " فإذا صلى أحدكم، فليقل: التحيات لله ... ".
وفيه حسن تعليم الرسول ﷺ من وجهين:
الأول: أنه حينما نهاهم علل النهي. وفي ذلك فوائد:
١. طمأنينة الإنسان إلى الحكم إذا قرن بالعلة.
٢. بيان سمو الشريعة الإسلامية، وأن أوامرها ونواهيها مقرونة بالحكمة; لأن العلة حكمة

............................................................................................

_________
٣. القياس على ما شارك الحكم المعلل بتلك العلة.
الثاني: أنه حين نهاهم عن ذلك بين لهم ما يباح لهم; فيؤخذ منه أن المتكلم إذا ذكر ما ينهى عنه فليذكر ما يقوم مقامه مما هو مباح، ولهذا شواهد كثيرة من القرآن والسنة سبق شيء منها.
ويستفاد من الحديث: أنه لا يجوز الإقرار على المحرم ; لقوله: " لا تقولوا: السلام على الله "، وهذا واجب على كل مسلم، ويجب على العلماء بيان الأمور الشرعية؛ لئلا يستمر الناس فيما لا يجوز، ويرون أنه جائز، قال تعالى: ﴿وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَكْتُمُونَهُ﴾ ١.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٨٧.

باب قول: اللهم اغفر لي إن شئت

باب: قول: اللهم اغفر لي إن شئت

في الصحيح عن أبي هريرة; أن رسول الله ﷺ قال:..................

_________
قوله: "باب قول: اللهم اغفر لي إن شئت": عقد المؤلف هذا الباب لما تضمنه هذا الحديث من كمال سلطان الله وكمال جوده وفضله، وذلك من صفات الكمال.
قوله: "اللهم! "; معناه: يا الله! لكن لكثرة الاستعمال حذفت يا النداء، وعوض عنها الميم، وجعل العوض في الآخر تيمنا بالابتداء بذكر الله.
قوله: "اغفر لي": المغفرة: ستر الذنب مع التجاوز عنه; لأنها مشتقة من المغفر، وهو ما يستر به الرأس للوقاية من السهام، وهذا لا يكون إلا بشيء ساتر واق، ويدل له قول الله ﷿ للعبد المؤمن حينما يخلو به، ويقرره بذنوبه يوم القيامة: " قد سترتها عليك في الدنيا وأنا اغفرها لك اليوم "١
قوله: "إن شئت": أي: إن شئت أن تغفر لي فاغفر، وإن شئت فلا تغفر.
قوله: "في الصحيح": سبق الكلام على مثل هذه العبارة في كلام المؤلف، والمراد هنا الحديث الصحيح; لأن الحديث في "الصحيحين" كليهما.
_________
١ أخرجه البخاري في (التفسير، باب وكان عرشه على الماء، ٤٦٨٠)، ومسلم في (التوبة، باب توبة القاتل، ٢٧٦٨) ; عن ابن عمر ﵄.

" لا يقل أحدكم: اللهم اغفر لي إن شئت اللهم ارحمني إن شئت ليعزم المسألة; فإن الله لا مكره له "١.

_________
قوله ﷺ: " لا يقل أحدكم ": لا: ناهية بدليل جزم الفعل بعدها.
قوله: "اللهم اغفر لي، اللهم ارحمني": ففي الجملة الأولى: "اغفر لي" النجاة من المكروه، وفي الثانية: "ارحمني" الوصول إلى المطلوب; فيكون هذا الدعاء شاملا لكل ما فيه حصول المطلوب وزوال المكروه.
قوله: "ليعزم المسألة": اللام لام الأمر، ومعنى عزم المسألة: أن لا يكون في تردد، بل يعزم بدون تردد ولا تعليق.
و"المسألة": السؤال; أي: ليعزم في سؤاله فلا يكون مترددا بقوله: إن شئت.
قوله: " فإن الله لا مكره له ": تعليل للنهي عن قول: "اللهم! اغفر لي إن شئت، اللهم! ارحمني إن شئت"; أي: لا أحد يكرهه على ما يريد فيمنعه منه، أو ما لا يريد فيلزمه بفعله; لأن الأمر كله لله وحده.
والمحظور في هذا التعليق من وجوه ثلاثة:
الأول: أنه يشعر بأن الله له مكره على الشيء، وأن وراءه من يستطيع أن يمنعه، فكأن الداعي بهذه الكيفية يقول: أنا لا أكرهك، إن شئت فاغفر، وإن شئت فلا تغفر.
الثاني: أن قول القائل: "إن شئت" كأنه يرى أن هذا أمر عظيم على الله، فقد لا يشاؤه لكونه عظيما عنده، ونظير ذلك أن تقول لشخص من الناس -والمثال للصورة بالصورة لا للحقيقة بالحقيقة-: أعطني مليون
_________
١ أخرجه: البخاري في (الدعوات، باب ليعزم المسألة، ٤/ ١٦٠)، ومسلم في (الذكر والدعاء، باب العزم بالدعاء، ٤/ ٢٠٦٣) .

ولمسلم: " وليعظم الرغبة; فإن الله لا يتعاظمه شيء أعطاه "١.

_________
ريال إن شئت، فإنك إذا قلت له ذلك; ربما يكون الشيء عظيما يتثاقله، فقولك: إن شئت; لأجل أن تهون عليه المسألة; فالله ﷿ لا يحتاج أن تقول له: إن شئت; لأنه ﷾ لا يتعاظمه شيء أعطاه، ولهذا قال ﵊: "وليعظم الرغبة; فإن الله لا يتعاظمه شيء أعطاه".
"وليعظم الرغبة"; أي: ليسأل ما شاء من قليل وكثير ولا يقل: هذا كثير لا أسأل الله إياه، ولهذا قال: "فإن الله لا يتعاظمه شيء أعطاه"; أي: لا يكون الشيء عظيما عنده حتى يمنعه ويبخل به ﷾ كل شيء يعطيه، فإنه ليس عظيما عنده; فالله ﷿ يبعث الخلق بكلمة واحدة، وهذا أمر عظيم، لكنه يسير عليه، قال تعالى: ﴿قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ وَذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾ ٢ وليس بعظيم; فكل ما يعطيه الله ﷿ لأحد من خلقه فليس بعظيم يتعاظمه; أي: لا يكون الشيء عظيما عنده حتى لا يعطيه، بل كل شيء عنده هين.
الثالث: أنه يشعر بأن الطالب مستغن عن الله، كأنه يقول: إن شئت فافعل، وإن شئت فلا تفعل فأنا لا يهمني، ولهذا قال: "وليعظم الرغبة"; أي: يسأل برغبة عظيمة، والتعليق ينافي ذلك; لأن المعلق للشيء المطلوب يشعر تعليقه بأنه مستغن عنه، والإنسان ينبغي أن يدعو الله تعالى وهو يشعر أنه مفتقر إليه غاية الافتقار، وأن الله قادر على أن يعطيه ما سأل، وأن الله ليس يعظم عليه شيء، بل هو هين عليه، إذا من آداب الدعاء أن لا يدعو بهذه الصيغة، بل يجزم فيقول: اللهم! اغفر لي،
_________
١ انظر الموضع السابق (ص ٣٣١) .
٢ سورة التغابن آية: ٧.

......................................................................

_________
اللهم! ارحمني، اللهم! وفقني، وما أشبه ذلك، وهل يجزم بالإجابة؟
الجواب: إذا كان الأمر عائدا إلى قدرة الله; فهذا يجب أن تجزم بأن الله قادر على ذلك، قال الله تعالى: ﴿ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ﴾ ١. أما من حيث دعائك أنت باعتبار ما عندك من الموانع، أو عدم توافر الأسباب; فإنك قد تتردد في الإجابة، ومع ذلك ينبغي أن لحسن الظن بالله; لأن الله ﷿ قال: ﴿ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ﴾ ٢ فالذي وفقك لدعائه أولا سيمن عليك بالإجابة آخرا، لا سيما إذا أتى الإنسان بأسباب الإجابة وتجنب الموانع، ومن الموانع الاعتداء في الدعاء، كأن يدعو بإثم أو قطيعة رحم.
ومنها أن يدعو بما لا يمكن شرعا أو قدرا; فشرعا كأن يقول: اللهم! اجعلني نبيا. وقدرا بأن يدعو الله تعالى بأن يجمع بين النقيضين، وهذا أمر لا يمكن; فالاعتداء بالدعاء مانع من إجابته، وهو محرم، لقوله تعالى: ﴿ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾ ٣ وهو أشبه ما يكون بالاستهزاء بالله -سبحانه-.
مناسبة الباب للتوحيد
من وجهين:
١. من جهة الربوبية، فإن من أتى بما يشعر بأن الله له مكره لم يقم بتمام ربوبيته تعالى; لأن من تمام الربوبية أنه لا مكره له، بل إنه لا يسأل عما يفعل; كما قال تعالى: ﴿لا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ﴾ ٤ وكذلك فيه نقص من ناحية الربوبية من جهة أخرى، وهو أن الله يتعاظم الأشياء التي يعطيها; فكان فيه قدح في جوده وكرمه.
٢. من ناحية العبد; فإنه يشعر باستغنائه عن ربه، وهذا نقص في
_________
١ سورة غافر آية: ٦٠.
٢ سورة غافر آية: ٦٠.
٣ سورة الأعراف آية: ٥٥.
٤ سورة الأنبياء آية: ٢٣.

......................................................................

_________
توحيد الإنسان، سواء من جهة الألوهية أو الربوبية أو الأسماء والصفات، ولهذا ذكره المصنف في الباب الذي يتعلق بالأسماء والصفات.
فإن قلت: ما الجواب عما ورد في دعاء الاستخارة: " اللهم! إني أستخيرك بعلمك، وأستقدرك بقدرتك، وأسألك من فضلك العظيم; فإنك تقدر ولا أقدر، وتعلم ولا أعلم، وأنت علام الغيوب، اللهم! إن كنت تعلم أن هذا الأمر خير لي في ديني ومعاشي وعاقبة أمري; فاقدره لي ويسره لي ثم بارك لي فيه، وإن كنت تعلم أن هذا الأمر شر لي في ديني ومعاشي وعاقبة أمري; فاصرفه عني واصرفني عنه واقدر لي الخير حيث كان ثم أرضني به "١ وكذا ما ورد في الحديث المشهور: " اللهم! أحيني ما كانت الحياة خيرا لي، وتوفني إذا كانت الوفاة خيرا لي "٢؟
فالجواب: أنني لم أعلق هذا بالمشيئة، ما قلت: فاقدره لي إن شئت، لكن لا أعلم أن هذا خير لي أو شر، والله يعلم; فأقول: إن كنت تعلم أن هذا الأمر خير لي فاقدره لي; فالتعليق فيه لأمر مجهول عندي، لا أعلم هل هو خير لي أو لا؟ وكذا بالنسبة للحديث الآخر; لأن الإنسان لا يعلم هل طول حياته خير أو شر؟ ولهذا كره أهل العلم أن تقول للشخص: أطال الله بقاءك; لأن طول البقاء لا يعلم; فقد يكون خيرا، وقد يكون شرا، ولكن يقال: أطال الله بقاءك على طاعته وما أشبه ذلك حتى يكون الدعاء خيرا بكل حال، وعلى هذا; فلا يكون في حديث الباب معارضة لحديث الاستخارة ولا حديث: " اللهم! أحيني ما كانت
_________
١ أخرجه: البخاري في (التوحيد، باب قول الله تعالى: قل هو القادر، ٤/٣٨٢) ; من حديث جابر بن عبد الله ﵄.
٢ أخرجه: البخاري في (المرضى، باب تمني المريض الموت، ٤/٣٠) ; من حديث أنس بن مالك ﵁.

فيه مسائل:

الأولى: النهي عن الاستثناء في الدعاء.

الثانية: بيان العلة في ذلك.

_________
الحياة خيرا لي"؛ لأن الدعاء مجزوم به وليس معلقا بالمشيئة، والنهي إنما هو عما كان معلقا بالمشيئة. لكن لو قال: اللهم! اغفر لي إن أردت، وليس إن شئت; فالحكم واحد لأن الإرادة هنا كونية، فهي بمعنى المشيئة; فالخلاف باللفظ لا يعتبر مؤثرا بالحكم.
فيه مسائل:
الأولى: النهي عن الاستثناء في الدعاء: والمراد بالاستثناء هنا الشرط، فإن الشرط يسمى استثناء بدليل قوله ﷺ لضباعة بنت الزبير: " حجي واشترطي; فإن لك على ربك ما استثنيت "١ ووجهه أنك إذا قلت: أكرم زيدا إن أكرمك; فهو كقولك: أكرم زيدا إلا ألا يكرمك; فهو بمعنى الاستثناء في الحقيقة.
الثانية: بيان العلة في ذلك: وقد سبق أنها ثلاث علل:
١. أنها تشعر بأن الله له مكره، والأمر ليس كذلك.
_________
١ أخرجه البخاري في (النكاح، باب الأكفاء في الدين، ٣/٣٦٠)، ومسلم في (الحج، باب جواز اشتراط المحرم، ٢/٨٦٨) . وقوله ﷺ: فإن لك على ربك ما استثنيت، أخرجه: النسائي في (المناسك، باب كيف يقول إذا اشترط، ٥/١٦٨)، والدارمي (٢/ ٣٤- ٣٥)، وأبو نعيم (٩/٢٢٤) . وهو صحيح كما في "الإرواء" (٤/١٨٦) .

الثالثة: قوله: (ليعزم المسألة) .

الرابعة: إعظام الرغبة.

الخامسة: التعليل لهذا الأمر.

_________
٢. أنها تشعر بأن هذا أمر عظيم على الله، قد يثقل عليه، ويعجز عنه، والأمر ليس كذلك.
٣. أنها تشعر باستغناء الإنسان عن الله، وهذا غير لائق، وليس من الأدب.
الثالثة: قوله: "ليعزم المسألة": تفيد أنك إذا سألت فاعزم ولا تتردد.
الرابعة: إعظام الرغبة: لقوله ﷺ: "وليعظم الرغبة" أي: ليسأل ما بدا له، فلا شيء عزيز أو ممتنع على الله.
الخامسة: التعليل لهذا الأمر: يستفاد من قوله: "فإن الله لا يتعاظمه شيء، أو لا مكره له"١ وقوله: "وليعظم الرغبة"، وفي هذا حسن تعليم الرسول ﷺ إذا ذكر شيئا قرنه بعلته.
وفي ذكر علة الحكم فوائد:
الأولى: بيان سمو هذه الشريعة، وأنه ما من شيء تحكم به إلا وله علة وحكمة.
الثانية: زيادة طمأنينة الإنسان; لأنه إذا فهم العلة مع الحكم اطمأن، ولهذا لما سئل ﷺ عن بيع الرطب بالتمر لم يقل حلال أو حرام، بل قال: "أينقص إذا جف؟ قالوا: نعم فنهى عنه"٢.
_________
١ البخاري: الدعوات (٦٣٣٩) والتوحيد (٧٤٧٧)، ومسلم: الذكر والدعاء والتوبة والاستغفار (٢٦٧٩)، والترمذي: الدعوات (٣٤٩٧)، وأبو داود: الصلاة (١٤٨٣)، وابن ماجه: الدعاء (٣٨٥٤)، وأحمد (٢/٢٤٣،٢/٣١٨،٢/٤٥٧،٢/٤٦٣،٢/٤٨٦،٢/٥٠٠،٢/٥٣٠)، ومالك: النداء للصلاة (٤٩٤) .
٢ أخرجه: الإمام أحمد (١/ ١٧٥، ١٧٦)، وأبو داود في (البيوع، باب في التمر بالتمر، ٣/٦٥٤- ٦٥٧)، والترمذي في (البيوع، باب في النهي عن المحاقلة، ٤/٢٢١) - وقال: "حسن صحيح"-، والنسائي في (البيوع، باب اشتراء التمر بالرطب، ٧/٢٦٩)، وابن ماجه في (التجارات، باب بيع الرطب بالتمر، ٢/٧٦١)، ومالك في "الموطأ" في (البيوع، باب ما يكره من بيع التمر، ٢/٦٢٤)، والشافعي في "الرسالة" (٩٠٧)، وكذا أخرجه الحاكم في "المستدرك" (٢/٣٨) وصححه من حديث سعد بن أبي وقاص.

......................................................................

_________
"والرجل الذي قال: إن امرأتي ولدت غلاما أسود -لم يقل ﷺ الولد لك-، بل قال: " هل لك من إبل؟ قال: نعم. قال: ما ألوانها؟ قال: حمر قال: هل فيها من أورق "١ -الأورق: الأشهب الذي بين البياض والسواد-؟ " قال: نعم. قال: من أين؟ قال: لعله نزعة عرق، قال: لعل ابنك نزعه عرق "٢ فاطمأن، وعرف الحكم، وأن هذا هو الواقع; فقرن الحكم بالعلة يوجب الطمأنينة، ومحبة الشريعة، والرغبة فيها.
الثالثة: القياس، إذا كانت المسألة في حكم من الأحكام، فيلحق بها ما شاركها في العلة.
_________
١ البخاري: الطلاق (٥٣٠٥)، ومسلم: اللعان (١٥٠٠)، والترمذي: الولاء والهبة (٢١٢٨)، والنسائي: الطلاق (٣٤٧٨،٣٤٧٩)، وأبو داود: الطلاق (٢٢٦٠)، وابن ماجه: النكاح (٢٠٠٢)، وأحمد (٢/٢٣٣،٢/٢٣٩،٢/٢٧٩،٢/٤٠٩) .
٢ أخرجه: البخاري في (الطلاق، باب إذا عرض بنفي الولد، ٣/٤١٣)، ومسلم في (اللعان، ٢/١١٣٧) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

باب لا يقول: عبدي وأمتي

باب: لا يقول: عبدي وأمتي

في الصحيح عن أبي هريرة; أن رسول الله ﷺ قال: " لا يقل أحدكم: أطعم ربك، وضئ ربك،...............................................

_________
هذه الترجمة تحتمل كراهة هذا القول وتحريمه، وقد اختلف العلماء في ذلك، وسيأتي التفصيل فيه.
قوله: "في الصحيح": سبق التنبيه على مثل هذه العبارة في كلام المؤلف، وهذا الحديث في "الصحيحين"; فيكون المراد بقوله "في الصحيح"; أي: في الحديث الصحيح، ولعله أراد "صحيح البخاري"; لأن هذا لفظه، أما لفظ مسلم; فيختلف عنه.
قوله ﷺ "لا يقل": الجملة نهي. "عبدي"; أي: للغلام. و"أمتي"; أي: للجارية.
والحكم في ذلك ينقسم إلى قسمين:
الأول: أن يضيفه إلى غيره، مثل أن يقول: عبد فلان أو أمة فلان; فهذا جائز، قال تعالى: ﴿وَأَنْكِحُوا الأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ﴾ ١ وقال النبي ﷺ "ليس على المسلم في عبده ولا فرسه صدقة "٢.
١. الثاني: أن يضيفه إلى نفسه، وله صورتان:
_________
١ سورة النور آية: ٣٢.
٢ أخرجه: البخاري في (الزكاة، باب ليس على المسلم في عبده صدقة، ١/ ٤٥٤)، ومسلم في (الزكاة، باب لا زكاة على المسلم في عبده وفرسه، ٢/ ٦٧٥) ; من حديث أبي هريرة ﵁.

......................................................................

_________
الأولى: أن يكون بصيغة الخبر، مثل: أطعمت عبدي، كسوت عبدي، أعتقت عبدي، فإن قاله في غيبة العبد أو الأمة; فلا بأس به، وإن قاله في حضرة العبد أو الأمة; فإن ترتب عليه مفسدة تتعلق بالعبد أو السيد منع، وإلا; فلا لأن قائل ذلك لا يقصد العبودية التي هي الذل، وإنما يقصد أنه مملوك.
الثانية: أن يكون بصيغة النداء، فيقول السيد: يا عبدي! هات كذا; فهذا منهي عنه.
وقد اختلف العلماء في النهي: هل هو للكراهة أو التحريم; والراجح التفصيل في ذلك، وأقل أحواله الكراهة.
قوله ﷺ: "لا يقل أحدكم: أطعم ربك ... إلخ": أي: لا يقل أحدكم لعبد غيره، ويحتمل أن يشمل قول السيد لعبده، حيث يضع الظاهر موضع المضمر تعاظما.
واعلم أن إضافة الرب إلى غير الله تعالى تنقسم إلى أقسام:
القسم الأول: أن تكون الإضافة إلى ضمير المخاطب; مثل: أطعم ربك، وضئ ربك; فيكره ذلك للنهي عنه; لأن فيه محذورين:
١. من جهة الصيغة: أنه يوهم معنى فاسدا بالنسبة لكلمة رب; لأن الرب من أسمائه سبحانه، وهو سبحانه يطعم ولا يطعم، وإن كان بلا شك أن الرب هنا غير رب العالمين الذي يطعم ولا يطعم، ولكن من باب الأدب في اللفظ.
٢. من جهة المعنى أنه يشعر العبد أو الأمة بالذل; لأنه إذا كان السيد ربا كان العبد أو الأمة مربوبا.
القسم الثاني: أن تكون الإضافة إلى ضمير الغائب; فهذا لا بأس به;

......................................................................

_________
كقوله ﷺ في حديث أشراط الساعة: " أن تلد الأمة ربها "١ وأما لفظ: "ربتها"٢ فلا إشكال فيه لوجود تاء التأنيث، فلا اشتراك مع الله في اللفظ; لأن الله لا يقال له إلا رب، وفي حديث الضالة -وهو متفق عليه-: "حتى يجدها ربها"٣، وقال بعض أهل العلم: إن حديث الضالة في بهيمة لا تتعبد ولا تتذلل; فليست كالإنسان، والصحيح عدم الفارق; لأن البهيمة تعبد الله عبادة خاصة، قال تعالى: ﴿أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوُابُّ﴾ ٤ وقال في الناس: ﴿وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ﴾ ليس جميعهم: ﴿وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ﴾ ٥ وعلى هذا; فيجوز أن تقول: أطعم الرقيق ربه، ونحوه ...
القسم الثالث: أن تكون الإضافة إلى ضمير المتكلم، بأن يقول العبد: هذا ربي; فهل يجوز هذا؟
قد يقول قائل: إن هذا جائز; لأن هذا من العبد لسيده، وقد قال تعالى عن صاحب يوسف: ﴿إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ﴾ ٦ أي: سيدي، ولأن المحذور من قوله: (ربي) هو إذلال العبد، وهذا منتف; لأنه هو بنفسه يقول: هذا ربي.
القسم الرابع: أن يضاف إلى الاسم الظاهر، فيقال: هذا رب الغلام; فظاهر الحديث الجواز، وهو كذلك ما لم يوجد محذور فيمنع، كما لو ظن السامع أن السيد رب حقيقي خالق ونحو ذلك.
_________
١ أخرجه البخاري في (الإيمان، باب سؤال جبريل النبي ﷺ، ١/٣٣)، ومسلم في (الإيمان، باب بيان الإيمان، ١/٣٩) .
٢ أخرجه البخاري في (التفسير، باب إن الله عنده علم الساعة، ٣/٢٧٥)، ومسلم في (الإيمان، باب بيان الإيمان، ١/٣٦) .
٣ أخرجه: البخاري في (المساقاة، باب شرب الناس والدواب من الأنهار، ٢/١٦٧)، ومسلم في (اللقطة، ٣/١٣٤٦) ; من حديث زيد بن خالد الجهني ﵁.
٤ سورة الحج آية: ١٨.
٥ سورة الحج آية: ١٨.
٦ سورة يوسف آية: ٢٣.

وليقل: سيدي ومولاي."١.......................................

_________
قوله: " وليقل: سيدي ومولاي ": المتوقع أن يقول: وليقل سيدك ومولاك; لأن مقتضى الحال أن يرشد إلى ما يكون بدلا عن اللفظ المنهي عنه بما يطابقه، وهنا ورد النهي بلفظ الخطاب، والإرشاد بلفظ التكلم، وليقل: "سيدي ومولاي"; ففهم المؤلف ﵀ -كما سيأتي في المسائل- أن فيه إشارة إلى أنه إذا كان الغير قد نهي أن يقول للعبد: أطعم ربك; فالعبد من باب أولى أن ينهى عن قول: أطعمت ربي، وضأت ربي، بل يقول: سيدي ومولاي.
وأما إذا قلنا بأن "أطعم ربك" خاص بمن يخاطب العبد؛ لما فيه من إذلال العبد بخلاف ما إذا قال هو بنفسه: أطعمت ربي، فإنه ينتفي الإذلال; فإنه يقال: إن الرسول ﷺ لما وجه الخطاب لمن يخاطب العبد، وجه الخطاب إلى العبد نفسه، فقال: "وليقل: سيدي ومولاي"، أي بدلا عن قوله: أطعمت ربي، وضأت ربي.
قوله: "سيدي": السيادة في الأصل علو المنزلة; لأنها من السؤدد والشرف والجاه وما أشبه ذلك.
والسيد يطلق على معان، منها: المالك، والزوج، والشريف المطاع.
وسيدي هنا مضافة إلى ياء المتكلم، وليست على وجه الإطلاق؛ فالسيد على وجه الإطلاق لا يقال إلا لله ﷿، قال ﷺ: "السيد الله"٢ وأما السيد مضافة; فإنها تكون لغير الله، قال تعالى: ﴿وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ﴾ ٣،
_________
١ البخاري: العتق (٢٥٥٢)، ومسلم: الألفاظ من الأدب وغيرها (٢٢٤٩) .
٢ أخرجه: أحمد (٤/٢٤، ٣٥)، والبخاري في "الأدب المفرد" (٢١١)، وأبو داود في (الأدب، باب في كراهة التمادح، ٥/١٥٤)، والنسائي في "عمل اليوم والليلة"; كما في "تحفة الأشراف" (٤/٣٦٠)، وابن السني (٣٨٩)، والبيهقي في "الأسماء والصفات" (ص ٢٢) ; من حديث عبد الله بن الشخير ﵁. وقال ابن مفلح في "الآداب" (٣/٤٦٤): "إسناده جيد"، وقال الحافظ في "الفتح" (٥/١٧٩): "رجاله ثقات"، وقد صححه غير واحد، وصححه صاحب "عون المعبود" (٤/٤٠٢) .
٣ سورة يوسف آية: ٢٥.

......................................................................

_________
وقال ﷺ: " أنا سيد ولد آدم يوم القيامة "١، والفقهاء يقولون: إذا قال السيد لعبده; أي: سيد العبد لعبده.
تنبيه:
اشتهر عند بعض الناس إطلاق السيدة على المرأة، فيقولون مثلا: هذا خاص بالرجال، وهذا خاص بالسيدات، وهذا قلب للحقائق; لأن السادة هم الرجال، قال تعالى: ﴿وَأَلْفَيَا سَيِّدَهَا لَدَى الْبَابِ﴾ ٢ وقال: ﴿الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ﴾ ٣ وقال ﷺ " إن النساء عوان عندكم "٤ أي: بمنزلة الأسير، وقال في الرجل: " راع في أهله ومسئول عن رعيته "٥، فالصواب أن يقال للواحدة امرأة، وللجماعة منهن نساء.
قوله: "ومولاي": أي: وليقل مولاي، والولاية تنقسم إلى قسمين:
القسم الأول: ولاية مطلقة، وهذه لله ﷿، لا تصلح لغيره; كالسيادة المطلقة.
وولاية الله نوعان:
النوع الأول: عامة، وهي الشاملة لكل أحد، قال الله تعالى: ﴿ثُمَّ رُدُّوا إِلَى اللَّهِ مَوْلاهُمُ الْحَقِّ أَلا لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ﴾ ٦ فجعل له ولاية على هؤلاء المفترين، وهذه ولاية عامة.
_________
١ سبق (١/٢٦٩) .
٢ سورة يوسف آية: ٢٥.
٣ سورة النساء آية: ٣٤.
٤ أخرجه: الإمام أحمد (٥/٧٢)، والترمذي في (الرضاع، باب في حق المرأة على زوجها، ٤/١٤٣، ١٤٤) - وقال: "حسن صحيح"-، وابن ماجه في (النكاح: باب حق المرأة على زوجها، ١/٥٩٤)، والنسائي في "الكبرى" في (كتاب عشرة النساء) ; من حديث عمرو بن الأحوص الجشمي ﵁.
٥ أخرجه: البخاري في (الجمعة، باب الجمعة في القرى، ١/٢٨٥)، ومسلم في (الإمارة، باب فضيلة الإمام العادل، ٣/١٤٥٩) ; من حديث ابن عمر ﵄.
٦ سورة الأنعام آية: ٦٢.

......................................................................

_________
النوع الثاني: خاصة بالمؤمنين، قال تعالى: ﴿ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لا مَوْلَى لَهُمْ﴾ ١ وهذه ولاية خاصة، ومقتضى السياق أن يقال: وليس مولى الكافرين، لكن قال: ﴿لا مَوْلَى لَهُمْ﴾ أي: لا هو مولى للكافرين، ولا أولياؤهم الذين يتخذونهم آلهة من دون الله موالي لهم لأنهم يوم القيامة يتبرءون منهم.
القسم الثاني: ولاية مقيدة مضافة; فهذه تكون لغير الله، ولها في اللغة معان كثيرة، منها: الناصر، والمتولي للأمور، والسيد، والعتيق.
قال تعالى: ﴿وَإِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ مَوْلاهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِينَ﴾ ٢ وقال ﷺ فيما يروى عنه: " من كنت مولاه; فعلي مولاه "٣ وقال ﷺ " إنما الولاء لمن أعتق "٤ ويقال للسلطان ولي الأمر، وللعتيق مولى فلان لمن أعتقه، وعليه يعرف أنه لا وجه لاستنكار بعض الناس لمن خاطب ملكا بقوله: مولاي; لأن المراد
_________
١ سورة محمد آية: ١١.
٢ سورة التحريم آية: ٤.
٣ أخرجه: الإمام أحمد (١/ ٨٤، ١١٨، ١١٩، ١٥٢)، وابن حبان (ص ٥٤٤) ; عن علي بن أبي طالب ﵁. وأخرجه أحمد (٥/٣٦٨، ٣٧٠)، وابن ماجه في (المقدمة، فضل علي ابن أبي طالب، ١/٤٣) ; عن البراء بن عازب. وفيه علي بن زيد، وهو ضعيف; كما في "الزوائد". وأخرجه: أحمد (٤/٦٣٨)، والترمذي في "المناقب" (مناقب علي بن أبي طالب ﵁، ٩/٣٠٠) - وقال: "حسن، صحيح، غريب"-، والنسائي في "الخصائص" (ص ٢١)، والحاكم (٣/١١٠)، والدولابي في "الكنى" (٢/٦١) ; عن زيد بن أرقم. وأخرجه: أحمد (٥/٣٤٧)، والنسائي في "الخصائص" (ص ٢١) ; عن بريدة. وانظر: "مجمع الزوائد (٩/١٠٣) . وإسناده صحيح. وانظر: "فيض القدير" (٦/٢١٨) .
٤ أخرجه: البخاري في (المكاتب، باب استعانة المكاتب، ٢/٢٢٥)، ومسلم في (العتق، باب إنما الولاء لمن أعتق، ٢/١١٤١) ; من حديث عائشة.

ولا يقل أحدكم: عبدي وأمتي.........................................

_________
بمولاي أي متولي أمري، ولا شك أن رئيس الدولة يتولى أمورها; كما قال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأَمْرِ مِنْكُمْ﴾ ١.
قوله ﷺ: " ولا يقل أحدكم عبدي وأمتي "٢ هذا خطاب للسيد أن لا يقول: عبدي وأمتي لمملوكه ومملوكته; لأننا جميعا عباد الله، ونساؤنا إماء الله، قال النبي ﷺ "لا تمنعوا إماء الله مساجد الله"٣ فالسيد منهي أن يقول ذلك، لأنه إذا قال: عبدي وأمتي فقد تشبه بالله ﷿، ولو من حيث ظاهر اللفظ; لأن الله ﷿ يخاطب عباده بقوله: عبدي، كما في الحديث: " عبدي استطعمتك فلم تطعمني ... "٤ وما أشبه ذلك.
وإن كان السيد يريد بقوله: "عبدي"; أي: مملوكي; فالنهي من باب التنزه عن اللفظ الذي يوهم الإشراك، وقد سبق بيان حكم ذلك.٥
وقوله: "وأمتي": الأمة; الأنثى من المملوكات، وتسمى الجارية.
والعلة من النهي: أن فيه إشعارا بالعبودية، وكل هذا من باب حماية التوحيد، والبعد عن التشريك حتى في اللفظ، ولهذا ذهب بعض أهل العلم، ومنهم شيخنا عبد الرحمن السعدي ﵀ إلى أن النهي في الحديث ليس على سبيل التحريم، وأنه على سبيل الأدب والأفضل والأكمل، وقد سبق بيان حكم ذلك مفصلا.
_________
١ سورة النساء آية: ٥٩.
٢ البخاري: العتق (٢٥٥٢)، ومسلم: الألفاظ من الأدب وغيرها (٢٢٤٩)، وأبو داود: الأدب (٤٩٧٥)، وأحمد (٢/٣١٦) .
٣ أخرجه: البخاري في (الجمعة، باب حدثنا عبد الله بن محمد، ١/٢٨٦)، ومسلم في (الصلاة، باب خروج النساء، ١/٣٢٧) ; عن ابن عمر ﵄.
٤ أخرجه: مسلم في (البر والصلة، باب فضل عيادة المريض، ٤/١٩٩٠) ; عن أبي هريرة ﵁.
٥ انظر: (ص ٣٣٨) .

وليقل: فتاي وفتاتي وغلامي "١.

_________
قوله: " وليقل: فتاي وفتاتي ": مثله جاريتي وغلامي; فلا بأس به.
وفي هذا الحديث من الفوائد:
١- حسن تعليم الرسول ﷺ؛ حيث إنه إذا نهى عن شيء فتح للناس ما يباح لهم، فقال: " لا يقل: عبدي وأمتي، وليقل: فتاي وفتاتي "٢ وهذه كما هي طريقة النبي ﷺ فهي طريقة القرآن أيضا، قال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقُولُوا رَاعِنَا وَقُولُوا انْظُرْنَا﴾ ٣، وهكذا ينبغي أيضا لأهل العلم وأهل الدعوة إذا سدوا على الناس بابا محرما، أن يفتحوا لهم الباب المباح، حتى لا يضيقوا على الناس ويسدوا الطرق أمامهم; لأن في ذلك فائدتين عظيمتين:
الأولى: تسهيل ترك المحرم على هؤلاء; لأنهم إذا عرفوا أن هناك بدلا عنه هان عليهم تركه.
الثانية: بيان أن الدين الإسلامي فيه سعة، وأن كل ما يحتاج إليه الناس; فإن الدين الإسلامي يسعه، فلا يحكم على الناس أن لا يتكلموا بشيء، أو لا يفعلوا شيئا إلا وفتح لهم ما يغني عنه، وهذا من كمال الشريعة الإسلامية.
٢- أن الأمر يأتي للإباحة; لقوله: " وليقل: سيدي ومولاي "، وقد قال العلماء: إن الأمر إذا أتى في مقابلة شيء ممنوع صار للإباحة، وهنا جاء الأمر في مقابلة شيء ممنوع، ومثله قوله تعالى: ﴿وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا﴾ ٤.
_________
١ أخرجه: البخاري في (العتق، باب كراهة التطاول على الرقيق، ٢/٢٢١)، ومسلم في (الأدب، باب حكم إطلاق لفظ العبد والأمة، ٤/١٧٦٥) .
٢ البخاري: العتق (٢٥٥٢)، ومسلم: الألفاظ من الأدب وغيرها (٢٢٤٩)، وأبو داود: الأدب (٤٩٧٥)، وأحمد (٢/٣١٦،٢/٤٢٣،٢/٤٤٤،٢/٤٦٣،٢/٤٨٤،٢/٤٩١،٢/٤٩٦،٢/٥٠٨) .
٣ سورة البقرة آية: ١٠٤.
٤ سورة المائدة آية: ٢.

فيه مسائل:

الأولى: النهي عن قول: عبدي وأمتي.

الثانية: لا يقول العبد: ربي، ولا يقال له: أطعم ربك.

الثالثة: تعليم الأول قول: فتاي وفتاتي وغلامي.

الرابعة: تعليم الثاني قول: سيدي ومولاي.

الخامسة: التنبيه للمراد، وهو تحقيق التوحيد، حتى في الألفاظ.

_________
فيه مسائل:
الأولى: النهي عن قول: "عبدي وأمتي": تؤخذ من قوله: "ولا يقل أحدكم عبدي وأمتي"١ وقد سبق بيان ذلك.
الثانية: لا يقول العبد: ربي، ولا يقال له: أطعم ربك: تؤخذ من الحديث، وقد سبق بيان ذلك.
الثالثة: تعليم الأول (وهو السيد) قول: فتاي، وفتاتي، وغلامي.
الرابعة: تعليم الثاني (وهو العبد) قول: سيدي، ومولاي.
الخامسة: التنبيه للمراد، وهو تحقيق التوحيد حتى في الألفاظ: وقد سبق ذلك.
وفي الباب مسائل أخرى لكن هذه المسائل هي المقصود.
_________
١ البخاري: العتق (٢٥٥٢)، ومسلم: الألفاظ من الأدب وغيرها (٢٢٤٩)، وأبو داود: الأدب (٤٩٧٥)، وأحمد (٢/٣١٦) .

باب لا يرد من سأل بالله

باب: لا يرد من سأل بالله

......................................................... ...

_________
قوله: "باب لا يرد": "لا": نافية بدليل رفع المضارع بعدها، والنفي يحتمل أن يكون للكراهة، وأن يكون للتحريم.
قوله: "من سأل بالله": أي: من سأل غيره بالله.
والسؤال بالله ينقسم إلى قسمين:
أحدهما: السؤال بالله بالصيغة، مثل أن يقول: أسألك بالله كما تقدم في حديث الثلاثة حيث قال الملك: " أسألك بالذي أعطاك الجلد الحسن واللون الحسن بعيرا "١.
الثاني: السؤال بشرع الله ﷿ أي: يسأل سؤالا يبيحه الشرع; كسؤال الفقير من الصدقة، والسؤال عن مسألة من العلم، وما شابه ذلك.
وحكم رد من سأل بالله الكراهة أو التحريم حسب حال المسئول والسائل، وهنا عدة مسائل:
المسألة الأولى: هل يجوز للإنسان أن يسأل بالله أم لا؟
وهذه المسألة لم يتطرق إليها المؤلف ﵀; فنقول
أولا: السؤال من حيث هو مكروه ولا ينبغي للإنسان أن يسأل أحدا شيئا إلا إذا دعت الحاجة إلى
_________
١ سبق (ص ٢٨٩) .

......................................................................

_________
ذلك، ولهذا كان مما بايع النبي ﷺ أصحابه أن لا يسألوا الناس شيئا، حتى إن عصا أحدهم ليسقط منه وهو على راحلته; فلا، يقول لأحد: ناولنيه، بل ينزل ويأخذه١. والمعنى يقتضيه; لأنك إذا أعززت نفسك ولم تذلها لسؤال الناس بقيت محترما عند الناس، وصار لك منعة من أن تذل وجهك لأحد; لأن من أذل وجهه لأحد; فإنه ربما يحتاجه ذلك الأحد لأمر يكره أن يعطيه إياه، ولكنه إذا سأله اضطر إلى أن يجيبه، ولهذا روي عن النبي ﷺ أنه قال: " ازهد فيما عند الناس يحبك الناس "٢ فالسؤال أصلا مكروه أو محرم إلا لحاجة أو ضرورة. فسؤال المال محرم، فلا يجوز أن يسأل من أحد مالا إلا إذا دعت الضرورة إلى ذلك، وقال الفقهاء ﵏ في باب الزكاة: "إن من أبيح له أخذ شيء أبيح له سؤاله"، ولكن فيما قالوه نظر; فإن الرسول ﷺ حذر من السؤال، وقال: "إن الإنسان لا يزال يسأل الناس حتى يأتي يوم القيامة وما في وجهه
_________
١ أخرجه مسلم في (الزكاة، باب كراهة المسألة للناس، ٢/٧٢١) ; عن عوف بن مالك ﵁.
٢ أخرجه ابن ماجه في (الزهد، باب الزهد في الدنيا، ٢/١٣٧٤) . وقال في "الزوائد": "في إسناده خالد بن عمرو وهو ضعيف متفق على ضعفه، واتهم بالوضع، وأورد له العقيلي هذا الحديث، وقال: ليس له أصل من حديث الثوري". وأخرجه: الحاكم (٤/٣١٣) . وقال: "صحيح الإسناد"، ونازعه الذهبي; فقال: "خالد وضاع". وأخرجه: أبو نعيم في "الحلية" (٣/٢٥٣، ٧/ ١٣٦)، والعقيلي في "الضعفاء" ٢/١١)، من حديث سهل بن سعد الساعدي ﵁. والحديث حسنه النووي في "الرياض" (٤٧٣)، وفي "الأربعين النووية" (حديث رقم ٣١) . وصححه الألباني في "الصحيحة" (٩٤٤)، وقال المنذري في "الترغيب والترهيب" (٤/ ١٥٧): "وقد حسن بعض مشايخنا إسناده، وفيه بعد; لأن من رواته خالد بن عمرو، وخالد هذا قد ترك واتهم". وضعفه ابن رجب في "جامع العلوم والحكم" (ص ٢٧٢) .

عن ابن عمر ﵄; قال: قال رسول الله ﷺ " من سأل بالله، فأعطوه،........................................................

_________
مزعة لحم "١، وهذا يدل على التحريم إلا للضرورة.
وأما سؤال المعونة بالجاه أو المعونة بالبدن; فهذه مكروهة، إلا إذا دعت الحاجة إلى ذلك.
وأما إجابة السائل; فهو موضوع بابنا هذا، ولا يخلو السائل من أحد أمرين:
الأول: أن يسأل سؤالا مجردا; كأن يقول مثلا: يا فلان! أعطني كذا وكذا، فإن كان مما أباحه الشارع له فإنك تعطيه; كالفقير يسأل شيئا من الزكاة.
الثاني: أن يسأل بالله; فهذا تجيبه وإن لم يكن مستحقا; لأنه سأل بعظيم، فإجابته من تعظيم هذا العظيم، لكن لو سأل إثما، أو كان في إجابته ضرر على المسئول; فإنه لا يجاب.
مثال الأول: أن يسألك بالله نقودا؛ ليشتري بها محرما كالخمر.
ومثال الثاني: أن يسألك بالله أن تخبره عما في سرك، وما تفعله مع أهلك; فهذا لا يجاب لأن في الأول إعانة على الإثم، وإجابته في الثاني ضرر على المسئول.
قوله: ﷺ " من سأل بالله ": "من": شرطية للعموم.
قوله: " فأعطوه ": الأمر هنا للوجوب ما لم يتضمن السؤال إثما أو ضررا على المسئول; لأن في إعطائه إجابة لحاجته، وتعظيما لله ﷿
_________
١ أخرجه: البخاري في (الزكاة، باب من سأل الناس تكثرا، ١/٤٥٧)، ومسلم في (الزكاة، باب كراهة المسألة، ١/٧٢٠)، عن ابن عمر ﵄.

ومن استعاذ بالله; فأعيذوه، ومن دعاكم; فأجيبوه ١،..................

_________
الذي سأل به. ولا يشترط أن يكون سؤاله بلفظ الجلالة بل بكل اسم يختص بالله، كما قال الملك الذي جاء إلى الأبرص والأقرع والأعمى: " أسألك بالذي أعطاك كذا وكذا ".٢
قوله: " ومن استعاذ بالله فأعيذوه " أي قال: أعوذ بالله منك; فإنه يجب عليك أن تعيذه; لأنه استعاذ بعظيم، ولهذا لما قالت ابنة الجون للرسول ﷺ: "أعوذ بالله منك" قال لها: "لقد عذت بعظيم -أو معاذ-، الحقي بأهلك"٣. لكن يستثنى من ذلك لو استعاذ من أمر واجب عليه; فلا تعذه، مثل أن تلزمه بصلاة الجماعة، فقال: أعوذ بالله منك. وكذلك لو ألزمته بالإقلاع عن أمر محرم، فاستعاذ بالله منك; فلا تعذه لما فيه من التعاون على الإثم والعدوان، ولأن الله لا يعيذ عاصيا، بل العاصي يستحق العقوبة لا الانتصار له وإعاذته. وكذلك من استعاذ بملجأ صحيح يقتضي الشرع أن يعيذه -وإن لم يقل أستعيذ بالله-; فإنه يجب عليك أن تعيذه كما قال أهل العلم: لو جنى أحد جناية ثم لجأ إلى الحرم; فإنه لا يقام عليه الحد ولا القصاص في الحرم، ولكنه يضيق عليه; فلا يبايع، ولا يشترى منه، ولا يؤجر حتى يخرج، بخلاف من انتهك حرمة الحرم بأن فعل الجناية في نفس الحرم; فإن الحرم لا يعيذه لأنه انتهك حرمة الحرم.
قوله: "ومن دعاكم فأجيبوه ": "مَنْ": شرطية للعموم، والظاهر أن المراد بالدعوة هنا الدعوة للإكرام، وليس المقصود بالدعوة هنا النداء.
_________
١ النسائي: الزكاة (٢٥٦٧)، وأبو داود: الزكاة (١٦٧٢)، وأحمد (٢/٩٩،٢/١٢٧) .
٢ سبق (ص ٢٨٩) .
٣ أخرجه: البخاري في (الطلاق، باب من طلق وهل يواجه الرجل امرأته بالطلاق، ٣/٤٠١) ; عن أبي أسيد ﵁.

......................................................................

_________
وظاهر الحديث وجوب إجابة الدعوة في كل دعوة، وهو مذهب الظاهرية. وجمهور أهل العلم على أنها مستحبة إلا دعوة العرس; فإنها واجبة لقوله ﷺ فيها: " شر الطعام طعام الوليمة، يدعى إليها من يأباها ويمنعها من يأتيها، ومن لم يجب; فقد عصى الله ورسوله "١.
وسواء قيل بالوجوب أو الاستحباب; فإنه يشترط لذلك شروط:
١- أن يكون الداعي ممن لا يجب هجره أو يسن.
٢- ألا يكون هناك منكر في مكان الدعوة، فإن كان هناك منكر، فإن أمكنه إزالته; وجب عليه الحضور لسببين:
- إجابة الدعوة.
- وتغيير المنكر.
وإن كان لا يمكنه إزالته حرم عليه الحضور; لأن حضوره يستلزم إثمه، وما استلزم الإثم; فهو إثم.
٣- أن يكون الداعي مسلما، وإلا لم تجب الإجابة; لقوله ﷺ " حق المسلم على المسلم ست ... "٢، وذكر منها: " إذا دعاك فأجبه "٣ قالوا: وهذا مقيد للعموم الوارد.
٤- أن لا يكون كسبه حراما; لأن إجابته تستلزم أن تأكل طعاما
_________
١ أخرجه: البخاري في (النكاح، باب من ترك الدعوة فقد عصى الله ورسوله، ٣/٣٨١)، ومسلم في (النكاح، باب الأمر بإجابة الداعي، ٢/١٠٥٥) ; عن أبي هريرة ﵁.
٢ مسلم: السلام (٢١٦٢)، والترمذي: الأدب (٢٧٣٧)، والنسائي: الجنائز (١٩٣٨)، وأحمد (٢/٣٧٢،٢/٤١٢) .
٣ أخرجه: مسلم في (السلام، باب من حق المسلم للمسلم، ٤/١٧٠٥) ; عن أبي هريرة ﵁.

......................................................................

_________
حراما، وهذا لا يجوز، وبه قال بعض أهل العلم.
وقال آخرون: ما كان محرما لكسبه; فإنما إثمه على الكاسب لا على من أخذه بطريق مباح من الكاسب، بخلاف ما كان محرما لعينه; كالخمر والمغصوب ونحوهما، وهذا القول وجيه قوي، بدليل أن الرسول ﷺ اشترى من يهودي طعاما لأهله١، وأكل من الشاة التي أهدتها له اليهودية بخيبر٢، وأجاب دعوة اليهودي٣، ومن المعلوم أن اليهود معظمهم يأخذون الربا، ويأكلون السحت، وربما يقوي هذا القول قوله ﷺ في اللحم الذي تصدق به على بريرة: " هو لها صدقة ولنا منها هدية "٤.
وعلى القول الأول; فإن الكراهة تقوى وتضعف حسب كثرة المال الحرام وقلته، فكلما كان الحرام أكثر كانت الكراهة أشد، وكلما قل كانت الكراهة أقل.
٥- أن لا تتضمن الإجابة إسقاط واجب، أو ما هو أوجب منها، فإن تضمنت ذلك حرمت الإجابة.
٦- أن لا تتضمن ضررا على المجيب، مثل أن تحتاج إجابة الدعوة إلى سفر أو مفارقة أهله المحتاجين إلى وجوده بينهم.
_________
١ أخرجه: البخاري في (البيوع، باب شراء النبي ﷺ بالنسيئة، ٢/٧٩)، ومسلم في (المساقاة، باب الرهن، ٣/١٢٢٦) ; عن عائشة ﵂.
٢ أخرجه: البخاري في (الهبة، باب قبول الهدية من المشركين، ٢/٢٤١)، ومسلم في (السلام، باب السم، ٤/١٧٢١) ; عن أنس ﵁.
٣ أخرجه: الإمام أحمد في "المسند" (٣/٢١٠، ٢١١، ٢٥٢، ٢٧٠، ٢٨٩)، وفي "الزهد" وانظر: "الإرواء" (١/٧١) .
٤ أخرجه البخاري في (الزكاة، باب إذا تحولت الصدقة، ١/٤٦٣)، ومسلم في (العتق، باب إنما الولاء لمن أعتق، ٢/١١٤٤) .

ومن صنع إليكم معروفا; فكافئوه،....................................

_________
مسألة:
هل إجابة الدعوة حق لله أو للآدمي؟
الجواب: حق للآدمي، ولهذا لو طلبت من الداعي أن يقيلك فقبل; فلا إثم عليك، لكنها واجبة بأمر الله ﷿ ولهذا ينبغي أن تلاحظ أن إجابتك طاعة لله، وقيام بحق أخيك، لكن لصاحبها أن يسقطها، كما أن له أن لا يدعوك أيضا، ولكن إذا أقالك حياء منك وخجلا من غير اقتناع; فإنه لا ينبغي أن تدع الإجابة.
مسألة:
هل بطاقات الدعوة التي توزع كالدعوة بالمشافهة؟
الجواب: البطاقات ترسل إلى الناس، ولا يدرى لمن ذهبت إليه; فيمكن أن نقول: إنها تشبه دعوة الجفلى، فلا تجب الإجابة، أما إذا علم أو غلب على الظن أن الذي أرسلت إليه مقصود بعينه; فإن لها حكم الدعوة بالمشافهة.
قوله: " من صنع إليكم معروفا؛ فكافئوه ": المعروف: الإحسان، فمن أحسن إليك بهدية أو غيرها; فكافئه، فإذا أحسن إليك بإنجاز معاملة وكان عمله زائدا عن الواجب عليه; فكافئه، وهكذا، لكن إذا كان كبير الشأن ولم تجر العادة بمكافأته; فلا يمكن أن تكافئه; كالملك والرئيس ... مثلا إذا أعطاك هدية، فمثل هذا يدعى له; لأنك لو كافأته لرأى أن في ذلك غضا من حقه، فتكون مسيئا له، والنبي ﷺ أراد أن تكافئه لإحسانه.
وللمكافأة فائدتان:
١- تشجيع ذوي المعروف على فعل المعروف.
٢- أن الإنسان يكسر بها الذل الذي حصل له بصنع المعروف إليه، لأن من صنع إليك معروفا فلا بد أن يكون في نفسك رقة له، فإذا رددت

فإن لم تجدوا ما تكافئونه; فادعوا له حتى تروا أنكم قد كافأتموه " رواه أبو داود والنسائي بسند صحيح١.

فيه مسائل:

الأولى: إعاذة من استعاذ بالله.

_________
إليه معروفه زال عنك ذلك، ولهذا قال النبي ﷺ: " اليد العليا خير من اليد السفلى "٢ واليد العليا هي يد المعطي، وهذه فائدة عظيمة لمن صنع له معروف; لئلا يرى لأحد عليه منة إلا الله ﷿، لكن بعض الناس يكون كريما جدا، فإذا كافأته بدل هديته أعطاك أكثر مما أعطيته; فهذا لا يريد مكافأة، ولكن يدعى له; لقوله ﷺ: " فإن لم تجدوا ما تكافئونه ; فادعوا له"٣ وكذلك الفقير إذا لم يجد مكافأة الغني; فإنه يدعو له. ويكون الدعاء بعد الإهداء مباشرة; لأنه من باب المسارعة إلى أمر الرسول ﷺ ولأن به سرور صانع المعروف.
قوله: " حتى تروا أنكم قد كافأتموه ": "تروا"; بفتح التاء بمعنى تعلموا، وتجوز بالضم بمعنى تظنوا; أي: حتى تعلموا أو يغلب على ظنكم أنك قد كافأتموه، ثم أمسكوا.
فيه مسائل:
الأولى: إعاذة من استعاذ بالله: وسبق أن من استعاذ بالله وجبت إعاذته، إلا أن يستعيذ عن شيء واجب فعلا أو تركا; فإنه لا يعاذ.
_________
١ سبق (١/١٢١) .
٢ أخرجه: البخاري في (الزكاة، باب لا صدقة إلا عن ظهر غنى، ٣/٣٤٥- فتح)، ومسلم في (الزكاة، باب بيان أفضل الصدقة، ٢/٧١٧) ; عن حكيم بن حزام ﵁.
٣ النسائي: الزكاة (٢٥٦٧)، وأبو داود: الأدب (٥١٠٩)، وأحمد (٢/٦٨) .

الثانية: إعطاء من سأل بالله.

الثالثة: إجابة الدعوة.

الرابعة: المكافأة على الصنيعة.

الخامسة: أن الدعاء مكافأة لمن لا يقدر إلا عليه.

السادسة: قوله: " حتى تروا أنكم قد كافأتموه".

_________
الثانية: إعطاء من سأل بالله: وسبق التفصيل فيه.
الثالثة: إجابة الدعوة: وسبق كذلك التفصيل فيها.
الرابعة: المكافأة على الصنيعة: أي: على صنيعة من صنع إليك معروفا، وسبق التفصيل في ذلك.
الخامسة: أن الدعاء مكافأة لمن لا يقدر إلا عليه: وسبق أنه مكافأة في ذلك، وفيما إذا كان الصانع لا يكافأ مثله عادة.
السادسة: قوله: "حتى تروا أنكم قد كافأتموه": أي: أنه لا يقصر في الدعاء، بل يدعو له حتى يعلم أو يغلب على ظنه أنه قد كافأه. وفيه مسائل أخرى، لكن ما ذكره المؤلف هو المقصود.

باب لا يسأل بوجه الله إلا الجنة

باب: لا يسأل بوجه الله إلا الجنة

عن جابر; قال: قال رسول الله ﷺ " لا يسأل بوجه الله إلا الجنة " رواه أبو داود ١.

_________
مناسبة هذا الباب للتوحيد
أن فيه تعظيم وجه الله ﷿ بحيث لا يسأل به إلا الجنة.
قوله: "لا يسأل بوجه الله إلا الجنة"٢ اختلف في المراد بذلك على قولين:
القول الأول: أن المراد: لا تسألوا أحدا من المخلوقين بوجه الله، فإذا أردت أن تسأل أحدا من المخلوقين; فلا تسأله بوجه الله; لأنه لا
_________
١ أخرجه: أبو داود في (الزكاة، باب كراهية المسألة بوجه الله، ٢/٣٠٩)، وابن منده في "الرد على الجهمية" (ص ٩٨)، والبيهقي في " سننه " (٤/١٩٩) وفي " الأسماء والصفات " (ص ٣٠٦)، والخطيب في "الموضح" (١/٣٥٢، ٣٥٣) ! عن جابر بن عبد الله ﵄. وقال المنذري في "مختصر السنن" (٢/٢٥٣): "وسليمان بن قرم تكلم فيه غير واحد". والحديث ضعفه عبد الحق وابن القطان ; كما في "الفيض" (٦/٤٥١)، والمناوي في "التيسير" (٢/٥٠٥) . لكن يشهد لعموم النهي حديث أبي موسى ﵁، عن رسول الله ﷺ قال: ملعون من سأل بوجه الله، وملعون من سئل بوجه الله ثم منع سائله ما لم يسأل هجرا. أخرجه: الطبراني; كما في "المجمع" (٣/١٠٣)، وحسنه العراقي; كما في "الفيض" (٦/٤)، و"التيسير" (٢/٤٧٨) للمناوي.
٢ أبو داود: الزكاة (١٦٧١) .

......................................................................

_________
يسأل بوجه الله إلا الجنة، والخلق لا يقدرون على إعطاء الجنة، فإذا لا يسألون بوجه الله مطلقا، ويظهر أن المؤلف يرى هذا الرأي في شرح الحديث، ولذلك ذكره بعد: "باب لا يرد من سأل بالله".
القول الثاني: أنك إذا سألت الله، فإن سألت الجنة وما يستلزم دخولها; فلا حرج أن تسأل بوجه الله، وإن سألت شيئا من أمور الدنيا; فلا تسأله بوجه الله; لأن وجه الله أعظم من أن يسأل به لشيء من أمور الدنيا. فأمور الآخرة تسأل بوجه الله; كقولك مثلا: أسألك بوجهك أن تنجيني من النار، والنبي ﷺ استعاذ بوجه الله لما نزل قوله تعالى: ﴿قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ﴾ ١ قال: أعوذ بوجهك، ﴿مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ﴾ ٢ قال: أعوذ بوجهك، ﴿أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ﴾ ٣ قال: "هذه أهون أو أيسر"٤٥.
ولو قيل: إنه يشمل المعنيين جميعا، لكان له وجه.
وقوله: "بوجه الله": فيه إثبات الوجه لله ﷿ وهو ثابت بالقرآن والسنة وإجماع السلف، فالقرآن في قوله تعالى: ﴿كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ﴾ ٦ وقوله تعالى: ﴿وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ﴾ ٧ والآيات كثيرة. والسنة كما في الحديث السابق: "أعوذ بوجهك".٨
واختلف في هذا الوجه الذي أضافه الله إلى نفسه: هل هو وجه حقيقي، أو أنه وجه يعبر به عن الذات، وليس لله وجه بل له ذات، أو أنه يعبر به عن الشيء الذي يراد به وجهه، وليس هو الوجه الحقيقي، أو أنه يعبر به عن الجهة، أو أنه يعبر به عن الثواب؟
_________
١ سورة الأنعام آية: ٦٥.
٢ سورة الأنعام آية: ٦٥.
٣ سورة الأنعام آية: ٦٥.
٤ البخاري: تفسير القرآن (٤٦٢٨) والاعتصام بالكتاب والسنة (٧٣١٣) والتوحيد (٧٤٠٦)، والترمذي: تفسير القرآن (٣٠٦٥)، وأحمد (٣/٣٠٩) .
٥ أخرجه: البخاري في (التوحيد، باب قول الله تعالى: كل شيء هالك إلا وجهه، ٤/٣٨٥) ; عن جابر ﵁.
٦ سورة القصص آية: ٨٨.
٧ سورة الرعد آية: ٢٢.
٨ سبق (ص ١٤٥) .

......................................................................

_________
فيه خلاف، لكن هدى الله الذين آمنوا لما اختلفوا فيه من الحق بإذنه، فقالوا: إنه وجه حقيقي; لأن الله تعالى قال: ﴿وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالأِكْرَامِ﴾ ١ ولما أراد غير ذاته; قال: " ﴿تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلالِ وَالأِكْرَامِ﴾ ٢ ف (ذي) صفة لرب وليست صفة لاسم، و(ذو) صفة لوجه وليست صفة لرب، فإذا كان الوجه موصوفا بالجلال والإكرام; فلا يمكن أن يراد به الثواب أو الجهة أو الذات وحدها; لأن الوجه غير الذات..
وقال أهل التعطيل: إن الوجه عبارة عن الذات أو الجهة أو الثواب، قالوا: ولو أثبتنا لله وجها حقيقيا للزم أن يكون جسما، والأجسام متماثلة، ويلزم من ذلك إثبات المثل لله ﷿، والله تعالى يقول: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ﴾ ٣ وإثبات المثل تكذيب للقرآن، وأنتم يا أهل السنة تقولون: إن من اعتقد أن لله مثيلا فيما يختص به فهو كافر; فنقول لهم:
أولا: ما تعنون بالجسم الذي فررتم منه; أتعنون به المركب من عظام وأعصاب ولحم ودم بحيث يفتقر كل جزء منه إلى الآخر؟ إن أردتم ذلك; فنحن نوافقكم أن الله ليس على هذا الوجه، ولا يمكن أن يكون كذلك، وإن أردتم بالجسم الذات الحقيقية المتصفة بصفات الكمال; فلا محذور في ذلك، والله تعالى وصف نفسه بأنه أحد صمد، قال تعالى: ﴿قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ﴾ ٤ قال ابن عباس ﵄: "الصمد: الذي لا جوف له" ٥.
ثانيا: قولكم: إن الأجسام متماثلة، قضية من أكذب القضايا; فهل
_________
١ سورة الرحمن آية: ٢٧.
٢ سورة الرحمن آية: ٧٨.
٣ سورة الشورى آية: ١١.
٤ سورة آية: ١-٢.
٥ أخرجه: ابن جرير (٣٠/ ٧٤٢) .

......................................................................

_________
جسم الدب مثل جسم النملة؟ فبينهما تباين عظيم في الحجم والرقة واللين وغير ذلك. فإذا بطلت هذه الحجة بطلت النتيجة، وهي استلزام مماثلة الله لخلقه. ونحن نشاهد البشر لا يتفقون في الوجوه; فلا تجد اثنين متماثلين من كل وجه ولو كانا توأمين، بل قالوا: إن عروق الرجل واليد غير متماثلة من شخص إلى آخر.
ويلاحظ أن التعبير بنفي المماثلة أولى من التعبير بنفي المشابهة; لأنه اللفظ الذي جاء به القرآن، ولأنه ما من شيئين موجودين إلا ويشتبهان من وجه ويفترقان من وجه آخر; فنفي مطلق المشابهة لا يصح، وقد تقدم.
وأما حديث أبي هريرة ﵁ أن النبي ﷺ قال: " إن الله خلق آدم على صورته "١ ووجه الله لا يماثل أوجه المخلوقين، فيجاب عنه: بأنه لا يراد به صورة تماثل صورة الرب ﷿ بإجماع المسلمين والعقلاء، لأن الله ﷿ وسع كرسيه السماوات والأرض، والسماوات والأرضون كلها بالنسبة للكرسي -موضع القدمين- كحلقة ألقيت في فلاة من الأرض، وفضل العرش على الكرسي كفضل الفلاة على هذه الحلقة; فما ظنك برب العالمين؟ فلا أحد يحيط به وصفا ولا تخييلا، ومن هذا وصفه لا يمكن أن يكون على صورة آدم ستون ذراعا، وإنما يراد به أحد معنيين:
الأول: أن الله خلق آدم على صورة، اختارها وجعلها أحسن صورة في الوجه، وعلى هذا; فلا ينبغي أن يقبح أو يضرب لأنه لما أضافه إلى نفسه اقتضى من الإكرام ما لا ينبغي معه أن يقبح أو أن يضرب.
الثاني: أن الله خلق آدم على صورة الله ﷿، ولا يلزم من
_________
١ أخرجه: البخاري في (الاستئذان، باب بدء السلام، ٤/١٣٥)، ومسلم في (البر، باب النهي عن ضرب الوجه، ٤/٢٠١٧) .

فيه مسائل:

الأولى: النهي عن أن يسأل بوجه الله إلا غاية المطالب.

الثانية: إثبات صفة الوجه.

_________
ذلك المماثلة بدليل قوله ﷺ: " إن أول زمرة تدخل الجنة على صورة القمر ليلة البدر، ثم الذين يلونهم على أضوإ كوكب في السماء "١ ولا يلزم أن يكون على صورة نفس القمر; لأن القمر أكبر من أهل الجنة، وأهل الجنة يدخلونها طول أحدهم ستون ذراعا، وعرضه سبعة أذرع كما في بعض الأحاديث. وقال بعض أهل العلم: على صورته; أي: صورة آدم; أي: أن الله خلق آدم أول أمره على هذه الصورة، وليس كبنيه يتدرج في الإنشاء نطفة ثم علقة ثم مضغة. لكن الإمام أحمد ﵀ أنكر هذا التأويل، وقال: هذا تأويل الجهمية، ولأنه يفقد الحديث معناه، وأيضا يعارضه اللفظ الآخر المفسر للضمير وهو بلفظ: "على صورة الرحمن".
فيه مسائل:
الأولى: النهي عن أن يسأل بوجه الله إلا غاية المطالب: تؤخذ من حديث الباب، وهذا الحديث ضعَّفه بعض أهل العلم، لكن على تقدير صحته؛ فإنه من الأدب أن لا تسأل بوجه الله إلا ما كان من أمر الآخرة: الفوز بالجنة، أو النجاة من النار.
الثانية: إثبات صفة الوجه: وقد سبق الكلام عليه
_________
١ أخرجه: البخاري في (بدء الخلق، باب ما جاء في صفة الجنة، ٢/ ٤٣٢)، ومسلم في (الجنة ونعيمها، باب أول زمرة تدخل الجنة، ٤/ ٢١٧٩) ; عن أبي هريرة ﵁.

باب ما جاء في “لو”

باب ما جاء في "لو"

...

باب: ما جاء في ال (لو)

.......................................................................

_________
قوله: في "اللو": دخلت "أل" على "لو" وهي لا تدخل إلا على الأسماء، قال ابن مالك:
بالجر والتنوين والندا وأل ... ومسند للاسم تمييز حصل١
لأن المقصود بها اللفظ; أي: باب ما جاء في هذا اللفظ. والمؤلف ﵀ جعل الترجمة مفتوحة ولم يجزم بشيء; لأن "لو" تستعمل على عدة أوجه:
الوجه الأول: أن تستعمل في الاعتراض على الشرع، وهذا محرم، قال الله تعالى: ﴿لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا﴾ ٢ في غزوة أحد حينما تخلف أثناء الطريق عبد الله بن أبي في نحو ثلث الجيش، فلما استشهد من المسلمين سبعون رجلا اعترض المنافقون على تشريع الرسول ﷺ، وقالوا: لو أطاعونا ورجعوا كما رجعنا ما قتلوا، فرأينا خير من شرع محمد، وهذا محرم وقد يصل إلى الكفر.
الثاني: أن تستعمل في الاعتراض على القدر، وهذا محرم أيضا، قال الله تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَكُونُوا كَالَّذِينَ كَفَرُوا وَقَالُوا لإِخْوَانِهِمْ إِذَا ضَرَبُوا فِي الأَرْضِ أَوْ كَانُوا غُزّىً لَوْ كَانُوا عِنْدَنَا مَا مَاتُوا وَمَا قُتِلُوا﴾ ٣ أي: لو أنهم بقوا ما قتلوا; فهم يعترضون على قدر الله.
_________
١ "ألفية ابن مالك" (ص ٣) .
٢ سورة آل عمران آية: ١٦٨.
٣ سورة آل عمران آية: ١٥٦.

......................................................................

_________
الثالث: أن تستعمل للندم والتحسر، وهذا محرم أيضا; لأن كل شيء يفتح الندم عليك فإنه منهي عنه; لأن الندم يكسب النفس حزنا وانقباضا، والله يريد منا أن نكون في انشراح وانبساط، قال ﷺ: " احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك شيء، فلا تقل: لو أني فعلت كذا لكان كذا; فإن لو تفتح عمل الشيطان "١.
مثال ذلك: رجل حرص أن يشتري شيئا يظن أن فيه ربحا فخسر، فقال: لو أني ما اشتريته ما حصل لي خسارة; فهذا ندم وتحسر، ويقع كثيرا، وقد نهي عنه.
الرابع: أن تستعمل في الاحتجاج بالقدر على المعصية; كقول المشركين: ﴿لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا﴾ ٢ وقولهم: ﴿لَوْ شَاءَ الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ﴾ ٣ وهذا باطل.
الخامس: أن تستعمل في التمني، وحكمه حسب المتمنى: إن كان خيرا فخير، وإن كان شرا فشر، وفي "الصحيح" عن النبي ﷺ في قصة النفر الأربعة قال أحدهم: " لو أن لي مالا لعملت بعمل فلان "٤ فهذا تمنى خيرا، وقال الثاني: "لو أن لي مالا لعملت بعمل فلان"٥ فهذا تمنى شرا. فقال النبي ﷺ في الأول: " فهو بنيته، فأجرهما سواء "٦ وقال في الثاني: " فهو بنيته، فوزرهما سواء "٧.
السادس: أن تستعمل في الخبر المحض. وهذا جائز، مثل: لو
_________
١ يأتي (ص ٤٤٠) .
٢ سورة الأنعام آية: ١٤٨.
٣ سورة الزخرف آية: ٢٠.
٤ الترمذي: الزهد (٢٣٢٥)، وابن ماجه: الزهد (٤٢٢٨) .
٥ الترمذي: الزهد (٢٣٢٥)، وابن ماجه: الزهد (٤٢٢٨) .
٦ الترمذي: الزهد (٢٣٢٥) .
٧ أخرجه: الإمام أحمد (٤/٢٣٠، ٢٣١)، والترمذي في (الزهد، باب ما جاء مثل الدنيا مثل أربعة نفر، ٧/٨١) - وقال: "حسن صحيح"-، وابن ماجه في (الزهد، باب النية، ٢/١٤١٣) ; عن أبي كبشة عمرو بن سعد الأنماري ﵁.

وقول الله تعالى: ﴿يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا﴾ ١.

_________
حضرت الدرس لاستفدت، ومنه قوله ﷺ " لو استقبلت من أمري ما استدبرت ما سقت الهدي ولأحللت معكم "٢ فأخبر النبي ﷺ أنه لو علم أن هذا الأمر سيكون من الصحابة ما ساق الهدي ولأحل، وهذا هو الظاهر لي. وبعضهم قال: إنه من باب التمني، كأنه قال: ليتني استقبلت من أمري ما استدبرت حتى لا أسوق الهدي. لكن الظاهر: أنه خبر لما رأى من أصحابه، والنبي ﷺ لا يتمنى شيئا قدر الله خلافه.
وقد ذكر المؤلف في هذا الباب آيتين:
الآية الأولى قوله تعالى: (يقولون): الضمير للمنافقين.
قوله: "مَا قُتِلْنَا": أي: ما قتل بعضنا; لأنهم لم يقتلوا كلهم، ولأن المقتول لا يقول.
قوله: "لو كان لنا من الأمر" (لو): شرطية، وفعل الشرط: (كان)، وجوابه: ﴿مَا قُتِلْنَا﴾ ٣ ولم يقترن الجواب باللام; لأن الأفصح إذا كان الجواب منفيا عدم الاقتران، فقولك: لو جاء زيد ما جاء عمرو أفصح من قولك: لو جاء زيد لما جاء عمرو، وقد ورد قليلا اقترانها مع النفي; كقول الشاعر:
ولو نعطى الخيار لما افترقنا ... ولكن لا خيار مع الليالي
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٢ أخرجه: البخاري في (الحج، باب تقضي الحائض المناسك كلها إلا الطواف، ١/٥٠٦)، ومسلم في (الحج، باب بيان وجوه الإحرام، ٢/٨٨٥) ; عن جابر ﵁.
٣ سورة آل عمران آية: ١٥٤.

وقوله: ﴿الَّذِينَ قَالُوا لإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا﴾ ١.

_________
قوله: "ها هنا": أي: في أحد.
قوله: ﴿قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ﴾ ٢ هذا رد عليهم; فلا يمكن أن يتخلفوا عما أراد الله بهم.
وقولهم: ﴿لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ ٣ هذا من الاعتراض على الشرع; لأنهم عتبوا على الرسول ﷺ حيث خرج بدون موافقتهم، ويمكن أن يكون اعتراضا على القدر أيضا; أي: لو كان لنا من حسن التدبير والرأي شيء ما خرجنا فنقتل.
قوله: (وقعدوا): الواو إما أن تكون عاطفة، والجملة معطوفة على (قالوا)، ويكون وصف هؤلاء بأمرين:
١- بالاعتراض على القدر بقولهم: ﴿لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا﴾ ٤.
٢- وبالجبن عن تنفيذ الشرع "الجهاد" بقولهم: (وقعدوا) .
أو تكون الواو للحال والجملة حالية على تقدير "قد"; أي: والحال أنهم قد قعدوا; ففيه توبيخ لهم حيث قالوا مع قعودهم، ولو كان فيهم خير لخرجوا مع الناس، لكن فيهم الاعتراض على المؤمنين، وعلى قضاء الله وقدره.
قوله: (لإخوانهم): قيل: في النسب لا في الدين، وقيل: في الدين ظاهرا; لأن المنافقين يتظاهرون بالإسلام، ولو قيل: إنه شامل للأمرين; لكان صحيحا.
قوله: ﴿لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا﴾ هذا غير صحيح، ولهذا رد الله عليهم بقوله: ﴿قُلْ فَادْرَأُوا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِين َ﴾ ٥ وإن كنتم قاعدين; فلا تستطيعون أيضا أن تدرءوا عن أنفسكم الموت
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٦٨.
٢ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٣ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٤ سورة آل عمران آية: ١٦٨.
٥ سورة آل عمران آية: ١٦٨.

وفي الصحيح عن أبي هريرة ﵁؛..................................

_________
فهذه الآية والتي قبلها تدل على أن الإنسان محكوم بقدر الله كما أنه يجب أن يكون محكوما بشرع الله.
مناسبة الباب للتوحيد
أن من جملة أقسام (لو) الاعتراض على القدر ومن اعترض على القدر; فإنه لم يرض بالله ربا، ومن لم يرض بالله ربا; فإنه لم يحقق توحيد الربوبية. والواجب أن ترضى بالله ربا، ولا يمكن أن تستريح إلا إذا رضيت بالله ربا تمام الرضا، وكأن لك أجنحة تميل بها حيث مال القدر، ولهذا قال ﷺ " عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن: إن أصابته سراء شكر; فكان خيرا له، وإن أصابته ضراء صبر; فكان خيرا له "١ ومهما كان; فالأمر سيكون على ما كان، فلو خرجت مثلا في سفر ثم أصبت في حادث; فلا تقل: لو أني ما خرجت من السفر ما أصبت; لأن هذا مقدر لا بد منه.
قوله: "وفي الصحيح": أي: "صحيح مسلم"، وانظر ما سبق في: باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله (١/١٥٧) . والمؤلف ﵀ حذف منه جملة، وأتى بما هو مناسب للباب، والمحذوف قوله ﷺ: " المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف، وفي كل خير "٢.
_________
١ أخرجه: مسلم في (الزهد، باب المؤمن أمره كله خير، ٤/ ٢٢٩٥) ; عن صهيب بن سنان ﵁.
٢ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦،٢/٣٧٠) .

......................................................................

_________
شرح الحديث:
قوله: "القوي": أي: في إيمانه وما يقتضيه إيمانه، ففي إيمانه; يعني: ما يحل في قلبه من اليقين الصادق الذي لا يعتريه شك، وفيما يقتضيه; يعني: العمل الصالح: من الجهاد، والأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر، والحزم في العبادات وما أشبه ذلك.
وهل يدخل في ذلك قوة البدن؟
الجواب: لا يدخل في ذلك قوة البدن إلا إذا كان في قوة بدنه ما يزيد إيمانه، أو يزيد ما يقتضيه; لأن "القوي" وصف عائد على موصوف وهو المؤمن; فالمراد: القوي في إيمانه أو ما يقتضيه، ولا شك أن قوة البدن نعمة، إن استعملت في الخير فخير، وإن استعملت في الشر فشر.
قوله: " خير وأحب إلى الله ": خير في تأثيره وآثاره; فهو ينفع ويقتدى به، وأحب إلى الله باعتبار الثواب.
قوله: " من المؤمن الضعيف ": وذلك في الإيمان أو فيما يقتضيه، لا في قوة البدن.
قوله: "وفي كل خير": أي: في كل من القوي والضعيف خير، وهذا النوع من التذييل يسمى عند البلاغيين بالاحتراس حتى لا يظن أنه لا خير في الضعيف.
فإن قيل: إن الخيرية معلومة في قوله: "خير وأحب"; لأن الأصل في اسم التفضيل اتفاق المفضل والمفضل عليه في أصل الوصف؟
فالجواب: أنه قد يخرج عن الأصل; كما في قوله تعالى: ﴿أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُسْتَقَرًّا﴾ ١ مع أن أهل النار لا خير في مستقرهم. كذلك الإنسان إذا سمع هذه الجملة: "خير وأحب" صار في
_________
١ سورة الفرقان آية: ٢٤.

أن رسول الله ﷺ قال: " احرص على ما ينفعك ١،....................

_________
نفسه انتقاص للمؤمن المفضل عليه، فإذا قيل: "وفي كل خير" رفع من شأنه، ونظيره قوله تعالى: ﴿لا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى﴾ ٢.
قوله: " احرص على ما ينفعك ": الحرص: بذل الجهد لنيل ما ينفع من أمر الدين أو الدنيا.
وأفعال العباد بحسب السبر والتقسيم لا تخلو من أربع حالات:
١- نافعة، وهذه مأمور بها.
٢- ضارة، وهذه محذر منها.
٣- فيها نفع وضرر.
٤- لا نفع فيها ولا ضرر، وهذه لا يتعلق بها أمر ولا نهي، لكن الغالب أن لا تقع إلا وسيلة إلى ما فيه أمر أو نهي، فتأخذ حكم الغاية; لأن الوسائل لها أحكام المقاصد.
فالأمر لا يخلو من نفع أو ضرر; إما لذاته أو لغيره، فحديثنا العام قد لا يكون فيه نفع ولا ضرر، لكن قد يتكلم الإنسان ويتحدث؛ لأجل إدخال السرور على غيره، فيكون نفعا، ولا يمكن أن تجد شيئا من الأمور والحوادث ليس فيها نفع ولا ضرر; إما ذاتي، أو عارض إنما ذكرناه لأجل تمام السبر والتقسيم. والعاقل يشح بوقته أن يصرفه فيما لا نفع فيه ولا ضرر، قال النبي ﷺ " من كان يؤمن بالله واليوم الآخر; فليقل خيرا أو ليصمت "٣.
_________
١ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦،٢/٣٧٠) .
٢ سورة الحديد آية: ١٠.
٣ أخرجه: البخاري في (الأدب، باب حق الضيف، ٤/١١٦)، ومسلم في (الإيمان، باب الحث على إكرام الجار، ١/٦٨) ; عن أبي هريرة ﵁.

واستعن بالله،..........................................................

_________
واتصال هذه الجملة بما قبلها ظاهر جدا; لأن من القوة الحرص على ما ينفع. و"ما": اسم موصول بفعل (ينفع)، والاسم الموصول يحول بصلته إلى اسم فاعل، كأنه قال: احرص على النافع، وإنما قلت ذلك لأجل أن أقول: إن النبي ﷺ أمرنا بالحرص على النافع، ومعناه أن نقدم الأنفع على النافع; لأن الأنفع مشتمل على أصل النفع وعلى الزيادة، وهذه الزيادة لا بد أن نحرص عليها; لأن الحكم إذا علق بوصف كان تأكد ذلك الحكم بحسب ما يشتمل عليه تأكد ذلك الوصف، فإذا قلت: أنا أكره الفاسقين كان كل من كان أشد في الفسق إليك أكره; فنقدم الأنفع على النافع لوجهين:
١- أنه مشتمل على النفع وزيادة.
٢- أن الحكم إذا علق بوصف كان تأكد ذلك الحكم بحسب تأكد ذلك الوصف وقوته.
ويؤخذ من الحديث وجوب الابتعاد عن الضار; لأن الابتعاد عنه انتفاع وسلامة لقوله ﷺ: " احرص على ما ينفعك "١.
قوله: " واستعن بالله ": الواو تقتضي الجمع; فتكون الاستعانة مقرونة بالحرص، والحرص سابق على الفعل; فلا بد أن تكون الاستعانة مقارنة للفعل من أوله.
والاستعانة: طلب العون بلسان المقال; كقولك: "اللهم أعني"، أو: "لا حول ولا قوة إلا بالله" عند شروعك بالفعل أو بلسان الحال، وهي أن تشعر بقلبك أنك محتاج إلى ربك ﷿ أن يعينك على هذا الفعل، وأنه إن وكلك إلى نفسك وكلك إلى ضعف وعجز وعورة. أو طلب
_________
١ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦،٢/٣٧٠) .

ولا تعجزن،...........................................................

_________
العون بهما جميعا، والغالب أن من استعان بلسان المقال; فقد استعان بلسان الحال.
ولو احتاج الإنسان إلى الاستعانة بالمخلوق كحمل صندوق مثلا; فهذا جائز، ولكن لا تشعر نفسك أنها كاستعانتك بالخالق، وإنما عليك أن تشعر أنها كمعونة بعض أعضائك لبعض، كما لو عجزت عن حمل شيء بيد واحدة; فإنك تستعين على حمله باليد الأخرى، وعلى هذا; فالاستعانة بالمخلوق فيما يقدر عليه كالاستعانة ببعض أعضائك، فلا تنافي قوله ﷺ "استعن بالله".
قوله: "ولا تعجزن": فعل مضارع مبني على الفتح لاتصاله بنون التوكيد الخفيفة، و"لا": ناهية، والمعنى: لا تفعل فعل العاجز من التكاسل وعدم الحزم والعزيمة، وليس المعنى: لا يصيبك عجز; لأن العجز عن الشيء غير التعاجز; فالعجز بغير اختيار الإنسان; ولا طاقة له به، فلا يتوجه عليه نهي، ولهذا قال النبي ﷺ: " صل قائما، فإن لم تستطع; فقاعدا، فإن لم تستطع; فعلى جنب "١ فإذا اجتمع الحرص وعدم التكاسل، اجتمع في هذا صدق النية بالحرص والعزيمة بعدم التكاسل؛ لأن بعض الناس يحرص على ما ينفعه ويشرع فيه، ثم يتعاجز ويتكاسل ويدعه، وهذا خلاف ما أمر به الرسول ﷺ، فما دمت عرفت أن هذا نافع، فلا تدعه، لأنك إذا عجزت نفسك خسرت العمل الذي عملت ثم عودت نفسك التكاسل والتدني من حال النشاط والقوة إلى حال العجز والكسل، وكم من إنسان بدأ العمل -ولا سيما النافع- ثم أتاه الشيطان
_________
١ أخرجه: البخاري في (تقصير الصلاة، باب إذا لم يطق قاعدا صلى على جنب، ١/٣٤٨) ; عن عمران بن حصين ﵁.

وإن أصابك شيء; فلا تقل: لو أني فعلت كذا، لكان كذا وكذا،

_________
فثبطه؟! لكن إذا ظهر في أثناء العمل أنه ضار; فيجب عليه الرجوع عنه; لأن الرجوع إلى الحق خير من التمادي في الباطل.
وذكر في ترجمة الكسائي أنه بدأ في طلب علم النحو ثم صعب عليه، فوجد نملة تحمل طعاما تريد أن تصعد به حائطا، كلما صعدت قليلا سقطت، وهكذا حتى صعدت; فأخذ درسا من ذلك، فكابد حتى صار إماما في النحو.
قوله: " إن أصابك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا لكان كذا وكذا "١ هذه هي المرتبة الرابعة مما ذكر في هذا الحديث العظيم إذا حصل خلاف المقصود.
فالمرتبة الأولى: الحرص على ما ينفع.
والمرتبة الثانية: الاستعانة بالله.
والمرتبة الثالثة: المضي في الأمر، والاستمرار فيه، وعدم التعاجز. وهذه المراتب إليك.
المرتبة الرابعة: إذا حصل خلاف المقصود; فهذه ليست إليك، وإنما هي بقدر الله، ولهذا قال: "وإن أصابك ... "; ففوض الأمر إلى الله تعالى.
قوله: " وإن أصابك شيء ": أي: مما لا تحبه ولا تريده، ومما يعوقك عن الوصول إلى مرامك فيما شرعت فيه من نفع.
فمن خالفه القدر ولم يأت على مطلوبه، لا يخلو من حالين:
الأولى: أن يقول: لو لم أفعل ما حصل كذا.
_________
١ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) .

ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل ;......................................

_________
الثانية: أن يقول: لو فعلت كذا، لأمر لم يفعله لكان كذا.
مثال الأول قول القائل: لو لم أسافر ما فاتني الربح.
ومثال الثاني أن يقول: لو سافرت لربحت.
وذكر النبي ﷺ الثاني دون الأول; لأن هذا الإنسان عامل فاعل; فهو يقول: لو أني فعلت الفعل الفلاني دون هذا الفعل لحصلت مطلوبي، بخلاف الإنسان الذي لم يفعل، وكان موقفه سلبيا من الأعمال.
قوله: "كذا": كناية عن مبهم، وهي مفعول لفعلت.
قوله: "لكان كذا": فاعل كان، والجملة جواب لو.
قوله: "قدر الله": خبر لمبتدأ محذوف; أي: هذا قدر الله.
وقدر بمعنى مقدور; لأن قدر الله يطلق على التقدير الذي هو فعل الله، ويطلق على المقدور الذي وقع بتقدير الله، وهو المراد هنا; لأن القائل يتحدث عن شيء وقع عليه، فقدر الله أي مقدوره، ولا مقدر إلا بتقدير; لأن المفعول نتيجة الفعل.
والمعنى: إن هذا الذي وقع قدر الله وليس إلي، أما الذي إلي فقد بذلت ما أراه نافعا كما أمرت، وهذا فيه التسليم التام لقضاء الله ﷿، وأن الإنسان إذا فعل ما أمر به على الوجه الشرعي; فإنه لا يلام على شيء، ويفوض الأمر إلى الله.
قوله: "وما شاء فعل": جملة مصدرة ب "ما" الشرطية، و"شاء": فعل الشرط، وجوابه: "فعل"; أي: ما شاء الله أن يفعله فعله; لأن الله لا راد لقضائه ولا معقب لحكمه، قال تعالى: ﴿وَاللَّهُ يَحْكُمُ لا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ وَهُوَ سَرِيعُ الْحِسَابِ﴾ ١ وقد سبق ذكر قاعدة، وهي أن كل
_________
١ سورة الرعد آية: ٤١.

فإن (لو) تفتح عمل الشيطان "١.

_________
فعل لله تعالى معلق بالمشيئة; فإنه مقرون بالحكمة، وليس شيء من فعله معلقا بالمشيئة المجردة، لأن الله لا يشرع ولا يفعل إلا لحكمة، وبهذا التقرير نفهم أن المشيئة يلزم منها وقوع المشاء، ولهذا كان المسلمون يقولون: ما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن.
وأما الإرادة ووقوع المراد; ففيه تفصيل:
فالإرادة الشرعية لا يلزم منها وقوع المراد، وهي التي بمعنى المحبة، قال تعالى: ﴿وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ﴾ ٢ بمعنى يحب، ولو كانت بمعنى يشاء لتاب الله على جميع الناس.
والإرادة الكونية يلزم منها وقوع المراد; كما قال الله تعالى: ﴿وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ﴾ ٣.
قوله: " فإن لو تفتح عمل الشيطان ": "لو": اسم إن قصد لفظها; أي: فإن هذا اللفظ يفتح عمل الشيطان.
وعمله: ما يلقيه في قلب الإنسان من الحسرة والندم والحزن; فإن الشيطان يحب ذلك، قال تعالى: ﴿إِنَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ﴾ ٤ حتى في المنام يريه أحلاما مخيفة ليعكر عليه صفوه ويشوش فكره، وحينئذ لا يتفرغ للعبادة على ما ينبغي، ولهذا نهى النبي ﷺ عن الصلاة حال تشوش الفكر; فقال ﷺ: " لا صلاة بحضرة طعام، ولا هو يدافعه الأخبثان "٥ فإذا رضي الإنسان بالله ربا، وقال: هذا قضاء الله وقدره، وأنه لا بد أن يقع; اطمأنت نفسه وانشرح صدره.
_________
١ أخرجه: مسلم في (القدر، باب في الأمر بالقوة وترك العجز، ٤/٢٠٥٢) ; عن أبي هريرة ﵁.
٢ سورة النساء آية: ٢٧.
٣ سورة البقرة آية: ٢٥٣.
٤ سورة المجادلة آية: ١٠.
٥ أخرجه: مسلم في (المساجد، ١/٣٩٣) .

......................................................................

_________
ويستفاد من الحديث:
١- إثبات المحبة لله ﷿ لقوله: "خير وأحب".
٢- اختلاف الناس في قوة الإيمان وضعفه; لقوله: " المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف "١.
٣- زيادة الإيمان ونقصانه؛ لأن القوة زيادة والضعف نقص، وهذا هو القول الصحيح الذي عليه عامة أهل السنة.
وقال بعض أهل السنة: يزيد ولا ينقص; لأن النقص لم يرد في القرآن، قال تعالى: ﴿وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا﴾ ٢ وقال تعالى: ﴿لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ﴾ ٣.
والراجح القول الأول; لأنه من لازم ثبوت الزيادة ثبوت النقص عن الزائد، وعلى هذا يكون القرآن دالا على ثبوت نقص الإيمان بطريق اللزوم، كما أن السنة جاءت به صريحة في قوله ﷺ: " ما رأيت من ناقصات عقل ودين أذهب للب الرجل الحازم من إحداكن "٤ يعني: النساء.
والإيمان يزيد بالكمية والكيفية; فزيادة الأعمال الظاهرة زيادة كمية، وزيادة الأعمال الباطنة كاليقين زيادة كيفية، ولهذا قال إبراهيم ﵇: ﴿رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي﴾ ٥.
والإنسان إذا أخبره ثقة بخبر، ثم جاء آخر فأخبره نفس الخبر; زاد يقينه، ولهذا قال أهل العلم: إن المتواتر يفيد العلم اليقيني، وهذا دليل
_________
١ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦،٢/٣٧٠) .
٢ سورة المدثر آية: ٣١.
٣ سورة الفتح آية: ٤.
٤ أخرجه: مسلم في (الإيمان، باب نقصان الإيمان، ١/٨٦) ; عن ابن عمر ﵁. وأخرجه: البخاري (٣٠٤)، ومسلم (٨٠) ; عن أبي سعيد الخدري ﵁.
٥ سورة البقرة آية: ٢٦٠.

......................................................................

_________
على تفاوت القلوب بالتصديق، وأما الأعمال; فظاهر، فمن صلى أربع ركعات أزيد ممن صلى ركعتين.
٤- أن المؤمن وإن ضعف إيمانه فيه خير; لقوله: " وفي كل خير ".
٥- أن الشريعة جاءت بتكميل المصالح وتحقيقها; لقوله: " احرص على ما ينفعك "١ فإذا امتثل المؤمن أمر الرسول ﷺ فهو عبادة، وإن كان ذلك النافع أمرا دنيويا.
٦- أنه لا ينبغي للعاقل أن يمضي جهده فيما لا ينفع; لقوله: "احرص على ما ينفعك"٢.
٧- أنه ينبغي للإنسان الصبر والمصابرة; لقوله: "ولا تعجزن".
٨- أن ما لا قدرة للإنسان فيه فله أن يحتج عليه بالقدر; لقوله: "ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل"٣ وأما الذي يمكنك; فليس لك أن تحتج بالقدر.
وأما محاجة آدم وموسى حيث لام موسى آدم عليهما الصلاة والسلام; وقال له: " لماذا أخرجتنا ونفسك من الجنة; فقال: أتلومني على شيء قد كتبه الله علي ";٤ فهذا احتجاج بالقدر.
فالقدرية الذين ينكرون القدر يكذبون هذا الحديث; لأن من عادة أهل البدع أن ما خالف بدعتهم، إن أمكن تكذيبه كذبوه، وإلا حرفوه، ولكن هذا الحديث ثابت في "الصحيحين" وغيرهما.
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية: إن هذا من باب الاحتجاج بالقدر
_________
١ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦، ٢/٣٧٠) .
٢ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦،٢/٣٧٠) .
٣ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦، ٢/٣٧٠) .
٤ أخرجه: البخاري في (القدر، باب تحاج آدم وموسى، ٤/٢١٢)، ومسلم في (القدر، باب حجاج آدم وموسى، ٤/٢٠٤٤) ; عن أبي هريرة ﵁.

......................................................................

_________
على المصائب لا على المعائب; فموسى لم يحتج على آدم بالمعصية التي هي سبب الخروج، بل احتج بالخروج نفسه.
معناه: أن فعلك صار سببا لخروجنا، وإلا; فإن موسى ﵊ أبعد من أن يلوم أباه على ذنب تاب منه، واجتباه ربه وهداه، وهذا ينطبق على الحديث.
وذهب ابن القيم ﵀ إلى وجه آخر في تخريج هذا الحديث، وهو أن آدم احتج بالقدر بعد أن مضى وتاب من فعله، وليس كحال الذين يحتجون على أن يبقوا في المعصية، ويستمروا عليها; فالمشركون لما قالوا: ﴿لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلا آبَاؤُنَا﴾ ١ كذبهم الله; لأنهم لا يحتجون على شيء مضى ويقولون: تبنا إلى الله; ولكن يحتجون على البقاء في الشرك.
٩- أن للشيطان تأثيرا على بني آدم; لقوله: " فإن لو تفتح عمل الشيطان "٢ وهذا لا شك فيه، ولهذا قال النبي ﷺ: "إن الشيطان يجري من ابن آدم مجرى الدم "٣.
فقال بعض أهل العلم: إن هذا يعني الوساوس التي يلقيها في القلب، فتجري في العروق.
وظاهر الحديث: أن الشيطان نفسه يجري من ابن آدم مجرى الدم، وهذا ليس ببعيد على قدرة الله ﷿، كما أن الروح تجري مجرى الدم،
_________
١ سورة الأنعام آية: ١٤٨.
٢ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦، ٢/٣٧٠) .
٣ أخرجه: البخاري في (الاعتكاف، باب زيارة المرأة زوجها في اعتكافه، ٢/٦٨)، ومسلم في (السلام، باب بيان أنه يستحب لمن رئي خاليا بامرأة، ٤/١٧١٢) ; عن صفية بنت حيي ﵂.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير الآيتين في آل عمران.

_________
وهي جسم، إذا قبضت تكفن وتحنط وتصعد بها الملائكة إلى السماء.
ومن نعمة الله أن للشيطان ما يضاده، وهي لمة الملك; فإن للشيطان في قلب ابن آدم لمة وللملك لمة، ومن وفق غلبت عنده لمة الملك لمة الشيطان، فهما دائما يتصارعان، نفس مطمئنة، ونفس أمارة بالسوء، وأما النفس اللوامة فهي وصف للنفسين جميعا.
١٠- حسن تعليم النبي ﷺ حين قرن النهي عن قول "لو" ببيان علته; لتتبين حكمة الشريعة، ويزداد المؤمن إيمانا وامتثالا.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الآيتين في آل عمران: وهما:
الأولى: ﴿الَّذِينَ قَالُوا لإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا﴾ ١.
الثانية: ﴿يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا﴾ ٢ أي: ما أخرجنا وما قتلنا، ولكن الله تعالى أبطل ذلك بقوله: ﴿قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ﴾ ٣ والآية الأخرى: ﴿لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا﴾ ٤ فأبطل الله دعواهم هذه بقوله: ﴿فَادْرَأُوا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ﴾ ٥ أي: إن كنتم صادقين في البقاء وأن عدم الخروج مانع من القتل; فادرءوا عن أنفسكم الموت، فإنهم لن يسلموا من الموت، بل لا بد أن يموتوا، ولكن لو أطاعوهم وتركوا الجهاد; لكانوا على ضلال مبين.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٦٨.
٢ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٣ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٤ سورة آل عمران آية: ١٦٨.
٥ سورة آل عمران آية: ١٦٨.

الثانية: النهي الصريح عن قول (لو) إذا أصابك شيء

الثالثة: تعليل المسألة بأن ذلك يفتح عمل الشيطان.

الرابعة: الإرشاد إلى الكلام الحسن.

الخامسة: الأمر بالحرص على ما ينفع مع الاستعانة بالله.

السادسة: النهي عن ضد ذلك، وهو العجز.

_________
الثانية: النهي الصريح عن قول "لو" إذا أصابك شيء: لقول الرسول ﷺ " فإن أصابك شيء; فلا تقل: لو أني فعلت كذا لكان كذا" ١.
الثالثة: تعليل المسألة بأن ذلك يفتح عمل الشيطان: فالنهي عن قول "لو" علتها أنها تفتح عمل الشيطان وهو الوسوسة، فيتحسر الإنسان بذلك ويندم ويحزن.
الرابعة: الإرشاد إلى الكلام الحسن: يعني قوله: "ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل"٢.
الخامسة: الأمر بالحرص على ما ينفع مع الاستعانة بالله: لقوله ﷺ "احرص على ما ينفعك واستعن بالله"٣.
السادسة: النهي عن ضد ذلك، وهو العجز: لقوله: "ولا تعجزن"، فإن قال قائل: العجز ليس باختيار الإنسان، فالإنسان قد يصاب بمرض فيعجز; فكيف نهى النبي ﷺ عن أمر لا قدرة للإنسان عليه؟
أجيب: بأن المقصود بالعجز هنا التهاون والكسل عن فعل الشيء; لأنه هو الذي في مقدور الإنسان.
_________
١ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) .
٢ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦، ٢/٣٧٠) .
٣ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩) والزهد (٤١٦٨)، وأحمد (٢/٣٦٦، ٢/٣٧٠) .

باب النهي عن سب الريح

باب: النهي عن سب الريح

.......................................................................

_________
المؤلف ﵀ أطلق النهي ولم يفصح: هل المراد به التحريم أو الكراهة، وسيتبين إن شاء الله من الحديث.
قوله: "الريح": الهواء الذي يصرفه الله ﷿، وجمعه رياح.
وأصولها أربعة: الشمال، والجنوب، والشرق، والغرب، وما بينهما يسمى النكباء; لأنها ناكبة عن الاستقامة في الشمال أو الجنوب أو الشرق أو الغرب. وتصريفها من آيات الله ﷿ فأحيانا تكون شديدة تقلع الأشجار، وتهدم البيوت، وتدفن الزروع، ويحصل معها فيضانات عظيمة، وأحيانا تكون هادئة، وأحيانا تكون باردة، وأحيانا حارة، وأحيانا عالية، وأحيانا نازلة; كل هذا بقضاء الله وقدره.
ولو أن الخلق اجتمعوا كلهم على أن يصرفوا الريح عن جهتها التي جعلها الله عليها ما استطاعوا إلى ذلك سبيلا، ولو اجتمعت جميع المكائن العالمية النفاثة لتوجد هذه الريح الشديدة ما استطاعت إلى ذلك سبيلا، ولكن الله ﷿ بقدرته يصرفها كيف يشاء وعلى ما يريد; فهل يحق للمسلم أن يسب هذه الريح؟
الجواب: لا; لأن هذه الريح مسخرة مدبرة، وكما أن الشمس أحيانا تضر بإحراقها بعض الأشجار، ومع ذلك لا يجوز لأحد أن يسبها; فكذلك الريح، ولهذا قال: "لا تسبوا الريح".

عن أبي بن كعب ﵁ أن رسول الله ﷺ قال: " لا تسبوا الريح; فإذا رأيتم ما تكرهون; فقولوا: اللهم إنا نسألك من خير هذه الريح، وخير ما فيها، وخير ما أمرت به، ونعوذ بك من شر هذه الريح..................

_________
قوله: " لا تسبوا الريح ": "لا": ناهية، والفعل مجزوم بحذف النون، والواو فاعل، والريح مفعول به. والسب: الشتم، والعيب، والقدح، واللعن، وما أشبه ذلك، وإنما نهى عن سبها; لأن سب المخلوق سب لخالقه، فلو وجدت قصرا مبنيا وفيه عيب، فسببته; فهذا السب ينصب على من بناه، وكذلك سب الريح; لأنها مدبرة مسخرة على ما تقتضيه حكمة الله ﷿. ولكن إذا كانت الريح مزعجة; فقد أرشد النبي ﷺ إلى ما يقال حينئذ في قوله ﷺ: " ولكن قولوا: اللهم إنا نسألك ... إلخ".
قوله: " من خير هذه الريح ": الريح نفسها فيها خير وشر; فقد تكون عاصفة تقلع الأشجار، وتهدم الديار، وتفيض البحار والأنهار، وقد تكون هادئة تبرد الجو وتكسب النشاط.
قوله: " وخير ما فيها ": أي: ما تحمله; لأنها قد تحمل خيرا; كتلقيح الثمار، وقد تحمل رائحة طيبة الشم، وقد تحمل شرا; كإزالة لقاح الثمار، وأمراض تضر الإنسان والبهائم.
قوله: " وخير ما أمرت به ": مثل إثارة السحاب، وسوقه إلى حيث شاء الله.
قوله: "ونعوذ بك": أي: نعتصم ونلجأ.
قوله: " من شر هذه الريح ": أي: شرها بنفسها; كقلع الأشجار، ودفن الزروع، وهدم البيوت.

وشر ما فيها، وشر ما أمرت به " صححه الترمذي١.

فيه مسائل:

الأولى: النهي عن سب الريح.

_________
قوله: " وشر ما فيها ": أي: ما تحمله من الأشياء الضارة، كالأنتان، والقاذورات، والأوبئة، وغيرها.
قوله: " وشر ما أمرت به ": كالإهلاك والتدمير، قال تعالى في ريح عاد: ﴿تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا﴾ ٢ وتيبيس الأرض من الأمطار، ودفن الزروع، وطمس الآثار والطرق; فقد تؤمر بشر لحكمة بالغة قد نعجز عن إدراكها.
وقوله: " ما أمرت ب هـ": هذا الأمر حقيقي; أي: يأمرها الله أن تهب ويأمرها أن تتوقف، وكل شيء من المخلوقات فيه إدراك بالنسبة إلى أمر الله، قال الله تعالى للأرض والسماء: ﴿ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ﴾ ٣ "وقال للقلم: اكتب قال: ربي وماذا أكتب؟ قال: اكتب ما هو كائن إلى قيام الساعة "٤.
فيه مسائل:
الأولى: النهي عن سب الريح: وهذا النهي للتحريم; لأن سبها سب لمن خلقها وأرسلها.
_________
١ أخرجه: أحمد (٥/١٢٣)، والترمذي في (الفتن، باب ما جاء في النهي عن سب الريح، ٧/٣٣) - وقال: "حسن صحيح" -، والنسائي في "عمل اليوم والليلة" (٩٣٣، ٩٣٤)، وابن السني في "عمل اليوم والليلة" (٢٩٩)، والطحاوي في "المشكل" (١/٣٩٨) . وأخرجه: النسائي (٩٣٥، ٩٣٦، ٩٣٧)، والخرائطي في (مكارم الأخلاق" (ص ٨٣)، والطحاوي في "المشكل" (١/٣٩٨) ; عن أبي بن كعب موقوفا. والحديث له شاهد مرفوع عن أبي هريرة وعائشة ﵄.
٢ سورة الأحقاف آية: ٢٥.
٣ سورة فصلت آية: ١١.
٤ سيأتي تخريجه (ص ٤٢٢) .

الثانية: الإرشاد إلى الكلام النافع إذا رأى الإنسان ما يكره.

الثالثة: الإرشاد إلى أنها مأمورة.

الرابعة: أنها قد تؤمر بخير وقد تؤمر بشر.

_________
الثانية: الإرشاد إلى الكلام النافع إذا رأى الإنسان ما يكره: أي: منها، وهو أن يقول: " اللهم إني أسألك من خيرها ... " الحديث، مع فعل الأسباب الحسية أيضا; كالاتقاء من شرها بالجدران أو الجبال ونحوها.
الثالثة: الإرشاد إلى أنها مأمورة: لقوله: " ما أمرت به ".
الرابعة: أنها قد تؤمر بخير وقد تؤمر بشر: لقوله: " خير ما أمرت به، وشر ما أمرت به ".
والحاصل: أنه يجب على الإنسان أن لا يعترض على قضاء الله وقدره، وأن لا يسبه، وأن يكون مستسلما لأمره الكوني كما يجب أن يكون مستسلما لأمره الشرعي; لأن هذه المخلوقات لا تملك أن تفعل شيئا إلا بأمر الله ﷾.

باب قول الله تعالى: ﴿يظنون بالله غير الحق ظن الجاهلية يقولون هل لنا من الأمر من شيء قل إن الأمر كله لله﴾

باب: قول الله تعالى:

﴿يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ﴾ ١ الآية.

_________
ذكر المؤلف في هذا الباب آيتين:
الأولى: قوله تعالى: "يظنون": الضمير يعود على المنافقين، والأصل في الظن: أنه الاحتمال الراجح، وقد يطلق على اليقين; كما في قوله تعالى: ﴿الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو رَبِّهِمْ﴾ ٢ أي: يتيقنون، وضد الراجح المرجوح، ويسمى وهما.
قوله: ﴿ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ﴾ عطف بيان لقوله: ﴿غَيْرَ الْحَقِّ﴾ .
و(الجاهلية): الحال الجاهلية، والمعنى: يظنون بالله ظن الملة الجاهلية التي لا يعرف الظان فيها قدر الله وعظمته، فهو ظن باطل مبني على الجهل. والظن بالله ﷿ على نوعين
الأول: أن يظن بالله خيرا.
الثاني: أن يظن بالله شرا.
والأول له متعلقان:
١- متعلق بالنسبة لما يفعله في هذا الكون; فهذا يجب عليك أن تحسن الظن بالله ﷿ فيما يفعله ﷾ في هذا الكون، وأن تعتقد أن ما فعله إنما هو لحكمة بالغة، قد تصل العقول إليها
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٢ سورة البقرة آية: ٤٦.

......................................................................

_________
وقد لا تصل، وبهذا تتبين عظمة الله وحكمته في تقديره; فلا يظن أن الله إذا فعل شيئا في الكون فعله لإرادة سيئة، حتى الحوادث والنكبات لم يحدثها الله لإرادة السوء المتعلق بفعله، أما المتعلق بغيره بأن يحدث ما يريد به أن يسوء هذا الغير; فهذا واقع; كما قال تعالى: ﴿قُلْ مَنْ ذَا الَّذِي يَعْصِمُكُمْ مِنَ اللَّهِ إِنْ أَرَادَ بِكُمْ سُوءًا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً﴾ ١.
٢- متعلق بالنسبة لما يفعله بك; فهذا يجب أن تظن بالله أحسن الظن، لكن بشرط أن يوجد لديك السبب الذي يوجب الظن الحسن، وهو أن تعبد الله على مقتضى شريعته مع الإخلاص، فإذا فعلت ذلك; فعليك أن تظن أن الله يقبل منك، ولا تسيء الظن بالله بأن تعتقد أنه لن يقبل منك، وكذلك إذا تاب الإنسان من الذنب; فيحسن الظن بالله أنه يقبل منه، ولا يسيء الظن بالله بأن يعتقد أنه لا يقبل منه. وأما إن كان الإنسان مفرطا في الواجبات فاعلا للمحرمات، وظن بالله ظنا حسنا; فهذا هو ظن المتهاون المتهالك في الأماني الباطلة، بل هو من سوء الظن بالله; إذ إن حكمة الله تأبى مثل ذلك.
النوع الثاني: وهو أن يظن بالله سوء، مثل أن يظن في فعله سفها أو ظلما أو نحو ذلك; فإنه من أعظم المحرمات وأقبح الذنوب، كما ظن هؤلاء المنافقون وغيرهم ممن يظن بالله غير الحق.
قوله: ﴿هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ﴾ ٢ مرادهم بذلك أمران:
الأول: رفع اللوم عن أنفسهم.
الثاني: الاعتراض على القدر.
وقوله: (لنا): خبر مقدم.
_________
١ سورة الأحزاب آية: ١٧.
٢ سورة آل عمران آية: ١٥٤.

......................................................................

_________
قوله: "من شيء": مبتدأ مؤخر مرفوع بالضمة المقدرة على آخره منع من ظهورها اشتغال المحل بحركة حرف الجر الزائد.
قوله: ﴿إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ﴾ ١ أي: فإذا كان كذلك; فلا وجه لاحتجاجكم على قضاء الله وقدره، فالله ﷿ يفعل ما يشاء من النصر والخذلان.
وقوله: "إن الأمر" واحد الأمور لا واحد الأوامر; أي: الشأن كل الشأن الذي يتعلق بأفعال الله وأفعال المخلوقين كله لله -سبحانه-; فهو الذي يقدر الذل والعز والخير والشر، لكن الشر في مفعولاته لا في فعله.
قوله: ﴿يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لا يُبْدُونَ لَكَ﴾ ٢ أي: ما لا يظهرون لك، فمن شأن المنافقين عدم الصراحة والصدق; فيخفي في نفسه ما لا يبديه لغيره; لأنه يرى من جبنه وخوفه أنه لو أخبر بالحق لكان فيه هلاكه، فهو يخفي الكفر والفسوق والعصيان.
قوله: ﴿مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا﴾ ٣ أي: في أحد، والمراد بمن "قتل": من استشهد من المسلمين في أحد; لأن عبد الله بن أبي رجع بنحو ثلث الجيش في غزوة أحد، وقال: إن محمدا يعصيني ويطيع الصغار والشبان.
قوله: ﴿قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ﴾ ٤ هذا رد لقولهم: لو كان لنا من الأمر شيء ما قتلنا هاهنا.
وهذا الاحتجاج لا حقيقة له; لأنه إذا كتب القتل على أحد; لم ينفعه تحصنه في بيته، بل لا بد أن يخرج إلى مكان موته.
والكتابة قسمان:
١- كتابة شرعية، وهذا لا يلزم منها وقوع المكتوب، مثل قوله تعالى: ﴿إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا﴾ ٥ وقوله: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ﴾ ٦.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٢ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٣ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٤ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٥ سورة النساء آية: ١٠٣.
٦ سورة البقرة آية: ١٨٣.

......................................................................

_________
٢- كتابة كونية، وهذه يلزم منها وقوع المكتوب كما في هذه الآية، ومثل قوله تعالى: ﴿وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ﴾ ١ وقوله: ﴿كَتَبَ اللَّهُ لأَغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي﴾ ٢.
قوله: ﴿وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ﴾ ٣ أي: يختبر ما في صدوركم من الإيمان بقضاء الله وقدره والإيمان بحكمته، فيختبر ما في قلب العبد بما يقدره عليه من الأمور المكروهة; حتى يتبين من استسلم لقضاء الله وقدره وحكمته ممن لم يكن كذلك.
قوله: ﴿وليمحص ما في قلوبكم﴾ ٤ أي: إذا حصل الابتلاء فقوبل بالصبر; صار في ذلك تمحيص لما في القلب; أي: تطهير له وإزالة لما يكون قد علق به من بعض الأمور التي لا تنبغي.
وقد حصل الابتلاء والتمحيص في غزوة أحد بدليل أن الصحابة لما ندبهم الرسول ﷺ حين قيل له: ﴿إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ﴾ ٥ خرجوا إلى حمراء الأسد ولم يجدوا غزوا فرجعوا، ﴿فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ﴾ ٦٧.
_________
١ سورة الأنبياء آية: ١٠٥.
٢ سورة المجادلة آية: ٢١.
٣ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٤ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٥ سورة آل عمران آية: ١٧٣.
٦ سورة آل عمران آية: ١٧٤.
٧ حديث عائشة ﵂: الذين استجابوا لله والرسول من بعد ما أصابهم القرح للذين أحسنوا منهم واتقوا أجر عظيم قالت لعروة: "يا ابن أختي! كان أبواك منهم، الزبير وأبو بكر، لما أصاب رسول الله ﷺ ما أصاب يوم أحد، وانصرف عنه المشركون خاف أن يرجعوا، قال: من يذهب في أثرهم؟ فانتدب منهم سبعون رجلا. قال: كان فيهم أبو بكر والزبير". أخرجه: البخاري في (المغازي، باب الذين استجابوا لله والرسول، ٣/١١٠) . ولم يخرجه البخاري في التفسير في هذا الباب المشار إليه، بل ساقه ابن حجر في "الفتح" لكون البخاري لم يسق حديثا في الباب كله، وأشار ابن حجر إلى أن الحديث تقدم في (المغازي- الفتح، ٨/٧٦، ط الريان)، ومسلم في (فضائل الصحابة، باب من فضائل طلحة والزبير، ٤/١٨٨٠) . وأما خروجهم إلى حمراء الأسد; فقد أخرجه النسائي، وابن أبي حاتم، والطبراني; عن ابن عباس كما في "الدر المنثور" (٢/١٠١) . وقال السيوطي: "بسند صحيح".

وقوله: ﴿الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ﴾ ١ الآية.

_________
قوله: ﴿وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ﴾ ٢ جملة خبرية فيها إثبات أن الله عليم بذات الصدور; أي: بصاحبة الصدور، والمراد بها القلوب; كما قال تعالى: ﴿فَإِنَّهَا لا تَعْمَى الأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ﴾ ٣ فالله لا يخفى عليه شيء، فيعلم ما في قلب العبد، وما ليس في قلبه متى يكون وكيف يكون.
الآية الثانية: قوله تعالى: (الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ) المراد بهم: المنافقون والمشركون، قال تعالى: ﴿وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ﴾ ٤ أي: ظن العيب، وهو كقوله فيما سبق: ﴿ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ﴾ ومنه ما نقله المؤلف عن ابن القيم رحمهما الله: أنهم يظنون أن أمر الرسول ﷺ سيضمحل، وأنه لا يمكن أن يعود، وما أشبه ذلك.
قوله: ﴿عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ﴾ ٥ أي: أن السوء محيط بهم جميعا من كل جانب، كما تحيط الدائرة بما في جوفها، وكذلك تدور عليهم دوائر السوء، فهم وإن ظنوا أنه تعالى تخلى عن رسوله وأن أمره سيضمحل; فإن الواقع خلاف ظنهم، ودائرة السوء راجعة عليهم.
قوله: ﴿وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ﴾ ٦ الغضب من صفات الله الفعلية التي
_________
١ سورة الفتح آية: ٦.
٢ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٣ سورة الحج آية: ٤٦.
٤ سورة الفتح آية: ٦.
٥ سورة الفتح آية: ٦.
٦ سورة الفتح آية: ٦.

......................................................................

_________
تتعلق بمشيئته ويترتب عليه الانتقام، وأهل التعطيل قالوا: إن الله لا يغضب حقيقة: فمنهم من قال: المراد بغضبه الانتقام. ومنهم من قال: المراد إرادة الانتقام. قالوا: لأن الغضب غليان دم القلب لطلب الانتقام، ولهذا قال النبي ﷺ " إنه جمرة يلقيها الشيطان في قلب ابن آدم "١.
فيجاب عن ذلك: بأن هذا هو غضب الإنسان، ولا يلزم من التوافق في اللفظ التوافق في المثلية والكيفية، قال تعالى: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ﴾ ٢ ويدل على أن الغضب ليس هو الانتقام قوله تعالى: ﴿فَلَمَّا آسَفُونَا انْتَقَمْنَا مِنْهُمْ﴾ ٣.
ف "آسفونا": بمعنى أغضبونا ﴿انْتَقَمْنَا مِنْهُمْ﴾ فجعل الانتقام مرتبا على الغضب، فدل على أنه غيره.
وقوله: "ولعنهم": اللعن: الطرد والإبعاد عن رحمة الله.
قوله: ﴿وَأَعَدَّ لَهُمْ جَهَنَّمَ﴾ ٤ أي: هيأها لهم وجعلها سكنا لهم ومستقرا.
قوله: ﴿وَسَاءَتْ مَصِيرًا﴾ ٥ أي: مرجعا يصار إليه.
و"مصيرا": تمييز، والفاعل مستتر; أي: ساءت النار مصيرا يصيرون إليه.
_________
١ أخرجه: الإمام أحمد (٣/١٩، ٦١)، والترمذي في (الفتن، باب ما جاء مما أخبر به النبي ﷺ أصحابه بما هو كائن إلى يوم القيامة، ٦/٣٥١)، وقال: "حسن صحيح".
٢ سورة الشورى آية: ١١.
٣ سورة الزخرف آية: ٥٥.
٤ سورة الفتح آية: ٦.
٥ سورة الفتح آية: ٦.

قال ابن القيم في الآية الأولى: " فسر هذا الظن بأنه سبحانه لا ينصر رسوله، وأن أمره سيضمحل، وفسر بأن ما أصابه لم يكن بقدر الله وحكمته.

_________
قوله: "قال ابن القيم": هو محمد ابن قيم الجوزية، أحد تلاميذ شيخ الإسلام ابن تيمية الكبار الملازمين له رحمهما الله، وقد ذكره في "زاد المعاد" عقيب غزوة أحد تحت بحث الحكم والغايات المحمودة التي كانت فيها.
قوله: "في الآية الأولى": يعني قوله: ﴿يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ﴾ ١ فسر بأن الله لا ينصر رسوله، وأن أمره سيضمحل; أي: يزول، وفسر بأن ما أصابه لم يكن بقدر الله وحكمته، يؤخذ هذا التفسير من قولهم: ﴿لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا﴾ ٢ ففسر بإنكار الحكمة، وإنكار القدر، وإنكار أن يتم أمر رسوله ﷺ وأن يظهره الله على الدين كله. ففسر بما يكون طعنا في الربوبية وطعنا في الأسماء والصفات; فالطعن في القدر طعن في ربوبية الله ﷿؛ لأن من تمام ربوبيته ﷿ أن نؤمن بأن كل ما جرى في الكون فإنه بقضاء الله وقدره، والطعن في الأسماء والصفات تضمنه الطعن في أفعاله وحكمته، حيث ظننا أن الله تعالى لا ينصر رسوله، وسوف يضمحل أمره; لأنه إذا ظن الإنسان هذا الظن بالله، فمعنى ذلك أن إرسال الرسول ﵊ عبث وسفه، فما الفائدة من أن يرسل رسول ويؤمر بالقتال وإتلاف الأموال والأنفس، ثم تكون النتيجة أن يضمحل أمره وينسى؟ فهذا بعيد. ولا سيما رسول الله ﷺ الذي هو خاتم النبيين; فإن الله تعالى قد أذن بأن شريعته سوف تبقى إلى يوم القيامة.
قال ابن القيم ﵀: "وهذا هو ظن السوء الذي ظنه المنافقون
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٢ سورة آل عمران آية: ١٥٤.

ففسر بإنكار الحكمة وإنكار القدر وإنكار أن يتم أمر رسوله ﷺ وأن يظهره على الدين كله، وهذا هو ظن السوء الذي ظنه المنافقون والمشركون في سورة الفتح.

_________
والمشركون في سورة الفتح". وخلاصة ما ذكر ابن القيم في تفسير ظن السوء ثلاثة أمور:
الأول: أن يظن أن الله يديل الباطل على الحق إدالة مستقرة يضمحل معها الحق; فهذا هو ظن المشركين والمنافقين في سورة الفتح، قال تعالى: ﴿بَلْ ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَنْقَلِبَ الرَّسُولُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَى أَهْلِيهِمْ أَبَدًا﴾ ١.
الثاني: أن ينكر أن يكون ما جرى بقضاء الله وقدره; لأنه يتضمن أن يكون في ملكه سبحانه ما لا يريد، مع أن كل ما يكون في ملكه فهو بإرادته.
الثالث: أن ينكر أن يكون قدره لحكمة بالغة يستحق عليه الحمد; لأن هذا يتضمن أن تكون تقديراته لعبا وسفها، ونحن نعلم علم اليقين أن الله لا يقدر شيئا أو يشرعه إلا لحكمة، قد تكون معلومة لنا وقد تقصر عقولنا عن إدراكها، ولهذا يختلف الناس في علل الأحكام الشرعية اختلافا كبيرا بحسب ما عندهم من معرفة حكمة الله ﷾.
ورأي الجهمية والجبرية أن الله يقدر الأشياء لمجرد المشيئة لا لحكمة، قالوا: لأنه لا يسأل عما يفعل، وهذا من أعظم سوء الظن بالله; لأن المخلوق إذا تصرف لغير حكمة سمي سفيها; فما بالك بالخالق الحكيم؟!
قال تعالى: ﴿وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا بَاطِلًا ذَلِكَ ظَنُّ الَّذِينَ كَفَرُوا﴾ ٢ فالظن بأنها خلقت باطلا لا لحكمة عظيمة ظن الذين كفروا، وقال تعالى: ﴿وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لاعِبِينَ﴾ ٣
_________
١ سورة الفتح آية: ١٢.
٢ سورة ص آية: ٢٧.
٣ سورة الدخان آية: ٣٨.

وإنما كان هذا ظن السوء; لأنه ظن غير ما يليق به سبحانه وما يليق بحكمته وحمده ووعده الصادق.

فمن ظن أنه يديل الباطل على الحق إدالة مستقرة يضمحل معها الحق، أو أنكر أن يكون ما جرى بقضائه وقدره، أو أنكر أن يكون قدره لحكمة بالغة يستحق عليها الحمد، بل زعم أن ذلك لمشيئة مجردة; فذلك ظن الذين كفروا، فويل للذين كفروا من النار.

_________
خلقناهما إلا بالحق﴾ ١ الذي هو ضد الباطل، وهؤلاء قالوا: إن الله تعالى خلقهما باطلا لغير حكمة، قال الله: ﴿ذالك ظن الذين كفروا﴾ ٢ أي: الذين يظنون أن الله خلقهما باطلا وعبثا سفها ولعبا.
والمعتزلة على العكس من ذلك، يقولون: لا يقدر إلا لحكمة، ويفرضون على الله ما يشاءون، وقد ذكر صاحب "مختصر التحرير الفتوحي" ﵀: أن في المسألة قولين في المذهب. ولكن الصواب بلا ريب أنه لا يفعل شيئا ولا يقدره على عبده ولا يشرع شيئا إلا لحكمة بالغة يستحق عليها الحمد والشكر.
قوله: ﴿فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ كَفَرُوا مِنَ النَّارِ﴾ ٣ "ويل": مبتدأ، وساغ الابتداء بالنكرة: للتعظيم، وخبر المبتدأ: "للذين كفروا"، والجار والمجرور "من النار" بيان لويل، وفي هذا دليل على أن كلمة "ويل" كلمة وعيد وليست كما قيل: واد في جهنم، ولهذا نقول: ويل لك من البرد، ويل لك من فلان، ويقول المتوجع: ويلاه، وإن كان قد يوجد واد في جهنم اسمه ويل، لكن ويل في مثل هذه الآية كلمة وعيد.
_________
١ سورة الدخان آية: ٣٨ - ٣٩.
٢ سورة ص آية: ٢٧.
٣ سورة ص آية: ٢٧.

وأكثر الناس يظنون بالله ظن السوء فيما يختص بهم، وفيما يفعله بغيرهم، ولا يسلم من ذلك إلا من عرف الله وأسماءه وصفاته وموجب حكمته وحمده.

_________
قوله: "وأكثر الناس": أي: من بني آدم لا من المؤمنين.
وقوله ﴿فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ﴾ ١ أي: العيب فيما يختص بهم، كما إذا دعوا الله على الوجه المشروع يظنون أن الله لا يجيبهم، أو إذا تعبدوا الله بمقتضى شريعته يظنون أن الله لا يقبل منهم، وهذا ظن السوء فيما يختص بهم.
قوله: "فيما يفعله بغيرهم": كما إذا رأوا أن الكفار انتصروا على المسلمين بمعركة من المعارك ظنوا أن الله يديل هؤلاء الكفار على المسلمين دائما; فالواجب على المسلم أن يحسن الظن بالله مع وجود الأسباب التي تقتضي ذلك.
قوله: "ولا يسلم من ذلك": أي: من الظن السوء.
قوله: "إلا من عرف الله وأسماءه وصفاته وموجب حكمته وحمده": صدق ﵀، لا يسلم من ظن السوء إلا من عرف الله ﷿ وما له من الحكم والأسرار فيما يقدره ويشرعه، وكذلك عرف أسماءه وصفاته معرفة حقة لا معرفة تحريف وتأويل.
ولهذا حُجب المحرِّفون والمؤوّلون عن معرفة أسماء الله وصفاته; فتجد قلوبهم مظلمة غالبا، تحاول أن تورد الإشكالات والتشكيك والجدل، أما من أبقى أسماء الله وصفاته على ما دلت عليه، وسلك في ذلك مذهب السلف، فإن قلبه لا يرد عليه مثل هذه الاعتراضات التي ترد على قلوب أولئك المحرفين; لأن المحرفين إنما أتوا من جهة ظنهم بالله ظن السوء، حيث ظنوا أن الكتاب والسنة دل ظاهرهما على التمثيل والتشبيه، فأخذوا يحرفون الكلم عن مواضعه وينكرون ما أثبت الله لنفسه،
_________
١ سورة الفتح آية: ٦.

......................................................................

_________
ولهذا قال شيخ الإسلام ابن تيمية: إن كل معطل ممثل، وكل ممثل معطل.
أما كون كل معطل ممثلا، فلأنه إنما عطل لكونه ظن أن دلالة الكتاب والسنة تقتضي التمثيل، فلما ظن هذا الظن السيئ بنصوص الكتاب والسنة أخذ يحرفها ويصرفها عن ظاهرها; فمثل أولا، وعطل ثانيا، ثم إنه إذا عطل صفات الله تعالى خوفا من تشبيهه بالموجود; فقد شبهه بالمعدوم، وأما كون كل ممثل معطلا; فلأن الممثل عطل الله تعالى من كماله الواجب حيث مثله بالمخلوق الناقص، وعطل كل نص يدل على نفي مماثلة الخالق للمخلوق.
وعلى هذا; فالذي عرف أسماء الله وصفاته معرفة على ما جرى عليه سلف هذه الأمة وأئمتها، وعرف موجب حكمة الله; أي: مقتضى حكمة الله; لا يمكن أن يظن بالله ظن السوء.
وقوله: "موجب": موجب; بالفتح: هو المسبب الناتج عن السبب بمعنى المقتضى، وبالكسر: السبب الذي يقتضي الشيء بمعنى المقتضي، والمراد هنا الأول. فالذي يعرف موجب حكمة الله وما تقتضيه الحكمة; فإنه لا يمكن أن يظن بالله ظن السوء أبدا، ولاحظ الحكمة التي حصلت للمسلمين في هزيمتهم في حنين، وفي هزيمتهم في أحد; فإن في ذلك حكما عظيمة ذكرها الله في سورة آل عمران والتوبة; فهذه الحكم إذا عرفها الإنسان لا يمكن أن يظن بالله ظن السوء، وأنه أراد أن يخذل رسوله وحزبه، بل كل ما يجريه الله في الكون; كمنع الإنبات والفقر; فهو لحكمة بالغة قد لا نعلمها، ولا يمكن أن يظن أن الله بخل على عباده; لأنه ﷿ أكرم الأكرمين، وعلى هذا فقس.

فليعتن اللبيب الناصح لنفسه بهذا، وليتب إلى الله، وليستغفره من ظنه بربه ظن السوء.

ولو فتشت من فتشت; لرأيت عنده تعنتا على القدر وملامة له، وأنه كان ينبغي أن يكون كذا وكذا، فمستقل ومستكثر، وفتش نفسك; هل أنت سالم؟

_________
قوله: "اللبيب": على وزن فعيل، ومعناه: ذو اللب، وهو العقل.
قوله: "بهذا": المشار إليه هو الظن بالله ﷿؛ ليعتني بهذا حتى يظن بالله ظن الحق، لا ظن السوء وظن الجاهلية.
قوله: "وليتب إلى الله": أي: يرجع إليه; لأن التوبة الرجوع من المعصية إلى الطاعة.
قوله: "وليستغفره": أي: يطلب منه المغفرة، واللام في قوله: "فليتب" وقوله: "وليستغفره" للأمر.
قوله: "تعنتا على القدر وملامة له": أي: إذا قدر الله شيئا لا يلائمه تجده يقول: ينبغي أن ننتصر، ينبغي أن يأتي المطر، ينبغي أن لا نصاب بالجوائح، وأن يوسع لنا في هذا الرزق وهكذا.
قوله: "فمستقل ومستكثر": "مستقل": مبتدأ، خبره محذوف. و"مستكثر": مبتدأ خبره محذوف، والتقدير: فمن الناس مستقل، ومنهم مستكثر، ونظير ذلك قوله تعالى: ﴿فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ﴾ ١ ف"سعيد" مبتدأ خبره محذوف تقديره: ومنهم سعيد، ولا يقال بأن "سعيد" معطوف على شقي; لكونه يلزم أن يكون الوصفان لموصوف واحد.
قوله: "وفتش نفسك: هل أنت سالم": وهذا ينبغي أن يكون في
_________
١ سورة هود آية: ١٠٥.

فإن تنج منها تنج من ذي عظيمة ... وإلا فإني لا إخالك ناجيا

فيه مسائل:

الأولى: تفسير آية آل عمران.

الثانية: تفسير آية الفتح.

الثالثة: الإخبار بأن ذلك أنواع لا تحصر.

_________
جميع المسائل مما أوجبه الله، فتش عن نفسك: هل أنت سالم من التقصير فيه؟ ومما حرمه الله عليك: هل أنت سالم من الوقوع فيه؟
قوله: "فإن تنج منها تنج من ذي عظيمة": "تنج" الأول فعل الشرط مجزوم بحذف الواو، "تنج" الثانية جوابه مجزوم بحذف الواو.
وقوله: "من ذي عظيمة": أي: من ذي بلية عظيمة.
قوله: "وإلا; فإني لا إخالك ناجيا": التقدير; أي: وإلا تنج من هذه البلية; فإني لا أخالك ناجيا. ومعنى أخالك: أظنك، وهي تنصب مفعولين: الأول هنا الكاف، والثاني ناجيا.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية آل عمران: وهي قوله تعالى: ﴿يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ﴾ ١ وقد سبق، والضمير فيها للمنافقين.
الثانية: تفسير آية الفتح: وهي قوله تعالى: ﴿الظَّانِّينَ بِاللَّهِ ظَنَّ السَّوْءِ﴾ ٢ وقد سبق، والضمير فيها للمنافقين.
الثالثة: الإخبار بأن ذلك أنواع لا تحصر: أي: ظن السوء،
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٤.
٢ سورة الفتح آية: ٦.

الرابعة: أنه لا يسلم من ذلك إلا من عرف الأسماء والصفات وعرف نفسه.

_________
والذي أخبر بذلك ابن القيم ﵀، وضابط هذه الأنواع أن يظن بالله ما لا يليق به.
الرابعة: أنه لا يسلم من ذلك إلا من عرف الأسماء والصفات وعرف نفسه: أي: لا يسلم من ظن السوء بالله إلا من عرف الله وأسماءه وصفاته وموجب حكمته وحمده وعرف نفسه ففتش عنها، والحقيقة أن الإنسان هو محل النقص والسوء، وأما الرب; فهو محل الكمال المطلق الذي لا يعتريه نقص بوجه من الوجوه.
ولا تظن بربك ظن سوء ... فإن الله أولى بالجميل
مناسبة الباب للتوحيد
إن ظن السوء ينافي كمال التوحيد، وينافي الإيمان بالأسماء والصفات; لأن الله قال في الأسماء: ﴿وَلِلَّهِ ﴿الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا﴾ ١ فإذا ظن بالله ظن السوء; لم تكن الأسماء حسنى، وقال في الصفات: ﴿وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الأَعْلَى﴾ ٢ وإذا ظن بالله ظن السوء، لم يكن له المثل الأعلى.
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٠.
٢ سورة النحل آية: ٦٠.

باب ما جاء في منكري القدر

باب: ما جاء في منكري القدر

.......................................................................

_________
قوله: "منكري": أصله منكرين -جمع مذكر سالم-; فحذفت النون للإضافة كما يحذف التنوين أيضا، قال الشاعر:
فأين تراني لا تحل جواري
كأني تنوين وأنت إضافة
وقيل: (مكاني) بدل (جواري) .
قوله: "القدر": هو تقدير الله ﷿ للكائنات، وهو سر مكتوم لا يعلمه إلا الله أو من شاء من خلقه.
قال بعض أهل العلم: القدر سر الله ﷿ في خلقه، ولا نعلمه إلا بعد وقوعه، سواء كان خيرا أو شرا. والقدر يطلق على معنيين:
الأول: التقدير; أي: إرادة الله ﷿ الشيء.
الثاني: المقدر; أي: ما قدره الله ﷿.
والتقدير يكون مصاحبا للفعل وسابقا له ; فالمصاحب للفعل هو الذي يكون به الفعل، والسابق هو الذي قدره الله ﷿ في الأزل.
مثال ذلك: خلق الجنين في بطن الأم، فيه تقدير سابق علمي قبل خلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة، وفيه تقدير مقارن للخلق والتكوين، وهذا الذي يكون به الفعل; أي; تقدير الله لهذا الشيء عند خلقه.

......................................................................

_________
والإيمان بالقدر يتعلق بتوحيد الربوبية خصوصا وله تعلق بتوحيد الأسماء والصفات; لأنه من صفات الكمال لله ﷿. والناس في القدر ثلاث طوائف:
الأولى: الجبرية الجهمية، أثبتوا قدر الله تعالى وغلوا في إثباته حتى سلبوا العبد اختياره وقدرته، وقالوا: ليس للعبد اختيار ولا قدرة في ما يفعله أو يتركه; فأكله وشربه ونومه ويقظته وطاعته ومعصيته كلها بغير اختيار منه ولا قدرة، ولا فرق بين أن ينزل من السطح عبر الدرج مختارا وبين أن يلقى من السطح مكرها.
الطائفة الثانية: القدرية المعتزلة، أثبتوا للعبد اختيارا وقدرة في عمله وغلوا في ذلك حتى نفوا أن يكون لله تعالى في عمل العبد مشيئة أو خلق، ونفى غلاتهم علم الله به قبل وقوعه; فأكل العبد وشربه ونومه ويقظته وطاعته ومعصيته كلها واقعة باختياره التام وقدرته التامة وليس لله تعالى في ذلك مشيئة ولا خلق، بل ولا علم قبل وقوعه عند غلاتهم.
استدل الأولون الجبرية: بقوله تعالى: ﴿اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ﴾ ١ والعبد وفعله من الأشياء. وبقوله تعالى: ﴿وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ﴾ ٢ وبقوله تعالى: ﴿وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى﴾ ٣ فنفى الله الرمي عن نبيه حين رمى وأثبته لنفسه. وبقوله تعالى: ﴿سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ﴾ ٤ ولهم شبه أخرى تركناها خوف الإطالة.
والرد على شبهاتهم بما يلي:
أما قوله تعالى: ﴿اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ﴾ ٥ فاستدلالهم بها معارض
_________
١ سورةالزمر آية: ٦٢.
٢ سورة الصافات آية: ٩٦.
٣ سورة الأنفال آية: ١٧.
٤ سورة الأنعام آية: ١٤٨.
٥ سورة الزمر آية: ٦٢.

......................................................................

_________
بالنصوص الكثيرة التي فيها إثبات إرادة العبد وإضافة عمله إليه وإثابته عليه كرامة أو إهانة، وكلها من عند الله، ولو كان مجبرا عليها ما كان لإضافة عمله إليه وإثابته عليه فائدة.
وأما قوله تعالى: ﴿وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ﴾ ١ فهو حجة عليهم; لأنه أضاف العمل إليهم، وأما كون الله تعالى خالقه; فلأن عمل العبد حاصل بإرادته الجازمة وقدرته التامة، والإرادة والقدرة مخلوقان لله ﷿ فكان الحاصل بهما مخلوقا لله.
وأما قوله تعالى: ﴿وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى﴾ ٢ فهو حجة عليهم; لأن الله تعالى أضاف الرمي إلى نبيه ﷺ لكن الرمي في الآية له معنيان:
أحدهما: حذف المرمي، وهو فعل النبي ﷺ الذي أضافه الله إليه.
والثاني: إيصال المرمي إلى أعين الكفار الذين رماهم النبي ﷺ بالتراب يوم بدر فأصاب عين كل واحد منهم، وهذا من فعل الله; إذ ليس بمقدور النبي ﷺ أن يوصل التراب إلى عين كل واحد منهم.
وأما قوله تعالى: ﴿سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ﴾ ٣ فلعمر الله; إنه لحجة على هؤلاء الجبرية، فقد أبطل الله تعالى حجة هؤلاء المشركين الذين احتجوا بالقدر على شركهم حين قال في الآية نفسها: ﴿كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا﴾ ٤ وما كان الله ليذيقهم بأسه وهم على حق فيما احتجوا به.
ثم نقول: القول بالجبر باطل بالكتاب والسنة والعقل والحس وإجماع السلف، ولا يقول به من قدر الله حق قدره وعرف مقتضى حكمته ورحمته.
_________
١ سورة الصافات آية: ٩٦.
٢ سورة الأنفال آية: ١٧.
٣ سورة الأنعام آية: ١٤٨.
٤ سورة الأنعام آية: ١٤٨.

......................................................................

_________
فمن أدلة الكتاب: قوله تعالى: ﴿مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الآخِرَةَ﴾ ١ فأثبت للعبد إرادة. وقال تعالى: ﴿يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ﴾ ٢.
وقال: ﴿إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ﴾ ٣.
وقال: ﴿وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ﴾ ٤ فأثبت للعبد إرادة قولا وفعلا وعملا.
ومن أدلة السنة قول النبي ﷺ " إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى "٥ وقوله ﷺ: " ما نهيتكم عنه; فاجتنبوه، وما أمرتكم به; فأتوا منه ما استطعتم "٦ ولهذا إذا أكره المرء على قول أو فعل وقلبه مطمئن بخلاف ما أكره عليه; لم يكن لقوله أو فعله الذي أكره عليه حكم فاعله اختيارا.
وأما إجماع السلف على بطلان القول بالجبر; فلم ينقل عن أحد منهم أنه قال به، بل رد من أدرك منهم بدعته موروث معلوم.
وأما دلالة العقل على بطلانه; فلأنه لو كان العبد مجبرا على عمله; لكانت عقوبة العاصي ظلما ومثوبة الطائع عبثا، والله تعالى منزه عن هذا وهذا، ولأنه لو كان العبد مجبرا على عمله لم تقم الحجة بإرسال الرسل; لأن القدر باق مع إرسال الرسل، وما كان الله ليقيم على العباد حجة مع انتفاء كونها حجة.
وأما دلالة الحس على بطلانه; فإن الإنسان يدرك الفرق بين ما فعله
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٢.
٢ سورة آل عمران آية: ١٦٧.
٣ سورة النمل آية: ٨٨.
٤ سورة المنافقون آية: ١١.
٥ رواه: البخاري (١)، ومسلم (١٩٠٧) .
٦ رواه: البخاري (٧٢٨٨)، ومسلم (١٣٣٧) .

......................................................................

_________
باختياره; كأكله وشربه وقيامه وقعوده، وبين ما فعله بغير اختياره; كارتعاشه من البرد والخوف ونحو ذلك.
واستدل الطائفة الثانية (القدرية) بقوله تعالى: ﴿مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الآخِرَةَ﴾ ١ فأثبت للعبد إرادة، وبقوله تعالى: ﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا﴾ ٢ ونحوها من النصوص القرآنية والنبوية الدالة على أن للعبد إرادة، وأنه هو العامل الكاسب الراكع الساجد ونحو ذلك.
والرد عليهم من وجوه:
الأول: أن الآيات والأحاديث التي استدلوا بها نوعان: نوع مقيد لإرادة العبد وعمله بأنه بمشيئة الله; كقوله تعالى: ﴿لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ﴾ ٣ وقوله: ﴿إِنَّ هَذِهِ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلًا وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا﴾ ٤ وكقوله تعالى في العمل: ﴿وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ﴾ ٥.
والنوع الثاني: مطلق; كقوله تعالى: ﴿فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ﴾ ٦ وقوله: ﴿فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ﴾ ٧ وقوله: ﴿مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ﴾ ٨ إلى قوله: ﴿وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا﴾ ٩ وهذا النوع المطلق يحمل على المقيد كما هو معلوم عند أهل العلم.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٢.
٢ سورة فصلت آية: ٤٦.
٣ سورة آية: ٢٨-٢٩.
٤ سورة آية: ٢٩-٣٠.
٥ سورة البقرة آية: ٢٥٣.
٦ سورة البقرة آية: ٢٢٣.
٧ سورة الكهف آية: ٢٩.
٨ سورة الإسراء آية: ١٨.
٩ سورة الإسراء آية: ١٩.

......................................................................

_________
الثاني: أن إثبات استقلال العبد بعمله مع كونه مملوكا لله تعالى يقتضي إثبات شيء في ملك الله لا يريده الله، وهذا نوع إشراك به، ولهذا سمى النبي ﷺ القدرية مجوس هذه الأمة١.
الثالث: أن نقول لهم: هل تقرون بأن الله تعالى عالم بما سيقع من أفعال العباد؟ فسيقول غير الغلاة منهم: نعم، نقر بذلك، فنقول: هل وقع فعلهم على وفق علم الله أو على خلافه؟ فإن قالوا: على وفقه، قلنا: إذن قد أراده، وإن قالوا: على خلافه، فقد أنكروا علمه، وقد قال الأئمة ﵏ في القدرية: ناظروهم بالعلم، فإن أقروا به، خصموا، وإن أنكروه، كفروا.
وهاتان الطائفتان -الجبرية والقدرية- ضالتان طريق الحق؛ لأنهما بين مفرط غال ومفرط مقصر; فالجبرية غلوا في إثبات القدر وقصروا في إرادة العبد وقدرته، والقدرية غلوا في إثبات إرادة العبد وقدرته وقصروا في القدر. ولهذا كان الأسعد بالدليل والأوفق للحكمة والتعليل هم:
الطائفة الثالثة: أهل السنة والجماعة، الطائفة الوسط، الذين جمعوا بين الأدلة وسلكوا في طريقهم خير ملة; فآمنوا بقضاء الله وقدره، وبأن للعبد اختيارا وقدرة; فكل ما كان في الكون من حركة أو سكون أو وجود أو عدم; فإنه كائن بعلم الله تعالى ومشيئته، وكل ما كان في الكون فمخلوق لله تعالى، لا خالق إلا الله، ولا مدبر للخلق إلا الله ﷿، وآمنوا بأن للعبد مشيئة وقدرة، لكن مشيئته مربوطة بمشيئة الله تعالى; كما قال تعالى: ﴿لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ وَمَا تَشَاءُونَ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ
_________
١ أخرجه: أحمد (٢/ ٨٦)، وأبو داود (٤٦٩١)، وهو مشهور عند أهل العلم، لكن فيه ضعف.

......................................................................

_________
الْعَالَمِينَ﴾ ١، فإذا شاء العبد شيئا وفعله; علمنا أن مشيئة الله تعالى قد سبقت تلك المشيئة.
وهؤلاء هم الذين جمعوا بين الدليل المنقول والمعقول; فأدلتهم على إثبات القدر هي أدلة المثبتين له من الجبرية، لكنهم استدلوا بها على وجه العدل والجمع بينها وبين الأدلة التي استدل بها نفاة القدر. وأدلتهم على إثبات مشيئة العبد وقدرته هي أدلة المثبتين لذلك من القدرية، لكنهم استدلوا بها على وجه العدل والجمع بينها وبين الأدلة التي استدل بها نفاة مشيئة العبد وقدرته.
وبهذا نعرف أن كلا من الجبرية والقدرية نظروا إلى النصوص بعين الأعور الذي لا يبصر إلا من جانب واحد; فهدى الله أهل السنة والجماعة لما اختلف فيه من الحق بإذنه، والله يهدي من يشاء إلى صراط مستقيم.
حكاية:
مما يحكى أن القاضي عبد الجبار الهمذاني المعتزلي دخل على الصاحب ابن عباد وكان معتزليا أيضا، وكان عنده الأستاذ أبو إسحاق الإسفراييني، فقال عبد الجبار على الفور: سبحان من تنزه عن الفحشاء! فقال أبو إسحاق فورا: سبحان من لا يقع في ملكه إلا ما يشاء! فقال عبد الجبار وفهم أنه قد عرف مراده: أيريد ربنا أن يعصى؟ فقال أبو إسحاق: أيعصى ربنا قهرا؟ فقال له عبد الجبار: أرأيت إن منعني الهدى وقضى علي بالردى; أحسن إلي أم أساء؟ فقال له أبو إسحاق: إن كان منعك ما هو لك; فقد أساء، وإن كان منعك ما هو له; فيختص برحمته من يشاء. فانصرف الحاضرون وهم يقولون: والله; ليس عن هذا جواب. اهـ.
وقد ذكر شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀ أن أهل السنة والجماعة
_________
١ سورة التكوير، آية: ٢٨-٢٩.

......................................................................

_________
وسط بين فرق المبتدعة في خمسة أصول ذكرها في "العقيدة الواسطية"; فلتراجع هناك.
مراتب القدر:
وهي أربع يجب الإيمان بها كلها:
المرتبة الأولى: العلم، وذلك بأن تؤمن بأن الله تعالى علم كل شيء جملة وتفصيلا، فعلم ما كان وما يكون; فكل شيء معلوم لله، سواء كان دقيقا أم جليلا من أفعاله أو أفعال خلقه. وأدلة ذلك في الكتاب كثيرة منها: قوله تعالى: ﴿وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ﴾ ١ فالأوراق التي تتساقط ميتة أي ورقة كانت صغيرة أو كبيرة في بر أو بحر; فإن الله تعالى يعلمها، والورقة التي تخلق يعلمها من باب أولى. ولاحظ سعة علم الله ﷿ وإحاطته، فلو فرض أنه في ليلة مظلمة ليس فيها قمر وفيها سحاب متراكم ممطر وحبة في قاع البحر المائج العميق; فهذه ظلمات متعددة: ظلمة الطبقة الأرضية، وظلمة البحر، وظلمة السحاب، وظلمة المطر، وظلمة الأمواج، وظلمة الليل; فكل هذا داخل في قوله تعالى: ﴿وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ﴾ ٢ ثم جاء العموم المطلق: ﴿وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ﴾ ٣ ولا كتابة إلا بعد علم. ففي هذه الآية إثبات العلم وإثبات الكتابة.
ومنها قوله تعالى: ﴿أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾ ٤ ففي الآية أيضا إثبات العلم وإثبات الكتابة.
_________
١ سورة الأنعام آية: ٥٩.
٢ سورة الأنعام آية: ٥٩.
٣ سورة الأنعام آية: ٥٩.
٤ سورة الحج آية: ٧٠.

......................................................... ...

_________
المرتبة الثانية: الكتابة، وقد دلت عليها الآيتان السابقتان.
المرتبة الثالثة: المشيئة، وهي عامة، ما من شيء في السماوات والأرض إلا وهو كائن بإرادة الله ومشيئته; فلا يكون في ملكه ما لا يريد أبدا، سواء كان ذلك فيما يفعله بنفسه أو يفعله المخلوق، قال تعالى: ﴿إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ﴾ ١ وقال تعالى: ﴿وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ﴾ ٢ وقال تعالى: ﴿وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ﴾ ٣ الآية.
المرتبة الرابعة: الخلق; فما من شيء في السماوات والأرض إلا الله خالقه ومالكه ومدبره وذو سلطانه، قال تعالى: ﴿اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ﴾ ٤ وهذا العموم لا مخصص له، حتى فعل المخلوق مخلوق لله; لأن فعل المخلوق من صفاته، وهو وصفاته مخلوقان، ولأن فعله ناتج عن أمرين:
١- إرادة جازمة.
٢- قدرة تامة.
والله هو الذي خلق في الإنسان الإرادة الجازمة والقدرة التامة ولهذا قيل لأعرابي: بم عرفت ربك؟ قال: بنقض العزائم، وصرف الهمم.
والعبد يتعلق بفعله شيئان:
١- خلق، وهذا يتعلق بالله.
٢- مباشرة، وهذا يتعلق بالعبد وينسب إليه، قال تعالى: ﴿جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ ٥ وقال تعالى: ﴿ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ
_________
١ سورة يس آية: ٨٢.
٢ سورة الأنعام آية: ١١٢.
٣ سورة البقرة آية: ٢٥٣.
٤ سورة الزمر آية: ٦٢.
٥ سورة الواقعة آية: ٢٤.

......................................................................

_________
تَعْمَلُونَ﴾ ١، ولولا نسبة الفعل إلى العبد ما كان للثناء على المؤمن المطيع وإثابته فائدة، وكذلك عقوبة العاصي وتوبيخه.
وأهل السنة والجماعة يؤمنون بجميع هذه المراتب الأربع، وقد جمعت في بيت:
علم كتابة مولانا مشيئته ... وخلقه وهو إيجاد وتكوين
وهناك تقديرات أخرى نسبية: منها: تقدير عمري: حين يبلغ الجنين في بطن أمه أربعة أشهر يرسل إليه الملك; فينفخ فيه الروح، ويكتب رزقه وأجله وعمله وشقي أو سعيد. ومنها: التقدير الحولي، وهو الذي يكون في ليلة القدر، يكتب فيها ما يكون في السنة، قال الله تعالى: ﴿فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ﴾ ٢ ومنها التقدير اليومي: كما ذكره بعض أهل العلم واستدل له بقوله تعالى: ﴿يَسْأَلُهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِي شَأْنٍ﴾ ٣ فهو كل يوم يغني فقيرا، ويفقر غنيا، ويوجد معدوما، ويعدم موجودا، ويبسط الرزق ويقدره، وينشئ السحاب والمطر، وغير ذلك.
فإن قيل: هل الإيمان بالقدر ينافي ما علم بالضرورة من أن الإنسان يفعل الشيء باختياره؟
الجواب: لا ينافيه; لأن ما يفعله الإنسان باختياره من قدر الله; كما قال أمير المؤمنين عمر بن الخطاب ﵁ لما أقبل على الشام، وقالوا له: إن في الشام طاعونا يفتك بالناس، فجمع الصحابة وشاورهم، فقال بعضهم: نرجع. فعزم على الرجوع، فجاء أمين هذه الأمة أبو عبيدة عامر بن الجراح، فقال: يا أمير المؤمنين! أفرارا من قدر الله؟ فأجاب
_________
١ سورة النحل آية: ٣٢.
٢ سورة الدخان آية: ٤.
٣ سورة الرحمن آية: ٢٩.

......................................................................

_________
عمر: "نفر من قدر الله إلى قدر الله"١.
يعني: أن مضينا في السفر بقدر الله ورجوعنا بقدر الله، ثم ضرب له مثلا، قال: أرأيت لو كان لك إبل فهبطت واديا له شعبتان إحداهما خصبة والأخرى جدبة; أليس إن رعيت الخصبة فبقدر الله، وإن رعيت الجدبة فبقدر الله.
وقال أيضا: "أرأيت لو رعى الجدبة وترك الخصبة; أكنت معجزه؟ قال: نعم. قال: فسر إذن" ومعنى معجزه: ناسبا إياه إلى العجز. فالإنسان وإن كان يفعل; فإنما يفعل بقدر الله.
فإن قيل: إذا تقرر ذلك; لزم أن يكون العاصي معذورا بمعصيته; لأنه عصى بقدر الله؟
أجيب: إن احتجاج العاصي بالقدر باطل بالشرع والنظر. أما بطلانه بالشرع: فقد قال الله تعالى: ﴿سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلا آبَاؤُنَا وَلا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ﴾ ٢ فهم قالوا هذا على سبيل الاحتجاج بالقدر على معصية الله، فرد الله عليهم بقوله: ﴿كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا﴾ ٣ ولو كانت حجتهم صحيحة ما أذاقهم الله بأسه، وقال تعالى: ﴿قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلاَّ الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلاَّ تَخْرُصُونَ﴾ ٤ وهذا دليل واضح على بطلان احتجاجهم بالقدر على معصية الله، وقال تعالى: ﴿رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ﴾ ٥ فأبطل الله الحجة على الناس بإرسال الرسل، ولو كان القدر حجة ما انتفت بإرسال الرسل; لأن القدر باق حتى مع إرسال
_________
١ أخرجه: البخاري في (الطب، باب ما يذكر في الطاعون، ٤/٤١)، ومسلم في (السلام، باب الطاعون والطيرة، ٤/ ١٧٤٠) ; عن ابن عباس ﵁.
٢ سورة الأنعام آية: ١٤٨.
٣ سورة الأنعام آية: ١٤٨.
٤ سورة الأنعام آية: ١٤٨.
٥ سورة النساء آية: ١٦٥.

......................................................................

_________
الرسل، وهذا يدل على بطلان احتجاج العاصي على معصيته بقدر الله.
وأما بطلانه بالنظر; فنقول: لو فرض أنه نشر في جريدة ما عن وظيفة مرتبها كذا وكذا، ووظيفة أخرى أقل منها; فإنك سوف تطلب الأعلى، فإن لم يكن; طلبت الأخرى، فإذا لم يحصل له شيء منها; فإنه يلوم نفسه على تفريطه بعدم المسارعة إليها مع أول الناس. وعندنا وظائف دينية الصلوات الخمس كفارة لما بينها، وهي كنهر على باب أحدنا يغتسل منه في كل يوم خمس مرات، وصلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة; فلماذا تترك هذه الوظائف وتحتج بالقدر وتذهب إلى الوظائف الدنيوية الرفيعة; فكيف لا تحتج بالقدر فيما يتعلق بأمور الدنيا وتحتج به فيما يتعلق بأمور الآخرة؟!
مثال آخر: رجل قال: عسى ربي أن يرزقني بولد صالح عالم عابد، وهو لم يتزوج; فنقول: تزوج حتى يأتيك. فقال: لا; فلا يمكن أن يأتيه الولد، لكن إذا تزوج; فإن الله بمشيئته قد يرزقه الولد المطلوب. وكذلك من يسأل الله الفوز بالجنة والنجاة من النار، ولا يعمل لذلك; فلا يمكن أن ينجو من النار ويفوز بالجنة لأنه لم يعمل لذلك.
فبطل الاحتجاج بالقدر على معاصي الله بالأثر والنظر، ولهذا قال النبي ﷺ كلمة جامعة مانعة نافعة: " ما منكم من أحد إلا وقد كتب مقعده من الجنة ومقعده من النار. قالوا: يا رسول الله! أفلا ندع العمل ونتكل؟ قال: اعملوا; فكل ميسر لما خلق له "١٢ فالنبي ﷺ أعطانا كلمة واحدة، فقال: "اعملوا ... "، وهذا فعل أمر، "فكل ميسر لما خلق له".
وللإيمان بالقدر فوائد عظيمة منها:
_________
١ البخاري: تفسير القرآن (٤٩٤٥)، ومسلم: القدر (٢٦٤٧)، والترمذي: القدر (٢١٣٦) وتفسير القرآن (٣٣٤٤)، وأبو داود: السنة (٤٦٩٤)، وأحمد (١/٨٢،١/١٢٩،١/١٣٢،١/١٤٠،١/١٥٧) .
٢ أخرجه: البخاري في (التفسير، باب فأما من أعطى واتقى، ٣/ ٣٢٤)، ومسلم في (القدر، باب كيفية خلق الآدمي في بطن أمه، ٤/ ٢٠٣٩-٢٠٤٠) ; عن علي ﵁.

وقال ابن عمر: "والذي نفس ابن عمر بيده; لو كان لأحدهم مثل أحد ذهبا، ثم أنفقه في سبيل الله; ما قبله الله منه، حتى يؤمن بالقدر" ثم استدل بقول النبي ﷺ:.................................................

_________
١- أنه من تمام توحيد الربوبية.
٢- أنه يوجب صدق الاعتماد على الله ﷿ لأنك إذا علمت أن كل شيء بقضاء الله وقدره صدق اعتمادك على الله.
٣- أنه يوجب للقلب الطمأنينة، إذا علمت أن ما أصابك لم يكن ليخطئك وما أخطأك لم يكن ليصيبك; اطمأننت بما يصيبك بعد فعل الأسباب النافعة.
٤- منع إعجاب المرء بعمله إذا عمل عملا يشكر عليه; لأن الله هو الذي من عليه وقدره له، قال تعالى: ﴿مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ﴾ ١ أي: فرح بطر وإعجاب بالنفس.
٥- عدم حزنه على ما أصابه; لأنه من ربه، فهو صادر عن رحمة وحكمة.
٦- أن الإنسان يفعل الأسباب; لأنه يؤمن بحكمة الله ﷿ وأنه لا يقدر الأشياء إلا مربوطة بأسبابها.
قوله: "والذي نفس ابن عمر بيده": الصيغة هنا قسم، جوابه: جملة "لو كان لأحدهم مثل أحد ذهبا، ثم أنفقه في سبيل الله; ما قبله الله منه حتى يؤمن بالقدر": وابن عمر ﵁ وعن أبيه- ذكر حكمهم
_________
١ سورة الحديد، آية: ٢٢-٢٣.

"الإيمان أن تؤمن بالله.................................................

_________
بالنسبة لقبول عملهم، ولم يقل هم كفار، لكن حكمه بأن إنفاقهم في سبيل الله لا يقبل يستلزم الحكم بكفرهم، وإنما قال ابن عمر ذلك جوابا على ما نقل إليه من أن أناسا من البصرة يقولون: إن الله ﷿ لم يقدر فعل العبد، وإن الأمر أنف، وأنه لا يعلم بأفعال العبد حتى يعملها وتقع منه; فابن عمر حكم بكفرهم اللازم من قوله: "ما قبله الله منه حتى يؤمن بالقدر"، والذي لا تقبل منه النفقات هو الكافر; لقوله تعالى: ﴿وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلاَّ أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ﴾ ١ ثم استدل ابن عمر بقول النبي ﷺ "الإيمان: أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر، وتؤمن بالقدر خيره وشره "٢ فتؤمن بالجميع، فإن كفرت بواحد من هذه الستة; فأنت كافر بالجميع لأن الإيمان كل لا يتجزأ; كما قال تعالى: ﴿وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا﴾ ٣.
ووجه استدلال ابن عمر: أن النبي ﷺ جعل الإيمان مبنيا على هذه الأركان الستة، وإذا فات ركن من الأركان; سقط البنيان، فإذا أنكر الإنسان شيئا واحدا من هذه الأركان الستة; صار كافرا، وإذا كان كافرا; فإن الله لا يقبل منه.
قوله: "أن تؤمن بالله": والإيمان بالله ﷿ يتضمن أربعة أمور:
١- الإيمان بوجوده.
٢- وبربوبيته.
٣- وبألوهيته.
٤- وبأسمائه وصفاته.
فمن أنكر وجود الله; فليس بمؤمن، ومن أقر بوجوده وأنه رب كل
_________
١ سورة التوبة آية: ٥٤.
٢ مسلم: الإيمان (٨)، والترمذي: الإيمان (٢٦١٠)، والنسائي: الإيمان وشرائعه (٤٩٩٠)، وأبو داود: السنة (٤٦٩٥)، وابن ماجه: المقدمة (٦٣)، وأحمد (١/٢٧،١/٢٨،١/٥١) .
٣ سورة آية: ١٥٠-١٥١.

وملائكته وكتبه.......................................................

_________
شيء، لكنه أنكر أسماءه وصفاته، أو أنكر أن يكون مختضا بها; فهو غير مؤمن بالله.
قوله: "وملائكته":
والإيمان بالملائكة يتضمن أربعة أمور:
١- الإيمان بوجودهم.
٢- الإيمان باسم من علمنا اسمه منهم.
٣- الإيمان بأفعالهم.
٤- الإيمان بصفاتهم.
فمِمّن علمنا صفاته جبريل ﵇، علمناه على خلقته التي خلق عليها له ستمائة جناح، قد سد الأفق; كما أخبرنا بذلك رسول الله ﷺ وهذا يدل على عظمته، وأنه كبير جدا; فهو فوق ما نتصور، ومع ذلك يأتي أحيانا بصورة بشر; فأتى مرة بصورة دحية الكلبي، وأتى مرة بصورة رجل شديد سواد الشعر، شديد بياض الثياب، لا يرى عليه أثر سفر، ولا يعرفه من الصحابة أحد، فجلس إلى النبي ﷺ جلسة المتعلم المتأدب١.
قوله: "وكتبه": أي: الكتب التي أنزلها على رسله.
والإيمان بالكتاب يتضمن ما يلي:
١- الإيمان بأنها حق من عند الله.
٢- تصديق أخبارها.
٣- التزام أحكامها ما لم تنسخ، وعلى هذا، فلا يلزمنا أن نلتزم بأحكام الكتب السابقة; لأنها كلها منسوخة بالقرآن، إلا ما أقره القرآن. وكذلك لا يلزمنا العمل بما نسخ في القرآن; لأن القرآن فيه أشياء منسوخة.
_________
١ أخرجه: مسلم في (الإيمان، باب بيان الإيمان، ١/ ٣٦) ; عن ابن عمر، عن أبيه ﵄.

ورسله................................................................

_________
٤- الإيمان بما علمناه معينا منها، مثل: التوراة، والإنجيل، والقرآن، والزبور، وصحف إبراهيم وموسى.
٥- الإيمان بأن كل رسول أرسله الله معه كتاب; كما قال تعالى: ﴿لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ﴾ ١ وقال عيسى: ﴿إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ﴾ ٢ وقال عن يحيى كذلك٣.
تنبيه:
الكتب التي بأيدي اليهود والنصارى اليوم قد دخلها التحريف والكتمان; فلا يوثق بها، والمراد بما سبق الإيمان بأصل الكتب.
قوله: "ورسله": هم الذين أوحى الله إليهم وأرسلهم إلى الخلق؛ ليبلغوا شريعة الله.
والإيمان بالرسل يتضمن ما يلي:
١- أن نؤمن بأنهم حق صادقون مصدقون.
٢- أن نؤمن بما صح عنهم من الأخبار، وبما ثبت عنهم من الأحكام; ما لم تنسخ.
٣- أن نؤمن بأعيان من علمنا أعيانهم، وما لم نعلمه; فنؤمن بهم على سبيل الإجمال، ونعلم أنه ما من أمة إلا خلا فيها نذير، وأن الله ﷾ أرسل لكل أمة رسولا تقوم به الحجة عليهم; كما قال تعالى: ﴿رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ﴾ ٤.
والبشر إذا لم يأتهم رسول يبين لهم فهم معذورون; لأنهم يقولون:
_________
١ سورة الحديد آية: ٢٥.
٢ سورة مريم آية: ٣٠.
٣ كما في قوله تعالى: يا يحيى خذ الكتاب بقوة وآتيناه الحكم صبيا [مريم: ١٢] .
٤ سورة النساء آية: ١٦٥.

واليوم الآخر ١.......................................................

_________
يا ربنا! ما أرسلت إلينا رسولا; كما قال تعالى: ﴿وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولًا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَى﴾ ٢ فلا بد من رسول يهدي به الله الخلق.
فإن قيل: قوله تعالى: ﴿عَلَى فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ﴾ ٣ يدل على أنه فيه فترة ليس فيها رسول; فهل قامت عليهم الحجة؟
الجواب: إن الفترة بين عيسى ومحمد عليهما الصلاة والسلام طويلة، وقد قامت عليهم الحجة; لأن فيها بقايا; كما جاء في الحديث الصحيح الذي رواه مسلم في "صحيحه"; " إن الله نظر إلى أهل الأرض، فمقتهم عربهم وعجمهم; إلا بقايا من أهل الكتاب "٤ وكما قال تعالى: ﴿فَلَوْلا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأَرْضِ إِلاَّ قَلِيلًا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا﴾ ٥.
قوله: "واليوم الآخر": أي: اليوم النهائي الأبدي الذي لا يوم بعده، وهو يوم القيامة الكبرى.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية ﵀: يدخل في الإيمان باليوم الآخر الإيمان بكل ما أخبر به النبي ﷺ مما يكون بعد الموت، ذكر هذا في "العقيدة الواسطية"، وهو كتاب مختصر; لكنه مبارك من أفيد ما كتب في بابه.
وعلى هذا; فالإيمان بفتنة القبر وعذابه ونعيمه من الإيمان باليوم الآخر.
والإيمان بالنفخ في الصور وقيام الناس من قبورهم لرب العالمين حفاة
_________
١ مسلم: الإيمان (٨)، والترمذي: الإيمان (٢٦١٠)، والنسائي: الإيمان وشرائعه (٤٩٩٠)، وأبو داود: السنة (٤٦٩٥)، وابن ماجه: المقدمة (٦٣)، وأحمد (١/٢٧،١/٢٨،١/٥١) .
٢ سورة طه آية: ١٣٤.
٣ سورة المائدة آية: ١١٩.
٤ أخرجه: مسلم في (الجنة، باب الصفات التي يعرف بها في الدنيا أهل الجنة، ٤/ ٢١٩٧) ; من حديث عياض بن حمار المجاشعي ﵁.
٥ سورة هود آية: ١١٦.

وتؤمن بالقدر خيره وشره " رواه مسلم١.

_________
عراة غرلا بهما من الإيمان باليوم الآخر، والإيمان بالموازين والصحف والصراط والحوض والشفاعة والجنة وما فيها من النعيم والنار وما فيها من العذاب الأليم; كل هذا من الإيمان باليوم الآخر. ومنه ما هو معلوم بالقرآن، ومنه ما هو معلوم بالسنة بالتواتر وبالآحاد فكل ما صحت به الأخبار عن رسول الله ﷺ من أمر اليوم الآخر، فإنه يجب علينا أن نؤمن به.
"قوله: " وتؤمن بالقدر خيره وشره ": هنا أعاد الفعل ولم يكتف بواو العطف; لأن الإيمان بالقدر مهم، فكأنه مستقل برأسه.
والإيمان بالقدر هو أن تؤمن بتقدير الله ﷿ للأشياء كلها، سواء ما يتعلق بفعله أو ما يتعلق بفعل غيره، وأن الله ﷿ قدرها وكتبها عنده قبل أن يخلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة، ومعلوم أنه لا كتابة إلا بعد علم; فالعلم سابق على الكتابة، ثم إنه ليس كل معلوم لله ﷾ مكتوبا; لأن الذي كتب إلى يوم القيامة، وهناك أشياء بعد يوم القيامة كثيرة أكثر مما في الدنيا هي معلومة عند الله ﷿ ولكنه لم يرد في الكتاب والسنة أنها مكتوبة.
وهذا القدر، قال بعض العلماء: إنه سر من أسرار الله، وهو كذلك لم يطلع الله عليه أحدا; لا ملكا مقربا، ولا نبيا مرسلا; إلا ما أوحاه الله ﷿ إلى رسله أو وقع فعلم به الناس، وإلا; فإنه سر مكتوم، قال تعالى: ﴿وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا﴾ ٢ الآية، وإذا قلنا: إنه سر مكتوم; فإن هذا القول يقطع احتجاج العاصي بالقدر على معصيته; لأننا نقول لهذا الذي عصى الله ﷿ وقال: هذا مقدر
_________
١ أخرجه: مسلم (في الإيمان، باب بيان الإيمان والإسلام، ١/٣٦) .
٢ سورة لقمان آية: ٣٤.

......................................................................

_________
علي: ما الذي أعلمك أنه مقدر عليك حتى أقدمت; أفلا كان الأجدر بك أن تقدر أن الله تعالى قد كتب لك السعادة وتعمل بعمل أهل السعادة لأنك لا تستطيع أن تعلم أن الله كتب عليك الشقاء إلا بعد وقوعه منك؟
قال تعالى: ﴿فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ﴾ ١ فالقول بأن القدر سر من أسرار الله مكتوم لا يطلع عليه إلا بعد وقوع المقدور تطمئن له النفس، وينشرح له الصدر، وتنقطع به حجة البطالين.
وقوله: "خيره وشره": الخير: ما يلائم العبد، والشر: ما لا يلائمه. ومعلوم أن المقدورات خير وشر; فالطاعات خير، والمعاصي شر، والغنى خير، والفقر شر، والصحة خير، والمرض شر، وهكذا.
وإذا كان القدر من الله; فكيف يقال: الإيمان بالقدر خيره وشره والشر لا ينسب إلى الله؟
فالجواب: أن الشر لا ينسب إلى الله، قال النبي ﷺ "والشر ليس إليك"٢، فلا ينسب إليه الشر لا فعلا ولا تقديرا ولا حكما، بل الشر في مفعولات الله لا في فعله، ففعله كله خير وحكمة، فتقدير الله لهذه الشرور له حكمة عظيمة، وتأمل قوله تعالى: ﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ ٣ تجد أن هذا الفساد الذي ظهر في البر والبحر كان لما يرجى به من العاقبة الحميدة، وهي الرجوع إلى الله ﷿ ويظهر الفرق بين الفعل والمفعول في المثال التالي:
ولدك حينما يشتكي ويحتاج إلى كي تكويه بالنار; فالكي شر، لكن
_________
١ سورة الصف آية: ٥.
٢ أخرجه: مسلم برقم (٧٧١) .
٣ سورة الروم آية: ٤١.

......................................................................

_________
الفعل خير; لأنك تريد مصلحته، ثم إن ما يقدره الله لا يكون شرا محضا، بل في محله وزمانه فقط، فإذا أخذ الله الظالم أخذ عزيز مقتدر; صار ذلك شرا بالنسبة له، وقد يكون خيرا له من وجه آخر، أما لغيره ممن يتعظ بما صنع الله به، فيكون خيرا، قال تعالى في القرية التي اعتدت في السبت: ﴿فَجَعَلْنَاهَا نَكَالًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا خَلْفَهَا وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ﴾ ١.
وكذا إذا استمرت النعم على الإنسان حمله ذلك على الأشر والبطر، بل إذا استمرت الحسنات ولم تحصل منه سيئة تكسر من حدة نفسه; فقد يغفل عن التوبة وينساها ويغتر بنفسه ويعجب بعمله. وكم من إنسان أذنب ذنبا ثم تذكر واستغفر وصار بعد التوبة خيرا منه قبلها; لأنه كلما تذكر معصيته هانت عليه نفسه وحد من عليائها; فهذا آدم ﵊ لم يحصل له الاجتباء والتوبة والهداية إلا بعد أن أكل من الشجرة وحصل منه الندم، وقال: ﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾ ٢ فقال تعالى: ﴿ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى﴾ ٣.
والثلاثة الذين تخلفوا عن غزوة تبوك فخلفوا ماذا كانت حالهم بعد المعصية وبعد المصيبة التي أصابتهم; حتى ضاقت عليهم الأرض بما رحبت، وضاقت عليهم أنفسهم، وصار ينكرهم الناس حتى أقاربهم -صار قريبه يشاهده وكأنه أجنبي منه-، ومن شدة ما في نفسه تنكرت نفسه عليه، فبعد هذا الضيق العظيم صار لهم بعد التوبة فرح ليس له نظير أبدا، وصارت حالهم أيضا بعد أن تاب الله عليهم أكمل من قبل، وصار ذكرهم بعد التوبة أكبر من قبل، فقد ذكروا بأعيانهم، قال تعالى: ﴿وَعَلَى الثَّلاثَةِ
_________
١ سورة البقرة آية: ٦٦.
٢ سورة الأعراف آية: ٢٣.
٣ سورة طه آية: ١٢٢.

............................................................................................

_________
الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّى إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلاَّ إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ﴾ ١ فهذه آيات عظيمة تتلى في محاريب المسلمين ومنابرهم إلى يوم القيامة ويتقرب العبد إلى ربه بقراءة خبرهم واستماعه، وهذا شيء عظيم.
وسواء كان ذلك في الأمور الشرعية أو في الأمور الكونية، ولكن هاهنا أمر يجب معرفته، وهو أن الخيرية والشرية ليست باعتبار قضاء الله ﷾; فقضاء الله تعالى كله خير، حتى ما يقضيه الله من شر هو في الواقع خير، وإنما الشر في المقضي، أما قضاء الله نفسه; فهو خير، والدليل قول النبي ﷺ " الخير بيديك، والشر ليس إليك "٢ ولم يقل: والشر بيديك; فلا ينسب الشر إلى الله أبدا، فضلا عن أن يكون بيديه، فلا ينسب الشر إلى الله لا إرادة ولا قضاء; فالله لا يريد بقضاء الشر شرا، لكن الشر يكون في المقضي، وقد يلائم الإنسان وقد لا يلائمه، وقد يكون طاعة وقد يكون معصية; فهذا في المقضي، ومع ذلك; فهو وإن كان شرا في محله فهو خير في محل آخر، ولا يمكن أن يكون شرا محضا، حتى المقضي وإن كان شرا ليس شرا محضا، بل هو شر من وجه خير من وجه، أو شر في محل خير في محل آخر.
ولنضرب لذلك مثلا: الجدب والفقر شر، لكنهما خير باعتبار ما ينتج عنهما، قال تعالى: ﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
_________
١ سورة التوبة آية: ١١٨.
٢ أخرجه: مسلم في (صلاة المسافرين، ٧٧١) .

............................................................................................

_________
النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ ١ والرجوع إلى الله ﷿ من معصيته إلى طاعته لا شك أنه خير وينتج خيرا كثيرا; فألم الفقر وألم الجدب وألم المرض وألم فقد الأنفس كله ينقلب إلى لذه إذا كان يعقبه الصلاح، ولهذا قال: ﴿لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ وكم من أناس طغوا بكثرة المال وزادوا ونسوا الله ﷿ واشتغلوا بالمال، فإذا أصيبوا بفقر; رجعوا إلى الله، وعرفوا أنهم ضالون; فهذا الشر صار خيرا باعتبار آخر.
كذلك قطع يد السارق لا شك أنه شر عليه، لكنه خير بالنسبة له وبالنسبة لغيره، أما بالنسبة له; فلأن قطعها يسقط عنه العقوبة في الآخرة وعذاب الدنيا أهون من عذاب الآخرة، وهو أيضا خير في غير السارق; فإن فيه ردعا لمن أراد أن يسرق، وفيه أيضا حفظ للأموال; لأن السارق إذا عرف أنه إذا سرق ستقطع يده; امتنع من السرقة، فصار في ذلك حفظ لأموال الناس، ولهذا قال بعض الزنادقة:
يد بخمس مئين عسجدا وديت ... ما بالها قطعت في ربع دينار
تناقض ما لنا إلا السكوت له ... ونستجير بمولانا من النار
لكنه أجيب في الرد عليه ردا مفحما; فقيل فيه:
قل للمعري عار أيما عاري ... جهل الفتى وهو من ثوب التقى عاري
يد بخمس مئين عسجدا وديت ... لكنها قطعت في ربع دينار
حماية النفس أغلاها وأرخصها ... حماية المال فافهم حكمة الباري
_________
١ سورة الروم آية: ٤١.

وعن عبادة بن الصامت أنه قال لابنه: "يا بني إنك لن تجد طعم الإيمان حتى تعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطئك،........................

_________
· قوله في حديث عبادة "أنه قال لابنه: يا بني! ... إلخ: أفاد حديث عبادة بن الصامت ﵁ أنه ينبغي للأب أن يسدي النصائح لأبنائه ولأهله وأن يختار العبارات الرقيقة التي تلين القلب، حيث قال: "يا بني! "، وفي هذا التعبير من اللطافة وجذب القلب ما هو ظاهر.
قوله: "لن تجد طعم الإيمان": هذا يفيد أن للإيمان طعما كما جاءت به السنة وطعم الإيمان ليس كطعم الأشياء المحسوسة; فطعم الأشياء المحسوسة إذا أتى بعدها طعام آخر أزالها، لكن طعم الإيمان يبقى مدة طويلة، حتى إن الإنسان أحيانا يفعل عبادة في صفاء وحضور قلب وخشوع لله ﷿ فتجده يتطعم بتلك العبادة مدة طويلة; فالإيمان له حلاوة وله طعم لا يدركه إلا من أسبغ الله عليه نعمته بهذه الحلاوة وهذا الطعم.
قوله: "حتى تعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطئك": قد تقول: ما أصابني لم يكن ليخطئني، هذا تحصيل حاصل; لأن الذي أصاب الإنسان أصابه، فلا بد أن نعرف معنى هذه العبارة; فتحمل هذه العبارة على أحد معنيين أو عليهما جميعا:
الأول: أن المعنى "ما أصابك"; أي: ما قدر الله أن يصيبك، فعبر عن التقدير بالإصابة; لأن ما قدر الله سوف يقع، فما قدر الله أن يصيبك لم يكن ليخطئك مهما عملت من أسباب.
الثاني: ما أصابك; فلا تفكر أن يكود مخطئا لك، فلا تقل: لو أنني فعلت كذا ما حصل كذا; لأن الذي أصابك الآن لا يمكن أن يخطئك; فكل التقديرات التي تقدرها وتقول: لو أني فعلت كذا ما حصل

وما أخطأك لم يكن ليصيبك،..........................................

_________
كذا هي تقديرات يائسة، لا تؤثر شيئا، وأيا كان; فالمعنى صحيح على الوجهين، فما قدره الله أن يصيب العبد فلا بد أن يصيبه ولا يمكن أن يخطئه، وما وقع مصيبا للإنسان; فإنه لن يمنعه شيء، فإذا آمنت هذا الإيمان ذقت طعم الإيمان; لأنك تطمئن وتعلم أن الأمر لا بد أن يقع على ما وقع عليه، ولا يمكن أن يتغير أبدا.
مثال ذلك: رجل خرج بأولاده للنزهة، فدب بعض الأولاد إلى بِركة عميقة، فسقط، فغرق، فمات، فلا يقول: لو أنني ما خرجت لما مات الولد، بل لا بد أن تجري الأمور على ما جرت عليه، ولا يمكن أن تتغير; فما أصابك لم يكن ليخطئك، فحينئذ يطمئن الإنسان ويرضى، ويعرف أنه لا مفر، وأن كل التقديرات والتخيلات التي تقع في ذهنه كلها من الشيطان; فلا تقل: لو أني فعلت كذا لكان كذا، فإن "لو" تفتح عمل الشيطان، وحينئذ يرضى ويسلم، وقد أشار الله إلى هذا المعنى في قوله: ﴿مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ﴾ ١.
فأنت إذا علمت هذا العلم وتيقنته بقلبك; ذقت حلاوة الإيمان، واطمأننت، واستقر قلبك، وعرفت أن الأمر جار على ما هو عليه لا يمكن أن يتغير، ولهذا كثيرا ما يجد الإنسان أن الأمور سارت ليصل إلى هذه المصيبة; فتجده يعمل أعمالا لم يكن من عادته أن يعملها حتى يصل إلى ما أراد الله ﷿ مما يدل على أن الأمور بقضاء الله وقدره.
وقوله: "وما أخطأك لم يكن ليصيبك": نقول فيه مثل الأول; يعني: ما قدر أن يخطئك فلن يصيبك، فلو أن أحدا سمع بموسم تجارة في بلد
_________
١ سورة آية: ٢٢-٢٣.

سمعت رسول الله ﷺ يقول: "إن أول ما خلق الله القلم،................

_________
ما وسافر بأمواله لهذا الموسم، فلما وصل وجد أن الموسم قد فات; نقول له: ما أخطأك من هذا الربح الذي كنت تعد له لم يكن ليصيبك مهما كان ومهما عملت، أو نقول: لم يكن ليصيبك; لأن الأمر لا بد أن يجري على ما قضاه الله وقدره، وأنت جرب نفسك تجد أنك إذا حصلت على هذا اليقين ذقت حلاوة الإيمان.
ثم استدل لما يقول بقوله: "سمعت رسول الله ﷺ يقول: إن أول ما خلق الله القلم ". القلم بالرفع، وروي بالنصب. فعلى رواية الرفع يكون المعنى: أن أول ما خلق الله هو القلم، لكن ليس من كل المخلوقات، كما سنبينه إن شاء الله تعالى. وأما على رواية النصب; فيكون المعنى: أن الله أمر القلم أن يكتب عند أول خلقه له; يعني: خلقه ثم أمره أن يكتب، وعلى هذا المعنى لا إشكال فيه، لكن على المعنى الأول الذي هو الرفع: هل المراد أن أول المخلوقات كلها هو القلم؟
الجواب: لا; لأننا لو قلنا: إن القلم أول المخلوقات، وإنه أمر بالكتابة عندما خلق، لكنا نعلم ابتداء خلق الله للأشياء، وأن أول بدء خلق الله كان قبل خلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة، ونحن نعلم أن الله ﷿ خلق أشياء قبل هذه المدة بأزمنة لا يعلمها إلا الله ﷿ لأن الله ﷿ لم يزل ولا يزال خالقا، وعلى هذا; فيكون: إن أول ما خلق الله القلم يحتاج إلى تأويل ليطابق ما علم بالضرورة من أن الله تعالى له مخلوقات قبل هذا الزمن.
قال أهل العلم: وتأويله: إن المعنى: أن أول ما خلق الله القلم بالنسبة لما نشاهده فقط من المخلوقات; كالسماوات والأرض ... فهي أولية نسبية، وقد قال ابن القيم في نونيته:

فقال له: اكتب. فقال: رب! وماذا أكتب؟ .............................

_________
والناس مختلفون في القلم الذي ... كتب القضاء به من الديان
هل كان قبل العرش أو هو بعده ... قولان عند أبي العلا الهمذاني
والحق أن العرش قبل لأنه ... قبل الكتابة كان ذا أركان
قوله: " فقال له: اكتب ": القائل هو الله ﷿ يخاطب القلم، والقلم جماد، لكن كل جماد أمام الله مدرك وعاقل ومريد، والدليل على هذا قوله تعالى في سورة فصلت: ﴿قُلْ أَإِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا﴾ ١ أي: لا بد أن تنقادا لأمر الله طوعا أو كرها; فكان الجواب: ﴿قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ﴾ ٢ فقد خاطب الله السماوات والأرض وأجابتا ودل قوله: "طائعين" على أن لها إرادة وأنها تطيع; فكل شيء أمام الله; فهو مدرك مريد ويجيب ويمتثل.
قوله: "قال: ربي وماذا أكتب؟ ": "ماذا": اسم استفهام مفعوله مقدم، و"أكتب": فعل مضارع مرفوع بالضمة الظاهرة، هذا إذا ألغيت "ذا"، أما إذا لم تلغ; فنقول: "ما": اسم استفهام مبتدأ، و"ذا": خبره; أي; ما الذي أكتب؟ والعائد على الموصول محذوف تقديره: ما الذي أكتبه؟
وفي هذا دليل على أن الأمر المجمل لا حرج على المأمور في طلب استبانته، وعلى هذا; فإننا نقول: إذا كان الأمر مجملا; فإن طلب استبانته لا يكون معصية; فالقلم لا شك أنه ممتثل لأمر الله -سبحانه
_________
١ سورة آية: ٩-١١.
٢ سورة فصلت آية: ١١.

قال: اكتب مقادير كل شيء حتى تقوم الساعة "١. يا بني سمعت رسول الله ﷺ يقول: "من مات على غير هذا فليس مني "٢.

_________
وتعالى-، ومع ذلك قال: " رب وماذا أكتب؟ قال: اكتب مقادير كل شيء حتى تقوم الساعة "، فكتب المقادير.
فإن قيل: هل القلم يعلم الغيب؟
فالجواب: لا، لكن الله أمره، ولا بد أن يمتثل لأمر الله، فكتب هذا القلم الذي يعتبر جمادا بالنسبة لمفهومنا، كتب كل شيء أمره الله أن يكتبه; لأن الله إذا أراد شيئا قال له: كن; فيكون على حسب مراد الله.
و"كل": من صيغ العموم; فتعم كل شيء مما يتعلق بفعل الله أو بفعل المخلوقين.
وقوله: " حتى تقوم الساعة ": الساعة هي القيامة، وأطلق عليها لفظ الساعة; لأن كل شيء عظيم من الدواهي له ساعة; يعني: الساعة المعهودة التي تذهل الناس وتحيق بهم وتغشاهم حين تقوم، وذلك عند النفخ في الصور.
قوله: " يا بني! سمعت رسول الله ﷺ يقول: "من مات على غير هذا ": أي: الإيمان بأن الله كتب مقادير كل شيء.
قوله: " فليس مني ": تبرأ منه الرسول ﷺ لأنه كافر، والرسول ﷺ بريء من كل كافر.
_________
١ سنن الترمذي: كتاب القدر (٢١٥٥) وكتاب تفسير القرآن (٣٣١٩)، وسنن أبي داود: كتاب السنة (٤٧٠٠) .
٢ أخرجه: أبو داود في (السنة، باب في القدر، ٤/٧٦) وفيه حبيش بن شريح، وهو مقبول. ومن طريق آخر أخرجه: الترمذي في (القدر، ٦/٣٢٥)، والطيالسي (٥٥٧)، وابن أبي عاصم في "السنة" (١٠٥) . وفيه عبد الواحد بن سليم. ومن طريق آخر أخرجه: ابن أبي عاصم (١٠٤) في "السنة" و"الأوائل" (٢) . وفيه بقية بن الوليد ومعاوية بن سليم. ومن طريق آخر أخرجه: أحمد (٥/٣١٧)، وابن أبي عاصم (١٠٧)، والآجري (ص ١٧٧، ١٧٨) . وفيه أيوب بن زياد الحمصي. وأخرجه أيضا: ابن أبي عاصم في "السنة" (١٠٣) . وفيه ابن لهيعة. والحديث صححه الألباني; كما في "تعليقه على المشكاة" (١/٣٤) .

......................................................................

_________
ويستفاد من هذا الحديث:
١- ملاطفة الأبناء بالموعظة، وتؤخذ من قوله: "يا بني! ".
٢- أنه ينبغي أن يلقن الأبناء الأحكام بأدلتها، وذلك أنه لم يقل: إن الله كتب ... وسكت، ولكنه أسند إلى الرسول ﷺ فمثلا: إذا أردت أن تقول لابنك: سم الله على الأكل، وأحمد الله إذا فرغت; فإنك إذا قلت ذلك يحصل به المقصود، لكن إذا قلت: سم الله على الأكل، وأحمد الله إذا فرغت; لأن النبي ﷺ أمر بالتسمية عند الأكل، وقال: " إن الله ليرضى عن العبد يأكل الأكلة ويحمده عليها، ويشرب الشربة ويحمده عليها "١. إذا فعلت ذلك استفدت فائدتين:
الأولى: أن تعود ابنك على اتباع الأدلة.
الثانية: أن تربيه على محبة الرسول ﵊، وأن الرسول ﷺ هو الإمام المتبع الذي يجب الأخذ بتوجيهاته، وهذه في الحقيقة كثيرا ما يغفل عنها; فأكثر الناس يوجه ابنه إلى الأحكام فقط، لكنه لا يربط هذه التوجيهات بالمصدر الذي هو الكتاب والسنة.
_________
١ أخرجه: مسلم في (الذكر والدعاء، باب استحباب حمد الله بعد الأكل والشرب، ٤/٢٠٩٥) ; عن أنه ﵁.

وفي رواية لأحمد: " إن أول ما خلق الله تعالى القلم، فقال له: اكتب، فجرى في تلك الساعة بما هو كائن إلى يوم القيامة "١.

_________
قوله: "وفي رواية لأحمد: إن أول ما خلق الله القلم، فقال له: اكتب ... ": هذه الرواية تفيد أمرا زائدا على ما سبق، وهو قوله: "فجرى في تلك الساعة"; فإنه صريح في أن القلم امتثل، والحديث الأول ليس فيه أنه كتب إلا عن طريق اللزوم بأنه سيكتب امتثالا لأمر الله تعالى; فيستفاد منه ما سبق من كتابة الله ﷾ كل شيء إلى قيام الساعة، وهذا مذكور في القرآن الكريم في قوله تعالى: ﴿أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾ ٢ وقال تعالى: ﴿مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا﴾ ٣ أي: من قبل أن نبرأ الخليقة، ﴿إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾ ٤.
قوله: "إلى يوم القيامة": هو يوم البعث، وسمي يوم القيامة; لقيام أمور ثلاثة فيه:
الأول: قيام الناس من قبورهم لرب العالمين; كما قال تعالى: ﴿لِيَوْمٍ عَظِيمٍ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ﴾ ٥.
الثاني: قيام الأشهاد الذين يشهدون للرسل وعلى الأمم; لقوله تعالى: ﴿إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ﴾ ٦.
_________
١ أخرجه: الإمام أحمد (٥/٣١٧)، وابن أبي عاصم (١٠٧) . وفيه أيوب بن زياد الحمصي، لم يوثقه غير ابن حبان; كما في "تعجيل المنفعة" (ص ٧٩) .
٢ سورة الحج آية: ٧٠.
٣ سورة الحديد آية: ٢٢.
٤ سورةالحديد آية: ٢٢.
٥ سورة آية: ٥-٦.
٦ سورة غافر آية: ٥١.

وفي رواية لابن وهب: قال رسول الله ﷺ " فمن لم يؤمن بالقدر خيره وشره أحرقه الله بالنار ".

_________
الثالث: قيام العدل; لقوله تعالى: ﴿وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ١.
قوله: "وفي رواية لابن وهب": ظاهره أن هذا في حديث عبادة، وابن وهب أحد حفاظ الحديث.
قوله: " فمن لم يؤمن بالقدر خيره وشره أحرقه الله بالنار ": في هذا دليل على أن الإيمان بالقدر واجب ولا يتم الإيمان إلا به، وأما من لم يؤمن به; فإنه يحرق بالنار.
وقوله: " أحرقه الله بالنار ": بعد قوله: "فمن لم يؤمن" يدل على أن من أنكر أو شك فإنه يحرق بالنار; لأن لدينا ثلاث مقامات:
الأول: الإيمان والجزم بالقدر بمراتبه الأربع.
الثاني: إنكار ذلك.
وهذان واضحان; لأن الأول إيمان والثاني كفر.
الثالث: الشك والتردد.
فهذا يلحق بالكفر، ولهذا قال: "فمن لم يؤمن"، ودخل في هذا النفي من أنكر ومن شك.
وفي قوله: "أحرقه الله بالنار" دليل على أن عذاب النار محرق، وأن أهلها ليس كما زعم بعض أهل البدع يتكيفون لها حتى لا يحسون لها بألم، بل هم يحسون بألم وتحرق أجسامهم، وقد ثبت في حديث الشفاعة
_________
١ سورة الأنبياء آية: ٤٧.

وفي " المسند " و"السنن" عن ابن الديلمي قال: "أتيت أبي بن كعب، فقلت: في نفسي شيء من القدر; فحدثني بشيء، لعل الله أن يذهبه من قلبي..................................................................

_________
أن الله يخرج من النار من كان من المؤمنين حتى صاروا حمما١ يعني: فحما أسود، وقد دل عليه القرآن في قوله تعالى: ﴿وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ﴾ ٢ وفي قوله تعالى ﴿كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ﴾ ٣.
قوله: "في نفسي شيء من القدر": لم يفصح عن هذا الشيء، لكن لعله لما حدثت بدعة القدر، وهي أول البدع حدوثا صار الناس يتشككون فيها ويتكلمون فيها، وإلا; فإن الناس قبل حدوث هذه البدعة كانوا على الحق، ولا سيما أن رسول الله ﷺ خرج على أصحابه ذات يوم وهم يتكلمون في القدر، فغضب النبي عليه الصلاة السلام من ذلك، وأمرهم بأن لا يتنازعوا وأن لا يختلفوا، فكف الناس عن هذا٤ حتى قامت بدعة القدرية وحصل ما حصل من الشبه، فلهذا يقول ابن الديلمي: "في نفسي شيء من القدر ... ".
قوله: "فحدثني بشيء لعل الله أن يذهبه من قلبي": أي: يذهب هذا
_________
١ أخرجه: البخاري في (الرقاق، باب صفة الجنة والنار، ١/٢٠)، ومسلم في (الإيمان، باب معرفة طريق الرؤية، ١/ ١٦٧- ١٧١) .
٢ سورة الحج آية: ٢٢.
٣ سورة النساء آية: ٥٦.
٤ حديث عبد الله بن عمرو بن العاص ﵁; قال: "خرج رسول الله ﷺ على أصحابه وهم يختصمون في القدر; فكأنما يفقأ في وجهه حب الرمان من الغضب، فقال: بهذا أمرتم، أو لهذا خلقتم؟! تضربون القرآن بعضه ببعض؟! بهذا هلكت الأمم قبلكم". أخرجه: ابن ماجه في (المقدمة، باب في القدر، ١/٣٣) - قال في "الزوائد": "هذا إسناد صحيح رجاله ثقات"-، واللالكائي في "شرح أصول اعتقاد أهل السنة" (١١١٩) . وأخرجه: أيضا أحمد في "المسند"- تحقيق شاكر- طريق حماد (٦٨٤٦)، ومن طريق أبي معاوية (٦٦٦٨)، ومن طريق أنس بن عياض عن أبي حازم (٦٧٠٢) . وقال أحمد شاكر: "إسناد صحيح".

فقال: لو أنفقت مثل أحد ذهبا; ما قبله الله منك حتى تؤمن بالقدر، وتعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطئك، وما أخطأك لم يكن ليصيبك، ولو مت على غير هذا; لكنت من أهل النار..........................................

_________
الشيء، وهكذا يجب على الإنسان إذا أصيب بمرض أن يذهب إلى أطباء ذلك المرض، وأطباء مرض القلوب هم العلماء، ولا سيما مثل الصحابة ﵃; كأبي بن كعب; فلكل داء طبيب.
قوله: "لو أنفقت مثل أحد ذهبا ما قبله الله منك حتى تؤمن بالقدر": هذا يدل على أن من لم يؤمن بالقدر فهو كافر; لأن الذي لا تقبل منه النفقات هم الكفار، وسبق نحوه عن ابن عمر ﵄.
قوله: "حتى تؤمن بالقدر، وتعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطئك وما أخطأك لم يكن ليصيبك": قد سبق الكلام على هذه الجملة.
قوله: "ولو مت على غير هذا; لكنت من أهل النار": "مت" بالضم; لأنها من مات يموت، وفيه لغة أخرى بالكسر "مت "; كما في قوله تعالى: ﴿كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ﴾ ١، في إحدى القراءتين، وهي على هذه القراءة من مات يميت بالياء.
قوله: "على غير هذا; لكنت من أهل النار": جزم أبي بن كعب ﵁ بأنه إذا مات على غير هذا كان من أهل النار; لأن من أنكر القدر فهو كافر، والكافر يكون من أهل النار الذين هم أهلها المخلدون فيها. وهل هذا الدواء يفيد؟
الجواب: نعم يفيد، وكل مؤمن بالله إذا علم أن منتهى من لم يؤمن بالقدر هو هذا; فلا بد أن يرتدع، ولا بد أن يؤمن بالقدر على ما جاء في كتاب الله وسنة رسوله ﷺ.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٥٨.

قال: فأتيت عبد الله بن مسعود وحذيفة بن اليمان وزيد بن ثابت; فكلهم حدثني بمثل ذلك عن النبي ﷺ"١ حديث صحيح رواه الحاكم في " صحيحه" ٢.

_________
وقوله: "فأتيت عبد الله بن مسعود وحذيفة بن اليمان وزيد بن ثابت; فكلهم حدثني بمثل ذلك": المشار إليه الإيمان بالقدر، وأن يعلم الإنسان أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وما أخطأه لم يكن ليصيبه وهؤلاء العلماء الأجلاء كلهم من أهل القرآن.
فأبي بن كعب من أهل القرآن ومن كتبة القرآن، حتى "إن الرسول ﷺ دعاه ذات يوم وقرأ عليه سورة "لم يكن ... " البينة، وقال: "إن الله أمرني أن أقرأها عليك "، فقال: يا رسول الله! سماني الله لك. قال: "نعم". فبكى ﵁" بكاء فرح أن الله ﷿ سماه باسمه لنبيه، وأمر نبيه أن يقرأ عليه هذه السورة٣. وأما عبد الله بن مسعود; فقد قال النبي ﷺ " من سره أن يقرأ القرآن غضا كما أنزل; فليقرأه على قراءة ابن أم عبد "٤. وأما زيد بن ثابت، فهو أحد كتاب
_________
١ أبو داود: السنة (٤٦٩٩)، وابن ماجه: المقدمة (٧٧)، وأحمد (٥/١٨٢،٥/١٨٥،٥/١٨٩) .
٢ أخرجه: أحمد (٥/١٨٥، ١٨٩)، وأبو داود في (السنة، باب في القدر، ٥/٧٥)، وابن ماجه في (المقدمة، باب في القدر، ١/٢٩)، وعبد الله ابن الإمام أحمد في "السنة" (ص ١٠٧)، وابن أبي عاصم في "السنة" (٢٤٥)، والطبراني في "الكبير" (٤٩٤٠)، وابن حبان (١٨١٧)، والخطيب في "الموضح" (١/١٨٤) . وأخرجه من طريق آخر: الآجري في "الشريعة" (ص ١٨٧) . وقال الهيثمي في "مجمع الزوائد" (٧/١٩٨): "رواه الطبراني بإسنادين، ورجال هذه الطريق ثقات".
٣ أخرجه: البخاري في (مناقب الأنصار، باب مناقب أبي بن كعب، ٣/٤٤)، ومسلم في (فضائل الصحابة، باب من فضائل أبي، ٤/١٩١٤) ; عن أنه ﵁.
٤ أخرجه: أحمد (١/٧)، وابن ماجه في (المقدمة، فضل عبد الله بن مسعود ﵁; ١/٤٩) ; عن أبي بكر وعمر. وأخرجه: أحمد (١/٢٦، ٣٨)، وابن سعد (٢/٤٣٢، ٧/٣٥)، والحاكم (٣/٣١٨) -وصححه على شرط الشيخين، ووافقه الذهبي-; عن عمر ﵁. وأحمد (١/٤٤٥، ٤٥٤)، وابن سعد، والطيالسي (٢/١٥)، والطبراني، والبزار; كما في "مجمع الزوائد" (٩/٢٨٧) ; عن ابن مسعود. وقال الهيثمي: "وفيه عاصم بن أبي النجود، وهو على ضعفه حسن الحديث، وبقية رجال أحمد رجال الصحيح، ورجال الطبراني رجال الصحيح، عدا فرات بن محبوب وهو ثقة". والبخاري في "التاريخ الكبير" (١/٣٦٠) ; عن عمار بن ياسر ﵁.

......................................................................

_________
القرآن في عهد أبي بكر رضي الله عنه١. وحذيفة بن اليمان صاحب السر الذي أسر إليه النبي ﷺ بأسماء المنافقين٢.
والحاصل أن هذا الباب يدل على وجوب الإيمان بالقضاء والقدر بمراتبه الأربع.
مسألة: الإيمان بالقدر هل هو متعلق بتوحيد الربوبية، أو بالألوهية، أو بالأسماء والصفات؟
الجواب: تعلقه بالربوبية أكثر من تعلقه بالألوهية والأسماء والصفات، ثم تعلقه بالأسماء والصفات أكثر من تعلقه بالألوهية، وتعلقه بالألوهية أيضا ظاهر; لأن الألوهية بالنسبة لله يسمى توحيد الألوهية، وبالنسبة للعبد يسمى توحيد العبادة، والعبادة فعل العبد; فلها تعلق بالقدر، فالإيمان بالقدر له مساس بأقسام التوحيد الثلاثة.
مسألة: هل اختلف الناس في القدر؟
_________
١ أخرجه: البخاري في (التفسير، باب لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم، ٣/٢٤٠) .
٢ أخرجه: البخاري في (فضائل الصحابة، باب مناقب عمار وحذيفة، ٣/٣٠) ; عن أبي الدرداء ﵁.

فيه مسائل:

الأولى: بيان فرض الإيمان بالقدر.

الثانية: بيان كيفية الإيمان.

الثالثه: إحباط عمل من لم يؤمن به.

_________
الجواب: نعم، اختلفوا فيه على ثلاث فرق، وقد سبق١.
فيه مسائل:
الأولى: بيان فرض الإيمان بالقدر دليله قوله: "الإيمان: أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر، وتؤمن بالقدر خيره وشره"٢.
الثانية: بيان كيفية الإيمان: أي: بالقدر وهو أن تؤمن بأن ما أصابك لم يكن ليخطئك، وما أخطأك لم يكن ليصيبك.
ولم يتكلم المؤلف عن مراتب القدر; لأنه لم يذكرها، ونحن ذكرناها وأنها أربع مراتب جمعت اختصارا في بيت واحد، وهو قوله:
علم كتابة مولانا مشيئته ... وخلقه وهو إيجاد وتكوين
والإيمان بهذه المراتب داخل في كيفية الإيمان بالقدر.
الثالثة: إحباط عمل من لم يؤمن به: تؤخذ من قول ابن عمر: "لو كان لأحدهم مثل أحد ذهبا ثم أنفقه في سبيل الله ما قبله الله منه حتى يؤمن بالقدر" ويتفرع منه ما ذكرناه سابقا بأنه يدل على أن من لم يؤمن بالقدر فهو كافر; لأن الكافر هو الذي لا يقبل منه العمل.
_________
١ انظر: (ص ٣٩٧) .
٢ مسلم: الإيمان (٨)، والترمذي: الإيمان (٢٦١٠)، والنسائي: الإيمان وشرائعه (٤٩٩٠)، وأبو داود: السنة (٤٦٩٥)، وابن ماجه: المقدمة (٦٣)، وأحمد (١/٢٧،١/٢٨،١/٥١) .

الرابعة: الإخبار أن أحدا لا يجد طعم الإيمان حتى يؤمن به.

الخامسة: ذكر أول ما خلق الله.

السادسة: أنه جرى بالمقادير في تلك الساعة إلى يوم قيام الساعة.

_________
الرابعة: الإخبار أن أحدا لا يجد طعم الإيمان حتى يؤمن به: أي: بالقدر، وهو كذلك; لقول عبادة بن الصامت لابنه: يا بني إنك لن تجد طعم الإيمان ... إلخ. وقد سبق أن الإيمان بالقدر يوجب طمأنينة الإنسان بما قضاه الله ﷿ ويستريح لأنه علم أن هذا أمر لا بد أن يقع على حسب المقدور، لا يتخلف أبدا، " ولا تقل: لو أني فعلت كذا لكان كذا; لأن لو تفتح عمل الشيطان "١٢ ولا ترفع شيئا وقع مهما قلت.
الخامسة: ذكر أول ما خلق الله: ظاهر كلام المؤلف: الميل إلى أن القلم أول مخلوقات الله، ولكن الصحيح خلافه، وأن القلم ليس أول مخلوقات الله، لأنه ثبت في "صحيح البخاري": " كان الله ولم يكن شيء قبله، وكان عرشه على الماء، ثم خلق السماوات والأرض وكتب في الذكر مقادير كل شيء "٣٤ وهذا واضح في الترتيب، ولهذا كان الصواب بلا شك أن خلق القلم بعد خلق العرش، وسبق لنا تخريج الروايتين، وأنه على الرواية التي ظاهرها أن القلم أول ما خلق تحمل على أنه أول ما خلق بالنسبة لما يتعلق بهذا العالم المشاهد; فهو قبل خلق السماوات والأرض، فتكون أوليته نسبية.
السادسة: أنه جرى بالمقادير في تلك الساعة إلى يوم قيام
_________
١ مسلم: القدر (٢٦٦٤)، وابن ماجه: المقدمة (٧٩)، وأحمد (٢/٣٦٦،٢/٣٧٠) .
٢ سبق (ص ٣٧٢) .
٣ البخاري: التوحيد (٧٤١٨)، وأحمد (٤/٤٣١) .
٤ أخرجه: البخاري في (التوحيد، باب وكان عرشه على الماء، ٤/ ٣٨٧) ; عن عمران بن حصين ﵁.

السابعة: براءته ﷺ ممن لم يؤمن به.

الثامنة: عادة السلف في إزالة الشبهة بسؤال العلماء.

التاسعة: أن العلماء أجابوه بما يزيل شبهته، وذلك أنهم نسبوا الكلام إلى رسول الله ﷺ فقط.

_________
الساعة: لقوله في الحديث: "فجرى في تلك الساعة بما هو كائن إلى يوم القيامة". وفيه أيضا من الفوائد: توجيه خطاب الله إلى الجماد، وأنه يعقل أمر الله; لأن الله وجه الخطاب إلى القلم ففهم واستجاب، لكنه سأل في الأول وقال: "ماذا أكتب؟ ".
السابعة: براءته ﷺ ممن لم يؤمن به: لقوله: "من مات على غير هذا; فليس مني"، وهذه البراءة مطلقة; لأن من لم يؤمن بالقدر فهو كافر كفرا مخرجا عن الملة.
الثامنة: عادة السلف في إزالة الشبهة بسؤال العلماء: لأن ابن الديلمي يقول: "فأتيت عبد الله بن مسعود وحذيفة بن اليمان وزيد بن ثابت" بعد أن أتى أبي بن كعب; فدل هذا على أن من عادة السلف السؤال عما يشتبه عليهم. وفيه أيضا مسألة ثانية، وهي جواز سؤال أكثر من عالم للتثبت; لأن ابن الديلمي سأل عدة علماء، أما سؤال أكثر من عالم لتتبع الرخص; فهذا لا يجوز كما نص على ذلك أهل العلم، وهذا من شأن اليهود; فاليهود لما كان في التوراة أن الزاني يرجم إذا كان محصنا وكثر الزنى في أشرافهم; غيروا هذا الحد، ولما قدم النبي ﷺ المدينة، وزنا منهم رجل بامرأة قالوا: اذهبوا إلى هذا الرجل لعلكم تجدون عنده شيئا آخر; لأجل أن يتتبعوا الرخص.
التاسعة: أن العلماء أجابوه بما يزيل شبهته، وذلك أنهم نسبوا

......................................................... ...

_________
الكلام إلى رسول الله ﷺ فقط: لقول ابن الديلمي: "كلهم حدثني بمثل ذلك عن النبي ﷺ"، وهذا مزيل للشبهة، فإذا نسب الأمر إلى الله ورسوله; زالت الشبهة تماما، لكن تزول عن المؤمن، أما غير المؤمن; فلا تنفعه; فالله ﷿ يقول: ﴿وَمَا تُغْنِي الآياتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لا يُؤْمِنُونَ﴾ ١ وقال: ﴿إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جَاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الأَلِيمَ﴾ ٢ لكن المؤمن هو الذي تزول شبهته بما جاء عن الله ورسوله; كما قال تعالى: ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾ ٣ ولهذا لما "قالت عائشة للمرأة: كان يصيبنا ذلك -تعني الحيض-; فنؤمر بقضاء الصوم، ولا نؤمر بقضاء الصلاة"٤ لم تذهب تعلل، ولكن لا حرج على الإنسان أن يذكر الحكم بعلته لمن لم يؤمن لعله يؤمن، ولهذا يذكر الله ﷿ إحياء الموتى ويذكر الأدلة العقلية والحسية على ذلك; فقال في أدلة العقل: ﴿وَهُوَ الَّذِي يَبْدأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ﴾ ٥ فهذه دلالة عقلية; فالعقل يؤمن إيمانا كاملا بأن من قدر على الابتداء فهو قادر على الإعادة من باب أولى. وذكر أدلة حسية، منها قوله تعالى: ﴿وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى﴾ ٦.
فإذا لا مانع أن تأتي بالأدلة العقلية أو الحسية من أجل أن تقنع الخصم وتطمئن الموافق.
_________
١ سورة يونس آية: ١٠١.
٢ سورة آية: ٩٦-٩٧.
٣ سورة الأحزاب آية: ٣٦.
٤ أخرجه: البخاري في (الحيض، باب لا تقضي الحائض الصلاة، ١/ ١٢٠)، ومسلم في (الحيض، باب وجوب قضاء الصوم على الحائض، ١/ ٢٦٥) .
٥ سورة الروم آية: ٢٧.
٦ سورة فصلت آية: ٣٩.

......................................................................

_________
وفيه دليل رابع، وهو دليل الفطرة; فلا مانع أيضا أن تأتي به للاستدلال على ما تقول من الحق لتلزم الخصم به وتطمئن الموافق، وما زال العلماء يسلكون هذا المسلك، وقد مر علينا قصة أبي المعالي الجويني مع الهمداني، حيث إن أبا المعالي الجويني -غفر الله لنا وله- كان يقرر نفي استواء الله على عرشه، فقال له الهمداني: "دعنا من ذكر العرش; فما تقول في هذه الضرورة التي نجدها في قلوبنا: ما قال عارف قط: يا الله! إلا وجد من قلبه ضرورة بطلب العلو". فصرخ أبو المعالي ولطم على رأسه، وقال: حيرني الهمداني، حيرني الهمداني.
فإذا الأدلة سمعية وعقلية وفطرية وحسية. وأشدها إقناعا للمؤمن هو الدليل السمعي; لأنه يقف عنده ويعلم أن كل ما خالف دلالة السمع فهو باطل، وإن ظنه صاحبه حقا.

باب ما جاء في المصورين

باب: ما جاء في المصورين

وعن أبي هريرة ﵁ قال: قال رسول الله ﷺ "قال الله تعالى: ومن أظلم ممن ذهب يخلق كخلقي ;..........................................

_________
قوله: "باب ما جاء في المصورين ": يعني: من الوعيد الشديد.
ومناسبة هذا الباب للتوحيد
أن في التصوير خلقا وإبداعا يكون به المصور مشاركا لله في ذلك الخلق والإبداع.
قوله في الحديث: "ومن أظلم ممن ذهب يخلق كخلقي": ينتهي سند هذا الحديث إلى الله ﷿ ويسمى حديثا قدسيا، وسبق الكلام عليه في باب فضل التوحيد وما يكفر من الذنوب.
قوله: "ومن أظلم": "من": اسم استفهام والمراد به النفي; أي: لا أحد أظلم، وإذا جاء النفي بصيغة الاستفهام كان أبلغ من النفي المحض; لأنه يكون مشربا معنى التحدي والتعجيز.
فإن قيل: كيف يجمع بين هذا الحديث وبين قوله تعالى: ﴿وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ﴾ ١ وقوله: ﴿وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا﴾ ٢ وغير ذلك من النصوص؟
فالجواب من وجهين:
الأول: أن المعنى أنها مشتركة في الأظلمية، أي أنها في مستوى واحد في كونها في قمة الظلم.
_________
١ سورة البقرة آية: ١١٤.
٢ سورة الأنعام آية: ٢١.

فليخلقوا ذرة،........................................................

_________
الثانية: أن الأظلمية نسبية، أي أنه لا أحد أظلم من هذا في نوع هذا العمل لا في كل شيء، فيقال مثلا: من أظلم في مشابهة أحد في صنعه ممن ذهب يخلق كخلق الله، ومن أظلم في منع حق ممن منع مساجد الله، ومن أظلم في افتراء الكذب ممن افترى على الله كذبا.
قوله: "يخلق": حال من فاعل ذهب; أي: ممن ذهب خالقا. والخلق في اللغة: التقدير، قال الشاعر:
ولأنت تفري ما خلقت ... وبعض الناس يخلق ثم لا يفري
تفري; أي: تفعل، ما خلقت; أي: ما قدرت. ويطلق الخلق على الفعل بعد التقدير، وهذا هو الغالب، والخلق بالنسبة للإنسان يكون بعد تأمل ونظر وتقدير، وأما بالنسبة للخالق; فإنه لا يحتاج إلى تأمل ونظر لكمال علمه، فالخلق بالنسبة للمصور يكون بمعنى الصنع بعد النظر والتأمل.
قوله: "يخلق كخلقي": فيه جواز إطلاق الخلق على غير الله، وقد سبق الكلام على هذا والجواب عنه في أول الكتاب.
قوله: " فليخلقوا ذرة ": اللام للأمر، والمراد به التحدي والتعجيز، وهذا من باب التحدي في الأمور الكونية، وقوله تعالى: ﴿فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ﴾ ١ من باب التحدي في الأمور الشرعية.
والذرة: واحدة الذر، وهي النمل الصغار، وأما من قال: بأن الذرة هي ما تتكون منها القنبلة الذرية فقد أخطأ; لأن النبي ﷺ يخاطب الصحابة بلغة العرب وهم لا يعرفون القنبلة الذرية، وذكر الله الذرة لأن فيها روحا، وهي من أصغر الحيوانات.
_________
١ سورة الطور آية: ٣٤.

أو ليخلقوا حبة، أو ليخلقوا شعيرة "١٢ أخرجاه.

_________
قوله: "أو ليخلقوا حبة ": "أو" للتنويع; أي: انتقل من التحدي بخلق الحيوان ذي الروح إلى خلق الحبة التي هي أصل الزرع من الشعير وغيره وليس لها روح.
قوله: " أو ليخلقوا شعيرة ": يحتمل أن المراد شجرة الشعير، فيكون في الأول ذكر التحدي بأصل الزرع وهي الحبة، ويحتمل أن المراد الحبة من الشعير ويكون هذا من باب ذكر الخاص بعد العام; لأن حبة الشعير أخص من الحب. أو تكون "أو" شكا من الراوي. فالله تحدى الخلق إلى يوم القيامة أن يخلقوا ذرة أو يخلقوا حبة أو شعيرة.
فإن قيل: يوجد رز أمريكي مصنوع.
أجيب: إن هذا المصنوع لا ينبت كالطبيعي، ولعل هذا هو السر في قوله: "أو ليخلقوا حبة"، ثم قال: "أو ليخلقوا شعيرة"; لأن الحبة إذا غرست في الأرض فلقها الله، قال تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى﴾ ٣ وقال تعالى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ﴾ ٤ أي: اجتمعوا لخلقه متعاونين عليه وقد هيئوا كل ما عندهم، ﴿وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ﴾ ٥.
قال العلماء: لو أن الذباب وقع على هذه الأصنام فامتص شيئا من طيبها ما استطاعوا أن يستنقذوه منه، فيكون الذباب غالبا لها، ﴿ضَعُفَ الطَّالِبُ﴾ أي: العابد والمعبود، ﴿وَالْمَطْلُوبُ﴾ أي: الذباب.
_________
١ البخاري: التوحيد (٧٥٥٩)، ومسلم: اللباس والزينة (٢١١١)، وأحمد (٢/٢٣٢،٢/٢٥٩،٢/٣٩١،٢/٤٥١،٢/٥٢٧) .
٢ أخرجه: البخاري في (اللباس، باب نقض الصور، ٤/ ٨٢)، ومسلم في (اللباس والزينة، باب تحريم تصوير صورة الحيوان، ٣/١٦٧١) .
٣ سورة الأنعام آية: ٩٥.
٤ سورة الحج آية: ٧٣.
٥ سورة الحج آية: ٧٣.

......................................................................

_________
ويستفاد من هذا الحديث، وهو ما ساقه المؤلف من أجله: تحريم التصوير لأن المصور ذهب يخلق كخلق الله ليكون مضاهيا لله في صنعه، والتصوير له أحوال:
الحال الأولى:
أن يصور الإنسان ما له ظل كما يقولون; أي: ما له جسم على هيكل إنسان أو بعير أو أسد أو ما أشبهها; فهذا أجمع العلماء فيما أعلم على تحريمه، فإن قلت: إذا صور الإنسان لا مضاهاة لخلق الله، ولكن صور عبثا; يعني: صنع من الطين أو من الخشب أو من الأحجار شيئا على صورة حيوان وليس قصده أن يضاهي خلق الله، بل قصده العبث أو وضعه لصبي ليهدئه به ; فهل يدخل في الحديث؟
فالجواب: نعم، يدخل في الحديث; لأنه خلق كخلق الله، ولأن المضاهاة لا يشترط فيها القصد، وهذا هو سر المسألة، فمتى حصلت المضاهاة ثبت حكمها، ولهذا لو أن إنسانا لبس لبسا يختص بالكفار ثم قال: أنا لا أقصد التشبه بهم; نقول: التشبه منك بهم حاصل أردته أم لم ترده، وكذلك لو أن أحدا تشبه بامرأة في لباسها أو في شعرها أو ما أشبه ذلك وقال: ما أردت التشبه; قلنا له: قد حصل التشبه، سواء أردته أم لم ترده.
الحال الثانية:
أن يصور صورة ليس لها جسم بل بالتلوين والتخطيط فهذا محرم لعموم الحديث، ويدل عليه حديث النمرقة حيث "أقبل النبي ﷺ إلى بيته، فلما أراد أن يدخل رأى نمرقة فيها تصاوير، فوقف وتأثر، وعرفت الكراهة في وجهه، فقالت عائشة ﵂: ما أذنبت يا رسول الله; فقال:

......................................................................

_________
إن أصحاب هذه الصور يعذبون يوم القيامة، يقال لهم: أحيوا ما خلقتم "١ فالصور بالتلوين كالصور بالتجسيم، وقوله في "صحيح البخاري": "إلا رقما في ثوب٢ "، إن صحت الرواية هذه; فالمراد بالاستثناء ما يحل تصويره من الأشجار ونحوها.
الحال الثالثة:
أن تلتقط الصور التقاطا بأشعة معينة بدون أي تعديل أو تحسين من الملتقط; فهذا محل خلاف بين العلماء المعاصرين:
فالقول الأول: أنه تصوير، وإذا كان كذلك; فإن حركة هذا الفاعل للآلة يعد تصويرا; إذ لولا تحريكه إياها ما انطبعت هذه الصورة على هذه الورقة، ونحن متفقون على أن هذه صورة; فحركته تعتبر تصويرا، فيكون داخلا في العموم.
القول الثاني: أنها ليست بتصوير; لأن التصوير فعل المصور، وهذا الرجل ما صورها في الحقيقة وإنما التقطها بالآلة، والتصوير من صنع الله. ويوضح ذلك لو أدخلت كتابا في آلة التصوير، ثم خرج من هذه الآلة; فإن رسم الحروف من الكاتب الأول لا من المحرك، بدليل أنه قد يشغلها شخص أمي لا يعرف الكتابة إطلاقا أو أعمى في ظلمة، وهذا القول أقرب; لأن المصور بهذه الطريقة لا يعتبر مبدعا ولا مخططا، ولكن يبقى النظر: هل يحل هذا الفعل أو لا؟
والجواب: إذا كان لغرض محرم صار حراما، وإذا كان لغرض مباح
_________
١ أخرجه: البخاري في (اللباس، باب من كره القعود على الصور، ٤/٨٢)، ومسلم في (اللباس، باب تحريم تصوير صورة الحيوان، ٣/١٦٦٩) ; عن عائشة ﵂.
٢ أخرجه: البخاري في الموضع السابق، ومسلم في الموضع السابق (٣/١٦٦٥) .

......................................................................

_________
صار مباحا; لأن الوسائل لها أحكام المقاصد، وعلى هذا; فلو أن شخصا صور إنسانا لما يسمونه بالذكرى، سواء كانت هذه الذكرى للتمتع بالنظر إليه أو التلذذ به أو من أجل الحنان والشوق إليه; فإن ذلك محرم ولا يجوز لما فيه من اقتناء الصور; لأنه لا شك أن هذه صورة ولا أحد ينكر ذلك.
وإذا كان لغرض مباح كما يوجد في التابعية والرخصة والجواز وما أشبهه; فهذا يكون مباحا، فإذا ذهب الإنسان الذي يحتاج إلى رخصة إلى هذا المصور الذي تخرج منه الصورة فورية بدون عمل لا تحميض ولا غيره، وقال: صورني، فصوره; فإن هذا المصور لا نقول: إنه داخل في الحديث; أي: حديث الوعيد على التصوير، أما إذا قال: صورني لغرض آخر غير مباح; صار من باب الإعانة على الإثم والعدوان.
الحال الرابعة:
أن يكون التصوير لما لا روح فيه وهذا على نوعين:
النوع الأول: أن يكون مما يصنعه الآدمي; فهذا لا بأس به بالاتفاق; لأنه إذا جاز الأصل جازت الصورة; مثل أن يصور الإنسان سيارته; فهذا يجوز; لأن صنع الأصل جائز، فالصورة التي هي فرع من باب أولى.
النوع الثاني: ما لا يصنعه الآدمي وإنما يخلقه الله، فهذا نوعان: نوع نام، ونوع غير نام، فغير النامي; كالجبال، والأودية، والبحار، والأنهار; فهذه لا بأس بتصويرها بالاتفاق، أما النوع الذي ينمو; فاختلف في ذلك أهل العلم، فجمهور أهل العلم على جواز تصويره لما سيأتي في الأحاديث.

......................................................................

_________
وذهب بعض أهل العلم من السلف والخلف إلى منع تصويره، واستدل بأن هذا من خلق الله ﷿ والحديث عام: "ومن أظلم ممن ذهب يخلق كخلقي"١ ولأن الله ﷿ تحدى هؤلاء بأن يخلقوا حبة أو يخلقوا شعيرة٢ والحبة أو الشعيرة ليس فيها روح، لكن لا شك أنها نامية، وعلى هذا; فيكون تصويرها حراما، وقد ذهب إلى هذا مجاهد ﵀ أعلم التابعين بالتفسير-، وقال: إنه يحرم على الإنسان أن يصور الأشجار، لكن جمهور أهل العلم على الجواز، وهذا الحديث هل يؤيد رأي الجمهور أو يؤيد رأي مجاهد ومن قال بقوله؟
الجواب: يؤيد رأي مجاهد ومن قال بقوله أمران:
أولا: العموم في قوله: "ومن أظلم ممن ذهب يخلق كخلقي"٣.
ثانيا: قوله: " أو ليخلقوا حبة أو ليخلقوا شعيرة "، وهذه ليست ذات روح; فظاهر الحديث هذا مع مجاهد ومن يرى رأيه، ولكن الجمهور أجابوا عنه بالأحاديث التالية، وهي أن قوله: " أحيوا ما خلقتهم ٤ "، وقوله: " كلف أن ينفخ فيها الروح ٥ " يدل على أن المراد تصوير ما فيه روح، وأما قوله: "أو ليخلقوا حبة أو ليخلقوا شعيرة"; فذكر على سبيل التحدي; أي: أن أولئك المصورين عاجزون حتى عن خلق ما لا روح فيه.
_________
١ البخاري: اللباس (٥٩٥٣)، ومسلم: اللباس والزينة (٢١١١)، وأحمد (٢/٢٣٢، ٢٥٩، ٣٩١، ٤٥١، ٥٢٧) .
٢ سبق (ص ٤٣٧) .
٣ البخاري: اللباس (٥٩٥٣)، ومسلم: اللباس والزينة (٢١١١)، وأحمد (٢/٢٣٢،٢/٢٥٩،٢/٣٩١،٢/٤٥١،٢/٥٢٧) .
٤ سبق تخريجه.
٥ سيأتي (ص ٤٤٦) .

ولهما عن عائشة ﵂; أن رسول الله ﷺ قال: "أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهئون بخلق الله "١.

_________
قوله: "أشد": كلمة أشد اسم تفضيل بمعنى أعظم وأقوى.
قوله: "الناس": للعموم، والمراد الذين يعذبون.
وقوله: "عذابا": تمييز مبين للمراد بالأشد; لأن التمييز كما قال ابن مالك:
اسم بمعنى من مبين نكرة ... ينصب تمييزا بما قد فسره٢
والعذاب يطلق على العقاب ويطلق على ما يؤلم ويؤذي وإن لم يكن عقابا; فمن الأول قوله تعالى: ﴿أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ﴾ ٣ أي: العقوبة والنكال; لأنه يدخل النار والعياذ بالله; كما قال تعالى: ﴿يَقْدُمُ قَوْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَوْرَدَهُمُ النَّارَ﴾ ٤ ومن الثاني قول النبي ﵊: " السفر قطعة من العذاب "٥ وقوله: "الميت يعذب بالنياحة عليه"٦.
قوله: "يوم القيامة": هو اليوم الذي يبعث فيه الناس، وسبق وجه تسميته بذلك. وقوله: "أشد" مبتدأ، و"الذين يضاهئون" خبره، ومعنى يضاهئون; أي: يشابهون.
"بخلق الله"; أي: بمخلوقات الله ﷾. والذين
_________
١ أخرجه: البخاري في (اللباس، باب ما وطئ من التصاوير، ٤/٨٢)، ومسلم في (اللباس، باب تحريم تصوير صورة الحيوان، ٣/١٦٦٨) .
٢ "ألفية ابن مالك" (ص ٣١) .
٣ سورة غافر آية: ٤٦.
٤ سورة هود آية: ٩٨.
٥ أخرجه: البخاري في (العمرة، باب السفر قطعة من العذاب، ١/٥٤٥)، ومسلم في (الإمارة، باب السفر قطعة من العذاب، ٣/١٥٢٦) ; عن أبي هريرة ﵁.
٦ أخرجه: البخاري في (الجنائز، باب ليس منا من شق الجيوب، ١/٣٩٨)، ومسلم في (الإيمان، باب تحريم ضرب الخدود، ١/ ٩٩) ; عن عمر ﵁.

......................................................................

_________
يضاهئون بخلق الله هم المصورون; فهم يضاهئون بخلق الله سواء كانت هذه المضاهاة جسمية أو وصفية; فالجسمية أن يصنع صورة بجسمها، والوصفية أن يصنع صورة ملونة; لأن التلوين والتخطيط باليد وصف للخلق، وإن كان الإنسان ما خلق الورقة ولا صنعها لكن وضع فيها هذا التلوين الذي يكون وصفا لخلق الله ﷿.
هذا الحديث يدل على أن المصورين يعذبون، وأنهم أشد الناس عذابا، وأن الحكمة من ذلك مضاهاتهم خلق الله ﷿ وليست الحكمة كما يدعيه كثير من الناس أنهم يصنعونها لتعبد من دون الله; فذلك شيء آخر، فمن صنع شيئا ليعبد من دون الله; فإنه حتى ولو لم يصور كما لو أتى بخشبة وقال: اعبدوها; فقد دخل في التحريم; لقوله تعالى: ﴿وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ﴾ ١ لأنه أعان على الإثم والعدوان.
وقوله: "يضاهئون": هل الفعل يشعر بالنية بمعنى أنه لا بد أن يقصد المضاهاة، أو نقول: المضاهاة حاصلة سواء كانت بنية أو بغير نيه؟
الجواب: الثاني; لأن المضاهاة حصلت سواء نوى أم لم ينو; لأن العلة هي المشابهة، وليست العلة قصد المشابهة، فلو جاء رجل وقال: أنا لا أريد أن أضاهي خلق الله، أنا أصور هذا للذكرى مثلا وما أشبه ذلك; نقول: هذا حرام; لأنه متى حصلت المشابهة ثبت الحكم; لأن الحكم يدور مع علته كما قلنا فيمن لبس لباسا خاصا بالكفار: إنه يحرم عليه هذا اللباس، ولو قال: إنه لم يقصد المشابهة; نقول: لكن حصل التشبه; فالحكم المقرون بعلة لا يشترط فيه القصد، فمتى وجدت العلة ثبت الحكم.
_________
١ سورة المائدة آية: ٢.

......................................................................

_________
فيستفاد من الحديث:
١- تحريم التصوير، وأنه من الكبائر لثبوت الوعيد عليه، وأن الحكمة من تحريمه المضاهاة بخلق الله ﷿.
٢- وجوب احترام جانب الربوبية وأن لا يطمع أحد في أن يخلق كخلق الله ﷿ لقوله: " يضاهئون بخلق الله "، ومن أجل هذا حرم الكبر; لأن فيه منازعة للرب ﷿ وحرم التعاظم على الخلق; لأن فيه منازعة للرب ﷾، وكذلك هذا الذي يصنع ما يصنع فيضاهي خلق الله فيه منازعة لله ﷿ في ربوبيته في أفعاله ومخلوقاته ومصنوعاته; فيستفاد من هذا الحديث وجوب احترام جانب الربوبية.
قوله: " أشد الناس عذابا ": فيه إشكال; لأن فيهم من هو أشد من المصورين ذنبا; كالمشركين والكفار، فيلزم أن يكونوا أشد عذابا، وقد أجيب عن ذلك بوجوه:
الأول: أن الحديث على تقدير "من"; أي: من أشد الناس عذابا بدليل أنه قد جاء ما يؤيده بلفظ: "إن من أشد الناس عذابا".
الثاني: أن الأشدية لا تعني أن غيرهم لا يشاركهم، بل يشاركهم غيرهم، قال تعالى: ﴿أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ﴾ ١ ولكن يشكل على هذا أن المصور فاعل كبيرة فقط; فكيف يسوى مع من هو خارج عن الإسلام ومستكبر؟!
الثالث: أن الأشدية نسبية، يعني أن الذين يصنعون الأشياء ويبدعونها أشدهم عذابا الذين يضاهئون بخلق الله، وهذا أقرب.
_________
١ سورة غافر آية: ٤٦.

ولهما عن ابن عباس: سمعت رسول الله ﷺ يقول: " كل مصور في النار، يجعل له بكل صورة صورها نفس يعذب بها في جهنم "١.

_________
الرابع: أن هذا من باب الوعيد الذي يطلق لتنفير النفوس عنه، ولم أر من قال بهذا، ولو قيل بهذا; لسلمنا من هذه الإيرادات، وعلى كل حال ليس لنا أن نقول إلا كما قال النبي ﷺ " أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهئون بخلق الله ".
قوله: "ولهما": أي: للبخاري ومسلم.
قوله: " كل مصور في النار ": "كل": من أعظم ألفاظ العموم، وأصلها من الإكليل، وهو ما يحيط بالشيء، ومنه الكلالة في الميراث للحواشي التي تحيط بالإنسان. فيشمل من صور الإنسان أو الحيوان أو الأشجار أو البحار، لكن قوله: " يجعل له بكل صورة صورها نفسا " يدل على أن المراد صورة ذوات النفوس; أي: ما فيه روح.
قوله: "يجعل له بكل صورة صورها نفس": الحديث في "مسلم" وليس في "الصحيحين"، لكنه بلفظ "يجعل" بالبناء للفاعل، وعلى هذا تكون "نفسا" بالنصب، وتمامه: فتعذبه في جهنم.
قوله: " يعذب بها ": كيفية التعذيب ستأتي في الحديث الذي بعده أنه يكلف أن ينفخ فيها الروح وليس بنافخ.
وقوله: " كل مصور في النار ": أي: كائن في النار. وهذه الكينونة
_________
١ أخرجه: البخاري (٥٩٦٣)، ومسلم (٢١١٠) .

ولهما عنه مرفوعا: " من صور صورة في الدنيا; كلف أن ينفخ فيها الروح، وليس بنافخ " ١.

ولمسلم عن أبي الهياج; قال: قال لي علي:...........................

_________
عند المعتزلة والخوارج كينونة خلود; لأن فاعل الكبيرة عندهم مخلد في النار، وعند المرجئة أن المراد بالمصور الكافر; لأن المؤمن عندهم لا يدخل النار أبدا، وعند أهل السنة والجماعة أنه مستحق لدخول النار وقد يدخلها وقد لا يدخلها، وإن دخلها لم يخلد فيها.
وقوله: "بكل صورة صورها ": يقتضي أنه لو صور في اليوم عشر صور ولو من نسخة واحدة; فإنه يجعل له في النار عشر صور يقال له: انفخ فيها الروح، وظاهر الحديث أنه يبقى في النار معذبا حتى تنتهي هذه الصور.
قوله: "كلف": أي: ألزم، والمكلف له هو الله ﷿.
قوله: " وليس بنافخ ": أي: كلف بأمر لا يتمكن منه زيادة في تعذيبه، وعذب بهذا العذاب ليذوق جزاء ما عمل، وبهذا تزداد حسرته وأسفه، حيث إنه عذب بما كان في الدنيا يراه راحة له; إما باكتساب، أو إرضاء صاحب، أو إبداع صنعة.
قوله: "عن أبي الهياج": هو من التابعين.
_________
١ أخرجه: البخاري في (اللباس، باب من لعن المصور، ٤/٨٣)، ومسلم في اللباس، باب تحريم تصوير صورة الحيوان، ٣/١٦٧١) .

" ألا أبعثك على ما بعثني عليه رسول الله ﷺ أن لا تدع صورة ;

_________
قوله: "قال لي علي": هو علي بن أبي طالب ﵁.
قوله: "ألا أبعثك": البعث: الإرسال بأمر مهم; كالدعوة إلى الله، قال تعالى: ﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا﴾ ١.
قوله: "على ما بعثني": يحتمل أن تكون "على" على ظاهرها للاستعلاء; لأن المبعوث يمشي على ما بعث عليه، كأنه طريق له، وهذا هو الأولى; لأن ما وافق ظاهر اللفظ من المعاني فهو أولى بالاعتبار، ويحتمل أن "على" بمعنى الباء; أي: بما بعثني عليه. وقد بعث النبي ﷺ عليا إلى اليمن بعد قسمة غنائم حنين، وقدم على النبي ﷺ وهو في مكة في حجة الوداع٢.
قوله: "أن لا تدع": "أن": مصدرية، "لا": نافية، "تدع": منصوب بأن المصدرية وهي بدل بعض من كل من "ما" في قوله: "على ما بعثني"; لأن النبي ﷺ بعث علي بن أبي طالب بأكثر من ذلك، لكن هذا مما بعثه النبي ﷺ.
قوله: "صورة": نكرة في سياق النفي فتعم. وجمهور أهل العلم: أن المحرم هو صور الحيوان فقط; لما ورد في "السنن" من حديث جبريل أن النبي ﷺ قال: " فمر برأس التمثال يقطع، فيصير كهيئة الشجرة "٣ وسبق بيان ذلك قريبا.
_________
١ سورة النحل آية: ٣٦.
٢ أخرجه: البخاري في (المغازي، باب بعث علي بن أبي طالب وخالد بن الوليد إلى اليمن، ٣/١٦٢)، ومسلم في (الحج، باب بيان وجوه الإحرام، ٢/٨٨٣) .
٣ أخرجه: أحمد (٢/٣٠٥)، وأبو داود في (اللباس، باب في الصور، ٤/٣٨٨)، والترمذي في (الأدب، باب ما جاء أن الملائكة لا تدخل بيتا فيه كلب ولا صورة، ٨/٣٥) - وقال: "حسن صحيح"-.

إلا طمستها، ولا قبرا مشرفا; إلا سويته "١.

_________
قوله: "إلا طمستها": إن كانت ملونة فطمسها بوضع لون آخر يزيل معالمها، وإن كانت تمثالا فإنه يقطع رأسه، كما في حديث جبريل السابق، وإن كانت محفورة فيحفر على وجهه حتى لا تتبين معالمه; فالطمس يختلف، وظاهر الحديث سواء كانت تعبد من دون الله أو لا.
قوله: "ولا قبرا مشرفا": أي: عاليا.
قوله: "إلا سويته" له معنيان: الأول: أي سويته بما حوله من القبور. الثاني: جعلته حسنا على ما تقتضيه الشريعة، قال تعالى: ﴿الذي خلق فسوى﴾ ٢ أي: سوى خلقه أحسن ما يكون، وهذا أحسن، والمعنيان متقاربان.
والإشراف له وجوه:
الأول: أن يكون مشرفا بكبر الأعلام التي توضع عليه، وتسمى عند الناس (نصائل) أو (نصائب)، ونصائب أصح لغة من نصائل.
الثاني: أن يبني عليه، وهذا من كبائر الذنوب; لأن النبي ﷺ " لعن المتخذين عليها المساجد والسرج "٣.
الثالث: أن تشرف بالتلوين، وذلك بأن يوضع على أعلامها ألوان مزخرفة.
الرابع: أن يرفع تراب القبر عما حوله فيكون بينا ظاهرا. فكل شيء مشرف; أي: ظاهر على غيره متميز عن غيره يجب أن يسوى بغيره، لئلا
_________
١ أخرجه: مسلم في (الجنائز، دار الأمر بتسوية القبر، ٢/ ٦٦٦) .
٢ سورة الأعلى آية: ٢.
٣ سبق (١/٤٢٨) .

......................................................................

_________
يؤدى ذلك إلى الغلو في القبور والشرك. ومناسبة ذكر القبر المشرف مع الصور:
أن كلا منهما قد يتخذ وسيلة إلى الشرك، فإن أصل الشرك في قوم نوح أنهم صوروا صور رجال صالحين، فلما طال عليهم الأمد عبدوها، وكذلك القبور المشرفة قد يزداد فيها الغلو حتى تجعل أوثانا تعبد من دون الله، وهذا ما وقع في بعض البلاد الإسلامية، وقد أطال الشارح ﵀ في هذا الباب في البناء على القبور، وذلك لأن فتنتها في البلاد الإسلامية قديمة وباقية، ما عدا بلادنا ولله الحمد; فإنها سالمة من ذلك، نسأل الله أن يديم عليها وأن يحمي بلاد المسلمين من شرها.
عقوبة المصور ما يلي:
١- أنه أشد الناس عذابا أو من أشدهم عذابا.
٢- أن الله يجعل له في كل صورة نفسا يعذب بها في نار جهنم.
٣- أنه يكلف أن ينفخ فيها الروح وليس بنافخ.
٤- أنه في النار.
٥- أنه ملعون; كما في حديث أبي جحيفة في "البخاري" وغيره.
فائدتان:
الأولى: "كلف أن ينفخ فيها الروح وليس بنافخ" يقتضي أن المراد التصوير تصوير الجسم كاملا وعلى هذا; فلو صور الرأس وحده بلا جسم أو الجسم وحده بلا رأس فالظاهر الجواز، ويؤيده ما سبق في الحديث: " مر برأس التمثال فليقطع "، ولم يقل: فليكسر، لكن تصوير

......................................................................

_________
الرأس وحده عندي فيه تردد، أما بقية الجسم بلا رأس; فهو كالشجرة لا تردد فيه عندي.
الثانية: تؤخذ من حديث علي ﵁ وهو قوله: " أن لا تدع صورة إلا طمستها " أنه لا يجوز اقتناء الصور، وهذا محل تفصيل; فإن اقتناء الصور على أقسام:
القسم الأول: أن يقتنيها لتعظيم المصور; لكونه ذا سلطان أو جاه أو علم أو عبادة أو أبوه أو نحو ذلك; فهذا حرام بلا شك، ولا تدخل الملائكة بيتا فيه هذه الصورة; لأن تعظيم ذوي السلطة باقتناء صورهم ثلم في جانب الربوبية، وتعظيم ذوي العبادة باقتناء صورهم ثلم في جانب الألوهية.
القسم الثاني: اقتناء الصور للتمتع بالنظر إليها أو التلذذ بها; فهذا حرام أيضا; لما فيه من الفتنة المؤدية إلى سفاسف الأخلاق.
القسم الثالث: أن يقتنيها للذكرى حنانا أو تلطفا، كالذين يصورون صغار أولادهم لتذكرهم حال الكبر فهذا أيضا حرام للحوق الوعيد به في قوله ﷺ "إن الملائكة لا تدخل بيتا فيه صورة "١.
القسم الرابع: أن يقتني الصور لا لرغبة فيها إطلاقا، ولكنها تأتي تبعا لغيرها; كالتي تكون في المجلات والصحف ولا يقصدها المقتني، وإنما يقصد ما في هذه المجلات والصحف من الأخبار والبحوث العلمية ونحو ذلك; فالظاهر أن هذا لا بأس به; لأن الصور فيها غير مقصودة، لكن إن أمكن طمسها بلا حرج ولا مشقة; فهو أولى.
_________
١ أخرجه: البخاري في (اللباس، باب من لم يدخل بيتا فيه صورة، ٤/٨٣)، ومسلم في (اللباس، باب تحريم تصوير صورة الحيوان، ٣/١٦٦٩) ; عن عائشة ﵂.

فيه مسائل:

الأولى: التغليظ الشديد في المصورين.

_________
القسم الخامس: أن يقتني الصور على وجه تكون فيه مهانة ملقاة في الزبل، أو مفترشة، أو موطوءة; فهذا لا بأس به عند جمهور العلماء، وهل يلحق بذلك لباس ما فيه صورة لأن في ذلك امتهانا للصورة ولا سيما إن كانت الملابس داخلية؟
الجواب: نقول: لا يلحق بذلك، بل لباس ما فيه الصور محرم على الصغار والكبار، ولا يلحق بالمفروش ونحوه; لظهور الفرق بينهما، وقد صرح الفقهاء ﵏ بتحريم لباس ما فيه صورة، سواء كان قميصا أو سراويل أم عمامة أم غيرها. وقد ظهر أخيرا ما يسمى بالحفائظ; وهي خرقة تلف على الفرجين للأطفال والحائض لئلا يتسرب النجس إلى الجسم أو الملابس; فهل تلحق بما يلبس أو بما يمتهن؟ هي إلى الثاني أقرب، لكن لما كان امتهانا خفيا وليس كالمفترش والموطوء صار استحباب التحرز منها أولى.
القسم السادس: أن يلجأ إلى اقتنائها إلجاء; كالصور التي تكون في بطاقة إثبات الشخصية والشهادات والدراهم فلا إثم فيه لعدم إمكان التحرز منه، وقد قال الله تعالى: ﴿وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ﴾ ١.
فيه مسائل:
الأولى: التغليظ الشديد في المصورين تؤخذ من قوله: "أشد الناس عذابا ... " الحديث.
_________
١ سورة الحج آية: ٧٨.

الثانية: التنبيه على العلة، وهي ترك الأدب مع الله; لقوله: " ومن أظلم ممن ذهب يخلق كخلقي".

الثالثة: التنبيه على قدرته وعجزهم; لقوله: " فليخلقوا ذرة أو شعيرة ".

الرابعة: التصريح بأنهم أشد الناس عذابا.

الخامسة: أن الله يخلق بعدد كل صورة نفسا يعذب بها المصور في جهنم.

السادسة: أنه يكلف أن ينفخ فيها الروح.

_________
الثانية: التنبيه على العلة، وهو ترك الأدب مع الله، تؤخذ من قوله: "ومن أظلم ممن ذهب يخلق كخلقي": فمن ذهب يخلق كخلق الله; فهو مسيء للأدب مع الله ﷿ لمحاولته أن يخلق مثل خلق الله تعالى، كما أن من ضاده في شرعه فقد أساء الأدب معه.
الثالثة: التنبيه على قدرته وعجزهم; لقوله: " فليخلقوا ذرة أو شعيرة ": لأن الله خلق أكبر من ذلك وهم عجزوا عن خلق الذرة أو الشعيرة.
الرابعة: التصريح بأنهم أشد الناس عذابا: لقوله: "أشد الناس عذابا ... " الحديث.
الخامسة: أن الله يخلق بعدد كل صورة نفسا يعذب بها المصور في جهنم: لقوله: "يجعل له بكل صورة صورها نفس يعذب بها في جهنم".
السادسة: أنه يكلف أن ينفخ فيها الروح: لقوله: "كلف أن ينفخ فيها الروح وليس بنافخ"، وهذا نوع من التعذيب من أشق العقوبات.

السابعة: الأمر بطمسها إذا وجدت.

_________
السابعة: الأمر بطمسها إذا وجدت: لقوله: "أن لا تدع صورة إلا طمستها": ويؤخذ من حديث الباب أيضا: الجمع بين فتنة التماثيل وفتنة القبور; لقوله: " أن لا تدع صورة إلا طمستها، ولا قبرا مشرفا إلا سويته "; لأن في كل منهما وسيلة إلى الشرك. ويؤخذ منه أيضا: إثبات العذاب يوم القيامة، وأن الجزاء من جنس العمل; لأنه يجعل له بكل صورة صورها نفس فتعذبه في جهنم.
ويؤخذ منه: وقوع التكليف في الآخرة بما لا يطاق على وجه العقوبة.

باب ما جاء في كثرة الحلف

باب: ما جاء في كثرة الحلف

وقول الله تعالى: ﴿وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ﴾ ١.

_________
الحلف: هو اليمين والقسم، وهو تأكيد الشيء بذكر معظم بصيغة مخصوصة بأحد حروف القسم، وهي: الباء، والواو، والتاء.
ومناسبة الباب لكتاب التوحيد
أن كثرة الحلف بالله يدل على أنه ليس في قلب الحالف من تعظيم الله ما يقتضي هيبة الحلف بالله، وتعظيم الله تعالى من تمام التوحيد.
قوله تعالى: ﴿وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ﴾ ٢ هذه الآية ذكرها الله في سياق كفارة اليمين، وكل يمين لها ابتداء وانتهاء ووسط; فالابتداء الحلف، والانتهاء الكفارة، والوسط الحنث، وهو أن يفعل ما حلف على تركه، أو يترك ما حلف على فعله، وعلى هذا كل يمين على شيء ماض فلا حنث فيه، وما لا حنث فيه فلا كفارة فيه، لكن إن كان صادقا; فقد بر، وإلا; فهو آثم; لأن الكفارة لا تكون إلا على شيء مستقبل.
وهل يجوز أن يحلف على ما في ظنه؟
_________
١ سورة المائدة آية: ٨٩.
٢ سورة المائدة آية: ٨٩.

......................................................................

_________
الجواب: نعم، ولذلك أدلة كثيرة، منها قول المجامع في نهار رمضان لرسول الله ﷺ: والله; ما بين لابتيها أهل بيت أفقر مني. لكن إن حلفت على مستقبل بناء على غلبة الظن ولم يحصل; فقيل: تلزمك كفارة، وقيل: لا تلزمك، وهو الصحيح، كما لو حلفت على ماض.
مثاله: فلو قلت: والله; ليقدمن زيد غدا. بناء على ظنك، فلم يقدم; الصحيح أنه لا كفارة عليك; لأنك حلفت على ما في قلبك وهو حاصل، كأنك تقول: والله; إن هذا هو ظني، لكن هل يجوز لك أن تحلف على ما في ظنك؟ سبق ذلك قريبا.
إذن قوله: ﴿وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ﴾ ١ بعد أن ذكر اليمين والكفارة والحنث; فما المراد بحفظ اليمين: هل هو الابتداء أو الانتهاء أو الوسط; أي: هل المراد: لا تكثروا الحلف بالله؟ أو المراد: إذا حلفتم فلا تحنثوا; أو المراد: إذا حلفتم فحنثتم فلا تتركوا الكفارة؟
الجواب: المراد كلها; فتشمل أحوال اليمين الثلاثة، ولهذا جاء المؤلف بها في هذا الباب; لأن من معنى حفظ اليمين عدم كثرة الحلف، وإليك قاعدة مهمة في هذا، وهي أن النص من قرآن أو سنة إذا كان يحتمل عدة معاني لا ينافي بعضها بعضا ولا مرجح لأحدها; وجب حمله على المعاني كلها. والمراد بعدم كثرة الحلف: ما كان معقودا ومقصودا، أما ما يجري على اللسان بلا قصد، مثل: لا والله; وبلى والله; في عرض الحديث، فلا مؤاخذة فيه، لقوله تعالى: ﴿لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ﴾ ٢ وكذلك من حفظ اليمين عدم الحنث فيها، وهذا فيه تفصيل; لأن النبي ﷺ قال لعبد الرحمن بن سمرة: "إذا حلفت على يمين، فرأيت غيرها خيرا منها; فكفر عن يمينك، وائت الذي هو
_________
١ سورة المائدة آية: ٨٩.
٢ سورة المائدة آية: ٨٩.

......................................................................

_________
خير"١، فحفظ اليمين في الحنث أن لا يحنث إلا إذا كان خيرا، وإلا; فالأحسن حفظ اليمين وعدم الحنث.
مثال ذلك: رجل قال: والله; لا أكلم فلانا. وهو من المؤمنين الذين يحرم هجرهم; فهذا يجب أن يحنث في يمينه ويكلمه وعليه الكفارة.
مثال آخر: رجل قال: والله; لأعينن فلانا على شيء محرم. فهذا يجب الحنث فيه والكفارة ولا يعينه; لقوله تعالى: ﴿وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ﴾ ٢ وإذا كان الأمر متساويا والحنث وعدمه سواء في الإثم; فالأفضل حفظ اليمين. كذلك من حفظ اليمين إخراج الكفارة بعد الحنث، والكفارة واجبة فورا; لأن الأصل في الواجبات هو الفورية، وهو قيام بما تقتضيه اليمين.
والكفارة: إطعام عشرة مساكين من أوسط ما تطعمون أهليكم أو كسوتهم، أو تحرير رقبة، وهذا على سبيل التخيير، فمن لم يجد; فصيام ثلاثة أيام، وفي قراءة ابن مسعود متتابعة٣.
فحفظ اليمين له ثلاثة معان:
١- حفظها ابتداء، وذلك بعدم كثرة الحلف، وليعلم أن كثرة الحلف تضعف الثقة بالشخص وتوجب الشك في أخباره.
_________
١ أخرجه: البخاري في (الأيمان، باب قول الله تعالى: لا يؤاخدكم الله باللغو في أيمانكم، ٤/٢١٤)، ومسلم في (الأيمان، باب ندب من حلف يمينا فرأى غيرها خيرا منها أن يأتي الذي هو خير، ٣/١٢٧٤) ; عن عبد الرحمن بن سمرة ﵁.
٢ سورة المائدة آية: ٢.
٣ أخرجها: ابن جرير، (٧/ ٣١/ رقم ١٢٥٠٣)، وعبد الرزاق (١٦١٠٢)، والبيهقي (١٠/٦٠) . وإسنادها صحيح; كما في "الإرواء" (٨/٢٠٣) .

وعن أبي هريرة ﵁ قال: سمعت رسول الله ﷺ يقوله: " الحلف منفقة للسلعة،...............................................................

_________
٢- حفظها وسطا، وذلك بعدم الحنث فيها، إلا ما استثني كما سبق.
٣- حفظها انتهاء في إخراج الكفارة بعد الحنث.
ويمكن أن يضاف إلى ذلك معنى رابع، وهو أن لا يحلف بغير الله; لأن الرسول ﷺ سمى القسم بغير الله حلفا.
قوله: "الحلف": المراد به الحلف الكاذب; كما بينته رواية أحمد: "اليمين الكاذبة١ "، أما الصادقة; فليس فيها عقوبة، لكن لا يكثر منها كما سبق.
قوله: " منفقة للسلعة ": أي: ترويج للسلعة، مأخوذ من النفاق وهو مضي الشيء ونفاذه، والحلف على السلعة قد يكون حلفا على ذاتها أو نوعها أو وصفها أو قيمتها.
الذات: كأن يحلف أنها من المصنع الفلاني المشهور بالجودة وليست منه.
النوع: كأن يحلف أنها من الحديد، وهي من الخشب.
الصفة: كأن يحلف أنها طيبة، وهي رديئة.
القيمة: كأن يحلف أن قيمتها بعشرة، وهي بثمانية.
_________
١ أخرجه: أحمد في "المسند" (٢/ ٢٣٥- ٢٤٣، ٤١٣) .

ممحقة للكسب "١ أخرجاه.

وعن سلمان; أن رسول الله ﷺ قال: " ثلاثة لا يكلمهم الله.........

_________
قوله:" ممحقة للكسب ": أي: متلفة له، والإتلاف يشمل الإتلاف الحسي بأن يسلط الله على ماله شيئا يتلفه من حريق أو نهب أو مرض يلحق صاحب المال فيتلفه في العلاج، والإتلاف المعنوي بأن ينزع الله البركة من ماله فلا ينتفع به لا دينا ولا دنيا، وكم من إنسان عنده مال قليل، لكن نفعه الله به ونفع غيره ومن وراءه، وكم من إنسان عنده أموال لكن لم ينتفع بها صار -والعياذ بالله- بخيلا يعيش عيشة الفقراء وهو غني; لأن البركة قد محقت.
قوله: "ثلاثة": مبتدأ، وسوغ الابتداء بها أنها أفادت التقسيم.
قوله: "لا يكلمهم الله ": التكليم: هو إسماع القول، وأما ما يقدره الإنسان في نفسه; فلا يسمى كلاما على سبيل الإطلاق، وإن كان يسمى قولا بالتقييد بالنفس; كقوله تعالى: ﴿وَيَقُولُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ لَوْلا يُعَذِّبُنَا اللَّهُ﴾ ٢ وقال عمر ﵁ -في قصة السقيفة-: "زورت في نفسي كلاما"٣ أي: قدرته. فالكلام عند الإطلاق لا يكون إلا بحرف وصوت مسموع. واختلف الناس في كلام الله إلى ثمانية أقوال كما ذكره ابن القيم في "الصواعق المرسلة".
_________
١ أخرجه: البخاري في (البيوع، باب يمحق الله الربا، ٢/ ٨٤)، ومسلم في (المساقاة، باب النهي عن الحلف في البيع، ٣/١٢٢٨) .
٢ سورة المجادلة آية: ٨.
٣ أخرجه: البخاري في (الحدود، باب رجم الحبلى من الزنا إذا أحصنت، ٤/ ٢٥٨) .

......................................................................

_________
لكن إذا رجعنا إلى كتاب الله وسنة رسوله ﷺ وأخذنا منهما عقيدتنا صافية، وقطعنا النظر عن هذه المجادلات لأنه ما أوتي الجدل قوم إلا ضلوا; علمنا أن كلام الله حقيقي يسمع، ولكن الصوت ليس كأصوات المخلوقين، أما ما يسمع من كلام الله; فلا شك أنه بحرف يفهمها المخاطب; إذ لو كان يتكلم بحروف لا تشبه الحروف التي يتكلم بها المخاطب لم يفهم كلامه أبدا، فالحروف التي تسمع هي حروف اللغة التي يخاطب الله بها من يخاطبه، والله ﷿ يخاطب كل أحد بلغته. ونفي الكلام هنا دليل على إثبات أصله، لأنه لما نفاه عن قوم دل على ثبوته لغيرهم. وبهذه الطريقة استدل بعض أهل العلم على إثبات رؤية الله يوم القيامة للمؤمنين بقوله تعالى: ﴿كَلاَّ إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ﴾ ١ فما حجب الفجار عن رؤيته إلا ورآه الأبرار; إذ لو امتنعت الرؤية مطلقا لكان الفجار والأبرار سواء فيها، كذلك هنا لو انتفى كلام الله ﷿ عن كل أحد; فلا وجه للتخصيص بنفي الكلام عن هؤلاء. ولا يلزم من كلامه -سبحانه- أن يكون له آلة كالآدمي; كاللسان، والأسنان، والحلق، وما أشبه ذلك، كما لا يلزم من سماع الله أن يكون له أذن; فالأرض مثلا تسمع وتحدث وليس لها لسان ولا آذان، قال تعالى: ﴿يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا﴾ ٢ وكذا الجلد ينطق يوم القيامة، قال تعالى: ﴿حَتَّى إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ ٣ وكذا الأيدي والأرجل، قال تعالى: ﴿يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ ٤ فالأيدي والأرجل والألسن والجلود والسمع والأبصار ليس لها لسان ولا شفتان، هذا هو المعلوم لنا.
_________
١ سورة المطففين آية: ١٥.
٢ سورة آية: ٤-٥.
٣ سورة فصلت آية: ٢٠.
٤ سورة النور آية: ٢٤.

ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم: أشيمط زان، وعائل مستكبر،

_________
فإن قيل: إن الله يكلم من هو أعظم منهم جرما وهم أهل النار؟
فالجواب: أن المراد بنفي الكلام هنا كلام الرضا، أما كلام الغضب والتوبيخ; فإن هذا الحديث لا يدل على نفيه.
وقوله: "ولا يزكيهم": التزكية: بمعنى التوثيق والتعديل; فيوم القيامة لا يوثقهم، ولا يعدلهم، ولا يشهد عليهم بالإيمان; لما فعلوه من هذه الأفعال الخبيثة.
وقوله: "ولهم عذاب أليم": "عذاب": عقوبة، و"أليم"; أي: شديد موجع مؤلم.
وقوله: "أشيمط": هو الذي اختلط سواد شعره ببياضه لكبر سنه، وكبير السن قد بردت شهوته، وليس فيه ما يدعوه إلى الزنى، ولكنه زنا مما دل على خبث في إرادته; ولأنه عادة قد بلغ أشده واستوى وعرف الحكمة، وملكه عقله أكثر من هواه; فالزنى منه غريب; إذ ليس عن شهوة ملحة، ولكن عن سوء نية وقصد وضعف إيمان بالله، فصار السبب المقتضي لزناه ضعيفا، والحكمة التي نالها ببلوغ الأشد كبيرة، وكأن تقادم سنه يستلزم أن يغلب جانب العقل، ولكنه خالف مقتضى ذلك، ولهذا صغره تحقيرا لشأنه، فقال: "أشيمط" تصغير أشمط.
قوله: "زان": صفة لأشيمط، وهو مرفوع بضمة مقدرة على الياء المحذوفة، والحركة التي على النون ليست حركة إعراب.
والزنى: فعل الفاحشة في قبل أو دبر، وقد نهى الله عنه وبين أنه فاحشة; فقال: ﴿وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا﴾ ١.
قوله: "عائل مستكبر": أي: فقير، قال تعالى: ﴿وَوَجَدَكَ عَائِلًا
_________
١ سورة الإسراء آية: ٣٢.

ورجل جعل الله بضاعته; لا يشتري إلا بيمينه، ولا يبيع إلا بيمينه (٢ رواه الطبراني بسند صحيح.

_________
فَأَغْنَى﴾ ١؛ فالمقابلة هنا في قوله: "فأغنى" بينت أن معنى عائلا: فقيرا.
والاستكبار: الترفع والتعاظم، وهو نوعان:
- استكبار عن الحق بأن يرده أو يترفع عن القيام به.
- واستكبار على الخلق باحتقارهم واستذلالهم; كما قال النبي ﷺ " الكبر بطر الحق وغمط الناس "٣.
فالفقير داعي الاستكبار عنده ضعيف، فيكون استكباره دليلا على ضعف إيمانه وخبث طويته، ولذلك كانت عقوبته أشد.
قوله: " ورجل جعل الله بضاعته; لا يشتري إلا بيمينه، ولا يبيع إلا بيمينه ": أي: جعل الحلف بالله بضاعة له، وإنما ساغ التأويل هنا; لأن النبي ﷺ هو الذي فسره بذلك، حيث قال: "لا يشتري إلا بيمينه ... "، وإذا كان المتكلم هو الذي أخرج كلامه عن ظاهره; فهو أعلم بمراده، وهذا كما في الحديث القدسي: " عبدي! استطعمتك فلم تطعمني، استسقيتك فلم تسقني "٤ فبينه الله ﷿ بقوله: " عبدي فلان جاع فلم تطعمه، استسقاك فلم تسقه ".
فقوله: "لا يشتري إلا بيمينه، ولا يبيع إلا بيمينه " استئنافية
_________
١ سورة الضحى آية: ٨.
٢ أخرجه: الطبراني في "الكبير" (٦١١١)، و"الصغير" (٢/٢١)، و"الأوسط"; كما في "المجمع". وقال المنذري في "الترغيب" (٢/٥٨٧)، والهيثمي في "المجمع" (٤/٧٨): "ورواته محتج بهم في الصحيح".
٣ أخرجه: مسلم في (الإيمان، باب تحريم الكبر، ١/٩٣) ; عن ابن مسعود ﵁.
٤ مسلم: البر والصلة والآداب (٢٥٦٩) .
٥ سبق (ص ٣٤٤) .

......................................................................

_________
تفسيرية; لقوله: " جعل الله بضاعته "، ومعناها: أنه كلما اشترى حلف، وكلما باع حلف طلبا للكسب، واستحق هذه العقوبة; لأنه إن كان صادقا; فكثرة إيمانه تشعر باستخفافه واستهانته باليمين ومخالفته قوله تعالى: ﴿وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ﴾ ١ وإن كان كاذبا جمع بين أربعة أمور محذورة:
١- استهانته باليمين ومخالفته أمر الله بحفظ اليمين.
٢- كذبه.
٣- أكله المال بالباطل.
٤- أن يمينه يمين غموس، وقد ثبت عن النبي ﷺ أنه قال: " من حلف على يمين هو فيها فاجر يقتطع بها مال امرئ مسلم لقي الله وهو عليه غضبان "٢.
وكل ما في هذا الحديث يجب الحذر منه والبعد عنه، لأن هذا ما يريده النبي ﷺ من الإخبار به، وإلا; فما الفائدة من سماعنا له إذا لم تظهر مقتضيات النصوص على معتقداتنا وأقوالنا وأفعالنا؟ فنحن والجاهل سواء; بل نحن أعظم، ولذلك لا ينبغي أن تمر علينا بلا فائدة فنعرف معناها فقط، بل يجب أن نعرف معناها ونعمل بمقتضاها، ثم يجب علينا أيضا بوصفنا ممن آتاهم الله العلم أن نحذر الناس منها لنكون وارثين للرسول ﷺ فالنبي ﷺ كان عالما عاملا داعيا، أما طالب العلم; فإنه ليس وارثا للرسول ﵊ حتى يقوم بما قام به من العمل
_________
١ سورة المائدة آية: ٨٩.
٢ أخرجه: البخاري في (الأيمان، باب قول الله تعالى: إن الذين يشترون بعهد الله وأيمانهم ثمنا قليلا، ٤/ ٢٢)، ومسلم في (الأيمان، باب وعيد من اقتطع حق مسلم بيمين فاجرة، ١/ ١٢٢) ; عن ابن مسعود ﵁.

وفي " الصحيح " عن عمران بن حصين ﵁ قال: قال رسول الله ﷺ: " خير أمتي قرني،......................................................

_________
والدعوة، فعلينا أن نحذر إخواننا المسلمين من هذا العمل الكثير بين الناس، وهو جعل الله بضاعة لهم; لا يبيعون إلا بأيمانهم، ولا يشترون إلا بأيمانهم.
مناسبة الحديث للباب
أن من جعل الله بضاعته; فإن الغالب أنه يكثر الحلف بالله ﷿.
قوله: "وفي الصحيح": أي: "الصحيحين"، وانظر كلامنا: في باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله١.
قوله: " خير أمتي قرني ": "خير": مبتدأ، و"قرني": خبر. وفي لفظ لهما: "خيركم قرني٢ "، وفي حديث ابن مسعود عند البخاري: " خير الناس قرني "، وهذا هو المراد; إذ المراد بالخيرية هنا الخيرية المضافة إلى الناس عموما وليس للأمة فقط، ولهذا ثبت عنه ﷺ أنه قال: " بعثت من خير قرون بني آدم "٣ وعليه; فالخيرية في القرن الأول خيرية عامة على جميع الناس وليس على هذه الأمة فقط.
وأما قوله: "خير أمتي": فإنه يقال: إن الخيرية إذا كانت مضافة إلى
_________
(ص ١/١٥٧) .
٢ أخرجه: البخاري في (الشهادات، باب لا يشهد على شهادة جور، ٢/٢٥١)، ومسلم في (فضائل الصحابة، باب فضل الصحابة ثم الذين يلونهم، ٤/١٩٦٣) .
٣ أخرجه: البخاري في (المناقب، باب صفة النبي ﷺ، ٢/٥١٧) ; عن أبي هريرة ﵁.

......................................................................

_________
عموم الناس دخل فيها هذه الأمة، لكن إذا خصصناها بهذه الأمة خرج بقية الناس، والأخذ بالعموم الداخل فيه الخاص أولى، وقد يقال: إن معنى اللفظين واحد، فإن هذه الأمة خير الأمم، فإذا كان الصحابة خير قرونها لزم أن يكونوا خير الناس. والقرن مأخوذ من الاقتران، والمراد: الطائفة المقترنون بشيء من الأشياء; كالملة، أو السن، أو ما أشبه ذلك. فمن العلماء عرفه: بالطائفة كما سبق، ومنهم من عرفه بالزمن، وهؤلاء اختلفوا فيه على أقوال: فمنهم من حده بأربعين، ومنهم من حده بثمانين، ومنهم من حده بمئة، ومنهم من حده بمئة وعشرين سنة.
فعلى الأول يكون معنى: " خير أمتي قرني ": خير أمتي الصحابة، سواء بلغوا مئة سنة أم لا، والمعروف أن آخر من مات من الصحابة مات سنة مئة وعشرة أو مئة وعشرين، فإذا قلنا: مئة وعشرين; فهذه المدة زائدة على المئة، وإذا اعتبرناها من البعثة تكون مئة وثلاثا وثلاثين سنة; لأن التقويم مبتدأ من الهجرة، والهجرة كانت بعد البعثة بثلاث عشرة سنة، وهذا القرن الأول، أما التابعون; فإن آخرهم مات سنة مائة وثمانين، فيكون بينهم وبين الصحابة ستون سنة، وأما تابعو التابعين; فإن آخرهم مات سنة مئتين وعشرين، وهذا منتهى القرن الثالث. فقرن الصحابة إن ابتدأته من البعثة صار ثلاثا وثلاثين ومئة سنة، وإن ابتدأته من الهجرة صار عشرين ومئة سنة. وقرن التابعين ستون سنة. وقرن تابعي التابعين أربعون سنه.
وقال شيخ الإسلام ابن تيمية: إن القرن معتبر بمعظم الناس، فإذا كان معظم الناس الصحابة; فالقرن قرنهم، وإذا كان معظم الناس التابعين; فالقرن قرنهم، وهكذا.

ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم (قال عمران: فلا أدري أذكر بعد قرنه مرتين أو ثلاثا؟، ثم إن بعدكم قوم.....................................

_________
قوله: "أمتي": المراد أمة الإجابة; لأن أمة الدعوة إذا لم يؤمنوا فليس فيهم خير.
قوله: "فلا أدري أذكر بعد قرنه مرتين أو ثلاثا": وإذا كان عمران لا يدري; فالأصل أنه ذكر مرتين، فتكون القرون المفضلة ثلاثة، وهذا هو المشهور.
قوله: "ثم إن بعدكم قوم": وفي رواية البخاري: "ثم إن بعدكم قوما" بنصب "قوما"، وهذا لا إشكال فيه، لكن في هذه الرواية برفع "قوم١ " فيه إشكال; لأن "قوم" اسم إن، وقد اختلف العلماء في هذا:
فقيل على لغة ربيعة: الذين لا يقفون على المنصوب بالألف، فلم يثبت الكاتب الألف، فصارت "قوم". وهذا جواب ليس بسديد; لأن الرواية ليست مكتوبة فقط، بل تكتب وتقرأ باللفظ عند أخذ التلاميذ الرواية من المشايخ، ولأن هذا ليس محل وقف.
وقيل: إن "إن" اسمها ضمير الشأن محذوف، إلحاقا لها بإن المخففة; لأن "إن" المخففة تعمل بضمير الشأن، قال الشاعر:
وإن مالك كانت كرام المعادن
فإن المشددة هنا حملت على إن المخففة، فاسمها ضمير الشأن محذوف، وعليه يكون "بعدكم": خبر مقدم، و"قوم": مبتدأ مؤخر، والجملة خبر "إن".
_________
١ انظر: "فتح الباري" (٧/ ٧) .

يشهدون ولا يستشهدون،.............................................

_________
وقيل: "إن" هنا بمعنى نعم; فيكون المعنى: ثم نعم بعدكم قوم، وهذا فيه تكلف.
والظاهر: القول الثاني إن صحت الرواية.
قوله: "يشهدون": أي: يخبرون عما علموه مما شاهدوه أو سمعوه أو لمسوه أو شموه; لأن الشهادة إخبار الإنسان بما يعلم، قال تعالى: ﴿إِلاَّ مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾ ١ ولا يشترط أن تكون بلفظ أشهد على الصحيح، وقد قيل للإمام أحمد: إن فلانا يقول: "إن العشرة في الجنة ولا أشهد". فقال: إن قاله; فقد شهد.
قوله: "ولا يستشهدون": اختلف العلماء في معنى ذلك: فقيل: "لا يستشهدون"; أي: لا يطلب منهم تحمل الشهادة، فيكون المراد الذين يشهدون بغير علم فهم شهداء زور. وقيل: لا يطلب منهم أداء الشهادة; فيكون المراد أداء الشهادة قبل أن يدعى لأدائها فيكون ذلك دليلا على تسرعهم في أداء الشهادة وعدم اهتمامهم بها.
ولكن هذا القول يشكل عليه حديث زيد بن خالد الذي رواه مسلم أن النبي ﷺ قال: " ألا أخبركم بخير الشهداء: الذي يأتي بالشهادة قبل أن يسألها "٢٣ فهذا ترغيب في أداء الشهادة قبل أن يسألها بدليل قوله: "ألا أخبركم بخير الشهداء"، وظاهره: أنه معارض لحديث عمران; فجمع بعض العلماء بينهما بأن المراد بحديث زيد من يشهد بحق لا يعلمه المشهود له.
وجمع بعض العلماء بأن المراد بحديث زيد: من يشهد بشيء من
_________
١ سورة الزخرف آية: ٨٦.
٢ مسلم: الأقضية (١٧١٩)، والترمذي: الشهادات (٢٢٩٥)، وأبو داود: الأقضية (٣٥٩٦)، وابن ماجه: الأحكام (٢٣٦٤)، وأحمد (٤/١١٥،٤/١١٦،٤/١١٧،٥/١٩٢،٥/١٩٣)، ومالك: الأقضية (١٤٢٦) .
٣ أخرجه: مسلم في (الأقضية، باب خير الشهود، ٣/ ١٣٤٤) .

ويخونون ولا يؤتمنون،.................................................

_________
حقوق الله تعالى; لأن حقوق الله تعالى ليس لها مطالب، فيؤدي الشهادة من غير أن يسألها، فيكون المراد بهم رجال الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر ونحوهم. وجمع بعضهم: بأن المراد بحديث زيد بن خالد أنه كناية عن السرعة بأداء الشهادة، فكأنه لشدة إسراعه يؤديها قبل أن يسألها. وبعض العلماء رجح حديث عمران; لأنه في "الصحيحين" على حديث زيد بن خالد; لأنه في "مسلم". ولكن إذا أمكن الجمع; فلا يجوز الترجيح لأن مقتضاه إلغاء أحد النصين، والجمع هنا ممكن كما تقدم.
قوله: " يخونون ولا يؤتمنون ": هذا هو الوصف الثاني لهم; أي: أنهم أهل خيانة وليسوا أهل أمانة، فلا يأتمنهم الناس، وليس المعنى أنه تقع منهم الخيانة بعد الائتمان حتى يقال: لماذا لم يقل: يؤتمنون ويخونون؟ فكأن الخيانة طبيعة لهم; فلخيانتهم لا يؤتمنون.
الخيانة: الغدر والخداع في موضع الائتمان، وهي من الصفات المذمومة بكل حال. وأما المكر والخديعة; فهي مذمومة في حال دون حال، فقد تكون محمودة إذا كانت في مقاتلة عدو ماكر خادع لدلالتها على القوة والإيقاع بالعدو من حيث لا يشعر، ولهذا يوصف الله ﷾ بالمكر والخداع في الحال التي يكون فيها مدحا، قال تعالى: ﴿وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ﴾ ١ وقال تعالى ﴿يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ﴾ ٢ وأما الخيانة; فلا يوصف الله بها أبدا; لأنها ذم بكل حال، ولهذا كان قول العامة: خان الله من خان، حراما; لأنهم وصفوا الله بما لا يصح أن يوصف به، قال الله تعالى: ﴿وَإِنْ يُرِيدُوا خِيَانَتَكَ فَقَدْ خَانُوا اللَّهَ مِنْ قَبْلُ فَأَمْكَنَ مِنْهُمْ﴾ ٣ ولم يقل: فخانهم.
_________
١ سورة الأنفال آية: ٣٠.
٢ سورة النساء آية: ١٤٢.
٣ سورة الأنفال آية: ٧١.

وينذرون ولا يوفون، ويظهر فيهم السمن "١.

_________
قوله: "ولا يؤتمنون": أي: ليسوا أهلا للأمانة; فلا يؤتمنون على الدماء، ولا الأموال، ولا الأعراض، ولا أي شيء، والظاهر أن هذا في القرن الرابع; فما بالك بالقرن الخامس عشر؟! وفي حديث آخر: "ويفشو بينهم الكذب".٢
قوله: "وينذرون ولا يوفون": هذا هو الوصف الثالث لهم. النذر: إلزام الإنسان نفسه بالشيء وقد يكون للآدمي، وهذا بمعنى العهد الذي يوقعه الإنسان بينه وبين غيره، وقد يكون لله; كنذر العبادة يجب الوفاء به، فهم ينذرون لله ولا يوفون له، ويعاهدون المخلوق ولا يوفون له، وهذا من صفات النفاق.
قوله: " ويظهر فيهم السمن ": هذا هو الوصف الرابع لهم. "السمن": كثرة الشحم واللحم، وهذا الحديث مشكل; لأن ظهور السمن ليس باختيار الإنسان; فكيف يكون صفة ذم؟!
قال أهل العلم: المراد أن هؤلاء يعتنون بأسباب السمن من المطاعم والمشارب والترف، فيكون همهم إصلاح أبدانهم وتسمينها. أما السمن الذي لا اختيار للإنسان فيه; فلا يذم عليه، كما لا يذم الإنسان على كونه طويلا أو قصيرا أو أسود أو أبيض، لكن يذم على شيء يكون هو السبب فيه.
_________
١ أخرجه: البخاري في (الشهادات، باب لا يشهد على شهادة جور، ٢/٢٥١)، ومسلم في (فضائل الصحابة، باب فضل الصحابة ثم الذين يلونهم، ٤/١٩٦٢) .
٢ أخرجه: أحمد (١/١٨)، والترمذي في (الفتن، باب ما جاء في لزوم الجماعة، ٦/٣٣٣) - وقال: "حسن، صحيح، غريب"-، وابن ماجه في (الأحكام، باب كراهية الشهادة لمن لم يستشهد، ٢/٧٩١) ; عن عمر بن الخطاب ﵁.

وفيه عن ابن مسعود; أن النبي ﷺ قال: " خير الناس قرني، ثم الذين يلونهم، ثم الذين يلونهم، ثم يجيء قوم تسبق شهادة أحدهم يمينه، ويمينه شهادته "١.

_________
قوله: "وفيه": أي: "في الصحيح"، وقد سبق الكلام على مثل هذه العبارة من المؤلف ﵀ في باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله. انظر: (١/١٥٧) .
قوله: "خير الناس": دليل على أن قرنه خير الناس; فصحابته ﷺ أفضل من الحواريين الذين هم أنصار عيسى، وأفضل من النقباء السبعين الذين اختارهم موسى ﷺ.
قوله: " ثم يجيء قوم ": أي: بعد القرون الثلاثة.
قوله: " تسبق شهادة أحدهم يمينه، ويمينه شهادته ": يحتمل ذلك وجهين:
الأول: أنه لقلة الثقة بهم لا يشهدون إلا بيمين; فتارة تسبق الشهادة، وتارة تسبق اليمين.
الثاني: أنه كناية عن كون هؤلاء لا يبالون بالشهادة ولا باليمين; حتى تكون الشهادة واليمين في حقهم كأنهما متسابقتان.
والمعنيان لا يتنافيان; فيحمل عليهما الحديث جميعا.
وقوله: "ثم يجيء قوم": يدل على أنه ليس كل أصحاب القرن على هذا الوصف; لأنه لم يقل: ثم يكون الناس، والفرق واضح. وهذه الأفضلية أفضلية من حيث العموم والجنس، لا من حيث الأفراد; فلا يعني أنه لا يوجد في تابعي التابعين من هو أفضل من التابعين، أو لا يوجد في التابعين من هو أعلم من بعض الصحابة، أما فضل الصحبة; فلا
_________
١ البخاري: المناقب (٣٦٥١)، ومسلم: فضائل الصحابة (٢٥٣٣)، والترمذي: المناقب (٣٨٥٩)، وابن ماجه: الأحكام (٢٣٦٢)، وأحمد (١/٣٧٨، ٤١٧، ٤٣٤، ٤٣٨، ٤٤٢، ٢٦٧، ٢٧٦، ٢٧٧) .

"قال إبراهيم: كانوا يضربوننا على الشهادة والعهد ونحن صغار"١.

_________
يناله أحد غير الصحابة ولا أحد يسبقهم فيه، وأما العلم والعبادة; فقد يكون فيمن بعد الصحابة من هو أكثر من بعضهم علما وعبادة.
تنبيه:
ساق المؤلف ﵀ الحديث في بعض النسخ بتكرار قوله: "ثم الذين يلونهم" ثلاث مرات، وهو في "الصحيحين" بتكرارها مرتين.
قوله: "وقال إبراهيم": هو إبراهيم النخعي، من التابعين ومن فقهائهم.
قوله: "كانوا يضربوننا على الشهادة ونحن صغار": في نسخة: "على الشهادة والعهد"، والظاهر أن الذي يضربهم ولي أمرهم.
وقوله: "على الشهادة": أي: يضربوننا عليها إن شهدنا زورا، أو إذا شهدنا ولم نقم بأدائها، ويحتمل أن المراد بذلك ضربهم على المبادرة بالشهادة والعهد، وبه فسره ابن عبد البر.
وقوله: "والعهد": أي: إذا تعاهدوا يضربونهم على الوفاء بالعهد.
قوله: "ونحن صغار": الجملة حالية، وإنما يضربونهم وهم صغار للتأديب.
ويستفاد من كلام إبراهيم أن الصبي تقبل منه الشهادة لأن قوله: "ونحن صغار"; أي: لم يبلغوا، وهذا محل خلاف بين أهل العلم. فقال
_________
١ أخرجه: البخاري في (الشهادات، باب لا يشهد على جور، ٢/٢٥١)، وأيضا أخرجه في (فضائل الصحابة، ٣٦٥١، وفي الرقاق، ٦٤٢٩، وفي الأيمان، ٦٦٥٨)، ومسلم في (فضائل الصحابة، باب فضل الصحابة ثم الذين يلونهم، ٤/١٦٩٢، ١٦٩٣) .

فيه مسائل:

الأولى: الوصية بحفظ الأيمان.

الثانية: الإخبار بأن الحلف منفقة للسلعة ممحقة للبركة.

الثالثة: الوعيد الشديد فيمن لا يبيع إلا بيمينه ولا يشتري إلا بيمينه.

_________
بعضهم: يشترط لأداء الشهادة أن يكون بالغا، فإذا تحمل وهو صغير، لم تقبل منه حتى يبلغ. وقال بعضهم: شهادة الصغار بعضهم على بعض مقبولة تحملا وأداء; لأن البالغ يندر أن يوجد بين الصغار. وقال بعضهم: تقبل شهادة الصغار بعضهم على بعض إن شهدوا في الحال; لأنه بعد التفرق يحتمل النسيان أو التلقين، ولا يسع العمل إلا بهذا، وإلا; لضاعت حقوق كثيرة بين الصبيان.
ويستفاد من هذا الأثر جواز ضرب الصبي على الأخلاق إذا لم يتأدب إلا بالضرب.
فيه مسائل:
الأولى: الوصية بحفظ الأيمان: تؤخذ من قوله تعالى: ﴿وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ﴾ ١ والأمر وصية.
الثانية: الإخبار بأن الحلف منفقة للسلعة ممحقة للبركة: تؤخذ من قوله ﷺ "الحلف منفقة للسلعة ... " إلخ.
الثالثة: الوعيد الشديد لمن لا يبيع ولا يشتري إلا بيمينه تؤخذ
_________
١ سورة المائدة آية: ٨٩.

الرابعة: التنبيه على أن الذنب يعظم مع قلة الداعي.

الخامسة: ذم الذين يحلفون ولا يستحلفون.

_________
من قوله ﷺ "ورجل جعل الله بضاعته; لا يشتري إلا بيمينه ... " إلخ في ضمن الثلاثة الذين لا يكلمهم الله ولا يزكيهم.
الرابعة: التنبيه على أن الذنب يعظم مع قلة الداعي تؤخذ من حديث سلمان، حيث ذكر الأشيمط الزاني والعائل المستكبر، وغلظ في عقوبتهم; لأن الداعي إلى فعل المعصية المذكورة ضعيف عندهما.
الخامسة: ذم الذين يحلفون ولا يستحلفون لقوله ﷺ " ورجل جعل الله بضاعته; لا يشتري إلا بيمينه ... ". ولكن هذا ليس على إطلاقه، بل النبي ﷺ حلف ولم يستحلف في مواضع عديدة، بل أمره الله - سبحانه- أن يحلف في ثلاثة مواضع من القرآن بدون أن يستحلف: في قوله: ﴿وَيَسْتَنْبِئُونَكَ أَحَقٌّ هُوَ قُلْ إِي وَرَبِّي﴾ ١ [يونس: ٥٣] وفي قوله: ﴿زَعَمَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ لَنْ يُبْعَثُوا قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ﴾ ٢ [التغابن: ٧] وفي قوله: ﴿وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَأْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ﴾ ٣ [سبأ: ٣] .
وعليه; فإن الحلف إذا دعت الحاجة إليه أو اقتضته المصلحة; فإنه جائز، بل قد يكون مندوبا إليه; كحلف النبي ﷺ في قصة المخزومية، حيث قال: " وأيم الله، لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها "٤ فقد وقع موقعا عظيما من هؤلاء القوم الذين أهمهم شأن المخزومية وممن يأتي بعدهم.
_________
١ سورة يونس آية: ٥٣.
٢ سورة التغابن آية: ٧.
٣ سورة سبأ آية: ٣.
٤ أخرجه: البخاري في (الحدود، باب كراهة الشفاعة في الحد إذا رفع إلى السلطان، ٤/٢٤٨)، ومسلم في (الحدود، باب قطع السارق الشريف، ٣/١٣١٥) ; عن عائشة ﵂.

السادسة: ثناؤه ﷺ على القرون الثلاثة أو الأربعة، وذكر ما يحدث بعدهم.

السابعة: ذم الذين يشهدون ولا يستشهدون.

الثامنة: كون السلف يضربون الصغار على الشهادة والعهد.

_________
السادسة: ثناؤه ﷺ على القرون الثلاثة أو الأربعة وذكر ما يحدث بعدهم: تؤخذ من قوله: "خير الناس قرني ... "، وقوله: "أو الأربعة" بناء على ثبوت ذكر الرابع، وأكثر الروايات وأثبتها على حذفه.
قوله: "وذكر ما يحدث": لو جعلت هذه المسألة مستقلة; لكان أبين وأوضح; لأن الإخبار عن شيء مستقبل ووقوعه كما أخبر دليل على رسالته ﷺ.
السابعة: ذم الذين يشهدون ولا يستشهدون تؤخذ من حديث عمران، وكذا ذم الذين يخونون ولا يؤتمنون، وينذرون ولا يوفون، والذين يتعاطون أسباب السمن ويغفلون عن سمن القلب بالإيمان والعلم.
الثامنة: كون السلف يضربون الصغار على الشهادة والعهد تؤخذ من قول إبراهيم النخعي: "كانوا يضربوننا على الشهادة والعهد" فيؤخذ منه تعظيم شأن العهد والشهادة وضرب الصغار على ذلك، ويؤخذ منه أيضا عناية السلف بتربية أولادهم، وأن من منهجهم الضرب على تحقيق ذلك استنادا إلى إرشاد نبيهم ﷺ حيث أمر بضرب من بلغ عشر سنين على الصلاة، لكن يشترط لجواز الضرب:
الأول: أن يكون الصغير قابلا للتأديب; فلا يضرب من لا يعرف المراد بالضرب.

......................................................... ...

_________
الثاني: أن يكون التأديب ممن له ولاية عليه.
الثالث: أن لا يسرف في ذلك كمية أو كيفية أو نوعا أو موضعا أو غير ذلك.
الرابع: أن يقع من الصغير ما يستحق التأديب عليه.
الخامس: أن يقصد تأديبه لا الانتقام لنفسه، فإن قصد الانتقام; لم يكن مؤدبا، بل منتصر.

باب ما جاء في ذمة الله وذمة نبيه ﷺ

باب: ما جاء في ذمة الله وذمة نبيه ﷺ

وقوله تعالى: ﴿وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنْقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا﴾ ١ الآية.

_________
قوله: "ذمة الله وذمة نبيه ﷺ": الذمة: العهد، وسمي بذلك; لأنه يلتزم به كما يلتزم صاحب الدين بدينه في ذمته.
والله له عهد على عباده أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا، وللعباد عهد على الله، هو: أن لا يعذب من لا يشرك به شيئا، قال الله تعالى: ﴿وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرائيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا﴾ ٢ فهذا عهد الله عليهم، ثم قال: ﴿لأكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ﴾ ٣ [المائدة: ١٢] وهذا عهدهم على الله.
وقال تعالى: ﴿وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ﴾ ٤ [البقرة: ٤٠] وللنبي ﷺ عهد على الأمة، وهو أن يتبعوه في شريعته ولا يبتدعوا فيها، وللأمة عليه عهد وهو أن يبلغهم ولا يكتمهم شيئا. وقد أخبر النبي ﷺ أنه ما من نبي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على ما هو خير٥. والمراد بالعهد هنا: ما يكون بين المتعاقدين في العهود كما كان بين النبي ﷺ وأهل مكة في صلح الحديبية.
_________
١ سورة النحل آية: ٩١.
٢ سورة المائدة آية: ١٢.
٣ سورة المائدة آية: ١٢.
٤ سورة البقرة آية: ٤٠.
٥ أخرجه: مسلم (١٨٤٤) عن عبد الله بن عمرو بن العاص ﵄.

......................................................................

_________
قوله تعالى: "وأوفوا": أمر من الرباعي من أوفى يوفي، والإيفاء إعطاء الشيء تاما، ومنه إيفاء المكيال والميزان.
قوله: "بعهد الله": يصلح أن يكون من باب إضافة المصدر إلى فاعله أو إلى مفعوله; أي: بعهدكم الله، أو بعهد الله إياكم; لأن الفعل إذا كان على وزن فاعل اقتضى المشاركة من الجانبين غالبا، مثل: قاتل ودافع.
قوله: ﴿إِذَا عَاهَدْتُمْ﴾ فائدتها التوكيد والتنبيه على وجوب الوفاء; أي: إذا صدر منكم العهد; فإنه لا يليق بكم أن تدعوا الوفاء، ثم أكد ذلك بقوله: ﴿وَلا تَنْقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا﴾ ١ نقض الشيء هو حل إحكامه، وشبه العهد بالعقدة، لأنه عقد بين المتعاهدين.
قوله: ﴿بَعْدَ تَوْكِيدِهَا﴾ توكيد الشيء بمعنى تثبيته، والتوكيد مصدر وكد، يقال: وكد الأمر وأكده تأكيدا وتوكيدا، والواو أفصح من الهمزة.
قوله: ﴿وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا﴾ ٢ الجملة حالية فائدتها قوة التوبيخ على نقض العهد واليمين. ووجه جعل الله كفيلا: أن الإنسان إذا عاهد غيره قال: أعاهدك بالله، أي أنه جعل الله عليه كفيلا.
قوله: ﴿إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ﴾ ٣ ختم الله الآية بالعلم تهديدا عن نقض العهد; لأن الإنسان إذا علم بأن الله يعلم كل ما يفعل; فإنه لا ينقض العهد.
ومناسبة الآية للترجمة واضحة جدا; لأن الله قال: ﴿وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ﴾ ٤ وقال: ﴿وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا﴾ ٥.
والعهد: الذمة.
_________
١ سورة النحل آية: ٩١.
٢ سورة النحل آية: ٩١.
٣ سورة النحل آية: ٩١.
٤ سورة النحل آية: ٩١.
٥ سورة النحل آية: ٩١.

وعن بريدة; قال: " كان رسول الله ﷺ إذا أمر أميرا على جيش أو سرية; أوصاه بتقوى الله،..............................................

_________
ومناسبة الباب للتوحيد
أن عدم الوفاء بعهد الله تنقص له، وهذا مخل بالتوحيد.
قوله: "إذا أمر": أي: جعله أميرا، والأمير في صدر الإسلام يتولى التنفيذ والحكم والفتوى والإمامة.
قوله: "أو سرية": هذه ليست للشك، بل للتنويع; فإن الجيش ما زاد على أربعمائة رجل والسرية ما دون ذلك.
والسرايا ثلاثة أقسام:
أ- قسم ينفذ من البلد، وهذا ظاهر، ويقسم ما غنمه، كقسمة ما غنم الجيش.
ب- قسم ينفذ في ابتداء سفر الجهاد، وذلك بأن يخرج الجيش بكامله ثم يبعث سرية تكون أمامهم.
ج- قسم ينفذ في الرجعة، وذلك بعد رجوع الجيش.
وقد فرق العلماء بينهما من حيث الغنيمة; فلسرية الابتداء الربع بعد الخمس; لأن الجيش وراءها، فهو ردء لها وسيلحق بها، ولسرية الرجعة الثلث بعد الخمس; لأن الجيش قد ذهب عنها; فالخطر عليها أشد. وهذا الذي تعطاه السريتان راجع إلى اجتهاد الإمام: إن شاء أعطى وإن شاء منع حسبما تقتضيه المصلحة.
قوله: "أوصاه": الوصية: العهد بالشيء إلى غيره على وجه الاهتمام به.
قوله: "بتقوى الله": التقوى: هي امتثال أوامر الله واجتناب نواهيه

وبمن معه من المسلمين خيرا١، فقال:

"اغزوا باسم الله..................................................

_________
على علم وبصيرة، وهي مأخوذة من الوقاية، وهي اتخاذ وقاية من عذاب الله، وذلك لا يكون إلا بفعل الأوامر واجتناب النواهي، وقال بعضهم: التقوى: أن تعمل بطاعة الله على نور من الله ترجو ثواب الله، وأن تترك ما نهى عنه الله على نور من الله تخشى عقاب الله.
وقال بعضهم:
خل الذنوب صغيرها ... وكبيرها ذاك التقى
واعمل كماش فوق أر ... ض الشوك يحذر ما يرى
لا تحقرن صغيرة ... إن الجبال من الحصى
وهذه التعريفات كلها تؤدي معنى واحدا. وكانت الوصية بالتقوى لأمير الجيش; لأن الغالب أن الأمير يكون معه ترفع يخشى منه أن يجانب الصواب من أجله، ولأن تقواه سبب لتقوى من تحت ولايته.
قوله: " وبمن معه من المسلمين خيرا ": أي: أوصاه أن يعمل بمن معه من المسلمين خيرا في أمور الدنيا والآخرة; فيسلك بهم الأسهل، ويطلب لهم الأخصب إذا كانوا على إبل أو خيل، ويمنع عنهم الظلم، ويأمرهم بالمعروف، وينهاهم عن المنكر، وغير ذلك مما فيه خيرهم في الدنيا والآخرة.
ويستفاد من هذا الحديث: أنه يجب على من تولى أمرا من أمور المسلمين أن يسلك بهم الأخير، بخلاف عمل الإنسان بنفسه; فإنه لا يلزم إلا بالواجب.
قوله: " اغزوا باسم الله ": يحتمل أنه أراد أن يعلمهم أن يكونوا دائما
_________
١ مسلم: الجهاد والسير (١٧٣١)، والترمذي: الديات (١٤٠٨) والسير (١٦١٧)، وأبو داود: الجهاد (٢٦١٢)، وابن ماجه: الجهاد (٢٨٥٨)، وأحمد (٥/٣٥٢،٥/٣٥٨)، والدارمي: السير (٢٤٣٩) .

في سبيل الله، قاتلوا من كفر بالله.

_________
مستعينين بالله، ويحتمل أنه أراد أن يفتتح الغزو باسم الله. والأول أظهر، والثاني أيضا محتمل، لأن بعث الجيوش من الأمور ذات البال، وكل أمر لا يبدأ فيه باسم الله; فهو أبتر.
قوله: "في سبيل الله": متعلق ب "اغزوا"، وهو تنبيه من الرسول ﷺ على حسن النية والقصد; لأن الغزاة لهم أغراض، ولكن الغزو النافع الذي تحصل به إحدى الحسنيين ما كان خالصا لله، وذلك بأن يقاتل لتكون كلمة الله هي العليا لا لحمية أو شجاعة أو ليرى مكانه أو لطلب دنيا. فإن قاتل لأجل الوطن: فمن قاتل لأنه وطن إسلامي تجب حمايته وحماية المسلمين فيه; فهذه نية إسلامية صحيحة، وإن كان للقومية أو الوطنية فقط; فهو حمية وليس في سبيل الله.
وقوله: "في سبيل الله": تشمل النية والعمل; فالنية سبقت. والعمل: أن يكون الغزو في إطار دينه وشريعته، فيكون حسبما رسمه الشارع.
قوله: " قاتلوا من كفر بالله ": "قاتلوا": فعل أمر وهو للوجوب، أي: يجب علينا أن نقاتل من كفر بالله، قال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ﴾ ١ وقال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ﴾ ٢ فإذا قاتلنا الذين يلوننا، فأسلموا، نقاتل من وراءهم، وهكذا إلى أن نخلص إلى مشارق الأرض ومغاربها.
و"من": اسم موصول، وصلته "كفر"، واسم الموصول وصلته يفيد العلية; أي: لكفره، فنحن لا نقاتل الناس عصبية أو قومية أو وطنية، نقاتلهم لكفرهم لمصلحتهم وهي إنقاذهم من النار. والكفر مداره على أمرين الجحود، والاستكبار.
_________
١ سورة التحريم آية: ٩.
٢ سورة التوبة آية: ١٢٣.

اغزوا، ولا تغلوا، ولا تغدروا،.........................................

_________
أي: الاستكبار عن طاعته، أو الجحود لما يجب قبوله وتصديقه.
قوله: "اغزوا": تأكيد، وأتى بها ثانوية كأنه يقول: لا تحقروا الغزو واغزوا بجد.
قوله: "ولا تغلوا": الغلول: أن يكتم شيئا من الغنيمة فيختص به، وهو من كبائر الذنوب، قال تعالى: ﴿وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ﴾ ١ أي: معذبا به; فهو يعذب بما غل يوم القيامة ويعزر في الدنيا، قال أهل العلم: يعزر الغال بإحراق رحله كله، إلا المصحف لحرمته، والسلاح لفائدته، وما فيه روح; لأنه لا يجوز تعذيبه بالنار.
قوله: "ولا تغدروا": الغدر: الخيانة، وهذا هو الشاهد من الحديث، وهذا إذا عاهدنا; فإنه يحرم الغدر، أما الغدر بلا عهد; فلنا ذلك لأن الحرب خدعة، وقد ذكر أن "علي بن أبي طالب ﵁ خرج إليه رجل من المشركين ليبارزه، فلما أقبل الرجل على علي صاح به علي: ما خرجت لأبارز رجلين. فالتفت المشرك يظن أنه جاء أحد من أصحابه ليساعده، فقتله علي ﵁".
وليعلم أن لنا مع المشركين ثلاث حالات:
الحال الأولى: أن لا يكون بيننا وبينهم عهد; فيجب قتالهم بعد دعوتهم إلى الإسلام وإبائهم عنه وعن بذل الجزية، بشرط قدرتنا على ذلك.
الحال الثانية: أن يكون بيننا وبينهم عهد محفوظ يستقيمون فيه; فهنا يجب الوفاء لهم بعهدهم; لقوله تعالى: ﴿فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ﴾ ٢ وقوله: ﴿فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ﴾ ٣.
_________
١ سورة آل عمران آية: ١٦١.
٢ سورة التوبة آية: ٧.
٣ سورة التوبة آية: ٤.

ولا تمثلوا،...........................................................

_________
الحال الثالثة: أن يكون بيننا وبينهم عهد نخاف خيانتهم فيه; فهنا يجب أن ننبذ إليهم العهد ونخبرهم أنه لا عهد بيننا وبينهم; لقوله تعالى: ﴿وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْخَائِنِينَ﴾ ١.
قوله: "ولا تمثلوا": التمثيل: التشويه بقطع بعض الأعضاء كالأنف واللسان وغيرهما، وذلك عند أسرهم; لأنه لا حاجة إليه; لأنه انتقام في غير محله، واختلف العلماء فيما لو كانوا يفعلون بنا ذلك.
فقيل: لا يمثل بهم للعموم، والنبي ﷺ لم يستثن شيئا، ولأننا إذا مثلنا بواحد منهم; فقد يكون لا يرضى بما فعل قومه; فكيف نمثل به؟!
وقيل: نمثل بهم كما مثلوا بنا; لأن هذا العموم مقابل بعموم آخر، وهو قوله تعالى: ﴿فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ﴾ ٢.
وإذا لم نمثل بهم مع أنهم يمثلون بنا; فقد يفسر هذا بأنه ضعف، وإذا مثلنا بهم في هذه الحال; عرفوا أن عندنا قوة ولم يعودوا للتمثيل بنا ثانية.
والظاهر القول الثاني.
فإن قيل: قد نمثل بواحد لم يمثل بنا ولا يرضى بالتمثيل؟ فيقال: إن الأمة الواحدة فعل الواحد منها كفعل الجميع، ولهذا كان الله ﷿ يخاطب اليهود في عهد الرسول ﷺ بأمور جرت في عهد موسى، قال تعالى: ﴿وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا﴾ ٣ وقال تعالى: ﴿وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ﴾ ٤ وما أشبه ذلك.
_________
١ سورة الأنفال آية: ٥٨.
٢ سورة البقرة آية: ١٩٤.
٣ سورة البقرة آية: ٧٢.
٤ سورة البقرة آية: ٩٣.

ولا تقتلوا وليدا. وإذا لقيت عدوك.....................................

_________
قوله: " ولا تقتلوا وليدا ": أي: لا تقتلوا صغيرا; لأنه لا يقاتل، ولأنه ربما يسلم وورد في أحاديث أخرى: أنه لا يقتل راهب ولا شيخ فإن ولا امرأة١ إلا أن يقاتلوا، أو يحرضوا على القتال، أو يكون لهم رأي في الحرب، كما قتل دريد بن الصمة في غزوة ثقيف مع كبره وعماه٢.
واستدل بهذا الحديث أن القتال ليس لأجل أن يسلموا، ولكنه لحماية الإسلام، بدليل أننا لا نقتل هؤلاء، ولو كان من أجل ذلك لقتلناهم إذا لم يسلموا، ورجح شيخ الإسلام هذا القول، وله رسالة في ذلك اسمها "قتال الكفار".
قوله: " وإذا لقيت عدوك ": أي: قابلته أو وجدته، وبدأ بذكر العداوة تهييجا لقتالهم; لأنك إذا علمت أنهم أعداء لك; فإن ذلك يدعوك
_________
١ حديث ابن عمر ﵄: "أن امرأة وجدت في بعض مغازي رسول الله ﷺ مقتولة; فأنكر رسول الله ﷺ قتل النساء والصبيان". أخرجه: البخاري في (الجهاد، باب قتل الصبيان، ٢/٣٦٢)، ومسلم في (الجهاد، باب تحريم قتل النساء، ٣/١٣٦٤) . وحديث أنس ﵁: أن رسول الله ﷺ قال: انطلقوا باسم الله، وبالله، وعلى ملة رسول الله، ولا تقتلوا شيخا فانيا، ولا طفلا، ولا صغيرا، ولا امرأة ... ". أخرجه: أبو داود في (الجهاد، باب في دعاء المشركين، ٣/٨٦) . وقال الشوكاني في "النيل" (٧/٢٤٦): "وحديث أنس في إسناده خالد الفِزْر، وليس بذلك". وحديث ابن عباس ﵄، وفيه أن النبي ﷺ قال: لا تغدروا، ولا تغلوا، ولا تقتلوا الولدان ولا أصحاب الصوامع أخرجه: أحمد (١/٣٠٠)، والطحاوي في "شرح معاني الآثار" (٣/٢٢٥) . وقال ابن حجر في "التلخيص الحبير" (٢/١٠٣): "وفي إسناده إبراهيم بن إسماعيل بن أبي حبيبة، وهو ضعيف".
٢ أخرجه: البخاري في (المغازي، باب غزوة أوطاس، ٣/١٥٦) .

من المشركين; فادعهم إلى ثلاث خصال (أو: خلال)، فأيتهن ما أجابوك; فاقبل منهم، وكف عنهم:

ثم ادعهم إلى الإسلام،.................................................

_________
إلى قتالهم، ولهذا قال تعالى: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ﴾ ١ وهذا أبلغ وأعم من قوله في آية أخرى: ﴿لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ﴾ ٢ لكن خص في هذه الآية باليهود والنصارى; لأن المقام يقتضيه. والعدو ضد الولي، والولي من يتولى أمورك ويعتني بك بالنصر والدفاع وغير ذلك، والعدو يخذلك ويبتعد عنك ويعتدي عليك ما أمكنه.
قوله: "من المشركين": يدخل فيه كل الكفار، حتى اليهود والنصارى.
قوله: "خصال أو خلال": بمعنى واحد، وعليه; ف "أو" للشك في اللفظ، والمعنى لا يتغير.
قوله: "فأيتهن ما أجابوك": "أيتهن": اسم شرط مبتدأ، "ما": زائدة، وهي تزاد بالشرط تأكيدا للعموم، كقوله تعالى: ﴿أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى﴾ ٣ والكاف مفعول به، والعائد إلى اسمها الشرط محذوف، والتقدير: فأيتهن ما أجابوك إليه; فاقبل منهم وكف عنهم فلا تقاتلهم.
قوله: "ثم ادعهم": "ثم": زائدة; كما في رواية أبي داود، ولأنه ليس لها معنى، ويمكن أن يقال: إنها ليست من كلام الرسول ﷺ بل من كلام الراوي على تقدير ثم قال ادعهم.
وقوله: "إلى الإسلام": أي: المتضمن للإيمان; لأنه إذا أفرد شمل
_________
١ سورة الممتحنة آية: ١.
٢ سورة المائدة آية: ٥١.
٣ سورة الإسراء آية: ١١٠.

فإن أجابوك، فأقبل منهم، ثم ادعهم إلى التحول من دارهم إلى دار المهاجرين،............................................................

_________
الإيمان، وإذا اجتمعا; افترقا، كما فرق النبي ﷺ بينهما في حديث جبريل.
والإيمان عند أهل السنة تدخل فيه الأعمال قال ﷺ " الإيمان بضع وسبعون شعبة، أعلاها قول: لا إله إلا الله، وأدناها: إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من الإيم ان"١ فإن أجابوا للإسلام; فهذا ما يريده المسلمون، فلا يحل لنا أن نقاتلهم، ولهذا قال النبي ﷺ "فأقبل منهم".
قوله: "ثم ادعهم إلى التحول من دارهم إلى دار المهاجرين": هذه الجملة تشير إلى أن الذين قوتلوا أهل بادية، فإذا أسلموا; طلب منهم أن يتحولوا إلى ديار المهاجرين ليتعلموا دين الله; لأن الإنسان في باديته بعيد عن العلم; كما قال تعالى: ﴿الأَعْرَابُ أَشَدُّ كُفْرًا وَنِفَاقًا وَأَجْدَرُ أَلا يَعْلَمُوا حُدُودَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ﴾ ٢ وهذا أصل في توطين البوادي.
وقوله: "إلى دار المهاجرين": يحتمل أن المراد بها العين; أي: المدينة النبوية، ويحتمل أن المراد بها الجنس; أي: الدار التي تصلح أن يهاجر إليها لكونها بلد إسلام، سواء كانت المدينة أو غيرها. ويقوي الاحتمال الثاني -وهو أن المراد بها الجنس-: أنه لو كان المراد المدينة; لكان الرسول ﷺ يعبر عنها باسمها ولا يأتي بالوصف العام، ويقوي
_________
١ أخرجه: البخاري في (الإيمان، باب أمور الإيمان، ١/٢٠) - ولفظه: "الإيمان بضع وستون شعبة، الحياء شعبة من الإيمان"-، ومسلم في (الإيمان، باب بيان عدد شعب الإيمان، ١/٦٣) ; عن أبي هريرة ﵁.
٢ سورة التوبة آية: ٩٧.

وأخبرهم أنهم إن فعلوا ذلك; فلهم ما للمهاجرين، وعليهم ما على المهاجرين، فإن أبوا أن يتحولوا منها; فأخبرهم أنهم يكونون كأعراب المسلمين، يجري عليهم حكم الله تعالى، ولا يكون لهم في الغنيمة والفيء شيء، إلا أن يجاهدوا مع المسلمين "١.

_________
الاحتمال الأول: أن دار المهاجرين الأولى هي المدينة، والظاهر الاحتمال الثاني.
قوله: "فإن لهم ما للمهاجرين وعليهم ما على المهاجرين": وهذا تمام العدل، ولا يقال: إن الحق لصاحب البلد الأصلي; فلهم ما للمهاجرين من الغنيمة والفيء، وعليهم ما عليهم من الجهاد والنصرة.
قوله: " ولا يكون لهم في الغنيمة والفيء شيء إلا أن يجاهدوا مع المسلمين ": يعني: إذا لم يتحولوا إلى دار المهاجرين; فليس لهم في الغنيمة والفيء شيء. والغنيمة: ما أخذ من أموال الكفار بقتال أو ما ألحق به. والفيء: ما يصرف لبيت المال; كخمس خمس الغنيمة، والجزية، والخراج، وغيرها.
وقوله: " إلا أن يجاهدوا مع المسلمين ": يفيد أنهم إن جاهدوا مع المسلمين استحقوا من الغنيمة ما يستحقه غيرهم. وأما الفيء; فاختلف أهل العلم في ذلك: فعند الإمام أحمد: لهم حق في الفيء مطلقا، ولهم حق في الغنيمة إن جاهدوا. وقيل: لا حق لهم في الفيء، إنما الفيء يكون لأهل البلدان بدليل الاستثناء، فهو عائد على الغنيمة; إذ ليس من في البلد مستعدا للجهاد ويتعلم الدين وينشره كأعرابي عند إبله.
فإذا أسلموا; فلهم ثلاث مراتب:
١- التحول إلى دار المهاجرين، وحينئذ يكون لهم ما للمهاجرين وعليهم ما على المهاجرين
_________
١ مسلم: الجهاد والسير (١٧٣١)، والترمذي: السير (١٦١٧)، وأبو داود: الجهاد (٢٦١٢)، وابن ماجه: الجهاد (٢٨٥٨)، وأحمد (٥/٣٥٢،٥/٣٥٨) .

" فإن هم أبوا; فاسألهم الجزية،.....................................

_________
٢- البقاء في أماكنهم مع الجهاد; فلهم ما للمجاهدين من الغنيمة، وفي الفيء الخلاف.
٣- البقاء في أماكنهم مع ترك الجهاد; فليس لهم من الغنيمة والفيء شيء.
قوله: "فإن هم أبوا": "هم" عند البصريين: توكيد للفاعل المحذوف مع فعل الشرط، والتقدير: فإن أبوا هم، وعند الكوفيين: مبتدأ خبره الجملة بعده. والقاعدة عندنا إذا اختلف النحويون في مسألة: أن نتبع الأسهل، والأسهل هنا إعراب الكوفيين.
قوله: "فاسألهم الجزية": سؤال عطاء لا سؤال استفهام، والفرق بين سؤال الاستفهام وسؤال العطاء: أن سؤال الاستفهام يتعدى إلى المفعول الثاني ب "عن"، قال الله تعالى: ﴿يَسْأَلونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا﴾ ١ وقد يكون المفعول الثاني جملة استفهامية; كقوله تعالى: ﴿يَسْأَلونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ﴾ ٢ وأما سؤال الإعطاء; فيتعدى إليه بنفسه; كقولك: سألت زيدا كتابا.
قوله: "الجزية" فعلة من جزى يجزي، وظاهر فيها أنها مكافأة على شيء، وهي عبارة عن مال مدفوع من غير المسلم عوضا عن حمايته وإقامته بدارنا. والذمي معصوم ماله ودمه وذريته مقابل الجزية، قال تعالى: ﴿حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ﴾ ٣ أي: يسلموها بأيديهم، لا يقبل أن يرسل بها خادمه أو ابنه، بل لا بد أن يأتي بها هو.
وقيل: "عن يد": عن قوة منكم، والصحيح أنها شاملة للمعنيين. وقيل: "عن يد": أن يعطيك إياها فتأخذها بقوة بأن تجر يده حتى يتبين له قوتك، وهذا لا حاجة إليه.
_________
١ سورة الأعراف آية: ١٨٧.
٢ سورة المائدة آية: ٤.
٣ سورة التوبة آية: ٢٩.

فإن هم أجابوك; فاقبل منهم وكف عنهم.

فإن هم أبوا; فاستعن بالله، وقاتلهم.

وإذا حاصرت أهل حصن، فأرادوك أن تجعل لهم ذمة الله وذمة نبيه، فلا تجعل لهم ذمة الله وذمة نبيه، ولكن اجعل لهم ذمتك وذمة أصحابك; فإنكم أن تخفروا ذممكم وذمة أصحابكم أهون...........................

_________
قوله: ﴿وَهُمْ صَاغِرُونَ﴾ ١ أي: يجب أن يتصفوا بالذل والهوان عند إعطائها، فلا يعطوها بأبهة وترفع مع خدم وموكب ونحو ذلك، وجعل بعض العلماء من صغارهم أن يطال وقوفهم عند تسلمها منهم.
قوله: "فاستعن بالله وقاتلهم ": بدأ النبي ﷺ بطلب العون من الله; لأنه إذا لم يعنك في جهاد أعدائه; فإنك مخذول، والجملة جواب الشرط.
قوله: " وإدا حاصرت أهل حصن، فأرادوك ": الحصر: التضييق; أي: طوقتهم وضيقت عليهم بحيث لا يخرجون من حصنهم ولا يدخل عليهم أحد. والحصن: كل ما يتحصن به من قصور أو أحواش وغيرها.
قوله: "أرادوك": أي: طلبوك، وضمن الإرادة معنى الطلب، وإلا; فإن الأصل أن تتعدى ب "من"; فيقال: أرادوا منك.
قوله: "فلا تجعل لهم ذمة الله وذمة نبيه": الذمة: العهد، فإذا قال أهل الحصن المحاصرون: نريد أن ننزل على عهد الله ورسوله; فإنه لا يجوز أن ينزلهم على عهد الله ورسوله، وعلل النبي ﷺ ذلك بقوله: " فإنكم أن تخفروا ذممكم وذمة أصحابكم أهون ... ".
_________
١ سورة التوبة آية: ٢٩.

من أن تخفروا ذمة الله وذمة نبيه وإذا حاصرت أهل حصن، فأرادوك أن تنزلهم على حكم الله; فلا تنزلهم على حكم الله، ولكن أنزلهم على حكمك،

_________
قوله: "أن تخفروا ": بضم التاء وكسر الفاء: من أخفر الرباعي; أي: غدر، وأما خفر يخفر الثلاثي فهي بمعنى أجار والمتعين الأول.
وقوله: " أن تخفروا ": "أن"; بفتح الهمزة مصدرية بدليل رفع "أهون" على أنها خبر، وأن وما دخلت عليه محلها من الإعراب النصب على أنها بدل اشتمال من اسم "إن"، والتقدير: فإن إفخاركم ذممكم، والبدل يصح أن يحل محل المبدل منه، ولهذا قدرتها بما سبق.
قوله: " أهون من أن تخفروا ذمة الله وذمة نبيه ": لأن الغدر بذمة الله وذمة نبيه أعظم، وقوله: "أهون" من باب اسم التفضيل الذي ليس في المفضل ولا في المفضل عليه شيء من هذا المعنى; لأن قوله: "أهون" يقتضي اشتراك المفضل والمفضل عليه بالهون، والأمر ليس كذلك; لأن إخفار الذمم سواء كان لذمة الله وذمة رسوله أو ذمة المجاهدين; كله ليس بهين، بل هو صعب، لكن الهون هنا نسبي وليس على حقيقته.
فهنا أرادوا أن ينزلوا على العهد بدون أن يحكم عليهم بشيء، بل يعاهدون على حماية أموالهم وأنفسهم ونسائهم وذريتهم فنعطيهم ذلك.
قوله: " وإذا حاصرت ": أي: ضربت حصارا يمنعهم من الخروج من مكانهم. "أهل الحصن": أهل بلد أو مكان يتحصنون به. "فأرادوك": طلبوا منك. "حكم الله"; أي: شرع الله.
قوله: " ولكن أنزلهم على حكمك ": فإذا أرادوا أن ينزلوا على حكم الله; فإنهم لا يجابون; فإنا لا ندري أنصيب فيهم حكم الله أم لا؟

فإنك لا تدري أتصيب فيهم حكم الله أم لا" رواه مسلم١.

_________
ولهذا قال: " أنزلهم على حكمك "، ولم يقل: وحكم أصحابك كما قال في الذمة; لأن الحكم في الجيش أو السرية للأمير، وأما الذمة والعهد; فهي من الجميع، فلا يحل لواحد من الجيش أن ينقض العهد
وقوله: " لا تدري ": أي: لا تعلم "أتصيب فيهم حكم الله أم لا"، وذلك لأن الإنسان قد يخطئ حكم الله تعالى.
وهذه المسألة اختلف فيها العلماء:
فقيل: إن أهل الحصن لا ينزلون على حكم الله لأن قائد الجيش وإن اجتهد; فإنه لا يدري أيصيب فيهم حكم الله أم لا؟ فليس كل مجتهد مصيبا.
وقيل: بل ينزلون على حكم الله، والنهي عن ذلك خاص في عهد النبي ﷺ فقط; لأنه العهد الذي يمكن أن يتغير فيه الحكم; إذ من الجائز بعد مضي هذا الجيش أن يغير الله هذا الحكم، وإذا كان كذلك; فلا تنزلهم على حكم الله; لأنك لا تدري أتصيب الحكم الجديد أو لا تصيبه؟
أما بعد انقطاع الوحي; فينزلون على حكم الله، واجتهادنا في إصابة حكم الله يعتبر صوابا إذا لم يتبين خطؤه; لأن الله لا يكلف نفسا إلا وسعها، وقد قال تعالى: ﴿فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ﴾ ٢ وهذا أصح; لأنه يحكم للمجتهد بإصابته الحكم ظاهرا شرعا وإن كان قد يخطئ، وإن حصل الاحتراز بأن يقول: ننزلك على ما نفهم من حكم الله ورسوله; فهو أولى; لأنك إذا قلت على ما نفهم صار الأمر واضحا أن هذا حكم الله بحسب فهمنا، لا بحسب الواقع فيما لو اتضح خلافه.
_________
١ أخرجه: مسلم في (الجهاد، باب تأمير الإمام الأمراء، ٣/١٣٥٦) .
٢ سورة التغابن آية: ١٦.

......................................................................

_________
واخترنا هذه العبارة، لأنه قد يتغير الاجتهاد، ويأتي أمير آخر فيحارب هؤلاء أو غيرهم ثم يتغير الحكم; فيقول الكفار: إن أحكام المسلمين متناقضة.
ويستفاد من هذا الحديث ما يلي:
١- تحريم التمثيل، والغلول، والغدر، وقتل الوليد وقد سبق الكلام عليه.
٢- يشرع للإمام بعث الجيوش والسرايا
٣- لا يجوز القتال قبل الدعوة لأنه جعل القتال آخر مرحلة. وأما ما ورد في "الصحيح" أن النبي ﷺ أغار على بني المصطلق وهم غارون١ فقد أجيب: أن هؤلاء قد بلغتهم الدعوة، ودعوة من بلغتهم الدعوة سنة لا واجبة، ويرجع فيها للمصلحة.
٤- جواز أخذ الجزية من غير اليهود والنصارى والمجوس لأن أهل الكتاب نص القرآن على أخذها منهم، والمجوس وردت به السنة، وأما ما عدا هؤلاء; فاختلف أهل العلم:
فقيل: لا تأخذ من غير هؤلاء، وقيل: لا تؤخذ من مشركي العرب; لأن فيها إذلالا. والصحيح أنها تؤخذ من جميع الكفار; لعموم قوله ﷺ " من كفر بالله "، ولم يقل: اليهود والنصارى.
٥- الإشارة إلى أن القتال ليس لإكراه الناس على أن يدخلوا في
_________
١ أخرجه: البخاري في (العتق، باب من ملك من العرب رقيقا، ٢/٢١٨)، ومسلم في (الجهاد، باب جواز الإغارة على الكفار، ٣/١٣٥٦) ; من حديث ابن عمر ﵁.

......................................................................

_________
الإسلام، ولو كان كذلك ما شرعت الجزية; لأنه على هذا التقدير يجب أن يدخلوا في الدين أو يقاتلوا، وهذا هو الراجح الذي يؤيده القرآن والسنة، وأما قوله ﷺ " أمرت أن أقاتل الناس ... "١ الحديث; فهو عام مخصوص بأدلة الجزية.
٦- عظم العهود، ولا سيما إذا كانت عهدا لله ورسوله.
٧- جواز نزول أهل الحصن على حكم أمير الجيش.
٨- أنه لا يجوز أن ينزلهم على حكم الله; إما في عهد الرسول ﷺ أو مطلقا حسب الخلاف السابق.
٩- أن المجتهد قد يصيب وقد يخطئ لقوله ﷺ " فإنك لا تدري أتصيب فيهم حكم الله أم لا؟ "، وقال النبي ﷺ " إذا حكم الحاكم، فاجتهد، فأصاب; فله أجران، وإن أخطأ; فله أجر واحد "٢ وعليه; فهل نقول: إن المجتهد مصيب ولو أخطأ؟
الجواب: قيل: كل مجتهد مصيب. وقيل: ليس كل مجتهد مصيبا.
وقيل: كل مجتهد مصيب في الفروع دون الأصول; حذرا من أن نصوب أهل البدع في باب الأصول.
والصحيح أن كل مجتهد مصيب من حيث اجتهاده، أما من حيث
_________
١ أخرجه: البخاري في (الإيمان، باب فإن تابوا وأقاموا الصلاة، ١/٢٤)، ومسلم في (الإيمان، باب من قاتل الناس حتى يقولوا لا إله إلا الله، ١/٩٥) ; من حديث ابن عمر ﵁.
٢ أخرجه: البخاري في (الاعتصام، باب أجر الحاكم إذا اجتهد، ٤/٣٧٢)، ومسلم في (الأقضية، باب بيان أجر الحاكم إذا اجتهد، ٣/١٣٤٢) ; عن عمرو بن العاص ﵁.

......................................................................

_________
موافقته للحق; فإنه يخطئ ويصيب، ويدل له قوله ﷺ " فاجتهد فأصاب، واجتهد فأخطأ "; فهذا واضح في تقسيم المجتهدين إلى مخطئ ومصيب، وظاهر الحديث والنصوص أنه شامل للفروع والأصول، حيث دلت تلك النصوص على أن الله لا يكلف نفسا إلا وسعها، لكن الخطأ المخالف لإجماع السلف خطأ ولو كان من المجتهدين، لأنه لا يمكن أن يكون مصيبا والسلف غير مصيبين، سواء في علم الأصول أو الفروع.
على أن شيخ الإسلام ابن تيمية وابن القيم أنكرا تقسيم الدين إلى أصول وفروع وقالا: إن هذا التقسيم محدث بعد عصر الصحابة، ولهذا نجد القائلين بهذا التقسيم يلحقون شيئا من أكبر أصول الدين بالفروع، مثل الصلاة، وهي ركن من أركان الإسلام، ويخرجون أشياء في العقيدة اختلف فيها السلف، يقولون: إنها من الفروع; لأنها ليست من العقيدة، ولكن فرع من فروعها، ونحن نقول: إن أردتم بالأصول ما كان عقيدة; فكل الدين أصول; لأن العبادات المالية أو البدنية لا يمكن أن تتعبد لله بها إلا أن تعتقد أنها مشروعة; فهذه عقيدة سابقة على العمل، ولو لم تعتقد ذلك لم يصح تعبدك لله بها. والصحيح أن باب الاجتهاد مفتوح فيما سمي بالأصول أو الفروع، لكن ما خرج عن منهج السلف; فليس بمقبول مطلقا.
١٠- أن باب الاجتهاد باق لقوله: " لا تدري أتصيب فيهم حكم الله أم لا؟ "، وبهذا يتبين ضعف قول من قال، إن باب الاجتهاد قد أنسد، والواجب التقليد للأئمة، وهذا يترتب عليه الإعراض عن الكتاب والسنة إلى آراء الرجال، وهذا خطأ، بل الواجب على من تمكن من أخذ الحكم من الكتاب والسنة أن يأخذه منهما، لكن لكثرة السنن وتفرقها لا ينبغي للإنسان أن يحكم بشيء بمجرد أن يسمع حديثا في هذا الحكم حتى

......................................................................

_________
يتثبت لأن هذا الحكم قد يكون منسوخا أو مقيدا أو عاما وأنت تظنه بخلاف ذلك.
وأما أن نقول: لا تنظر في القرآن والسنة لأنك لست أهلا للاجتهاد; فهذا غير صحيح، ثم إنه على قولنا: إن باب الاجتهاد مفتوح، لا يجوز أبدا أن تحتقر آراء العلماء السابقين، أو أن تنزل من قدرهم; لأن أولئك تعبوا واجتهدوا وليسوا بمعصومين، فكونك تقدح فيهم أو تأخذ المسائل التي يلقونها على أنها نكت تعرضها أمام الناس ليسخروا بهم; فهذا أيضا لا يجوز، وإذا كانت غيبة الإنسان العادي محرمة; فكيف بغيبة أهل العلم الذين أفنوا أعمارهم في استخراج المسائل من أدلتها، ثم يأتي في آخر الزمان من يقول: إن هؤلاء لا يعرفون، وهؤلاء يفرضون المحال ويقولون: كذا وكذا، مع أن أهل العلم فيما يفرضونه من المسائل النادره قد لا يقصدون الوقوع، ولكن يقصدون تمرين الطالب على تطبيق المسائل على قواعدها وأصولها؟!
١١- فيه إثبات الحكم لله ﷿ وحكم الله ينقسم إلى قسمين:
أ- حكم كوني، وهو ما يتعلق بالكون، ولا يمكن لأحد أن يخالفه، ومنه قوله تعالى: ﴿فَلَنْ أَبْرَحَ الأَرْضَ حَتَّى يَأْذَنَ لِي أَبِي أَوْ يَحْكُمَ اللَّهُ لِي﴾ ١.
ب- حكم شرعي، وهو ما يتعلق بالشرع والعبادة، وهذا من الناس من يأخذ به ومنهم من لا يأخذ به، ومنه قوله تعالى: ﴿ذَلِكُمْ حُكْمُ اللَّهِ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ﴾ ٢.
_________
١ سورة يوسف آية: ٨٠.
٢ سورة الممتحنة آية: ١٠.

فيه مسائل:

الأولى: الفرق بين ذمة الله وذمة نبيه وذمة المسلمين.

الثانية: الإرشاد إلى أقل الأمرين خطرا.

_________
فيه مسائل:
الأولى: الفرق بين ذمة الله وذمة نبيه وذمة المسلمين لو قال: الفرق بين ذمة الله وذمة نبيه وبين ذمة المسلمين; لكان أوضح; لأنك عندما تقرأ كلامه تظن أن الفروق بين الثلاثة كلها، وليس كذلك; فإن ذمة الله وذمة نبيه واحدة، وإنما الفرق بينهما وبين ذمة المسلمين. والفرق أن جعل ذمة الله وذمة نبيه للمحاصرين محرمة، وجعل ذمة المحاصرين -بكسر الصاد- ذمة جائزة.
الثانية: الإرشاد إلى أقل الأمرين خطرا: لقوله: "ولكن اجعل لهم ذمتك وذمة أصحابك ... " إلخ، وهذه قاعدة مهمة، وتقال على وجه آخر هو: ارتكاب أدنى المفسدتين لدفع أعلاهما إذا كان لا بد من ارتكاب إحداهما وقد دل عليها الشرع، قال تعالى: ﴿وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ﴾ ١ ; فسب آلهة المشركين مطلوب، لكن إذا تضمن سب الله ﷿ صار منهيا عنه; لأن مفسدة سب الله أعظم من مفسدة السكوت عن سب آلهتهم، وإن كان في هذا السكوت شيء من المفسدة، ولكن نسكت لئلا نقع في مفسدة أعظم، وأيضا العقل دل عليها.
وفيه قاعدة مقابلة، وهي: ترك أدنى المصلحتين لنيل أعلاهما، إذا كان لا بد من ترك إحداهما فإذا اجتمعت مصلحتان لا يمكن الأخذ بهما جميعا; فخذ بأعلاهما، وإذا اجتمعت مفسدتان لا يمكن تركهما; فخذ بأدناهما.
_________
١ سورة الأنعام آية: ١٠٨.

الثالثة: قوله: " اغزوا بسم الله في سبيل الله ".

الرابعة: قوله: " قاتلوا من كفر بالله ".

الخامسة: قوله: " استعن بالله وقاتلهم ".

السادسة: الفرق بين حكم الله وحكم العلماء.

_________
الثالثة: قوله: " اغزوا بسم الله في سبيل الله ": يستفاد منها وجوب الغزو مع الاستعانة بالله والإخلاص والتمشي على شرعه.
الرابعة: قوله: " قاتلوا من كفر بالله ": يستفاد منها وجوب قتال الكفار، وأن علة قتالهم الكفر، وليس المعنى أنه لا يقاتل إلا من كفر، بل الكفر سبب للقتال; فمن منع الزكاة يقاتل، وإذا ترك أهل بلد صلاة العيد قوتلوا، وكذا الأذان والإقامة، مع أنهم لا يكفرون بذلك. وإذا اقتتلت طائفتان وأبت إحداهما أن تفيء إلى أمر الله; قوتلت، فالقتال له أسباب متعددة غير الكفر.
الخامسة: قوله: " استعن بالله وقاتلهم ": يفيد وجوب الاستعانة بالله، وأن لا يعتمد الإنسان على حوله وقوته.
السادسة: الفرق بين حكم الله وحكم العلماء وفيه فرقان:
١- أن حكم الله مصيب بلا شك، وحكم العلماء قد يصيب وقد لا يصيب.
٢- تنزيل أهل الحصن على حكم الله ممنوع إما في عهد الرسول ﷺ فقط أو مطلقا، وأما على حكم العلماء ونحوه; فهو جائز.
فائدة: لا ينبغي أن يقال لمفت: ما حكم الإسلام في كذا، أو ما رأي الإسلام في كذا; فإنه قد يخطئ فلا يصيب حكم الإسلام، ولا يقول

السابعة: في كون الصحابي يحكم عند الحاجة بحكم لا يدري أيوافق حكم الله أم لا؟

_________
مفت: حكم الإسلام كذا; لأنه قد يخطئ، ولكن يقيد; فيقول: حكم الإسلام فيما أرى كذا وكذا إلا فيما هو نص واضح صريح; فلا بأس.
مثل أن يقال: ما حكم الإسلام في أكل الميتة؟ فيقول: حكم الإسلام في أكل الميتة أنه حرام.
السابعة: في كون الصحابي يحكم عند الحاجة بحكم لا يدري أيوافق حكم الله أم لا؟ وهذا ليس خاصا بالصحابة، بل حتى من بعدهم; فإن له أن يحكم بما يرى أنه حكم الله عند الحاجة.

باب ما جاء في الإقسام على الله

باب: ما جاء في الإقسام على الله

.......................................................................

_________
الإقسام: مصدر أقسم يقسم إذا حلف. والحلف له عدة أسماء، هي: يمين، وألية، وحلف، وقسم، وكلها بمعنى واحد، قال تعالى: ﴿فَلا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ﴾ ١ وقال: ﴿لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ﴾ ٢ ; أي: يحلفون، وقال: ﴿لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ﴾ ٣ وقال تعالى: ﴿يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ﴾ ٤ وقال تعالى: ﴿وَأَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ﴾ ٥.
واختلف أهل العلم في "لا" في قوله: "لا أقسم" ; فقيل: إنها نافية على الأصل، وإن معنى الكلام: لا أقسم بهذا الشيء على المقسم به; لأن الأمر أوضح من أن يحتاج إلى قسم، وهذا فيه تكلف; لأن من قرأ الآية عرف أن مدلولها الإثبات لا النفي. وقيل: إن "لا" زائدة، والتقدير أقسم. وقيل: إن "لا" للتنبيه، وهذا بمعنى الثاني; لأنها من حيث الإعراب زائدة. وقيل: إنها نافية لشيء مقدر; أي: لا صحة لما تزعمون من انتفاء البعث، وهذا كما في قوله تعالى: ﴿لا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ٦ فيه شيء من التكلف، والصواب أنها زائدة للتنبيه.
والإقسام على الله: أن تحلف على الله أن يفعل، أو تحلف عليه أن لا يفعل، مثل: والله; ليفعلن الله كذا، أو والله; لا يفعل الله كذا.
والقسم على الله ينقسم إلى أقسام:
الأول: أن يقسم بما أخبر الله به ورسوله من نفي أو إثبات; فهذا لا
_________
١ سورة الواقعة آية: ٧٥.
٢ سورة البقرة آية: ٢٢٦.
٣ سورة البقرة آية: ٢٢٥.
٤ سورة التوبة آية: ٦٢.
٥ سورة النور آية: ٥٣.
٦ سورة القيامة آية: ١.

......................................................................

_________
بأس به، وهذا دليل على يقينه بما أخبر الله به ورسوله، مثل: والله; ليشفعن الله نبيه في الخلق يوم القيامة، ومثل: والله; لا يغفر الله لمن أشرك به.
الثاني: أن يقسم على ربه لقوة رجائه وحسن الظن بربه; فهذا جائز لإقرار النبي ﷺ ذلك في قصة الربيع بنت النضر عمة أنس بن مالك ﵄، ""حينما كسرت ثنية جارية من الأنصار، فاحتكموا إلى النبي ﷺ فأمر النبي ﷺ بالقصاص، فعرضوا عليهم الصلح، فأبوا، فقام أنس بن النضر، فقال: أتكسر ثنية الربيع؟ والله يا رسول الله لا تكسر ثنية الربيع، وهو لا يريد به رد الحكم الشرعي فقال الرسول ﷺ يا أنس! كتاب الله القصاص " يعني: السن بالسن. قال: والله; لا تكسر ثنية الربيع"، وغرضه بذلك أنه لقوة ما عنده من التصميم على أن لا تكسر ولو بذل كل غال ورخيص أقسم على ذلك.
فلما عرفوا أنه مصمم ألقى الله في قلوب الأنصار العفو فعفوا; فقال النبي ﷺ " إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره "١ فهو لقوة رجائه بالله وحسن ظنه أقسم على الله أن لا تكسر ثنية الربيع; فألقى الله العفو في قلوب هؤلاء الذين صمموا أمام الرسول ﷺ على القصاص; فعفوا وأخذوا الأرش.
فثناء الرسول ﷺ عليه شهادة بأن الرجل من عباد الله، وأن الله أبر قسمه ولين له هذه القلوب، وكيف لا وهو الذي قال: بأنه يجد ريح الجنة دون أحد، ولما استشهد وجد به بضع وثمانون ما بين ضربة بسيف أو
_________
١ أخرجه: البخاري في (الصلح، باب الصلح في الدية، ٢/٢٦٩)، ومسلم في (القسامة، باب إثبات القصاص في الأسنان، ٣/١٣٠٢) ; عن أنس ﵁.

عن جندب بن عبد الله ﵁ قال: قال رسول الله ﷺ " قال رجل: والله لا يغفر الله لفلان،................................................

_________
طعنة برمح، ولم يعرفه إلا أخته ببنانه١ وهي الربيع هذه، رضي الله عن الجميع وعنا معهم.
ويدل أيضا لهذا القسم قوله ﷺ "رب أشعث مدفوع بالأبواب لو أقسم على الله لأبره"٢.
القسم الثالث: أن يكون الحامل له هو الإعجاب بالنفس، وتحجر فضل الله ﷿ وسوء الظن به تعالى; فهذا محرم، وهو وشيك بأن يحبط الله عمل هذا المقسم، وهذا القسم هو الذي ساق المؤلف الحديث من أجله.
مناسبة الترجمة لكتاب التوحيد
أن من تأَلَّى على الله ﷿ فقد أساء الأدب معه وتحجر فضله وأساء الظن به، وكل هذا ينافي كمال التوحيد، وربما ينافي أصل التوحيد; فالتالي على من هو عظيم يعتبر تنقصا في حقه.
قوله: "قال رجل"- يحتمل أن يكون الرجل الذي ذكر في حديث أبي هريرة الآتي أو غيره-: "والله; لا يغفر الله لفلان": هذا يدل على
_________
١ أخرجه: البخاري في (الجهاد، باب قول الله- ﷿: من المؤمنين رجال صدقوا، ٦/٢١)، ومسلم في (الإمارة، باب ثبوت الجنة للشهيد، ٣/١٥١٢) .
٢ أخرجه: مسلم في (البر والصلة، باب فضل الضعفاء والخاملين، ٤/٢٠٢٤) ; عن أبي هريرة ﵁.

فقال الله ﷿ من ذا الذي يتألَّى علي أن لا أغفر لفلان؟ إني

_________
اليأس من روح الله، واحتقار عباد الله عند هذا القائل، وإعجابه بنفسه. والمغفرة: ستر الذنب والتجاوز عنه، مأخوذة من المغفر الذي يغطى به الرأس عند الحرب، وفيه وقاية وستر.
قوله: " من ذا الذي يتأبى علي أن لا أغفر لفلان "١ "من": اسم استفهام مبتدأ، "ذا": ملغاة، "الذي": اسم موصول خبر مبتدأ، "يتألى": يحلف; أي: من ذا الذي يتحجر فضلي ونعمتي أن لا أغفر لمن أساء من عبادي، والاستفهام للإنكار. والحديث ورد مبسوطا في حديث أبي هريرة٢ أن هذا الرجل كان عابدا وله صاحب مسرف على نفسه، وكان يراه على المعصية، فيقول: أقصر. فوجده يوما على ذنب، فقال: أقصر. فقال: خلني وربي; أبعثت علي رقيبا؟ فقال: والله; لا يغفر الله لك.
وهذا يدل على أن المسرف عنده حسن ظن بالله ورجاء له، ولعله كان يفعل الذنب ويتوب فيما بينه وبين ربه; لأنه قال: خلني وربي، والإنسان إذا فعل الذنب ثم تاب توبة نصوحا ثم غلبته عليه نفسه مرة أخرى; فإن توبته الأولى صحيحة، فإذا تاب ثانية فتوبته صحيحة; لأن من شروط التوبة أن يعزم أن لا يعود، وليس من شروط التوبة أن لا يعود.
وهذا الرجل الذي قد غفر الله له; إما أن يكون قد وجدت منه أسباب المغفرة بالتوبة، أو أن ذنبه هذا كان دون الشرك فتفضل الله عليه فغفر له، أما لو كان شركا ومات بدون توبة; فإنه لا يغفر له; لأن الله يقول: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ﴾ ٣.
_________
١ مسلم: البر والصلة والآداب (٢٦٢١) .
٢ سيأتي (ص٥٠٢) .
٣ سورة النساء آية: ١١٦.

قد غفرت له وأحبطت عملك " رواه مسلم١.

_________
قوله: " وأحبطت عملك ": ظاهر الإضافة في الحديث: أن الله أحبط عمله كله; لأن المفرد المضاف الأصل فيه أن يكون عاما. ووجه إحباط الله عمله على سبيل العموم -حسب فهمنا والعلم عند الله-: أن هذا الرجل كان يتعبد لله وفي نفسه إعجاب بعمله، وإذلال بما عمل على الله كأنه يمن على الله بعمله، وحينئذ يفتقد ركنا عظيما من أركان العبادة; لأن العبادة مبنية على الذل والخضوع; فلا بد أن تكون عبدا لله ﷿ بما تعبدك به وبما بلغك من كلامه، وكثير من الذين يتعبدون لله بما تعبدهم به قد لا يتعبدون بوحيه، لأنه قد يصعب عليهم أن يرجعوا عن رأيهم إذا تبين لهم الخطأ من كتاب الله وسنة رسوله ﷺ ويحرفون النصوص من أجله، والواجب أن تكون لله عبدا فيما بلغك من وحيه، بحيث تخضع له خضوعا كاملا حتى تحقق العبودية.
ويحتمل معنى " أحبطت عملك "; أي: عملك الذي كنت تفتخر به على هذا الرجل، وهذا أهون; لأن العمل إذا حصلت فيه إساءة بطل وحده دون غيره، لكن ظاهر حديث أبي هريرة يمنع هذا الاحتمال، حيث جاء فيه أن الله تعالى قال: اذهبوا به إلى النار.
ونظير هذا مما يحتمل العموم والخصوص قوله ﷺ في حديث بهز بن حكيم عن أبيه عن جده فيمن منع الزكاة: " فإنا آخذوها وشطر ماله عزمه من عزمات ربنا "٢ فقوله: " وشطر ماله "; هل المراد جميع ماله،
_________
١ أخرجه: مسلم في (البر والصلة، باب النهي عن تقنيط الإنسان من رحمة الله، ٤/٢٠٢٣) .
٢ أخرجه: أحمد في "المسند" (٥/٢، ٤)، وأبو داود في (الزكاة، باب زكاة السائمة، ٢/٢٣٣)، والنسائي في (الزكاة، باب عقوبة مانع الزكاة، ٥/١٥)، والدارمي في (الزكاة، باب ليس في عوامل الإبل صدقة، ١/٣٩٦)، والحاكم في (الزكاة، ١/٣٩٨) - وصححه على شرطهما، ووافقه الذهبي-. وقال ابن قدامة في "المغني" (٤/٧): "وسئل -أي أحمد- عن إسناده; فقال: هو عندي صالح الإسناد) .

وفي حديث أبي هريرة أن القائل رجل عابد. قال أبو هريرة: "تكلم بكلمة أوبقت دنياه وآخرته"١.

_________
أو ماله الذي منع زكاته؟ يحتمل الأمرين; فمثلا: إذا كان عنده عشرون من الإبل، فزكاتها أربع شياه، فمنع الزكاة; فهل نأخذ عشرا من الإبل فقط مع الزكاة، أو إذا كان عنده أموال أخرى من بقر وغنم ونقود نأخذ نصف جميع ذلك مع الزكاة؟ اختلف في ذلك: فقيل: نأخذ نصف ماله الذي وقعت فيه المخالفة. وقيل: نأخذ نصف جميع المال. والراجح أنه راجع إلى رأي الإمام حسب المصلحة، فإن كان أخذ نصف المال كله أبلغ في الردع; أخذ نصف المال كله، وإلا; أخذ نصف المال الذي حصلت فيه المخالفة.
قوله: "تكلم بكلمة": يعني قوله: والله; لا يغفر الله لك.
قوله: "أوبقت": أي: أهلكت، ومنه حديث: " اجتنبوا السبع الموبقات "٢ أي: المهلكات.
قوله: "دنياه وآخرته": لأن من حبط عمله; فقد خسر الدنيا والآخرة.
_________
١ أخرجه: ابن المبارك في "الزهد" (٩٠٠)، وأحمد (٢/٣٢٣)، وأبو داود في (الأدب، باب في النهي عن البغي، ٥/٢٠٧)، والبغوي في "شرح السنة" (١٤/٣٨٤، ٣٨٥)، وابن أبي الدنيا في "حسن الظن بالله" (٤٥) . وفي "شرح الطحاوية" (٢/٤٣٦): "وإسناده حسن".
٢ سبق (١/٥٠٥) .

فيه مسائل:

الأولى: التحذير من التألي على الله.

الثانية: كون النار أقرب إلى أحدنا من شراك نعله.

الثالثة: أن الجنة مثل ذلك.

_________
أما كونها وأبقت آخرته; فالأمر ظاهر; لأنه من أهل النار والعياذ بالله، وأما كونها وأبقت دنياه; فلأن دنيا الإنسان حقيقة هي ما اكتسب فيها عملا صالحا، وإلا; فهي خسارة، قال تعالى: ﴿وَالْعَصْرِ إِنَّ الأِنْسَانَ لَفِي خُسْر ٍالاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ﴾ ١، وقال: ﴿قُلْ إِنَّ الْخَاسِرِينَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَلا ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ﴾ ٢، فمن لم يوفق للإيمان والعمل الصالح; فقد خسر دنياه حقيقة; لأن مآلها للفناء، وكل شيء فإن فكأنه لم يوجد، واعتبر هذا بما حصل لك مما سبق من عمرك تجده مَرّ عليك وكأنه لم يكن، وهذا من حكمة الله ﷿ لئلا يركن إلى الدنيا.
وقوله: "قال أبو هريرة": يعني في الحديث الذي أشار إليه المؤلف ﵀.
فيه مسائل:
الأولى: التحذير من التألي على الله لقوله: "من ذا الذي يتألى علي أن لا أغفر لفلان"٣ وكونه أحبط عمله بذلك.
الثانية: كون النار أقرب إلى أحدنا من شراك نعله.
الثالثة: أن الجنة مثل ذلك: هاتان المسألتان اللتان ذكرهما
_________
١ سورة آية: ١-٣.
٢ سورة الزمر آية: ١٥.
٣ مسلم: البر والصلة والآداب (٢٦٢١) .

الرابعة: فيه شاهد لقوله: " إن الرجل ليتكلم بالكلمة ... " إلى آخره.

_________
المؤلف تؤخذان من حبوط عمل المتألي والمغفرة للمسرف على نفسه، ثم أشار إلى حديث رواه البخاري عن ابن مسعود ﵁ أن النبي ﷺ قال: " الجنة أقرب إلى أحدكم من شراك نعله، والنار مثل ذلك "١ ويقصد بهما تقريب الجنة أو النار، والشراك: سير النعل الذي يكون بين الإبهام والأصابع.
الرابعة: فيه شاهد لقوله: "إن الرجل ليتكلم بالكلمة ... " إلى آخره: يشير المؤلف إلى حديث: "إن الرجل ليتكلم بالكلمة ما يرى أن تبلغ حيث بلغت يهوي بها في النار سبعين خريفا "٢ أو "أبعد مما بين المشرق والمغرب٣ "، وهذا فيه الحذر من مزلة اللسان فقد يسبب الهلاك، ولهذا قال النبي ﷺ " من يضمن لي ما بين لَحْيَيه وما بين رجليه أضمن له الجنة"٤ وقال لمعاذ: "كف عليك هذا -يعني لسانه-. قلت: يا رسول الله! وإنا لمؤاخذون بما نتكلم به؟ قال: ثكلتك أمك يا معاذ! وهل يكب الناس في النار على وجوههم -أو قال: على مناخرهم- إلا حصائد ألسنتهم؟ ! "٥.
_________
١ البخاري: الرقاق (٦٤٨٨)، وأحمد (١/٣٨٧،١/٤١٣،١/٤٤٢) .
٢ أخرجه: أحمد (٢/ ٢٩٧، ٣٥٥)، والترمذي في (الزهد، باب فيمن تكلم بكلمة ليضحك بها الناس، ٧/٧٦) - وقال: "حسن غريب"، وابن ماجه في (الفتن، باب كف اللسان في الفتنة، ٢/١٣١٣) ; عن أبي هريرة ﵁.
٣ حديث أبي هريرة، ولفظه عند مسلم: "إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها يهوي بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب". أخرجه: البخاري في (الرقاق، باب حفظ اللسان، ٤/١٨٦)، ومسلم في (الزهد، باب التكلم بكلمة يهوي بها في النار، ٤/٢٢٩٠) .
٤ أخرجه: البخاري في الموضع السابق (٤/١٨٦) ; عن سهل بن سعد ﵁.
٥ أخرجه: البخاري في "خلق أفعال العباد" (ص ٧٣)، والحاكم (٤/٢٨٦، ٢٨٧) - وصححه على شرطهما، ووافقه الذهبي-; عن عبادة بن الصامت. وأخرجه: أحمد (٥/٢٣١)، والترمذي في (الإيمان، باب ما جاء في حرمة الصلاة، ٧/٢٧٠) - وقال: "حسن صحيح"-، وابن ماجه في (الفتن، باب كف اللسان في الفتنة، ٢/١٣١٤)، والجصاص في "أحكام القرآن" (٣/٣٥٣) ; من طريق أبي وائل، عن معاذ. وأخرجه: أحمد (٥/٢٣٣)، والطيالسي (٥٦٠)، والنسائي في "الكبرى"; كما في "تحفة الأشراف" (٨/٤١٠) ; من طريق الحكم بن عتيبة، عن عروة بن النزال، عن معاذ. وأخرجه: أحمد (٥/٢٣٦) ; من طريق شهر بن حوشب، عن عبد الرحمن بن غنم، عن معاذ. وانظر: "جامع العلوم والحكم" شرح حديث (رقم ٢٩)، و"الترغيب" للمنذري (٣/٥٢٩) .

الخامسة: أن الرجل قد يغفر له بسبب هو من أكره الأمور إليه.

_________
ولا سيما إذا كانت هذه الزلة ممن يقتدى به; كما يحدث من دعاة الضلال والعياذ بالله; فإن عليه وزره ووزر من تبعه إلى يوم القيامة.
الخامسة: أن الرجل قد يغفر له بسبب هو من أكره الأمور إليه: فإنه قد غفر له بسبب هذا التأنيب، وهذه لم تظهر لي من الحديث ولعلها تؤخذ من قوله: "قد غفرت له". ولا شك أن الإنسان قد يغفر له بشيء هو من أكره الأمور إليه، مثل الجهاد في سبيل الله، قال تعالى: ﴿كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ﴾ ١.
_________
١ سورة البقرة آية: ٢١٦.

باب لا يستشفع بالله على خلقه

باب: لا يستشفع بالله على خلقه

عن جبير بن مطعم ﵁ قال: "جاء أعرابي إلى النبي ﷺ فقال: يا رسول الله! نهكت الأنفس، وجاع العيال، وهلكت الأموال،.............

_________
استشفع بالشيء; أي: جعله شافعا له، والشفاعة في الأصل: جعل الفرد شفعا، وهي التوسط للغير بجلب منفعة له أو دفع مضرة عنه.
مناسبة الباب لكتاب التوحيد
أن الاستشفاع بالله على خلقه تنقص لله ﷿ لأنه جعل مرتبة الله أدنى من مرتبة المشفوع إليه; إذ لو كان أعلى مرتبة ما احتاج أن يشفع عنده، بل يأمره أمرا والله ﷿ لا يشفع لأحد من خلقه إلى أحد; لأنه أَجَلّ وأعظم من أن يكون شافعا، ولهذا أنكر النبي ﷺ ذلك على الأعرابي، وهذا وجه وضع هذا الباب في كتاب التوحيد.
قوله: "أعرابي": واحد الأعراب، وهم سكان البادية، والغالب على الأعراب الجفاء; لأنهم أحرى أن لا يعلموا حدود ما أنزل الله.
قوله: "نهكت الأنفس، وجاع العيال، وهلكت الأموال" "نهكت"; أي: ضعفت. و"جاع العيال، وهلكت الأموال"; أي: من قلة المطر والخصب، فضعف الأنفس بسبب ضعف القوة النفسية والمعنوية التي تحصل فيما إذا لم يكن هناك خصب، وجاع العيال لقلة العيش، وهلكت الأموال; لأنها لم تجد ما ترعاه.

فاستسق لنا ربك; فإنا نستشفع بالله عليك، وبك على الله. فقال النبي ﷺ سبحان الله! سبحان الله! ...............................................

_________
قوله: "فاستسق لنا ربك": أي: اطلب من الله أن يسقينا، وهذا لا بأس به; لأن طلب الدعاء ممن ترجى إجابته من وسائل إجابة الدعاء.
قوله: "نستشفع بالله عليك": أي: نجعله واسطة بيننا وبينك لتدعو الله لنا، وهذا يقتضي أنه جعل مرتبة الله في مرتبة أدنى من مرتبة الرسول ﷺ.
قوله: "ونستشفع بك على الله": أي: نطلب منك أن تكون شافعا لنا عند الله، فتدعو الله لنا، وهذا صحيح.
قوله: "سبحان الله! سبحان الله": قاله ﷺ استعظاما لهذا القول، وإنكارا له، وتنزيها لله ﷿ عما لا يليق به من جعله شافعا بين الخلق وبين الرسول ﷺ. و"سبحان": اسم مصدر منصوب على أنه مفعول مطلق من سبح يسبح تسبيحا، وإذا جاءت الكلمة بمعنى المصدر وليس فيها حروفه; فهي اسم مصدر، مثل: كلام اسم مصدر كَلّم والمصدر تكليم، ومثل: سلام اسم مصدر سَلّم والمصدر تسليم. و"سبحان": مفعول مطلق، وهو لازم النصب وحذف العامل أيضا، فلا يأتي مع الفعل، فلا تقول: سبحت الله سبحانا إلا نادرا في الشعر ونحوه. والتسبيح: تنزيه الله عما لا يليق به من نقص، أو عيب، أو مماثلة للمخلوق، أو ما أشبه ذلك.
وإن شئت أدخل مماثلة المخلوق مع النقص والعيب; لأن مماثلة الناقص نقص، بل مقارنة الكامل بالناقص تجعله ناقصا; كما قال الشاعر:
ألم تر أن السيف ينقص قدره
... إذا قيل إن السيف أمضى من العصا

فما زال يسبح حتى عرف ذلك في وجوه أصحابه. ثم قال: " ويحك!.....

_________
قوله: "فما زال": إذا دخلت "ما" على زال الذي مضارعها يزال; صار النفي إثباتا مفيدا للاستمرار; كقوله تعالى: ﴿فَمَا زَالَتْ تِلْكَ دَعْوَاهُمْ﴾ ١ الآية، وكقوله تعالى في المضارع: ﴿وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلاَّ مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ﴾ ٢. وجملة "يسبح": خبر زال.
قوله: " حتى عرف ذلك في وجوه أصحابه ": أي: عرف أثره في وجوه أصحابه، وأنهم تأثروا بذلك; لأنهم عرفوا أنه ﷺ لا يسبح في مثل هذا الموضع ولا يكرره إلا لأمر عظيم، ووجه التسبيح هنا أن الرجل ذكر جملة فيها شيء من التنقص لله تعالى; فسبح النبي ﷺ ربه تنزيها له عما توهمه هذه الكلمة، ولهذا كان الرسول ﵊ وأصحابه في السفر إذا هبطوا واديا سبحوا; تنزيها لله تعالى عن السفول الذي كان من صفاتهم، وإذا علوا نشزا كبروا; تعظيما لله عز وجل٣ وأن الله تعالى هو الذي له الكبرياء في السماوات والأرض.
قوله: "ويحك": ويح: منصوب بعامل محذوف، تقديره: ألزمك الله ويحك. وتارة تضاف; فيقال: ويحك، وتارة تقطع عن الإضافة; فيقال: ويحا لك، وتارة ترفع على أنها مبتدأ; فيقال: ويحه أو ويح له. وهي وويل وويس كلها متقاربة في المعنى. ولكن بعض علماء اللغة قال: إن ويح كلمة ترحم، وويل كلمة وعيد. فمعنى ويحك: إني أترحم لك وأحن عليك. ومنهم من قال: كل هذه الكلمات تدل على
_________
١ سورة الأنبياء آية: ١٥.
٢ سورة آية: ١١٨-١١٩.
٣ أخرجه: البخاري في (الجهاد، باب التسبيح إذا هبط واديا، وباب التكبير إذا علا شرفا، ٢/٢٥٧) ; عن جابر بن عبد الله ﵄.

أتدري ما الله؟ إن شأن الله أعظم من ذلك، إنه لا يستشفع بالله على أحد من خلقه ... "" وذكر الحديث. رواه أبو داود١.

_________
التحذير. فعلى معنى أن ويح بمعنى الترحم يكون قوله ﷺ ترحما لهذا الرجل الذي تكلم بهذا الكلام، كأنه لم يعرف قدر الله.
قوله: "أتدري ما الله": المراد بالاستفهام التعظيم; أي: شأن الله عظيم، ويحتمل أن المعنى: لا تدري ما الله، بل أنت جاهل به; فيكون المراد بالاستفهام النفي.
وقوله: "ما الله": جملة استفهامية معلقة ل "تدري" عن العمل، لأن درى تنصب مفعولين، لكنها تعلق بالاستفهام عن العمل وتكون الجملة في محل نصب سدت مسد مفعولي تدري.
قوله: " إن شأن الله أعظم من ذلك ": أي: إن أمر الله وعظمته أعظم مما تصورت حيث جئت بهذا اللفظ.
قوله: "إنه لا يستشفع بالله على أحد": أي: لا يطلب منه أن يكون شفيعا إلى أحد، وذلك لكمال عظمته وكبريائه، وهذا الحديث فيه ضعف، ولكن معناه صحيح، وأنه لا يجوز لأحد أن يقول: نستشفع بالله عليك.
_________
١ أخرجه: البخاري في "التاريخ الكبير" (٢/٢٢٤)، وأبو داود في (السنة، باب في الجهمية، ٥/٩٤)، وعثمان الدارمي في "الرد على الجهمية" (ص ٢٤) و"النقض على المريسي" (ص ٨٩، ١٠٥)، وابن خزيمة في "التوحيد" (ص ١٠٣)، وابن أبي عاصم في "السنة" (٥٧٥)، ومحمد بن أبي شيبة في "العرش" (١١)، والطبراني في "الكبير" (١٥٤٧)، والدارقطني في "الضعفاء" (٣٨، ٣٩)، والبيهقي في "الأسماء" (٤١٧، ٤١٨)، والبغوي في "شرح السنة" (١/١٧٥، ١٧٦)، والمزي في "تهذيب الكمال" (١/ ١٨٤، ١٨٥)، والذهبي في "العلو" (ص ٣٧- ٣٩) . والحديث استغربه ابن كثير في "تفسيره" (١/ ٣١٠) . وفي الحديث عنعنة ابن إسحاق، وجهالة جبير بن محمد; فإنه لم يوثقه غير ابن حبان، وللحافظ ابن عساكر جزء سماه: "بيان وجوه التخليط في حديث الأطيط".

فيه مسائل:

الأولى: إنكاره على من قال: " نستشفع بالله عليك".

الثانية: تغيره تغيرا عرف في وجوه أصحابه من هذه الكلمة.

_________
فإن قيل: أليس قد قال النبي ﷺ " من سأل بالله فأعطوه "١ وهذا دليل على جواز السؤال بالله; إذ لو لم يكن السؤال بالله جائزا لم يكن إعطاء السائل واجبا؟
والجواب أن يقال: إن السؤال بالله لا يقتضي أن تكون مرتبة المسئول به أدنى من مرتبة المسئول بخلاف الاستشفاع، بل يدل على أن مرتبة المسئول به عظيمة، بحيث إذا سئل به أعطى. على أن بعض العلماء قال: " من سألكم بالله "; أي: من سألكم سؤالا بمقتضى شريعة الله فأعطوه، وليس المعنى من قال: أسألك بالله. والمعنى الأول أصح، وقد ورد مثله في قول الملك: " أسألك بالذي أعطاك اللون الحسن " ٢.
فيه مسائل:
الأولى: إنكاره على من قال: "نستشفع بالله عليك": تؤخذ من قوله: "سبحان الله! أتدري ما الله"، وقوله: "إنه لا يستشفع بالله على أحد من خلقه"٣.
الثانية: تغيره تغيرا عرف في وجوه أصحابه من هذه الكلمة:
_________
١ سبق (ص٣٤٩) .
٢ سبق تخريجه (ص٢٨٩) .
٣ أبو داود: السنة (٤٧٢٦) .

الثالثة: أنه لم ينكر عليه قوله: " نستشفع بك على الله".

الرابعة: التنبيه على تفسير (سبحان الله!) .

الخامسة: أن المسلمين يسألونه ﷺ الاستسقاء.

_________
تؤخذ من قوله: "فما زال يسبح حتى عرف ذلك في وجوه أصحابه"١ وكونه يكرر سبحان الله هذا يدل على أنه تغير حتى عرف في وجوه أصحابه من هذه الكلمة، وهذا دليل على أن هذه الكلمة كلمة عظيمة منكرة.
الثالثة: أنه لم ينكر عليه قوله: "نستشفع بك على الله": لأنه قال: لا يستشفع بالله على أحد; فأنكر عليه ذلك، وسكت عن قوله: "نستشفع بك على الله"، وهذا يدل على جواز ذلك، وهنا قاعدة وهي: إذا جاء في النصوص ذكر أشياء، فأنكر بعضها وسكت عن بعض; دل على أن ما لم ينكر فهو حق، مثال ذلك قوله تعالى: ﴿وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ﴾ ٢ ; فأنكر قولهم: ﴿وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا﴾ ٣ وسكت عن قولهم: ﴿وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا﴾ ٤ فدل على أنها حق، ومثلها عدد أصحاب الكهف، حيث قال عن قول: ﴿ثَلاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ﴾ ٥ وسكت عن قول: ﴿سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ﴾ ٦.
الرابعة: التنبيه على تفسير "سبحان الله! ": لأن قوله: "إن شأن الله أعظم" دليل على أنه منزه عما ينافي تلك العظمة.
الخامسة: أن المسلمين يسألونه الاستسقاء: وهذا في حال حياته، أما بعد وفاته فلم يكونوا يفعلونه; لأنه ﷺ انقطع عمله بنفسه وعبادته، ولهذا لما حصل الجدب في عهد عمر بن الخطاب رضي الله
_________
١ أبو داود: السنة (٤٧٢٦) .
٢ سورة الأعراف آية: ٢٨.
٣ سورة الأعراف آية: ٢٨.
٤ سورة الأعراف آية: ٢٨.
٥ سورة الكهف آية: ٢٢.
٦ سورة الكهف آية: ٢٢.

............................................................

_________
عنه استسقى بالعباس، فقال: "اللهم! إنا كنا نتوسل إليك بنبينا فتسقينا، وإنا نتوسل إليك بعم نبينا فاسقنا". وتوسلهم بالنبي ﷺ كان بطلبهم الدعاء منه، ولهذا جاء في بعض الروايات: أن عمر كان يأمر العباس فيقوم فيدعو.
وبهذا نعرف أن القصة المروية عن الرجل العتبي الذي كان جالسا عند قبر النبي ﷺ فجاء أعرابي، فقال: السلام عليكم يا رسول الله! سمعت الله يقول: ﴿وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا﴾ ١، وإني قد جئت مستغفرا لذنبي مستشفعا بك إلى ربي، ثم أنشأ يقول:
يا خير من دفنت بالقاع أعظمه ... فطاب من طيبهن القاع والأكم
نفسي الفداء لقبر أنت ساكنه ... فيه العفاف وفيه الجود والكرم
ثم انصرف، قال العتبي: فغلبتني عيني، فرأيت النبي ﷺ في النوم، فقال: يا عتبي! بشر الأعرابي أن الله قد غفر له.
فهذه الرواية باطلة لا صحة لها; لأن صاحبها مجهول، وكذلك من رواها عنه مجهولون، ولا يمكن أن تصح; لأن الآية: ﴿وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا﴾ ولم يقل: إذا ظلموا، و"إذ" لما مضى بخلاف "إذا"، والصحابة ﵃ لما لحقهم الجدب في زمن عمر لم يستسقوا بالرسول ﷺ وإنما استسقوا بالعباس بن عبد المطلب بدعائه وهو حاضر فيهم٢.
_________
١ سورة النساء آية: ٦٤.
٢ أخرجه: البخاري في (الاستسقاء، باب سؤال الناس الإمام الاستسقاء، ١/٣١٨) ; عن أنس ﵁.

............................................................

_________
ومن فوائد الحديث:
١- أنه ينبغي أن يقدم الإنسان عند الطلب الأوصاف التي تستلزم العطف عليه; لقوله: "نهكت الأنفس".
٢- الترحم على المذنب إذا قلنا: إن "ويح" للترحم.

باب ما جاء في حماية النبي ﷺ حمى التوحيد

باب: ما جاء في حماية النبي ﷺ حمى التوحيد وسده طرق الشرك

عن عبد الله بن الشخير ﵁ قال: "انطلقت في وفد بني عامر إلى رسول الله ﷺ فقلنا: أنت سيدنا. فقال: السيد الله.......................

_________
مناسبة الباب للتوحيد
لما تكلم المؤلف ﵀ فيما مضى من كتابه على إثبات التوحيد، وعلى ذكر ما ينافيه أو ينافي كماله; ذكر ما يحمي هذا التوحيد، وأن الواجب سد طرق الشرك من كل وجه حتى في الألفاظ ليكون خالصا من كل شائبة.
قوله: "انطلقت في وفد بني عامر": الظاهر أن هذا الوفد قدم على النبي ﷺ في العام التاسع; لأن الوفود كثرت في ذلك العام، ولذلك يسمى عام الوفود.
قوله: "أنت سيدنا": السيد: ذو السؤدد والشرف، والسؤدد معناه: العظمة والفخر وما أشبهه. وسيد: صفة مشبهة على وزن فيعل; لأن الياء الأولى زائدة.
قوله: "السيد الله": لم يقل ﷺ سيدكم كما هو المتوقع، حيث إنه رد على قولهم سيدنا لوجهين:

﵎ ".........................................................

_________
الوجه الأول: إرادة العموم المستفاد من (أل) ; لأن (أل) للعموم، والمعنى: أن الذي له السيادة المطلقة هو الله ﷿ ولكن السيد المضاف يكون سيدا باعتبار المضاف إليه، مثل: سيد بني فلان، سيد البشر، وما أشبه ذلك.
الوجه الثاني: لئلا يتوهم أنه من جنس المضاف إليه; لأن سيد كل شيء من جنسه. والسيد من أسماء الله تعالى، وهي من معاني الصمد; كما فسر ابن عباس الصمد بأنه الكامل في علمه وحلمه وسؤدده١ وما أشبه ذلك. ولم ينههم ﷺ عن قولهم: "أنت سيدنا"، بل أذن لهم بذلك; فقال: قولوا بقولكم أو بعض قولكم، لكن نهاهم أن يستجريهم الشيطان فيترقوا من السيادة الخاصة إلى السيادة العامة المطلقة; لأن سيدنا سيادة خاصة مضافة، و"السيد" سيادة عامة مطلقة غير مضافة.
قوله: "تبارك": قال العلماء: معنى تبارك; أي: كثرت بركاته وخيراته، ولهذا يقولون: إن هذا الفعل لا يوصف به إلا الله; فلا يقال: تبارك فلان; لأن هذا الوصف خاص بالله. وقول العامة: (أنت تباركت علينا) لا يريدون بهذا ما يريدونه بالنسبة إلى الله ﷿ وإنما يريدون أصابنا بركة من مجيئك، والبركة يصح إضافتها إلى الإنسان إذا كان أهلا لذلك، قال أسيد بن حضير حين نزلت آية التيمم بسبب عقد عائشة الذي ضاع منها: " ما هذه بأول بركتكم يا آل أبي بكر ".٢
_________
١ أخرجه: ابن جرير (٣٠/ ٧٤٤) . وأورده السيوطي في "الدر المنثور" وعزاه لابن المنذر، وابن أبي حاتم، وأبي الشيخ في "العظمة"، والبيهقي في "الأسماء والصفات".
٢ أخرجه: البخاري في (التيمم، باب حدثنا عبد الله بن يوسف، ١/١٢٥)، ومسلم في (الحيض، باب التيمم، ١/٢٧٩) ; عن عائشة ﵂.

قلنا: وأفضلنا فضلا، وأعظمنا طولا. فقال: قولوا بقولكم أو بعض قولكم، ولا يستجرينكم الشيطان " رواه أبو داود بسند جيد١.

_________
قوله: "وأفضلنا": أي: فضلك أفضل من فضلنا.
قوله: "وأعظمنا طَولا": أي: أعظمنا شرفا وغنى، والطول: الغنى، قال تعالى: ﴿وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ﴾ ٢ ويكون بمعنى العظمة، قال تعالى: ﴿غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ ذِي الطَّوْلِ﴾ ٣ ; أي: ذي العظمة والغنى.
قوله: "قولوا بقولكم أو بعض قولكم": الأمر للإباحة والإذن كما سبق.
وقوله: "قولوا بقولكم": يعني: قولهم: أنت سيدنا أو أنت أفضلنا، وما أشبه ذلك.
وقوله: "أو بعض قولكم": يحتمل أن يكون شكا من الراوي، وأن يكون من لفظ الحديث; أي: اقتصروا على بعضه.
قوله: "ولا يستجرينكم الشيطان": استجراه بمعنى: جذبه وجعله يجري معه; أي: لا يستميلنكم الشيطان ويجذبنكم إلى أن تقولوا قولا منكرا; فأرشدهم ﷺ إلى ما ينبغي أن يفعل، ونهاهم عن الأمر الذي لا ينبغي أن يفعل; حماية للتوحيد من النقص أو النقض. وقال في النهاية: "لا يستجرينكم الشيطان"; أي: لا يستغلبنكم فيتخذكم جريا; أي: رسولا ووكيلا.
_________
١ سبق (ص٣٤١) .
٢ سورة النساء آية: ٢٥.
٣ سورة غافر آية: ٣.

......................................................................

_________
وعلى التفسيرين، فمراد النبي ﷺ حماية التوحيد وسد كل طريق يوصل إلى الشرك، والحماية من المنكر تعظم كلما كان المنكر أعظم وأكبر أو كان الداعي إليه في النفوس أشد. ولهذا تجد أن باب الشرك حماه النبي ﵊ حماية بالغة حتى سد كل طريق يمكن أن يكون ذريعة إليه; لأنه أعظم الذنوب، وأيضا باب الزنا حمي حماية عظيمة، حتى منعت المرأة من التبرج وكشف الوجه وخلوتها بالرجل بلا محرم وما أشبه ذلك; لئلا يكون ذلك ذريعة إلى الزنا; لأن النفوس تطلبه، وفي باب الربا أيضا حمي الربا بحماية عظيمة، حتى إن الرجل ليعطي الرجل صاعا طيبا من البر بصاعين قيمتهما واحدة، ويكون ذلك ربا محرما، مع أنه ليس فيه ظلم. فالشرك قد يكون من الأمور التي لا تدعو إليه النفوس كثيرا لكنه أعظم الظلم; فالشيطان يحرص على أن يوصل ابن آدم إلى الشرك بكل وسيلة; فحماه النبي ﷺ حماية تامة محكمة حتى لا يدخل الإنسان فيه من حيث لا يشعر، وهذا هو معنى الباب الذي ذكره المؤلف.
تنبيه: جرى شراح هذا الحديث على أن النبي ﷺ نهاهم عن قول سيدنا; فحاولوا الجمع بين هذا الحديث وبين قوله ﷺ " أنا سيد ولد آدم "١ وقوله: " قوموا إلى سيدكم "٢ وقوله في الرقيق: " وليقل سيدي ومولاي "٣ بواحد من ثلاثة أوجه:
الأول: أن النهي على سبيل الكراهة والأدب، والإباحة على سبيل الجواز.
_________
١ سبق (١/٢٦٩) .
٢ أخرجه: (البخاري في المغازي، باب مرجع النبي ﷺ من الأحزاب، ٣/١١٩) ; عن أبي سعيد الخدري ﵁.
٣ سبق (ص٣٤١) .

......................................................................

_________
الثاني: أن النهي حيث يخشى منه المفسدة، وهي التدرج إلى الغلو والإباحة إذا لم يكن هناك محذور.
الثالث: أن النهي بالخطاب; أي: أن تخاطب الغير بقولك: أنت سيدي أو سيدنا، بخلاف الغائب; لأن المخاطب ربما يكون في نفسه عجب وغلو وترفع، ثم إن فيه شيئا آخر، وهو خضوع هذا المتسيد له وإذلال نفسه له بخلاف ما إذا جاء من الغير، مثل: "قوموا إلى سيدكم"، أو على سبيل الغيبة; كقول العبد: قال سيدي ونحو ذلك، لكن هذا يرد عليه إباحته ﷺ للرقيق أن يقول لمالكه: سيدي.
والذي يظهر لي أن لا تعارض أصلا; لأن النبي ﷺ أذن لهم أن يقولوا بقولهم، لكن نهاهم أن يستجريهم الشيطان بالغلو مثل (السيد) ; لأن السيد المطلق هو الله تعالى، وعلى هذا; فيجوز أن يقال: سيدنا وسيد بني فلان ونحوه، ولكن بشرط أن يكون الموجه إليه السيادة أهلا لذلك، أما إذا لم يكن أهلا كما لو كان فاسقا أو زنديقا; فلا يقال له ذلك حتى ولو فرض أنه أعلى منه مرتبة أو جاها، وقد جاء في الحديث: " ولا تقولوا للمنافق سيد; فإنكم إذا قلتم ذلك أغضبتم الله "١ فإذا كان أهلا لذلك وليس هناك محذور; فلا بأس به، وأما إن خشي المحذور أو كان غير أهل; فلا يجوز. والمحذور: هو الخشية من الغلو فيه.
_________
١ أخرجه: أحمد (٥/ ٣٤٦)، والبخاري في "الأدب المفرد" (٧٦٠)، وأبو داود في (الأدب، باب لا يقول المملوك ربي وربتي، ٥/ ٢٥٧)، والنسائي في "عمل اليوم والليلة" (٢٤٤)، وابن السني في "عمل اليوم والليلة"، والحاكم (٤/ ٣١١) - وقال: "صحيح الإسناد، ولم يخرجاه"-; عن بريدة ﵁. وقال النووي في "الرياض" (١٧٢٨): "رواه أبو داود بإسناد صحيح

وعن أنس ﵁ "أن ناسا قالوا: يا رسول الله! يا خيرنا وابن خيرنا! وسيدنا وابن سيدنا! فقال: يا أيها الناس! قولوا بقولكم، ولا يستهوينكم الشيطان، أنا محمد عبد الله ورسوله،....................................

_________
قوله: "قالوا: يا رسول الله! ": هذا النداء موافق لقوله تعالى: ﴿لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا﴾ ١ أي: لا تنادوه كما ينادي بعضكم بعضا; فتقولوا: يا محمد! ولكن قولوا: يا رسول الله! أو: يا نبي الله! وفي الآية معنى آخر: أي إذا دعاكم الرسول; فلا تجعلوا دعاءه إياكم كدعاء بعضكم بعضا إن شئتم أجبتم وإن شئتم أبيتم; فهو كقوله: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ﴾ ٢ وعلى المعنى الأول تكون "دعاء" مضافة إلى المفعول، وعلى الثاني تكون مضافة إلى الفاعل.
قوله: "يا خيرنا": هذا صحيح; فهو خيرهم نسبا ومقاما وحالا.
قوله: "وابن خيرنا": أي: في النسب لا في المقام والحال. وكذلك يقال في قوله: "وابن سيدنا".
قوله: "قولوا بقولكم": سبق القول فيه.
قوله: "ولا يستهوينكم الشيطان": أي: لا يستميلنكم الشيطان فتهووه وتتبعوا طرقه حتى تبلغوا الغلو، ونظيره قوله تعالى: ﴿كَالَّذِي اسْتَهْوَتْهُ الشَّيَاطِينُ فِي الأَرْضِ حَيْرَانَ﴾ ٣.
قوله: "أنا محمد عبد الله ورسوله": محمد اسمه العلم، وعبد الله ورسوله وصفان له. وهذان الوصفان أحسن وأبلغ وصف يتصف به الرسول ﷺ ولذلك وصفه الله تعالى بالعبودية في أعظم المقامات; فوصفه بها في مقام إنزال القرآن عليه، قال تعالى: ﴿تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ
_________
١ سورة النور آية: ٦٣.
٢ سورة الأنفال آية: ٢٤.
٣ سورة الأنعام آية: ٧١.

......................................................................

_________
عَلَى عَبْدِهِ﴾ ووصفه بها في مقام الإسراء، قال تعالى: ﴿سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا﴾ ١ ووصفه بها في مقام المعراج، قال تعالى: ﴿فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى﴾ ٢ ووصفه بها في مقام الدفاع عنه والتحدي، قال تعالى: ﴿وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا﴾ ٣.
وكذلك بالنسبة للأنبياء، كقوله تعالى: ﴿ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا﴾ ٤ وهذه العبودية خاصة، وهي أعلى أنواع الخاصة. والعبودية لله من أجل أوصاف الإنسان; لأن الإنسان إما أن يعبد الله أو الشيطان، قال تعالى: ﴿أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ﴾ ٥ قال ابن القيم:
هربوا من الرق الذي خلقوا له ... فبلوا برق النفس والشيطان
وقال الشاعر:
لا تدعني إلا بيا عبدها ... فإنه أشرف أسمائي
"ورسوله": أي: المرسل من عنده إلى جميع الناس، كما قال تعالى: ﴿قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا﴾ ٦.
ورسول الله ﷺ في قمة الطبقات الصالحة، قال تعالى: ﴿وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا﴾ ٧ والنبيون فيهم الرسول ﷺ بل هو أفضلهم، ومن عبارة المؤلف ﵀ في الرسول ﷺ "عبد لا يعبد، ورسول لا يكذب".
_________
١ سورة الإسراء آية: ١.
٢ سورة النجم آية: ١٠.
٣ سورة البقرة آية: ٢٣.
٤ سورة الإسراء آية: ٣.
٥ سورة آية: ٦٠-٦١.
٦ سورة الأعراف آية: ١٥٨.
٧ سورة النساء آية: ٦٩.

ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتي التي أنزلني الله ﷿ "١ رواه النسائي بسند جيد٢.

_________
وقد تطرف في الرسول ﷺ طائفتان:
- طائفة غلت فيه حتى عبدته، وأعدته للسراء والضراء، وصارت تعبده وتدعوه من دون الله.
- وطائفة كذبته، وزعمت أنه كذاب، ساحر، شاعر، مجنون، كاهن، ونحو ذلك.
وفي قوله: " عبد الله ورسوله " رد على الطائفتين.
قوله: "ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتي "٣ "ما": نافية، و"أن" وما دخلت عليه في تأويل مصدر مفعول أحب; أي: ما أحب رفعتكم إياي فوق منزلتي; لا في الألفاظ، ولا في الألقاب، ولا في الأحوال.
قوله: "التي أنزلني الله ": يستفاد منه أن الله تعالى هو الذي يجعل الفضل في عباده، وينزلهم منازلهم.
_________
١ أحمد (٣/٢٤٩) .
٢ أخرجه: أحمد (٣/ ٢٤١)، والنسائي في "عمل اليوم والليلة" (٢٤٩، ٢٥٠)، وابن حبان (٦٧٠٧)، وأبو نعيم في "الحلية" (٦/ ٢٥٢) ; عن أنس ﵁. وقال ابن عبد الهادي في "الصارم المنكي" (ص ٢٤٦): "إسناده صحيح على شرط مسلم".
٣ أحمد (٣/١٥٣) .

فيه مسائل:

الأولى: تحذير الناس من الغلو.

الثانية: ما ينبغي أن يقول من قيل له: " أنت سيدنا".

الثالثة: قوله: "لا يستجرينكم الشيطان"١ مع أنهم لم يقولوا إلا الحق.

الرابعة: " ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتي".

_________
فيه مسائل:
الأولى: تحذير الناس من الغلو تؤخذ من قوله: "ولا يستجرينكم الشيطان"، ووجهه: أن الرسول ﷺ جعل هذا من استجراء الشيطان، والإنسان يجب عليه أن يحذر كل ما كان من طرق الشيطان.
الثانية: ما ينبغي أن يقول من قيل له: أنت سيدنا: وتؤخذ من قوله: "السيد الله"; فينبغي أن يقول من قيل له ذلك: "السيد الله".
الثالثة: قوله: " لا يستجرينكم الشيطان " مع أنهم لم يقولوا إلا الحق: ظاهر كلام المؤلف أن هذا من استجراء الشيطان; فهذه الكلمة يحتمل أن معناها أن ما قلتم من استجراء الشيطان. ويحتمل أن المعنى: قولوا بهذا القول، ولكن إياكم أن تغلوا، فإن هذا من استجراء الشيطان، وهذا ظاهر الحديث كما سبق.
الرابعة: قوله: " ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتي "٢ أي: إني أكره أن ترفعوني فوق منزلتي، وهي العبودية والرسالة; ففيها تواضعه ﷺ.
_________
١ أبو داود: الأدب (٤٨٠٦)، وأحمد (٤/٢٥) .
٢ أحمد (٣/١٥٣) .

باب ما جاء في قول الله تعالى: ﴿وما قدروا الله حق قدره والأرض جميعا قبضته يوم القيامة﴾

باب: ما جاء في قول الله تعالى: ﴿وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ﴾ ١ الآية

_________
قوله: "وَمَا قَدَرُوا": الضمير يعود على المشركين، و"قدروا": عظموا; أي: ما عظموا الله حق تعظيمه حيث أشركوا به ما كان من مخلوقاته.
قوله: ﴿وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ﴾ ٢ يحتمل أن تكون الواو للحال; أي: ما قدروا الله حق قدره في هذه الحال. ويحتمل أن تكون للاستئناف; لبيان عظمة الله ﷿ وهذا أقوى; لأنه يعم هذه الحال وغيرها. والقبضة: هي ما يقبض باليد، وليس المراد بها الملك كما قيل، نعم، لو قال: والأرض في قبضته; لكان تفسيرها بالملك محتملا.
قوله: "جميعا": حال من الأرض، فيشمل بحارها وأنهارها وأشجارها وكل ما فيها، الأرض كلها جميعا قبضته يوم القيامة، والسماوات على عظمها وسعتها مطويات بيمينه، قال الله ﷿ ﴿يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ﴾ ٣.
قوله: ﴿سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ ٤ هذا تنزيه له عن كل نقص وعيب، ومما ينزه عنه هذه الأنداد، ولهذا قال: "وتعالى"; أي: ترفع.
_________
١ سورة الزمر آية: ٦٧.
٢ سورة الزمر آية: ٦٧.
٣ سورة الأنبياء آية: ١٠٤.
٤ سورة يونس آية: ١٨.

عن ابن مسعود ﵁ قال: "جاء حبر من الأحبار إلى رسول الله ﷺ فقال: يا محمد! إنا نجد أن الله يجعل السماوات على إصبع، والأرضين على إصبع، والشجر على إصبع، والثرى على إصبع، وسائر الخلق على إصبع، فيقول: أنا الملك. فضحك النبي ﷺ....................................

_________
﴿عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾ أي: عن كل شرك يشركونه به، سواء جعلوا الخالق كالمخلوق أو العكس.
قوله: "حبر": الحَبْر: هو العالم الكثير العلم، والحبر يشابه البحر في اشتقاق الحروف، ولهذا كان العالم أحيانا يسمى بالحبر وأحيانا بالبحر.
قوله: "إنا نجد": أي: في التوراة.
قوله: "فضحك النبي ﷺ": ولولا ما بعدها لاحتملت أن تكون إنكارا; لأن من حدثك بحديث لا تطمئن إليه ضحكت منه، لكنه قال: "تصديقا لقول الحبر"; فكانت إقرارا لا غير، ويدل لذلك قوله: ثم قرأ: ﴿وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ﴾ ١ الآية; فهذا يدل على أنه ﷺ أقره واستشهد لقوله بآية من كتاب الله، فضحكه واستشهاده تقرير لقول الحبر، وسبب الضحك هو سروره، حيث جاء في القرآن ما يصدق ما وجده هذا الحبر في كتبه; لأنه لا شك أنه إذا جاء ما يصدق القرآن; فإن الرسول ﷺ سوف يسر به، وإن كان الرسول ﷺ يعلم علم اليقين أن القرآن من عند الله، لكن تضافر البينات مما يقوي الشيء، أرأيت أسامة بن زيد وأباه زيد بن حارثة؟ هل كان عند النبي ﷺ شك في أن أسامة ابن لزيد؟
_________
١ سورة الزمر آية: ١٦.

......................................................................

_________
الجواب: ليس عنده في ذلك شك، ولما مر بهما مجزز المدلجي -وهو من أهل القيافة- وقد تغطيا بقطيفة لم يبد منهما إلا أقدامهما، فنظر إلى أقدامهما، فقالت: إن هذه الأقدام بعضها من بعض، فسر النبي ﷺ سرورا عظيما حتى دخل على عائشة مسرورا تبرق أسارير وجهه، وقال: " ألم تري إلى مجزز المدلجي نظر إلى أسامة بن زيد وإلى زيد فقال: إن هذه الأقدام بعضها من بعض ١ "; فالمهم أن الرسول ﷺ دخل تبرق أسارير وجهه; لأن في ذلك تأييدا للحق، وكان المشركون يقدحون في أسامة بن زيد وأبيه لاختلاف ألوانهما، فكان أسامة أسود شديد السواد وأبوه زيد شديد البياض، لكن الأمر ليس كما قالوا، بل هم كاذبون في ذلك، واختلاف اللون لا يوجب شبهة إلا لذي هوى; فلعل المخالف في اللون نزعه عرق.
قوله: "أصبع": واحدة الأصابع، وهي مثلثة الأول والثالث; ففيها تسع لغات، والعاشر أصبوع، وفي هذا يقول الناظم:
وهمز أنملة ثلث وثالثة ... التسع في أصبع واختم بأصبوع
قوله: "أنا الملك": هذه الجملة تفيد الحصر، لأنها اسمية معرفة الجزئين; ففي ذلك اليوم لا ملك لأحد، قال تعالى: ﴿يَوْمَ هُمْ بَارِزُونَ لا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْهُمْ شَيْءٌ لِمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ﴾ ٢ وكل الناس الملوك منهم والمملوكون على حد سواء يحشرون حفاة عراة غرلا، وبهذا يظهر ملكوت الله ﷿ في ذلك اليوم ظهورا بينا،
_________
١ أخرجه: البخاري في (الفرائض، باب القائف، ٤/٢٤٤)، ومسلم في (الرضاع، باب العمل بإلحاق القائف الولد، ٢/١٠٨١) ; عن عائشة ﵂.
٢ سورة غافر آية: ١٦.

حتى بدت نواجذه; تصديقا لقول الحبر، ثم قرأ: ﴿وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ﴾ ١") الآية.٢

_________
لأنه -سبحانه- ينادي: لمن الملك اليوم؟ فلا يجيبه أحد، فيجيب نفسه: ﴿الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ﴾ ٣.
وقوله: "الملك": أي: ذو السلطان، وليس مجرد المتصرف، بل هو المتصرف فيما يملك على وجه السلطة والعلو، وأما "المالك" فدون ذلك، ولهذا يمتدح نفسه تعالى بأنه الملك، وقوله تعالى: ﴿مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ﴾ ٤ فيها قراءتان: "ملك، ومالك"; ليتبين بذلك أنه ملك مالك. فملك الله تعالى متضمن لكمال السلطان والتدبير والملك، بخلاف غيره، فإن من ملوك الدنيا من يكون ملكا لا يملك التصرف، ومنهم المالك وليس بملك.
قوله: " حتى بدت نواجذه ": أي: ظهرت، ونواجذ: جمع ناجذ، وهو أقصى الأضراس. وهذا الضحك من النبي ﷺ تقرير لقول الحبر، ولهذا قال ابن مسعود: "تصديقا لقول الحبر"، ولو كان منكرا ما ضحك الرسول ﷺ ولا استشهد بالآية، ولقال له: كذبت كما كذب الذين ادعوا أن الذي يزني لا يرجم، ولكنه ضحك تصديقا لقول الحبر وسرورا بأن ما ذكره موافق لما جاء به القرآن الذي أوحي إلى محمد ﷺ.
قوله: ثم قرأ: ﴿وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ﴾ ٥ الآية: هذا معنى الآية التي لا تحتمل غيره، وأن السماوات مطويات كطي السجل للكتب بيمينه; أي: يده ﵎; لأن ذلك
_________
١ سورة الزمر آية: ٦٧.
٢ أخرجه: البخاري في (تفسير سورة الزمر، باب قول الله تعالى: وما قدروا الله حق قدره، ٣/٢٨٥، وفي التوحيد، (٧٤١٤، ٧٤١٥، ٧٤٥١، ٧٥١٣)، ومسلم في (صفات المنافقين، باب صفة القيامة، ٤/٢١٤٧) .
٣ سورة آية: ١٦.
٤ سورة الفاتحة آية: ٤.
٥ سورة الزمر آية: ٦٧.

......................................................................

_________
تفسيره ﷺ وتفسيره في الدرجة الثانية من حيث الترتيب، لكنه كالقرآن في الدرجة الأولى من حيث القبول والحجة. وأما تفسير أهل التحريف، فيقول بعضهم: "قبصته"; أي: في قبضته وملكه وتصرفه، وهو خطأ; لأن الملك والتصرف كائن يوم القيامة وقبله. وقول بعضهم: "السماوات مطويات"; أي: تالفة وهالكة; كما تقول: انطوى ذكر فلان، أي: زال ذكره.
و"بيمينه"، أي: بقسمه، لأنه قال تعالى: ﴿كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ﴾ ١ فجعلوا المراد باليمين القسم ... إلى غير ذلك من التحريفات التي يلجأ إليها أهل التحريف، وهذا لظنهم الفاسد بالله، حيث زعموا أن إثبات مثل هذه الصفات يستلزم التمثيل، فصاروا ينكرون ما أثبته الله لنفسه، وما أثبته رسوله وسلف الأمة بشبهات يدعونها حججا. فيقال لهم: هل أنتم أعلم بالله من الله؟ إن قالوا: نعم كفروا، وإن قالوا: لا، قلنا: هل أنتم أفصح في التعبير عن المعاني من الله؟ إن قالوا: نعم، كفروا وإن قالوا: لا، خصموا، وقلنا لهم: إن الله بين ذلك أبلغ بيان بأن الأرض جميعا قبضته يوم القيامة، والرسول ﷺ أقر الحبر على ما ذكر فيما يطابق الآية، وهل أنتم أنصح من الرسول ﷺ لعباد الله؟ فسيقولون: لا فإذا كان كلامه تعالى أفصح الكلام، وأصدقه، وأبينه، وأعلم بما يقول، لزم علينا أن نقول مثل ما قال عن نفسه، ولسنا بمذنبين، بل الذنب على من صرف كلامه عن حقيقته التي أراده الله بها.
ومن فوائد الحديث: إثبات الأصابع لله-﷿ لإقراره ﷺ هذا الحبر على ما قال.
_________
١ سورة آية: ٢٦-٢٧.

......................................................................

_________
والإصبع إصبع حقيقي يليق بالله ﷿ كاليد، وليس المراد بقوله: "على إصبع" سهولة التصرف في السماوات والأرض، كما يقوله أهل التحريف، بل هذا خطأ مخالف لظاهر اللفظ والتقسيم، ولأنه ﷺ أثبت ذلك بإقراره، ولقوله ﷺ " إن قلوب بني آدم بين أصبعين من أصابع الرحمن "١٢ وقوله: "بين أصبعين" لا يلزم من البينية المماسة، ألا ترى قوله تعالى: ﴿وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ﴾ ٣ والسحاب لا يمسك الأرض ولا السماء وهو بينهما، وتقول: عنيزة بين الزلفي والرس، ولا يلزم أن تكون متصلة بهما، وتقول: شعبان بين ذي القعدة وجمادى، ولا يلزم أن يكون مواليا له، فتبين أن البينية لا تستلزم الاتصال في الزمان أو المكان، وكما ثبت عنه ﷺ أن الله ﷾ يكون قبل وجه المصلي٤ ولا يلزم من المقابلة أن يكون بينه وبين الجدار أو السترة التي يصلي إليها، فهو قبل وجهه وإن كان على عرشه، ومثال ذلك: الشمس حين تكون في الأفق عند الشروق أو الغروب، فإن من الممكن أن تكون قبل وجهك وهي في العلو.
فتبين بهذا أن هؤلاء المحرفين على ضلال، وأن من قال: إن طريقتهم أعلم وأحكم، فقد ضل. ومن المشهور عندهم قولهم: طريقة
_________
١ مسلم: القدر (٢٦٥٤)، وأحمد (٢/١٦٨،٢/١٧٣) .
٢ أخرجه: مسلم في (القدر، باب كل شيء بقدر، ٤/٢٥٤٥)، عن عبد الله بن عمرو بن العاص ﵄، وتمامه: "كقلب واحد يصرفه حيث يشاء. ثم قال رسول الله ﷺ: اللهم! مصرف القلوب! صرف قلوبنا على طاعتك".
٣ سورة البقرة آية: ١٦٤.
٤ أخرجه: البخاري في (الصلاة، باب حك البزاق باليد في المسجد، ١/ ١٤٩) ; عن ابن عمر ﵁. وأخرجه: مسلم في (الزهد، باب حديث جابر الطويل، ٤/ ٢٣٠٣) ; عن جابر ﵁.

......................................................................

_________
السلف أسلم وطريقة الخلف أعلم وأحكم، وهذا القول على ما فيه من التناقض قد يوصل إلى الكفر، فهو:
أولا: فيه تناقض، لأنهم قالوا: طريقة السلف أسلم، ولا يعقل أن تكون الطريقة أسلم وغيرها أعلم وأحكم، لأن الأسلم يستلزم أن يكون أعلم وأحكم، فلا سلامة إلا بعلم بأسباب السلامة وحكمة في سلوك هذه الأسباب.
ثانيا: أين العلم والحكمة من التحريف والتعطيل؟
ثالثا: يلزم منه أن يكون هؤلاء الخالفون أعلم بالله من رسوله ﷺ وأصحابه; لأن طريقة السلف هي طريقة النبي ﷺ وأصحابه.
رابعا: أنها قد تصل إلى الكفر; لأنها تستلزم تجهيل النبي ﷺ وتسفيهه; فتجهيله ضد العلم، وتسفيهه ضد الحكمة، وهذا خطر عظيم. فهذه العبارة باطلة حتى وإن أرادوا بها معنى صحيحا; لأن هؤلاء بحثوا وتعمقوا وخاضوا في أشياء كان السلف لم يتكلموا فيها; فإن خوضهم في هذه الأشياء هو الذي ضرهم وأوصلهم إلى الحيرة والشك، وصدق النبي ﷺ حين قال: " هلك المتنطعون ١ "، فلو أنهم بقوا على ما كان عليه السلف الصالح ولم يتنطعوا، لما وصلوا إلى هذا الشك والحيرة والتحريف، حتى إن بعض أئمة أهل الكلام كان يتمنى أن يموت على عقيدة أمه العجوز التي لا تعرف هذا الضلال، ويقول بعضهم: ها أنا أموت على عقيدة عجائز نيسابور. وهذا من شدة ما وجدوا من الشك
_________
١ أخرجه: مسلم في (العلم، باب هلك المتنطعون، ٤/ ٢٠٥٥) ; عن ابن مسعود ﵁.

......................................................................

_________
والقلق والحيرة، ولا تظن أن العقيدة الفاسدة يمكن أن يعيش الإنسان عليها أبدا، لا يمكن أن يعيش الإنسان إلا على عقيدة سليمة، وإلا ابتلي بالشك والقلق والحيرة، وقد قال بعضهم: أكثر الناس شكا عند الموت أهل الكلام، وما بالك -والعياذ بالله- بالشك عند الموت، يختم للإنسان بضد الإيمان.
لكن لو أخذنا العقيدة من كتاب الله وسنة رسول الله ﷺ بسهولة وبما جرى عليه السلف، ونقول كما قال الرازي وهو من علمائهم ورؤسائهم: رأيت أقرب الطرق طريقة القرآن: أقرأ في الإثبات: ﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾ ١ يعني: فأثبت، وأقرأ في النفي: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ ٢ ﴿وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا﴾ ٣ ومن جرب مثل تجربتي عرف مثل معرفتي، لأنه أقر قبل هذا الكلام، فقال: لقد تأملت الطرق الكلامية والمناهج الفلسفية، فما رأيتها تروي غليلا ولا تشفي عليلا، ووجدت أقرب الطرق طريقة القرآن ٤.
والحاصل أن هؤلاء المنكرين لما جاء في الكتاب والسنة من صفات الله ﷿ اعتمادا على هذا الظن الفاسد أنها تقتضي التمثيل قد ضلوا ضلالا مبينا، فالصحابة ﵃ هل ناقشوا الرسول ﷺ في هذا؟ والذي نكاد نشهد به إن لم نشهد به أنه حين يمر عليهم مثل هذا الحديث يقبلونه على حقيقته، لكن يعلمون أن الله لا مثل له، فيجمعون بين الإثبات وبين النفي.
إذا موقفنا من هذا الحديث الذي فيه إثبات الأصابع لله ﷿ أن نقر به ونقبله، وأن لا نقتصر على مجرد إمراره بدون معنى فنكون
_________
١ سورة طه آية: ٥.
٢ سورة الشورى آية: ١١.
٣ سورة طه آية: ١١٠.
٤ انظر: أول الجزء الأول (ص ٢١) .

وفي رواية لمسلم: " والجبال والشجر على إصبع، ثم يهزهن فيقول: أنا الملك، أنا الله "١.

_________
بمنزلة الأميين الذين لا يعلمون الكتاب إلا أماني، بل نقرؤه ونقول: المراد به أصبع حقيقي يجعل الله عليه هذه الأشياء الكبيرة، ولكن لا يجوز أبدا أن نتخيل بأفهامنا أو أن نقول بألسنتنا: إنه مثل أصابعنا، بل نقول: الله أعلم بكيفية هذه الأصابع، فكما أننا لا نعلم ذاته المقدسة. فكذلك لا نعلم كيفية صفاته، بل نكل علمها إلى الله ﷾.
قوله: "ثم يهزهن": أي: هزا حقيقيا، ليبين للعباد في ذلك الموقف العظيم عظمته وقدرته، وكان الرسول ﷺ يقرأ هذه الآية ويقبض أصابعه ويبسطها، فصار المنبر يتحرك ويهتز٢؛ لأنه ﷺ كان يتكلم بهذا الكلام وقلبه مملوء بتعظيم الله تعالى.
فإن قلت: هل نفعل بأيدينا كما فعل النبي ﷺ؟
فالجواب: إن هذا يختلف بحسب ما يترتب عليه; فليس كل من شاهد أو سمع يتقبل ذهنه ذلك بغير أن يشعر بالتمثيل; فينبغي أن نكف لأن هذا ليس بواجب حتى نقول: يجب علينا أن نبلغ كما بلغ الرسول ﷺ بالقول والفعل، أما إذا كنا نتكلم مع طلبة علم أو مع إنسان مكابر ينفي هذا ويريد أن يحول المعنى إلى غير الحقيقة; فحينئذ نفعل كما فعل الرسول ﷺ.
فلو قال قائل: إن الله سميع بصير، لكن قال: سميع بلا سمع وبصير بلا بصر، مع أن الرسول ﵊ حين قرأ قوله
_________
١ أخرج هذه الرواية: مسلم في (صفات المنافقين: باب صفة القيامة، ٤/ ٢١٤٧) .
٢ أخرجه: أحمد ومسلم بمعناه.

وفي رواية للبخاري: " يجعل السماوات على إصبع، والماء والثرى على إصبع، وسائر الخلق على إصبع "١ أخرجاه.

_________
تعالى: ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا﴾ ٢ وضع إبهامه على أذنه والتي تليها على عينه وأبو هريرة حين حدث به كذلك٣ فهذا الإنسان الذي يقول: إن الله سميع بلا سمع بصير بلا بصر نقول له هكذا. وكذلك الذي ينكر حقيقة اليد ويقول: إن الله لا يقبض السماوات بيمينه، وأن معنى قبضته، أي: في تصرفه، فهذا نقول له كما فعل الرسول ﷺ. فالمقام ليس بالأمر بالسهل، بل هو أمر صعب ودقيق للغاية، فإنه يخشى من أن يقع أحد في محذور كان بإمكانك أن تمسك عنه، وهذا هو فعل الرسول ﷺ في جميع تصرفاته إذا تأملتها، حتى الأمور العملية قد يؤجلها إذا خاف من فتنة أو من شيء أشد ضررا، كما أخر بناء الكعبة على قواعد إبراهيم خوفا من أن يكون فتنة لقريش الذين أسلموا حديثا٤.
قوله: " والماء والثرى على إصبع ": هذا لا ينافي قوله: " الأرضين على أصبع "; لأنه يقال: "الماء والثرى على إصبع"; أي: الأرض كلها على إصبع، ويراد بالإصبع الجنس، وإلا لتناقض مع معنى الحديث الذي قبله:
_________
١ أخرجها: البخاري في (التفسير، باب وما قدروا الله حق قدره، ٣/٢٨٣) .
٢ سورة النساء آية: ٥٨.
٣ أخرجه: أبو داود في (السنة، باب في الجهمية، ٥/٩٦، ٩٧)، وابن خزيمة في "التوحيد" (ص ٤٢، ٤٣)، والحاكم (١/٢٤) - وقال: "صحيح، ولم يخرجاه، وقد احتج مسلم بحرملة بن عمران وأبي يونس، والباقون متفق عليهم"، ووافقه الذهبي على شرط مسلم، والبيهقي في "الأسماء والصفات" (ص ١٧٩)، وابن حبان (١٧٣٢- موارد) . وأورده السيوطي في "الدر المنثور"، (٢/١٧٥)، وعزاه أيضا لابن المنذر وابن أبي حاتم; عن أبي هريرة ﵁. وانظر: "تحفة الأشراف" (١١/٩٥) (رقم ١٥٤٦٧)، و"جامع الأصول" (٧/٥٣) .
٤ أخرجه: البخاري في (الحج، باب فضل مكة وبنيانها، ١/٤٨٨)، ومسلم في (الحج، باب نقض الكعبة، ٢/٩٦٨) ; عن عائشة ﵂.

ولمسلم عن ابن عمر مرفوعا: " يطوي الله السماوات يوم القيامة، ثم يأخذهن بيده اليمنى، ثم يقول: أنا الملك، أين الجبارون؟ أين المتكبرون؟ ثم يطوي الأرضين السبع،................................................

_________
" الشجر على إصبع والماء على إصبع والثرى على إصبع " إذ النكرة إذا كررت بلفظ النكرة; فالثاني غير الأول غالبا، وإذا كررت بلفظ المعرفة; فالثاني هو الأول غالبا، فيقال: الماء والثرى كناية عن الأرض كلها، أو إن الماء والثرى على إصبع وسكت عن الباقي، إما اختصارا أو اقتصارا.
قوله: "ولمسلم عن ابن عمر مرفوعا: "يطوي الله السماوات ... ": سبق معنى هذا الحديث، وأن المراد بالطي الطي الحقيقي.
قوله: "ثم يقول: أنا الملك": يقول ذلك ثناء على نفسه - سبحانه-، وتنبيها على عظمته الكاملة وعلى ملكه الكامل، وهو السلطان، فهو مالك ذو سلطان، وهذه الجملة كلا جزأيها معرفة، وإذا كان المبتدأ والخبر كلاهما معرفة، فإن ذلك من طرق الحصر، أي: أنا الذي لي الملكية المطلقة والسلطان التام لا ينازعني فيهما أحد.
قوله: " أين الجبارون؟ ": الاستفهام للتحدي، فيقول: أين الملوك الذين كانوا في الدنيا لهم السلطة والتجبر والتكبر على عباد الله؟ وفي ذلك الوقت يحشرون أمثال الذر يطأهم الناس بأقدامهم.
قوله: " يطوي الأرضين السبع ": أشار الله في القرآن إلى أن الأرضين سبع، ولم يرد العدد صريحا في القرآن، قال تعالى: ﴿اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الأَرْضِ مِثْلَهُنَّ﴾ ١ والمماثلة هنا لا تصح إلا في العدد، لأن الكيفية تتعذر المماثلة فيها، وأما السنة، فقد صرحت بعدة أحاديث بأنها سبع.
_________
١ سورة الطلاق آية: ١٢.

ثم يأخذهن بشماله، ثم يقول: أنا الملك، أين الجبارون؟ أين المتكبرون؟ "١.

_________
قوله: " ثم يأخذهن بشماله ": كلمة (شمال) اختلف فيها الرواة، فمنهم من أثبتها، ومنهم من أسقطها، وقد حكموا على من أثبتها بالشذوذ; لأنه خالف ثقتين في روايتها عن ابن عمر. ومنهم من قال: إن ناقلها ثقة، ولكنه قالها من تصرفه٢. وأصل هذه التخطئة هو ما ثبت في "صحيح مسلم": أن الرسول ﷺ قال: " المقسطون على منابر من نور على يمين الرحمن، وكلتا يديه يمين "٣ وهذا يقتضي أنه ليس هناك يد يمين ويد شمال.
ولكن إذا كانت لفظة "شمال" محفوظة، فهي عندي لا تنافي " كلتا يديه يمين "، لأن المعنى أن اليد الأخرى ليست كيد الشمال بالنسبة للمخلوق ناقصة عن اليد اليمنى، فقال: " كلتا يديه يمين "، أي: ليس فيها نقص، ويؤيد هذا قوله في حديث آدم: " اخترت يمين ربي وكلتا يديه يمين مباركة "٤ فلما كان الوهم يذهب إلى أن إثبات الشمال، يعني: النقص في هذه اليد دون
_________
١ أخرجه: مسلم في (صفات المنافقين، باب صفة القيامة، ٤/ ٢١٤٨) .
٢ قال البيهقي في "الأسماء والصفات" (ص ٣٢٤): "ذكر الشمال فيه تفرد به عمر بن حمزة عن سالم، وقد روى هذا الحديث نافع وعبيد الله بن مقسم عن ابن عمر، ولم يذكرا فيه الشمال، ورواه أبو هريرة ﵁ وغيره عن النبي ﷺ; فلم يذكر أحد منهم الشمال، وروي ذكر الشمال في حديث آخر غير هذه القصة إلا أنه ضعيف بمرة، تفرد بأحدهما جعفر بن الزبير، وبالآخر يزيد الرقاشي، وهما متروكان، وكيف يصح ذلك وصح عن النبي صلى الله عليه وسلمأنه سمى كلما يديه يمين؟! وكأن من قال ذلك أرسله من لفظه على ما وقع له، أو على عادة العرب في ذكر الشمال في مقابلة اليمين". وانظر أيضا: "التذكرة" للقرطبي (ص ٢١٦)، "فتح الباري" (١٣/٣٩٦)، "الأنوار البهية" (١/٢٣٥) .
٣ أخرجه: مسلم في (الإمارة، باب فضيلة الإمام العادل، ٣/١٤٥٨) ; عن عبد الله بن عمرو بن العاص ﵄.
٤ أخرجه: الترمذي مطولا في (التفسير، باب الأمر بالكتابة والشهود، ٩/٨٨) - وقال: "حسن غريب"-، والحاكم مختصرا (٤/٢٦٣) - وصححه، ووافقه الذهبي-، وابن أبي عاصم في "السنة" (٢٠٤، ٢٠٥) . وصححه الألباني; كما في تعليقه على "المشكاة" (٣/١٣٢٢) .

وروي عن ابن عباس، قال: "ما السماوات السبع والأرضون السبع في كف الرحمن إلا كخردلة في يد أحدكم"١.

_________
الأخرى، قال: "كلتا يديه يمين"، ويؤيده أيضا قوله: "المقسطون على منابر من نور على يمين الرحمن"٢ فإن المقصود بيان فضلهم ومرتبتهم، وأنهم على يمين الرحمن -سبحانه- وعلى كل، فإن يديه -سبحانه- اثنتان بلا شك، وكل واحدة غير الأخرى، وإذا وصفنا اليد الأخرى بالشمال، فليس المراد أنها أقل قوة من اليد اليمنى، بل كلتا يديه يمين. والواجب علينا أن نقول: إن ثبتت عن رسول الله ﷺ فنحن نؤمن بها ولا منافاة بينها وبين قوله: "كلتا يديه يمين" كما سبق، وإن لم تثبت، فلن نقول بها.
قوله: "في كف الرحمن": هكذا ساقه المؤلف والذي في ابن جرير: "في يد الله" ففيما ساقه المؤلف إثبات الكف لله تعالى إن كان السياق محفوظا وإلا ففيه إثبات اليد. أما الكف فقد ثبت في أحاديث أخرى صحيحة.
قوله: "إلا كخردلة": هي حبة نبات صغيرة جدا، يضرب بها المثل في الصغر والقلة، وهذا يدل على عظمته -سبحانه-، وأنه - سبحانه- لا يحيط به شيء، والأمر أعظم من هذا التمثيل التقريبي، لأنه تعالى لا تدركه الأبصار، ولا تحيط به الأفهام.
_________
١ أخرجه: ابن جرير (٢٤/١٧) . وفي إسناده عمرو بن مالك النكري. قال ابن حجر في "تهذيب التهذيب" (٨/٩٦): "ذكره ابن حبان في الثقات، وقال: مات سنة تسع وعشرين ومائة، وقال: يعتبر حديثه من غير رواية ابنه عنه، يخطئ ويغرب". وقال الشيخ سليمان بن عبد الله; كما في "إبطال التنديد" (ص ١٧٠) ; "وهذا الإسناد في نقدي صحيح".
٢ الترمذي: الحدود (١٤٦١)، وأبو داود: الجهاد (٢٧١٣)، والدارمي: السير (٢٤٩٠) .

وقال ابن جرير: حدثني يونس، أخبرنا ابن وهب، قال: قال ابن زيد: حدثني أبي، قال: قال رسول الله ﷺ " ما السماوات السبع في الكرسي إلا كدراهم سبعة ألقيت في ترس ".

قال: وقال أبو ذر ﵁ سمعت رسول الله ﷺ يقول: " ما الكرسي في العرش إلا كحلقة من حديد ألقيت بين.................................

_________
قوله: "قال ابن جرير ": هو المفسر المشهور ﵀، وله تفسير أثري يعتمد فيه على الآثار، لكن آفته أنه لم يمحص هذه الآثار، وأتى بالصحيح والضعيف وما دون الضعيف أيضا، وكأنه ﵀ أراد أن يقيد هذا وجعل الحكم بالصحة والضعف موكولا إلى القارئ، وربما كأن يريد أن يرجع إليه مرة ثانية ويمحصه، ولكن لم يتيسر ذلك.
قوله: " ما السماوات السبع في الكرسي إلا كدراهم سبعة ألقيت في ترس " الكرسي: موضع قدمي الله تعالى، هكذا قال ابن عباس ﵄، والدراهم: جمع درهم، وهو النقد من الفضة، والترس: شيء من جلد أو خشب يحمل عند القتال يتقى به السيف والرمح ونحوهما.
قوله: " ما الكرسي في العرش ": أي: بالنسبة إليه، والعرش هو المخلوق العظيم الذي استوى عليه الرحمن ولا يقدر قدره إلا الله ﷿ والمراد بالحلقة حلقة الدرع، وهي صغيرة وليست بشيء بالنسبة إلى فلاة الأرض.
وهذا الحديث يدل على عظمته ﷿ فيكون مناسبا لتفسير الآية التي جعلها المؤلف ترجمة للباب.

ظهري فلاة من الأرض "١.

وعن ابن مسعود، قال: " بين السماء الدنيا والتي تليها خمسمائة عام، وبين كل سماء وسماء خمسمائة عام، وبين

_________
قوله: "وعن ابن مسعود ... ": هذا الحديث موقوف على ابن مسعود، لكنه من الأشياء التي لا مجال للرأي فيها، فيكون له حكم الرفع، لأن ابن مسعود ﵁ لم يعرف بالأخذ عن الإسرائيليات.
قوله: "بين السماء الدنيا والتي تليها خمسمائة عام"٢ وعلى هذا تكون المسافة بين السماء الدنيا والماء أربعة آلاف سنة، وفي حديث آخر: "إن كثف كل سماء خمسمائة عام٣ "، وعلى هذا يكون بين السماء الدنيا والماء سبعة آلاف وخمسمائة عام، وإن صح الحديث، فمعناه أن علو الله
_________
١ أخرجه: ابن جرير (٣/٧، ٨) . وقال الشيخ سليمان بن عبد الله; كما في "إبطال التنديد" (ص ١٧٠): "رواه أصبغ بن الفرج بهذا الطريق واللفظ، وهو مرسل، وعبد الرحمن بن زيد ضعيف". وأخرجه: محمد بن أبي شيبة في "العرش" (٥٨) . وفي إسناده إسماعيل بن مسلم المكي; كما في "السلسلة" (١٠٩)، وهو متروك. وفيه أيضا: المختار بن غسان، مجهول لا يعرف بجرح ولا تعديل. انظر: "التهذيب" (١٠/ ٦٨) . وأخرجه: البيهقي في "الأسماء والصفات" (ص ٤٠٤- ٤٠٥) . وفيه يحيى بن سعيد: قال ابن حبان في "المجروحين" ٣١/١٢٩): "يروي المقلوبات والملزقات، لا يجوز الاحتجاج به إذا انفرد". وفيه أيضا ابن جريج، وهو مدلس، وقد عنعنه. وأخرجه أيضا من طريق آخر، وفيه: إبراهيم بن هشام بن يحيى الغساني، كذبه أبو حاتم وأبو زرعة; كما في "الميزان" (١/٧٢- ٧٣) . وأخرجه: ابن مردويه كما في "تفسير ابن كثير" (١/٣٠٩، ٣١٠) . وفيه مجهول، وضعيفان.
٢ الترمذي: صفة الجنة (٢٥٤٠)، وأحمد (٣/٧٥) .
٣ هذا اللفظ قطعة من حديث الأوعال; كما هو في "المسند" (١/٢٠٦)، و"المستدرك " (٢/٤١٢)، وغيرهما. وانظر تخريج حديث الأوعال بكامله: (ص ٥٤٤) مع بيان ضعفه.

السماء السابعة والكرسي خمسمائة عام، وبين الكرسي والماء خمسمائة عام، والعرش فوق الماء،....................................................

_________
﷿ بعيد جدا. فإن قيل: يرد على هذا ما ذكره المعاصرون اليوم من أن بيننا وبين بعض النجوم والمجرات مسافات عظيمة؟ يقال في الجواب: إنه إذا صحت الأحاديث عن رسول الله ﷺ فإنا نضرب بما عارضها عرض الحائط، لكن إذا قدر أننا رأينا الشيء بأعيننا، وأدركنا بأبصارنا وحواسنا، ففي هذه الحال يجب أن نسلك أحد أمرين:
الأول: محاولة الجمع بين النص والواقع إن أمكن الجمع بينهما بأي طريق من طرق الجمع.
الثاني: إن لم يمكن الجمع تبين ضعف الحديث; لأنه لا يمكن للأحاديث الصحيحة أن تخالف شيئا حسيا واقعا أبدا، كما قال شيخ الإسلام في كتابه "العقل والنقل": "لا يمكن للدليلين القطعيين أن يتعارضا أبدا; لأن تعارضهما يقتضي إما رفع النقيضين أو جمع النقيضين، وهذا مستحيل، فإن ظن التعارض بينهما، فإما أن لا يكون تعارض ويكون الخطأ من الفهم، وإما أن يكون أحدهما ظنيا والآخر قطعيا".
فإذا جاء الأمر الواقع الذي لا إشكال فيه مخالفا لظاهر شيء من الكتاب أو السنة، فإن ظاهر الكتاب يئول حتى يكون مطابقا للواقع، مثال ذلك قوله تعالى: ﴿تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا﴾ ١ وقال تعالى: ﴿وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا﴾ ٢ أي: في السماوات.
والآية الثانية أشد إشكالا من الآية الأولى; لأن الآية الأولى يمكن أن نقول: المراد بالسماء العلو، ولكن الآية الثانية هي المشكلة جدا،
_________
١ سورة الفرقان آية: ٦١.
٢ سورة نوح آية: ١٦.

والله فوق العرش،.....................................................

_________
والمعلوم بالحس المشاهد أن القمر ليس في السماء. نفسها، بل هو في فلك بين السماء والأرض.
والجواب أن يقال: إن كان القرآن يدل على أن القمر مرصع في السماء كما يرصع المسمار في الخشبة دلالة قطعية، فإن قولهم: إننا وصلنا القمر ليس صحيحا، بل وصلوا جرما في الجو ظنوه القمر.
لكن القرآن ليس صريحا في ذلك، وليست دلالته قطعية في أن القمر مرصع في السماء، فآية الفرقان قال الله فيها: ﴿تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيرًا﴾ ١ فيمكن أن يكون المراد بالسماء العلو، كقوله تعالى: ﴿أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً﴾ ٢ والماء ينزل من السحاب المسخر بين السماء والأرض، كما قال الله تعالى: ﴿وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ﴾ ٣ وهذا التأويل للآية قريب.
وأما قوله: ﴿وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا﴾ ٤ فيمكن فيها التأويل أيضا بأن يقال: المراد لقوله: "فيهن": في جهتهن، وجهة السماوات العلو، وحينئذ يمكن الجمع بين الآيات والواقع.
قوله: "والله فوق العرش": هذا نص صريح بإثبات علو الله تعالى علوا ذاتيا، وعلو الله ينقسم إلى قسمين:
أ- علو الصفة، وهذا لا ينكره أحد ينتسب للإسلام، والمراد به كمال صفات الله، كما قال تعالى: ﴿لِلَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ﴾ ٥.
ب- علو الذات، وهذا أنكره بعض المنتسبين للإسلام، فيقولون: كل العلو الوارد المضاف إلى الله المراد به علو الصفة، فيقولون في
_________
١ سورة الفرقان آية: ٦١.
٢ سورة الرعد آية: ١٧.
٣ سورة البقرة آية: ١٦٤.
٤ سورة نوح آية: ١٦.
٥ سورة النحل آية: ٦٠.

لا يخفى عليه شيء من أعمالكم."١ أخرجه ابن مهدي عن حماد بن سلمة عن عاصم عن زر عن عبد الله. ورواه بنحوه المسعودي عن عاصم عن أبي وائل عن عبد الله. قاله الحافظ الذهبي رحمه الله تعالى، قال: " وله طرق "٢.

_________
قوله ﷺ " والله فوق العرش " أي، في القوة والسيطرة والسلطان، وليس فوقه بذاته. ولا شك أن هذا تحريف في النصوص وتعطيل في الصفات.
والذين أنكروا علو الله بذاته انقسموا إلى قسمين:
أ- من قال: إن الله بذاته في كل مكان، وهذا لا شك ضلال مقتض للكفر.
ب- من قال: إنه لا فوق ولا تحت ولا يمين ولا شمال ولا متصل بالخلق ولا منفصل عن الخلق، وهذا إنكار محض لوجود الله والعياذ بالله، ولهذا قال بعض العلماء: لو قيل لنا: صفوا العدم، ما وجدنا أبلغ من هذا الوصف. ففروا من شيء دلت عليه النصوص والعقول والفطر إلى شيء تنكره النصوص والعقول والفطر.
قوله: "لا يخفى عليه شيء من أعمالكم" يشمل أعمال القلوب وأعمال الجوارح المرئي منها والمسموع، وذلك لعموم علمه وسعته، وإنما أتى بذلك بعد ذكر علوه ليبين أن علوه لا يمنع علمه بأعمالنا، وهو إشارة واضحة إلى علو ذاته ﵎.
_________
١ الترمذي: صفة الجنة (٢٥٤٠)، وأحمد (٣/٧٥) .
٢ أخرجه: الدارمي في "الرد على الجهمية" (ص ٢٦) وفي "النقض على المريسي" (ص ٧٣، ٩٠، ١٠٥)، وابن خزيمة في "التوحيد" (ص ١٠٥١، ١٠٦، ٣٧٦، ٣٧٧)، والطبراني في "الكبير" (٨٩٨٧)، والبيهقي في "الأسماء" (ص ٤٠١)، والخطيب في "الموضح" (٢/٤٧) . وقد صححه ابن القيم في "اجتماع الجيوش الإسلامية" (ص ١٠٠)، والذهبي في "العلو" (ص ٦٤) . وقال الهيثمي (١/٦٨) بعدما عزاه للطبراني: "رجاله رجال الصحيح".

وعن العباس بن عبد المطلب ﵁ قال: قال رسول الله ﷺ " هل تدرون كم بين السماء والأرض؟ .......................................

_________
قوله: "العباس": يقال: العباس، وعباس، (أل) هنا لا تفيد التعريف، لأن عباس معرفة لكونه علما، لكنها للمح الأصل، كما يقال: الفضل لفضله، والعباس لعبوسه على الأعداء، قال ابن مالك:
وبعض الأعلام عليه دخلا ... للمح ما قد كان عنه نقلا١
قوله: "هل تدرون": "هل": استفهامية يراد بها أمران:
أ- التشويق لما سيذكر.
ب- التنبيه إلى ما سيلقيه عليهم. وهذا كقوله تعالى: ﴿هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ﴾ ٢ هذا تنبيه وتشويق إلى شيء من آيات الله الكونية.
وقوله تعالى: ﴿هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ﴾ ٣ هذا تنبيه وتشويق على شيء من آيات الله الشرعية وهو الإيمان والعمل الصالح.
وقوله: ﴿قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا﴾ ٤ تنبيه وتحذير.
وقوله: ﴿قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً﴾ ٥ تنبيه وتحذير، واختلاف هذه المعاني بحسب القرائن والسياق، وإلا، فالأصل في الاستفهام أنه طلب العلم بالشيء.
قوله: "كم": استفهامية.
_________
١ "ألفية ابن مالك" (ص ١٥) .
٢ سورة الغاشية آية: ١.
٣ سورة الصف آية: ١٠.
٤ سورة الكهف آية: ١٠٣.
٥ سورة المائدة آية: ٦٠.

قلنا: الله ورسوله أعلم. قال: بينهما مسيرة خمسمائة سنة، ومن كل سماء إلى سماء مسيرة خمسمائة سنة، وكثف كل سماء مسيرة خمسمائة سنة، وبين السماء السابعة والعرش بحر بين أسفله وأعلاه كما بين السماء والأرض، والله تعالى فوق ذلك،..................................................

_________
قوله: "قلنا: الله ورسوله أعلم": جاء العطف بالواو، لأن علم الرسول من علم الله، فهو الذي يعلمه بما لا يدركه البشر. وكذلك في المسائل الشرعية يقال: الله ورسوله أعلم، لأنه ﷺ أعلم الخلق بشرع الله، وعلمه به من علم الله، وما قاله ﷺ في الشرع فهو كقول الله، وليست هذا كقوله: "ما شاء الله وشئت١ "، لأن هذا في باب القدر والمشيئة، ولا يمكن أن يجعل الرسول ﷺ مشاركا لله في ذلك، بل يقال: ما شاء الله، ثم يعطف ب (ثم)، والضابط في ذلك أن الأمور الشرعية يصح فيها العطف بالواو، وأما الكونية، فلا. ومن هنا نعرف خطأ وجهل من يكتب على بعض الأعمال: ﴿وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ﴾ ٢ بعد موت الرسول ﷺ وتعذر رؤيته، فالله يرى، ولكن رسوله لا يرى، فلا تجوز كتابته لأنه كذب عليه ﷺ.
قوله: "خمسمائة سنة": الميم الثانية في خمسمائة مكسورة والألف لا ينطق بها.
قوله: "وبين السماء السابعة والعرش بحر بين أسفله وأعلاه كما بين السماء والأرض "٣ وذلك خمسمائة سنة.
قوله: " والله تعالى فوق ذلك ": هذا دليل على العلو العظيم لله ﷿ وأنه -سبحانه- فوق كل شيء ولا يحيط به شيء من مخلوقاته،
_________
١ سبق (١/ ٥٨) .
٢ سورة التوبة آية: ١٠٥.
٣ الترمذي: تفسير القرآن (٣٣٢٠)، وأبو داود: السنة (٤٧٢٣)، وأحمد (١/٢٠٦) .

......................................................................

_________
لا السماوات ولا غيرها، وعليه، فإنه -سبحانه- لا يوصف بأنه في جهة تحيط به، لأن ما فوق السماوات والعرش عدم، ليس هناك شيء حتى يقال: إن الله أحاط به شيء من مخلوقاته. ولهذا جاء في بعض كتب أهل الكلام يقولون: لا يجوز أن يوصف الله بأنه في جهة مطلقا، وينكرون العلو ظنا منهم أن إثبات الجهة يستلزم الحصر. وليس كذلك" لأننا نعلم أن ما فوق العرش عدم لا مخلوقات فيه، ما ثم إلا الله، ولا يحيط به شيء من مخلوقاته أبدا. فالجهة إثباتها لله فيه تفصيل، أما إطلاق لفظها نفيا وإثباتا فلا نقول به، لأنه لم يرد أن الله في جهة، ولا أنه ليس في جهة، ولكن نفصل، فنقول: إن الله في جهة العلو، لأن الرسول ﷺ قال للجارية: " أين الله؟ ". وأين يستفهم بها عن المكان، فقالت: في السماء. فأثبتت ذلك، فأقرها النبي ﷺ عليه، وقال: " أعتقها، فإنها مؤمنة ١ ".
وأهل التحريف يقولون: "أين" بمعنى "من"، أي: من الله، قالت: في السماء، أي: هو من في السماء، وينكرون العلو. وقد رد عليهم ابن القيم ﵀ في كتبه ومنها "النونية" وقال لهم: اللغة العربية لا تأتي فيها "أين" بمعنى "من"، وفرق بين "أين" و"من". فالجهة لله ليست جهة سفل، وذلك لوجوب العلو له فطرة وعقلا وسمعا، وليست جهة علو تحيط به، لأنه تعالى وسع كرسيه السماوات والأرض، وهو موضع قدميه، فكيف يحيط به تعالى شيء من مخلوقاته؟! فهو في جهة علو لا تحيط به، ولا يمكن أن يقال: إن شيئا يحيط به، لأننا نقول: إن ما فوق العرش عدم ليس ثم إلا الله -سبحانه-، ولهذا قال: " والله تعالى فوق ذلك ".
_________
١ أخرجه: مسلم في (المساجد، باب تحريم الكلام في الصلاة، ١/٣٨٢) ; عن معاوية بن الحكم ﵁.

وليس يخفى عليه شيء من أعمال بني آدم " أخرجه أبو داود وغيره ١.

_________
قوله: "وليس يخفى عليه شيء من أعمال بني آدم"٢ وقوله: "أعمال" إن قرنت بالأقوال صار المراد بها: أعمال الجوارح، والأقوال للسان، وإن أفردت شملت أعمال الجوارح وأقوال اللسان وأعمال القلوب، وهي هنا مفردة، فتشمل كل ما يتعلق باللسان أو القلب أو الجوارح، بل أبلغ من ذلك أنه لا يخفى عليه شيء من أعمال بني آدم في المستقبل، فهو يعلم ما يكون فضلا عما كان، قال تعالى: ﴿يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ﴾ ٣ أي: ما يستقبلونه وما مضى عليهم، ولما قال فرعون لموسى: ﴿فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الأُولَى﴾ ٤ أي: ما شأنها؟ قال: ﴿عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ﴾ ٥ أي: محفوظة، ﴿لا يَضِلُّ رَبِّي﴾ لا يجهل، ﴿وَلا يَنْسَى﴾ لا يذهل عما مضى ﷾.
_________
١ أخرجه: أحمد (١/ ٢٠٦، ٢٠٧)، وأبو داود في (السنة، باب في الجهمية، ٥/ ٩٣)، والترمذي في (تفسير القرآن، سورة الحاقة، ٩/ ٦٠) - وقال: "حسن غريب"-، وابن ماجه في (المقدمة، باب فيما أنكرت الجهمية، ١/ ٩٦)، وعثمان الدارمي في "الرد على الجهمية" (ص ٢٤): وفي "النقض على المريسي" (ص ٩٠)، وابن أبي عاصم في "السنة" (٥٧٧)، وابن خزيمة في "التوحيد" (١٠١، ١٠٢)، والآجري في "الشريعة" (٢٩٢، ٢٩٣)، ومحمد بن أبي شيبة في "العرش" (٩، ١٠)، والحاكم (٢/٢٨٨، ٤١٢) - وصححه-، واللالكائي (٦٥١)، وأبو نعيم في "أخبار أصبهان" (٢/٢)، والبيهقي في "الأسماء" (ص ٣٩٨)، وابن عبد البر في "التمهيد" (٧/١٤٠)، وابن حزم في "الفصل" (٢/١٠٠)، وابن قدامة في "العلو" (ص ٧)، والمزي في "تهذيب الكمال" (٢/ ٧١٩)، والذهبي في "العلو" (٤٩- ٥٠) ; من طريق عبد الله بن عميرة، عن الأحنف بن قيس، عن العباس. وقال الذهبي في "الميزان" (٢/ ٤٦٩): "فيه- أي: عبد الله- فيه جهالة". قال البخاري: "لا يعرف له سماع من الأحنف بن قيس". وهذا الحديث يعرف بحديث الأوعال، وقد قال ابن العربي في عارضته: "إن خبر الأوعال متلقف من الإسرائيليات". وانظر: "تهذيب السنن" لابن القيم (٧/ ٩٢، ٩٣) .
٢ أحمد (١/٢٠٦) .
٣ سورة طه آية: ١١٠.
٤ سورة طه آية: ٥١.
٥ سورة طه آية: ٥٢.

......................................................................

_________
والنبي ﷺ صدر هذا الأمر بهل الدالة على التشويق والتنبيه من أجل أن يثبت عقيدة عظيمة، وهو أنه تعالى فوق كل شيء بذاته، وأنه محيط بكل شيء علما، لقوله: " وليس يخفى عليه شيء من أعمال بني آدم "١ فإذا علمنا ذلك، أوجب لنا تعظيمه والحذر من مخالفته، لأنه فوقنا، فهو عال علينا، وأمره محيط بنا.
وفي الحديث صفتان لله: ثبوتية، وهي العلو المستفاد من قوله: والله فوق ذلك. وسلبية، وهي المستفادة من قوله: "ليس يخفى عليه شيء من أعمال بني آدم"٢ ولا يوجد في صفات الله ﷿ صفة سلبية محضة، بل صفاته السلبية التي هي النفي متضمنة لثبوت ضدها على وجه الكمال، فينفى عنه الخفاء لكمال علمه، وينفى عنه اللغوب لكمال قوته، وينفى عنه العجز لكمال قدرته، وما أشبه ذلك. فإذا نفى الله عن نفسه شيئا من الصفات، فالمراد انتفاء تلك الصفة عنه لكمال ضدها، كما قال تعالى: ﴿لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ﴾ ٣ السنة: النعاس، والنوم: الإغفاء العميق، وذلك لكمال حياته وقيوميته، إذ لو كان ناقص الحياة لاحتاج إلى النوم، ولو نام ما كان قيوما على خلقه، لأنه حين ينام لا يكون هناك من يقوم عليهم، ولهذا كان أهل الجنة لا ينامون لكمال حياتهم، ولأن النوم في الجنة يذهب عليهم وقتا بلا فرح ولا سرور ولا لذة، لأن السرور فيها دائم، ولأن النوم هو الوفاة الصغرى، والجنة لا موت فيها.
وليس في صفات الله نفي محض، لأن النفي المحض عدم لا ثناء فيه ولا كمال، بل هو لا شيء، ولأن النفي أحيانا يرد لكون المحل غير قابل له، مثل قولك: الجدار لا يظلم.
وقد يكون نفي الذم ذما، كما في قول الشاعر:
_________
١ أحمد (١/٢٠٦) .
٢ أحمد (١/٢٠٦) .
٣ سورة البقرة آية: ٢٥٥.

فيه مسائل:

الأولى: تفسير قوله تعالى: ﴿وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ﴾ ١.

الثانية: أن هذه العلوم وأمثالها باقية عند اليهود الذين في زمنه ﷺ ولم ينكروها ولم يتأولوها.

_________
قبيلة لا يغدرون بذمة ... ولا يظلمون الناس حبة خرد
فنفي الغدر عنهم والظلم ليس مدحا، بل هو ذم ينبئ عن عجزهم وضعفهم.
وقال آخر:
لكن قومي وإن كانوا ذوي عدد ... ليسوا من الشر في شيء وإن هانا
يجزون من ظلم أهل الظلم مغفرة ... ومن إساءة أهل السوء إحسانا
كأن ربك لم يخلق لخشيته ... سواهم من جميع الناس إنسانا
فليت لي بهم قوما إذا ركبوا ... شنوا الإغارة ركبانا وفرسانا
فنفى أن يكون لهم يد في الشر وبين أن ذلك لعجزهم عن الانتصار لأنفسهم وتمنى أن يكون له قوم خير منهم وأقوى.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير قوله تعالى: ﴿وَالأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ﴾ ٢ وقد تقدم من حديث ابن مسعود، حيث أمر النبي ﷺ الحبر على أن الله يجعل السماوات على إصبع ... إلخ.
الثانية: أن هذه العلوم وأمثالها باقية عند اليهود الذين في
_________
١ سورة الزمر آية: ٦٧.
٢ سورة الزمر آية: ٦٧.

الثالثة: أن الحبر لما ذكر للنبي ﷺ صدقه، ونزل القرآن بتقرير ذلك.

الرابعة: وقوع الضحك من الرسول ﷺ لما ذكر الحبر هذا العلم العظيم.

الخامسة: التصريح بذكر اليدين، وأن السماوات في اليد اليمنى والأرضين في الأخرى.

_________
زمنه ﷺ لم ينكروها ولم يتأولوها: كأنه يقول: إن اليهود خير من أولئك المحرفين لها، لأنهم لم يكذبوها ولم يتأولوها، وجاء قوم من هذه الأمة، فقالوا: ليس لله أصابع، وإن المراد بها القدرة، فكأنه يقول: اليهود خير منهم في هذا وأعرف بالله.
الثالثة: أن الحبر لما ذكر للنبي ﷺ صدقه، ونزل القرآن بتقرير ذلك: ظاهر كلام المؤلف بقوله: "ونزل القرآن" أنه بعد كلام الحبر، وليس كذلك، لأنه في حديث ابن مسعود قال: ثم قرأ قوله: ﴿وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ﴾ ١ وهذا يدل على أن الآية نزلت من قبل، لكن مراد المؤلف أن القرآن قد نزل بتقرير ذلك.
الرابعة: وقوع الضحك من الرسول ﷺ لما ذكر الحبر هذا العلم العظيم: ففيه دليل على جواز الضحك في تقرير الأشياء; لأن الضحك يدل على الرضا وعدم الكراهية.
الخامسة: التصريح بذكر اليدين، وأن السماوات في اليد اليمنى والأرضين في الأخرى: وقد ثبتت اليدان لله تعالى بالكتاب والسنة وإجماع السلف.
وقوله: "في الأخرى" لا يعني أنه ينفي ذكر الشمال لما ذكره في المسألة التالية وهي:
_________
١ سورة الزمر آية: ٦٧.

السادسة: التصريح بتسميتها الشمال.

السابعة: ذكر الجبارين والمتكبرين عند ذلك.

الثامنة: قوله: " كخردلة في كف أحدكم ".

التاسعة: عظم الكرسي بالنسبة إلى السماء.

العاشرة: عظم العرش بالنسبة إلى الكرسي.

الحادية عشرة: أن العرش غير الكرسي والماء.

_________
السادسة: التصريح بتسميتها الشمال: وقد سبق الكلام على ذلك.
السابعة: ذكر الجبارين والمتكبرين عند ذلك: ووجه ذكرهم أنه إذا كان لهم تجبر وتكبر الآن، فليقوموا بذلك.
الثامنة: قوله: "كخردلة في كف أحدكم": يعني بذلك قوله في الحديث: " ما السماوات السبع والأرضون السبع في كف الرحمن إلا كخردلة في كف أحدكم " هكذا قال المؤلف ﵀ في كف أحدكم وقد ساق الأثر بقوله: "كخردلة في يد أحدكم" انظر ص ٥٣٥ وكلامنا على الأثر هناك.
التاسعة: عظم الكرسي بالنسبة إلى السماء: حيث ذكر أنها بالنسبة للكرسي كدراهم سبعة ألقيت في ترس.
العاشرة: عظم العرش بالنسبة إلى الكرسي: لأنه جعل الكرسي كحلقة ألقيت في فلاة من الأرض بالنسبة للعرش.
الحادية عشرة: أن العرش غير الكرسي والماء: ولم أر من قال: إن العرش هو الماء، لكن هناك من قال: إن العرش هو الكرسي;

الثانية عشرة: كم بين كل سماء إلى سماء.

الثالثة عشرة: كم بين السماء السابعة والكرسي.

الرابعة عشرة: كم بين الكرسي والماء.

الخامسة عشرة: أن العرش فوق الماء.

السادسة عشرة: أن الله فوق العرش.

_________
لحديث: "إن الله يضع كرسيه يوم القيامة١ "، وظنوا أن هذا الكرسي هو العرش. وكذلك زعم بعض الناس أن الكرسي هو العلم، فقالوا في قوله تعالى: ﴿وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ﴾ ٢ أي: علمه. والصواب: أن الكرسي موضع القدمين، والعرش هو الذي استوى عليه الرحمن -سبحانه-، والعلم صفة في العالم يدرك بها المعلوم.
الثانية عشرة: كم بين كل سماء إلى سماء: وهو خمسمائة عام.
الثالثة عشرة: كم بين السماء السابعة والكرسي: وهو خمسمائة عام.
الرابعة عشرة: كم بين الكرسي والماء: وهو خمسمائة عام.
الخامسة عشرة: أن العرش فوق الماء: وهي ظاهرة.
السادسة عشرة: أن الله فوق العرش: وهي ظاهرة
_________
١ في حديث ابن مسعود ﵁; قال: " ... يوم ينزل الله فيه على كرسيه يئط به كما يئط الرحل من تضايقه كسعة ما بين السماء والأرض". أخرجه: الحاكم مطولا في "التفسير" (تفسير سورة بني إسرائيل، ٢/٣٦٤)، وقال: "صحيح الإسناد، ولم يخرجاه"، وتعقبه الذهبي: (قلت: لا والله; فعثمان ضعفه الدارقطني، والباقون ثقات".
٢ سورة البقرة آية: ٢٥٥.

السابعة عشرة: كم بين السماء والأرض.

الثامنة عشرة: كثف كل سماء خمسمائة سنة.

التاسعة عشرة: أن البحر الذي فوق السماوات بين أسفله وأعلاه خمسمائة سنة، والله أعلم.

_________
السابعة عشرة: كم بين السماء والأرض: وهو خمسمائة عام.
الثامنة عشرة: كثف كل سماء خمسمائة سنة.
التاسعة عشرة: أن البحر الذي فوق السماوات بين أسفله وأعلاه خمسمائة سنة. وقد سبق الكلام على جميع هذه المسائل بأدلتها.
ويستفاد من أحاديث الباب:
١- أن الله لا يخفى عليه شيء من أعمال بني آدم.
٢- التحذير من مخالفة الله ﷿.
والله أعلم، والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وأسأل الله أن يختم لنا ولكم بالتوحيد، آمين.