Al-Qaulul Mufid fii Syarhi Kitabit Tauhid
المجلد الأول
مقدمة
المُجَلَّدُ الأَوَّلُ
Volume Pertama
مُقَدِّمَةٌ
Pengantar
...
...
القَوْلُ المُفِيدُ عَلَى كِتَابِ التَّوْحِيدِ شَرْحُ فَضِيلَةِ الشَّيْخِ، مُحَمَّدِ بْنِ صَالِحٍ العُثَيْمِيْنِ
Al-Qaul Al-Mufid 'ala Kitab At-Tauhid penjelasan oleh Yang Mulia Syaikh, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
المُجَلَّدُ الأَوَّلُ:
Volume Pertama:
المُقَدِّمَةُ
Pengantar
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya.
أَمَّا بَعْدُ:
Wa ba'du (Adapun selanjutnya):
فَقَدْ سَبَقَ أَنْ طُبِعَ لَنَا كِتَابٌ «القَوْلُ المُفِيدُ عَلَى كِتَابِ التَّوْحِيدِ»، وَكَانَ مَنْقُولًا مِنَ الأَشْرِطَةِ المُسَجَّلَةِ مِنَ الدَّرْسِ، وَقَدْ حَصَلَ فِيْهِ بَعْدَ خُرُوْجِهِ تَعْدِيلٌ بِزِيَادَةٍ أَوْ حَذْفٍ تَدْعُو الحَاجَةُ إِلَيْهِ، وَهَا نَحْنُ نُعِيدُ طَبْعَهُ لِأَوَّلِ مَرَّةٍ بَعْدَ مُرَاجَعَتِهِ فِي دَارِ (ابْنِ الجَوْزِيِّ) .
Sebelumnya telah dicetak untuk kami buku "Al-Qaul Al-Mufid 'ala Kitab At-Tauhid" yang merupakan transkrip dari rekaman pelajaran. Setelah diterbitkan, telah dilakukan revisi dengan penambahan atau penghapusan yang diperlukan. Kini kami mencetak ulang untuk pertama kalinya setelah mereviewnya di penerbit Dar Ibnul Jauzi.
فَلْتَكُنْ هَذِهِ هِيَ النُّسْخَةُ المُعْتَمَدَةُ؛ وَلِذَا جَرَى التَّنْبِيهُ وَاللهُ المُوَفِّقُ.
Maka hendaknya inilah cetakan yang dianggap valid; oleh karena itu telah dilakukan peninjauan, dan Allah-lah yang memberi taufik.
حُرِّرَ فِي ٢٩/١٠/١٤١٧؟
Disusun pada 29/10/1417 H
أَمْلَاهُ الفَقِيرُ إِلَى اللهِ
Didiktekan oleh yang fakir kepada Allah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang
الحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ، لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا.
Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada beliau, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
أَمَّا بَعْدُ:
Wa ba'du (Adapun selanjutnya):
فَقَدْ سَبَقَ لَنَا- وَلِلَّهِ الحَمْدُ وَالمِنَّةُ- أَنْ قُمْنَا بِشَرْحِ كِتَابِ التَّوْحِيدِ لِشَيْخِ الإِسْلَامِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الوَهَّابِ عَلَى الطُّلَّابِ، أَثْنَاءَ جَلَسَاتِنَا فِي الجَامِعِ الكَبِيرِ بِعُنَيْزَةَ، وَقَامَ بَعْضُ الطُّلَّابِ بِتَسْجِيلِ مَا تَكَلَّمْنَا بِهِ.
Sebelumnya -dan segala puji serta karunia adalah milik Allah- kami telah menjelaskan kitab Tauhid karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab kepada para pelajar, saat pertemuan kami di Masjid Besar 'Unaizah. Beberapa pelajar telah merekam apa yang kami sampaikan.
وَقَدْ بَادَرَ الأَخَوَانِ الكَرِيمَانِ/ الدُّكْتُورُ سُلَيْمَانُ العَبْدُ اللهِ أَبَا الخَيْلِ، وَالدُّكْتُورُ: خَالِدُ العَلِيِّ المُشَيْقِحُ بِتَفْرِيغِ المُسَجَّلِ كِتَابَةً، وَقَامَا بِطَبْعِهِ، وَسَمَّيَاهُ: القَوْلُ المُفِيدُ عَلَى كِتَابِ التَّوْحِيدِ. فَأَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى أَنْ يَجْزِلَ لَهُمَا المَثُوبَةَ وَيَنْفَعَ بِذَلِكَ.
Dua saudara mulia, Dr. Sulaiman Al-'Abdullah Abu Al-Khail dan Dr. Khalid Al-'Ali Al-Musyaiqih, telah berinisiatif untuk mentranskrip rekaman tersebut, mencetak, dan menamainya: Al-Qaul Al-Mufid 'ala Kitab At-Tauhid. Aku memohon kepada Allah Ta'ala agar melimpahkan pahala kepada mereka berdua dan menjadikannya bermanfaat.
وَمِنَ المَعْلُومِ أَنَّ مَا نُقِلَ تَسْجِيلًا مِنَ الشَّرْحِ عَلَى الطُّلَّابِ لَا يُسَاوِي مَا كُتِبَ تَحْرِيرًا، بَلْ سَيَكُونُ فِيهِ نَقْصٌ أَوْ زِيَادَةٌ، أَوْ تَقْدِيمٌ أَوْ تَأْخِيرٌ أَوْ تَكْرَارٌ، أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ مِنَ الخَلَلِ.
Telah diketahui bahwa apa yang ditranskripsi dari penjelasan kepada para pelajar tidak setara dengan apa yang ditulis secara resmi. Sebaliknya, akan ada kekurangan atau tambahan, pengurutan ulang, pengulangan, atau semacam kekurangan lainnya.
فَهُمْ يُقِرُّونَ بِأَنَّ اللهَ هُوَ الَّذِي يُدَبِّرُ الْأَمْرَ، وَهُوَ الَّذِي بِيَدِهِ مَلَكُوتُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ.
Mereka mengakui bahwa Allah-lah yang mengatur segala urusan, dan Dialah yang di tangan-Nya kerajaan langit dan bumi.
وَلَمْ يُنْكِرْهُ أَحَدٌ مَعْلُومٌ مِنْ بَنِي آدَمَ، فَلَمْ يَقُلْ أَحَدٌ مِنَ الْمَخْلُوقِينَ: إِنَّ لِلْعَالَمِ خَالِقَيْنِ مُتَسَاوِيَيْنِ. فَلَمْ يَجْحَدْ أَحَدٌ تَوْحِيدَ الرُّبُوبِيَّةِ، لَا عَلَى سَبِيلِ التَّعْطِيلِ وَلَا عَلَى سَبِيلِ التَّشْرِيكِ، إِلَّا مَا حَصَلَ مِنْ فِرْعَوْنَ; فَإِنَّهُ أَنْكَرَهُ عَلَى سَبِيلِ التَّعْطِيلِ مُكَابَرَةً، فَإِنَّهُ عَطَّلَ اللهَ مِنْ رُبُوبِيَّتِهِ وَأَنْكَرَ وُجُودَهُ، قَالَ تَعَالَى حِكَايَةً عَنْهُ: ﴿فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأَعْلَى﴾ [النازعات:٢٤]، ﴿مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي﴾ [القصص: من الآية٣٨] .
Tidak ada seorang pun dari anak-anak Adam yang terkenal yang mengingkarinya, tidak seorang pun dari makhluk yang mengatakan bahwa alam semesta memiliki dua pencipta yang setara. Tidak ada seorang pun yang mengingkari tauhid rububiyah, tidak melalui jalan ta'thil (meniadakan Allah) maupun jalan syirik (menyekutukan Allah), kecuali apa yang terjadi dari Fir'aun; sesungguhnya dia mengingkarinya dengan jalan ta'thil sembari bersikeras (dalam kesesatan), karena dia meniadakan rububiyah Allah dan mengingkari keberadaan-Nya. Allah Ta'ala berfirman menceritakan tentangnya: "Maka dia berkata, 'Akulah tuhanmu yang paling tinggi.'" [An-Nazi'at: 24], "Aku tidak mengetahui ada tuhan bagimu selain aku." [Al-Qasas: dari ayat 38].
وَهَذَا مُكَابَرَةٌ مِنْهُ لِأَنَّهُ يَعْلَمُ أَنَّ الرَّبَّ غَيْرُهُ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا﴾ [النمل: من الآية١٤] وَقَالَ تَعَالَى حِكَايَةً عَنْ مُوسَى وَهُوَ يُنَاظِرُهُ: ﴿لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلاءِ إِلاَّ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ﴾ [الاسراء: من الآية١٠٢] فَهُوَ فِي نَفْسِهِ مُقِرٌّ بِأَنَّ الرَّبَّ هُوَ اللهُ- ﷿.
Ini adalah sikap keras kepala darinya karena dia tahu bahwa Tuhan adalah selain dirinya, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan mereka, padahal hati mereka meyakini kebenarannya." [An-Naml: dari ayat 14]. Allah Ta'ala juga berfirman menceritakan tentang Musa ketika ia berdebat dengannya: "Sungguh, engkau telah mengetahui bahwa yang menurunkan (bukti-bukti) itu hanyalah Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi." [Al-Isra': dari ayat 102]. Jadi, dalam dirinya, dia mengakui bahwa Tuhan adalah Allah ﷿.
وَأَنْكَرَ تَوْحِيدَ الرُّبُوبِيَّةِ عَلَى سَبِيلِ التَّشْرِيكِ الْمَجُوسُ، حَيْثُ قَالُوا: إِنَّ لِلْعَالَمِ خَالِقَيْنِ هُمَا الظُّلْمَةُ وَالنُّورُ، وَمَعَ ذَلِكَ لَمْ يَجْعَلُوا هَذَيْنِ الْخَالِقَيْنِ مُتَسَاوِيَيْنِ.
Orang-orang Majusi mengingkari tauhid rububiyah melalui jalan syirik, di mana mereka berkata bahwa alam semesta memiliki dua pencipta, yaitu kegelapan dan cahaya. Namun demikian, mereka tidak menjadikan kedua pencipta ini setara.
فَهُمْ يَقُولُونَ: إِنَّ النُّورَ خَيْرٌ مِنَ الظُّلْمَةِ؟ لِأَنَّهُ يَخْلُقُ الْخَيْرَ، وَالظُّلْمَةُ تَخْلُقُ الشَّرَّ، وَالَّذِي يَخْلُقُ الْخَيْرَ خَيْرٌ مِنَ الَّذِي يَخْلُقُ الشَّرَّ.
Mereka berkata: Cahaya lebih baik daripada kegelapan. Karena cahaya menciptakan kebaikan, sedangkan kegelapan menciptakan kejahatan. Yang menciptakan kebaikan lebih baik daripada yang menciptakan kejahatan.
وَأَيْضًا؛ فَإِنَّ الظُّلْمَةَ عَدَمٌ لَا يُضِيءُ، وَالنُّورُ وُجُودٌ يُضِيءُ، فَهُوَ أَكْمَلُ فِي ذَاتِهِ.
Dan juga, kegelapan adalah ketiadaan yang tidak bercahaya, sedangkan cahaya adalah keberadaan yang bersinar, maka ia lebih sempurna dalam dirinya sendiri.
وَيَقُولُونَ أَيْضًا بِفَرْقٍ ثَالِثٍ، وَهُوَ: أَنَّ النُّورَ قَدِيمٌ عَلَى اصْطِلَاحِ الْفَلَاسِفَةِ، وَاخْتَلَفُوا فِي الظُّلْمَةِ: هَلْ هِيَ قَدِيمَةٌ، أَوْ مُحْدَثَةٌ؛ عَلَى قَوْلَيْنِ.
Mereka juga mengatakan perbedaan ketiga, yaitu: cahaya itu qadim (kekal) berdasarkan istilah para filsuf, dan mereka berbeda pendapat tentang kegelapan: apakah ia qadim atau muhdats (diciptakan), dalam dua pendapat.
دَلَالَةُ الْعَقْلِ عَلَى أَنَّ الْخَالِقَ لِلْعَالَمِ وَاحِدٌ:
Petunjuk akal bahwa Pencipta alam semesta itu Esa:
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِن وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ﴾ [المؤمنون: من الآية٩١] إِذْ لَوْ أَثْبَتْنَا لِلْعَالَمِ خَالِقَيْنِ؛ لَكَانَ كُلُّ خَالِقٍ يُرِيدُ أَنْ يَنْفَرِدَ بِمَا خَلَقَ، وَيَسْتَقِلَّ بِهِ كَعَادَةِ الْمُلُوكِ؛ إِذْ لَا يَرْضَى أَنْ يُشَارِكَهُ أَحَدٌ.
Allah Ta'ala berfirman: "Allah tidak mempunyai anak dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-Nya, kalau ada tuhan bersama-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa apa (makhluk) yang diciptakannya, dan sebagian dari mereka akan mengalahkan sebagian yang lain." [Al-Mu'minun: dari ayat 91] Karena seandainya kita menetapkan dua pencipta bagi alam semesta; maka setiap pencipta akan ingin memisahkan diri dengan apa yang diciptakannya, dan berdiri sendiri dengannya seperti kebiasaan para raja; karena mereka tidak rela jika ada seseorang yang menyekutuinya.
وَإِذَا اسْتَقَلَّ بِهِ؛ فَإِنَّهُ يُرِيدُ أَيْضًا أَمْرًا آخَرَ، وَهُوَ أَنْ يَكُونَ السُّلْطَانُ لَهُ لَا يُشَارِكُهُ فِيهِ أَحَدٌ.
Dan jika ia berdiri sendiri dengannya; maka ia juga menginginkan hal lain, yaitu kekuasaan menjadi miliknya, tidak ada seorang pun yang menyekutuinya dalam hal itu.
وَحِينَئِذٍ، إِذَا أَرَادَا السُّلْطَانَ؛ فَإِمَّا أَنْ يَعْجِزَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا عَنِ الْآخَرِ، أَوْ يُسَيْطِرَ أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ؛ فَإِنْ سَيْطَرَ
Dan ketika itu, jika keduanya menginginkan kekuasaan; maka adakalanya setiap salah satu dari keduanya lemah dari yang lain, atau salah satunya menguasai yang lain; maka jika ia menguasai
وَلَمَّا ظَهَرَتْ طَبْعَتُهُ الْأُولَى وُجِدَ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ، فَحُرِّرَ وَنُقِّحَ، ثُمَّ أُعِيدَ طَبْعُهُ مَرَّةً ثَانِيَةً، فَاحْتَاجَ إِلَى إِعَادَةِ النَّظَرِ؛ لِخَلَلٍ يَسِيرٍ غَالِبُهُ فِي الطِّبَاعَةِ.
Dan ketika cetakan pertamanya muncul, ditemukan di dalamnya sesuatu dari itu. Maka ia dikoreksi dan disunting, kemudian dicetak ulang untuk kedua kalinya. Namun masih membutuhkan peninjauan kembali karena sedikit kesalahan yang sebagian besarnya pada pencetakan.
وَهَا هُوَ يُعَادُ لِلْمَرَّةِ الثَّالِثَةِ، وَقَدْ رَأَيْتُ أَنْ يُحْذَفَ مِنَ الْكِتَابِ جَمِيعُ الْحَوَاشِي، مَا عَدَا عَزْوَ الْآيَاتِ وَالْأَحَادِيثِ، أَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى أَنْ يَكُونَ خَالِصًا لِوَجْهِهِ، مُوَافِقًا لِمَرْضَاتِهِ، نَافِعًا لِعِبَادِهِ، إِنَّهُ جَوَادٌ كَرِيمٌ.
Dan inilah untuk ketiga kalinya dicetak ulang, dan aku berpandangan untuk menghapus semua catatan kaki dari kitab ini, kecuali penyandaran ayat-ayat dan hadits-hadits. Aku memohon kepada Allah Ta'ala agar menjadikannya ikhlas karena wajah-Nya, sesuai dengan keridhaan-Nya, bermanfaat bagi para hamba-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
وَهَذَا أَوَانُ الشُّرُوعِ فِي الْمَقْصُودِ مُسْتَعِينِينَ بِاللَّهِ تَعَالَى.
Dan inilah saatnya untuk memulai apa yang dimaksudkan dengan memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala.
قَالَ الْمُؤَلِّفُ -رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى-:
Penulis -semoga Allah Ta'ala merahmatinya- berkata:
كِتَابُ التَّوْحِيدِ.
Kitab Tauhid.
لَمْ يُذْكَرْ فِي النُّسَخِ الَّتِي بِأَيْدِينَا خُطْبَةٌ لِلْكِتَابِ مِنَ الْمُؤَلِّفِ، فَإِمَّا أَنْ تَكُونَ سَقَطَتْ مِنَ النُّسَّاخِ، وَإِمَّا أَنْ يَكُونَ الْمُؤَلِّفُ اكْتَفَى بِالتَّرْجَمَةِ؛ لِأَنَّهَا عُنْوَانٌ عَلَى مَوْضُوعِ الْكِتَابِ وَهُوَ التَّوْحِيدُ.
Tidak disebutkan dalam naskah-naskah yang ada di tangan kita khutbah kitab dari penulis. Mungkin ia terhapus dari para penyalin, atau mungkin penulis merasa cukup dengan judul; karena ia adalah judul untuk tema kitab yaitu tauhid.
وَالْكِتَابُ: بِمَعْنَى مَكْتُوبٌ، أَيْ مَكْتُوبٌ بِالْقَلَمِ، أَوْ بِمَعْنَى مَجْمُوعٌ، مِنْ قَوْلِهِمْ كَتِيبَةٌ، وَهِيَ الْمَجْمُوعَةُ مِنَ الْخَيْلِ.
Kata kitab bermakna sesuatu yang ditulis, yaitu yang ditulis dengan pena, atau bermakna kumpulan, dari perkataan mereka katibah, yaitu sekumpulan kuda.
أَمَّا التَّوْحِيدُ فَهُوَ فِي اللُّغَةِ: مَصْدَرُ وَحَّدَ الشَّيْءَ إِذَا جَعَلَهُ وَاحِدًا.
Adapun tauhid secara bahasa adalah masdar (asal kata) dari wahhada asy-syai' jika menjadikannya satu.
وَفِي الشَّرْعِ: إِفْرَادُ اللَّهِ- تَعَالَى- بِمَا يَخْتَصُّ بِهِ مِنَ الرُّبُوبِيَّةِ وَالْأُلُوهِيَّةِ وَالْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ.
Dan secara syariat: mengesakan Allah -Ta'ala- dengan apa yang khusus bagi-Nya berupa rububiyah, uluhiyah, nama-nama dan sifat-sifat.
أَقْسَامُهُ:
Bagian-bagiannya:
يَنْقَسِمُ التَّوْحِيدُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ:
Tauhid terbagi menjadi tiga bagian:
١. تَوْحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ
1. Tauhid Rububiyah
٢. تَوْحِيدُ الْأُلُوهِيَّةِ.
2. Tauhid Uluhiyah.
٣. تَوْحِيدُ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ.
3. Tauhid Asma' wa Shifat.
وَقَدِ اجْتَمَعَتْ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا﴾ [مَرْيَمَ: الْآيَةُ ٦٥] .
Dan ketiganya terkumpul dalam firman Allah Ta'ala: "Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan bersabarlah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia?" [Maryam: ayat 65].
* الْقِسْمُ الْأَوَّلُ: تَوْحِيدُ الرُّبُوبِيَّةِ:
* Bagian pertama: Tauhid Rububiyah:
هُوَ إِفْرَادُ اللهِ ﷿ بِالْخَلْقِ، وَالْمِلْكِ، وَالتَّدْبِيرِ. فَإِفْرَادُهُ بِالْخَلْقِ: أَنْ يَعْتَقِدَ الْإِنْسَانُ أَنَّهُ لَا خَالِقَ إِلَّا اللهُ.
Yaitu mengesakan Allah ﷿ dalam penciptaan, kepemilikan, dan pengaturan. Mengesakannya dalam penciptaan berarti meyakini bahwa tidak ada pencipta selain Allah.
قَالَ تَعَالَى: ﴿أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ﴾ [الْأَعْرَافِ: مِنَ الْآيَةِ٥٤] فَهَذِهِ الْجُمْلَةُ تُفِيدُ الْحَصْرَ لِتَقْدِيمِ الْخَبَرِ، إِذْ إِنَّ تَقْدِيمَ مَا حَقُّهُ التَّأْخِيرُ يُفِيدُ الْحَصْرَ. وَقَالَ تَعَالَى: ﴿هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾ [فَاطِرٍ: مِنَ الْآيَةِ٣] فَهَذِهِ الْآيَةُ تُفِيدُ اخْتِصَاصَ الْخَلْقِ بِاللهِ لِأَنَّ الِاسْتِفْهَامَ فِيهَا مُشْرَبٌ مَعْنَى التَّحَدِّي.
Allah Ta'ala berfirman: "Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah." [Al-A'raf: dari ayat 54] Kalimat ini menunjukkan kekhususan (hanya untuk Allah) karena mendahulukan predikat, sebab mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan menunjukkan kekhususan. Allah Ta'ala juga berfirman: "Apakah ada pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?" [Fathir: dari ayat 3] Ayat ini menunjukkan bahwa penciptaan khusus bagi Allah karena pertanyaan di dalamnya mengandung makna tantangan.
أَمَّا مَا وَرَدَ مِنْ إِثْبَاتِ خَالِقٍ غَيْرِ اللهِ; كَقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ﴾ [الْمُؤْمِنُونَ: مِنَ الْآيَةِ١٤] وَكَقَوْلِهِ ﷺ فِي الْمُصَوِّرِينَ يُقَالُ لَهُمْ: «أَحْيُوا مَا خَلَقْتُم» ١.
Adapun apa yang disebutkan tentang penetapan pencipta selain Allah; seperti firman-Nya: "Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik" [Al-Mu'minun: 14] dan sabda Nabi ﷺ tentang para penggambar akan dikatakan kepada mereka: "Hidupkanlah apa yang telah kalian ciptakan."¹
فَهَٰذَا لَيْسَ خَلْقًا حَقِيقَةً، وَلَيْسَ إِيجَادًا بَعْدَ عَدَمٍ، بَلْ هُوَ تَحْوِيلٌ لِلشَّيْءِ مِنْ حَالٍ إِلَىٰ حَالٍ، وَأَيْضًا لَيْسَ شَامِلًا، بَلْ مَحْصُورٌ بِمَا يَتَمَكَّنُ الْإِنْسَانُ مِنْهُ، وَمَحْصُورٌ بِدَائِرَةٍ ضَيِّقَةٍ; فَلَا يُنَافِي قَوْلَنَا: إِفْرَادُ اللهِ بِالْخَلْقِ.
Ini bukanlah penciptaan yang sebenarnya, dan bukan pula mengadakan sesuatu setelah ketiadaan, melainkan hanya mengubah sesuatu dari satu keadaan ke keadaan lain. Juga tidak bersifat menyeluruh, tetapi terbatas pada apa yang mampu dilakukan manusia, dan terbatas dalam lingkup yang sempit; sehingga tidak bertentangan dengan pernyataan kita: mengkhususkan Allah dengan penciptaan.
وَأَمَّا إِفْرَادُ اللهِ بِالْمُلْكِ:
Adapun mengkhususkan Allah dengan kepemilikan:
فَأَنْ نَعْتَقِدَ أَنَّهُ لَا يَمْلِكُ الْخَلْقَ إِلَّا خَالِقُهُمْ، كَمَا قَالَ تَعَالَىٰ: ﴿وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ﴾ [آلُ عِمْرَانَ: مِنَ الْآيَةِ١٩٨]، وَقَالَ تَعَالَىٰ: ﴿قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ﴾ [الْمُؤْمِنُونَ: مِنَ الْآيَةِ٨٨] .
Kita meyakini bahwa tidak ada yang memiliki ciptaan kecuali Penciptanya, sebagaimana Allah berfirman: "Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi" [Ali 'Imran: 198], dan Dia berfirman: "Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu?"" [Al-Mu'minun: 88].
وَأَمَّا مَا وَرَدَ مِنْ إِثْبَاتِ الْمِلْكِيَّةِ لِغَيْرِ اللهِ; كَقَوْلِهِ تَعَالَىٰ: ﴿إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ﴾ [الْمُؤْمِنُونَ:٦]، وَقَالَ تَعَالَىٰ: ﴿أَوْ مَا مَلَكْتُمْ مَفَاتِحَهُ﴾ [النُّورُ: مِنَ الْآيَةِ٦١]؛ فَهُوَ مِلْكٌ مَحْدُودٌ لَا
Adapun apa yang disebutkan tentang penetapan kepemilikan bagi selain Allah; seperti firman-Nya: "Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela" [Al-Mu'minun: 6], dan firman-Nya: "Atau apa yang kamu miliki kuncinya" [An-Nur: 61]; maka itu adalah kepemilikan yang terbatas, tidak
أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ ثَبَتَتِ الرُّبُوبِيَّةُ لَهُ، وَإِنْ عَجَزَ كُلٌّ مِنْهُمَا عَنِ الْآخَرِ زَالَتِ الرُّبُوبِيَّةُ مِنْهُمَا جَمِيعًا; لِأَنَّ الْعَاجِزَ لَا يَصْلُحُ أَنْ يَكُونَ رَبًّا.
Jika salah satu dari keduanya mampu mengalahkan yang lain, maka ketuhanan ditetapkan untuknya. Namun jika keduanya tidak mampu saling mengalahkan, maka ketuhanan sirna dari keduanya, karena yang lemah tidak layak menjadi Tuhan.
الْقِسْمُ الثَّانِي: تَوْحِيدُ الْأُلُوهِيَّةِ:
Bagian kedua: Tauhid Uluhiyah:
وَيُقَالُ لَهُ: تَوْحِيدُ الْعِبَادَةِ بِاعْتِبَارَيْنِ; فَبِاعْتِبَارِ إِضَافَتِهِ إِلَى اللهِ يُسَمَّى: تَوْحِيدَ الْأُلُوهِيَّةِ، وَبِاعْتِبَارِ إِضَافَتِهِ إِلَى الْخَلْقِ يُسَمَّى تَوْحِيدَ الْعِبَادَةِ. وَهُوَ إِفْرَادُ اللهِ- ﷿ بِالْعِبَادَةِ. فَالْمُسْتَحِقُّ لِلْعِبَادَةِ هُوَ اللهُ تَعَالَى، قَالَ تَعَالَى: ﴿ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الْبَاطِلُ﴾ [لقمان: من الآية٣٠] .
Dan ini disebut: Tauhid ibadah dalam dua aspek; dari aspek penisbatannya kepada Allah disebut: Tauhid Uluhiyah, dan dari aspek penisbatannya kepada makhluk disebut Tauhid Ibadah. Yaitu mengesakan Allah -﷿ dalam ibadah. Yang berhak disembah hanyalah Allah Ta'ala, sebagaimana firman-Nya: "Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil." [Luqman: 30]
وَالْعِبَادَةُ تُطْلَقُ عَلَى شَيْئَيْنِ:
Ibadah digunakan untuk dua hal:
الْأَوَّلُ: التَّعَبُّدُ بِمَعْنَى التَّذَلُّلِ للهِ- ﷿ بِفِعْلِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيهِ; مَحَبَّةً وَتَعْظِيمًا.
Pertama: Beribadah dalam arti merendahkan diri kepada Allah -﷿ dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya; karena cinta dan pengagungan.
الثَّانِي: الْمُتَعَبَّدُ بِهِ; فَمَعْنَاهَا كَمَا قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ ﵀: اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ.
Kedua: Apa yang dengannya seseorang beribadah; maknanya seperti yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ﵀: nama yang mencakup segala apa yang dicintai dan diridhai Allah berupa perkataan dan perbuatan lahir dan batin.
مِثَالُ ذَلِكَ: الصَّلَاةُ; فَفِعْلُهَا عِبَادَةٌ، وَهُوَ التَّعَبُّدُ.
Contohnya: shalat; melakukannya adalah ibadah, dan itulah beribadah.
وَنَفْسُ الصَّلَاةِ عِبَادَةٌ، وَهُوَ الْمُتَعَبَّدُ بِهِ.
Dan shalat itu sendiri adalah ibadah, dan itulah yang harus disembah.
فَإِفْرَادُ اللهِ بِهَذَا التَّوْحِيدِ: أَنْ تَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ وَحْدَهُ تُفْرِدُهُ بِالتَّذَلُّلِ; مَحَبَّةً وَتَعْظِيمًا، وَتَعْبُدُهُ بِمَا شَرَعَ. قَالَ تَعَالَى: ﴿لَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَخْذُولًا﴾ [الإسراء:٢٢] .
Jadi mengesakan Allah dengan tauhid ini: supaya engkau menjadi hamba Allah saja, mengkhususkan-Nya dengan ketundukan; cinta dan pengagungan, dan menyembah-Nya dengan apa yang Dia syariatkan. Allah Ta'ala berfirman: "Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)." [Al-Isra':22]
وَقَالَ تَعَالَى: ﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾ [الفاتحة:٢] فَوَصَفَهُ سُبْحَانَهُ بِأَنَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ كَالتَّعْلِيلِ لِثُبُوتِ الْأُلُوهِيَّةِ لَهُ; فَهُوَ الْإِلَهُ لِأَنَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ﴾ [البقرة: من الآية٢١] فَالْمُنْفَرِدُ بِالْخَلْقِ هُوَ الْمُسْتَحِقُّ لِلْعِبَادَةِ.
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." [Al-Fatihah:2] Maka Dia Subhanahu mensifati diri-Nya sebagai Rabb semesta alam, seperti sebagai alasan untuk menetapkan uluhiyyah bagi-Nya. Karena Dia adalah ilah sebab Dia adalah Rabb semesta alam. Dan Allah Ta'ala berfirman: "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu." [Al-Baqarah:21] Maka Yang menciptakan sendiri, Dialah yang berhak untuk disembah.
إِذْ مِنَ السَّفَهِ أَنْ تَجْعَلَ الْمَخْلُوقَ الْحَادِثَ الْآيِلَ لِلْفَنَاءِ إِلَهًا تَعْبُدُهُ; فَهُوَ فِي الْحَقِيقَةِ لَنْ يَنْفَعَكَ، لَا بِإِيجَادٍ وَلَا بِإِعْدَادٍ وَلَا بِإِمْدَادٍ، فَمِنَ السَّفَهِ أَنْ تَأْتِيَ إِلَى قَبْرِ إِنْسَانٍ صَارَ رَمِيمًا تَدْعُوهُ وَتَعْبُدُهُ، وَهُوَ بِحَاجَةٍ إِلَى دُعَائِكَ، وَأَنْتَ لَسْتَ بِحَاجَةٍ إِلَى أَنْ تَدْعُوَهُ; فَهُوَ لَا يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ نَفْعًا وَلَا ضَرًّا، فَكَيْفَ يَمْلِكُهُ لِغَيْرِهِ؟!
Karena termasuk kebodohan jika engkau menjadikan makhluk yang baru ada dan akan binasa sebagai tuhan yang engkau sembah. Sesungguhnya ia tidak akan bermanfaat bagimu, tidak dengan mengadakan, tidak dengan menyiapkan, dan tidak pula dengan memberikan. Maka termasuk kebodohan jika engkau mendatangi kuburan manusia yang telah menjadi tulang belulang, engkau memanggilnya dan menyembahnya. Padahal ia membutuhkan doamu, sedangkan engkau tidak membutuhkan untuk memanggilnya. Karena ia tidak memiliki manfaat dan bahaya untuk dirinya sendiri, lalu bagaimana ia bisa memilikinya untuk orang lain?!
وَهَذَا الْقِسْمُ كَفَرَ بِهِ وَجَحَدَهُ أَكْثَرُ الْخَلْقِ، وَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ أَرْسَلَ اللهُ الرُّسُلَ، وَأَنْزَلَ عَلَيْهِمُ الْكُتُبَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَمَا
Dan bagian ini telah diingkari dan ditolak oleh sebagian besar makhluk. Karena itulah Allah mengutus para rasul, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka. Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidak
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ﴾ [الأنبياء:٢٥] .
Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku. (Al-Anbiya': 25).
وَمَعَ هَٰذَا، فَأَتْبَاعُ الرُّسُلِ قِلَّةٌ، قَالَ ﷺ: "فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ، وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلَانِ، وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ" ١.
Namun demikian, pengikut para rasul hanyalah sedikit, sebagaimana sabda Nabi ﷺ: "Aku melihat nabi yang hanya diikuti sekelompok kecil orang, nabi yang hanya diikuti satu atau dua orang, dan nabi yang tidak diikuti seorang pun."¹
تَنْبِيهٌ:
Perhatian:
مِنَ الْعَجَبِ أَنَّ أَكْثَرَ الْمُصَنِّفِينَ فِي عِلْمِ التَّوْحِيدِ مِنَ الْمُتَأَخِّرِينَ يُرَكِّزُونَ عَلَىٰ تَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، وَكَأَنَّمَا يُخَاطِبُونَ أَقْوَامًا يُنْكِرُونَ وُجُودَ الرَّبِّ -وَإِنْ كَانَ يُوجَدُ مَنْ يُنْكِرُ الرَّبَّ- لَٰكِنْ مَا أَكْثَرَ الْمُسْلِمِينَ الْوَاقِعِينَ فِي شِرْكِ الْعِبَادَةِ‼
Anehnya, kebanyakan ulama belakangan yang menulis tentang ilmu tauhid justru lebih fokus pada tauhid rububiyah, seolah-olah mereka berbicara kepada kaum yang mengingkari keberadaan Tuhan -meskipun ada juga yang seperti itu-, padahal begitu banyak kaum muslimin yang terjerumus dalam syirik ibadah!!
وَلِهَٰذَا يَنْبَغِي أَنْ يُرَكِّزَ عَلَىٰ هَٰذَا النَّوْعِ مِنَ التَّوْحِيدِ؛ حَتَّىٰ نُخْرِجَ إِلَيْهِ هَٰؤُلَاءِ الْمُسْلِمِينَ الَّذِينَ يَقُولُونَ بِأَنَّهُمْ مُسْلِمُونَ، وَهُمْ مُشْرِكُونَ وَلَا يَعْلَمُونَ.
Oleh karena itu, seharusnya lebih ditekankan pada jenis tauhid ini (tauhid uluhiyah/ibadah), agar kita bisa menyelamatkan kaum muslimin yang mengaku muslim tetapi mereka sebenarnya musyrik tanpa mereka sadari.
الْقِسْمُ الثَّالِثُ: تَوْحِيدُ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ:
Bagian ketiga: Tauhid Asma' wa Shifat:
وَهُوَ إِفْرَادُ اللَّهِ- ﷿ بِمَا لَهُ مِنَ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ.
Yaitu mengesakan Allah ﷿ dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
وَهَٰذَا يَتَضَمَّنُ شَيْئَيْنِ:
Ini mencakup dua hal:
الْأَوَّلُ: الْإِثْبَاتُ، وَذَلِكَ بِأَنْ نُثْبِتَ لِلَّهِ- ﷿ جَمِيعَ أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ الَّتِي أَثْبَتَهَا لِنَفْسِهِ فِي كِتَابِهِ أَوْ سُنَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ.
Yang pertama: Menetapkan, yaitu menetapkan bagi Allah ﷿ semua nama dan sifat-Nya yang telah ditetapkan-Nya untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya atau sunnah Nabi-Nya ﷺ.
الثَّانِي: نَفْيُ الْمُمَاثَلَةِ، وَذَلِكَ بِأَنْ لَا نَجْعَلَ لِلَّهِ مَثِيلًا فِي أَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾ [الشورى: من الآية١١].
Yang kedua: Menafikan keserupaan, yaitu dengan tidak menjadikan bagi Allah tandingan dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat." [Asy-Syura: 11].
فَدَلَّتْ هَذِهِ الْآيَةُ عَلَى أَنَّ جَمِيعَ صِفَاتِهِ لَا يُمَاثِلُهُ فِيهَا أَحَدٌ مِنَ الْمَخْلُوقِينَ; فَهِيَ وَإِنِ اشْتَرَكَتْ فِي أَصْلِ الْمَعْنَى، لَكِنْ تَخْتَلِفُ فِي حَقِيقَةِ الْحَالِ، فَمَنْ لَمْ يُثْبِتْ مَا أَثْبَتَهُ اللَّهُ لِنَفْسِهِ; فَهُوَ مُعَطِّلٌ، وَتَعْطِيلُهُ هَذَا يُشْبِهُ تَعْطِيلَ فِرْعَوْنَ، وَمَنْ أَثْبَتَهَا مَعَ التَّشْبِيهِ؛ صَارَ مُشَابِهًا لِلْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ عَبَدُوا مَعَ اللَّهِ غَيْرَهُ، وَمَنْ أَثْبَتَهَا بِدُونِ مُمَاثَلَةٍ صَارَ مِنَ الْمُوَحِّدِينَ.
Ayat ini menunjukkan bahwa semua sifat Allah tidak ada yang menyerupai-Nya dari makhluk; meskipun mereka memiliki kesamaan dalam arti secara umum, namun berbeda dalam hakikat keadaannya. Barangsiapa tidak menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya; maka dia seorang mu'aṭṭil (penafikan sifat), dan penafikannya ini menyerupai penafikan Fir'aun. Barangsiapa menetapkannya disertai penyerupaan; maka dia menyerupai orang-orang musyrik yang menyembah selain Allah bersama-Nya. Dan barangsiapa menetapkannya tanpa menyerupakan, maka dia termasuk orang-orang yang mengesakan Allah.
وَهَذَا الْقِسْمُ مِنَ التَّوْحِيدِ هُوَ الَّذِي ضَلَّتْ فِيهِ بَعْضُ الْأُمَّةِ الْإِسْلَامِيَّةِ، وَانْقَسَمُوا فِيهِ إِلَى فِرَقٍ كَثِيرَةٍ:
Bagian tauhid inilah yang telah disesatkan oleh sebagian umat Islam, dan mereka terpecah menjadi banyak kelompok di dalamnya:
فَمِنْهُمْ مَنْ سَلَكَ مَسْلَكَ التَّعْطِيلِ، فَعَطَّلَ وَنَفَى الصِّفَاتِ زَاعِمًا أَنَّهُ مُنَزِّهٌ لِلَّهِ، وَقَدْ ضَلَّ؛ لِأَنَّ الْمُنَزِّهَ حَقِيقَةً هُوَ الَّذِي يَنْفِي عَنْهُ صِفَاتِ النَّقْصِ وَالْعَيْبِ، وَيُنَزِّهُ كَلَامَهُ مِنْ أَنْ يَكُونَ تَعْمِيَةً وَتَضْلِيلًا، فَإِذَا قَالَ: إِنَّ اللَّهَ لَيْسَ لَهُ سَمْعٌ، وَلَا بَصَرٌ، وَلَا عِلْمٌ، وَلَا قُدْرَةٌ، لَمْ يُنَزِّهِ اللَّهَ، بَلْ وَصَمَهُ بِأَعْيَبِ الْعُيُوبِ، وَوَصَمَ كَلَامَهُ بِالتَّعْمِيَةِ وَالتَّضْلِيلِ; لِأَنَّ اللَّهَ يُكَرِّرُ
Di antara mereka ada yang menempuh jalan ta'ṭīl (penafikan sifat), lalu mereka menafikan dan meniadakan sifat-sifat Allah dengan dugaan bahwa mereka mensucikan Allah, padahal mereka telah sesat. Karena yang benar-benar mensucikan Allah adalah yang menafikan dari-Nya sifat-sifat kekurangan dan aib, dan mensucikan kalam-Nya dari ketidakjelasan dan kesesatan. Jika dia berkata: "Sesungguhnya Allah tidak memiliki pendengaran, penglihatan, ilmu, dan kekuasaan", maka dia tidak mensucikan Allah, bahkan telah mencela-Nya dengan aib yang paling buruk, dan menuduh kalam-Nya dengan ketidakjelasan dan kesesatan. Karena Allah mengulang-ulang _________
ذَٰلِكَ فِي كَلَامِهِ وَيُثْبِتُهُ، ﴿سَمِيعٌ بَصِيرٌ﴾ ﴿عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾ ﴿غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾ فَإِذَا أَثْبَتَهُ فِي كَلَامِهِ وَهُوَ خَالٍ مِنْهُ؛ كَانَ فِي غَايَةِ التَّعْمِيَةِ وَالتَّضْلِيلِ، وَالْقَدْحِ فِي كَلَامِ اللَّهِ- ﷿.
Hal itu dalam perkataan-Nya dan menetapkannya, "Maha Mendengar lagi Maha Melihat", "Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana", "Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Jika Dia menetapkannya dalam perkataan-Nya sementara Dia tidak memilikinya, maka itu adalah puncak kegelapan, kesesatan, dan mencela firman Allah ﷻ.
وَمِنْهُمْ مَنْ سَلَكَ مَسْلَكَ التَّمْثِيلِ، زَاعِمًا بِأَنَّهُ مُحَقِّقٌ لِمَا وَصَفَ اللَّهُ بِهِ نَفْسَهُ، وَقَدْ ضَلُّوا؛ لِأَنَّهُمْ لَمْ يُقَدِّرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ، إِذْ وَصَمُوهُ بِالْعَيْبِ وَالنَّقْصِ; لِأَنَّهُمْ جَعَلُوا الْكَامِلَ مِنْ كُلِّ وَجْهٍ كَالنَّاقِصِ مِنْ كُلِّ وَجْهٍ.
Dan di antara mereka ada yang menempuh jalan perumpamaan, dengan tuduhan bahwa ia merealisasikan apa yang Allah sifatkan pada diri-Nya, padahal mereka telah sesat; karena mereka tidak menilai Allah dengan penilaian yang sebenarnya, ketika mereka mensifati-Nya dengan aib dan kekurangan; karena mereka menjadikan Zat Yang Maha Sempurna dari segala segi seperti zat yang kurang dari segala segi.
وَإِذَا كَانَ اقْتِرَانُ تَفْضِيلِ الْكَامِلِ عَلَى النَّاقِصِ يَحُطُّ مِنْ قَدْرِهِ; كَمَا قِيلَ:
Dan jika menghubungkan keutamaan yang sempurna atas yang kurang itu mengurangi nilainya; sebagaimana dikatakan:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ السَّيْفَ يَنْقُصُ قَدْرُهُ ... إِذَا قِيلَ إِنَّ السَّيْفَ أَمْضَى مِنَ الْعَصَا
Tidakkah kau lihat bahwa pedang itu berkurang nilainya ... jika dikatakan bahwa pedang itu lebih tajam dari tongkat
فَكَيْفَ بِتَمْثِيلِ الْكَامِلِ بِالنَّاقِصِ؟ ! هَٰذَا أَعْظَمُ مَا يَكُونُ جِنَايَةً فِي حَقِّ اللَّهِ- ﷿، وَإِنْ كَانَ الْمُعَطِّلُونَ أَعْظَمَ جُرْمًا، لَٰكِنَّ الْكُلَّ لَمْ يُقَدِّرْ اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ.
Lalu bagaimana dengan menyamakan Yang Maha Sempurna dengan yang kurang?! Ini adalah kejahatan terbesar terhadap hak Allah ﷻ, meskipun kaum muaththilah (penolak sifat Allah) lebih besar dosanya, tetapi mereka semua tidak menilai Allah dengan penilaian yang sebenarnya.
فَالْوَاجِبُ: أَنْ نُؤْمِنَ بِمَا وَصَفَ اللَّهُ وَسَمَّى بِهِ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ، وَعَلَىٰ لِسَانِ رَسُولِهِ ﷺ مِنْ غَيْرِ تَحْرِيفٍ، وَلَا تَعْطِيلٍ، وَلَا تَكْيِيفٍ، وَلَا تَمْثِيلٍ.
Maka wajib: kita beriman dengan apa yang Allah sifatkan dan namakan untuk diri-Nya dalam kitab-Nya, dan melalui lisan Rasul-Nya ﷺ tanpa tahrif (penyimpangan), ta'thil (penafian), takyif (menanyakan bagaimana), dan tamtsil (penyerupaan).
هَكَذَا قَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ وَغَيْرُهُ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ.
Demikianlah yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan lainnya dari kalangan ahli ilmu.
فَالتَّحْرِيفُ فِي النُّصُوصِ، وَالتَّعْطِيلُ فِي الْمُعْتَقَدِ، وَالتَّكْيِيفُ فِي الصِّفَةِ، وَالتَّمْثِيلُ فِي الصِّفَةِ، إِلَّا أَنَّهُ أَخَصُّ مِنَ التَّكْيِيفِ; فَكُلُّ مُمَثِّلٍ. مُكَيِّفٌ، وَلَا عَكْسَ.
Maka tahrif (penyimpangan) pada nas-nas, ta'thil (penafian) pada akidah, takyif (menanyakan bagaimana) pada sifat, dan tamtsil (penyerupaan) pada sifat, hanya saja ia lebih khusus daripada takyif; maka setiap yang melakukan tamtsil berarti juga takyif, tidak sebaliknya.
فَيَجِبُ أَنْ تَبْرَأَ عَقِيدَتُنَا مِنْ هَٰذِهِ الْأُمُورِ الْأَرْبَعَةِ.
Oleh karena itu, akidah kita harus bebas dari empat hal ini.
وَنَعْنِي بِالتَّحْرِيفِ هُنَا: التَّأْوِيلَ الَّذِي سَلَكَهُ الْمُحَرِّفُونَ لِنُصُوصِ الصِّفَاتِ، لِأَنَّهُمْ سَمَّوْا أَنْفُسَهُمْ أَهْلَ التَّأْوِيلِ، لِأَجْلِ تَلْطِيفِ الْمَسْلَكِ الَّذِي سَلَكُوهُ، لِأَنَّ النُّفُوسَ تَنْفِرُ مِنْ كَلِمَةِ تَحْرِيفٍ، لَٰكِنَّ هَٰذَا مِنْ بَابِ زَخْرَفَةِ الْقَوْلِ وَتَزْيِينِهِ لِلنَّاسِ، حَتَّىٰ لَا يَنْفِرُوا مِنْهُ.
Yang kami maksud dengan tahrif di sini adalah: takwil yang dilakukan oleh para penyeleweng terhadap nash-nash sifat, karena mereka menyebut diri mereka Ahlut Takwil, demi memperhalus jalan yang mereka tempuh, karena jiwa-jiwa manusia menjauh dari kata tahrif. Namun, ini termasuk menghias perkataan dan memperindahnya bagi manusia, agar mereka tidak lari darinya.
وَحَقِيقَةُ تَأْوِيلِهِمْ: التَّحْرِيفُ، وَهُوَ صَرْفُ اللَّفْظِ عَنْ ظَاهِرِهِ، فَنَقُولُ: هَٰذَا الصَّرْفُ إِنْ دَلَّ عَلَيْهِ دَلِيلٌ صَحِيحٌ، فَلَيْسَ تَأْوِيلًا بِالْمَعْنَى الَّذِي تُرِيدُونَ، لَٰكِنَّهُ تَفْسِيرٌ.
Hakikat takwil mereka adalah: tahrif, yaitu memalingkan lafal dari makna lahirnya. Maka kami katakan: Jika pemalingan ini ditunjukkan oleh dalil yang sahih, maka itu bukanlah takwil dengan makna yang kalian inginkan, tetapi itu adalah tafsir.
وَإِنْ لَمْ يَدُلَّ عَلَيْهِ دَلِيلٌ، فَهُوَ تَحْرِيفٌ، وَتَغْيِيرٌ لِلْكَلِمِ عَنْ مَوَاضِعِهِ، فَهَٰؤُلَاءِ الَّذِينَ ضَلُّوا بِهَٰذِهِ الطَّرِيقَةِ، فَصَارُوا يُثْبِتُونَ الصِّفَاتِ لَٰكِنْ بِتَحْرِيفٍ، قَدْ ضَلُّوا، وَصَارُوا فِي طَرِيقٍ مُعَاكِسٍ لِطَرِيقِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ.
Jika tidak ditunjukkan oleh dalil, maka itu adalah tahrif, dan mengubah perkataan dari tempatnya. Maka mereka yang tersesat dengan cara ini, lalu menetapkan sifat-sifat tetapi dengan tahrif, sungguh telah tersesat, dan berada di jalan yang bertentangan dengan jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah.
وَعَلَيْهِ لَا يُمْكِنُ أَنْ يُوصَفُوا بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، لِأَنَّ الْإِضَافَةَ تَقْتَضِي النِّسْبَةَ، فَأَهْلُ السُّنَّةِ مُنْتَسِبُونَ لِلسُّنَّةِ; لِأَنَّهُمْ مُتَمَسِّكُونَ بِهَا، وَهَٰؤُلَاءِ لَيْسُوا مُتَمَسِّكِينَ بِالسُّنَّةِ فِيمَا ذَهَبُوا إِلَيْهِ مِنَ التَّحْرِيفِ.
Oleh karena itu, tidak mungkin mereka disebut Ahlus Sunnah wal Jamaah, karena penisbatan mengharuskan adanya hubungan. Ahlus Sunnah dinisbatkan kepada Sunnah karena mereka berpegang teguh kepadanya, sedangkan mereka tidak berpegang teguh pada Sunnah dalam apa yang mereka lakukan berupa tahrif.
وَأَيْضًا الْجَمَاعَةُ فِي الْأَصْلِ: الِاجْتِمَاعُ، وَهُمْ غَيْرُ مُجْتَمِعِينَ فِي آرَائِهِمْ; فَفِي كُتُبِهِمُ التَّدَاخُلُ، وَالتَّنَاقُضُ، وَالِاضْطِرَابُ، حَتَّىٰ إِنَّ بَعْضَهُمْ يُضَلِّلُ بَعْضًا، وَيَتَنَاقَضُ هُوَ بِنَفْسِهِ.
Juga, jamaah pada asalnya adalah berkumpul, dan mereka tidak bersatu dalam pendapat mereka. Dalam buku-buku mereka terdapat tumpang tindih, kontradiksi, dan kekacauan, sampai-sampai sebagian mereka menyesatkan sebagian yang lain, dan seseorang dari mereka pun berkontradiksi dengan dirinya sendiri.
وَقَدْ نَقَلَ شَارِحُ "الطَّحَاوِيَّةِ" عَنِ الْغَزَالِيِّ- وَهُوَ مِمَّنْ بَلَغَ ذُرْوَةَ عِلْمِ الْكَلَامِ- كَلَامًا إِذَا قَرَأَهُ الْإِنْسَانُ تَبَيَّنَ لَهُ مَا عَلَيْهِ أَهْلُ الْكَلَامِ مِنَ الْخَطَأِ وَالزَّلَلِ وَالْخَطَلِ، وَأَنَّهُمْ لَيْسُوا عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ أَمْرِهِمْ١.
Syārih "Ath-Thahāwiyyah" telah mengutip dari Al-Ghazālī, yang merupakan salah satu orang yang mencapai puncak ilmu kalām, perkataan yang jika dibaca oleh seseorang, maka akan menjadi jelas baginya kesalahan, kesesatan, dan kedunguan yang ada pada ahli kalām, dan bahwa mereka tidak memiliki kejelasan tentang urusan mereka¹.
وَقَالَ الرَّازِيُّ وَهُوَ مِنْ رُؤَسَائِهِمْ:
Ar-Rāzī, yang merupakan salah satu pemimpin mereka, berkata:
نِهَايَةُ إِقْدَامِ الْعُقُولِ عِقَالُ ... وَأَكْثَرُ سَعْيِ الْعَالِمِينَ ضَلَالُ
Batas kemampuan akal adalah belenggu ... Dan sebagian besar upaya para cendekiawan adalah kesesatan
وَأَرْوَاحُنَا فِي وَحْشَةٍ مِنْ جُسُومِنَا ... وَغَايَةُ دُنْيَانَا أَذًى وَوَبَالُ
Jiwa kita merasa asing dari tubuh kita ... Dan tujuan akhir dunia kita adalah kesakitan dan bencana
وَلَمْ نَسْتَفِدْ مِنْ بَحْثِنَا طُولَ عُمْرِنَا ... سِوَى أَنْ جَمَعْنَا فِيهِ قِيلَ وَقَالُوا
Sepanjang hidup kami, kami tidak memperoleh manfaat dari penelitian kami ... Kecuali bahwa kami telah mengumpulkan dalam penelitian itu 'disebutkan' dan 'mereka berkata'
ثُمَّ قَالَ: لَقَدْ تَأَمَّلْتُ الطُّرُقَ الْكَلَامِيَّةَ وَالْمَنَاهِجَ الْفَلْسَفِيَّةَ; فَمَا رَأَيْتُهَا تَشْفِي عَلِيلًا، وَلَا تَرْوِي غَلِيلًا، وَوَجَدْتُ أَقْرَبَ الطُّرُقِ طَرِيقَةَ الْقُرْآنِ، أَقْرَأُ فِي الْإِثْبَاتِ: ﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾ [طه:٥]، ﴿إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ﴾ [فاطر: من الآية١٠] يَعْنِي: فَأُثْبِتُ، وَأَقْرَأُ فِي النَّفْيِ: ﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ﴾ [الشورى: من الآية١١]، ﴿وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا﴾ [طه: من الآية١١٠]، يَعْنِي: فَأَنْفِي الْمُمَاثَلَةَ، وَأَنْفِي الْإِحَاطَةَ بِهِ عِلْمًا، وَمَنْ جَرَّبَ مِثْلَ تَجْرِبَتِي عَرَفَ مِثْلَ مَعْرِفَتِي٢.
Kemudian dia berkata: Sungguh aku telah merenungkan metode-metode kalām dan pendekatan-pendekatan filosofis; namun aku tidak melihatnya menyembuhkan orang yang sakit, atau memuaskan orang yang haus. Dan aku dapati jalan yang paling dekat adalah jalan Al-Qur'an. Aku membaca dalam penetapan sifat: "Ar-Rahmān yang bersemayam di atas 'Arsy" [Thāhā: 5], "Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik" [Fāthir: dari ayat 10] maksudnya: maka aku menetapkan. Dan aku membaca dalam penafian: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya" [Asy-Syūrā: dari ayat 11], "Dan mereka tidak meliputi ilmu-Nya" [Thāhā: dari ayat 110], maksudnya: maka aku menafikan keserupaan dan menafikan meliputi-Nya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang mengalami seperti pengalamanku, niscaya dia akan mengetahui seperti pengetahuanku².
فَتَجِدُهُمْ حَيَارَىٰ مُضْطَرِبِينَ، لَيْسُوا عَلَىٰ يَقِينٍ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَتَجِدُ مَنْ هَدَاهُ اللهُ الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ مُطْمَئِنًّا مُنْشَرِحَ الصَّدْرِ، هَادِئَ الْبَالِ، يَقْرَأُ فِي كِتَابِ اللهِ وَفِي سُنَّةِ رَسُولِهِ ﷺ مَا أَثْبَتَهُ اللهُ لِنَفْسِهِ مِنَ الْأَسْمَاءِ وَالصِّفَاتِ؛ فَيُثْبِتُ، إِذْ لَا أَحَدَ أَعْلَمُ مِنَ اللهِ بِاللهِ، وَلَا أَصْدَقُ خَبَرًا مِنْ خَبَرِ اللهِ، وَلَا أَصَحُّ بَيَانًا مِنْ بَيَانِ اللهِ؛ كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَىٰ: ﴿يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ﴾ [النساء: من الآية٢٦]، ﴿يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا﴾ [النساء: من الآية١٧٦]، ﴿وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ﴾ [النحل: من الآية٨٩]، ﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا﴾ [النساء: من الآية١٢٢]، ﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا﴾ [النساء: من الآية٨٧].
Maka engkau akan mendapati mereka kebingungan dan gelisah, tidak yakin dengan urusan mereka. Dan engkau akan mendapati orang yang Allah beri petunjuk ke jalan yang lurus merasa tenang, lapang dada, tenang hati, membaca dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya ﷺ tentang nama-nama dan sifat-sifat yang Allah tetapkan untuk diri-Nya; maka dia menetapkannya. Karena tidak ada yang lebih mengetahui Allah daripada Allah, tidak ada yang lebih jujur beritanya daripada berita Allah, dan tidak ada yang lebih benar penjelasannya daripada penjelasan Allah; sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Allah berkehendak untuk menjelaskan kepadamu." [An-Nisa': 26], "Allah menjelaskan kepadamu agar kamu tidak tersesat." [An-Nisa': 176], "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab untuk menjelaskan segala sesuatu." [An-Nahl: 89], "Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah." [An-Nisa': 122], "Dan siapakah yang lebih benar haditsnya daripada Allah." [An-Nisa': 87].
فَهَذِهِ الْآيَاتُ وَغَيْرُهَا؛ تَدُلُّ عَلَىٰ أَنَّ اللهَ يُبَيِّنُ لِلْخَلْقِ غَايَةَ الْبَيَانِ الطَّرِيقَ الَّتِي تُوصِلُهُمْ إِلَيْهِ، وَأَعْظَمُ مَا يَحْتَاجُ الْخَلْقُ إِلَىٰ بَيَانِهِ مَا يَتَعَلَّقُ بِاللهِ تَعَالَىٰ، وَبِأَسْمَاءِ اللهِ وَصِفَاتِهِ، حَتَّىٰ يَعْبُدُوا اللهَ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ؛ لِأَنَّ عِبَادَةَ مَنْ لَمْ نَعْلَمْ صِفَاتِهِ، أَوْ مَنْ لَيْسَ لَهُ صِفَةٌ: أَمْرٌ لَا يَتَحَقَّقُ أَبَدًا، فَلَا بُدَّ أَنْ تَعْلَمَ مِنْ صِفَاتِ الْمَعْبُودِ مَا تَجْعَلُكَ تَلْتَجِئُ إِلَيْهِ وَتَعْبُدُهُ حَقًّا.
Ayat-ayat ini dan lainnya menunjukkan bahwa Allah menjelaskan kepada makhluk dengan penjelasan yang sempurna jalan yang menyampaikan mereka kepada-Nya. Dan hal terpenting yang makhluk butuhkan penjelasannya adalah hal-hal yang berkaitan dengan Allah Ta'ala, dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah, agar mereka menyembah Allah dengan bashirah (ilmu dan keyakinan); karena ibadah kepada yang tidak kita ketahui sifat-Nya, atau yang tidak memiliki sifat, adalah perkara yang mustahil terwujud. Maka engkau harus mengetahui sifat-sifat yang disembah yang membuatmu berlindung kepada-Nya dan menyembah-Nya dengan benar.
وَلَا يَتَجَاوَزُ الْإِنْسَانُ حَدَّهُ إِلَى التَّكْيِيفِ أَوِ التَّمْثِيلِ؛ لِأَنَّهُ إِذَا كَانَ عَاجِزًا عَنْ تَصَوُّرِ نَفْسِهِ الَّتِي بَيْنَ جَنْبَيْهِ؛ فَمِنْ بَابِ أَوْلَىٰ أَنْ
Dan manusia tidak boleh melampaui batasnya dengan menyerupakan atau menyamakan (Allah dengan makhluk-Nya); karena jika manusia tidak mampu membayangkan dirinya sendiri yang ada di antara dua sisinya, maka lebih tidak mungkin lagi untuk
يَكُونُ عَاجِزًا عَنْ تَصَوُّرِ حَقَائِقِ مَا وَصَفَ اللهُ بِهِ نَفْسَهُ، وَلِهَذَا يَجِبُ عَلَى الْإِنْسَانِ أَنْ يَمْنَعَ نَفْسَهُ عَنِ السُّؤَالِ بِ "لِمَ" وَ"كَيْفَ" فِيمَا يَتَعَلَّقُ بِأَسْمَاءِ اللهِ وَصِفَاتِهِ. وَكَذَا يَمْنَعُ نَفْسَهُ مِنَ التَّفْكِيرِ بِالْكَيْفِيَّةِ.
Dia tidak mampu memahami hakikat apa yang Allah gambarkan tentang diri-Nya sendiri. Oleh karena itu, manusia harus menahan diri dari bertanya "mengapa" dan "bagaimana" terkait nama-nama dan sifat-sifat Allah. Begitu pula, dia harus menahan diri dari memikirkan tentang caranya.
وَهَذَا الطَّرِيقُ إِذَا سَلَكَهُ الْإِنْسَانُ اسْتَرَاحَ كَثِيرًا، وَهَذِهِ حَالُ السَّلَفِ ﵏، وَلِهَذَا لَمَّا جَاءَ رَجُلٌ إِلَى الْإِمَامِ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ ﵀ قَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ! ﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾ [طه:٥]، كَيْفَ اسْتَوَى؟ فَأَطْرَقَ بِرَأْسِهِ وَقَالَ: "الِاسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُولٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُولٍ، وَالْإِيمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا أُرَاكَ إِلَّا مُبْتَدِعًا".
Jika seseorang menempuh jalan ini, dia akan sangat lega. Inilah kondisi salaf ﵏. Oleh karena itu, ketika seorang pria datang kepada Imam Malik bin Anas ﵀ dan berkata, "Wahai Abu Abdillah! ﴿Ar-Rahman 'ala al-'Arsy istawa﴾ (Taha: 5), bagaimana Dia istawa?" Dia menundukkan kepalanya dan berkata, "Istawa tidaklah tidak diketahui, cara (kaifiyah) tidak dapat dipahami, beriman dengannya adalah wajib, dan mempertanyakannya adalah bid'ah. Aku tidak melihatmu kecuali seorang mubtadi' (pelaku bid'ah)."
أَمَّا فِي عَصْرِنَا الْحَاضِرِ، فَنَجِدُ مَنْ يَقُولُ: إِنَّ اللهَ يَنْزِلُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ كُلَّ لَيْلَةٍ، فَيَلْزَمُ مِنْ هَذَا أَنْ يَكُونَ كُلَّ اللَّيْلِ فِي السَّمَاءِ الدُّنْيَا; لِأَنَّ اللَّيْلَ يَمْشِي عَلَى جَمِيعِ الْأَرْضِ، فَالثُّلُثُ يَنْتَقِلُ مِنْ هَذَا الْمَكَانِ إِلَى الْمَكَانِ الْآخَرِ! وَهَذَا لَمْ يَقُلْهُ الصَّحَابَةُ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ، وَلَوْ كَانَ هَذَا يَرِدُ عَلَى قَلْبِ الْمُؤْمِنِ; لَبَيَّنَهُ اللهُ إِمَّا ابْتِدَاءً أَوْ عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ ﷺ، أَوْ يَقِيضَ مَنْ يَسْأَلُهُ عَنْهُ فَيُجَابُ، كَمَا سَأَلَ الصَّحَابَةُ رَسُولَ اللهِ ﷺ: أَيْنَ كَانَ اللهُ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ؟ فَأَجَابَهُمْ١.
Adapun di zaman kita sekarang, kita menemukan orang yang mengatakan bahwa Allah turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir setiap malam. Ini mengharuskan bahwa sepanjang malam Dia berada di langit dunia, karena malam berjalan di seluruh bumi, dan sepertiga malam berpindah dari satu tempat ke tempat lain! Ini tidak dikatakan oleh para sahabat ﵄. Seandainya ini terlintas di hati seorang mukmin, tentu Allah akan menjelaskannya, baik pada awalnya atau melalui lisan Rasul-Nya ﷺ, atau Dia akan menggerakkan seseorang untuk menanyakan tentang hal itu sehingga dijawab, sebagaimana para sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ: Di mana Allah sebelum Dia menciptakan langit dan bumi? Maka beliau menjawab mereka¹.
فَهَذَا السُّؤَالُ الْعَظِيمُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ كُلَّ مَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ النَّاسُ فَإِنَّ اللهَ يُبَيِّنُهُ بِأَحَدِ الطُّرُقِ الثَّلَاثَةِ.
Maka pertanyaan besar ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, Allah akan menjelaskannya dengan salah satu dari tiga cara.
وَالْجَوَابُ عَنِ الْإِشْكَالِ فِي حَدِيثِ النُّزُولِ١ أَنْ يُقَالَ: مَا دَامَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَخِيرُ فِي هَذِهِ الْجِهَةِ بَاقِيًا، فَالنُّزُولُ فِيهَا مُحَقَّقٌ، وَفِي غَيْرِهَا لَا يَكُونُ نُزُولٌ قَبْلَ ثُلُثِ اللَّيْلِ الْأَخِيرِ أَوِ النِّصْفِ، وَاللهُ عَزَّوَجَلَّ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ، وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ وَقْتَ النُّزُولِ يَنْتَهِي بِطُلُوعِ الْفَجْرِ.
Dan jawaban atas permasalahan dalam hadits nuzul¹ adalah dikatakan: Selama sepertiga malam terakhir di sisi ini masih tersisa, maka turunnya Allah pada waktu itu pasti terjadi, dan di selain itu tidak ada nuzul sebelum sepertiga malam terakhir atau setengahnya, dan Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Agung tidak ada yang menyerupai-Nya, dan hadits ini menunjukkan bahwa waktu nuzul berakhir dengan terbitnya fajar.
وَعَلَيْنَا أَنْ نَسْتَسْلِمَ، وَأَنْ نَقُولَ: سَمِعْنَا، وَأَطَعْنَا، وَاتَّبَعْنَا، وَآمَنَّا; فَهَذِهِ وَظِيفَتُنَا لَا نَتَجَاوَزُ الْقُرْآنَ وَالْحَدِيثَ.
Dan kita harus berserah diri, dan mengatakan: Kami mendengar, menaati, mengikuti, dan beriman; karena ini adalah tugas kita untuk tidak melampaui Al-Qur'an dan hadits.
كتاب التوحيد
كِتَابُ التَّوْحِيدِ
Kitab Tauhid
...
...
[شَرْحُ قَوْلِهِ تَعَالَى ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾]
[Penjelasan firman Allah Ta'ala ﴿Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku﴾]
وَقَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ [الذاريات:٥٦] الْآيَةُ.
Dan firman Allah Ta'ala: ﴿Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku﴾ [Adz-Dzariyat: 56]. Ayat ini.
....................................................................................
قَوْلُهُ: ﴿الْجِنَّ﴾ هُمْ عَالَمٌ غَيْبِيٌّ مَخْفِيٌّ عَنَّا، وَلِهَٰذَا جَاءَتِ الْمَادَّةُ مِنَ الْجِيمِ وَالنُّونِ، وَهُمَا يَدُلَّانِ عَلَى الْخَفَاءِ وَالِاسْتِتَارِ وَمِنْهُ: الْجَنَّةُ، وَالْجِنَّةُ، وَالْجُنَّةُ.
Ia mengatakan: ﴿Al-Jinn﴾ adalah dunia gaib yang tersembunyi dari kita, oleh karena itu kata tersebut berasal dari huruf Jim dan Nun, yang keduanya menunjukkan makna ketersembunyian dan kesamaran, seperti: Al-Jannah (surga), Al-Jinnah (perisai), dan Al-Junnah (gila).
قَوْلُهُ: ﴿الْإِنْسَ﴾ سُمُّوا بِذَٰلِكَ، لِأَنَّهُمْ لَا يَعِيشُونَ بِدُونِ إِينَاسٍ، فَهُمْ يَأْنَسُ بَعْضُهُمْ بِبَعْضٍ، وَيَتَحَرَّكُ بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ.
Perkataannya: ﴿Al-Ins﴾ mereka dinamakan demikian, karena mereka tidak dapat hidup tanpa saling berinteraksi, mereka saling menyayangi satu sama lain, dan saling mendekat satu sama lain.
قَوْلُهُ: ﴿إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ فُسِّرَ: إِلَّا لِيُوَحِّدُونِ، وَهَٰذَا حَقٌّ، وَفُسِّرَ: بِمَعْنَى يَتَذَلَّلُونَ لِي بِالطَّاعَةِ فِعْلًا لِلْمَأْمُورِ، وَتَرْكًا لِلْمَحْظُورِ، وَمِنْ طَاعَتِهِ أَنْ يُوَحِّدَ اللَّهَ، فَهَٰذِهِ هِيَ الْحِكْمَةُ مِنْ خَلْقِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ.
Perkataannya: ﴿kecuali untuk beribadah kepada-Ku﴾ ditafsirkan: kecuali untuk mengesakan-Ku, dan ini benar, dan ditafsirkan: dalam arti mereka merendahkan diri kepada-Ku dengan ketaatan dalam melakukan perintah dan meninggalkan larangan, dan di antara ketaatan kepada-Nya adalah mengesakan Allah. Inilah hikmah penciptaan jin dan manusia.
وَلِهَٰذَا أَعْطَى اللَّهُ الْبَشَرَ عُقُولًا، وَأَرْسَلَ إِلَيْهِمْ رُسُلًا، وَأَنْزَلَ عَلَيْهِمْ كُتُبًا، وَلَوْ كَانَ الْغَرَضُ مِنْ خَلْقِهِمْ كَالْغَرَضِ مِنْ خَلْقِ الْبَهَائِمِ، لَضَاعَتِ الْحِكْمَةُ مِنْ إِرْسَالِ الرُّسُلِ، وَإِنْزَالِ الْكُتُبِ، لِأَنَّهُ فِي النِّهَايَةِ يَكُونُ كَشَجَرَةٍ نَبَتَتْ، وَنَمَتْ، وَتَحَطَّمَتْ.
Oleh karena itu, Allah memberi manusia akal, mengutus para rasul kepada mereka, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka. Seandainya tujuan penciptaan mereka sama dengan tujuan penciptaan binatang, tentu hikmah pengutusan para rasul dan penurunan kitab-kitab akan sia-sia, karena pada akhirnya mereka akan seperti pohon yang tumbuh, berkembang, dan hancur.
وَلِهَٰذَا قَالَ تَعَالَىٰ: ﴿إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ﴾ [الْقَصَصِ: مِنَ الْآيَةِ٨٥] فَلَا بُدَّ أَنْ يَرُدَّكَ إِلَىٰ مَعَادٍ تُجَازَىٰ عَلَىٰ عَمَلِكَ إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ، وَإِنْ شَرًّا فَشَرٌّ. وَلَيْسَتِ الْحِكْمَةُ مِنْ خَلْقِهِمْ نَفْعَ اللَّهِ، وَلِهَٰذَا قَالَ تَعَالَىٰ: ﴿مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ﴾ [الذَّارِيَاتِ:٥٧] .
Oleh karena itu Allah Ta'ala berfirman: ﴿Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali﴾ [Al-Qasas: dari ayat 85]. Maka Dia pasti akan mengembalikanmu ke tempat kembali untuk membalas amalmu; jika baik maka baik, dan jika buruk maka buruk. Hikmah penciptaan mereka bukanlah untuk memberi manfaat kepada Allah, karena itu Allah Ta'ala berfirman: ﴿Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan﴾ [Adz-Dzariyat: 57].
وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَىٰ: ﴿مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ﴾ [الْبَقَرَةُ: مِنَ الْآيَةِ٢٤٥] فَهَٰذَا لَيْسَ إِقْرَاضًا لِلَّهِ سُبْحَانَهُ، بَلْ هُوَ غَنِيٌّ عَنْهُ، لَٰكِنَّهُ سُبْحَانَهُ شَبَّهَ مُعَامَلَةَ عَبْدِهِ لَهُ بِالْقَرْضِ; لِأَنَّهُ لَا بُدَّ مِنْ وَفَائِهِ، فَكَأَنَّهُ الْتِزَامٌ مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ أَنْ يُوَفِّيَ الْعَامِلَ أَجْرَ عَمَلِهِ، كَمَا يُوَفِّي الْمُقْتَرِضُ مَنْ أَقْرَضَهُ.
Adapun firman Allah Ta'ala: ﴿Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya﴾ [Al-Baqarah: dari ayat 245], ini bukanlah memberi pinjaman kepada Allah Subhanahu, bahkan Dia tidak membutuhkannya. Akan tetapi, Allah Subhanahu menyerupakan interaksi hamba-Nya dengan-Nya seperti pinjaman; karena pasti akan ada pengembaliannya. Seakan-akan ini adalah komitmen dari Allah Subhanahu untuk memenuhi pahala pekerjaan hamba, seperti seorang yang meminjam memenuhi hak orang yang memberinya pinjaman.
[شَرْحُ قَوْلِهِ تَعَالَى ﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا﴾]
[Penjelasan firman Allah Ta'ala "Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat"]
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ [النحل: من الآية٣٦] .
Dan firman Allah Ta'ala: "Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah Thaghut"" [An-Nahl: dari ayat 36].
..................................................................................
..................................................................................
ج- بَيَانُ الطَّرِيقِ المُوصِلِ إِلَى اللهِ تَعَالَى، لِأَنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَعْرِفُ مَا يَجِبُ لِلَّهِ عَلَى وَجْهِ التَّفْصِيلِ إِلَّا عَنْ طَرِيقِ الرُّسُلِ.
c- Penjelasan jalan yang mengantarkan kepada Allah Ta'ala, karena manusia tidak mengetahui apa yang wajib bagi Allah secara terperinci kecuali melalui para Rasul.
قَوْلُهُ: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ﴾ "أَنْ": قِيلَ: تَفْسِيرِيَّةٌ، وَهِيَ الَّتِي سَبَقَتْ بِمَا يَدُلُّ عَلَى الْقَوْلِ دُونَ حُرُوفِهِ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْك﴾ [المؤمنون: من الآية٢٧] وَالْوَحْيُ فِيهِ مَعْنَى الْقَوْلِ دُونَ حُرُوفِهِ، وَالْبَعْثُ مُتَضَمِّنٌ مَعْنَى الْوَحْيِ; لِأَنَّ كُلَّ رَسُولٍ مُوحًى إِلَيْهِ. وَقِيلَ: إِنَّهَا مَصْدَرِيَّةٌ عَلَى تَقْدِيرِ الْبَاءِ، أَيْ: بِأَنِ اعْبُدُوا، وَالرَّاجِحُ: الْأَوَّلُ; لِعَدَمِ التَّقْدِيرِ.
Firman-Nya: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ﴾ (sembahlah Allah) "an" dikatakan sebagai tafsiriyah, yaitu yang didahului oleh sesuatu yang menunjukkan perkataan tanpa huruf-hurufnya, seperti firman-Nya: ﴿فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْك﴾ (Maka Kami wahyukan kepadanya: "Buatlah bahtera") [Al-Mu'minun: 27], dan wahyu di dalamnya terkandung makna perkataan tanpa huruf-hurufnya. Pengutusan (ba'th) mengandung makna wahyu karena setiap rasul diberi wahyu. Ada yang mengatakan bahwa "an" adalah mashdariyah dengan perkiraan huruf ba', yaitu: bi an u'budu (sembahlah), dan yang rajih (kuat) adalah pendapat pertama karena tidak adanya perkiraan.
قَوْلُهُ: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ﴾ أَيْ: تَذَلَّلُوا لَهُ بِالْعِبَادَةِ وَسَبَقَ تَعْرِيفُ الْعِبَادَةِ.
Firman-Nya: ﴿أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ﴾ maksudnya: Rendahkanlah diri kalian kepada-Nya dengan ibadah, dan telah dijelaskan sebelumnya tentang definisi ibadah.
قَوْلُهُ: ﴿وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ أَيْ: ابْتَعِدُوا عَنْهُ بِأَنْ تَكُونُوا فِي جَانِبٍ، وَهُوَ فِي جَانِبٍ.
Firman-Nya: ﴿وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ﴾ maksudnya: Jauhilah thaghut dengan kalian berada di satu sisi dan dia berada di sisi lain.
وَالطَّاغُوتُ: مُشْتَقٌّ مِنَ الطُّغْيَانِ، وَهُوَ صِفَةٌ مُشَبَّهَةٌ، وَالطُّغْيَانُ: مُجَاوَزَةُ الْحَدِّ; كَمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ﴾ [الحاقة:١١] أَيْ: تَجَاوَزَ حَدَّهُ.
Thaghut berasal dari kata thughyan, yaitu sifat musyabbahah, dan thughyan berarti melampaui batas, seperti dalam firman Allah Ta'ala: ﴿إِنَّا لَمَّا طَغَا الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ﴾ (Sesungguhnya ketika air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera) [Al-Haqqah: 11], maksudnya air itu melampaui batasnya.
وَأَجْمَعُ مَا قِيلَ فِي تَعْرِيفِهِ هُوَ مَا ذَكَرَهُ ابْنُ الْقَيِّمِ ﵀ بِأَنَّهُ: مَا تَجَاوَزَ بِهِ الْعَبْدُ حَدَّهُ مِنْ مَتْبُوعٍ، أَوْ مَعْبُودٍ، أَوْ مُطَاعٍ.
Definisi paling komprehensif yang dikatakan mengenai thaghut adalah apa yang disebutkan oleh Ibnu Al-Qayyim rahimahullah bahwa ia adalah sesuatu yang dengannya seorang hamba melampaui batasnya, baik berupa yang diikuti, disembah, atau ditaati.
وَمُرَادُهُ مَنْ كَانَ رَاضِيًا بِذَلِكَ، أَوْ يُقَالُ: هُوَ طَاغُوتٌ بِاعْتِبَارِ عَابِدِهِ، وَتَابِعِهِ، وَمُطِيعِهِ، لِأَنَّهُ تَجَاوَزَ بِهِ حَدَّهُ؛ حَيْثُ نَزَّلَهُ فَوْقَ مَنْزِلَتِهِ الَّتِي جَعَلَهَا اللهُ لَهُ، فَتَكُونُ عِبَادَتُهُ
Maksudnya adalah orang yang ridha dengan hal itu. Atau bisa dikatakan dia menjadi thaghut karena dianggap demikian oleh penyembahnya, pengikutnya, dan orang yang menaatinya, karena ia telah melampaui batas dengan menempatkannya di atas kedudukan yang telah Allah tetapkan untuknya. Maka penyembahannya
..................................................................................
..................................................................................
لِهَٰذَا ٱلْمَعْبُودِ، وَٱتِّبَاعِهِ لِمَتْبُوعِهِ، وَطَاعَتِهِ لِمَطَاعِهِ طُغْيَانًا لِمُجَاوَزَتِهِ ٱلْحَدَّ بِذَٰلِكَ.
Karena menyembah yang disembah ini, mengikuti yang diikuti, dan menaati yang ditaati, ia telah melampaui batas.
فَٱلْمَتْبُوعُ مِثْلُ: ٱلْكُهَّانِ، وَٱلسَّحَرَةِ، وَعُلَمَاءِ ٱلسُّوءِ.
Yang diikuti seperti: dukun, penyihir, dan ulama su'.
وَٱلْمَعْبُودُ مِثْلُ: ٱلْأَصْنَامِ.
Dan yang disembah seperti: berhala-berhala.
وَٱلْمُطَاعُ مِثْلُ: ٱلْأُمَرَاءِ ٱلْخَارِجِينَ عَنْ طَاعَةِ ٱللَّهِ، فَإِذَا ٱتَّخَذَهُمُ ٱلْإِنْسَانُ أَرْبَابًا يُحِلُّ مَا حَرَّمَ ٱللَّهُ مِنْ أَجْلِ تَحْلِيلِهِمْ لَهُ، وَيُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ ٱللَّهُ مِنْ أَجْلِ تَحْرِيمِهِمْ لَهُ، فَهَٰؤُلَاءِ طَوَاغِيتُ، وَٱلْفَاعِلُ تَابِعٌ لِلطَّاغُوتِ، قَالَ تَعَالَىٰ: ﴿أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ نَصِيبًا مِّنَ ٱلْكِتَٰبِ يُؤْمِنُونَ بِٱلْجِبْتِ وَٱلطَّٰغُوتِ﴾ [ٱلنِّسَاءِ: مِنَ ٱلْآيَةِ٥٠] .
Dan yang ditaati seperti: para pemimpin yang keluar dari ketaatan kepada Allah. Jika manusia menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah karena mereka menghalalkannya, dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah karena mereka mengharamkannya, maka mereka adalah thaghut, dan pelakunya adalah pengikut thaghut. Allah Ta'ala berfirman: "Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut." [An-Nisa': dari ayat 50]
وَلَمْ يَقُلْ: إِنَّهُمْ طَوَاغِيتُ.
Dan Dia tidak mengatakan: Sesungguhnya mereka adalah thaghut.
وَدَلَالَةُ ٱلْآيَةِ عَلَى ٱلتَّوْحِيدِ: أَنَّ ٱلْأَصْنَامَ مِنَ ٱلطَّوَاغِيتِ ٱلَّتِي تُعْبَدُ مِنْ دُونِ ٱللَّهِ. وَٱلتَّوْحِيدُ لَا يَتِمُّ إِلَّا بِرُكْنَيْنِ، هُمَا:
Dalil ayat terhadap tauhid: bahwa berhala-berhala termasuk thaghut yang disembah selain Allah. Tauhid tidak sempurna kecuali dengan dua rukun, yaitu:
١- ٱلْإِثْبَاتُ.
1- Penetapan.
٢- ٱلنَّفْيُ.
2- Penafian.
إِذِ ٱلنَّفْيُ ٱلْمَحْضُ: تَعْطِيلٌ مَحْضٌ، وَٱلْإِثْبَاتُ ٱلْمَحْضُ: لَا يَمْنَعُ ٱلْمُشَارَكَةَ، مِثَالُ ذَٰلِكَ: زَيْدٌ قَائِمٌ، يَدُلُّ عَلَىٰ ثُبُوتِ ٱلْقِيَامِ لِزَيْدٍ، لَٰكِنْ لَا يَدُلُّ عَلَىٰ ٱنْفِرَادِهِ بِهِ.
Karena penafian murni adalah pengabaian murni, dan penetapan murni tidak mencegah kebersamaan. Contohnya: Zaid berdiri, menunjukkan tetapnya berdiri bagi Zaid, tetapi tidak menunjukkan bahwa hanya dia yang berdiri.
وَلَمْ يَقُمْ أَحَدٌ، هَٰذَا نَفْيٌ مَحْضٌ.
Dan tidak ada yang berdiri, ini penafian murni.
وَلَمْ يَقُمْ إِلَّا زَيْدٌ، هَٰذَا تَوْحِيدٌ لَهُ بِٱلْقِيَامِ، لِأَنَّهُ ٱشْتَمَلَ عَلَىٰ إِثْبَاتٍ وَنَفْيٍ.
Dan tidak ada yang berdiri kecuali Zaid, ini pengkhususan baginya dalam berdiri, karena mencakup penetapan dan penafian.
وَقَوْلُهُ: "ٱلْآيَةِ": أَيْ: إِلَىٰ آخِرِ ٱلْآيَةِ، وَتُقْرَأُ بِٱلنَّصْبِ، إِمَّا عَلَىٰ أَنَّهَا
Dan perkataannya: "ayat": yaitu: sampai akhir ayat, dan dibaca dengan nashab, baik karena ia
وَقَوْلُهُ: ﴿وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ [الإسراء: مِنَ الْآيَةِ ٢٣] الْآيَةَ.
Dan firman-Nya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak." [Al-Isra': 23] dan seterusnya.
...................................................................................
وَقَوْلُهُ: ﴿أَلَّا تَعْبُدُوا﴾ "أَنْ" هُنَا: مَصْدَرِيَّةٌ بِدَلِيلِ حَذْفِ النُّونِ مِنْ "تَعْبُدُوا"، وَالِاسْتِثْنَاءُ هُنَا مُفَرَّغٌ، لِأَنَّ الْفِعْلَ لَمْ يَأْخُذْ مَفْعُولَهُ، فَمَفْعُولُهُ مَا بَعْدَ إِلَّا.
Dan firman-Nya: "Allaa ta'buduu" (janganlah kalian menyembah), "an" di sini adalah mashdariyah (mengandung makna mashdar) dengan dalil dihapusnya huruf nun dari kata "ta'buduu". Pengecualian di sini adalah istitsna muffarragh (pengecualian keseluruhan), karena fi'il (kata kerja) belum mengambil maf'ul (objek), maka maf'ul-nya adalah apa yang setelah "illa" (kecuali).
وَقَوْلُهُ: ﴿إِلَّا إِيَّاهُ﴾ ضَمِيرُ نَصْبٍ مُنْفَصِلٌ وَاجِبُ الِانْفِصَالِ، لِأَنَّ الْمُتَّصِلَ لَا يَقَعُ بَعْدَ إِلَّا، قَالَ ابْنُ مَالِكٍ:
Dan firman-Nya: "Illa iyyahu" (kecuali Dia), adalah dhamir nashb (kata ganti objek) yang terpisah dan wajib terpisah, karena yang bersambung (dhamir muttashil) tidak jatuh setelah "illa". Ibnu Malik berkata:
وَذُو اتِّصَالٍ مِنْهُ مَا لَا يُبْتَدَا ... وَلَا يَلِي إِلَّا اخْتِيَارًا أَبَدًا١
Dan yang memiliki sambungan darinya apa yang tidak dimulai Dan tidak pernah ada setelah "illa" karena pilihan¹
إِشْكَالٌ وَجَوَابُهُ:
Sebuah permasalahan dan jawabannya:
إِذَا قِيلَ: ثَبَتَ أَنَّ اللَّهَ قَضَى كَوْنًا مَا لَا يُحِبُّهُ، فَكَيْفَ يَقْضِي اللَّهُ مَا لَا يُحِبُّهُ؟ فَالْجَوَابُ: أَنَّ الْمَحْبُوبَ قِسْمَانِ:
Jika dikatakan: Telah ditetapkan bahwa Allah menetapkan adanya sesuatu yang tidak Dia cintai, lalu bagaimana Allah menetapkan apa yang tidak Dia cintai? Maka jawabannya: Sesungguhnya yang dicintai ada dua bagian:
١- مَحْبُوبٌ لِذَاتِهِ.
1- Dicintai karena zatnya.
٢- مَحْبُوبٌ لِغَيْرِهِ.
2- Dicintai karena selain zatnya.
فَالْمَحْبُوبُ لِغَيْرِهِ قَدْ يَكُونُ مَكْرُوهًا لِذَاتِهِ، وَلَكِنْ يُحَبُّ لِمَا فِيهِ مِنَ الْحِكْمَةِ وَالْمَصْلَحَةِ، فَيَكُونُ حِينَئِذٍ مَحْبُوبًا مِنْ وَجْهٍ، مَكْرُوهًا مِنْ وَجْهٍ آخَرَ. مِثَالُ ذَلِكَ: الْفَسَادُ فِي الْأَرْضِ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي حَدِّ ذَاتِهِ مَكْرُوهٌ إِلَى اللَّهِ; لِأَنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ، وَلَا الْمُفْسِدِينَ، وَلَكِنْ لِلْحِكْمَةِ الَّتِي يَتَضَمَّنُهَا يَكُونُ بِهَا مَحْبُوبًا إِلَى اللَّهِ- ﷿ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ.
Maka yang dicintai karena selain zatnya terkadang dibenci karena zatnya, tetapi dicintai karena hikmah dan maslahat yang ada di dalamnya. Maka saat itu ia dicintai dari satu sisi, dibenci dari sisi lain. Contoh dari itu: kerusakan di bumi dari Bani Israil pada hakikatnya dibenci oleh Allah; karena Allah tidak mencintai kerusakan dan orang-orang yang berbuat kerusakan. Tetapi karena hikmah yang terkandung di dalamnya, maka dengan itu ia menjadi dicintai oleh Allah dari sisi lain.
وَمِنْ ذَلِكَ: الْقَحْطُ، وَالْجَدَبُ، وَالْمَرَضُ، وَالْفَقْرُ، لِأَنَّ اللَّهَ رَحِيمٌ لَا يُحِبُّ أَنْ يُؤْذِيَ عِبَادَهُ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ، بَلْ يُرِيدُ بِعِبَادِهِ الْيُسْرَ، لَكِنْ يُقَدِّرُهُ لِلْحِكَمِ الْمُتَرَتِّبَةِ عَلَيْهِ، فَيَكُونُ مَحْبُوبًا إِلَى اللَّهِ مِنْ وَجْهٍ، مَكْرُوهًا مِنْ وَجْهٍ آخَرَ.
Di antara itu adalah: kekeringan, paceklik, penyakit, dan kemiskinan, karena Allah Maha Penyayang yang tidak suka menyakiti hamba-Nya dengan sesuatu dari itu. Bahkan Dia menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya. Tetapi Dia menetapkannya karena hikmah-hikmah yang ada padanya. Maka ia menjadi dicintai oleh Allah dari satu sisi dan dibenci dari sisi lain.
............................................................
............................................................
قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ [الروم:٤١] .
Allah Ta'ala berfirman: "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." [Ar-Rum:41].
فَإِنْ قِيلَ: كَيْفَ يُتَصَوَّرُ أَنْ يَكُونَ الشَّيْءُ مَحْبُوبًا مِنْ وَجْهٍ مَكْرُوهًا مِنْ وَجْهٍ آخَرَ؟
Jika dikatakan: Bagaimana bisa sesuatu itu dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang lain?
فَيُقَالُ: هَذَا الْإِنْسَانُ الْمَرِيضُ يُعْطَى جُرْعَةً مِنَ الدَّوَاءِ مُرَّةً كَرِيهَةَ الرَّائِحَةِ وَاللَّوْنِ، فَيَشْرَبُهَا، وَهُوَ يَكْرَهُهَا لِمَا فِيهَا مِنَ الْمَرَارَةِ وَاللَّوْنِ وَالرَّائِحَةِ، وَيُحِبُّهَا لِمَا فِيهَا مِنَ الشِّفَاءِ، وَكَذَا الطَّبِيبُ يَكْوِي الْمَرِيضَ بِالْحَدِيدَةِ الْمُحْمَاةِ عَلَى النَّارِ، وَيَتَأَلَّمُ مِنْهَا، فَهَذَا الْأَلَمُ مَكْرُوهٌ لَهُ مِنْ وَجْهٍ، مَحْبُوبٌ لَهُ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ.
Maka dikatakan: Orang yang sakit ini diberi dosis obat yang pahit, bau, dan warnanya tidak enak. Lalu dia meminumnya, padahal dia membencinya karena kepahitan, warna, dan baunya. Namun dia menyukainya karena kesembuhan yang ada di dalamnya. Demikian pula dokter yang mengobati pasien dengan besi yang dipanaskan di atas api, dan pasien kesakitan karenanya. Rasa sakit ini tidak disukai dari satu sisi, namun disukai dari sisi lain.
فَإِنْ قِيلَ: لِمَاذَا لَمْ يَكُنْ قَوْلُهُ: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] مِنْ بَابِ الْقَضَاءِ الْقَدَرِيِّ؟
Jika dikatakan: Mengapa firman-Nya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia" [Al-Isra': dari ayat 23] bukan termasuk qadha (ketetapan) takdir?
أُجِيبَ: بِأَنَّهُ لَا يُمْكِنُ; إِذْ لَوْ كَانَ قَضَاءً قَدَرِيًّا لَعَبَدَ النَّاسُ كُلُّهُمْ رَبَّهُمْ، لَكِنَّهُ قَضَاءٌ شَرْعِيٌّ قَدْ يَقَعُ وَقَدْ لَا يَقَعُ.
Dijawab: Itu tidak mungkin. Seandainya itu adalah qadha takdir, niscaya semua manusia akan menyembah Tuhan mereka. Akan tetapi, itu adalah qadha syar'i yang mungkin terjadi dan mungkin juga tidak terjadi.
وَالْخِطَابُ فِي الْآيَةِ لِلنَّبِيِّ ﷺ لَكِنْ قَالَ: ﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] وَلَمْ يَقُلْ: "أَنْ لَا تَعْبُدَ"، وَنَظِيرُ ذَلِكَ فِي الْقُرْآنِ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ﴾ [الطلاق: من الآية١] فَالْخِطَابُ الْأَوَّلُ لِلرَّسُولِ ﷺ وَالثَّانِي عَامٌّ، فَمَا الْفَائِدَةُ مِنْ تَغْيِيرِ الْأُسْلُوبِ؟
Seruan dalam ayat tersebut ditujukan kepada Nabi ﷺ, tetapi Allah berfirman: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia" [Al-Isra': dari ayat 23] dan tidak mengatakan: "supaya engkau jangan menyembah". Semisal itu dalam Al-Qur'an adalah firman Allah Ta'ala: "Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu" [At-Talaq: dari ayat 1]. Seruan pertama ditujukan kepada Rasulullah ﷺ dan yang kedua bersifat umum. Lalu apa faedah dari perubahan uslub (gaya bahasa) tersebut?
أُجِيبَ: إِنَّ الْفَائِدَةَ مِنْ ذَلِكَ:
Dijawab: Sesungguhnya faedah dari hal tersebut adalah:
١. التَّنْبِيهُ؛ إِذْ تَنْبِيهُ الْمُخَاطَبِ أَمْرٌ مَطْلُوبٌ لِلْمُتَكَلِّمِ، وَهَذَا حَاصِلٌ هُنَا بِتَغْيِيرِ الْأُسْلُوبِ.
1. Peringatan; karena memberi perhatian kepada lawan bicara adalah hal yang diinginkan oleh pembicara, dan ini tercapai di sini dengan perubahan uslub.
٢. أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ زَعِيمُ أُمَّتِهِ، وَالْخِطَابُ الْمُوَجَّهُ إِلَيْهِ مُوَجَّهٌ لِجَمِيعِ الْأُمَّةِ.
2. Bahwa Nabi ﷺ adalah pemimpin umatnya, dan seruan yang ditujukan kepadanya juga ditujukan untuk seluruh umat.
.....................................................................
.....................................................................
٣. الإشَارَةُ إلَى أَنَّ مَا خُوطِبَ بِهِ الرَّسُولُ ﷺ فَهُوَ لَهُ وَلِأُمَّتِهِ; إِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيلُ عَلَى أَنَّهُ مُخْتَصٌّ بِهِ.
3. Isyarat bahwa apa yang ditujukan kepada Rasulullah ﷺ adalah untuk beliau dan umatnya; kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa itu khusus untuk beliau.
٤. وَفِي هَذِهِ الْآيَةِ خَاصَّةً الْإِشَارَةُ إِلَى أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ مَرْبُوبٌ لَا رَبٌّ، عَابِدٌ لَا مَعْبُودٌ، فَهُوَ دَاخِلٌ فِي قَوْلِهِ: ﴿تَعْبُدُوا﴾ وَكَفَى بِهِ شَرَفًا أَنْ يَكُونَ عَبْدًا لِلَّهِ- ﷿، وَلِهَذَا يَصِفُهُ اللهُ تَعَالَى بِالْعُبُودِيَّةِ فِي أَعْلَى مَقَامَاتِهِ، فَقَالَ فِي مَقَامِ التَّحَدِّي وَالدِّفَاعِ عَنْهُ: ﴿وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا﴾ [البقرة: من الآية٢٣]، وَقَالَ فِي مَقَامِ إِثْبَاتِ نُبُوَّتِهِ وَرِسَالَتِهِ إِلَى الْخَلْقِ: ﴿تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ﴾ [الفرقان: من الآية١]، وَقَالَ فِي مَقَامِ الْإِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ: ﴿سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ﴾ [الإسراء: من الآية١]، ﴿فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى﴾ [النجم:١٠] .
4. Dan dalam ayat ini secara khusus terdapat isyarat bahwa Nabi ﷺ adalah yang dirawat, bukan yang merawat, yang menyembah bukan yang disembah, beliau termasuk dalam firman-Nya: ﴿taʿbudū﴾ "agar kalian menyembah", dan cukuplah sebagai kemuliaan bahwa beliau adalah hamba Allah ﷿. Oleh karena itu, Allah menyifati beliau dengan kehambaan pada maqam tertinggi, Allah berfirman dalam maqam tantangan dan pembelaan terhadapnya: ﴿wa in kuntum fī raybin mimmā nazzalnā ʿalā ʿabdinā﴾ "Jika kalian ragu terhadap (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)" [Al-Baqarah: 23]. Allah berfirman dalam maqam penetapan kenabian dan kerasulannya kepada makhluk: ﴿tabāraka al-lażī nazzala al-furqāna ʿalā ʿabdihi﴾ "Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqān (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya" [Al-Furqān: 1]. Dan Allah berfirman dalam maqam Isra' dan Mi'raj: ﴿subḥāna al-lażī asrā bi'abdihi﴾ "Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya" [Al-Isra': 1], ﴿fa awḥā ilā ʿabdihi mā awḥā﴾ "lalu Dia menyampaikan wahyu kepada hamba-Nya apa yang telah Dia wahyukan" [An-Najm: 10].
أَقْسَامُ الْعُبُودِيَّةِ:
Jenis-jenis Ubudiyyah:
تَنْقَسِمُ الْعُبُودِيَّةُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ:
Ubudiyyah terbagi menjadi tiga jenis:
١.عَامَّةٌ: وَهِيَ عُبُودِيَّةُ الرُّبُوبِيَّةِ، وَهِيَ لِكُلِّ الْخَلْقِ، قَالَتْ تَعَالَى: ﴿إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا﴾ [مريم:٩٣] وَيَدْخُلُ فِي ذَلِكَ الْكُفَّارُ.
1. Umum: yaitu ubudiyyah rububiyyah, yang mencakup seluruh makhluk, Allah berfirman: ﴿in kullu man fī as-samāwāti wa al-arḍi illā ātī ar-raḥmāni ʿabdā﴾ "Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai seorang hamba" [Maryam: 93]. Ini termasuk orang-orang kafir.
٢. عُبُودِيَّةٌ خَاصَّةٌ: وَهِيَ عُبُودِيَّةُ الطَّاعَةِ الْعَامَّةِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا﴾ [الفرقان: من الآية٦٣] وَهَذِهِ تَعُمُّ كُلَّ مَنْ تَعَبَّدَ لِلَّهِ بِشَرْعِهِ.
2. Khusus: yaitu ubudiyyah ketaatan umum, Allah berfirman: ﴿wa ʿibādu ar-raḥmāni al-lażīna yamshūna ʿalā al-arḍi hawnā﴾ "Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati" [Al-Furqān: 63]. Ini mencakup setiap orang yang beribadah kepada Allah dengan syariat-Nya.
٣. خَاصَّةُ الْخَاصَّةِ: وَهِيَ عُبُودِيَّةُ الرُّسُلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، قَالَ تَعَالَى عَنْ نُوحٍ: ﴿إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا﴾ [الإسراء: من الآية٣] وَقَالَ عَنْ مُحَمَّدٍ: ﴿وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا﴾ [البقرة: من الآية٢٣] وَقَالَ فِي
3. Paling khusus: yaitu ubudiyyah para rasul ʿalayhim aṣ-ṣalātu wa as-salām. Allah berfirman tentang Nuh: ﴿innahu kāna ʿabdan shakūrā﴾ "Sungguh, dia (Nuh) adalah seorang hamba yang banyak bersyukur" [Al-Isrā': 3]. Dan Allah berfirman tentang Muhammad: ﴿wa in kuntum fī raybin mimmā nazzalnā ʿalā ʿabdinā﴾ "Jika kalian ragu terhadap (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)" [Al-Baqarah: 23]. Dan Allah berfirman dalam
.......................................................................
.......................................................................
آخِرِينَ مِنَ الرُّسُلِ: ﴿وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الْأَيْدِي وَالْأَبْصَارِ﴾ [صّ:٤٥] .
Terakhir dari para rasul: "Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi." [Shad: 45].
فَهَٰذِهِ الْعُبُودِيَّةُ الْمُضَافَةُ إِلَى الرُّسُلِ خَاصَّةُ الْخَاصَّةِ، لِأَنَّهُ لَا يُبَارِي أَحَدٌ هَٰؤُلَاءِ الرُّسُلَ فِي الْعُبُودِيَّةِ.
Penghambaan ini yang disandarkan kepada para rasul secara khusus, karena tidak ada yang dapat menandingi para rasul dalam penghambaan.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ أَيْ: قَضَىٰ رَبُّكَ أَنْ نُحْسِنَ بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا.
Dan firman-Nya: "dan berbuat baiklah kepada ibu bapak" yaitu: Tuhanmu telah menetapkan agar kita berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.
وَالْوَالِدَانِ: يَشْمَلُ الْأُمَّ، وَالْأَبَ، وَمَنْ فَوْقَهُمَا، لَٰكِنَّهُ فِي الْأُمِّ وَالْأَبِ أَبْلَغُ، وَكُلَّمَا قَرُبَا مِنْكَ كَانَا أَوْلَىٰ بِالْإِحْسَانِ، وَالْإِحْسَانُ بَذْلُ الْمَعْرُوفِ، وَفِي قَوْلِهِ: ﴿وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ بَعْدَ قَوْلِهِ: ﴿وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ﴾ دَلِيلٌ عَلَىٰ أَنَّ حَقَّ الْوَالِدَيْنِ بَعْدَ حَقِّ اللهِ- ﷿.
Orang tua mencakup ibu, ayah, dan yang di atas mereka. Tetapi hal itu lebih kuat pada ibu dan ayah. Semakin dekat mereka denganmu, semakin berhak mereka mendapat perlakuan baik. Ihsan adalah memberikan kebaikan. Dalam firman-Nya "dan berbuat baiklah kepada ibu bapak" setelah firman-Nya "Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia" terdapat dalil bahwa hak orang tua adalah setelah hak Allah.
فَإِنْ قِيلَ: فَأَيْنَ حَقُّ الرَّسُولِ ﷺ؟
Jika ditanyakan: "Lalu di mana hak Rasulullah ﷺ?"
أُجِيبَ: بِأَنَّ حَقَّ اللهِ مُتَضَمِّنٌ لِحَقِّ الرَّسُولِ ﷺ؛ لِأَنَّ اللهَ لَا يُعْبَدُ إِلَّا بِمَا شَرَعَ الرَّسُولُ ﷺ
Dijawab: Bahwa hak Allah mencakup hak Rasulullah ﷺ; karena Allah tidak disembah kecuali dengan apa yang disyariatkan oleh Rasulullah ﷺ.
وَقَوْلُهُ: ﴿إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] أَيْ: كَفَّ الْأَذَىٰ عَنْهُمَا، فَفِي قَوْلِهِ: ﴿إحْسَانًا﴾ بَذْلُ الْمَعْرُوفِ، وَفِي قَوْلِهِ: ﴿فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ﴾ كَفُّ الْأَذَىٰ، وَمَعْنَى ﴿أُفٍّ﴾ أَتَضَجَّرُ، لِأَنَّكَ إِذَا قُلْتَهُ، فَقَدْ يَتَأَذَّيَانِ بِذَٰلِكَ، وَفِي الْآيَةِ إِشَارَةٌ إِلَىٰ أَنَّهُمَا إِذَا بَلَغَا الْكِبَرَ صَارَا عِبْئًا عَلَىٰ وَلَدِهِمَا، فَلَا يَتَضَجَّرُ مِنَ الْحَالِ، وَلَا يَنْهَرُهُمَا فِي الْمَقَالِ إِذَا أَسَاءَا فِي الْفِعْلِ أَوِ الْقَوْلِ.
Dan firman-Nya: "Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"" [Al-Isra': 23] artinya: menahan gangguan dari keduanya. Dalam firman-Nya "ihsana" adalah memberikan kebaikan, dan dalam firman-Nya "maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"" adalah menahan gangguan. Makna "uff" adalah berkeluh kesah, karena jika kamu mengatakannya, mereka berdua bisa tersakiti karenanya. Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa jika keduanya mencapai usia lanjut, mereka menjadi beban bagi anaknya. Maka janganlah ia berkeluh kesah karena keadaan, dan jangan membentak mereka dalam perkataan jika mereka berbuat buruk dalam perbuatan atau perkataan.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا﴾ [الإسراء: من الآية٢٣] أَيْ: لَيِّنًا حَسَنًا بِهُدُوءٍ وَطُمَأْنِينَةٍ، كَقَوْلِكَ: أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكِ، أَبْشِرِي يَا أُمِّي، أَبْشِرْ يَا أَبِي، وَمَا
Dan firman-Nya: "dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" [Al-Isra': 23] yaitu: perkataan yang lembut, baik, dengan tenang dan tenteram, seperti ucapanmu: Semoga Allah membesarkan pahalamu, bergembiralah wahai ibuku, bergembiralah wahai ayahku, dan apa yang
وَقَوْلُهُ: ﴿وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا﴾ [النساء: من الآية٣٦] الآية.
Dan firman-Nya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." (QS. An-Nisaa': dari ayat 36) dan seterusnya.
وَقَوْلُهُ: ﴿قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا﴾ [الأنعام: من الآية١٥٠] الآيات.
Dan firman-Nya: "Katakanlah (Muhammad), "Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, ..." [Al-An'am: dari ayat 150]. Ayat-ayat.
.......................................................................
.......................................................................
وَقَوْلُهُ: ﴿أَلَّا تُشْرِكُوا﴾ "أَنْ": تَفْسِيرِيَّةٌ، تُفَسِّرُ ﴿أَتْلُ مَا حَرَّمَ﴾ أَيْ: أَتْلُو عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَلَيْسَتْ مَصْدَرِيَّةً، وَقَدْ قِيلَ بِهِ، وَعَلَى هَذَا الْقَوْلِ تَكُونُ "لَا" زَائِدَةً، وَلَكِنَّ الْقَوْلَ الْأَوَّلَ أَصَحُّ، أَيْ: أَتْلُ عَلَيْكُمْ عَدَمَ الْإِشْرَاكِ، لِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يُحَرِّمْ عَلَيْنَا أَنْ لَا نُشْرِكَ بِهِ، بَلْ حَرَّمَ عَلَيْنَا أَنْ نُشْرِكَ بِهِ، وَمِمَّا يُؤَيِّدُ أَنَّ "أَنْ" تَفْسِيرِيَّةٌ أَنَّ "لَا" هُنَا نَاهِيَةٌ لِتَتَنَاسَبَ الْجُمَلُ، فَتَكُونُ كُلُّهَا طَلَبِيَّةً.
Dan firman-Nya: ﴿Janganlah kalian menyekutukan-Nya﴾ kata "an": adalah kata penjelas (tafsiriyah), yang menjelaskan ﴿Aku bacakan apa-apa yang diharamkan﴾ artinya: Aku bacakan kepada kalian agar jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan bukanlah mashdariyah, sebagaimana dikatakan. Menurut pendapat ini, maka "la" adalah tambahan, akan tetapi pendapat pertama lebih benar, artinya: Aku bacakan kepada kalian untuk tidak berbuat syirik, karena Allah tidak mengharamkan kepada kita untuk tidak menyekutukan-Nya, bahkan Dia mengharamkan kepada kita untuk menyekutukan-Nya. Dan yang menguatkan bahwa "an" adalah kata penjelas (tafsiriyah) bahwa "la" di sini adalah larangan (nahiyah) agar kalimat-kalimatnya selaras, sehingga semuanya menjadi thalobiyyah (perintah/larangan).
وَقَوْلُهُ: ﴿وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا﴾ أَيْ: وَأَتْلُو عَلَيْكُمُ الْأَمْرَ بِالْإِحْسَانِ إِلَى الْوَالِدَيْنِ.
Dan firman-Nya: ﴿Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua﴾ artinya: Dan aku bacakan kepada kalian perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ﴾ بَعْدَ أَنْ ذَكَرَ حَقَّ الْأُصُولِ ذَكَرَ حَقَّ الْفُرُوعِ.
Dan firman-Nya: ﴿Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu﴾ setelah menyebutkan hak orang tua (ushul), Dia menyebutkan hak anak (furu').
وَالْأَوْلَادُ فِي اللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ: يَشْمَلُ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى، قَالَ تَعَالَى: ﴿يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ﴾ [النساء: من الآية١١] .
Dan kata 'aulad' (anak-anak) dalam bahasa Arab mencakup laki-laki dan perempuan, Allah berfirman: ﴿Allah mewasiatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.﴾ [An-Nisa': dari ayat 11].
وَقَوْلُهُ: ﴿مِنْ إِمْلَاقٍ﴾ الْإِمْلَاقُ: الْفَقْرُ، وَ(مِنْ) لِلسَّبَبِيَّةِ وَالتَّعْلِيلِ؛ أَيْ: بِسَبَبِ الْإِمْلَاقِ.
Dan firman-Nya: ﴿Karena takut kemiskinan﴾ Al-Imlaq artinya kemiskinan, dan (min) di sini menunjukkan sebab dan alasan; yaitu: karena kemiskinan.
وَقَوْلُهُ: ﴿نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ﴾ أَيْ: إِذَا أَبْقَيْتُمُوهُمْ، فَإِنَّ الرِّزْقَ لَنْ يَضِيقَ عَلَيْكُمْ بِإِبْقَائِهِمْ; لِأَنَّ الَّذِي يَقُومُ بِالرِّزْقِ هُوَ اللَّهُ.
Dan firman-Nya: ﴿Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka﴾ artinya: jika kalian membiarkan mereka hidup, maka rezeki tidak akan menyempit bagi kalian karena membiarkan mereka; karena yang memberikan rezeki adalah Allah.
وَبَدَأَ هُنَا بِرِزْقِ الْوَالِدَيْنِ، وَفِي سُورَةِ الْإِسْرَاءِ بَدَأَ بِرِزْقِ الْأَوْلَادِ، وَالْحِكْمَةُ فِي ذَلِكَ أَنَّهُ قَالَ هُنَا: ﴿مِنْ إِمْلَاقٍ﴾ فَالْإِمْلَاقُ حَاصِلٌ، فَبَدَأَ بِذِكْرِ الْوَالِدَيْنِ اللَّذَيْنِ أَمْلَقَا، وَهُنَاكَ قَالَ: ﴿خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ﴾ [الإسراء: من الآية٣١] ١ فَهُمَا غَنِيَّانِ، لَكِنْ يَخْشَيَانِ الْفَقْرَ، فَبَدَأَ بِرِزْقِ الْأَوْلَادِ قَبْلَ رِزْقِ الْوَالِدَيْنِ.
Dan di sini Dia memulai dengan rezeki orang tua, sedangkan dalam surah Al-Isra' Dia memulai dengan rezeki anak-anak. Hikmahnya adalah bahwa di sini Dia berfirman: ﴿Karena takut kemiskinan﴾ maka kemiskinan itu telah terjadi, sehingga Dia memulai dengan menyebutkan kedua orang tua yang miskin. Sedangkan di sana Dia berfirman: ﴿Karena takut kemiskinan﴾ [Al-Isra': dari ayat 31] ¹ maka keduanya kaya, tetapi takut miskin, sehingga Dia memulai dengan rezeki anak-anak sebelum rezeki orang tua.
وَتَقْيِيدُ النَّهْيِ عَنْ قَتْلِ الْأَوْلَادِ بِخَشْيَةِ الْإِمْلَاقِ بِنَاءً عَلَى وَاقِعِ الْمُشْرِكِينَ غَالِبًا; فَلَا مَفْهُومَ لَهُ.
Dan pembatasan larangan membunuh anak-anak karena takut miskin berdasarkan realitas orang-orang musyrik pada umumnya; maka tidak ada mafhum (makna tersirat) baginya.
....................................................................................
....................................................................................
وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ﴾ ١ لَمْ يَقُلْ: لَا تَأْتُوا، لِأَنَّ النَّهْيَ عَنِ الْقُرْبِ أَبْلَغُ مِنَ النَّهْيِ عَنِ الْإِتْيَانِ; لِأَنَّ النَّهْيَ عَنِ الْقُرْبِ نَهْيٌ عَنْهَا، وَعَمَّا يَكُونُ ذَرِيعَةً إِلَيْهَا، وَلِذَلِكَ حَرُمَ عَلَى الرَّجُلِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الْمَرْأَةِ الْأَجْنَبِيَّةِ، وَأَنْ يَخْلُوَ بِهَا، وَأَنْ تُسَافِرَ الْمَرْأَةُ بِلَا مَحْرَمٍ; لِأَنَّ ذَلِكَ يُقَرِّبُ مِنَ الْفَوَاحِشِ.
Dan firman-Nya: "Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji"1 Dia tidak mengatakan "Jangan kamu lakukan" karena larangan mendekatinya lebih kuat daripada larangan melakukannya; karena larangan mendekati juga mencakup larangan melakukannya dan apa-apa yang bisa menjadi wasilah (jalan) kepadanya. Karena itu diharamkan bagi seorang laki-laki untuk memandang wanita lain (bukan mahram), berkhalwat dengannya, atau wanita bepergian tanpa mahram, karena hal itu mendekatkan kepada perbuatan keji.
وَقَوْلُهُ: ﴿مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ﴾ ٢ قِيلَ: مَا ظَهَرَ فُحْشُهُ، وَمَا خَفِيَ; لِأَنَّ الْفَوَاحِشَ مِنْهَا شَيْءٌ مُسْتَفْحِشٌ فِي نُفُوسِ جَمِيعِ النَّاسِ، وَمِنْهَا شَيْءٌ فِيهِ خَفَاءٌ.
Dan firman-Nya: "Baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi"2 Ada yang mengatakan: apa yang tampak keburukannya dan apa yang tersembunyi, karena di antara perbuatan keji ada yang sangat buruk di jiwa semua orang, dan ada pula yang samar.
وَقِيلَ: مَا أَظْهَرْتُمُوهُ، وَمَا أَسْرَرْتُمُوهُ، فَالْإِظْهَارُ: فِعْلُ الزِّنَا- وَالْعِيَاذُ بِاللَّهِ- مُجَاهَرَةً، وَالْإِبْطَانُ فِعْلُهُ سِرًّا. وَقِيلَ: مَا عَظُمَ فُحْشُهُ، وَمَا كَانَ دُونَ ذَلِكَ، لِأَنَّ الْفَوَاحِشَ لَيْسَتْ عَلَى حَدٍّ سَوَاءٍ، وَلِهَذَا جَاءَ فِي الْحَدِيثِ: " أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ "٣،وَهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْكَبَائِرَ فِيهَا أَكْبَرُ وَفِيهَا مَا دُونَ ذَلِكَ.
Dan dikatakan: apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan. Menyatakannya adalah melakukan zina - semoga Allah melindungi - secara terang-terangan, sedangkan menyembunyikannya adalah melakukannya secara rahasia. Dan dikatakan pula: apa yang sangat buruk dan apa yang di bawah itu, karena perbuatan keji tidaklah sama tingkatannya. Karena itu dalam hadits disebutkan: "Maukah kalian aku beritahu tentang dosa-dosa besar yang paling besar?"3, dan ini menunjukkan bahwa di antara dosa-dosa besar ada yang lebih besar dan ada pula yang di bawahnya.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ﴾ ٤ النَّفْسُ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ: هِيَ النَّفْسُ الْمَعْصُومَةُ، وَهِيَ نَفْسُ الْمُسْلِمِ، وَالذِّمِّيِّ، وَالْمُعَاهِدِ، وَالْمُسْتَأْمِنِ، بِكَسْرِ الْمِيمِ. وَالْحَقُّ: مَا أَثْبَتَهُ الشَّرْعُ. وَالْبَاطِلُ: مَا نَفَاهُ الشَّرْعُ. فَمِنَ الْحَقِّ الَّذِي أَثْبَتَهُ الشَّرْعُ فِي قَتْلِ النَّفْسِ الْمَعْصُومَةِ أَنْ يَزْنِيَ الْمُحْصَنُ فَيُرْجَمَ حَتَّى يَمُوتَ، أَوْ يَقْتُلَ مُكَافِئَهُ، أَوْ يَخْرُجَ عَلَى الْجَمَاعَةِ، أَوْ يَقْطَعَ الطَّرِيقَ، فَإِنَّهُ
Dan firman-Nya: "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar"4 Jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) adalah jiwa yang terpelihara, yaitu jiwa seorang Muslim, Dzimmi, Mu'ahad, dan Musta'min (dengan mengkasrahkan mim). Al-Haq adalah apa yang ditetapkan syariat dan al-Bathil adalah apa yang ditolak syariat. Di antara al-haq yang ditetapkan syariat dalam membunuh jiwa yang terpelihara adalah jika orang yang muhshan (sudah menikah) berzina maka ia dirajam sampai mati, atau membunuh orang yang setara, atau memberontak terhadap jamaah (kaum muslimin), atau memutus jalan (merampok), maka ia
....................................................................................
.........................................................................
يُقْتَلُ، قَالَ ﷺ " لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ"١ وَقَالَ هُنَا: ﴿وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ﴾ ٢ وَقَالَ قَبْلَهَا: ﴿وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ﴾ ٣ فَيَكُونُ النَّهْيُ عَنْ قَتْلِ الْأَوْلَادِ مُكَرَّرًا مَرَّتَيْنِ: مَرَّةً بِذِكْرِ الْخُصُوصِ، وَمَرَّةً بِذِكْرِ الْعُمُومِ.
Dibunuh, Nabi ﷺ berkata "Tidak halal darah seorang Muslim kecuali karena salah satu dari tiga hal: jiwa dibalas jiwa, pezina muhshan, dan orang yang meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jamaah"¹ Dan Allah berkata di sini: ﴿Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar﴾² Dan Allah berfirman sebelumnya: ﴿Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu﴾³ Maka larangan membunuh anak diulang dua kali: sekali dengan menyebutkan secara khusus dan sekali lagi dengan menyebutkan secara umum.
وَقَوْلُهُ: ﴿ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ﴾ ٤ اَلْمُشَارُ إِلَيْهِ مَا سَبَقَ، وَالْوَصِيَّةُ بِالشَّيْءِ هِيَ الْعَهْدُ بِهِ عَلَى وَجْهِ الِاهْتِمَامِ، وَلِهَذَا يُقَالُ: وَصَّيْتُهُ عَلَى فُلَانٍ، أَيْ: عَهِدْتُ بِهِ إِلَيْهِ لِيَهْتَمَّ بِهِ. وَقَوْلُهُ: ﴿تَعْقِلُونَ﴾ اَلْعَقْلُ هُنَا: حُسْنُ التَّصَرُّفِ، وَأَمَّا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ﴾ ٥ فَمَعْنَاهُ: تَفْهَمُونَ.
Firman Allah: ﴿Demikianlah Allah mewasiatkan kepadamu﴾⁴ yang dimaksud adalah apa yang telah disebutkan sebelumnya. Wasiat terhadap sesuatu adalah janji untuk memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu dikatakan: Aku berwasiat kepadanya atas si fulan, artinya: Aku berjanji kepadanya agar ia memperhatikannya. Firman Allah: ﴿agar kamu berakal﴾, akal di sini maksudnya: baik dalam bertindak. Adapun dalam firman Allah: ﴿Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur'an dalam bahasa Arab agar kamu berakal﴾⁵ maknanya adalah: agar kamu memahami.
وَفِي هَذَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ هَذِهِ الْأُمُورَ إِذَا الْتَزَمَ بِهَا الْإِنْسَانُ، فَهُوَ عَاقِلٌ رَشِيدٌ، وَإِذَا خَالَفَهَا، فَهُوَ سَفِيهٌ لَيْسَ بِعَاقِلٍ. وَقَدْ تَضَمَّنَتْ هَذِهِ الْآيَةُ خَمْسَ وَصَايَا:
Dalam hal ini terdapat dalil bahwa jika seseorang berkomitmen dengan perkara-perkara ini, maka ia adalah orang yang berakal dan bijaksana. Jika ia menyalahinya, maka ia adalah orang yang bodoh dan tidak berakal. Ayat ini mengandung lima wasiat:
الْأُولَى: تَوْحِيدُ اللَّهِ.
Pertama: Mengesakan Allah.
الثَّانِيَةُ: الْإِحْسَانُ بِالْوَالِدَيْنِ.
Kedua: Berbuat baik kepada kedua orang tua.
الثَّالِثَةُ: أَنْ لَا نَقْتُلَ أَوْلَادَنَا.
Ketiga: Jangan membunuh anak-anak kita.
الرَّابِعَةُ: أَنْ لَا نَقْرَبَ الْفَوَاحِشَ.
Keempat: Jangan mendekati perbuatan keji.
الْخَامِسَةُ: أَنْ لَا نَقْتُلَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ.
Kelima: Jangan membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar.
.......................................................................
.......................................................................
وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ﴾ ١.
Dan firman-Nya: "Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat" 1.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَقْرَبُوا﴾ هَذَا حِمَايَةٌ لِأَمْوَالِ الْيَتَامَى أَنْ لَا نَقْرَبَهَا إِلَّا بِالْخَصْلَةِ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ، فَلَا نَقْرَبَهَا بِأَيِّ تَصَرُّفٍ إِلَّا بِمَا نَرَى أَنَّهُ أَحْسَنُ، فَإِذَا لَاحَ لِلْوَلِيِّ تَصَرُّفَانِ أَحَدُهُمَا أَكْثَرُ رِبْحًا، فَالْوَاجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَأْخُذَ بِمَا هُوَ أَكْثَرُ رِبْحًا لِأَنَّهُ أَحْسَنُ.
Dan firman-Nya: "janganlah kamu dekati" ini merupakan perlindungan terhadap harta anak-anak yatim, agar kita tidak mendekatinya kecuali dengan cara yang lebih baik. Jangan mendekatinya dengan segala tindakan kecuali dengan apa yang kita pandang lebih baik. Jika bagi sang wali terlintas dua tindakan, salah satunya lebih banyak keuntungannya, maka wajib baginya untuk mengambil yang lebih banyak keuntungannya karena itu lebih baik.
وَالْحُسْنُ هُنَا يَشْمَلُ: الْحُسْنَ الدُّنْيَوِيَّ، وَالْحُسْنَ الدِّينِيَّ، فَإِذَا لَاحَ تَصَرُّفَانِ أَحَدُهُمَا أَكْثَرُ رِبْحًا وَفِيهِ رِبًا، وَالْآخَرُ أَقَلُّ رِبْحًا وَهُوَ أَسْلَمُ مِنَ الرِّبَا، فَنُقَدِّمُ الْأَخِيرَ، لِأَنَّ الْحُسْنَ الشَّرْعِيَّ مُقَدَّمٌ عَلَى الْحُسْنِ الدُّنْيَوِيِّ الْمَادِّيِّ.
Kebaikan di sini mencakup: kebaikan duniawi dan kebaikan agama. Jika terlintas dua tindakan, yang satu lebih banyak keuntungannya tapi mengandung riba, sedangkan yang lain lebih sedikit keuntungannya tapi lebih selamat dari riba, maka kita dahulukan yang terakhir. Karena kebaikan secara syariat lebih didahulukan daripada kebaikan duniawi yang bersifat materi.
وَقَوْلُهُ: ﴿حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ﴾ (حَتَّى): هُنَا: حَرْفُ غَايَةٍ، فَمَا بَعْدَهَا مُخَالِفٌ لِمَا قَبْلَهَا. أَيْ: إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ، فَإِنَّنَا نَدْفَعُهُ إِلَيْهِ بَعْدَ أَنْ نَخْتَبِرَهُ، وَنَنْظُرَ فِي حُسْنِ تَصَرُّفِهِ، وَلَا يَجُوزُ لَنَا أَنْ نُبْقِيَهُ عِنْدَنَا، وَمَعْنَى أَشُدِّهِ: قُوَّتُهُ الْعَقْلِيَّةُ وَالْبَدَنِيَّةُ، وَالْخِطَابُ هُنَا لِأَوْلِيَاءِ الْيَتَامَى، أَوْ لِلْحَاكِمِ عَلَى قَوْلِ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ، وَبُلُوغُ الْأَشُدِّ يَخْتَلِفُ، وَالْمُرَادُ بِهِ هُنَا الْأَشُدُّ الَّذِي يَكُونُ بِهِ التَّكْلِيفُ، وَهُوَ تَمَامُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً أَوْ إِنْبَاتُ الْعَانَةِ أَوِ الْإِنْزَالُ.
Dan firman-Nya: "Sampai dia mencapai kedewasaannya" (sampai): di sini: huruf batas, sehingga apa yang setelahnya berbeda dengan yang sebelumnya. Yakni: jika dia telah mencapai kedewasaannya, maka kita menyerahkannya kepadanya setelah kita mengujinya, dan melihat kebaikan tindakannya. Tidak boleh bagi kita untuk menahannya pada kita. Makna kedewasaannya: kekuatan akal dan fisiknya. Khitab di sini ditujukan kepada para wali anak-anak yatim, atau kepada penguasa menurut pendapat sebagian ulama. Pencapaian kedewasaan itu berbeda-beda, yang dimaksud di sini adalah kedewasaan yang dengannya terdapat pembebanan (taklif), yaitu genap usia 15 tahun atau tumbuhnya rambut kemaluan atau keluarnya air mani.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ﴾ ٢ أَيْ: أَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ فِيمَا يُكَالُ مِنَ الْأَطْعِمَةِ وَالْحُبُوبِ. وَأَوْفُوا الْمِيزَانَ: إِذَا وَزَنْتُمْ فِيمَا يُوزَنُ، كَاللُّحُومِ مَثَلًا وَالْأَمْرُ بِالْإِيفَاءِ شَامِلٌ لِجَمِيعِ مَا تَتَعَامَلُ بِهِ مَعَ غَيْرِكَ; فَيَجِبُ عَلَيْكَ أَنْ تُوفِيَ بِالْكَيْلِ وَالْوَزْنِ وَغَيْرِهِمَا فِي التَّعَامُلِ. وَقَوْلُهُ: ﴿بِالْقِسْطِ﴾ أَيْ: بِالْعَدْلِ. وَلَمَّا كَانَ قَوْلُهُ: ﴿بِالْقِسْطِ﴾ قَدْ
Dan firman-Nya: "Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan" 2 yaitu: sempurnakanlah takaran jika kalian menakar apa yang ditakar dari makanan dan biji-bijian. Dan sempurnakanlah timbangan: jika kalian menimbang apa yang ditimbang, seperti daging misalnya. Perintah untuk menyempurnakan mencakup seluruh apa yang kalian gunakan untuk bermuamalah dengan orang lain; maka wajib atasmu untuk menyempurnakan takaran, timbangan, dan selainnya dalam bermuamalah. Dan firman-Nya: "dengan adil" yaitu: dengan keadilan. Tatkala firman-Nya: "dengan adil" telah
.......................................................................
.......................................................................
يَشُقُّ بَعْضَ الْأَحْيَانِ; لِأَنَّ الْإِنْسَانَ قَدْ يَفُوتُهُ أَنْ يُوفِيَ الْكَيْلَ أَوِ الْوَزْنَ أَحْيَانًا، أَعْقَبَ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ: ﴿لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾ ١ أَيْ: طَاقَتَهَا، فَإِذَا بَذَلَ جَهْدَهُ وَطَاقَتَهُ، وَحَصَلَ النَّقْصُ، فَلَا يُعَدُّ مُخَالِفًا; لِأَنَّ مَا خَرَجَ عَنِ الطَّاقَةِ مَعْفُوٌّ عَنْهُ فِيهِ، وَكَمَا أَنَّ هَذِهِ الْجُمْلَةَ تُفِيدُ الْعَفْوَ مِنْ وَجْهٍ، وَهُوَ مَا خَرَجَ عَنِ الْوُسْعِ، فَإِنَّهَا تُفِيدُ التَّغْلِيظَ مِنْ وَجْهٍ، وَهُوَ أَنَّ عَلَى الْمَرْءِ أَنْ يَبْذُلَ وُسْعَهُ فِي الْإِيفَاءِ بِالْقِسْطِ، وَلَكِنْ مَتَى تَبَيَّنَ الْخَطَأُ وَجَبَ تَلَافِيهِ; لِأَنَّهُ دَاخِلٌ فِي الْوُسْعِ.
Terkadang menyulitkan; karena seseorang mungkin terkadang tidak bisa memenuhi takaran atau timbangan, maka hal itu diikuti dengan firman-Nya: "Kami tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya" ١ yaitu: kemampuannya, maka jika dia sudah berusaha dan menggunakan kemampuannya, namun masih ada kekurangan, maka dia tidak dianggap melanggar; karena apa yang di luar kemampuan dimaafkan padanya, dan sebagaimana kalimat ini memberikan pengampunan dari satu sisi, yaitu apa yang di luar kemampuan, maka kalimat ini juga menekankan dari sisi lain, yaitu bahwa seseorang harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi keadilan, tetapi ketika kesalahan menjadi jelas, maka wajib untuk memperbaikinya; karena itu termasuk dalam kemampuan.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا﴾ ٢ مَعْنَاهُ: أَيُّ قَوْلٍ تَقُولُهُ، فَإِنَّهُ يَجِبُ عَلَيْكَ أَنْ تَعْدِلَ فِيهِ، سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ لِنَفْسِكَ عَلَى غَيْرِكَ، أَوْ لِغَيْرِكَ عَلَى نَفْسِكَ، أَوْ لِغَيْرِكَ عَلَى غَيْرِكَ، أَوْ لِتَحْكُمَ بَيْنَ اثْنَيْنِ، فَالْوَاجِبُ الْعَدْلُ، إِذِ الْعَدْلُ فِي اللُّغَةِ الِاسْتِقَامَةُ، وَضِدُّهُ الْجَوْرُ وَالْمَيْلُ، فَلَا تَمِلْ يَمِينًا وَلَا شِمَالًا، وَلَمْ يَقُلْ هُنَا: ﴿لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾ ٣ لِأَنَّ الْقَوْلَ لَا يَشُقُّ فِيهِ الْعَدْلُ غَالِبًا.
Dan firman-Nya: "Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil" ٢ maknanya: perkataan apa pun yang kamu katakan, maka wajib bagimu untuk berlaku adil dalam perkataan itu, baik itu untuk dirimu atas orang lain, atau untuk orang lain atas dirimu, atau untuk orang lain atas orang lain, atau untuk memutuskan antara dua orang, maka yang wajib adalah keadilan, karena adil dalam bahasa adalah istiqamah, dan lawannya adalah kecurangan dan kecenderungan, maka janganlah condong ke kanan atau ke kiri, dan di sini tidak dikatakan: "Kami tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya" ٣ karena dalam perkataan, keadilan biasanya tidak sulit.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى﴾ ٤ أَيْ: الْمَقُولُ لَهُ ذَا قَرَابَةٍ، أَيْ: صَاحِبَ قَرَابَةٍ، فَلَا تُحَابِيهِ لِقَرَابَتِهِ; فَتَمِيلَ مَعَهُ عَلَى غَيْرِهِ مِنْ أَجْلِهِ، فَاجْعَلْ أَمْرَكَ إِلَى اللَّهِ- ﷿ الَّذِي خَلَقَكَ، وَأَمَرَكَ بِهَذَا، وَإِلَيْهِ سَتَرْجِعُ، وَيَسْأَلُكَ عزوجل مَاذَا فَعَلْتَ فِي هَذِهِ الْأَمَانَةِ. وَقَدْ أَقْسَمَ أَشْرَفُ الْخَلْقِ، وَسَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ، وَأَعْدَلُ الْبَشَرِ، مُحَمَّدٌ ﷺ وَقَالَ: " وَايْمُ اللَّهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ; لَقَطَعْتُ يَدَهَا " ٥.
Dan firman-Nya: "Walaupun dia kerabat" ٤ maksudnya: orang yang diajak bicara memiliki hubungan kerabat, yaitu: pemilik kekerabatan, maka janganlah kamu berpihak kepadanya karena hubungan kerabatnya; sehingga kamu condong bersamanya terhadap orang lain karena dia, maka serahkanlah urusanmu kepada Allah- ﷿ Yang telah menciptakanmu, dan memerintahkanmu dengan ini, dan kepada-Nya kamu akan kembali, dan Allah عزوجل akan menanyakan kepadamu apa yang telah kamu lakukan dalam amanah ini. Dan telah bersumpah makhluk yang paling mulia, pemimpin anak Adam, dan manusia yang paling adil, Muhammad ﷺ dan berkata: "Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri; niscaya aku akan memotong tangannya" ٥.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا﴾ ٦ قَدَّمَ الْمُتَعَلَّقَ، لِلِاهْتِمَامِ بِهِ. وَعَهْدُ اللَّهِ:
Dan firman-Nya: "Dan penuhilah janji Allah" ٦ didahulukan muta'allaq (objek yang terkait), untuk menunjukkan pentingnya hal itu. Dan janji Allah:
.......................................................................
مَا عَهِدَ بِهِ إِلَى عِبَادِهِ، وَهِيَ عِبَادَتُهُ ﷾ وَالقِيَامُ بِأَمْرِهِ، كَمَا قَالَ عَزَّوَجَلَّ: ﴿وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا﴾ ١ [المائدة: ١٢] .
Apa yang Dia janjikan kepada hamba-hamba-Nya, yaitu beribadah kepada Allah ﷾ dan melaksanakan perintah-Nya, sebagaimana Allah berfirman: "Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik" (QS. Al-Maidah: 12).
هَذَا مِيثَاقٌ مِنْ جَانِبِ المَخْلُوقِ، وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ﴾ ٢ [المائدة: ١٢] هَذَا مِنْ جَانِبِ اللهِ- ﷿.
Ini adalah perjanjian dari sisi makhluk, dan firman Allah Ta'ala: "Niscaya akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu. Dan pasti Aku masukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai" (QS. Al-Maidah: 12), ini dari sisi Allah - ﷿.
وَقَوْلُهُ: ﴿ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾ ٣: هَذِهِ الْآيَةُ الكَرِيمَةُ فِيهَا أَرْبَعُ وَصَايَا مِنَ الخَالِقِ عَزَّوَجَلَّ:
Dan firman-Nya: "Demikianlah Allah memerintahkan kamu agar kamu ingat" (QS. Al-An'am: 152), ayat mulia ini mengandung empat wasiat dari Sang Pencipta Yang Maha Mulia:
الْأُولَى: أَنْ لَا نَقْرَبَ مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ.
Pertama: Agar kita tidak mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang paling baik.
الثَّانِيَةُ: أَنْ نُوفِيَ الكَيْلَ وَالمِيزَانَ بِالْقِسْطِ.
Kedua: Agar kita menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil.
الثَّالِثَةُ: أَنْ نَعْدِلَ إِذَا قُلْنَا.
Ketiga: Agar kita bersikap adil saat berucap.
الرَّابِعَةُ: أَنْ نُوفِيَ بِعَهْدِ اللهِ.
Keempat: Agar kita memenuhi janji Allah.
وَالْآيَةُ الْأُولَى فِيهَا خَمْسُ وَصَايَا. صَارَ الجَمِيعُ تِسْعَ وَصَايَا.
Dan pada ayat pertama terdapat lima wasiat. Menjadi total sembilan wasiat.
ثُمَّ قَالَ عَزَّوَجَلَّ: ﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ﴾ ٤ هَذِهِ هِيَ الوَصِيَّةُ العَاشِرَةُ، فَقَوْلُهُ: ﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي﴾ ٥ يَحْتَمِلُ أَنَّ المُشَارَ إِلَيْهِ مَا سَبَقَ، لِأَنَّكَ لَوْ تَأَمَّلْتَهُ وَجَدْتَهُ مُحِيطًا بِالشَّرْعِ كُلِّهِ، إِمَّا نَصًّا، وَإِمَّا إِيمَاءً، وَيَحْتَمِلُ أَنَّ المُرَادَ بِهِ مَا عُلِمَ مِنْ دِينِ اللهِ، أَيْ: هَذَا الَّذِي جَاءَكُمْ بِهِ الرَّسُولُ ﷺ هُوَ صِرَاطِي، أَيِ: الطَّرِيقُ المُوصِلُ إِلَيْهِ ﷾.
Kemudian Allah berfirman: "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia" (QS. Al-An'am: 153). Ini adalah wasiat yang kesepuluh. Firman-Nya "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku" (QS. Al-An'am: 153) bisa jadi yang dimaksud adalah apa yang telah disebutkan sebelumnya, karena jika direnungkan, engkau akan mendapati bahwa ia mencakup seluruh syariat, baik secara nash maupun isyarat. Dan bisa jadi yang dimaksud adalah apa yang diketahui dari agama Allah, yaitu: Apa yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ kepadamu adalah jalan-Ku, yakni jalan yang menghubungkan kepada-Nya ﷾.
وَالصِّرَاطُ يُضَافُ إِلَى اللهِ- ﷿، وَيُضَافُ إِلَى سَالِكِهِ; فَفِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ﴾ ٦ هُنَا أُضِيفَ إِلَى
Dan Ash-Shirath (jalan) disandarkan kepada Allah ﷿, dan disandarkan kepada orang yang menempuhnya. Dalam firman-Nya: "(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka" (QS. Al-Fatihah: 7), di sini disandarkan kepada
.......................................................................
.......................................................................
سَالِكِهِ، وَفِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿صِرَاطِ اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ﴾ ١ هُنَا أُضِيفَ إِلَى اللَّهِ- ﷿ فَإِضَافَتُهُ إِلَى اللَّهِ ﷿ لِأَنَّهُ مُوصِلٌ إِلَيْهِ، وَلِأَنَّهُ هُوَ الَّذِي وَضَعَهُ لِعِبَادِهِ- جَلَّ وَعَلَا-، وَإِضَافَتُهُ إِلَى سَالِكِهِ لِأَنَّهُمْ هُمُ الَّذِينَ سَلَكُوهُ.
Yang melalui jalan itu, dan dalam firman Allah Ta'ala: "ṣirāṭ Allāh allażī lahu mā fī as-samāwāti wa mā fī al-arḍ" (Jalan Allah yang kepunyaan-Nya lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi). Di sini, jalan itu disandarkan kepada Allah ﷿, karena penisbatannya kepada Allah ﷿ disebabkan bahwa jalan itu mengantarkan kepada-Nya, dan karena Dia-lah yang menetapkannya untuk hamba-hamba-Nya, Maha Tinggi Dia dan Maha Agung, dan penisbatannya kepada yang menempuhnya karena merekalah yang telah menempuhnya.
وَقَوْلُهُ: ﴿مُسْتَقِيمًا﴾ هَذِهِ حَالٌ مِنْ: ﴿صِرَاطُ﴾ أَيْ: حَالَ كَوْنِهِ مُسْتَقِيمًا لَا اعْوِجَاجَ فِيهِ فَاتَّبِعُوهُ.
Dan firman-Nya: ﴿mustaqīman﴾ ini adalah hāl (kata keterangan) dari: ﴿ṣirāṭ﴾, yakni: dalam keadaannya yang lurus tanpa ada kebengkokan di dalamnya, maka ikutilah ia.
وَقَوْلُهُ: ﴿وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾ ٢ السُّبُلُ، أَيِ: الطُّرُقُ الْمُلْتَوِيَةُ الْخَارِجَةُ عَنْهُ، وَتَفَرَّقَ: فِعْلٌ مُضَارِعٌ مَنْصُوبٌ بِأَنْ بَعْدَ فَاءِ السَّبَبِيَّةِ، لَكِنْ حُذِفَتْ مِنْهُ تَاءُ الْمُضَارَعَةِ، وَأَصْلُهَا: "تَتَفَرَّقُ"، أَيْ أَنَّكُمْ إِذَا اتَّبَعْتُمُ السُّبُلَ تَفَرَّقَتْ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ، وَتَشَتَّتَ بِكُمُ الْأَهْوَاءُ وَبَعُدَتْ.
Dan firman-Nya: ﴿wa lā tattabi'ū as-subula fa tafarraqa bikum 'an sabīlih﴾ (Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan [yang lain], karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya). As-subul, yakni: jalan-jalan yang berliku-liku dan keluar darinya (jalan Allah), dan "tafarraqa": fi'il muḍāri' yang manṣūb dengan "an" setelah fā' as-sababiyyah (yang menunjukkan sebab akibat), tetapi huruf tā' muḍāra'ahnya dibuang, dan asalnya: "tatafarraqu", maksudnya bahwa jika kalian mengikuti jalan-jalan itu, niscaya ia akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya, dan hawa nafsu akan menyebabkan kalian tercerai-berai serta menjauh.
وَهُنَا قَالَ: (السُّبُلَ): جَمْعُ سَبِيلٍ، وَفِي الطَّرِيقِ الَّتِي أَضَافَهَا اللَّهُ إِلَى نَفْسِهِ قَالَ: (سَبِيلِهِ) سَبِيلٌ وَاحِدٌ، لِأَنَّ سَبِيلَ اللَّهِ- ﷿ وَاحِدٌ، وَأَمَّا مَا عَدَاهُ، فَسُبُلٌ مُتَعَدِّدَةٌ، وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ ﷺ " وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الْأُمَّةُ إِلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ، إِلَّا وَاحِدَةً " ٣، فَالسَّبِيلُ الْمُنْجِي وَاحِدٌ، وَالْبَاقِيَةُ مُتَشَعِّبَةٌ مُتَفَرِّقَةٌ، وَلَا يَرِدُ عَلَى هَذَا قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ﴾ ٤ لِأَنَّ: ﴿سُبُلَ﴾ فِي الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ، وَإِنْ كَانَتْ مَجْمُوعَةً، لَكِنْ أُضِيفَتْ إِلَى السَّلَامِ فَكَانَتْ مُنْجِيَةً، وَيَكُونُ الْمُرَادُ بِهَا شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ.
Dan di sini Dia berfirman: (As-subul): bentuk jamak dari "sabīl", sedangkan mengenai jalan yang Allah sandarkan kepada diri-Nya, Dia berfirman: (sabīlihi) satu jalan, karena jalan Allah ﷿ itu satu, adapun selain jalan-Nya, maka itu adalah jalan-jalan yang banyak, dan karena inilah Nabi ﷺ bersabda, "Dan umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di neraka kecuali satu golongan", maka jalan yang menyelamatkan itu satu, sedangkan sisanya bercabang-cabang dan bercerai-berai, dan hal ini tidak bertentangan dengan firman-Nya: "Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan", karena: ﴿subul﴾ (jalan-jalan) dalam ayat yang mulia ini, meskipun berbentuk jamak, tetapi disandarkan kepada as-salām (keselamatan) sehingga menjadi jalan yang menyelamatkan, dan yang dimaksud dengannya adalah syariat-syariat Islam.
قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: " مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَىٰ وَصِيَّةِ مُحَمَّدٍ ﷺ
Ibnu Mas'ud berkata: "Barangsiapa ingin melihat wasiat Muhammad ﷺ
مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ؟. قُلْتُ، اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلَا يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا.
Apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya, dan apa hak hamba-hamba atas Allah? Aku berkata, Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
وَحَقُّ العِبَادِ عَلَى اللهِ، أنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا؟. قُلْتُ، يَا رَسُولَ اللهِ! أفَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ؟......
Dan hak para hamba atas Allah, bahwa Dia tidak akan menyiksa orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu?. Aku berkata, wahai Rasulullah! Tidakkah aku kabarkan kepada manusia?......
قَالَ: لَا تُبَشِّرْهُمْ فَيَتَّكِلُوا ". أَخْرَجَاهُ فِي "الصَّحِيحَيْنِ"١.
Dia berkata: Jangan berikan kabar gembira kepada mereka (tentang hal ini), sehingga mereka bersandar (padanya) dan tidak melakukan amal.". Hadits ini diriwayatkan di dalam "Ash-Shahihain"١.
· فِيهِ مَسَائِلُ:
· Dalam hal ini terdapat beberapa masalah:
الْأُولَى: الْحِكْمَةُ فِي خَلْقِ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ.
Pertama: Hikmah penciptaan jin dan manusia.
الثَّانِيَةُ: أَنَّ الْعِبَادَةَ هِيَ التَّوْحِيدُ، لِأَنَّ الْخُصُومَةَ فِيهِ.
Kedua: Bahwa ibadah adalah tauhid, karena perselisihan ada padanya.
الثَّامِنَةُ: أَنَّ الطَّاغُوتَ عَامٌّ فِي كُلِّ مَا عُبِدَ مِن دُونِ اللهِ.
Kedelapan: Bahwa Thaghut itu umum mencakup segala sesuatu yang disembah selain Allah.
التَّاسِعَةُ: عَظِيمُ شَأْنِ الثَّلَاثِ آيَاتٍ المُحْكَمَاتِ فِي سُورَةِ الأَنْعَامِ عِنْدَ السَّلَفِ، وَفِيهَا عَشْرُ مَسَائِلَ، أَوَّلُهَا النَّهْيُ عَنِ الشِّرْكِ.
Kesembilan: Agungnya kedudukan tiga ayat muhkamat dalam surah Al-An'am menurut ulama salaf, dan di dalamnya terdapat sepuluh masalah, yang pertama adalah larangan syirik.
العَاشِرَةُ: الآيَاتُ المُحْكَمَاتُ فِي سُورَةِ الإِسْرَاءِ وَفِيهَا ثَمَانِي عَشْرَةَ مَسْأَلَةً، بَدَأَهَا اللهُ بِقَوْلِهِ: ﴿لَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَّخْذُولًا﴾
Kesepuluh: Ayat-ayat muhkamat dalam surah Al-Isra' yang di dalamnya terdapat delapan belas masalah, Allah memulainya dengan firman-Nya: "Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela dan terhina."
١ وَخَتَمَهَا بِقَوْلِهِ: ﴿وَلَا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتُلْقَىٰ فِى جَهَنَّمَ مَلُومًا مَّدْحُورًا﴾ ٢ وَنَبَّهَنَا ٱللَّهُ سُبْحَانَهُ عَلَىٰ عِظَمِ شَأْنِ هَٰذِهِ ٱلْمَسَائِلِ بِقَوْلِهِ: ﴿ذَٰلِكَ مِمَّآ أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ ٱلْحِكْمَةِ﴾ ٣.
1 Dan ditutup dengan firman-Nya: "Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah)." 2 Dan Allah Subhanahu telah mengingatkan kita akan pentingnya masalah-masalah ini dengan firman-Nya: "Yang demikian itu adalah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu." 3.
ٱلْحَادِيَةَ عَشْرَةَ: ءَايَةُ سُورَةِ ٱلنِّسَآءِ ٱلَّتِى تُسَمَّىٰ ءَايَةَ ٱلْحُقُوقِ ٱلْعَشْرَةِ بَدَأَهَا ٱللَّهُ تَعَالَىٰ بِقَوْلِهِ: ﴿وَٱعْبُدُوا ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا﴾ ٤.
Kesebelas: Ayat surah An-Nisa' yang disebut ayat sepuluh hak, dimulai oleh Allah Ta'ala dengan firman-Nya: "Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." 4.
السَّادِسَةَ عَشْرَةَ: جَوَازُ كِتْمَانِ الْعِلْمِ لِلْمَصْلَحَةِ.
Keenam belas: Diperbolehkan menyembunyikan ilmu demi kemaslahatan.
السَّابِعَةَ عَشْرَةَ: اسْتِحْبَابُ بِشَارَةِ الْمُسْلِمِ بِمَا يَسُرُّهُ.
Ketujuh belas: Disunnahkan memberi kabar gembira kepada seorang muslim dengan sesuatu yang menyenangkannya.
الثَّامِنَةَ عَشْرَةَ: الْخَوْفُ مِنَ الاتِّكَالِ عَلَى سَعَةِ رَحْمَةِ اللهِ.
Kedelapan belas: Takut bersandar pada luasnya rahmat Allah.
التَّاسِعَةَ عَشْرَةَ: قَوْلُ الْمَسْؤُولِ عَمَّا لَا يَعْلَمُ: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ.
Kesembilan belas: Ucapan orang yang ditanya tentang sesuatu yang ia tidak ketahui: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.
العشرُونَ: جَوازُ تَخصِيصِ بَعضِ النّاسِ بِالعِلمِ دُونَ بَعضٍ.
Duapuluh: bolehnya mengalokasikan ilmu kepada sebagian orang saja.
الْحَادِيَةُ وَالْعِشْرُونَ: تَوَاضُعُهُ ﷺ لِرُكُوبِ الْحِمَارِ مَعَ الْإِرْدَافِ عَلَيْهِ.
Kedua puluh satu: Kerendahan hati beliau ﷺ untuk menaiki keledai bersama penumpang di belakangnya.
الثَّانِيَةُ وَالْعِشْرُونَ: جَوَازُ الْإِرْدَافِ عَلَى الدَّابَّةِ.
Kedua puluh dua: Diperbolehkannya membonceng pada kendaraan.
الثَّالِثَةُ وَالْعِشْرُونَ: عِظَمُ شَأْنِ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ.
Kedua puluh tiga: Pentingnya masalah ini.
الرَّابِعَةُ وَالْعِشْرُونَ: فَضِيلَةُ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ.
Kedua puluh empat: Keutamaan Mu'adz bin Jabal.
باب فضل التوحيد وما يكفر من الذنوب
بَابُ فَضْلِ التَّوْحِيدِ وَمَا يُكَفِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ
Bab Keutamaan Tauhid dan Dosa-dosa yang Dihapuskan oleh Tauhid
........................................................................
........................................................................
سَبَقَ أَنْ ذَكَرَ الْمُؤَلِّفُ كِتَابَ التَّوْحِيدِ، أَيْ: وُجُوبَ التَّوْحِيدِ، وَأَنَّهُ لَا بُدَّ مِنْهُ، وَأَنَّ مَعْنَى قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ ١؛ أَنَّ الْعِبَادَةَ لَا تَصِحُّ إِلَّا بِالتَّوْحِيدِ. وَهُنَا ذَكَرَ الْمُؤَلِّفُ فَضْلَ التَّوْحِيدِ، وَلَا يَلْزَمُ مِنْ ثُبُوتِ الْفَضْلِ لِلشَّيْءِ أَنْ يَكُونَ غَيْرَ وَاجِبٍ، بَلْ الْفَضْلُ مِنْ نَتَائِجِهِ وَآثَارِهِ. وَمِنْ ذَلِكَ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ ثَبَتَ فَضْلُهَا بِقَوْلِهِ ﷺ "صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً" ٢ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ٣. وَلَا يَلْزَمُ مِنْ ثُبُوتِ الْفَضْلِ فِيهَا أَنْ تَكُونَ غَيْرَ وَاجِبَةٍ، إِذْ إِنَّ التَّوْحِيدَ أَوْجَبُ الْوَاجِبَاتِ، وَلَا تُقْبَلُ الْأَعْمَالُ
Sebelumnya penulis telah menyebutkan kitab Tauhid, yaitu: kewajiban bertauhid, bahwa tauhid adalah suatu keharusan, dan makna firman Allah Ta'ala: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku"_1; bahwa ibadah tidak sah kecuali dengan tauhid. Di sini penulis menyebutkan keutamaan tauhid, dan tidak lazim dari ketetapan keutamaan sesuatu menjadikannya tidak wajib, bahkan keutamaan adalah hasil dan pengaruhnya. Di antaranya adalah shalat berjamaah yang keutamaannya ditetapkan oleh sabda Nabi ﷺ: "Shalat berjamaah lebih utama dari shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat"_2 Muttafaqun 'alaih_3. Tidak lazim dari ketetapan keutamaan padanya menjadikannya tidak wajib, karena tauhid adalah kewajiban yang paling wajib, dan amalan tidak diterima
إِلَّا بِهِ، وَلَا يَتَقَرَّبُ الْعَبْدُ إِلَى رَبِّهِ إِلَّا بِهِ، وَمَعَ ذَلِكَ، فَفِيهِ فَضْلٌ.
kecuali dengannya, dan seorang hamba tidak dapat mendekatkan diri kepada Tuhannya kecuali dengannya. Meskipun demikian, di dalamnya terdapat keutamaan.
قَوْلُهُ: (وَمَا يُكَفِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ): مَعْطُوفٌ عَلَى "فَضْلٍ"؟ فَيَكُونُ الْمَعْنَى: بَابُ فَضْلِ التَّوْحِيدِ، وَبَابُ مَا يُكَفِّرُ مِنَ الذُّنُوبِ، وَعَلَى هَذَا، فَالْعَائِدُ مَحْذُوفٌ وَالتَّقْدِيرُ مَا يُكَفِّرُهُ مِنَ الذُّنُوبِ. عَقَدَ هَذَا الْبَابَ لِأَمْرَيْنِ: الْأَوَّلُ: بَيَانُ فَضْلِ التَّوْحِيدِ.
Perkataannya: (dan dosa-dosa yang dihapuskan): Apakah ini ma'thuf (ikatan) kepada "keutamaan"? Maka maknanya: bab keutamaan tauhid, dan bab dosa-dosa yang dihapuskan, dan berdasarkan ini, maka kalimat yang kembali dihilangkan dan perkiraannya adalah dosa-dosa yang dihapuskan oleh tauhid. Beliau membuat bab ini untuk dua perkara: Pertama: penjelasan keutamaan tauhid.
الثَّانِي: بَيَانُ مَا يُكَفِّرُهُ مِنَ الذُّنُوبِ؛ لِأَنَّ مِنْ آثَارِ فَضْلِ التَّوْحِيدِ تَكْفِيرَ الذُّنُوبِ.
Kedua: penjelasan tentang dosa-dosa yang dihapuskan olehnya; karena di antara pengaruh keutamaan tauhid adalah penghapusan dosa-dosa.
وَقَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ﴾ ١ الآيَةُ.
Dan firman Allah Ta'ala: "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman"1 ayat.
.......................................................................
.......................................................................
٢. ظُلْمُ الإِنْسَانِ نَفْسَهُ: فَلَا يُعْطِيهَا حَقَّهَا، مِثْلَ أَنْ يَصُومَ فَلَا يُفْطِرَ، وَيَقُومَ فَلَا يَنَامَ.
2. Kezaliman manusia terhadap dirinya sendiri: Dia tidak memberikan haknya, seperti berpuasa dan tidak berbuka, bangun dan tidak tidur.
٣. ظُلْمُ الإِنْسَانِ غَيْرَهُ: مِثْلَ أَنْ يَتَعَدَّى عَلَى شَخْصٍ بِالضَّرْبِ، أَوِ القَتْلِ، أَوْ أَخْذِ مَالٍ، أَوْ مَا أَشْبَهَ ذَلِكَ. وَإِذَا انْتَفَى الظُّلْمُ؛ حَصَلَ الأَمْنُ، لَكِنْ هَلْ هُوَ أَمْنٌ كَامِلٌ؟
3. Kezaliman manusia terhadap orang lain: Seperti menyerang seseorang dengan pemukulan, pembunuhan, mengambil harta, atau yang serupa dengan itu. Dan jika kezaliman hilang; maka akan ada keamanan, tetapi apakah itu keamanan yang sempurna?
الجَوَابُ: إِنَّهُ إِنْ كَانَ الإِيمَانُ كَامِلًا لَمْ يُخَالِطْهُ مَعْصِيَةٌ، فَالأَمْنُ أَمْنٌ مُطْلَقٌ، أَيْ كَامِلٌ، وَإِذَا كَانَ الإِيمَانُ مُطْلَقَ إِيمَانٍ- غَيْرَ كَامِلٍ-، فَلَهُ مُطْلَقُ الأَمْنِ، أَيْ: أَمْنٌ نَاقِصٌ.
Jawabannya: Jika iman itu sempurna dan tidak bercampur dengan kemaksiatan, maka keamanan adalah keamanan mutlak, yaitu sempurna. Dan jika iman itu iman mutlak -tidak sempurna-, maka ia memiliki keamanan mutlak, yaitu: keamanan yang tidak sempurna.
مِثَالُ ذَلِكَ: مُرْتَكِبُ الكَبِيرَةِ، آمِنٌ مِنَ الخُلُودِ فِي النَّارِ، وَغَيْرُ آمِنٍ مِنَ العَذَابِ، بَلْ هُوَ تَحْتَ المَشِيئَةِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ ١ وَهَذِهِ الآيَةُ قَالَهَا اللهُ تَعَالَى حُكْمًا بَيْنَ إِبْرَاهِيمَ وَقَوْمِهِ حِينَ قَالَ لَهُمْ: ﴿وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ﴾ ٢ إِلَى قَوْلِهِ: ﴿إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ﴾ فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ﴾ ٣ الآيَةَ، عَلَى أَنَّهُ قَدْ يَقُولُ قَائِلٌ: إِنَّهَا مِنْ كَلَامِ إِبْرَاهِيمَ لِيُبَيِّنَ لِقَوْمِهِ؛ وَلِهَذَا قَالَ بَعْدَهَا: ﴿وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ﴾ ٤.
Contohnya: Pelaku dosa besar, aman dari kekekalan di neraka, tetapi tidak aman dari siksaan, bahkan ia berada di bawah kehendak Allah. Allah Ta'ala berfirman: \"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.\" \u00b9 Dan ayat ini Allah Ta'ala mengatakannya sebagai hukum antara Ibrahim dan kaumnya ketika ia berkata kepada mereka: \"Mengapa aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah)\" \u00b2 sampai firman-Nya: \"jika kamu mengetahui\" Maka Allah Ta'ala berfirman: \"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik)\" \u00b3 Ayat ini, berdasarkan bahwa mungkin ada yang mengatakan: Sesungguhnya ia adalah perkataan Ibrahim untuk menjelaskan kepada kaumnya; oleh karena itu ia berkata setelahnya: \"Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya\" \u2074.
وَقَوْلُهُ: "بِالأَمْنِ": أَل فِيهَا لِلْجِنْسِ، وَلِهَذَا فَسَّرْنَا الأَمْنَ بِأَنَّهُ إِمَّا أَمْنٌ مُطْلَقٌ، وَإِمَّا مُطْلَقُ أَمْنٍ، حَسَبَ الظُّلْمِ الَّذِي تَلَبَّسَ بِهِ.
Dan perkataannya: \"dengan keamanan\": \"Al\" di dalamnya adalah untuk jenis, oleh karena itu kami menafsirkan keamanan bahwa ia adakalanya keamanan mutlak, dan adakalanya mutlak keamanan, sesuai dengan kezaliman yang melekat padanya.
وَقَوْلُهُ: "وَهُمْ مُهْتَدُونَ": أَيْ: فِي الدُّنْيَا إِلَى شَرْعِ اللهِ بِالعِلْمِ وَالعَمَلِ، فَالاهْتِدَاءُ بِالعِلْمِ هِدَايَةُ إِرْشَادٍ. وَالاهْتِدَاءُ بِالعَمَلِ: هِدَايَةُ تَوْفِيقٍ، وَهُمْ مُهْتَدُونَ فِي الآخِرَةِ إِلَى الجَنَّةِ. كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي أَصْحَابِ
Dan perkataannya: \"dan mereka mendapat petunjuk\": Maksudnya: di dunia kepada syariat Allah dengan ilmu dan amal. Maka mendapatkan petunjuk dengan ilmu adalah petunjuk bimbingan, dan mendapatkan petunjuk dengan amal adalah petunjuk taufik. Dan mereka mendapat petunjuk di akhirat menuju surga, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman tentang para sahabat
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ "مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ...............................................................
Dari 'Ubadah bin Ash-Shamit radhiallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Allah..............................................................."
.......................................................................
وَلَا بُدَّ أَنْ يُوجَدَ الْعِلْمُ بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ ثُمَّ الشَّهَادَةُ بِهَا.
Dan harus ada ilmu dengan la ilaha illa Allah kemudian persaksian dengannya.
وَقَوْلُهُ: (أَنْ): مُخَفَّفَةٌ مِنَ الثَّقِيلَةِ، وَالنُّطْقُ بِأَنَّ مُشَدَّدَةً خَطَأٌ، لِأَنَّ الْمُشَدَّدَةَ لَا يُمْكِنُ حَذْفُ اسْمِهَا، وَالْمُخَفَّفَةَ يُمْكِنُ حَذْفُهُ.
Dan perkataannya: (an): yang diringankan dari yang berat, dan mengucapkan anna yang ditasydid adalah salah, karena yang ditasydid tidak mungkin dihapus namanya, sedangkan yang diringankan dapat dihapus.
وَقَوْلُهُ: (لَا إِلَهَ): أَيْ: لَا مَأْلُوهَ، وَلَيْسَ بِمَعْنَى لَا آلِهَ، وَالْمَأْلُوهُ: هُوَ الْمَعْبُودُ مَحَبَّةً وَتَعْظِيمًا، تُحِبُّهُ وَتُعَظِّمُهُ؛ لِمَا تَعْلَمُ مِنْ صِفَاتِهِ الْعَظِيمَةِ، وَأَفْعَالِهِ الْجَلِيلَةِ.
Dan perkataannya: (la ilaha): yakni: tidak ada yang disembah, dan bukan bermakna tidak ada tuhan. Dan yang disembah: Dia yang diibadahi dengan kecintaan dan pengagungan, kamu mencintai-Nya dan mengagungkan-Nya; karena apa yang kamu ketahui dari sifat-sifat-Nya Yang Agung dan perbuatan-perbuatan-Nya Yang Mulia.
وَقَوْلُهُ: (لَا اللهُ): أَيْ: لَا مَأْلُوهَ إِلَّا اللهُ، وَلِهَذَا حُكِيَ عَنْ قُرَيْشٍ قَوْلُهُمْ: ﴿أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ﴾ ١.
Dan perkataannya: (illa Allah): yaitu: tidak ada yang disembah kecuali Allah. Oleh karena itu, diriwayatkan dari Quraisy perkataan mereka: "Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan."_________
أَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ الَّتِي يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ﴾ ٢ فَهَذَا التَّأَلُّهُ بَاطِلٌ؛ لِأَنَّهُ بِغَيْرِ حَقٍّ، فَهُوَ مَنْفِيٌّ شَرْعًا، وَإِذَا انْتَفَى شَرْعًا، فَهُوَ كَالْمُنْتَفِي وُقُوعًا فَلَا قَرَارَ لَهُ: ﴿وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ﴾ ٣.
Adapun firman Allah Ta'ala: "Maka tidak berguna bagi mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, ketika siksaan-Nya datang kepada mereka"_________maka penyembahan ini adalah batil; karena ia tanpa hak, maka ia tertolak secara syar'i. Jika tertolak secara syar'i, maka ia seperti sesuatu yang terhapus dalam kenyataan, sehingga tidak ada ketetapan baginya: "Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun."_________
وَبِهَذَا يَحْصُلُ الْجَمْعُ بَيْنَ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَا أَغْنَتْ عَنْهُمْ آلِهَتُهُمُ﴾ ٤ وَقَوْلِهِ تَعَالَى حِكَايَةً عَنْ قُرَيْشٍ: ﴿أَجَعَلَ الآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا﴾ ٥ وَبَيْنَ قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ﴾ ٦ فَهَذِهِ الآلِهَةُ مُجَرَّدُ أَسْمَاءٍ لَا مَعَانِيَ لَهَا وَلَا حَقِيقَةَ، إِذْ هِيَ بَاطِلَةٌ شَرْعًا، لَا تَسْتَحِقُّ أَنْ تُسَمَّى آلِهَةً، لِأَنَّهَا لَا تَنْفَعُ وَلَا تَضُرُّ، وَلَا تَخْلُقُ وَلَا تَرْزُقُ؛ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ﴾ ٧.
Dengan ini dapat dikumpulkan antara firman Allah Ta'ala: "Maka tidak berguna bagi mereka sembahan-sembahan mereka"_________ dan firman Allah Ta'ala dalam mengisahkan Quraisy: "Apakah Dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja?"_________ dan antara firman Allah Ta'ala: "Tidak ada Tuhan selain Allah"_________. Maka tuhan-tuhan ini hanyalah nama-nama belaka yang tidak memiliki makna dan tidak ada hakikatnya, karena ia batil secara syar'i, tidak berhak disebut tuhan, karena ia tidak bermanfaat, tidak membahayakan, tidak mencipta, dan tidak memberi rezeki; sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Yang kamu sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu."_________
التَّوْحِيدُ عِنْدَ الْمُتَكَلِّمِينَ:
Tauhid menurut ahli kalam:
يَقُولُونَ: إِنَّ مَعْنَى إِلَهٍ: آلِهٍ، وَالْإِلَهُ: الْقَادِرُ عَلَى الِاخْتِرَاعِ، فَيَكُونُ مَعْنَى لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ: لَا قَادِرَ عَلَى الِاخْتِرَاعِ إِلَّا اللهُ.
Mereka mengatakan: Sesungguhnya arti ilah adalah alih, dan al-ilah adalah yang berkuasa menciptakan. Maka arti la ilaha illa Allah adalah tidak ada yang berkuasa menciptakan kecuali Allah.
.......................................................................
.......................................................................
وَالتَّوْحِيدُ عِنْدَهُمْ: أَنْ تُوَحِّدَ اللهَ، فَتَقُولُ: هُوَ وَاحِدٌ فِي ذَاتِهِ لَا قَسِيمَ لَهُ، وَوَاحِدٌ فِي أَفْعَالِهِ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَوَاحِدٌ فِي صِفَاتِهِ لَا شَبِيهَ لَهُ، وَلَوْ كَانَ هَذَا مَعْنَى لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، لَمَا أَنْكَرَتْ قُرَيْشٌ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ دَعْوَتَهُ، وَلَآمَنَتْ بِهِ وَصَدَّقَتْ، لِأَنَّ قُرَيْشًا تَقُولُ: لَا خَالِقَ إِلَّا اللهُ، وَ«لَا خَالِقَ» أَبْلَغُ مِنْ كَلِمَةِ «لَا قَادِرَ»، لِأَنَّ الْقَادِرَ قَدْ يَفْعَلُ وَقَدْ لَا يَفْعَلُ، أَمَّا الْخَالِقُ، فَقَدْ فَعَلَ وَحَقَّقَ بِقُدْرَةٍ مِنْهُ، فَصَارَ فَهْمُ الْمُشْرِكِينَ خَيْرًا مِنْ فَهْمِ هَؤُلَاءِ الْمُتَكَلِّمِينَ وَالْمُنْتَسِبِينَ لِلْإِسْلَامِ، فَالتَّوْحِيدُ الَّذِي جَاءَتْ بِهِ الرُّسُلُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ﴾ ١ أَيْ: مِنْ إِلَهٍ حَقِيقِيٍّ يَسْتَحِقُّ أَنْ يُعْبَدَ، وَهُوَ اللهُ.
Dan tauhid menurut mereka adalah: engkau mengesakan Allah, lalu engkau mengatakan: Dia Esa pada Zat-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya, Esa dalam perbuatan-Nya tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Esa dalam sifat-sifat-Nya tiada yang serupa dengan-Nya. Seandainya ini adalah makna laa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah), niscaya kaum Quraisy tidak akan mengingkari dakwah Nabi ﷺ, mereka akan beriman dan membenarkannya. Karena kaum Quraisy mengatakan, "Tidak ada pencipta selain Allah", dan "tidak ada pencipta" lebih dalam maknanya daripada "tidak ada yang kuasa". Karena yang kuasa (berkemampuan) terkadang berbuat dan terkadang tidak, adapun Al-Khaliq (Sang Pencipta), sungguh Dia telah berbuat dan merealisasikan dengan kekuasaan-Nya. Maka paham orang-orang musyrik menjadi lebih baik daripada paham para ahli kalam ini dan orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam. Maka tauhid yang didatangkan oleh para rasul dalam firman-Nya: "Tidak ada Tuhan bagimu selain Dia" (QS. Al-A'raf: 59), yakni tidak ada tuhan yang sebenarnya yang berhak disembah kecuali Allah.
وَمِنَ الْمُؤْسِفِ؛ أَنَّهُ يُوجَدُ كَثِيرٌ مِنَ الْكُتَّابِ الْآنَ، الَّذِينَ يَكْتُبُونَ فِي هَذِهِ الْأَبْوَابِ، تَجِدُهُمْ عِنْدَمَا يَتَكَلَّمُونَ عَلَى التَّوْحِيدِ: لَا يُقَرِّرُونَ أَكْثَرَ مِنْ تَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، وَهَذَا غَلَطٌ، وَنَقْصٌ عَظِيمٌ، وَيَجِبُ أَنْ نَغْرِسَ فِي قُلُوبِ الْمُسْلِمِينَ تَوْحِيدَ الْأُلُوهِيَّةِ، أَكْثَرَ مِنْ تَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ، لِأَنَّ تَوْحِيدَ الرُّبُوبِيَّةِ لَمْ يُنْكِرْهُ أَحَدٌ إِنْكَارًا حَقِيقِيًّا، فَكَوْنُنَا لَا نُقَرِّرُ إِلَّا هَذَا الْأَمْرَ الْفِطْرِيَّ الْمَعْلُومَ بِالْعَقْلِ، وَنَسْكُتُ عَنِ الْأَمْرِ الَّذِي يَغْلِبُ فِيهِ الْهَوَى؛ هُوَ نَقْصٌ عَظِيمٌ، فَعِبَادَةُ غَيْرِ اللهِ هِيَ الَّتِي يُسَيْطِرُ فِيهَا هَوَى الْإِنْسَانِ عَلَى نَفْسِهِ؛ حَتَّى يَصْرِفَهُ عَنْ عِبَادَةِ اللهِ وَحْدَهُ، فَيَعْبُدُ الْأَوْلِيَاءَ، وَيَعْبُدُ هَوَاهُ، حَتَّى جَعَلَ النَّبِيُّ ﷺ الَّذِي هَمُّهُ الدِّرْهَمُ وَالدِّينَارُ وَنَحْوُهُمَا، عَابِدًا٢، وَقَالَ اللهُ- ﷿: ﴿أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ﴾ ٣.
Sangat disayangkan, bahwa saat ini terdapat banyak penulis yang menulis dalam tema-tema ini, ketika engkau mendapati mereka berbicara tentang tauhid, mereka tidak menetapkan lebih dari tauhid rububiyah. Ini adalah kesalahan besar dan kekurangan yang fatal. Kita harus menanamkan tauhid uluhiyah di hati kaum muslimin lebih dari tauhid rububiyah, karena tauhid rububiyah tidak ada seorang pun yang mengingkarinya dengan pengingkaran yang sebenarnya. Maka dengan kita tidak menetapkan kecuali perkara fitrah yang diketahui oleh akal ini, dan kita berdiam diri dari perkara yang didominasi hawa nafsu di dalamnya, ini adalah kekurangan yang besar. Maka ibadah kepada selain Allah adalah perkara yang hawa nafsu manusia menguasai dirinya, hingga memalingkannya dari ibadah kepada Allah semata. Lalu dia menyembah para wali, menyembah hawa nafsunya, hingga Nabi ﷺ menjadikan orang yang perhatiannya hanya kepada dirham dan dinar serta yang semisalnya sebagai penyembah (hamba)_2_, dan Allah ﷿ berfirman, "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya" (QS. Al-Jatsiyah: 23)_3_.
فَالْمَعَاصِي مِنْ حَيْثُ الْمَعْنَى الْعَامُّ، أَوِ الْجِنْسُ الْعَامُّ يُمْكِنُ أَنْ نَعْتَبِرَهَا مِنَ الشِّرْكِ.
Maka kemaksiatan dari sisi makna umum, atau jenis yang umum, kita bisa menganggapnya sebagai bagian dari syirik.
.......................................................................
.......................................................................
وَأَمَّا بِالْمَعْنَى الْأَخَصِّ، فَتَنْقَسِمُ إِلَى أَنْوَاعٍ:
Dan adapun dengan makna yang lebih khusus, maka terbagi menjadi beberapa jenis:
١. شِرْكٌ أَكْبَرُ.
1. Syirik besar.
٢. شِرْكٌ أَصْغَرُ.
2. Syirik kecil.
٣. مَعْصِيَةٌ كَبِيرَةٌ.
3. Maksiat besar.
٤. مَعْصِيَةٌ صَغِيرَةٌ. وَهَذِهِ الْمَعَاصِي مِنْهَا مَا يَتَعَلَّقُ بِحَقِّ اللهِ، وَمِنْهَا مَا يَتَعَلَّقُ بِحَقِّ الْإِنْسَانِ نَفْسِهِ، وَمِنْهَا مَا يَتَعَلَّقُ بِحَقِّ الْخَلْقِ. وَتَحْقِيقُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ أَمْرٌ فِي غَايَةِ الصُّعُوبَةِ وَلِهَذَا قَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: "كُلُّ مَعْصِيَةٍ، فَهِيَ نَوْعٌ مِنَ الشِّرْكِ". وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ: "مَا جَاهَدْتُ نَفْسِي عَلَى شَيْءٍ مُجَاهَدَتَهَا عَلَى الْإِخْلَاصِ" وَلَا يَعْرِفُ هَذَا إِلَّا الْمُؤْمِنُ، أَمَّا غَيْرُ الْمُؤْمِنِ؛ فَلَا يُجَاهِدُ نَفْسَهُ عَلَى الْإِخْلَاصِ، وَلِهَذَا قِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ: "إِنَّ الْيَهُودَ يَقُولُونَ: نَحْنُ لَا نُوَسْوِسُ فِي الصَّلَاةِ. قَالَ: فَمَا يَصْنَعُ الشَّيْطَانُ بِقَلْبٍ خَرِبٍ؟!" فَالشَّيْطَانُ لَا يَأْتِي لِيُخْرِبَ الْمَهْدُومَ، وَلَكِنْ يَأْتِي لِيُخْرِبَ الْمَعْمُورَ، وَلِهَذَا لَمَّا شُكِيَ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ أَنَّ الرَّجُلَ يَجِدُ فِي نَفْسِهِ مَا يَسْتَعْظِمُ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهِ، قَالَ: "وَجَدْتُمْ ذَلِكَ؟ قَالُوا: نَعَمْ. قَالَ: ذَاكَ صَرِيحُ الْإِيمَانِ"١ أَيْ: أَنَّ ذَاكَ هُوَ الْعَلَامَةُ الْبَيِّنَةُ عَلَى أَنَّ إِيمَانَكُمْ صَرِيحٌ، لِأَنَّهُ وَرَدَ عَلَيْهِ، وَلَا يَرِدُ إِلَّا عَلَى قَلْبٍ صَحِيحٍ خَالِصٍ.
4. Maksiat kecil. Maksiat-maksiat ini ada yang berkaitan dengan hak Allah, ada yang berkaitan dengan hak manusia terhadap dirinya sendiri, dan ada yang berkaitan dengan hak makhluk. Merealisasikan laa ilaaha illallah adalah perkara yang sangat sulit, oleh karena itu sebagian salaf mengatakan: "Setiap kemaksiatan adalah bentuk syirik". Sebagian salaf juga mengatakan: "Aku tidak pernah berjuang melawan diriku dalam suatu hal seperti perjuanganku untuk ikhlas." Hal ini hanya diketahui oleh orang mukmin. Adapun selain mukmin, maka ia tidak akan berjuang melawan dirinya untuk ikhlas. Oleh karena itu dikatakan kepada Ibnu Abbas: "Sesungguhnya orang-orang Yahudi mengatakan: 'Kami tidak mengalami waswas dalam shalat'". Ibnu Abbas menjawab: "Apa yang dilakukan setan pada hati yang rusak?!" Setan tidak datang untuk merusak yang sudah hancur, tetapi ia datang untuk merusak yang terbangun. Oleh karena itu, ketika ada yang mengadukan kepada Nabi ﷺ bahwa seseorang mendapati sesuatu dalam dirinya yang ia anggap besar untuk dibicarakan, Nabi bersabda: "Apakah kalian mendapati itu?" Mereka menjawab: "Ya". Nabi bersabda: "Itulah keikhlasan iman."¹ Maksudnya, itulah tanda yang jelas bahwa iman kalian murni, karena ia datang padanya, dan tidak datang kecuali pada hati yang sehat dan ikhlas.
قَوْلُهُ: "مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ" مَنْ: شَرْطِيَّةٌ، وَجَوَابُ الشَّرْطِ: "أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ". وَالشَّهَادَةُ: هِيَ الْاِعْتِرَافُ
Perkataan beliau: "Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah", man di sini adalah syarthiyah (menunjukkan syarat), dan jawab syaratnya adalah: "Allah akan memasukkannya ke surga berdasarkan amal yang ia lakukan." Syahadah adalah pengakuan
وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ،.....................................................
Dia Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya,....................................................
وَأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.................................................
Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.................................................
.......................................................................
.......................................................................
يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَا لِي مَنْ أَلُوذُ بِهِ ... سِوَاكَ عِنْدَ حُلُولِ الْحَادِثِ الْعَمَمِ
Wahai makhluk yang paling mulia, aku tak punya tempat berlindung ... Selain engkau saat bencana besar datang
إِنْ لَمْ تَكُنْ فِي مَعَادِي آخِذًا يَدِي ... فَضْلًا وَإِلَّا فَقُلْ يَا زَلَّةَ الْقَدَمِ
Jika di akhirat nanti Engkau tak menggenggam tanganku karena kemurahan ... Maka katakanlah, 'Wahai kaki yang terpeleset'
فَإِنَّ مِنْ جُودِكَ الدُّنْيَا وَضَرَّتَهَا ... وَمِنْ عُلُومِكَ عِلْمُ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ
Karena dari kemurahan-Mu dunia dan seisinya ... Dan dari ilmu-Mu pengetahuan Lauh dan Pena
قَالَ ابْنُ رَجَبٍ وَغَيْرُهُ: إِنَّهُ لَمْ يَتْرُكْ لِلَّهِ شَيْئًا مَا دَامَتِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةُ مِنْ جُودِ الرَّسُولِ ﷺ وَنَشْهَدُ أَنَّ مَنْ يَقُولُ هَذَا، مَا شَهِدَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ، بَلْ شَهِدَ أَنَّ مُحَمَّدًا فَوْقَ اللَّهِ! كَيْفَ يَصِلُ بِهِمُ الْغُلُوُّ إِلَى هَذَا الْحَدِّ؟!
Ibnu Rajab dan lainnya berkata: Sesungguhnya dia tidak menyisakan apapun untuk Allah selama dunia dan akhirat adalah pemberian Rasul ﷺ. Kami bersaksi bahwa orang yang mengatakan ini, tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah, bahkan dia bersaksi bahwa Muhammad di atas Allah! Bagaimana mereka sampai berlebihan hingga batas ini?!
وَهَذَا الْغُلُوُّ فَوْقَ غُلُوِّ النَّصَارَى الَّذِينَ قَالُوا: إِنَّ الْمَسِيحَ ابْنُ اللَّهِ، وَقَالُوا: إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ.
Sikap berlebihan ini melebihi sikap berlebihan orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Al-Masih adalah anak Allah, dan mengatakan bahwa Allah adalah yang ketiga dari yang tiga.
هُمْ قَالُوا فَوْقَ ذَلِكَ، قَالُوا: إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ: "مَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُ، وَأَنَا مَعَ عَبْدِي إِذَا ذَكَرَنِي" ١ وَالرَّسُولُ مَعَنَا إِذَا ذَكَرْنَاهُ، وَلِهَذَا كَانَ أُولَئِكَ الْغُلَاةُ لَيْلَةَ الْمَوْلِدِ إِذَا تَلَى التَّالِي "الْمُخَرِّفُ" كَلِمَةَ الْمُصْطَفَى قَامُوا جَمِيعًا قِيَامَ رَجُلٍ وَاحِدٍ، يَقُولُونَ: لِأَنَّ الرَّسُولَ ﷺ حَضَرَ مَجْلِسَنَا بِنَفْسِهِ، فَقُمْنَا إِجْلَالًا لَهُ، وَالصَّحَابَةُ ﵃ أَشَدُّ إِجْلَالًا مِنْهُمْ وَمِنَّا، وَمَعَ ذَلِكَ إِذَا دَخَلَ عَلَيْهِمُ الرَّسُولُ ﷺ وَهُوَ حَيٌّ يُكَلِّمُهُمْ لَا يَقُومُونَ لَهُ، وَهَؤُلَاءِ يَقُومُونَ إِذَا تَخَيَّلُوا أَوْ جَاءَهُمْ شَبَحٌ إِنْ كَانُوا يُشَاهِدُونَ شَيْئًا، فَانْظُرْ كَيْفَ بَلَغَتْ بِهِمْ عُقُولُهُمْ إِلَى هَذَا الْحَدِّ! فَهَؤُلَاءِ مَا شَهِدُوا أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، وَهَؤُلَاءِ الْمُخَرِّفُونَ مَسَاكِينُ، إِنْ نَظَرْنَا إِلَيْهِمْ بِعَيْنِ
Mereka mengatakan lebih dari itu, mereka berkata: Sesungguhnya Allah berfirman: "Barangsiapa mengingat-Ku dalam suatu perkumpulan, niscaya Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik darinya, dan Aku bersama hamba-Ku ketika dia mengingat-Ku" ١, dan Rasul bersama kita ketika kita mengingatnya. Oleh karena itu, pada malam maulid, jika pembaca "berhalusinasi" membaca kata Al-Musthofa, mereka semua berdiri serentak seperti satu orang, mereka berkata: Karena Rasul ﷺ hadir di majelis kita sendiri, maka kami berdiri untuk menghormatinya. Padahal para sahabat ﵃ lebih menghormati Rasul dari mereka dan kita, namun ketika Rasul ﷺ menemui mereka saat beliau masih hidup dan berbicara kepada mereka, mereka tidak berdiri untuknya. Sedangkan mereka ini berdiri ketika berimajinasi atau didatangi bayangan jika mereka melihat sesuatu. Maka perhatikanlah bagaimana akal mereka sampai ke tingkat ini! Mereka tidak bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Mereka yang berhalusinasi ini adalah orang-orang yang menyedihkan, jika kita memandang mereka dengan mata
.......................................................................
.......................................................................
ذَلِكَ بِقُلُوبِنَا، وَنَعْتَرِفُ بِهِ بِأَلْسِنَتِنَا، وَنُطَبِّقُ ذَلِكَ فِي مُتَابَعَتِهِ ﷺ بِجَوَارِحِنَا، فَنَعْمَلُ بِهَدْيِهِ، وَلَا نَعْمَلُ لَهُ.
Itulah dengan hati kita, kita mengakuinya dengan lidah kita, dan kita menerapkannya dalam mengikuti Rasulullah ﷺ dengan anggota tubuh kita, sehingga kita beramal dengan petunjuknya, bukan untuk dia.
أَمَّا مَا يَنْقُضُ تَحْقِيقَ هَذِهِ الشَّهَادَةِ، فَهُوَ:
Adapun yang membatalkan perwujudan syahadat ini adalah:
١. فِعْلُ الْمَعَاصِي، فَالْمَعْصِيَةُ نَقْصٌ فِي تَحْقِيقِ هَذِهِ الشَّهَادَةِ، لِأَنَّكَ خَرَجْتَ بِمَعْصِيَتِكَ مِنْ اتِّبَاعِ النَّبِيِّ ﷺ
1. Melakukan maksiat, karena maksiat adalah kekurangan dalam mewujudkan syahadat ini, sebab dengan kemaksiatanmu, engkau telah keluar dari mengikuti Nabi ﷺ
٢. الْابْتِدَاعُ فِي الدِّينِ مَا لَيْسَ مِنْهُ، لِأَنَّكَ تَقَرَّبْتَ إِلَى اللهِ بِمَا لَمْ يَشْرَعْهُ اللهُ وَلَا رَسُولُهُ ﷺ وَالْابْتِدَاعُ فِي الدِّينِ فِي الْحَقِيقَةِ مِنْ الْاسْتِهْزَاءِ بِاللهِ، لِأَنَّكَ تَقَرَّبْتَ إِلَيْهِ بِشَيْءٍ لَمْ يَشْرَعْهُ. فَإِنْ قَالَ قَائِلٌ: أَنَا نَوَيْتُ التَّقَرُّبَ إِلَى اللهِ بِهَذَا الْعَمَلِ الَّذِي أَبْتَدَعْهُ.
2. Membuat bid'ah dalam agama yang bukan darinya, karena engkau mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Bid'ah dalam agama pada hakikatnya termasuk mengolok-olok Allah, karena engkau mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang tidak Dia syariatkan. Jika ada yang berkata, "Aku berniat mendekatkan diri kepada Allah dengan amal yang aku buat bid'ah ini."
قِيلَ لَهُ: أَنْتَ أَخْطَأْتَ الطَّرِيقَ، فَتُعْذَرُ عَلَى نِيَّتِكَ، وَلَا تُعْذَرُ عَلَى مُخَالَفَةِ الطَّرِيقِ مَتَى عَلِمْتَ الْحَقَّ. فَالْمُبْتَدِعُونَ قَدْ يُقَالُ: إِنَّهُمْ يُثَابُونَ عَلَى حُسْنِ نِيَّتِهِمْ إِذَا كَانُوا لَا يَعْلَمُونَ الْحَقَّ، وَلَكِنَّنَا نُخَطِّئُهُمْ فِيمَا ذَهَبُوا إِلَيْهِ، أَمَّا أَئِمَّتُهُمْ الَّذِينَ عَلِمُوا الْحَقَّ، وَلَكِنْ رَدُّوهُ لِيَبْقُوا جَاهَهُمْ، فَفِيهِمْ شَبَهٌ بِأَبِي جَهْلٍ، وَعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ، وَالْوَلِيدِ بْنِ الْمُغِيرَةِ، وَغَيْرِهِمْ الَّذِينَ قَابَلُوا رِسَالَةَ النَّبِيِّ ﷺ بِالرَّدِّ إِبْقَاءً عَلَى رِئَاسَتِهِمْ وَجَاهِهِمْ.
Maka dikatakan kepadanya: Engkau telah salah jalan, engkau dimaafkan atas niatmu, tetapi engkau tidak dimaafkan atas menyelisihi jalan yang benar ketika engkau telah mengetahui kebenaran. Ahli bid'ah mungkin bisa dikatakan: Mereka diberi pahala atas kebaikan niat mereka jika mereka tidak mengetahui kebenaran, tetapi kami menganggap mereka salah dalam apa yang mereka yakini. Adapun para imam mereka yang mengetahui kebenaran, tetapi menolaknya demi mempertahankan kedudukan mereka, maka pada mereka ada keserupaan dengan Abu Jahl, 'Utbah bin Rabi'ah, Al-Walid bin Al-Mughirah, dan selain mereka yang menentang risalah Nabi ﷺ demi mempertahankan kepemimpinan dan kedudukan mereka.
أَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِأَتْبَاعِ هَؤُلَاءِ الْأَئِمَّةِ، فَيَنْقَسِمُونَ إِلَى قِسْمَيْنِ:
Adapun pengikut para imam ini, mereka terbagi menjadi dua golongan:
الْقِسْمُ الْأَوَّلُ: الَّذِينَ جَهِلُوا الْحَقَّ، فَلَمْ يَعْلَمُوا عَنْهُ شَيْئًا، وَلَمْ يَحْصُلْ مِنْهُمْ تَقْصِيرٌ فِي طَلَبِهِ، حَيْثُ ظَنُّوا أَنَّ مَا هُمْ عَلَيْهِ هُوَ الْحَقُّ، فَهَؤُلَاءِ مَعْذُورُونَ.
Golongan pertama: Mereka yang tidak mengetahui kebenaran, tidak mengetahui apa pun tentangnya, dan tidak lalai dalam mencarinya, di mana mereka menyangka bahwa apa yang mereka yakini adalah kebenaran. Mereka ini dimaafkan.
الْقِسْمُ الثَّانِي: مَنْ عَلِمُوا الْحَقَّ، وَلَكِنَّهُمْ رَدُّوهُ تَعَصُّبًا لِأَئِمَّتِهِمْ، فَهَؤُلَاءِ لَا يُعْذَرُونَ، وَهُمْ كَمَنْ قَالَ اللهُ فِيهِمْ: ﴿إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ﴾ ١.
Golongan kedua: Mereka yang mengetahui kebenaran, tetapi menolaknya karena fanatik kepada imam-imam mereka. Mereka ini tidak dimaafkan, dan mereka seperti orang-orang yang Allah berfirman tentang mereka: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka."_1
وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ...............................................
Dan bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya...............................................
وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ...................................................
Dan kalimat-Nya (yaitu) yang disampaikan-Nya kepada Maryam...................................................
وَرُوحٌ مِنْهُ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ،......................................
Dan ruh darinya, surga adalah benar, neraka adalah benar, ....................................................
.......................................................................
.......................................................................
إِلَى خَالِقِهِ، وَهَذِهِ الْإِضَافَةُ قَدْ تَكُونُ عَلَى سَبِيلِ عُمُومِ الْخَلْقِ؛ كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ﴾ ١ وَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّ أَرْضِي وَاسِعَةٌ﴾ ٢ وَقَدْ تَكُونُ عَلَى سَبِيلِ الْخُصُوصِ لِشَرَفِهِ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ﴾ ٣ وَكَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا﴾ ٤ وَهَذَا الْقِسْمُ مَخْلُوقٌ.
kepada Penciptanya, dan penambahan ini mungkin secara umum makhluk; seperti firman-Nya Ta'ala: "Dan Dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya" (1) dan firman-Nya Ta'ala: "Sesungguhnya bumi-Ku luas" (2) dan mungkin secara khusus untuk kemuliaannya, seperti firman-Nya Ta'ala: "Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf" (3) dan seperti firman-Nya Ta'ala: "(Inilah) unta betina dari Allah dan minumannya" (4) dan ini adalah bagian yang diciptakan.
الثَّانِي: أَنْ يَكُونَ شَيْئًا مُضَافًا إِلَى عَيْنٍ مَخْلُوقَةٍ يَقُومُ بِهَا، مِثَالُهُ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَرُوحٌ مِنْهُ﴾ فَإِضَافَةُ هَذِهِ الرُّوحِ إِلَى اللهِ مِنْ بَابِ إِضَافَةِ الْمَخْلُوقِ إِلَى خَالِقِهِ تَشْرِيفًا، فَهِيَ رُوحٌ مِنَ الْأَرْوَاحِ الَّتِي خَلَقَهَا اللهُ، وَلَيْسَتْ جُزْءً أَوْ رُوحًا مِنَ اللهِ، إِذْ إِنَّ هَذِهِ الرُّوحَ حَلَّتْ فِي عِيسَى ﵇، وَهُوَ عَيْنٌ مُنْفَصِلَةٌ عَنِ اللهِ، وَهَذَا الْقِسْمُ مَخْلُوقٌ أَيْضًا.
Kedua: bahwa itu adalah sesuatu yang ditambahkan kepada 'ain yang diciptakan yang berdiri dengannya, contohnya adalah firman Allah Ta'ala: "Dan ruh darinya" maka penambahan ruh ini kepada Allah adalah dari bab penambahan makhluk kepada Penciptanya sebagai pemuliaan, maka ia adalah ruh dari ruh-ruh yang diciptakan oleh Allah, dan bukan bagian atau ruh dari Allah, karena sesungguhnya ruh ini bersemayam pada Isa ﷺ, dan dia adalah 'ain yang terpisah dari Allah, dan bagian ini juga makhluk yang diciptakan.
الثَّالِثُ: أَنْ يَكُونَ وَصْفًا غَيْرَ مُضَافٍ إِلَى عَيْنٍ مَخْلُوقَةٍ.
Ketiga: bahwa itu adalah sifat yang tidak ditambahkan kepada 'ain yang diciptakan.
مِثَالُ ذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي﴾ ٥.
Contoh dari hal itu adalah firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Aku telah memilih kamu melebihi manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku" (5).
فَالرِّسَالَةُ وَالْكَلامُ أُضِيفَا إِلَى اللهِ مِنْ بَابِ إِضَافَةِ الصِّفَةِ إِلَى الْمَوْصُوفِ، فَإِذَا أَضَافَ اللهُ لِنَفْسِهِ صِفَةً، فَهَذِهِ الصِّفَةُ غَيْرُ مَخْلُوقَةٍ، وَبِهَذَا يَتَبَيَّنُ أَنَّ هَذِهِ الْأَقْسَامَ الثَّلاثَةَ: قِسْمَانِ مِنْهَا مَخْلُوقَانِ، وَقِسْمٌ غَيْرُ مَخْلُوقٍ.
Maka risalah dan kalam ditambahkan kepada Allah dari segi penambahan sifat kepada yang disifati, maka jika Allah menambahkan sifat untuk diri-Nya, maka sifat ini tidak diciptakan, dan dengan ini menjadi jelas bahwa tiga pembagian ini: dua darinya adalah makhluk, dan satu bagian tidak diciptakan.
فَالْأَعْيَانُ الْقَائِمَةُ بِنَفْسِهَا وَالْمُتَّصِلُ بِهَذِهِ الْأَعْيَانِ مَخْلُوقَةٌ، وَالْوَصْفُ الَّذِي لَمْ يُذْكَرْ لَهُ عَيْنٌ يَقُومُ بِهَا غَيْرُ مَخْلُوقٍ، لِأَنَّهُ يَكُونُ مِنْ صِفَاتِ اللهِ، وَصِفَاتُ اللهِ غَيْرُ مَخْلُوقَةٍ.
Maka a'yan (entitas-entitas) yang berdiri sendiri dan yang bersambung dengan a'yan ini adalah makhluk, dan sifat yang tidak disebutkan baginya 'ain yang berdiri dengannya adalah tidak diciptakan, karena ia termasuk dari sifat-sifat Allah, dan sifat-sifat Allah tidak diciptakan.
وَقَدِ اجْتَمَعَ الْقِسْمَانِ فِي قَوْلِهِ: "كَلِمَتُهُ، وَرُوحٌ مِنْهُ"؛ فَكَلِمَتُهُ هَذِهِ وَصْفٌ مُضَافٌ إِلَى اللهِ، وَعَلَى هَذَا، فَتَكُونُ كَلِمَتُهُ صِفَةً مِنْ صِفَاتِ اللهِ.
Dan dua bagian ini telah terkumpul pada firman-Nya: "Kalimat-Nya, dan ruh dari-Nya"; maka kalimat-Nya ini adalah sifat yang ditambahkan kepada Allah, dan berdasarkan ini, maka kalimat-Nya adalah sifat dari sifat-sifat Allah.
أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ" أَخْرَجَاهُ١.
Allah memasukkannya ke surga atas amalan apa pun yang dia lakukan." Diriwayatkan oleh keduanya١.
وَلَهُمَا٢ فِي حَدِيثِ عِتْبَانَ:........................................
Dan bagi mereka berdua٢ dalam hadits 'Itbân: ........................................
"فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ".
"Karena sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan: Tidak ada tuhan selain Allah dengan mengharapkan wajah Allah dengan hal itu."
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ: " قَالَ مُوسَى ﵇: يَا رَبِّ! عَلِّمْنِي شَيْئًا أَذْكُرُكَ وَأَدْعُوكَ
Dari Abu Sa'id Al-Khudri raḍiyallāhu 'anhu, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, "Musa ﵇ berkata, 'Wahai Tuhanku! Ajari aku sesuatu yang dengannya aku dapat mengingatMu dan berdoa kepadaMu'
بِهِ قَالَ: قُلْ يَا مُوسَى: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ. قَالَ: يَا رَبِّ كُلُّ عِبَادِكَ يَقُولُونَ هَذَا؟ قَالَ: يَا مُوسَى! لَوْ أَنَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَعَامِرَهُنَّ غَيْرِي وَالْأَرْضِينَ السَّبْعَ فِي كَفَّةٍ................................................................
Dengan itu, Dia berkata: Katakanlah wahai Musa: Tidak ada tuhan selain Allah. Dia (Musa) berkata: Wahai Tuhanku, semua hamba-Mu mengatakan ini? Dia (Allah) berkata: Wahai Musa! Seandainya tujuh langit dan penghuninya selain Aku serta tujuh bumi berada di satu sisi timbangan................................................................
وَ(لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ) فِي كَفَّةٍ، مَالَتْ بِهِنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ " رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ١.
Dan (tidak ada tuhan selain Allah) berada di satu sisi timbangan, maka "tidak ada tuhan selain Allah" akan lebih berat daripada mereka". Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim dan dishahihkan¹.
وَلِلتِّرْمِذِيِّ وَحَسَّنَهُ عَنْ أَنَسٍ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: " قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ!.............................................................
Menurut At-Tirmidzi, dan dia menghasankannya dari Anas: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: Wahai anak Adam!.............................................................
.......................................................................
.......................................................................
الْمُحَدِّثُونَ فِي الْأَحَادِيثِ النَّبَوِيَّةِ، لِأَنَّهُ مَنْسُوبٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ تَبْلِيغًا، وَلَيْسَ مِنَ الْقُرْآنِ بِالْإِجْمَاعِ، وَإِنْ كَانَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا قَدْ بَلَّغَهُ النَّبِيُّ ﷺ أُمَّتَهُ عَنِ اللهِ- ﷿.
Para ahli hadits dalam hadits-hadits Nabi, karena itu dinisbatkan kepada Nabi ﷺ sebagai penyampaian, dan bukan dari Al-Qur'an menurut kesepakatan ulama, meskipun masing-masing dari keduanya telah disampaikan oleh Nabi ﷺ kepada umatnya dari Allah ﷿.
وَقَدِ اخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ ﵏ فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ هَلْ هُوَ كَلَامُ اللهِ تَعَالَى، أَوْ أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَوْحَى إِلَى رَسُولِهِ ﷺ مَعْنَاهُ وَاللَّفْظُ لَفْظُ رَسُولِ اللهِ ﷺ عَلَى قَوْلَيْنِ:
Para ulama ﵏ berbeda pendapat tentang lafaz hadits qudsi, apakah itu kalam Allah Ta'ala, atau Allah Ta'ala mewahyukan maknanya kepada Rasul-Nya ﷺ dan lafaznya adalah lafaz Rasulullah ﷺ, terdapat dua pendapat:
الْقَوْلُ الْأَوَّلُ: أَنَّ الْحَدِيثَ الْقُدْسِيَّ مِنْ عِنْدِ اللهِ لَفْظُهُ وَمَعْنَاهُ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ أَضَافَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى، وَمِنَ الْمَعْلُومِ أَنَّ الْأَصْلَ فِي الْقَوْلِ الْمُضَافِ أَنْ يَكُونَ بِلَفْظِ قَائِلِهِ لَا نَاقِلِهِ، لَا سِيَّمَا وَالنَّبِيُّ ﷺ أَقْوَى النَّاسِ أَمَانَةً وَأَوْثَقُهُمْ رِوَايَةً.
Pendapat pertama: Bahwa hadits qudsi dari sisi Allah lafaz dan maknanya; karena Nabi ﷺ menyandarkannya kepada Allah Ta'ala, dan telah diketahui bahwa pada dasarnya perkataan yang disandarkan adalah dengan lafaz yang mengucapkannya bukan yang meriwayatkannya, terlebih lagi Nabi ﷺ adalah manusia yang paling kuat amanahnya dan paling terpercaya riwayatnya.
الْقَوْلُ الثَّانِي: أَنَّ الْحَدِيثَ الْقُدْسِيَّ مَعْنَاهُ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَلَفْظُهُ لَفْظُ النَّبِيِّ ﷺ وَذَلِكَ لِوَجْهَيْنِ:
Pendapat kedua: Bahwa hadits qudsi maknanya dari Allah dan lafaznya adalah lafaz Nabi ﷺ, hal itu karena dua sisi:
الْوَجْهُ الْأَوَّلُ: لَوْ كَانَ الْحَدِيثُ الْقُدْسِيُّ مِنْ عِنْدِ اللهِ لَفْظًا وَمَعْنًى، لَكَانَ أَعْلَى سَنَدًا مِنَ الْقُرْآنِ، لِأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ تَعَالَى بِدُونِ وَاسِطَةٍ، كَمَا هُوَ ظَاهِرُ السِّيَاقِ، أَمَّا الْقُرْآنُ، فَنَزَلَ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ بِوَاسِطَةِ جِبْرِيلَ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ﴾ ١ [النحل: ١٠٢] وَقَالَ: ﴿نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ﴾ ٢ [الشعراء: ١٩٣- ١٩٥]
Sisi pertama: Seandainya hadits qudsi dari Allah lafaz dan maknanya, tentu ia lebih tinggi sanadnya daripada Al-Qur'an, karena Nabi ﷺ meriwayatkannya dari Tuhannya tanpa perantara, sebagaimana yang tampak dari konteksnya. Adapun Al-Qur'an, ia turun kepada Nabi ﷺ melalui perantaraan Jibril, sebagaimana Allah berfirman: "Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Tuhanmu" ١ [An-Nahl: 102] dan berfirman: "Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas" ٢ [Asy-Syu'ara: 193-195]
الْوَجْهُ الثَّانِي: أَنَّهُ لَوْ كَانَ لَفْظُ الْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ مِنْ عِنْدِ اللهِ، لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقُرْآنِ فَرْقٌ، لِأَنَّ كِلَيْهِمَا عَلَى هَذَا التَّقْدِيرِ كَلَامُ اللهِ تَعَالَى، وَالْحِكْمَةُ تَقْتَضِي تَسَاوِيَهُمَا فِي الْحُكْمِ حِينَ اتَّفَقَا فِي الْأَصْلِ، وَمِنَ الْمَعْلُومِ أَنَّ بَيْنَ الْقُرْآنِ وَالْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ فُرُوقًا كَثِيرَةً:
Sisi kedua: Seandainya lafaz hadits qudsi dari Allah, tentu tidak ada perbedaan antara hadits qudsi dan Al-Qur'an, karena keduanya menurut perkiraan ini adalah kalam Allah Ta'ala, dan hikmah menuntut persamaan keduanya dalam hukum ketika keduanya sepakat dalam asalnya. Dan telah diketahui bahwa antara Al-Qur'an dan hadits qudsi terdapat banyak perbedaan:
.......................................................................
.......................................................................
مِنْهَا: أَنَّ الْحَدِيثَ الْقُدْسِيَّ لَا يُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ، بِمَعْنَى أَنَّ الْإِنْسَانَ لَا يَتَعَبَّدُ لِلَّهِ تَعَالَى بِمُجَرَّدِ قِرَاءَتِهِ، فَلَا يُثَابُ عَلَى كُلِّ حَرْفٍ مِنْهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ، وَالْقُرْآنُ يُتَعَبَّدُ بِتِلَاوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ مِنْهُ عَشْرُ حَسَنَاتٍ.
Di antaranya: Bahwa Hadis Qudsi tidak dianggap sebagai sarana ibadah dengan sekadar membacanya, artinya seseorang tidak beribadah kepada Allah Ta'ala hanya dengan membaca Hadis Qudsi, sehingga tidak diberi pahala sepuluh kebaikan untuk setiap hurufnya. Sedangkan Al-Qur'an dapat dijadikan sarana ibadah dengan membacanya, setiap hurufnya dihitung sepuluh kebaikan.
وَمِنْهَا: أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى تَحَدَّى أَنْ يَأْتِيَ النَّاسُ بِمِثْلِ الْقُرْآنِ أَوْ آيَةٍ مِنْهُ، وَلَمْ يَرِدْ مِثْلُ ذَلِكَ فِي الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ.
Dan di antaranya: Allah Ta'ala menantang manusia untuk membuat yang seperti Al-Qur'an atau satu ayat darinya, dan hal semacam itu tidak terdapat pada Hadis-hadis Qudsi.
وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ مَحْفُوظٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ تَعَالَى، كَمَا قَالَ سُبْحَانَهُ: ﴿إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ﴾ ١ [الحجر: ٩] وَالْأَحَادِيثُ الْقُدْسِيَّةُ بِخِلَافِ ذَلِكَ، فَفِيهَا الصَّحِيحُ وَالْحَسَنُ، بَلْ أُضِيفَ إِلَيْهَا مَا كَانَ ضَعِيفًا أَوْ مَوْضُوعًا، وَهَذَا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ مِنْهَا لَكِنْ نُسِبَ إِلَيْهَا وَفِيهَا التَّقْدِيمُ وَالتَّأْخِيرُ وَالزِّيَادَةُ وَالنَّقْصُ.
Dan di antaranya: Bahwa Al-Qur'an itu terpelihara dari Allah Ta'ala, sebagaimana Dia berfirman: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Qur'an), dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." [Al-Hijr: 9] Sedangkan hadis-hadis qudsi berbeda, di dalamnya ada yang sahih, hasan, bahkan yang dhaif atau maudhu' (palsu) juga disandarkan kepadanya. Meskipun hadis yang lemah atau palsu itu bukan termasuk hadis qudsi, tetapi dinisbatkan kepadanya. Di dalam hadis qudsi juga terdapat pendahuluan, pengakhiran, penambahan, dan pengurangan.
وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ لَا تَجُوزُ قِرَاءَتُهُ بِالْمَعْنَى بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ، وَأَمَّا الْأَحَادِيثُ الْقُدْسِيَّةُ فَعَلَى الْخِلَافِ فِي جَوَازِ نَقْلِ الْحَدِيثِ النَّبَوِيِّ بِالْمَعْنَى وَالْأَكْثَرُونَ عَلَى جَوَازِهِ.
Dan di antaranya: Bahwa tidak diperbolehkan membaca Al-Qur'an dengan maknanya saja berdasarkan ijmak umat Islam. Adapun hadis-hadis qudsi, terdapat perbedaan pendapat tentang bolehnya meriwayatkan hadis Nabi dengan makna, dan mayoritas ulama membolehkannya.
وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ تُشْرَعُ قِرَاءَتُهُ فِي الصَّلَاةِ وَمِنْهُ مَا لَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ بِدُونِ قِرَاءَتِهِ، بِخِلَافِ الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ.
Dan di antaranya: Bahwa disyariatkan membaca Al-Qur'an dalam shalat, dan di antaranya ada yang shalatnya tidak sah tanpa membacanya, berbeda dengan hadis-hadis qudsi.
وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ لَا يَمَسُّهُ إِلَّا طَاهِرٌ عَلَى الْأَصَحِّ، بِخِلَافِ الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ.
Dan di antaranya: Bahwa Al-Qur'an tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang suci berdasarkan pendapat yang lebih sahih, berbeda dengan hadis-hadis qudsi.
وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ لَا يَقْرَؤُهُ الْجُنُبُ حَتَّى يَغْتَسِلَ عَلَى الْقَوْلِ الرَّاجِحِ، بِخِلَافِ الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ.
Dan di antaranya: Bahwa orang yang junub tidak boleh membaca Al-Qur'an hingga ia mandi berdasarkan pendapat yang rajih (kuat), berbeda dengan hadis-hadis qudsi.
وَمِنْهَا: أَنَّ الْقُرْآنَ ثَبَتَ بِالتَّوَاتُرِ الْقَطْعِيِّ الْمُفِيدِ لِلْعِلْمِ الْيَقِينِيِّ، فَلَوْ أَنْكَرَ مِنْهُ حَرْفًا أَجْمَعَ الْقُرَّاءُ عَلَيْهِ، لَكَانَ كَافِرًا، بِخِلَافِ الْأَحَادِيثِ الْقُدْسِيَّةِ،
Dan di antaranya: Bahwa Al-Qur'an ditetapkan dengan tawatur yang qath'i (pasti) yang memberikan ilmu yang yakin. Seandainya seseorang mengingkari satu huruf yang disepakati oleh para qari (ahli qiraat), maka dia menjadi kafir. Berbeda dengan hadis-hadis qudsi,
.......................................................................
.......................................................................
فَإِنَّهُ لَوْ أَنْكَرَ شَيْئًا مِنْهَا مُدَّعِيًا أَنَّهُ لَمْ يَثْبُتْ، لَمْ يَكْفُرْ، أَمَّا لَوْ أَنْكَرَهُ مَعَ عِلْمًا أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَهُ، لَكَانَ كَافِرًا لِتَكْذِيبِهِ النَّبِيَّ ﷺ
Jika seseorang mengingkari sesuatu dari hadits qudsi, dengan mengklaim bahwa hadits tersebut tidak terbukti, maka ia tidak kafir. Namun, jika ia mengingkarinya padahal ia tahu bahwa Nabi ﷺ telah mengatakannya, maka ia menjadi kafir karena mendustakan Nabi ﷺ.
وَأَجَابَ هَؤُلَاءِ عَنْ كَوْنِ النَّبِيِّ ﷺ أَضَافَهُ إِلَى اللهِ، وَالْأَصْلُ فِي الْقَوْلِ الْمُضَافِ أَنْ يَكُونَ لَفْظَ قَائِلِهِ بِالتَّسْلِيمِ أَنَّ هَذَا هُوَ الْأَصْلُ، لَكِنْ قَدْ يُضَافُ إِلَى قَائِلِهِ مَعْنًى لَا لَفْظًا، كَمَا فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يُضِيفُ أَقْوَالًا إِلَى قَائِلِيهَا، وَنَحْنُ نَعْلَمُ أَنَّهَا أُضِيفَتْ مَعْنًى لَا لَفْظًا، كَمَا فِي "قَصَصِ الْأَنْبِيَاءِ" وَغَيْرِهِمْ، وَكَلَامِ الْهُدْهُدِ وَالنَّمْلَةِ; فَإِنَّهُ بِغَيْرِ هَذَا اللَّفْظِ قَطْعًا
Mereka menjawab tentang atribusi Nabi ﷺ terhadap hadits qudsi kepada Allah, dan asal dalam perkataan yang diatribusikan adalah lafaz dari yang mengatakannya, dengan mengakui bahwa inilah asalnya. Namun terkadang sebuah makna diatribusikan kepada pengucapnya dan bukan lafaznya, seperti dalam Al-Qur'an Al-Karim. Allah Ta'ala mengatribusikan perkataan kepada para pengucapnya, dan kita tahu bahwa perkataan tersebut diatribusikan secara makna dan bukan lafaz, seperti dalam "Kisah Para Nabi" dan lainnya, serta perkataan Hudhud dan semut; hal itu pasti bukan dengan lafaz ini.
وَبِهَذَا يَتَبَيَّنُ رُجْحَانُ هَذَا الْقَوْلِ، وَلَيْسَ الْخِلَافُ فِي هَذَا كَالْخِلَافِ بَيْنَ الْأَشَاعِرَةِ وَأَهْلِ السُّنَّةِ فِي كَلَامِ اللهِ تَعَالَى، لِأَنَّ الْخِلَافَ بَيْنَ هَؤُلَاءِ فِي أَصْلِ كَلَامِ اللهِ تَعَالَى، فَأَهْلُ السُّنَّةِ يَقُولُونَ: كَلَامُ اللهِ تَعَالَى كَلَامٌ حَقِيقِيٌّ مَسْمُوعٌ يَتَكَلَّمُ سُبْحَانَهُ بِصَوْتٍ وَحَرْفٍ، وَالْأَشَاعِرَةُ لَا يُثْبِتُونَ ذَلِكَ، وَإِنَّمَا يَقُولُونَ: كَلَامُ اللهِ تَعَالَى هُوَ الْمَعْنَى الْقَائِمُ بِنَفْسِهِ، وَلَيْسَ بِحَرْفٍ وَصَوْتٍ، وَلَكِنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْلُقُ صَوْتًا يُعَبِّرُ بِهِ عَنِ الْمَعْنَى الْقَائِمِ بِنَفْسِهِ، وَلَا شَكَّ فِي بُطْلَانِ قَوْلِهِمْ، وَهُوَ فِي الْحَقِيقَةِ قَوْلُ الْمُعْتَزِلَةِ، لِأَنَّ الْمُعْتَزِلَةَ يَقُولُونَ: الْقُرْآنُ مَخْلُوقٌ، وَهُوَ كَلَامُ اللهِ، وَهَؤُلَاءِ يَقُولُونَ: الْقُرْآنُ مَخْلُوقٌ، وَهُوَ عِبَارَةٌ عَنْ كَلَامِ اللهِ، فَقَدِ اتَّفَقَ الْجَمِيعُ عَلَى أَنَّ مَا بَيْنَ دَفَّتَيِ الْمُصْحَفِ مَخْلُوقٌ
Dengan ini, jelas kelebihan pendapat ini. Perselisihan dalam hal ini tidaklah seperti perselisihan antara Asy'ariyyah dan Ahlus Sunnah mengenai kalam Allah Ta'ala, karena perselisihan di antara mereka adalah tentang asal kalam Allah Ta'ala. Ahlus Sunnah mengatakan: Kalam Allah Ta'ala adalah kalam yang nyata dan dapat didengar, Dia Maha Suci berbicara dengan suara dan huruf. Sedangkan Asy'ariyyah tidak menetapkan hal itu, mereka mengatakan: Kalam Allah Ta'ala adalah makna yang berdiri sendiri, bukan berupa huruf dan suara. Tetapi Allah Ta'ala menciptakan suara yang dengannya Dia mengungkapkan makna yang berdiri sendiri. Tidak diragukan lagi, pendapat mereka adalah batil, dan sesungguhnya itu adalah pendapat Mu'tazilah. Karena Mu'tazilah mengatakan: Al-Qur'an adalah makhluk, dan ia adalah kalam Allah. Sedangkan mereka (Asy'ariyyah) mengatakan: Al-Qur'an adalah makhluk, dan ia adalah ungkapan dari kalam Allah. Maka semua sepakat bahwa apa yang ada di antara dua sampul mushaf adalah makhluk.
ثُمَّ لَوْ قِيلَ فِي مَسْأَلَتِنَا- الْكَلَامُ فِي الْحَدِيثِ الْقُدْسِيِّ-: إِنَّ الْأَوْلَى تَرْكُ الْخَوْضِ فِي هَذَا، خَوْفًا مِنْ أَنْ يَكُونَ مِنَ التَّنَطُّعِ الْهَالِكِ فَاعِلُهُ، وَالِاقْتِصَارُ عَلَى الْقَوْلِ بِأَنَّ الْحَدِيثَ الْقُدْسِيَّ مَا رَوَاهُ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ رَبِّهِ وَكَفَى، لَكَانَ ذَلِكَ كَافِيًا، وَلَعَلَّهُ أَسْلَمُ وَاللهُ أَعْلَمُ
Kemudian jika dikatakan dalam masalah kita - yaitu pembicaraan tentang hadits qudsi - bahwa yang utama adalah meninggalkan pembahasan ini, karena khawatir termasuk sikap berlebihan yang membinasakan pelakunya, dan mencukupkan diri dengan mengatakan bahwa hadits qudsi adalah apa yang diriwayatkan oleh Nabi ﷺ dari Tuhannya saja, maka itu sudah cukup. Dan barangkali itu lebih selamat, wallahu a'lam.
·فِيهِ مَسَائِلُ:
· Di dalamnya terdapat permasalahan:
الْأُولَى: سَعَةُ فَضْلِ اللهِ.
Pertama: Luasnya keutamaan Allah.
الثَّانِيَةُ: كَثْرَةُ ثَوَابِ التَّوْحِيدِ عِنْدَ اللهِ.
Kedua: Banyaknya pahala tauhid di sisi Allah.
الثَّالِثَةُ: تَكْفِيرُهُ مَعَ ذَلِكَ لِلذُّنُوبِ.
Ketiga: Penebusan dosa-dosa bersamanya.
الرَّابِعَةُ: تَفْسِيرُ الْآيَةِ الَّتِي فِي سُورَةِ الْأَنْعَامِ.
Keempat: Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Al-An'am.
الْخَامِسَةُ: تَأَمُّلُ الْخَمْسِ اللَّوَاتِي فِي حَدِيثِ عُبَادَةَ.
Kelima: Merenungkan lima hal yang ada dalam hadits 'Ubadah.
السَّادِسَةُ: أَنَّكَ إِذَا جَمَعْتَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ حَدِيثِ عِتْبَانَ وَمَا بَعْدَهُ، تَبَيَّنَ لَكَ مَعْنَى قَوْلِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَتَبَيَّنَ لَكَ خَطَأُ الْمَغْرُورِينَ.
Keenam: Jika Anda menggabungkan antara hadits ini dengan hadits 'Itban dan setelahnya, maka akan menjadi jelas bagi Anda makna dari perkataan: Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah), dan kesalahan orang-orang yang tertipu akan menjadi jelas bagi Anda.
السَّابِعَةُ: التَّنْبِيهُ لِلشَّرْطِ الَّذِي فِي حَدِيثِ عِتْبَانَ.
Ketujuh: Peringatan tentang syarat yang ada dalam hadits 'Itban.
الثَّامِنَةُ: كَوْنُ الأَنْبِيَاءِ يَحْتَاجُونَ لِلتَّنْبِيهِ عَلَى فَضْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ).
Kedelapan: Para nabi membutuhkan peringatan akan keutamaan laa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah).
التَّاسِعَةُ: التَّنْبِيهُ لِرُجْحَانِهَا بِجَمِيعِ الْمَخْلُوقَاتِ، مَعَ أَنَّ كَثِيرًا مِمَّنْ يَقُولُهَا يَخِفُّ مِيزَانُهُ.
Kesembilan: Peringatan akan keunggulannya atas seluruh makhluk, meskipun banyak dari mereka yang mengucapkannya tetapi timbangan amalnya ringan.
الْعَاشِرَةُ: النَّصُّ عَلَى أَنَّ الْأَرْضِينَ سَبْعٌ كَالسَّمَاوَاتِ.
Kesepuluh: Pernyataan tegas bahwa bumi itu tujuh sebagaimana langit.
السَّبْعِ، وَهَذَا لَيْسَ بِصَحِيحٍ، لِأَنَّ هَذَا يَمْتَنِعُ بِالنِّسْبَةِ لِقَوْلِهِ: "طَوَّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ"، وَقِيلَ: الْمُرَادُ الْمَجْمُوعَةُ الشَّمْسِيَّةُ، لَكِنَّ ظَاهِرَ النُّصُوصِ أَنَّهَا طِبَاقٌ كَالسَّمَاوَاتِ، وَلَيْسَ لَنَا أَنْ نَقُولَ إِلَّا مَا جَاءَ فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ عَنْ هَذِهِ الْأَرَضِينَ، لِأَنَّنَا لَا نَعْرِفُهَا.
Tujuh, dan ini tidak benar, karena ini tidak mungkin dalam kaitannya dengan firman-Nya: "Dia mengalungkannya dari tujuh bumi", dan dikatakan: Yang dimaksud adalah tata surya, tetapi zahir dari nash-nash menunjukkan bahwa itu adalah tingkatan-tingkatan seperti langit, dan kita tidak boleh mengatakan kecuali apa yang datang dalam Al-Kitab dan As-Sunnah tentang bumi-bumi ini, karena kita tidak mengetahuinya.
الْحَادِيَةَ عَشْرَةَ: أَنَّ لَهُنَّ عُمَّارًا.
Kesebelas: Bahwasanya langit-langit itu memiliki penghuni.
الثَّانِيَةَ عَشْرَةَ: إِثْبَاتُ الصِّفَاتِ خِلَافًا لِلْأَشْعَرِيَّةِ.
Kedua belas: Penetapan sifat-sifat berbeda dengan Asy'ariyah.
الثَّالِثَةَ عَشْرَةَ: أَنَّكَ إِذَا عَرَفْتَ حَدِيثَ أَنَسٍ، عَرَفْتَ أَنَّ قَوْلَهُ فِي حَدِيثِ عِتْبَانَ: "فَإِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ"١ أَنَّ تَرْكَ الشِّرْكِ، لَيْسَ قَوْلَهَا بِاللِّسَانِ.
Ketiga belas: Bahwa jika engkau mengetahui hadits Anas, maka engkau mengetahui bahwa perkataannya dalam hadits 'Itban: "Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengatakan: Tidak ada tuhan selain Allah, dengan mengharap wajah Allah dengan itu"¹ bahwa meninggalkan syirik, bukan sekadar mengucapkannya dengan lisan.
الرَّابِعَةَ عَشْرَةَ: تَأَمُّلُ الْجَمْعِ بَيْنَ كَوْنِ عِيسَى وَمُحَمَّدٍ عَبْدَيِ اللهِ وَرَسُولَيْهِ.
Keempat belas: Merenungkan kombinasi status Isa dan Muhammad sebagai hamba Allah dan rasul-Nya.
الْخَامِسَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ اخْتِصَاصِ عِيسَى بِكَوْنِهِ كَلِمَةَ اللهِ.
Kelima belas: Mengetahui kekhususan Isa sebagai kalimat Allah.
السَّادِسَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ كَوْنِهِ رُوحًا مِنْهُ.
Keenam belas: Mengetahui statusnya sebagai roh dari-Nya.
السَّابِعَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ فَضْلِ الْإِيمَانِ بِالْجَنَّةِ وَالنَّارِ.
Ketujuh belas: Mengetahui keutamaan iman kepada surga dan neraka.
الثَّامِنَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ قَوْلِهِ: "عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ".
Kedelapan belas: Mengetahui perkataan beliau: "Atas amalan yang telah dilakukan".
التَّاسِعَةَ عَشْرَةَ: مَعْرِفَةُ أَنَّ الْمِيزَانَ لَهُ كَفَّتَانِ.
Kesembilan belas: Mengetahui bahwa timbangan memiliki dua daun.
الْعِشْرُونَ: مَعْرِفَةُ ذِكْرِ الْوَجْهِ.
Kedua puluh: Mengetahui penyebutan wajah.
باب من حقق التوحيد دخل الجنة بغير حساب
بَابُ مَنْ حَقَّقَ التَّوْحِيدَ دَخَلَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Bab: Barangsiapa yang Merealisasikan Tauhid akan Masuk Surga Tanpa Hisab
........................................................................
........................................................................
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ﴾ ١.
Dan firman Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (pemimpin) yang patut dicontohi lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."
.......................................................................
.......................................................................
تَرَدُّدٌ لَا يَصْبِرُ عَلَى هَذَا، لِأَنَّ النَّفْسَ لَا تَدَعُ شَيْئًا إِلَّا لِمَا هُوَ أَحَبُّ إِلَيْهَا مِنْهُ، وَلَا تُحِبُّ شَيْئًا إِلَّا مَا ظَنَّتْ فَائِدَتَهُ، أَوْ تَيَقَّنَتْ.
Keraguan yang tidak bersabar atas hal ini, karena jiwa tidak meninggalkan sesuatu kecuali untuk apa yang lebih dicintainya daripadanya, dan tidak mencintai sesuatu kecuali apa yang ia duga manfaatnya, atau ia yakini.
وَيَجِبُ أَنْ نَعْلَمَ أَنَّ ثَنَاءَ اللهِ عَلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِهِ لَا يُقْصَدُ مِنْهُ أَنْ يَصِلَ إِلَيْنَا الثَّنَاءُ فَقَطْ، لَكِنْ يُقْصَدُ مِنْهُ أَمْرَانِ هَامَّانِ:
Dan kita harus mengetahui bahwa pujian Allah atas salah satu makhluk-Nya tidak dimaksudkan darinya agar sampai kepada kita pujian itu saja, tetapi dimaksudkan darinya dua perkara penting:
الْأَوَّلُ: مَحَبَّةُ هَذَا الَّذِي أَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ خَيْرًا، كَمَا أَنَّ مَنْ أَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ شَرًّا، فَإِنَّنَا نَبْغُضُهُ وَنَكْرَهُهُ، فَنُحِبُّ إِبْرَاهِيمَ ﵇، لِأَنَّهُ كَانَ إِمَامًا حَنِيفًا قَانِتًا لِلهِ وَلَمْ يَكُنْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ، وَنَكْرَهُ قَوْمَهُ، لِأَنَّهُمْ كَانُوا ضَالِّينَ، وَنُحِبُّ الْمَلَائِكَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ غَيْرِ جِنْسِنَا، لِأَنَّهُمْ قَائِمُونَ بِأَمْرِ اللهِ، وَنَكْرَهُ الشَّيَاطِينَ، لِأَنَّهُمْ عَاصُونَ لِلهِ وَأَعْدَاءٌ لَنَا وَلِلهِ، وَنَكْرَهُ أَتْبَاعَ الشَّيَاطِينِ، لِأَنَّهُمْ عَاصُونَ لِلهِ أَيْضًا وَأَعْدَاءٌ لِلهِ وَلَنَا.
Pertama: Mencintai orang yang dipuji baik oleh Allah ini, sebagaimana siapa yang dipuji buruk oleh Allah, maka kita membencinya dan tidak menyukainya. Kita mencintai Ibrahim ﷺ, karena dia adalah seorang imam yang lurus, taat kepada Allah dan bukan termasuk orang-orang musyrik. Kita membenci kaumnya, karena mereka adalah orang-orang yang sesat. Kita mencintai para malaikat meskipun mereka bukan dari jenis kita, karena mereka melaksanakan perintah Allah. Kita membenci setan-setan, karena mereka durhaka kepada Allah dan merupakan musuh bagi kita dan Allah. Kita membenci pengikut setan, karena mereka juga durhaka kepada Allah serta merupakan musuh Allah dan kita.
الثَّانِي: أَنْ نَقْتَدِيَ بِهِ فِي هَذِهِ الصِّفَاتِ الَّتِي أَثْنَى اللهُ بِهَا عَلَيْهِ، لِأَنَّهَا مَحَلُّ الثَّنَاءِ، وَلَنَا مِنَ الثَّنَاءِ بِقَدْرِ مَا اقْتَدَيْنَا بِهِ فِيهَا، قَالَ تَعَالَى: ﴿لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ﴾ ١، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ﴾ ٢ وَقَالَ تَعَالَى: ﴿لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ﴾ ٣ وَهَذِهِ مَسْأَلَةٌ مُهِمَّةٌ، لِأَنَّ الْإِنْسَانَ أَحْيَانًا يَغِيبُ عَنْ بَالِهِ الْغَرَضُ الْأَوَّلُ، وَهُوَ مَحَبَّةُ هَذَا الَّذِي أَثْنَى اللهُ عَلَيْهِ خَيْرًا، وَلَكِنْ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَغِيبَ، لِأَنَّ الْحُبَّ فِي اللهِ، وَالْبُغْضَ فِي اللهِ مِنْ أَوْثَقِ عُرَى الْإِيمَانِ.
Kedua: Agar kita meneladani dia dalam sifat-sifat yang dipuji Allah ini, karena sifat-sifat itu adalah tempat pujian, dan bagi kita dari pujian itu sesuai kadar kita meneladaninya di dalamnya. Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." ¹ Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia." ² Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian." ³ Ini adalah permasalahan yang penting, karena terkadang manusia melupakan tujuan pertama, yaitu mencintai orang yang dipuji baik oleh Allah ini, padahal seharusnya tidak dilupakan, karena cinta karena Allah, dan benci karena Allah termasuk ikatan iman yang paling kuat.
فَائِدَةٌ:
Faidah:
أَبُو إِبْرَاهِيمَ مَاتَ عَلَى الْكُفْرِ، وَالصَّوَابُ الَّذِي نَعْتَقِدُهُ أَنَّ اسْمَهُ آزَرُ، كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً﴾ ٤، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ
Ayah Ibrahim meninggal dalam keadaan kafir, dan yang benar yang kami yakini bahwa namanya adalah Azar, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, 'Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan-tuhan?'" ⁴ Allah Ta'ala berfirman: "Dan permintaan ampun Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya." ⁵
وقال: ﴿وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لا يُشْرِكُونَ﴾ ١.
وعن حصين بن عبد الرحمن، قال: " كنت عند سعيد بن جبير،............
فقال: أيكم رأى الكوكب الذي انقض البارحة؟ فقلت: أنا ثم قلت: أما إني لم أكن في صلاة. ولكني لدغت قال: فما صنعت؟.........................
قلت: ارتقيت قال: فما حملك على ذلك؟ قلت: حديث حدثناه الشعبي. قال: وما حدثكم؟ قلت: حدثنا عن بريدة بن الحصيب، أنه قال: لا رقية إلا من عين أو حمة ١.
قال: قد أحسن من انتهى إلى ما سمع ".
.......................................................................
الرقى تنفع بإذن الله من العين ومن الحمة أيضا، وكثير من الناس يقرؤون على الملدوغ فيبرأ حالا، ويدل لهذا قصة الرجل الذي بعثه النبي ﷺ في سرية، فاستضافوا قوما، فلم يضيفوهم، فلدغ سيدهم؛ لدغته عقرب، فقالوا: من يرقي؟ فقالوا: لعل هؤلاء الركب عندهم راق، فجاؤوا إلى السرية، قالوا: هل فيكم من راق؟ قالوا: نعم، ولكن لا نرقي لكم إلا بشيء من الغنم. فقالوا: نعطيكم. فاقتطعوا لهم من الغنم، ثم ذهب أحدهم يقرأ عليه الفاتحة، قرأها ثلاثا أو سبعا، فقام كأنما نشط من عقال، فانتفع اللديغ بقراءتها، ولهذا قال ﷺ " وما يدريك أنها رقية؟ " (يعني: الفاتحة) ١ وكذا القراءة من العين مفيدة.
ويستعمل للعين طريقة أخرى غير الرقية، وهو الاستغسال، وهي أن يؤتى بالعائن، ويطلب منه أن يتوضأ، ثم يؤخذ ما تناثر من الماء من أعضائه، ويصب على المصاب، ويشرب منه، ويبرأ بإذن الله. وهناك طريقة أخرى، ولا مانع منها أيضا، وهي أن يؤخذ شيء من شعاره، أي: ما يلي جسمه من الثياب، كالثوب، والطاقية، والسروال، وغيرها، أو التراب إذا مشى عليه وهو رطب، ويصب على ذلك ماء يرش به المصاب أو يشربه، وهو مجرب.
وأما العائن، فينبغي إذا رأى ما يعجبه أن يبّرك عليه، لقول النبي ﷺ لعامر بن ربيعة لما عان سهل بن حنيف: "هلا برّكت عليه" ٢ أي: قلت: بارك الله عليك.
ولكن حدثنا ابن عباس عن النبي ﷺ أنه قال: " عرضت علي الأمم، فرأيت النبي ومعه الرهط، والنبي ومعه الرجل والرجلان، والنبي وليس معه أحد. إذ رفع لي سواد عظيم،........................................... .........
فظننت أنهم أمتي، فقيل لي: هذا موسى وقومه، فنظرت; فإذا سواد عظيم، فقيل لي: هذه أمتك، ومعهم سبعون ألفا يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب. ثم نهض. فدخل منزله، فخاض الناس في أولئك. فقال بعضهم: فلعلهم الذين صحبوا رسول الله ﷺ "١.
وقال بعضهم: فلعلهم الذين ولدوا في الإسلام فلم يشركوا بالله شيئا ... وذكروا أشياء، فخرج عليهم رسول الله ﷺ فأخبروه، فقال: هم الذين لا يسترقون................................................................
ولا يكتوون ولا يتطيرون................................................
وعلى ربهم يتوكلون "١.
فقام عكاشة بن محصن، فقال: ادع الله أن يجعلني منهم. فقال: أنت منهم. ثم قام رجل آخر، فقال: ادع الله أن يجعلني منهم.........................
فقال: سبقك بها عكاشة " ١.
فيه مسائل:
الأولى: معرفة مراتب الناس في التوحيد.
الثانية: ما معنى تحقيقه.
الثالثة: ثناؤه سبحانه على إبراهيم بكونه لم يك من المشركين.
الرابعة: ثناؤه على سادات الأولياء بسلامتهم من الشرك.
الخامسة: كون ترك الرقية والكي من تحقيق التوحيد.
السادسة: كون الجامع لتلك الخصال هو التوكل.
السابعة: عمق علم الصحابة بمعرفتهم أنهم لم ينالوا ذلك إلا بعمل.
الثامنة: حرصهم على الخير.
التاسعة: فضيلة هذه الأمة بالكمية والكيفية.
العاشرة: فضيلة أصحاب موسى.
الحادية عشرة: عرض الأمم عليه ﵊.
الثانية عشرة: أن كل أمة تحشر وحدها مع نبيها.
الثالثة عشرة: قلة من استجاب للأنبياء.
الرابعة عشرة: أن من لم يجبه أحد يأتي وحده.
الخامسة عشرة: ثمرة هذا العلم، وهو عدم الاغترار بالكثرة، وعدم الزهد في القلة.
السادسة عشرة: الرخصة في الرقية من العين والحمة.
السابعة عشرة: عمق علم السلف; لقوله: " قد أحسن من انتهى إلى ما سمع، ولكن كذا وكذا "، فعلم أن الحديث الأول لا يخالف الثاني.
الثامنة عشرة: بعد السلف عن مدح الإنسان بما ليس فيه.
التاسعة عشرة: قوله:"أنت منهم": علم من أعلام النبوة.
العشرون: فضيلة عكاشة.
الحادية والعشرون: استعمال المعاريض.
الثانية والعشرون: حسن خلقه ﷺ
باب الخوف من الشرك
باب الخوف من الشرك
وقول الله عزوجل ﴿إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ ١.
وقال الخليل ﵇: ﴿وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأَصْنَامَ﴾ ١.
.......................................................................
وفي الحديث:............................................................
" أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر. فسئل عنه؟ فقال: الرياء "١.
.......................................................................
.......................................................................
وعن ابن مسعودرضي الله عنهأن رسول الله ﷺ قال: " من مات وهو يدعو من دون الله ندا؛............................................................
دخل النار " رواه البخاري١.
ولمسلم عن جابر; أن رسول الله ﷺ قال: " من لقي الله
لا يشرك به شيئا; دخل الجنة،...........................................
ومن لقيه يشرك به شيئا; دخل النار "١.
·فيه مسائل:
الأولى: الخوف من الشرك.
الثانية: أن الرياء من الشرك.
الثالثة: أنه من الشرك الأصغر.
الرابعة: أنه أخوف ما يخاف منه على الصالحين.
الخامسة: قرب الجنة والنار.
السادسة: الجمع بين قربهما في حديث واحد.
السابعة: أنه من لقيه يشرك به شيئا; دخل النار، ولو كان من أعبد الناس.
الثامنة: المسألة العظيمة سؤال الخليل له ولبنيه وقاية عبادة الأصنام.
التاسعة: اعتبارة بحال الأكثر; لقوله: ﴿رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ﴾ ١.
النَّاسِ﴾
العاشرة: فيه تفسير (لا إله إلا الله) كما ذكره البخاري.
الحادية عشرة: فضيلة من سلم من الشرك.
باب الدعاء إلى شهادة أن لا إله إلا الله
باب الدعاء إلي شهادة أن لا إله إلا الله
وقول الله تعالى: ﴿قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ﴾ ١ الآية.
......................................................................
.......................................................................
وعن ابن عباس ﵄; " أن رسول الله ﷺ لما بعث معاذا إلى اليمن...............................................................
قال له: إنك تأتي قوما من أهل الكتاب; فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة
بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾
أن لا إله إلا الله (وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله)، فإن هم
أطاعوك لذلك; فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك; فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك; فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب " أخرجاه١.
ولهما عن سهل بن سعد ﵁: " أن رسول الله ﷺ قال يوم خيبر: لأعطين الراية.................................................
غدا رجلا يحب الله ورسوله، ويحبه الله ورسوله; يفتح الله على يديه. فبات الناس يدوكون ليلتهم; أيهم يعطاها، فلما أصبحوا; غدوا على رسول الله ﷺ كلهم يرجو أن يعطاها.
فقال: أين علي بن أبي طالب؟. فقيل هو يشتكي عينيه. فأرسلوا إليه، فأتي به، فبصق في عينيه، ودعا له، فبرأ كأن لم يكن به وجع، فأعطاه الراية، فقال: انفذ على رسلك حتى تنزل بساحتهم..............................
ثم ادعهم إلى الإسلام، وأخبرهم بما يجب عليهم من حق الله تعالى فيه، فوالله، لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من
حمر النعم " ١ (يدوكون) ; أي: يخوضون.
· فيه مسائل:
الأولى: أن الدعوة إلى الله طريق من اتبع رسول الله ﷺ
الثانية: التنبيه على الإخلاص; لأن كثيرا من الناس لو دعا إلى الحق، فهو يدعو إلى نفسه.
الثالثة: أن البصيرة من الفرائض.
الرابعة: من دلائل حسن التوحيد كونه تنزيها لله تعالى عن المسبة.
الخامسة: أن من قبح الشرك كونه مسبة لله.
السادسة: وهي من أهمها: إبعاد المسلم عن المشركين; لئلا يصير منهم، ولو لم يشرك.
السابعة: كون التوحيد أول واجب
الثامنة: أنه يبدأ به قبل كل شيء، حتى الصلاة.
التاسعة: أن معنى: " أن يوحدوا الله ": معنى شهادة أن لا إله إلا الله.
العاشرة: أن الإنسان قد يكون من أهل الكتاب وهو لا يعرفها، أو يعرفها ولا يعمل بها.
الحادية عشرة: التنبيه على التعليم بالتدريج.
الثانية عشرة: البداءة بالأهم فالأهم.
الثالثة عشرة: مصرف الزكاة.
الرابعة عشرة: كشف العالم الشبهة عن المتعلم.
الخامسة عشرة: النهي عن كرائم الأموال.
السادسة عشرة: اتقاء دعوة المظلوم.
السابعة عشرة: الإخبار بأنها لا تحجب.
الثامنة عشرة: من أدلة التوحيد ما جرى على سيد المرسلين وسادات الأولياء من المشقة والجوع والوباء.
التاسعة عشرة: قوله: " لأعطين الراية ... " إلخ: علم من أعلام النبوة.
العشرون: تفله في عينيه علم من أعلامها أيضا.
·الحادية والعشرون: فضيلة علي (.
الثانية والعشرون: فضل الصحابة في دوكهم تلك الليلة وشغلهم عن بشارة الفتح.
الثالثة والعشرون: الإيمان بالقدر لحصولها لمن لم يسع لها ومنعها عمن سعى.
الرابعة والعشرون: الأدب في قوله: " على رسلك ".
الخامسة والعشرون: الدعوة إلى الإسلام قبل القتال.
السادسة والعشرون: أنه مشروع لمن دعوا قبل ذلك وقوتلوا.
السابعة والعشرون: الدعوة بالحكمة; لقوله: " أخبرهم بما يجب عليهم ".
الثامنة والعشرون: المعرفة بحق الله في الإسلام.
التاسعة والعشرون: ثواب من اهتدى على يديه رجل واحد.
الثلاثون: الحلف على الفتيا.
.......................................................................
باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله
باب تفسير التوحيد وشهادة أن لا إله إلا الله
........................................................................
وقول الله تعالى: ﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ﴾ ١ الآية.
وقوله: ﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ ١. الآية.
.......................................................................
وقوله: ﴿اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ﴾ ١ الآية.
.......................................................................
وقوله: ﴿وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾ الآية. ١
.......................................................................
.......................................................................
...................................................................
وفي الصحيح عن النبي ﷺ أنه قال: " من قال: لا إله إلا الله، وكفر بما يعبد من دون الله; حرم ماله ودمه، وحسابه على الله عزوجل "١.
وشرح هذه الترجمة ما بعدها من الأبواب.
·فيه مسائل:
فيه أكبر المسائل وأهمها، وهي تفسير التوحيد...........................
وتفسير الشهادة، وبينها بأمور واضحة.
منها آية الإسراء: بين فيها الرد على المشركين الذين يدعون الصالحين ; ففيها بيان أن هذا هو الشرك الأكبر.
ومنها آية براءة: بين فيها أن أهل الكتاب اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله. وبين أنهم لم يؤمروا إلا بأن يعبدوا إلها واحدا، مع أن تفسيرها الذي لا إشكال فيه طاعة العلماء والعباد في المعصية، لا دعاؤهم إياهم.
ومنها قول الخليل ﵇ للكفار: ﴿إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي﴾ ١ فاستثنى من المعبودين ربه.
وذكر سبحانه أن هذه البراءة وهذه الموالاة هي تفسير شهادة أن لا إله إلا الله، فقال: ﴿وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴾ ١، ومنها آية البقرة في الكفار الذين قال الله فيهم: ﴿وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ﴾ ٢، ذكر أنهم يحبون أندادهم كحب الله، فدل على أنهم يحبون الله حبا عظيما، ولم يدخلهم في الإسلام ;.............................................................
فكيف بمن أحب الند أكبر من حب الله؟! وكيف بمن لم يحب إلا الند وحده ولم يحب الله؟!
ومنها قوله ﷺ: " م ن قال: لا إله إلا الله، وكفر بما يعبد من دون الله; حرم ماله ودمه، وحسابه على الله " ١.
وهذا من أعظم ما يبين معنى (لا إله إلا الله) ; فإنه لم يجعل التلفظ بها عاصما للدم والمال، بل ولا معرفة معناها مع لفظها، بل ولا الإقرار بذلك، بل ولا كونه لا يدعو إلا الله وحده لا شريك له، بل لا يحرم ماله ودمه حتى يضيف إلى ذلك الكفر بما يعبد من دون الله. فإن شك أو توقف; لم يحرم ماله ولا دمه. فيا لها من مسألة ما أعظمها وأجلها! ويا له من بيان ما أوضحه! وحجة ما أقطعها للمنازع!
باب من الشرك لبس الحلقة والخيط ونحوهما لرفع البلاء أو دفعه
باب من الشرك لبس الحلقة والخيط ونحوهما لرفع البلاء أو دفعه
........................................................................
.......................................................................
وقول الله تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ﴾ ١ الآية.
.......................................................................
عن عمران بن حصينرضي الله عنه" أن النبي ﷺ رأى رجلا في يده حلقة من صفر، فقال: ما هذه؟ قال: من الواهنة. فقال: انزعها; فإنها لا تزيدك إلا وهنا، فإنك لو مت وهي عليك; ما أفلحت أبدا "١.
.......................................................................
رواه أحمد بسند لا بأس به١.
وله عن عقبة بن عامر مرفوعا: " من تعلق تميمة; فلا أتم الله له،..........
ومن تعلق ودعة; فلا ودع الله له " ١.
وفي رواية: " من تعلق تميمة; فقد أشرك " ٢.
ولابن أبي حاتم عن حذيفة: " أنه رأى رجلا في يده خيط
من الحمى، فقطعه، وتلا قوله: ﴿وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلاَّ وَهُمْ مُشْرِكُونَ﴾ ١.
فيه مسائل:
الأولى: التغليظ في لبس الحلقة والخيط ونحوهما لمثل ذلك.
الثانية: أن الصحابي لو مات وهي عليه; ما أفلح. فيه شاهد لكلام الصحابة: أن الشرك الأصغر أكبر من الكبائر.
الثالثة: أنه لم يعذر بالجهالة.
الرابعة: أنها لا تنفع في العاجلة; بل تضر، لقوله: " لا تزيدك إلا وهنا ".
الخامسة: الإنكار بالتغليظ على من فعل مثل ذلك.
السادسة: التصريح بأن من تعلق شيئا، وكل إليه.
السابعة: التصريح بأن من تعلق تميمة; فقد أشرك.
الثامنة: أن تعليق الخيط من الحمى من ذلك.
التاسعة: تلاوة حذيفة الآية دليل على أن الصحابة يستدلون بالآيات التي في الشرك الأكبر على الأصغر; كما ذكر ابن عباس في آية البقرة.
العاشرة: أن تعليق الودع من العين من ذلك.
الحادية عشرة: الدعاء على من تعلق تميمة أن الله لا يتم له، ومن تعلق ودعة فلا ودع الله له; أي: ترك الله له.
.......................................................................
باب ما جاء في الرقى والتمائم
باب ما جاء في الرقى والتمائم
في الصحيح عن أبي بشير الأنصاريرضي الله عنهأنه كان مع رسول الله ﷺ في بعض أسفاره،................................................................
فأرسل رسولا: " أن لا يبقين في رقبة بعير قلادة من وتر أو قلادة إلا قطعت "١.
وعن ابن مسعودرضي الله عنهقال: سمعت رسول الله ﷺ يقول: " إن الرقى والتمائم
والتولة.................................................................
شرك " رواه أحمد وأبو داود١.
وعن عبد الله بن عكيم مرفوعا:" من تعلق شيئا;.......................
وكل إليه ". رواه أحمد والترمذي١.
" التمائم ": شيء يعلق على الأولاد يتقون به العين.
لكن إذا كان المعلق من القرآن; فرخص فيه بعض السلف، وبعضهم لم يرخص فيه، ويجعله من المنهي عنه، منهم ابن مسعود ﵁.
.......................................................................
و" الرقى": هي التي تسمى العزائم، وخص منها الدليل ما خلا من الشرك; فقد رخص فيه رسول الله ﷺ من العين والحمة١.
و" التولة": هي شيء يصنعونه يزعمون أنه يحبب المرأة إلى زوجها والرجل إلى امرأته.
وروى أحمد عن رويفع; قال: قال لي رسول الله ﷺ: " يا رويفع! لعل الحياة ستطول بك; فأخبر الناس أن من عقد لحيته، أو تقلد وترا، أو استنجى برجيع دابة أو عظم ;..........................................
فإن محمدا بريء منه "١.
وعن سعيد بن جبير، قال: " من قطع تميمة من إنسان; كان كعدل رقبة " رواه وكيع.
وله عن إبراهيم، قال: " كانوا يكرهون التمائم كلها من القرآن وغير القرآن "
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الرقى والتمائم.
الثانية: تفسير التولة.
الثالثة: أن هذه الثلاثة كلها من الشرك من غير استثناء.
الرابعة: أن الرقية بالكلام الحق من العين والحمة ليس من ذلك.
الخامسة: أن التميمة إذا كانت من القرآن; فقد اختلف العلماء; هل هي من ذلك أم لا؟.
السادسة: أن تعليق الأوتار على الدواب عن العين من ذلك.
السابعة: الوعيد الشديد على من تعلق وترا.
الثامنة: فضل ثواب من قطع تميمة من إنسان.
التاسعة: أن كلام إبراهيم لا يخالف ما تقدم من الاختلاف; لأن مراده أصحاب عبد الله بن مسعود.
باب من تبرك بشجر أو حجر ونحوهما
باب من تبرك بشجر أو حجر ونحوهما
........................................................................
.......................................................................
وقول الله تعالى: ﴿أَفَرَأَيْتُمُ اللاَّتَ وَالْعُزَّى﴾ ١ الآيات.
.......................................................................
.......................................................................
.......................................................................
وعن أبي واقد الليثي; قال: " خرجنا مع رسول الله ﷺ إلى حنين،........
ونحن حدثاء عهد بكفر، وللمشركين سدرة يعكفون عندها وينوطون بها أسلحتهم، يقال لها: ذات أنواط، فمررنا بسدرة، فقلنا: يا رسول الله! اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط. فقال رسول الله ﷺ الله أكبر! إنها السنن!................................................................
قلتم والذي نفسي بيده كما قالت بنو إسرائيل لموسى: ﴿اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ﴾ ١. لتركبن سنن من كان قبلكم " رواه الترمذي وصححه٢.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير آية النجم.
الثانية: معرفة صورة الأمر الذي طلبوا.
الثالثة: كونهم لم يفعلوا.
الرابعة: كونهم قصدوا التقرب إلى الله بذلك، لظنهم أنه يحبه.
الخامسة: أنهم إذا جهلوا هذا، فغيرهم أولى بالجهل.
السادسة: أن لهم من الحسنات والوعد بالمغفرة ما ليس لغيرهم.
السابعة: أن النبي ﷺ لم يعذرهم، بل رد عليهم بقوله: " الله أكبر! إنها السنن! لتتبعن سنن من كان قبلكم " ١ فغلظ الأمر بهذه الثلاث.
الثامنة: الأمر الكبير- وهو المقصود- أنه أخبر أن طلبهم كطلب بني إسرائيل لما قالوا لموسى: اجعل لنا إلها.
التاسعة: أن نفي هذا من معنى لا إله إلا الله، مع دقته وخفائه على أولئك.
العاشرة: أنه حلف على الفتيا، وهو لا يحلف إلا لمصلحة.
الحادية عشرة: أن الشرك فيه أصغر وأكبر؛ لأنهم لم يرتدوا بهذا.
.......................................................................
الثانية عشرة: قولهم: "ونحن حدثاء عهد بكفر"، فيه أن غيرهم لا يجهل ذلك.
الثالثة عشرة: التكبير عند التعجب، خلافا لمن كرهه.
الرابعة عشرة: سد الذرائع.
الخامسة عشرة: النهي عن التشبه بأهل الجاهلية.
السادسة عشرة: الغضب عند التعليم.
السابعة عشرة: القاعدة الكلية لقوله: " إنها السنن".
الثامنة عشرة: أن هذا علم من أعلام النبوة، لكونه وقع كما أخبر.
التاسعة عشرة: أن كل ما ذم الله به اليهود والنصارى في القرآن، أنه لنا.
العشرون: أنه متقرر عندهم أن العبادات مبناها على الأمر،
فصار فيه التنبيه على مسائل القبر: أما (من ربك)، فواضح، وأما (من نبيك؟)، فمن إخباره بأنباء الغيب، وأما (ما دينك؟) فمن قولهم: "اجعل لنا إلها ... " إلى آخره.
الحادية والعشرون: أن سنة أهل الكتاب مذمومة كسنة المشركين
الثانية والعشرون: أن المنتقل من الباطل الذي اعتاده قلبه لا يؤمن أن يكون في قلبه بقية من تلك العادة، لقوله: " ونحن حدثاء عهد بكفر ".
باب ما جاء في الذبح لغير الله
باب ما جاء في الذبح لغير الله
........................................................................
وقول الله تعالى: ﴿قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ﴾ ١ الآية.
.......................................................................
.......................................................................
.......................................................................
............................................................................................
وقوله: ﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾ ١.
عن عليرضي الله عنهقال: " حدثني رسول الله ﷺ بأربع كلمات: لعن الله.............
من ذبح لغير الله، لعن الله من لعن والديه،......................................................
لعن الله من أوى محدثا، لعن الله من غير منار الأرض " رواه مسلم١.
وعن طارق بن شهاب; أن رسول الله ﷺ قال: " دخل الجنة رجل في ذباب ودخل النار رجل في ذباب. قالوا: وكيف ذلك يا رسول الله؟ قال: مر رجلان على قوم لهم صنم، لا يجوزه أحد حتى يقرب له شيئا، فقالوا لأحدهما: قرب قال: ليس عندي شيء أقربه. قالوا له: قرب ولو ذبابا. فقرب ذبابا، فخلوا سبيله، فدخل النار. وقالوا للآخر: قرب. فقال: ما كنت لأقرب لأحد شيئا دون الله عزوجل فضربوا عنقه، فدخل الجنة " رواه أحمد١.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير: ﴿قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي﴾
الثانية: تفسي: ﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾
الثالثة: البداءة بلعنة من ذبح لغير الله.
الرابعة: لعن من لعن والديه، ومنه أن تلعن والدي الرجل فيلعن والديك.
الخامسة: لعن من آوى محدثا وهو الرجل يحدث شيئا يجب فيه حق الله، فيلتجئ إلى من يجيرة من ذلك.
السادسة: لعن من غير منار الأرض، وهي المراسيم التي تفرق بين حقك وحق جارك من الأرض، فتغيرها بتقديم أو تأخير.
السابعة: الفرق بين لعن المعين ولعن أهل المعاصي على سبيل العموم.
الثامنة: هذه القصة العظيمة، وهي قصة الذباب.
التاسعة: كونه دخل النار بسبب ذلك الذباب الذي لم يقصده، بل فعله تخلصا من شرهم.
العاشرة: معرفة قدر الشرك في قلوب المؤمنين، كيف صبر ذلك على القتل ولم يوافقهم على طلبهم مع كونهم لم يطلبوا إلا العمل الظاهر؟!
.......................................................................
الحادية عشرة: أن الذي دخل النار مسلم، لأنه لو كان كافرا، لم يقل: " دخل النار في ذباب".
الثانية عشرة: فيه شاهد للحديث الصحيح: " الجنة أقرب إلى أحدكم من شراك نعله، والنار مثل ذلك " ١.
الثالثة عشرة: معرفة أن عمل القلب هو المقصود الأعظم، حتى عند عبدة الأوثان.
باب لا يذبح لله بمكان يذبح فيه لغير الله
باب لا يذبح لله بمكان يذبح فيه لغير الله
وقول الله تعالى: ﴿لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا﴾ ١ الآية.
.......................................................................
.......................................................................
وعن ثابت بن الضحاكرضي الله عنهقال: " نذر رجل أن ينحر إبلا..........................
ببوانة، فسأل النبي ﷺ فقال: هل كان فيها وثن من أوثان الجاهلية يعبد؟. قالوا: لا قال: فهل كان فيها عيد من أعيادهم؟. قالوا: لا. فقال رسول الله ﷺ: أوف بنذرك.....................................
فإنه لا وفاء لنذر في معصية الله.................................................
.......................................................................
.......................................................................
" ولا فيما لا يملك ابن آدم "١ رواه أبو داود، وإسناده على شرطهما٢.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير قوله: ﴿لا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا﴾ ١.
الثانية: أن المعصية قد تؤثر في الأرض، وكذلك الطاعة.
الثالثة: رد المسألة المشكلة إلى المسألة البينة، ليزول الإشكال.
الرابعة: استفصال المفتي إذا احتاج إلى ذلك.
الخامسة: أن تخصيص البقعة بالنذر لا بأس به إذا خلا من الموانع.
السادسة: المنع منه إذا كان فيه وثن من أوثان الجاهلية، ولو بعد زواله.
السابعة: المنع منه إذا كان فيه عيد من أعيادهم، ولو بعد زواله.
الثامنة: أنه لا يجوز الوفاء بما نذر في تلك البقعة، لأنه نذر معصية.
التاسعة: الحذر من مشابهة المشركين في أعيادهم، ولو لم يقصده.
العاشرة: لا نذر في معصية.
الحادية عشرة. لا نذر لابن آدم فيما لا يملك.
باب من الشرك النذر لغير الله
باب من الشرك النذر لغير الله
وقول الله تعالى: ﴿يُوفُونَ بِالنَّذْرِ﴾ ١.
وقوله: ﴿وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُمْ مِنْ نَذْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُهُ﴾ ١.
وفي الصحيح عن عائشة ﵂، أن رسول الله ﷺ قال: " من نذر أن يطيع الله، فليطعه،.....................................................................................
ومن نذر أن يعصي الله، فلا يعصه " ١.
فيه مسائل:
الأولى: وجوب الوفاء بالنذر.
الثانية: إذا ثبت كونه عبادة لله، فصرفه إلى غير الله شرك.
الثالثة: أن نذر المعصية لا يجوز الوفاء به.
باب من الشرك الاستعاذة بغير الله
باب من الشرك الاستعاذة بغير الله
وقول الله تعالى: ﴿وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الأِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا﴾ ١.
.......................................................................
وعن خولة بنت حكيم قالت: سمعت رسول الله ﷺ يقول: " من نزل منزلا، فقال: أعوذ بكلمات الله.........................................
التامات من شر ما خلق،.................................................
لم يضره شيء حتى يرحل من منزله ذلك "١ رواه مسلم٢.
.......................................................................
.......................................................................
ينفعون ولا يضرون، فالاستعاذة بهم شرك أكبر، سواء كان عند قبورهم أم بعيدا عنهم.
أما الاستعاذة بمخلوق فيما يقدر عليه، فهي جائزة، وقد أشار إلى ذلك الشارح الشيخ سليمان في "تيسير العزيز الحميد"، وهو مقتضى الأحاديث الواردة في "صحيح مسلم" لما ذكر النبي ﷺ الفتن، قال: " فمن وجد من ذلك ملجأ، فليعذ به "١.
وكذلك قصة المرأة التي عاذت بأم سلمة٢ والغلام الذي عاذ بالنبي صلى الله عليه وسلم٣ وكذلك في قصة الذين يستعيذون بالحرم والكعبة٤ وما أشبه ذلك.
وهذا هو مقتضى النظر، فإذا اعترضني قطاع طريق، فعذت بإنسان يستطيع أن يخلصني منهم، فلا شيء فيه. لكن تعليق القلب بالمخلوق لا شك أنه من الشرك، فإذا علقت قلبك ورجاءك وخوفك وجميع أمورك بشخص معين، وجعلته ملجأ فهذا شرك، لأن هذا لا يكون إلا لله.
وعلى هذا، فكلام الشيخ ﵀ في قوله: "إن الأئمة لا يجوزون الاستعاذة بمخلوق" مقيد بما لا يقدر عليه إلا الله، ولولا أن النصوص وردت بالتفصيل لأخذنا الكلام على إطلاقه، وقلنا: لا يجوز الاستعاذة بغير الله مطلقا.
فيه مسائل:
الأولى. تفسير آية الجن.
الثانية. كونه من الشرك.
الثالثة. الاستدلال على ذلك بالحديث، لأن العلماء يستدلون به على أن كلمات الله غير مخلوقة، قالوا: لأن الاستعاذة بالمخلوق شرك.
الرابعة. فضيلة هذا الدعاء مع اختصاره.
الخامسة. أن كون الشيء يحصل به منفعة دنيوية، من كف شر، أو جلب نفع، لا يدل على أنه ليس من الشرك.
.......................................................................
.......................................................................
باب من الشرك أن يستغيث بغير الله أو يدعو غيره
باب من الشرك أن يستغيث بغير الله أو يدعو غيره
........................................................................
.......................................................................
وقول الله تعالى: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ﴾ ١.
.......................................................................
............................................................
﴿وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ﴾ ١ الآية.
.......................................................................
وقوله: ﴿فَابْتَغُوا عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ﴾ ١.
.......................................................................
.......................................................................
وقوله: ﴿وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنْ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ مَنْ لا يَسْتَجِيبُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ﴾ ١ الآية.
...................................................................
.......................................................................
وقوله: ﴿أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ﴾ ١.
.......................................................................
روى الطبراني بإسناده١:..........................................
" أنه كان في زمن النبي ﷺ منافق يؤذي المؤمنين، فقال بعضهم: قوموا بنا نستغيث برسول الله ﷺ من هذا المنافق.
فقال النبي ﷺ إنه لا يستغاث بي، وإنما يستغاث بالله ".
فيه مسائل:
الأولى: أن عطف الدعاء على الاستغاثة من عطف العام على الخاص.
الثانية: تفسير قوله: ﴿وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ﴾ ١.
الثالثة: أن هذا هو الشرك الأكبر.
الرابعة: أن أصلح الناس لو فعله إرضاء لغيره، صار من الظالمين.
الخامسة: تفسير الآية التي بعدها.
السادسة: كون ذلك لا ينفع في الدنيا مع كونه كفرا.
السابعة: تفسير الآية الثالثة:
الثامنة: أن طلب الرزق لا ينبغي إلا من الله كما أن الجنة لا تطلب إلا منه.
التاسعة: تفسير الآية الرابعة:
العاشرة: أنه لا أضل ممن دعا غير الله.
الحادية عشرة: أنه غافل عن دعاء الداعي لا يدري عنه.
الثانية عشرة: أن تلك الدعوة سبب لبغض المدعو للداعي وعداوته له.
الثالثة عشرة: تسمية تلك الدعوة عبادة للمدعو.
الرابعة عشرة: كفر المدعو بتلك العبادة.
الخامسة عشرة: هي سبب كونه أضل الناس.
السادسة عشرة: تفسير الآية الخامسة.
السابعة عشرة: الأمر العجيب، وهو إقرار. عبدة الأوثان أنه لا يجيب المضطر إلا الله، ولأجل هذا يدعونه في الشدائد مخلصين له الدين.
الثامنة عشرة: حماية المصطفى ﷺ حمى التوحيد والتأدب مع الله.
باب قول الله تعالي: ﴿أيشركون ما لا يخلق شيئا وهم يخلقون ولا يستطيعون لهم نصرا﴾
باب قول الله تعالي: ﴿أَيُشْرِكُونَ مَا لا يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلا يَسْتَطِيعُونَ لَهُمْ نَصْرًا﴾ الآية.
............................................................
وقوله: ﴿وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ﴾ ١ الآية.
.......................................................................
.......................................................................
.......................................................................
وفي الصحيح عن أنس، قال: " شج النبي ﷺ يوم أحد، وكسرت رباعيته.
فقال: كيف يفلح قوم شجوا نبيهم؟ فنزلت: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ ١ "٢.
وفيه عن ابن عمر ﵄: " أنه سمع رسول الله ﷺ يقول إذا رفع رأسه من الركوع في الركعة الأخيرة من الفجر:......................
اللهم العن فلانا وفلانا، بعدما يقول: سمع الله لمن حمده، ربنا ولك الحمد، فأنزل الله: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ " ١.
وفي رواية: " يدعو على صفوان بن أمية وسهيل بن عمرو والحارث بن هشام، فنزلت: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾ " ٢.
وفيه عن أبي هريرةرضي الله عنهقال: " قام
رسول الله ﷺ حين أنزل عليه: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأَقْرَبِينَ﴾ ١ فقال: يا معشر قريش (أو كلمة نحوها) اشتروا أنفسكم،.........................
..
لا أغني عنكم من الله شيئا.
يا عباس بن عبد المطلب!...........................................
لا أغني عنك من الله شيئا. يا صفية عمة رسول الله ﷺ لا أغني عنك من الله شيئا. ويا فاطمة بنت محمد! سليني من مالي ما شئت، لا أغني عنك من الله شيئا "١.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الآيتين.
الثانية: قصة أحد.
الثالثة: قنوت سيد المرسلين وخلفه سادات الأولياء يؤمنون في الصلاة.
الرابعة: أن المدعو عليهم كفار.
الخامسة: أنهم فعلوا أشياء ما فعلها غالب الكفار، منها: شجهم نبيهم، وحرصهم على قتله، ومنها التمثيل بالقتلى مع أنهم بنو عمهم.
السادسة: أنزل الله عليه في ذلك: ﴿لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ﴾
السابعة: قوله: ﴿أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ﴾، فتاب عليهم فآمنوا.
الثامنة: القنوت في النوازل
التاسعة: تسمية المدعو عليهم في الصلاة بأسمائهم وأسماء آبائهم.
......................................................................
العاشرة: لعن المعين في القنوت.
الحادية عشرة: قصته ﷺ لما أنزل عليه: ﴿وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ﴾ ١.
الثانية عشرة: جده ﷺ في هذا الأمر; بحيث فعل ما نسب بسببه إلى الجنون، وكذلك لو يفعله مسلم الآن.
الثالثة عشرة: قوله للأبعد والأقرب: " لا أغني عنك من الله شيئا " حتى قال: " يا فاطمة بنت محمد! لا أغني عنك من الله شيئا "١ فإذا صرح وهو سيد المرسلين بأنه لا يغني شيئا عن سيدة نساء العالمين، وآمن الإنسان بأنه لا يقول إلا الحق. ثم نظر فيما وقع في قلوب خواص الناس اليوم; تبين له ترك التوحيد وغربة الدين.
.......................................................................
باب قول الله تعالى: ﴿حتى إذا فزع عن قلوبهم قالوا ماذا قال ربكم قالوا الحق وهو العلي الكبير﴾
باب قول الله تعالى: ﴿حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ ١.
.......................................................................
............................................................
.......................................................................
وفي الصحيح عن أبي هريرةرضي الله عنهعن النبي ﷺ قال: " إذا قضى الله الأمر في السماء; ضربت الملائكة بأجنحتها خضعانا لقوله، كأنه سلسلة على صفوان، ينفذهم ذلك "١........................................
﴿حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ ١
فيسمعها مسترق السمع، ومسترق السمع هكذا بعضه فوق بعض،....
وصفه سفيان بكفه، فحرفها وبدد بين أصابعه، فيسمع الكلمة، فيلقيها إلى من تحته.
ثم يلقيها الآخر إلى من تحته، حتى يلقيها على لسان الساحر أو الكاهن،.....
فربما أدركه الشهاب قبل أن يلقيها،...............................
وربما ألقاها قبل أن يدركه، فيكذب معها مئة كذبة.
فيقال: أليس قد قال لنا يوم كذا وكذا: كذا وكذا؟ فيصدق بتلك الكلمة التي سمعت من السماء "١.
......................................................................
وعن النواس بن سمعان () ; قال: قال رسول الله ﷺ " إذا أراد الله تعالى أن يوحي بالأمر; تكلم بالوحي ;
أخذت السماوات منه رجفة (أو قال: رعدة شديدة) خوفا من الله عزوجل.
فإذا سمع ذلك أهل السماوات; صعقوا وخروا لله سجدا، فيكون أول من يرفع رأسه جبريل، فيكلمه الله من وحيه بما أراد،
ثم يمر جبريل على الملائكة، كلما مر بسماء، سأله ملائكتها: ماذا قال ربنا يا جبريل؟
فيقول: قال الحق، وهو العلي الكبير، فيقولون كلهم مثل ما قال جبريل، فينتهي جبريل بالوحي إلى حيث أمره الله عزوجل "١.
.......................................................................
.......................................................................
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الآية.
الثانية: ما فيها من الحجة على إبطال الشرك خصوصا من تعلق على الصالحين، وهي الآية التي قيل: إنها تقطع عروق شجرة الشرك من القلب.
الثالثة. تفسير قوله: ﴿قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ﴾ .
الرابعة. سبب سؤالهم عن ذلك.
الخامسة. أن جبريل يجيبهم بعد ذلك بقوله: " قال كذا وكذا".
السادسة: ذكر أن أول من يرفع رأسه جبريل.
السابعة: أنه يقول لأهل السماوات كلهم لأنهم يسألونه.
الثامنة: أن الغشي يعم أهل السماوات كلهم.
التاسعة: ارتجاف السماوات لكلام الله.
العاشرة: أن جبريل هو الذي يتتهي بالوحي إلى حيث أمره الله.
الحادية عشرة: ذكر استراق الشياطين.
الثانية عشرة: صفة ركوب بعضهم بعضا.
الثالثة عشرة: إرسال الشهب.
الرابعة عشرة: أنه تارة يدركه الشهاب قبل أن يلقيها، وتارة يلقيها في أذن وليه من الإنس قبل أن يدركه.
الخامسة عشرة: كون الكاهن يصدق بعض الأحيان.
السادسة عشرة: كونه يكذب معها مئة كذبة.
السابعة عشرة: أنه لم يصدق كذبه إلا بتلك الكلمة التي سمعت من السماء.
الثامنة عشرة. قبول النفوس للباطل! كيف يتعلقون بواحدة ولا يعتبرون بمئة؟ !
التاسعة عشرة. كونهم يتلقى بعضهم من بعض تلك الكلمة ويحفظونها ويستدلون بها.
العشرون: إثبات الصفات خلافا للأشعرية المعطلة.
.......................................................................
الحادية والعشرون: التصريح بأن تلك الرجفة والغشي خوفا من الله عزوجل
الثانية والعشرون: أنهم يخرون لله سجدا.
باب الشفاعة.
باب الشفاعة.
... ... ................................................................
وقول الله عزوجل: ﴿وَأَنْذِرْ بِهِ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْ يُحْشَرُوا إِلَى رَبِّهِمْ لَيْسَ لَهُمْ مِنْ دُونِهِ وَلِيٌّ وَلا شَفِيعٌ﴾ ١.
وقوله: ﴿قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا﴾ ١.
.......................................................................
.........................................................................
........................................................................
يستدل لها بقول الرسول ﷺ " ما من مسلم يموت فيقوم على جنازته أربعون رجلا لا يشركون بالله شيئا; إلا شفعهم الله فيه "١ فإن هذه شفاعة قبل أن يدخل النار، فيشفعهم الله في ذلك.
النوع الثاني: الشفاعة فيمن دخل النار أن يخرج منها، وقد تواترت بها الأحاديث وأجمعت عليها الصحابة، واتفق عليها أهل الملة ما عدا طائفتين، وهما: المعتزلة والخوارج; فإنهم ينكرون الشفاعة في أهل المعاصي مطلقا لأنهم يرون أن فاعل الكبيرة مخلد في النار، ومن استحق الخلود; فلا تنفع فيه الشفاعة، فهم ينكرون أن النبي ﷺ وغيره يشفع في أهل الكبائر أن لا يدخلوا النار، أو إذا دخلوها أن يخرجوا منها، لكن قولهم هذا باطل بالنص والإجماع.
النوع الثالث: الشفاعة في رفع درجات المؤمنين، وهذه تؤخذ من دعاء المؤمنين بعضهم لبعض كما قال ﷺ في أبي سلمة: " اللهم اغفر لأبي سلمة، وارفع درجته في المهديين، وأفسح له في قبره، ونور له فيه، واخلفه في عقبه "٢ والدعاء شفاعة; كما قال ﷺ " ما من مسلم يموت، فيقوم على جنازته أربعون رجلا لا يشركون بالله شيئا; إلا شفعهم الله فيه ".
إشكال وجوابه:
فإن قيل: إن الشفاعة لا تكون إلا بإذنه سبحانه; فكيف يسمى دعاء الإنسان لأخيه شفاعة وهو لم يستأذن من ربه؟
وقوله: ﴿مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ﴾ ١.
وقوله: ﴿وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلاَّ مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى﴾ ١.
وقوله: ﴿قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأَرْضِ﴾ الآيتين١.
............................................................
...........................................................................
قال أبو العباس: " نفى الله عما سواه كل ما يتعلق به المشركون، فنفى أن يكون لغيره ملك أو قسط منه، أو يكون عونا لله،............................
ولم يبق إلا الشفاعة، فبين أنها لا تنفع إلا لمن أذن له الرب; كما قال: ﴿وَلا يَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى﴾ ١.
فهذه الشفاعة التي يظنها المشركون هي منتفية يوم القيامة;
كما نفاها القرآن، وأخبر النبي ﷺ " أنه يأتي فيسجد لربه ويحمده - لا يبدأ بالشفاعة أولا - ثم يقال له: ارفع رأسك، وقل يسمع، وسل تعط، واشفع تشفع "١.
وقال أبو هريرة له ﷺ " من أسعد الناس بشفاعتك؟
قال: " من قال: لا إله إلا الله; خالصا من قلبه "١.
فتلك الشفاعة لأهل الإخلاص بإذن الله، ولا تكون لمن أشرك بالله. وحقيقته أن الله سبحانه هو الذي يتفضل على أهل الإخلاص، فيغفر لهم بواسطة دعاء من أذن له أن يشفع;......................................
ليكرمه، وينال المقام المحمود.
فالشفاعة التي نفاها القرآن ما كان فيها شرك، ولهذا أثبت الشفاعة بإذنه في مواضع وقد بين النبي ﷺ أنها لا تكون إلا لأهل الإخلاص والتوحيد" انتهى كلامه.
فيه مسائل:
الأولى: تفسير الآيات.
الثانية: صفة الشفاعة المنفية.
الثالثة: صفة الشفاعة المثبتة.
الرابعة: ذكر الشفاعة الكبرى وهي المقام المحمود.
الخامسة: صفة ما يفعله ﷺ أنه لا يبدأ بالشفاعة، بل يسجد، فإذا أذن له; شفع.
السادسة: من أسعد الناس بها.
السابعة: أنها لا تكون لمن أشرك بالله.
الثامنة: بيان حقيقتها.
باب قول الله تعالى: ﴿إنك لا تهدي من أحببت﴾
باب قول الله تعالى: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾
...
باب قول الله تعال: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾ ١ الآية.
وفي " الصحيح " عن ابن المسيب، عن أبيه; قال: لما حضرت أبا طالب الوفاة;................................................................
جاءه رسول الله ﷺ وعنده عبد الله بن أبي أمية وأبو جهل، فقال له: " يا عم قل لا إله إلا الله كلمة أحاج لك بها عند الله "........................
فقالا له: أترغب عن ملة عبد المطلب؟ فأعاد عليه النبي ﷺ فأعادا، فكان آخر ما قال: هو على ملة عبد المطلب، وأبى أن يقول: لا إله إلا الله.
فقال النبي ﷺ " لأستغفرن لك ما لم أنه عنك "١.
فأنزل الله عزوجل: ﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى﴾ ١.
وأنزل الله في أبي طالب: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ﴾ ١،٢.
............................................................................................
فيه مسائل:
الأولى: تفسير قوله: ﴿إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ﴾ الآية.
الثانية: تفسير قوله: ﴿ما كان للنبي﴾ الآية.
الثالثة: وهي المسألة الكبيرة، تفسير قوله: " قل لا إله إلا الله "; بخلاف ما عليه من يدعي العلم.
الرابعة: أن أبا جهل ومن معه يعرفون مراد النبي ﷺ إذا قال
للرجل: قل: " لا إله إلا الله "; فقبح الله من أبو جهل أعلم منه بأصل الإسلام.
الخامسة: جده ﷺ ومبالغته في إسلام عمه.
السادسة: الرد على من زعم إسلام عبد المطلب وأسلافه.
السابعة: كونه ﷺ استغفر له فلم يغفر له، بل نهي عن ذلك.
الثامنة: مضرة أصحاب السوء على الإنسان.
التاسعة: مضرة تعظيم الأسلاف والأكابر.
العاشرة: الشبهة للمبطلين في ذلك; لاستدلال أبي جهل بذلك.
الحادية عشرة: الشاهد لكون الأعمال بالخواتيم لأنه لو قالها لنفعته.
الثانية عشرة: التأمل في كبر هذه الشبهة في قلوب الضالين، لأن في القصة أنهم لم يجادلوه إلا بها، مع مبالغته ﷺ وتكريره; فلأجل عظمتها ووضوحها عندهم اقتصروا عليها.
باب ما جاء أن سبب كفر بني آدم وتركهم دينهم هو الغلو في الصالحين.
باب ما جاء أن سبب كفر بني آدم وتركهم دينهم هو الغلو في الصالحين.
..........................................................
وقول الله عزوجل: ﴿يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ﴾ ١.
.......................................................................
.......................................................................
وفي الصحيح عن ابن عباس ﵄ في قول الله تعالى: لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ) (النساء: من الآية١٧١): ﴿وَقَالُوا لا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلا سُوَاعًا وَلا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا﴾ ١.
.......................................................................